BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara telah menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kebijakan moneter dapat menyebabkan konsekuensi serius bagi seluruh sistem keuangan negara. Pengaruh yang lain adalah mobilitas modal dan krisis sistemik di seluruh dunia. Salah satu elemen utama dari sistem moneter suatu negara adalah nilai tukar, di mana nilai tukar mata uang nasional suatu negara dinyatakan dalam satuan moneter negara lain. Kurs memainkan peran utama dalam perdagangan internasional karena dapat digunakan sebagai pembanding harga barang dan jasa yang diproduksi di berbagai negara. Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997 (lihat Tabel 1.1), posisi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar Amerika Serikat (AS) ditentukan oleh kekuatan pasar. Sampai dengan Desember 2001, nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah secara akumulatif telah terdepresiasi sebesar 48,7%. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya perdebatan oleh banyak ahli mengenai sumber ketidakstabilan nilai tukar tersebut apakah dari faktor ekonomi seperti inflasi, BI rate, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral, atau dari segi faktor non ekonomi, yaitu faktor teknis yang berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu 1 serta sentimen pasar yang lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, sehingga mendorong harga valuta asing naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Dalam pernyataannya mengenai kebijakan moneter, Bank Indonesia menjelaskan bahwa nilai tukar Rupiah pada bulan November 2013 masih dalam tekanan. Nilai tukar Rupiah melemah sebesar 5,77% month to month (mtm) menjadi Rp11.963 per Dollar AS atau secara rata-rata mengalami pelemahan sebesar 2,42% (mtm) menjadi Rp11.624 per Dollar AS. Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipicu oleh sentimen negatif pelaku pasar terhadap rencana pengurangan stimulus moneter AS (tapering-off) serta pengaruh defisit transaksi berjalan Indonesia. Bank Indonesia menilai pelemahan Rupiah masih sejalan dengan perkembangan mata uang negara-negara kawasan. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat mendukung penyesuaian ekonomi terkendali (Bank Indonesia, 2013) Tabel 1.1 Periodesasi Sistem Nilai Tukar di Indonesia Periode Sistem Nilai Tukar 1960-an Multiple exchange rate system Agustus 1971 - November 1978 Fixed exchange rate system November 1978 - September 1992 Managed floating system September 1992 - Agustus 1997 Managed floating dengan crawling band Agustus 1997 – sekarang Floating/flexible exchange rate system Sumber: Bank Indonesia 2 Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil (Dornbusch, 2008). Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang-barang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya Rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Dampak krisis nilai tukar terhadap perekonomian Indonesia yang terjadi pada tahun 1997/1998 tidak saja telah merusak kegiatan ekonomi, tetapi juga telah merusak kehidupan sosial masyarakat. Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi pada saat terjadi krisis nilai tukar mengakibatkan harga-harga barang impor meningkat tajam. Barang-barang impor dapat berupa barang yang langsung dikonsumsi dan barang yang diproses lebih lanjut, seperti bahan baku dan barang modal. Kenaikan harga barang konsumsi yang berasal dari impor secara langsung meningkatkan harga barang tersebut. Sementara peningkatan harga barang baku atau barang modal akan meningkatkan harga barang-barang industri yang menggunakan bahan baku impor secara tidak langsung. Selanjutnya, kenaikan 3 harga-harga yang tinggi akan mengurangi permintaan terhadap barang impor. Sedangkan untuk barang-barang ekspor diharapkan bisa meningkat karena hargaharga barang di Indonesia di mata orang luar negeri menjadi sangat murah. Akan tetapi, karena ekspor Indonesia ke luar negeri kebanyakan adalah barang-barang yang permintaannya bersifat ineslastis (misalnya karet, kelapa sawit, kopra, dan sebagainya), maka turunnya harga tidak banyak meningkatkan ekspor. Ketika sistem nilai tukar yang digunakan adalah sistem mengambang bebas, maka pengaruh nilai tukar terhadap inflasi baik secara langsung (melalui perubahan barang-barang yang diimpor) maupun tidak langsung (melalui permintaan agregat) akan terasa lebih kuat dengan pengaruh langsung lebih besar daripada pengaruh tidak langsung. Hal ini menjadikan peran nilai tukar semakin meningkat dalam ekonomi. Lebih dari itu, biasanya pengaruh nilai tukar terhadap inflasi terjadi hampir secara instan karena bisa terlihat bagaimana sejak bulan pertama terjadinya perubahan nilai tukar akan terlihat pengaruhnya terhadap inflasi. Sementara pengaruh tidak langsung biasanya mulai terjadi dengan tenggang waktu beberapa bulan lebih lama dibandingkan terhadap pengaruh langsung (Warjiyo, 2004). Berdasarkan data perkembangan nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah dapat diketahui bahwa selama pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang bebas nilai Rupiah terdepresiasi sangat ekstrim terhadap nilai Dollar AS, terutama pada tahun-tahun awal setelah terjadinya krisis moneter di Indonesia. Sejak tahun 2002 kuartal keempat, pergerakan nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah sudah mulai menunjukkan fluktuasi yang tidak terlalu ekstrim. Pergerakan naik turunnya 4 data nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah selama periode pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) dapat dilihat dalam Gambar 1.1 berikut ini. Gambar 1.1 Perkembangan Nilai Tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah, 2000–2013 14000 12000 Rp/$ 10000 8000 6000 4000 2000 0 Tahun Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia, 2014 Pada kuartal pertama tahun 2001 nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah masih Rp7.590 per Dollar AS. Namun nilai tukar Rupiah mulai melemah pada kuartal-kuartal selanjutnya sampai kuartal kedua tahun 2001 sebesar Rp11.440 per Dollar AS. Penguatan nilai tukar Rupiah mulai ditunjukkan pada tahun 2001 kuartal ketiga sebesar Rp9.675 per Dollar AS. Pada kuartal pertama tahun 2002 hingga kuartal kedua tahun 2003 Rupiah mengalami apresiasi dan menunjukkan nilai terendah sebesar Rp8.285 per Dollar AS pada tahun 2003 kuartal kedua. Namun setelah kuartal ketiga tahun 2003, Rupiah mengalami depresiasi. Pelemahan nilai tukar Rupiah ini terjadi hingga kuartal kedua tahun 2010. 5 Depresiasi nilai tukar Rupiah tertinggi ditunjukkan pada tahun 2008 kuartal keempat yang disebabkan adanya krisis subprime mortgage yang berdampak pada sektor finansial dan mempengaruhi nilai tukar. Nilai tukar Rupiah mengalami penguatan pada tahun 2011, namun sejak tahun 2012 nilai tukar Rupiah semakin melemah hingga kuartal keempat tahun 2013 sebesar Rp12.189 per Dollar AS. 1.2. Rumusan Masalah Nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah dari waktu ke waktu mengalami fluktuasi. Keadaan tersebut berakumulasi dan mengakibatkan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang dalam dan meningkatkan jumlah penganggur dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah belum diketahui. 1.3. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah yang akan diteliti, dibatasi pada ekspor, impor, inflasi, BI rate, Gross Domestic Product (GDP) dan jumlah uang beredar (M1) di Indonesia. 1.4. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini yaitu “Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari nilai ekspor, impor, tingkat inflasi, BI rate, Gross Domestic Product (GDP), dan jumlah uang beredar (M1) pada nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah?”. 6 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah faktor-faktor nilai ekspor, impor, tingkat inflasi, BI rate, Gross Domestic Product (GDP), dan jumlah uang beredar (M1) mempengaruhi nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang bermanfaat antara lain bagi: a. Pemerintah: sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan menentukan kebijaksanaan perekonomian guna mempertahankan stabilitas nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah. b. Peneliti lainnya: diharapkan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya agar dapat mengembangkan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah. 7 1.7. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu: - Bab I: Berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. - Bab II: Berisi tinjauan pustaka yang menguraikan landasan teori, uraian penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh ekspor, impor, inflasi, BI rate, Gross Domestic Product (GDP), dan Jumlah Uang Beredar (M1) pada nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah, serta hipotesis yang memperkuat penelitian ini. - Bab III: Berisi metode yang digunakan dalam penelitian ini. - Bab IV: Berisi pembahasan dari data dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. - Bab V: Berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini. 8