hubungan antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja

advertisement
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN
MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI
PERUSAHAAN
(Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat)
FACHRI AZHAR
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRACT
The existence and development of an enterprise is determined by the factor of
leadership. Corporate leadership is important and interesting to study in the effort
to understand the company's growth and its prospects in the future. So, the aim of
this study is to analyze the leadership styles used by managers, in order to find the
relationship between leadership styles and the motivation of subordinates. This
study uses a combination of quantitative method and qualitative method. The
results show that the consultative leadership style tends to produce a high
motivation among employees. The application of directive leadership,
participative, and delegate style also tend to produce a high motivation in
different situation. However. the motivation is also influenced by other motivation
factors.
Keywords: Leadership style and motivation
RINGKASAN
FACHRI AZHAR. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi
Kerja Karyawan Dalam Organisasi Perusahaan (Di bawah Bimbingan SAID
RUSLI)
Setiap perusahaan, baik perusahaan besar, perusahaan sedang maupun
kecil mempunyai visi dan misi. Visi dan misi perusahaan ini akan mengarahkan
setiap perusahaan dalam melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Eksistensi dan perkembangan suatu
perusahaan sangat ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Kepemimpinan
perusahaan penting dan menarik untuk diteliti dalam upaya memahami
perkembangan perusahaan yang terjadi dan prospeknya pada masa depan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis gaya kepemimpinan yang
digunakan oleh manajer dalam organisasi perusahaan. (2) Mengkaji tingkat
motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan. (3) Mengkaji hubungan
gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di
perusahaan PT.Indofarma (Persero) Tbk. Cikarang Barat, Cibitung-Bekasi, Jawa
Barat. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang karyawan yang bekerja
di perusahaan PT.Indofarma. Responden pun dipilih secara acak (random) dengan
pertimbangan banyaknya jumlah karyawan dan sebagai asas keterwakilan dari
sejumlah karyawan disana.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah perpaduan metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara
dengan responden ataupun informan yang terkait dengan penelitian. Wawancara
dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dan kuesioner terlampir.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi
kualitatif yang memperkuat analisis kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan
manajer (atasan) cenderung pada gaya kepemimpinan konsultatif, namun pada
situasi-situai tertentu atasan juga menerapkan gaya kepemimpinan direktif,
partisipatif, dan delegatif. Responden yang menilai atasan mempunyai gaya
kepemimpinan konsultatif sebanyak 63,3 persen, sedangkan 20 persen menilai
atasan mempunyai gaya kepemimpinan direktif, dan sisanya menilai atasannya
bergaya kepemimpinan partisipatif sebanyak 13,3 persen dan gaya kepemimpinan
delegatif empat persen.
Tingkat motivasi kerja karyawan tergolong tinggi, yang dilihat
bersedianya karyawan untuk bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab.
Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan
dalam bekerja. Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu
karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Adanya rasa kekeluargaan yang sudah
melekat membuat karyawan betah bekerja disana, dan menganggap bahwa rekan
kerja sudah seperti keluarga sendiri. Tepat waktunya karyawan pada saat masuk
jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk mempercepat
penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab karyawan
terhadap peraturan yang dibuat perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian, gaya kepemimpinan konsultatif cenderung
menghasilkan motivasi kerja yang tinggi di kalangan karyawan. Namun,
penerapan gaya kepemimpinan direktif, partispatif, dan delegatif juga cenderung
menghasilkan motivasi kerja yang tinggi. Hal ini karena disamping faktor-faktor
motivasi juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan.
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN
MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI
PERUSAHAAN
(Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi
Provinsi Jawa Barat)
Oleh :
Fachri Azhar
I34051173
Skripsi
Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
2009
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:
Nama
: Fachri Azhar
NRP
: I34051173
Judul
: Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi
Kerja Karyawan dalam Organisasi Perusahaan
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Said Rusli, MA
NIP. 19450621 196902 1 001
Mengetahui,
Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat
Ketua
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal Kelulusan :
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL “HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN
MOTIVASI
KERJA
KARYAWAN
DALAM
ORGANISASI
PERUSAHAAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, 2 September 2009
FACHRI AZHAR
I34051173
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 30 April 1986, anak dari Muhamad
Nur dan Umsah yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis
menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 62 Jakarta pada tahun
2004. Disela-sela tahun 2004-2005 penulis mencari pengalaman kerja terlebih
dahulu, sambil menunggu SPMB pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis
diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah melewati satu tahun di Tingkat
Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima pada Mayor Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dengan Minor Agribisbis.
Penulis aktif dalam kepanitiaan dan organisasi di sekitar kampus. Adapun
kepanitiaan yang pernah diikutinya yaitu Profile Companies Expo sebagai ketua
pada tahun 2007 yang diadakan KOPMA IPB, Panitia Cookies sebagai
Koordinator Logistik dan Transportasi yang diadakan BEM KM IPB pada tahun
2007, panitia Futsal Nasional sebagai Koordinator Danus pada tahun 2007 yang
diadakan BEM KM IPB. Selain itu, penulis aktif juga di organisasi HIMASIERA
sebagai staf, KOPMA sebagai anggota aktif, FORSIA sebagai koordinator
perekonomian dan BEM KM sebagai staf PSDMi yang semuanya itu berlangsung
pada tahun 2007-2008.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Hubungan antara Gaya Kepemimpinan
dengan Motivasi Kerja Karyawan dalam Organisasi Perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis gaya kepemimpinan yang
digunakan oleh manajer dalam organisasi perusahaan; (2) Mengkaji tingkat
motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan; dan (3) Mengkaji
hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Pembimbing,
serta pihak-pihak yang membantu Penulis, baik langsung maupun tidak langsung
dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Demikian skripsi ini penulis
sampaikan semoga bermanfaat.
Bogor, 2 September 2009
Fachri Azhar
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
dukungan moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ir. Said Rusli, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
ilmu, bimbingan dan motivasi kepada penulis selama proses penulisan skripsi
hingga dapat diselesaikannya penulisan skripsi ini.
2. Ir.Murdianto, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama pada ujian
skripsi penulis.
3. Martua Sihaloho, SP., MSi. atas kesediaannya menjadi dosen penguji wakil
departemen.
4. Keluarga penulis. Ayah, Ibu, Kakak, dan Adikku tercinta yang telah
memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus selama
penulis menimba ilmu sejak bangku sekolah hingga kuliah. “Ayah, Ibu berkat
doa dan dukungannya, anakmu ini selalu menjadi orang yang optimis
terhadap impian-impiannya”.
5. Ibu Lia Muliani, Ibu Ismindia, Bapak Probowinanto dan Karyawan PT.
Indofarma khususnya responden dan informan, atas kesediannya berbagi
informasi dan pengalaman dalam rangka penyelesaian penelitian skripsi ini.
6. Seluruh dosen pengajar dan staf di Departemen Sains KPM, atas segala
pengetahuan, bakti dan kemudahan yang diberikan selama penyelesaian
skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1.1 Latar Belakang......................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................
1
3
3
4
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........
2.1 Kepemimpinan......................................................................................
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan ........................................................
2.1.2 Karakteristik Pemimpin.............................................................
2.1.3 Fungsi-fungsi Kepemimpinan ...................................................
2.1.4 Gaya Kepemimpinan dalam Proses Pengambilan Keputusan .....
2.2 Motivasi................................................................................................
2.2.1 Pengertian Motivasi ..................................................................
2.2.2 Faktor Motivasi.........................................................................
2.2.3 Perbandingan Teori Maslow dengan Teori Herzberg .................
2.3 Kerangka Pemikiran...............................................................................
2.3.1 Hipotesis .......................................................................................
2.3.2 Definisi Konseptual......................................................................
2.3.3 Definisi Operasional.....................................................................
6
6
6
7
9
11
16
16
17
20
21
23
23
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
3.1 Pendekatan Penelitian ...........................................................................
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................
3.3 Metode Pemilihan Responden ...............................................................
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...................................................
30
30
30
31
31
32
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN.......................................
4.1 Sejarah perusahaan...............................................................................
4.2 Perkembangan Perusahaan ..................................................................
4.3 Lokasi dan Tata Letak Pabrik ..............................................................
33
33
35
40
4.4 Struktur Organisasi ...............................................................................
4.5 Ketenagakerjaan...................................................................................
4.6 Jenis Produk..........................................................................................
41
44
46
BAB V GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
PERUSAHAAN.............................................................................
5.1 Karakteristik Pemimpin........................................................................
5.2 Gaya Kepemimpinan............................................................................
5.2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif ....................................................
5.2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif.................................................
5.2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif .................................................
5.2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif ...................................................
5.3 Ikhtisar.................................................................................................
48
50
51
51
53
55
56
57
BAB VI TINGKAT MOTIVASI KERJA KARYAWAN
DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN ...................................
6.1 Tingkat Motivasi Kerja ........................................................................
6.1.1 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Gaji .....................................
6.1.2 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Peraturan dan Kebijakan
Perusahaan..................................................................................
6.1.3 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Rekan Kerja ........
6.1.4 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Atasan-Bawahan .
6.1.5 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Prestasi.................................
6.1.6 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Pengakuan............................
6.1.7 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Tanggung Jawab ..................
6.2 Ikhtisar.................................................................................................
59
59
61
62
64
65
67
68
69
70
BAB VII HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN
MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM
ORGANISASI PERUSAHAAN ................................................
7.1 Ikhtisar....................................................................................................
72
75
BAB VIII PENUTUP..................................................................................
8.1 Kesimpulan.............................................................................................
8.2 Saran....................................................................................................
82
82
83
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
LAMPIRAN ................................................................................................
84
86
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Range Score untuk Gaya Kepemimpinan ...............................................
25
2. Range Score untuk Tingkat Motivasi .....................................................
26
3. Jumlah Responden .................................................................................
31
4 Fasilitas Produksi PT Indofarma (Persero) Tbk ......................................
41
5. Jumlah Responden Karyawan dalam Menilai
Gaya Kepemimpinan Atasan..................................................................
51
6. Jumlah Responden Karyawan Menurut Tingkat Motivasi Kerja..............
61
7. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Gaji
Tingkat Motivasi Kerja ..........................................................................
62
8. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Peraturan dan Kebijakan Perusahaan serta Tingkat Motivasi Kerja.........
63
9. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Hubungan Rekan Kerja dan Tingkat Motivasi Kerja ..............................
65
10. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Hubungan Atasan-Bawahan dan Tingkat Motivasi Kerja .......................
66
11. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja.......................................................
68
12. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja.......................................................
69
13. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Tanggung Jawab dan Tingkat Motivasi Kerja.........................................
70
14. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan........ 74
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow ......................................................
18
2. Kerangka Pemikiran.................................................................................
22
3. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk...........................................................
39
4. Struktur Organisasi PT.Indofarma (Persero) Tbk......................................
43
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional Indonesia menuju negara maju tidak lepas dari
pembangunan di bidang kesehatan, yang diarahkan pada tercapainya kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh warga Indonesia.
Pembangunan kesehatan akan terwujud apabila faktor-faktor penunjang kesehatan
masyarakat berkembang secara optimal, seperti tersedia dan terpenuhinya
kebutuhan masyarakat akan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Untuk dapat
mencapai hal tersebut maka perlu diperhatikan pengadaan obat dengan jumlah dan
jenis yang memadai, serta mutu yang terjamin dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat luas.
Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) sebagai pedoman yang harus diterapkan oleh industri farmasi agar obat
yang dihasilkan bermutu dan berkualitas bagi masyarakat. CPOB memuat aturan
yang menyeluruh tentang pembuatan obat mulai dari proses awal sampai akhir,
termasuk aturan mengenai perangkat yang terkait dengan proses pembuatan
produk seperti peralatan dan sumber daya manusia.
Dunia industri farmasi, terutama dalam memasuki era perdagangan bebas
sebagai perusahaan farmasi terkemuka di ASEAN, PT Indofarma (Persero), Tbk.
harus mampu bersaing secara kompetitif dengan perusahaan lain, yaitu dengan
meningkatkan kualitas produk juga menerapkan efisiensi, efektifitas, dan
produktifitas yang tepat bagi operasi industrinya. Salah satu upaya tersebut yaitu
dengan suatu perencanaan dan perancangan sistem produksi yang tepat, meliputi
perencanaan dan perancangan perusahaan, sistem manajemen, dan operasinya
(Mayasari, 2008). Hal ini terkait pula dengan efektivitas kepemimpinan, dimana
kepemimpinan yang efektif akan menghasilkan efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan produksi, juga akan memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam
bekerja bagi seluruh pegawainya, sehingga akan meningkatkan pula produktifitas
dari perusahaan tersebut.
Menurut Drucker dalam Wiridihardja (1987), kepemimpinan (pemimpin)
yang efektif sangat langka dalam setiap organisasi dan perusahaan. Angka-angka
statistik menunjukkan bahwa dari seratus perusahaan yang mulai berdiri dan
beroperasi, hanya 50 persen atau setengahnya yang masih berdiri dalam tahun
kedua. Pada akhir tahun kelima pada umumnya kira-kira tinggal sepertiganya saja
yang masih tetap bertahan. Kegagalan, dari perusahaan-perusahaan itu sebagian
besar diidentifikasi, karena tidak adanya pemimpin yang efektif.
Peranan pimpinan yang dominan itu tampak lebih jelas apabila dikaitkan
dengan keharusan berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berubah dan
berkembang, antara lain karena kemajuan pesat yang terjadi di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pimpinanlah yang diharapkan mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan para tenaga pelaksana untuk menjawab tantangan dan
memanfaatkan peluang yang timbul. Pimpinanlah yang dianggap mampu melihat
implikasi bagi kehidupan organisasi (Wiridihardja, 1987).
Eksistensi dan perkembangan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh
faktor kepemimpinan. Kepemimpinan perusahaan penting dan menarik untuk
diteliti dalam upaya memahami perkembangan perusahaan yang terjadi dan
prospeknya pada masa depan. Salah satu aspek kepemimpinan yang penting terus
dipelajari adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan terhadap bawahan
(karyawan) yang dapat memotivasi karyawan secara efektif untuk bekerja lebih
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi
perusahaan.
Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini berupaya untuk mengkaji gaya
kepemimpinan yang diterapkan atasan dan hubungan terhadap motivasi kerja
karyawan dengan mengambil kasus organisasi perusahaan obat-obatan, yang
dalam hal ini PT. Indofarma, Tbk. Perusahaan ini merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), yang berdiri pada tahun 1918, dengan awal produksi sebagai
pembuatan salep dan pemotongan kasa pembalut hingga menjadi perusahaan
besar yang memproduksi obat-obatan. Perkembangan pengetahuan dan teknologi
yang diterapkan pemimpin PT. Indofarma, Tbk, menghasilkan kemajuan yang
cukup signifikan. Kemajuan tersebut tidak lepas dari peran pemimpin dalam
mengelola dan memotivasi karyawannya.
1. 2 Perumusan Masalah
Setiap perusahaan, baik perusahaan besar, perusahaan sedang maupun
kecil mempunyai visi dan misi. Visi dan misi perusahaan ini akan mengarahkan
setiap perusahaan dalam melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari visi dan misi inilah setiap perusahaan
akan melakukan perencanaan dan upaya-upaya strategis dalam mengelola
perusahaannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Faktor kepemimpinan seperti dalam hal gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh atasan (pemegang kekuasaan dan wewenang) berperan penting
dalam pengelolaan organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan sesuai dengan
visi dan misinya. Pada organisasi perusahaan PT. Indofarma seperti juga pada
perusahaan-perusahaan lainnya, terdapat kedudukan-kedudukan manajer yang
memimpin bawahan (karyawan) dengan kekuasaan dan wewenangnya. Orangorang pada kedudukan ini dengan gaya kepemimpinan tertentu berperan dalam
membina motivasi kerja karyawan dan berpengaruh terhadap keefektifan unit
organisasi atau jenjang organisasi dalam mencapai tujuan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah dikemukakan
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer dalam
organisasi perusahaan?
2. Bagaimana tingkat motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan?
3. Bagaimana hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja
karyawan?
1. 3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah dirumuskan, maka tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer dalam
organisasi perusahaan.
2. Mengkaji tingkat motivasi kerja karyawan dalam organisasi perusahaan.
3. Mengkaji hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja
karyawan.
1. 4 Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan gambaran umum bagi para pemimpin perusahaan
dalam melaksanakan kepemimpinan pada perusahaan.
2. Dapat
memberikan
masukan
kepada
PT.Indofarma
Tbk
dalam
mengembangkan kepemimpinan di perusahaan sehingga lebih mampu
mendorong dan meningkatkan motivasi kerja karyawan.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya dibidang kepemimpinan
dan manajemen dalam perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri
sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk
mencapai cita-cita bersama. Melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta
diimbangi dengan sikap disiplin mereka mengatasi masalah bersama karyawan
secara efektif dan efisien. Hal itu juga diimbangi oleh interaksi yang positif, yaitu
keterampilan utama dalam mengelola sumber daya manusia. Pemimpin juga harus
sensitif dalam berinteraksi, baik terhadap bahasa verbal, nada suara, maupun
nonverbal atau bahasa tubuh (body language) (Wahjosumidjo, 1987).
Wahjosumidjo (1987) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan
hubungan kekuatan dan kekuasaan. Kepemimpinan merupakan suatu bentuk
hubungan sekelompok orang, hubungan antara yang memimpin dengan yang
dipimpin, di mana hubungan tersebut mencerminkan seseorang atau sekelompok
orang berperilaku karena akibat adanya kewibawaan/kekuasaan yang ada pada
orang yang memimpin. Dalam hal ini orang yang memimpin lebih banyak
mempengaruhi dari pada dipengaruhi.
Menurut Agustian (2001), pemimpin yang dipercaya ialah pemimpin yang
memiliki integritas tinggi dengan penuh keberanian serta berusaha tanpa
mengenal putus asa untuk dapat mencapai apa yang seseorang cita-citakan. Citacita yang dimilikinya itu mampu mendorong dirinya untuk tetap konsisten dengan
langkahnya sehingga orang kemudian akan menilai dan memutuskan untuk
mengikutinya atau tidak mengikutinya. Integritas akan membuat seseorang
dipercaya, dan kepercayaan ini akan menciptakan pengikut. Integritas disini
maksudnya ialah kesesuaian antara kata-kata dan perbuatan yang menghasilkan
kepercayaan.
Siagian (2003) memaparkan bahwa kepemimpinan dalam konteks suatu
organisasi,adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki
jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa, sehingga
melalui perilaku yang positif, ia memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian
tujuan organisasi. Abdulsyani (1987), mendefinisikan kepemimpinan sebagai
suatu proses pemberian pengaruh dan pengarahan dari seorang pemimpin terhadap
orang lain (atau kelompok orang) untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan makna tentang kepemimpinan yaitu
suatu cara mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti apa yang diinginkan
dalam rangka mencapai tujuan bersama.
2.1.2 Karakteristik Pemimpin
Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh
setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Ada empat
karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin
(Sunindhia dan Widiyanti diacu dalam Hakiem 2003):
a. Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saransaran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya.
b. Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya.
c. Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada
organisasinya.
d. Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan
berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan.
Teori kepemimpinan berdasarkan ciri (traits theory) memberi petunjuk
tentang ciri-ciri pemimpin yaitu (Siagian, 2003):
a. Pengetahuan umum yang luas.
b. Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.
c. Kemampuan analitik.
d. Sifat inkuisitif atau rasa ingin tahu.
e. Keterampilan berkomunikasi secara efektif.
f. Kemampuan menentukan skala prioritas.
g. Rasionalitas.
h. Keteladanan.
i. Ketegasan.
j. Orientasi masa depan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa pemimpin
harus memiliki keahlian dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan orangorang yang dipimpin. Keahlian ini terlihat dari sifat, watak dan perilaku yang
tercermin dalam setiap tindakan.
Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa
karakteristik seperti (1) tanggung jawab seimbang, keseimbangan disini adalah
antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab
terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut; (2) model peranan yang
positif, peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang
diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu; (3) memiliki
keterampilan komunikasi yang baik, pemimpin yang baik harus bisa
menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat;
(4) memiliki pengaruh positif, pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap
karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif; (5)
mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin yang sukses
adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan
pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap sudut pandangnya serta
mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut
(Pulungan, 2001).
2.1.3 Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Menurut Siagian (2003), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki
adalah:
1. Penentuan arah yang hendak ditempuh oleh organisasi dalam usaha
pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya.
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak
diluar organisasi, terutama dengan mereka yang tergolong sebagai
“stakeholder”.
3. Komunikator yang efektif.
4. Mediator yang handal, khususnya dalam mengatasi berbagai situasi
konflik yang mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerja
yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya.
5. Integrator yang rasional dan objektif.
Dengan menjalankan fungsi kepemimpinan yang hakiki tersebut, pemimpin
diharapkan dapat membawa para pengikutnya ketujuan yang hendak dicapai.
Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa kepemimpinan
berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/
organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di
dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala
sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi
sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan
dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002):
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan
(direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau
keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas
pokok kelompok/organisasi.
Seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi harus melaksanakan
berbagai fungsi kepemimpinan. Menurut Frunzi dan Savini diacu dalam Hidayat
(2005) terdapat lima fungsi kepemimpinan yang merupakan karakteristik
kepemimpinan, yaitu:
1. Pengajaran, dengan memberikan pengarahan khusus, saran dan bimbingan
kepada karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
2. Konseling, dengan mewawancarai para karyawan dan membantu mereka
dalam menemukan jawabannya.
3. Evaluasi, dalam melakukan pengawasan, peninjauan, penilaian terhadap
karyawan sebagai timbal-balik terhadap kinerja karyawan.
4. Delegasi, dengan memberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang
kepada karyawan yang dirasa kompeten.
5. Pemberian imbalan, dengan menyediakan pengakuan nyata maupun tidak
nyata kepada karyawan yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
2.1.4 Gaya Kepemimpinan dalam Proses Pengambilan Keputusan
Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan suatu faktor yang
menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi atau perusahaan. Dalam arti
luas, kepemimpin dapat dipergunakan setiap orang dan tidak hanya terbatas
berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Kepemimpinan mengandung arti
kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain baik perorangan maupun
kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tatakrama
birokrasi karena kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi dan bisa
terjadi
dimana
saja,
asalkan
seseorang
menunjukkan
kemampuannya
mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu (Rivai,
2002).
Thoha (2003) menjelaskan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam
mengambil keputusan, terbagi atas empat gaya kepemimpinan yaitu:
1. Instruksi
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan, yang
dicirikan oleh komunikasi satu arah, pemimpin memberikan batasan
peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang mekanisme
pelaksanaan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan proses
pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin.
2. Konsultatif
Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi
dukungan, masih banyak memberikan pengarahan dan pengambilan
keputusan, tetapi diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua
arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar perasaan pengikut, baik
berupa ide maupun saran mereka tentang keputusan yang dibuat.
3. Partisipatif
Perilaku pemimpin yang tinggi dan rendah pengarahan, dalam hal ini
posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan di
pegang secara bergantian. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan
pemimpin adalah aktif mendengar. Tanggung jawab dan pembuatan
keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut.
4. Delegatif
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan,
pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan,
sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian
proses pembuatan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan.
Pada teori kepemimpinan situasional, terdapat empat gaya
kepemimpinan, yang dapat digunakan pemimpin didalam proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berikut (Likert dalam
Wahjosumidjo, 1987):
1. Gaya kepemimpinan direktif, yang dicirikan oleh:
a. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan
seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya
memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya.
b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan
tugas.
c. Konsultatif Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat.
d. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang
tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan.
e. Hubungan dengan bawahan rendah tidak memberikan motivasi kepada
bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena
pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan konsultatif, yang dicirikan oleh:
a. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh
pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan.
b. Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan
yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan
para bawahan.
c. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka
memberikan motivasi kepada bawahan.
d. Hubungan dengan bawahan baik.
3. Gaya kepemimpinan partisipatif, yang dicirikan oleh:
a. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila
pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran
dan pendapat dari bawahan.
b. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan
pekerjaan.
c. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang
penuh persahabatan dan saling mempercayai.
d. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas
pentingnya
peranan
bawahan
dalam
melaksanakan
tugas-tugas
organisasi.
4. Gaya kepemimpinan delegatif, yang dicirikan oleh:
a. Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan
bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah dengan bawahan.
b. Bawahan
mempunyai
hak
untuk
menentukan
langkah-langkah
bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan
rendah.
Gaya kepemimpinan adalah cara-cara khas yang digunakan atau
dilaksanakan oleh seseorang dalam rangka menjalankan kepemimpinannya.
Masing-masing pemimpin dapat memiliki gaya yang berbeda. Menurut
Wahjosumidjo (1993), gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi tugas:
a. Pemimpin selalu memberikan petunjuk-petunjuk kepada orang yang
dipimpin.
b. Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap orang
yang dipimpin.
c. Pemimpin meyakinkan kepada orang yang dipimpin bahwa tugas-tugas
harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada orang yang dipimpin:
a. Pemimpin
lebih
memberikan
motivasi
daripada
mengadakan
pengawasan terhadap orang yang dipimpin.
b. Pemimpin melibatkan orang yang dipimpin dalam mengambil
keputusan.
c. Pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan
kerjasama yang saling menghormati
diantara sesama anggota
kelompok.
Mengenai ukuran-ukuran gaya kepemimpinan, Fiedler dalam Siagian
(2003) mendefinisikan atas dasar tiga orientasi yang dapat diukur, yaitu:
1. Position power (kekuasaan posisi); kemampuan untuk mencapai produktifitas
yang tinggi melalui kerja sama.
2. Task structure (struktur tugas); suatu gaya yang mengutamakan adanya
kehendak atau keinginan untuk senantiasa menyelesaikan tugas atau
pekerjaannya.
3. Leader member relations (hubungan pemimpin dengan bawahan); suatu gaya
yang menunjukkan perhatian yang mengutamakan hubungan dengan faktor
manusia.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah suatu cara atau pola tindakan, tingkah laku pimpinan secara
keseluruhan dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.2 Motivasi
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Wahjosumidjo (1993) motivasi adalah dorongan kerja yang
timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar
mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) dimaksudkan
desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan
kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Kunci yang terpenting untuk itu tak
lain adalah pengertian yang mendalam tentang manusia. Manusia dalam aktivitas
kebiasaannya memiliki semangat untuk mengerjakan sesuatu asalkan dapat
menghasilkan sesuatu yang dianggap oleh dirinya memiliki suatu nilai yang
berharga, yang tujuannya jelas untuk melangsungkan kehidupannya, rasa tentram,
rasa aman dan sebagainya.
Menurut Hasibuan (2003) motivasi berasal dari kata latin movere yang
berarti‘dorongan atau daya penggerak’. Motivasi ini hanya diberikan kepada
manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena
dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan
antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus diberikan
pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian
pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Menurut Gitosudarmo dan Mulyono1 (1999) motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan
tertentu, Oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor
pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang
manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut.
Motivasi atau dorongan untuk bekerja sangat penting bagi tinggi rendahnya
produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja
untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah
ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar
dari para karyawan maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama
demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan
manusia dan lain sebagainya (Gitosudarmo dan Mulyono , 1999).
2.2.2 Faktor Motivasi
Teori Maslow memandang bahwa manusia pada dasarnya melakukan
tindakan
dengan
tujuan
untuk
memenuhi
kebutuhannya.
Maslow
mengklasifikasikan kebutuhan manusianya kedalam lima tingkatan (hierarki).
1
Gitosudarmo, dkk.1999.http://elqorni.wordpress.com/2008/05/03/motivasikerja/(diakses tgl 4maret 2009)
Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dari tingkat yang paling rendah
terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang lebih tinggi
lagi. Kebutuhan yang paling dasar yakni kebutuhan fisik atau fisiologis dan yang
paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri (Gambar1).
Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan saling memiliki
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan fisik/fisiologis
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow (Stoner dan Freeman, 1994)
Secara ringkas hierarki kebutuhan menurut Maslow dalam Stoner dan Freeman
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisik atau fisiologis mencangkup kebutuhan pokok manusia
dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti kebutuhan sandang,
pangan dan papan.
2. Kebutuhan rasa aman berwujud pada kebutuhan bebas dari ancaman baik
fisik maupun fisiologis, baik ditempat kerja ataupun diluar jam kerja.
3. Kebutuhan rasa memiliki atau sosialisasi mencangkup rasa kasih sayang,
rasa memiliki dan diterima dalam pergaulan maupun lingkungannya.
4. Kebutuhan penghargaan berhubungan dengan status yang mencakup akan
penghargaan diri serta pengakuan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri berupa dorongan untuk menjadi yang
diinginkan dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi
diri.
Herzberg diacu dalam Stoner dan Freeman (1994) mengembangkan teori
dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang
merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatifierssatisfier), atau faktor yang membuat orang yang merasa sehat dan faktor yang
memotivasi orang (hygiene-motivators), atau faktor ekstrinsik dan intrinsik
(extrinsic-intrinsic). Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh
dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu:
1. Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factors)
Menurut teori ini terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik yaitu
keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara karyawan,
apabila kondisi tersebut tidak ada. Kondisi ini adalah faktor yang membuat
orang tidak puas atau disebut juga hygiene factor. Faktor ini berhubungan
dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh kebutuhan (ketentraman)
badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus karena
kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor
pemeliharaan ini meliputi: gaji/imbalan, hubungan antar karyawan, kondisi
kerja, dan administrasi serta kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan.
Faktor-faktor ini bukan sebagai motivator, tetapi sebagai keharusan bagi
perusahaan.
2. Faktor-faktor Motivasi (Motivation Factors)
Faktor-faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis yang
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan, misalnya status, prestasi, pengakuan,
pekerjaan yang dilakukan, tanggung jawab, dan sebagainya.Teori dua
faktor ini disebut juga dengan Konsep Higiene. Kedua faktor ini ada yang
mempengaruhi kerja para pegawai yaitu faktor yang memberikan
kepuasan (faktor-faktor yang memotivasi) dihubungkan dengan faktorfaktor intrinsik yang membuat pekerjaan menjadi menarik, seperti :
prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan semua yang
berhubungan dengan isi dan imbalan dari prestasi kerja. Faktor-faktor
ketidakpuasan
(faktor hygiene) dihubungkan dengan faktor-faktor
ekstrinsik mencakup gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, dan semua
yang mempengaruhi konteks di mana kerja dilaksanakan.
2.2.3 Perbandingan Teori Maslow dengan Teori Herzberg
Hasibuan (2001) mengemukakan bahwa perbandingan antara teori
Maslow dan teori Herzberg adalah sebagai berikut:
1. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu
terdiri dari lima tingkat kebutuhan (kebutuhan fisik, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan akan penghargaan,
kebutuhan aktualisasi diri) sedangkan Herzberg mengelompokkannya
atas dua kelompok (faktor pemuas/motivasi dan bukan pemuas/faktor
pemelihara).
2. Menurut Maslow jumlah tingkat kebutuhan itu merupakan alat
motivator, sedang menurut Herzberg (gaji, upah dan yang sejenisnya)
merupakan alat pemelihara bukan alat motivasi, yang merupakan
motivator adalah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu
sendiri.
3. Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja belum diuji
coba kebenarannya, sedang teori Herzberg didasarkan atas hasil
penelitiannya.
Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan
cara terbaik dalam memotivasi semangat kerja agar mereka mau bekerja giat
untuk mencapai prestasi kerja yang optimal
2.3 Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat
orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha
mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau
bimbingan, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi
menjadi
renggang
(lemah).
Keadaan
ini
menimbulkan
situasi
dimana
perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu
keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya.
Pemimpin yang berhasil bukanlah yang berhasil dari sisi luas tidaknya
kekuasaan, namun lebih karena kemampuannya memberikan motivasi dan
kekuatan kepada orang lain. Perwujudan dari setiap kata dan langkah senantiasa
mampu memberi pengaruh kuat kepada orang lain. Seorang pemimpin akan
membimbing orang lain, mengarahkan orang lain, dan akan memberikan kekuatan
pada orang lain, akan memikul tanggung jawab yang paling besar dimana ia harus
menanggung resiko dari pemikiran dan tindakan orang lain akibat pengaruh yang
ia tanamkan. Dalam hal ini efektifitas kepemimpinan dapat membantu sebuah
organisasi dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Dimana diduga bahwa
terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan
sehingga memberikan semangat dalam bekerja dan pencapaian tujuan organisasi.
Gaya Kepemimpinan :
1. Direktif
2. Konsultatif
3. Partisipatif
4. Delegatif
Indikator gaya
kepemimpinan :
a. Komunikasi
b. Pemecahan masalah
Faktor-faktor motivasi :
1. Gaji
2. Peraturan dan Kebijakan
3. Hubungan Rekan Kerja
4. Hubungan AtasanBawahan
5. Prestasi
6. Pengakuan
7. Tanggung Jawab
Pencapaian
tujuan
organisasi
Indikator motivasi
kerja :
a. Bekerja keras
b. Bekerjasama
c. Tanggung jawab
Motivasi Kerja
Gambar 2.Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Hubungan mempengaruhi
Yang diteliti
2.3.1 Hipotesis
1. Diduga terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja
karyawan.
2. Diduga faktor-faktor motivasi mempunyai hubungan dengan motivasi
kerja karyawan.
2.3.2 Definisi Konseptual
1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan
perilaku bawahan.
2. Gaya direktif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin
melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atas berbagai
permasalahan yang dihadapi organisasi, dengan tidak melibatkan para
bawahannya, yang dilanjutkan
dengan pemberian perintah kepada
bawahannya.
3. Gaya konsultatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin
melaksanakan proses diskusi dan konsultasi dengan mendengarkan
berbagai pertimbangan ataupun keluhan dari para bawahannya, yang
dilanjutkan dengan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh
pemimpin.
4. Gaya partisipatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai, pemimpin dan
bawahan sama-sama terlibat didalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah.
5. Gaya delegatif adalah gaya kepemimpinan yang ditandai pemimpin
memberikan pelimpahan/pendelegasian wewenang pada bawahan, untuk
membuat/menetapkan keputusan dalam pemecahan suatu masalah, untuk
kemudian dilaksanakannya.
6. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang
karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan
tujuan perusahaan.
7. Gaji yaitu kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas
penghargaannya dalam bekerja, dalam berupa upah, tambahan bonus
(upah lembur), dan tunjangan-tunjangan lainnya.
8. Peraturan dan kebijakan perusahaan adalah cara yang ditetapkan oleh
perusahaan untuk menjalankan program-program perusahaan yang
mendukung karyawan untuk bertingkah laku dalam menghadapi
pekerjaannya.
9. Hubungan dengan rekan kerja adalah bentuk kerjasama yang dibina
dengan baik antar satu karyawan dengan karyawan lain baik dalam
menghadapi pekerjaan maupun dalam hubungan diluar pekerjaan.
10. Hubungan atasan dengan bawahan adalah hubungan timbal-balik antara
atasan dengan bawahan, baik didalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan.
11. Prestasi adalah pentingnya pencapaian prestasi sehingga prestasi ini
menjadi salah satu pendorong, pembangkit semangat kerja karyawan.
12. Pengakuan
adalah
imbalan
yang
diberikan
perusahaan
sebagai
penghargaan atas pencapaian prestasi sesuai dengan standar yang
ditentukan oleh perusahaan.
13. Tanggung jawab adalah kepercayaan yang diberikan atasan kepada
bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga bawahan merasa
mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya.
14. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu
organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.
2.3.3 Definisi Operasional
1. Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan
perilaku bawahan. Gaya kepemimpinan pun dibagi menjadi empat (Thoha,
2003), diantaranya yaitu instruksi, konsultasi, partisipasi, dan delegasi.
Pengukuran gaya kepemimpinan dilihat dari jumlah skor indikator
komunikasi
dan
pemecahan
masalah.
Gaya
kepemimpinan
pun
mempunyai skor maksimal berjumlah 50, sedangkan skor minimumnya
ialah 10, yang dibagi atas empat bagian, yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Range Skor untuk Gaya Kepemimpinan
Skor
10-19
20-29
30-39
40-50
Gaya Kepemimpinan
Delegatif
Partisipatif
Konsultatif
Direktif
Adapun indikator dari gaya kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut:
a) Komunikasi:
suatu
proses
berbagi
pesan
melalui
kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan. Komunikasi pun terbagi atas 5
bagian, yang masing-masing mempunyai skor, yaitu:
1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1
2. Tidak Sering dengan skor 2
3. Biasa dengan skor 3
4. Sering dengan skor 4
5. Sangat Sering dengan skor 5
b) Pemecahan masalah: keputusan yang diambil oleh atasan dalam
memecahkan suatu permasalahan. Pemecahan masalah pun terbagi
dalam 5 bagian yang masing-masing mempunyai skor, yaitu:
1. Sangat Tidak Sering dengan skor 1
2. Tidak Sering dengan skor 2
3. Biasa dengan skor 3
4. Sering dengan skor 4
5. Sangat Sering dengan skor 5
2. Motivasi adalah dorongan atau keinginan yang dimiliki oleh seorang
karyawan untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tujuan dirinya dan
tujuan perusahaan. Adapun indikator motivasi yaitu bekerja keras,
bekerjasama dan bertanggung jawab. Motivasi pun mempunyai skor
maksimal berjumlah 75, sedangkan skor minimumnya ialah 15, dan
dikelompokkan menjadi 3 bagian yang mempunyai skor masing-masing,
yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Range Skor untuk Tingkat Motivasi
Skor
15-34
35-54
55-75
Tingkat Motivasi
Rendah
Sedang
Tinggi
3. Gaji, dalam hal ini dikategorikan berdasarkan:
1) Rendah: pengharapan berupa upah pokok yang diberikan perusahaan
(skor 5-11).
2) Sedang: pengharapan berupa upah yang berasal dari upah pokok dan
tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan (skor 12-18).
3) Tinggi: pengharapan berupa upah pokok dan upah tambahan yang
berasal bonus dan tunjangan-tunjangan dari perusahaan (skor 19-25).
4. Peraturan dan kebijakan perusahaan, dalam hal ini dikategorikan sebagai
berikut :
1) Kurang disiplin: kurangnya pengawasan dalam bekerja dari perusahaan,
baik berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 5-11).
2) Cukup disiplin: adanya pengawasan dari perusahaan pada waktu-waktu
tertentu saja (skor 12-18).
3) Disiplin: adanya pengawasan yang sangat ketat dari perusahaan, baik
berupa kontrak tertulis maupun tidak tertulis (skor 19-25).
5. Hubungan dengan rekan sekerja, digolongkan menjadi beberapa kategori,
diantaranya yaitu :
1) Kurang baik: kurangnya kerjasama yang baik antar sesama pekerja
sehingga tercipta kondisi yang kurang harmonis (skor 5-11).
2) Cukup baik: terjalinnya kerjasama yang baik tetapi hanya sebatas
hubungan kerja (skor 12-18).
3) Baik: terjalinnya persahabatan yang erat antar sesama pekerja baik
dalam bekerja maupun di luar pekerjaan (skor 19-25).
6. Hubungan atasan dengan bawahan, dalam hal ini digolongkan menjadi
beberapa kategori yaitu:
1) Kurang
baik:
atasan
pujian/penghargaan,
tidak
pernah
memberikan
pengarahan,
motivasi dalam bekerja dan tidak menjalin
persahabatan dengan bawahan, baik dalam bekerja maupun di luar
pekerjaan (skor 5-11).
2) Cukup
baik:
atasan
hanya
sekedar
memberikan
pengarahan,
pujian/penghargaan, motivasi hanya sebatas hubungan kerja tetapi tidak
menjalin persahabatan di luar pekerjaan (skor12-18).
3) Baik: atasan sering memberikan pengarahan, pujian/penghargaan,
motivasi, perhatian terhadap ide bawahan dan hubungan saling
mempercayai dalam bekerja serta terciptanya hubungan persahabatan
antara atasan dengan bawahan didalam bekerja maupun diluar
pekerjaan (skor 19-25).
7. Prestasi, dalam hal ini, digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu:
1) Kurang baik: tidak mencapainya target sesuai dengan apa yang
diharapkan (skor 5- 11).
2) Cukup baik: mendekatinya pencapaian target sesuai dengan apa yang
diharapkan (skor 12-18).
3) Baik: tercapainya target sesuai dengan yang apa yang diharapkan (skor
19-25).
8. Pengakuan, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1) Pengakuan yang rendah: tidak adanya penghargaan dari atasan dan
perusahaan atas prestasi kerja (skor 5-11).
2) Pengakuan yang sedang: adanya penghargaan atas prestasi kerja hanya
berupa pujian dari atasan (skor12-18).
3) Pengakuan yang tinggi: adanya penghargaan atas prestasi kerja baik
berupa pujian dari atasan maupun penghargaan yang diberikan
perusahaan (skor 19-25).
9. Tanggung jawab, digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu :
1) Tanggung jawab yang rendah: pekerja tidak bersungguh-sungguh dalam
bekerja dan tidak menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 5-11).
2) Tanggung jawab yang sedang: pekerja biasa-biasa saja dalam bekerja,
tidak terlalu buruk dan tidak terlalu baik (skor 12-18).
3) Tanggung jawab yang tinggi: pekerja bersungguh-sungguh dalam
bekerja dan menjalankan pekerjaan dengan baik (skor 19-25).
10. Pencapaian tujuan organisasi adalah sesuatu yang ditargetkan pada suatu
organisasi sesuai dengan visi dan misi organisasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan kuantitatif yang
didukung oleh data kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif, digunakan metode
survei, yaitu metode yang mengambil contoh dari satu populasi dan menggunakan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun
dan Efendi, 1989). Data kualitatif didapatkan dengan melakukan wawancara
kepada responden dan informan untuk mendapatkan informasi yang terkait.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT.Indofarma (Persero) Tbk.
Cikarang Barat, Cibitung-Bekasi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja didasarkan pada pertimbangan bahwa PT. Indofarma Tbk. merupakan
perusahaan besar dan mempunyai manajemen yang cukup besar sehingga
membutuhkan kepemimpinan yang efektif. Penelitian ini dilakukan dalam empat
tahap yang dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2009. Tahap pertama yaitu
pengumpulan literatur. Tahap kedua yaitu penyusunan proposal penelitian. Tahap
ketiga yaitu pengumpulan data untuk pencapaian tujuan penelitian. Sedangkan
penelitian tahap keempat yaitu pengolahan data sampai penyelesaian draft
penelitian.
3.3 Metode Pemilihan Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang karyawan yang
bekerja di perusahaan PT.Indofarma. Menurut pendapat Bailey (1982) bahwa
untuk penelitian yang menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel
yang paling adalah 30. Responden dipilih secara acak (random) dengan
pertimbangan banyaknya jumlah karyawan dan sebagai asas keterwakilan dari
sejumlah karyawan. Pada pemilihan departemen pun dilakukan secara sengaja
(purposive) dikarenakan tidak semua departemen mempunyai waktu luang untuk
mengisi kuesioner dan diwawancarai.
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
terkait dengan tema penelitian yang dipilih secara purposive yaitu manager,
supervisor. Selain itu, beberapa karyawan juga dipilih sebagai informan. Jumlah
sampel pada tiap departemen dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Responden
No
Departemen
1
2
Jumlah
SDM
R&D
Jumlah karyawan
(orang)
16
18
34
Jumlah responden
(orang)
14
16
30
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden ataupun
informan yang terkait dengan penelitian. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara dan kuesioner terlampir. Wawancara yang
dilakukan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi kualitatif yang
memperkuat analisis kuantitatif. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
literatur berupa arsip/dokumen/profil atau administrasi PT. Indofarma dan sumber
lain yang menunjang penelitian.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan
menginterpretasikan data yang ada untuk menggambarkan fenomena yang terjadi.
Untuk data kuantitatif teknik pengolahan data pada penelitian ini menggunakan
tabel frekuensi dan tabel silang. Tabel silang dan tabel frekuensi untuk melihat
kecenderungan hubungan gaya kepemimpinan dan motivasi kerja karyawan.
Untuk memperkuat analisis penelitian ini dilakukan pula uji statistik melalui SPSS
16. Uji yang dilakukan adalah uji Pearson, untuk mengetahui seberapa besar
korelasi gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja karyawan. Sedangkan, data
kualitatif yang diperoleh dari wawancara diintegrasikan dengan hasil analisis data
kualitatif. Selanjutnya, ditarik suatu kesimpulan untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perusahaan
PT Indofarma (Persero), Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berada di bawah Kementerian Negara BUMN, berdiri pada tahun
1918 dengan nama pabrik obat Manggarai. Pada zaman kolonial Belanda
perusahaan ini mempunyai kegiatan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa
pembalut yang dilakukan di Centrale Burgelijke Zienkeninrichring (CBZ), yang
sekarang dikenal dengan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Kemudian lokasi pabrik dipindahkan ke Jalan Tambak No.2 Manggarai, Jakarta
sehingga dikenal dengan sebutan “Pabrik Obat Manggarai”.
Tanggal 14 Februari 1967, melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.008/III/Ad.Am/67, nama Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat
Produksi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan ditetapkan
sebagai Unit Operatif setingkat Direktorat dibawah Direktur Jenderal Farmasi.
Tugas pokok dari pabrik ini adalah memproduksi obat-obatan berdasarkan
pesanan dari Departemen Kesehatan RI.
Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan RI bertugas membantu
usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang
kesehatan, yaitu memproduksi obat-obatan untuk rumah sakit pemerintah dan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Obat-obatan yang dimaksud bersifat
essensial, artinya obat tersebut banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maka didirikan sebuah pabrik sebagai pengganti
yang sekaligus untuk memperluas pelayanan Pusat Produksi Farmasi Departemen
Kesehatan RI. Pada tahun 1980 mulai dilakukan studi kelayakan untuk
pembangunan pabrik farmasi ini.
Berdasarkan PP No. 20 tanggal 11 Juli 1981, Pusat Produksi Farmasi
diubah menjadi Perusahaan Umum dengan nama Indonesia Farma (Perum
Indofarma). Pada tanggal 1 April 1983, pelaksanaan PP tersebut baru
direalisasikan. Kemudian pada tahun 1988, mulai dibangun pabrik baru yang
modern sesuai dengan konsep dan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) seluas 20 hektar yang berlokasi di desa Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan
bantuan alat dan teknologi dari Pemerintah Italia. Kemudian pada tahun 1990
pembangunan tersebut dapat diselesaikan dan seluruh fasilitas produksi telah
menempati lokasi di Cibitung, Jakarta (kecuali sediaan steril). Pada tahun 1993,
pabrik baru tersebut dilengkapi dengan fasilitas produksi steril dan injeksi
sefalosporin. Bangunan pabrik yang baru dirancang sesuai dengan konsep CPOB
yang dilengkapi dengan mesin, peralatan laboratorium serta instalasi pabrik yang
modern dan selesai pada tahun 1994. Fasilitas produksi steril diresmikan oleh
Menteri Kesehatan RI pada tanggal 31 Januari 1995, dimana seluruh
pembangunan dapat terselesaikan dengan seluruh (100%) dana ditanggung oleh
Perum Indofarma.
Tanggal 2 Januari 1996 Perum Indonesia Farma berubah status menjadi
Perseroan Terbatas Indofarma (PT. Indofarma) melalui PP No. 34 tanggal 20
September 1995 untuk mengantisipasi perubahan dan meningkatkan keunggulan
daya saing. Pada tahun tersebut juga dilakukan akuisisi dengan PT. Riasima
Abadi Farma yang merupakan produsen bahan baku obat Paracetamol. Tahun
1999 dibangun Pusat Ekstrak (Extract Center) dan selesai pada tahun 2000. Pada
tahun ini juga didirikan anak perusahaan dengan nama PT. Indofarma Global
Medika (PT. IGM) sebagai distributor dan pemasaran produk farmasi termasuk
alat kesehatan dengan 28 cabang di seluruh Indonesia saat ini. Tahun 2000,
dibangun pabrik makanan bayi pendamping air susu ibu (MP-ASI) di Lippo
Cikarang Industrial Estate, Jawa Barat.
Bulan Mei 2001 PT. Indofarma memperoleh sertifikat ISO 9002. Unit
produksi steril yang pada tahun 2002 ditingkatkan lagi menjadi ISO 9001 versi
1994 untuk seluruh unit produksi termasuk unit produksi Herbal Medicine dan
Litbang. Kemudian pada produk makanan, memperoleh sertifikat ISO 9001 versi
2000. Sejak tanggal 17 April 2001 untuk seluruh unit produksi termasuk unit
Direktorat Produksi, Direktorat Umum, Direktorat Pemasaran dan IT. Selain itu,
sejak tanggal 17 April 2001, PT Indofarma, Tbk. mulai melakukan penawaran
saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perseroan di
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dan status PT Indofarma selanjutnya
berubah menjadi PT Indofarma (Persero), Tbk.
4.2 Perkembangan Perusahaan
PT. Indofarma adalah salah satu perusahaan farmasi terkemuka di
Indonesia, yang telah melayani masyarakat dengan penyediaan obat-obatan
bermutu selama hampir sembilan dasarwarsa. Pada awalnya, dengan fasilitas yang
terbatas, pabrik yang masih berada dilingkungan Rumah Sakit Pusat itu hanya
memproduksi beberapa jenis salep dan kasa pembalut. Pengembangan pertama
menjadi Pabrik Obat Manggarai yang memproduksi obat-obatan berupa tablet dan
injeksi dilakukan pada tahun 1931. Pada tahun 1942, pabrik diambilalih oleh
pemerintah pendudukan Jepang dan dikelola dibawah manajemen takeda.
Pengelolaan pabrik diserahkan kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia
setelah dinasionalisasi pada tahun 1950.
Tahun 1979, Indofarma mengemban tugas memproduksi obat-obat
esensial untuk pelayanan masyarakat, dan status Pabrik Obat Manggarai diubah
menjadi Pusat Produksi Farmasi yang bersifat nirlaba dan masih dibawah
Departemen Kesehatan. Selanjutnya, pada tanggal 11 Juli 1981, dengan semakin
banyaknya tanggung jawab yang diberikan, pemerintah meningkatkan statusnya
menjadi Perusahaan Umum Indonesia Farma yang disingkat Perum Indofarma.
Tonggak penting lain perjalanan bisnis Indofarma terjadi pada tahun 1988
dengan pembangunan pabrik modern berkapasitas besar dilahan seluas 20 hektar,
di kawasan Cibitung, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1991, seluruh proses
produksi di Manggarai, Jakarta, dipindahkan ke satu dari lima pabrik pertama di
Indonesia yang memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
itu.
Tahun 1996 untuk mengantisipasi perkembangan di masa datang dan
meningkatkan daya saing, status perusahaan ditingkatkan menjdi PT. Indofarma
(Persero). Selain itu, Perseroan mengembangkan diri ke hilir hingga merambah
sampai ke distribusi dan perdagangan (trading) produksi farmasi. Selanjutnya,
pada tahun 2000, bisnis distribusi dan trading farmasi serta alat kesehatan
dipisahkan dan diserahkan ke anak perusahaan yang baru dibentuk, PT. Indofarma
Global Medika (IGM). Pengembangan ini sekaligus memungkinkan Indofarma
memfokuskan diri pada bisnis inti di bidang produksi dan pemasaran produkproduk farmasi.
Tahun 2001, Indofarma melakukan penawaran umum saham kepada
masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perseroan di Bursa Efek Surabaya
(yang sekarang telah merger menjadi Bursa Efek Indonesia), sehingga resmi
menjadi sebuah perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero), Tbk.
Dengan struktur permodalan yang lebih kuat, Indofarma mengembangkan
produksi sehingga bukan hanya membuat obat-obat esensial dan generic,
melainkan juga Obat dengan Nama Dagang (OND) baik etikal maupun OTC, obat
tradisional (herbal), dan makanan kesehatan.
Memasuki pertengahan tahun 2003, indofarma meluncurkan program
restrukturisasi terpadu. Salah satu langkah awal yang dilakukan adalah
penyegaran manajemen di anak perusahaan yang paling strategis: PT. Indofarma
Global Medika (IGM) yang menangani distribusi dan trading produk Indofarma.
Pada tahun 2007, melalui restrukturisasi lanjutan untuk mengoptimalkan seluruh
fungsi bisnis, perseroan memberikan otonomi luas kepada IGM dan memisahkan
manajemen harian anak perusahaan ini dari perusahaan induk. Dengan demikian,
Indofarma dapat fokus pada kegiatan produksi dan IGM pada kegiatan distribusi
dan trading produk farmasi dan alat kesehatan.
Indofarma juga terus berupaya menjalin aliansi strategis dengan mitra
internasional pemilik produk dan teknologi, baik melalui perusahaan induk
maupun anak perusahaan. Guna meletakkan fondasi yang kuat, manajemen
Indofarma Group terus berupaya menerapkan tata kelola perusahaan yang baik
(Good
Corporate
membangun
Governance).
kompetensi
personel
Manajemen
yang
juga
senantiasa
profesional
melalui
berupaya
program
pengembangan sumber daya manusia yang terarah, agar mampu membawa
Indofarma Group memasuki era perdagangan bebas sebagai perusahaan farmasi
terkemuka.
Visi PT Indofarma (Persero), Tbk. adalah menjadi perusahaan yang
berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup manusia dengan
memberi solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dan
memiliki misi antara lain:
1. Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga yang
terjangkau untuk masyarakat.
2. Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan
prioritas untuk mengobati penderita penyakit dengan tingkat prevalensi
tinggi.
3. Mengembangkan kompetensi SDM sehingga memiliki kepedulian,
profesionalisme dan kewirausahaan yang tinggi.
Motto indofarma sebagai Insan Indofarma dalam menjalankan visi dan
misi tersebut yaitu “Dilandasi ketakwaan kepada Tuhan YME, kita tingkatkan
kualitas kesehatan bangsa.” Untuk mewujudkan visi dan misi perseroan, insan
Indofarma memiliki nilai-nilai inti yang telah disepakati bersama dan dianut serta
mencerminkan budaya korporat, dalam hal ini adalah budaya PT Indofarma
(Persero), Tbk. Nilai-nilai inti ini membentuk filosofi bisnis dan budaya kerja
“Profesional, Entrepreneurship, Compassionate” disingkat “PEC”.
Arti dan penjabaran dari nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:
Profesional; Insan Indofarma senantiasa bekerja secara profesional yang dilandasi
integritas, komitmen, dan selalu berupaya memberikan hasil yang terbaik.
Entrepreneurship; Insan Indofarma senantiasa memiliki jiwa kewirausahaan
berlandaskan pemikiran jauh ke depan, inovatif dan fokus terhadap kepuasan
pelanggan.
Compassionate; Insan Indofarma memiliki rasa peduli dan welas asih terhadap
sesama.
Perusahaan
Indofarma
memiliki
logo
“INF”
(Gambar
3)
yang
melambangkan kependekan nama perusahaan, logo hadir tanpa bingkai
menggambarkan pengabdian Indofarma di bidang layanan kesehatan masyarakat,
dengan warna biru yang melambangkan warna langit yang tidak terbatas,
menggambarkan sifat pengabdian Indofarma yang tidak terbatas. Keluasan
pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang mewakili dimensi yang luas.
Upaya pelayanan Indofarma kepada masyarakat tersirat pada ritme dari garis luas
dan lengkung. Kesatuan garisnya memberikan kesan melindungi dan saling
mendukung, artinya Indofarma siap melindungi masyarakat untuk mewujudkan
kesehatan. Posisi miring melambangkan dinamika perusahaan, yaitu tidak terpaku
pada konvensi-konvensi yang sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan
inovatif, tetapi tetap mengikuti gerak laju teknologi khususnya di bidang farmasi.
Gambar 3. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.
4.3 Lokasi dan Tata Letak Pabrik
PT Indofarma (Persero), Tbk. merupakan induk perusahaan yang bergerak
di bidang produksi farmasi dan obat herbal. Pabrik ini dirancang sesuai konsep
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibangun diatas tanah seluas ±
200.000 m² dan Luas bangunan secara keseluruhan adalah 28.483 m² (Lihat
Tabel.4) yang berlokasi di Jalan Indofarma I, Cibitung-Bekasi. Pabrik lainnya
yaitu, pabrik makanan bayi seluas ± 0,25 hektar di Cikarang.
Di wilayah ini, fasilitas produksi farmasi dan obat herbal dirancang sesuai
konsep CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang juga memuat pengaturan
tata letak pabrik dan ruang produksi.
Letak PT Indofarma (Persero), Tbk. saat ini dapat dikatakan cukup strategis
karena berada dekat dengan pabrik penghasil karton untuk kemasan tersier, dan
juga dekat dengan perusahaan farmasi lainnya. Di sebelah barat pabrik, terdapat
pemukiman penduduk yang tidak terlalu banyak namun sebagian besar karyawan
bermukim sementara di daerah tersebut.
PT Indofarma (Persero), Tbk. merupakan perusahaan farmasi yang tidak
memiliki cabang perusahaan, maka dari itu wilayah pemasarannya pun sampai ke
seluruh wilayah di Indonesia. Namun dalam hal pendistribusian, produk yang
dihasilkan oleh perusahaan diserahkan kepada anak perusahaan yang bernama PT
Indofarma Global Medika (IGM) yang terletak di beberapa wilayah di Indonesia.
Tabel 4. Fasilitas Produksi PT Indofarma (Persero), Tbk.
Gedung
Luas (m²)
1. Kantor pusat
2.000
2. Pusat pelatihan
750
3. Kantin
300
4. Koperasi
60
5. Poliklinik dan Apotek
169
6. Masjid
441
7. Laboratorium (2 lantai)
1.440
8. Unit produksi β-laktam (2 lantai)
1.440
9. Unit produksi utama (3 lantai)
9.921
10. Gudang
5.250
11. Unit produksi parenteral
2.330
12. Bangunan utilities
898
13. Gudang bahan kimia
216
14. Instalasi pengolahan air limbah
204
15. Instalasi pengolahan limbah padat
44
16. Menara air
100
17. Cylinder gas chamber
66
18. Rumah jaga
128
19. Koridor
978
20. Lapangan
1.548
21. Unit penelitian dan pengembangan
Total
200
28.483
Sumber: PT Indofarma (Persero), Tbk (Juli, 2008)
4.4 Struktur Organisasi
PT Indofarma (Persero), Tbk. dipimpin oleh seorang Direktur Utama
yang dibantu oleh 3 direktur, yaitu Direktur Produksi, Direktur Pemasaran dan
Umum, serta Direktur Keuangan dan SDM. Masing-masing direktur
membawahi bidang, dan tiap bidang membawahi beberapa seksi. Selain itu,
ada beberapa bagian yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan
ketiga direktur lainnya yaitu Corporate Secretary, Perencanaan logistik,
Manajemen Resiko dan GCG (Good Corporate Governance) serta Bagian
Pengembangan Herbal dan Food Suplemen. Sedangkan bagian Satuan
Pengawas Internal (SPI) bertanggung jawab langsung pada Direktur Utama.
Masing-masing bidang dipimpin oleh seorang Manager. Manager
bertanggung jawab dalam menyusun dan mengesahkan prosedur-prosedur
tertulis, memantau kegiatan di masing-masing bidang baik personil, mesin,
peralatan, prosedur kerja dan lingkungan proses produksi apakah selalu
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dalam pedoman CPOB atau telah
terjadi penyimpangan sehingga segera memerlukan tindakan perbaikan.
Manager dibantu oleh asisten manager untuk menjalankan tugasnya dan
mengadakan pertemuan rutin dengan karyawan untuk mengingatkan agar
karyawan selalu menerapkan prinsip CPOB dalam setiap proses produksi obat
yang dilakukan. Untuk membantu pelaksanaan tugas bidang, manager perlu
didukung oleh asisten manager, supervisor, mandor, dan tenaga terlatih dalam
jumlah yang efektif dan efisien. Masing-masing personil memiliki job
description yang jelas sehingga setiap bagian dapat menjalankan tugasnya
secara efektif dan efisien serta setiap pengambilan keputusan tidak ada
intervensi dari pihak lain. Adapun struktur organisasi PT. Indofarma dapat
dilihat pada Gambar 4.
Presiden
Direktur
Direktur
Produksi
Auditor
Internal
Direktur Umum
dan Marketing
Direktur Sumber
Daya Manusia
dan Keuangan
Sekretaris
Pengembangan
Usaha
Strategis
Manajemen
Resiko & GCG
Pengembangan
makananan
Suplemen dan
Herbal
Unit Produksi I
Pemasaran Produk
Ethical
Teknologi
Informasi
Unit Produksi II
Pemasaran OTC
Laporan Keuangan
Makanan Bayi dan
Herbal
Logistik Produk
Jadi
Keuangan
Perawatan dan
Mesin
Manajemen Bisnis
I
PPIC
Manajemen
BisnisII
SDM
R&D
Pengadaan
Pendukung Kantor
Pengendalian
kualitas
Logistik dan bahan
baku
Gambar.4 Struktur Organisasi PT.Indofarma (Persero),Tbk.
Budgeting &
Control
4.5 Ketenagakerjaan
Sumber Daya Manusia yang ada di PT Indofarma (Persero), Tbk. per 31
Desember 2007 sebanyak 1.758 karyawan, 1.419 diantaranya adalah karyawan
tetap dan diantara karyawan tetap ini, 544 adalah karyawan IGM. Sementara, pada
tahun sebelumnya Perseroan memiliki 1.728 karyawan dan hanya 1.374 yang
merupakan karyawan tetap, termasuk 464 karyawan di IGM.
Latar belakang pendidikan 36,75 persen karyawan perusahaan memiliki
latar belakang pendidikan D3 ke atas, 8 diantaranya karyawan bergelar S2.
Komposisi ini memberikan gambaran bahwa Indofarma memiliki kekuatan
sumber daya manusia yang cukup terdidik, yang merupakan syarat untuk
mengelola perusahaan farmasi modern dengan baik. Sedangkan dari komposisi
usia, sebesar 59,61 persen karyawan Indofarma berusia kurang dari 40 tahun,
dengan komposisi karyawan yang muda tersebut maka Indofarma memiliki daya
dukung sumber daya manusia yang produktif dalam jangka panjang.
Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas kerja di PT Indofarma
(Persero), Tbk. dilakukan pelatihan-pelatihan terhadap karyawan. Pelatihan ini
berada di bawah koordinasi Direktorat Umum dan SDM. Pelatihan dapat
dilakukan baik di dalam maupun di luar perusahaan. Pelatihan di dalam harus
dilakukan oleh orang yang telah mendapat sertifikat (terkualifikasi) dan efektifitas
penerapannya dinilai secara berkala. Materi pelatihan yang diberikan harus sesuai
dengan bidang pekerjaan yang dihadapi tiap karyawan disamping materi-materi
umum tentang CPOB, K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), 5R (Ringkas,
Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin).
Indofarma berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusianya
selain dengan program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan penugasan
dari masing-masing karyawan, juga mengikutsertakan dalam program jaminan
sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK), menyediakan fasilitas kesehatan (Poliklinik
dan Apotek Indofarma), fasilitas olahraga (lapangan bola, lapangan basket, dan
lapangan tenis), dan fasilitas penunjang lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Perusahaan dan anak perusahaan menyelenggarakan program pensiun
iuran pasti untuk seluruh karyawan tetapnya. Program pensiun dikelola oleh Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk.
Kontribusi perusahaan dan Karyawan masing-masing sebesar sebelas persen dan
2dua persen dihitung dari penghasilan dasar pensiun per bulan karyawan. Beban
kontribusi Perusahaan dibukukan sebagai beban tahun berjalan.
Perusahaan dan anak perusahaan menyelenggarakan program manfaat
PHK karyawan (post-retirement benefit) sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan
No.13 tahun 2003 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan
penetapan Uang pesangon. Selisih antara total kewajiban pada saat penerapan
pertama kali dan kewajiban yang telah diakui perusahaan pada tanggal yang sama,
diberlakukan sebagai penyesuaian saldo laba awal periode dari periode yang
paling dini yang disajikan kembali. Imbalan kerja tersebut didasarkan pada masa
kerja dan penghasilan karyawan. Metode penilaian yang digunakan oleh aktuaria
adalah metode projected unit credit yang mencerminkan jasa pekerja pada saat
penilaian.
4.6 Jenis Produk
Produk merupakan segala bentuk output yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan baik berupa barang maupun jasa yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan dan memuaskan pelanggan. Produk yang dihasilkan oleh PT Indofarma
(Persero), Tbk. tergolong dalam produk yang berupa barang, antara lain:
1. Produk Etical (OGB, lisensi, nama dagang)
PT Indofarma (Persero), Tbk. memproduksi obat generik (Obat Generik
Berlogo) sebagai produk utama. Selain itu juga memproduksi obat dengan nama
dagang dan lisensi. Produk berlisensi adalah obat yang diproduksi untuk
perusahaan lain atau diproduksi dengan membeli royalti dari perusahaan lain. Saat
ini PT Indofarma (Persero), Tbk. mulai memperluas target pasar dengan
memproduksi obat branded generic atau obat generik dengan nama dagang
dengan harga terjangkau, yang merupakan program pemerintah untuk penyediaan
obat bagi masyarakat.
2. OTC dan Herbal Medicines
PT Indofarma (Persero), Tbk. telah mengembangkan obat-obat tradisional
yang bahan bakunya berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Obat
tradisional yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri memiliki nama produk
berawalan “pro” seperti prolipid, prouric, probagin, dan proasi. Sedangkan obat
tradisional yang bahan bakunya berasal dari luar negeri memiliki nama produk
berawalan ”Bio” seperti Bioginko, Biovision, dan Biokaroten.
OTC merupakan produk obat jadi yang bermerk dan beredar bebas di
masyarakat. Obat OTC yang diproduksi antara lain OBH Indo plus, Proflu,
Ferrolat, Indomag,dan Bioralit. Untuk mengurangi ketergantungan usaha
terhadap Obat Generik Berlogo (OGB), Indofarma meluncurkan produk Obat
Bebas (Over The Counter, OTC) generik. Dua belas macam OTC generik ini lebih
dikenal dengan nama Indo Obat Serbu. Dipasarkan dengan harga yang lebih
murah dibanding dengan obat sejenis yang bermerek, Indo Obat Serbu ini
mendukung Sistem Kesehatan Nasional dari sisi yang berbeda dibanding OGB
yang masih merupakan produk utama Indofarma. Dua belas item produk ini dapat
dilihat pada lembar Lampiran 1.
3. Alat kesehatan
Selain memproduksi obat, PT Indofarma (Persero), Tbk. juga bekerja sama
dengan perusahaan luar negeri memasarkan dan mendistribusikan alat kesehatan,
antara lain kateter, urin bag, blood bag, dan syringe.
4. Produk lainnya
Produk lain di bidang pelayanan kesehatan yang diproduksi sendiri antara
lain Infant Food (Makanan Pendamping ASI), mesin-mesin farmasi (Mesin
blistering, mesin stripping dengan merk Indomach) dan test kit untuk menguji
garam iodium.
Saat ini, Indofarma memproduksi 218 item obat, 53 diantaranya sangat
aktif beredar di pasar. Dari portofolio perusahaan yang cukup lengkap ini, 60 item
adalah OND (Obat dengan Nama Dagang), termasuk enam jenis obat herbal yang
telah diterima masyarakat luas seperti Prolipid dan Biovision.
Tahun 2007, PT Indofarma (Persero), Tbk. meluncurkan 22 item produk
baru, satu diantaranya adalah OND. Selebihnya adalah OGB (Obat Generik
Berlogo) dan 12 item Indo Obat Serbu yang merupakan produk OTC (Over The
Counter) khas Indofarma.
BAB V
GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
PERUSAHAAN
5.1 Karakteristik Pemimpin
PUR adalah laki-laki yang berumur 49 tahun yang menjabat sebagai
Manager R&D. Latar belakang PUR berasal dari kalangan orang yang sederhana.
Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk selalu mensyukuri apa yang telah
diberikan Tuhan. PUR selalu diajarkan untuk hidup mandiri dan selalu bekerja
keras. Berkat kerja keras dan jerih payahnya, PUR dapat sekolah sampai
perguruan tinggi dan mendapatkan gelar master. Namun, Latar belakang
pendidikan PUR, tidak membuat PUR menjadi orang yang sombong. Hal ini
disebabkan atas cara pandang PUR yang menganggap bahwa ada beberapa orang
yang mendapat kesempatan hidup lebih baik dan ada juga orang yang belum
mendapat kesempatan tersebut. Sifat atasan yang selalu mensyukuri apa yang
diberikan Tuhan membuat atasan selalu menghormati karyawan-karyawannya.
Dalam hal pengalaman kepemimpinan, beliau semenjak SMA aktif dalam
kegiatan OSIS dan disaat menjadi mahasiswa beliau pun aktif dalam organisasi
dan kepanitiaan yang diadakan dikampus.
SY adalah seorang laki-laki yang berumur 52 tahun, yang menjabat
sebagai Manager SDM. Latar pendidikan formal SY adalah lulusan perguruan
tinggi dan bergelar master. Semenjak menjadi mahasiswa beliau aktif dalam
organisasi dikampus. Latar belakang tersebut membuat SY, percaya diri dalam
memimpin sebuah organisasi. Sebelum menjabat sebagai Manager SDM, SY pun
pernah berkarir di perusahaan lain sehingga beliau sudah mempunyai pengalaman
sebagai pemimpin. Semenjak kecil SY oleh orang tuanya selalu diajarkan untuk
hidup disiplin, karena memang pada saat itu orang tuanya berasal dari kalangan
militer. Latar belakang pengalaman tersebut membuat SY menjadi pemimpin
yang tegas dan percaya diri dalam mengambil keputusan. Namun ketegasan beliau
tidak membuat karyawan takut padanya, karena ketegasan beliau semata-mata
dalam pekerjaan.
“Ketegasan saya dalam memberikan sanksi kepada karyawan
dikarenakan dahulu saya memang sudah dididik untuk disiplin
oleh orang tua saya, karena pada waktu itu orang tua saya
mempunyai latarbelakang sebagai militer”. (SY, 52 tahun
Manager SDM)
Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma
Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling
menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu
ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa
dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku
atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya. Hal ini
diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan R&D sebagai berikut:
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan,
membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau
atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya
agar menjadi teladan bagi karyawannya”.
(PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Perilaku atasan dalam bergaul yang tidak memisahkan diri dengan
karyawan, membuat rasa simpatik karyawan pada atasan. Terbukti disaat jam
istirahat atasan mau shalat berjamaah dengan karyawan, yang tidak membedabedakan antara atasan dan karyawan. Sikap atasan yang seperti itu, dapat
mempererat rasa kekeluargaan pada bagian SDM dan R&D. Hal ini diketahui dari
hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan
karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan
karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri
dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM)
Rasa solidaritas yang tinggi juga terlihat pada bagian SDM dan R&D. Jika
ada karyawan yang sakit biasanya atasan berinisiatif untuk mengajak karyawan
lain untuk menjenguk karyawan yang sakit tersebut. Kepekaan atasan terhadap
karyawan memberikan kesadaran bagi karyawan untuk saling menolong jika ada
karyawan yang terkena musibah atau kesulitan dalam bekerja. Hal ini diketahui
dari hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari
dikarenakan sakit, atasan berinisiatif untuk menjenguknya
dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama
kesana.”(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
5.2 Gaya Kepemimpinan
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pada
responden
karyawan
mempunyai penilaian yang berbeda-beda terhadap atasannya. Penilaian tersebut
seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada karyawan, sikap atasan
dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian atasan terhadap kegiatan
karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan.
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan direktif
sebanyak 20 persen, sedangkan 63,3 persen menilai atasannya mempunyai gaya
kepemimpinan konsultatif, dan sebanyak 13,3 persen menilai atasannya bergaya
kepemimpinan partisipatif, dan sisanya 4 persen menilai atasannya bergaya
kepemimpinan delegatif. Adapun persentase jumlah responden dalam menilai
atasannya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5.
Jumlah Responden Karyawan dalam Menilai Gaya Kepemimpinan
Atasan
Gaya Kepemimpinan
Direktif
Konsultatif
Partisipatif
Delegatif
Jumlah
Jumlah Responden Karyawan
Orang
%
6
20
19
63,3
4
13,3
1
4
30
100
5.2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif
Responden yang menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif
sebanyak 20 persen. Responden menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif
dalam hal-hal tertentu, biasanya dalam hal pemberian sanksi terhadap karyawan.
Pengawasan kerja yang dilakukan oleh atasan dimaksudkan untuk
memperbaiki kinerja karyawan. Pengawasan tersebut lebih mengarahkan
karyawan untuk bekerja lebih baik sesuai dengan peraturan kerja yang telah
disepakati oleh karyawan. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang
baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan
yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja.
Pengarahan yang dilakukan atasan semata-mata untuk meminimalisir karyawan
dalam melakukan kesalahan kerja.
Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan terhadap pelanggaran
peraturan kerja, biasanya langsung diputuskan oleh atasan. Jika karyawan nyatanyata melakukan kesalahan fatal atau kesalahan dilakukan yang berulang-ulang
maka atasan dapat memberhentikan karyawan tersebut guna tegaknya disiplin
kerja di perusahaan.
Gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan oleh atasan dalam
menegakkan peraturan kerja berguna untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan
diperusahaan. Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan secara tegas dalam
memberikan sanksi merupakan ciri dari gaya kepemimpinan direktif yang
dilakukan atasan karena atasan mengambil keputusan tanpa melibatkan karyawan.
Jika karyawan sudah dapat menegakkan disiplin dan menanamkan kepercayaan
terhadap peraturan kerja maka proses kerja akan lebih efektif dan efisien.
“Pada dasarnya peraturan sudah ada pada setiap perusahaan
dan harus dipatuhi oleh karyawan maupun atasan lainnya. Jika
ada pelanggaran biasanya ada sanksinya, baik berupa teguran,
surat peringatan, atau PHK. Namun PHK biasanya dilakukan
oleh atasan jika karyawan tersebut sering melanggar peraturan
kerja”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturutturut dikarenakan sakit, biasanya atasan berinisiatif untuk
menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang
bersama-sama kesana tapi kalau karyawan yang tidak masuk
selama 3 hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, atasan
langsung memberikan surat peringatan kepada karyawan
tersebut”.(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
Menurut ungkapan manager (SY, 52 tahun) maka terlihat bahwa peraturan
memang sudah terdapat pada perusahaan namun untuk pemberian sanksi atasanlah
yang sepenuhnya memutuskan. Selaras dengan ungkapan NN, karyawan SDM
mengatakan bahwa atasan akan memberikan sanksi kepada karyawannya jika
selama 3 hari berturut-turut tidak masuk tanpa keterangan. Akan tetapi, atasan pun
mempunyai jiwa sosial yang tinggi jika karyawan tersebut sakit, dimana atasan
mempunyai inisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lainnya.
5.2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan
konsultatif sebanyak 63,3 persen. Hal ini terlihat dari perhatian terhadap tugas dan
karyawan sama besar. Atasan selain memperhatikan kesulitan yang dialami oleh
para karyawan, juga memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas dalam
memberikan perintah atau tugas, yang dapat membantu dalam pencapaian hasil
yang baik dan kelancaran dalam bekerja. Adanya kerja sama yang baik antar
karyawan membuat pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari
peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja.
Perhatian atasan kepada karyawan pun beraneka ragam, kadang kala
atasan memberikan pujian, bonus, atau kenaikan jabatan jika karyawan tersebut
memang sangat berprestasi dalam bekerja. Kenaikan jabatan tidak semata-mata
atasan yang menentukannya, Peran teman sekerjanya pun mempunyai peran
dalam memutuskannya. Atasan selalu mendiskusikan masalah kenaikan jabatan
kepada teman sekerja yang bersangkutan, karena teman kerjanya yang
mempunyai penilaian yang lebih objektif dibandingkan atasan yang melihat dari
sisi pekerjaannya saja.
“Kenaikan jabatan pada karyawan berprestasi masih sering
dilakukan untuk mengisi jabatan yang kosong pada bagianbagian tertentu dan lebih diutamakan karyawan yang sudah
lama mengabdi. Keputusan ini dilihat dari penilaian atasan dan
penilaian teman sekerjanya”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
Menurut ungkapan SY (Manager SDM) terlihat bahwa atasan cenderung
memutuskan kenaikan jabatan karyawan dengan cara mengkonsultasikan terlebih
dahulu kepada teman kerja yang bersangkutan. Keputusan atasan dalam
mempromosikan karyawan ini tergolong gaya kepemimpinan konsultatif, karena
walaupun atasan yang menentukan keputusan, tetapi masih melibatkan peran
karyawan lainnya.
Perhatian terhadap karyawan dapat dilihat dari adanya hubungan yang baik
antara atasan dan karyawan. Kedekatan karyawan dengan atasan tidak hanya
terjalin dalam bekerja namun juga terjalin diluar pekerjaan. Jika terdapat kendalakendala yang berhubungan dengan pekerjaan, karyawan pun biasanya langsung
berkonsultasi dengan atasannya, baik datang langsung ke ruangan atasan atau
berkonsultasi di saat rapat berlangsung.
“Saya menganggap karyawan seperti teman saya saja, jadi
karyawan pun tidak segan-segan jika ingin berkonsultasi
dengan saya, baik masalah pekerjaan maupun diluar pekerjaan.
tapi biasanya kalau berkonsultasi untuk masalah diluar
pekerjaan disaat jam istirahat, karena mereka juga paham dan
bisa membedakan antara jam kerja dan jam istirahat”.
(PUR, 49 Tahun, Manager R&D)
“Pada saat rapat setiap perwakilan dari tiap seksi
menyampaikan laporan mengenai pekerjaan masing-masing.”
(ST,43 tahun, Karyawan SDM)
Menurut ungkapan karyawan SDM (ST, 43 tahun) terlihat bahwa dalam
hal tugas, karyawan sering mendiskusikan pada saat terjadi rapat. Proses diskusi
dan konsultasi biasanya jika ada laporan kemunduran dari beberapa seksi
(misalnya penjualan menurun) sehingga atasan mencari penyebabnya dan
memutuskan langkah-langkah untuk memecahkan masalah tersebut.
Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma
Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling
menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu
ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa
dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku
atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya.
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan,
membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau
atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya
agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun,
Karyawan R&D)
Berdasarkan ungkapan karyawan R&D (PW, 25 tahun) menunjukkan bahwa
karyawan mempunyai rasa kagum terhadap atasannya. Hal ini memberikan
dampak positif terhadap kondisi kerja, dimana karyawan merasa nyaman dengan
atasannya yang mengakibatkan karyawan semangat dalam bekerja.
5.2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Responden yang menilai atasan menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif sebanyak 13,3 persen. Biasanya atasan lebih partisipatif dalam hal
menetapkan kebijakan yang beresiko seperti menetapkan harga produk baru yang
akan didistribusikan ke pasar atau konsumen. Atasan menganggap ide, saran dan
kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa
karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan manager dan karyawan SDM, yang mengatakan
bahwa :
“Ide, saran, dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang
sangat berharga bagi kemajuan perusahaan, sehingga disaat
rapat diperlukannya ide-ide cemerlang dari perwakilan tiap
seksi”.(SY, 52 tahun, Manager SDM)
“Saat rapat biasanya, atasan melibatkan perwakilan tiap seksi.
Atasan pun selalu memberikan kesempatan karyawan dalam
menyampaikan saran atau kritiknya, karena atasan pernah
bilang ke saya kalau masukan dari karyawan sangat diperlukan
untuk kemajuan perusahaan.”(NI, 41 tahun, supervisor)
Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan untuk terjun langsung
membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan
ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan
keputusan
dilakukan
bersama-sama
oleh
atasan
dan
karyawan.
Gaya
kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan karena
semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan tercipta
pada suasana kerja di bagian SDM dan R&D sehingga timbul koordinasi yang
baik dan suasana kerja yang komunikatif. Selain itu, Hubungan yang erat antara
atasan dan bawahan ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana
para pimpinan dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu
tentang peraturan-peraturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja
karyawan hingga hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti
oleh karyawan.
Jika ada peraturan terbaru dari perusahaan biasanya dibahas
pada saat rapat dan hasilnya ditempel dimading-mading tiap
departemen sehingga karyawan menjadi tahu dan tidak ada
alasan untuk melanggar, kecuali sakit atau ada keluarga yang
sedang berduka. (NI, 41 tahun, supervisor)
5.2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan
delegatif sejumlah empat persen. Tidak banyak karyawan yang menilai gaya
kepemimpinan atasan ialah gaya kepemimpinan delegatif dikarenakan memang
tergolong jarang atasan dalam memberikan tanggung jawab penuh terhadap
pekerjaan. Semua tanggung jawab pekerjaan selalu dilaporkan kembali kepada
atasan.
Gaya kepemimpinan delegatif, biasanya diterapkan atasan jika terdapat
banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan
kepada karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia
bekerja diluar jam kerja. Hal ini diketahui antara lain dari hasil wawancara dengan
seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“bekerja lembur memang jarang ada, namun terkadang jika ada
pekerjaan yang benar-benar menumpuk, dan karyawan
mengajukan untuk lembur guna mempercepat pekerjaan,
biasanya atasan memperbolehkannya.(Na, 31 tahun, karyawan
R&D)
5.3 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer lebih cenderung kepada
gaya kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya kepemimpinan direktif, partisipatif,
dan delegatif juga diterapkan pula oleh atasan dalam hal-hal tertentu. Penerapan
gaya kepemimpinan yang dilakukan atasan disesuaikan dengan situasi pada
lingkungan pekerjaan tersebut.
Gaya kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai
perhatian terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan
konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang
berprestasi. Perhatian atasan terhadap ,pekerjaan biasanya dengan memberikan
keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadi
lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan
pengarahan dalam bekerja.
Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan
peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi
terhadap karyawan yang melanggar. Atasan pun lebih cenderung mengawasi
karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan
menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan
dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran peraturan kerja
yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat keputusan tanpa
mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan.
Gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan dalam hal menetapkan
kebijakan yang beresiko. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan
merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit
untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak
segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan
kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya,
sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan
karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat
terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
Gaya kepemimpinan delegatif, diterapkan atasan jika terdapat banyak
pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada
karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia
bekerja diluar jam kerja.
BAB VI
TINGKAT MOTIVASI KERJA KARYAWAN
DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN
Tingkat motivasi dalam bekerja tidak lepas dari faktor-faktor motivasi,
seperti gaji, peraturan perusahaan, hubungan rekan kerja, hubungan atasan dengan
bawahan, keinginan untuk berprestasi, pengakuan serta tanggung jawab atas
pekerjaan tersebut. Pada penelitian ini, faktor-faktor motivasi dikaji untuk melihat
bagaimana hubungan faktor motivasi dengan motivasi kerja karyawan.
6.1 Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi kerja karyawan menjadi daya penggerak yang meningkatkan
semangat kerja seseorang dan mendorong orang tersebut untuk mengembangkan
kreativitas serta mengarahkan semua kemampuan dan energi yang dimilikinya
demi mencapai prestasi kerja yang tinggi. Perusahaan bukan saja mengharapkan
karyawan mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja
giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.
Motivasi kerja karyawan tercermin dari sikap positif karyawan dalam
melaksanakan semua pekerjaannnya. Pada penelitian ini motivasi dilihat dari 3
indikator yaitu bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung jawab. Bekerja keras
terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima lemburan dalam bekerja.
Namun, lemburan dalam bekerja tidak terjadi setiap hari, hanya saja jika ada
pekerjaan yang banyak dan belum terselesaikan. Biasanya karyawan yang sudah
menikah lebih semangat untuk berlembur dibandingkan dengan karyawan yang
belum menikah dikarenakan karyawan yang sudah menikah mempunyai
tanggungan yang lebih selain dirinya sendiri. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara dengan seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“Saya sih senang-senang saja kalau disuruh lembur sama
atasan, kan lumayan kalau lembur bisa nambah-nambah
penghasilan”.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan
menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana
kerja yang komunikatif. Begitu juga yang terjalin antar sesama karyawan,
kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu karyawan jika
ada kesulitan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh seorang
karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“Kerjasama antar karyawan disini cukup baik, kalau saya ada
kesulitan dalam hal-hal tertentu saya suka menanyakan
kepada karyawan lainnya, apalagi waktu saya baru-baru kerja
disini saya nanya mulu sama karyawan yang sudah senior”.
(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu
karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Saling membantunya karyawan senior
terhadap karyawan yang baru merupakan indikasi dari kerjasama antar karyawan
disana tergolong erat. Begitu juga yang terjadi antara atasan dengan bawahan,
mau bersosialisasinya atasan dengan karyawan disaat jam istirahat menimbulkan
citra yang baik terhadap atasan sehingga timbul rasa solidaritas antar sesama
karyawan dan atasan.
Rasa tanggung jawab dalam bekerja terlihat dari bersedianya karyawan
bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Tepat
waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam
bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari
rasa tanggung jawab mereka terhadap peraturan yang dibuat perusahaan. Adapun
jumlah tingkat motivasi kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Responden Karyawan Menurut Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi Kerja Karyawan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Jumlah Responden Karyawan
Orang
%
25
83,3
5
16,7
30
100
Berdasarkan tabel terlihat bahwa sebagian besar karyawan mempunyai
motivasi kerja yang tinggi dan tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi
kerja yang rendah. Bersedianya karyawan dalam bekerja keras, bekerjasama, dan
bertanggung jawab atas pekerjaan merupakan indikator dari motivasi kerja
karyawan. Bekerja keras karyawan terlihat dari kemauan dari karyawan dalam
menerima lemburan dalam bekerja dan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu.
6.1.1 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Gaji
Sebagian besar responden menilai gaji yang mereka peroleh dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, hal tersebut diiringi dengan
keterampilan mereka dalam mengelola keuangan yang mereka peroleh. Tambahan
upah lembur yang ditetapkan perusahaan meningkatkan motivasi mereka dalam
bekerja. Hal ini terungkap dari seorang karyawan yang mengatakan bahwa:
“Saya sih senang-senang saja kalau disuruh lembur sama
atasan, kan lumayan kalau lembur bisa nambah-nambah
penghasilan”.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
Berdasarkan ungkapan tersebut dapat dilihat bahwa karyawan bersedia
menggunakan waktu di luar jam kerja untuk mempercepat pekerjaan mereka
dengan cara lembur dalam bekerja. Salah satu motivasi mereka dalam bekerja
lembur yaitu untuk menambah penghasilan. Jumlah responden karyawan menurut
motivasi terhadap gaji dan tingkat motivasi kerja dapat dlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Gaji dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap
Gaji
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tingkat Motivasi Kerja
Tinggi
13
12
25
Sedang
4
1
5
Rendah
-
Jumlah Responden
Karyawan
Orang
%
13
43,3
16
53,3
1
3,4
30
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,005 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap gaji. Hal ini
dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,504 yang berarti bahwa
terdapat hubungan motivasi kerja terhadap gaji yang tergolong erat.
6.1.2 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Peraturan dan Kebijakan
Perusahaan
Peraturan dan kebijakan yang ada pada sebuah perusahaan bertujuan untuk
menjadikan karyawan disiplin dalam bekerja. Perbedaan waktu kerja antar bagian
dipandang oleh para karyawan bukan merupakan suatu masalah, karena hal itu
pun disesuaikan dengan pendapatan yang diterimanya. Umumnya karyawan
merasa senang apabila diadakan lembur oleh perusahaan karena hal itu akan
menjadi pendapatan lebih bagi karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Adapun jumlah responden yang termotivasi bekerja terhadap peraturan dan
kebijakan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap Peraturan dan
Kebijakan Perusahaan serta Tingkat Motivasi kerja
Motivasi terhadap
Peraturan dan
Kebijakan
Perusahaan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tingkat Motivasi Kerja
Tinggi
Sedang
Rendah
17
7
1
25
4
1
5
-
Jumlah Responden
Karyawan
Orang
%
17
11
2
30
56,6
36,7
6,7
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,014 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap peraturan dan
kebijakan perusahaan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu
sebesar 0,445 yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap
peraturan dan kebijakan perusahaan yang tergolong erat.
Karyawan memandang bahwa semua peraturan dan kebijakan yang dibuat
oleh perusahaan bertujuan untuk mendukung kelancaran kegiatan perusahaan,
sehingga hal itu pun akan bermanfaat bagi karyawan itu sendiri. Para karyawan
mengerti bahwa peraturan dan kebijakan perusahaan berlaku bagi semua
karyawan perusahaan tanpa kecuali. Sebagian besar karyawan pun bersedia
dikenakan sanksi apabila melanggar peraturan. Tepat waktu pada saat datang
bekerja merupakan salah satu indikasi bahwa karyawan pada bagian SDM dan
R&D disiplin dalam mematuhi peraturan perusahaan.
“Disiplin kerja karyawan timbul dikarenakan kebiasaan
karyawan terhadap peraturan yang berlaku dan tidak ada
alasan bagi karyawan untuk tidak mengetahui peraturan disini
karena hampir di tiap mading departemen terdapat peraturan
perusahaan”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
6.1.3 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Rekan Kerja
Hubungan yang baik antar karyawan akan menciptakan koordinasi dan
komunikasi yang baik dalam bekerja sehingga semua akan berdampak terhadap
pencapaian kinerja yang baik pada perusahaan. Keeratan yang terjalin antara
sesama rekan kerja umumnya didasari oleh kebersamaan para karyawan dimana
mereka merasa satu tujuan, satu nasib dan sepenanggungan. Baiknya hubungan
tersebut juga dikarenakan oleh kesadaran para karyawan tentang perlunya
kerjasama yang baik dalam rangka pemenuhan dan tujuan perusahaan. Selain itu
terkadang perusahaan memberikan fasilitas untuk rekreasi antar karyawan, jika
terdapat libur panjang. Maksud tujuan tersebut ialah memberikan hiburan kepada
karyawan untuk melepas rasa jenuh akibat rutinitas kerja dan menjalin silaturahmi
antar karyawan. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan
PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
Dulu-dulu sih indofarma suka ngadain rekreasi perdepartemen, tapi sekarang-sekarang sudah jarang, palingan
inisiatif dari karyawan sendiri. (Na, 31 tahun, karyawan R&D)
Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahwa rasa kekeluargaan
memang sudah terbentuk pada setiap karyawan. Inisiatif karyawan dalam
mengadakan rekreasi merupakan cara karyawan dalam meningkatkan rasa
kekeluargaan disana. Rasa kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan
betah bekerja disana, karena menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti
keluarga sendiri, dan belum tentu rasa kekeluargaan tersebut terjalin di perusahaan
lain.
Tabel 9. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Hubungan Rekan Kerja dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap
Tingkat Motivasi Kerja
Jumlah Responden
Hubungan Rekan
Karyawan
Kerja
Tinggi
Sedang
Rendah
Orang
%
Tinggi
24
2
26
86,6
Sedang
1
3
4
13,4
Rendah
6,7
Jumlah
25
5
30
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap rekan kerja
diperusahaan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,739
yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap rekan kerja
diperusahaan. yang tergolong cukup kuat
6.1.4 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Hubungan Atasan-Bawahan
Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan akan
menciptakan suasana kerja yang kondusif, koordinasi yang baik, dan suasana
kerja yang komunikatif. Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan
memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat
mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu tentang peraturanperaturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja karyawan hingga
hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti oleh karyawan.
Kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam pekerjaan dapat
dilihat dari perhatian atasan terhadap ide dan saran yang berasal dari bawahan,
atasan dalam memberikan bimbingan kepada bawahan, pemberian pujian atau
kritik terhadap bawahan. Selain itu, kedekatan atasan dan bawahan di luar
pekerjaan dapat dilihat pula dari penilaian karyawan terhadap atasan dan bawahan
ketika diluar jam kerja.
Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan
karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan
karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri
dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM)
Komentar CH, karyawan SDM menunjukkan bahwa atasan disana tidak
memisahkan diri dengan bawahan, yang terbukti disaat jam istirahat atasan sering
shalat berjamaah bersama karyawan lainnya. Rasa saling menghormati antara
atasan dan bawahan pun tercipta tidak hanya pada saat bekerja saja, namun diluar
pekerjaan atasan tetap memberikan contoh teladan yang baik, dengan bertegur
sapa jika bertemu dengan karyawan lainnya. Perhatian yang diberikan atasan
terhadap
bawahan
menciptakan
keharmonisan
dalam
bekerja
sehingga
menimbulkan semangat karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun
jumlah responden yang termotivasi kerja terhadap hubungan atasan-bawahan
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap hubungan
Atasan-Bawahan dan Tingkat Motivasi kerja
Motivasi terhadap
Hubungan AtasanBawahan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tingkat Motivasi Kerja
Tinggi
18
7
25
Sedang
1
3
1
5
Rendah
-
Jumlah Responden
Karyawan
Orang
%
19
63,3
10
33,3
1
3,4
30
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,008 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja hubungan atasanbawahan. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,474
yang berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap hubungan atasanbawahan diperusahaan. yang tergolong erat.
.
6.1.5 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Prestasi
Sebagian besar responden mempunyai motivasi yang tinggi terhadap
prestasi. Keinginan karyawan dalam berprestasi, merupakan hal yang umum bagi
setiap karyawan, karena hampir setiap karyawan ingin mendapatkan jenjang karir
yang lebih baik. Keinginan tersebut diiringi dengan kesungguhan mereka dalam
bekerja. Adanya kebijakan kenaikan jenjang karir bagi karyawan yang berprestasi
membuat semakin termotivasinya karyawan dalam bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar karyawan menyatakan
bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan dan
bersedia bekerja keras dalam mencapai target perusahaan. Rata-rata responden
yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai motivasi untuk berprestasi dalam
bekerja. Kesediaan tersebut mengindikasikan bahwa karyawan memang
bersungguh-sungguh dalam bekerja. Jumlah responden yang termotivasi bekerja
terhadap prestasi dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Prestasi dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap
Prestasi
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tingkat Motivasi Kerja
Tinggi
25
25
Sedang
2
3
5
Rendah
-
Jumlah Responden
Karyawan
Orang
%
27
90
3
10
30
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi. Hal
ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,828 yang berarti
bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi tergolong cukup kuat.
6.1.6 Motivasi Kerja Karyawan terhadap Pengakuan
Pengakuan dapat menyebabkan karyawan merasa betah, rajin, dan
berusaha untuk selalu mencapai hasil yang lebih baik. Atasan selalu memberikan
pujian dan penghargaan kepada karyawan atas prestasi, dedikasi dan pengabdian
yang sudah diberikan karyawan kepada perusahaan. Adanya pengakuan membuat
karyawan lebih bersemangat dalam bekerja, karena pada umumnya karyawan
berkeinginan mendapatkan pengakuan dari atasanya atas pekerjaannya.
Pengakuan pada bagian SDM dan R&D ditujukan untuk karyawan yang
berprestasi saja, yang kemudian dipromosikan oleh atasannya untuk naik jabatan
atau mendapat kenaikan gaji. Kenaikan gaji, sering dilakukan atasan terhadap
karyawan yang sudah lama mengabdikan dirinya pada perusahaan Indofarma.
Responden pun mempunyai beragam motivasi terhadap pengakuan yang diberikan
atasan. Ada yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan ada juga yang
mempunyai motivasi rendah. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perlakuan
yang berbeda yang didapatkan karyawan oleh atasannya. Adapun jumlah
responden yang termotivasi terhadap pengakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Pengakuan dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap
Pengakuan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tingkat Motivasi Kerja
Tinggi
16
8
1
25
Sedang
5
5
Rendah
-
Jumlah Responden
Karyawan
Orang
%
16
53,3
13
43,3
1
3,4
30
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,042 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi. Hal
ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,373 yang berarti
bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap prestasi tergolong cukup erat.
6.1.7 Motivasi Kerja terhadap Tanggung jawab
Motivasi kerja terhadap tanggung jawab merupakan kepercayaan yang
diberikan atasan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya, sehingga
bawahan merasa mempunyai semangat dalam melaksanakan tugasnya. Responden
pun mempunyai beragam motivasi terhadap tanggung jawab yang diberikan
atasan. Ada yang mempunyai motivasi tinggi, sedang dan ada juga yang
mempunyai motivasi rendah. Namun, sebagian besar responden mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap tanggung jawab.
Perbedaan motivasi terhadap tanggung jawab yang berbeda disebabkan
adanya perlakuan yang berbeda yang didapatkan karyawan dari atasannya.
Tanggung jawab yang tergolong tinggi, diindikasikan dengan ketepatan karyawan
dalam datang bekerja dan bersedia menerima sanksi jika melanggar peraturan
tersebut.
Tabel 13. Jumlah Responden Karyawan Menurut Motivasi terhadap
Tanggung Jawab dan Tingkat Motivasi Kerja
Motivasi terhadap
Tanggung Jawab
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tingkat Motivasi Kerja
Tinggi
24
1
25
Sedang
5
5
Rendah
-
Jumlah Responden
Karyawan
Orang
%
24
80
6
20
30
100
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson pada taraf
nyata α 0,05, diperoleh P value sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05
memperlihatkan bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap tanggung
jawab. Hal ini dapat dilihat pula dari koefisien korelasi yaitu sebesar 0,373 yang
berarti bahwa terdapat hubungan motivasi kerja terhadap tanggung jawab
tergolong cukup kuat.
6.2 Ikhtisar
Sebagian besar karyawan sebanyak 83,3 persen mempunyai tingkat
motivasi yang tinggi dan tidak ada satu pun karyawan yang mempunyai tingkat
motivasi rendah, walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai tingkat
motivasi yang sedang dalam bekerja. Tingkat motivasi kerja tidak lepas dari
faktor-faktor motivasi, seperti gaji, peraturan perusahaan, hubungan rekan kerja,
hubungan atasan dengan bawahan, keinginan untuk berprestasi, pengakuan serta
tanggung jawab atas pekerjaan tersebut. Faktor-faktor tersebut mempunyai
hubungan yang tergolong erat dengan motivasi kerja.
Tingkat motivasi kerja yang tinggi dilihat dari 3 indikator yaitu karyawan
bersedia bekerja keras, bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima
lemburan dalam bekerja. Biasanya karyawan yang sudah menikah lebih semangat
untuk berlembur dibandingkan dengan karyawan yang belum menikah
dikarenakan karyawan yang sudah menikah mempunyai tanggungan yang lebih
selain dirinya sendiri.
Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari saling membantu
karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. selain itu, rasa kekeluargaan yang
sudah melekat membuat karyawan betah bekerja disana, dan menganggap bahwa
rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri, dan belum tentu rasa kekeluargaan
tersebut terjalin di perusahaan lain. Begitu juga yang terjadi pada hubungan antara
atasan dengan bawahan. Rasa saling menghormati antara atasan dan bawahan baik
dalam bekerja maupun disaat istirahat menciptakan hubungan yang harmonis
sehingga menimbulkan semangat karyawan dalam bekerja.
Rasa tanggung jawab dilihat dari tepat waktunya karyawan pada saat
masuk jam kerja dan bersedianya karyawan dalam bekerja lembur untuk
mempercepat penyelesaian pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab
karyawan terhadap peraturan yang dibuat perusahaan.
BAB VII
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI
KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN
Setiap responden mempunyai penilaian yang berbeda terhadap atasannya.
Penilaian tersebut seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada
karyawan, sikap atasan dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian
atasan terhadap kegiatan karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam
gaya kepemimpinan.
Hasil penelitian pada bagian SDM dan R&D menunjukkan tingkat
motivasi yang berbeda-beda antar karyawan. Motivasi tersebut mempunyai
hubungan
dengan
gaya
kepemimpinan
yang
diterapkan
atasan.
Gaya
kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai perhatian
terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan
konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang
berprestasi. Perhatian atasan terhadap pekerjaan biasanya dengan memberikan
keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadi
lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan
pengarahan dalam bekerja. Gaya kepemimpinan konsultatif pun mempunyai
hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena semua karyawan mempunyai
motivasi yang tinggi dan tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah
dalam gaya kepemimpinan konsultatif. Walaupun ada beberapa karyawan yang
mempunyai motivasi yang sedang terhadap gaya kepemimpinan tersebut.
“Penghargaan atasan kepada karyawan yang berprestasi,
semata-mata untuk menghargai kesungguhannya dalam bekerja
dan membuat karyawan bekerja lebih baik lagi”.
(SY, 52 tahun, Manager SDM)
“Kalau menurut saya pribadi kenaikan jabatan yang diberikan
atasan kepada karyawan yang berprestasi selama ini, membuat
saya lebih semangat dalam bekerja, kan kali aja nanti saya bisa
naik jabatan”.
(ST,43 tahun, Karyawan SDM)
Berdasarkan ungkapan SY (Manajer SDM) dan ST (Karyawan SDM), maka dapat
diketahui bahwa keputusan atasan dalam memberikan pengakuan kepada
karyawan yang berprestasi dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan untuk
bekerja lebih baik. Keputusan yang diambil atasan merupakan salah satu teknik
gaya kepemimpinan atasan dalam memotivasi karyawan.
Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan
peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi
terhadap karyawan. Umumnya atasan lebih cenderung mengawasi dan
mengarahkan karyawan baru dibandingkan karyawan yang sudah senior karena
atasan menganggap karyawan baru, masih butuh banyak pengarahan dan
bimbingan dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran
peraturan kerja yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat
keputusan tanpa mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan karyawan R&D, yang mengatakan
bahwa :
“Atasan disini memang baik-baik dan tidak sombong, tapi kalau
yang namanya sudah melanggar peraturan seperti telat terus
kalau masuk kerja, ya tetap saja atasan bakal menegurnya”.
(PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Gaya kepemimpinan partisipatif ditandai dengan komunikasi dua arah dan
pengambilan keputusan turut melibatkan karyawan. Hal tersebut terlihat pada saat
rapat untuk menetapkan kebijakan, dimana selalu melibatkan perwakilan tiap
seksi untuk menghadiri rapat dan menanyakan kepada perwakilan tiap seksi
mengenai masalah-masalah yang terjadi, dan didiskusikan bersama untuk
mendapatkan solusi yang terbaik. Gaya kepemimpinan partisipatif pun
mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja karena tidak ada
karyawan yang mempunyai motivasi rendah dalam gaya kepemimpinan tersebut.
Walaupun hanya beberapa karyawan yang memandang atasannya mempunyai
gaya kepemimpinan partisipatif.
Pada gaya kepemimpinan delegatif, karyawan mempunyai motivasi yang
tinggi. Namun gaya kepemimpinan tersebut tergolong jarang diterapkan oleh
pemimpin, hanya saja jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan
biasanya atasan menerapkan gaya kepemimpinan tersebut. Pendelegasian tersebut
biasanya dalam memberikan perintah lembur kepada karyawan. Terdapatnya
motivasi yang tinggi pada gaya kepemimpinan delegatif, dikarenakan pada
umumnya karyawan bersedia untuk lembur yang dapat menambah penghasilan
karyawan. Adapun hubungan gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja
karyawan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja Karyawan
Gaya
Kepemimpinan
Direktif
Konsultatif
Partisipatif
Delegatif
Jumlah
Rendah
-
Motivasi
Sedang
2
3
5
Tinggi
6
17
1
1
25
Jumlah
(orang)
6
19
4
1
30
7.1 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan konsultatif lebih cenderung sering diterapkan atasan
dalam memimpin walaupun pada situasi tertentu atasan juga menerapkan gaya
kepemimpinan direktif, partisipatif dan delegatif. Hubungan yang positif antara
gaya kepemimpinan konsultatif dan motivasi kerja karyawan terlihat dari tidak
ada karyawan yang mempunyai motivasi yang rendah terhadap gaya
kepemimpinan tersebut. Sebagian besar karyawan mempunyai motivasi yang
tinggi, walaupun ada beberapa karyawan yang mempunyai motivasi yang sedang.
Gaya kepemimpinan konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal
mempromosikan karyawan yang berprestasi.
Gaya kepemimpinan partisipatif terlihat pada saat rapat untuk menetapkan
kebijakan, dimana selalu melibatkan perwakilan tiap seksi untuk menghadiri rapat
dan menanyakan kepada perwakilan tiap seksi mengenai masalah-masalah yang
terjadi, dan didiskusikan bersama untuk mendapatkan solusi yang terbaik. Gaya
kepemimpinan partisipatif pun mempunyai hubungan yang positif dengan
motivasi kerja karena tidak ada karyawan yang mempunyai motivasi rendah
dalam gaya kepemimpinan tersebut. Walaupun hanya beberapa karyawan yang
memandang atasannya mempunyai gaya kepemimpinan partisipatif.
Gaya kepemimpinan delegatif biasanya diterapkan dalam memberikan
perintah lembur kepada karyawan. Terdapatnya motivasi yang tinggi pada gaya
kepemimpinan delegatif, dikarenakan pada umumnya karyawan bersedia untuk
lembur yang dapat menambah penghasilan karyawan.
BAB VIII
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dikemukakan
kesimpulan-kesimpulan berikut.
1. Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh manajer adalah gaya
kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya-gaya kepemimpinan direktif,
partisipatif, dan delegatif juga diterapkan dalam hal-hal dan situasi
tertentu. Pada saat menerapkan peraturan kerja, atasan menerapkan gaya
kepemimpinan direktif, dengan melakukan pengawasan yang ketat dan
memberikan sanksi terhadap karyawan yang melanggar. Selain itu, gaya
kepemimpinan partisipatif diterapkan atasan pada saat rapat menetapkan
kebijakan, karena atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan
merupakan masukan yang sangat berarti. Gaya kepemimpinan delegatif,
biasanya diterapkan atasan jika ada pekerjaan yang belum terselesaikan,
dan mendelagasikannya kepada karyawan untuk bekerja lembur.
2. Tingkat
motivasi kerja karyawan tergolong tinggi, yang dilihat
bersedianya karyawan untuk bekerja keras, bekerjasama dan bertanggung
jawab. Bekerja keras terlihat dari kemauan dari karyawan dalam menerima
lemburan dalam bekerja. Kerjasama yang baik antar karyawan terlihat dari
saling membantu karyawan jika ada kesulitan dalam bekerja. Adanya rasa
kekeluargaan yang sudah melekat membuat karyawan betah bekerja
disana, dan menganggap bahwa rekan kerja sudah seperti keluarga sendiri.
Tepat waktunya karyawan pada saat masuk jam kerja dan bersedianya
karyawan dalam bekerja lembur untuk mempercepat penyelesaian
pekerjaan merupakan ciri dari rasa tanggung jawab karyawan terhadap
peraturan yang dibuat perusahaan.
3. Gaya kepemimpinan konsultatif cenderung menghasilkan motivasi kerja
yang tinggi di kalangan karyawan. Namun, penerapan gaya kepemimpinan
direktif, partispatif, dan delegatif juga cenderung menghasilkan motivasi
kerja yang tinggi. Hal ini karena disamping faktor-faktor motivasi juga
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan atasan.
8.2 Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan berdasarkan penelitian yaitu
sebagai berikut :
1. Atasan sebaiknya tetap mempertahankan gaya kepemimpinan yang sudah
ada, namun gaya kepemimpinan tersebut disesuaikan dengan situasi yang
ada pada lingkungan kerja.
2. Atasan diharapkan dapat mempertahankan kondisi motivasi kerja
karyawan dengan menciptakan kebersamaan antar karyawan, seperti
rekreasi karyawan atau olah raga bersama, guna menjaga keeratan sesama
karyawan maupun atasan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 1987. Manajemen Organisasi. Jakarta : PT. Bina Aksara.
Anonim. 2008. Annual Report. Bekasi: PT Indofarma (Persero) Tbk.
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual. Jakarta : Arga.
Bailey. 1982. Methods of Social Research. Edisi ke-2. Newyork: The Free Press
Hakiem, Hilman. 2003. Kepemimpinan Dalam Syariah [Skripsi]. Bogor :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hasibuan, M. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas.
Jakarta:Bumi Aksara.
Hidayat, Nuryllah. 2005. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Efektivitas
Kerja Pegawai dalam Organisasi Pemerintahan[Skripsi]. Bogor : Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mayasari. 2008. Mempelajari Aspek Tata Letak dan Penanganan di PT Indofarma
(Persero) Tbk. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pulungan, Ismail. 2001. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Rivai. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. PT. Raja Grafindo Persada.
Siagian, Sondang. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : PT.Rineka
Cipta.
Singarimbun. Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Yogyakarta : LP3ES.
Stoner, James AF dan R Edward Freeman. 1994. Manajemen. Edisi Kelima. Jilid
2. Jakarta:Intermedia.
Thoha, Miftah. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta : PT.
Gramedia.
Wahjosumidjo, 1987. Kepemimpinan dan Motivasi dalam Kepemimpinan.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
,1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wiriadihardja, H. Moeftie. 1957. Dimensi Kepemimpinan dalam Manajemen.
Jakarta : Balai Pustaka.
Lampiran 1.
KUISIONER PENELITIAN
Nomor Kuisioner :
Hari/Tanggal Wawancara :
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI
KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN
Panduan pengisian
 Pertanyaan yang diajukan dan jawaban-jawaban yang diterima sematamata untuk tujuan penelitian.
 Isi dan pilihlah salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dengan memberi tanda (x) pada setiap jawaban yang anda pilih.
 Pastikan bahwa jawaban-jawaban yang anda berikan adalah jawaban yang
jujur, apa adanya dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.
 Terima kasih ketersediaan, kerjasama, dan bantuan dari Bapak/Ibu/sdr
berikan.
Identitas Responden
a) Nama
b) Umur
c) Jenis Kelamin
d) Pendidikan Terakhir
e)
f)
g)
h)
Lama bekerja
Jabatan
Divisi/Bagian
Status Pernikahan
:
:
: ( ) Laki-laki
( ) Perempuan
: ( ) Tamatan SD/Sederajat
( ) Tamat SMP/Sederajat
( ) Tamat SMU/Sederajat
( ) Tamat D3/Sederajat
( ) Tamat SI
:
:
:
: menikah/belum menikah
Petunjuk pengisian kuisioner :
Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang anda rasa paling tepat
No
Pernyataan
Jawaban
5 4 3 2
1. Komunikasi yang terjalin antara anda dengan atasan
X
tergolong sering
2. Hubungan anda dengan atasan diluar pekerjaan
X
tergolong erat
Keterangan:
5:Sangat setuju
2:Tidak setuju
4:Setuju
1:Sangat tidak setuju
3:Biasa saja
1
A. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN
I. Komunikasi
No
Pernyataan
Jawaban
5 4 3 2 1
1. Komunikasi yang terjalin antara anda dengan atasan
tergolong sering namun hanya sebatas pada pekerjaan
2. Atasan anda sering memberikan pengarahan/
bimbingan dalam bekerja
3. Ketika sedang berdiskusi, atasan anda selalu
menyampaikan ide, saran atau kritik untuk kemajuan
perusahaan
4. Atasan anda sering memberikan saran atau kritik pada
hasil pekerjaan yang dilakukan karyawan
5. Atasan sering memberikan pengarahan mengenai
standar kerja dari perusahaan
II. Pemecahan Masalah
No
Pernyataan
5
Jawaban
4 3 2
1
5
Jawaban
4 3 2
1
1.
Atasan anda sering mengajak karyawan dalam
merumuskan pemecahan masalah
2. Karyawan diikutsertakan dalam memecahkan masalah
yang terjadi pada perusahaan namun keputusan
diambil oleh atasan
3. Atasan sering mengambil keputusan disaat rapat
4. Ketika terjadi konflik antar karyawan, respon atasan
anda ialah mendiskusikan masalah tetapi penyelesaian
masalah diselesaikan oleh atasan
5. Atasan anda mempunyai peran dalam mengambil
keputusan yang telah dirundingkan bersama-sama
karyawan
B. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP FAKTOR
MOTIVASI KERJA
I. Gaji
No
Pernyataan
1.
2.
3.
4.
5.
Gaji yang anda peroleh mencukupi kebutuhan seharihari
Gaji yang anda terima membuat anda meningkatkan
produktivitas dalam bekerja
Bonus yang diberikan perusahaan pada waktu-waktu
tertentu meningkatkan motivasi anda dalam
menyelesaikan pekerjaan
Tambahan upah lembur yang ditetapkan perusahaan
meningkatkan motivasi anda dalam bekerja
Tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan
membuat anda termotivasi dalam bekerja
II. Peraturan dan Kebijakan Perusahaan
No
Pernyataan
1.
2.
3.
4.
5.
5
Jawaban
4 3 2
1
5
Jawaban
4 3 2
1
5
Jawaban
4 3 2
1
Peraturan yang dilakukan perusahaan membuat anda
disiplin dalam bekerja
Peraturan mengenai upah lembur membuat anda
semangat dalam menyelesaikan pekerjaan
Sanksi yang diberlakukan perusahaan apabila
karyawan melanggar aturan membuat anda lebih
semangat dalam bekerja
Pengawasan yang dilakukan atasan dalam bekerja,
membuat anda bekerja lebih baik
Kebijakan yang dilakukan perusahaan mengenai
tunjangan/gaji karyawan membuat anda lebih
bersungguh-sungguh dalam bekerja
III. Hubungan dengan Rekan Sekerja
No
Pernyataan
1.
Adanya kesempatan anda dalam bersosialisasi dengan
sesama rekan sekerja diluar pekerjaan (saat istirahat,
sepulang kerja, dll) membuat anda lebih nyaman
dalam bekerja
2. Terjalinnya kerjasama antar sesama rekan kerja
membuat anda lebih semangat dalam bekerja
3. Anda dan sesama rekan kerja anda sering bersosialisasi
walaupun di luar pekerjaan (silahturahmi)
4. Terjalinnya kerjasama yang baik dengan rekan sesama
kerja anda tidak hanya terjadi di dalam bekerja namun
di luar pekerjaan juga kami menjalin persahabatan
5. Saran dan kritik dari rekan kerja membuat anda
bekerja lebih baik
IV. Hubungan atasan dengan bawahan
No
Pernyataan
1.
2.
3.
4.
5.
Atasan sering memberikan perhatian mengenai ide,
usulan, keluhan dari karyawan
Ketika atasan anda memberikan
pengarahan/bimbingan dalam hal pekerjaan, dapat
membuat anda termotivasi dalam bekerja lebih baik
Pujian yang diberikan atasan kepada anda membuat
anda lebih bersemangat dalam bekerja
Atasan anda sering bersosialisasi dengan sesama
karyawan di luar pekerjaan(saat istirahat, sepulang
kerja, dll)
Hubungan yang dekat dengan atasan membuat anda
lebih semangat dalam bekerja
V. Prestasi
No
1.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
Jawaban
4 3 2
1
5
Jawaban
4 3 2
1
5
Jawaban
4 3 2
1
Pernyataan
Atasan sering memberikan pujian terhadap karyawan
yang bekerja dengan baik
Pujian yang diberikan atasan membuat anda lebih
semangat dalam bekerja
Bonus yang diberikan perusahaan jika bekerja dengan
baik membuat anda lebih bersungguh-sungguh dalam
bekerja
Atasan anda menghargai setiap hasil kerja yang anda
lakukan
Penghargaan dari perusahaan dan pujian dari atasan
membuat anda termotivasi untuk bekerja lebih baik
VII. Tanggung jawab
No
1.
5
Anda bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang
telah ditetapkan perusahaan
Anda bersedia bekerja keras dalam mencapai target
perusahaan
Pencapaian target perusahaan membuat saya
termotivasi dalam bekerja
Ketika anda diperintahkan lembur oleh atasan untuk
mencapai target, anda dengan senang hati menerima
lembur tersebut
Anda bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan
standar kerja
VI. Pengakuan
No
1.
Pernyataan
Pernyataan
Anda bersedia bekerja keras sesuai dengan jam kerja
yang telah ditetapkan perusahaan
Anda bersedia bekerja keras dalam pencapaian target
Anda bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan
standar kerja
Anda bersedia lembur untuk memenuhi target
perusahaan
Anda bersedia menjaga nama baik perusahaan
C. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP MOTIVASI KERJA
No
Pernyataan
5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Anda bersedia bekerja sesuai dengan jam kerja yang
telah ditetapkan perusahaan.
Anda bersedia menggunakan waktu di luar jam kerja
untuk mempercepat penyelesaian penyelesaian
pekerjaan.
Anda bersedia lembur untuk memenuhi target
perusahaan.
Anda bersedia bekerja keras untuk mencapai tujuan
perusahaan.
Anda selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu
Anda bersedia bekerjasama dalam bekerja
Anda selalu memberikan dorongan dan semangat
kepada rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan
Anda bersedia membantu kesulitan rekan kerja asatu
bagian dalam menyelesaikan pekerjaannya
Anda bersedia menerima sanksi apabila melakukan
kesalahan dalam pekerjaan
Anda bersedia memperbaiki kesalahan yang dilakukan
dalam menyelesaikan pekerjaan
Anda bersedia bekerja keras sesuai dengan jam kerja
yang telah ditetapkan perusahaan
Anda bersedia bekerja keras dalam pencapaian target
Anda bersedia bekerja sesuai dengan peraturan dan
standar kerja
Anda bersedia lembur untuk memenuhi target
perusahaan
Anda bersedia menjaga nama baik perusahaan
Jawaban
4 3 2
1
Panduan pertanyaan
1. Bagaimana hubungan anda dengan atasan?
2. Apakah anda sering berhubungan dengan atasan anda diluar pekerjaan?
3. Apakah atasan anda sering memberikan waktu untuk memberikan ide,
saran atau kritik jika sedang berdiskusi?
4. Bagaimana cara atasan anda memberikan pengarahan, penghargaan atas
prestasi kerja dan motivasi kerja selama ini?
5. Bagaimana cara atasan anda dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang terjadi diperusahaan ?
6. Apakah gaji yang anda dapat dari perusahaan membuat anda bersemangat
bekerja?
7. Apakah peraturan dan kebijakan perusahaan, membuat anda bekerja lebih
baik dan lebih disiplin?
8. Bagaimana hubungan anda dengan rekan sekerja anda?
9. Apakah anda sering berhubungan dengan rekan sekerja anda diluar
pekerjaan?
10. Apakah anda bersedia bekerja lembur untuk mengejar target perusahaan?
Download