Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 189-196 ISSN : 1410-0177 POLA PENGOBATAN PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI Uce Lestari 1, Deswinar Darwin2, Lusiana Estiana S3 1,2 Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi 3 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang ABSTRACT A Study on hypertension therapy with comorbidity of type II diabets mellitus at hospitalized patients of Internal Desease Ward Raden Mattaher Hospital Jambi descriptively by using prospective data has been conducted. Samples were taken by using cencus method from patients medical record from February to June 2011. Appropriatenes of drug use was evaluated based on criterions stated. Results showed that the most common an hypertension drugs used was captopril (55.33%) and anti-diabetic was reguler insulin (R1) (31.25%). The rationality of indication reched 97.10% of patients, medicine 100%, dosage 74.12%, dosage interval 80.65%, route of administration 100% and rational of time was 45.16% KeyWord : Use Patterns, Hipertension, Diabetes mellitus Type 2 PENDAHULUAN Penyebab kematian yang paling utama pada penderita Diabetes Melitus adalah timbulnya penyakit kardiovaskuler. Banyak faktor resiko penyakit kardiovaskuler pada diabetes diantaranya adalah hipertensi, obesitas, dislipidemia, mikroalbuminuria, kelainan koagulasi, stroke, dan infark miokad. Diantara faktor resiko tersebut, hipertensi dengan Diabetes Melitus mencapai dua kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes dibandingkan dengan penderita non diabetes, pada Diabetes Melitus tipe 1 hipertensi terdapat 10-30% penderita, sedangkan pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat 30-50% penderita mengidap hipertensi (Soegondo:2008). Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas pasien Diabetes Melitus. Terapi yang tepat untuk pengelolaan tekanan darah sangat dibutuhkan untuk mengurangi resiko peningkatan kematian, memperlambat diabetik. Banyaknya golongan antidiabetik dan antihipertensi yang mempunyai mekanisme kerja, efektifitas, efek samping yang berbeda menjadi tantangan bagi farmasis untuk memberikan informasi secara jelas dan menyeluruh secara individual dalam rangka meningkatkan keberhasilan pengobatan dan meminimalkan efek samping yang terjadi (Murdiana:2007). Obat-obat yang digunakan dalam terapi diabetes (antidiabetik) merupakan salah satu obat yang perlu dievaluasi karena obat-obat diabetes merupakan obat yang digunakan untuk jangka panjang. Penggunaan obat diabetes dikombinasikan dengan obat lain seperti obat hipertensi (Siregar:2005. Dari hasil observasi dilapangan, dokter meresepkan obat dengan kombinasi yang berbeda-beda untuk terapi hipertensi dengan Diabetes 189 Uce L., et al. Melitus, hal ini karena adanya perbedaan terhadap kondisi medis pasien dan tingkat kepatuhan pasien. Dalam hal penggunaan kombinasi obat, sangat perlu diperhatikan efek yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan bersama dari obat tersebut dan interaksi yang dapat ditimbulkan dari pemakaian obat secara bersamaan (Guyton:2004; Gunawan:2007). Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka penting dilakukan penelitian Pola Pengobatan pada pasien Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2. Penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikerjakan secara prosfektif tehadap suatu populasi terbatas yaitu seluruh pasien hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 bangsal rawat inap Penyakit Dalam di RSUD Raden Mattaher Jambi selama bulan Maret sampai Juni 2011. Data pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan hipertensi didapat dari bangsal rawat inap penyakit dalam, kemudian dilakukan pencatatan rekam medik dibangsal rawat inap. Kekurangan rekam medik dilengkapi dengan melihat catatan perawat, Depo farmasi Ilmu Penyakit Dalam, melihat kondisi pasien langsung dengan mengikuti visite dokter dan wawancara pasien atau keluarga pasien. MOTODOLOGI Sumber data meliputi rekam medik pasien yang menjalani terapi obat antihipertensi dan antidiabetes serta wawancara pasien atau keluarga pasien di bangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 Pengambilan data dilakukan pencatatan rekam medik di bangsal rawat inap Penyakit Dalam di RSUD Raden Mattaher Jambi meliputi data kualitatif dan kuantitatif serta kelengkapan data pasien (seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, tindakan terapi terhadap penyakit hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2, diagnosa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan lain-lain). Data yang diambil dipindahkan ke lembaran pengumpul data yang telah disiapkan. Kekurangan rekam medik dilengkapi dengan melihat catatan perawat, catatan obat depo farmasi Ilmu Penyakit Dalam (IPD) melihat kondisi pasien langsung dengan mengikuti visite dokter, wawancara pasien atau keluarga pasien. Obat yang akan dievaluasi adalah obat-obat yang digunakan selama menjalani terapi hipertensi dengan Diabetes Mellitus tipe 2. Sampel yang dipilih adalah pasien yang menjalani terapi hipertensi dengan Diabetes Mellitus tipe 2 di bangsal rawat inap Penyakit Dalam di RSUD Raden Mattaher Jambi selama bulan Februari sampai April 2011. Penetapan sampel dilakukan dengan metoda sensus. Standard penggunaan obat ditetapkan berdasarkan formularium RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2009 dan literatur-literatur ilmiah lainnya. Analisa Kuantitatif, Data ditabulasi berdasarkan persentase pasien yang 190 Uce L., et al. menjalani terapi Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 di bangsal penyakit dalam dan persentase jenis obat antidiabetes dan obat antihipertensi yang digunakan. Persentase jumlah pasien berdasarkan rentang umur pasien, jenis kelamin dan klasifikasi penyakit hipertensi dan diabetes mellitus dibuat dalam bentuk tabeltabel. Data yang diambil dipindahkan ke lembaran pengumpul data yang telah disiapkan. Analisa kualitatif, Data ditabulasikan kemudian bandingkan hasil yang diperoleh dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Hasil perbandingannya akan menunjukan rasional atau tidak rasionalnya penggunaan obat antihipertensi yang ditinjau dari :Tepat indikasi, Tepat penderita, Tepat obat, Tepat dosis, Tepat saat penggunaan, Tepat interval, Tepat rute pemberian HASIL Hasil yang diperoleh dari penggunaan obat antidiabetes dan obat antihipertensi pada penderita hipertensi Diabetes Melitus tipe 2 dengan pada rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi selama bulan Februari sampai dengan April tahun 2011, adalah sebagai berikut : 1. Persentase jenis obat antidiabetes yang digunakan. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa obat antidiabetes yang banyak digunakan adalah jenis obat generik yang sesuai formularium RSUD Raden Mattaher Jambi yakni sebesar 68,75 %, J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 sedangkan obat merek dagang sebesar 0%. Obat antidiabetes generik non formularium sebesar 31,25 %, sedangkan obat merek dagang non formularium sebesar 0%. Dari data yang diperoleh, obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah insulin shortacting yaitu insulin regular (RI) sebesar 31,25 %. 2. Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah jenis obat generik yang sesuai formularium RSUD Raden Mattaher Jambi yakni sebesar 100%, sedangkan obat merek dagang sebesar 0%. Obat antihipertensi generik non formularium sebesar 0%, sedangkan obat merek dagang non formularium sebesar 0 %. Dari data yang diperoleh, obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan adalah captopril golongan ACE inhibitor sebesar 53,33 %. 3. Persentase pasien hipertesi dengan Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit penyerta lain berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui obat antidiabetes dan obat antihipertensi yang paling banyak diberikan kepada pasien perempuan sebesar 73,33 % sedangkan pada pasien laki-laki sebesar 26,67%. 4. Persentase pasien hipertensi dan Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit penyerta lain berdasarkan rentang umur. 191 Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 Berdasarkan data yang didapat, diketahui persentase pasien hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit penyerta lain umur 30-40 tahun sebesar 13,33 %, umur 41-50 tahun sebesar 13,33 %, umur 51-60 tahun sebesar 60%, umur 61-70 tahun sebesar 6,67 % dan umur > 71 tahun sebesar 6,67 %. Dari data yang diperoleh bahwa penyakit ini banyak terjadi pada pasien umur 51-60 tahun yaitu sebesar 60 %. 6. Persentase pasien hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe II berdasarkan klasifikasi penyakit hipertensi Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pasien terdiagnosa hipetensi stage I sebesar 20 %, pasien terdiagnosa hipertensi stage II sebesar 73,33 %, pasien terdiagnosa hipertensi stage III sebesar 6,67 %, pasien terdiagnosa hipertensi stage IV sebesar 0 %. Dari data yang diperoleh bahwa pasien banyak terdiagnosa hipertensi stage II yaitu sebesar 73,33%. 5. Persentase pasien hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe II berdasarkan klasifikasi penyakit Diabetes 7. Melitus Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pasien terdiagnosa Diabetes Melitus tipe I sebesar 0 %, pasien terdiagnosa Diabetes Melitus tipe II sebesar 100 %, pasien terdiagnosa Diabetes Melitus gestasional sebesar 0 %, Dari data yang diperoleh bahwa pasien banyak terdiagnosa Diabetes Melitus tipe 2 yaitu sebesar 100%. 7. Penggunaan obat antihipertensi dan obat antidiabetes yang tepat indikasi sebesar 87,10 %; tepat pasien adalah sebesar 100 %; tepat obat sebesar 100 %; tepat dosis sebesar 74,12%; tepat interval penggunaan sebesar 80,65% , tepat rute pemberian sebesar 100 % dan tepat saat penggunaan sebesar 45,16 %. PEMBAHASAN Tabel 1. Persentase ketepatan penggunaan obat antihipertensi dan antidiabetik pada pasien hipertensi dan Diabetes Melitus type II rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi No Jenis Ketepatan Jumlah (n=31) Persentase (%) 1. Indikasi 27 87,10 2. Penderita 31 100 3. Obat 31 100 192 Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 4. Dosis 23 74,12 5 Saat penggunaan 14 45,16 6 Interval 25 80,65 7 Rute Pemberian 31 100 Persentase (%) 87,1 100 100 80,65 45,16 100 74,12 Indikasi Penderita Obat Dosis Saat penggunaan Interval Rute Pemberian Gambar 1. Persentase ketepatan penggunaan obat antihipertensi dan antidiabetik pada pasien hipertensi dan Diabetes Melitus type II rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi Pada analisa kuantitatif, salah satunya adalah ketepatan indikasi. Dari hasil yang diperoleh persentase pasien yang tidak tepat indikasi sebesar 12,90 %. Tidak tepat indikasi berarti OAD yang diberikan tidak sesuai dengan diagnosa pasien, dalam hal ini indikasi DM tipe 1 atau DM tipe 2 atau DM tipe 2 dengan kondisi tertentu. Persentase yang didapatkan cukup kecil . Sebagai contoh yang tidak tepat indikasi adalah pasien YE dengan BB 70 kg, S dengan BB 70 kg, NP dengan BB 80 kg, MA dengan BB 70 kg didiagnosa oleh dokter DM tipe 2 + hipertensi grade II diberikan terapi diabetes regular insulin 2x10UI sc, Novolet 3x 10 UI sc an glukodex 2 x 80 mg. Dalam hal ini pemberian regular insulin, Novolet dan Glukodex kurang tepat karena regular insulin digunakan untuk DM tipe 1 dan untuk pasien DM dalam keadaan tertentu dengan BB kurus, sedangkan golongan sulfonil urea (glukodex) digunakan untuk pasien dengan BB normal, sementara pasien dengan BB gemuk (70 kg) seharusnya diberikan obat metformin (Dollery: 1991). Dalam hal ini karena metformin dapat menekan nafsu makan dan tidak meningkatkan berat badan (Tjay :2002). Metformin juga meningkatkan jumlah reseptor insulin, dimana pada pasien dengan kelebihan berat badan jumlah reseptor insulin berkurang (Misnadiarly:2006). Dari data yang diperoleh, tidak ditemukan ketidaktepatan penderita (0 193 Uce L., et al. %). Tidak tepat penderita dapat diartikan bahwa obat yang diberikan kontraindikasi dengan penderita dan kemungkinan reaksi yang merugikan tinggi (Siregar :2005). Dari data yang diperoleh, tidak ditemukan ketidaktepatan obat (0 %). Tepat obat artinya mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi pasien dan harga yang sesuai (Siregar :2005). Pada analisa ketepatan dosis, ditemukan sebesar 25,81 % penggunaan OAD tidak tepat dosis. Adanya ketidaktepatan dosis ini dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan pada pasien. Dosis yang kurang akan menyebabkan tidak tercapainya dosis terapi sehingga kadar obat dalam darah tidak cukup untuk menurunkan gula darah secara optimal. Dosis yang berlebih akan menyebabkan akumulasi obat dalam tubuh sehingga menyebabkan toksisitas dalam tubuh pasien. Pada kasus penyakit diabetes melitus, penetapan dosis obat sangat bergantung pada kadar gula darah pasien. Pasien DM baik tipe 1 maupun tipe 2 dengan kadar gula darah sangat tinggi diberikan regular insulin secara sliding scale. Ini dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Berdasarkan literatur bahwa pemberian insuin tergantung kadar gula darah sewaktu yaitu : GDS (gula darah sewaktu) 150-200 mg/dl diberikan insulin dengan dosis 2 UI, GDS 201250 md/dl diberikan insulin dengan dosis 4 UI, GDS 251-300 mg/dl diberikan insulin dengan dosis 6 UI, GDS 302 -350 mg/dl diberikan insulin J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 dengan dosis 8 UI dan GDS 351-400 mg/dl diberikan insulin dengan dosis 10 UI secara subkutan. Berdasarkan data yang ada bahwa beberapa pasien yang mendapatkan dosis insulin tidak sesuai GDSnya seperti pasienYE dan pasien H dilihat dari hasil laboratorium nilai GDS 188 mg/dl GDS 200 mg/dl dan diberikan RI 2x10 UI sc dan RI 3x 12 UI seharusnya untuk GDS 150-200 mg/dl diberikan RI dengan dosis 2 UI. Pasien S (61 tahun) dan pasien R memiliki nilai GDS 300 mg/dl samasama diberikan Novolet 3x10 UI serta Pasien NP memeiliki GDS 290 mg/dl diberikan RI 3x10 UI, seharusnya untuk GDS 251-300 mg/dl diberikan Novolet dan RI dengan dosis 6 UI. Pasien S (48tahun) memiliki nilai GDS 250 mg/ dl diberikan RI 2x10 UI, seharusnya untuk GDS 201-250 mg/dl diberikan RI dengan dosis 4 UI. Pasien M memiliki GDS 360 mg/dl diberikan RI 3x8 UI, seharusnya GDS 351-400 mg/dl diberikan insulin dengan dosis 10 UI secara subkutan. Dilihat dari kasus diatas bahwa setiap pasien mengalami peningkatan dosis insulin, hal ini dapat mengakibatkan toksik karena dosis obat melebihi MTC hal ini disebabkan karena dosis obat terlalu tinggi untuk efek obat yang diinginkan, jarak pemberian obat terlalu dekat, durasi obat terlalu panjang, interaksi obat menimbulkan toksik, obat diberikan terlalu cepat (Priyanto:2000). Pada analisa ketepatan saat penggunaan, ditemukan sebesar 54,84 % penggunaan obat antidiabetes tidak tepat saat penggunaan. Secara umum, 194 Uce L., et al. obat anti diabates diberikan sebelum makan, sesudah makan atau bersama dengan suapan pertama. Obat anti diabetes diberikan sebelum makan bertujuan untuk mencegah terjadinya hipoglikemi, biasanya 15-30 menit atau sesaat sebelum makan. Sedangkan Obat anti diabetes yang diberikan bersamaan atau sesudah makan dimaksudkan untuk mencegah efek samping mual seperti pada pemberian metformin (Dollery:1991). Hal tersebut dapat dilihat pada pemberian insulin dimana Insulin RI dan Novolet disuntikkan setiap pagi, sore dan malam,tetapi tidak ditanyakan apakah pasien sudah makan/belum seperti pada pasien YE, S, K, R, H, M, NP. Sehingga ada pasien mengalami hipoglikemi (pasien NP) Pasien MA dan K mendapatkan obat metformin, glukodex dan glibenklamid hanya digunakan pada pagi dan sore hari, pasien tersebut tidak diberitahukan penggunaan metformin sesudah makan sedangkan glukodek an glibenklamid digunakan sebelum makan Pada penggunaan obat hipertensi (captopril) hampir seluruh pasien menggunakan obat sesudah makan, dimana seharusnya penggunaan captopril pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan dan 2 jam sesudah makan), hal ini disebabkan karena dengan adanya makanan bioavalabilitas captopril akan lambat (Gunawan:2007) Pada analisa ketepatan interval, ditemukan sebesar 19,35 % penggunaan OAD tidak tepat dosis. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali obat antidiabetes diberikan dengan dosis J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 awal yang rendah kemudian ditingkatkan secara bertahap untuk mencapai hasil yang optimal. Pada kasus ketoasidosis akut atau keadaan gawat regular insulin diberikan dengan dosis awal 6 UI/ jam secara iv (Dollery vol 2:1991). Berikutnya diberikan dosis pemeliharaan sesuai dengan kadar gula darah, biasanya diambil dosis lazim yaitu 3x8 UI secara sc dan dapat ditingkatkan bertahap sesuai kebutuhan pasien, misalnya 3x12 UI (Dollery vol 1:1991). Dimana ditemukan pasien YE, S, R yang mendapatkan terapi insulin diberikan 2x sehari, berdasarkan literatur bahwa setiap 6 jam GDS harus diperiksa dan diberikan insulin setiap 6 jam (3 kali sehari) Glibenklamid diberikan dengan dosis awal 1,25mg - 2,5 mg, terutama pada pasien lanjut usia karena obat ini memiliki masa kerja lama yakni hingga 24 jam. Dosis pemeliharaannya 5-10 mg sebagai dosis tunggal (Katzung:1997). Dosis awal metformin adalah 500 mg – 1000 mg. Jika kontrol gula darah sudah dicapai dosis harus dikurangi. Dosis glikazid yang direkomendasikan adalah 40-320 mg per hari (Dollery :1991). Dosis awal glimepirid adalah 1 mg sehari dalam dosis tunggal, maksimal 6 mg sehari (Dollery : 1991). Dari data yang diperoleh, tidak ditemukan ketidaktepatan rute pemberian OAD (0 %). Insulin pada umumnya diberikan secara sub kutan, karena absorpsi biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama. Tetapi, pada keadaan tertentu seperti pada saat pre operasi diberikan secara iv atau pada pasien dengan ketoasidosis akut diberikan 195 Uce L., et al. insulin 6 UI/ jam secara iv atau injeksi im. Hal ini bertujuan obat agar tidak mengalami tahap absorpsi sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan disesuaikan langsung dengan respon penderita. Akan tetapi, insulin kerja menengah atau panjang tidak boleh diberikan secara iv karena dapat menyebabkan bahaya emboli (Misnadiarly:2006). Sedangkan obat hipoglikemi oral, tentu saja diberikan secara per oral KESIMPULAN Penggunaan obat antidiabetes dan anti hipertensi pada penderita rawat inap di bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi selama bulan Maret sampai Mei tahun 2010 sudah mendekati tepat penggunaan (rasional), yang dapat dilihat dari persentase ketepatan yang besar yaitu tepat penderita 100 % ; tepat indikasi 87,10 %; tepat obat 100% ; tepat dosis 74,12 %; tepat rute pemberian 100 % , tepat saat pemberian 45,16 % dan tepat interval pemberian 80,65 %. DAFTAR PUSTAKA Dollery SC., 1991, Therapeutic Drugs, Volume I, Churchill Livingstone, Edinburg London. Guyton., Hall., 2004, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 Gunawan., Sulistia G., 2007., Farmakologi dan Terapi edisi V., Departemen Farmakologi dan Terapeuti, EGC, Jakarta Murdiana, H. 2007, Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rawat Jalan RS DR Muwardi Surakarta ,Tesis Program Studi Farmasi Klinis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Misnadiarly.,2006., Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer, Infeksi, Pustaka Populer Obor., Jakarta. Priyanto., 2000., Diabetes Melitus Pada Lanjut Usia, Kepaniteraan Gerantologi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Trumanagara, Jakarta. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)., 2009., Formularium Rumah Sakit Perjan RSUD Raden Mattaher Jambi., Jambi Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan Infeksi (PETRI).,2009., Compendium of Indonesian Medicine IPD 1 st Edition., Jakarta. Soegondo S., 2008, ”Diabetes, The Silent Killer”, at http://www.medicastore.com., Bagian Metabolik dan Endokrin., FKUI/RSCM., Jakarta., akses 9 Oktober 2010 Siregar, C. J. P, Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan, Penebit Buku Keedokteran EGC, Jakarta, 2005 Tan Hoan Tjay & K. Rahardja., 2002., Obat-Obat Penting, Elex Media Komputindo Gramedia., Jakarta. 196 Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011 197