pengaruh defisit anggaran, pengeluaran pemerintah

advertisement
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN, PENGELUARAN
PEMERINTAH DAN HUTANG LUAR TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS 6
NEGARA ASEAN TAHUN 2003-2012)
JURNAL ILMIAH
Disusun Oleh:
Muhammad Adib Ramadhani
105020100111035
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
PENGARUH DEFISIT ANGGARAN, PENGELUARAN PEMERINTAh
DAN HUTANG LUAR NEGERI TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI (STUDI KASUS 6 NEGARA ASEAN TAHUN 2003-2012)
Yang disusun oleh :
Nama
:
Muhammad Adib Ramadhani
NIM
:
105020100111035
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 29 Januari 2014.
Malang, 29 Januari 2014
Dosen Pembimbing,
Sasongko, SE., MS., Dr
NIP. 19530406 198003 1 004
Pengaruh Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah dan Hutang Luar
Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus 6 Negara ASEAN
Tahun 2003-2012)
Muhammad Adib Ramadhani
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
[email protected]
Pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang harus dicapai oleh setiap negara,
yang biasanya tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut bisa dilihat dari PDB negara yang
bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan oleh setiap negara. Hal ini
karena pertumbuhan ekonomi bisa menjadi indicator sebuah negara mengenai
keberhasilan dalam membangun negaranya. Pertumbuhan ekonomi juga sangat
diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakt di negara yang bersangkutan.
Namun belajar dari krisis tahun 1929 yang diakibatkan oleh kegagalan pasar, John
Maynard Keyness berpendapat bahwa diperlukan peran pemerintah dalam mengatur
perekonomian. Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah beragam, namun salah
satunya bisa melalui anggaran pemerintah. Kondisi anggaran untuk negara-negara
berkembang di ASEAN adalah defisit. Anggaran defisit bersifat stimulus dan sangat
diperlukan untuk negara-negara yang perekonomiannya mengalami resesi. Defisit
anggaran suatu negara dikarenakan kondisi pengeluaran pemerintah nya lebih besar
dibandingkan pemasukannya, sehingga pemerintah memerlukan dana tambahan yang
diperoleh dari hutang luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengaruh variabel Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah dan Utang
Luar Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi 6 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia,
Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja) dalam kurun waktu 2003-2012.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk data panel yaitu
gabungan data deret waktu tahunan perode 2000 sampai 2005 dan data cross section
yang diperoleh dari Asian Development Bank (ADB) dan World Bank. Adapun ruang
lingkup penelitian ini mengambil sampel enam negara ASEAN yaitu Kamboja, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Dengan menggunakan taraf nyata sepuluh persen ( = 10%), hasil estimasi model
fixed effect menunjukan bahwa antara variabel defisit anggaran, pengeluaran
pemerintah dan utang luar negeri per kapita berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Dengan uji Chow dapat disimpulkan bahwa model fixed effect lebih utama
daripada model random effect ataupun model pooled least square
Kata kunci : PDB, Utang Luar Negeri, Defisit Anggaran, Pengeluaran Pemerintah, Debt
Service Ratio, Kebijakan Fiskal
A. LATAR BELAKANG
Kegiatan perekonomiaan yang dilakukan oleh suatu Negara senantiasa
berhadapan dengan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk negara yang
bersangkutan. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi menjadi suatu syarat untuk
tercapainya masyarakat yang sejahtera. Ada 2 sebab yang mengharuskan sebuah Negara
harus mencapai pertumbuhan ekonomi yaitu untuk menciptakan lapangan pekerja untuk
penduduknya yang setiap saat bertambah dan untuk menaikkan tingkat kemakmuran
masyarakat (Sadono sukirno, 1994 ; 25). Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan
ekonomi dilakukan oleh semua Negara, termasuk Negara yang tergabung dalam
Association of South East Asian Nation (ASEAN).
Pada tahun 2008 negara-negara ASEAN mengalami krisis ekonomi yang diawali
dengan runtuhnya Lehman Brothers yang merupakan bank investasi terbesar keempat di
Amerika Serikat. Krisis ini berdampak pada situasi perekonomian negara ASEAN
terutama Indonesia. Tingkat pertumbuhan GDP Indonesia mengalami penurunan
walaupun tidak terlalu parah dibandingkan negara ASEAN lain yang mencapai 6.0 persen
pada tahun 2008 yang semula berada pada tingkat 6.3. Sebelum krisis, pertumbuhan GDP
Malaysia relatif baik, yaitu 4.8 persen. Namun Akibat krisis pertumbuhan Malaysia
menurun menjadi -1.5 persen.
Tabel 1.1 dibawah ini menampilkan perkembangan perkembangan pertumbuhan
GDP selama periode 2005-2012.
Tabel 1.1. Pertumbuhan GDP Negara-negara ASEAN Periode 2005-2012 (%)
Tahun
Indonesia
Vietnam Malaysia Thailand Philipina Kamboja
5.8
2003
4.8
7.3
7.2
5.0
8.5
6.8
2004
5.0
7.4
6.3
6.7
10.3
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
5.7
5.5
6.3
6
4.6
6.2
6.5
6.2
7.5
7.0
7.1
5.7
5.4
6.4
6.2
5.2*
5.3
5.6
6.3
4.8
-1.5
7.2
5.1
5.6
4.2
4.9
5.4
1.7
-0.9
7.3
0.3
6.5
4.8
5.2
6.6
4.2
1.1
7.6
3.6
6.8
13.3
10.8
10.2
6.7
0.1
6.0
7.1
7.3
Sumber. Asian Development Bank, 2013
Oleh sebab itu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi diperlukanlah peran
pemerintah didalam perekonomian. Pada dasarnya peranan pemerintah dalam
perekonomian sangat luas, salah satu bentuk aktivitas tersebut dapat dirangkum dalam
kerangka Anggaran pemerintah. Anggaran suatu negara dapat disusun berbeda-beda
tergantung pada kondisi perekonomian negara tersebut. Suatu negara dapat menyusun
anggarannya secara seimbang (balance budget) apabila kondisi perekonomian normal.
Kebijakan anggaran yang surplus dapat diaplikasikan manakala terjadi perubahan
kebijakan fiskal yang bersifat Ekspansioner atau Kontraksioner (Shone,1989:116).
Sehingga menurut Kartika (2006), pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk
menutup defisit APBN, yaitu dari hasil privatisasi BUMN, Hutang Dalam Negeri, dan
dana Hutang Luar Negeri.
Bagi negara yang sedang berkembang, hutang merupakan salah satu sumber dana
untuk membantu mempercepat proses pembangunan ekonomi negaranya. Hal ini terjadi
karena belum cukup nya dana yang berasal dari tabungan didalam negeri, sehingga
sumber pembiyaan berupa hutang, khususnya hutang dari luar negeri sangat diperlukan.
Salah satu alternatif untuk mencukupi kekurangan dana di negara yang sedang
berkembang khususnya di ASEAN diatasi oleh pemerintah negara yang bersangkutan
dengan cara mencari bantuan berupa hutang.
Pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan pembangunan ekonomi dengan
menggunakan hutang, khususnya yang bersumber dari luar negeri memang
mendatangkan manfaat, namun selain memperhatikan pemanfaatannya bagi pertumbuhan
perekonomian, hal lain yang harus dipikirkan ada beban utang yang muncul dikemudian
hari. Namun dalam tahap awal pembangunan, penggunaan komponen utang sebagai
sumber pembiayaan memang sangat menguntungkan (Subri dan Basri, 2003)
Dengan penjelasan yang dijabarkan di atas maka pokok masalah yang
dirumuskan dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana pengaruh defisit anggaran, pengeluaran pemerintah dan utang luar negeri
terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN (studi kasus tahun 2003 – 2012)?
B. KAJIAN PUSTAKA
Dampak Defisit Anggaran Pemerintah
Menurut Rahardja dan Manurung (2004) defisit anggaran adalah anggaran yang memang
direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari
penerimaan pemerintah (G>T). Anggaran yang defisit ini biasanya ditempuh bila pemerintah ingin
menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam
kondisi resesi.
Definisi dari defisit anggaran menurut Samuelson dan Nordhaus (2001) adalah suatu
anggaran dimana terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak. Sedangkan menurut Dornbusch,
Fischer dan Startz defisit anggaran adalah selisih antara jumlah uang yang dibelanjakan
pemerintah dan penerimaan dari pajak.
Kombinasi dari besaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah terangkum dalam suatu
anggaran pemerintah. Telah diuraikan sebelumnya bahwa untuk menghadapi kondisi
perekonomian tertentu, salah satu yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan
fiskal. Kebijakan fiskal tersebut dapat dilihat dalam anggaran pemerintah, dan defisit anggaran
adalah salah satu kebijakan fiskal pemerintah yaitu kebijakan fiskal ekspansif.
Algifari (2009) melakukan penelitian terhadap perekonomian Indonesia berdasarkan data
defisit anggaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi tahun 1990-2007 dengan partial adjusment
model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama dan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi pada periode berikutnya. Pada saat perekonomian mengalami krisis, defisit
anggaran pemerintah merupakan kebijakan yang dipilih oleh banyak negara untuk menggairahkan
perekonomian. Menurut Abimanyu (2005), defisit anggaran pemerintah merupakan stimulus fiskal
yang bersifat ekspansif. Perekonomian yang berada pada kondisi kelesuan, yang ditunjukkan oleh
menurunnya, memerlukan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perbedaan pendapat tentang dampak kebijakan defisit anggaran pemerintah terhadap
perekonomian terjadi dalam teori maupun hasil penelitian empiris. Pump-priming theory
menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah diperlukan untuk mendorong kegiatan ekonomi
nasional agar perekonomian terhindar dari kondisi resesi yang berkepanjangan. Melalui kebijakan
pembiayaan defisit anggaran pemerintah dimungkinkan tercipta lapangan kerja (employment
creation). Jika lapangan kerja dapat diciptakan akan meningkatkan daya beli masyarakat dan
permintaan aggregat meningkat. Hal ini akan merangsang pengusaha untuk meningkatkan
produksinya.
Kenaikan permintaan aggregat dapat juga terjadi melalui peningkatan pengeluaran
masyarakat. Pandangan ekonom Keynesian menyatakan bahwa kebijakan defisit anggaran
pemerintah yang dibiayai dengan pemotongan pajak menyebabkan wajib pajak merasa
penghasilan setelah pajak meningkat. Peningkatan pendapatan setelah pajak ini akan direspon
dengan melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Kenaikan pengeluaran akan meningkatkan
permintaan terhadap barang dan jasa dan ini akan mendorong aktivitas ekonomi
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan untuk mengendalikan keseimbangan makro ekonomi
(Surjaningsih et al, 2012). Kebijakan fiskal merupakan bentuk campur tangan pemerintah dalam
perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara. Kebijakan fiskal memiliki dua instrumen
pokok, yaitu Penerimaan dan pengeluaran pemerintah (government expenditure) (Mankiw, 2003;
Turnovsky, 1981). Lebih jauh Soediyono (1985) mengatakan bahwa variabel instrumen dari
kebijakan fiskal dapat berupa pajak (tax), transfer pemerintah (government transfer), subsidi
(subsidies) dan pengeluaran pemerintah (government expenditure). Secara umum, subsidi ini
bertujuan untuk menambah output, permintaan dan produktivitas serta menjaga stabilitas
perekonomian, khususnya stabilitas harga. Dengan subsidi diharapkan bahan kebutuhan pokok
masyarakat tersedia dalam jumlah yang mencukupi dengan harga yang stabil serta terjangkau oleh
daya beli masyarakat (Nota Keuangan dan APBN, 2010; Handoko dan Patriadi, 2005; Norton,
2004; Kasiyati, 2010).
Kebijakan fiskal disebut juga kebijakan anggaran (budgetary policy) yang dilakukan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan fiskal atau anggaran
memiliki tiga fungsi yaitu, (1) fungsi alokasi (allocation function), (2) fungsi distribusi
(distribution function), dan (3) fungsi stabilisasi (stabilization function). Fungsi alokasi berkaitan
dengan penyediaan barang sosial (social goods) atau proses penggunaan sumberdaya keseluruhan
yang dibagi diantara barang privat (private goods), barang sosial (social goods) dan kombinasi
barang sosial yang dipilih. Fungsi distribusi berkaitan dengan pembagian pendapatan dan
kekayaan yang lebih adil dan merata di masyarakat. Sedangkan fungsi stabilisasi sesuai dengan
namanya bertujuan untuk mempertahankan tingkat pengangguran yang rendah, stabilitas tingkat
harga, dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sesuai.
Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah
suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih
baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya
kontraksional gap. Konstraksional gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Y 0) lebih
tinggi dibandingkan dengan output Actual (Y1)
Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau
menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan
pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output.
Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan
belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli
masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan
tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu
kondisi dimana output potensial (Y1) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual (Y2).
Menurut Keynes, dalam perekonomian yang mengalami krisis dan depresi, kebijakan
moneter melalui penurunan tingkat suku bunga tidak efektif. Permintaan agregat dapat dinaikkan
dengan cepat hanya melalui kebijakan fiskal (Romer, 2001). Multiplier pengeluaran pemerintah
dinyatakan sebagai 1/(1-mpc), formula ini memperlihatkan bahwa semakin besar mpc akan
semakin besar pula dampak dari pengeluaran pemerintah terhadap GDP (Surjaningsih et al, 2012).
Dalam model makroekonomi Keynes, anggaran pemerintah (government budget) merupakan
bagian yang penting untuk mengatur permintaan agregat perekonomian. Jika perekonomian berada
di bawah full employment, permintaan agregat dapat ditingkatkan dengan menambah pengeluaran
pemerintah atau dengan menurunkan pajak (tax). Dalam pandangan Keynes, pemerintah
mempunyai peranan penting untuk mengatur permintaan agregat (AD) dalam rangka menjaga
perekonomian agar selalu mendekati tingkat kesempatan kerja penuh (full employment level).
Dalam pandangan Keynesian, kebijakan fiskal diyakini paling efektif dalam mengatasi
pengangguran dan meningkatkan output. Keyakinan tersebut didasarkan pada besarnya efek
multiplier kebijakan fiskal terhadap perubahan output dan sensitivitas permintaan uang terhadap
perubahan suku bunga, dimana perubahan suku bunga akan menimbulkan perubahan yang besar
pada permintaan uang untuk spekulasi. Hal ini merupakan implikasi dari posisi kurva LM yang
cenderung landai. Dari sisi suplai, Keynesian juga mengasumsikan bahwa kurva IS adalah
horizontal atau cenderung landai.
Utang Luar Negeri dan Pengeluaran Pemerintah dalam Perpotongan Keynesian
Utang luar negeri digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan melalui kebijakan
defisit anggaran. Defisit anggaran menunjukkan bahwa kondisi pengeluaran pemerintah lebih
besar daripada penerimaanya. Sehingga, negara yang kondisi anggarannya defisit membutuhkan
tambahan dana agar kegiatan yang telah direncanakan dapat berjalan. Oleh sebab itu pemerintah
harus berhutang terhadap pihak luar untuk memperoleh dana guna menutupi defisit aggaran
tersebut. Dengan kondisi anggaran yang deifisit, berarti pemerintah harus melakukan pinjaman,
hal tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah (G) yang lebih tinggi. Peningkatan
belanja pemerintah ini tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan output yang secara langsung
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pembelian pemerintah (G) yang lebih tinggi mengakibatkan pengeluaran yang
direncanakan (AE) yang lebih tinggi untuk semua tingkat pendapatan. Jika Pembelian pemerintah
naik sebesar ∆G, maka kurva pengeluaran yang direncakan bergeser ke atas sebesar ∆G.Sehingga
hal ini mengakibatkan pergeseran pada keseimbangan perekonomian, hal ini dikarenakan jika
semakin meningkatnya pendapatan diakibatkan oleh semakin naiknya pembelian pemerintah, yaitu
Y dan lebih besar dari G. rasio ∆Y/∆G disebut pengganda pembelian pemerintah (governmentpurchases multiplier), rasio ini menyatakan berapa banyak pendapatan meningkat dalam
menanggapi kenaikan satu satuan dalam pembelian pemerintah. Implikasi dari perpotongan
Keynesian adalah bahwa pengganda pembelian pemerintah lebih besar dari 1 (makniw, 2000)
Kenaikan dalam pendapatan lebih besar dari kenaikan dalam pengeluaran pemerintah.
Hal ini terjadi karena adanya efek berantai (multiplied effect) terhadap pendapatan. Menurut fungsi
konsumsi C = C (Y-T), pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi.
Ketika kenaikan dalam pembelian pemerintah meningkatkan pendapatan, juga meningkatkan
konsumsi, yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan, yang kemudian meningkatkan
konsumsi, dan seterusnya. Oleh karena itu, dalam model ini kenaikan dalam pembelian pemerinah
menyebabkan kenaikan dalam pendapatan dalam jumlah yang lebih besar (mankiw, 2000)
Sebagai tahapan lebih lanjut dari teori kebijakan fiskal Keynes, pengeluaran pemerintah
dalam model keseimbangan pasar barang dan uang (IS-LM) dipercaya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi melalui kenaikan permintaan agregat melalui pergeseran kurva IS (pasar
barang)
C. METODE PENELITIAN
Populasi Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder berbentuk panel data dari
tahun 2003 sampai dengan 2012. Data ini diperoleh dari dari perpustakaan, website, jurnal atau
dari laporan-laporan penelitian terdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
lembaga atau instansi yang terkait dalam penelitian ini, antara lain Asian Development Bank
dan World Bank.
Metode Analisis
Analisis data dilakukan dengan bantuan Metode Data Panel sebagai alat ekonometrika
perhitungannya serta di gunakan juga metode analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan
karakteristik dari sebuah sampel ataupun populasi yang diamatidan dapat digambarkan lewat tabel
dan gambar sehingga dapat memberikan informasi yang baik yang pada akhirnya digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan, tetapi sebelum melakukan analisis regresi linear berganda
dan analisis deskriptif digunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heterokesdastisitas.
Adapun bentuk persamaan regresi linear berganda yang digunakan dapat dirumuskan:
Yit = α + β1X1it + β2X2it + β3X3it μit
Keterangan
t
i
Y
Α
β1β2β3β4β5
X1
= Tahun
= Negara
= Pertumbuhan Penduduk
= Intercept/konstanta α
= Koefisien regresi
= Defisit Anggaran (Budget Deficit)
X2
X3
μ
= Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure)
= Utang Luar Negeri (Foreign Debt)
= Error Term
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan sebagai peningkatan produksi barang dan jasa
(output) di suatu negara yang biasanya ditunjukkan dengan angka pertumbuhan GDP (Gross
Domestic Product). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan oleh suatu negara untuk
mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui
pendapatan masyarakat suatu negara. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi menunjukkan tingkat
keberhasilan sebuah negara dalam membangun perekonomiannya. Hal ini membuat semua negara
berusaha untuk meningkatkan pertmbuhan ekonomi negara yang bersangkutan.
Dari gambar grafik 4.1 terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi di 6 negara di ASEAN selama
kurun waktu 10 tahun
Gambar 1 : Perkembangan GDP (Harga konstan 2000) Negara-negara ASEAN 2003-2012
Sumber : www.worldbank.org (data diolah)
Dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, GDP Indonesia selalu mengalami
peningkatan setiap tahunnya, dimulai dari tahun 2003 sebesar ± US$ 257 M sampai pada tahun
2012 sebesar ± US$ 427 M, sehingga telah terjadi peningkatan sebesar 39.8%, kemudian disusul
oleh Thailand yang pada tahun 2003 GDP Thailand sebesar ± US$ 158 M dan pada tahun 2012
meningkat 29.1% sebesar ± US$ 223 M.
Untuk negara Malaysia dan Filipina, pada tahun 2003 GDP Malaysia sebesar ± US$ 127
M dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 35.5% menjadi ± US$ 197 M. Kemudian
untuk negara Filipina GDP pada tahun 2003 sebesar ± US$ 92 M dan pada tahun 2012 sebesar ±
US$ 145 M, sehingga telah terjadi peningkatan sebesar 36.5%,
Dan untuk 2 negara yang memiliki GDP terendah, yaitu Vietnam dan Kamboja, untuk
negara Vietnam, tingkat GDP pada tahun 2003 sebesar US$ ±45 M dan pada tahun 2012
meningkat 45.1% sebesar US$ ±82 M. Untuk negara Kamboja, pada tahun 2003 sebesar ± US$ 5
M dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 44,4% menjadi ± US$ 9 M.
Pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit penurunan menjadi 4,47%
dengan nilai PDB menurut harga konstan sebesar Rp. 1.579.558,9 miliar dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 2004-2008, laju pertumbuhan ekonomi terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata 5,74% per tahun. Karena dalam periode 20042008 merupakan periode akselerasi pertumbuhan ekonomi yang sedang dilakukan oleh
pemerintah.
Gambar 2 : Pengeluaran konsumsi pemerintah negara-negara ASEAN 2003-2012
Sumber :www.worldbank.org (data diolah)
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah bisa didefinisikan sebagai pengeluaran yang
dilakukan oleh pemerintah melalui APBN untuk keperluan yang mencakup semua pengeluaran
pemerintah saat ini untuk pembelian barang dan jasa (termasuk kompensasi karyawan dan
pembayaran hutang). Hal ini juga mencakup sebagian pengeluaran untuk pertahanan dan
keamanan nasional, tetapi tidak termasuk pengeluaran militer pemerintah yang merupakan bagian
dari pembentukan modal pemerintah. Proporsi pengeluaran pemerintah pada negara berkembang
yang besar menunjukan bahwa masih banyak dana yang perlu dikeluarkan, khususnya untuk
pembiayaan utang luar negeri yang tiap tahunnya meningkat.
Pengeluaran pemerintah telah berkembang menjadi instrumen yang diperhitungkan untuk
mendorong perkembangan dan perubahan struktural. Namun, ada banyak perdebatan mengenai
besarnya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Pertimbangan harus diarahkan pada
campur tangan pemerintah di sektor swasta. Pada saat ini, perhatian harus diberikan kepada efek
kesemerawutan dari sektor swasta. Oleh karena itu, masalah ada pada ukuran optimal dari campur
tangan pemerintah, lebih khusus lagi, hubungan antara kebijakan fiskal dan variabel riil yang
mempengaruhi konsumsi swasta dan produksi, telah menimbulkan banyak kontroversi.
Dari gambar terlihat bahwa besarnya pengeluaran pemerintah cenderung meningkat
selama periode 2003-2012. Negara yang memliki tingkat pengeluaran terbesar adalah Indonesia
dan Thailand. Pada tahun 2003, pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar ± US$ 19 M dan pada
tahun 2012 sebesar ± US$ 78 M, Indonesia juga menempati urutan tertinggi dari tahun ke tahun.
Kemudian, di bawah Indonesia ada Thailand yang pada tahun 2003 memiliki total pengeluaran
pemerintah sebesar ± US$ 51.13 M dan pada tahun 2012 total pengeluarannya meningkat sebesar
± US$ 83.13 M.
Untuk negara Malaysia, jumlah pengeluaran pemerintahnya pada tahun 2003 sebesar ±
US$ 14.29 M dan pada tahun 2012 meningkat sebesar ± US$ 41.03 M. Sedangkan jumlah
pengeluaran Filipina pada tahun 2003 sebesar ± US$ 8.56 M dan pada tahun 2012 meningkat
sebesar ± US$ 26.34 M.
Diantara negara-negara ASEAN lainnya, tingkat pengeluaran Kamboja selalu menempati
urutan terbawah selama periode 2003-2012. Sedangkan pengeluaran pemerintah terendah
ditempati oleh Kamboja selama periode 2003-2012, yang dimana pada tahun 2003 hanya
mencapai ± US$ 251 Juta dan pada tahun 2012 mencapai ± US$ 832 Juta, atau secara rata-rata
hanya mencapai 5.32% dari GDP Kamboja. Namun, untuk rasio rata-rata pengeluaran pemerintah
per GDP yang tertinggi dimiliki oleh Thailand yang selama kurun waktu 2003-2012 sebesar
12.33%, lebih tinggi dibandingkan 5 negara ASEAN lainnya
Gambar 3 : Utang luar negeri negara-negara ASEAN 2003-2012 (Juta US$)
Sumber : www.ADB.org (data diolah)
Utang luar negeri ( foreign debt ) pada dasarnya memiliki dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu penyebab utama keterpurukan
ekonomi Indonesia. Ini disebabkan karena semakin besarnya beban utang luar negeri baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta asing harus yang ditanggung. Tanpa adanya
keringanan utang ( debt relief ), terutama berupa penghapusan sebagian beban utang luar negeri,
Indonesia diramalkan akan menjerumus ke dalam krisis yang lebih besar.
Tahun 2003 dan 3.221 juta US dolar pada tahun 2004. Sedangkan utang luar negeri
swasta mengalami gelombang naik turun selama periode itu bahkan yang paling mengejutkan
adalah jumlah utang luar negeri swasta pada tahun 2004 yang meningkat drastis pada tahun
sebelumnya yaitu sebesar 12.316 juta US dolar, meningkat sebesar 47,7% dari tahun sebelumnya.
Maka, tidak heran jumlah utang luar negeri pada tahun 2004 juga meningkat drastis yaitu sebesar
15.537 juta US dolar. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2004, yaitu pada masa awal
pemerintahan reformasi, terjadi lonjakan harga minyak yang sangat signifikan. Hal ini berdampak
negatif pada pengusaha-pengusaha yang mengandalkan BBM dalam usahanya. Pihak swasta harus
menerima kenyataan naiknya harga BBM menuntut mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk
produksi barang dan jasanya, sehingga untuk menutupi itu pihak swasta melakukan penarikan
pinjaman utang luar negeri agar proses produksi tetap berjalan, meski tidak sedikit perusahaan
yang gulung tikar akibat kenaikan tersebut.
Pada tahun 2008, terjadi kenaikan yang masih dapat di toleransi baik di sisi utang
pemerintah dan utang swasta, yaitu masing-masing meningkat sebesar 66,2% dan 33,22% dengan
jumlah utang luar negeri secara keseluruhan meningkat sebesar 46.102 juta US dolar. Kenaikan
pada tahun 2008 diakibatkan karena gejolak krisis global yang melanda seluruh negara di dunia.
Indonesia juga terkena dampak krisis global yang berawal dari kebangkrutan perusahaan yang
bergerak di bidang bisnis perumahan, GP Morgan, yang membawa pengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Untuk itu, pihak swasta dan pemerintah mengambil tindakan untuk
menarik utang luar negeri untuk menstabilkan nilai rupiah yang ikut melemah pada tahun 2008.
Gambar 4. Kondisi Defisit Anggaran negara-negara ASEAN 2003-2012 (Juta US$)
Sumber : www.worldbank.org
Dari gambar di diatas, dapat dilihat bahwa perkembangan defisit anggaran dari tahun
2003-2012 fluktuatif. Namun, pada tahun 2008-2009 defisit anggaran mengalami kenaikan yang
cukup tajam sampai 2-4 kali lipat dikarenakan pembayaran cicilan bunga dari pinjaman luar negeri
yang cukup besar pada saat krisis 2008, dan hal ini terjadi pada ke 6 negara yang menjadi objek
penelitian dibawah ini. Kemudian perkembangan defisit kemudian kembali mengalami fluktuatif
pada tahun-tahun berikutnya.
Peningkatan defisit anggaran terparah yang terjadi pada tahun 2008-2009 dialami oleh
Indonesia dari sebesar US$ -113,96 M menjadi US$ -594.72 M dan Thailand dari sebesar US$
+99.31 M menjadi US$ -593.44 M. Hal ini dikarenakan Indonesia dan Thailand merupakan negara
yang mengandalkan ekspor sebagai salah satu cara untuk memajukan perekonomiannya, sehingga
ketika terjadi permasalahan ekonomi di negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya, maka
secara langsung mempengaruhi permintaan barang dari negara-negara yang menjadi tujuan
ekspornya tersebu
Hasil Estimasi dan Pembahasan
Estimasi terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (GDP constant) dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan e-views dan metode panel data yang sudah dijelaskan sebelumnya
didalam metode penelitian. Proses estimasi metode panel data dalam penelitian ini dilakukan
dengan tiga model, yaitu Model Pooled Least Square, Model Random Effects, dan Model Fixed
Effects. Namun untuk melihat mana model terbaik yang digunakan, harus dilakukan beberapa
pengujian. Untuk memilih antara Model pooled least square atau fixed effect, digunakan uji Chow.
Hasil uji Chow bisa di lihat pada lampiran. Berdasarkan hasil uji Chow tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa model fixed effect menggunakan model yang sesuai untuk menganalisis
pengaruh utang luar negeri, pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara ASEAN.
Penelitian ini menggunakan empat variabel independen, yaitu Defisit Anggaran (X1),
Pengeluaran Pemerintah (X2). Utang Luar negeri (X3), Sedangkan variable dependennya adalah
Pertumbuhan Ekonomi (Y). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
2003-2012 dan cross section 6 negara ASEAN menggunakan metode analisis regresi linier
berganda dengan software e-views.
Hasil Analisis Dengan Menggunakan Fixed Effect
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh utang luar negeri, PMA,
DSR dan saving terhadap PDB. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda
dengan empat variabel penjelas dan satu variabel respon yaitu PDB. Model persamaan regresi
yang digunakan adalah:
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 +еt.
Keterangan :
Y
= PDB
β0
= Konstanta
β1,β2
= Koefisien Regresi
X1
= Defisit Anggaran
X2
= Pengeluaran Pemerintah
X3
= Utang luar negeri
et
= error term
Metode pendugaan parameter pada analisis regresi berganda adalah metode OLS (Ordinary Least
Square). Paket program yang digunakan Eviews. Persamaan regresi yang didapatkan dari hasil
pengaruh variabel penjelas terhadap PDB dari tahun 2003 hingga 2012 adalah sebagai berikut
Y = 9.07 +0.016 x1 + 1.758 x2 + 0.361 x3
Koefisien regresi menunjukkan besarnya pengaruh variabel penjelas (x) terhadap variabel
respon (PDB). Tanda koefisien regresi menunjukkan arah pengaruh tersebut yaitu berpengaruh
positif atau negatif. Untuk mengetahui apakah koefisien regresi tersebut signifikan yang
menunjukkan apakah variabel penjelas berpengaruh signifikan maka dilakukan pengujian
koefisien regresi secara simultan dan parsial. Dari persamaan regresi yang telah diperoleh, maka
dapat dilakukan interpretasi terhadap model ataupun hipotesa yang telah diambil sebelumnya.
Adapun interpretasinya adalah sebagai berikut:
1. Untuk nilai Y estimasi Indonesia pada saat x1, x2 dan x3 sama dengan 0 adalah sebesar 19.16;
Sedangkan untuk nilai Y estimasi Malaysia sebesar 10.53 ; Y estimasi Thailand sebesar 11.71
; Y estimasi Filipina sebesar 7.15 ; Y estimasi Vietnam sebesar 4.49 ; Dan untuk nilai Y
estimasi sebesar 0.51.
2. Hasil estimasi model fixed effect diatas menunjukkan bahwa variabel defisit anggaran
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan berhubungan positif. Pada model
terlihat bahwa koefisien defisit anggaran sebesar 1.758 artinya jika utang luar negeri naik
sebesar 1 % maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.016 %..
3. Kemudian untuk variabel pengeluaran pemerintah pada model fixed effect berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan berhubungan positif. Pada model terlihat bahwa
koefisien pengeluaran pemerintah sebesar 3.08 yang artinya jika defisit anggaran naik sebesar
1 % maka akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 1.758%.
Dan variabel terakhir adalah utang luar negeri, dari analisis regresi diatas bisa disimpulkan bahwa
utang luar negeri mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.. Dari hasil regresi dapat dilihat koefisien dari utang luar negeri sebesar
0.361 yang artinya adalah jika utang luar negeri naik sebesar 1 % maka akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.361%
Uji Kesesuaian atau Goodness of Fit Test
Kegunaan uji kesesuaian ini adalah untuk menentukan seberapa tepat frekuensi yang
teramati cocok dengan frekuensi yang diharapkan. Untuk melihat goodness of fit dari hipotesis
tersebut maka perlu dilakukan uji sebagai berikut yaitu :
Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengukur besarnya sumbangan variabel
independen secara keseluruhan terhadap variabel dependennya sehingga dapat mengetahui
kecocokan model regresi tersebut (goodness of fit) .Koefisien determinasi yang didapatkan dari
pengujian regresi ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1 : Hasil Koefisien Determinasi
R
R Square
Adjusted R Square
0.999
0.997
0.996
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
Tabel di atas menunjukkan nilai R square sebesar 0.997. Hal ini berarti variabel penjelas
dapat menjelaskan sebesar 99% variabel PDB Indonesia. Sisanya sebesar 1% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Uji Serempak (f-test)
Pengujian koefiisen regresi secara simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel
bebas berpengaruh secara bersama - sama terhadap variabel terikat yaitu PDB. Statistik uji yang
digunakan adalah statistic F. Hasil pengujiannnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2 : Hasil Pengujian Regresi Secara Simultan
R-squared
0.997573
Mean dependent var
Adjusted R-squared
1.46E+11
0.99659
S.D. dependent var
1.08E+11
S.E. of regression
6.30E+09
Akaike info criterion
48.2081
Sum squared resid
1.67E+21
Schwarz criterion
48.8364
Log likelihood
-1428.243
Hannan-Quinn criter.
48.45386
F-statistic
1015.422
Durbin-Watson stat
1.236135
Prob(F-statistic)
0
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
Pada tabel di atas yang merupakan pengujian simultan diperoleh hasil nilai Prob (Fstatistic) sebesar 0.000 dan alfa 5%. Sehingga bisa dilihat signifikansi < alpha (0.000 < 0.05) maka
dapat dikatakan bahwa secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh signifkan terhadap
variabel terikat dengan tingkat kesalahan sebesar 5%.
Uji Parsial (t-test)
Pengujian regresi secara parsial digunakan untuk mengetahui apakah variabel penjelas
secara individu (parsial) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel respon PDB.
Statistik uji yang digunakan adalah statistic t. Dengan pengujian t statistik dua arah, tingkat
signifikansi (α) = 5% dan nilai df (Degree of Freedom) sebesar 2. Hasil uji koefisien regresi
secara parsial adalah sebagai berikut:
Tabel 2 : Hasil Pengujian Koefisien Regresi secara Parsial
Variabel
Koefisien
Konstanta
9.07
Defisit Anggaran
0.016888
Pengeluaran Pemerintah 1.758897
Utang Luar Negeri
0.361737
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
t-statistik
17.47444
2.421391
10.58370
3.163805
Prob-t
0.0000
0.0199
0.0000
0.0029
Kesimpulan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Interpretasi dari tabel di atas adalah sebagai berikut:
a. Pengujian Variabel defisit anggaran secara parsial terhadap PDB diperoleh nilai t-statistik
sebesar 2.4, dengan nilai probabilitas-t sebesar 0.0199. Berdasarkan probabilitas t dengan
alpha 5%, didapatkan bahwa probabilitas t < alpha 0.05 (0.0199 < 0.05), maka dapat diambil
keputusan pengujian adalah Ho ditolak. Hal ini berarti dengan tingkat kesalahan 5%
didapatkan bahwa defisit anggaran berpengaruh signifikan terhadap PDB antara tahun 2003
hingga 2012.
b. Pengujian pengeluaran pemerintah terhadap PDB diperoleh nilai t-statistik sebesar 9.012,
dengan nilai probabilitas-t sebesar 0.000. Berdasarkan probabilitas t dengan alpha 5%
didapatkan bahwa probabilitas t < alpha 0.05 (0.000< 0.05) maka dapat diambil keputusan
pengujian adalah Ho ditolak. Hal ini berarti dengan tingkat kesalahan 5% didapatkan
pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap PDB antara tahun 2003 hingga
2012.
c. Pengujian utang luar negeri secara parsial terhadap PDB diperoleh nilai t-statistik sebesar
3.16, dengan nilai probabilitas-t sebesar 0.0000. Berdasarkan probabilitas t dengan alpha 5%
didapatkan probabilitas t < alpha 0.05 (0.0029< 0.05) maka dapat diambil keputusan
pengujian adalah Ho ditolak. Hal ini berarti dengan tingkat kesalahan 5% didapatkan utang
luar negeri berpengaruh signifikan terhadap PDB antara tahun 2003 hingga 2012.
Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan sebuah interpretasi atas hasil regresi, terlebih dahulu harus dilakukan
prosedur pengujian penyimpangan terhadap asumsi-asumsi klasik dari metode regresi linier
berganda atau OLS (Ordinary Least Square), sehingga didapatkan penduga koefisien yang benarbenar tidak bisa. Pengujian yang dilakukan meliputi uji normalitas, multikolinieritas,
heterokedastisitas, dan autokorelasi.
Uji Normalitas
Uji Normalitas merupakan uji distribusi normal adalah uji yang mengukur apakah data
kita memiliki distribusi normal . Data yang diuji normalitas dalam model regresi adalah faktor
pengganggu (error term). Sebagaimana telah diketahui bahwa faktor pengganggu tersebut
diansumsikan memiliki distribusi normal sehingga uji t-Stat dan F-Stat dapat dilakukan. Untuk
dapat menguji normalitas model regresi, penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov
Test. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Test statistik dari residual (error
term) sebagai berikut:
Tabel 3 : Uji Normalitas
16
Series: Residuals
Sample 2003 2062
Observations 60
14
12
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
10
8
6
-3.32e-05
-6.80e+09
7.65e+10
-6.04e+10
2.70e+10
0.362831
2.691075
4
Jarque-Bera
Probability
2
0
-4.0e+10
100000.
4.0e+10
8.0e+10
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
Hipotesis 0 (H0) untuk uji normalitas adalah residual menyebar normal dan Hipotesis
alternatifnya (H1) adalah residual tidak menyebar normal. Keputusan uji hipotesis bisa didapatkan
dari perbandingan probality (p-value) dengan alpha 0.05. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui
bahwa p-value nya adalah 0.45. Nilai ini lebih dari alpha 0.05 yang berarti Ho dterima. Hal ini
menunjukkan bahwa residual menyebar normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
Multikolinearitas
Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang
sempurna atau pasti antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. jika
koefisien koreasi antara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8, berarti terjadi
multikolinearitas dalam model regresi
Tabel 4 : Uji Multikolienaritas
Negara
Variabel Y
Indonesia
Vietnam
X1
X2
X3
Y
1.000000
-0.2404
0.690087
0.666377
X1
-0.5404
1.000000
-0.26143
-0.41559
X2
0.690087
-0.26143
1.000000
0.682546
X3
0.666377
-0.31559
0.682546
1.000000
Y
1.000000
-0.40612
0.684809
0.634024
X1
-0.40612
1.000000
-0.4255
-0.5004
X2
0.684809
-0.4255
1.000000
0.652955
1.555052
0.459541
Malaysia
Thailand
Filipina
Kamboja
X3
0.634024
-0.5004
0.652955
1.000000
Y
1.000000
-0.40968
0.676614
0.663719
X1
-0.40968
1.000000
-0.46199
-0.4685
X2
0.676614
-0.46199
1.000000
0.688237
X3
0.663719
-0.4685
0.688237
1.000000
Y
1.000000
-0.41429
0.677799
0.376222
X1
-0.41429
1.000000
-0.49951
-0.45685
X2
0.677799
-0.49951
1.000000
0.457102
X3
0.376222
-0.45685
0.457102
1.000000
Y
1.000000
0.021649
0.684510
0.603168
X1
0.021649
1.000000
-0.06235
-0.13422
X2
0.684510
-0.06235
1.000000
0.638482
X3
0.603168
-0.13422
0.638482
1.000000
Y
1.000000
-0.15318
0.650980
0.357997
X1
-0.15318
1.000000
-0.28342
-0.31565
X2
0.650980
-0.28342
1.000000
0.333128
X3
0.357997
-0.31565
0.333128
1.000000
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
Dari output di atas dapat dilihat bahwa tidak terdapat variabel yang memiliki nilai lebih dari
0,8, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi.
Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan lainnya. Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya masalah heterokedastisitas di dalam suatu model regresi linier berganda (OLS), maka
digunakan metode korelasi Spearman yaitu mengkorelasikan nilai mutlak dari residual dengan
prediksi dari variabel respon. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 5 : Pengujian Heterokedastisitas dengan Korelasi Test White
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
3.148388
8.659308
6.378075
Prob. F(3,56)
Prob. Chi-Square(3)
Prob. Chi-Square(3)
0.0320
0.0342
0.0946
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
Pengujian heterokedastisitas menggunakan korelasi Test White, agar model tidak
mengandung masalah heterokedastisitas, maka nilai mutlak dari residual harus tidak berkorelasi
signifikan dengan nilai prediksi dari variabel respon. Tiga variabel dikatakan saling berkorelasi
signifikan jika probabilitas hasil korelasinya kurang dari 0.01. Pada penelitian ini nilai probabilitas
hasil korelasi antara nilai mutlak dari residual dan prediksi dari y adalah sebesar 0.0342. Nilai ini
lebih dari alpha 0.01 yang berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara prediksi dari y
dengan nilai mutlak dari residual. Hal ini menunjukkan bahwa model telah bebas dari masalah
heterokedastisitas.
Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah unsur gangguan
yang berhubungan dengan observasi dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan
observasi lain (disturbansi). Untuk mengetahui adanya autokorekasi dalam suatu model regresi
dilakukan dengan pengujian terhadap LM test.
Tabel 6 : Uji Autokorelasi Menggunakan LM
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
35.98300
34.27877
Prob. F(2,54)
Prob. Chi-Square(2)
0.42615
0.32544
Sumber: Hasil olah statistik (Lampiran)
Kriteria untuk menentukan apakah residual mengandung masalah autokorelasi adalah dilihat
dari probabilitas dari chi-square. Pada penelitian ini probabilitas chi square sebesar 0.32544 yang
lebih dari alpha 0.05 maka Ho diterima yang berarti model tidak mengandung masalah
autokorelasi
Diskusi Model Temuan
Hubungan yang positif antara variabel defisit anggaran per kapita dengan pertumbuhan
ekonomi menurut penelitian yang dilakukan oleh Abinmanyu (2005) terjadi karena defisit
anggaran pemerintah merupakan stimulus fiskal yang bersifat ekspansif. Perekonomian yang
berada pada kondisi kelesuan, yang ditunjukkan oleh menurunnya, memerlukan kebijakan fiskal
ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari hasil estimasi secara tidak langsung
defisit anggaran melalui utang luar negeri signifikan dan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara tidak
langsung defisit anggaran melalui utang luar negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian oleh Bobby Musda Zega (2007)
bahwa defisit anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
utang luar negeri. Kaum Keynes juga mengatakan bahwa alasan utama pemerintah melakukan
pinjaman keluar negeri adalah karena terjadinya defisit anggaran. Oleh sebab itu pinjanaman
tersebut di gunakan untuk menutupi anggaran pemerintah yang mengalami defisit sehingga
anggaran pemerintah tidak menjadi kurang dalam proses pembiayaan pembangunan di Indonesia.
Dalam model makroekonomi Keynes juga mengatakan bahwa anggaran pemerintah (government
budget) merupakan bagian yang penting untuk mengatur permintaan agregat perekonomian. Jika
perekonomian berada di bawah full employment, permintaan agregat dapat ditingkatkan dengan
menambah pengeluaran pemerintah atau dengan menurunkan pajak (tax). Dalam pandangan
Keynes, pemerintah mempunyai peranan penting untuk mengatur permintaan agregat (AD) dalam
rangka menjaga perekonomian agar selalu mendekati tingkat kesempatan kerja penuh (full
employment level)
Untuk kondisi pengeluaran pemerintah di Indonesia dan Malaysia yang dimana mayoritas
pengeluaran pemerintah dihabiskan untuk belanja pegawai, sehingga hal ini secara langsung
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori pengeluaran
pemerintah Keynes bisa dilihat dari kebijakan fiskal dalam model keseimbangan pasar barang dan
pasar uang (IS-LM) yang diakui dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
permintaan secara agregat melalui pergeseran kurva IS (pasar barang). Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dick Armey (1995) yang meneliti hubungan pengeluaran
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada Singapura, Hong Kong, Cina dan Malaysia, yang
menjelaskan bahwa Pengeluaran pemerintah memiliki potensi untuk mempengaruhi perekonomian
dan menghapus pertumbuhan ekonomi yang rendah atau bahkan mengatasi kegagalan pasar.
Namun, keputusan pengeluaran pemerintah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda
di setiap negara. Hal ini dilihat dalam analisis spesifik komposisi pengeluaran pemerintah. Oleh
karena itu, jika kebijakan belanja pemerintah tidak dirancang dengan baik untuk menciptakan
kondisi perekonomian, hal ini akan mengakibatkan kegagalan dan masyarakat akan menanggung
biaya yang dihasilkan
Dari analisis regresi diatas bisa disimpulkan bahwa utang luar negeri mempunyai
pengaruh yang signifikan dan berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan
positif utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi menurut paham keynesian ditelaah oleh
Eisner (1989) dan Bernheim (1989). Paham keynesian melihat kebijakan peningkatan anggaran
belanja yang dibiayai oleh utang luar negeri akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi akibat naiknya permintaan agregat sebagai pengaruh lanjut dari terjadinya
akumulasi modal. Kelompok keynesian memiliki pandangan bahwa defisit anggaran pemerintah
yang ditutup dengan utang luar negeri akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sehingga
kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi. Hal ini mengakibatkan beban pajak pada masa
sekarang relatif menjadi lebih ringan, hal ini kemudian akan menyebabkan peningkatan
pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan nasional akan mendorong
perekonomian. Namun kebijakan ini hanya berpengaruh positif pada jangka pendek. Banyak
pandangan yang menyatakan tentang keterkaitan antara utang dan pertumbuhan ekonomi. Pasaribu
(2003), menulis mengenai pandangan ekonom mengenai hubungan antara utang dan pertumbuhan
ekonomi dijelaskan melalui 3 aliran, yaitu Klasik/Neo Klasik, Keynesian dan Ricardian. Menurut
Barsky, et. Al (1986) ekonom Klasik/Neo Klasik mengindikasikan bahwa kenaikan utang luar
negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka pendek, namun dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan
akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated dalam perekonomian yang
menyebabkan investasi swasta berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik
bruto. Kelompok Neo Klasik mempunyai bahwa setiap individu mempunyai informasi yang
cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang hidupnya. Defisit
anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan konsumsi individu.
Sedangkan pembayaran pokok utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan
kenaikan pajak untuk generasi berikutnya. Dengan asumsi bahwa seluruh sumber daya secara
penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku
bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan swasta menurun,
sehingga kaum Neo Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran
pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya dengan utang luar negeri akan menyebabkan
investasi swasta tergusur (Barsky, et al, 1986).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software Eviews 7,
menunjukkan bahwa :
a. Secara langsung defisit anggaran berpengaruh signifikan dan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
b. Secara langsung pengeluaran pemerintah mempunyai pengaruh yang signifikan
dan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
c. Secara langsung utang luar negeri, berpengaruh signifikan dan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
2.
Kondisi anggaran masing-masing negara sesuai dengan kebijakan dan tujuan
perekonomian yang diambil oleh pemerintah negara tersebut. Jika suatu negara
mempunyai tujuan untuk melakukan ekspansi terhadap pertumbuhan ekonominya, makan
pemerintah menetapkan anggaran yang defisit. Namun jika pemerintah mempunyai
tujuan untuk menahan laju ekonominya, maka pemerintah menetapkan anggaran surplus.
Dengan demikian, melihat kondisi ke 6 negara ASEAN di atas yang merupakan negara
berkembang, kebijakan anggaran yang cocok untuk negara-negara tersebut adalah defisit,
sehingga negara tersebut bisa meningkatkan laju pertumbuhannya dan bersaing dengan
negara-negara maju lainnya
Kondisi pengeluaran pemerintah di setiap negaranya memiliki komposisi
berbeda, namun yang jadi permasalahan adalah ada beberapa pos-pos tertentu yang
memiliki jumlah pengeluaran yang lebih besar, sehingga terlihat pengeluaran pemerintah
menjadi tidak efektif dan efisien. Hal ini pun diperkuat dengan laporan dari Asian
Development Bank mengenai efektivitas pemerintah yang menunjukkan bahwa kondisi
pemerintahan di negara ASEAN masih kurang efektif
Menurut Kurva Laffer, utang luar negeri bisa menjadi positif dan negative
tergantung dari tingkat utang yang dimiliki oleh suatu negara, apakah masih dalam batas
kemampuan negara tersebut untuk membayarkan hutang-hutangnya. Namun melihat
kondisi DSR ke 6 negara ASEAN. Negara Indonesia dan Filipina yang sering berada di
atas batas wajar peminjaman utang, sehingga hal ini menunjukkan bahwa ke dua negara
tersebut harus mengurangi ketergantungan mereka terhadap utang luar negeri
Saran
Ada beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu :
1.
Utang merupakan hal yang memang masih diperlukan khususnya untuk negaranegara berkembang demi meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonominya.
Namun demikian alangkah lebih baiknya jika suatu negara bisa lebih mandiri dalam
membiayai kebutuhan dana nya, yang salah satu caranya adalah dengan meningkatkan
tabungan domestic,meningkatkan nilai ekspor dan meningkatkan pemasukan melalui
pajak, sehingga nantinya negara-negara berkembang tidak terjerat dalam utang luar negeri
yang dimana utang tersebut akan diwariskan ke generasi selanjutnya
2.
Dalam mengelola pengeluaran pemerintah, alangkah lebih baiknya jika
pemerintah mulai mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang kurang penting yang bisa
mengakibatkan pembengkakan dalam pengeluaran, misalnya anggaran belanja pegawai
atau bahkan pengurangan subsidi yang terlalu berlebihan.
3.
Dalam penentuan kebijakan defisit anggaran, diharapkan pemerintah untuk bisa
lebih cermat dalam membuat rencana anggaran, sehingga nantinya rencana anggaran
tersebut tidak menyisakan dana yang berlebihan yang nantinya membuka peluang
terjadinya praktik korupsi. Demi terciptanya pemerintahan dan lembaga yang bersih
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Anggito. (2005). Kebijakan Fiskal dan Efektivitas Stimulus Fiskal di Indonesia:
Aplikasi Model Makro-MODFI dan CGE-INDORANI. Jurnal Ekonomi Indonesia No. 1
Juni 2005.
Algifari. PENGARUH DEFISIT ANGGARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI INDONESIA
Barsky, Robert B., Mankiw, N. Gregory, and Stephen P., Zeldes. 1986. Ricardian Consumers with
Keynesian Propensities. American Economic Review vol.76 (4).
Basri, Zainul Yuswar dan Mulyadi Subri, 2005. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang
Luar Negeri., Jakarta : Rajawali Press.
Bernheim, B. Douglas. 1989. A Neoclassical Perspective on Budget Deficits. The Journal of
Economic Perspectives vol. 3 no. 2.
Eisner, Robert. 1989. Budget Deficit: Rhetoric and Reality. The Journal of Economic Perspectives
vol. 3 no. 2.
Norton, R.D. 2004.Agricultural Development Policy: Concept and Experiences. Food and
Agricultural Organization and John willey and sons Ltd. West Sussex.
Pasaribu, Syamsul H. 2003. Analisis kesenjangan tabungan-investasi berdasarkan residual model:
studi kasus asean-4. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol. 18.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2004. Teori ekonomi Makro : Suatu Pengantar. Edisi
Kedua. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Romer, D. (2001). Advanced Macroeconomics. Second Edition. New York: McGraw-Hill Book
Co.
Samuelson, Paul A. Dan Nordhaus William D. 1996. Makro Ekonomi. Edisi ke17. Cetakan ketiga. Jakarta: Erlangga
Sadono Sukirno, 1994, Pengantar Teori Makroekonomi, edisi 2, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sadono, Sukirno. 2002, Pengantar Teori Makroekonomi, edisi kedua, Rajawali Pers, Jakarta
Sadono, Sukirno, 1997, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, PT. Rajawali Grafindo Persada,
Surjaningsih, Ndari., G.A. Diah Utari., Budi Tristanto. (2012). Dampak Kebijakan Fiskal
Terhadap Output dan Inflasi. Buletin Ekonomi Moneter dan Permankan Bank Indonesia.
Volume 14 (4), April 2012: 389-419
Download