HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT The existence and development of an enterprise is determined by the factor of leadership. Corporate leadership is important and interesting to study in the effort to understand the company's growth and its prospects in the future. So, the aim of this study is to analyze the leadership styles used by managers, in order to find the relationship between leadership styles and the motivation of subordinates. This study uses a combination of quantitative method and qualitative method. The results show that the consultative leadership style tends to produce a high motivation among employees. The application of directive leadership, participative, and delegate style also tend to produce a high motivation in different situation. However. the motivation is also influenced by other motivation factors. Keywords: Leadership style and motivation RINGKASAN FACHRI AZHAR. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan Dalam Organisasi Perusahaan (Di bawah Bimbingan SAID RUSLI) Setiap perusahaan, baik perusahaan besar, perusahaan sedang maupun kecil mempunyai visi dan misi. Visi dan misi perusahaan ini akan mengarahkan setiap perusahaan dalam melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Eksistensi dan perkembangan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Kepemimpinan perusahaan penting dan menarik untuk diteliti dalam upaya memahami perkembangan perusahaan yang terjadi dan prospeknya pada masa depan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer dalam organisasi perusahaan. (2) Mengkaji tingkat motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan. (3) Mengkaji hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT.Indofarma (Persero) Tbk. Cikarang Barat, Cibitung-Bekasi, Jawa Barat. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang karyawan yang bekerja di perusahaan PT.Indofarma. Responden pun dipilih secara acak (random) dengan pertimbangan banyaknya jumlah karyawan dan sebagai asas keterwakilan dari sejumlah karyawan disana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah perpaduan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden ataupun informan yang terkait dengan penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dan kuesioner terlampir. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi kualitatif yang memperkuat analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer (atasan) cenderung pada gaya kepemimpinan konsultatif, namun pada situasi-situai tertentu atasan juga menerapkan gaya kepemimpinan direktif, partisipatif, dan delegatif. Responden yang menilai atasan mempunyai gaya kepemimpinan konsultatif sebanyak 63,3 persen, sedangkan 20 persen menilai atasan mempunyai gaya kepemimpinan direktif, dan sisanya menilai atasannya bergaya kepemimpinan partisipatif sebanyak 13,3 persen dan gaya kepemimpinan delegatif empat persen. Tingkat motivasi kerja karyawan tergolong tinggi, yang dilihat bersedianya karyawan untuk bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja. Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Adanya rasa kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan betah bekerja disana, dan menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri. Tepat waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab karyawan terhadap peraturan yang dibuat perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian, gaya kepemimpinan konsultatif cenderung menghasilkan motivasi kerja yang tinggi di kalangan karyawan. Namun, penerapan gaya kepemimpinan direktif, partispatif, dan delegatif juga cenderung menghasilkan motivasi kerja yang tinggi. Hal ini karena disamping faktor-faktor motivasi juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan. HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) Oleh : Fachri Azhar I34051173 Skripsi Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA 2009 FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Fachri Azhar NRP : I34051173 Judul : Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan dalam Organisasi Perusahaan dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Said Rusli, MA NIP. 19450621 196902 1 001 Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Ketua Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001 Tanggal Kelulusan : LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, 2 September 2009 FACHRI AZHAR I34051173 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 30 April 1986, anak dari Muhamad Nur dan Umsah yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 62 Jakarta pada tahun 2004. Disela-sela tahun 2004-2005 penulis mencari pengalaman kerja terlebih dahulu, sambil menunggu SPMB pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melewati satu tahun di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dengan Minor Agribisbis. Penulis aktif dalam kepanitiaan dan organisasi di sekitar kampus. Adapun kepanitiaan yang pernah diikutinya yaitu Profile Companies Expo sebagai ketua pada tahun 2007 yang diadakan KOPMA IPB, Panitia Cookies sebagai Koordinator Logistik dan Transportasi yang diadakan BEM KM IPB pada tahun 2007, panitia Futsal Nasional sebagai Koordinator Danus pada tahun 2007 yang diadakan BEM KM IPB. Selain itu, penulis aktif juga di organisasi HIMASIERA sebagai staf, KOPMA sebagai anggota aktif, FORSIA sebagai koordinator perekonomian dan BEM KM sebagai staf PSDMi yang semuanya itu berlangsung pada tahun 2007-2008. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan dalam Organisasi Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer dalam organisasi perusahaan; (2) Mengkaji tingkat motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan; dan (3) Mengkaji hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu Penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat. Bogor, 2 September 2009 Fachri Azhar UCAPAN TERIMA KASIH Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Said Rusli, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan motivasi kepada penulis selama proses penulisan skripsi hingga dapat diselesaikannya penulisan skripsi ini. 2. Ir.Murdianto, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama pada ujian skripsi penulis. 3. Martua Sihaloho, SP., MSi. atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil departemen. 4. Keluarga penulis. Ayah, Ibu, Kakak, dan Adikku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus selama penulis menimba ilmu sejak bangku sekolah hingga kuliah. “Ayah, Ibu berkat doa dan dukungannya, anakmu ini selalu menjadi orang yang optimis terhadap impian-impiannya”. 5. Ibu Lia Muliani, Ibu Ismindia, Bapak Probowinanto dan Karyawan PT. Indofarma khususnya responden dan informan, atas kesediannya berbagi informasi dan pengalaman dalam rangka penyelesaian penelitian skripsi ini. 6. Seluruh dosen pengajar dan staf di Departemen Sains KPM, atas segala pengetahuan, bakti dan kemudahan yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 1 3 3 4 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........ 2.1 Kepemimpinan...................................................................................... 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan ........................................................ 2.1.2 Karakteristik Pemimpin............................................................. 2.1.3 Fungsi-fungsi Kepemimpinan ................................................... 2.1.4 Gaya Kepemimpinan dalam Proses Pengambilan Keputusan ..... 2.2 Motivasi................................................................................................ 2.2.1 Pengertian Motivasi .................................................................. 2.2.2 Faktor Motivasi......................................................................... 2.2.3 Perbandingan Teori Maslow dengan Teori Herzberg ................. 2.3 Kerangka Pemikiran............................................................................... 2.3.1 Hipotesis ....................................................................................... 2.3.2 Definisi Konseptual...................................................................... 2.3.3 Definisi Operasional..................................................................... 6 6 6 7 9 11 16 16 17 20 21 23 23 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 3.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 3.3 Metode Pemilihan Responden ............................................................... 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 30 30 30 31 31 32 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN....................................... 4.1 Sejarah perusahaan............................................................................... 4.2 Perkembangan Perusahaan .................................................................. 4.3 Lokasi dan Tata Letak Pabrik .............................................................. 33 33 35 40 4.4 Struktur Organisasi ............................................................................... 4.5 Ketenagakerjaan................................................................................... 4.6 Jenis Produk.......................................................................................... 41 44 46 BAB V GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN............................................................................. 5.1 Karakteristik Pemimpin........................................................................ 5.2 Gaya Kepemimpinan............................................................................ 5.2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif .................................................... 5.2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif................................................. 5.2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif ................................................. 5.2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif ................................................... 5.3 Ikhtisar................................................................................................. 48 50 51 51 53 55 56 57 BAB VI TINGKAT MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN ................................... 6.1 Tingkat Motivasi Kerja ........................................................................ 6.1.1 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Gaji ..................................... 6.1.2 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan.................................................................................. 6.1.3 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Rekan Kerja ........ 6.1.4 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Atasan-Bawahan . 6.1.5 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Prestasi................................. 6.1.6 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Pengakuan............................ 6.1.7 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Tanggung Jawab .................. 6.2 Ikhtisar................................................................................................. 59 59 61 62 64 65 67 68 69 70 BAB VII HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN ................................................ 7.1 Ikhtisar.................................................................................................... 72 75 BAB VIII PENUTUP.................................................................................. 8.1 Kesimpulan............................................................................................. 8.2 Saran.................................................................................................... 82 82 83 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................ 84 86 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Range Score untuk Gaya Kepemimpinan ............................................... 25 2. Range Score untuk Tingkat Motivasi ..................................................... 26 3. Jumlah Responden ................................................................................. 31 4 Fasilitas Produksi PT Indofarma (Persero) Tbk ...................................... 41 5. Jumlah Responden Karyawan dalam Menilai Gaya Kepemimpinan Atasan.................................................................. 51 6. Jumlah Responden Karyawan Menurut Tingkat Motivasi Kerja.............. 61 7. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Gaji Tingkat Motivasi Kerja .......................................................................... 62 8. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan serta Tingkat Motivasi Kerja......... 63 9. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Hubungan Rekan Kerja dan Tingkat Motivasi Kerja .............................. 65 10. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Hubungan Atasan-Bawahan dan Tingkat Motivasi Kerja ....................... 66 11. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja....................................................... 68 12. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja....................................................... 69 13. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Tanggung Jawab dan Tingkat Motivasi Kerja......................................... 70 14. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan........ 74 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow ...................................................... 18 2. Kerangka Pemikiran................................................................................. 22 3. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk........................................................... 39 4. Struktur Organisasi PT.Indofarma (Persero) Tbk...................................... 43 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia menuju negara maju tidak lepas dari pembangunan di bidang kesehatan, yang diarahkan pada tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh warga Indonesia. Pembangunan kesehatan akan terwujud apabila faktor-faktor penunjang kesehatan masyarakat berkembang secara optimal, seperti tersedia dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka perlu diperhatikan pengadaan obat dengan jumlah dan jenis yang memadai, serta mutu yang terjamin dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas. Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sebagai pedoman yang harus diterapkan oleh industri farmasi agar obat yang dihasilkan bermutu dan berkualitas bagi masyarakat. CPOB memuat aturan yang menyeluruh tentang pembuatan obat mulai dari proses awal sampai akhir, termasuk aturan mengenai perangkat yang terkait dengan proses pembuatan produk seperti peralatan dan sumber daya manusia. Dunia industri farmasi, terutama dalam memasuki era perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi terkemuka di ASEAN, PT Indofarma (Persero), Tbk. harus mampu bersaing secara kompetitif dengan perusahaan lain, yaitu dengan meningkatkan kualitas produk juga menerapkan efisiensi, efektifitas, dan produktifitas yang tepat bagi operasi industrinya. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan suatu perencanaan dan perancangan sistem produksi yang tepat, meliputi perencanaan dan perancangan perusahaan, sistem manajemen, dan operasinya (Mayasari, 2008). Hal ini terkait pula dengan efektivitas kepemimpinan, dimana kepemimpinan yang efektif akan menghasilkan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan produksi, juga akan memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam bekerja bagi seluruh pegawainya, sehingga akan meningkatkan pula produktifitas dari perusahaan tersebut. Menurut Drucker dalam Wiridihardja (1987), kepemimpinan (pemimpin) yang efektif sangat langka dalam setiap organisasi dan perusahaan. Angka-angka statistik menunjukkan bahwa dari seratus perusahaan yang mulai berdiri dan beroperasi, hanya 50 persen atau setengahnya yang masih berdiri dalam tahun kedua. Pada akhir tahun kelima pada umumnya kira-kira tinggal sepertiganya saja yang masih tetap bertahan. Kegagalan, dari perusahaan-perusahaan itu sebagian besar diidentifikasi, karena tidak adanya pemimpin yang efektif. Peranan pimpinan yang dominan itu tampak lebih jelas apabila dikaitkan dengan keharusan berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berubah dan berkembang, antara lain karena kemajuan pesat yang terjadi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pimpinanlah yang diharapkan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan para tenaga pelaksana untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang yang timbul. Pimpinanlah yang dianggap mampu melihat implikasi bagi kehidupan organisasi (Wiridihardja, 1987). Eksistensi dan perkembangan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Kepemimpinan perusahaan penting dan menarik untuk diteliti dalam upaya memahami perkembangan perusahaan yang terjadi dan prospeknya pada masa depan. Salah satu aspek kepemimpinan yang penting terus dipelajari adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan terhadap bawahan (karyawan) yang dapat memotivasi karyawan secara efektif untuk bekerja lebih sungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini berupaya untuk mengkaji gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan dan hubungan terhadap motivasi kerja karyawan dengan mengambil kasus organisasi perusahaan obat-obatan, yang dalam hal ini PT. Indofarma, Tbk. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang berdiri pada tahun 1918, dengan awal produksi sebagai pembuatan salep dan pemotongan kasa pembalut hingga menjadi perusahaan besar yang memproduksi obat-obatan. Perkembangan pengetahuan dan teknologi yang diterapkan pemimpin PT. Indofarma, Tbk, menghasilkan kemajuan yang cukup signifikan. Kemajuan tersebut tidak lepas dari peran pemimpin dalam mengelola dan memotivasi karyawannya. 1. 2 Perumusan Masalah Setiap perusahaan, baik perusahaan besar, perusahaan sedang maupun kecil mempunyai visi dan misi. Visi dan misi perusahaan ini akan mengarahkan setiap perusahaan dalam melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari visi dan misi inilah setiap perusahaan akan melakukan perencanaan dan upaya-upaya strategis dalam mengelola perusahaannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor kepemimpinan seperti dalam hal gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh atasan (pemegang kekuasaan dan wewenang) berperan penting dalam pengelolaan organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misinya. Pada organisasi perusahaan PT. Indofarma seperti juga pada perusahaan-perusahaan lainnya, terdapat kedudukan-kedudukan manajer yang memimpin bawahan (karyawan) dengan kekuasaan dan wewenangnya. Orangorang pada kedudukan ini dengan gaya kepemimpinan tertentu berperan dalam membina motivasi kerja karyawan dan berpengaruh terhadap keefektifan unit organisasi atau jenjang organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan. Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah dikemukakan dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer dalam organisasi perusahaan? 2. Bagaimana tingkat motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan? 3. Bagaimana hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan? 1. 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang sudah dirumuskan, maka tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Menganalisis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer dalam organisasi perusahaan. 2. Mengkaji tingkat motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan. 3. Mengkaji hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. 1. 4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Dapat memberikan gambaran umum bagi para pemimpin perusahaan dalam melaksanakan kepemimpinan pada perusahaan. 2. Dapat memberikan masukan kepada PT.Indofarma Tbk dalam mengembangkan kepemimpinan di perusahaan sehingga lebih mampu mendorong dan meningkatkan motivasi kerja karyawan. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya dibidang kepemimpinan dan manajemen dalam perusahaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai cita-cita bersama. Melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta diimbangi dengan sikap disiplin mereka mengatasi masalah bersama karyawan secara efektif dan efisien. Hal itu juga diimbangi oleh interaksi yang positif, yaitu keterampilan utama dalam mengelola sumber daya manusia. Pemimpin juga harus sensitif dalam berinteraksi, baik terhadap bahasa verbal, nada suara, maupun nonverbal atau bahasa tubuh (body language) (Wahjosumidjo, 1987). Wahjosumidjo (1987) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu bentuk hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dengan yang dipimpin, di mana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau sekelompok orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan/kekuasaan yang ada pada orang yang memimpin. Dalam hal ini orang yang memimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi. Menurut Agustian (2001), pemimpin yang dipercaya ialah pemimpin yang memiliki integritas tinggi dengan penuh keberanian serta berusaha tanpa mengenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang seseorang cita-citakan. Citacita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan langkahnya sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk mengikutinya atau tidak mengikutinya. Integritas akan membuat seseorang dipercaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Integritas disini maksudnya ialah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan kepercayaan. Siagian (2003) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam konteks suatu organisasi,adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga melalui perilaku yang positif, ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Abdulsyani (1987), mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses pemberian pengaruh dan pengarahan dari seorang pemimpin terhadap orang lain (atau kelompok orang) untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan makna tentang kepemimpinan yaitu suatu cara mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti apa yang diinginkan dalam rangka mencapai tujuan bersama. 2.1.2 Karakteristik Pemimpin Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Ada empat karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Sunindhia dan Widiyanti diacu dalam Hakiem 2003): a. Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saransaran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya. b. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya. c. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada organisasinya. d. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan. Teori kepemimpinan berdasarkan ciri (traits theory) memberi petunjuk tentang ciri-ciri pemimpin yaitu (Siagian, 2003): a. Pengetahuan umum yang luas. b. Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang. c. Kemampuan analitik. d. Sifat inkuisitif atau rasa ingin tahu. e. Keterampilan berkomunikasi secara efektif. f. Kemampuan menentukan skala prioritas. g. Rasionalitas. h. Keteladanan. i. Ketegasan. j. Orientasi masa depan. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa pemimpin harus memiliki keahlian dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan orangorang yang dipimpin. Keahlian ini terlihat dari sifat, watak dan perilaku yang tercermin dalam setiap tindakan. Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik seperti (1) tanggung jawab seimbang, keseimbangan disini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut; (2) model peranan yang positif, peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu; (3) memiliki keterampilan komunikasi yang baik, pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat; (4) memiliki pengaruh positif, pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif; (5) mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut (Pulungan, 2001). 2.1.3 Fungsi-fungsi Kepemimpinan Menurut Siagian (2003), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki adalah: 1. Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. 2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak diluar organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai “stakeholder”. 3. Komunikator yang efektif. 4. Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi konflik yang mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerja yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya. 5. Integrator yang rasional dan objektif. Dengan menjalankan fungsi kepemimpinan yang hakiki tersebut, pemimpin diharapkan dapat membawa para pengikutnya ketujuan yang hendak dicapai. Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002): 1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. 2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi. Seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi harus melaksanakan berbagai fungsi kepemimpinan. Menurut Frunzi dan Savini diacu dalam Hidayat (2005) terdapat lima fungsi kepemimpinan yang merupakan karakteristik kepemimpinan, yaitu: 1. Pengajaran, dengan memberikan pengarahan khusus, saran dan bimbingan kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. 2. Konseling, dengan mewawancarai para karyawan dan membantu mereka dalam menemukan jawabannya. 3. Evaluasi, dalam melakukan pengawasan, peninjauan, penilaian terhadap karyawan sebagai timbal-balik terhadap kinerja karyawan. 4. Delegasi, dengan memberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan yang dirasa kompeten. 5. Pemberian imbalan, dengan menyediakan pengakuan nyata maupun tidak nyata kepada karyawan yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. 2.1.4 Gaya Kepemimpinan dalam Proses Pengambilan Keputusan Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan suatu faktor yang menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi atau perusahaan. Dalam arti luas, kepemimpin dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Kepemimpinan mengandung arti kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tatakrama birokrasi karena kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi dan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu (Rivai, 2002). Thoha (2003) menjelaskan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam mengambil keputusan, terbagi atas empat gaya kepemimpinan yaitu: 1. Instruksi Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan, yang dicirikan oleh komunikasi satu arah, pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang mekanisme pelaksanaan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan proses pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. 2. Konsultatif Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan, masih banyak memberikan pengarahan dan pengambilan keputusan, tetapi diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar perasaan pengikut, baik berupa ide maupun saran mereka tentang keputusan yang dibuat. 3. Partisipatif Perilaku pemimpin yang tinggi dan rendah pengarahan, dalam hal ini posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan di pegang secara bergantian. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah aktif mendengar. Tanggung jawab dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. 4. Delegatif Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan, pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Pada teori kepemimpinan situasional, terdapat empat gaya kepemimpinan, yang dapat digunakan pemimpin didalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berikut (Likert dalam Wahjosumidjo, 1987): 1. Gaya kepemimpinan direktif, yang dicirikan oleh: a. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya. b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan tugas. c. Konsultatif Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat. d. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan. e. Hubungan dengan bawahan rendah tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya. 2. Gaya kepemimpinan konsultatif, yang dicirikan oleh: a. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan. b. Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan para bawahan. c. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan. d. Hubungan dengan bawahan baik. 3. Gaya kepemimpinan partisipatif, yang dicirikan oleh: a. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan. b. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan. c. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai. d. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. 4. Gaya kepemimpinan delegatif, yang dicirikan oleh: a. Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan bawahan. b. Bawahan mempunyai hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan rendah. Gaya kepemimpinan adalah cara-cara khas yang digunakan atau dilaksanakan oleh seseorang dalam rangka menjalankan kepemimpinannya. Masing-masing pemimpin dapat memiliki gaya yang berbeda. Menurut Wahjosumidjo (1993), gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas: a. Pemimpin selalu memberikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang dipimpin. b. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap orang yang dipimpin. c. Pemimpin meyakinkan kepada orang yang dipimpin bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin. 2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang yang dipimpin: a. Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada mengadakan pengawasan terhadap orang yang dipimpin. b. Pemimpin melibatkan orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan. c. Pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling menghormati diantara sesama anggota kelompok. Mengenai ukuran-ukuran gaya kepemimpinan, Fiedler dalam Siagian (2003) mendefinisikan atas dasar tiga orientasi yang dapat diukur, yaitu: 1. Position power (kekuasaan posisi); kemampuan untuk mencapai produktifitas yang tinggi melalui kerja sama. 2. Task structure (struktur tugas); suatu gaya yang mengutamakan adanya kehendak atau keinginan untuk senantiasa menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. 3. Leader member relations (hubungan pemimpin dengan bawahan); suatu gaya yang menunjukkan perhatian yang mengutamakan hubungan dengan faktor manusia. Dengan melihat uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku pimpinan secara keseluruhan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.2 Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Wahjosumidjo (1993) motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia. Manusia dalam aktivitas kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang berharga, yang tujuannya jelas untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram, rasa aman dan sebagainya. Menurut Hasibuan (2003) motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti‘dorongan atau daya penggerak’. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus diberikan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono1 (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, Oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu: a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif. b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999). 2.2.2 Faktor Motivasi Teori Maslow memandang bahwa manusia pada dasarnya melakukan tindakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Maslow mengklasifikasikan kebutuhan manusianya kedalam lima tingkatan (hierarki). 1 Gitosudarmo, dkk.1999.http://elqorni.wordpress.com/2008/05/03/motivasikerja/(diakses tgl 4maret 2009) Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dari tingkat yang paling rendah terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang lebih tinggi lagi. Kebutuhan yang paling dasar yakni kebutuhan fisik atau fisiologis dan yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri (Gambar1). Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan penghargaan Kebutuhan saling memiliki Kebutuhan rasa aman Kebutuhan fisik/fisiologis Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow (Stoner dan Freeman, 1994) Secara ringkas hierarki kebutuhan menurut Maslow dalam Stoner dan Freeman dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisik atau fisiologis mencangkup kebutuhan pokok manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. 2. Kebutuhan rasa aman berwujud pada kebutuhan bebas dari ancaman baik fisik maupun fisiologis, baik ditempat kerja ataupun diluar jam kerja. 3. Kebutuhan rasa memiliki atau sosialisasi mencangkup rasa kasih sayang, rasa memiliki dan diterima dalam pergaulan maupun lingkungannya. 4. Kebutuhan penghargaan berhubungan dengan status yang mencakup akan penghargaan diri serta pengakuan. 5. Kebutuhan aktualisasi diri berupa dorongan untuk menjadi yang diinginkan dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi diri. Herzberg diacu dalam Stoner dan Freeman (1994) mengembangkan teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatifierssatisfier), atau faktor yang membuat orang yang merasa sehat dan faktor yang memotivasi orang (hygiene-motivators), atau faktor ekstrinsik dan intrinsik (extrinsic-intrinsic). Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factors) Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan, apabila kondisi tersebut tidak ada. Kondisi ini adalah faktor yang membuat orang tidak puas atau disebut juga hygiene factor. Faktor ini berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman) badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor pemeliharaan ini meliputi: gaji/imbalan, hubungan antar karyawan, kondisi kerja, dan administrasi serta kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan. Faktor-faktor ini bukan sebagai motivator, tetapi sebagai keharusan bagi perusahaan. 2. Faktor-faktor Motivasi (Motivation Factors) Faktor-faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya status, prestasi, pengakuan, pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, dan sebagainya.Teori dua faktor ini disebut juga dengan Konsep Higiene. Kedua faktor ini ada yang mempengaruhi kerja para pegawai yaitu faktor yang memberikan kepuasan (faktor-faktor yang memotivasi) dihubungkan dengan faktorfaktor intrinsik yang membuat pekerjaan menjadi menarik, seperti : prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja. Faktor-faktor ketidakpuasan (faktor hygiene) dihubungkan dengan faktor-faktor ekstrinsik mencakup gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, dan semua yang mempengaruhi konteks di mana kerja dilaksanakan. 2.2.3 Perbandingan Teori Maslow dengan Teori Herzberg Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa perbandingan antara teori Maslow dan teori Herzberg adalah sebagai berikut: 1. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima tingkat kebutuhan (kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri) sedangkan Herzberg mengelompokkannya atas dua kelompok (faktor pemuas/motivasi dan bukan pemuas/faktor pemelihara). 2. Menurut Maslow jumlah tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang menurut Herzberg (gaji, upah dan yang sejenisnya) merupakan alat pemelihara bukan alat motivasi, yang merupakan motivator adalah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu sendiri. 3. Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja belum diuji coba kebenarannya, sedang teori Herzberg didasarkan atas hasil penelitiannya. Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan cara terbaik dalam memotivasi semangat kerja agar mereka mau bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal 2.3 Kerangka Pemikiran Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya. Pemimpin yang berhasil bukanlah yang berhasil dari sisi luas tidaknya kekuasaan, namun lebih karena kemampuannya memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Perwujudan dari setiap kata dan langkah senantiasa mampu memberi pengaruh kuat kepada orang lain. Seorang pemimpin akan membimbing orang lain, mengarahkan orang lain, dan akan memberikan kekuatan pada orang lain, akan memikul tanggung jawab yang paling besar dimana ia harus menanggung resiko dari pemikiran dan tindakan orang lain akibat pengaruh yang ia tanamkan. Dalam hal ini efektifitas kepemimpinan dapat membantu sebuah organisasi dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Dimana diduga bahwa terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan sehingga memberikan semangat dalam bekerja dan pencapaian tujuan organisasi. Gaya Kepemimpinan : 1. Direktif 2. Konsultatif 3. Partisipatif 4. Delegatif Indikator gaya kepemimpinan : a. Komunikasi b. Pemecahan masalah Faktor-faktor motivasi : 1. Gaji 2. Peraturan dan Kebijakan 3. Hubungan Rekan Kerja 4. Hubungan AtasanBawahan 5. Prestasi 6. Pengakuan 7. Tanggung Jawab Pencapaian tujuan organisasi Indikator motivasi kerja : a. Bekerja keras b. Bekerjasama c. Tanggung jawab Motivasi Kerja Gambar 2.Kerangka Pemikiran Keterangan : Hubungan mempengaruhi Yang diteliti 2.3.1 Hipotesis 1. Diduga terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. 2. Diduga faktor-faktor motivasi mempunyai hubungan dengan motivasi kerja karyawan. 2.3.2 Definisi Konseptual 1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku bawahan. 2. Gaya direktif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atas berbagai permasalahan yang dihadapi organisasi, dengan tidak melibatkan para bawahannya, yang dilanjutkan dengan pemberian perintah kepada bawahannya. 3. Gaya konsultatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin melaksanakan proses diskusi dan konsultasi dengan mendengarkan berbagai pertimbangan ataupun keluhan dari para bawahannya, yang dilanjutkan dengan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh pemimpin. 4. Gaya partisipatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat didalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 5. Gaya delegatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai pemimpin memberikan pelimpahan/pendelegasian wewenang pada bawahan, untuk membuat/menetapkan keputusan dalam pemecahan suatu masalah, untuk kemudian dilaksanakannya. 6. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan tujuan perusahaan. 7. Gaji yaitu kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas penghargaannya dalam bekerja, dalam berupa upah, tambahan bonus (upah lembur), dan tunjangan-tunjangan lainnya. 8. Peraturan dan kebijakan perusahaan adalah cara yang ditetapkan oleh perusahaan untuk menjalankan program-program perusahaan yang mendukung karyawan untuk bertingkah laku dalam menghadapi pekerjaannya. 9. Hubungan dengan rekan kerja adalah bentuk kerjasama yang dibina dengan baik antar satu karyawan dengan karyawan lain baik dalam menghadapi pekerjaan maupun dalam hubungan diluar pekerjaan. 10. Hubungan atasan dengan bawahan adalah hubungan timbal-balik antara atasan dengan bawahan, baik didalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan. 11. Prestasi adalah pentingnya pencapaian prestasi sehingga prestasi ini menjadi salah satu pendorong, pembangkit semangat kerja karyawan. 12. Pengakuan adalah imbalan yang diberikan perusahaan sebagai penghargaan atas pencapaian prestasi sesuai dengan standar yang ditentukan oleh perusahaan. 13. Tanggung jawab adalah kepercayaan yang diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya. 14. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. 2.3.3 Definisi Operasional 1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku bawahan. Gaya kepemimpinan pun dibagi menjadi empat (Thoha, 2003), diantaranya yaitu instruksi, konsultasi, partisipasi, dan delegasi. Pengukuran gaya kepemimpinan dilihat dari jumlah skor indikator komunikasi dan pemecahan masalah. Gaya kepemimpinan pun mempunyai skor maksimal berjumlah 50, sedangkan skor minimumnya ialah 10, yang dibagi atas empat bagian, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Range Skor untuk Gaya Kepemimpinan Skor 10-19 20-29 30-39 40-50 Gaya Kepemimpinan Delegatif Partisipatif Konsultatif Direktif Adapun indikator dari gaya kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut: a) Komunikasi: suatu proses berbagi pesan melalui kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan. Komunikasi pun terbagi atas 5 bagian, yang masing-masing mempunyai skor, yaitu: 1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1 2. Tidak Sering dengan skor 2 3. Biasa dengan skor 3 4. Sering dengan skor 4 5. Sangat Sering dengan skor 5 b) Pemecahan masalah: keputusan yang diambil oleh atasan dalam memecahkan suatu permasalahan. Pemecahan masalah pun terbagi dalam 5 bagian yang masing-masing mempunyai skor, yaitu: 1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1 2. Tidak Sering dengan skor 2 3. Biasa dengan skor 3 4. Sering dengan skor 4 5. Sangat Sering dengan skor 5 2. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan tujuan perusahaan. Adapun indikator motivasi yaitu bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Motivasi pun mempunyai skor maksimal berjumlah 75, sedangkan skor minimumnya ialah 15, dan dikelompokkan menjadi 3 bagian yang mempunyai skor masing-masing, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Range Skor untuk Tingkat Motivasi Skor 15-34 35-54 55-75 Tingkat Motivasi Rendah Sedang Tinggi 3. Gaji, dalam hal ini dikategorikan berdasarkan: 1) Rendah: pengharapan berupa upah pokok yang diberikan perusahaan (skor 5-11). 2) Sedang: pengharapan berupa upah yang berasal dari upah pokok dan tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan (skor 12-18). 3) Tinggi: pengharapan berupa upah pokok dan upah tambahan yang berasal bonus dan tunjangan-tunjangan dari perusahaan (skor 19-25). 4. Peraturan dan kebijakan perusahaan, dalam hal ini dikategorikan sebagai berikut : 1) Kurang disiplin: kurangnya pengawasan dalam bekerja dari perusahaan, baik berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 5-11). 2) Cukup disiplin: adanya pengawasan dari perusahaan pada waktu-waktu tertentu saja (skor 12-18). 3) Disiplin: adanya pengawasan yang sangat ketat dari perusahaan, baik berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 19-25). 5. Hubungan dengan rekan sekerja, digolongkan menjadi beberapa kategori, diantaranya yaitu : 1) Kurang baik: kurangnya kerjasama yang baik antar sesama pekerja sehingga tercipta kondisi yang kurang harmonis (skor 5-11). 2) Cukup baik: terjalinnya kerjasama yang baik tetapi hanya sebatas hubungan kerja (skor 12-18). 3) Baik: terjalinnya persahabatan yang erat antar sesama pekerja baik dalam bekerja maupun di luar pekerjaan (skor 19-25). 6. Hubungan atasan dengan bawahan, dalam hal ini digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu: 1) Kurang baik: atasan pujian/penghargaan, tidak pernah memberikan pengarahan, motivasi dalam bekerja dan tidak menjalin persahabatan dengan bawahan, baik dalam bekerja maupun di luar pekerjaan (skor 5-11). 2) Cukup baik: atasan hanya sekedar memberikan pengarahan, pujian/penghargaan, motivasi hanya sebatas hubungan kerja tetapi tidak menjalin persahabatan di luar pekerjaan (skor12-18). 3) Baik: atasan sering memberikan pengarahan, pujian/penghargaan, motivasi, perhatian terhadap ide bawahan dan hubungan saling mempercayai dalam bekerja serta terciptanya hubungan persahabatan antara atasan dengan bawahan didalam bekerja maupun diluar pekerjaan (skor 19-25). 7. Prestasi, dalam hal ini, digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu: 1) Kurang baik: tidak mencapainya target sesuai dengan apa yang diharapkan (skor 5- 11). 2) Cukup baik: mendekatinya pencapaian target sesuai dengan apa yang diharapkan (skor 12-18). 3) Baik: tercapainya target sesuai dengan yang apa yang diharapkan (skor 19-25). 8. Pengakuan, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu : 1) Pengakuan yang rendah: tidak adanya penghargaan dari atasan dan perusahaan atas prestasi kerja (skor 5-11). 2) Pengakuan yang sedang: adanya penghargaan atas prestasi kerja hanya berupa pujian dari atasan (skor12-18). 3) Pengakuan yang tinggi: adanya penghargaan atas prestasi kerja baik berupa pujian dari atasan maupun penghargaan yang diberikan perusahaan (skor 19-25). 9. Tanggung jawab, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu : 1) Tanggung jawab yang rendah: pekerja tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja dan tidak menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 5-11). 2) Tanggung jawab yang sedang: pekerja biasa-biasa saja dalam bekerja, tidak terlalu buruk dan tidak terlalu baik (skor 12-18). 3) Tanggung jawab yang tinggi: pekerja bersungguh-sungguh dalam bekerja dan menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 19-25). 10. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif, digunakan metode survei, yaitu metode yang mengambil contoh dari satu populasi dan menggunakan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Efendi, 1989). Data kualitatif didapatkan dengan melakukan wawancara kepada responden dan informan untuk mendapatkan informasi yang terkait. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT.Indofarma (Persero) Tbk. Cikarang Barat, Cibitung-Bekasi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja didasarkan pada pertimbangan bahwa PT. Indofarma Tbk. merupakan perusahaan besar dan mempunyai manajemen yang cukup besar sehingga membutuhkan kepemimpinan yang efektif. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yang dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2009. Tahap pertama yaitu pengumpulan literatur. Tahap kedua yaitu penyusunan proposal penelitian. Tahap ketiga yaitu pengumpulan data untuk pencapaian tujuan penelitian. Sedangkan penelitian tahap keempat yaitu pengolahan data sampai penyelesaian draft penelitian. 3.3 Metode Pemilihan Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang karyawan yang bekerja di perusahaan PT.Indofarma. Menurut pendapat Bailey (1982) bahwa untuk penelitian yang menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling adalah 30. Responden dipilih secara acak (random) dengan pertimbangan banyaknya jumlah karyawan dan sebagai asas keterwakilan dari sejumlah karyawan. Pada pemilihan departemen pun dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan tidak semua departemen mempunyai waktu luang untuk mengisi kuesioner dan diwawancarai. Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema penelitian yang dipilih secara purposive yaitu manager, supervisor. Selain itu, beberapa karyawan juga dipilih sebagai informan. Jumlah sampel pada tiap departemen dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Responden No Departemen 1 2 Jumlah SDM R&D Jumlah karyawan (orang) 16 18 34 Jumlah responden (orang) 14 16 30 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden ataupun informan yang terkait dengan penelitian. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dan kuesioner terlampir. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi kualitatif yang memperkuat analisis kuantitatif. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur berupa arsip/dokumen/profil atau administrasi PT. Indofarma dan sumber lain yang menunjang penelitian. 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang ada untuk menggambarkan fenomena yang terjadi. Untuk data kuantitatif teknik pengolahan data pada penelitian ini menggunakan tabel frekuensi dan tabel silang. Tabel silang dan tabel frekuensi untuk melihat kecenderungan hubungan gaya kepemimpinan dan motivasi kerja karyawan. Untuk memperkuat analisis penelitian ini dilakukan pula uji statistik melalui SPSS 16. Uji yang dilakukan adalah uji Pearson, untuk mengetahui seberapa besar korelasi gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan. Sedangkan, data kualitatif yang diperoleh dari wawancara diintegrasikan dengan hasil analisis data kualitatif. Selanjutnya, ditarik suatu kesimpulan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Perusahaan PT Indofarma (Persero), Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Kementerian Negara BUMN, berdiri pada tahun 1918 dengan nama pabrik obat Manggarai. Pada zaman kolonial Belanda perusahaan ini mempunyai kegiatan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa pembalut yang dilakukan di Centrale Burgelijke Zienkeninrichring (CBZ), yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kemudian lokasi pabrik dipindahkan ke Jalan Tambak No.2 Manggarai, Jakarta sehingga dikenal dengan sebutan “Pabrik Obat Manggarai”. Tanggal 14 Februari 1967, melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.008/III/Ad.Am/67, nama Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan ditetapkan sebagai Unit Operatif setingkat Direktorat dibawah Direktur Jenderal Farmasi. Tugas pokok dari pabrik ini adalah memproduksi obat-obatan berdasarkan pesanan dari Departemen Kesehatan RI. Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan RI bertugas membantu usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan, yaitu memproduksi obat-obatan untuk rumah sakit pemerintah dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Obat-obatan yang dimaksud bersifat essensial, artinya obat tersebut banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka didirikan sebuah pabrik sebagai pengganti yang sekaligus untuk memperluas pelayanan Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan RI. Pada tahun 1980 mulai dilakukan studi kelayakan untuk pembangunan pabrik farmasi ini. Berdasarkan PP No. 20 tanggal 11 Juli 1981, Pusat Produksi Farmasi diubah menjadi Perusahaan Umum dengan nama Indonesia Farma (Perum Indofarma). Pada tanggal 1 April 1983, pelaksanaan PP tersebut baru direalisasikan. Kemudian pada tahun 1988, mulai dibangun pabrik baru yang modern sesuai dengan konsep dan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) seluas 20 hektar yang berlokasi di desa Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan teknologi dari Pemerintah Italia. Kemudian pada tahun 1990 pembangunan tersebut dapat diselesaikan dan seluruh fasilitas produksi telah menempati lokasi di Cibitung, Jakarta (kecuali sediaan steril). Pada tahun 1993, pabrik baru tersebut dilengkapi dengan fasilitas produksi steril dan injeksi sefalosporin. Bangunan pabrik yang baru dirancang sesuai dengan konsep CPOB yang dilengkapi dengan mesin, peralatan laboratorium serta instalasi pabrik yang modern dan selesai pada tahun 1994. Fasilitas produksi steril diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal 31 Januari 1995, dimana seluruh pembangunan dapat terselesaikan dengan seluruh (100%) dana ditanggung oleh Perum Indofarma. Tanggal 2 Januari 1996 Perum Indonesia Farma berubah status menjadi Perseroan Terbatas Indofarma (PT. Indofarma) melalui PP No. 34 tanggal 20 September 1995 untuk mengantisipasi perubahan dan meningkatkan keunggulan daya saing. Pada tahun tersebut juga dilakukan akuisisi dengan PT. Riasima Abadi Farma yang merupakan produsen bahan baku obat Paracetamol. Tahun 1999 dibangun Pusat Ekstrak (Extract Center) dan selesai pada tahun 2000. Pada tahun ini juga didirikan anak perusahaan dengan nama PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM) sebagai distributor dan pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan dengan 28 cabang di seluruh Indonesia saat ini. Tahun 2000, dibangun pabrik makanan bayi pendamping air susu ibu (MP-ASI) di Lippo Cikarang Industrial Estate, Jawa Barat. Bulan Mei 2001 PT. Indofarma memperoleh sertifikat ISO 9002. Unit produksi steril yang pada tahun 2002 ditingkatkan lagi menjadi ISO 9001 versi 1994 untuk seluruh unit produksi termasuk unit produksi Herbal Medicine dan Litbang. Kemudian pada produk makanan, memperoleh sertifikat ISO 9001 versi 2000. Sejak tanggal 17 April 2001 untuk seluruh unit produksi termasuk unit Direktorat Produksi, Direktorat Umum, Direktorat Pemasaran dan IT. Selain itu, sejak tanggal 17 April 2001, PT Indofarma, Tbk. mulai melakukan penawaran saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perseroan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dan status PT Indofarma selanjutnya berubah menjadi PT Indofarma (Persero), Tbk. 4.2 Perkembangan Perusahaan PT. Indofarma adalah salah satu perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia, yang telah melayani masyarakat dengan penyediaan obat-obatan bermutu selama hampir sembilan dasarwarsa. Pada awalnya, dengan fasilitas yang terbatas, pabrik yang masih berada dilingkungan Rumah Sakit Pusat itu hanya memproduksi beberapa jenis salep dan kasa pembalut. Pengembangan pertama menjadi Pabrik Obat Manggarai yang memproduksi obat-obatan berupa tablet dan injeksi dilakukan pada tahun 1931. Pada tahun 1942, pabrik diambilalih oleh pemerintah pendudukan Jepang dan dikelola dibawah manajemen takeda. Pengelolaan pabrik diserahkan kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia setelah dinasionalisasi pada tahun 1950. Tahun 1979, Indofarma mengemban tugas memproduksi obat-obat esensial untuk pelayanan masyarakat, dan status Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi yang bersifat nirlaba dan masih dibawah Departemen Kesehatan. Selanjutnya, pada tanggal 11 Juli 1981, dengan semakin banyaknya tanggung jawab yang diberikan, pemerintah meningkatkan statusnya menjadi Perusahaan Umum Indonesia Farma yang disingkat Perum Indofarma. Tonggak penting lain perjalanan bisnis Indofarma terjadi pada tahun 1988 dengan pembangunan pabrik modern berkapasitas besar dilahan seluas 20 hektar, di kawasan Cibitung, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1991, seluruh proses produksi di Manggarai, Jakarta, dipindahkan ke satu dari lima pabrik pertama di Indonesia yang memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) itu. Tahun 1996 untuk mengantisipasi perkembangan di masa datang dan meningkatkan daya saing, status perusahaan ditingkatkan menjdi PT. Indofarma (Persero). Selain itu, Perseroan mengembangkan diri ke hilir hingga merambah sampai ke distribusi dan perdagangan (trading) produksi farmasi. Selanjutnya, pada tahun 2000, bisnis distribusi dan trading farmasi serta alat kesehatan dipisahkan dan diserahkan ke anak perusahaan yang baru dibentuk, PT. Indofarma Global Medika (IGM). Pengembangan ini sekaligus memungkinkan Indofarma memfokuskan diri pada bisnis inti di bidang produksi dan pemasaran produkproduk farmasi. Tahun 2001, Indofarma melakukan penawaran umum saham kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perseroan di Bursa Efek Surabaya (yang sekarang telah merger menjadi Bursa Efek Indonesia), sehingga resmi menjadi sebuah perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero), Tbk. Dengan struktur permodalan yang lebih kuat, Indofarma mengembangkan produksi sehingga bukan hanya membuat obat-obat esensial dan generic, melainkan juga Obat dengan Nama Dagang (OND) baik etikal maupun OTC, obat tradisional (herbal), dan makanan kesehatan. Memasuki pertengahan tahun 2003, indofarma meluncurkan program restrukturisasi terpadu. Salah satu langkah awal yang dilakukan adalah penyegaran manajemen di anak perusahaan yang paling strategis: PT. Indofarma Global Medika (IGM) yang menangani distribusi dan trading produk Indofarma. Pada tahun 2007, melalui restrukturisasi lanjutan untuk mengoptimalkan seluruh fungsi bisnis, perseroan memberikan otonomi luas kepada IGM dan memisahkan manajemen harian anak perusahaan ini dari perusahaan induk. Dengan demikian, Indofarma dapat fokus pada kegiatan produksi dan IGM pada kegiatan distribusi dan trading produk farmasi dan alat kesehatan. Indofarma juga terus berupaya menjalin aliansi strategis dengan mitra internasional pemilik produk dan teknologi, baik melalui perusahaan induk maupun anak perusahaan. Guna meletakkan fondasi yang kuat, manajemen Indofarma Group terus berupaya menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate membangun Governance). kompetensi personel Manajemen yang juga senantiasa profesional melalui berupaya program pengembangan sumber daya manusia yang terarah, agar mampu membawa Indofarma Group memasuki era perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi terkemuka. Visi PT Indofarma (Persero), Tbk. adalah menjadi perusahaan yang berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan memberi solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dan memiliki misi antara lain: 1. Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga yang terjangkau untuk masyarakat. 2. Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas untuk mengobati penderita penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi. 3. Mengembangkan kompetensi SDM sehingga memiliki kepedulian, profesionalisme dan kewirausahaan yang tinggi. Motto indofarma sebagai Insan Indofarma dalam menjalankan visi dan misi tersebut yaitu “Dilandasi ketakwaan kepada Tuhan YME, kita tingkatkan kualitas kesehatan bangsa.” Untuk mewujudkan visi dan misi perseroan, insan Indofarma memiliki nilai-nilai inti yang telah disepakati bersama dan dianut serta mencerminkan budaya korporat, dalam hal ini adalah budaya PT Indofarma (Persero), Tbk. Nilai-nilai inti ini membentuk filosofi bisnis dan budaya kerja “Profesional, Entrepreneurship, Compassionate” disingkat “PEC”. Arti dan penjabaran dari nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut: Profesional; Insan Indofarma senantiasa bekerja secara profesional yang dilandasi integritas, komitmen, dan selalu berupaya memberikan hasil yang terbaik. Entrepreneurship; Insan Indofarma senantiasa memiliki jiwa kewirausahaan berlandaskan pemikiran jauh ke depan, inovatif dan fokus terhadap kepuasan pelanggan. Compassionate; Insan Indofarma memiliki rasa peduli dan welas asih terhadap sesama. Perusahaan Indofarma memiliki logo “INF” (Gambar 3) yang melambangkan kependekan nama perusahaan, logo hadir tanpa bingkai menggambarkan pengabdian Indofarma di bidang layanan kesehatan masyarakat, dengan warna biru yang melambangkan warna langit yang tidak terbatas, menggambarkan sifat pengabdian Indofarma yang tidak terbatas. Keluasan pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang mewakili dimensi yang luas. Upaya pelayanan Indofarma kepada masyarakat tersirat pada ritme dari garis luas dan lengkung. Kesatuan garisnya memberikan kesan melindungi dan saling mendukung, artinya Indofarma siap melindungi masyarakat untuk mewujudkan kesehatan. Posisi miring melambangkan dinamika perusahaan, yaitu tidak terpaku pada konvensi-konvensi yang sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif, tetapi tetap mengikuti gerak laju teknologi khususnya di bidang farmasi. Gambar 3. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. 4.3 Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT Indofarma (Persero), Tbk. merupakan induk perusahaan yang bergerak di bidang produksi farmasi dan obat herbal. Pabrik ini dirancang sesuai konsep CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibangun diatas tanah seluas ± 200.000 m² dan Luas bangunan secara keseluruhan adalah 28.483 m² (Lihat Tabel.4) yang berlokasi di Jalan Indofarma I, Cibitung-Bekasi. Pabrik lainnya yaitu, pabrik makanan bayi seluas ± 0,25 hektar di Cikarang. Di wilayah ini, fasilitas produksi farmasi dan obat herbal dirancang sesuai konsep CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang juga memuat pengaturan tata letak pabrik dan ruang produksi. Letak PT Indofarma (Persero), Tbk. saat ini dapat dikatakan cukup strategis karena berada dekat dengan pabrik penghasil karton untuk kemasan tersier, dan juga dekat dengan perusahaan farmasi lainnya. Di sebelah barat pabrik, terdapat pemukiman penduduk yang tidak terlalu banyak namun sebagian besar karyawan bermukim sementara di daerah tersebut. PT Indofarma (Persero), Tbk. merupakan perusahaan farmasi yang tidak memiliki cabang perusahaan, maka dari itu wilayah pemasarannya pun sampai ke seluruh wilayah di Indonesia. Namun dalam hal pendistribusian, produk yang dihasilkan oleh perusahaan diserahkan kepada anak perusahaan yang bernama PT Indofarma Global Medika (IGM) yang terletak di beberapa wilayah di Indonesia. Tabel 4. Fasilitas Produksi PT Indofarma (Persero), Tbk. Gedung Luas (m²) 1. Kantor pusat 2.000 2. Pusat pelatihan 750 3. Kantin 300 4. Koperasi 60 5. Poliklinik dan Apotek 169 6. Masjid 441 7. Laboratorium (2 lantai) 1.440 8. Unit produksi β-laktam (2 lantai) 1.440 9. Unit produksi utama (3 lantai) 9.921 10. Gudang 5.250 11. Unit produksi parenteral 2.330 12. Bangunan utilities 898 13. Gudang bahan kimia 216 14. Instalasi pengolahan air limbah 204 15. Instalasi pengolahan limbah padat 44 16. Menara air 100 17. Cylinder gas chamber 66 18. Rumah jaga 128 19. Koridor 978 20. Lapangan 1.548 21. Unit penelitian dan pengembangan Total 200 28.483 Sumber: PT Indofarma (Persero), Tbk (Juli, 2008) 4.4 Struktur Organisasi PT Indofarma (Persero), Tbk. dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang dibantu oleh 3 direktur, yaitu Direktur Produksi, Direktur Pemasaran dan Umum, serta Direktur Keuangan dan SDM. Masing-masing direktur membawahi bidang, dan tiap bidang membawahi beberapa seksi. Selain itu, ada beberapa bagian yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan ketiga direktur lainnya yaitu Corporate Secretary, Perencanaan logistik, Manajemen Resiko dan GCG (Good Corporate Governance) serta Bagian Pengembangan Herbal dan Food Suplemen. Sedangkan bagian Satuan Pengawas Internal (SPI) bertanggung jawab langsung pada Direktur Utama. Masing-masing bidang dipimpin oleh seorang Manager. Manager bertanggung jawab dalam menyusun dan mengesahkan prosedur-prosedur tertulis, memantau kegiatan di masing-masing bidang baik personil, mesin, peralatan, prosedur kerja dan lingkungan proses produksi apakah selalu memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dalam pedoman CPOB atau telah terjadi penyimpangan sehingga segera memerlukan tindakan perbaikan. Manager dibantu oleh asisten manager untuk menjalankan tugasnya dan mengadakan pertemuan rutin dengan karyawan untuk mengingatkan agar karyawan selalu menerapkan prinsip CPOB dalam setiap proses produksi obat yang dilakukan. Untuk membantu pelaksanaan tugas bidang, manager perlu didukung oleh asisten manager, supervisor, mandor, dan tenaga terlatih dalam jumlah yang efektif dan efisien. Masing-masing personil memiliki job description yang jelas sehingga setiap bagian dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien serta setiap pengambilan keputusan tidak ada intervensi dari pihak lain. Adapun struktur organisasi PT. Indofarma dapat dilihat pada Gambar 4. Presiden Direktur Direktur Produksi Auditor Internal Direktur Umum dan Marketing Direktur Sumber Daya Manusia dan Keuangan Sekretaris Pengembangan Usaha Strategis Manajemen Resiko & GCG Pengembangan makananan Suplemen dan Herbal Unit Produksi I Pemasaran Produk Ethical Teknologi Informasi Unit Produksi II Pemasaran OTC Laporan Keuangan Makanan Bayi dan Herbal Logistik Produk Jadi Keuangan Perawatan dan Mesin Manajemen Bisnis I PPIC Manajemen BisnisII SDM R&D Pengadaan Pendukung Kantor Pengendalian kualitas Logistik dan bahan baku Gambar.4 Struktur Organisasi PT.Indofarma (Persero),Tbk. Budgeting & Control 4.5 Ketenagakerjaan Sumber Daya Manusia yang ada di PT Indofarma (Persero), Tbk. per 31 Desember 2007 sebanyak 1.758 karyawan, 1.419 diantaranya adalah karyawan tetap dan diantara karyawan tetap ini, 544 adalah karyawan IGM. Sementara, pada tahun sebelumnya Perseroan memiliki 1.728 karyawan dan hanya 1.374 yang merupakan karyawan tetap, termasuk 464 karyawan di IGM. Latar belakang pendidikan 36,75 persen karyawan perusahaan memiliki latar belakang pendidikan D3 ke atas, 8 diantaranya karyawan bergelar S2. Komposisi ini memberikan gambaran bahwa Indofarma memiliki kekuatan sumber daya manusia yang cukup terdidik, yang merupakan syarat untuk mengelola perusahaan farmasi modern dengan baik. Sedangkan dari komposisi usia, sebesar 59,61 persen karyawan Indofarma berusia kurang dari 40 tahun, dengan komposisi karyawan yang muda tersebut maka Indofarma memiliki daya dukung sumber daya manusia yang produktif dalam jangka panjang. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas kerja di PT Indofarma (Persero), Tbk. dilakukan pelatihan-pelatihan terhadap karyawan. Pelatihan ini berada di bawah koordinasi Direktorat Umum dan SDM. Pelatihan dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar perusahaan. Pelatihan di dalam harus dilakukan oleh orang yang telah mendapat sertifikat (terkualifikasi) dan efektifitas penerapannya dinilai secara berkala. Materi pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan bidang pekerjaan yang dihadapi tiap karyawan disamping materi-materi umum tentang CPOB, K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin). Indofarma berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusianya selain dengan program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan penugasan dari masing-masing karyawan, juga mengikutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK), menyediakan fasilitas kesehatan (Poliklinik dan Apotek Indofarma), fasilitas olahraga (lapangan bola, lapangan basket, dan lapangan tenis), dan fasilitas penunjang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perusahaan dan anak perusahaan menyelenggarakan program pensiun iuran pasti untuk seluruh karyawan tetapnya. Program pensiun dikelola oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Kontribusi perusahaan dan Karyawan masing-masing sebesar sebelas persen dan 2dua persen dihitung dari penghasilan dasar pensiun per bulan karyawan. Beban kontribusi Perusahaan dibukukan sebagai beban tahun berjalan. Perusahaan dan anak perusahaan menyelenggarakan program manfaat PHK karyawan (post-retirement benefit) sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan penetapan Uang pesangon. Selisih antara total kewajiban pada saat penerapan pertama kali dan kewajiban yang telah diakui perusahaan pada tanggal yang sama, diberlakukan sebagai penyesuaian saldo laba awal periode dari periode yang paling dini yang disajikan kembali. Imbalan kerja tersebut didasarkan pada masa kerja dan penghasilan karyawan. Metode penilaian yang digunakan oleh aktuaria adalah metode projected unit credit yang mencerminkan jasa pekerja pada saat penilaian. 4.6 Jenis Produk Produk merupakan segala bentuk output yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan baik berupa barang maupun jasa yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan pelanggan. Produk yang dihasilkan oleh PT Indofarma (Persero), Tbk. tergolong dalam produk yang berupa barang, antara lain: 1. Produk Etical (OGB, lisensi, nama dagang) PT Indofarma (Persero), Tbk. memproduksi obat generik (Obat Generik Berlogo) sebagai produk utama. Selain itu juga memproduksi obat dengan nama dagang dan lisensi. Produk berlisensi adalah obat yang diproduksi untuk perusahaan lain atau diproduksi dengan membeli royalti dari perusahaan lain. Saat ini PT Indofarma (Persero), Tbk. mulai memperluas target pasar dengan memproduksi obat branded generic atau obat generik dengan nama dagang dengan harga terjangkau, yang merupakan program pemerintah untuk penyediaan obat bagi masyarakat. 2. OTC dan Herbal Medicines PT Indofarma (Persero), Tbk. telah mengembangkan obat-obat tradisional yang bahan bakunya berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri memiliki nama produk berawalan “pro” seperti prolipid, prouric, probagin, dan proasi. Sedangkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari luar negeri memiliki nama produk berawalan ”Bio” seperti Bioginko, Biovision, dan Biokaroten. OTC merupakan produk obat jadi yang bermerk dan beredar bebas di masyarakat. Obat OTC yang diproduksi antara lain OBH Indo plus, Proflu, Ferrolat, Indomag,dan Bioralit. Untuk mengurangi ketergantungan usaha terhadap Obat Generik Berlogo (OGB), Indofarma meluncurkan produk Obat Bebas (Over The Counter, OTC) generik. Dua belas macam OTC generik ini lebih dikenal dengan nama Indo Obat Serbu. Dipasarkan dengan harga yang lebih murah dibanding dengan obat sejenis yang bermerek, Indo Obat Serbu ini mendukung Sistem Kesehatan Nasional dari sisi yang berbeda dibanding OGB yang masih merupakan produk utama Indofarma. Dua belas item produk ini dapat dilihat pada lembar Lampiran 1. 3. Alat kesehatan Selain memproduksi obat, PT Indofarma (Persero), Tbk. juga bekerja sama dengan perusahaan luar negeri memasarkan dan mendistribusikan alat kesehatan, antara lain kateter, urin bag, blood bag, dan syringe. 4. Produk lainnya Produk lain di bidang pelayanan kesehatan yang diproduksi sendiri antara lain Infant Food (Makanan Pendamping ASI), mesin-mesin farmasi (Mesin blistering, mesin stripping dengan merk Indomach) dan test kit untuk menguji garam iodium. Saat ini, Indofarma memproduksi 218 item obat, 53 diantaranya sangat aktif beredar di pasar. Dari portofolio perusahaan yang cukup lengkap ini, 60 item adalah OND (Obat dengan Nama Dagang), termasuk enam jenis obat herbal yang telah diterima masyarakat luas seperti Prolipid dan Biovision. Tahun 2007, PT Indofarma (Persero), Tbk. meluncurkan 22 item produk baru, satu diantaranya adalah OND. Selebihnya adalah OGB (Obat Generik Berlogo) dan 12 item Indo Obat Serbu yang merupakan produk OTC (Over The Counter) khas Indofarma. BAB V GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN 5.1 Karakteristik Pemimpin PUR adalah laki-laki yang berumur 49 tahun yang menjabat sebagai Manager R&D. Latar belakang PUR berasal dari kalangan orang yang sederhana. Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk selalu mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. PUR selalu diajarkan untuk hidup mandiri dan selalu bekerja keras. Berkat kerja keras dan jerih payahnya, PUR dapat sekolah sampai perguruan tinggi dan mendapatkan gelar master. Namun, Latar belakang pendidikan PUR, tidak membuat PUR menjadi orang yang sombong. Hal ini disebabkan atas cara pandang PUR yang menganggap bahwa ada beberapa orang yang mendapat kesempatan hidup lebih baik dan ada juga orang yang belum mendapat kesempatan tersebut. Sifat atasan yang selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan membuat atasan selalu menghormati karyawan-karyawannya. Dalam hal pengalaman kepemimpinan, beliau semenjak SMA aktif dalam kegiatan OSIS dan disaat menjadi mahasiswa beliau pun aktif dalam organisasi dan kepanitiaan yang diadakan dikampus. SY adalah seorang laki-laki yang berumur 52 tahun, yang menjabat sebagai Manager SDM. Latar pendidikan formal SY adalah lulusan perguruan tinggi dan bergelar master. Semenjak menjadi mahasiswa beliau aktif dalam organisasi dikampus. Latar belakang tersebut membuat SY, percaya diri dalam memimpin sebuah organisasi. Sebelum menjabat sebagai Manager SDM, SY pun pernah berkarir di perusahaan lain sehingga beliau sudah mempunyai pengalaman sebagai pemimpin. Semenjak kecil SY oleh orang tuanya selalu diajarkan untuk hidup disiplin, karena memang pada saat itu orang tuanya berasal dari kalangan militer. Latar belakang pengalaman tersebut membuat SY menjadi pemimpin yang tegas dan percaya diri dalam mengambil keputusan. Namun ketegasan beliau tidak membuat karyawan takut padanya, karena ketegasan beliau semata-mata dalam pekerjaan. “Ketegasan saya dalam memberikan sanksi kepada karyawan dikarenakan dahulu saya memang sudah dididik untuk disiplin oleh orang tua saya, karena pada waktu itu orang tua saya mempunyai latarbelakang sebagai militer”. (SY, 52 tahun Manager SDM) Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan R&D sebagai berikut: “Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun, Karyawan R&D) Perilaku atasan dalam bergaul yang tidak memisahkan diri dengan karyawan, membuat rasa simpatik karyawan pada atasan. Terbukti disaat jam istirahat atasan mau shalat berjamaah dengan karyawan, yang tidak membedabedakan antara atasan dan karyawan. Sikap atasan yang seperti itu, dapat mempererat rasa kekeluargaan pada bagian SDM dan R&D. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut: “Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM) Rasa solidaritas yang tinggi juga terlihat pada bagian SDM dan R&D. Jika ada karyawan yang sakit biasanya atasan berinisiatif untuk mengajak karyawan lain untuk menjenguk karyawan yang sakit tersebut. Kepekaan atasan terhadap karyawan memberikan kesadaran bagi karyawan untuk saling menolong jika ada karyawan yang terkena musibah atau kesulitan dalam bekerja. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut: “jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari dikarenakan sakit, atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama kesana.”(NN, 32 tahun, karyawan SDM) 5.2 Gaya Kepemimpinan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada responden karyawan mempunyai penilaian yang berbeda-beda terhadap atasannya. Penilaian tersebut seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada karyawan, sikap atasan dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian atasan terhadap kegiatan karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan. Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan direktif sebanyak 20 persen, sedangkan 63,3 persen menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan konsultatif, dan sebanyak 13,3 persen menilai atasannya bergaya kepemimpinan partisipatif, dan sisanya 4 persen menilai atasannya bergaya kepemimpinan delegatif. Adapun persentase jumlah responden dalam menilai atasannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Responden Karyawan dalam Menilai Gaya Kepemimpinan Atasan Gaya Kepemimpinan Direktif Konsultatif Partisipatif Delegatif Jumlah Jumlah Responden Karyawan Orang % 6 20 19 63,3 4 13,3 1 4 30 100 5.2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif Responden yang menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif sebanyak 20 persen. Responden menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif dalam hal-hal tertentu, biasanya dalam hal pemberian sanksi terhadap karyawan. Pengawasan kerja yang dilakukan oleh atasan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja karyawan. Pengawasan tersebut lebih mengarahkan karyawan untuk bekerja lebih baik sesuai dengan peraturan kerja yang telah disepakati oleh karyawan. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja. Pengarahan yang dilakukan atasan semata-mata untuk meminimalisir karyawan dalam melakukan kesalahan kerja. Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan terhadap pelanggaran peraturan kerja, biasanya langsung diputuskan oleh atasan. Jika karyawan nyatanyata melakukan kesalahan fatal atau kesalahan dilakukan yang berulang-ulang maka atasan dapat memberhentikan karyawan tersebut guna tegaknya disiplin kerja di perusahaan. Gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan oleh atasan dalam menegakkan peraturan kerja berguna untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan diperusahaan. Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan secara tegas dalam memberikan sanksi merupakan ciri dari gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan atasan karena atasan mengambil keputusan tanpa melibatkan karyawan. Jika karyawan sudah dapat menegakkan disiplin dan menanamkan kepercayaan terhadap peraturan kerja maka proses kerja akan lebih efektif dan efisien. “Pada dasarnya peraturan sudah ada pada setiap perusahaan dan harus dipatuhi oleh karyawan maupun atasan lainnya. Jika ada pelanggaran biasanya ada sanksinya, baik berupa teguran, surat peringatan, atau PHK. Namun PHK biasanya dilakukan oleh atasan jika karyawan tersebut sering melanggar peraturan kerja”. (SY, 52 tahun, Manager SDM) “jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturutturut dikarenakan sakit, biasanya atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama kesana tapi kalau karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, atasan langsung memberikan surat peringatan kepada karyawan tersebut”.(NN, 32 tahun, karyawan SDM) Menurut ungkapan manager (SY, 52 tahun) maka terlihat bahwa peraturan memang sudah terdapat pada perusahaan namun untuk pemberian sanksi atasanlah yang sepenuhnya memutuskan. Selaras dengan ungkapan NN, karyawan SDM mengatakan bahwa atasan akan memberikan sanksi kepada karyawannya jika selama 3 hari berturut-turut tidak masuk tanpa keterangan. Akan tetapi, atasan pun mempunyai jiwa sosial yang tinggi jika karyawan tersebut sakit, dimana atasan mempunyai inisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lainnya. 5.2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan konsultatif sebanyak 63,3 persen. Hal ini terlihat dari perhatian terhadap tugas dan karyawan sama besar. Atasan selain memperhatikan kesulitan yang dialami oleh para karyawan, juga memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas dalam memberikan perintah atau tugas, yang dapat membantu dalam pencapaian hasil yang baik dan kelancaran dalam bekerja. Adanya kerja sama yang baik antar karyawan membuat pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja. Perhatian atasan kepada karyawan pun beraneka ragam, kadang kala atasan memberikan pujian, bonus, atau kenaikan jabatan jika karyawan tersebut memang sangat berprestasi dalam bekerja. Kenaikan jabatan tidak semata-mata atasan yang menentukannya, Peran teman sekerjanya pun mempunyai peran dalam memutuskannya. Atasan selalu mendiskusikan masalah kenaikan jabatan kepada teman sekerja yang bersangkutan, karena teman kerjanya yang mempunyai penilaian yang lebih objektif dibandingkan atasan yang melihat dari sisi pekerjaannya saja. “Kenaikan jabatan pada karyawan berprestasi masih sering dilakukan untuk mengisi jabatan yang kosong pada bagianbagian tertentu dan lebih diutamakan karyawan yang sudah lama mengabdi. Keputusan ini dilihat dari penilaian atasan dan penilaian teman sekerjanya”. (SY, 52 tahun, Manager SDM) Menurut ungkapan SY (Manager SDM) terlihat bahwa atasan cenderung memutuskan kenaikan jabatan karyawan dengan cara mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada teman kerja yang bersangkutan. Keputusan atasan dalam mempromosikan karyawan ini tergolong gaya kepemimpinan konsultatif, karena walaupun atasan yang menentukan keputusan, tetapi masih melibatkan peran karyawan lainnya. Perhatian terhadap karyawan dapat dilihat dari adanya hubungan yang baik antara atasan dan karyawan. Kedekatan karyawan dengan atasan tidak hanya terjalin dalam bekerja namun juga terjalin diluar pekerjaan. Jika terdapat kendalakendala yang berhubungan dengan pekerjaan, karyawan pun biasanya langsung berkonsultasi dengan atasannya, baik datang langsung ke ruangan atasan atau berkonsultasi di saat rapat berlangsung. “Saya menganggap karyawan seperti teman saya saja, jadi karyawan pun tidak segan-segan jika ingin berkonsultasi dengan saya, baik masalah pekerjaan maupun diluar pekerjaan. tapi biasanya kalau berkonsultasi untuk masalah diluar pekerjaan disaat jam istirahat, karena mereka juga paham dan bisa membedakan antara jam kerja dan jam istirahat”. (PUR, 49 Tahun, Manager R&D) “Pada saat rapat setiap perwakilan dari tiap seksi menyampaikan laporan mengenai pekerjaan masing-masing.” (ST,43 tahun, Karyawan SDM) Menurut ungkapan karyawan SDM (ST, 43 tahun) terlihat bahwa dalam hal tugas, karyawan sering mendiskusikan pada saat terjadi rapat. Proses diskusi dan konsultasi biasanya jika ada laporan kemunduran dari beberapa seksi (misalnya penjualan menurun) sehingga atasan mencari penyebabnya dan memutuskan langkah-langkah untuk memecahkan masalah tersebut. Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya. “Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun, Karyawan R&D) Berdasarkan ungkapan karyawan R&D (PW, 25 tahun) menunjukkan bahwa karyawan mempunyai rasa kagum terhadap atasannya. Hal ini memberikan dampak positif terhadap kondisi kerja, dimana karyawan merasa nyaman dengan atasannya yang mengakibatkan karyawan semangat dalam bekerja. 5.2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif Responden yang menilai atasan menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif sebanyak 13,3 persen. Biasanya atasan lebih partisipatif dalam hal menetapkan kebijakan yang beresiko seperti menetapkan harga produk baru yang akan didistribusikan ke pasar atau konsumen. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan manager dan karyawan SDM, yang mengatakan bahwa : “Ide, saran, dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berharga bagi kemajuan perusahaan, sehingga disaat rapat diperlukannya ide-ide cemerlang dari perwakilan tiap seksi”.(SY, 52 tahun, Manager SDM) “Saat rapat biasanya, atasan melibatkan perwakilan tiap seksi. Atasan pun selalu memberikan kesempatan karyawan dalam menyampaikan saran atau kritiknya, karena atasan pernah bilang ke saya kalau masukan dari karyawan sangat diperlukan untuk kemajuan perusahaan.”(NI, 41 tahun, supervisor) Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan. Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan tercipta pada suasana kerja di bagian SDM dan R&D sehingga timbul koordinasi yang baik dan suasana kerja yang komunikatif. Selain itu, Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu tentang peraturan-peraturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja karyawan hingga hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti oleh karyawan. Jika ada peraturan terbaru dari perusahaan biasanya dibahas pada saat rapat dan hasilnya ditempel dimading-mading tiap departemen sehingga karyawan menjadi tahu dan tidak ada alasan untuk melanggar, kecuali sakit atau ada keluarga yang sedang berduka. (NI, 41 tahun, supervisor) 5.2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan delegatif sejumlah empat persen. Tidak banyak karyawan yang menilai gaya kepemimpinan atasan ialah gaya kepemimpinan delegatif dikarenakan memang tergolong jarang atasan dalam memberikan tanggung jawab penuh terhadap pekerjaan. Semua tanggung jawab pekerjaan selalu dilaporkan kembali kepada atasan. Gaya kepemimpinan delegatif, biasanya diterapkan atasan jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia bekerja diluar jam kerja. Hal ini diketahui antara lain dari hasil wawancara dengan seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut : “bekerja lembur memang jarang ada, namun terkadang jika ada pekerjaan yang benar-benar menumpuk, dan karyawan mengajukan untuk lembur guna mempercepat pekerjaan, biasanya atasan memperbolehkannya.(Na, 31 tahun, karyawan R&D) 5.3 Ikhtisar Gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer lebih cenderung kepada gaya kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya kepemimpinan direktif, partisipatif, dan delegatif juga diterapkan pula oleh atasan dalam hal-hal tertentu. Penerapan gaya kepemimpinan yang dilakukan atasan disesuaikan dengan situasi pada lingkungan pekerjaan tersebut. Gaya kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai perhatian terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang berprestasi. Perhatian atasan terhadap ,pekerjaan biasanya dengan memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja. Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi terhadap karyawan yang melanggar. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran peraturan kerja yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat keputusan tanpa mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan. Gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan dalam hal menetapkan kebijakan yang beresiko. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan. Gaya kepemimpinan delegatif, diterapkan atasan jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia bekerja diluar jam kerja. BAB VI TINGKAT MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN Tingkat motivasi dalam bekerja tidak lepas dari faktor-faktor motivasi, seperti gaji, peraturan perusahaan, hubungan rekan kerja, hubungan atasan dengan bawahan, keinginan untuk berprestasi, pengakuan serta tanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Pada penelitian ini, faktor-faktor motivasi dikaji untuk melihat bagaimana hubungan faktor motivasi dengan motivasi kerja karyawan. 6.1 Tingkat Motivasi Kerja Motivasi kerja karyawan menjadi daya penggerak yang meningkatkan semangat kerja seseorang dan mendorong orang tersebut untuk mengembangkan kreativitas serta mengarahkan semua kemampuan dan energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang tinggi. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Motivasi kerja karyawan tercermin dari sikap positif karyawan dalam melaksanakan semua pekerjaannnya. Pada penelitian ini motivasi dilihat dari 3 indikator yaitu bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja. Namun, lemburan dalam bekerja tidak terjadi setiap hari, hanya saja jika ada pekerjaan yang banyak dan belum terselesaikan. Biasanya karyawan yang sudah menikah lebih semangat untuk berlembur dibandingkan dengan karyawan yang belum menikah dikarenakan karyawan yang sudah menikah mempunyai tanggungan yang lebih selain dirinya sendiri. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut : “Saya sih senang-senang saja kalau disuruh lembur sama atasan, kan lumayan kalau lembur bisa nambah-nambah penghasilan”.(Na, 31 tahun, karyawan R&D) Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana kerja yang komunikatif. Begitu juga yang terjalin antar sesama karyawan, kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut : “Kerjasama antar karyawan disini cukup baik, kalau saya ada kesulitan dalam hal-hal tertentu saya suka menanyakan kepada karyawan lainnya, apalagi waktu saya baru-baru kerja disini saya nanya mulu sama karyawan yang sudah senior”. (NN, 32 tahun, karyawan SDM) Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Saling membantunya karyawan senior terhadap karyawan yang baru merupakan indikasi dari kerjasama antar karyawan disana tergolong erat. Begitu juga yang terjadi antara atasan dengan bawahan, mau bersosialisasinya atasan dengan karyawan disaat jam istirahat menimbulkan citra yang baik terhadap atasan sehingga timbul rasa solidaritas antar sesama karyawan dan atasan. Rasa tanggung jawab dalam bekerja terlihat dari bersedianya karyawan bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Tepat waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab mereka terhadap peraturan yang dibuat perusahaan. Adapun jumlah tingkat motivasi kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah Responden Karyawan Menurut Tingkat Motivasi Kerja Motivasi Kerja Karyawan Tinggi Sedang Rendah Jumlah Jumlah Responden Karyawan Orang % 25 83,3 5 16,7 30 100 Berdasarkan tabel terlihat bahwa sebagian besar karyawan mempunyai motivasi kerja yang tinggi dan tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi kerja yang rendah. Bersedianya karyawan dalam bekerja keras, bekerjasama, dan bertanggung jawab atas pekerjaan merupakan indikator dari motivasi kerja karyawan. Bekerja keras karyawan terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja dan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 6.1.1 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Gaji Sebagian besar responden menilai gaji yang mereka peroleh dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, hal tersebut diiringi dengan keterampilan mereka dalam mengelola keuangan yang mereka peroleh. Tambahan upah lembur yang ditetapkan perusahaan meningkatkan motivasi mereka dalam bekerja. Hal ini terungkap dari seorang karyawan yang mengatakan bahwa: “Saya sih senang-senang saja kalau disuruh lembur sama atasan, kan lumayan kalau lembur bisa nambah-nambah penghasilan”.(Na, 31 tahun, karyawan R&D) Berdasarkan ungkapan tersebut dapat dilihat bahwa karyawan bersedia menggunakan waktu di luar jam kerja untuk mempercepat pekerjaan mereka dengan cara lembur dalam bekerja. Salah satu motivasi mereka dalam bekerja lembur yaitu untuk menambah penghasilan. Jumlah responden karyawan menurut motivasi terhadap gaji dan tingkat motivasi kerja dapat dlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Gaji dan Tingkat Motivasi Kerja Motivasi terhadap Gaji Tinggi Sedang Rendah Jumlah Tingkat Motivasi Kerja Tinggi 13 12 25 Sedang 4 1 5 Rendah - Jumlah Responden Karyawan Orang % 13 43,3 16 53,3 1 3,4 30 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,005 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap gaji. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,504 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap gaji yang tergolong erat. 6.1.2 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan Peraturan dan kebijakan yang ada pada sebuah perusahaan bertujuan untuk menjadikan karyawan disiplin dalam bekerja. Perbedaan waktu kerja antar bagian dipandang oleh para karyawan bukan merupakan suatu masalah, karena hal itu pun disesuaikan dengan pendapatan yang diterimanya. Umumnya karyawan merasa senang apabila diadakan lembur oleh perusahaan karena hal itu akan menjadi pendapatan lebih bagi karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun jumlah responden yang termotivasi bekerja terhadap peraturan dan kebijakan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan serta Tingkat Motivasi kerja Motivasi terhadap Peraturan dan Kebijakan Perusahaan Tinggi Sedang Rendah Jumlah Tingkat Motivasi Kerja Tinggi Sedang Rendah 17 7 1 25 4 1 5 - Jumlah Responden Karyawan Orang % 17 11 2 30 56,6 36,7 6,7 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,014 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap peraturan dan kebijakan perusahaan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,445 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap peraturan dan kebijakan perusahaan yang tergolong erat. Karyawan memandang bahwa semua peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh perusahaan bertujuan untuk mendukung kelancaran kegiatan perusahaan, sehingga hal itu pun akan bermanfaat bagi karyawan itu sendiri. Para karyawan mengerti bahwa peraturan dan kebijakan perusahaan berlaku bagi semua karyawan perusahaan tanpa kecuali. Sebagian besar karyawan pun bersedia dikenakan sanksi apabila melanggar peraturan. Tepat waktu pada saat datang bekerja merupakan salah satu indikasi bahwa karyawan pada bagian SDM dan R&D disiplin dalam mematuhi peraturan perusahaan. “Disiplin kerja karyawan timbul dikarenakan kebiasaan karyawan terhadap peraturan yang berlaku dan tidak ada alasan bagi karyawan untuk tidak mengetahui peraturan disini karena hampir di tiap mading departemen terdapat peraturan perusahaan”. (SY, 52 tahun, Manager SDM) 6.1.3 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Rekan Kerja Hubungan yang baik antar karyawan akan menciptakan koordinasi dan komunikasi yang baik dalam bekerja sehingga semua akan berdampak terhadap pencapaian kinerja yang baik pada perusahaan. Keeratan yang terjalin antara sesama rekan kerja umumnya didasari oleh kebersamaan para karyawan dimana mereka merasa satu tujuan, satu nasib dan sepenanggungan. Baiknya hubungan tersebut juga dikarenakan oleh kesadaran para karyawan tentang perlunya kerjasama yang baik dalam rangka pemenuhan dan tujuan perusahaan. Selain itu terkadang perusahaan memberikan fasilitas untuk rekreasi antar karyawan, jika terdapat libur panjang. Maksud tujuan tersebut ialah memberikan hiburan kepada karyawan untuk melepas rasa jenuh akibat rutinitas kerja dan menjalin silaturahmi antar karyawan. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut : Dulu-dulu sih indofarma suka ngadain rekreasi perdepartemen, tapi sekarang-sekarang sudah jarang, palingan inisiatif dari karyawan sendiri. (Na, 31 tahun, karyawan R&D) Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahwa rasa kekeluargaan memang sudah terbentuk pada setiap karyawan. Inisiatif karyawan dalam mengadakan rekreasi merupakan cara karyawan dalam meningkatkan rasa kekeluargaan disana. Rasa kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan betah bekerja disana, karena menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri, dan belum tentu rasa kekeluargaan tersebut terjalin di perusahaan lain. Tabel 9. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Hubungan Rekan Kerja dan Tingkat Motivasi Kerja Motivasi terhadap Tingkat Motivasi Kerja Jumlah Responden Hubungan Rekan Karyawan Kerja Tinggi Sedang Rendah Orang % Tinggi 24 2 26 86,6 Sedang 1 3 4 13,4 Rendah 6,7 Jumlah 25 5 30 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap rekan kerja diperusahaan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,739 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap rekan kerja diperusahaan. yang tergolong cukup kuat 6.1.4 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Atasan-Bawahan Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana kerja yang komunikatif. Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu tentang peraturanperaturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja karyawan hingga hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti oleh karyawan. Kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam pekerjaan dapat dilihat dari perhatian atasan terhadap ide dan saran yang berasal dari bawahan, atasan dalam memberikan bimbingan kepada bawahan, pemberian pujian atau kritik terhadap bawahan. Selain itu, kedekatan atasan dan bawahan di luar pekerjaan dapat dilihat pula dari penilaian karyawan terhadap atasan dan bawahan ketika diluar jam kerja. Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM) Komentar CH, karyawan SDM menunjukkan bahwa atasan disana tidak memisahkan diri dengan bawahan, yang terbukti disaat jam istirahat atasan sering shalat berjamaah bersama karyawan lainnya. Rasa saling menghormati antara atasan dan bawahan pun tercipta tidak hanya pada saat bekerja saja, namun diluar pekerjaan atasan tetap memberikan contoh teladan yang baik, dengan bertegur sapa jika bertemu dengan karyawan lainnya. Perhatian yang diberikan atasan terhadap bawahan menciptakan keharmonisan dalam bekerja sehingga menimbulkan semangat karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun jumlah responden yang termotivasi kerja terhadap hubungan atasan-bawahan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap hubungan Atasan-Bawahan dan Tingkat Motivasi kerja Motivasi terhadap Hubungan AtasanBawahan Tinggi Sedang Rendah Jumlah Tingkat Motivasi Kerja Tinggi 18 7 25 Sedang 1 3 1 5 Rendah - Jumlah Responden Karyawan Orang % 19 63,3 10 33,3 1 3,4 30 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,008 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja hubungan atasanbawahan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,474 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap hubungan atasanbawahan diperusahaan. yang tergolong erat. . 6.1.5 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Prestasi Sebagian besar responden mempunyai motivasi yang tinggi terhadap prestasi. Keinginan karyawan dalam berprestasi, merupakan hal yang umum bagi setiap karyawan, karena hampir setiap karyawan ingin mendapatkan jenjang karir yang lebih baik. Keinginan tersebut diiringi dengan kesungguhan mereka dalam bekerja. Adanya kebijakan kenaikan jenjang karir bagi karyawan yang berprestasi membuat semakin termotivasinya karyawan dalam bekerja. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar karyawan menyatakan bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan dan bersedia bekerja keras dalam mencapai target perusahaan. Rata-rata responden yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai motivasi untuk berprestasi dalam bekerja. Kesediaan tersebut mengindikasikan bahwa karyawan memang bersungguh-sungguh dalam bekerja. Jumlah responden yang termotivasi bekerja terhadap prestasi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja Motivasi terhadap Prestasi Tinggi Sedang Rendah Jumlah Tingkat Motivasi Kerja Tinggi 25 25 Sedang 2 3 5 Rendah - Jumlah Responden Karyawan Orang % 27 90 3 10 30 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,828 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi tergolong cukup kuat. 6.1.6 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Pengakuan Pengakuan dapat menyebabkan karyawan merasa betah, rajin, dan berusaha untuk selalu mencapai hasil yang lebih baik. Atasan selalu memberikan pujian dan penghargaan kepada karyawan atas prestasi, dedikasi dan pengabdian yang sudah diberikan karyawan kepada perusahaan. Adanya pengakuan membuat karyawan lebih bersemangat dalam bekerja, karena pada umumnya karyawan berkeinginan mendapatkan pengakuan dari atasanya atas pekerjaannya. Pengakuan pada bagian SDM dan R&D ditujukan untuk karyawan yang berprestasi saja, yang kemudian dipromosikan oleh atasannya untuk naik jabatan atau mendapat kenaikan gaji. Kenaikan gaji, sering dilakukan atasan terhadap karyawan yang sudah lama mengabdikan dirinya pada perusahaan Indofarma. Responden pun mempunyai beragam motivasi terhadap pengakuan yang diberikan atasan. Ada yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan ada juga yang mempunyai motivasi rendah. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perlakuan yang berbeda yang didapatkan karyawan oleh atasannya. Adapun jumlah responden yang termotivasi terhadap pengakuan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Pengakuan dan Tingkat Motivasi Kerja Motivasi terhadap Pengakuan Tinggi Sedang Rendah Jumlah Tingkat Motivasi Kerja Tinggi 16 8 1 25 Sedang 5 5 Rendah - Jumlah Responden Karyawan Orang % 16 53,3 13 43,3 1 3,4 30 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,042 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,373 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi tergolong cukup erat. 6.1.7 Motivasi Kerja terhadap Tanggung jawab Motivasi kerja terhadap tanggung jawab merupakan kepercayaan yang diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya. Responden pun mempunyai beragam motivasi terhadap tanggung jawab yang diberikan atasan. Ada yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan ada juga yang mempunyai motivasi rendah. Namun, sebagian besar responden mempunyai motivasi yang tinggi terhadap tanggung jawab. Perbedaan motivasi terhadap tanggung jawab yang berbeda disebabkan adanya perlakuan yang berbeda yang didapatkan karyawan dari atasannya. Tanggung jawab yang tergolong tinggi, diindikasikan dengan ketepatan karyawan dalam datang bekerja dan bersedia menerima sanksi jika melanggar peraturan tersebut. Tabel 13. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Tanggung Jawab dan Tingkat Motivasi Kerja Motivasi terhadap Tanggung Jawab Tinggi Sedang Rendah Jumlah Tingkat Motivasi Kerja Tinggi 24 1 25 Sedang 5 5 Rendah - Jumlah Responden Karyawan Orang % 24 80 6 20 30 100 Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05 memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap tanggung jawab. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,373 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap tanggung jawab tergolong cukup kuat. 6.2 Ikhtisar Sebagian besar karyawan sebanyak 83,3 persen mempunyai tingkat motivasi yang tinggi dan tidak ada satu pun karyawan yang mempunyai tingkat motivasi rendah, walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai tingkat motivasi yang sedang dalam bekerja. Tingkat motivasi kerja tidak lepas dari faktor-faktor motivasi, seperti gaji, peraturan perusahaan, hubungan rekan kerja, hubungan atasan dengan bawahan, keinginan untuk berprestasi, pengakuan serta tanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan yang tergolong erat dengan motivasi kerja. Tingkat motivasi kerja yang tinggi dilihat dari 3 indikator yaitu karyawan bersedia bekerja keras, bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja. Biasanya karyawan yang sudah menikah lebih semangat untuk berlembur dibandingkan dengan karyawan yang belum menikah dikarenakan karyawan yang sudah menikah mempunyai tanggungan yang lebih selain dirinya sendiri. Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. selain itu, rasa kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan betah bekerja disana, dan menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri, dan belum tentu rasa kekeluargaan tersebut terjalin di perusahaan lain. Begitu juga yang terjadi pada hubungan antara atasan dengan bawahan. Rasa saling menghormati antara atasan dan bawahan baik dalam bekerja maupun disaat istirahat menciptakan hubungan yang harmonis sehingga menimbulkan semangat karyawan dalam bekerja. Rasa tanggung jawab dilihat dari tepat waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab karyawan terhadap peraturan yang dibuat perusahaan. BAB VII HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN Setiap responden mempunyai penilaian yang berbeda terhadap atasannya. Penilaian tersebut seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada karyawan, sikap atasan dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian atasan terhadap kegiatan karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan. Hasil penelitian pada bagian SDM dan R&D menunjukkan tingkat motivasi yang berbeda-beda antar karyawan. Motivasi tersebut mempunyai hubungan dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan. Gaya kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai perhatian terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang berprestasi. Perhatian atasan terhadap pekerjaan biasanya dengan memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja. Gaya kepemimpinan konsultatif pun mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena semua karyawan mempunyai motivasi yang tinggi dan tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah dalam gaya kepemimpinan konsultatif. Walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai motivasi yang sedang terhadap gaya kepemimpinan tersebut. “Penghargaan atasan kepada karyawan yang berprestasi, semata-mata untuk menghargai kesungguhannya dalam bekerja dan membuat karyawan bekerja lebih baik lagi”. (SY, 52 tahun, Manager SDM) “Kalau menurut saya pribadi kenaikan jabatan yang diberikan atasan kepada karyawan yang berprestasi selama ini, membuat saya lebih semangat dalam bekerja, kan kali aja nanti saya bisa naik jabatan”. (ST,43 tahun, Karyawan SDM) Berdasarkan ungkapan SY (Manajer SDM) dan ST (Karyawan SDM), maka dapat diketahui bahwa keputusan atasan dalam memberikan pengakuan kepada karyawan yang berprestasi dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan untuk bekerja lebih baik. Keputusan yang diambil atasan merupakan salah satu teknik gaya kepemimpinan atasan dalam memotivasi karyawan. Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi terhadap karyawan. Umumnya atasan lebih cenderung mengawasi dan mengarahkan karyawan baru dibandingkan karyawan yang sudah senior karena atasan menganggap karyawan baru, masih butuh banyak pengarahan dan bimbingan dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran peraturan kerja yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat keputusan tanpa mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan karyawan R&D, yang mengatakan bahwa : “Atasan disini memang baik-baik dan tidak sombong, tapi kalau yang namanya sudah melanggar peraturan seperti telat terus kalau masuk kerja, ya tetap saja atasan bakal menegurnya”. (PW, 25 tahun, Karyawan R&D) Gaya kepemimpinan partisipatif ditandai dengan komunikasi dua arah dan pengambilan keputusan turut melibatkan karyawan. Hal tersebut terlihat pada saat rapat untuk menetapkan kebijakan, dimana selalu melibatkan perwakilan tiap seksi untuk menghadiri rapat dan menanyakan kepada perwakilan tiap seksi mengenai masalah-masalah yang terjadi, dan didiskusikan bersama untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Gaya kepemimpinan partisipatif pun mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah dalam gaya kepemimpinan tersebut. Walaupun hanya beberapa karyawan yang memandang atasannya mempunyai gaya kepemimpinan partisipatif. Pada gaya kepemimpinan delegatif, karyawan mempunyai motivasi yang tinggi. Namun gaya kepemimpinan tersebut tergolong jarang diterapkan oleh pemimpin, hanya saja jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan biasanya atasan menerapkan gaya kepemimpinan tersebut. Pendelegasian tersebut biasanya dalam memberikan perintah lembur kepada karyawan. Terdapatnya motivasi yang tinggi pada gaya kepemimpinan delegatif, dikarenakan pada umumnya karyawan bersedia untuk lembur yang dapat menambah penghasilan karyawan. Adapun hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan Gaya Kepemimpinan Direktif Konsultatif Partisipatif Delegatif Jumlah Rendah - Motivasi Sedang 2 3 5 Tinggi 6 17 1 1 25 Jumlah (orang) 6 19 4 1 30 7.1 Ikhtisar Gaya kepemimpinan konsultatif lebih cenderung sering diterapkan atasan dalam memimpin walaupun pada situasi tertentu atasan juga menerapkan gaya kepemimpinan direktif, partisipatif dan delegatif. Hubungan yang positif antara gaya kepemimpinan konsultatif dan motivasi kerja karyawan terlihat dari tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi yang rendah terhadap gaya kepemimpinan tersebut. Sebagian besar karyawan mempunyai motivasi yang tinggi, walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai motivasi yang sedang. Gaya kepemimpinan konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang berprestasi. Gaya kepemimpinan partisipatif terlihat pada saat rapat untuk menetapkan kebijakan, dimana selalu melibatkan perwakilan tiap seksi untuk menghadiri rapat dan menanyakan kepada perwakilan tiap seksi mengenai masalah-masalah yang terjadi, dan didiskusikan bersama untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Gaya kepemimpinan partisipatif pun mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah dalam gaya kepemimpinan tersebut. Walaupun hanya beberapa karyawan yang memandang atasannya mempunyai gaya kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan delegatif biasanya diterapkan dalam memberikan perintah lembur kepada karyawan. Terdapatnya motivasi yang tinggi pada gaya kepemimpinan delegatif, dikarenakan pada umumnya karyawan bersedia untuk lembur yang dapat menambah penghasilan karyawan. BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan berikut. 1. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer adalah gaya kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya-gaya kepemimpinan direktif, partisipatif, dan delegatif juga diterapkan dalam hal-hal dan situasi tertentu. Pada saat menerapkan peraturan kerja, atasan menerapkan gaya kepemimpinan direktif, dengan melakukan pengawasan yang ketat dan memberikan sanksi terhadap karyawan yang melanggar. Selain itu, gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan atasan pada saat rapat menetapkan kebijakan, karena atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti. Gaya kepemimpinan delegatif, biasanya diterapkan atasan jika ada pekerjaan yang belum terselesaikan, dan mendelagasikannya kepada karyawan untuk bekerja lembur. 2. Tingkat motivasi kerja karyawan tergolong tinggi, yang dilihat bersedianya karyawan untuk bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja. Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Adanya rasa kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan betah bekerja disana, dan menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri. Tepat waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab karyawan terhadap peraturan yang dibuat perusahaan. 3. Gaya kepemimpinan konsultatif cenderung menghasilkan motivasi kerja yang tinggi di kalangan karyawan. Namun, penerapan gaya kepemimpinan direktif, partispatif, dan delegatif juga cenderung menghasilkan motivasi kerja yang tinggi. Hal ini karena disamping faktor-faktor motivasi juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan. 8.2 Saran Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Atasan sebaiknya tetap mempertahankan gaya kepemimpinan yang sudah ada, namun gaya kepemimpinan tersebut disesuaikan dengan situasi yang ada pada lingkungan kerja. 2. Atasan diharapkan dapat mempertahankan kondisi motivasi kerja karyawan dengan menciptakan kebersamaan antar karyawan, seperti rekreasi karyawan atau olah raga bersama, guna menjaga keeratan sesama karyawan maupun atasan. DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani. 1987. Manajemen Organisasi. Jakarta : PT. Bina Aksara. Anonim. 2008. Annual Report. Bekasi: PT Indofarma (Persero) Tbk. Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta : Arga. Bailey. 1982. Methods of Social Research. Edisi ke-2. Newyork: The Free Press Hakiem, Hilman. 2003. Kepemimpinan Dalam Syariah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasibuan, M. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta:Bumi Aksara. Hidayat, Nuryllah. 2005. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Efektivitas Kerja Pegawai dalam Organisasi Pemerintahan[Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mayasari. 2008. Mempelajari Aspek Tata Letak dan Penanganan di PT Indofarma (Persero) Tbk. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pulungan, Ismail. 2001. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Universitas Terbuka. Rivai. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. PT. Raja Grafindo Persada. Siagian, Sondang. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : PT.Rineka Cipta. Singarimbun. Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Yogyakarta : LP3ES. Stoner, James AF dan R Edward Freeman. 1994. Manajemen. Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta:Intermedia. Thoha, Miftah. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta : PT. Gramedia. Wahjosumidjo, 1987. Kepemimpinan dan Motivasi dalam Kepemimpinan. Jakarta: Ghalia Indonesia. ,1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wiriadihardja, H. Moeftie. 1957. Dimensi Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Balai Pustaka. Lampiran 1. KUISIONER PENELITIAN Nomor Kuisioner : Hari/Tanggal Wawancara : HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN Panduan pengisian Pertanyaan yang diajukan dan jawaban-jawaban yang diterima sematamata untuk tujuan penelitian. Isi dan pilihlah salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan memberi tanda (x) pada setiap jawaban yang anda pilih. Pastikan bahwa jawaban-jawaban yang anda berikan adalah jawaban yang jujur, apa adanya dan sesuai dengan kenyataan di lapangan. Terima kasih ketersediaan, kerjasama, dan bantuan dari Bapak/Ibu/sdr berikan. Identitas Responden a) Nama b) Umur c) Jenis Kelamin d) Pendidikan Terakhir e) f) g) h) Lama bekerja Jabatan Divisi/Bagian Status Pernikahan : : : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan : ( ) Tamatan SD/Sederajat ( ) Tamat SMP/Sederajat ( ) Tamat SMU/Sederajat ( ) Tamat D3/Sederajat ( ) Tamat SI : : : : menikah/belum menikah Petunjuk pengisian kuisioner : Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang anda rasa paling tepat No Pernyataan Jawaban 5 4 3 2 1. Komunikasi yang terjalin antara anda dengan atasan X tergolong sering 2. Hubungan anda dengan atasan diluar pekerjaan X tergolong erat Keterangan: 5:Sangat setuju 2:Tidak setuju 4:Setuju 1:Sangat tidak setuju 3:Biasa saja 1 A. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN I. Komunikasi No Pernyataan Jawaban 5 4 3 2 1 1. Komunikasi yang terjalin antara anda dengan atasan tergolong sering namun hanya sebatas pada pekerjaan 2. Atasan anda sering memberikan pengarahan/ bimbingan dalam bekerja 3. Ketika sedang berdiskusi, atasan anda selalu menyampaikan ide, saran atau kritik untuk kemajuan perusahaan 4. Atasan anda sering memberikan saran atau kritik pada hasil pekerjaan yang dilakukan karyawan 5. Atasan sering memberikan pengarahan mengenai standar kerja dari perusahaan II. Pemecahan Masalah No Pernyataan 5 Jawaban 4 3 2 1 5 Jawaban 4 3 2 1 1. Atasan anda sering mengajak karyawan dalam merumuskan pemecahan masalah 2. Karyawan diikutsertakan dalam memecahkan masalah yang terjadi pada perusahaan namun keputusan diambil oleh atasan 3. Atasan sering mengambil keputusan disaat rapat 4. Ketika terjadi konflik antar karyawan, respon atasan anda ialah mendiskusikan masalah tetapi penyelesaian masalah diselesaikan oleh atasan 5. Atasan anda mempunyai peran dalam mengambil keputusan yang telah dirundingkan bersama-sama karyawan B. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP FAKTOR MOTIVASI KERJA I. Gaji No Pernyataan 1. 2. 3. 4. 5. Gaji yang anda peroleh mencukupi kebutuhan seharihari Gaji yang anda terima membuat anda meningkatkan produktivitas dalam bekerja Bonus yang diberikan perusahaan pada waktu-waktu tertentu meningkatkan motivasi anda dalam menyelesaikan pekerjaan Tambahan upah lembur yang ditetapkan perusahaan meningkatkan motivasi anda dalam bekerja Tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan membuat anda termotivasi dalam bekerja II. Peraturan dan Kebijakan Perusahaan No Pernyataan 1. 2. 3. 4. 5. 5 Jawaban 4 3 2 1 5 Jawaban 4 3 2 1 5 Jawaban 4 3 2 1 Peraturan yang dilakukan perusahaan membuat anda disiplin dalam bekerja Peraturan mengenai upah lembur membuat anda semangat dalam menyelesaikan pekerjaan Sanksi yang diberlakukan perusahaan apabila karyawan melanggar aturan membuat anda lebih semangat dalam bekerja Pengawasan yang dilakukan atasan dalam bekerja, membuat anda bekerja lebih baik Kebijakan yang dilakukan perusahaan mengenai tunjangan/gaji karyawan membuat anda lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja III. Hubungan dengan Rekan Sekerja No Pernyataan 1. Adanya kesempatan anda dalam bersosialisasi dengan sesama rekan sekerja diluar pekerjaan (saat istirahat, sepulang kerja, dll) membuat anda lebih nyaman dalam bekerja 2. Terjalinnya kerjasama antar sesama rekan kerja membuat anda lebih semangat dalam bekerja 3. Anda dan sesama rekan kerja anda sering bersosialisasi walaupun di luar pekerjaan (silahturahmi) 4. Terjalinnya kerjasama yang baik dengan rekan sesama kerja anda tidak hanya terjadi di dalam bekerja namun di luar pekerjaan juga kami menjalin persahabatan 5. Saran dan kritik dari rekan kerja membuat anda bekerja lebih baik IV. Hubungan atasan dengan bawahan No Pernyataan 1. 2. 3. 4. 5. Atasan sering memberikan perhatian mengenai ide, usulan, keluhan dari karyawan Ketika atasan anda memberikan pengarahan/bimbingan dalam hal pekerjaan, dapat membuat anda termotivasi dalam bekerja lebih baik Pujian yang diberikan atasan kepada anda membuat anda lebih bersemangat dalam bekerja Atasan anda sering bersosialisasi dengan sesama karyawan di luar pekerjaan(saat istirahat, sepulang kerja, dll) Hubungan yang dekat dengan atasan membuat anda lebih semangat dalam bekerja V. Prestasi No 1. 2. 3. 4. 5. 2. 3. 4. 5. 2. 3. 4. 5. Jawaban 4 3 2 1 5 Jawaban 4 3 2 1 5 Jawaban 4 3 2 1 Pernyataan Atasan sering memberikan pujian terhadap karyawan yang bekerja dengan baik Pujian yang diberikan atasan membuat anda lebih semangat dalam bekerja Bonus yang diberikan perusahaan jika bekerja dengan baik membuat anda lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja Atasan anda menghargai setiap hasil kerja yang anda lakukan Penghargaan dari perusahaan dan pujian dari atasan membuat anda termotivasi untuk bekerja lebih baik VII. Tanggung jawab No 1. 5 Anda bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan Anda bersedia bekerja keras dalam mencapai target perusahaan Pencapaian target perusahaan membuat saya termotivasi dalam bekerja Ketika anda diperintahkan lembur oleh atasan untuk mencapai target, anda dengan senang hati menerima lembur tersebut Anda bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan standar kerja VI. Pengakuan No 1. Pernyataan Pernyataan Anda bersedia bekerja keras sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan Anda bersedia bekerja keras dalam pencapaian target Anda bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan standar kerja Anda bersedia lembur untuk memenuhi target perusahaan Anda bersedia menjaga nama baik perusahaan C. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP MOTIVASI KERJA No Pernyataan 5 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Anda bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Anda bersedia menggunakan waktu di luar jam kerja untuk mempercepat penyelesaian penyelesaian pekerjaan. Anda bersedia lembur untuk memenuhi target perusahaan. Anda bersedia bekerja keras untuk mencapai tujuan perusahaan. Anda selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu Anda bersedia bekerjasama dalam bekerja Anda selalu memberikan dorongan dan semangat kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan Anda bersedia membantu kesulitan rekan kerja asatu bagian dalam menyelesaikan pekerjaannya Anda bersedia menerima sanksi apabila melakukan kesalahan dalam pekerjaan Anda bersedia memperbaiki kesalahan yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan Anda bersedia bekerja keras sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan Anda bersedia bekerja keras dalam pencapaian target Anda bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan standar kerja Anda bersedia lembur untuk memenuhi target perusahaan Anda bersedia menjaga nama baik perusahaan Jawaban 4 3 2 1 Panduan pertanyaan 1. Bagaimana hubungan anda dengan atasan? 2. Apakah anda sering berhubungan dengan atasan anda diluar pekerjaan? 3. Apakah atasan anda sering memberikan waktu untuk memberikan ide, saran atau kritik jika sedang berdiskusi? 4. Bagaimana cara atasan anda memberikan pengarahan, penghargaan atas prestasi kerja dan motivasi kerja selama ini? 5. Bagaimana cara atasan anda dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi diperusahaan ? 6. Apakah gaji yang anda dapat dari perusahaan membuat anda bersemangat bekerja? 7. Apakah peraturan dan kebijakan perusahaan, membuat anda bekerja lebih baik dan lebih disiplin? 8. Bagaimana hubungan anda dengan rekan sekerja anda? 9. Apakah anda sering berhubungan dengan rekan sekerja anda diluar pekerjaan? 10. Apakah anda bersedia bekerja lembur untuk mengejar target perusahaan?