PENGARUH DEFISIT ANGGARAN, PENGELUARAN PEMERINTAH DAN HUTANG LUAR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS 6 NEGARA ASEAN TAHUN 2003-2012) JURNAL ILMIAH Disusun Oleh: Muhammad Adib Ramadhani 105020100111035 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL Artikel Jurnal dengan judul : PENGARUH DEFISIT ANGGARAN, PENGELUARAN PEMERINTAh DAN HUTANG LUAR NEGERI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS 6 NEGARA ASEAN TAHUN 2003-2012) Yang disusun oleh : Nama : Muhammad Adib Ramadhani NIM : 105020100111035 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 29 Januari 2014. Malang, 29 Januari 2014 Dosen Pembimbing, Sasongko, SE., MS., Dr NIP. 19530406 198003 1 004 Pengaruh Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah dan Hutang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus 6 Negara ASEAN Tahun 2003-2012) Muhammad Adib Ramadhani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya [email protected] Pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang harus dicapai oleh setiap negara, yang biasanya tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut bisa dilihat dari PDB negara yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan oleh setiap negara. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi bisa menjadi indicator sebuah negara mengenai keberhasilan dalam membangun negaranya. Pertumbuhan ekonomi juga sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakt di negara yang bersangkutan. Namun belajar dari krisis tahun 1929 yang diakibatkan oleh kegagalan pasar, John Maynard Keyness berpendapat bahwa diperlukan peran pemerintah dalam mengatur perekonomian. Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah beragam, namun salah satunya bisa melalui anggaran pemerintah. Kondisi anggaran untuk negara-negara berkembang di ASEAN adalah defisit. Anggaran defisit bersifat stimulus dan sangat diperlukan untuk negara-negara yang perekonomiannya mengalami resesi. Defisit anggaran suatu negara dikarenakan kondisi pengeluaran pemerintah nya lebih besar dibandingkan pemasukannya, sehingga pemerintah memerlukan dana tambahan yang diperoleh dari hutang luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah dan Utang Luar Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi 6 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja) dalam kurun waktu 2003-2012. Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk data panel yaitu gabungan data deret waktu tahunan perode 2000 sampai 2005 dan data cross section yang diperoleh dari Asian Development Bank (ADB) dan World Bank. Adapun ruang lingkup penelitian ini mengambil sampel enam negara ASEAN yaitu Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Dengan menggunakan taraf nyata sepuluh persen ( = 10%), hasil estimasi model fixed effect menunjukan bahwa antara variabel defisit anggaran, pengeluaran pemerintah dan utang luar negeri per kapita berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan uji Chow dapat disimpulkan bahwa model fixed effect lebih utama daripada model random effect ataupun model pooled least square Kata kunci : PDB, Utang Luar Negeri, Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah, Debt Service Ratio, Kebijakan Fiskal A. LATAR BELAKANG Kegiatan perekonomiaan yang dilakukan oleh suatu Negara senantiasa berhadapan dengan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk negara yang bersangkutan. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi menjadi suatu syarat untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera. Ada 2 sebab yang mengharuskan sebuah Negara harus mencapai pertumbuhan ekonomi yaitu untuk menciptakan lapangan pekerja untuk penduduknya yang setiap saat bertambah dan untuk menaikkan tingkat kemakmuran masyarakat (Sadono sukirno, 1994 ; 25). Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan ekonomi dilakukan oleh semua Negara, termasuk Negara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nation (ASEAN). Pada tahun 2008 negara-negara ASEAN mengalami krisis ekonomi yang diawali dengan runtuhnya Lehman Brothers yang merupakan bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat. Krisis ini berdampak pada situasi perekonomian negara ASEAN terutama Indonesia. Tingkat pertumbuhan GDP Indonesia mengalami penurunan walaupun tidak terlalu parah dibandingkan negara ASEAN lain yang mencapai 6.0 persen pada tahun 2008 yang semula berada pada tingkat 6.3. Sebelum krisis, pertumbuhan GDP Malaysia relatif baik, yaitu 4.8 persen. Namun Akibat krisis pertumbuhan Malaysia menurun menjadi -1.5 persen. Tabel 1.1 dibawah ini menampilkan perkembangan perkembangan pertumbuhan GDP selama periode 2005-2012. Tabel 1.1. Pertumbuhan GDP Negara-negara ASEAN Periode 2005-2012 (%) Tahun Indonesia Vietnam Malaysia Thailand Philipina Kamboja 5.8 2003 4.8 7.3 7.2 5.0 8.5 6.8 2004 5.0 7.4 6.3 6.7 10.3 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 5.7 5.5 6.3 6 4.6 6.2 6.5 6.2 7.5 7.0 7.1 5.7 5.4 6.4 6.2 5.2* 5.3 5.6 6.3 4.8 -1.5 7.2 5.1 5.6 4.2 4.9 5.4 1.7 -0.9 7.3 0.3 6.5 4.8 5.2 6.6 4.2 1.1 7.6 3.6 6.8 13.3 10.8 10.2 6.7 0.1 6.0 7.1 7.3 Sumber. Asian Development Bank, 2013 Oleh sebab itu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi diperlukanlah peran pemerintah didalam perekonomian. Pada dasarnya peranan pemerintah dalam perekonomian sangat luas, salah satu bentuk aktivitas tersebut dapat dirangkum dalam kerangka Anggaran pemerintah. Anggaran suatu negara dapat disusun berbeda-beda tergantung pada kondisi perekonomian negara tersebut. Suatu negara dapat menyusun anggarannya secara seimbang (balance budget) apabila kondisi perekonomian normal. Kebijakan anggaran yang surplus dapat diaplikasikan manakala terjadi perubahan kebijakan fiskal yang bersifat Ekspansioner atau Kontraksioner (Shone,1989:116). Sehingga menurut Kartika (2006), pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk menutup defisit APBN, yaitu dari hasil privatisasi BUMN, Hutang Dalam Negeri, dan dana Hutang Luar Negeri. Bagi negara yang sedang berkembang, hutang merupakan salah satu sumber dana untuk membantu mempercepat proses pembangunan ekonomi negaranya. Hal ini terjadi karena belum cukup nya dana yang berasal dari tabungan didalam negeri, sehingga sumber pembiyaan berupa hutang, khususnya hutang dari luar negeri sangat diperlukan. Salah satu alternatif untuk mencukupi kekurangan dana di negara yang sedang berkembang khususnya di ASEAN diatasi oleh pemerintah negara yang bersangkutan dengan cara mencari bantuan berupa hutang. Pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan pembangunan ekonomi dengan menggunakan hutang, khususnya yang bersumber dari luar negeri memang mendatangkan manfaat, namun selain memperhatikan pemanfaatannya bagi pertumbuhan perekonomian, hal lain yang harus dipikirkan ada beban utang yang muncul dikemudian hari. Namun dalam tahap awal pembangunan, penggunaan komponen utang sebagai sumber pembiayaan memang sangat menguntungkan (Subri dan Basri, 2003) Dengan penjelasan yang dijabarkan di atas maka pokok masalah yang dirumuskan dalam penelitian adalah : 1. Bagaimana pengaruh defisit anggaran, pengeluaran pemerintah dan utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN (studi kasus tahun 2003 – 2012)? B. KAJIAN PUSTAKA Dampak Defisit Anggaran Pemerintah Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran yang memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Definisi dari defisit anggaran menurut Samuelson dan Nordhaus (2001) adalah suatu anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak. Sedangkan menurut Dornbusch, Fischer dan Startz defisit anggaran adalah selisih antara jumlah uang yang dibelanjakan pemerintah dan penerimaan dari pajak. Kombinasi dari besaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah terangkum dalam suatu anggaran pemerintah. Telah diuraikan sebelumnya bahwa untuk menghadapi kondisi perekonomian tertentu, salah satu yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal tersebut dapat dilihat dalam anggaran pemerintah, dan defisit anggaran adalah salah satu kebijakan fiskal pemerintah yaitu kebijakan fiskal ekspansif. Algifari (2009) melakukan penelitian terhadap perekonomian Indonesia berdasarkan data defisit anggaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tahun 1990-2007 dengan partial adjusment model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya. Pada saat perekonomian mengalami krisis, defisit anggaran pemerintah merupakan kebijakan yang dipilih oleh banyak negara untuk menggairahkan perekonomian. Menurut Abimanyu (2005), defisit anggaran pemerintah merupakan stimulus fiskal yang bersifat ekspansif. Perekonomian yang berada pada kondisi kelesuan, yang ditunjukkan oleh menurunnya, memerlukan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perbedaan pendapat tentang dampak kebijakan defisit anggaran pemerintah terhadap perekonomian terjadi dalam teori maupun hasil penelitian empiris. Pump-priming theory menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk mendorong kegiatan ekonomi nasional agar perekonomian terhindar dari kondisi resesi yang berkepanjangan. Melalui kebijakan pembiayaan defisit anggaran pemerintah dimungkinkan tercipta lapangan kerja (employment creation). Jika lapangan kerja dapat diciptakan akan meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan aggregat meningkat. Hal ini akan merangsang pengusaha untuk meningkatkan produksinya. Kenaikan permintaan aggregat dapat juga terjadi melalui peningkatan pengeluaran masyarakat. Pandangan ekonom Keynesian menyatakan bahwa kebijakan defisit anggaran pemerintah yang dibiayai dengan pemotongan pajak menyebabkan wajib pajak merasa penghasilan setelah pajak meningkat. Peningkatan pendapatan setelah pajak ini akan direspon dengan melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Kenaikan pengeluaran akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dan ini akan mendorong aktivitas ekonomi Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal adalah kebijakan untuk mengendalikan keseimbangan makro ekonomi (Surjaningsih et al, 2012). Kebijakan fiskal merupakan bentuk campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan fiskal memiliki dua instrumen pokok, yaitu Penerimaan dan pengeluaran pemerintah (government expenditure) (Mankiw, 2003; Turnovsky, 1981). Lebih jauh Soediyono (1985) mengatakan bahwa variabel instrumen dari kebijakan fiskal dapat berupa pajak (tax), transfer pemerintah (government transfer), subsidi (subsidies) dan pengeluaran pemerintah (government expenditure). Secara umum, subsidi ini bertujuan untuk menambah output, permintaan dan produktivitas serta menjaga stabilitas perekonomian, khususnya stabilitas harga. Dengan subsidi diharapkan bahan kebutuhan pokok masyarakat tersedia dalam jumlah yang mencukupi dengan harga yang stabil serta terjangkau oleh daya beli masyarakat (Nota Keuangan dan APBN, 2010; Handoko dan Patriadi, 2005; Norton, 2004; Kasiyati, 2010). Kebijakan fiskal disebut juga kebijakan anggaran (budgetary policy) yang dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan fiskal atau anggaran memiliki tiga fungsi yaitu, (1) fungsi alokasi (allocation function), (2) fungsi distribusi (distribution function), dan (3) fungsi stabilisasi (stabilization function). Fungsi alokasi berkaitan dengan penyediaan barang sosial (social goods) atau proses penggunaan sumberdaya keseluruhan yang dibagi diantara barang privat (private goods), barang sosial (social goods) dan kombinasi barang sosial yang dipilih. Fungsi distribusi berkaitan dengan pembagian pendapatan dan kekayaan yang lebih adil dan merata di masyarakat. Sedangkan fungsi stabilisasi sesuai dengan namanya bertujuan untuk mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah, stabilitas tingkat harga, dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sesuai. Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y 0) lebih tinggi dibandingkan dengan output Actual (Y1) Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output. Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y1) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual (Y2). Menurut Keynes, dalam perekonomian yang mengalami krisis dan depresi, kebijakan moneter melalui penurunan tingkat suku bunga tidak efektif. Permintaan agregat dapat dinaikkan dengan cepat hanya melalui kebijakan fiskal (Romer, 2001). Multiplier pengeluaran pemerintah dinyatakan sebagai 1/(1-mpc), formula ini memperlihatkan bahwa semakin besar mpc akan semakin besar pula dampak dari pengeluaran pemerintah terhadap GDP (Surjaningsih et al, 2012). Dalam model makroekonomi Keynes, anggaran pemerintah (government budget) merupakan bagian yang penting untuk mengatur permintaan agregat perekonomian. Jika perekonomian berada di bawah full employment, permintaan agregat dapat ditingkatkan dengan menambah pengeluaran pemerintah atau dengan menurunkan pajak (tax). Dalam pandangan Keynes, pemerintah mempunyai peranan penting untuk mengatur permintaan agregat (AD) dalam rangka menjaga perekonomian agar selalu mendekati tingkat kesempatan kerja penuh (full employment level). Dalam pandangan Keynesian, kebijakan fiskal diyakini paling efektif dalam mengatasi pengangguran dan meningkatkan output. Keyakinan tersebut didasarkan pada besarnya efek multiplier kebijakan fiskal terhadap perubahan output dan sensitivitas permintaan uang terhadap perubahan suku bunga, dimana perubahan suku bunga akan menimbulkan perubahan yang besar pada permintaan uang untuk spekulasi. Hal ini merupakan implikasi dari posisi kurva LM yang cenderung landai. Dari sisi suplai, Keynesian juga mengasumsikan bahwa kurva IS adalah horizontal atau cenderung landai. Utang Luar Negeri dan Pengeluaran Pemerintah dalam Perpotongan Keynesian Utang luar negeri digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan melalui kebijakan defisit anggaran. Defisit anggaran menunjukkan bahwa kondisi pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaanya. Sehingga, negara yang kondisi anggarannya defisit membutuhkan tambahan dana agar kegiatan yang telah direncanakan dapat berjalan. Oleh sebab itu pemerintah harus berhutang terhadap pihak luar untuk memperoleh dana guna menutupi defisit aggaran tersebut. Dengan kondisi anggaran yang deifisit, berarti pemerintah harus melakukan pinjaman, hal tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah (G) yang lebih tinggi. Peningkatan belanja pemerintah ini tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan output yang secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembelian pemerintah (G) yang lebih tinggi mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan (AE) yang lebih tinggi untuk semua tingkat pendapatan. Jika Pembelian pemerintah naik sebesar ∆G, maka kurva pengeluaran yang direncakan bergeser ke atas sebesar ∆G.Sehingga hal ini mengakibatkan pergeseran pada keseimbangan perekonomian, hal ini dikarenakan jika semakin meningkatnya pendapatan diakibatkan oleh semakin naiknya pembelian pemerintah, yaitu Y dan lebih besar dari G. rasio ∆Y/∆G disebut pengganda pembelian pemerintah (governmentpurchases multiplier), rasio ini menyatakan berapa banyak pendapatan meningkat dalam menanggapi kenaikan satu satuan dalam pembelian pemerintah. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa pengganda pembelian pemerintah lebih besar dari 1 (makniw, 2000) Kenaikan dalam pendapatan lebih besar dari kenaikan dalam pengeluaran pemerintah. Hal ini terjadi karena adanya efek berantai (multiplied effect) terhadap pendapatan. Menurut fungsi konsumsi C = C (Y-T), pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi. Ketika kenaikan dalam pembelian pemerintah meningkatkan pendapatan, juga meningkatkan konsumsi, yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan, yang kemudian meningkatkan konsumsi, dan seterusnya. Oleh karena itu, dalam model ini kenaikan dalam pembelian pemerinah menyebabkan kenaikan dalam pendapatan dalam jumlah yang lebih besar (mankiw, 2000) Sebagai tahapan lebih lanjut dari teori kebijakan fiskal Keynes, pengeluaran pemerintah dalam model keseimbangan pasar barang dan uang (IS-LM) dipercaya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan permintaan agregat melalui pergeseran kurva IS (pasar barang) C. METODE PENELITIAN Populasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder berbentuk panel data dari tahun 2003 sampai dengan 2012. Data ini diperoleh dari dari perpustakaan, website, jurnal atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dalam penelitian ini, antara lain Asian Development Bank dan World Bank. Metode Analisis Analisis data dilakukan dengan bantuan Metode Data Panel sebagai alat ekonometrika perhitungannya serta di gunakan juga metode analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan karakteristik dari sebuah sampel ataupun populasi yang diamatidan dapat digambarkan lewat tabel dan gambar sehingga dapat memberikan informasi yang baik yang pada akhirnya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, tetapi sebelum melakukan analisis regresi linear berganda dan analisis deskriptif digunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokesdastisitas. Adapun bentuk persamaan regresi linear berganda yang digunakan dapat dirumuskan: Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it μit Keterangan t i Y Α β1β2β3β4β5 X1 = Tahun = Negara = Pertumbuhan Penduduk = Intercept/konstanta α = Koefisien regresi = Defisit Anggaran (Budget Deficit) X2 X3 μ = Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure) = Utang Luar Negeri (Foreign Debt) = Error Term D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan sebagai peningkatan produksi barang dan jasa (output) di suatu negara yang biasanya ditunjukkan dengan angka pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan oleh suatu negara untuk mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pendapatan masyarakat suatu negara. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi menunjukkan tingkat keberhasilan sebuah negara dalam membangun perekonomiannya. Hal ini membuat semua negara berusaha untuk meningkatkan pertmbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Dari gambar grafik 4.1 terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi di 6 negara di ASEAN selama kurun waktu 10 tahun Gambar 1 : Perkembangan GDP (Harga konstan 2000) Negara-negara ASEAN 2003-2012 Sumber : www.worldbank.org (data diolah) Dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, GDP Indonesia selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimulai dari tahun 2003 sebesar ± US$ 257 M sampai pada tahun 2012 sebesar ± US$ 427 M, sehingga telah terjadi peningkatan sebesar 39.8%, kemudian disusul oleh Thailand yang pada tahun 2003 GDP Thailand sebesar ± US$ 158 M dan pada tahun 2012 meningkat 29.1% sebesar ± US$ 223 M. Untuk negara Malaysia dan Filipina, pada tahun 2003 GDP Malaysia sebesar ± US$ 127 M dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 35.5% menjadi ± US$ 197 M. Kemudian untuk negara Filipina GDP pada tahun 2003 sebesar ± US$ 92 M dan pada tahun 2012 sebesar ± US$ 145 M, sehingga telah terjadi peningkatan sebesar 36.5%, Dan untuk 2 negara yang memiliki GDP terendah, yaitu Vietnam dan Kamboja, untuk negara Vietnam, tingkat GDP pada tahun 2003 sebesar US$ ±45 M dan pada tahun 2012 meningkat 45.1% sebesar US$ ±82 M. Untuk negara Kamboja, pada tahun 2003 sebesar ± US$ 5 M dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 44,4% menjadi ± US$ 9 M. Pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit penurunan menjadi 4,47% dengan nilai PDB menurut harga konstan sebesar Rp. 1.579.558,9 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 2004-2008, laju pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata 5,74% per tahun. Karena dalam periode 20042008 merupakan periode akselerasi pertumbuhan ekonomi yang sedang dilakukan oleh pemerintah. Gambar 2 : Pengeluaran konsumsi pemerintah negara-negara ASEAN 2003-2012 Sumber :www.worldbank.org (data diolah) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah bisa didefinisikan sebagai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah melalui APBN untuk keperluan yang mencakup semua pengeluaran pemerintah saat ini untuk pembelian barang dan jasa (termasuk kompensasi karyawan dan pembayaran hutang). Hal ini juga mencakup sebagian pengeluaran untuk pertahanan dan keamanan nasional, tetapi tidak termasuk pengeluaran militer pemerintah yang merupakan bagian dari pembentukan modal pemerintah. Proporsi pengeluaran pemerintah pada negara berkembang yang besar menunjukan bahwa masih banyak dana yang perlu dikeluarkan, khususnya untuk pembiayaan utang luar negeri yang tiap tahunnya meningkat. Pengeluaran pemerintah telah berkembang menjadi instrumen yang diperhitungkan untuk mendorong perkembangan dan perubahan struktural. Namun, ada banyak perdebatan mengenai besarnya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Pertimbangan harus diarahkan pada campur tangan pemerintah di sektor swasta. Pada saat ini, perhatian harus diberikan kepada efek kesemerawutan dari sektor swasta. Oleh karena itu, masalah ada pada ukuran optimal dari campur tangan pemerintah, lebih khusus lagi, hubungan antara kebijakan fiskal dan variabel riil yang mempengaruhi konsumsi swasta dan produksi, telah menimbulkan banyak kontroversi. Dari gambar terlihat bahwa besarnya pengeluaran pemerintah cenderung meningkat selama periode 2003-2012. Negara yang memliki tingkat pengeluaran terbesar adalah Indonesia dan Thailand. Pada tahun 2003, pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar ± US$ 19 M dan pada tahun 2012 sebesar ± US$ 78 M, Indonesia juga menempati urutan tertinggi dari tahun ke tahun. Kemudian, di bawah Indonesia ada Thailand yang pada tahun 2003 memiliki total pengeluaran pemerintah sebesar ± US$ 51.13 M dan pada tahun 2012 total pengeluarannya meningkat sebesar ± US$ 83.13 M. Untuk negara Malaysia, jumlah pengeluaran pemerintahnya pada tahun 2003 sebesar ± US$ 14.29 M dan pada tahun 2012 meningkat sebesar ± US$ 41.03 M. Sedangkan jumlah pengeluaran Filipina pada tahun 2003 sebesar ± US$ 8.56 M dan pada tahun 2012 meningkat sebesar ± US$ 26.34 M. Diantara negara-negara ASEAN lainnya, tingkat pengeluaran Kamboja selalu menempati urutan terbawah selama periode 2003-2012. Sedangkan pengeluaran pemerintah terendah ditempati oleh Kamboja selama periode 2003-2012, yang dimana pada tahun 2003 hanya mencapai ± US$ 251 Juta dan pada tahun 2012 mencapai ± US$ 832 Juta, atau secara rata-rata hanya mencapai 5.32% dari GDP Kamboja. Namun, untuk rasio rata-rata pengeluaran pemerintah per GDP yang tertinggi dimiliki oleh Thailand yang selama kurun waktu 2003-2012 sebesar 12.33%, lebih tinggi dibandingkan 5 negara ASEAN lainnya Gambar 3 : Utang luar negeri negara-negara ASEAN 2003-2012 (Juta US$) Sumber : www.ADB.org (data diolah) Utang luar negeri ( foreign debt ) pada dasarnya memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu penyebab utama keterpurukan ekonomi Indonesia. Ini disebabkan karena semakin besarnya beban utang luar negeri baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta asing harus yang ditanggung. Tanpa adanya keringanan utang ( debt relief ), terutama berupa penghapusan sebagian beban utang luar negeri, Indonesia diramalkan akan menjerumus ke dalam krisis yang lebih besar. Tahun 2003 dan 3.221 juta US dolar pada tahun 2004. Sedangkan utang luar negeri swasta mengalami gelombang naik turun selama periode itu bahkan yang paling mengejutkan adalah jumlah utang luar negeri swasta pada tahun 2004 yang meningkat drastis pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 12.316 juta US dolar, meningkat sebesar 47,7% dari tahun sebelumnya. Maka, tidak heran jumlah utang luar negeri pada tahun 2004 juga meningkat drastis yaitu sebesar 15.537 juta US dolar. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2004, yaitu pada masa awal pemerintahan reformasi, terjadi lonjakan harga minyak yang sangat signifikan. Hal ini berdampak negatif pada pengusaha-pengusaha yang mengandalkan BBM dalam usahanya. Pihak swasta harus menerima kenyataan naiknya harga BBM menuntut mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk produksi barang dan jasanya, sehingga untuk menutupi itu pihak swasta melakukan penarikan pinjaman utang luar negeri agar proses produksi tetap berjalan, meski tidak sedikit perusahaan yang gulung tikar akibat kenaikan tersebut. Pada tahun 2008, terjadi kenaikan yang masih dapat di toleransi baik di sisi utang pemerintah dan utang swasta, yaitu masing-masing meningkat sebesar 66,2% dan 33,22% dengan jumlah utang luar negeri secara keseluruhan meningkat sebesar 46.102 juta US dolar. Kenaikan pada tahun 2008 diakibatkan karena gejolak krisis global yang melanda seluruh negara di dunia. Indonesia juga terkena dampak krisis global yang berawal dari kebangkrutan perusahaan yang bergerak di bidang bisnis perumahan, GP Morgan, yang membawa pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Untuk itu, pihak swasta dan pemerintah mengambil tindakan untuk menarik utang luar negeri untuk menstabilkan nilai rupiah yang ikut melemah pada tahun 2008. Gambar 4. Kondisi Defisit Anggaran negara-negara ASEAN 2003-2012 (Juta US$) Sumber : www.worldbank.org Dari gambar di diatas, dapat dilihat bahwa perkembangan defisit anggaran dari tahun 2003-2012 fluktuatif. Namun, pada tahun 2008-2009 defisit anggaran mengalami kenaikan yang cukup tajam sampai 2-4 kali lipat dikarenakan pembayaran cicilan bunga dari pinjaman luar negeri yang cukup besar pada saat krisis 2008, dan hal ini terjadi pada ke 6 negara yang menjadi objek penelitian dibawah ini. Kemudian perkembangan defisit kemudian kembali mengalami fluktuatif pada tahun-tahun berikutnya. Peningkatan defisit anggaran terparah yang terjadi pada tahun 2008-2009 dialami oleh Indonesia dari sebesar US$ -113,96 M menjadi US$ -594.72 M dan Thailand dari sebesar US$ +99.31 M menjadi US$ -593.44 M. Hal ini dikarenakan Indonesia dan Thailand merupakan negara yang mengandalkan ekspor sebagai salah satu cara untuk memajukan perekonomiannya, sehingga ketika terjadi permasalahan ekonomi di negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya, maka secara langsung mempengaruhi permintaan barang dari negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya tersebu Hasil Estimasi dan Pembahasan Estimasi terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (GDP constant) dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan e-views dan metode panel data yang sudah dijelaskan sebelumnya didalam metode penelitian. Proses estimasi metode panel data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga model, yaitu Model Pooled Least Square, Model Random Effects, dan Model Fixed Effects. Namun untuk melihat mana model terbaik yang digunakan, harus dilakukan beberapa pengujian. Untuk memilih antara Model pooled least square atau fixed effect, digunakan uji Chow. Hasil uji Chow bisa di lihat pada lampiran. Berdasarkan hasil uji Chow tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model fixed effect menggunakan model yang sesuai untuk menganalisis pengaruh utang luar negeri, pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN. Penelitian ini menggunakan empat variabel independen, yaitu Defisit Anggaran (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2). Utang Luar negeri (X3), Sedangkan variable dependennya adalah Pertumbuhan Ekonomi (Y). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 2003-2012 dan cross section 6 negara ASEAN menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan software e-views. Hasil Analisis Dengan Menggunakan Fixed Effect Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh utang luar negeri, PMA, DSR dan saving terhadap PDB. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan empat variabel penjelas dan satu variabel respon yaitu PDB. Model persamaan regresi yang digunakan adalah: Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 +еt. Keterangan : Y = PDB β0 = Konstanta β1,β2 = Koefisien Regresi X1 = Defisit Anggaran X2 = Pengeluaran Pemerintah X3 = Utang luar negeri et = error term Metode pendugaan parameter pada analisis regresi berganda adalah metode OLS (Ordinary Least Square). Paket program yang digunakan Eviews. Persamaan regresi yang didapatkan dari hasil pengaruh variabel penjelas terhadap PDB dari tahun 2003 hingga 2012 adalah sebagai berikut Y = 9.07 +0.016 x1 + 1.758 x2 + 0.361 x3 Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel penjelas (x) terhadap variabel respon (PDB). Tanda koefisien regresi menunjukkan arah pengaruh tersebut yaitu berpengaruh positif atau negatif. Untuk mengetahui apakah koefisien regresi tersebut signifikan yang menunjukkan apakah variabel penjelas berpengaruh signifikan maka dilakukan pengujian koefisien regresi secara simultan dan parsial. Dari persamaan regresi yang telah diperoleh, maka dapat dilakukan interpretasi terhadap model ataupun hipotesa yang telah diambil sebelumnya. Adapun interpretasinya adalah sebagai berikut: 1. Untuk nilai Y estimasi Indonesia pada saat x1, x2 dan x3 sama dengan 0 adalah sebesar 19.16; Sedangkan untuk nilai Y estimasi Malaysia sebesar 10.53 ; Y estimasi Thailand sebesar 11.71 ; Y estimasi Filipina sebesar 7.15 ; Y estimasi Vietnam sebesar 4.49 ; Dan untuk nilai Y estimasi sebesar 0.51. 2. Hasil estimasi model fixed effect diatas menunjukkan bahwa variabel defisit anggaran berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan berhubungan positif. Pada model terlihat bahwa koefisien defisit anggaran sebesar 1.758 artinya jika utang luar negeri naik sebesar 1 % maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.016 %.. 3. Kemudian untuk variabel pengeluaran pemerintah pada model fixed effect berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan berhubungan positif. Pada model terlihat bahwa koefisien pengeluaran pemerintah sebesar 3.08 yang artinya jika defisit anggaran naik sebesar 1 % maka akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.758%. Dan variabel terakhir adalah utang luar negeri, dari analisis regresi diatas bisa disimpulkan bahwa utang luar negeri mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.. Dari hasil regresi dapat dilihat koefisien dari utang luar negeri sebesar 0.361 yang artinya adalah jika utang luar negeri naik sebesar 1 % maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.361% Uji Kesesuaian atau Goodness of Fit Test Kegunaan uji kesesuaian ini adalah untuk menentukan seberapa tepat frekuensi yang teramati cocok dengan frekuensi yang diharapkan. Untuk melihat goodness of fit dari hipotesis tersebut maka perlu dilakukan uji sebagai berikut yaitu : Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengukur besarnya sumbangan variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya sehingga dapat mengetahui kecocokan model regresi tersebut (goodness of fit) .Koefisien determinasi yang didapatkan dari pengujian regresi ini adalah sebagai berikut: Tabel 1 : Hasil Koefisien Determinasi R R Square Adjusted R Square 0.999 0.997 0.996 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) Tabel di atas menunjukkan nilai R square sebesar 0.997. Hal ini berarti variabel penjelas dapat menjelaskan sebesar 99% variabel PDB Indonesia. Sisanya sebesar 1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Uji Serempak (f-test) Pengujian koefiisen regresi secara simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara bersama - sama terhadap variabel terikat yaitu PDB. Statistik uji yang digunakan adalah statistic F. Hasil pengujiannnya adalah sebagai berikut: Tabel 2 : Hasil Pengujian Regresi Secara Simultan R-squared 0.997573 Mean dependent var Adjusted R-squared 1.46E+11 0.99659 S.D. dependent var 1.08E+11 S.E. of regression 6.30E+09 Akaike info criterion 48.2081 Sum squared resid 1.67E+21 Schwarz criterion 48.8364 Log likelihood -1428.243 Hannan-Quinn criter. 48.45386 F-statistic 1015.422 Durbin-Watson stat 1.236135 Prob(F-statistic) 0 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) Pada tabel di atas yang merupakan pengujian simultan diperoleh hasil nilai Prob (Fstatistic) sebesar 0.000 dan alfa 5%. Sehingga bisa dilihat signifikansi < alpha (0.000 < 0.05) maka dapat dikatakan bahwa secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh signifkan terhadap variabel terikat dengan tingkat kesalahan sebesar 5%. Uji Parsial (t-test) Pengujian regresi secara parsial digunakan untuk mengetahui apakah variabel penjelas secara individu (parsial) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel respon PDB. Statistik uji yang digunakan adalah statistic t. Dengan pengujian t statistik dua arah, tingkat signifikansi (α) = 5% dan nilai df (Degree of Freedom) sebesar 2. Hasil uji koefisien regresi secara parsial adalah sebagai berikut: Tabel 2 : Hasil Pengujian Koefisien Regresi secara Parsial Variabel Koefisien Konstanta 9.07 Defisit Anggaran 0.016888 Pengeluaran Pemerintah 1.758897 Utang Luar Negeri 0.361737 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) t-statistik 17.47444 2.421391 10.58370 3.163805 Prob-t 0.0000 0.0199 0.0000 0.0029 Kesimpulan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Interpretasi dari tabel di atas adalah sebagai berikut: a. Pengujian Variabel defisit anggaran secara parsial terhadap PDB diperoleh nilai t-statistik sebesar 2.4, dengan nilai probabilitas-t sebesar 0.0199. Berdasarkan probabilitas t dengan alpha 5%, didapatkan bahwa probabilitas t < alpha 0.05 (0.0199 < 0.05), maka dapat diambil keputusan pengujian adalah Ho ditolak. Hal ini berarti dengan tingkat kesalahan 5% didapatkan bahwa defisit anggaran berpengaruh signifikan terhadap PDB antara tahun 2003 hingga 2012. b. Pengujian pengeluaran pemerintah terhadap PDB diperoleh nilai t-statistik sebesar 9.012, dengan nilai probabilitas-t sebesar 0.000. Berdasarkan probabilitas t dengan alpha 5% didapatkan bahwa probabilitas t < alpha 0.05 (0.000< 0.05) maka dapat diambil keputusan pengujian adalah Ho ditolak. Hal ini berarti dengan tingkat kesalahan 5% didapatkan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap PDB antara tahun 2003 hingga 2012. c. Pengujian utang luar negeri secara parsial terhadap PDB diperoleh nilai t-statistik sebesar 3.16, dengan nilai probabilitas-t sebesar 0.0000. Berdasarkan probabilitas t dengan alpha 5% didapatkan probabilitas t < alpha 0.05 (0.0029< 0.05) maka dapat diambil keputusan pengujian adalah Ho ditolak. Hal ini berarti dengan tingkat kesalahan 5% didapatkan utang luar negeri berpengaruh signifikan terhadap PDB antara tahun 2003 hingga 2012. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan sebuah interpretasi atas hasil regresi, terlebih dahulu harus dilakukan prosedur pengujian penyimpangan terhadap asumsi-asumsi klasik dari metode regresi linier berganda atau OLS (Ordinary Least Square), sehingga didapatkan penduga koefisien yang benarbenar tidak bisa. Pengujian yang dilakukan meliputi uji normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas, dan autokorelasi. Uji Normalitas Uji Normalitas merupakan uji distribusi normal adalah uji yang mengukur apakah data kita memiliki distribusi normal . Data yang diuji normalitas dalam model regresi adalah faktor pengganggu (error term). Sebagaimana telah diketahui bahwa faktor pengganggu tersebut diansumsikan memiliki distribusi normal sehingga uji t-Stat dan F-Stat dapat dilakukan. Untuk dapat menguji normalitas model regresi, penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Test statistik dari residual (error term) sebagai berikut: Tabel 3 : Uji Normalitas 16 Series: Residuals Sample 2003 2062 Observations 60 14 12 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 10 8 6 -3.32e-05 -6.80e+09 7.65e+10 -6.04e+10 2.70e+10 0.362831 2.691075 4 Jarque-Bera Probability 2 0 -4.0e+10 100000. 4.0e+10 8.0e+10 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) Hipotesis 0 (H0) untuk uji normalitas adalah residual menyebar normal dan Hipotesis alternatifnya (H1) adalah residual tidak menyebar normal. Keputusan uji hipotesis bisa didapatkan dari perbandingan probality (p-value) dengan alpha 0.05. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa p-value nya adalah 0.45. Nilai ini lebih dari alpha 0.05 yang berarti Ho dterima. Hal ini menunjukkan bahwa residual menyebar normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Multikolinearitas Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. jika koefisien koreasi antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8, berarti terjadi multikolinearitas dalam model regresi Tabel 4 : Uji Multikolienaritas Negara Variabel Y Indonesia Vietnam X1 X2 X3 Y 1.000000 -0.2404 0.690087 0.666377 X1 -0.5404 1.000000 -0.26143 -0.41559 X2 0.690087 -0.26143 1.000000 0.682546 X3 0.666377 -0.31559 0.682546 1.000000 Y 1.000000 -0.40612 0.684809 0.634024 X1 -0.40612 1.000000 -0.4255 -0.5004 X2 0.684809 -0.4255 1.000000 0.652955 1.555052 0.459541 Malaysia Thailand Filipina Kamboja X3 0.634024 -0.5004 0.652955 1.000000 Y 1.000000 -0.40968 0.676614 0.663719 X1 -0.40968 1.000000 -0.46199 -0.4685 X2 0.676614 -0.46199 1.000000 0.688237 X3 0.663719 -0.4685 0.688237 1.000000 Y 1.000000 -0.41429 0.677799 0.376222 X1 -0.41429 1.000000 -0.49951 -0.45685 X2 0.677799 -0.49951 1.000000 0.457102 X3 0.376222 -0.45685 0.457102 1.000000 Y 1.000000 0.021649 0.684510 0.603168 X1 0.021649 1.000000 -0.06235 -0.13422 X2 0.684510 -0.06235 1.000000 0.638482 X3 0.603168 -0.13422 0.638482 1.000000 Y 1.000000 -0.15318 0.650980 0.357997 X1 -0.15318 1.000000 -0.28342 -0.31565 X2 0.650980 -0.28342 1.000000 0.333128 X3 0.357997 -0.31565 0.333128 1.000000 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) Dari output di atas dapat dilihat bahwa tidak terdapat variabel yang memiliki nilai lebih dari 0,8, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi. Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan lainnya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah heterokedastisitas di dalam suatu model regresi linier berganda (OLS), maka digunakan metode korelasi Spearman yaitu mengkorelasikan nilai mutlak dari residual dengan prediksi dari variabel respon. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5 : Pengujian Heterokedastisitas dengan Korelasi Test White Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 3.148388 8.659308 6.378075 Prob. F(3,56) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3) 0.0320 0.0342 0.0946 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) Pengujian heterokedastisitas menggunakan korelasi Test White, agar model tidak mengandung masalah heterokedastisitas, maka nilai mutlak dari residual harus tidak berkorelasi signifikan dengan nilai prediksi dari variabel respon. Tiga variabel dikatakan saling berkorelasi signifikan jika probabilitas hasil korelasinya kurang dari 0.01. Pada penelitian ini nilai probabilitas hasil korelasi antara nilai mutlak dari residual dan prediksi dari y adalah sebesar 0.0342. Nilai ini lebih dari alpha 0.01 yang berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara prediksi dari y dengan nilai mutlak dari residual. Hal ini menunjukkan bahwa model telah bebas dari masalah heterokedastisitas. Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi lain (disturbansi). Untuk mengetahui adanya autokorekasi dalam suatu model regresi dilakukan dengan pengujian terhadap LM test. Tabel 6 : Uji Autokorelasi Menggunakan LM Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 35.98300 34.27877 Prob. F(2,54) Prob. Chi-Square(2) 0.42615 0.32544 Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran) Kriteria untuk menentukan apakah residual mengandung masalah autokorelasi adalah dilihat dari probabilitas dari chi-square. Pada penelitian ini probabilitas chi square sebesar 0.32544 yang lebih dari alpha 0.05 maka Ho diterima yang berarti model tidak mengandung masalah autokorelasi Diskusi Model Temuan Hubungan yang positif antara variabel defisit anggaran per kapita dengan pertumbuhan ekonomi menurut penelitian yang dilakukan oleh Abinmanyu (2005) terjadi karena defisit anggaran pemerintah merupakan stimulus fiskal yang bersifat ekspansif. Perekonomian yang berada pada kondisi kelesuan, yang ditunjukkan oleh menurunnya, memerlukan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari hasil estimasi secara tidak langsung defisit anggaran melalui utang luar negeri signifikan dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara tidak langsung defisit anggaran melalui utang luar negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian oleh Bobby Musda Zega (2007) bahwa defisit anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui utang luar negeri. Kaum Keynes juga mengatakan bahwa alasan utama pemerintah melakukan pinjaman keluar negeri adalah karena terjadinya defisit anggaran. Oleh sebab itu pinjanaman tersebut di gunakan untuk menutupi anggaran pemerintah yang mengalami defisit sehingga anggaran pemerintah tidak menjadi kurang dalam proses pembiayaan pembangunan di Indonesia. Dalam model makroekonomi Keynes juga mengatakan bahwa anggaran pemerintah (government budget) merupakan bagian yang penting untuk mengatur permintaan agregat perekonomian. Jika perekonomian berada di bawah full employment, permintaan agregat dapat ditingkatkan dengan menambah pengeluaran pemerintah atau dengan menurunkan pajak (tax). Dalam pandangan Keynes, pemerintah mempunyai peranan penting untuk mengatur permintaan agregat (AD) dalam rangka menjaga perekonomian agar selalu mendekati tingkat kesempatan kerja penuh (full employment level) Untuk kondisi pengeluaran pemerintah di Indonesia dan Malaysia yang dimana mayoritas pengeluaran pemerintah dihabiskan untuk belanja pegawai, sehingga hal ini secara langsung berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori pengeluaran pemerintah Keynes bisa dilihat dari kebijakan fiskal dalam model keseimbangan pasar barang dan pasar uang (IS-LM) yang diakui dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan secara agregat melalui pergeseran kurva IS (pasar barang). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dick Armey (1995) yang meneliti hubungan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada Singapura, Hong Kong, Cina dan Malaysia, yang menjelaskan bahwa Pengeluaran pemerintah memiliki potensi untuk mempengaruhi perekonomian dan menghapus pertumbuhan ekonomi yang rendah atau bahkan mengatasi kegagalan pasar. Namun, keputusan pengeluaran pemerintah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda di setiap negara. Hal ini dilihat dalam analisis spesifik komposisi pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, jika kebijakan belanja pemerintah tidak dirancang dengan baik untuk menciptakan kondisi perekonomian, hal ini akan mengakibatkan kegagalan dan masyarakat akan menanggung biaya yang dihasilkan Dari analisis regresi diatas bisa disimpulkan bahwa utang luar negeri mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi menurut paham keynesian ditelaah oleh Eisner (1989) dan Bernheim (1989). Paham keynesian melihat kebijakan peningkatan anggaran belanja yang dibiayai oleh utang luar negeri akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi akibat naiknya permintaan agregat sebagai pengaruh lanjut dari terjadinya akumulasi modal. Kelompok keynesian memiliki pandangan bahwa defisit anggaran pemerintah yang ditutup dengan utang luar negeri akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sehingga kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi. Hal ini mengakibatkan beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, hal ini kemudian akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian. Namun kebijakan ini hanya berpengaruh positif pada jangka pendek. Banyak pandangan yang menyatakan tentang keterkaitan antara utang dan pertumbuhan ekonomi. Pasaribu (2003), menulis mengenai pandangan ekonom mengenai hubungan antara utang dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan melalui 3 aliran, yaitu Klasik/Neo Klasik, Keynesian dan Ricardian. Menurut Barsky, et. Al (1986) ekonom Klasik/Neo Klasik mengindikasikan bahwa kenaikan utang luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik bruto. Kelompok Neo Klasik mempunyai bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang hidupnya. Defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan konsumsi individu. Sedangkan pembayaran pokok utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan kenaikan pajak untuk generasi berikutnya. Dengan asumsi bahwa seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan swasta menurun, sehingga kaum Neo Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya dengan utang luar negeri akan menyebabkan investasi swasta tergusur (Barsky, et al, 1986). E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software Eviews 7, menunjukkan bahwa : a. Secara langsung defisit anggaran berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. b. Secara langsung pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan dan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. c. Secara langsung utang luar negeri, berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Kondisi anggaran masing-masing negara sesuai dengan kebijakan dan tujuan perekonomian yang diambil oleh pemerintah negara tersebut. Jika suatu negara mempunyai tujuan untuk melakukan ekspansi terhadap pertumbuhan ekonominya, makan pemerintah menetapkan anggaran yang defisit. Namun jika pemerintah mempunyai tujuan untuk menahan laju ekonominya, maka pemerintah menetapkan anggaran surplus. Dengan demikian, melihat kondisi ke 6 negara ASEAN di atas yang merupakan negara berkembang, kebijakan anggaran yang cocok untuk negara-negara tersebut adalah defisit, sehingga negara tersebut bisa meningkatkan laju pertumbuhannya dan bersaing dengan negara-negara maju lainnya Kondisi pengeluaran pemerintah di setiap negaranya memiliki komposisi berbeda, namun yang jadi permasalahan adalah ada beberapa pos-pos tertentu yang memiliki jumlah pengeluaran yang lebih besar, sehingga terlihat pengeluaran pemerintah menjadi tidak efektif dan efisien. Hal ini pun diperkuat dengan laporan dari Asian Development Bank mengenai efektivitas pemerintah yang menunjukkan bahwa kondisi pemerintahan di negara ASEAN masih kurang efektif Menurut Kurva Laffer, utang luar negeri bisa menjadi positif dan negative tergantung dari tingkat utang yang dimiliki oleh suatu negara, apakah masih dalam batas kemampuan negara tersebut untuk membayarkan hutang-hutangnya. Namun melihat kondisi DSR ke 6 negara ASEAN. Negara Indonesia dan Filipina yang sering berada di atas batas wajar peminjaman utang, sehingga hal ini menunjukkan bahwa ke dua negara tersebut harus mengurangi ketergantungan mereka terhadap utang luar negeri Saran Ada beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu : 1. Utang merupakan hal yang memang masih diperlukan khususnya untuk negaranegara berkembang demi meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonominya. Namun demikian alangkah lebih baiknya jika suatu negara bisa lebih mandiri dalam membiayai kebutuhan dana nya, yang salah satu caranya adalah dengan meningkatkan tabungan domestic,meningkatkan nilai ekspor dan meningkatkan pemasukan melalui pajak, sehingga nantinya negara-negara berkembang tidak terjerat dalam utang luar negeri yang dimana utang tersebut akan diwariskan ke generasi selanjutnya 2. Dalam mengelola pengeluaran pemerintah, alangkah lebih baiknya jika pemerintah mulai mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang kurang penting yang bisa mengakibatkan pembengkakan dalam pengeluaran, misalnya anggaran belanja pegawai atau bahkan pengurangan subsidi yang terlalu berlebihan. 3. Dalam penentuan kebijakan defisit anggaran, diharapkan pemerintah untuk bisa lebih cermat dalam membuat rencana anggaran, sehingga nantinya rencana anggaran tersebut tidak menyisakan dana yang berlebihan yang nantinya membuka peluang terjadinya praktik korupsi. Demi terciptanya pemerintahan dan lembaga yang bersih DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Anggito. (2005). Kebijakan Fiskal dan Efektivitas Stimulus Fiskal di Indonesia: Aplikasi Model Makro-MODFI dan CGE-INDORANI. Jurnal Ekonomi Indonesia No. 1 Juni 2005. Algifari. PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Barsky, Robert B., Mankiw, N. Gregory, and Stephen P., Zeldes. 1986. Ricardian Consumers with Keynesian Propensities. American Economic Review vol.76 (4). Basri, Zainul Yuswar dan Mulyadi Subri, 2005. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar Negeri., Jakarta : Rajawali Press. Bernheim, B. Douglas. 1989. A Neoclassical Perspective on Budget Deficits. The Journal of Economic Perspectives vol. 3 no. 2. Eisner, Robert. 1989. Budget Deficit: Rhetoric and Reality. The Journal of Economic Perspectives vol. 3 no. 2. Norton, R.D. 2004.Agricultural Development Policy: Concept and Experiences. Food and Agricultural Organization and John willey and sons Ltd. West Sussex. Pasaribu, Syamsul H. 2003. Analisis kesenjangan tabungan-investasi berdasarkan residual model: studi kasus asean-4. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol. 18. Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2004. Teori ekonomi Makro : Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Romer, D. (2001). Advanced Macroeconomics. Second Edition. New York: McGraw-Hill Book Co. Samuelson, Paul A. Dan Nordhaus William D. 1996. Makro Ekonomi. Edisi ke17. Cetakan ketiga. Jakarta: Erlangga Sadono Sukirno, 1994, Pengantar Teori Makroekonomi, edisi 2, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sadono, Sukirno. 2002, Pengantar Teori Makroekonomi, edisi kedua, Rajawali Pers, Jakarta Sadono, Sukirno, 1997, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, PT. Rajawali Grafindo Persada, Surjaningsih, Ndari., G.A. Diah Utari., Budi Tristanto. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Output dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Permankan Bank Indonesia. Volume 14 (4), April 2012: 389-419