program studi ners fakultas keperawatan dan kebidanan universitas

advertisement
SKRIPSI
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH
SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN
STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2015
Oleh
NATALIS BAKHTIAR HAREFA
11 02 182
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2015
SKRIPSI
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH
SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN
STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh
NATALIS BAKHTIAR HAREFA
11 02 182
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2015
PERNYATAAN
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH
SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN STROKE
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan
belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar sarjana di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis
dicantumkan dalam naskah ini dan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini,
serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.
Medan, 13 Juli 2015
Peneliti
Natalis Bakhtiar Harefa
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
Identitas Diri
1. Nama
: Natalis Bakhtiar Harefa
2. Tempat/ tgl. lahir
: Hilisebua, 24 Desember 1992
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Anak ke -
: 6 dari 6 bersaudara
5. Agama
: Kristen Protestan
6. Status Perkawinan
: Belum Kawin
7. Pekerjaan
: Pelajar/Mahasiswa
8. Alamat
: Jln. Hilizoi. Kec. Gido Kab. Nias Induk
9. Nama Ayah
: El. Harefa (ALM)
10. Nama Ibu
: Sam. Telaumbanua
11. Pekerjaan
: Pensiunan
12. No HP
: 081264761742
13. Email
: [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1999 - 2005
: SD Negeri No. 071057 Gido Kabupaten Nias
2. Tahun 2005 - 2008
: SMP Negeri 1 Gido Kabupaten Nias Induk
3. Tahun 2008 - 2011
: SMA Negeri 1 Gido Kabupaten Nias Induk
4. Tahun 2011 - 2015
: Sampai dengan sekarang menyelesaikan
Pendidikan S1 Keperawatan di Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari
Mutiara Indonesia.
ii
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Skripsi, Agustus 2015
Natalis Bakhtiar Harefa
Hubungan Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari
Rawat (LOS) Pasien Stroke Di RSUP H. Adam Malik Medan 2015.
VII + 53 + 4 tabel + 2 gambar + 11 lampiran
ABSTRAK
Stroke, atau Cerebro Vascular Accident (CVA), merupakan gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Pasien stroke pada umumnya
mengalami peningkatan kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah melebihi kadar normal
pada pasien stroke akan memperburuk dan mempengaruhi lama perawatan (length of stay) pasien.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan kadar gula darah dengan length of stay pasien
stroke. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan pendekatan kohort retrospektif yang
dilakukan pada 102 pasien stroke. Teknik sampling yang digunakan keseluruhan populasi atau
total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil di Instalasi Rekam Medik
(Medical Record), yakni data rekam medik pasien yang didiagnosis stroke yang dirawat inap di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari - Desember 2013.
Karakteristik responden diketahui dari hasil analisis univariat yang berupa frekuensi dan
presentase seperti jenis stroke dan umur. Ditemukan sebagian besar pasien stroke masuk rumah
sakit dengan rata-rata kadar gula darah 231,96 mg/dl dan rata-rata lama hari rawat adalah selama 7
hari. Hasil analisis bivariat dengan menggunaka n uji spearman diperoleh adanya hubungan
signifikan antara kadar glukosa darah saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke
dengan kekuatan hubungan yang lemah, r = 0,207, (p < 0,05). Diharapkan penelitian ini dapat
berguna untuk program pencegahan dan tatalaksana stroke di masa yang akan datang.
Kata Kunci
:
Daftar Pustaka :
Stroke, kadar Glukosa Darah, Lama Hari Rawat/ LOS
39 (2001-2015)
iii
DEPARTMENT OF NERS
FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY
UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA
Scription, August 2015
Natalis Bakhtiar Harefa
Correlation Between Diabetic Level At The First Time Registered In Hospital
And Length Of Stay Of The Stroke Patients In RSUP H. Adam Malik Medan.
VII + 53 page + 4 table + 2 picture + 11 attachment
ABSTRACT
Stroke, or Cerebro Vascular Accident (CVA), is the problem of focal or global accute brain
function due to the blocking of blood flow to the brain. Stroke patientsgenerally experience
increasing of diabetic level more than normal level on the patients generally it will effect the
length of stay of the patients. The purpose of the study is to identify correlation between diabetic
level at the first time registered in hospital and length of stay of the stroke patients in RSUP H.
Adam Malik Medan 2015. This is a correlation study with cohort retrospective to the 102 stroke
patients. The sampling used is total sampling. This study uses secunder data taken in Medical
Record, that is the stroke patients stayed in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
during January - December 2013. The respondent characteristics is taken from univariat analysis
that is frequency and percentage like kinds of stroke and age. The results show that most of the
stroke patient have 231,96 mg/dl diabetic level and average length of stay is 7 days. the bivariat
analysis with spearman test show that there is significant correlation between diabetic level at the
first time registered in hospital and length of stay of the stroke patients with a weak correlation, r =
0,207, (p < 0,05). Hopefully this study can be used for prevention and maintaining stroke program
in the future.
Keywords
: Stroke, Diabetic Level, Length Of Stay (LOS)
Refferences : 39 (2001-2015)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan kepada penulis, dan atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul
Hubungan Kadar Gula Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lenght Of
Stay (LOS) Pasien Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan Tahun 2015.
Penyelesaian skripsi merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Tahun 2015. Selama proses penyusunan
skripsi penelitian ini, begitu banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang penulis
terima demi kelancaran penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara
Indonesia Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Dan Kebidanan.
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners
Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan.
5. Ns. Amila, M.Kep, Sp. KMB, ketua penguji yang telah meluangkan waktu
serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada
peniliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Ns. Janno, Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku penguji I yang telah
meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan
saran kepada peniliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Ns Bunga Purba, M.Kep, selaku penguji II yang telah meluangkan waktu
serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada
peniliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
8. Ns. Normi Sipayung, M.Kep, selaku peenguji III yang telah meluangkan
waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Para dosen dan staff di lingkungan Program Studi Ners Fakultas
Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
10. Keluarga penulis terutama kedua orang tua penulis tercinta yang telah
memberikan dukungan doa, semangat, material maupun moril.
11. Abang tersayang Destieli Harefa yang selalu memberikan banyak
dukungan doa dan semangat kepada peneliti.
12. Teman-teman serta semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi penelitian ini masih banyak
kekurangan, dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
Medan, 13 Agustus 2015
Penulis
Natalis Bakhtiar Harefa
vi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................
ABSTRACK ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
x
xi
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
1
1
6
6
6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ................................................................
A. Konsep Stroke ..........................................................................
1. Defenisi Stroke .................................................................
2. Klasifikasi Stroke ..............................................................
3. Patofisiologi Stroke ...........................................................
4. Etiologi Stroke ...................................................................
5. Manifestasi Klinik .............................................................
6. Penatalaksanaan.................................................................
7. Komplikasi ........................................................................
8. Pencegahan ........................................................................
B. Konsep Kadar Gula Darah........................................................
1. Definisi Hiperglikemia ......................................................
2. Manifestasi Klinik .............................................................
3. Etiologi Hiperglikemia ......................................................
4. Patofisiologi Hiperglikemia ..............................................
5. Penatalaksanaan.................................................................
6. Komplikasi ........................................................................
C. Hubungan Hiperglikemia dengan Mortalitas Pasien Stroke ....
1. Konsep Hubungan .............................................................
2. Konsep Length Of Stay ......................................................
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi LOS Dengan KGD ....
4. Penelitian-penelitian Terkait .............................................
D. Kerangka Konsep .....................................................................
E. Hipotesa Penelitian ...................................................................
8
8
8
8
11
12
19
20
20
21
24
24
25
26
26
28
30
31
31
35
36
38
40
40
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................
A. Desain Penelitian ......................................................................
B. Populasi dan Sampel.................................................................
1. Populasi .............................................................................
41
41
41
41
vii
2. Sampel ...............................................................................
Lokasi Penelitian ......................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
Definisi Operasional .................................................................
Aspek Pengukuran ....................................................................
Variabel Penelitian ...................................................................
Alat dan prosedur Pengumpulan Data ......................................
1. Alat ....................................................................................
2. Prosedur Pengumpulan Data .............................................
Etika Penelitian .........................................................................
Pengolahan dan Analisa Data ...................................................
41
41
42
42
42
42
43
43
43
43
43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................
A. Hasil Penelitian .........................................................................
1. Gambaran Umum Penelitian .............................................
a. Analisis Univariat Karakteristik Responden ..............
b. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel
Dependen Hubungan Kadar Gula Darah Dengan
Length Of Stay Pada Pasien Stroke
B. Pembahasan ..............................................................................
1. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay
Pada Pasien Stroke ............................................................
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................
45
45
45
45
BAB V
53
53
53
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran .........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
48
52
55
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tatalaksana Hiperglikemia pada stroke akut ................................
Definisi Operasional ......................................................................
Distribusi Responden Berdasakan Jenis Stroke ............................
Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Kadar Gula Darah
dan Length Of Stay (LOS) .............................................................
Tabel 4.3 Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah dengan Length Of
Stay Pada Pasien Stroke.................................................................
ix
30
42
46
46
47
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Faktor-faktor Promosi Glukoneogenesis dalam Penyakit Kritis ..
Gambar 2.2 Kerangka Konsep .........................................................................
x
28
40
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lembar Observasi
Izin Memperoleh Data Dasar
SK Telah Selesai Memperoleh Data Dasar
Izin Penelitian
SK Telah Melakukan Penelitian
Master Data
Hasil Output SPSS 17
Lembar Konsul Skripsi
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Stroke, atau Cerebro Vascular Accident (CVA), merupakan gangguan
fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran
darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf
(neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke
(Junaidi, 2011). Berdasarkan sifat lesi serebral, stroke dibagi menjadi 2
yaitu iskemik/ infark dan perdarahan. Sekitar 80% kasus stroke adalah
stroke iskemik dan 20% lainnya merupakan stroke hemoragik (Gilman S.
Advances in neurology, 2009).
Penyakit stroke berada di urutan ketiga terbanyak di AS yang menyebabkan
tingginya jumlah kematian, di bawah penyakit jantung dan keganasan dan
nomor satu sebagai penyebab kecacatan jangka panjang di dunia. Insidens
stroke mencapai 0,5 per 1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 70
per 1000 pada usia 70 tahun. Angka mortalitas penderita stroke mencapai
30% pada 3 hari pertama dan 25% pada tahun pertama. Setiap tahunnya 15
juta orang di seluruh dunia mengalami stroke, di antara semuanya ini 5 juta
pasien meninggal dan 5 juta pasien menderita cacat permanen (Hacke,
2012).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan
yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala
sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan diagnosis nakes
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta(10,3%), Bangka
Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
1
2
Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti
Jawa Timur sebesar 16 per mil. Kemudian prevalensi stroke pada umur ≥
15 tahun di provinsi indonesia salah satunya provinsi Sumatera Utara
(10,3%), berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013).
Pasien stroke pada umumnya mengalami peningkatan kadar gula darah.
Pada fase akut keadaan hiperglikemia yang ditemukan pada hingga 2-3
penderita stroke iskemik fase akut sebagian besar (87,5%) dalam kondisi
sadar (compos mentis), telah dihubungkan dengan hasil penderita yang
buruk. Iskemik/ infark serebral terjadi akibat oklusi sementara atau
permanen dari feeding arteri ekstrakranial/ intrakranial atau trombosis vena
yang akan menyebabkan kerusakan sel akibat kekurangan suplai oksigen dan
nutrisi. Pada penderita stroke hemoragik lebih banyak mengalami kesadaran,
hanya 30% dalam kondisi compos mentis (Indiyarti, 2002).
Peningkatan kadar glukosa darah melebihi kadar normal, namun kadar yang
dianggap hiperglikemia ditetapkan oleh tiap-tiap peneliti berbeda-beda.
Kadar glukosa darah sewaktu yang normal menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia ialah 100-199 mg/dl bila diperiksa melalui vena.
Hiperglikemia menurut definisi yang dikeluarkan oleh American Heart/
American Stroke Asociation yang dianggap Kadar gula darah sewaktu (≥200
mg/dl) merupakan kadar glukosa darah buruk bahkan berbahaya bila
semakin meningkat, sedangkan menurut European stroke Association
dimana kadar gula darah antara 100 dan 126 mg/dl dikatakan suatu
keadaaan toleransi abnormal glukosa (Adams et al, 2007).
Hiperglikemia reaktif terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stres
kerusakan jaringan melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis (locus
ceruleus – nor epinephrine/LC-NE) dan corticotropin releasing hormone
(CRH). Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat,
peningkatan konsentrasi neurotransmitter eksitatorik dan peningkatan
kalsium intraselular yang menyebabkan kerusakan neuron (Indiyarti, 2003).
3
Pada fase akut stroke, hiperglikemia akan memperberat derajat neurologis
dan meningkatkan length of stay dan kematian. (Basu S, 2007).
Length of stay merupakan lama perawatan yang diberikan kepada pasien
oleh suatu tempat pelayanan kesehatan. Length of stay pasien terhitung sejak
pasien mendaftar atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter
menentukan pasie pulang (discharge) baik dalam keadaan hidup ataupun
meninggal (Rathlev et al, 2012). Jika estimasi Length Of Stay pasien
diprediksi lebih awal pada setiap pasien yang datang ke IGD, maka
keterbatasan pada kapasitas suatu rumah sakit dapat juga diidentifikasi lebih
awal. Lama perawatan tentunya dipengaruhi oleh faktor yaitu kadar gula
darah dan, peningkatan kadar gula dalam darah, mekanisme stroke itu
sendiri, dan Diabetes Melitus. (Wrenn, 2005).
Nilai rata-rata length of stay pada pasien yang mengalami stroke dengan
hubungan kadar gula darah, hemoragik paling sedikit dirawat 4 hari dan
paling lama dirawat yaitu 15 hari sedangkan pasien non hemoragik paling
sedikit dirawat 3 hari dan paling lama dirawat yaitu 9 hari, dengan
didapatkan selisih rata-rata 3.500 hari ( Herminawati, 2013). Menurut
penelitian menunjukkan hubungan kadar gula darah dengan length of stay
rata-rata pasien saat masuk rumah sakit stroke selama terhitung selama 13
hari hingga kepulangan pasien stroke. (Svendesen Ml, 2009).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia yang terjadi setelah
stroke akut pada pasien bukan Diabetes Melitus, merupakan respon stres
yang mencerminkan keparahan dari kerusakan neurologis sehingga
memperpanjang length of stay pasien stroke yang sedang menjalani
perawatan. Hiperglikemia berhubungan dengan peningkatan luas infark,
mengurangi aliran darah otak, menyebabkan kelainan perdarahan dan lesi
sawar otak. (Neurol, 2001).
4
Dari hasil penelitian yang dilakukan Iskandar (2008) menunjukkan adanya
hubungan yang bersifat negatif yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,276 (p<0,05) antara kadar gula darah dan waktu kepulangan pasien stroke.
waktu perhitungan saat masuk rumah sakit length of stay pasien stroke 30
hari perawatan, sehingga koefisien hubungan yang negatif diatas diartikan
sebagai adanya length of stay berhubungan lemah dengan hubungan yang
positif dan signifikan, antara kenaikan kadar gula darah pasien saat masuk
dan mulai dirawat di rumah sakit dengan kenaikan waktu perawatan pasien
sebelum pasien pulang (hidup).
Pada penelitian Sabin dkk (2004), didapatkan bahwa kadar gula darah saat
masuk ke rumah sakit berkorelasi negatif dengan peningkatan derajat
neurologis dan berpengaruh pada length of stay pasien stroke dan semakin
meingkatnya angka kematian kepada pasien tersebut yang diukur dengan
skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale). Namun, sampel
yang digunakan meliputi kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
perdarahan. Kadar gula darah yang tinggi menginduksi metabolisme
anaerob, pelepasan radikal bebas, sehingga menyebabkan sel-sel otak lisis
dan memperburuk outcome.
Pada penelitian Bravata dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah saat
fase akut yang lebih besar dari 108-144 mg/dl (6-8 mmol/l) hasil yang
didapatkan dari uji tersebut adalah terdapat hubungan lemah ke arah positif
yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,316 ( p<0,05 ), dengan
peningkatan kematian saat masuk rumah sakit dengan length of stay pasien
stroke dalam 30 hari pertama dengan resiko relatif sebesar 3,1 pada pasien
non diabetes dan sebesar 1,3 pada pasien dengan diabetes. Sehingga
berhubungan positif diatas, diartikan sebagai adanya hubungan antara
kenaikan kadar gula darah saat masuk rumah sakit dan mulai dirawat
dengan penurunan waktu perawatan pasien sebelum pasien meninggal dunia
(Bravata, 2003).
5
Pada penelitian yang dilakukan Gentile dkk terhadap 960 pasien dengan
stroke
tromboembolik,
didapatkan
373
pasien
(38,9%)
dengan
hiperglikemia (glukosa darah lebih dari 130 mg/dl) saat mulai dirawat.
Hiperglikemia tersebut berhubungan dengan memperpanjang length of stay
dan akan mempengaruhi angka peningkatan angka kematian daripada pasien
dengan hiperglikemia (dengan odd ratio sebesar 3,15). Kontrol glukosa
(normalisasi glukosa darah sampai dibawah 130 mg/dl) berhubungan
dengan penurunan resiko kematian dan length of stay sebesar 4,6 kali lipat.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kontrol glukosa sebagai faktor
independen terhadap kelangsungan hidup pasien dengan stroke akut.
(Gentile, 2006).
Menurut Weir dkk pada penelitiannya terhadap 750 pasien stroke dengan
tidak ada riwayat diabetes, hiperglikemia mempunyai resiko relatif sebesar
1,87 sebagai prediktor kematian. Dan efek dari konsentrasi glukosa tersebut
terhadap kelangsungan hidup length of stay pasien paling besar pada 1 bulan
pertama. Namun penelitian ini menggunakan sampel kedua jenis stroke
yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan (Weir, 2004).
Kondisi kenaikan kadar gula dalam darah akan memperburuk length of stay
pasien stroke dan mempengaruhi defisit neurologik dan meningkatkan
angka kematian baik pada hiperglikemia reaktif maupun diabetes melitus.
Peningkatan kadar gula darah yang menyertai stroke fase akut dapat
menambah kerusakan otak akibat adanya disfungsi endothelial nitric oxide
(eNOS),
sehingga
menyebabkan
stres
oksidatif
(Sanyal,
2007).
Vasokonstriksi pembuluh darah otak, serta adanya adhesi leukosit yang
menyebabkan penyumbatan mikrovaskuler. Pengendalian kadar glukosa
darah yang ketat telah dihubungkan dengan berkurangnya angka kematian
pada pasien-pasien stroke yang kritis keadaannya. Untuk itu perlu diberikan
terapi insulin pada penderita stroke fase akut. (Linda K, 2006).
Terapi insulin intensif pada pasien gawat darurat yang dirawat di ruang
intensif terbukti dapat menurunkan angka kematian. Hal tersebut terutama
6
disebabkan oleh penurunan angka kejadian kegagalan organ multipel akibat
sepsis. Selain itu, penggunaan infus insulin juga dapat menurunkan
mortalitas di rumah sakit secara keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang
membutuhkan dialisis atau hemofiltrasi, jumlah transfusi darah sel darah
merah, polineuropati, dan penurunan penggunaan ventilasi mekanis yang
berkepanjangan serta lama perawatan di ruang intensif. Penggunaan infus
insulin glukosa secara intensif pada pasien infark miokard akut juga
memperbaiki angka kematian jangka panjang. Hal serupa ditemukan pada
pasien stroke. Pasien stroke dengan hiperglikemia ringan sampai sedang
yang mendapatkan infus insulin (GIK) memiliki angka kematian yang lebih
kecil dibandingkan pasien tanpa pemberian infus insulin GIK (Le Roith,
2009).
Hasil survey awal peneliti mendapatkan data sekunder berdasarkan
observasi bahwasanya jumlah pasien stroke di Bulan Januari sampai
Desember 2013, terdata sebanyak 102 orang pasien stroke.
Berdasarkan data pasien stroke tersebut maka peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi seberapa besar hubungan Length Of Stay (LOS) dengan
pasien karena kadar gula darah berdasarkan status pasien di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2015.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada peelitian ini adalah, “Apakah ada Hubungan Kadar
Gula Darah Pada Saat Datang Ke Rumah Sakit Dengan Length Of Stay
Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015 ?”
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Kadar gula darah
pada saat datang ke rumah sakit dengan length of stay pasien stroke di
RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015.
7
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kadar gula darah pasien stroke di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2015.
b. Mengidentifikasi length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2015
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Pendidikan Keperawatan
Memberikan informasi kepada pendidikan keperawatan terkait dengan
perawatan pasien stroke sehingga dapat mengontrol kadar gula
darahnya dengan memeriksakan kadar gula darah secara berkala.
2.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
3.
Bagi Praktik Keperawatan
Menjadi bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam melakukan
intervensi atau manajemen kendali glukosa darah yang lebih baik pada
pasien stroke.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A.
Konsep Stroke
1.
Definisi
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral ) yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. WHO
mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan
saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan
dari yang lain (HS. 2013).
Stroke merupakan salah satu sindrom yang ditandai oleh gangguan
fungsi otak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi bila
tidak ditangani dengan adekuat. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi
48 jam pertama pada penderita stroke fase akut dapat memengaruhi
morbiditas dan luaran serta mortalitas penderita. Stroke merupakan
penyebab kematian kedua diseluruh dunia dan menyumbang biaya yang
cukup besar untuk perawatan kesehatan (Feigin 2004).
2.
Klasifikasi
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan
stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di
subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi
karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan
nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut HS (2013), antara
lain sebagai berikut :
1.
Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan
pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada
pembuluh darah otak.
8
9
Penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung
kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada
pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang
(arteri serebri) atau pembuluh darah kecil. Penyumbatan pembuluh
darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh darah
(arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan
tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada
kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga
aliran darah makin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan
pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami kekurangan pasokan
darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh
darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke iskemik
atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya
aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah yang semakin parah
dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan stroke
iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai
berikut :
a.
Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam
biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam
juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena
infark (Junaidi, 2011).
b.
Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24
jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
c.
Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk
setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung
bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
10
d.
Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau
permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian
otak mana yang mengalami infark.
2.
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran
atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah
menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya
darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel
otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan
menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa
terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral
hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang
sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa
sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke
hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena
penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah
rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini,
disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga
disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering
terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh
darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah
lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa
jenis stroke hemoragik menurut (Feigin, 2007), yaitu:
a.
Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini
biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan
arteri tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus
diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera untuk dapat
mempertahankan hidup.
11
b.
Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma
subdural
yang
robek
adalah
bagian
vena
sehingga
pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak.
c.
Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang
subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau
hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma.
d.
Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di
substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan
degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah.
3.
Patofisiologi
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang
otak terjadi karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang
mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak disampaikan ke daerah
tersebut. Lesia yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri
tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Maka dari itu stroke
dapat dibagi dalam :
a.
Stroke iskemik / Non Hemorogik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak
oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus
menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
12
gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli. (Wulandari, 2009)
b.
Stroke hemoragik
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen
intracranial
yang
seharusnya
konstan.
Adanya
perubahan komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi
tubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping
itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
(Wulandari, 2009)
4.
Etiologi
Stroke menurut (Smeltzer, 2010), biasanya diakibatkan dari salah satu
dari empat kejadian, yaitu:
a.
Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher).
b.
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah
ke otak dari bagian tubuh yang lain).
c.
Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak).
d.
Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara
atau sensasi. Faktor resiko stroke meliputi resiko yang tidak dapat
diubah seperti umur, suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila faktor
resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan
13
stroke dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang
dipunyai makin tinggi pula kemungkinan mendapatkan stroke
sedangkan faktor resiko yang dapat diubah merupakan faktor resiko
terjadinya
stroke
pada
seseorang
yang
keberadaannya
dapat
dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup merupakan
tindakan atau perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau
sudah
menjadi kebiasaan. Faktor resiko yang dapat diubah yang
memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke berulang diantaranya
hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan merokok,
aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol,
diit, pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah
terjadinya stroke berulang (Junaidi, 2011).
Adapun faktor penting untuk terjadinya stroke. Faktor resiko ini terjadi
pada sekitar 60% pasien stroke akut dan sekitar 12-53% pasien stroke
akut tidak terdiagnosa diabetes sebelumnya (Bravata DM, 2003)
Kelainan ini dikenal sebagai hiperglikemia reaktif. (Misbach, 2011).
Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada
penderita stroke fase akut baik yang terdiagnosa diabetes mellitus
maupun tidak, mempengaruhi angka mortalitas dan morbiditas
penderita (Gentile NT, 2006).
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada
awalnya adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai
arteriosklerosis. Karena arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern
yang penuh stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga.
Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat
dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan, yaitu antara lain :
14
1.
Faktor Risiko Tidak Terkendali
a) Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, resikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi
pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak
berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia
karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur.
b) Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan Bahwa justru lebih banyak wanita
yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih
tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi
di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga
lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena
stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua,
sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.
c) Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga Nampaknya, stroke
terkait dengan keturunan.
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk
pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga
dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh
darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling
berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang lain.
d) Ras dan etnik
2.
Faktor Risiko Terkendali
a) Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko
utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga
15
enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan
sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah
di atas 140-90 tergolong dalam penyakit hipertensi.
Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke
menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut
usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita
hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,
menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi.
Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi
dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan
pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen.
b) Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit
jantung, terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni
penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di
bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai
empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur
dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah.
Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai
otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di
atas 80 tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama
kematian pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain
dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya
memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung.
Tanpa diduga, plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang
nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan
ke otak yang kemudian menyebabkan stroke.
16
c) Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke
dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah
itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada faktor penyebab
lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40
persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap
hipertensi.
d) Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh
dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh
pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di
atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang
pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki
tingkat kolesterol dengan menu makan yang sehat dan olahraga
yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke.
Dalam kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk
menurunkan kolesterol.
e) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya
paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih
besar
dibandingkan
perokok
ringan.
Merokok
hampir
melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor
risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko
subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah
penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada
usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua.
Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun
17
setelah berhenti merokok. Perlu diketahui bahwa merokok
memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih
banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada
pasien perokok, kerusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih
parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem
pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah
menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar
lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua.
f)
Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan
tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang
iskemik maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang
tidak berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet
dalam darah, seperti halnya asnirin. Dengan demikian,
konsumsi
alkohol
yang
cukup
justru
dianggap
dapat
melindungi tubuh dari bahaya stroke iskemik. Pada edisi 18
November, 2000 dari The New England Journal of Medicine,
dilaporkan bahwa Physicians Health Study memantau 22.000
pria yang selama rata-rata 12 tahun mengkonsumsi alkohol
satu kali sehari. Ternyata, hasilnya menunjukkan adanya
penurunan risiko stroke secara menyeluruh. Klaus Berger M.D.
dari Brigham and Women’s Hospital di Boston beserta rekanrekan juga menemukan bahwa manfaat ini masih terlihat pada
konsumsi seminggu satu minuman. Walaupun demikian,
disiplin menggunakan manfaat alkohol dalam konsumsi cukup
sulit dikendalikan dan efek samping alkohol justru lebih
berbahaya. Lagipula, penelitian lain menyimpulkan bahwa
konsumsi alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi
jumlah platelet sehingga mempengaruhi kekentalan dan
penggumpalan darah, yang menjurus ke pendarahan di otak
serta memperbesar risiko stroke iskemik.
18
g) Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu
faktor risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan
penyakit pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan
denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih
cepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan
darah. Mengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan
faktor risiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan
menyebabkan tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan
ini pun punya potensi merusak pembuluh darah.
h) Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat
menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan
kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera
pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau
pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher
secara berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh
merupakan penyebab stroke yang cukup berperan, terutama
pada orang dewasa usia muda.
i)
Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan faktor
risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara
alami,
sistem
kekebalan
tubuh
biasanya
melakukan
perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan
peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah.
Sayangnya, reaksi kekebalan ini juga meningkatkan faktor
penggumpalan dalam darah yang memicu risiko stroke
embolik-iskemik (Saraswati, 2005 ).
19
5.
Manifestasi Klinik
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer (2001), antara
lain: defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit
verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
1.
Defisit Lapang Pandangan
a.
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
penglihatan
2.
b.
Kesulitan menilai jarak
c.
Diplopia
Defisit Motorik
a.
Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi
yang sama).
b.
Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama).
c.
Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan
kaki.
d.
Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
e.
Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3.
Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4.
Defisit Verbal
a.
Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami)
b.
Afasia
reseptif
(Tidak
mampu
memahami
kata
dibicarakan)
c.
Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
yang
20
5.
6.
6.
Defisit Kognitif
a.
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b.
Penurunan lapang perhatian
c.
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d.
Perubahan penilaian
Defisit Emosional
a.
Kehilangan kontrol diri
b.
Labilitas emosional
c.
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d.
Depresi
e.
Menarik diri
f.
Rasa takut, bermusuhan dan marah
g.
Perasaan isolasi
Penatalaksanaan
a.
Stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan
b.
Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian
perdarahan dan pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan
tindakan bedah.
c.
Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan
rangsangan
eksternal/untuk
mengurangi
kebutuhan
oksigen
serebrum, dapat di lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan
tekanan dan edema intraktanium.
7.
Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi :
1.
Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi
jaringan.
21
2.
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat
(cairan intravena) harus menjamin penurunan vesikositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi
ekstrem perlu perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada
aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3.
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan
aliran darah serebral.
8.
Pencegahan
Stroke
merupakan
penyakit
neurologi
yang
paling
sering
mengakibatkan cacat dan kematian, upaya penanggulangan stroke harus
dilakukan secara menyeluruh, serentak, berkelanjutan, dan melibatkan
bukan hanya para ahli dibidang penyakit syaraf, tetapi juga para ahli
dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan penanganan stroke. Berbagai
penilitian epidemologi telah banyak membantu untuk mengidentifikasi
dan menentukan faktor-faktor resiko.
Pencegahan stroke stroke
merupakan tindakan yang paling efektif untuk menghindari kematian,
disabilitas, dan penderitaan. Di samping itu suatu strategi pencegahan
yang berhasil akan mengurangi atau bahkan mungkin meniadakan
perawatan rumah sakit, rehabilitas dan biaya ekonomi akibat hilangnya
produktivitas penderita. Orang yang pernah terkena stroke memiliki
resiko lebih tinggi untuk mengalaminya kembali, terutama dalam satu
tahun pertama setelah stroke. Tindakan untuk mencegah agar stroke
tidak berulang, sama dengan menghindari serangan jantung, yakni
mempertahankan kesehatan system kardiovaskuler dan mempertahankan
aliran darah ke otak. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah
mengontrol penyakit–penyakit yang berhubungan dengan terjadinya
aterosklerosis. Secara umum, pengontrolan dapat dilakukan dengan
22
menerapkan pola diet yang tepat dan olahraga yang teratur untuk
mempertahankan kesehatan otak dan sistem saraf.
Faktor-faktor pencegahan stroke saling berkaitan satu sama lain dan
saling mendukung mencegah stroke berulang (Sustrani, 2006) :
a.
Kendalikan tekanan darah
Hipertensi merupakan faktor tunggal yang paling penting dalam hal
resiko stroke. Mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg dapat mengurangu resiko stroke hingga 75-85 persen. Pada
pasien stroke disarankan untuk memeriksakan tekanan darah
maksimal satu bulan sekali.
b.
Kendalikan diabetes
Diabetes mellitus meningkatkan resiko stroke hingga 300 persen.
Orang dengan tingkat gula darah yang tinggi, seringkali mengalami
stroke yang lebih parah serta kematian dan meninggalkan cacat
yang menetap. Pengendalian diabetes adalah faktor penting untuk
mengurangi faktor stroke.
c.
Miliki jantung sehat
Penyakit jantung, secara signifikan meningkatkan resiko stroke.
Bahkan, stroke kadangkala disebut sebagai serangan otak karena
adanya persamaan biologis antara serangan jantung dan stroke.
Kurangilah faktor resiko penyakit stroke seperti tekanan darah
tinggi, merokok, kolesterol tinggi, kurang olahraga, kadar gula
darah tinggi, dan berat badan berlebih.
d.
Kendalikan kadar kolesterol
Kadar
kolesterol
tinggi
berperan
dalam
mengembangkan
aterosklerosis karotid, yaitu bahan lemak tertimbun di dalam
pembuluh karotid, yaitu pembuluh darah yang memasok darah ke
otak.
Penyempitan
pembuluh-pembuluh
inilah
yang
dapat
23
meningkatkan resiko stroke. Menurut analisa dari 16 penelitian di
Brigham and Women’s Hospital di Boston, bila kadar kolesterol
diturunkan hingga 25 persen maka dapat mengurangi resiko stroke
sampai 29 persen.
e.
Berhenti merokok
Perokok memiliki resiko 60 persen lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko
tekanan darah tinggi dan cenderung untuk membentuk gumpalan
darah, dua faktor yang berkaitan erat dengan stroke. Berbagai
resiko stroke yang terkait dengan merokok dapat ditiadakan dalam
dua hingga tiga tahun setelah berhenti merokok. American Heart
Associaton (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi preventif
primer maupun sekunder diantaranya:
1.
Preventif Stroke pada Hipertensi
Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya
stroke (preventif primer) dan pengendalian pada pasien
hipertensi yang pernah mengalami TIA atau stroke dapat
mengurangi atau mencegah resiko terjadinya stroke berulang
(preventif sekunder) Pengendalian hipertensi dapat dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu pengendalian gaya hidup
(lifestyle) dan pemberian obat anti hipertensi. Pengendalian
gaya hidup untuk masalah hipertensi menurut Bethesda stroke
center (2010) adalah:
a) Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan
perhitungan indeks masa tubuh 20-25kg/m2.
b) Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau
kurang dari 2,4 gr Na+/hari.
c) Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada
angkat besi
d) Makan buah dan sayur.
e) Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak
jenuh.
24
2.
Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus
Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk
stroke. DM merupakan suatu faktor resiko untuk stroke
iskemik dan pasien DM beresiko tinggi untuk terkena stroke
pada pembuluh darah besar atau kecil Kontrol DM yang ketat
terbukti mencegah komplikasi vaskuler yang lain dan dapat
menurunkan resiko stroke, juga selain itu perbaikan Kontrol
DM akan mengurangi progresi pembentukan atherosclerosis.
Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar yang
hampir normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular.
ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas
penyakit hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai
pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus (Siswanto,
2005).
3.
Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat
Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai
penyakit akan jauh dari kita. Gaya hidup atau pola hidup utama
yang tidak sehat sangat erat kaitannya dengan faktor resiko
stroke penyakit pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup
yang tidak benar menjadi gaya hidup yang sehat sangat
diperlukan untuk upaya mendukung prevensi sekunder
(Siswanto, 2005).
B.
Konsep Kadar Gula Darah
1. Definisi
Hiperglikemia reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat
terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan
jaringan, sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang
kadar puasa normal 80-90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar
140- 160 mg /100 ml darah, hiperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
25
peningkatan kadar glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl, reaksi ini
adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu
aspek perubahan biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke
akut.
Neuropati atau kerusakan saraf yang berhubungan dengan kelebihan
gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok
darah ke saraf. Saraf pada tangan dan kaki lebih rentan terhadap kondisi
ini terhadap kondisi ini. Kondisi ini dapat mempengaruhi semua perifer,
serta saraf otonom dengan secara signifikan dapat meningkatkan resiko
penyakit arteri koroner, penyakit jantung dan penyakit kardiovaskuler
dalam jangka panjang. Kondisi ini dapat menyebabkan pengendapan
bahan lemak dalam dinding pembuluh darah. Hal ini pada akhirnya
dapat mengganggu sirkulasi darah melalui pembuluh darah dan
menyebabkan hipertensi atau tekanan darah tinggi, aterosklerosis,
penyakit pembuluh darah ke otak penyakit arteri koroner, serangan
jantung dan stroke (Basu S, 2007).
2.
Manifestasi Klinik
Manifestasi kliniknya adalah sama dengan manifestasi klinik stroke,
yang disertai dengan adanya peningkatan glukosa darah (Wortsman,
2011) :
a. Kelemahan atau mati rasa tiba-tiba pada wajah, lengan, kaki pada
satu sisi tubuh (hemi atau monoparesis menunjukkan defisit sensori).
b. Tidak dapat berbicara atau kesulitan bicara atau bicara sulit
dimengerti.
c. Hilangnya penglihatan atau kabur hanya pada satu mata, penglihatan
ganda,vertigo menunjukkan keterlibatan sirkulasi posterior.
d. Mengantuk, tidak dapat berdiri atau tiba-tiba jatuh.
e. Aphasia (hilangnya kemampuan berekspresi) terlihat pada pasien
stroke sirkulasi anterior.
26
f. Pada keadaan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah di atas 200
mg/dl dapat dijumpai gejala neurologi berupa lemah, perubahan
status mental, penurunan kesadaran sampai koma.
3.
Etiologi
Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang
memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pankreas,
pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Faktor
predisposisi herediter, obesitas. Faktor imunologi, pada penderita
hiperlikemia khususnya diabetes Melitus terdapapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing (
Elizabeth J. Corwin, 2001 ).
4.
Patofisiologi
Gangguan regulasi gula darah yang sering juga disebut hiperglikemia
reaktif dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress
kerusakan jaringan, reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri
dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple yang
berhubungan dengan stroke akut. Dalam keadaan stress terjadi
mekanisme respon adaptasi, yaitu:
a.
Sistem saraf otonom simpatis.
b.
Corticotrophin-releasing hormone (CRH)
Hiperglikemia reaktif dapat terjadi pada stroke hemoragik dan stroke
iskemik,
tetapi
dari
beberapa
penelitian
menunjukkan
bahwa
hiperglikemia reaktif ini lebih banyak terjadi pada kasus stroke
hemoragik, hal ini mungkin disebabkan karena kasus stroke hemoragik
memang cenderung lebih berat keadaan klinisnya dari pada stroke
iskemik. Peningkatan kadar glukosa darah sebenarnya tidak hanya
27
dipengaruhi oleh jenis dari stroke, tetapi juga mungkin lebih
berhubungan dengan beratnya stroke pada fase awal, Dengan demikian,
semakin berat serangan stroke/kerusakan jaringan yang terjadi, makin
berat pula stres yang ditimbulkan, beratnya keadaan klinis penderita
dinilai berdasarkan GCS (Zacharia, 2002).
Pusat sistem simpatis terletak di batang otak, aktivitas sistem ini akan
menyebabkan
terjadinya
pelepasan
katekolamin
(epinefrin
yang
mempunyai efek yang sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan
glukoneogenesis dalam hati, sehingga akan meningkatkan pelepasan
glukosa dari hati ke dalam sirkulasi dan selain menghambat pemakaian
glukosa di jaringan perifer juga akan menghambat sekresi insulin oleh sel
beta
pankreas.
Norepinefrin
mempunyai
efek
lemah
terhadap
glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat merangsang glikoneogenesis
karena mempunyai efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol
bagi hati.
Alanin yang berasal dari protein otot juga dapat mengakibatkan
peningkatan proses glukoneogenesis pada keadaan kritis, laktat juga
merupakan precursor yang penting bagi glukosa dalam hati dan
merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di jaringan perifer dan
kemungkinan down regulation dari pirufat dehidrogenase, laktat akan
berfungsi sebagai substrat alternative bagi proses glukoneogenesis dalam
keadaan stress katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam sel hati untuk
berpartisipasi
dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari
jaringan adipose, karena kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai
akibat sekresi hormon counterregulatory.
28
Sistem CRH tersebar di seluruh bagian otak tetapi paling banyak terdapat
di nucleus paraventrikular hipotalamus, perangsangan sistem CRH akan
mengaktivasiaksis hipofisis-adrenal. Hipofisis akan menghasilkan adreno
corticotrophin hormone (ACTH) yang akan merangsang kortek adrenal
untuk melepas kortisol, efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat
adalah perangsangan proses glukoneogenesis dan selanjutnya akan
menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah (Wortsman, 2011).
5.
Penatalaksanaan
Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis
awal insulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat
29
dilakukan tiap jam, dan dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia
terkendali dan kecepatan pemberian infus tetap jangan diubah. Saat ini di
beberapa rumah sakit tersedia banyak peralatan untuk mengukur secara
kontinyu kadar gula secara subkutan dan lebih praktis dan cepat. Untuk
mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang berisikan cairan glukosa
harus dihindari. Adanya infeksi dan demam harus dilakukan pemberian
terapi secara tepat. Pemberian terapi terhadap kecurigaan hiperglikemia
sebelum dirujuk ke rumah sakit tidak boleh dilakukan sebelum diperiksa
kadar gula darahnya (Setyopranoto I, 2009). Hiperglikemia yang
ditegakkan segera setelah tiba di rumah sakit dapat diberikan terapi, dan
yang terbaik adalah pemberian insulin intravena secara kontinyu.
Pemberian insulin tersebut adalah sesuai dengan Guideline terkini, aman
serta cepat, dan dalam beberapa menit segera tercapai kadar gula darah
normal secara persisten (Setyopranoto, I, 2009). Terdapat perbedaan
dalam hal pemberian insulin intravena berdasarkan beberapa penelitian
maupun yang sudah diterima (Goldber, 2004). Selama pemberian infus
insulin secara kontinyu, maka terjadinya kemungkinan hipoglikemia
harus diperhatikan dan jika terjadi maka harus dikoreksi. Penambahan
glukosa
untuk
mencegah
hipoglikemia
pada
infus
insulin
tidak dibenarkan (Trence et al, 2003).
Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang
berbeda yaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hiperglikemia harus
diberikan terapi jika kadar gula darah 10.0-16.6 mmol/l (180-300 mg/dl)
(Toni, 2006). Kontrol gula darah selama fase akut stroke. insulin reguler
diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara sliding scale atau infus
intravena terus menerus. Insulin reguler dengan sliding scale.
Tatalaksana Hiperglikemia pada Stroke akut (PERDOSSI, 2012).
30
Gula darah (mg/dl)
< 50
50-180
199-200
201-250
251-300
301-350
351-400
>400
Insulin tiap 6 jam SC
Tidak diberikan insulin
Tidak diberikan insulin
2 unit
4 unit
6 unit
8 unit
10 unit
12 unit
Tabel 2.1 Tatalaksana Hiperglikemia pada stroke akut
 KGD harus diturunkan <180 mg/dl.
Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan sliding scale,
diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat
dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor
dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat
disesuaikan. Pada hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan
bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula
darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan
dengan pemberian insulin regular subkutan (fixdosed).
6. Komplikasi
a.
Komplikasi kronis
Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner
(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi
makrovaskuler sangat penting dilakukan, maka penderita harus
dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat
badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan
mengurangi stress.
b.
Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi
pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan
pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan
dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi (Anonim, 2006).
31
C. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length of Stay Pasien Stroke
1.
Konsep
Kadar gula darah yang normal adalah dibawah 200 mg/dl jika kadar gula
dalam darah melebihi itu disebut hiperglikemia, maka orang tersebut
dicurigai memiliki penyakit diabetes melitus. Kadar gula darah dapat
dengan cepat berubah-ubah tergantung pada makanan yang kita makan
dam seberapa banyak makanan mengandung pemanis sintetis. Kadar gula
darah yang tadinya normal cenderung meningkat setelah usia 50 tahun
secara perlahan tetapi pasti, terutama pada orang-orang yang tidak aktif
(Depkes, 2008). Keadaan hiperglikemia atau kadar gula dalam darah
yang tinggi dan berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik
pada jaringan tubuh, salah satunya dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun besar termasuk
pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. (Inoue, 2009).
Keadaan pembuluh darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis
sangat beresiko untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh
darah yang mengakibatkan timbulnya serangan stroke. Dengan kata lain,
kadar gula darah yang tinggi dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya
stroke. Kadar gula darah yang tinggi juga dapat memperburuk keadaan
defisit neurologis yang dialami oleh penderita stroke. Sehingga dapat
berhubugan dengan perpanjangan length of stay dan akan meningkatkan
angka kematian serangan stroke tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat
bahwa pemeriksaan kadar gula darah pada pasien stroke sangat
diperlukan.
Pada penelitian Sabin dkk, didapatkan bahwa kadar gula darah saat
masuk ke rumah sakit berkorelasi negatif dengan peningkatan derajat
neurologis yang diukur dengan skor NIHSS (National Institutes of Health
Stroke Scale). Namun, sampel yang digunakan meliputi kedua jenis
stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Kadar gula darah yang
32
tinggi menginduksi metabolisme anaerob, pelepasan radikal bebas,
sehingga menyebabkan sel-sel otak lisis dan memperburuk outcome.
Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan
suatu
keadaan
yang
menguntungkan
tetapi
dapat
juga
tidak
menguntungkan bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi keadaan
hiperglikemia pada keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu
sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme yang mungkin
dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat
hiperglikemia (Habib, 2012).
Terdapat 3 mekanisme yang dapat menerangkan hubungan besarnya
kerusakan akibat stroke dan derajat hiperglikemia yakni :
1). Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami
metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan
menyebabkan
asiosis
intra
dan
ekstraseluler,
yang
akan
menyebabkan terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan
jaringan vascular. Pada keadaan tersebut mungkin produksi asam
laktat pada daerah iskemik akan dibantu oleh perubahan-perubahan
yang terjadi pada sawar darah otak atau pada membrane sel neuron
dan sel glia yang memungkinkan masuknya glukosa ke dalam sel.
2). Selama
proses
iskemik
akan
terjadinya
peningkatan
kadar
neurotransmitter glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai
sifat eksitasi dan neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan
glutamate akan merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan
depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia maka kadar
asam amino ekstraseluler yang akan merangsang neuron makin
meningkat, karena pelepasan yang berlebihan bersama kegagalan
reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi glutama tedan
aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron
pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.
33
3). Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron
akan
erjadi
peningkatan
kalsium
intraseluler,
yang
akan
mengakibatkan terjadinya kerusakan neuron. (Habib, 2012)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kelainan metabolik yang dapat
terjadi akibat iskemik serebral antara lain asidosis laktat, perubahan
aliran perdarahan otak, pool glutation yang berkurang dan terganggunya
fosforilasi oksidatif dan produksi ATP (Candelise, 2009). Keadaan
peningkatan kadar glukosa darah akut sendiri akan memperburuk
/memperluas kerusakan jaringan otak melalui beberapa mekanisme.
Hiperglikemia yang terjadi akut antara lain menyebabkan penurunan
regional cerebral blood flow (rCBF) dan mengurangi mekanisme
kompensasi aliran darah selama fase iskemia.
Penurunan rCBF selama keadaan hiperglikemia terjadi karena :
a. peningkatan resistensi serebrovaskular karena hiperosmolaritas
plasma.
b. peningkatan viskositas darah dan,
c. berkurangnya metabolisme serebral (Duckrow, 2001).
Penurunan
CBF
dan
pasokan
(supply)
oksigen,
menimbulkan
metabolisme anaerobik dalam otak, dengan akibat produksi asam laktat
meningkat (asidosis jaringan) dan terjadi edema otak. Menurut penelitian
yang dilakukan pleh Berger (2006) bahwa pada gambaran CT Scan
penderita yang mengalami hipergikemia, daerah hipodensnya meluas
lebih cepat, sehingga cenderung ada pergeseran garis tengah (midline
shift) atau kompresi ventrikel. Perburukan lesi otak akibat hiperglikemia
ini juga terbukti pada pemeriksaan otopsi yang menunjukkan bahwa
insidens edema otak lebih tinggi pada kadar glukosa darah yang tinggi
(Berger I, 2006).
Hiperglikemia dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen
pasca iskemik dibandingkan pada pasien normoglikemia dan selain itu
34
juga mempunyai derajat asidosis laktat otak yang lebih tinggi, hal ini
akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen yang akan
merusak neuron-neuron. Hiperglikemia juga memperparah edema,
meningkatkan pelepasan neurotransmiter excitatory amino acid dan
melemahnya pembuluh darah di area iskemik. keadaan ini menunjukkan
bahwa pengobatan aktif keadaan hiperglikemia ini mungkin dapat
memperbaiki
prognosis
pasien
stroke
(Candelise,
2009).
Porte
mempunyai pendapat yang berbeda dan menyatakan karena susunan
saraf pusat merupakan pengguna glukosa utama waktu perut kosong, ia
sangat dipengaruhi aliran darah dan oksigenasi ke otak, seperti pada
keadaan hipovolemi, hipertensi, dan hipoksia. Penurunan kadar glukosa
darah pada keadaan hiperglikemia melalui pengurangan glukoneogenesis
di hati dengan pemberian insulin merupakan suatu kontra indikasi kecuali
penyebab primer telah dikoreksi atau terjadi suatu hiperglikemia berat
(Porte, 2010). Secara klinis adanya hiperglikemia akan mempengaruhi
proses penyembuhan, memperberat akibat kadar gula dalam darah tinggi
dan mempengaruhi length of stay pasien stroke akut dan juga
mempercepat rekuren/ kambuhnya stroke.
Keadaan peningkatan kadar gula dalam darah juga mempermudah
terjadinya edema otak bisa memperpanjang length of stay dan
meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke. Cox
telah membuktikan bahwa hiperglikemia bersama-sama kadar gliko-Hb
yang normal mempunyai arti prognosis yang buruk bagi pasien-pasien
dengan stroke. Hiperglikemia sendiri dapat merupakan akibat respon
stress sesudah terjadi stroke pada pasien-pasien non diabetes. Respon
stress ini mengakibatkan
peningkatan katekolamin,
peningkatan
lipolisis, kenaikan kadar asam lemak bebas, dan hal itu merupakan
prognosis yang buruk (Marfella, 2011).
Insiden stroke mempunyai kecenderungan meningkat sehingga usaha
pencegahan merupakan pilihan utama dengan cara mengendalikan faktor
35
risiko. Hiperglikemia pada stroke dapat merupakan tanda adanya diabetes
melitus, tetapi dapat pula merupakan tanda respon neuroendokrin
terhadap stres (hiperglikemia reaktif). Hiperglikemia akan menyebabkan
terjadinya asidosis laktat, peningkatan konsentrasi neurotransmitter
eksitatorik dan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan
kerusakan neuron. Dengan demikian kondisi hiperglikemia akan
memperburuk defisit neurologik dan meningkatkan mortalitas pada
hiperglikemia reaktif (Indiyanti, 2003).
Peningkatan insiden stroke dengan peningkatan kadar glukosa darah
terjadi pada pasien yang tidak menderita diabetes melitus (Hyvarinen,
2009).
2.
Konsep Length Of Stay (LOS)
Length Of Stay merupakan lama perawatan yang diberikan kepada pasien
oleh suatu tempat pelayanan kesehatan. Lamanya perwatan tentunya
dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah penanganan awal pasien
dengan baik dan tepat akan menentukan outcome (Arifin, 2008).
Lama rawat (length of stay disingkat LOS) adalah rentang atau periode
waktu sejak pasien diterima masuk ke rumah sakit hingga berakhirnya
proses pengobatan secara administratif oleh suatu sebab tertentu.
Berakhirnya proses perawatan pasien dapat terjadi karena dinyatakan
sembuh, meninggal, rujuk / alih rawat ke rumah sakit lain, atau pulang
paksa. Lama rawat dihitung dalam satuan hari. Rerata lama rawat dihitung
dari jumlah hari rawat dari masing-masing pasien dibagi dengan jumlah
pasien keluar baik hidup atau mati. Rerata lama rawat merupakan indikator
untuk mengukur efisiensi mutu pelayanan rumah sakit (Depkes, 2006).
Shepperd, et al (2004), dalam penelitian menganalisisnya dan juga
menyimpulkan bahwa pemberian rencana pemulangan komprehensif
dapat mengurangi length of stay. Implementasi utama rencana
pemulangan adalah pemberian pendidikan kesehatan sejak awal klien
36
masuk rumah sakit dan dilakukan secara terstruktur dan komprehensif.
Rankin dan Stallings (2001), mengemukakan bahwa pendidikan
kesehatan pada klien dan keluarga dapat mengurangi lama rawat. Ini
dikarenakan klien dan keluarga dapat berpatisipasi lebih baik dalam
pemulihan dan perencanaan untuk kontuinitas perawatan setelah pulang.
Length Of Stay pasien merupakan suatu indikator penting dalam melihat
kualitas pelayanan ataupun perawatan di suatu rumah sakit (Karaca, et al,
2012). Length Of Stay pasien adalah terhitung sejak pasien mendaftar
atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasien
pulang (disharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev
et al, 2012). Jika estimasi Length Of Stay pasien diprediksi lebih awal
pada setiap pasien yang datang ke IGD, maka keterbatasan pada
kapasitas suatu rumah sakit dapat juga diidentifikasi lebih awal (Wrenn,
2005).
Pentalaksanaan utama stroke fase akut bertujuan untuk mencegah agar
stroke tidak berlanjut atau berulang, mengupayakan kecacatan dapat
dibatasi, mencegah terjadinya komplikasi, membantu pemulihan, serta
mecegah terjadinya kematian. Tujuan penatalaksanaan stroke ini
merupakan tanggung jawab utama bagi semua tenaga kesehatan yang
tergabung dalam tim tatalaksana stroke (Rasyid et al, 2007).
3.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Length Of Stay (LOS) Dengan
Kadar Gula Darah Pasien Stroke
Menurut penelitian Bruno dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah
(on admission) yang semakin tinggi pada penderita stroke (disesuaikan
dengan tingkat keparahan neurologis dan memperpanjang length of stay
bahkan bisa meningkatkan angka kematian pasien stroke selama
perawatan dengan (multipel regresi) berhubungan dengan outcome yang
buruk dalam 3 bulan pertama. Hiperglikemia setelah iskemia serebri
memperparah lesi otak dan memperburuk outcome pasien stroke
37
dibandingkan dengan pasien dengan normoglikemia, terutama pada
stroke non lakunar. Hiperglikemia dapat terjadi pada sekitar 60% pasien
stroke akut dan berhubungan dengan outcome yang buruk. ( Kim N,
2003).
Pada penelitian terdahulu didapatkan hasil bahwa kenaikan kadar gula
darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada penderita stroke fase
akut,baik
yang
terdiagnosa
Diabetes
Melitus
maupun
tidak,
mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas penderita.
(Gentile, 2006). Kadar gula darah yang tinggi dapat memperparah
outcome
melalui
beberapa
cara.
Pertama,
hiperglikemia
akan
menyebabkan perubahan sawar otak, edema serebri, dan kelainan
perdarahan. (Kleinholz M, 2007). Kedua, keadaan hiperglikemia akan
memperparah keadaan asidosis karena adanya penimbunan laktat,
sehingga meningkatkan pembentukan radikal bebas, mengganggu
transduksi sinyal intraseluler dan aktivasi dari endonuklease. (Hoxworth
JM, 2007).
Ketiga, hiperglikemia akan merangsang dikeluarkannya asam amino
tertentu, terutama glutamat, yang berperanan penting dalam mengaktivasi
reseptor glutamat post-sinaptik, terutama reseptor NMDA (N-methyl-Daspartate). Proses ini akan menyebabkan influks ion Ca+ serta Na+ yang
berlebihan dan mengaktifkan enzim nuklease, protease, dan fosfolipase.
Sehingga terjadi penguraian fosfolipid yang dapat menimbulkan
terbentuknya faktor pengaktif-trombosit dan pelepasan asam arakidonat
yang menghasilkan eikosanoid. Kedua jenis lipid dapat menyebabkan
vasokonstriksi yang akan memperburuk keadaan trombosis
(Gentile,
2006).
Hiperglikemia terjadi pada sekitar 60% pasien stroke akut dan sekitar 1253% pasien stroke akut tidak terdiagnosa diabetes sebelumnya. Kenaikan
kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama pada pasien stroke
38
fase akut bisa memperpanjang length of stay saat masuk di rumah sakit,
baik
yang
terdiagnosa
Diabetes
Melitus
maupun
tidak,
dan
mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas dengan pasien
stroke (Sabin et al, 2004).
Kadar gula darah merupakan hipoglikemia maupun hiperglikemia dapat
memperberat kerusakan neuron. Hiperglikemia, baik pada hiperglikemia
reaktif maupun diabetes melitus, menyebabkan asidosis intraseluler yang
berakibat kerusakan neuron, jaringan glial dan jaringan vaskular,
sehingga hiperglikemia berhubungan dengan outcome yang lebih buruk
(Bhalla A, 2002).
4.
Penelitian-penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh (Iskandar, 2008), menunjukkan adanya
hubungan yang bersifat negatif yang signifikan dengan koefisien
hubungan -0,276 (p<0,05) antara kadar gula darah dan waktu kepulangan
pasien stroke. waktu perhitungan saat masuk rumah sakit length of stay
pasien stroke 30 hari perawatan, sehingga koefisien hubungan yang
negatif diatas diartikan sebagai adanya length of stay
berhubungan
lemah dengan hubungan yang positif dan signifikan, antara kenaikan
kadar gula darah pasien saat masuk dan mulai dirawat di rumah sakit
dengan kenaikan waktu perawatan pasien sebelum pasien pulang (hidup).
Rerata ini lebih tinggi daripada penelitian Muhibi di Bangsal Saraf RSUP
Dr. Kariadi tahun 2004 yaitu sebesar 145,1 mg/dl. Rata-rata ini lebih
tinggi daripada penelitian Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi
tahun 2004 yaitu sebesar 145,1 mg/dl hasil uji statistik diperoleh
(p<0,05) nilai p dianggap bermakna. Kenaikan kadar kadar gula darah
dapat dikarenakan oleh beberapa hal yaitu: respon stress yang
mencerminkan keparahan length of stay pasien stroke selama 13 hari dan
kerusakan neurologis pada penderita stroke tersebut, atau karena
memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya. (Muhibi, 2004).
39
Penelitian lain juga membuktikan rata-rata kadar gula darah penderita
pasien stroke saat masuk rumah sakit hingga yang pulang (hidup) adalah
148,41 mg/dl jauh lebih rendah dan berbeda bermakna bila dibandingkan
dengan rata-rata kadar gula darah penderita yang meninggal dunia yaitu
253,31 mg/dl. Sedangkan secara umum rata-rata kadar gula darah
penderita stroke iskemik fase akut baik yang meninggal maupun yang
pulang dari rumah sakit adalah sebesar 180,33 mg/dl. Rata-rata ini lebih
tinggi daripada penelitian Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi
tahun 2004 yaitu sebesar hubungan (p<0,05) 145,1 mg/dl. Kenaikan
kadar gula darah dapat dikarenakan oleh beberapa hal yaitu: respon stress
yang
mencerminkan
keparahan
dari
kerusakan
neurologis
dan
memperpanjang length of stay pasien stroke tersebut di rumah sakit
selama paling 13 hari, atau karena tidak memiliki riwayat diabetes
mellitus sebelumnya (Umpierrez GE, 2002).
Penelitian lain juga yang dilakukan oleh Bravata dkk (2003).
Menyatakan bahwa kadar gula darah saat fase akut yang lebih besar dari
108-144 mg/dl (6-8 mmol/l) hasil yang didapatkan dari uji tersebut
adalah terdapat hubungan lemah ke arah positif yang signifikan dengan
koefisien hubungan 0,316 (p<0,05), dengan peningkatan kematian saat
masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke dalam 30 hari
pertama dengan resiko relatif sebesar 3,1 pada pasien non diabetes dan
sebesar 1,3 pada pasien dengan diabetes. Sehingga berhubungan positif
diatas, diartikan sebagai adanya hubungan antara kenaikan kadar gula.
darah saat masuk rumah sakit dan mulai dirawat dengan penurunan
waktu perawatan pasien sebelum pasien.
Penelitian lain juga menyatakan Rata-rata kadar gula darah penderita
yang pulang (hidup) adalah 148,41 mg/dl jauh lebih rendah dan berbeda
bermakna bila dibandingkan dengan rata-rata kadar gula darah penderita
yang meninggal dunia yaitu 253,31 mg/dl. Sedangkan secara umum ratarata kadar gula darah penderita stroke fase akut baik yang meninggal
40
maupun yang pulang dari rumah sakit adalah sebesar 180,33 mg/dl saat
masuk rumah sakit dengan rerata length of stay selama 15 hari (p<0,05)
secara positif berhubungan (Kleinholz M, 2007).
Pada Hasil penelitian ini sejalan yang diakukan oleh Ariyani Dwi (2014),
yang menunjukkan terdapat hubungan antara prediktor kadar gula darah
(pvalue 0,002) dengan length of stay pasien stroke. Faktor prediktor yang
paling mempengaruhi length of stay pasien stroke adalah jenis stroke
(pvalue = 0,001, RR 12,365 (95% CI 2,627 – 58, 208).
D. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel dependen
Kadar Gula Darah
Length Of Stay (LOS)
Pasien Stroke
E. Hipotesa Penelitian
Ha : Terdapat hubungan kadar gula darah saat saat masuk rumah sakit
dengan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik
Medan.
Ho : Tidak terdapat hubungan kadar gula darah saat masuk rumah sakit
dengan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik
Medan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat korelasi merupakan desain studi korelasional bertujuan
mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2009) dengan
rancangan kohort retrospektif dengan menggunakan study rekam medis (data
sekunder), yaitu melihat dan mengidentifikasi hubungan kadar gula darah
dengan length of stay pasien stroke. Untuk mengetahui apakah ada hubungan
kadar gula darah pada saat datang ke rumah sakit dengan length of stay pasien
di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015.
B. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien stroke yang
datang ke ruangan saat masuk rumah sakit sampai dinyatakan pulang
oleh dokter yang merawatnya dilihat bagian rekam medis di RSUP H.
Adam Malik Medan pada Bulan Januari sampai Desember 2013
sebanyak 102 orang pasien mengalami stroke.
2.
Sampel
Pengambilan sampel penelitian ini berdasarkan Total Sampling. Total
Sampling adalah keseluruhan data yang ada di rekam medis dengan
length of stay pasien stroke disebabkan karena kadar gula darah.
Pengambilan sampel melalui prosedur pemeriksaan untuk menetapkan
diagnosis pasien stroke karena kadar gula darah, jumlah sampel sebanyak
102 orang pasien stroke.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan
41
42
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan di bagian Medical Record RSUP H. Adam Malik
Medan atau catatan medik (data sekunder) dengan length of stay
pasien
stroke di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015, dilaksanakan pada Bulan
Juni - Juli 2015.
E. Definisi Operasional
Variabel
Kadar Gula Darah
Length of stay (LOS)
Definisi
Cara ukur
Independen
Kadar glukosa darah
yang diperoleh Melalui
pemeriksaan
serum
darah
vena
yang
Observasi
diambil sewaktu dari
RSUP H. Adam Malik
Medan dilihat data di
Rekam Medik.
Dependen
Merupakan
lama
perawatan
pasien
stroke terhitung sejak
pasien datang ke RS Observasi
sampai
dinyatakan
pulang oleh dokter atau
yang
merawatnya
dilihat
dari
data
Rekam Medik.
Hasil ukur
Skala
ukur
mg/dl
Rasio
Hari
Rasio
F. Aspek Pengukuran
Adapun variabel yang dilakukan pengukurannya adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengukur kadar gula darah digunakan lembar observasi yang
hasilnya mg/dl yang di peroleh dari Medical record.
2.
Untuk mengukur Length Of Stay/ LOS pasien stroke digunakan lembar
observasi yang hasilnya dalam hari di peroleh dari Medical record.
G. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini hanya menggunakan hubungan antara variabel yaitu:
mengidentifikasi dan melihat kadar gula darah pada saat datang ke rumah
sakit dengan length of stay pasien stroke.
43
H. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data
1.
Prosedur Pengumpulan Data
Data yang digunakan peneliti adalah: data sekunder yaitu data rekam
medis pasien pada Bulan Januari sampai Desember 2013, yang diperoleh
dari bagian rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan dengan
penggunaan metode observasi. (Arikunto, 2010)
2.
Alat
Rekam medis (Medical Mecord) adalah alat ukur yang digunakan dengan
metode observasi langsung, dengan cara melihat dan mengidentifikasi
kadar gula darah pada hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
sebelumnya pada length of stay pasien stroke.
I.
Etika Penelitian
Nursalam (2009) menyatakan masalah etika pada penelitian yang
menggunakan subyek manusia menjadi isu sentral yang saat ini sedang
berkembang. Secara umum prinsip dibedakan menjadi prinsip manfaat,
prinsip menghargai hak-hak subyek, dan prinsip keadilan.
Etika penelitian menurut Nursalam (2009), terdiri dari :
1.
Anonimity (tanpa nama), yaitu untuk menjaga kerahasiaan identitas
subyek pada lembar observasi pengumpulan data.
2.
Confidentiality, yaitu kerahasiaan tentang data yang diperoleh dari
subyek peneliti dijamin oleh peneliti. Setelah data penelitian selesai
dianalisis, maka dimusnahkan oleh peneliti.
J.
Pengolahan dan Analisa Data
1.
Pengolahan Data
a.
Editing
Dilakukan dengan pengecekan ulang pada data yang telah
terkumpul, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data akan
diperbaiki dengan memeriksanya dan dilakukan dengan cara
pendataan ulang terhadap data yang dikumpulkan.
44
b.
Tabulating
Kegiatan yang dilakukan untuk meringkas data yang diperoleh
kedalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan, data yang diperoleh
kemudian di kelompokkan dan diproses dengan menggunakan tabel
tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan
peneliti.
2. Analisa Data
a.
Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mengidentifikasi dan melihat
hubungan kadar gula darah dengan length of stay pasien stroke.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan berapa besar
presentase dari tiap variabel (Notoatmojo, 2010).
b.
Data length of stay (LOS), dengan kadar gula darah pasien stroke
tidak berdistribusi normal, memiliki nilai signifikan (Sig) atau nilai
probabilitas berada < 0,05
c.
Analisis Bivariat
Uji analisis yang digunakan adalah uji Pearson. Dengan CI
(Confidence Interval) 95 % dan batasan kemaknaan uji statistik
adalah p = 0,05. Bila P > 0,05 ; tidak bermakna. Bila p < 0,05;
bermakna jika tidak berdistribusi normal sehingga uji alternatif yang
dapat digunakan untuk data tidak berdistribusi normal adalah uji
spearman.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Gambaran Umum Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dibangun
Pemerintah Sumatera Utara Pada Tahun 1993 yang berlokasi di jalan
Bunga Lau No. 17 Medan. Penanggulangan pasien stroke dengan length
of stay di RSUP H. Adam Malik Medan bahwa dibutuhkan tenaga
kesehatan yang kritis dan bertanggung jawab. Secara keseluruhan, di
RSUP H. Adam Malik Medan terdapat 102 pasien stroke pada bulan
Januari sampai Desember 2013 dimana jumlah pasien stroke tersebut
sudah cukup banyak. Untuk itu tenaga kesehatan yang berkaitan dengan
penanggulangan penyakit stroke di RSUP H. Adam Malik Medan harus
bisa mengatasi dan mengurangi angka pasien tersebut dan peningkatan
length of stay pada hubungannya dengan kadar gula darah di masa yang
akan datang.
Pada bab ini akan disajikan data tentang hubungan kadar gula darah saat
masuk rumah sakit dengan length of stay pasien stroke berupa analisis
univariat dan bivariat. Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji
normalitas data. Pada analisa univariat akan disajikan karakteristik setiap
responden. Sedangkan dalam analisis bivariat akan disajikan hubungan
kadar gula darah dengaan length of stay pasien stroke.
a.
Analisis Univariat Karakteristik Responden
Karakteristik responden yaitu pasien stroke dengan kadar gula darah
dan length of stay yang data bersifat kategorik yang diidentifikasi
berdasarkan jenis stroke. Data yang bersifat numerik yang
diidentifikasi berdasarkan umur pasien, kadar gula darah dan Length
of stay dianalisis sehingga didapatkan nilai rata-rata, median dan
standar deviasi. Data kategorik dan data numerik dianalisis dan
didapatkan hasil berupa presentase.
45
46
1.) Karakteristik responden berdasarkan jenis stroke pada pasien
stroke.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Stroke
di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2015
Jenis Stroke
F
%
Stroke Hemoragik
Stroke Iskemik
67
35
65,7
34,3
Berdasarkan tabel 4.1 mayoritas responden terdiagnosa stroke
hemoragik adalah 67 orang (65,7%).
2.) Karakteristik responden berdasarkan Umur, Kadar Gula
Darah, dan Length Of Stay (LOS) pasien stroke.
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur, Kadar Gula Darah
dan Length Of Stay (LOS) di RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2015
Variabel
Min. Mak.
95% CI
N
Mean
SD
102
61,69
11,857
34
88
102
231,96
83,553
109
412 215,55 – 248,37
102
7,24
3,683
0
Umur
Umur Pasien
59,36 – 64,02
Kadar Gula Darah
Kadar Gula Darah Saat
Masuk RS (mg/dl)
Lama Hari Rawat (LOS)
Lama Hari Rawat (LOS)
15
6,51 – 7,96
Berdasarkan pada data tabel 4.2 didapatkan rata-rata umur adalah
61,69 tahun (SD = 11,857) dengan usia termuda adalah 34 tahun
dan usia tertua adalah 88 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa umur rata-rata antara 59,36
tahun sampai dengan 64,02 tahun.
Berdasarkan pada data tabel 4.2 didapatkan rata-rata kadar gula
darah pasien adalah 231,96 (SD= 83,553) dengan kadar gula
47
terendah adalah 109 dan tertinggi adalah 412. Dari hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
kadar gula darah antara 215,55 - 248,37.
Berdasarkan pada data tabel 4.2 didapatkan rata-rata adalah 7,24
(SD= 3,683) dengan lama rawat terendah adalah 0 hari dan tertinggi
adalah 15 hari. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa rata-rata hari lama rawat antara 6,51 – 7,96.
b. Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel Dependen
Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay Pada
Pasien Stroke
Setelah dilakukan uji normalitas, didapati data tidak berdistribusi
normal seluruhnya. Maka dilanjutkan uji korelasi spearman dengan
menggunakan uji korelasi sperman didapatkan signifikan hubungan
kadar gula darah saat masuk rumah sakit dengan length of stay/ LOS
pasien stroke.
Tabel 4.3
Hasil Analisis Hubungan Kadar Gula Darah dengan Length Of Stay
Pada Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2015
Variabel
Kadar Gula Darah
Length Of Stay
N
102
r
0,207
p value
0,036
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa nilai r = 0,207 menyatakan
terdapat hubungan yang lemah antara kadar gula darah dengan
Length Of Stay pada pasien stroke, tanda positif (+) menunjukkan
hubungan yang searah artinya semakin tinggi kadar gula pasien
stroke saat masuk rumah sakit semakin lama pula lama hari rawatnya
(length of stay).
Hasil analisis lanjut didapatkan nilai p value adalah 0,036 (p < 0,05)
48
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
kadar gula darah dengan length of stay pada pasien stroke di RSUP
H. Adam Malik Medan.
B. Pembahasan
Stroke merupakan salah satu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi bila tidak ditangani
dengan adekuat. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi 48 jam pertama pada
penderita stroke fase akut dapat memengaruhi morbiditas dan luaran serta
mortalitas penderita. Stroke merupakan penyebab kematian kedua diseluruh
dunia dan menyumbang biaya yang cukup besar untuk perawatan kesehatan
(Feigin 2004).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar
12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta(10,3%), Bangka Belitung
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%),
DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil. Kemudian prevalensi stroke pada umur ≥ 15 tahun di
provinsi indonesia salah satunya provinsi Sumatera Utara (10,3%),
berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013).
Penyakit stroke berada di urutan ketiga terbanyak di AS yang menyebabkan
tingginya jumlah kematian, di bawah penyakit jantung dan keganasan dan
nomor satu sebagai penyebab kecacatan jangka panjang di dunia. Insidens
stroke mencapai 0,5 per 1000 pada usia 40 tahun dan meningkat menjadi 70
per 1000 pada usia 70 tahun. Angka mortalitas penderita stroke mencapai
30% pada 3 hari perta ma dan 25% pada tahun pertama. Setiap tahunnya 15
juta orang di seluruh dunia mengalami stroke, di antara semuanya ini 5 juta
pasien meninggal dan 5 juta pasien menderita cacat permanen (Hacke, 2012).
49
Kadar gula darah yang normal adalah dibawah 200 mg/dl jika kadar gula
dalam darah melebihi itu disebut hiperglikemia, maka orang tersebut
dicurigai memiliki penyakit diabetes melitus. Keadaan hiperglikemia atau
kadar gula dalam darah yang tinggi dan berlangsung kronis memberikan
dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, salah satunya dapat
mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil
maupun besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak.
(Inoue, 2009).
Kadar gula darah yang tinggi, juga mempermudah terjadinya edema otak dan
bisa memperpanjang length of stay dan meningkatkan angka kematian pasien
yang dirawat akibat stroke. Cox telah membuktikan bahwa hiperglikemia
bersama-sama kadar gliko-Hb yang normal mempunyai arti prognosis yang
buruk bagi pasien-pasien dengan stroke. Hiperglikemia sendiri dapat
merupakan akibat respon stress sesudah terjadi stroke pada pasien-pasien non
diabetes. Respon stress ini mengakibatkan
peningkatan katekolamin,
peningkatan lipolisis, kenaikan kadar asam lemak bebas, dan hal itu
merupakan prognosis yang buruk (Marfella, 2011).
Selain itu, peningkatan kadar gula darah saat masuk rumah sakit juga
dihubungkan dengan stress hiperglikemia dan menggambarkan respon akut
dari keadaan hiperadrenergik. Keadaan ini merupakan respon tubuh terhadap
suatu penyakit dan stres untuk memelihara homeostasis sel dan organ serta
sering disebut sebagai hiperglikemia saat kritis (Muthado, 2007).
Hiperglikemia reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi
sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan,
sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa
normal 80-90 mg/dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140- 160 mg /100
ml darah, hiperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar
glukosa darah puasa lebih dari 110 mg/dl, reaksi ini adalah fenomena yang
tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi
50
multiple yang berhubungan dengan stroke akut.
Neuropati atau kerusakan saraf yang berhubungan dengan kelebihan gula
dalam darah dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok darah ke
saraf. Saraf pada tangan dan kaki lebih rentan terhadap kondisi ini terhadap
kondisi ini. Kondisi ini dapat mempengaruhi semua perifer, serta saraf
otonom dengan secara signifikan dapat meningkatkan resiko penyakit arteri
koroner, penyakit jantung dan penyakit kardiovaskuler dalam jangka panjang.
Kondisi ini dapat menyebabkan pengendapan bahan lemak dalam dinding
pembuluh darah. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu sirkulasi darah
melalui pembuluh darah dan menyebabkan hipertensi atau tekanan darah
tinggi, aterosklerosis, penyakit pembuluh darah ke otak penyakit arteri
koroner, serangan jantung dan stroke (Basu S, 2007).
Keadaan peningkatan kadar gula dalam darah terjadi pada sekitar 60% pasien
stroke akut, sekitar 12-53% pasien stroke akut tidak terdiagnosa diabetes
sebelumnya. Kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada 48 jam pertama
pada pasien stroke fase akut bisa memperpanjang length of stay saat masuk di
rumah sakit, dan mempengaruhi angka mortalitas dan angka morbiditas
dengan pasien stroke (Sabin et al, 2004).
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar gula darah ≥ 200 mg/dl
dan dikategorikan sebagai kadar gula yang tinggi sebanyak 57%. Peneitian ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian Muderspacher et al (2007) yang
menyebutkan bahwa sebagian besar pasien stroke masuk dengan kadar gula
darah yang normal, hanya 13% dengan kadar gula darah yang tinggi.
Pada penelitian juga didapatkan kadar gula darah terendah adalah sebesar 68
mg/dl dan tertinggi 476 mg/dl. Rata-rata kadar gula darah saat masuk RS
sebesar 185,86 ± 81,635 mg/dl (Damaris et al, 2007).
Keadaan pembuluh darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis sangat
beresiko untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah yang
51
mengakibatkan timbulnya serangan stroke. Dengan kata lain, kadar gula
darah yang tinggi dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya stroke. Kadar
gula darah yang tinggi juga dapat memperburuk keadaan defisit neurologis
yang dialami oleh penderita stroke. Sehingga dapat berhubugan dengan
perpanjangan length of stay dan akan meningkatkan angka kematian serangan
stroke tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemeriksaan kadar gula
darah pada pasien stroke sangat diperlukan.
Lama hari rawat (length of stay disingkat LOS) merupakan lama perawatan
yang diberikan kepada pasien oleh suatu tempat pelayanan kesehatan.
Lamanya perawatan tentunya dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah
penanganan awal pasien dengan baik dan tepat akan menentukan outcome
(Arifin, 2008).
Length Of Stay pasien merupakan suatu indikator penting dalam melihat
kualitas pelayanan ataupun perawatan di suatu rumah sakit (Karaca, et al,
2012). Length Of Stay pasien adalah terhitung sejak pasien mendaftar atau
berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasien pulang
(disharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev et al,
2012). Jika estimasi Length Of Stay pasien diprediksi lebih awal pada setiap
pasien yang datang ke IGD, maka keterbatasan pada kapasitas suatu rumah
sakit dapat juga diidentifikasi lebih awal (Wrenn, 2005).
Penatalaksanaan utama stroke fase akut bertujuan untuk mencegah agar
stroke tidak berlanjut atau berulang, mengupayakan kecacatan dapat dibatasi,
mencegah terjadinya komplikasi, membantu pemulihan, serta mecegah
terjadinya kematian. Tujuan penatalaksanaan stroke ini merupakan tanggung
jawab utama bagi semua tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim
tatalaksana stroke (Rasyid et al, 2007).
1. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Length Of Stay Pada Pasien
Stroke
52
Keadaan kadar gula dalam darah yang tinggi (hiperglikemia) yang
berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan
tubuh, salah satunya dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik
pada pembuluh darah kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang
mensuplai darah ke otak (Inoue, 2009).
Length Of Stay pasien merupakan suatu indikator penting dalam melihat
kualitas pelayanan ataupun perawatan di suatu rumah sakit (Karaca, et al,
2012). Length Of Stay pasien adalah terhitung sejak pasien mendaftar
atau berada diruangan triage sampai pada saat dokter menentukan pasien
pulang (disharge) baik dalam keadaan hidup ataupun meninggal (Rathlev
et al, 2012).
Hasil analisis diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara kadar
gula darah pasien dengan rata-rata lama hari rawat pasien (length of stay)
13 hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Muhibi di Bangsal Saraf RSUP Dr. Kariadi tahun 2004 hasil uji statistik
diperoleh (p<0,05) nilai p dianggap bermakna. Hal ini juga sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar
(2008),
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar gula darah
dengan length of stay pasien stroke (p<0,05).
Pada Hasil penelitian ini sejalan yang diakukan oleh Ariyani Dwi (2014),
yang menunjukkan terdapat hubungan antara prediktor kadar gula darah
(pvalue 0,002) dengan length of stay pasien stroke. Faktor prediktor yang
paling mempengaruhi length of stay pasien stroke adalah jenis stroke
(pvalue = 0,001, RR 12,365 (95% CI 2,627 – 58, 208).
Pada penelitian Sabin dkk (2004), didapatkan bahwa kadar gula darah
saat masuk ke rumah sakit berkorelasi negatif dengan peningkatan derajat
neurologis dan berpengaruh pada length of stay pasien stroke dan
semakin meingkatnya angka kematian kepada pasien tersebut
yang
53
diukur dengan skor NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale).
Namun, sampel yang digunakan meliputi kedua jenis stroke yaitu stroke
iskemik dan stroke perdarahan. Kadar gula darah yang tinggi
menginduksi metabolisme anaerob, pelepasan radikal bebas, sehingga
menyebabkan sel-sel otak lisis dan memperburuk outcome.
Pada penelitian Bravata dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah
saat fase akut yang lebih besar dari 108-144 mg/dl (6-8 mmol/l) hasil
yang didapatkan dari uji tersebut adalah terdapat hubungan lemah ke arah
positif yang signifikan dengan koefisien hubungan 0,316 ( p<0,05 ),
dengan peningkatan length of stay saat masuk rumah sakit dengan pasien
stroke dalam 30 hari pertama dengan resiko relatif sebesar 3,1 pada
pasien non diabetes dan sebesar 1,3 pada pasien dengan diabetes.
(Bravata, 2003).
Penelitian ini yang dilakukan Gentile dkk terhadap 960 pasien dengan
stroke
tromboembolik,
didapatkan
373
pasien
(38,9%)
dengan
hiperglikemia (glukosa darah lebih dari 130 mg/dl) saat mulai dirawat.
Kadar gula dalam darah yang tinggi tersebut berhubungan dengan
memperpanjang length of stay dan akan mempengaruhi angka
peningkatan angka kematian daripada pasien dengan hiperglikemia
(dengan odd ratio sebesar 3,15). Kontrol glukosa (normalisasi glukosa
darah sampai dibawah 130 mg/dl) berhubungan dengan penurunan resiko
kematian dan length of stay sebesar 4,6 kali lipat. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa kontrol glukosa sebagai faktor independen terhadap
kelangsungan hidup pasien dengan stroke akut. (Gentile, 2006).
Menurut Weir dkk pada penelitiannya terhadap 750 pasien stroke dengan
tidak ada riwayat diabetes, hiperglikemia mempunyai resiko relatif
sebesar 1,87 sebagai prediktor kematian. Dan efek dari konsentrasi
glukosa tersebut terhadap kelangsungan hidup length of stay pasien
paling besar pada 1 bulan pertama. Namun penelitian ini menggunakan
54
sampel kedua jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan
(Weir, 2004).
Menurut penelitian Bruno dkk juga menyatakan bahwa kadar gula darah
(on admission) yang semakin tinggi pada penderita stroke disesuaikan
dengan tingkat keparahan neurologis dan memperpanjang length of stay
bahkan bisa meningkatkan angka kematian pasien stroke selama
perawatan dengan (multipel regresi) berhubungan dengan outcome yang
buruk dalam 3 bulan pertama. Hiperglikemia setelah iskemia serebri
memperparah lesi otak dan memperburuk outcome pasien stroke
dibandingkan dengan pasien dengan normoglikemia, terutama pada
stroke non lakunar.
Kondisi kenaikan kadar gula dalam darah akan memperburuk length of
stay
pasien
stroke
dan
mempengaruhi
defisit
neurologik
dan
meningkatkan angka kematian baik pada hiperglikemia reaktif maupun
diabetes melitus. Peningkatan kadar gula darah yang menyertai stroke
fase akut dapat menambah kerusakan otak akibat adanya disfungsi
endothelial nitric oxide (eNOS), sehingga menyebabkan stres oksidatif
(Sanyal, 2007).
Vasokonstriksi pembuluh darah otak, serta adanya adhesi leukosit yang
menyebabkan penyumbatan mikrovaskuler. Pengendalian kadar glukosa
darah yang ketat telah dihubungkan dengan berkurangnya angka
kematian pada pasien-pasien stroke yang kritis keadaannya. Untuk itu
perlu diberikan terapi insulin pada penderita stroke fase akut. (Linda K,
2006).
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan antara lain yang disebutkan
dibawah ini :
Data yang diambil adalah data sekunder dari catatan medik, sehingga
55
menimbulkan konsekuensi tidak adanya beberapa faktor confounding yang
belum dapat dikontrol seperti: riwayat merokok, penderita dementia, atrial
fibrilasi, indeks masa tubuh yang juga mempengaruhi dan memperpanjang
length of stay pada penderita stroke.
Ruang lingkup yang hanya diambil dari data Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan, juga mempengaruhi karakteristik data yang diambil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Ada hubungan yang bermakna antara kadar gula darah dengan length of stay
pada pasien stroke di RSUP H. Adam Malik Medan.
1. Ada hubungan kadar gula darah pasien stroke di RSUP H. Adam Malik
Medan.
2. Ada hubungan length of stay pasien stroke di RSUP H. Adam Malik
Medan.
B. Saran
1.
Bagi Pasien Stroke
Disarankan untuk melakukan perawatan pasien stroke sehingga dapat
mengontrol kadar gula darahnya dengan memeriksakan kadar gula darah
secara berkala dan mengendalikan kadar gula darah yang tinggi kepada
petugas rumah sakit.
2.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian adanya beberapa faktor confounding yang
belum dapat dikontrol seperti: riwayat merokok, penderita dementia,
atrial fibrilasi, indeks masa tubuh yang juga mempengaruhi dan
memperpanjang length of stay pada penderita stroke.
3.
Bagi Praktik Keperawatan
Diharapkan petugas kesehatan Rumah Sakit untuk melakukan intervensi
atau manajemen kendali glukosa darah yang lebih baik pada pasien
stroke, yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan neurologis dan
length of stay pada pasien stroke di rumah sakit.
56
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Adams et al. 2007. Penatalaksanaan endokrin darurat,
Endokrinologi. Indonesia. Diungah Januari 2015
Perkumpulan
Ariyani Dwi, 2014. Journal Analisis Pengaruh Faktor Prediktor Terhadap Lama
Perawatan Pasien Stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi. Diakses 2015
Arifin, 2008. Hubungan Lama Hari Rawat Dengan Kadar Gula Darah Pada
Pasien Stroke, Penangganan. Diakses Mei 2015
Aliah A, 2003. Thesis Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Kapita Selekta
Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003:79-102.
Basu S. 2007. Dampak hiperglikemia pada Stroke fase akut. Diunggah Februari
2015
Bruno et al, 2008. Acute blood glucose level and outcome from stroke. 52:280.
Available from: URL: http://www.neurology.org/cgi/content/full/52/2/280
Bhagavan N.V, 2002. Medical Biochemistry 4th Ed. Harcourt Academic Press.
Canada.
Bravata D.M, 2003. Hyperglycaemia in patients with acute ischaemic stroke: how
often do we screen for undiagnosed diabetes?. QJ Med 2003; 96: 491-497.
Available from: URL: http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/
96/7/491
Dahlan, 2014. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Epidemologi
Kesehatan Edisi 6
De Courten-Myers GM, 2007. Hemorrhagic infarct conversion in experimental
stroke. Ann Emerg Med. 2003 [cited 2007 Oct 15];21:120-125. Available
from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1739195
Elizabeth J. Corwin, 2001. Buku saku patifisiolgi. (Brahm U Pendit, Terj.).
Jakarta: EGC (Naskah asli dipubikasikan tahun1996).
Feigin. 2010. Stroke. Jakarta.
Gilman S, Advances in neurology. 2009. Klasifikasi stroke. Jakarta.
Gentile N.T, PhD and John Gaughan, 2006. Decreased Mortality by Normalizing
Blood Glucose after Acute Ischemic Stroke. 2006; 13(2):174. Available
from: URL: http://www.aemj.org/cgi/content/full/13/2/174
Hacke. 2012. Prevalensi penyakit stroke. Washington Dc. Diunggah januari 2015
Hyvarinen. 2009. Journal Hyperglycemia and Stroke Mortality. Diabetes care,
Volume 32, Number 2, February 2009
Habib, 2012. Journal Konsep Hiperglikemia dengan Length Of Stay pasien
Stroke. Diakses Februari 2015
HS. 2013. Waspadai Stroke Usia Muda .Cetakan pertama, 2013, Jakarta :Cerdas
Sehat
Hoxworth JM, 2007. Cerebral metabolic profile, selective neuron loss, and
survival of acute and chronic hyperglycemic rats following cardiac arrest
and resuscitation. [cited 2007 Nov 20]; 821(2):467-79. Available from:
URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10064834
Herminawati, 2013. Jurnal Perbedaan lama rawat antara stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik Di Tugurejo Semarang.
Indiyarti. 2003. Journal Dampak hiperglikemia terhadap kelangsungan hidup
penderita stroke. September-Desember 2003, Vol.22 No. Bagian
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Iskandar, 2008. Skripsi Korelasi Kadar Gula Darah Penderita Stroke Saat Mulai
Di Rawat. Diakses Juli 2015
Le Roith. 2009. Molecular Mechanism By Which Metabolic Control May Improve
Outcomes. Endocr Pract 10 (Suppl 2): 57-62
Linda K. 2006. Journal Insulin Analog. N Engl J Med 2006; 352: 174-183
Misbach, 2011. Stroke. Aspek Diagnostik Patofisiologi Manajemen. Perhimpunan
Dokter Saraf Indonesia. Jakarta. Badan Penerbit FKUI
Muslam M, Sutarni, 2004. Prediksi Prognosis Penderita Stroke Infark Akut
Berdasarkan Hasil CT-Scan.Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.
Muhibi S, 2004. Jumlah Lama Hari Rawat Sebagai Indikator Penyakit Stroke
Thesis PPDS. Semarang: Universitas Diponegoro
M. Irfan. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi pertama. Yogyakarta, Graha
Ilmu
Marfella, 2011. Mekanisme Hiperglikemia pada Mortalitas pasien Stroke.
Diakses Januari 2015
Nurrsallam. 2009. Konsep dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo S. 2010. Metodologi kesehatan. Jakarata: Rineka Cipta
Riskesdas. 2013. Prevalensi penyakit stroke di indonesia. Hasil Riset Kesehatan
Dasar diakses tanggal 28/02/2015
Reith, & Wilmot, 2005. Body temperature in acute stroke: relation to stroke
severity, infarct size, Length of stay, mortality and outcome. Lancet 2004
347 (8999):422-5. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/entrez/query.fcgi? db=pubmed&cmd= Retrieve&dopt=fulltext& list_
uids=8618482&query_hl=5 & itool=pubmed_DocSum.
Svendes Ml. 2009. Journal Quality of care Length Of Hospital Stay among
patients with stroke, med care : 47 (5) : 575-82
Sanyal. 2007. Diabetes neuropathy the pathoneurobiology dan treatment update.
USU press. Medan
Smeltzer & Bare, 2003. Buku ajar Medikal bedah. Jakarta: EGC. (Naskah
dipublikasikan tahun 1996.
Siesjo BK, 2007. Molecular mechanism of acidosis-mediated damage.1996[cited
Dec 15]; 66:8-14. Available from: URL:http://www.mdconsult.com/das/
citation/body/ 86120856 2/jorg=journal &source=MI&sp=965935 &sid=0/
N/965935/1.html#abs
Siahaan YM, 2002. Hubungan Kadar Nitrit Oksida dengan Faktor-faktor Resiko
Stroke pada Infark Serebri.[thesis PPDS]. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Lampiran 1
LEMBAR OBSERVASI
HUBUNGAN KADAR GULA DARAH SAAT MASUK RUMAH
SAKIT DENGAN LENGTH OF STAY (LOS) PASIEN
STROKE DI RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN TAHUN 2015
Lembar Observasi
A. Data Demografi
a. No register
: ............................
b. Initial nama
: ............................
c. Usia
: ............................ Tahun
d. Kadar Gula Darah :
mg/dl
e. Length Of Stay/ LOS Pasien Stroke :
Hari
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
MASTER DATA
No Reg
00. 58. 35. 16
00. 33. 45. 78
00. 57. 75. 78
00. 54. 87. 15
00. 56. 21. 74
00. 55. 57. 51
00. 54. 57. 28
00. 58. 37. 36
00. 47. 30. 16
00. 54. 84. 18
00. 56. 41. 65
00. 56. 73. 61
00. 56. 31. 09
00. 55. 94. 25
00. 48. 70. 36
00. 54. 37. 71
00. 14. 64. 46
00. 57. 10. 00
00. 55. 20. 28
00. 58. 11. 26
00. 55. 86. 22
00. 13. 34. 24
00. 27. 61. 08
00. 02. 81. 32
00. 39. 12. 61
00. 58. 21. 36
00. 55. 20. 37
00. 54. 40. 46
00. 54. 94. 16
00. 56. 31. 31
00. 58. 56. 01
00. 55. 63. 29
00. 58. 28. 38
00. 56. 25. 60
00. 56. 13. 05
00. 56. 21. 37
00. 51. 90. 43
00. 55. 79. 59
Jenis stroke
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
2
KGD
368
330
325
220
258
310
180
239
109
300
230
220
260
200
170
304
399
200
220
260
147
330
299
180
151
122
239
163
116
178
200
250
270
175
121
340
140
200
LOS
13
0
7
6
5
11
3
9
11
12
13
8
7
3
0
4
9
1
1
1
6
3
8
7
9
5
8
10
4
6
2
12
4
7
5
2
3
8
Umur
57
75
41
58
40
51
58
50
70
60
64
67
74
62
62
70
68
51
69
47
64
61
60
55
82
46
43
66
47
66
53
67
65
67
62
83
54
73
00. 01. 69. 82
00. 58. 35. 18
00. 56. 34. 33
00. 56. 41. 31
00. 55. 23. 53
00. 54. 85. 24
00. 54. 87. 23
00. 55. 14. 21
00. 55. 62. 24
00. 56. 62. 25
00. 55. 22. 03
00. 13. 25. 27
00. 58. 06. 27
00. 54. 67. 08
00. 56. 45. 29
00. 57. 31. 04
00. 56. 71. 13
00. 55. 08. 58
00. 54. 55. 86
00. 55. 94. 83
00. 56. 19. 49
00. 56. 30. 62
00. 55. 63. 71
00. 55. 14. 65
00. 56. 36. 63
00. 00. 85. 47
00. 58. 20. 77
00. 55. 71. 41
00. 58. 12. 42
00. 55. 79. 72
00. 55. 16. 72
00. 54. 68. 58
00. 56. 79. 66
00. 51. 42. 64
00. 54. 09. 04
00. 07. 73. 85
00. 58. 35. 63
00. 44. 49. 91
00. 55. 87. 96
00. 58. 06. 27
00. 54. 84.89
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
2
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
260
165
167
298
172
160
155
300
340
270
275
297
150
168
145
360
170
130
145
155
340
270
135
160
148
120
298
310
158
160
168
127
298
328
380
298
111
367
255
286
167
6
7
5
3
5
7
11
2
5
5
4
2
9
12
5
2
6
4
8
5
9
10
7
6
7
3
8
3
6
9
7
11
14
13
15
14
7
13
8
6
9
43
62
67
53
56
48
57
56
53
61
71
69
54
63
34
75
54
60
52
67
64
68
68
69
58
78
85
48
55
57
65
47
65
73
68
65
50
76
63
57
47
00. 57. 78 88
00. 56. 79. 66
00. 57. 10. 00
00. 55. 80 47
00. 55. 62. 24
00. 55. 18. 21
00. 54. 88. 19
00. 58. 12. 42
00. 55. 72. 78
00. 54. 41. 88
00. 54. 51. 97
00. 55. 14. 98
00. 56. 88. 98
00. 20. 15. 93
00. 55. 80. 47
00. 58. 28. 72
00. 54. 68. 12
00. 54. 67. 18
00. 38. 71.71
00. 54. 66. 29
00. 54. 87. 20
00. 56. 22. 25
00. 55. 77. 80
2
1
2
1
2
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
170
328
138
340
400
165
310
137
383
340
297
167
154
129
412
304
345
164
170
167
288
166
297
4
13
8
12
9
6
11
5
15
15
10
8
10
11
13
12
8
6
6
4
10
5
6
52
80
49
58
84
63
77
51
84
76
88
52
46
42
73
85
79
51
48
54
84
53
74
Lampiran 7
OUTPUT SPSS
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Kadar Gula Darah Saat Masuk
RS (mg/dl)
Length Of Stay (Lama Hari
Rawat)
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
102
100.0%
0
.0%
102
100.0%
102
100.0%
0
.0%
102
100.0%
Descriptives
Statistic
Kadar Gula Darah Saat
Masuk RS (mg/dl)
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
Std. Error
Lower Bound
231.96
215.55
Upper Bound
248.37
5% Trimmed Mean
229.42
Median
220.00
Variance
6981.090
Std. Deviation
83.553
Minimum
109
Maximum
412
Range
303
Interquartile Range
140
Skewness
Kurtosis
Length Of Stay (Lama Hari Mean
Rawat)
95% Confidence Interval for
Mean
.336
-1.191
.239
.474
7.24
.365
Lower Bound
6.51
Upper Bound
7.96
5% Trimmed Mean
7.19
Median
7.00
Variance
Std. Deviation
13.568
3.683
Minimum
0
Maximum
15
Range
15
Interquartile Range
Skewness
Kurtosis
8.273
5
.216
-.639
.239
.474
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Kadar Gula Darah Saat Masuk
RS (mg/dl)
Length Of Stay (Lama Hari
Rawat)
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.184
102
.000
.923
102
.000
.092
102
.033
.976
102
.063
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Kadar Gula Darah Saat Masuk
RS (mg/dl)
Length Of Stay (Lama Hari
Rawat)
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
102
100.0%
0
.0%
102
100.0%
102
100.0%
0
.0%
102
100.0%
Descriptives
Statistic
Kadar Gula Darah Saat
Masuk RS (mg/dl)
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
231.96
Lower Bound
215.55
Upper Bound
248.37
5% Trimmed Mean
229.42
Median
220.00
Variance
83.553
Minimum
109
Maximum
412
Range
303
Interquartile Range
140
Skewness
Kurtosis
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
.336
-1.191
.239
.474
7.24
.365
Lower Bound
6.51
Upper Bound
7.96
5% Trimmed Mean
7.19
Median
7.00
Variance
Std. Deviation
8.273
6981.090
Std. Deviation
Length Of Stay (Lama
Hari Rawat)
Std. Error
13.568
3.683
Minimum
0
Maximum
15
Range
15
Interquartile Range
5
Skewness
Kurtosis
.216
-.639
.239
.474
Crosstabs
Correlations
Kadar Gula Darah
Saat Masuk RS
(mg/dl)
Spearman's rho
Kadar Gula Darah Saat Masuk
RS (mg/dl)
Correlation Coefficient
Length Of Stay (Lama Hari
Rawat)
Correlation Coefficient
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sig. (2-tailed)
N
Sig. (2-tailed)
N
Length Of Stay
(Lama Hari
Rawat)
1.000
.207*
.
102
.036
102
.207*
1.000
.036
102
.
102
Download