SKRIPSI HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Oleh NATALIS BAKHTIAR HAREFA 11 02 182 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015 SKRIPSI HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Oleh NATALIS BAKHTIAR HAREFA 11 02 182 PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015 PERNYATAAN HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2015 SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dicantumkan dalam naskah ini dan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini. Medan, 13 Juli 2015 Peneliti Natalis Bakhtiar Harefa i DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. Identitas Diri 1. Nama : Natalis Bakhtiar Harefa 2. Tempat/ tgl. lahir : Hilisebua, 24 Desember 1992 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Anak ke - : 6 dari 6 bersaudara 5. Agama : Kristen Protestan 6. Status Perkawinan : Belum Kawin 7. Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa 8. Alamat : Jln. Hilizoi. Kec. Gido Kab. Nias Induk 9. Nama Ayah : El. Harefa (ALM) 10. Nama Ibu : Sam. Telaumbanua 11. Pekerjaan : Pensiunan 12. No HP : 081264761742 13. Email : [email protected] II. Riwayat Pendidikan 1. Tahun 1999 - 2005 : SD Negeri No. 071057 Gido Kabupaten Nias 2. Tahun 2005 - 2008 : SMP Negeri 1 Gido Kabupaten Nias Induk 3. Tahun 2008 - 2011 : SMA Negeri 1 Gido Kabupaten Nias Induk 4. Tahun 2011 - 2015 : Sampai dengan sekarang menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatan di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. ii PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, Agustus 2015 Natalis Bakhtiar Harefa Hubungan Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari Rawat (LOS) Pasien Stroke Di RSUP H. Adam Malik Medan 2015. VII + 53 + 4 tabel + 2 gambar + 11 lampiran ABSTRAK Stroke, atau Cerebro Vascular Accident (CVA), merupakan gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Pasien stroke pada umumnya mengalami peningkatan kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah melebihi kadar normal pada pasien stroke akan memperburuk dan mempengaruhi lama perawatan (length of stay) pasien. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan kadar gula darah dengan length of stay pasien stroke. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan pendekatan kohort retrospektif yang dilakukan pada 102 pasien stroke. Teknik sampling yang digunakan keseluruhan populasi atau total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil di Instalasi Rekam Medik (Medical Record), yakni data rekam medik pasien yang didiagnosis stroke yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari - Desember 2013. Karakteristik responden diketahui dari hasil analisis univariat yang berupa frekuensi dan presentase seperti jenis stroke dan umur. Ditemukan sebagian besar pasien stroke masuk rumah sakit dengan rata-rata kadar gula darah 231,96 mg/dl dan rata-rata lama hari rawat adalah selama 7 hari. Hasil analisis bivariat dengan menggunaka n uji spearman diperoleh adanya hubungan signifikan antara kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke dengan kekuatan hubungan yang lemah, r = 0,207, (p < 0,05). Diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk program pencegahan dan tatalaksana stroke di masa yang akan datang. Kata Kunci : Daftar Pustaka : Stroke, kadar Glukosa Darah, Lama Hari Rawat/ LOS 39 (2001-2015) iii DEPARTMENT OF NERS FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Scription, August 2015 Natalis Bakhtiar Harefa Correlation Between Diabetic Level At The First Time Registered In Hospital And Length Of Stay Of The Stroke Patients In RSUP H. Adam Malik Medan. VII + 53 page + 4 table + 2 picture + 11 attachment ABSTRACT Stroke, or Cerebro Vascular Accident (CVA), is the problem of focal or global accute brain function due to the blocking of blood flow to the brain. Stroke patientsgenerally experience increasing of diabetic level more than normal level on the patients generally it will effect the length of stay of the patients. The purpose of the study is to identify correlation between diabetic level at the first time registered in hospital and length of stay of the stroke patients in RSUP H. Adam Malik Medan 2015. This is a correlation study with cohort retrospective to the 102 stroke patients. The sampling used is total sampling. This study uses secunder data taken in Medical Record, that is the stroke patients stayed in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan during January - December 2013. The respondent characteristics is taken from univariat analysis that is frequency and percentage like kinds of stroke and age. The results show that most of the stroke patient have 231,96 mg/dl diabetic level and average length of stay is 7 days. the bivariat analysis with spearman test show that there is significant correlation between diabetic level at the first time registered in hospital and length of stay of the stroke patients with a weak correlation, r = 0,207, (p < 0,05). Hopefully this study can be used for prevention and maintaining stroke program in the future. Keywords : Stroke, Diabetic Level, Length Of Stay (LOS) Refferences : 39 (2001-2015) iv KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada penulis, dan atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul Hubungan Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lenght Of Stay (LOS) Pasien Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015. Penyelesaian skripsi merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Tahun 2015. Selama proses penyusunan skripsi penelitian ini, begitu banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang penulis terima demi kelancaran penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Indonesia Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia. 3. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan. 4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan. 5. Ns. Amila, M.Kep, Sp. KMB, ketua penguji yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peniliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Ns. Janno, Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku penguji I yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peniliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Ns Bunga Purba, M.Kep, selaku penguji II yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peniliti dalam menyelesaikan skripsi ini. v 8. Ns. Normi Sipayung, M.Kep, selaku peenguji III yang telah meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Para dosen dan staff di lingkungan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 10. Keluarga penulis terutama kedua orang tua penulis tercinta yang telah memberikan dukungan doa, semangat, material maupun moril. 11. Abang tersayang Destieli Harefa yang selalu memberikan banyak dukungan doa dan semangat kepada peneliti. 12. Teman-teman serta semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi penelitian ini masih banyak kekurangan, dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Medan, 13 Agustus 2015 Penulis Natalis Bakhtiar Harefa vi DAFTAR ISI Hal HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACK ................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. i ii iii iv v vii ix x xi BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang.......................................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................... D. Manfaat Penelitian .................................................................... 1 1 6 6 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................ A. Konsep Stroke .......................................................................... 1. Defenisi Stroke ................................................................. 2. Klasifikasi Stroke .............................................................. 3. Patofisiologi Stroke ........................................................... 4. Etiologi Stroke ................................................................... 5. Manifestasi Klinik ............................................................. 6. Penatalaksanaan................................................................. 7. Komplikasi ........................................................................ 8. Pencegahan ........................................................................ B. Konsep Kadar Gula Darah........................................................ 1. Definisi Hiperglikemia ...................................................... 2. Manifestasi Klinik ............................................................. 3. Etiologi Hiperglikemia ...................................................... 4. Patofisiologi Hiperglikemia .............................................. 5. Penatalaksanaan................................................................. 6. Komplikasi ........................................................................ C. Hubungan Hiperglikemia dengan Mortalitas Pasien Stroke .... 1. Konsep Hubungan ............................................................. 2. Konsep Length Of Stay ...................................................... 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi LOS Dengan KGD .... 4. Penelitian-penelitian Terkait ............................................. D. Kerangka Konsep ..................................................................... E. Hipotesa Penelitian ................................................................... 8 8 8 8 11 12 19 20 20 21 24 24 25 26 26 28 30 31 31 35 36 38 40 40 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. A. Desain Penelitian ...................................................................... B. Populasi dan Sampel................................................................. 1. Populasi ............................................................................. 41 41 41 41 vii 2. Sampel ............................................................................... Lokasi Penelitian ...................................................................... Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. Definisi Operasional ................................................................. Aspek Pengukuran .................................................................... Variabel Penelitian ................................................................... Alat dan prosedur Pengumpulan Data ...................................... 1. Alat .................................................................................... 2. Prosedur Pengumpulan Data ............................................. Etika Penelitian ......................................................................... Pengolahan dan Analisa Data ................................................... 41 41 42 42 42 42 43 43 43 43 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... A. Hasil Penelitian ......................................................................... 1. Gambaran Umum Penelitian ............................................. a. Analisis Univariat Karakteristik Responden .............. b. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel Dependen Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay Pada Pasien Stroke B. Pembahasan .............................................................................. 1. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay Pada Pasien Stroke ............................................................ C. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 45 45 45 45 BAB V 53 53 53 C. D. E. F. G. H. I. J. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... A. Kesimpulan ............................................................................... B. Saran ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii 48 52 55 DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Tabel 3.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tatalaksana Hiperglikemia pada stroke akut ................................ Definisi Operasional ...................................................................... Distribusi Responden Berdasakan Jenis Stroke ............................ Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Kadar Gula Darah dan Length Of Stay (LOS) ............................................................. Tabel 4.3 Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah dengan Length Of Stay Pada Pasien Stroke................................................................. ix 30 42 46 46 47 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Faktor-faktor Promosi Glukoneogenesis dalam Penyakit Kritis .. Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... x 28 40 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lembar Observasi Izin Memperoleh Data Dasar SK Telah Selesai Memperoleh Data Dasar Izin Penelitian SK Telah Melakukan Penelitian Master Data Hasil Output SPSS 17 Lembar Konsul Skripsi xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke, atau Cerebro Vascular Accident (CVA), merupakan gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011). Berdasarkan sifat lesi serebral, stroke dibagi menjadi 2 yaitu iskemik/ infark dan perdarahan. Sekitar 80% kasus stroke adalah stroke iskemik dan 20% lainnya merupakan stroke hemoragik (Gilman S. Advances in neurology, 2009). Penyakit stroke berada di urutan ketiga terbanyak di AS yang menyebabkan tingginya jumlah kematian, di bawah penyakit jantung dan keganasan dan nomor satu sebagai penyebab kecacatan jangka panjang di dunia. Insidens stroke mencapai 0,5 per 1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 70 per 1000 pada usia 70 tahun. Angka mortalitas penderita stroke mencapai 30% pada 3 hari pertama dan 25% pada tahun pertama. Setiap tahunnya 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke, di antara semuanya ini 5 juta pasien meninggal dan 5 juta pasien menderita cacat permanen (Hacke, 2012). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta(10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi 1 2 Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Kemudian prevalensi stroke pada umur ≥ 15 tahun di provinsi indonesia salah satunya provinsi Sumatera Utara (10,3%), berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013). Pasien stroke pada umumnya mengalami peningkatan kadar gula darah. Pada fase akut keadaan hiperglikemia yang ditemukan pada hingga 2-3 penderita stroke iskemik fase akut sebagian besar (87,5%) dalam kondisi sadar (compos mentis), telah dihubungkan dengan hasil penderita yang buruk. Iskemik/ infark serebral terjadi akibat oklusi sementara atau permanen dari feeding arteri ekstrakranial/ intrakranial atau trombosis vena yang akan menyebabkan kerusakan sel akibat kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Pada penderita stroke hemoragik lebih banyak mengalami kesadaran, hanya 30% dalam kondisi compos mentis (Indiyarti, 2002). Peningkatan kadar glukosa darah melebihi kadar normal, namun kadar yang dianggap hiperglikemia ditetapkan oleh tiap-tiap peneliti berbeda-beda. Kadar glukosa darah sewaktu yang normal menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ialah 100-199 mg/dl bila diperiksa melalui vena. Hiperglikemia menurut definisi yang dikeluarkan oleh American Heart/ American Stroke Asociation yang dianggap Kadar gula darah sewaktu (≥200 mg/dl) merupakan kadar glukosa darah buruk bahkan berbahaya bila semakin meningkat, sedangkan menurut European stroke Association dimana kadar gula darah antara 100 dan 126 mg/dl dikatakan suatu keadaaan toleransi abnormal glukosa (Adams et al, 2007). Hiperglikemia reaktif terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stres kerusakan jaringan melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis (locus ceruleus – nor epinephrine/LC-NE) dan corticotropin releasing hormone (CRH). Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, peningkatan konsentrasi neurotransmitter eksitatorik dan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan kerusakan neuron (Indiyarti, 2003). 3 Pada fase akut stroke, hiperglikemia akan memperberat derajat neurologis dan meningkatkan length of stay dan kematian. (Basu S, 2007). Length of stay merupakan lama perawatan yang diberikan kepada pasien oleh suatu tempat pelayanan kesehatan. Length of stay pasien terhitung sejak pasien mendaftar atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasie pulang (discharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev et al, 2012). Jika estimasi Length Of Stay pasien diprediksi lebih awal pada setiap pasien yang datang ke IGD, maka keterbatasan pada kapasitas suatu rumah sakit dapat juga diidentifikasi lebih awal. Lama perawatan tentunya dipengaruhi oleh faktor yaitu kadar gula darah dan, peningkatan kadar gula dalam darah, mekanisme stroke itu sendiri, dan Diabetes Melitus. (Wrenn, 2005). Nilai rata-rata length of stay pada pasien yang mengalami stroke dengan hubungan kadar gula darah, hemoragik paling sedikit dirawat 4 hari dan paling lama dirawat yaitu 15 hari sedangkan pasien non hemoragik paling sedikit dirawat 3 hari dan paling lama dirawat yaitu 9 hari, dengan didapatkan selisih rata-rata 3.500 hari ( Herminawati, 2013). Menurut penelitian menunjukkan hubungan kadar gula darah dengan length of stay rata-rata pasien saat masuk rumah sakit stroke selama terhitung selama 13 hari hingga kepulangan pasien stroke. (Svendesen Ml, 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia yang terjadi setelah stroke akut pada pasien bukan Diabetes Melitus, merupakan respon stres yang mencerminkan keparahan dari kerusakan neurologis sehingga memperpanjang length of stay pasien stroke yang sedang menjalani perawatan. Hiperglikemia berhubungan dengan peningkatan luas infark, mengurangi aliran darah otak, menyebabkan kelainan perdarahan dan lesi sawar otak. (Neurol, 2001). 4 Dari hasil penelitian yang dilakukan Iskandar (2008) menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,276 (p<0,05) antara kadar gula darah dan waktu kepulangan pasien stroke. waktu perhitungan saat masuk rumah sakit length of stay pasien stroke 30 hari perawatan, sehingga koefisien hubungan yang negatif diatas diartikan sebagai adanya length of stay berhubungan lemah dengan hubungan yang positif dan signifikan, antara kenaikan kadar gula darah pasien saat masuk dan mulai dirawat di rumah sakit dengan kenaikan waktu perawatan pasien sebelum pasien pulang (hidup). Pada penelitian Sabin dkk (2004), didapatkan bahwa kadar gula darah saat masuk ke rumah sakit berkorelasi negatif dengan peningkatan derajat neurologis dan berpengaruh pada length of stay pasien stroke dan semakin meingkatnya angka kematian kepada pasien tersebut yang diukur dengan skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale). Namun, sampel yang digunakan meliputi kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Kadar gula darah yang tinggi menginduksi metabolisme anaerob, pelepasan radikal bebas, sehingga menyebabkan sel-sel otak lisis dan memperburuk outcome. Pada penelitian Bravata dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah saat fase akut yang lebih besar dari 108-144 mg/dl (6-8 mmol/l) hasil yang didapatkan dari uji tersebut adalah terdapat hubungan lemah ke arah positif yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,316 ( p<0,05 ), dengan peningkatan kematian saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke dalam 30 hari pertama dengan resiko relatif sebesar 3,1 pada pasien non diabetes dan sebesar 1,3 pada pasien dengan diabetes. Sehingga berhubungan positif diatas, diartikan sebagai adanya hubungan antara kenaikan kadar gula darah saat masuk rumah sakit dan mulai dirawat dengan penurunan waktu perawatan pasien sebelum pasien meninggal dunia (Bravata, 2003). 5 Pada penelitian yang dilakukan Gentile dkk terhadap 960 pasien dengan stroke tromboembolik, didapatkan 373 pasien (38,9%) dengan hiperglikemia (glukosa darah lebih dari 130 mg/dl) saat mulai dirawat. Hiperglikemia tersebut berhubungan dengan memperpanjang length of stay dan akan mempengaruhi angka peningkatan angka kematian daripada pasien dengan hiperglikemia (dengan odd ratio sebesar 3,15). Kontrol glukosa (normalisasi glukosa darah sampai dibawah 130 mg/dl) berhubungan dengan penurunan resiko kematian dan length of stay sebesar 4,6 kali lipat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kontrol glukosa sebagai faktor independen terhadap kelangsungan hidup pasien dengan stroke akut. (Gentile, 2006). Menurut Weir dkk pada penelitiannya terhadap 750 pasien stroke dengan tidak ada riwayat diabetes, hiperglikemia mempunyai resiko relatif sebesar 1,87 sebagai prediktor kematian. Dan efek dari konsentrasi glukosa tersebut terhadap kelangsungan hidup length of stay pasien paling besar pada 1 bulan pertama. Namun penelitian ini menggunakan sampel kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan (Weir, 2004). Kondisi kenaikan kadar gula dalam darah akan memperburuk length of stay pasien stroke dan mempengaruhi defisit neurologik dan meningkatkan angka kematian baik pada hiperglikemia reaktif maupun diabetes melitus. Peningkatan kadar gula darah yang menyertai stroke fase akut dapat menambah kerusakan otak akibat adanya disfungsi endothelial nitric oxide (eNOS), sehingga menyebabkan stres oksidatif (Sanyal, 2007). Vasokonstriksi pembuluh darah otak, serta adanya adhesi leukosit yang menyebabkan penyumbatan mikrovaskuler. Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat telah dihubungkan dengan berkurangnya angka kematian pada pasien-pasien stroke yang kritis keadaannya. Untuk itu perlu diberikan terapi insulin pada penderita stroke fase akut. (Linda K, 2006). Terapi insulin intensif pada pasien gawat darurat yang dirawat di ruang intensif terbukti dapat menurunkan angka kematian. Hal tersebut terutama 6 disebabkan oleh penurunan angka kejadian kegagalan organ multipel akibat sepsis. Selain itu, penggunaan infus insulin juga dapat menurunkan mortalitas di rumah sakit secara keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis atau hemofiltrasi, jumlah transfusi darah sel darah merah, polineuropati, dan penurunan penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan serta lama perawatan di ruang intensif. Penggunaan infus insulin glukosa secara intensif pada pasien infark miokard akut juga memperbaiki angka kematian jangka panjang. Hal serupa ditemukan pada pasien stroke. Pasien stroke dengan hiperglikemia ringan sampai sedang yang mendapatkan infus insulin (GIK) memiliki angka kematian yang lebih kecil dibandingkan pasien tanpa pemberian infus insulin GIK (Le Roith, 2009). Hasil survey awal peneliti mendapatkan data sekunder berdasarkan observasi bahwasanya jumlah pasien stroke di Bulan Januari sampai Desember 2013, terdata sebanyak 102 orang pasien stroke. Berdasarkan data pasien stroke tersebut maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi seberapa besar hubungan Length Of Stay (LOS) dengan pasien karena kadar gula darah berdasarkan status pasien di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada peelitian ini adalah, “Apakah ada Hubungan Kadar Gula Darah Pada Saat Datang Ke Rumah Sakit Dengan Length Of Stay Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015 ?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Kadar gula darah pada saat datang ke rumah sakit dengan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015. 7 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi kadar gula darah pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015. b. Mengidentifikasi length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan Memberikan informasi kepada pendidikan keperawatan terkait dengan perawatan pasien stroke sehingga dapat mengontrol kadar gula darahnya dengan memeriksakan kadar gula darah secara berkala. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi Praktik Keperawatan Menjadi bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam melakukan intervensi atau manajemen kendali glukosa darah yang lebih baik pada pasien stroke. BAB II LANDASAN TEORITIS A. Konsep Stroke 1. Definisi Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral ) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan dari yang lain (HS. 2013). Stroke merupakan salah satu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi bila tidak ditangani dengan adekuat. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi 48 jam pertama pada penderita stroke fase akut dapat memengaruhi morbiditas dan luaran serta mortalitas penderita. Stroke merupakan penyebab kematian kedua diseluruh dunia dan menyumbang biaya yang cukup besar untuk perawatan kesehatan (Feigin 2004). 2. Klasifikasi Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut HS (2013), antara lain sebagai berikut : 1. Stroke Iskemik Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak. 8 9 Penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut : a. Transient Ischemic Attack (TIA) Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark (Junaidi, 2011). b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND) Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam. c. Stroke In Evolution (SIE) Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat. 10 d. Complete Stroke Non Hemorrhagic Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark. 2. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke hemoragik menurut (Feigin, 2007), yaitu: a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup. 11 b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. c. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma. d. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. 3. Patofisiologi Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu stroke dapat dibagi dalam : a. Stroke iskemik / Non Hemorogik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi 12 gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli. (Wulandari, 2009) b. Stroke hemoragik Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. (Wulandari, 2009) 4. Etiologi Stroke menurut (Smeltzer, 2010), biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian, yaitu: a. Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain). c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi. Faktor resiko stroke meliputi resiko yang tidak dapat diubah seperti umur, suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan 13 stroke dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang dipunyai makin tinggi pula kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan faktor resiko yang dapat diubah merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang yang keberadaannya dapat dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup merupakan tindakan atau perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah menjadi kebiasaan. Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol, diit, pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke berulang (Junaidi, 2011). Adapun faktor penting untuk terjadinya stroke. Faktor resiko ini terjadi pada sekitar 60% pasien stroke akut dan sekitar 12-53% pasien stroke akut tidak terdiagnosa diabetes sebelumnya (Bravata DM, 2003) Kelainan ini dikenal sebagai hiperglikemia reaktif. (Misbach, 2011). Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada penderita stroke fase akut baik yang terdiagnosa diabetes mellitus maupun tidak, mempengaruhi angka mortalitas dan morbiditas penderita (Gentile NT, 2006). Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain : 14 1. Faktor Risiko Tidak Terkendali a) Usia Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55 tahun, resikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur. b) Jenis kelamin Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan Bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. c) Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang lain. d) Ras dan etnik 2. Faktor Risiko Terkendali a) Hipertensi Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga 15 enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140-90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen. b) Penyakit Jantung Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung, terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung. Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke. 16 c) Diabetes Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi. d) Kadar kolesterol darah Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat dan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan kolesterol. e) Merokok Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun 17 setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada pasien perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua. f) Alkohol berlebih Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya asnirin. Dengan demikian, konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik. Pada edisi 18 November, 2000 dari The New England Journal of Medicine, dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau 22.000 pria yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol satu kali sehari. Ternyata, hasilnya menunjukkan adanya penurunan risiko stroke secara menyeluruh. Klaus Berger M.D. dari Brigham and Women’s Hospital di Boston beserta rekanrekan juga menemukan bahwa manfaat ini masih terlihat pada konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun demikian, disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi cukup sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru lebih berbahaya. Lagipula, penelitian lain menyimpulkan bahwa konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak serta memperbesar risiko stroke iskemik. 18 g) Obat-obatan terlarang Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan darah. Mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini pun punya potensi merusak pembuluh darah. h) Cedera kepala dan leher Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang dewasa usia muda. i) Infeksi Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang memicu risiko stroke embolik-iskemik (Saraswati, 2005 ). 19 5. Manifestasi Klinik Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer (2001), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional. 1. Defisit Lapang Pandangan a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan 2. b. Kesulitan menilai jarak c. Diplopia Defisit Motorik a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama). b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama). c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki. d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan) 3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh 4. Defisit Verbal a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami) b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata dibicarakan) c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif) yang 20 5. 6. 6. Defisit Kognitif a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang b. Penurunan lapang perhatian c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi d. Perubahan penilaian Defisit Emosional a. Kehilangan kontrol diri b. Labilitas emosional c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres d. Depresi e. Menarik diri f. Rasa takut, bermusuhan dan marah g. Perasaan isolasi Penatalaksanaan a. Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan b. Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian perdarahan dan pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan tindakan bedah. c. Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan eksternal/untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebrum, dapat di lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan tekanan dan edema intraktanium. 7. Komplikasi Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi : 1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. 21 2. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. 3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. 8. Pencegahan Stroke merupakan penyakit neurologi yang paling sering mengakibatkan cacat dan kematian, upaya penanggulangan stroke harus dilakukan secara menyeluruh, serentak, berkelanjutan, dan melibatkan bukan hanya para ahli dibidang penyakit syaraf, tetapi juga para ahli dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan stroke. Berbagai penilitian epidemologi telah banyak membantu untuk mengidentifikasi dan menentukan faktor-faktor resiko. Pencegahan stroke stroke merupakan tindakan yang paling efektif untuk menghindari kematian, disabilitas, dan penderitaan. Di samping itu suatu strategi pencegahan yang berhasil akan mengurangi atau bahkan mungkin meniadakan perawatan rumah sakit, rehabilitas dan biaya ekonomi akibat hilangnya produktivitas penderita. Orang yang pernah terkena stroke memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalaminya kembali, terutama dalam satu tahun pertama setelah stroke. Tindakan untuk mencegah agar stroke tidak berulang, sama dengan menghindari serangan jantung, yakni mempertahankan kesehatan system kardiovaskuler dan mempertahankan aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan 22 menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga yang teratur untuk mempertahankan kesehatan otak dan sistem saraf. Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung mencegah stroke berulang (Sustrani, 2006) : a. Kendalikan tekanan darah Hipertensi merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam hal resiko stroke. Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg dapat mengurangu resiko stroke hingga 75-85 persen. Pada pasien stroke disarankan untuk memeriksakan tekanan darah maksimal satu bulan sekali. b. Kendalikan diabetes Diabetes mellitus meningkatkan resiko stroke hingga 300 persen. Orang dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali mengalami stroke yang lebih parah serta kematian dan meninggalkan cacat yang menetap. Pengendalian diabetes adalah faktor penting untuk mengurangi faktor stroke. c. Miliki jantung sehat Penyakit jantung, secara signifikan meningkatkan resiko stroke. Bahkan, stroke kadangkala disebut sebagai serangan otak karena adanya persamaan biologis antara serangan jantung dan stroke. Kurangilah faktor resiko penyakit stroke seperti tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol tinggi, kurang olahraga, kadar gula darah tinggi, dan berat badan berlebih. d. Kendalikan kadar kolesterol Kadar kolesterol tinggi berperan dalam mengembangkan aterosklerosis karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam pembuluh karotid, yaitu pembuluh darah yang memasok darah ke otak. Penyempitan pembuluh-pembuluh inilah yang dapat 23 meningkatkan resiko stroke. Menurut analisa dari 16 penelitian di Brigham and Women’s Hospital di Boston, bila kadar kolesterol diturunkan hingga 25 persen maka dapat mengurangi resiko stroke sampai 29 persen. e. Berhenti merokok Perokok memiliki resiko 60 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan cenderung untuk membentuk gumpalan darah, dua faktor yang berkaitan erat dengan stroke. Berbagai resiko stroke yang terkait dengan merokok dapat ditiadakan dalam dua hingga tiga tahun setelah berhenti merokok. American Heart Associaton (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi preventif primer maupun sekunder diantaranya: 1. Preventif Stroke pada Hipertensi Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke (preventif primer) dan pengendalian pada pasien hipertensi yang pernah mengalami TIA atau stroke dapat mengurangi atau mencegah resiko terjadinya stroke berulang (preventif sekunder) Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan pemberian obat anti hipertensi. Pengendalian gaya hidup untuk masalah hipertensi menurut Bethesda stroke center (2010) adalah: a) Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan perhitungan indeks masa tubuh 20-25kg/m2. b) Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang dari 2,4 gr Na+/hari. c) Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat besi d) Makan buah dan sayur. e) Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh. 24 2. Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk stroke. DM merupakan suatu faktor resiko untuk stroke iskemik dan pasien DM beresiko tinggi untuk terkena stroke pada pembuluh darah besar atau kecil Kontrol DM yang ketat terbukti mencegah komplikasi vaskuler yang lain dan dapat menurunkan resiko stroke, juga selain itu perbaikan Kontrol DM akan mengurangi progresi pembentukan atherosclerosis. Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular. ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas penyakit hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus (Siswanto, 2005). 3. Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai penyakit akan jauh dari kita. Gaya hidup atau pola hidup utama yang tidak sehat sangat erat kaitannya dengan faktor resiko stroke penyakit pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup yang tidak benar menjadi gaya hidup yang sehat sangat diperlukan untuk upaya mendukung prevensi sekunder (Siswanto, 2005). B. Konsep Kadar Gula Darah 1. Definisi Hiperglikemia reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140- 160 mg /100 ml darah, hiperglikemia reaktif ini diartikan sebagai 25 peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl, reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut. Neuropati atau kerusakan saraf yang berhubungan dengan kelebihan gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok darah ke saraf. Saraf pada tangan dan kaki lebih rentan terhadap kondisi ini terhadap kondisi ini. Kondisi ini dapat mempengaruhi semua perifer, serta saraf otonom dengan secara signifikan dapat meningkatkan resiko penyakit arteri koroner, penyakit jantung dan penyakit kardiovaskuler dalam jangka panjang. Kondisi ini dapat menyebabkan pengendapan bahan lemak dalam dinding pembuluh darah. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu sirkulasi darah melalui pembuluh darah dan menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi, aterosklerosis, penyakit pembuluh darah ke otak penyakit arteri koroner, serangan jantung dan stroke (Basu S, 2007). 2. Manifestasi Klinik Manifestasi kliniknya adalah sama dengan manifestasi klinik stroke, yang disertai dengan adanya peningkatan glukosa darah (Wortsman, 2011) : a. Kelemahan atau mati rasa tiba-tiba pada wajah, lengan, kaki pada satu sisi tubuh (hemi atau monoparesis menunjukkan defisit sensori). b. Tidak dapat berbicara atau kesulitan bicara atau bicara sulit dimengerti. c. Hilangnya penglihatan atau kabur hanya pada satu mata, penglihatan ganda,vertigo menunjukkan keterlibatan sirkulasi posterior. d. Mengantuk, tidak dapat berdiri atau tiba-tiba jatuh. e. Aphasia (hilangnya kemampuan berekspresi) terlihat pada pasien stroke sirkulasi anterior. 26 f. Pada keadaan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah di atas 200 mg/dl dapat dijumpai gejala neurologi berupa lemah, perubahan status mental, penurunan kesadaran sampai koma. 3. Etiologi Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pankreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi, pada penderita hiperlikemia khususnya diabetes Melitus terdapapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing ( Elizabeth J. Corwin, 2001 ). 4. Patofisiologi Gangguan regulasi gula darah yang sering juga disebut hiperglikemia reaktif dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut. Dalam keadaan stress terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu: a. Sistem saraf otonom simpatis. b. Corticotrophin-releasing hormone (CRH) Hiperglikemia reaktif dapat terjadi pada stroke hemoragik dan stroke iskemik, tetapi dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia reaktif ini lebih banyak terjadi pada kasus stroke hemoragik, hal ini mungkin disebabkan karena kasus stroke hemoragik memang cenderung lebih berat keadaan klinisnya dari pada stroke iskemik. Peningkatan kadar glukosa darah sebenarnya tidak hanya 27 dipengaruhi oleh jenis dari stroke, tetapi juga mungkin lebih berhubungan dengan beratnya stroke pada fase awal, Dengan demikian, semakin berat serangan stroke/kerusakan jaringan yang terjadi, makin berat pula stres yang ditimbulkan, beratnya keadaan klinis penderita dinilai berdasarkan GCS (Zacharia, 2002). Pusat sistem simpatis terletak di batang otak, aktivitas sistem ini akan menyebabkan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin yang mempunyai efek yang sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hati, sehingga akan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi dan selain menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer juga akan menghambat sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Norepinefrin mempunyai efek lemah terhadap glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat merangsang glikoneogenesis karena mempunyai efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol bagi hati. Alanin yang berasal dari protein otot juga dapat mengakibatkan peningkatan proses glukoneogenesis pada keadaan kritis, laktat juga merupakan precursor yang penting bagi glukosa dalam hati dan merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di jaringan perifer dan kemungkinan down regulation dari pirufat dehidrogenase, laktat akan berfungsi sebagai substrat alternative bagi proses glukoneogenesis dalam keadaan stress katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam sel hati untuk berpartisipasi dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari jaringan adipose, karena kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi hormon counterregulatory. 28 Sistem CRH tersebar di seluruh bagian otak tetapi paling banyak terdapat di nucleus paraventrikular hipotalamus, perangsangan sistem CRH akan mengaktivasiaksis hipofisis-adrenal. Hipofisis akan menghasilkan adreno corticotrophin hormone (ACTH) yang akan merangsang kortek adrenal untuk melepas kortisol, efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah perangsangan proses glukoneogenesis dan selanjutnya akan menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah (Wortsman, 2011). 5. Penatalaksanaan Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis awal insulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat 29 dilakukan tiap jam, dan dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan kecepatan pemberian infus tetap jangan diubah. Saat ini di beberapa rumah sakit tersedia banyak peralatan untuk mengukur secara kontinyu kadar gula secara subkutan dan lebih praktis dan cepat. Untuk mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang berisikan cairan glukosa harus dihindari. Adanya infeksi dan demam harus dilakukan pemberian terapi secara tepat. Pemberian terapi terhadap kecurigaan hiperglikemia sebelum dirujuk ke rumah sakit tidak boleh dilakukan sebelum diperiksa kadar gula darahnya (Setyopranoto I, 2009). Hiperglikemia yang ditegakkan segera setelah tiba di rumah sakit dapat diberikan terapi, dan yang terbaik adalah pemberian insulin intravena secara kontinyu. Pemberian insulin tersebut adalah sesuai dengan Guideline terkini, aman serta cepat, dan dalam beberapa menit segera tercapai kadar gula darah normal secara persisten (Setyopranoto, I, 2009). Terdapat perbedaan dalam hal pemberian insulin intravena berdasarkan beberapa penelitian maupun yang sudah diterima (Goldber, 2004). Selama pemberian infus insulin secara kontinyu, maka terjadinya kemungkinan hipoglikemia harus diperhatikan dan jika terjadi maka harus dikoreksi. Penambahan glukosa untuk mencegah hipoglikemia pada infus insulin tidak dibenarkan (Trence et al, 2003). Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang berbeda yaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hiperglikemia harus diberikan terapi jika kadar gula darah 10.0-16.6 mmol/l (180-300 mg/dl) (Toni, 2006). Kontrol gula darah selama fase akut stroke. insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara sliding scale atau infus intravena terus menerus. Insulin reguler dengan sliding scale. Tatalaksana Hiperglikemia pada Stroke akut (PERDOSSI, 2012). 30 Gula darah (mg/dl) < 50 50-180 199-200 201-250 251-300 301-350 351-400 >400 Insulin tiap 6 jam SC Tidak diberikan insulin Tidak diberikan insulin 2 unit 4 unit 6 unit 8 unit 10 unit 12 unit Tabel 2.1 Tatalaksana Hiperglikemia pada stroke akut  KGD harus diturunkan <180 mg/dl. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan sliding scale, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan. Pada hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin regular subkutan (fixdosed). 6. Komplikasi a. Komplikasi kronis Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress. b. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi (Anonim, 2006). 31 C. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length of Stay Pasien Stroke 1. Konsep Kadar gula darah yang normal adalah dibawah 200 mg/dl jika kadar gula dalam darah melebihi itu disebut hiperglikemia, maka orang tersebut dicurigai memiliki penyakit diabetes melitus. Kadar gula darah dapat dengan cepat berubah-ubah tergantung pada makanan yang kita makan dam seberapa banyak makanan mengandung pemanis sintetis. Kadar gula darah yang tadinya normal cenderung meningkat setelah usia 50 tahun secara perlahan tetapi pasti, terutama pada orang-orang yang tidak aktif (Depkes, 2008). Keadaan hiperglikemia atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, salah satunya dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. (Inoue, 2009). Keadaan pembuluh darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis sangat beresiko untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya serangan stroke. Dengan kata lain, kadar gula darah yang tinggi dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya stroke. Kadar gula darah yang tinggi juga dapat memperburuk keadaan defisit neurologis yang dialami oleh penderita stroke. Sehingga dapat berhubugan dengan perpanjangan length of stay dan akan meningkatkan angka kematian serangan stroke tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemeriksaan kadar gula darah pada pasien stroke sangat diperlukan. Pada penelitian Sabin dkk, didapatkan bahwa kadar gula darah saat masuk ke rumah sakit berkorelasi negatif dengan peningkatan derajat neurologis yang diukur dengan skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale). Namun, sampel yang digunakan meliputi kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Kadar gula darah yang 32 tinggi menginduksi metabolisme anaerob, pelepasan radikal bebas, sehingga menyebabkan sel-sel otak lisis dan memperburuk outcome. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemia pada keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat hiperglikemia (Habib, 2012). Terdapat 3 mekanisme yang dapat menerangkan hubungan besarnya kerusakan akibat stroke dan derajat hiperglikemia yakni : 1). Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik akan dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya glukosa ke dalam sel. 2). Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang berlebihan bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi glutama tedan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron. 33 3). Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan erjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan neuron. (Habib, 2012) Beberapa penelitian menyatakan bahwa kelainan metabolik yang dapat terjadi akibat iskemik serebral antara lain asidosis laktat, perubahan aliran perdarahan otak, pool glutation yang berkurang dan terganggunya fosforilasi oksidatif dan produksi ATP (Candelise, 2009). Keadaan peningkatan kadar glukosa darah akut sendiri akan memperburuk /memperluas kerusakan jaringan otak melalui beberapa mekanisme. Hiperglikemia yang terjadi akut antara lain menyebabkan penurunan regional cerebral blood flow (rCBF) dan mengurangi mekanisme kompensasi aliran darah selama fase iskemia. Penurunan rCBF selama keadaan hiperglikemia terjadi karena : a. peningkatan resistensi serebrovaskular karena hiperosmolaritas plasma. b. peningkatan viskositas darah dan, c. berkurangnya metabolisme serebral (Duckrow, 2001). Penurunan CBF dan pasokan (supply) oksigen, menimbulkan metabolisme anaerobik dalam otak, dengan akibat produksi asam laktat meningkat (asidosis jaringan) dan terjadi edema otak. Menurut penelitian yang dilakukan pleh Berger (2006) bahwa pada gambaran CT Scan penderita yang mengalami hipergikemia, daerah hipodensnya meluas lebih cepat, sehingga cenderung ada pergeseran garis tengah (midline shift) atau kompresi ventrikel. Perburukan lesi otak akibat hiperglikemia ini juga terbukti pada pemeriksaan otopsi yang menunjukkan bahwa insidens edema otak lebih tinggi pada kadar glukosa darah yang tinggi (Berger I, 2006). Hiperglikemia dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen pasca iskemik dibandingkan pada pasien normoglikemia dan selain itu 34 juga mempunyai derajat asidosis laktat otak yang lebih tinggi, hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen yang akan merusak neuron-neuron. Hiperglikemia juga memperparah edema, meningkatkan pelepasan neurotransmiter excitatory amino acid dan melemahnya pembuluh darah di area iskemik. keadaan ini menunjukkan bahwa pengobatan aktif keadaan hiperglikemia ini mungkin dapat memperbaiki prognosis pasien stroke (Candelise, 2009). Porte mempunyai pendapat yang berbeda dan menyatakan karena susunan saraf pusat merupakan pengguna glukosa utama waktu perut kosong, ia sangat dipengaruhi aliran darah dan oksigenasi ke otak, seperti pada keadaan hipovolemi, hipertensi, dan hipoksia. Penurunan kadar glukosa darah pada keadaan hiperglikemia melalui pengurangan glukoneogenesis di hati dengan pemberian insulin merupakan suatu kontra indikasi kecuali penyebab primer telah dikoreksi atau terjadi suatu hiperglikemia berat (Porte, 2010). Secara klinis adanya hiperglikemia akan mempengaruhi proses penyembuhan, memperberat akibat kadar gula dalam darah tinggi dan mempengaruhi length of stay pasien stroke akut dan juga mempercepat rekuren/ kambuhnya stroke. Keadaan peningkatan kadar gula dalam darah juga mempermudah terjadinya edema otak bisa memperpanjang length of stay dan meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke. Cox telah membuktikan bahwa hiperglikemia bersama-sama kadar gliko-Hb yang normal mempunyai arti prognosis yang buruk bagi pasien-pasien dengan stroke. Hiperglikemia sendiri dapat merupakan akibat respon stress sesudah terjadi stroke pada pasien-pasien non diabetes. Respon stress ini mengakibatkan peningkatan katekolamin, peningkatan lipolisis, kenaikan kadar asam lemak bebas, dan hal itu merupakan prognosis yang buruk (Marfella, 2011). Insiden stroke mempunyai kecenderungan meningkat sehingga usaha pencegahan merupakan pilihan utama dengan cara mengendalikan faktor 35 risiko. Hiperglikemia pada stroke dapat merupakan tanda adanya diabetes melitus, tetapi dapat pula merupakan tanda respon neuroendokrin terhadap stres (hiperglikemia reaktif). Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, peningkatan konsentrasi neurotransmitter eksitatorik dan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan kerusakan neuron. Dengan demikian kondisi hiperglikemia akan memperburuk defisit neurologik dan meningkatkan mortalitas pada hiperglikemia reaktif (Indiyanti, 2003). Peningkatan insiden stroke dengan peningkatan kadar glukosa darah terjadi pada pasien yang tidak menderita diabetes melitus (Hyvarinen, 2009). 2. Konsep Length Of Stay (LOS) Length Of Stay merupakan lama perawatan yang diberikan kepada pasien oleh suatu tempat pelayanan kesehatan. Lamanya perwatan tentunya dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah penanganan awal pasien dengan baik dan tepat akan menentukan outcome (Arifin, 2008). Lama rawat (length of stay disingkat LOS) adalah rentang atau periode waktu sejak pasien diterima masuk ke rumah sakit hingga berakhirnya proses pengobatan secara administratif oleh suatu sebab tertentu. Berakhirnya proses perawatan pasien dapat terjadi karena dinyatakan sembuh, meninggal, rujuk / alih rawat ke rumah sakit lain, atau pulang paksa. Lama rawat dihitung dalam satuan hari. Rerata lama rawat dihitung dari jumlah hari rawat dari masing-masing pasien dibagi dengan jumlah pasien keluar baik hidup atau mati. Rerata lama rawat merupakan indikator untuk mengukur efisiensi mutu pelayanan rumah sakit (Depkes, 2006). Shepperd, et al (2004), dalam penelitian menganalisisnya dan juga menyimpulkan bahwa pemberian rencana pemulangan komprehensif dapat mengurangi length of stay. Implementasi utama rencana pemulangan adalah pemberian pendidikan kesehatan sejak awal klien 36 masuk rumah sakit dan dilakukan secara terstruktur dan komprehensif. Rankin dan Stallings (2001), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dapat mengurangi lama rawat. Ini dikarenakan klien dan keluarga dapat berpatisipasi lebih baik dalam pemulihan dan perencanaan untuk kontuinitas perawatan setelah pulang. Length Of Stay pasien merupakan suatu indikator penting dalam melihat kualitas pelayanan ataupun perawatan di suatu rumah sakit (Karaca, et al, 2012). Length Of Stay pasien adalah terhitung sejak pasien mendaftar atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasien pulang (disharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev et al, 2012). Jika estimasi Length Of Stay pasien diprediksi lebih awal pada setiap pasien yang datang ke IGD, maka keterbatasan pada kapasitas suatu rumah sakit dapat juga diidentifikasi lebih awal (Wrenn, 2005). Pentalaksanaan utama stroke fase akut bertujuan untuk mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang, mengupayakan kecacatan dapat dibatasi, mencegah terjadinya komplikasi, membantu pemulihan, serta mecegah terjadinya kematian. Tujuan penatalaksanaan stroke ini merupakan tanggung jawab utama bagi semua tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim tatalaksana stroke (Rasyid et al, 2007). 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Length Of Stay (LOS) Dengan Kadar Gula Darah Pasien Stroke Menurut penelitian Bruno dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah (on admission) yang semakin tinggi pada penderita stroke (disesuaikan dengan tingkat keparahan neurologis dan memperpanjang length of stay bahkan bisa meningkatkan angka kematian pasien stroke selama perawatan dengan (multipel regresi) berhubungan dengan outcome yang buruk dalam 3 bulan pertama. Hiperglikemia setelah iskemia serebri memperparah lesi otak dan memperburuk outcome pasien stroke 37 dibandingkan dengan pasien dengan normoglikemia, terutama pada stroke non lakunar. Hiperglikemia dapat terjadi pada sekitar 60% pasien stroke akut dan berhubungan dengan outcome yang buruk. ( Kim N, 2003). Pada penelitian terdahulu didapatkan hasil bahwa kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada penderita stroke fase akut,baik yang terdiagnosa Diabetes Melitus maupun tidak, mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas penderita. (Gentile, 2006). Kadar gula darah yang tinggi dapat memperparah outcome melalui beberapa cara. Pertama, hiperglikemia akan menyebabkan perubahan sawar otak, edema serebri, dan kelainan perdarahan. (Kleinholz M, 2007). Kedua, keadaan hiperglikemia akan memperparah keadaan asidosis karena adanya penimbunan laktat, sehingga meningkatkan pembentukan radikal bebas, mengganggu transduksi sinyal intraseluler dan aktivasi dari endonuklease. (Hoxworth JM, 2007). Ketiga, hiperglikemia akan merangsang dikeluarkannya asam amino tertentu, terutama glutamat, yang berperanan penting dalam mengaktivasi reseptor glutamat post-sinaptik, terutama reseptor NMDA (N-methyl-Daspartate). Proses ini akan menyebabkan influks ion Ca+ serta Na+ yang berlebihan dan mengaktifkan enzim nuklease, protease, dan fosfolipase. Sehingga terjadi penguraian fosfolipid yang dapat menimbulkan terbentuknya faktor pengaktif-trombosit dan pelepasan asam arakidonat yang menghasilkan eikosanoid. Kedua jenis lipid dapat menyebabkan vasokonstriksi yang akan memperburuk keadaan trombosis (Gentile, 2006). Hiperglikemia terjadi pada sekitar 60% pasien stroke akut dan sekitar 1253% pasien stroke akut tidak terdiagnosa diabetes sebelumnya. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada pasien stroke 38 fase akut bisa memperpanjang length of stay saat masuk di rumah sakit, baik yang terdiagnosa Diabetes Melitus maupun tidak, dan mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas dengan pasien stroke (Sabin et al, 2004). Kadar gula darah merupakan hipoglikemia maupun hiperglikemia dapat memperberat kerusakan neuron. Hiperglikemia, baik pada hiperglikemia reaktif maupun diabetes melitus, menyebabkan asidosis intraseluler yang berakibat kerusakan neuron, jaringan glial dan jaringan vaskular, sehingga hiperglikemia berhubungan dengan outcome yang lebih buruk (Bhalla A, 2002). 4. Penelitian-penelitian Terkait Penelitian yang dilakukan oleh (Iskandar, 2008), menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif yang signifikan dengan koefisien hubungan -0,276 (p<0,05) antara kadar gula darah dan waktu kepulangan pasien stroke. waktu perhitungan saat masuk rumah sakit length of stay pasien stroke 30 hari perawatan, sehingga koefisien hubungan yang negatif diatas diartikan sebagai adanya length of stay berhubungan lemah dengan hubungan yang positif dan signifikan, antara kenaikan kadar gula darah pasien saat masuk dan mulai dirawat di rumah sakit dengan kenaikan waktu perawatan pasien sebelum pasien pulang (hidup). Rerata ini lebih tinggi daripada penelitian Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi tahun 2004 yaitu sebesar 145,1 mg/dl. Rata-rata ini lebih tinggi daripada penelitian Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi tahun 2004 yaitu sebesar 145,1 mg/dl hasil uji statistik diperoleh (p<0,05) nilai p dianggap bermakna. Kenaikan kadar kadar gula darah dapat dikarenakan oleh beberapa hal yaitu: respon stress yang mencerminkan keparahan length of stay pasien stroke selama 13 hari dan kerusakan neurologis pada penderita stroke tersebut, atau karena memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya. (Muhibi, 2004). 39 Penelitian lain juga membuktikan rata-rata kadar gula darah penderita pasien stroke saat masuk rumah sakit hingga yang pulang (hidup) adalah 148,41 mg/dl jauh lebih rendah dan berbeda bermakna bila dibandingkan dengan rata-rata kadar gula darah penderita yang meninggal dunia yaitu 253,31 mg/dl. Sedangkan secara umum rata-rata kadar gula darah penderita stroke iskemik fase akut baik yang meninggal maupun yang pulang dari rumah sakit adalah sebesar 180,33 mg/dl. Rata-rata ini lebih tinggi daripada penelitian Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi tahun 2004 yaitu sebesar hubungan (p<0,05) 145,1 mg/dl. Kenaikan kadar gula darah dapat dikarenakan oleh beberapa hal yaitu: respon stress yang mencerminkan keparahan dari kerusakan neurologis dan memperpanjang length of stay pasien stroke tersebut di rumah sakit selama paling 13 hari, atau karena tidak memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya (Umpierrez GE, 2002). Penelitian lain juga yang dilakukan oleh Bravata dkk (2003). Menyatakan bahwa kadar gula darah saat fase akut yang lebih besar dari 108-144 mg/dl (6-8 mmol/l) hasil yang didapatkan dari uji tersebut adalah terdapat hubungan lemah ke arah positif yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,316 (p<0,05), dengan peningkatan kematian saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke dalam 30 hari pertama dengan resiko relatif sebesar 3,1 pada pasien non diabetes dan sebesar 1,3 pada pasien dengan diabetes. Sehingga berhubungan positif diatas, diartikan sebagai adanya hubungan antara kenaikan kadar gula. darah saat masuk rumah sakit dan mulai dirawat dengan penurunan waktu perawatan pasien sebelum pasien. Penelitian lain juga menyatakan Rata-rata kadar gula darah penderita yang pulang (hidup) adalah 148,41 mg/dl jauh lebih rendah dan berbeda bermakna bila dibandingkan dengan rata-rata kadar gula darah penderita yang meninggal dunia yaitu 253,31 mg/dl. Sedangkan secara umum ratarata kadar gula darah penderita stroke fase akut baik yang meninggal 40 maupun yang pulang dari rumah sakit adalah sebesar 180,33 mg/dl saat masuk rumah sakit dengan rerata length of stay selama 15 hari (p<0,05) secara positif berhubungan (Kleinholz M, 2007). Pada Hasil penelitian ini sejalan yang diakukan oleh Ariyani Dwi (2014), yang menunjukkan terdapat hubungan antara prediktor kadar gula darah (pvalue 0,002) dengan length of stay pasien stroke. Faktor prediktor yang paling mempengaruhi length of stay pasien stroke adalah jenis stroke (pvalue = 0,001, RR 12,365 (95% CI 2,627 – 58, 208). D. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel dependen Kadar Gula Darah Length Of Stay (LOS) Pasien Stroke E. Hipotesa Penelitian Ha : Terdapat hubungan kadar gula darah saat saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan. Ho : Tidak terdapat hubungan kadar gula darah saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat korelasi merupakan desain studi korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2009) dengan rancangan kohort retrospektif dengan menggunakan study rekam medis (data sekunder), yaitu melihat dan mengidentifikasi hubungan kadar gula darah dengan length of stay pasien stroke. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kadar gula darah pada saat datang ke rumah sakit dengan length of stay pasien di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien stroke yang datang ke ruangan saat masuk rumah sakit sampai dinyatakan pulang oleh dokter yang merawatnya dilihat bagian rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pada Bulan Januari sampai Desember 2013 sebanyak 102 orang pasien mengalami stroke. 2. Sampel Pengambilan sampel penelitian ini berdasarkan Total Sampling. Total Sampling adalah keseluruhan data yang ada di rekam medis dengan length of stay pasien stroke disebabkan karena kadar gula darah. Pengambilan sampel melalui prosedur pemeriksaan untuk menetapkan diagnosis pasien stroke karena kadar gula darah, jumlah sampel sebanyak 102 orang pasien stroke. C. Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan 41 42 D. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di bagian Medical Record RSUP H. Adam Malik Medan atau catatan medik (data sekunder) dengan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015, dilaksanakan pada Bulan Juni - Juli 2015. E. Definisi Operasional Variabel Kadar Gula Darah Length of stay (LOS) Definisi Cara ukur Independen Kadar glukosa darah yang diperoleh Melalui pemeriksaan serum darah vena yang Observasi diambil sewaktu dari RSUP H. Adam Malik Medan dilihat data di Rekam Medik. Dependen Merupakan lama perawatan pasien stroke terhitung sejak pasien datang ke RS Observasi sampai dinyatakan pulang oleh dokter atau yang merawatnya dilihat dari data Rekam Medik. Hasil ukur Skala ukur mg/dl Rasio Hari Rasio F. Aspek Pengukuran Adapun variabel yang dilakukan pengukurannya adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengukur kadar gula darah digunakan lembar observasi yang hasilnya mg/dl yang di peroleh dari Medical record. 2. Untuk mengukur Length Of Stay/ LOS pasien stroke digunakan lembar observasi yang hasilnya dalam hari di peroleh dari Medical record. G. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini hanya menggunakan hubungan antara variabel yaitu: mengidentifikasi dan melihat kadar gula darah pada saat datang ke rumah sakit dengan length of stay pasien stroke. 43 H. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data Data yang digunakan peneliti adalah: data sekunder yaitu data rekam medis pasien pada Bulan Januari sampai Desember 2013, yang diperoleh dari bagian rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan dengan penggunaan metode observasi. (Arikunto, 2010) 2. Alat Rekam medis (Medical Mecord) adalah alat ukur yang digunakan dengan metode observasi langsung, dengan cara melihat dan mengidentifikasi kadar gula darah pada hasil pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya pada length of stay pasien stroke. I. Etika Penelitian Nursalam (2009) menyatakan masalah etika pada penelitian yang menggunakan subyek manusia menjadi isu sentral yang saat ini sedang berkembang. Secara umum prinsip dibedakan menjadi prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subyek, dan prinsip keadilan. Etika penelitian menurut Nursalam (2009), terdiri dari : 1. Anonimity (tanpa nama), yaitu untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek pada lembar observasi pengumpulan data. 2. Confidentiality, yaitu kerahasiaan tentang data yang diperoleh dari subyek peneliti dijamin oleh peneliti. Setelah data penelitian selesai dianalisis, maka dimusnahkan oleh peneliti. J. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data a. Editing Dilakukan dengan pengecekan ulang pada data yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan memeriksanya dan dilakukan dengan cara pendataan ulang terhadap data yang dikumpulkan. 44 b. Tabulating Kegiatan yang dilakukan untuk meringkas data yang diperoleh kedalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan, data yang diperoleh kemudian di kelompokkan dan diproses dengan menggunakan tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan peneliti. 2. Analisa Data a. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk mengidentifikasi dan melihat hubungan kadar gula darah dengan length of stay pasien stroke. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan berapa besar presentase dari tiap variabel (Notoatmojo, 2010). b. Data length of stay (LOS), dengan kadar gula darah pasien stroke tidak berdistribusi normal, memiliki nilai signifikan (Sig) atau nilai probabilitas berada < 0,05 c. Analisis Bivariat Uji analisis yang digunakan adalah uji Pearson. Dengan CI (Confidence Interval) 95 % dan batasan kemaknaan uji statistik adalah p = 0,05. Bila P > 0,05 ; tidak bermakna. Bila p < 0,05; bermakna jika tidak berdistribusi normal sehingga uji alternatif yang dapat digunakan untuk data tidak berdistribusi normal adalah uji spearman. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dibangun Pemerintah Sumatera Utara Pada Tahun 1993 yang berlokasi di jalan Bunga Lau No. 17 Medan. Penanggulangan pasien stroke dengan length of stay di RSUP H. Adam Malik Medan bahwa dibutuhkan tenaga kesehatan yang kritis dan bertanggung jawab. Secara keseluruhan, di RSUP H. Adam Malik Medan terdapat 102 pasien stroke pada bulan Januari sampai Desember 2013 dimana jumlah pasien stroke tersebut sudah cukup banyak. Untuk itu tenaga kesehatan yang berkaitan dengan penanggulangan penyakit stroke di RSUP H. Adam Malik Medan harus bisa mengatasi dan mengurangi angka pasien tersebut dan peningkatan length of stay pada hubungannya dengan kadar gula darah di masa yang akan datang. Pada bab ini akan disajikan data tentang hubungan kadar gula darah saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke berupa analisis univariat dan bivariat. Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas data. Pada analisa univariat akan disajikan karakteristik setiap responden. Sedangkan dalam analisis bivariat akan disajikan hubungan kadar gula darah dengaan length of stay pasien stroke. a. Analisis Univariat Karakteristik Responden Karakteristik responden yaitu pasien stroke dengan kadar gula darah dan length of stay yang data bersifat kategorik yang diidentifikasi berdasarkan jenis stroke. Data yang bersifat numerik yang diidentifikasi berdasarkan umur pasien, kadar gula darah dan Length of stay dianalisis sehingga didapatkan nilai rata-rata, median dan standar deviasi. Data kategorik dan data numerik dianalisis dan didapatkan hasil berupa presentase. 45 46 1.) Karakteristik responden berdasarkan jenis stroke pada pasien stroke. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015 Jenis Stroke F % Stroke Hemoragik Stroke Iskemik 67 35 65,7 34,3 Berdasarkan tabel 4.1 mayoritas responden terdiagnosa stroke hemoragik adalah 67 orang (65,7%). 2.) Karakteristik responden berdasarkan Umur, Kadar Gula Darah, dan Length Of Stay (LOS) pasien stroke. Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Kadar Gula Darah dan Length Of Stay (LOS) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015 Variabel Min. Mak. 95% CI N Mean SD 102 61,69 11,857 34 88 102 231,96 83,553 109 412 215,55 – 248,37 102 7,24 3,683 0 Umur Umur Pasien 59,36 – 64,02 Kadar Gula Darah Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Lama Hari Rawat (LOS) Lama Hari Rawat (LOS) 15 6,51 – 7,96 Berdasarkan pada data tabel 4.2 didapatkan rata-rata umur adalah 61,69 tahun (SD = 11,857) dengan usia termuda adalah 34 tahun dan usia tertua adalah 88 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa umur rata-rata antara 59,36 tahun sampai dengan 64,02 tahun. Berdasarkan pada data tabel 4.2 didapatkan rata-rata kadar gula darah pasien adalah 231,96 (SD= 83,553) dengan kadar gula 47 terendah adalah 109 dan tertinggi adalah 412. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata kadar gula darah antara 215,55 - 248,37. Berdasarkan pada data tabel 4.2 didapatkan rata-rata adalah 7,24 (SD= 3,683) dengan lama rawat terendah adalah 0 hari dan tertinggi adalah 15 hari. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata hari lama rawat antara 6,51 – 7,96. b. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel Dependen Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay Pada Pasien Stroke Setelah dilakukan uji normalitas, didapati data tidak berdistribusi normal seluruhnya. Maka dilanjutkan uji korelasi spearman dengan menggunakan uji korelasi sperman didapatkan signifikan hubungan kadar gula darah saat masuk rumah sakit dengan length of stay/ LOS pasien stroke. Tabel 4.3 Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah dengan Length Of Stay Pada Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015 Variabel Kadar Gula Darah Length Of Stay N 102 r 0,207 p value 0,036 Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa nilai r = 0,207 menyatakan terdapat hubungan yang lemah antara kadar gula darah dengan Length Of Stay pada pasien stroke, tanda positif (+) menunjukkan hubungan yang searah artinya semakin tinggi kadar gula pasien stroke saat masuk rumah sakit semakin lama pula lama hari rawatnya (length of stay). Hasil analisis lanjut didapatkan nilai p value adalah 0,036 (p < 0,05) 48 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar gula darah dengan length of stay pada pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan. B. Pembahasan Stroke merupakan salah satu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi bila tidak ditangani dengan adekuat. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi 48 jam pertama pada penderita stroke fase akut dapat memengaruhi morbiditas dan luaran serta mortalitas penderita. Stroke merupakan penyebab kematian kedua diseluruh dunia dan menyumbang biaya yang cukup besar untuk perawatan kesehatan (Feigin 2004). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta(10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Kemudian prevalensi stroke pada umur ≥ 15 tahun di provinsi indonesia salah satunya provinsi Sumatera Utara (10,3%), berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013). Penyakit stroke berada di urutan ketiga terbanyak di AS yang menyebabkan tingginya jumlah kematian, di bawah penyakit jantung dan keganasan dan nomor satu sebagai penyebab kecacatan jangka panjang di dunia. Insidens stroke mencapai 0,5 per 1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 70 per 1000 pada usia 70 tahun. Angka mortalitas penderita stroke mencapai 30% pada 3 hari perta ma dan 25% pada tahun pertama. Setiap tahunnya 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke, di antara semuanya ini 5 juta pasien meninggal dan 5 juta pasien menderita cacat permanen (Hacke, 2012). 49 Kadar gula darah yang normal adalah dibawah 200 mg/dl jika kadar gula dalam darah melebihi itu disebut hiperglikemia, maka orang tersebut dicurigai memiliki penyakit diabetes melitus. Keadaan hiperglikemia atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, salah satunya dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. (Inoue, 2009). Kadar gula darah yang tinggi, juga mempermudah terjadinya edema otak dan bisa memperpanjang length of stay dan meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke. Cox telah membuktikan bahwa hiperglikemia bersama-sama kadar gliko-Hb yang normal mempunyai arti prognosis yang buruk bagi pasien-pasien dengan stroke. Hiperglikemia sendiri dapat merupakan akibat respon stress sesudah terjadi stroke pada pasien-pasien non diabetes. Respon stress ini mengakibatkan peningkatan katekolamin, peningkatan lipolisis, kenaikan kadar asam lemak bebas, dan hal itu merupakan prognosis yang buruk (Marfella, 2011). Selain itu, peningkatan kadar gula darah saat masuk rumah sakit juga dihubungkan dengan stress hiperglikemia dan menggambarkan respon akut dari keadaan hiperadrenergik. Keadaan ini merupakan respon tubuh terhadap suatu penyakit dan stres untuk memelihara homeostasis sel dan organ serta sering disebut sebagai hiperglikemia saat kritis (Muthado, 2007). Hiperglikemia reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140- 160 mg /100 ml darah, hiperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl, reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi 50 multiple yang berhubungan dengan stroke akut. Neuropati atau kerusakan saraf yang berhubungan dengan kelebihan gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok darah ke saraf. Saraf pada tangan dan kaki lebih rentan terhadap kondisi ini terhadap kondisi ini. Kondisi ini dapat mempengaruhi semua perifer, serta saraf otonom dengan secara signifikan dapat meningkatkan resiko penyakit arteri koroner, penyakit jantung dan penyakit kardiovaskuler dalam jangka panjang. Kondisi ini dapat menyebabkan pengendapan bahan lemak dalam dinding pembuluh darah. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu sirkulasi darah melalui pembuluh darah dan menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi, aterosklerosis, penyakit pembuluh darah ke otak penyakit arteri koroner, serangan jantung dan stroke (Basu S, 2007). Keadaan peningkatan kadar gula dalam darah terjadi pada sekitar 60% pasien stroke akut, sekitar 12-53% pasien stroke akut tidak terdiagnosa diabetes sebelumnya. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada pasien stroke fase akut bisa memperpanjang length of stay saat masuk di rumah sakit, dan mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas dengan pasien stroke (Sabin et al, 2004). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar gula darah ≥ 200 mg/dl dan dikategorikan sebagai kadar gula yang tinggi sebanyak 57%. Peneitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Muderspacher et al (2007) yang menyebutkan bahwa sebagian besar pasien stroke masuk dengan kadar gula darah yang normal, hanya 13% dengan kadar gula darah yang tinggi. Pada penelitian juga didapatkan kadar gula darah terendah adalah sebesar 68 mg/dl dan tertinggi 476 mg/dl. Rata-rata kadar gula darah saat masuk RS sebesar 185,86 ± 81,635 mg/dl (Damaris et al, 2007). Keadaan pembuluh darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis sangat beresiko untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah yang 51 mengakibatkan timbulnya serangan stroke. Dengan kata lain, kadar gula darah yang tinggi dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya stroke. Kadar gula darah yang tinggi juga dapat memperburuk keadaan defisit neurologis yang dialami oleh penderita stroke. Sehingga dapat berhubugan dengan perpanjangan length of stay dan akan meningkatkan angka kematian serangan stroke tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemeriksaan kadar gula darah pada pasien stroke sangat diperlukan. Lama hari rawat (length of stay disingkat LOS) merupakan lama perawatan yang diberikan kepada pasien oleh suatu tempat pelayanan kesehatan. Lamanya perawatan tentunya dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah penanganan awal pasien dengan baik dan tepat akan menentukan outcome (Arifin, 2008). Length Of Stay pasien merupakan suatu indikator penting dalam melihat kualitas pelayanan ataupun perawatan di suatu rumah sakit (Karaca, et al, 2012). Length Of Stay pasien adalah terhitung sejak pasien mendaftar atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasien pulang (disharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev et al, 2012). Jika estimasi Length Of Stay pasien diprediksi lebih awal pada setiap pasien yang datang ke IGD, maka keterbatasan pada kapasitas suatu rumah sakit dapat juga diidentifikasi lebih awal (Wrenn, 2005). Penatalaksanaan utama stroke fase akut bertujuan untuk mencegah agar stroke tidak berlanjut atau berulang, mengupayakan kecacatan dapat dibatasi, mencegah terjadinya komplikasi, membantu pemulihan, serta mecegah terjadinya kematian. Tujuan penatalaksanaan stroke ini merupakan tanggung jawab utama bagi semua tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim tatalaksana stroke (Rasyid et al, 2007). 1. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay Pada Pasien Stroke 52 Keadaan kadar gula dalam darah yang tinggi (hiperglikemia) yang berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, salah satunya dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Inoue, 2009). Length Of Stay pasien merupakan suatu indikator penting dalam melihat kualitas pelayanan ataupun perawatan di suatu rumah sakit (Karaca, et al, 2012). Length Of Stay pasien adalah terhitung sejak pasien mendaftar atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasien pulang (disharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev et al, 2012). Hasil analisis diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara kadar gula darah pasien dengan rata-rata lama hari rawat pasien (length of stay) 13 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi tahun 2004 hasil uji statistik diperoleh (p<0,05) nilai p dianggap bermakna. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2008), menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar gula darah dengan length of stay pasien stroke (p<0,05). Pada Hasil penelitian ini sejalan yang diakukan oleh Ariyani Dwi (2014), yang menunjukkan terdapat hubungan antara prediktor kadar gula darah (pvalue 0,002) dengan length of stay pasien stroke. Faktor prediktor yang paling mempengaruhi length of stay pasien stroke adalah jenis stroke (pvalue = 0,001, RR 12,365 (95% CI 2,627 – 58, 208). Pada penelitian Sabin dkk (2004), didapatkan bahwa kadar gula darah saat masuk ke rumah sakit berkorelasi negatif dengan peningkatan derajat neurologis dan berpengaruh pada length of stay pasien stroke dan semakin meingkatnya angka kematian kepada pasien tersebut yang 53 diukur dengan skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale). Namun, sampel yang digunakan meliputi kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Kadar gula darah yang tinggi menginduksi metabolisme anaerob, pelepasan radikal bebas, sehingga menyebabkan sel-sel otak lisis dan memperburuk outcome. Pada penelitian Bravata dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah saat fase akut yang lebih besar dari 108-144 mg/dl (6-8 mmol/l) hasil yang didapatkan dari uji tersebut adalah terdapat hubungan lemah ke arah positif yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,316 ( p<0,05 ), dengan peningkatan length of stay saat masuk rumah sakit dengan pasien stroke dalam 30 hari pertama dengan resiko relatif sebesar 3,1 pada pasien non diabetes dan sebesar 1,3 pada pasien dengan diabetes. (Bravata, 2003). Penelitian ini yang dilakukan Gentile dkk terhadap 960 pasien dengan stroke tromboembolik, didapatkan 373 pasien (38,9%) dengan hiperglikemia (glukosa darah lebih dari 130 mg/dl) saat mulai dirawat. Kadar gula dalam darah yang tinggi tersebut berhubungan dengan memperpanjang length of stay dan akan mempengaruhi angka peningkatan angka kematian daripada pasien dengan hiperglikemia (dengan odd ratio sebesar 3,15). Kontrol glukosa (normalisasi glukosa darah sampai dibawah 130 mg/dl) berhubungan dengan penurunan resiko kematian dan length of stay sebesar 4,6 kali lipat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kontrol glukosa sebagai faktor independen terhadap kelangsungan hidup pasien dengan stroke akut. (Gentile, 2006). Menurut Weir dkk pada penelitiannya terhadap 750 pasien stroke dengan tidak ada riwayat diabetes, hiperglikemia mempunyai resiko relatif sebesar 1,87 sebagai prediktor kematian. Dan efek dari konsentrasi glukosa tersebut terhadap kelangsungan hidup length of stay pasien paling besar pada 1 bulan pertama. Namun penelitian ini menggunakan 54 sampel kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan (Weir, 2004). Menurut penelitian Bruno dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah (on admission) yang semakin tinggi pada penderita stroke disesuaikan dengan tingkat keparahan neurologis dan memperpanjang length of stay bahkan bisa meningkatkan angka kematian pasien stroke selama perawatan dengan (multipel regresi) berhubungan dengan outcome yang buruk dalam 3 bulan pertama. Hiperglikemia setelah iskemia serebri memperparah lesi otak dan memperburuk outcome pasien stroke dibandingkan dengan pasien dengan normoglikemia, terutama pada stroke non lakunar. Kondisi kenaikan kadar gula dalam darah akan memperburuk length of stay pasien stroke dan mempengaruhi defisit neurologik dan meningkatkan angka kematian baik pada hiperglikemia reaktif maupun diabetes melitus. Peningkatan kadar gula darah yang menyertai stroke fase akut dapat menambah kerusakan otak akibat adanya disfungsi endothelial nitric oxide (eNOS), sehingga menyebabkan stres oksidatif (Sanyal, 2007). Vasokonstriksi pembuluh darah otak, serta adanya adhesi leukosit yang menyebabkan penyumbatan mikrovaskuler. Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat telah dihubungkan dengan berkurangnya angka kematian pada pasien-pasien stroke yang kritis keadaannya. Untuk itu perlu diberikan terapi insulin pada penderita stroke fase akut. (Linda K, 2006). C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain yang disebutkan dibawah ini : Data yang diambil adalah data sekunder dari catatan medik, sehingga 55 menimbulkan konsekuensi tidak adanya beberapa faktor confounding yang belum dapat dikontrol seperti: riwayat merokok, penderita dementia, atrial fibrilasi, indeks masa tubuh yang juga mempengaruhi dan memperpanjang length of stay pada penderita stroke. Ruang lingkup yang hanya diambil dari data Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, juga mempengaruhi karakteristik data yang diambil. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Ada hubungan yang bermakna antara kadar gula darah dengan length of stay pada pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan. 1. Ada hubungan kadar gula darah pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan. 2. Ada hubungan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan. B. Saran 1. Bagi Pasien Stroke Disarankan untuk melakukan perawatan pasien stroke sehingga dapat mengontrol kadar gula darahnya dengan memeriksakan kadar gula darah secara berkala dan mengendalikan kadar gula darah yang tinggi kepada petugas rumah sakit. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian adanya beberapa faktor confounding yang belum dapat dikontrol seperti: riwayat merokok, penderita dementia, atrial fibrilasi, indeks masa tubuh yang juga mempengaruhi dan memperpanjang length of stay pada penderita stroke. 3. Bagi Praktik Keperawatan Diharapkan petugas kesehatan Rumah Sakit untuk melakukan intervensi atau manajemen kendali glukosa darah yang lebih baik pada pasien stroke, yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan neurologis dan length of stay pada pasien stroke di rumah sakit. 56 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Adams et al. 2007. Penatalaksanaan endokrin darurat, Endokrinologi. Indonesia. Diungah Januari 2015 Perkumpulan Ariyani Dwi, 2014. Journal Analisis Pengaruh Faktor Prediktor Terhadap Lama Perawatan Pasien Stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi. Diakses 2015 Arifin, 2008. Hubungan Lama Hari Rawat Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Stroke, Penangganan. Diakses Mei 2015 Aliah A, 2003. Thesis Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003:79-102. Basu S. 2007. Dampak hiperglikemia pada Stroke fase akut. Diunggah Februari 2015 Bruno et al, 2008. Acute blood glucose level and outcome from stroke. 52:280. Available from: URL: http://www.neurology.org/cgi/content/full/52/2/280 Bhagavan N.V, 2002. Medical Biochemistry 4th Ed. Harcourt Academic Press. Canada. Bravata D.M, 2003. Hyperglycaemia in patients with acute ischaemic stroke: how often do we screen for undiagnosed diabetes?. QJ Med 2003; 96: 491-497. Available from: URL: http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/ 96/7/491 Dahlan, 2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Epidemologi Kesehatan Edisi 6 De Courten-Myers GM, 2007. Hemorrhagic infarct conversion in experimental stroke. Ann Emerg Med. 2003 [cited 2007 Oct 15];21:120-125. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1739195 Elizabeth J. Corwin, 2001. Buku saku patifisiolgi. (Brahm U Pendit, Terj.). Jakarta: EGC (Naskah asli dipubikasikan tahun1996). Feigin. 2010. Stroke. Jakarta. Gilman S, Advances in neurology. 2009. Klasifikasi stroke. Jakarta. Gentile N.T, PhD and John Gaughan, 2006. Decreased Mortality by Normalizing Blood Glucose after Acute Ischemic Stroke. 2006; 13(2):174. Available from: URL: http://www.aemj.org/cgi/content/full/13/2/174 Hacke. 2012. Prevalensi penyakit stroke. Washington Dc. Diunggah januari 2015 Hyvarinen. 2009. Journal Hyperglycemia and Stroke Mortality. Diabetes care, Volume 32, Number 2, February 2009 Habib, 2012. Journal Konsep Hiperglikemia dengan Length Of Stay pasien Stroke. Diakses Februari 2015 HS. 2013. Waspadai Stroke Usia Muda .Cetakan pertama, 2013, Jakarta :Cerdas Sehat Hoxworth JM, 2007. Cerebral metabolic profile, selective neuron loss, and survival of acute and chronic hyperglycemic rats following cardiac arrest and resuscitation. [cited 2007 Nov 20]; 821(2):467-79. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10064834 Herminawati, 2013. Jurnal Perbedaan lama rawat antara stroke hemoragik dan stroke non hemoragik Di Tugurejo Semarang. Indiyarti. 2003. Journal Dampak hiperglikemia terhadap kelangsungan hidup penderita stroke. September-Desember 2003, Vol.22 No. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Iskandar, 2008. Skripsi Korelasi Kadar Gula Darah Penderita Stroke Saat Mulai Di Rawat. Diakses Juli 2015 Le Roith. 2009. Molecular Mechanism By Which Metabolic Control May Improve Outcomes. Endocr Pract 10 (Suppl 2): 57-62 Linda K. 2006. Journal Insulin Analog. N Engl J Med 2006; 352: 174-183 Misbach, 2011. Stroke. Aspek Diagnostik Patofisiologi Manajemen. Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. Jakarta. Badan Penerbit FKUI Muslam M, Sutarni, 2004. Prediksi Prognosis Penderita Stroke Infark Akut Berdasarkan Hasil CT-Scan.Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. Muhibi S, 2004. Jumlah Lama Hari Rawat Sebagai Indikator Penyakit Stroke Thesis PPDS. Semarang: Universitas Diponegoro M. Irfan. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi pertama. Yogyakarta, Graha Ilmu Marfella, 2011. Mekanisme Hiperglikemia pada Mortalitas pasien Stroke. Diakses Januari 2015 Nurrsallam. 2009. Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo S. 2010. Metodologi kesehatan. Jakarata: Rineka Cipta Riskesdas. 2013. Prevalensi penyakit stroke di indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar diakses tanggal 28/02/2015 Reith, & Wilmot, 2005. Body temperature in acute stroke: relation to stroke severity, infarct size, Length of stay, mortality and outcome. Lancet 2004 347 (8999):422-5. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih. gov/entrez/query.fcgi? db=pubmed&cmd= Retrieve&dopt=fulltext& list_ uids=8618482&query_hl=5 & itool=pubmed_DocSum. Svendes Ml. 2009. Journal Quality of care Length Of Hospital Stay among patients with stroke, med care : 47 (5) : 575-82 Sanyal. 2007. Diabetes neuropathy the pathoneurobiology dan treatment update. USU press. Medan Smeltzer & Bare, 2003. Buku ajar Medikal bedah. Jakarta: EGC. (Naskah dipublikasikan tahun 1996. Siesjo BK, 2007. Molecular mechanism of acidosis-mediated damage.1996[cited Dec 15]; 66:8-14. Available from: URL:http://www.mdconsult.com/das/ citation/body/ 86120856 2/jorg=journal &source=MI&sp=965935 &sid=0/ N/965935/1.html#abs Siahaan YM, 2002. Hubungan Kadar Nitrit Oksida dengan Faktor-faktor Resiko Stroke pada Infark Serebri.[thesis PPDS]. Semarang: Universitas Diponegoro. Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Lembar Observasi A. Data Demografi a. No register : ............................ b. Initial nama : ............................ c. Usia : ............................ Tahun d. Kadar Gula Darah : mg/dl e. Length Of Stay/ LOS Pasien Stroke : Hari Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 MASTER DATA No Reg 00. 58. 35. 16 00. 33. 45. 78 00. 57. 75. 78 00. 54. 87. 15 00. 56. 21. 74 00. 55. 57. 51 00. 54. 57. 28 00. 58. 37. 36 00. 47. 30. 16 00. 54. 84. 18 00. 56. 41. 65 00. 56. 73. 61 00. 56. 31. 09 00. 55. 94. 25 00. 48. 70. 36 00. 54. 37. 71 00. 14. 64. 46 00. 57. 10. 00 00. 55. 20. 28 00. 58. 11. 26 00. 55. 86. 22 00. 13. 34. 24 00. 27. 61. 08 00. 02. 81. 32 00. 39. 12. 61 00. 58. 21. 36 00. 55. 20. 37 00. 54. 40. 46 00. 54. 94. 16 00. 56. 31. 31 00. 58. 56. 01 00. 55. 63. 29 00. 58. 28. 38 00. 56. 25. 60 00. 56. 13. 05 00. 56. 21. 37 00. 51. 90. 43 00. 55. 79. 59 Jenis stroke 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 KGD 368 330 325 220 258 310 180 239 109 300 230 220 260 200 170 304 399 200 220 260 147 330 299 180 151 122 239 163 116 178 200 250 270 175 121 340 140 200 LOS 13 0 7 6 5 11 3 9 11 12 13 8 7 3 0 4 9 1 1 1 6 3 8 7 9 5 8 10 4 6 2 12 4 7 5 2 3 8 Umur 57 75 41 58 40 51 58 50 70 60 64 67 74 62 62 70 68 51 69 47 64 61 60 55 82 46 43 66 47 66 53 67 65 67 62 83 54 73 00. 01. 69. 82 00. 58. 35. 18 00. 56. 34. 33 00. 56. 41. 31 00. 55. 23. 53 00. 54. 85. 24 00. 54. 87. 23 00. 55. 14. 21 00. 55. 62. 24 00. 56. 62. 25 00. 55. 22. 03 00. 13. 25. 27 00. 58. 06. 27 00. 54. 67. 08 00. 56. 45. 29 00. 57. 31. 04 00. 56. 71. 13 00. 55. 08. 58 00. 54. 55. 86 00. 55. 94. 83 00. 56. 19. 49 00. 56. 30. 62 00. 55. 63. 71 00. 55. 14. 65 00. 56. 36. 63 00. 00. 85. 47 00. 58. 20. 77 00. 55. 71. 41 00. 58. 12. 42 00. 55. 79. 72 00. 55. 16. 72 00. 54. 68. 58 00. 56. 79. 66 00. 51. 42. 64 00. 54. 09. 04 00. 07. 73. 85 00. 58. 35. 63 00. 44. 49. 91 00. 55. 87. 96 00. 58. 06. 27 00. 54. 84.89 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 260 165 167 298 172 160 155 300 340 270 275 297 150 168 145 360 170 130 145 155 340 270 135 160 148 120 298 310 158 160 168 127 298 328 380 298 111 367 255 286 167 6 7 5 3 5 7 11 2 5 5 4 2 9 12 5 2 6 4 8 5 9 10 7 6 7 3 8 3 6 9 7 11 14 13 15 14 7 13 8 6 9 43 62 67 53 56 48 57 56 53 61 71 69 54 63 34 75 54 60 52 67 64 68 68 69 58 78 85 48 55 57 65 47 65 73 68 65 50 76 63 57 47 00. 57. 78 88 00. 56. 79. 66 00. 57. 10. 00 00. 55. 80 47 00. 55. 62. 24 00. 55. 18. 21 00. 54. 88. 19 00. 58. 12. 42 00. 55. 72. 78 00. 54. 41. 88 00. 54. 51. 97 00. 55. 14. 98 00. 56. 88. 98 00. 20. 15. 93 00. 55. 80. 47 00. 58. 28. 72 00. 54. 68. 12 00. 54. 67. 18 00. 38. 71.71 00. 54. 66. 29 00. 54. 87. 20 00. 56. 22. 25 00. 55. 77. 80 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 170 328 138 340 400 165 310 137 383 340 297 167 154 129 412 304 345 164 170 167 288 166 297 4 13 8 12 9 6 11 5 15 15 10 8 10 11 13 12 8 6 6 4 10 5 6 52 80 49 58 84 63 77 51 84 76 88 52 46 42 73 85 79 51 48 54 84 53 74 Lampiran 7 OUTPUT SPSS Case Processing Summary Cases Valid N Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Length Of Stay (Lama Hari Rawat) Missing Percent N Total Percent N Percent 102 100.0% 0 .0% 102 100.0% 102 100.0% 0 .0% 102 100.0% Descriptives Statistic Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Mean 95% Confidence Interval for Mean Std. Error Lower Bound 231.96 215.55 Upper Bound 248.37 5% Trimmed Mean 229.42 Median 220.00 Variance 6981.090 Std. Deviation 83.553 Minimum 109 Maximum 412 Range 303 Interquartile Range 140 Skewness Kurtosis Length Of Stay (Lama Hari Mean Rawat) 95% Confidence Interval for Mean .336 -1.191 .239 .474 7.24 .365 Lower Bound 6.51 Upper Bound 7.96 5% Trimmed Mean 7.19 Median 7.00 Variance Std. Deviation 13.568 3.683 Minimum 0 Maximum 15 Range 15 Interquartile Range Skewness Kurtosis 8.273 5 .216 -.639 .239 .474 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Length Of Stay (Lama Hari Rawat) df Shapiro-Wilk Sig. Statistic df Sig. .184 102 .000 .923 102 .000 .092 102 .033 .976 102 .063 a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases Valid N Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Length Of Stay (Lama Hari Rawat) Missing Percent N Total Percent N Percent 102 100.0% 0 .0% 102 100.0% 102 100.0% 0 .0% 102 100.0% Descriptives Statistic Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Mean 95% Confidence Interval for Mean 231.96 Lower Bound 215.55 Upper Bound 248.37 5% Trimmed Mean 229.42 Median 220.00 Variance 83.553 Minimum 109 Maximum 412 Range 303 Interquartile Range 140 Skewness Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean .336 -1.191 .239 .474 7.24 .365 Lower Bound 6.51 Upper Bound 7.96 5% Trimmed Mean 7.19 Median 7.00 Variance Std. Deviation 8.273 6981.090 Std. Deviation Length Of Stay (Lama Hari Rawat) Std. Error 13.568 3.683 Minimum 0 Maximum 15 Range 15 Interquartile Range 5 Skewness Kurtosis .216 -.639 .239 .474 Crosstabs Correlations Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Spearman's rho Kadar Gula Darah Saat Masuk RS (mg/dl) Correlation Coefficient Length Of Stay (Lama Hari Rawat) Correlation Coefficient *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sig. (2-tailed) N Sig. (2-tailed) N Length Of Stay (Lama Hari Rawat) 1.000 .207* . 102 .036 102 .207* 1.000 .036 102 . 102