POLA PENGOBATAN PADA PASIEN HIPERTENSI

advertisement
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 189-196
ISSN : 1410-0177
POLA PENGOBATAN PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
Uce Lestari 1, Deswinar Darwin2, Lusiana Estiana S3
1,2
Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi
3
Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
ABSTRACT
A Study on hypertension therapy with comorbidity of type II diabets mellitus at hospitalized
patients of Internal Desease Ward Raden Mattaher Hospital Jambi descriptively by using
prospective data has been conducted. Samples were taken by using cencus method from
patients medical record from February to June 2011. Appropriatenes of drug use was
evaluated based on criterions stated. Results showed that the most common an hypertension
drugs used was captopril (55.33%) and anti-diabetic was reguler insulin (R1) (31.25%). The
rationality of indication reched 97.10% of patients, medicine 100%, dosage 74.12%, dosage
interval 80.65%, route of administration 100% and rational of time was 45.16%
KeyWord : Use Patterns, Hipertension, Diabetes mellitus Type 2
PENDAHULUAN
Penyebab kematian yang paling
utama pada penderita Diabetes Melitus
adalah
timbulnya
penyakit
kardiovaskuler. Banyak faktor resiko
penyakit kardiovaskuler pada diabetes
diantaranya adalah hipertensi, obesitas,
dislipidemia,
mikroalbuminuria,
kelainan koagulasi, stroke, dan infark
miokad. Diantara faktor resiko tersebut,
hipertensi dengan Diabetes Melitus
mencapai dua kali lebih sering terjadi
pada penderita diabetes dibandingkan
dengan penderita non diabetes, pada
Diabetes Melitus tipe 1 hipertensi
terdapat 10-30% penderita, sedangkan
pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat
30-50% penderita mengidap hipertensi
(Soegondo:2008).
Hipertensi dengan Diabetes
Melitus tipe 2 merupakan faktor resiko
yang kuat untuk terjadinya morbiditas
dan mortalitas pasien Diabetes Melitus.
Terapi yang tepat untuk pengelolaan
tekanan darah sangat dibutuhkan untuk
mengurangi
resiko
peningkatan
kematian, memperlambat
diabetik.
Banyaknya golongan antidiabetik dan
antihipertensi
yang
mempunyai
mekanisme kerja, efektifitas, efek
samping
yang berbeda menjadi
tantangan
bagi
farmasis
untuk
memberikan informasi secara jelas dan
menyeluruh secara individual dalam
rangka meningkatkan keberhasilan
pengobatan dan meminimalkan efek
samping yang terjadi (Murdiana:2007).
Obat-obat
yang
digunakan
dalam terapi diabetes (antidiabetik)
merupakan salah satu obat yang perlu
dievaluasi karena obat-obat diabetes
merupakan obat yang digunakan untuk
jangka panjang. Penggunaan obat
diabetes dikombinasikan dengan obat
lain
seperti
obat
hipertensi
(Siregar:2005.
Dari hasil observasi dilapangan,
dokter meresepkan obat dengan
kombinasi yang berbeda-beda untuk
terapi hipertensi dengan Diabetes
189
Uce L., et al.
Melitus, hal ini karena adanya
perbedaan terhadap kondisi medis
pasien dan tingkat kepatuhan pasien.
Dalam hal penggunaan kombinasi obat,
sangat perlu diperhatikan efek yang
dapat ditimbulkan oleh penggunaan
bersama dari obat tersebut dan interaksi
yang dapat ditimbulkan dari pemakaian
obat secara bersamaan (Guyton:2004;
Gunawan:2007).
Berdasarkan
pembahasan
sebelumnya, maka penting dilakukan
penelitian Pola Pengobatan pada pasien
Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe
2. Penelitian ini dilakukan dengan
analisis deskriptif yang dikerjakan
secara prosfektif tehadap suatu populasi
terbatas yaitu seluruh pasien hipertensi
dengan Diabetes Melitus tipe 2 bangsal
rawat inap Penyakit Dalam di RSUD
Raden Mattaher Jambi selama bulan
Maret sampai Juni 2011. Data pasien
Diabetes Melitus tipe 2
dengan
hipertensi didapat dari bangsal rawat
inap penyakit dalam, kemudian
dilakukan pencatatan rekam medik
dibangsal rawat inap. Kekurangan
rekam medik dilengkapi dengan melihat
catatan perawat, Depo farmasi Ilmu
Penyakit Dalam, melihat kondisi pasien
langsung dengan mengikuti visite
dokter dan wawancara pasien atau
keluarga pasien.
MOTODOLOGI
Sumber data meliputi rekam
medik pasien yang menjalani terapi obat
antihipertensi dan antidiabetes serta
wawancara pasien atau keluarga pasien
di bangsal rawat inap Penyakit Dalam
RSUD Raden Mattaher Jambi.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Pengambilan data dilakukan
pencatatan rekam medik di bangsal
rawat inap Penyakit Dalam di RSUD
Raden Mattaher Jambi meliputi data
kualitatif
dan
kuantitatif
serta
kelengkapan data pasien (seperti umur,
jenis kelamin, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat penyakit keluarga, tindakan
terapi terhadap penyakit hipertensi
dengan Diabetes Melitus tipe 2,
diagnosa,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan penunjang, dan lain-lain).
Data yang diambil dipindahkan ke
lembaran pengumpul data yang telah
disiapkan. Kekurangan rekam medik
dilengkapi dengan melihat catatan
perawat, catatan obat depo farmasi Ilmu
Penyakit Dalam (IPD) melihat kondisi
pasien langsung dengan mengikuti
visite dokter, wawancara pasien atau
keluarga pasien.
Obat yang akan dievaluasi
adalah obat-obat yang digunakan
selama menjalani terapi hipertensi
dengan Diabetes Mellitus tipe 2.
Sampel yang dipilih adalah
pasien yang menjalani terapi hipertensi
dengan Diabetes Mellitus tipe 2 di
bangsal rawat inap Penyakit Dalam di
RSUD Raden Mattaher Jambi selama
bulan Februari sampai April 2011.
Penetapan sampel dilakukan dengan
metoda sensus.
Standard
penggunaan
obat
ditetapkan berdasarkan formularium
RSUD Raden Mattaher Jambi tahun
2009 dan literatur-literatur ilmiah
lainnya.
Analisa Kuantitatif, Data ditabulasi
berdasarkan persentase pasien yang
190
Uce L., et al.
menjalani terapi Hipertensi dengan
Diabetes Melitus tipe 2 di bangsal
penyakit dalam dan persentase jenis
obat antidiabetes dan obat antihipertensi
yang digunakan. Persentase jumlah
pasien berdasarkan rentang umur
pasien, jenis kelamin dan klasifikasi
penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus dibuat dalam bentuk tabeltabel. Data yang diambil dipindahkan
ke lembaran pengumpul data yang telah
disiapkan.
Analisa
kualitatif,
Data
ditabulasikan kemudian bandingkan
hasil yang diperoleh dengan standar
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Hasil
perbandingannya
akan
menunjukan rasional atau tidak
rasionalnya
penggunaan
obat
antihipertensi yang ditinjau dari :Tepat
indikasi, Tepat penderita, Tepat obat,
Tepat dosis, Tepat saat penggunaan,
Tepat interval, Tepat rute pemberian
HASIL
Hasil yang diperoleh dari
penggunaan obat antidiabetes dan obat
antihipertensi pada penderita hipertensi
Diabetes Melitus tipe 2 dengan pada
rawat inap di bangsal Penyakit Dalam
RSUD Raden Mattaher Jambi selama
bulan Februari sampai dengan April
tahun 2011, adalah sebagai berikut :
1. Persentase jenis obat antidiabetes
yang digunakan.
Berdasarkan data yang diperoleh,
diketahui bahwa obat antidiabetes
yang banyak digunakan adalah jenis
obat
generik
yang
sesuai
formularium RSUD Raden Mattaher
Jambi
yakni sebesar 68,75 %,
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
sedangkan obat merek dagang
sebesar 0%. Obat antidiabetes
generik non formularium sebesar
31,25 %, sedangkan obat merek
dagang non formularium sebesar
0%. Dari data yang diperoleh, obat
antidiabetes yang paling banyak
diresepkan adalah insulin shortacting yaitu insulin regular (RI)
sebesar 31,25 %.
2. Persentase jenis obat antihipertensi
yang digunakan.
Berdasarkan data yang diperoleh,
diketahui bahwa obat antihipertensi
yang banyak digunakan adalah jenis
obat
generik
yang
sesuai
formularium
RSUD Raden
Mattaher Jambi yakni sebesar
100%, sedangkan obat merek
dagang
sebesar
0%.
Obat
antihipertensi
generik
non
formularium sebesar 0%, sedangkan
obat merek dagang non formularium
sebesar 0 %. Dari data yang
diperoleh, obat antidiabetes yang
paling banyak diresepkan adalah
captopril golongan ACE inhibitor
sebesar 53,33 %.
3. Persentase pasien hipertesi dengan
Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit
penyerta lain berdasarkan jenis
kelamin.
Berdasarkan data yang diperoleh
diketahui obat antidiabetes dan obat
antihipertensi yang paling banyak
diberikan kepada pasien perempuan
sebesar 73,33 % sedangkan pada
pasien laki-laki sebesar 26,67%.
4. Persentase pasien hipertensi dan
Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit
penyerta lain berdasarkan rentang
umur.
191
Uce L., et al.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Berdasarkan data yang didapat,
diketahui
persentase
pasien
hipertensi dengan Diabetes Melitus
tipe 2 dan penyakit penyerta lain
umur 30-40 tahun sebesar 13,33 %,
umur 41-50 tahun sebesar 13,33 %,
umur 51-60 tahun sebesar 60%,
umur 61-70 tahun sebesar 6,67 %
dan umur > 71 tahun sebesar 6,67
%. Dari data yang diperoleh bahwa
penyakit ini banyak terjadi pada
pasien umur 51-60 tahun yaitu
sebesar 60 %.
6. Persentase pasien hipertensi dengan
Diabetes Melitus tipe II berdasarkan
klasifikasi penyakit hipertensi
Berdasarkan data yang diperoleh
diketahui bahwa pasien terdiagnosa
hipetensi stage I sebesar 20 %,
pasien terdiagnosa hipertensi stage
II sebesar 73,33 %, pasien
terdiagnosa hipertensi stage III
sebesar 6,67 %, pasien terdiagnosa
hipertensi stage IV sebesar 0 %.
Dari data yang diperoleh bahwa
pasien
banyak
terdiagnosa
hipertensi stage II yaitu sebesar
73,33%.
5. Persentase pasien hipertensi dengan
Diabetes Melitus tipe II berdasarkan
klasifikasi
penyakit
Diabetes
7.
Melitus
Berdasarkan data yang diperoleh
diketahui bahwa pasien terdiagnosa
Diabetes Melitus tipe I sebesar 0 %,
pasien terdiagnosa Diabetes Melitus
tipe II sebesar 100 %, pasien
terdiagnosa
Diabetes
Melitus
gestasional sebesar 0 %, Dari data
yang diperoleh bahwa pasien
banyak
terdiagnosa
Diabetes
Melitus tipe 2 yaitu sebesar 100%.
7. Penggunaan obat antihipertensi dan
obat antidiabetes yang tepat
indikasi sebesar 87,10 %; tepat
pasien adalah sebesar 100 %; tepat
obat sebesar 100 %; tepat dosis
sebesar 74,12%; tepat interval
penggunaan sebesar 80,65% , tepat
rute pemberian sebesar 100 % dan
tepat saat penggunaan sebesar
45,16 %.
PEMBAHASAN
Tabel 1. Persentase ketepatan penggunaan obat antihipertensi dan antidiabetik pada
pasien hipertensi dan Diabetes Melitus type II rawat inap di bangsal Penyakit
Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
No
Jenis Ketepatan
Jumlah (n=31)
Persentase (%)
1.
Indikasi
27
87,10
2.
Penderita
31
100
3.
Obat
31
100
192
Uce L., et al.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
4.
Dosis
23
74,12
5
Saat penggunaan
14
45,16
6
Interval
25
80,65
7
Rute Pemberian
31
100
Persentase (%)
87,1
100
100
80,65
45,16
100
74,12
Indikasi
Penderita
Obat
Dosis
Saat penggunaan
Interval
Rute Pemberian
Gambar 1. Persentase ketepatan penggunaan obat antihipertensi dan antidiabetik pada
pasien hipertensi dan Diabetes Melitus type II rawat inap di bangsal
Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi
Pada analisa kuantitatif, salah
satunya adalah ketepatan indikasi. Dari
hasil yang diperoleh persentase pasien
yang tidak tepat indikasi sebesar 12,90
%. Tidak tepat indikasi berarti OAD
yang diberikan tidak sesuai dengan
diagnosa pasien, dalam hal ini indikasi
DM tipe 1 atau DM tipe 2 atau DM tipe
2 dengan kondisi tertentu. Persentase
yang didapatkan cukup kecil . Sebagai
contoh yang tidak tepat indikasi adalah
pasien YE dengan BB 70 kg, S dengan
BB 70 kg, NP dengan BB 80 kg, MA
dengan BB 70 kg didiagnosa oleh
dokter DM tipe 2 + hipertensi grade II
diberikan terapi diabetes regular insulin
2x10UI sc, Novolet 3x 10 UI sc an
glukodex 2 x 80 mg. Dalam hal ini
pemberian regular insulin, Novolet dan
Glukodex kurang tepat karena regular
insulin digunakan untuk DM tipe 1 dan
untuk pasien DM dalam keadaan
tertentu dengan BB kurus, sedangkan
golongan sulfonil urea (glukodex)
digunakan untuk pasien dengan BB
normal, sementara pasien dengan BB
gemuk (70 kg) seharusnya diberikan
obat metformin (Dollery: 1991). Dalam
hal ini karena metformin dapat menekan
nafsu makan dan tidak meningkatkan
berat badan (Tjay :2002). Metformin
juga meningkatkan jumlah reseptor
insulin, dimana pada pasien dengan
kelebihan berat badan jumlah reseptor
insulin berkurang (Misnadiarly:2006).
Dari data yang diperoleh, tidak
ditemukan ketidaktepatan penderita (0
193
Uce L., et al.
%). Tidak tepat penderita dapat
diartikan bahwa obat yang diberikan
kontraindikasi dengan penderita dan
kemungkinan reaksi yang merugikan
tinggi (Siregar :2005).
Dari data yang diperoleh, tidak
ditemukan ketidaktepatan obat (0 %).
Tepat obat artinya mempertimbangkan
kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi
pasien dan harga yang sesuai (Siregar
:2005).
Pada analisa ketepatan dosis,
ditemukan sebesar 25,81 % penggunaan
OAD tidak tepat dosis. Adanya
ketidaktepatan
dosis
ini
dapat
menimbulkan efek samping yang tidak
diharapkan pada pasien. Dosis yang
kurang akan menyebabkan tidak
tercapainya dosis terapi sehingga kadar
obat dalam darah tidak cukup untuk
menurunkan gula darah secara optimal.
Dosis yang berlebih akan menyebabkan
akumulasi obat dalam tubuh sehingga
menyebabkan toksisitas dalam tubuh
pasien. Pada kasus penyakit diabetes
melitus, penetapan dosis obat sangat
bergantung pada kadar gula darah
pasien. Pasien DM baik tipe 1 maupun
tipe 2 dengan kadar gula darah sangat
tinggi diberikan regular insulin secara
sliding scale. Ini dimaksudkan agar
pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula
darah pasien pada waktu itu.
Berdasarkan literatur bahwa pemberian
insuin tergantung kadar gula darah
sewaktu yaitu : GDS (gula darah
sewaktu) 150-200 mg/dl diberikan
insulin dengan dosis 2 UI, GDS 201250 md/dl diberikan insulin dengan
dosis 4 UI, GDS 251-300 mg/dl
diberikan insulin dengan dosis 6 UI,
GDS 302 -350 mg/dl diberikan insulin
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
dengan dosis 8 UI dan GDS 351-400
mg/dl diberikan insulin dengan dosis 10
UI secara subkutan.
Berdasarkan data yang ada
bahwa
beberapa
pasien
yang
mendapatkan dosis insulin tidak sesuai
GDSnya seperti pasienYE dan pasien H
dilihat dari hasil laboratorium nilai GDS
188 mg/dl GDS 200 mg/dl dan
diberikan RI 2x10 UI sc dan RI 3x 12
UI seharusnya untuk GDS 150-200
mg/dl diberikan RI dengan dosis 2 UI.
Pasien S (61 tahun) dan pasien R
memiliki nilai GDS 300 mg/dl samasama diberikan Novolet 3x10 UI serta
Pasien NP memeiliki GDS 290 mg/dl
diberikan RI 3x10 UI, seharusnya
untuk GDS 251-300 mg/dl diberikan
Novolet dan RI dengan dosis 6 UI.
Pasien S (48tahun) memiliki nilai GDS
250 mg/ dl diberikan RI 2x10 UI,
seharusnya untuk GDS 201-250 mg/dl
diberikan RI dengan dosis 4 UI. Pasien
M memiliki GDS 360 mg/dl diberikan
RI 3x8 UI, seharusnya GDS 351-400
mg/dl diberikan insulin dengan dosis 10
UI secara subkutan.
Dilihat dari kasus diatas bahwa
setiap pasien mengalami peningkatan
dosis
insulin,
hal
ini
dapat
mengakibatkan toksik karena dosis obat
melebihi MTC hal ini disebabkan
karena dosis obat terlalu tinggi untuk
efek obat yang diinginkan, jarak
pemberian obat terlalu dekat, durasi
obat terlalu panjang, interaksi obat
menimbulkan toksik, obat diberikan
terlalu cepat (Priyanto:2000).
Pada analisa ketepatan saat
penggunaan, ditemukan sebesar 54,84
% penggunaan obat antidiabetes tidak
tepat saat penggunaan. Secara umum,
194
Uce L., et al.
obat anti diabates diberikan sebelum
makan, sesudah makan atau bersama
dengan suapan pertama. Obat anti
diabetes diberikan sebelum makan
bertujuan untuk mencegah terjadinya
hipoglikemi, biasanya 15-30 menit atau
sesaat sebelum makan. Sedangkan Obat
anti diabetes yang diberikan bersamaan
atau sesudah makan dimaksudkan untuk
mencegah efek samping mual seperti
pada
pemberian
metformin
(Dollery:1991).
Hal tersebut dapat dilihat pada
pemberian insulin dimana Insulin RI
dan Novolet disuntikkan setiap pagi,
sore dan malam,tetapi tidak ditanyakan
apakah pasien sudah makan/belum
seperti pada pasien YE, S, K, R, H, M,
NP. Sehingga ada pasien mengalami
hipoglikemi (pasien NP)
Pasien MA dan K mendapatkan
obat
metformin,
glukodex
dan
glibenklamid hanya digunakan pada
pagi dan sore hari, pasien tersebut tidak
diberitahukan penggunaan metformin
sesudah makan sedangkan glukodek an
glibenklamid digunakan sebelum makan
Pada penggunaan obat hipertensi
(captopril) hampir seluruh pasien
menggunakan obat sesudah makan,
dimana
seharusnya
penggunaan
captopril pada saat perut kosong (1 jam
sebelum makan dan 2 jam sesudah
makan), hal ini disebabkan karena
dengan adanya makanan bioavalabilitas
captopril akan lambat (Gunawan:2007)
Pada analisa ketepatan interval,
ditemukan sebesar 19,35 % penggunaan
OAD tidak tepat dosis. Gula darah
diperiksa setiap 6 jam sekali obat
antidiabetes diberikan dengan dosis
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
awal
yang
rendah
kemudian
ditingkatkan secara bertahap untuk
mencapai hasil yang optimal. Pada
kasus ketoasidosis akut atau keadaan
gawat regular insulin diberikan dengan
dosis awal 6 UI/ jam secara iv (Dollery
vol 2:1991). Berikutnya diberikan dosis
pemeliharaan sesuai dengan kadar gula
darah, biasanya diambil dosis lazim
yaitu 3x8 UI secara sc dan dapat
ditingkatkan bertahap sesuai kebutuhan
pasien, misalnya 3x12 UI (Dollery vol
1:1991). Dimana ditemukan pasien YE,
S, R yang mendapatkan terapi insulin
diberikan 2x sehari, berdasarkan
literatur bahwa setiap 6 jam GDS harus
diperiksa dan diberikan insulin setiap 6
jam (3 kali sehari)
Glibenklamid diberikan dengan
dosis awal 1,25mg - 2,5 mg, terutama
pada pasien lanjut usia karena obat ini
memiliki masa kerja lama yakni hingga
24 jam. Dosis pemeliharaannya 5-10
mg
sebagai
dosis
tunggal
(Katzung:1997). Dosis awal metformin
adalah 500 mg – 1000 mg. Jika kontrol
gula darah sudah dicapai dosis harus
dikurangi.
Dosis
glikazid
yang
direkomendasikan adalah 40-320 mg
per hari (Dollery :1991). Dosis awal
glimepirid adalah 1 mg sehari dalam
dosis tunggal, maksimal 6 mg sehari
(Dollery : 1991).
Dari data yang diperoleh, tidak
ditemukan
ketidaktepatan
rute
pemberian OAD (0 %). Insulin pada
umumnya diberikan secara sub kutan,
karena absorpsi biasanya terjadi secara
lambat dan konstan sehingga efeknya
bertahan lama. Tetapi, pada keadaan
tertentu seperti pada saat pre operasi
diberikan secara iv atau pada pasien
dengan ketoasidosis akut diberikan
195
Uce L., et al.
insulin 6 UI/ jam secara iv atau injeksi
im. Hal ini bertujuan obat agar tidak
mengalami tahap absorpsi sehingga
kadar obat dalam darah diperoleh secara
cepat, tepat dan disesuaikan langsung
dengan respon penderita. Akan tetapi,
insulin kerja menengah atau panjang
tidak boleh diberikan secara iv karena
dapat menyebabkan bahaya emboli
(Misnadiarly:2006). Sedangkan obat
hipoglikemi oral, tentu saja diberikan
secara per oral
KESIMPULAN
Penggunaan obat antidiabetes dan anti
hipertensi pada penderita rawat inap di
bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden
Mattaher Jambi selama bulan Maret
sampai Mei tahun 2010 sudah
mendekati tepat penggunaan (rasional),
yang dapat dilihat dari persentase
ketepatan yang besar yaitu tepat
penderita 100 % ; tepat indikasi 87,10
%; tepat obat 100% ; tepat dosis 74,12
%; tepat rute pemberian 100 % , tepat
saat pemberian 45,16 % dan tepat
interval pemberian 80,65 %.
DAFTAR PUSTAKA
Dollery SC., 1991, Therapeutic Drugs,
Volume I, Churchill Livingstone,
Edinburg London.
Guyton., Hall., 2004, Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran,
Penerbit
Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
Gunawan., Sulistia G., 2007., Farmakologi
dan Terapi edisi V., Departemen
Farmakologi dan Terapeuti, EGC,
Jakarta
Murdiana, H. 2007, Evaluasi Penggunaan
Obat Antihipertensi pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rawat
Jalan RS DR Muwardi Surakarta
,Tesis Program Studi Farmasi Klinis,
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
Misnadiarly.,2006.,
Diabetes
Melitus,
Gangren, Ulcer, Infeksi, Pustaka
Populer Obor., Jakarta.
Priyanto., 2000., Diabetes Melitus Pada
Lanjut
Usia,
Kepaniteraan
Gerantologi
Medik,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Trumanagara, Jakarta.
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)., 2009.,
Formularium Rumah Sakit Perjan
RSUD Raden Mattaher Jambi., Jambi
Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan
Infeksi (PETRI).,2009., Compendium
of Indonesian Medicine IPD 1 st
Edition., Jakarta.
Soegondo S., 2008, ”Diabetes, The Silent
Killer”, at
http://www.medicastore.com., Bagian
Metabolik dan Endokrin.,
FKUI/RSCM., Jakarta., akses 9
Oktober 2010
Siregar, C. J. P, Farmasi Klinik : Teori dan
Penerapan,
Penebit
Buku
Keedokteran EGC, Jakarta, 2005
Tan Hoan Tjay & K. Rahardja., 2002.,
Obat-Obat Penting, Elex Media
Komputindo Gramedia., Jakarta.
196
Uce L., et al.
J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011
197
Download