AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH PARE BELUT (Trichosanthes anguina L.) Disusun oleh: A. RIZAL PERMANA M0304017 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 1 2 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Pembimbing II Venty Suryanti, M. Phil. NIP. 19720817 199702 2001 Ahmad Ainurofiq, MSi., Apt. NIP. 19550120 198203 2001 Dipertahankan di depan TIM Penguji Skripsi pada : Hari : Senin Tanggal : 6 Juli 2009 Anggota TIM Penguji : 1. Dr. rer. nat. Fajar R. Wibowo, M. Si. NIP. 19730605 200003 1001 1. ……………………………… 2. Nestri Handayani, M. Si., Apt. NIP. 2. ……………………………… Disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Ketua Jurusan Kimia, Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 19560507 198601 1001 ii 3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “AKTIVITAS EKSTRAK BUAH PARE BELUT (Trichosanthes anguina L.)" adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 06 Agustus 2009 A. RIZAL PERMANA iii 4 ABSTRAK A. Rizal Permana. 2009. AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK BUAH PARE BELUT (Trichosanthes anguina L). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret. Telah dilakukan penelitian aktivitas antibakteri ekstrak buah pare belut (Trichosantes anguina L.) terhadap beberapa bakteri patogen. Pembuatan ekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol, kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang semakin meningkat yaitu heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Uji aktivitas antibakteri ekstrak-ekstrak dilakukan dengan metode difusi. Analisis komponen kimia ekstrak aktif antibakteri dilakukan dengan penapisan fitokimia. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi ditentukan komponen kimianya dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Selanjutnya ditentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan uji banding terhadap standar ampisilin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol, kloroform dan etil asetat buah pare belut mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi tidak terhadap Salmonella typhii, Shigella dysentriae, dan Enterobacter aerogenes. Ekstrak heksana mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis, sedangkan ekstrak butanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli, B. subtilis dan P. aeruginosa. Ekstrak kloroform mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap S. aureus dan P. aeruginosa. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan ekstrak-ekstrak aktif mengandung golongan senyawa alkaloid, tanin, fenolat, flavonoid, dan terpenoid. KLT terhadap ekstrak kloroform menunjukkan adanya golongan alkaloid, tanin, fenolat, flavonoid, dan terpenoid. KHM ekstrak kloroform terhadap S. aureus adalah 0,0025 mg/µL dan terhadap P. aeruginosa sebasar 0,00125 mg/µL. Uji banding ekstrak kloroform terhadap standar ampisilin menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,01 mg/µL ekstrak setara dengan 2,789.10-6mg/µL standar ampisilin untuk S. aureus dan 2,958.10-5mg/µL standar ampisilin untuk P. aeruginosa. Kata Kunci : Trichosanthes anguina L., antibakteri, penapisan fitokimia, Kromatografi Lapis Tipis, Konsentrasi Hambat Minimum. iv 5 ABSTRACT A. Rizal Permana. 2009. ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF SNAKE GOURD (Trichosanthes anguina L.) FRUIT EXTRACT. Thesis. Department of Chemistry. Mathematics and Natural Sciences Faculty. Sebelas Maret University. The research of antibacterial activity of snake gourd (Trichosanthes anguina L.) extract against pathogenic bacteria have been done. The extracts of snake gourd were prepared by maceration using methanol and then continued using organic solvent with increasing polarity; hexane, chloroform, ethyl acetate, and buthanol, respectively. The antibacterial activity of extracts were determined using diffusion method. Compound analysis of active antibacterial extract was conducted by phytochemical screening. The composition of the highest active extract was investigated using Thin Layer Chromatography, then the minimum inhibitory concentration (MIC) and equivalent value were evaluated. The equivalent value was compared to ampisilin. The result of this research showed that methanol, chloroform and ethyl acetate extracts of snake gourd had antibacterial activity against Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa, but did not inhibit Salmonella typhii, Shigella dysentriae, and Enterobacter aerogenes. Hexane extract gave an inhibition against E. coli and B. subtilis whereas buthanol extract had antibacterial activity against E. coli, B. subtilis and P. aeruginosa. Chloroform extract had the highest antibacterial activity against S. aureus and P. aeruginosa. The phytochemical screenings analysis showed that active extracts contained alkaloids, tannins, phenolics, flavonoids, and terpenoids compounds. TLC of chloroform extract showed the presence of alkaloids, saponins, tannins, phenolics, flavonoids, and terpenoids. MIC of chloroform extract against S. aureus and P. aeruginosa were 0,0025 mg/µL and 0,00125 mg/µL, respectively. Activity of 0,01 mg/µL chloroform extract compared to ampisilin standard was equal to 2,789.10-6mg/µL and 2,958.10-5mg/µL ampisilin for S. aureus and P. aeruginosa, respectively. Key word : Trichosanthes anguina L., antibacterial, pyhtochemical screening Thin Layer Chromatography, Minimum Inhibitory Consentration. . v 6 MOTTO “ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, kerjakanlah dengan sungguhsungguh urusan yang lain.” (QS. Alam Naysrah : 6-7) Serendah-rendah ilmu adalah yang berhenti di lidah, dan yang paling tinggi adalah yang tampak di anggota-anggota badan. (‘Ali bin Abi Thalib) Bila kau menginginkan pengetahuan sebagaimana kau menginginkan udara, kau akan mendapatkannya. (Socrates) vi 7 PERSEMBAHAN Puji syukur kehadirat ALLAH SWT sehingga aku dapat menyelesaikan karya kecil ini. Karya kecil ini kupersembahkan untuk : Orang tuaku terutama ibuku tercinta yang selalu menyayangiku, selalu sabar, dan selalu ada untukku Seluruh keluargaku yang selalu member I perhatian dan semangat My little marve, Ria yang selalu memotivasi dan selalu disampingku Teman-teman seperjuangan : V3, Retno, Tika, Rikha, Pakde, Tw, Indah, Maya, Astri W, Sri, Desi Teman-teman Sak-sak’e dan Referensi Crew Teman-teman angk. ’04,’05,’06,’07,’08 semua vii 8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada ALLAH SWT atas segala limpahan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ’’Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Pare Belut (Trichosanthes anguina L.)’’. Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D, Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2. Ibu Venty Suryanti, M.Phil, selaku dosen pembimbing I atas bantuan, arahan dan kesabarannya membimbing selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt., selaku pembimbing II atas bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi. 4. Bapak Drs. Moedjijono, Ph.D., selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasehat. 5. Para laboran di Laboratorium Kimia FMIPA dan Sub Laboratorium Biologi atas bantuan dan kerjasama yang baik. 6. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan satupersatu. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Surakarta,24 Juli 2009 A. RIZAL PERMANA viii 9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii ABSTRAK .................................................................................................... iv ABSTRACT ................................................................................................. v MOTTO ....................................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii DAFTAR ISI ................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .......................................................................... 2 1. Identifikasi Masalah ................................................................ 2 2. Batasan Masalah ..................................................................... 3 3. Rumusan masalah ................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5 BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 5 A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 5 1. Pare Belut (Trichosanthes anguina L.) ................................... 5 a. Klasifikasi Tanaman ............................................................ 6 b. Deskripsi Tanaman .............................................................. 7 c. Manfaat dan Kandungan Tanaman ...................................... 8 2. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji ......................................... 8 3. Antibakteri .............................................................................. 16 4. Ampisilin dan Senyawa-senyawa Antibakteri ........................ 18 ix 10 a. Obat Antibakteri Ampisilin ................................................. 18 b. Senyawa-Senyawa Antibakteri......................................... ... 19 5. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri ................................. 26 1. Metode Difusi ........................................................................ 27 a. Metode Silinder ................................................................... 27 b. Metode Lubang (Perforasi) ................................................. 27 c. Metode Cakram Kertas ........................................................ 27 2. Metode Dilusi......................................................................... 27 a. Metode Pengenceran Tabung............................................... 27 b. Metode Pengenceran Agar................................................... 28 6. Penapisan Fitokimia................................................................. 28 7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................. 28 8. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Uji Banding ...... 30 B. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 31 C. Hipotesis ........................................................................................... 32 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 33 A. Metode Penelitian ............................................................................ 33 B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 33 C. Alat dan Bahan ................................................................................. 33 1. Alat- alat yang digunakan ....................................................... 33 2. Bahan-bahan yang digunakan .................................................. 34 D. Prosedur Penelitian .......................................................................... 35 1. Identifikasi dan Preparasi Sampel ........................................... 35 2. Ekstraksi Maserasi Serbuk Simplisia dengan Pelarut Metanol 35 3. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol .................. 35 4. Ekstraksi Bertingkat terhadap Ekstrak Metanol ...................... 36 5. Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak-ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat ................................................................. 37 6. Pengujian Golongan Senyawa yang Bersifat Antibakteri ........ 37 7. Penetapan KHM dan Nilai Banding......................................... 39 E. Teknik Analisa dan Pengumpulan Data ........................................... 40 x 11 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 41 A. Identifikasi Sampel .......................................................................... 41 B. Persiapan dan Ekstraksi Sampel ...................................................... 41 C. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol ........................... 41 D. Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol ............................................. 45 E. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat ......................................................................................... 46 F. Pengujian Golongan Senyawa Aktif Antibakteri ............................ 48 G. Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ......................... 52 H. Penetapan Nilai Banding Ekstrak Kloroform .................................. 55 BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 58 A. Kesimpulan ...................................................................................... 58 B. Saran ................................................................................................ 58 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 59 LAMPIRAN LAMPIRAN ........................................................................... 65 xi 12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Negatif ............................... 10 Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol pare belut (Trichosanthes anguina L.) terhadap 7 bakteri uji ....................... 42 Tabel 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 5 Bakteri Uji .................................................................................... 44 Tabel 4. Hasil Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol Pare Belut (Trichosanthes anguina L.) ................................................................................... 45 Tabel 5. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol terhadap 4 bakteri uji.......... 46 Tabel 6. Hasil Pengujian Golongan Senyawa Kimia Ekstrak Buah Pare Belut (Trichosanthes anguina L.)............................................................ 49 Tabel 7. Hasil Uji Penegasan Golongan Senyawa Ekstrak Kloroform dengan KLT................................................................................... 51 Tabel 8. Hasil Pengujian Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ampisilin terhadap 4 Bakteri Uji ................................................. 53 Tabel 9. Hasil Pengujian Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Kloroform terhadap 4 Bakteri Uji ............................. 54 Tabel 10. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kloroform Konsentrasi 0,01 mg/µL terhadap 4 Bakteri Uji ....................................... 58 Tabel 11. Hasil Penetapan Nilai Banding Ekstrak Kloroform Untuk Keempat Bakteri Uji terhadap Ampisilin............................................. xii 57 13 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanaman Pare Belut (Tricosanthes anguina L.) ........................ 7 Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri....................................................... 9 Gambar 3. Ikatan Kovalen antara Ampisilin dengan Enzim Transpeptidase 19 Gambar 4. Senyawa-Senyawa Golongan Tanin ........................................... 20 Gambar 5. Senyawa-senyawa golongan flavonoid ...................................... 21 Gambar 6. Senyawa Steroid-Sapogenin........................................................ 23 Gambar 7. Senyawa-Senyawa Terpenoid yang Bersifat Antibakteri ........... 24 Gambar 8. Golongan Senyawa Alkaloid…………………………………... 25 Gambar 9. Senyawa-Senyawa Alkaloid yang Bersifat Antibakteri .............. 25 Gambar 10. Senyawa-Senyawa Golongan Fenol......................................... 26 Gambar 11. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4 ....................... 29 Gambar 12. Reaksi Uji KLT Flavonoid dengan AlCl3 ............................... 30 xiii 14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian………………………..…… 65 Lampiran 2. Hasil Determinasi Buah Pare Belut ....................................... Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol dan 67 Konversi Konsentrasi Sampel ............................................................. 68 Lampiran 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 7 Bakteri .................................................................................. 70 Lampiran 5. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 5 Bakteri ................................................................................... 72 Lampiran 6. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada Masing-Masing Berat Sampel Ekstrak Metanol .................. Lampiran 7. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Berat 74 Sampel Ekstrak Metanol Pada Masing-Masing Bakteri..................... 79 Lampiran 8. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat .............................................................. 83 Lampiran 9. Analisa One Way-ANOVA Pengaruh Variasi Ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri EkstrakEkstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat........................................ 84 Lampiran 10. Tabel Hasil KLT Ekstrak Kloroform Pare Belut.................... 89 Lampiran 11. Gambar Hasil KLT Ekstrak Kloroform Pare Belut................ 90 Lampiran 12. Penentuan KHM Ampisilin ................................................... 91 Lampiran 13. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi Ampisilin pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin ......................................................... 92 Lampiran 14. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Ampisilin pada Masing-Masing Konsentrasi pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin ............................................................................... 98 Lampiran 15. Hasil Pengujian Penetapan KHM Ekstrak Kloroform........... 105 xiv 15 Lampiran 16 Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing-Masing Konsentrasi ekstrak pada Penentuan KHM Ekstrak Kloroform .................................................................. 107 Lampiran 17. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Penentuan KHM Ekstrak Kloroform .............................................................................. 110 Lampiran 18. Hasil Pengujian Penentuan Nilai Banding Ekstrak Kloroform terhadap Ampisilin ................................................................ 113 Lampiran 19. Perhitungan Nilai Banding .................................................... 115 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan yang sangat penting dan merupakan salah satu penyebab utama penyakit dan kematian pada manusia. Penyakit infeksi ini disebabkan oleh mikroorganisme salah satunya adalah bakteri patogen. Selama beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan timbulnya penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri seiring dengan bertambahnya populasi manusia (Swamy and Jayaveera, 2007). Pengobatan terhadap penyakit infeksi biasanya digunakan antibiotik dan telah banyak dikembangkan. Namun kadang – kadang antibiotik memberikan efek samping terhadap tubuh yang tidak diinginkan serta terdapat infeksi yang tidak biasa yang tidak dapat diobati dengan antibiotik, dimana ini merupakan masalah yang serius. Situasi ini mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan senyawa antibakteri baru yang berasal dari tumbuhan (Aliero, 2008). Tumbuhan menghasilkan banyak senyawa untuk pertahanan diri melawan infeksi mikroba (Oyetayo, 2007). Senyawa – senyawa yang dihasilkan tumbuhan antara lain adalah senyawa metabolit sekunder dimana banyak senyawa ini yang bersifat sebagai antibakteri antara lain fenol dan fenolat (Pelczar and Chan, 1988), terpenoid (Daisy, 2008), flavonoid (Pilewski, 2004), saponin, alkaloid, tanin, poliasetilen, poliamina, isotiosianat, tiosulfinat, dan glukosida (Cowan, 1999). Suku Cucurbitaceae merupakan salah satu suku tumbuhan yang telah banyak diteliti sebagai antibakteri. Penelitian Swamy dan Jayaveera (2007) menunjukkan ekstrak buah Momordica cymbalaria mempunyai efek antibakteri terhadap 8 bakteri uji patogen. Ekstrak daun dan batang dari Coccinia grandis L. mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Shigella bodii dan Pseudomonas aeruginosa (Farukh et. al., 2008). Selain itu ekstrak buah Lagenaria breviflora juga telah diteliti dan menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap 7 bakteri uji (Saba, 2007). Berdasarkan penelitian-penelitian diatas dapat dikatakan suku Cucurbitaceae memiliki potensi sebagai tanaman obat yaitu sebagai suatu 1 2 antibakteri. Pare belut (Trichosanthes anguina L.) merupakan salah satu spesies Cucurbitaceae yang telah dikenal masyarakat dimana selain digunakan sebagai sayuran, juga mempunyai manfaat pengobatan. Pare belut dapat berfungsi sebagai vermifuge (agen yang memaksa agar cacing atau parasit usus keluar), purgative (obat pencahar, khususnya yang merangsang gerakan peristaltik usus), apertif (merangsang nafsu makan), emetic (menimbulkan muntah), pengobatan penyakit tumor, dan bilious (rasa mual, rasa tidak enak perut, nyeri kepala yang disebabkan sekresi empedu yang berlebihan) (Duke, 2004). Pare belut juga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit sifilis yang disebabkan oleh bakteri. Selain itu tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai hemagglutinant (penggumpal eritrosit) untuk mengobati penyakit hemolisis yaitu pecahnya membran eritrosit yang disebabkan oleh bakteri S. aureus. Penelitian Kristinawati (2004) menunjukkan pare belut mengandung senyawa-senyawa metabolisme sekunder yaitu alkaloid, tanin, polifenol, saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid. Beberapa senyawa dari golongan-golongan senyawa alkaloid, tanin, polifenol, saponin dan flavonoid secara teori telah dibuktikan dapat menghambat pertumbuhan bakteri, maka dimungkinkan pare belut mempunyai aktivitas antibakteri. Pemanfaatan pare belut sebagai tanaman obat belum dilakukan penelitian secara ilmiah. Maka perlu dilakukan pengujian secara ilmiah senyawa aktif yang terkandung di dalam pare belut sebagai senyawa antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan aktivitas antibakteri dari ekstrak dan golongan senyawa yang terdapat pada buah pare belut. Sehingga golongan senyawa yang terdapat pada pare belut dapat dibuktikan secara ilmiah sebagai senyawa antibakteri. B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Dalam penelitian uji aktivitas antibakteri pada buah pare belut terdapat beberapa masalah antara lain: 3 1. Isolasi senyawa buah pare belut dapat dilakukan dengan ekstraksi maserasi, perkolasi, soxhletasi, ekstraksi cair-cair dan destilasi. Pelarut yang digunakan untuk isolasi perlu diperhatikan sebagai contoh senyawa yang kurang polar dapat diisolasi dengan menggunakan pelarut heksana, petroleum eter, benzena dan toluen dan senyawa yang lebih polar dapat diperoleh dengan pelarut etil asetat, butanol, metanol dan air. Hasil isolasi dengan pelarut yang berbeda akan menghasilkan ekstrak dengan senyawa yang berbeda sehingga akan mempengaruhi aktivitas antibakteri dari ekstrak. Dari hal di atas perlu diperhatikan cara isolasi senyawa buah pare belut dengan pelarut yang tepat. Senyawa-senyawa antibakteri biasanya dapat diisolasi dengan pelarut organik polar yaitu metanol atau etanol. 2. Pengujian antibakteri dari suatu senyawa dapat dilakukan dengan metode difusi (silinder, lubang/perforasi, dan cakram kertas) dan metode dilusi (pengenceran tabung dan pengenceran agar). 3. Bakteri patogen yang digunakan untuk uji antibakteri dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu gram positif dan gram negatif. 4. Identifikasi golongan senyawa kimia dalam bahan alam dapat dilakukan golongan dengan cara kromatografi dan penapisan fitokimia. Golongangolongan senyawa kimia yang dapat diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia meliputi saponin, fenolat, flavonoid, terpenoid, tanin, alkaloid, glikosida, asam-asam organik, lemak, karbohidrat, dan asam amino. 2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada : 1. Isolasi kandungan kimia dalam pare belut dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. 4 2. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi yaitu lubang (perforasi). 3. Bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhii, Shigella dysentriae, dan Enterobacter aerogenes. 4. Identifikasi golongan senyawa kimia dilakukan dengan penapisan fitokimia meliputi saponin, fenolat, flavonoid, terpenoid, tanin dan alkaloid dilanjutkan penegasan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak metanol dan ekstrak hasil ekstraksi bertingkat buah pare belut mempunyai aktivitas antibakteri ? 2. Golongan senyawa kimia apa sajakah yang terkandung dalam ekstrak metanol dan ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertingkat buah pare belut yang berkhasiat sebagai antibakteri ? 3. Bagaimanakah potensi ekstrak buah pare belut yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dilihat dari konsentrasi hambat minimum dan nilai uji bandingnya terhadap pembanding ampisilin ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan ekstrak hasil ekstraksi bertingkat buah pare belut. 2. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak metanol dan ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertingkat buah pare belut yang berkhasiat sebagai antibakteri. 5 3. Mengetahui potensi ekstrak buah pare belut yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Segi praktis, memberikan informasi ilmiah untuk bidang farmasi dan dunia kesehatan mengenai aktivitas antibakteri dalam ekstrak buah pare belut berikut golongan senyawanya. 2. Segi teoritis, manfaat bagi ilmu pengetahuan, yaitu mengembangkan analisis kualitatif golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak buah pare belut. BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pare Belut Pare belut adalah suatu jenis tanaman setahun yang dikenal pula dengan nama Trichosanthes anguina L. Jenis tanaman ini tersebar dari India sampai Australia. Di Indonesia pare belut digunakan sebagai sayuran (Lembaga Biologi Nasional-LIPI, 1980). Pare belut termasuk dalam famili Cucurbitaceae. Orang sudah terbiasa memasukkannya dalam kelompok pare meskipun sebenarnya tidak termasuk dalam Momordica sp, melainkan tergolong dalam jenis Trichosanthes (Setiawan, 1995). Nama lain dari tanaman ini adalah Lindung/Paria belut (Melayu), Pare welut (Jawa), dan Patula ulara (Sulawesi) (www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat). Pare belut sesuai ditanam di dataran rendah tropis yang lembab. Temperatur pertumbuhan optimum rata-rata 30-35oC. Penanaman biasanya dilakukan pada permulaan musim penghujan (Durrance Rd, 1999). Tanaman Pare belut dapat dilihat pada gambar 1. a. Klasifikasi Tanaman Menurut Tjitrosoepomo (1989), klasifikasi pare belut adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Trichosanthes Spesies : Trichosanthes anguina L. (sinonim: T. cucumerina L.) 6 7 Gambar 1. Tanaman Pare Belut (Tricosanthes anguina L.) b. Deskripsi Tanaman Pare belut tumbuh merambat dengan akar lekatnya yang panjang. Daunnya berselingan, berbentuk jorong atau segitiga. Bunganya berkelamin satu berwarna putih, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu tanaman. Buah pare belut berbentuk bulat dengan panjang 30-110 cm dan berdiameter 4-8 cm. Kulit buahnya berwarna hijau tua, adakalanya bergaris keputihan dan halus. Rasa daging buahnya tidak pahit. Perbanyakan dilakukan dengan biji yang langsung disebar di lapangan yang tanahnya cukup subur. Tidak memerlukan banyak pemeliharaan, kecuali diperlukan rambatan yang cukup tinggi, atau dirambatkan ke pohon, supaya buahnya tidak menyentuh tanah. Sementara buahnya tumbuh ujungnya diberati batu kecil supaya buahnya lurus, tidak menggeliat atau terpuntir. Buahnya biasanya dihasilkan 3-4 bulan setelah biji disebar, dan dipetik kira-kira 1 bulan kemudian (Setiawan, 1995; Lembaga Biologi Nasional-LIPI, 1980). c. Manfaat dan Kandungan Tanaman Menurut Duke (2004), kegunaan pare belut diantaranya adalah sebagai vermifuge (agen yang memaksa agar cacing atau parasit usus keluar), purgative 8 (obat pencahar, khususnya yang merangsang gerakan peristaltik usus), apertif (merangsang nafsu makan), hemagglutinant (penggumpal eritrosit), emetic (menimbulkan muntah), pengobatan penyakit sifilis,tumor, dan bilious (rasa mual, rasa tidak enak perut, nyeri kepala yang disebabkan sekresi empedu yang berlebihan). Selain itu akar dan batang pare belut berkhasiat sebagai pencuci luka dan antiseptik (www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat). Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada buah Pare belut antara lain alkaloid, tanin, polifenol, saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid (Kristinawati, 2004). Buah Pare belut juga mengandung protein 1,85 %, serat 0,81 %, lemak 0,83 %, karbohidrat 3.48 % dan air 93,15 %. Vitamin yang terkandung dalam buahnya adalah vitamin A (347 µg/100mL) dan C (18,9mg/100mL), serta senyawa non nutrisi lainnya yaitu oksalat (0,58 %), fitat (0,11%) dan tanin (0,02%) (Ojiako and Igwe, 2008). 2. Bakteri dan Klasifikasi Bakteri Uji Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk klas Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 µ (Sumarsih, 1993). Anatomi bakteri dapat dilihat pada Gambar 2. 9 Gambar 2. Anatomi Umum dari Bakteri Dikutip dari : Microsoft Encarta Reference Library Premium, 2005 Bakteri secara tradisional dibagi dalam dua golongan besar: patogen, menunjuk pada bakteri penyebab penyakit, dan nonpatogen, menunjuk pada mereka yang tidak menyebabkan penyakit. Patogen secara klasik diduga memiliki sifat-sifat tertentu yang memperkuat kemampuan mereka menimbulkan penyakit (Shulman, 1994). Suatu sifat taksonomi utama bakteri adalah reaksi pewarnaan Gram. Bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Perbedaan kedua jenis bakteri ini ditunjukkan pada Tabel 1. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang tahan terhadap alkohol tetapi dapat mengikat warna pertama (kristal violet) sehingga berwarna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak tahan terhadap alkohol sehingga warna petama yang diberikan luntur dan akan mengikat warna kedua sehingga bakteri berwarna merah (Jawetz, Melnick, et al., 1986). 10 Tabel 1. Perbedaan bakteri gram positif dan negatif. Ciri Perbedaan Relatif Gram positif Struktur dinding sel Komposisi dinding sel Gram negatif Tebal (15 - 80 nm) Tipis (10 - 15 nm) Berlapis tunggal (mono) Berlapis tiga (multi) Kandungan lipid rendah Kandungan lipid tinggi (1- 4%) (11 - 22%) Peptidoglikan ada Peptidoglikan ada di sebagai lapisan tungal; dalam lapisan kaku komponen utama sebelah dalam; merupakan lebih dari jumlahnya sedikit; 50% berat kering pada merupakan sekitar 10% beberapa sel bakteri. berat kering Memiliki asam tekoat Tidak memiliki asam tekoat Kerentanan terhadap Lebih rentan Kurang rentan penisilin Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan dihambat Pertumbuhan tidak begitu oleh dengan nyata dihambat Relatif rumit pada banyak Relatif sederhana zat-zat warna dasar, misalnya ungu kristal Persyaratan nutrisi spesies Resistensi terhadap gangguan fisik (Pelczar dan Chan, 1986) Lebih resisten Kurang resisten 11 Bakteri dan mikroorganisme lain menyesuaikan diri dengan lingkungan, termasuk manusia dan binatang, dimana mereka secara normal bertempat tinggal dan hidup. Dalam bekerja, bakteri meningkatkan kemampuannya untuk bertahan dan meningkatkan kemungkinan penyebaran. Bagian didalam tubuh, dimana bakteri harus menempel atau melekat pada sel inang biasanya adalah sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jaringan atau lewat sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini dapat sementara atau menetap (Jawetz, Melnick, et al., 2005). Klasifikasi bakteri yang digunakan untuk uji adalah sebagai berikut. 1. Escherichia coli Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli Sumber : Jawetz, Melnick, et al, (1986). E. coli adalah bakteri Gram negatif yang berbentuk batang lurus dan bergerak dengan peritrik atau tidak dapat bergerak. Mudah tumbuh pada pembenihan sederhana, laktosa diragikan dari hampir semua spesies dari genus ini, spesies ini ditemukan di dalam usus mamalia. Koloni berderet seperti rantai, dapat memfermentasi glukosa dan laktosa menjadi asam dan gas, serta bersifat aerob dan anaerob. Biakkan E. coli membentuk koloni bulat konveks halus dan dengan pinggiran yang nyata (Jawetz et al., 1986). Tempat yang paling sering terkena infeksi bakteri E. coli adalah saluran kemih, saluran empedu dan tempat lain di rongga perut. Bakteri ini menghasilkan enterotoksin penyebab diare. E. coli memproduksi enterotoksin yang tahan panas yang dapat menyebabkan diare ringan, sedangkan enterotoksin yang tidak tahan panas dapat menyebabkan sekresi air dan klorida ke dalam lumen usus dan 12 menghambat rabsorbsi Natrium. (Jawetz dkk, 2005). 2.Staphylococcus aureus Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Familia : Micococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus (Salle, 1961) S. aureus termasuk bakteri Gram positif, berbentuk bulat, berdiameter 0.1 – 0.5 µm, satu-satu atau berpasangan, tidak bergerak, dinding sel mengandung dua komponen utama, peptidaglikon dan asam-asam teikoat. Metabolisme aerob dan anaerob biasanya peka terhadap panas terutama di permukaan kulit, kelenjar kulit dan selaput lendir (Jawetz dkk, 1986). S. aureus mudah tumbuh pada berbagai pembenihan atau metabolisme yang aktif, meragikan banyak karbohidrat dengan lambat, menghasilkan asam laktat tetapi tidak menghasilkan gas dan meragikan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Staphylococcus patogen sering menghemolisis darah dan mengkoagulasi plasma, beberapa diantaranya tergolong flora normal kulit dan selaput lendir manusia (Jawetz dkk, 1986). 3. Bacillus subtilis Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizophyta Orde : Eubacteriales Familia : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus subtilis (Salle, 1961). Genus bacillus termasuk batang besar, gram positif, aerob, yang membentuk rantai. Umumnya bergerak, membentuk spora yang terletak ditengah basil yang tidak bergerak dan tahan panas. Sel-sel khas berukuran 1 x 3,4 µ, 13 diameter sel 0,7-0,8 µ dengan panjang 2-3 µ, sedangkan sporanya berdiameter 0,6-0,9 µ dengan panjang 1-1,5 µ (Salle, 1961). B. subtilis tidak begitu patogen terhadap manusia, bakteri ini dapat mengkontaminasi makanan tetapi jarang menyebabkan keracunan makanan. B. subtilis memproduksi enzim preteolitik Subtilin. Spora B. Subtilis, Spores dapat bertahan dalam pemanasan tinggi yang digunakan dalam pemasakan makanan (Anonim, 2007). Kebanyakan anggota genus ini adalah organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan (seperti Bacillus subtilis). Beberapa diantaranya patogen bagi insekta, yaitu dapat menyebabkan infeksi saluran usus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keracunan makanan (Jawetz et al., 1986). 4. Pseudomonas aeruginosa Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas Spesies : Pseudomonas aeruginosa (Salle, 1961). Pseudomonas aeruginosa bergerak dan berbentuk batang, berukuran sekitar 0,6x 2 µ. Bakteri ini gram negatif dan terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek, tidak mempunyai spora, tidak mempunyai selubung serta mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak (Mayasari, 2005). P. aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C, pertumbuhannya pada suhu 42°C membantu membedakan spesies ini dari spesies Pseudomonas yang lain. Bakteri ini oksidase positif dan tidak meragikan karbohidrat. Tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi, sifat oksidase positif, adanya pigmen yang khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C. Untuk membedakan P. aeruginosa dari Pseudomonas yang lain 14 berdasarkan aktivitas biokimiawinya dibutuhkan berbagai substrat (Jawetz et al., 1986). P. aeruginosa adalah patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernapasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, bakteremia, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan, dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker dan penderita AIDS yang mengalami penurunan system imun (Mayasari, 2005). Penyakit yang serius yang ditimbulkan adalah komplikasi cystic fibrosis merupakan infeksi saluran pernapasan. Kanker dan luka bakar pada pasien sering di infeksi dengan serius oleh bakteri ini (http://www.pseudomonas.com.jsp). 5. Salmonella thypii Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonellae Spesies : Salmonella thypii (Salle, 1961). Salmonella thypii merupakan basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora dan sangat panjang. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Penyakit yang disebabkan oleh S. typhi adalah demam tifoid, Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Jawetz et al., 1986). 15 6. Shigella dysentriae Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Shigella Spesies : Shigella dysentriae (Salle, 1961). Shigella merupakan batang gram-negatif yang tipis, bentuk coccobacilli terjadi pada perbenihan muda. Koloni shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam (Jawetz, Melnick, et al., 2005). Infeksi shigella hampir selalu terbatas pada sistem gastrointestinal, penyebaran ke dalam aliran darah sangat jarang. Shigella dapat menular, dosis menular adalah 10³ organisme (biasanya 105-108 untuk salmonellae dan vibrios). Proses patologik yang penting adalah invasi sel epithelial mukosal (misalnya sel M) yang didinduksi oleh fagositosis, lolos dari vakuola fagositik, pelipatgandaan dan pengembangan dalam sel epithelial sitoplasma, dan melintas ke sel yang berdekatan. Mikroabses di dinding terminal ileum dan intestine yang besar mengarah pada nekrosis dari membran mukous, ulserasi superfisial, pendarahan, dan pembentukan pseudomembran di area ulserasi. Hal ini terdiri dari fibrin, leukosit, sel debris, membran mukous nekrotik, dan bakteria. Saat proses penyakit reda, jaringan granula akan mengganti borok dan terbentuk jaringan parut (Jawetz, Melnick, et al., 2005). 7. Enterobacter aerogenes Klasifikasi Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Entrobacter 16 Spesies : Enterobacter aerogenes (Salle, 1961). E. aerogenes biasanya motil, memperlihatkan pertumbuhan mukoid yang sedikit, mempunyai kapsul kecil, terdapat pada lingkungan luar dan saluran pencernakan. E. aerogenes merupakan flora normal yang terdapat dalam usus (Jawetz, Melnick, et al., 2005). tetapi keberadaannya diluar saluran pencernaan akan menyebabkan beberapa penyakit antara lain infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih (Jawetz et al., 1986). 3.Antibakteri Antibakteri adalah zat yang membunuh atau menekan pertumbuhan atau reproduksi bakteri (Dorland, 2002). Suatu zat antibakteri yang ideal harus memiliki sifat toksisitas selektif, artinya bahwa suatu obat berbahaya terhadap parasit tetapi tidak membahayakan tuan rumah (Hopses). Zat antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan antibakteri yang dapat membunuh bakteri (bakteriosid). Berdasarkan daya menghambat atau membunuhnya, antibakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (narrow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum). Antibakteri yang berspektrum sempit yaitu antibakteri yang hanya dapat bekerja terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya terhadap bakteri gram positif saja atau gram negatif saja. Antibakteri yang berspektrum luas dapat bekerja baik pada bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dapat dibagi menjadi empat cara, yaitu : a. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel. Bakteri mempunyai lapisan luar yang kaku yaitu dinding sel, yang mengelilingi secara lengkap sitoplasma membran sel. Dinding ini mempertahankan bentuk mikroorganisme dan pelindung sel bakteri dari perbedaan tekanan osmotik didalam dan diluar sel yang tinggi. Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan dan komponen yang lain. Sel yang aktif secara konstan akan mensintesis peptidoglikan yang baru dan 17 menempatkannya pada posisi yang tepat pada amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim yang dibutuhkan pada proses sintesis, sehingga akan menyebabkan pembentukan dinding sel yang lemah dan akan menyebabkan pemecahan osmotik, sehingga bakteri akan mati. b. Penghambatan terhadap fungsi membran sel. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif membawa fungsi transpor aktif dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Antibakteri akan berikatan dengan membran fospolipid yang menyebabkan pemecahan protein dan basa nitrogen sehingga membran bakteri akan pecah yang menyebabkan kematian bakteri. c. Penghambatan terhadap sintesis protein (penghambatan translasi dan transkripsi material genetik). Kebanyakan obat menghambat translasi atau sintesis protein, bereaksi dengan ribosom-mRNA. Walaupun manusia mempunyai ribosom, tetapi ribosom eukariotik berbeda dalam ukuran dan struktur dari prokariotik, sehingga menyebabkan aksi yang selektif terhadap bakteri, bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifikasi fungsinya berbeda, bisa untuk menerangkan mengapa antibakteri dapat menghambat sintesis protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia. d. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat. Pembentukan DNA dan RNA bakteri merupakan perjalanan yang panjang dan membutuhkan enzim di beberapa proses. Penghambatan proses pembentukan dapat terjadi pada tempat-tempat tertentu. Antibakteri menginteferensi sintesis asam nukleat dengan menghambat sintesis nukleitida, menghambat replikasi, atau menghentikan transkripsi. Karena pembentukan DNA dan RNA sangat penting dan berefek dalam metabolisme protein, obat akan berikatan sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri. Jadi ini menghambat sintesis RNA bakteri (Jawetz, Melnick, et al, 18 2005). 4. Ampisilin dan Senyawa-Senyawa Antibakteri a. Obat Antibakteri Ampisilin Ampisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas yang disebabkan oleh bakteri P. aeruginosa dan saluran seni yang disebabkan oleh bakteri P. aeruginosa dan E. aerogenes. Ampisilin juga sering digunakan untuk pengobatan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri B. subtilis dan infeksi karena S. typhii., yaitu demam tipoid. Penyakit lain yang dapat diobati dengan ampisilin adalah gonorrhea dan gastroenteritis. Ampisilin adalah turunan penisilin yang tahan terhadap asam tetapi tidak tahan terhadap enzim penisilinase (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Ampisilin merupakan jenis antibakteri bakteriostatik dimana cara kerjanya adalah menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat pembentukan dinding sel dari bakteri tersebut. Salah satu contohnya pada bakteri S. aureus, ampisilin dapat menghambat dengan baik susunan dinding sel bakteri tersebut (Tortora et.al., 1994). Ampisilin dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri. Pada tingkat molekul, mekanisme kerjanya ditunjukkan oleh serangan nukleofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin β-laktam yang bermuatan positif, sehingga terjadi hambatan biosintesis peptidoglikan. Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati. Ampisilin dapat diinaktivasi dengan adanya enzim βlaktamase yang dihasilkan bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Ikatan kovalen antara ampisilin dengan enzim transpeptidase ditunjukkan pada gambar 3. 19 H C NH2 S CH3 CONH CH3 C H C NH2 S CONH N O CH3 CH3 O C HN COOH O O transpeptidase COOH transpeptidase Gambar 3. Ikatan Kovalen antara Ampisilin dengan Enzim Transpeptidase (Siswandono dan Soekardjo, 2000) b. Senyawa-senyawa Antibakteri. Senyawa-senyawa antibakteri dari tumbuhan antara lain tanin, fenolat, flavonoid, alkaloid, saponin dan terpenoid. 1. Tanin. Tanin merupakan penggambaran secara umum untuk golongan polimer fenolat (Cowan, 1999), tanin merupakan bahan yang dapat merubah kulit mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silangkan protein (Harborne, 1996) dan mengendapkan gelatin dalam larutan (Cowan, 1999). Berat molekulnya antara 500 sampai 28000 dan ditemukan pada bagian tanaman kuncup, batang, daun, buah dan akar (Cowan, 1999). Tanin dibagi menjadi 2 yaitu tanin terkondensasi dengan berat molekul (1900-28000) tidak mempunyai pusat karbohidrat dan terbentuk dari oligomer polihidroksi-flavan-3-ol dan polimer dihubungkan oleh ikatan karbon antara subunit flavonol contohnya epigallocatechin (EGC), epicatechin (EC), catechin. Tanin terhidrolisa mempunyai berat molekul rendah (500-3000) dan merupakan poliester dari asam galat (gallotannins) dan asam hexahidroksi-difenat (ellagitannins) dengan pusat polyol seperti gula/glukosa dan fenilat seperti cathechin. contohnya (-)-epigallocatechin gallate (EGCg) dan (-)-epicatechin gallate (EGg) (Harborne, 1996 dan Cowan, 1999). Contoh senyawa tanin dapat dilihat pada Gambar 4. 20 OH OH OH OH HO HO O O OH OH O OH OH OH C OH O OH (-) epigallocatechin (EGC) (-) epicathechin gallate(ECg) OH OH OH OH HO O HO O OH OH O OH OH OH C OH O OH (-) epicatechin (EC) (-) epigallocatechin gallate (EGCg) Gambar 4. Senyawa-Senyawa Golongan Tanin (Shimamura et al., 2007) Tanin mempunyai aktivitas antibakteri melalui aksi molekulernya yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik (Cowan, 1999). Sebagai contoh tanin dari daun teh (Camellia sinesis), (-)-epigallocatechin gallate dan (-)-epicatechin gallate mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Multidrug-Resistent Stapylococcus. Aureus (MRSA) karena senyawa tersebut berikatan dengan kuat peptidoglikan dinding sel bakteri. Jika salah satu dari senyawa tersebut digabung dengan antibiotik β -Laktam (pinisilin, ampisilin, metisilin) mempunyai efek sinergik yaitu bersama-sama berikatan dengan peptidogikan yang menyebabkan bakteri mati dan senyawa EGCg atau EGg menghambat aktivitas enzim penisilinase yang merupakan enzim perusak antibiotik β –Laktam sehingga melindungi antibiotik tersebut dalam bekerja (Shimamura et al., 2007). 2. Flavonoid Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fenolat adalah flavonoid. Golongan senyawa ini memberikan warna pada buah dan bunga dan flavonoid telah banyak dikarakterisasi dan digolongkan berdasarkan 21 struktur kimianya (Pilewski, 2004). Flavonoid adalah senyawa fenolat terhidroksilasi (Cowan, 1999) dan merupakan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti dengan cincin benzen dan C3 adalah rantai alifatik yang terdiri dari cincin piran. Flavonoid dibagi menjadi 7 tipe yaitu flavon, flavonol, flavonon, khalkon, xanton, isoflavon dan biflavon (Pilewski, 2004). Contoh golongan senyawa flavonoid dapat dilihat pada Gambar 5. O O OH O O flavon O flavonol O khalkon O O OH O O O Isoflavon flavanonol flavanon Gambar 5. Senyawa-senyawa golongan flavonoid (Achmad, 1986) Banyak tanaman obat yang mengandung komponen flavonoid yang digunakan untuk terapi penyakit sirkulasi, mengurangi tekanan darah dan anti-alergi. Efek farmakologi dari flavonoid yang berhubungan dengan kemampuan flavonoid untuk bekerja sebagai antioksidan yang kuat dan penangkap radikal bebas, membentuk khelat dengan logam dan berinteraksi dengan enzim, reseptor adenosin dan biomembran (Pilewski, 2004). Flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai respon terhadap infeksi mikroba, jadi secara in vitro flavonoid efektif sebagai substansi antimikroba yang membunuh banyak mikroorganisme. Kemungkinan dikarenakan kemampuan flavonoid membentuk aktivitasnya kompleks dengan ekstraseluler, protein terlarut dan dinding sel bakteri, semakin lipofilik suatu flavonoid semakin merusak membran mikroba (Cowan, 1999). Flavonoid yang diisolasi dari Artemisia, yaitu 6-methoxylapigenin atau methoxy-6 trihydroxy-5,7,4’ flavone (6MAPI) dan 6-methoxyluteolin atau 22 methoxy-6 tetrahydroxy-5,7,3’,4’ (6MLU) flavone dapat berinteraksi dengan enzim dihydrofolate reductase (DHFR) pada E. coli. Enzim DHFR berperan dalam mensintesis basa nitrogen inti sel bakteri. Hal ini menyebabkan inti sel bakteri tidak terbentuk sehingga bakteri akan mati (Bensegueni, et al.). 3. Saponin Pembentukan busa yang lama pada waktu ekstraksi atau ekstrak tanaman yang pekat menunjukkan adanya saponin (J.Poither, 2000). Saponin mempunyai bagian utama berupa turunan triterpen dengan sedikit steroid. Residu gula dihubungkan oleh satu gugus –OH biasanya C3-OH dari aglikon (monodesmoside saponin) dan jarang dengan dua gugus OH atau satu gugus OH dan gugus karboksil (bis-desmiside saponin) (Wagner, 1984). Triterpenen saponin hanya mempunyai sistem urasane atau dammarane. Kebanyakan triterpenen saponin bersifat asam dikarenakan adanya satu atau dua gugus karboksi pada aglikon dan atau gugus gula dan yang lain gugus yang mempunyai atom oksigen ada pada sapogenin seperti -OH, -CH2OH atau –CHO. Gugus karbohidrat biasanya terdiri 1-6 monosakarida kebanyakan glukosa, galaktosa, rhamosa, arabinosa dan xylosa. Saponin dari Horse chesnut mempunyai modifikasi asam alifatik. Semua triterpen saponin mempunyai aktivitas haemolitik yang beragam dari yang kuat sampai yang lemah tergantung dari tipe substitusinya (Wagner, 1984). Steroid saponin kebanyakan spirastanol, selama prosedur isolasi turunan furastanol biasanya dikonversi menjadi spirastanol. Saponin ini terdiri banyak gugus karboksil. Steroid saponin mempunyai unit gugus gula yang sedikit daripada triterpene saponin. Secara kontras saponin monodesmoside, bis-desmoside furastanol tidak mempunyai aktivitas haemolitik (Wagner, 1984). Saponin mempunyai efek membranolitik yaitu membentuk komplek dengan kolesterol di membran sel protozoa (P.R. Cheeke, 2000). Contoh senyawa steroid saponin dapat dilihat pada Gambar 6. Saponin mempunyai efek antibakteri dan antijamur yang bagus. Saponin mempunyai efek antijamur yang bagus dari pada sapogenin. Efek antijamur dan antibakteri 23 terganggu dengan adanya gugus monosakarida dan turunannya (P.R. Cheeke, 2000). CH2OH O O Nautigenin HO Gambar 6. Senyawa Steroid-Sapogenin (Wagner, 1984) 4. Terpenoid Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen, atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatis. Terpenoid merupakan senyawa-senyawa yang mudah menguap terdiri 10 atom C dan penyusun minyak atsiri (Achmad, 1986). Terpenoid dengan titik didih yang lebih tinggi disusun oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tetraterpen (C40) dengan penambahan atom oksigen (Achmad, 1986 dan Cowan, 1999). Mekanisme dari terpenoid sebagai antibakteri tidak begitu jelas kemungkinan berhubungan dengan perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Cowan, 1999). Senyawa terpenoid yang terdapat pada cabai Capsaisin mempunyai banyak aktivitas biologi pada manusia yaitu bekerja pada saraf, kardiovaskuler dan saluran pencernakan dan digunakan sebagai analgesik. Capsaisin mempercepat pertumbuhan jamur C. albicans, tetapi menghambat pertumbuhan beberapa bakteri yang tidak diinginkan (Cowan, 1999). Terpenoid dari Elephantopus scaber menunjukkan penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dengan menghambat enzim autolisin, enzim yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri. Autolisin merupakan enzim yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan sel, peremajaan dinding sel, waktu masak peptidoglikan, pembelahan sel, 24 pemisahan, motilitas, kemotaksis, kemampuan genetik dan protein. Terpenoid dapat menghambat aktivitas pengeluaran enzim autolisin dengan membentuk interaksi yang kuat dengan sisi aktif dari residu enzim (Daisy, 2008). Contoh senyawa teerpenoid yang mempunyai aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Gambar 7. 24 O H3CO HO 27 CH3 N H 21 CH3 19 capsaicin 11 3 10 9 8 26 O 20 17 18 1 22 O 16 24 5 6-[1-(10,13-dymethyl-4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dodecahydro-1H-cyclopenta [alpha] phenan thren-17-yl) ethyl]-3-methyl-3,6-dihidro-2H-2-pyranone. dari tanaman Elephantopus scaber Gambar 7. Senyawa-Senyawa Terpenoid yang Bersifat Antibakteri (Cowan, 1999 dan P. Daisy et al., 2008) 5. Alkaloid Alkaloid dari tanaman kebanyakan amina tersier dan yang lainnya terdiri dari nitrogen primer, sekunder, dan quaterner (J. Poither, 2000). Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan cincin aromatis (Achmad, 1986). Berdasarkan penyusun asam aminonya alkaloid dibedakan menjadi alkaloid asiklis yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilalanin berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-dihidroksifenilalanin. Alkaloid jenis indol yang berasal dari triptofan (Achmad, 1986). Contoh senyawa alkaloid dapat dilihat pada Gambar 8. Mekanisme alkaloid menjadi antibakteri berhubungan dengan tingginya senyawa aromatik quartener dari alkaloid seperti barberine dan harmane yang mempunyai kontribusi untuk membentuk interkhelat dengan DNA. Contoh senyawa alkaloid yang mempunyai aktivias antibakteri dapat dilihat pada Gambar 9. 25 Alkaloid Alisiklis Alkaloid fenilalanin H3CO N O N CH3 CH3 H3CO CH3 Higrin Alkaloid Indol OCH3 Mezkalin OPO3H2 N N H CH3 CH3 Philosobin Gambar 8. Golongan Senyawa Alkaloid O O H N CH3 N N+ H3CO OCH3 harmane Barberine Gambar 9. Senyawa-Senyawa Alkaloid yang Bersifat Antibakteri (Cowan, 1999) 6. Fenolat Bebrapa senyawa tumbuhan yang aktif terdiri dari sebuah cincin fenol tersubstitusi. Asam sinamat dan asam kafeat biasanya mewakili kelompok besar dari turunan senyawa fenilpropan yang mempunyai tingkat oksidasi tinggi. Tumbuhan Terragon dan Thyme keduanya mengandung asam kaffeat yang efektif membunuh virus, bakteri dan jamur. Catechol dan pyrogallol keduanya merupakan fenol teroksidasi menunjukkan racun terhadap mikroorganisme. Catechol mempunyai 2 gugus fungsi –OH dan pyragallol mempunyai 3 gugus fungsi –OH. Tingkatan dan banyakan gugus fungsi hidroksil pada golongan fenol berhubungan dengan toksisitas pada mikroorganisme, dengan bukti bahwa bertambahnya hidroksilasi 26 menghasilkan penambahan toksisitas. Semakin tinggi fenol teroksidasi semakin kuat menghambat pertumbuhan organisme. Mekanisme yang berhubungan dengan toksisitas fenol terhadap mikroorganisme adalah penghambatan enzim oleh senyawa teroksidasi kemungkinan lewat reaksi dengan gugus sulfihidril atau dengan interaksi yang tidak spesifik oleh protein (Cowan, 1999). Contoh senyawa fenol dapat dilihat pada Gambar. 10. H C HO CH COOH HO HO asam kaffeat H OH Catechol OH OCH3 CH2 eugenol Gambar 10. Senyawa-Senyawa Golongan Fenol Senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000). 5. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri yang biasanya dilakukan dengan metode sebagai berikut : 27 1. Metode difusi a. Metode silinder Silinder steril diletakkan diatas permukaan agar yang telah diolesi suspensi bakteri, kemudian zat aktif yang akan diuji dimasukkan ke dalam silinder tersebut. Diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37oC kemudian diukur diameter hambat dengan menggunakan jangka sorong. b. Metode lubang (perforasi) Bakteri uji yang umurnya 18-24 jam disuspensikan ke dalam media agar pada suhu sekitar 45 oC. Suspensi bakteri dituangkan ke dalam cawan petri steril. Setelah agar memadat, dibuat lubang-lubang dengan diameter 6-8 mm. Kedalam lubang tersebut dimasukkan larutan zat yang akan diuji aktivitasnya sebanyak 20µL, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening yang mengelilingi lubang perforasi. c. Metode cakram kertas Zat yang akan diuji diserapkan ke dalam cakram kertas dengan cara meneteskan pada cakram kertas kosong larutan antibakteri sejumlah tertentu dengan kadar tertentu pula. Cakram kertas diletakkan diatas permukaan agar padat yang telah diolesi bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah hambat di sekeliling cakram kertas. 2. Metode Dilusi a. Metode pengenceran tabung Antibakteri disuspensikan dalam agar Triptic Soy Broth (TSB) dengan pH 7,2-7,4 kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan beberapa tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan inokulasi bakteri uji yang telah disuspensikan dengan NaCl fisiologis steril atau dengan TSB, yang tiap milimeternya mengandung kurang lebih 105-106 bakteri. Setelah diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18-24 jam, tabung yang keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan tabung yang bening menunjukkan zat antibakteri yang bekerja. 28 b. Metode pengenceran agar Zat antibakteri dicampur sampai homogen pada agar steril yang masih cair dengan suhu terendah mungkin (±45oC) dengan menggunakan berbagai konsentrasi aktif, larutan tersebut dituangkan ke dalam cawan petri steril kemudian setelah memadat dioleskan bakteri uji pada permukaannya. (Yuliani, 2001). 5. Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia adalah pemerisaan secara kualitatif terhadap senyawasenyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan (Fransworth, 1996). Adapun tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan (Pedrosa, 1978). Metode yang digunakan untuk melakukan penapisan fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari, semikualitatif dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari (Pedrosa, 1978). Uji penapisan fitokimia biasanya menggunakan pereaksi antara lain pereaksi Wagner digunakan untuk alkaloid. Tanin dan polifenol menggunakan larutan gelatin dan FeCl3. Flavonoid dengan penambahan dengan HCl dan terpenoid dengan vanilinH2SO4. 6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan dalam KLT berupa zat padat silika atau alumina yang mempunyai kemampuan mengabsorbsi bahan-bahan yang akan 29 dipisahkan (sebagai absorben). (Kristanti dkk., 2008). Fase gerak yang dipakai adalah pelarut tunggal atau campuran pelarut dengan perbandingan tertentu. Pemisahan yang bagus dapat dicari dengan mencoba-coba mengelusi dengan berbagai perbandingan campuran pelarut. Seperti yang dilakukan pada penelitian Hayani (2007) menggunakan berbagai perbandingan campuran pelarut untuk memisahkan komponen yang terdapat pada rimpang temu kunci dan didapatkan perbandingan campuran pelarut heksana : etil asetat 8,5 : 1,5 memberikan pemisahan yang bagus ditandai banyaknya noda yang dipisahkan. Pendeteksian noda dapat dilakukan dengan pengamatan langsung, dibawah sinar UV dan disemprot dengan reagen spesifik. Reagen spesifik yang dipakai antara lain pada uji flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1%, uji fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3 1%, saponin menggunakan penyemprot SbCl3 20% dalam kloroform dan uji terpenoid menggunakan penyemprot vanillinH2SO4. Uji KLT terpenoid menggunakan penyemprot vanillin-H2SO4 menghasilkan bercak berwarna ungu, biru, biru-ungu, orange ke merah ungu, merah cokelat (Wagner, 1984). Reaksi uji terpenoid ditunjukkan pada Gambar 11. OH CH3 O C CH C H OCH3 HO H OH vanilin OH CH3 C CH OH HO H H3CO HO -H2O H OH CH3 C CH O H3CO HO Gambar 11. Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin – H2SO4 (Jork, Funk, and Fischer, 1990) 30 Uji KLT flavonoid menggunakan penyemprot AlCl3 1% berwarna coklat muda pada sinar tampak dan biru pada UV 365 nm (Wagner, 1984). flavonoid setelah disemprot dengan AlCl3 dapat memberikan warna kuning berflouresensi pada sinar UV 254 nm (Harborne, 1996, Kristanti dkk, 2008) dan kuning pada sinar tampak (Wagner, 1983) Reaksi uji flavonoid dengan AlCl3 ditunjukkan pada Gambar 12. Uji KLT fenolat dan tanin menggunakan penyemprot FeCl3 1%. Fenolat dan tanin akan berwarna warna hijau, merah ungu, biru, hitam (Harborne, 1996). O O + Al3+ OH O -H+ O O Al Gambar 12. Reaksi Uji KLT Flavonoid dengan AlCl3 (Jork et al., 1990) 7. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Uji Banding Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil (pengenceran terbesar) suatu obat yang masih menghambat pertumbuhan bakteri. KHM sangat penting untuk menentukan dosis efektif terkecil dari obat dan memberikan indek perbandingan dengan obat yang lain (Talaro, 2008). Uji banding suatu sampel (zat antibakteri) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan atau daya aktivitas antibakteri sampel tersebut bila dibandingkan terhadap suatu zat pembanding. Metode yang digunakan adalah dengan cara membandingkan respon yang dihasilkan oleh zat antibakteri yang diperiksa terhadap respon suatu zat antibakteri pembanding. Respon tersebut berupa hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji (Yuliani, 2001). Uji banding suatu sampel dapat dilakukan dengan cara membuat suatu grafik atau kurva standart dari zat pembanding, dimana logaritma konsentrasi diplotkan terhadap sumbu-x dan diameter hambatan diplotkan terhadap sumbu-y. 31 Berdasarkan kurva tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi sampel pada diameter hambatan yang dihasilkan dan nilai diameter hambatan sampel pada konsetrasi yang ditetapkan, sehingga dapat ditetapkan nilai uji banding sampel terhadap zat pembanding, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Nilai uji banding = Konsentrasi sampel dari kurva x 100 % Konsentrasi sampel sebenarnya (Yuliani, 2001) B. Kerangka Pemikiran Obat antibakteri bermanfaat untuk mengatasi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen. Penggunaan terus menerus suatu antibakteri dapat menyebabkan bakteri patogen resisten terhadap obat tersebut, selain efek samping yang ditimbulkannya. Suatu senyawa aktif baru, yang berasal dari tumbuhan obat yang berpotensi sebagai antibakteri sangat dibutuhkan sebagai alternatif baru obat antibakteri. Pare belut merupakan tumbuhan suku cucurbitaceae yang secara tradisional telah digunakan sebagai tanaman obat. Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam pare belut adalah alkaloid, tanin, polifenol, saponin, kardenolin/bufadienol dan flavonoid. Senyawa-senyawa alkaloid, tanin, polifenol, saponin dan flavonoid merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pemanfaatan buah pare belut sebagai tanaman obat antibakteri belum dilakukan penelitian secara ilmiah, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara ilmiah aktivitas antibakteri ekstrak buah Pare belut. Tahap penelitian dilakukan dengan mengisolasi senyawa-senyawa dalam buah pare belut dengan ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi bertingkat terhadap pelarut metanol dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa antibakteri dalam buah pare belut berdasarkan perbedaan kepolarannya. Metode pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode lubang terhadap ekstrakekstrak buah pare belut tersebut untuk mengetahui aktivitas antibakteri masing- 32 masing ekstrak, sedangkan untuk mengetahui golongan senyawa antibakteri dalam ekstrak buah pare belut dapat dilakukan dengan penapisan fitokimia dan KLT. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dapat berpotensi sebagai kandidat senyawa awal yang berfungsi sebagai antibakteri, maka untuk mengetahui potensi antibakterinya dilakukan pengujian KHM dan nilai banding ekstrak tersebut dengan ampisilin. C. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut : 1. Ekstrak metanol buah pare belut dan ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertingkatnya yaitu ekstrak heksana, kloroform, etil asetat dan butanol mempunyai aktivitas antibakteri. 2. Ekstrak metanol, heksana, kloroform, etil asetat dan butanol mengandung golongan senyawa alkaloid, tanin, polifenol, saponin dan atau flavonoid. 3. Ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah pare belut bisa digunakan sebagai alternatif antibakteri baru. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni. Tahap pertama adalah pembuatan serbuk simplisia sampel. Serbuk simplisia sampel diekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol. Terhadap ekstrak metanol yang diperoleh dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Ekstraksi kemudian dilanjutkan terhadap ekstrak metanol menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran semakin meningkat, yaitu heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertingkat kemudian dilakukan pengujian antibakteri. Terhadap ekstrak aktif kemudian dilakukan penapisan fitokimia. Ekstrak aktif yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi kemudian dilakukan uji penegasan golongan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan penentuan potensi antibakteri dengan mencari nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak dan nilai banding ekstrak terhadap standar ampisilin. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta, Sub Lab Biologi dan Sub Lab Kimia Laboratorium Pusat Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta selama 12 bulan dari bulan Januari-Desember 2008. C. Alat dan Bahan 1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven (Memmert Model 500), blender (Miyako), neraca timbang (Denver TL603D dan Scout Proohaus), statif dan klem, perforator diameter 6 mm, penguap vakum putar(Bibby RE 200B), corong pisah, bejana KLT, hotplate-stirer (RCT) Basic Labortechnik), pendeteksi UV (PUV/BDH), penangas air, autoklaf(Presoclave 75 P-selecta), botol semprot, hand mixer(Vortec mixer VM 300), pembakar spirtus, 33 34 mikropipet 10-100 µL, jarum ose, cawan petri, laminar air flow(Minihelik II, dwyer), inkubator (Hotcold M P-selecta), spatula logam, lemari asam, lemari pendingin dan peralatan gelas. 2. Bahan-bahan yang digunakan a. Bahan Yang Diteliti Buah pare belut yang diperoleh dari daerah Sukoharjo yang dibuat simplisia b. Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut organik yaitu metanol (redestilasi), heksana (redestilasi), dan etil asetat (redestilasi), butanol (Pro analisis), dan kloroform (Pro analisis), aseton teknis dan akuades. DMSO, serbuk Mg (E. Merck), vanilin (Pro analisis), asam asetat anhidrad dan plat KLT silika gel F254 (E. merck). Larutan pereaksi yang digunakan adalah HCl 2M, larutan amil alkohol, FeCl3 1% dalam air, H2SO4 pekat, pereaksi Mayer, pereaksi AlCl3 1% dalam etanol, SbCl3 20% dalam kloroform dan pereaksi vanilin-H2SO4. c. Bakteri Uji Bakteri uji yang digunakan adalah E. coli, B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhii yang diperoleh dari PAU-UGM, Yogyakarta dan bakteri E. aerogenes dan S. dysentriae dari LIPI, Bandung. d. Media Pembenihan Media pembenihan untuk bakteri adalah Nutrien Agar (E. Merck) dengan kandungan bahan per liter adalah 5 g pepton, 3 g ekstrak daging dan 12 g agar. e. Zat Pembanding Antibakteri Zat pembanding yang digunakan sebagai standar antibakteri dalam penelitian ini adalah ampisilin (standar farmasi). 35 D. Prosedur Penelitian Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada lampiran 1. 1. Identifikasi dan Preparasi Sampel Sampel buah Pare belut diperoleh dari daerah Sukoharjo. Buah pare belut sebelumnya diidentifikasi oleh Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Daging buah pare belut dicuci, dikupas kulitnya, dibuang bijinya, dipotong tipis-tipis kemudian dikeringkan dengan oven suhu 75oC selama 3 hari. Selanjutnya daging buah kering diblender sampai berbentuk serbuk. Bahan kering (simplisia) disimpan dalam wadah tertutup. 2. Ekstraksi Maserasi Serbuk Simplisia dengan Pelarut Metanol Simplisia berbentuk serbuk diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut metanol selama 4x24 jam. Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian diuapkan pelarutnya dengan penguap vakum putar dengan suhu 50oC hingga diperoleh ekstrak metanol kental. 3. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Ekstrak metanol dibuat konsentrasi tertentu dengan pelarut dimetil sulfoksida (DMSO). Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi lubang dengan tahap kerja sebagai berikut : a. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 g kemudian dilarutkan dalam 1 L akuades, dipanaskan diatas hot plate-stirer sampai mendidih dan terbentuk larutan agar yang bening. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL untuk agar miring dan ke dalam botol kaca tertutup sebanyak 15 mL untuk pengujian antibakteri. Tabung dan botol yang berisi agar kemudian disterilkan memakai autoklaf dengan suhu 121oC selama 120 menit. b. Penyediaan bakteri uji Bakteri uji dibiakkan dalam agar miring yang telah disiapkan dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, lalu disuspensikan ke dalam 3 mL akuades steril. 36 c. Penyediaan Standar Pembanding Ampisilin Sebanyak 100 mg ampisilin dilarutkan dalam 10 mL DMSO. Larutan ini merupakan larutan ampisilin 0,01 mg/µL. Larutan tersebut diambil menggunakan mikropipet dan dengan metode pengenceran dibuat berbagai konsentrasi standar ampisilin yang diinginkan. d. Pengujian Aktivitas Antibakteri Suspensi bakteri sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam cawan petri steril kemudian dicampur dengan 15 ml media agar steril cair, digoyang supaya bakteri dan agar tercampur secara homogen kemudian didiamkan sampai agar memadat. Setelah agar membeku, dibuat lubang dengan menggunakan perforator berdiameter 6 mm. Tiap lubang diisi dengan 20 µL sampel ekstrak yang sebelumnya telah dilarutkan dalam larutan DMSO dengan konsentrasi tertentu (b/v). Langkah ini masing-masing dilakukan 2 kali pengulangan. Cawan diinkubasikan selama 23 jam pada suhu 37oC, kemudian diukur diameter hambatan yang diperlihatkan oleh daerah bening di sekeliling lubang yang berisi sampel dengan jangka sorong. 4. Ekstraksi Bertingkat Terhadap Ekstrak Metanol Ke dalam ekstrak metanol kental ditambahkan akuades dengan perbandingan metanol : air = 4 : 1, kemudian dilanjutkan ekstraksi dengan heksana dengan corong pisah. Lapisan atas dievaporasi diperoleh ekstrak heksana sedangkan lapisan bawah diekstraksi dengan kloroform. Lapisan bawah hasil ekstraksi dengan kloroform dievaporasi diperoleh ekstrak kloroform, sedangkan lapisan atas diekstraksi kembali dengan etil asetat. Lapisan atas hasil ekstraksi dengan etil asetat dievaporasi diperoleh ekstrak etil asetat dan selanjutnya lapisan bawah diekstraksi kembali dengan butanol. Lapisan atas hasil ekstraksi dengan butanol dievaporasi diperoleh ekstrak butanol dan lapisan bawah dievaporasi diperoleh ekstrak air. 37 5. Pengujian Antibakteri terhadap Ekstrak-ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat Ekstrak-ekstrak yang didapat dilakukan pengujian antibakteri menggunakan tahapan kerja seperti pada pengujian pada ekstrak metanol. 6. Pengujian Golongan Senyawa yang Bersifat Antibakteri Pengujian kualitatif golongan senyawa dilakukan dengan penapisan fitokimia dan uji penegasan dengan KLT. Penapisan fitokimia dilakukan terhadap golongan senyawa alkaloid, saponin, tanin dan polifenol, flavonoid, terpenoid dan fenolat. Uji penegasan dilakukan terhadap ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dengan KLT. Metode penapisan fitokimia yang digunakan berdasarkan Pedrosa (1978), Farnsworth (1966), dan Harborne (1996). A. Pembuatan reagen 1. FeCl3 1% : FeCl3 sebanyak 1 g dilarutkan dalam 100 ml aquades. 2. Larutan gelatin : Gelatin sebanyak 1 g dilarutkan ke dalam 100 ml aquades panas sambil diaduk. 3. NaCl 10% : NaCl sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam 100 ml aquades. 4. AlCl3 1% : AlCl3 sebanyak 0,1 g dilarutkan ke dalam 10 ml etanol 95%. 5. Penyemprot Vanillin–H2SO4 : (i) 5% H2SO4 dalam etanol, (ii) 1% vanilin dalam etanol dan plat disemprot larutan (i) kemudian larutan (ii). 6. Pereaksi Wagner : KI sebanyak 2 g dan iodine sebanyak 1,27 g dilarutkan ke dalam aquades sampai volumenya 100 ml, kemudian disimpan dalam botol gelap. 7. SbCl3 20% dalam kloroform : 2g serbuk SbCl3 dilarutkan dalam 10 mL kloroform. 38 B. Pengujian golongan senyawa 1. Alkaloid Ekstrak diambil sebanyak 20mg, ditambah dengan HCl 2M, dipanaskan diatas penangas air sambil diaduk, kemudian didinginkan hingga suhu ruang. NaCl serbuk ditambahkan, diaduk dan disaring, kemudian filtrat ditambah HCl 2M hingga volume tertentu. Filtrat dibagi dalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambah reagen Wagner dan tabung 2sebagai blangko. Tabung 1 diamati terbentuknya endapan dan dibandingkan dengan larutan blangko pada tabung 2. Jika tidak terbentuk endapan, bahan tidak mengandung alkaloid dan jika terbentuk endapan pada bahan terbentuk alkaloid. 2. Saponin Ekstrak diambil sebanyak 15mg dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Ekstrak ditambah akuades dengan perbandingan 1 g ekstrak : 1mL akuades, kemudian dikocok dan didiamkan. Jika terbentuk buih yang tidak menghilang selama 30 menit maka ekstrak mengandung saponin. 3. Flavonoid Ekstrak sebanyak 20mg dilarutkan dalam etanol 96% dibagi menjadi 2 tabung. Tabung 1 sebagai blangko. Tabung 2 ditambah dengan 2 tetes HCl pekat, diamati warna yang terjadi dan dibandingkan dengan larutan blangko. Larutan dihangatkan diatas penangas air selama 15 menit, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi. Terbentuknya warna merah kuat atau violet menunjukan adanya senyawa leucosantin. 4. Tanin dan Polifenol Ekstrak sebanyak 25mg ditambah akuades panas, kemudian diaduk dan didinginkan. Setelah itu 5 tetes NaCl 10% ditambahkan dan disaring. Filtrat dibagi menjadi 3 filtrat A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi FeCl3 dan filtrat C ditambah larutan gelatin, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi.. Jika terbentuk warna hijau kehitaman menunjukkan tanin terhidrolisa, warna hijau kecoklatan menunjukkan tanin terkondensasi dan warna selain warna diatas menunjukkan adanya polifenol. Penambahan gelatin pada tanin akan membentuk endapan. 39 5. Terpenoid Ekstrak sebanyak 10mg ditambah dengan vanilin dan H2SO4 pekat. Terpenoid positif jika terjadi perubahan warna ungu. 6. Fenolat Ekstrak sebanyak 10mg ditambah dengan larutan besi (III) klorida 1% dalam air. Fenolat positif jika terjadi perubahan warna hijau, merah ungu, biru/hitam. Uji penegasan KLT menggunakan plat KLT silika gel F254 (E. Merck). Ekstrak ditotolkan pada plat dan dielusi dengan pengembang heksana:kloroform dengan perbandingan masing-masing 3:7, 1:1, dan 7:3. Hasil pemisahan dideteksi bercaknya dengan sinar UV 254 nm dan 365 nm dan dicari pengembang yang memisahkan paling baik. Setelah diperoleh pengembang dengan pemisahan yang paling baik dilakukan uji kualitatif golongan senyawa dengan pengamatan bercak pada cahaya tampak, UV 254 nm dan 365 nm setelah penyemprotan reagen spesifik. Reagen penyemprot yang dipakai adalah AlCl3 untuk senyawa flavonoid, SbCl3 20% dalam kloroform untuk saponin, Vanilin-H2SO4 untuk terpenoid, FeCl3 untuk tanin dan fenolat. 7. Penetapan KHM dan Nilai Banding Penetapan KHM dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah sampel uji yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penetapan KHM dilakukan dengan metode perforasi sama seperti pengujian antibakteri, dengan melakukan variasi konsentrasi sampel. KHM dilakukan terhadap ekstrak hasil ekstraksi bertingkat yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi Sebagai pembanding digunakan baku dengan perlakuan yang sama seperti sampel uji. Baku yang digunakan adalah ampisilin. Dari hasil yang diperoleh kemudian dibuat kurva baku antara log konsentrasi (ppm) terhadap diameter hambatan (mm). Kurva ini digunakan sebagai pembanding bagi sampel yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dengan cara menarik garis lurus yang memotong kurva baku dan diameter hasil pengamatan sehingga diperoleh harga log konsentrasi dan kemudian dihitung antilognya untuk mendapatkan konsentrasi yang 40 sebenarnya. Nilai banding sampel terhadap baku ampisilin dapat dihitung dengan persamaan: Nilai Banding = Konsentrasi Sampel dari Kurva x 100% Konsentrasi Sampel Sebenarnya E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian ini menghasilkan berbagai data. Uji aktivitas antibakteri pada ekstrak dan ampisilin didapatkan data diameter hambat pada konsentrasi tertentu. Penapisan fitokimia didapatkan data golongan senyawa yang terdapat pada ekstrak. Pada tahap pengujian aktivitas antibakteri ini diketahui ekstrak mana yang menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi berdasarkan diameter hambat yang dihasilkan. Ekstrak antibakteri tertinggi tersebut kemudian dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT), uji penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM), dan uji banding. Pada analisis KLT diperoleh data jumlah noda dan harga Rf.. Pada penentuan konsentrasi hambat minimum didapatkan data nilai KHM. Pada uji banding aktivitas terhadap standar ampisilin diperoleh data nilai uji banding. Data-data diameter hambat dan variasi konsentrasi hasil pengujian aktivitas antibakteri dilakukan analisa data dengan One-Way ANOVA. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Sampel Identifikasi tanaman pare belut yang diperoleh dari daerah Sukoharjo, dilakukan di laboratorium Taksonomi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis yang diteliti adalah Trichosanthes anguina L. dengan nama daerah pare belut atau pare ulo. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2. B. Persiapan dan Ekstraksi Sampel Hasil pengeringan dan penghancuran 24,061 kg buah pare belut diperoleh 1,003 kg serbuk kering berwarna hijau kecoklatan. Sampel dihancurkan sampai berbentuk serbuk untuk memperluas permukaan yang berinteraksi dengan pelarut sehingga lebih banyak senyawa yang dapat terekstrak. Sampel yang telah berbentuk serbuk kering kemudian ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan 4,40 L pelarut metanol selama 4 x 24 jam menghasilkan ekstrak encer berwarna hijau kehitaman sebanyak 2,22 L. Metanol digunakan sebagai pelarut karena biasanya senyawa-senyawa organik jenuh dan aromatis yang aktif sebagai antibakteri dapat terambil oleh pelarut metanol (Cowan, 1999). Selanjutnya ekstrak hasil maserasi diuapkan dengan rotary evaporator menghasilkan ekstrak metanol kental sebanyak 183,490 g dengan rendemen 18,30 %. Ekstrak metanol kental ini digunakan sebagai sampel pada prosedur kerja selanjutnya. C. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Ekstrak metanol kental yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan 7 macam bakteri uji yaitu E. coli, B. subtilis, P. aeruginosa, S. aureus, S. typhii, S. dysentriae, dan E. aerogenes dengan metode difusi agar yang diberi lubang (metode perforasi) dengan diameter lubang 6 mm. Ekstrak ini sebelumnya dilarutkan dalam larutan dimetil sulfoksida (DMSO) 41 42 dengan variasi konsentrasi 5.105 ppm atau 10 mg/lubang, 7,5.105 ppm atau 15 mg/lubang, dan 1.106 atau 20mg/lubang, dimana setiap lubang dimasukkan sampel sebesar 20µl. Perhitungan konversi konsentrasi sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Sampel dilarutkan dalam DMSO karena DMSO dapat melarutkan secara sempurna ekstrak metanol, selain itu juga sebagai zat kontrol negatif antibakteri. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri uji atau hanya terhadap bbakteri tertentu saja. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ini dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak metanol pare belut (Trichosanthes anguina L.) terhadap 7 bakteri uji Bakteri Diameter hambat (mm) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi 10 mg/lubang 15 mg/lubang 20 mg/lubang E. coli + + + B. subtilis + + + P. aeruginosa + + + S. aureus + + + S. typhii * * * S. dysentriae - - - E. aerogenes - - - Keterangan : + = positif uji antibakteri - = negatif uji antibakteri * = daerah hambat tidak bening (meragukan) Hasil uji diatas menunjukkan bahwa ekstrak metanol pare belut menunjukkan hambatan terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, S. aureus, dan B. subtilis, serta menunjukkan hambatan yang tidak bening terhadap S. typhii tetapi tidak menunjukkan hambatan terhadap bakteri S. dysentriae, dan E. aerogenes. 43 Kedua bakteri ini merupakan jenis bakteri gram negatif, dimana secara umum dinding bakteri gram negatif berbeda dengan bakteri gram positif dan hal ini dapat menjelaskan bahwa banyak zat antibakteri yang tidak sensitif terhadap bakteri gram negatif. Pada bakteri gram positif terdapat lapisan peptidoglikan 50-100 lapis dan selebihnya adalah membran dan sitoplasma. Sedangkan bakteri gram negatif hanya tediri dari 1-2 lapisan peptidoglikan tetapi memiliki lebih banyak lapisan lain yaitu amplop terluar, membran terluar, ruang periplasma, membran terdalam, dan sitoplasma. Lapisan membran terluar pada bakteri gram negatif dapat menghalangi penembusan suatu zat antibakteri pada sasaran (membran terdalam), sedang pada bakteri gram positif tidak ada membran terluar. Hal ini yang menyebabkan zat antibakteri tidak dapat menghambat beberapa bakteri gram negatif (Siswandono dan Soekardjo,2000). Namun pada E. coli, P. aeruginosa dan S. typhii yang juga merupakan bakteri gram negatif, daerah hambatan yang bening ditunjukkan terhadap E. coli dan P. aeruginosa, sedangkan terhadap S. typhii menunjukkan daerah hambatan yang tidak bening. Kemungkinan yang terjadi terhadap E. coli dan P. aeruginosa adalah zat antibakteri pada ekstrak mampu menembus membran terluar bakteri dan masuk ke membran terdalam untuk merusak sel kedua bakteri tersebut, sedangkan terhadap S. typhii zat antibakteri kemungkinan hanya menghentikan pertumbuhan bakteri, dengan cara menghambat biosintesis peptidoglikan dan tidak merusak sel bakteri tersebut. Hisamettin Durmaz, et al. (2006) menyatakan aktif tidaknya suatu antibakteri yang ditandai perbedaan diameter hambat yang terjadi tergantung pada tipe dari ekstrak, spesies tanaman dan spesies dari bakteri itu sendiri. Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dilakukan kembali terhadap bakteri uji yang menunjukkan hambatan yaitu bakteri E. coli, P. aeruginosa, S. aureus, dan B. subtilis untuk mengetahui kekuatan ekstrak metanol dalam menghambat pertumbuhan bakteri serta terhadap bakteri S. typhii yang hasil sebelumnya meragukan, dilakukan uji ulang untuk mengetahui apakah ekstrak metanol benar-benar menghambat pertumbuhan S. typhii. Pengujian dilakukan dengan konsentrasi ekstrak sebesar 10 mg/lubang dan 15 mg/lubang dengan metode yang sama dan dilakukan 2 kali ulangan. Hasil pengujian aktivitas 44 antibakteri ini dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan hasil pengujian selengkapnya terdapat pada Lampiran 5. Tabel 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 5 Bakteri Uji Bakteri Diameter Hambat Rata-Rata (mm) Konsentrasi Konsentrasi 10 mg/lubang 15 mg/lubang E. coli 11,15 ± 0,76 12,67± 0,22 S. aureus 9,89 ± 0,64 9,69 ± 0,21 B. subtilis 9,51 ± 0,56 10,15 ± 0,18 P. aeruginosa 9,34 ± 0,76 11,38 ± 1,22 S. typhii 6,00 ± 0,00 6 ,00± 0,00 Keterangan : Diameter lubang : 6mm Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, B. subtilis dan P. aeruginosa dengan diameter hambat rata-rata tertinggi ditunjukkan terhadap E. coli untuk setiap konsentrasi, sedangkan terhadap bakteri S. typhii hasil pengujian tidak menunjukkan daerah hambatan. Pengujian selanjutnya hanya dilakukan terhadap 4 bakteri yang dapat dihambat oleh ekstrak metanol saja. Dari hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak metanol selanjutnya dilakukan analisis data secara statistik untuk mengetahui secara pasti apakah terdapat perbedaan aktivitas antibakteri yang nyata diantara kedua konsentrasi ekstrak metanol diatas. Metode analisa yang digunakan adalah metode One way Anova. Data hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi 10 mg/lubang dan 15 mg/lubang pada ekstrak metanol. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri antar bakteri dilakukan pengujian lebih lanjut dengan menggunakan metode LSD. Dari data diperoleh bahwa untuk konsentrasi 10 mg/lubang maupun 15 mg/lubang bakteri 45 E. coli dan S. typhii menunjukkan perbedaan aktivitas yang nyata terhadap semua bakteri uji yang lain. Sedangkan bakteri S. aureus, B. subtilis dan P. aeruginosa menunjukkan perbedaan aktivitas antibakteri yang nyata hanya terhadap bakteri E. coli dan S. typhii saja. Hasil penelitian yang dilakukan Swamy dan Jayaveera (2007) terhadap ekstrak buah Momordica cymbalaria (suatu famili Cucurbitaceae) menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah M. cymbalaria yang diisolasi dengan metode soxhletasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, S. aureus, B. subtilis, dan P. aeruginosa dengan konsentrasi ekstrak 2 mg/ml. Selain keempat bakteri tersebut ekstrak metanol M. cymbalaria juga dapat menghambat bakteri-bakteri lain yaitu S. typhii, Shigella shonei, Klebsiella pneumoniae, dan Proteus vulgaris. Ekstrak metanol kemudian dilakukan ekstraksi bertingkat dengan pelarut organik yang semakin meningkat kepolarannya. Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa yang mempunyai kepolaran yang berbeda sehingga dapat diketahui golongan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri. D. Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol Sebanyak 150 g ekstrak metanol kental dipisahkan dengan cara ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang semakin meningkat, sehingga diperoleh hasil seperti dalam Tabel 4. Tabel 4. Hasil Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol Pare Belut (Trichosanthes anguina L.) Pelarut Berat ekstrak (g) Persentase (%) * n-Heksana 4,734 3,156 Kloroform 4,107 2,738 Etil Asetat 3,796 2,530 Butanol 2,962 1,975 Air (residu) 104,697 80,197 Keterangan : * : Dari berat ekstrak metanol kental yang diekstraksi 46 Hasil ekstraksi ini memperlihatkan bahwa ekstrak air (residu) merupakan ekstrak yang memiliki berat ekstrak paling banyak, sedangkan ekstrak butanol merupakan ekstrak yang memiliki berat ekstrak paling sedikit. Ekstrak-ekstrak tersebut kemudian diuji aktivitas antibakterinya masing-masing terhadap bakteri uji yang dapat dihambat oleh ekstrak metanol. Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri. E. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat Ekstrak Metanol Ekstrak-ekstrak kental yang diperoleh kemudian diuji aktivitas antibakterinya dengan menggunakan 4 macam bakteri uji yang menunjukkan hambatan pada ekstrak metanol yaitu E. coli, S. aureus, B. subtilis dan P. aeruginosa. Metode yang digunakan sama seperti yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri pada ekstrak metanol yaitu metode perforasi dengan diameter lubang 6 mm. Konsentrasi masing-masing ekstrak pada uji aktivitas antibakteri ini adalah 15 mg/lubang yang dilarutkan dalam DMSO. Hasil pengujian antibakteri ini dapat dilihat pada tabel 5 dimana pada tabel 5 ini juga ditunjukkan hasil pengujian ekstrak metanol dengan konsentrasi yang sama sebagai perbandingan, sedangkan hasil pengujian selengkapnya terdapat pada lampiran 8. Tabel 5. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol dan ekstrak-ekstrak hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol terhadap 4 bakteri uji Ekstrak Diameter Hambat Rata-Rata (mm) (15mg/lubang) E. coli S. aureus B. subtilis P.aeruginosa Metanol 12,67±0,22 9,69 ± 0,21 10,15±0,18 11,38 ± 1,22 Heksana 9,46±0,12 6,00 ± 0,00 8,72±0,17 6,00±0,00 Kloroform 14,99±0,01 13,33±0,58 12,85±1,12 13,15 ±0,03 Etil Asetat 14,87±1,29 12,51±0,20 12,76±0,88 12,01±0,40 Butanol 13,40±0,09 6,00±0,00 12,11±0,02 11,60±0,04 Air 6,00± 0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : diameter lubang = 6mm 47 Hasil pengujian aktivitas antibakteri pada tabel menunjukkan bahwa ekstrak kloroform memberikan aktivitas antibakteri tertinggi terhadap keempat bakteri uji diikuti dengan ekstrak etil asetat. Ekstrak heksana dan butanol samasama memberikan aktivitas tertinggi terhadap bakteri E. coli, diikuti dengan bakteri B. subtilis dan P. aeruginosa tetapi ekstrak heksana tidak memberikan aktivitas yang nyata terhadap P. aeruginosa. Terhadap bakteri S. aureus, baik ekstrak heksana maupun butanol tidak menunjukkan aktivitas antibakteri yang nyata. Ekstrak air dapat dikatakan tidak menunjukkan aktivitas antibakteri yang nyata terhadap keempat bakteri uji. Dari semua ekstrak-ekstrak tersebut aktivitas antibakteri tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak kloroform yang memberikan aktivitas tertinggi terhadap 4 bakteri uji diikuti oleh ekstrak etil asetat. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak – ekstrak buah pare belut selanjutnya dilakukan analisis data secara statistik untuk mengetahui secara pasti apakah terdapat perbedaan aktivitas antibakteri yang nyata diantara masing-masing ekstrak. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan metode One-Way Anova. Hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil analisis secara statistik, dapat disimpulkan bahwa untuk semua ekstrak yaitu ekstrak heksana, kloroform, butanol, etil asetat dan air terdapat perbedaan aktivitas antibakteri yang nyata terhadap keempat bakteri uji. Kemudian pengujian lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui secara pasti perbedaan aktivitas antibakteri antar ekstrak. Pengujian dilakukan menggunakan metode LSD. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara ekstrak kloroform dengan keempat ekstrak yang lain dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan P. aeruginosa, sedangkan terhadap bakteri E. coli dan B. subtilis ekstrak kloroform tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan ekstrak etil asetat. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak kloroform mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dan nyata terhadap bakteri S. aureus dan P. aeruginosa dibandingkan dengan ekstrak lainnya, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata dengan ekstrak etil asetat terhadap bakteri E. coli dan B. subtilis. 48 Hasil penelitian aktivitas antibakteri pada ekstrak daun Eupatorium triplinerve Vehl yang diisolasi dengan metode maserasi selama semalam dengan masing-masing pelarut yaitu petroleum eter, kloroform, etil asetat dan karbon tetraklorida menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri tertinggi terdapat pada ekstrak kloroform terhadap hampir di semua bakteri uji yaitu B. subtilis, B megaterium, B. cereus, S. aureus, E. coli, ENABA ET, S. dysentriae, S. sonnei, S. typhii, S. paratyphii dan P. aeruginosa. Dari 11 bakteri patogen tersebut, ekstrak kloroform mempunyai aktivitas tertinggi terhadap 6 bakteri diikuti ekstrak etil asetat, karbon tetraklorida, dan petroleum eter. Sedangkan 4 bakteri lainnya menunjukkan aktivitas yang sama dengan ekstrak etil asetat dan 1 bakteri lainnya ditunjukkan aktivitas tertingginya oleh ekstrak etil asetat (Rahman and Junaid, 2008). Kemudian setelah dilakukan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak-ekstrak tersebut, selanjutnya adalah dilakukan pengujian golongan senyawa kimia yang aktif antibakteri terhadap ekstrak-ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri. F. Pengujian Golongan Senyawa Aktif Antibakteri Pengujian golongan senyawa dilakukan terhadap ekstrak-ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri. Golongan senyawa yang diuji adalah golongan senyawa yang secara teori telah terbukti aktif sebagai antibakteri yaitu saponin, fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Hasil pengujian beberapa golongan senyawa kimia dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ekstrak metanol mengandung semua golongan senyawa yang diuji yaitu saponin, fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Semua golongan senyawa tersebut secara teori telah terbukti aktif sebagai senyawa antibakteri sehingga dimungkinkan ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri yang cukup besar dan tertinggi dibandingkan ekstrak-ekstrak yang lainnya. Namun dari hasil pengujian antibakteri menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak metanol tidak memberikan aktivitas antibakteri paling besar dibandingkan ekstrak-ekstrak yang lain. Dapat disimpulkan bahwa tidak semua golongan senyawa dalam ekstrak 49 metanol mempunyai pengaruh yang besar terhadap aktivitas antibakteri. Dimungkinkan hanya beberapa golongan senyawa saja yang berkontribusi besar terhadap aktivitas antibakteri, selebihnya mempunyai pengaruh yang kecil. Tabel 6. Hasil Pengujian Golongan Senyawa Kimia Ekstrak Buah Pare Belut (Trichosanthes anguina L.) Golongan Ekstrak Senyawa Metanol Heksana Kloroform Etil Asetat Butanol Saponin + - - - - Fenolat + - + + - Tanin* + - + + - Alkaloid + - + - + Flavonoid + - + + + Terpenoid + + + - - Keterangan : - : Tidak mengandung golongan senyawa yang dimaksud + : Mengandung golongan senyawa yang dimaksud *: tanin terkondensasi Ekstrak heksana hanya mengandung golongan senyawa terpenoid pada pengujiannya. Aktivitas antibakteri ekstrak heksana positif terhadap bakteri E. coli dan B. subtilis saja, sehingga dapat disimpulkan golongan senyawa terpenoid saja mempunyai kontribusi untuk aktivitas antibakterinya walaupun kecil. Sementara ekstrak kloroform yang mempunyai aktivitas antibakteri paling tinggi mengandung golongan senyawa fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid dimana dapat disimpulkan masing-masing ataupun gabungan dari senyawa ini mempunyai pengaruh yang besar sehingga mempunyai aktivitas antibakteri yang besar pula. Untuk ekstrak etil asetat mengandung golongan senyawa fenolat, tanin dan flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri di bawah ekstrak kloroform terhadap keempat bakteri, sehingga dapat disimpulkan bahwa gabungan maupun masing-masing dari ketiga golongan senyawa ini mempunyai kontribusi yang cukup besar untuk aktivitas antibakterinya. Sedangkan ekstrak butanol 50 mengandung golongan senyawa alkaloid dan flavonoid dimana golongan senyawa ini berkontribusi dalam aktivitas antibakteri terhadap 3 bakteri uji yaitu E. coli, B. subtilis, dan P. aeruginosa. Selanjutnya setelah dilakukan pengujian golongan senyawa aktif antibakteri adalah uji penegasan yang dilakukan terhadap ekstrak kloroform yang merupakan ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi. Uji penegasan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dimana pengujian dilakukan untuk golongan-golongan senyawa yang positif uji dalam ekstrak kloroform yaitu fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Uji KLT dilakukan dengan plat silika gel dengan larutan pengembang heksana-kloroform dengan variasi perbandingan 3:7, 1:1, dan 7:3. Variasi perbandingan dilakukan untuk mendapatkan pemisahan yang baik. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa pemisahan paling baik ditunjukkan pada perbandingan heksana:kloroform = 1:1 dan kemudian dilakukan uji terhadap golongan senyawa fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Pengujian dilakukan dengan disemprot dengan reagen yang spesifik terhadap golongan senyawa yang dimaksud kemudian hasilnya dilihat pada sinar tampak, sinar UV 254 dan sinar UV 365. Uji tanin dan fenolat menggunakan penyemprot FeCl3 1% dalam HCl memberikan warna hijau, merah-ungu, dan atau biru/hitam (Wagner, 1983). Dari hasil pengujian diperoleh pada Rf = 0,09 didapatkan warna hijau, sehingga dapat disimpulkan positif tanin dan fenolat. Untuk uji alkaloid menggunakan penyemprot Dragendorf yang akan memberikan warna coklat kemerahan pada sinar tampak (Wagner, 1983). Dari hasil uji diperoleh warna coklat kemerahan pada Rf = 0,07 dan 0,08 sehingga disimpulkan positif alkaloid. Hasil uji flavonoid juga menunjukkan positif karena memberikan warna kekuningan pada sinar tampak pada Rf = 0,36 dan 0,4. Secara teori flavonoid akan memberikan warna kuning pada sinar tampak dan noda terfluoresensi kuning pada sinar UV 365 setelah disemprot reagen AlCl3 1% (Yuliasari, 2007). Kemudian uji terpenoid menggunakan penyemprot vanilin-H2SO4 akan menunjukkan warna ungu pada sinar tampak dan UV 365 (Wagner, 1983). Dari hasil pengujian juga terdapat 51 warna ungu pada sinar tampak dan sinar UV 365 dengan Rf = 0,09 dan 0,14 sehingga dapat disimpulkan positif terpenoid dalam ekstrak kloroform tersebut. Hasil uji penegasan dengan KLT selengkapnya disajikan pada tabel 7, sedangkan hasil uji KLT secara keseluruhan serta gambar hasil uji ditunjukkan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Tabel 7. Hasil Uji Penegasan Golongan Senyawa Ekstrak Kloroform dengan KLT Uji Penegasan dengan KLT Pengujian Golongan Rf Senyawa Tanin 0,09 Sinar Tampak Teori Hasil Uji Teori Hasil Uji Senyawa Hijau, Hijau(+) - Hijau(+) + - Coklat + dan merah-ungu, Fenolat biru/hitam** Alkaloid 0,07 Coklat Coklat 0,08 kemerahan* kemerahan(+) Kuning* Kekuningan(+) Flavonoid 0,40 Golongan UV 365 0,36 kemerahan(+) Noda - + Ungu(+) + Kekuningan(+) berfluoresensi kuning Terpenoid 0,09 Ungu* Ungu(+) - 0,15 Keterangan : * = Wagner H., 1983 ** = Harborne, 1996 + = mengandung senyawa yang dimaksud Alkaloid mempunyai aktivitas antibakteri berhubungan dengan tingginya senyawa aromatik kuartener dari alkaloid yang berkontribusi untuk membentuk interkhelat dengan DNA bakteri. Flavonoid dapat membentuk kompleks dengan dinding sel bakteri, semakin lipofilik suatu flavonoid semakin merusak membran mikroba. Tanin mempunyai aktivitas antibakteri melalui aksi molekulernya yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan ikatan 52 hidrofobik (Cowan,1999). Tanin juga dapat menghambat aktivitas enzim βlaktamase yang merupakan enzim perusak antibiotik β-laktam (Shimamura et al., 2007). Terpenoid mempunyai aktivitas antibakteri berhubungan dengan perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Cowan, 1999). Senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi protein melalui proses adsorpsi dengan melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan membran sel mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Hasil uji aktivitas antibakteri dan pengujian senyawa menunjukkan ekstrak kloroform mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap semua bakteri uji dan positif uji fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Selanjutnya dilakukan uji penetapan konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap ekstrak kloroform serta nilai bandingnya terhadap obat pembanding ampisilin untuk mengetahui potensi antibakteri ekstrak kloroform. G. Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) 1. Penetapan KHM Baku Ampisilin Obat pembanding yang digunakan dalam penelitian aktivitas antibakteri pare belut adalah ampisilin. Ampisilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan merupakan turunan penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap enzim penisilinase. Penetapan KHM baku ampisilin dilakukan terhadap keempat bakteri uji. Penetapan KHM dilakukan dengan variasi konsentrasi mulai dari konsentrasi 15 ppm sampai konsentrasi 0,125 ppm (dikonversikan ke dalam mg/µL) serta konsentrasi 0 ppm sebagai kontrol negatif. Hasil pengujian KHM ampisilin ditunjukkan pada tabel 8, sedangkan hasil selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 12. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa nilai KHM ampisilin terhadap keempat bakteri uji. Nilai KHM ampisilin adalah 0,5 ppm atau 5.10-7 mg/µL 53 terhadap bakteri E. coli dan B. subtilis, 1 ppm atau 10-6 mg/µL terhadap bakteri S. aureus dan 1,9 ppm atau 1,9.10-6 mg/µL terhadap bakteri P. aeruginosa. Tabel 8. Hasil Pengujian Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ampisilin terhadap 4 Bakteri Uji Konsentrasi Diameter Hambat Rata-Rata(mm) ppm mg/µL E. coli S. aureus B. subtilis P.aeruginosa 15 1,5 .10-5 13,15±0,20 13,20±0,14 12,25±0,30 13,26±0,33 7,6 7,6.10-6 10,59±0,47 10,12±0,25 10,35±0,27 10,12±0,14 3,8 3,8.10-6 9,90±0,06 8,84±0,28 9,96±0,10 9,30±0,26 1,9 1,9.10-6 8,23±0,21 8,05±0,15 8,84±0,07 7,34±0,25 1 10-6 7,76±0,11 7,24±0,09 7,93±0,20 6,00±0,00 0,5 5.10-7 7,24±0,09 6,00±0,00 7,24±0,06 6,00±0,00 0,25 2,5.10-7 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 0,125 -7 1,25.10 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm Dari data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan secara pasti antara konsentrasi ampisilin dengan bakteri uji. Metode analisis menggunakan One-Way Anova, hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 13. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata untuk semua konsentrasi terhadap keempat bakteri uji kecuali pada konsentrasi 7,6.10-6 mg/µL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Kemudian dilakukan uji lebih lanjut menggunakan metode LSD untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata antar konsentrasi dan bakteri. Hasil analisa ditunjukkan pada Lampiran 14. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata yaitu antara konsentrasi 2,5.107 mg/µL dengan 5.10-7 mg/µL pada bakteri S. aureus, konsentrasi 7,6.10-6 mg/µL dengan 3,8.10-6 mg/µL pada B. subtilis, konsentrasi 10-6 mg/µL dengan 5.10-7 dan 2,5.10-7 mg/µL pada P. aeruginosa serta konsentrasi 1,9.10-6 mg/µL dengan 10-6 mg/µL pada bakteri E. coli. 54 Selanjutnya penetapan KHM dilakukan terhadap ekstrak kloroform yang mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi terhadap S. aureus dan P. aeruginosa. Namun penetapan KHM tetap dilakukan terhadap keempat bakteri uji dimana terhadap E. coli dan B. subtilis dilakukan hanya sebagai pengetahuan. 2. Penetapan KHM Ekstrak Kloroform Ekstrak kloroform dilakukan penetapan KHM terhadap keempat bakteri uji. Penetapan dilakukan dengan variasi konsentrasi (dimulai dengan konsentrasi 1% sampai dengan 0,0625% yang dikonversikan ke dalam satuan ppm dan mg/µL). Hasilnya dapat dilihat pada tabel 9, sedangkan hasil pengujian selengkapnya terdapat pada Lampiran 15. Tabel 9. Hasil Pengujian Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Kloroform terhadap 4 Bakteri Uji Konsentrasi Diameter Hambat Rata-Rata (mm) ppm mg/µL E. coli S. aureus B. subtilis P.aeruginosa 10000 0,01 8,64±0,12 9,34±0,21 8,87±0,19 8,31±0,16 5000 0,005 8,22±0,4 8,01±0,18 8,12±0,54 7,66±0,40 2500 0,0025 7,90±0,28 7,50±0,30 7,74±0,09 7,32±0,09 1250 0,00125 7,24±0,51 6,00±0,00 7,48±0,36 7,24±0,04 625 0,000625 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter lubang = 6 mm Berdasarkan data diatas diperoleh bahwa pada konsentrasi 1250 ppm (0,00125 mg/µL) menunjukkan nilai KHM terhadap bakteri E. coli, B. subtilis, dan P. aeruginosa. Sedangkan untuk bakteri S. aureus menunjukkan nilai KHM pada konsentrasi 2500 ppm (0,0025 mg/µL). Dari data dapat disimpulkan bahwa ekstrak kloroform mempunyai KHM paling rendah untuk bakteri E. coli, B. subtilis dan P. aeruginosa. Dari hasil diatas kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan secara pasti antara konsentrasi ekstrak dengan bakteri uji. Analisis 55 statistik menggunakan One-Way Anova, hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 16. Berdasarkan analisis statistik dapat diketahui bahwa pada konsentrasi 0,01 mg/µL dan 0,00125 mg/µL terdapat perbedaan yang nyata. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perbedaan secara pasti antar konsentrasi dengan menggunakan metode LSD. Hasil analisa ditunjukkan pada Lampiran 17. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi satu dengan yang lain. Beberapa yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata adalah antara konsentrasi 0,00125 mg/µL dengan 0,000625 mg/µL terhadap bakteri S.aureus. Terhadap bakteri B. subtilis terdapat perbedaan yang tidak nyata pada konsentrasi 0,005 mg/µL dengan 0,01 mg/µL, 0,0025 mg/µL, dan 0,00125 mg/µL. Sedangkan terhadap P. aeruginosa menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada konsentrasi 0,005 mg/µL dengan 0,0025 mg/µL dan 0,00125 mg/µL. Kemudian terhadap E. coli, perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan pada konsentrasi 0,0025 mg/µL dengan 0,01 mg/µL, 0,005 mg/µL dan 0,00125 mg/µL. Hasil penelitian aktivitas antibakteri terhadap buah M. cymbalaria (Swamy and Jayaveera, 2007) juga menunjukkan konsentrasi hambat minimum yang rendah terhadap ekstrak kloroform. Penelitian tersebut menunjukkan terhadap bakteri S. aureus dan B. subtilis mempunyai konsentrasi hambat minimum sebesar 2,5 µg/lubang, sedangkan terhadap bakteri E. coli memiliki KHM sebesar 5 µg/lubang dan terhadap P. aeruginosa memiliki KHM sebesar 15 µg/lubang. Dari hasil ini jika dibandingkan dengan aktivitas antibakteri ekstrak buah pare belut, maka dapat disimpulkan ekstrak buah pare belut masih memiliki KHM lebih tinggi daripada M. cymbalaria terhadap keempat bakteri tersebut. Selanjutnya setelah dilakukan penetapan KHM baik terhadap ampisilin maupun ekstrak kloroform, dilakukan penetapan nilai banding ekstrak kloroform terhadap ampisilin. H. Penetapan Nilai Banding Ekstrak Kloroform Penetapan nilai banding ekstrak kloroform dilakukan dengan pembanding ampisilin. Pengujian terhadap ampisilin dilakukan pada variasi konsentrasi sama 56 seperti pada penentuan KHM ampisilin yaitu 1,5 .10-5 mg/µL hingga 1,25.10-7 mg/µL. Konsentrasi ekstrak kloroform yang digunakan adalah 0,01 mg/µL yaitu merupakan konsentrasi tertinggi yang digunakan untuk penetapan KHM ekstrak kloroform. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kloroform konsentrasi 0,01 mg/µL yang selanjutnya digunakan untuk penetapan nilai banding ditunjukkan pada Tabel 10, sedangkan hasil selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 18. Tabel 10. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kloroform Konsentrasi 0,01 mg/µL terhadap 4 Bakteri Uji Konsentrasi Diameter Hambat Rata-Rata (mm) (mg/µL) E. coli S. aureus B. subtilis P. aeruginosa 0,01 8,56±0,10 8,97±0,11 8,46±0,35 8,54±0,28 Perhitungan nilai banding dilakukan dengan cara membuat grafik log konsentrasi ampisilin vs rata-rata diameter daerah hambat ampisilin. Dari grafik diperoleh persamaan garis linier yang kemudian diplotkan terhadap diameter hambat rata-rata ekstrak kloroform pada konsentrasi 0,01 mg/µL sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak yang setara dengan ampisilin. Dari data pada tabel 9 diketahui bahwa pada konsentrasi 0,01 mg/µL ekstrak kloroform memberikan diameter hambat rata-rata untuk bakteri E. coli sebesar 8,56 mm. Kemudian dengan menggunakan persamaan garis linier dari grafik ampisilin, maka didapat x = -5,831 dan antilog x = 1,477.10-6 mg/µL. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 0,01 mg/µL, ekstrak kloroform mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli yang setara dengan konsentrasi ampisilin 1,477.10-6 mg/µL atau setara dengan 0,015 % ampisilin. Selanjutnya perhitungan yang sama dilakukan terhadap ketiga bakteri uji yang lain. Penghitungan nilai banding selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 19. Hasil penetapan nilai banding ekstrak kloroform untuk keempat bakteri uji terhadap ampisilin dapat dilihat pada Tabel 11. 57 Tabel 11. Hasil Penetapan Nilai Banding Ekstrak Kloroform Untuk Keempat Bakteri Uji terhadap Ampisilin Bakteri Nilai Banding (%) E. coli 0,015 S. aureus 0,014 B. subtilis 0,028 P. aeruginosa 0,030 Hasil penetapan uji banding diatas menunjukkan bahwa nilai banding ekstrak kloroform terhadap bakteri S. aureus adalah 0,014 % dan terhadap P. aeruginosa adalah 0,030 %. Nilai banding P. aeruginosa ini merupakan yang tertinggi dari ketiga bakteri uji yang lain dimana nilai banding E. coli dan S. aureus adalah sebesar 0,015 % dan 0,028 %. Berdasarkan penetapan uji banding menunjukkan bahwa daya antibakteri ekstrak kloroform masih dibawah ampisilin tetapi bisa digunakan sebagai alternatif antibakteri baru. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ekstrak metanol, kloroform, dan etil asetat buah pare belut (Trichosanthes anguina L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa dan E. coli. Ekstrak butanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. coli, B. subtilis dan P. aeruginosa sementara ekstrak heksana mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan B. subtilis. 2. Golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak metanol adalah saponin, fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid. Ekstrak kloroform mengandung golongan senyawa fenolat, tanin, alkaloid, flavonoid dan terpenoid sementara ekstrak etil asetat mengandung golongan tanin, fenolat dan flavonoid. Ekstrak butanol mengandung golongan senyawa alkaloid dan flavonoid sementara ekstrak heksana hanya mengandung golongan senyawa terpenoid saja. 3. Ekstrak kloroform buah pare belut mempunyai konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 0,0025 mg/µL terhadap bakteri S. aureus dan 0,00125 mg/µL terhadap P. aeruginosa. Nilai uji banding ekstrak terhadap baku ampisilin menunjukkan bahwa pada konsentrasi 10000 ppm ekstrak 0,030 % ampisilin terhadap P. aeruginosa dan 0,014% terhadap S. aureus. Ekstrak kloroform mempunyai perbandingan yang lebih kecil daripada ampisilin tetapi bisa digunakan sebagai alternatif antibakteri baru. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kloroform dan pengujian aktivitas antibakteri senyawa tersebut. 58 DAFTAR PUSTAKA Achmad, S.A, 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Jakarta, Karnunika. Aliero, A. A., Aliero, B.L. and Buhari, U, 2008, Preliminary phytochemical and antibacterial screening of Scadoxus multiflorus, International Journal of Pure and Applied Sciences. Int. Jor. P. App. Scs. 2(4):13-17. Anonim,1985, Cara Pembuatan Simplisia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Anonim, 2008, Pseudomonas Genome Database V2 Improving Disease Treatment Through Genome Research. http://www.pseudomonas.com/p_aerug.jsp. diakses tanggal 10 Januari 2008. Anonim, 2009, Trichosanthes anguina L. ://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/tanaman_obat/depkes http 3- 151.pdf, diakses tanggal 15 Maret 2009. Bensequeni, A., Abdelouahab C., Mustapha B, Theoretical Study of the Antibacterial Activity of Flavonoids, Laboratory of Materials Chemistry, Faculty of Science, Mentouri University Constantine. Algeria. Diakses tanggal 15 Maret 2009 Bermejo, J. E. H and J. Leon, 1994, Plant Production and Protection Series No. 26. FAO, Rome, Italy. Cheeke, P. R., Actual and Potential Application of Yucca schidigera and Quillaja saponaria Saponins in Human and Animal Nutrition, J Anim Sci 2000.77:1-10, Journal of Animal Science. Cowan, M. M, 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical Microbiology Reviews, Page 564-582. Daisy, P., Mathew, S., Suveena, S., Nirmala, A. R., 2008, A Novel Terpenoid from Elephantus Scaber-Antibacterial Activity on Stapylococcus Aureus: A Substantiate Computional Approach, International Journal of Biomedical Science. Int J Biomed Sci 2008:4(3):196-203. 59 60 Diastuti, H., Sajidah, A., Ratnaningsih, E., 2003, Fraksinasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Akar Piper sarmentosum Roxb. Ex Hunter, Majalah Ilmiah UNSOED, No 2, edisi Juli 2003. Dorland, W.A. Newman, 2002, Kamus Kedokteran (29thed.) Hartanto, H., dkk., Trans. Jakarta : EGC. Duke, J. A, 2004, Ethnobotanical Uses. Beltsville Agricultural Research Center, Beltsville, Maryland. http://www.ars-grin.gov/duke. diakses tanggal Durrance Rd., N. Ft. Myers, 1999, Snake Gourd, Echo Plant Information Sheet. USA, http://www.echonet.org. Farrukh, U., Shreef, H. and Mahmud, S., 2008, Antibacterial Activities of Coccinia grandis L, Pak. J. Bot. 40(3): 1259-1262,2008. Fitriani, D., 2006, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Jarak (Jatropha curas L.), Daun Ketapang (Cassia alata C.), dan Daun Papaya (Carica papaya L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas Secara In Vitro, Skripsi, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Sebelas Maret. Fransworth, N.R., 1996, Biological and Phytochemical Screening of Plant, J. Pharm. Sci. Vol. 55. Harborne, J.B, 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung, ITB Press. Hayani, E., 2007, Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci secara Kromatografi Kolom, Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007. Jawetz, E., Melnick, J. L., and Adelberg, E. A., 1986, Mikologi untuk Profesi Kesehatan. Diterjemahkan oleh dr. Bonang, G. Edisi XVI. Jakarta. EGC Press. Jawetz, E., Melnick, J. L., dan Adelberg, E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran, diterjemahkan Eddy M., dkk., Bandung, Penerbit Salemba Medika, 318320, 372-373, 357-358. 61 Jork, H., Funk, W., and Fischer, W., 1990, Thin Layer Chromatography. vol.1. New York. VHC Verlagsge Sellschaft, Cambridge. Kristanti, A. N., Aminah, N. S., dan Kurniadi, B., 2008, Buku Ajar Fitokimia. Surabaya. Jurusan Kimia-Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Airlangga. Kristinawati, D., 2004, Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Pare Belut (Trichosanthes anguina L.) dalam Ekstrak Etanol, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Sebelas Maret. Mayasari, dr. E. 2005, Pseudomonas aeruginosa : Karakteristik, Infeksi dan Penanganan, Medan, Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Ojiako, O. A. and Igwe, C. U., 2008, The Nutritive, Anti Nutritive and Hepatotoxic Properties of Trichosanthes anguina (Snake Tomato) Fruits from Nigeria, Department of Biochemistry, Federal University of Technology, Owerri, Nigeria. Pakistan Journal of Nutrition 7 (1):85-89, 2008. ISSN 1680-5194. Oyetayo, F. L., Oyetayo V. O., and Ajewole V. 2007. Phytochemical Profile and Antibacterial Properties of the Seed and Leaf of the Luffa Plant (Luffa cylindrical). Journal of Pharmacology and Toxicology 2 (6): 586589,207,Academic Journal. Pambayun, R., Gardjito, M., Sudarmadji, S., dan Kuswanto, K. R., 2007, Kandungan Fenol dan Sifat Antibakteri dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria gambir Roxb.). Majalah Farmasi Indonesia 18(3), 141-146. Padmawinata, K. dan Sudiro, I., 1987, Metode Fitokimia, Edisi ke-2. Bandung. ITB. Terjemahan : Phytochemical Methods. Harborne, J.B. 1984. London. Chapman and Hall Ltd. 62 Pedrosa. C. et al. 1978, Acta Manilana Phytochemical, Microbiological and Pharmacological screening of Medical Plants, University of Santo Thomas. Filipina. Pelczar, M. J. and Chan, E. C. S., 1986, Microbiology, New Delhi. Mc Graw-Hill Book Company. Pilewski, PhD., Bylka, W., Matlawska, PhD, N.A, 2004, Natural Flavonoids as Antimicrobial Agents, Department of Pharmacognosy, K. Marcinkowski University of Medicinal Sciences 10 Sieroca, 61-771 Poznan, Poland. JANA Vol 7, No. 2, 2004. Poither, J., 2000, Natural Product/ Thin Layer (Planar) Chromatography. Academic Press, University of Tours, Tours. Rahman, S., and Junaid, M., 2008, Antimicrobial Activity of Leaf Extracts of Eupatorium triplinerve Vehl Against Some Human Pathogenic Bacteria and Phytopathogenic Fungi, Bangladesh J. Bot. 37 (1): 89-92, 2008 (June). Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Cetakan Pertama, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Salle, A. J., 1974, Fundamental Principles of Bacteriology, New Delhi, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd. Sastrohamidjojo, H., 1996, Sintesis Bahan Alam Hayati, Yogyakarta, Gajah Mada University Press Setiawan, A. I., dan Trisnawati, Y., 1995, Pare dan Labu, PT Penebar Swadaya. Jakarta. Setiono, L. dan Pudjaatmaka, A. H., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, edisi kelima. Jakarta. PT Kalman Media Pustaka. Shimamura, T., Wei-Hua, Z., and Zhi-Qing, H., 2007, Mechanism of Action and Potential for Use of Tea Catechin as Anti-infective Agent, Anti-infective Agent In Medicinal Chemistry,2007,6,57-62, Bentham Science Publishers Ltd. 63 Shulman, S. T.,MD., Phair, J. P., MD., Shommers, H. M., MD. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi, edisi keempat,Diterjemahkan oleh Prof. Dr. A. Samik Wahab. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Siswandono dan Bambang Soekardjo, 1995, Kima Medisinal, Surabaya. Universitas Airlangga Press. Sumarsih, S., 2003, Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar, Yogyakarta, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UPN “Veteren” Yogyakarta. Swamy and Jayaveera, 2007, Antimicrobial Properties of Momordica cymbalaria Hook. F, Pharmacologyonline 3: 505-510. Syahrurachman, dkk., 1994, Buku Ajar Mikrobiologi kedokterann, Jakarta, Binarupa Aksara,108, 125-126, 163, 177. Talaro, K. P., 2008, Foundation in Microbiology: Basic Principles, Sixth Edition. McGraw Hill, New York. Tjay, H. T. dan Rahardja, K., 1978, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Jakarta. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Tjitrosoepomo, G., 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta. UGM Press. Tomori, O.A., Saba A. B., and Dada Adegbola H. O., 2007, Antibacterial Activity of Ethanolic Extract of Whole Fruits of Lagenaria breviflora Robert, Journal of Animal and Veteinary Advances 6 (5):752-757,2007. Tortora, G.J., Funke, B.R., Case, C. L., 1994, Microbiology An Introduction, fifth edition, The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. Vibrianti, Y., 2005, Identifikasi dan Isolasi Fraksi Aktif Antijamur dalam Rimpang Temu Tis (Curcuma purpurascens BI.), Surakarta, Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret. Wagner, H., 1983, Plant Drug Analysis a Thin Layer Chromatography Atlas. Germany, Springer-Verlag Berlin. 64 Yuliani, Y., 2001, Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Rimpang Temu Putri (Curcuma Petiolata Roxb.), Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Padjajaran. 65 Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian Daging Buah Pare belut 1. Diiris tipis-tipis 2. Dikeringkan dalam oven suhu 50°C selama 72 jam 3. Digiling dengan penggiling Simplisia serbuk 1. Ekstraksi maserasi dengan metanol 1 Ñ… 48 jam, 2 Ñ… 24 jam dengan metanol berturut-turut 2,7 L, 1 L, dan 700 mL. 2. Evaporasi pelarut dengan penguap vacum putar suhu 40°C. Pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli, B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa, E. aerogenes, S. dysentriae dan atau S. thypii. Ekstrak metanol Ditambah 200 mL akuades : metanol dengan perbandingan 1:4. Larutan metanol - aquades 1. Ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut heksana, kloroform, etil asetat dan butanol secara berturut-turut. 2. Dievaporasi pelarutnya dengan penguap vacum putar suhu 40°C. Ekstrak n-heksana Ekstrak kloroform Ekstrak Etil asetat Ekstrak Butanol Ekstrak air Uji antibakteri terhadap bakteri yang dapat dihambat ekstrak metanol Ekstrak aktif antibakteri Penetapan KHM dan uji banding Ekstrak aktif tertinggi Penapisan fitokimia Analisis KLT 66 Diagram Alir Ekstraksi Buah Pare Belut dengan Berbagai Pelarut Simplisia kasar - maserasi dengan metanol, 4x 24 jam Ekstrak metanol - ditambah metanol : air (4:1), diaduk sampai homogen Larutan metanol - air n-heksana Ekstrak n-heksana, diuapkan Lapisan metanol-air kloroform Ekstrak kloroform, diuapkan Lapisan metanol-air etil asetat Ekstrak etil asetat, diuapkan Lapisan metanol-air butanol Ekstrak butanol Lapisan air (ekstrak air) 67 Diagram Alir Cara Kerja Pengujian Antibakteri - Penyediaan Bakteri Uji Bakteri Uji dibiakkan Agar miring (2 g NA dalam 100 mL aquades) diinkubasi Suhu 37 °C - Penyediaan Suspensi Bakteri Uji Bakteri berumur 24 jam disuspensikan 3 mL aquades steril 68 - Pengujian Aktivitas Antibakteri (Metode Perforasi) 100 µL suspensi bakteri 15 mL NA steril cair Cawan petri campuran digoyang-goyang homogen didiamkan Agar membeku dibuat diisi 20 µL sampel Lubang diameter 6 mm diisi 20 µL DMSO diinkubasi 20 jam, 37°C Cawan petri diukur Diameter hambat 69 Lampiran 2. Hasil Determinasi Buah Pare Belut 70 Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Konsentrasi Sampel Ekstrak Metanol dan Konversi Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Berat serbuk Pare belut yang diekstraksi = 1002,596 g Berat ekstrak metanol yang didapatkan = 183,49 gram Berat ekstrak x 100 % Berat simplisia awal Rendemen = = 183,49 g x 100 % 1002,596 g = 18,3 % Perhitungan Konversi Konsentrasi Sampel Uji Aktivitas Antibakteri Konversi satuan a. Contoh konversi konsentrasi 100% 100 % = 0,1 g 100 mg 1 mg = = 100 mL 100 mL mL Dari konsentrasi 1 mg/µL diambil 20 µL untuk dimasukkan ke dalam lubang, jadi berat sampel per lubang adalah Berat Sampel per Lubang = 1mg 20 mL ´ = 20mg Lubang mL Lubang 71 Tabel 1. Konversi Satuan Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Berat sampel per (mg/µL) lubang (mg/lubang) 100 1 20 75 0,75 15 50 0,5 10 10 0,1 2 1 0,01 0,2 0,5 0,005 0,1 0,25 0,0025 0,05 0,125 0,00125 0,025 0,0625 0,000625 0,0125 (%) b. Contoh konversi konsentrasi 1,5.10-5 mg/µL Dari konsentrasi 1,5.10-5 mg/µL diambil 20 µL untuk dimasukkan ke dalam lubang, jadi berat sampel per lubang adalah 1,5.10 -5 mg 1,5.10 -2 mg ´ 20 mL = ´ 20 mL mL mL = 0,3 mg Lubang Berat Sampel per Lubang = Tabel 2. konversi satuan konsentrasi Konsentrasi Berat sampel per (mg/µL) lubang (µg/lubang) -5 0,3 -6 0,152 -6 0,076 -6 0,038 1,5.10 7,6.10 3,8.10 1,9.10 10 -6 5.10 0,02 -7 0,01 -7 2,5.10 1,25.10 -7 0,005 0,025 72 Lampiran 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 7 Bakteri Tabel 1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol dengan Berat Sampel per Lubang 20 mg/lubang, 15 mg/lubang dan 10 mg/lubang Bakteri Diameter Hambat (mm) Berat Berat Berat Sampel 20 Sampel 15 Sampel 10 mg/lubang mg/lubang mg/lubang Keterangan 11,09 15,44 10,85 S. aureus Gambar 1 P. aeruginosa 11,60 13,13 12,46 Gambar 2 B. subtilis 12,47 13,48 12,10 Gambar 3 E. coli 12,94 11,90 11,12 Gambar 4 S. dysenteriae 6,00 6,00 6,00 Gambar 5 E. aerogenes 6,00 6,00 6,00 Gambar 6 S. thypi * * * Gambar 7 Keterangan (+) = Positif antibakteri, (-) = Negatif antibakteri dan (*) = Diameter hambat tidak begitu bening (meragukan). Gambar-gambar Salah Satu Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol (Uji Ke-1) Gambar 1 Gambar 2 73 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Keterangan Gambar : 1. Pada gambar tertera konsentrasi 50% yang sama dengan 0,5 mg/µL atau 10mg/lubang dan berlaku untuk semua konsentrasi. 2. Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah 100%, Gambar 7 50%, 75% dan 0% (DMSO) yang setara dengan berat sampel 20 mg/lubang, 10mg/lubang, 15mg/lubang dan 0mg/lubang. 74 Lampiran 5. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 5 Bakteri Tabel 2. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 5 bakteri Bakteri Diameter Hambat (mm) Keterangan Berat sampel 10 Berat sampel 15 mg/lubang mg/lubang (gambar merupakan perwakilan uji ) χ1 χ2 χ1 χ2 B. subtilis 9,91 9,11 10,27 10,02 Gambar 8. P. aeruginosa 9,89 8,82 12,24 10,52 Gambar 9. E. coli 10,61 11,68 12,82 12,51 Gambar 10. S. aureus 10,34 9,43 9,54 9,83 Gambar 11. S. thypii 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 12. Gambar-gambar Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol terhadap 5 Bakteri Gambar 8 Gambar 9 75 Gambar 10 Gambar 11 Keterangan Gambar : 1. Pada gambar tertera konsentrasi 50% yang sama dengan 0,5 mg/µL atau 10mg/lubang dan berlaku untuk semua konsentrasi). 2. Konsentrasi dimasukkan sampel ke dalam yang lubang (searah jarum jam) adalah 75%, Gambar 12 50% dan 0% (DMSO) yang setara dengan berat mg/lubang, 0mg/lubang. sampel 15 10mg/lubang dan 76 Lampiran 6. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Pada MasingMasing Berat Sampel Ekstrak Metanol. Analisa One Way ANOVA untuk membandingkan kesamaan dalam beberapa perlakuan. Analisa menggunakkan program aplikasi komputer SPSS. Contoh langkah analisa data untuk ekstrak metanol IN PUT DATA 1. Mendefinisikan variabel sebagai berikut. Variable View No Name 1. Bakteri Type Numeric 8.2 2. Numeric 8.2 DH 10 Label variabel Label value 1,00 = “ S. aureus” 2,00 = “ P. aeruginosa” 3,00 = “ E. coli” 4,00 = “ B. subtilis” 5,00 = “ S. thypi” None DH ekstrak methanol 10 mg/lubang 3. DH 15 Numeric 8.2 DH ekstrak methanol 15 None mg/lubang Keterangan = DH 10 (diameter Hambat 10 mg/lubang),DH 15 (Diameter Hambat 15 mg/lubang). 2. Data dari Tabel 2 Lampiran 4 dimasukan seperti dibawah ini Data View Bakteri DH10 DH15 1.00 10.34 9.54 1.00 9.43 9.83 2.00 9.89 12.24 2.00 8.82 10.52 3.00 10.61 12.82 3.00 11.68 12.51 4.00 9.91 10.27 4.00 9.11 10.02 5.00 6.00 6.00 5.00 6.00 6.00 3. Klik analyse, compare means, one way anova 4. Masukkan data ke dependent list dan faktor ke faktor. 5. Klik posthoc beritanda pada LSD lalu klik continue 6. Klik option beri tanda pada descriptives 7. Klik OK sehingga akan menghasilkan OUT PUT 77 OUT PUT ANALISA 1. Out Put descriptives menunjukkan gambaran secara umum data yang dimasukkan dimana N (jumlah data), Mean (nilai rata-rata), Std deviation (standart deviasi) dan minimum dan maximum merupakan nilai terendah dan tertinggi data yang dimasukan Descriptives N DH ekstrak metanol 10 mg/lubang DH ekstrak metanol 15 mg/lubang S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.typhii Total S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.typhii Total 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 Mean 9.8850 9.3550 11.1450 9.5100 6.0000 9.1790 9.6850 11.3800 12.6650 10.1450 6.0000 9.9750 Std. Deviation .64347 .75660 .75660 .56569 .00000 1.85889 .20506 1.21622 .21920 .17678 .00000 2.40019 Std. Error .45500 .53500 .53500 .40000 .00000 .58783 .14500 .86000 .15500 .12500 .00000 .75901 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 4.1037 15.6663 2.5572 16.1528 4.3472 17.9428 4.4275 14.5925 6.0000 6.0000 7.8492 10.5088 7.8426 11.5274 .4527 22.3073 10.6955 14.6345 8.5567 11.7333 6.0000 6.0000 8.2580 11.6920 Minimum 9.43 8.82 10.61 9.11 6.00 6.00 9.54 10.52 12.51 10.02 6.00 6.00 Maximum 10.34 9.89 11.68 9.91 6.00 11.68 9.83 12.24 12.82 10.27 6.00 12.82 Contoh pada DH ekstrak metanol 10 mg/lubang bakteri S. aureus data yang dimasukkan sebanyak 2 dengan rata-rata 9,89, standart deviasi 0,64347 dan nilai tertinggi 10,34 dan nilai terendah 9,43. 2. Out Put ANOVA menunjukkan analisa secara keseluruhan pengaruh variasi bakteri (faktor) pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Dependent List). ANOVA DH ekstrak metanol 10 mg/lubang DH ekstrak metanol 15 mg/lubang Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 29.220 1.879 31.099 50.247 1.601 51.848 df 4 5 9 4 5 9 Mean Square 7.305 .376 F 19.439 Sig. .003 12.562 .320 39.242 .001 Contoh pengujian ANOVA DH ekstrak metanol 10 mg/lubang (Dependent List) Nilai F = 19,439 dengan sig = 0,003 a. Ho : µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 (tidak ada pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang) H1 : µi ¹ µj (ada pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang) 78 b. α = 0,05 c. daerah kritis Ho ditolak jika p< 0,05 d. statisti uji p = 0,000 e. kesimpulan Karena p < 0,05 maka Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh variasi bakteri terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri uji pada berat sampel 10 mg/lubang. 3. Out Put Multiple Comparisons: LSD menunjukkan analisa antar bakteri (faktor) untuk mengetahui antar bakteri mempunyai pengaruh yang sama atau beda. 79 Multiple Comparisons LSD Dependent Variable DH ekstrak metanol 10 mg/lubang (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.typhii DH ekstrak metanol 15 mg/lubang S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.typhii (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.typhii S.aureus E.coli B.subtilis S.typhii S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.typhii S.aureus P.aeruginosa E.coli S.typhii S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.typhii S.aureus E.coli B.subtilis S.typhii S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.typhii S.aureus P.aeruginosa E.coli S.typhii S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Mean Difference (I-J) .53000 -1.26000 .37500 3.88500* -.53000 -1.79000* -.15500 3.35500* 1.26000 1.79000* 1.63500* 5.14500* -.37500 .15500 -1.63500* 3.51000* -3.88500* -3.35500* -5.14500* -3.51000* -1.69500* -2.98000* -.46000 3.68500* 1.69500* -1.28500 1.23500 5.38000* 2.98000* 1.28500 2.52000* 6.66500* .46000 -1.23500 -2.52000* 4.14500* -3.68500* -5.38000* -6.66500* -4.14500* Std. Error .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .61302 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 .56578 Sig. .427 .095 .567 .001 .427 .033 .810 .003 .095 .033 .045 .000 .567 .810 .045 .002 .001 .003 .000 .002 .030 .003 .453 .001 .030 .072 .081 .000 .003 .072 .007 .000 .453 .081 .007 .001 .001 .000 .000 .001 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.0458 2.1058 -2.8358 .3158 -1.2008 1.9508 2.3092 5.4608 -2.1058 1.0458 -3.3658 -.2142 -1.7308 1.4208 1.7792 4.9308 -.3158 2.8358 .2142 3.3658 .0592 3.2108 3.5692 6.7208 -1.9508 1.2008 -1.4208 1.7308 -3.2108 -.0592 1.9342 5.0858 -5.4608 -2.3092 -4.9308 -1.7792 -6.7208 -3.5692 -5.0858 -1.9342 -3.1494 -.2406 -4.4344 -1.5256 -1.9144 .9944 2.2306 5.1394 .2406 3.1494 -2.7394 .1694 -.2194 2.6894 3.9256 6.8344 1.5256 4.4344 -.1694 2.7394 1.0656 3.9744 5.2106 8.1194 -.9944 1.9144 -2.6894 .2194 -3.9744 -1.0656 2.6906 5.5994 -5.1394 -2.2306 -6.8344 -3.9256 -8.1194 -5.2106 -5.5994 -2.6906 *. The mean difference is significant at the .05 level. 4. Contoh pengujian LSD ekstrak metanol berat sampel 10mg/lubang Antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa mempunyai sig 0,427 > 0,05, dapat disimpulkan antara bakteri S. aureus dengan P. aeruginosa mempunyai pengaruh yang sama. Antara bakteri E.coli dengan P. aeruginosa mempunyai sig 0,033 < 0,05 dan dapat disimpulkan antara bakteri E.coli dengan P. aeruginosa mempunyai pengaruh yang beda 80 Kesimpulan hasil uji LSD No. Bakteri (I) Bakteri (J) Kesimpulan 1 S. aureus P. aeruginosa mempunyai pengaruh yang sama E. coli mempunyai pengaruh yang sama B. subtilis mempunyai pengaruh yang sama S. thypi mempunyai pengaruh yang beda S. aureus mempunyai pengaruh yang sama E. coli mempunyai pengaruh yang beda B. subtilis mempunyai pengaruh yang sama S. thypi mempunyai pengaruh yang beda ......dst...... ................dst................................ 2. P. aeruginosa ......dst...... 81 Lampiran 7. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Berat Sampel Ekstrak Metanol Pada Masing-Masing Bakteri. Langkah-langkah analisa sama seperti pada analisa One Way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5), tetapi dengan in put data Tabel 2. Lampiran 4. sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No Name 1. Saur Type Numeric 8.2 2. konstr Numeric 8.2 3. paru Numeric 8.2 4. ecoli Numeric 8.2 5. bsubt Numeric 8.2 6. sthypii Numeric 8.2 Label variabel Diameter hambat bakteri S. aureus Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Diameter hambat bakteri E. coli Diameter hambat bakteri B. subtilis Diameter hambat bakteri S. thypi Data View No. 1. 2. 3. 4. Saur 10.34 9.43 9.54 9.83 konstr 1.00 1.00 2.00 2.00 paru 9.89 8.82 12.24 10.52 ecoli 10.61 11.68 12.82 12.51 bsubt 9.91 9.11 10.27 10.02 sthypii 6.00 6.00 6.00 6.00 Label value None 1,00 = “ Berat sampel 10mg/lubang” 2,00 = “Berat sampel 15 mg/lubang” None None None None 82 Dari hasil analisa diperoleh out put analisa sebagai berikut : Descriptives N Diameter hambat bakteri S. aureus Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Diameter hambat bakteri E. coli Diameter hambat bakteri B. subtilis berat sampel 10 mg/lubang berat sampel 15 mg/lubang Total berat sampel 10 mg/lubang berat sampel 15 mg/lubang Total berat sampel 10 mg/lubang berat sampel 15 mg/lubang Total berat sampel 10 mg/lubang berat sampel 15 mg/lubang Total berat sampel 10 mg/lubang berat sampel 15 mg/lubang Total Diameter hambat bakteri S. typhii Mean 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound Std. Deviation Std. Error Minimum Maximum 2 9.8850 .64347 .45500 4.1037 15.6663 9.43 10.34 2 9.6850 .20506 .14500 7.8426 11.5274 9.54 9.83 4 9.7850 .40665 .20333 9.1379 10.4321 9.43 10.34 2 9.3550 .75660 .53500 2.5572 16.1528 8.82 9.89 2 11.3800 1.21622 .86000 .4527 22.3073 10.52 12.24 4 10.3675 1.43205 .71602 8.0888 12.6462 8.82 12.24 2 11.1450 .75660 .53500 4.3472 17.9428 10.61 11.68 2 12.6650 .21920 .15500 10.6955 14.6345 12.51 12.82 4 11.9050 .98842 .49421 10.3322 13.4778 10.61 12.82 2 9.5100 .56569 .40000 4.4275 14.5925 9.11 9.91 2 10.1450 .17678 .12500 8.5567 11.7333 10.02 10.27 4 9.8275 .50149 .25074 9.0295 10.6255 9.11 10.27 2 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.00 6.00 2 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.00 6.00 4 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.00 6.00 ANOVA Diameter hambat bakteri S. aureus Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Diameter hambat bakteri E. coli Diameter hambat bakteri B. subtilis Diameter hambat bakteri S. typhii Pada Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total analisa Sum of Squares .040 .456 .496 4.101 2.052 6.152 2.310 .621 df 1 2 3 1 2 3 1 2 2.931 3 .403 .351 .754 .000 .000 .000 1 2 3 1 2 3 pengaruh variasi berat Mean Square .040 .228 F .175 Sig. .716 4.101 1.026 3.997 .184 2.310 .310 7.447 .112 .403 .176 2.296 .269 .000 .000 . . sampel pada masing-masing bakteri tidak dapat dilakukan analisa LSD karena variasi berat sampel hanya 2 variasi. 83 Lampiran 8. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat. Tabel 1. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat dengan Berat Sampel ekstrak 15mg/lubang. Nama ekstrak Diameter hambat (mm) B. subtilis S. aureus χ1 χ2 χ1 χ2 8,60 8,84 6,00 6,00 12,06 13,64 12,92 13,74 12,13 13,38 12,65 12,37 12,09 12,12 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 1 dan Gambar 3 dan gambar 2 gambar 4 Keterangan : diameter lubang = 6 mm Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Keterangan E. coli P. aeruginosa χ1 χ2 9,24 8,42 14,98 15,00 13,95 15,78 13,46 13,33 6,00 6,00 Gambar 5 dan gambar 6 χ1 χ2 6,00 6,00 13,17 13,13 12,29 11,73 11,57 11,62 6,00 6,00 Gambar 7 dan gambar 8 Gambar Salah Satu Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat. a. Bakteri B. subtilis Gambar 1 Gambar 2 Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis 84 b. Bakteri S. aureus Gambar 4 Gambar 5 Ekstrak kloroform dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak heksana, butanol dan air tidak menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus c. Bakteri E. coli Gambar 5 Gambar 6 Ekstrak heksana, kloroform, butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak air tidak menghambat pertumbuhan bakteri E. coli d. Bakteri P. aeruginosa 85 Gambar 7 Gambar 8 Ekstrak, kloroform butanol dan etil asetat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan ekstrak heksana dan air tidak menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. 86 Lampiran 9. Analisa One Way-ANOVA Pengaruh Variasi Ekstrak pada MasingMasing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak-Ekstrak Hasil Ekstraksi Bertingkat Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 6) dan data dari Tabel 1. Lampiran 8. dimasukan sebagai berikut IN PUT DATA Variable View No Name 1. DhSaureus 2. 3. 4. 5. Type Numeric 8.2 DhPaerugin Numeric 8.2 DhEcoli Numeric 8.2 DhBsubtilis Numeric 8.2 ekstrak Numeric 8.2 Label variabel Diameter Hambat Bakteri S.aureus Diameter Hambat Bakteri P.aeruginosa Diameter Hambat Bakteri E.coli Diameter Hambat Bakteri B.subtilis Ekstrak Label value None None None None 1,00 = “ Heksana ” 2,00 = “ Kloroform” 3,00 = “ Etil asetat” 4,00 = “ Butanol” 5,00 = “ Air” Data View DhSaureus 6.00 6.00 12.92 13.74 12.65 12.37 6.00 6.00 6.00 6.00 DhPaerugin 6.00 6.00 13.17 13.13 12.29 11.73 11.57 11.62 6.00 6.00 DhEcoli 9.54 9.37 14.98 15.00 13.95 15.78 13.46 13.33 6.00 6.00 DhBsubtilis 8.60 8.84 12.06 13.64 12.13 13.38 12.09 12.12 6.00 6.00 ekstrak 1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 4.00 4.00 5.00 5.00 87 OUT PUT DATA Descriptives N Diameter hambat bakteri S. aureus Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Diameter hambat bakteri E. coli Diameter hambat bakteri B. subtilis Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Total 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 Mean 6.0000 13.3300 12.5100 6.0000 6.0000 8.7680 6.0000 13.1500 12.0100 11.5950 6.0000 9.7510 9.4550 14.9900 14.8650 13.3950 6.0000 11.7410 8.7200 12.8500 12.7550 12.1050 6.0000 10.4860 Std. Deviation .00000 .57983 .19799 .00000 .00000 3.58973 .00000 .02828 .39598 .03536 .00000 3.27536 .12021 .01414 1.29401 .09192 .00000 3.71438 .16971 1.11723 .88388 .02121 .00000 2.89176 Std. Error .00000 .41000 .14000 .00000 .00000 1.13517 .00000 .02000 .28000 .02500 .00000 1.03576 .08500 .01000 .91500 .06500 .00000 1.17459 .12000 .79000 .62500 .01500 .00000 .91446 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 6.0000 6.0000 8.1205 18.5395 10.7311 14.2889 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.2001 11.3359 6.0000 6.0000 12.8959 13.4041 8.4523 15.5677 11.2773 11.9127 6.0000 6.0000 7.4079 12.0941 8.3750 10.5350 14.8629 15.1171 3.2388 26.4912 12.5691 14.2209 6.0000 6.0000 9.0839 14.3981 7.1953 10.2447 2.8121 22.8879 4.8136 20.6964 11.9144 12.2956 6.0000 6.0000 8.4174 12.5546 Minimum 6.00 12.92 12.37 6.00 6.00 6.00 6.00 13.13 11.73 11.57 6.00 6.00 9.37 14.98 13.95 13.33 6.00 6.00 8.60 12.06 12.13 12.09 6.00 6.00 Maximum 6.00 13.74 12.65 6.00 6.00 13.74 6.00 13.17 12.29 11.62 6.00 13.17 9.54 15.00 15.78 13.46 6.00 15.78 8.84 13.64 13.38 12.12 6.00 13.64 ANOVA Diameter hambat bakteri S. aureus Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Diameter hambat bakteri E. coli Diameter hambat bakteri B. subtilis Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 115.600 .375 115.975 96.393 .159 96.552 122.472 1.698 df 4 5 9 4 5 9 4 5 124.169 9 73.202 2.059 75.261 4 5 9 Mean Square 28.900 .075 F 384.922 Sig. .000 24.098 .032 758.524 .000 30.618 .340 90.183 .000 18.300 .412 44.447 .000 88 Multiple Comparisons LSD Dependent Variable Diameter hambat bakteri S. aureus (I) ekstrak Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Diameter hambat bakteri P. aeruginosa Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Diameter hambat bakteri E. coli Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air Diameter hambat bakteri B. subtilis Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Air (J) ekstrak Kloroform Etil asetat Butanol Air Heksana Etil asetat Butanol Air Heksana Kloroform Butanol Air Heksana Kloroform Etil asetat Air Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Kloroform Etil asetat Butanol Air Heksana Etil asetat Butanol Air Heksana Kloroform Butanol Air Heksana Kloroform Etil asetat Air Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Kloroform Etil asetat Butanol Air Heksana Etil asetat Butanol Air Heksana Kloroform Butanol Air Heksana Kloroform Etil asetat Air Heksana Kloroform Etil asetat Butanol Kloroform Etil asetat Butanol Air Heksana Etil asetat Butanol Air Heksana Kloroform Butanol Air Heksana Kloroform Etil asetat Air Heksana Kloroform Etil asetat Butanol *. The mean difference is significant at the .05 level. Mean Difference (I-J) -7.33000* -6.51000* .00000 .00000 7.33000* .82000* 7.33000* 7.33000* 6.51000* -.82000* 6.51000* 6.51000* .00000 -7.33000* -6.51000* .00000 .00000 -7.33000* -6.51000* .00000 -7.15000* -6.01000* -5.59500* .00000 7.15000* 1.14000* 1.55500* 7.15000* 6.01000* -1.14000* .41500 6.01000* 5.59500* -1.55500* -.41500 5.59500* .00000 -7.15000* -6.01000* -5.59500* -5.53500* -5.41000* -3.94000* 3.45500* 5.53500* .12500 1.59500* 8.99000* 5.41000* -.12500 1.47000 8.86500* 3.94000* -1.59500* -1.47000 7.39500* -3.45500* -8.99000* -8.86500* -7.39500* -4.13000* -4.03500* -3.38500* 2.72000* 4.13000* .09500 .74500 6.85000* 4.03500* -.09500 .65000 6.75500* 3.38500* -.74500 -.65000 6.10500* -2.72000* -6.85000* -6.75500* -6.10500* Std. Error .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .27401 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .17824 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .58267 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 .64167 Sig. .000 .000 1.000 1.000 .000 .030 .000 .000 .000 .030 .000 .000 1.000 .000 .000 1.000 1.000 .000 .000 1.000 .000 .000 .000 1.000 .000 .001 .000 .000 .000 .001 .067 .000 .000 .000 .067 .000 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .002 .000 .839 .041 .000 .000 .839 .053 .000 .001 .041 .053 .000 .002 .000 .000 .000 .001 .001 .003 .008 .001 .888 .298 .000 .001 .888 .358 .000 .003 .298 .358 .000 .008 .000 .000 .000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -8.0344 -6.6256 -7.2144 -5.8056 -.7044 .7044 -.7044 .7044 6.6256 8.0344 .1156 1.5244 6.6256 8.0344 6.6256 8.0344 5.8056 7.2144 -1.5244 -.1156 5.8056 7.2144 5.8056 7.2144 -.7044 .7044 -8.0344 -6.6256 -7.2144 -5.8056 -.7044 .7044 -.7044 .7044 -8.0344 -6.6256 -7.2144 -5.8056 -.7044 .7044 -7.6082 -6.6918 -6.4682 -5.5518 -6.0532 -5.1368 -.4582 .4582 6.6918 7.6082 .6818 1.5982 1.0968 2.0132 6.6918 7.6082 5.5518 6.4682 -1.5982 -.6818 -.0432 .8732 5.5518 6.4682 5.1368 6.0532 -2.0132 -1.0968 -.8732 .0432 5.1368 6.0532 -.4582 .4582 -7.6082 -6.6918 -6.4682 -5.5518 -6.0532 -5.1368 -7.0328 -4.0372 -6.9078 -3.9122 -5.4378 -2.4422 1.9572 4.9528 4.0372 7.0328 -1.3728 1.6228 .0972 3.0928 7.4922 10.4878 3.9122 6.9078 -1.6228 1.3728 -.0278 2.9678 7.3672 10.3628 2.4422 5.4378 -3.0928 -.0972 -2.9678 .0278 5.8972 8.8928 -4.9528 -1.9572 -10.4878 -7.4922 -10.3628 -7.3672 -8.8928 -5.8972 -5.7795 -2.4805 -5.6845 -2.3855 -5.0345 -1.7355 1.0705 4.3695 2.4805 5.7795 -1.5545 1.7445 -.9045 2.3945 5.2005 8.4995 2.3855 5.6845 -1.7445 1.5545 -.9995 2.2995 5.1055 8.4045 1.7355 5.0345 -2.3945 .9045 -2.2995 .9995 4.4555 7.7545 -4.3695 -1.0705 -8.4995 -5.2005 -8.4045 -5.1055 -7.7545 -4.4555 89 Lampiran 10. Tabel Hasil KLT Ekstrak Kloroform Dari hasil pengujian KLT setelah penyemprotan reagen spesifik didapatkan sejumlah noda dengan nilai Rf dan warna tertentu yang diamati dibawah sinar tampak dan UV 365 nm. Penampakan sejumlah noda dicocokkan warnanya dengan dasar teori dan hasil pengamatan KLT sebagai berikut: Reagen yang disemprotkan dan senyawa yang diuji Hasil Pengamatan Plat KLT Sinar Tampak Rf Warna Sinar UV 365 nm Ket Rf 0,02 0,04 0,06 0,02 Hijau muda Hijau coklat - 0,22 0,4 Hijau kekuningan - 0,06 Hijau kekuningan - 0,02 0,08 0,36 0,4 0,04 0,07 0,08 0,1 0,14 Coklat Hijau - 0,02 0,28 0,38 0,08 0,1 Kekuningan + Coklat Coklat kemerahan Coklat kehijauan Kekuningan Hijau + - 0,18 0,36 0,5 Hijau kehitaman - 0,02 Coklat - 0,04 Coklat muda - 0,08 0,09 0,1 0,14 0,18 0,04 0,08 0,09 0,16 0,22 0,3 0,42 Hijau muda Hijau Kehijauan + - Kecoklatan - Coklat Coklat muda Ungu Ungu kecoklatan Kecoklatan + - Hijau kecoklatan - Warna Ket Coklat - Coklat - Coklat muda Coklat tua - 0,44 Biru terang - 0,02 0,08 0,12 Coklat Coklat kemerahan Hijau + - 0,02 0,18 0,06 0,8 Coklat - Kecoklatan - hijau + 0,06 0,1 0,14 0,18 0,2 0,28 0,4 Coklat muda Coklat kehijauan Ungu Coklat kemerahan Biru terang + - Kemerahan - - Tanpa Reagen AlCl3 (Flavonoid) Dragendorf (Alkaloid) FeCl3 (Tanin dan Fenolat) Terpenoid Keterangan: Rf (-) : Retardation factor : Negatif senyawa uji (+): Positif senyawa uji 90 Lampiran 11. Foto Hasil Uji KLT Ekstrak Kloroform Pare Belut 1. Foto Hasil Uji KLT Ekstrak Kloroform Pare Belut a. Foto hasil KLT dengan Pengembang Heksana : Kloroform = 1 : 1 sebelum disemprot b. Fotohasil KLT dengan Pengembang Heksana : Kloroform = 1 : 1 setelah disemprot 91 Lampiran 12. Penentuan KHM Ampisilin Dari Tabel 1. Lampiran 14. didapatkan data sebagai berikut Tabel 1. Lampiran 14. Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin Konsentrasi mg/µL 1,5 .10-5 7,6.10-6 3,8.10-6 1,9.10-6 10-6 5.10-7 2,5.10-7 1,25.10-7 Diameter hambat (mm) E. coli B. subtilis 13,01 13,29 12,03 12,46 10,92 10,25 10,16 10,54 9,94 9,86 9,89 10,03 8,08 8,38 8,89 8,75 7,68 7,84 7,79 8,07 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 S. aureus 13,30 10,30 8,64 7,94 7,17 6,00 6,00 6,00 13,10 9,94 9,03 8,15 7,30 6,00 6,00 6,00 P. aeruginosa 13,49 10,22 9,11 7,51 6,00 6,00 6,00 6,00 13,03 10,02 9,48 7,16 6,00 6,00 6,00 6,00 KHM ditentukan dengan memilih konsentrasi terkecil ekstrak yang masih menghambat pertumbuhan bakteri uji, contoh pada bakteri B. subtilis konsentrasi 5.10-7mg/µL merupakan konsentrasi terkecil ampisilin yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditandai pada konsentrasi dibawahnya yaitu konsentrasi 2,5.10-7 mg/µL dan 1,25.10-7 mg/µL ampisilin sudah tidak menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis lagi. Sehingga KHM ampisilin untuk bakteri B. subtilis adalah 5.10-7mg/µL dan KHM ampisilin untuk semua bakteri uji sebagai berikut : Tabel 1. KHM Ampisilin Bakteri KHM E. coli 5.10-7 mg/µL B. subtilis 5.10-7mg/µL S. aureus 10-6mg/µL P. aeruginosa 1,9.10-6mg/µL 92 Lampiran 13. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi Ampisilin pada Masing-Masing Bakteri pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari tabel 1. Lampiran 12. dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No 1. 2. 3. 4. 5. Name DHSaur DHpaeru DHecol DHBsubtil Konsentrasi Type Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Label variabel DH (S.aureus) DH (P.aeruginosa) DH (E.coli) DH (B.subtilis) Konsentrasi Label value 1,00 = “1,5.10^ -5” 2,00 = “7,6.10^ -6” 3,00 = “3,8.10^ -6” 4,00 = “1,9.10^ -6” 5,00 = “10^ -6” 6,00 = “5.10^ -7” 7,00 = “2,5.10^ -7” 8,00 = “1,25.10^ -7” Data View DHSaur 13,30 13,10 10,30 9,94 8,64 9,03 7,94 8,15 7,17 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 DHpaeru 13,49 13,03 10,22 10,03 9,11 9,48 7,16 7,51 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 OUT PUT DATA DHecol 13,01 13,29 10,92 10,25 9,94 9,86 8,08 8,38 7,68 7,84 7,17 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 DHBsubtil Konsentrasi 12,03 1,00 12,46 1,00 10,16 2,00 10,54 2,00 9,89 3,00 10,03 3,00 8,89 4,00 8,75 4,00 7,79 5,00 8,07 5,00 7,18 6,00 7,27 6,00 6,00 7,00 6,00 7,00 6,00 8,00 6,00 8,00 93 Descriptives N DH (S.aureus) DH (P.aeruginosa) DH (E.coli) DH (B.subtilis) 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 Total 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 Total 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 Total 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 Total 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2 2 2 2 2 2 2 2 16 Mean 13,2000 10,1200 8,8350 8,0450 7,2350 6,0000 6,0000 6,0000 8,1794 13,2600 10,1250 9,2950 7,3350 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 8,0019 13,1500 10,5850 9,9000 8,2300 7,7600 7,2350 6,0000 6,0000 8,6075 12,2450 10,3500 9,9600 8,8200 7,9300 7,2250 6,0000 6,0000 8,5663 Std. Deviation ,14142 ,25456 ,27577 ,14849 ,09192 ,00000 ,00000 ,00000 2,44014 ,32527 ,13435 ,26163 ,24749 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 2,59305 ,19799 ,47376 ,05657 ,21213 ,11314 ,09192 ,00000 ,00000 2,38676 ,30406 ,26870 ,09899 ,09899 ,19799 ,06364 ,00000 ,00000 2,13575 Std. Error ,10000 ,18000 ,19500 ,10500 ,06500 ,00000 ,00000 ,00000 ,61004 ,23000 ,09500 ,18500 ,17500 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,64826 ,14000 ,33500 ,04000 ,15000 ,08000 ,06500 ,00000 ,00000 ,59669 ,21500 ,19000 ,07000 ,07000 ,14000 ,04500 ,00000 ,00000 ,53394 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 11,9294 14,4706 7,8329 12,4071 6,3573 11,3127 6,7108 9,3792 6,4091 8,0609 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,8791 9,4796 10,3376 16,1824 8,9179 11,3321 6,9444 11,6456 5,1114 9,5586 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,6201 9,3836 11,3711 14,9289 6,3284 14,8416 9,3918 10,4082 6,3241 10,1359 6,7435 8,7765 6,4091 8,0609 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 7,3357 9,8793 9,5132 14,9768 7,9358 12,7642 9,0706 10,8494 7,9306 9,7094 6,1511 9,7089 6,6532 7,7968 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 7,4282 9,7043 Minimum 13,10 9,94 8,64 7,94 7,17 6,00 6,00 6,00 6,00 13,03 10,03 9,11 7,16 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 13,01 10,25 9,86 8,08 7,68 7,17 6,00 6,00 6,00 12,03 10,16 9,89 8,75 7,79 7,18 6,00 6,00 6,00 Maximum 13,30 10,30 9,03 8,15 7,30 6,00 6,00 6,00 13,30 13,49 10,22 9,48 7,51 6,00 6,00 6,00 6,00 13,49 13,29 10,92 9,94 8,38 7,84 7,30 6,00 6,00 13,29 12,46 10,54 10,03 8,89 8,07 7,27 6,00 6,00 12,46 ANOVA DH (S.aureus) DH (P.aeruginosa) DH (E.coli) DH (B.subtilis) Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 89,123 ,191 89,314 100,605 ,254 100,858 85,116 ,333 85,449 68,194 ,228 68,421 df 7 8 15 7 8 15 7 8 15 7 8 15 Mean Square 12,732 ,024 F 532,296 Sig. ,000 14,372 ,032 453,469 ,000 12,159 ,042 292,031 ,000 9,742 ,028 342,575 ,000 94 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (S.aureus) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 3,08000* 4,36500* 5,15500* 5,96500* 7,20000* 7,20000* 7,20000* -3,08000* 1,28500* 2,07500* 2,88500* 4,12000* 4,12000* 4,12000* -4,36500* -1,28500* ,79000* 1,60000* 2,83500* 2,83500* 2,83500* -5,15500* -2,07500* -,79000* ,81000* 2,04500* 2,04500* 2,04500* -5,96500* -2,88500* -1,60000* -,81000* 1,23500* 1,23500* 1,23500* -7,20000* -4,12000* -2,83500* -2,04500* -1,23500* ,00000 ,00000 -7,20000* -4,12000* -2,83500* -2,04500* -1,23500* ,00000 ,00000 -7,20000* -4,12000* -2,83500* -2,04500* -1,23500* ,00000 ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 ,15466 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2,7234 3,4366 4,0084 4,7216 4,7984 5,5116 5,6084 6,3216 6,8434 7,5566 6,8434 7,5566 6,8434 7,5566 -3,4366 -2,7234 ,9284 1,6416 1,7184 2,4316 2,5284 3,2416 3,7634 4,4766 3,7634 4,4766 3,7634 4,4766 -4,7216 -4,0084 -1,6416 -,9284 ,4334 1,1466 1,2434 1,9566 2,4784 3,1916 2,4784 3,1916 2,4784 3,1916 -5,5116 -4,7984 -2,4316 -1,7184 -1,1466 -,4334 ,4534 1,1666 1,6884 2,4016 1,6884 2,4016 1,6884 2,4016 -6,3216 -5,6084 -3,2416 -2,5284 -1,9566 -1,2434 -1,1666 -,4534 ,8784 1,5916 ,8784 1,5916 ,8784 1,5916 -7,5566 -6,8434 -4,4766 -3,7634 -3,1916 -2,4784 -2,4016 -1,6884 -1,5916 -,8784 -,3566 ,3566 -,3566 ,3566 -7,5566 -6,8434 -4,4766 -3,7634 -3,1916 -2,4784 -2,4016 -1,6884 -1,5916 -,8784 -,3566 ,3566 -,3566 ,3566 -7,5566 -6,8434 -4,4766 -3,7634 -3,1916 -2,4784 -2,4016 -1,6884 -1,5916 -,8784 -,3566 ,3566 -,3566 ,3566 95 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (P.aeruginosa) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 3,13500* 3,96500* 5,92500* 7,26000* 7,26000* 7,26000* 7,26000* -3,13500* ,83000* 2,79000* 4,12500* 4,12500* 4,12500* 4,12500* -3,96500* -,83000* 1,96000* 3,29500* 3,29500* 3,29500* 3,29500* -5,92500* -2,79000* -1,96000* 1,33500* 1,33500* 1,33500* 1,33500* -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 -7,26000* -4,12500* -3,29500* -1,33500* ,00000 ,00000 ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 ,17803 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,002 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 1,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2,7245 3,5455 3,5545 4,3755 5,5145 6,3355 6,8495 7,6705 6,8495 7,6705 6,8495 7,6705 6,8495 7,6705 -3,5455 -2,7245 ,4195 1,2405 2,3795 3,2005 3,7145 4,5355 3,7145 4,5355 3,7145 4,5355 3,7145 4,5355 -4,3755 -3,5545 -1,2405 -,4195 1,5495 2,3705 2,8845 3,7055 2,8845 3,7055 2,8845 3,7055 2,8845 3,7055 -6,3355 -5,5145 -3,2005 -2,3795 -2,3705 -1,5495 ,9245 1,7455 ,9245 1,7455 ,9245 1,7455 ,9245 1,7455 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -7,6705 -6,8495 -4,5355 -3,7145 -3,7055 -2,8845 -1,7455 -,9245 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 -,4105 ,4105 96 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (E.coli) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 2,56500* 3,25000* 4,92000* 5,39000* 5,91500* 7,15000* 7,15000* -2,56500* ,68500* 2,35500* 2,82500* 3,35000* 4,58500* 4,58500* -3,25000* -,68500* 1,67000* 2,14000* 2,66500* 3,90000* 3,90000* -4,92000* -2,35500* -1,67000* ,47000 ,99500* 2,23000* 2,23000* -5,39000* -2,82500* -2,14000* -,47000 ,52500* 1,76000* 1,76000* -5,91500* -3,35000* -2,66500* -,99500* -,52500* 1,23500* 1,23500* -7,15000* -4,58500* -3,90000* -2,23000* -1,76000* -1,23500* ,00000 -7,15000* -4,58500* -3,90000* -2,23000* -1,76000* -1,23500* ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 ,20405 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,010 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,010 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,050 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,050 ,033 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,033 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2,0945 3,0355 2,7795 3,7205 4,4495 5,3905 4,9195 5,8605 5,4445 6,3855 6,6795 7,6205 6,6795 7,6205 -3,0355 -2,0945 ,2145 1,1555 1,8845 2,8255 2,3545 3,2955 2,8795 3,8205 4,1145 5,0555 4,1145 5,0555 -3,7205 -2,7795 -1,1555 -,2145 1,1995 2,1405 1,6695 2,6105 2,1945 3,1355 3,4295 4,3705 3,4295 4,3705 -5,3905 -4,4495 -2,8255 -1,8845 -2,1405 -1,1995 -,0005 ,9405 ,5245 1,4655 1,7595 2,7005 1,7595 2,7005 -5,8605 -4,9195 -3,2955 -2,3545 -2,6105 -1,6695 -,9405 ,0005 ,0545 ,9955 1,2895 2,2305 1,2895 2,2305 -6,3855 -5,4445 -3,8205 -2,8795 -3,1355 -2,1945 -1,4655 -,5245 -,9955 -,0545 ,7645 1,7055 ,7645 1,7055 -7,6205 -6,6795 -5,0555 -4,1145 -4,3705 -3,4295 -2,7005 -1,7595 -2,2305 -1,2895 -1,7055 -,7645 -,4705 ,4705 -7,6205 -6,6795 -5,0555 -4,1145 -4,3705 -3,4295 -2,7005 -1,7595 -2,2305 -1,2895 -1,7055 -,7645 -,4705 ,4705 97 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH (B.subtilis) LSD (I) Konsentrasi 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 (J) Konsentrasi 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 5.10^-7 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 2,5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 1,25.10^-7 1,5.10^-5 7,9.10^-6 3,6.10^-5 1,9.10^-5 10^-6 5.10^-7 2,5.10^-7 Mean Difference (I-J) 1,89500* 2,28500* 3,42500* 4,31500* 5,02000* 6,24500* 6,24500* -1,89500* ,39000* 1,53000* 2,42000* 3,12500* 4,35000* 4,35000* -2,28500* -,39000* 1,14000* 2,03000* 2,73500* 3,96000* 3,96000* -3,42500* -1,53000* -1,14000* ,89000* 1,59500* 2,82000* 2,82000* -4,31500* -2,42000* -2,03000* -,89000* ,70500* 1,93000* 1,93000* -5,02000* -3,12500* -2,73500* -1,59500* -,70500* 1,22500* 1,22500* -6,24500* -4,35000* -3,96000* -2,82000* -1,93000* -1,22500* ,00000 -6,24500* -4,35000* -3,96000* -2,82000* -1,93000* -1,22500* ,00000 *. The mean difference is significant at the .05 level. Std. Error ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 ,16863 Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,049 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,049 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,001 ,003 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 1,000 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1,5061 2,2839 1,8961 2,6739 3,0361 3,8139 3,9261 4,7039 4,6311 5,4089 5,8561 6,6339 5,8561 6,6339 -2,2839 -1,5061 ,0011 ,7789 1,1411 1,9189 2,0311 2,8089 2,7361 3,5139 3,9611 4,7389 3,9611 4,7389 -2,6739 -1,8961 -,7789 -,0011 ,7511 1,5289 1,6411 2,4189 2,3461 3,1239 3,5711 4,3489 3,5711 4,3489 -3,8139 -3,0361 -1,9189 -1,1411 -1,5289 -,7511 ,5011 1,2789 1,2061 1,9839 2,4311 3,2089 2,4311 3,2089 -4,7039 -3,9261 -2,8089 -2,0311 -2,4189 -1,6411 -1,2789 -,5011 ,3161 1,0939 1,5411 2,3189 1,5411 2,3189 -5,4089 -4,6311 -3,5139 -2,7361 -3,1239 -2,3461 -1,9839 -1,2061 -1,0939 -,3161 ,8361 1,6139 ,8361 1,6139 -6,6339 -5,8561 -4,7389 -3,9611 -4,3489 -3,5711 -3,2089 -2,4311 -2,3189 -1,5411 -1,6139 -,8361 -,3889 ,3889 -6,6339 -5,8561 -4,7389 -3,9611 -4,3489 -3,5711 -3,2089 -2,4311 -2,3189 -1,5411 -1,6139 -,8361 -,3889 ,3889 98 Lampiran 14. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri Ampisilin pada Masing-Masing Konsentrasi pada Uji Aktivitas Antibakteri Ampisilin. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5.) dan data dari tabel 1. Lampiran 14. dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 Name ampls15 ampls7.6 ampls3.8 ampls1.9 ampls1 ampls0.5 ampls0.25 Bakteri Type Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Label variabel DH amp 1,5.10^ -5 DH amp 7,6.10^ -6 DH amp 3,8.10^ -6 DH amp 1,9.10^ -6 DH amp 10^ -6 DH amp 5.10^ -7 DH amp 2,5.10^ -7 Bakteri .9. ampls0.125 Numeric 8.2 DH amp 1,25.10^ -7 Label value None None None None None None None 1,00 = “ S. aureus” 2,00 = “ P. aeruginosa” 3,00 = “ E. coli” 4,00 = “ B. subtilis” 5,00 = “ S. thypi” Data View ampls 15 13,01 13,29 12,03 12,46 13,30 13,10 13,49 13,03 ampls 7.6 10,92 10,25 10,16 10,54 10,30 9,94 10,22 10,02 ampls 3.8 9,94 9,86 9,89 10,03 8,64 9,03 9,11 9,48 ampls 1.9 8,08 8,38 8,89 8,75 7,94 8,15 7,51 7,16 ampls 1 8,08 8,38 7,79 8,07 7,17 7,30 6,00 6,00 ampls 0.5 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00 ampls 0.25 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Bakteri Ampls 0.125 3,00 6,00 3,00 6,00 4,00 6,00 4,00 6,00 1,00 6,00 1,00 6,00 2,00 6,00 2,00 6,00 99 OUT PUT DATA Descriptives N DH amp 1,5.10^ -5 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 7,6.10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 3,8.10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 1,9.10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 10^ -6 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 5.10^ -7 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 2,5.10^ -7 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total DH amp 1,25.10^ -7 S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis Total 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 Mean 13,2000 13,2600 13,1500 12,2450 12,9638 10,1200 10,1200 10,5850 10,3500 10,2938 8,8350 9,2950 9,9000 9,9600 9,4975 8,0450 7,3350 8,2300 8,8200 8,1075 7,2350 6,0000 8,2300 7,9300 7,3488 6,0000 6,0000 7,2350 7,2250 6,6150 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 Std. Deviation ,14142 ,32527 ,19799 ,30406 ,48509 ,25456 ,14142 ,47376 ,26870 ,31126 ,27577 ,26163 ,05657 ,09899 ,51674 ,14849 ,24749 ,21213 ,09899 ,58368 ,09192 ,00000 ,21213 ,19799 ,92472 ,00000 ,00000 ,09192 ,06364 ,65883 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 Std. Error ,10000 ,23000 ,14000 ,21500 ,17151 ,18000 ,10000 ,33500 ,19000 ,11005 ,19500 ,18500 ,04000 ,07000 ,18270 ,10500 ,17500 ,15000 ,07000 ,20636 ,06500 ,00000 ,15000 ,14000 ,32694 ,00000 ,00000 ,06500 ,04500 ,23293 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 ,00000 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 11,9294 14,4706 10,3376 16,1824 11,3711 14,9289 9,5132 14,9768 12,5582 13,3693 7,8329 12,4071 8,8494 11,3906 6,3284 14,8416 7,9358 12,7642 10,0335 10,5540 6,3573 11,3127 6,9444 11,6456 9,3918 10,4082 9,0706 10,8494 9,0655 9,9295 6,7108 9,3792 5,1114 9,5586 6,3241 10,1359 7,9306 9,7094 7,6195 8,5955 6,4091 8,0609 6,0000 6,0000 6,3241 10,1359 6,1511 9,7089 6,5757 8,1218 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,4091 8,0609 6,6532 7,7968 6,0642 7,1658 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 6,0000 Minimum 13,10 13,03 13,01 12,03 12,03 9,94 10,02 10,25 10,16 9,94 8,64 9,11 9,86 9,89 8,64 7,94 7,16 8,08 8,75 7,16 7,17 6,00 8,08 7,79 6,00 6,00 6,00 7,17 7,18 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Maximum 13,30 13,49 13,29 12,46 13,49 10,30 10,22 10,92 10,54 10,92 9,03 9,48 9,94 10,03 10,03 8,15 7,51 8,38 8,89 8,89 7,30 6,00 8,38 8,07 8,38 6,00 6,00 7,30 7,27 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 100 ANOVA DH amp 1,5.10^ -5 DH amp 7,6.10^ -6 DH amp 3,8.10^ -6 DH amp 1,9.10^ -6 DH amp 10^ -6 DH amp 5.10^ -7 DH amp 2,5.10^ -7 DH amp 1,25.10^ -7 Sum of Squares 1,390 ,257 1,647 ,297 ,381 ,678 1,712 ,157 1,869 2,247 ,138 2,385 5,893 ,093 5,986 3,026 ,012 3,038 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total df 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 Mean Square ,463 ,064 F 7,197 Sig. ,043 ,099 ,095 1,037 ,466 ,571 ,039 14,490 ,013 ,749 ,035 21,691 ,006 1,964 ,023 84,807 ,000 1,009 ,003 322,763 ,000 ,000 ,000 . . ,000 ,000 . . Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 1,5.10^ -5 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference (I-J) Std. Error -,06000 ,25370 ,05000 ,25370 ,95500* ,25370 ,06000 ,25370 ,11000 ,25370 1,01500* ,25370 -,05000 ,25370 -,11000 ,25370 ,90500* ,25370 -,95500* ,25370 -1,01500* ,25370 -,90500* ,25370 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,825 ,853 ,020 ,825 ,687 ,016 ,853 ,687 ,023 ,020 ,016 ,023 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,7644 ,6444 -,6544 ,7544 ,2506 1,6594 -,6444 ,7644 -,5944 ,8144 ,3106 1,7194 -,7544 ,6544 -,8144 ,5944 ,2006 1,6094 -1,6594 -,2506 -1,7194 -,3106 -1,6094 -,2006 101 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 7,6.10^ -6 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference (I-J) ,00000 -,46500 -,23000 ,00000 -,46500 -,23000 ,46500 ,46500 ,23500 ,23000 ,23000 -,23500 Std. Error ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 ,30881 Sig. 1,000 ,207 ,498 1,000 ,207 ,498 ,207 ,207 ,489 ,498 ,498 ,489 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,8574 ,8574 -1,3224 ,3924 -1,0874 ,6274 -,8574 ,8574 -1,3224 ,3924 -1,0874 ,6274 -,3924 1,3224 -,3924 1,3224 -,6224 1,0924 -,6274 1,0874 -,6274 1,0874 -1,0924 ,6224 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 3,8.10^ -6 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference (I-J) Std. Error -,46000 ,19843 -1,06500* ,19843 -1,12500* ,19843 ,46000 ,19843 -,60500* ,19843 -,66500* ,19843 1,06500* ,19843 ,60500* ,19843 -,06000 ,19843 1,12500* ,19843 ,66500* ,19843 ,06000 ,19843 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,081 ,006 ,005 ,081 ,038 ,029 ,006 ,038 ,777 ,005 ,029 ,777 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1,0109 ,0909 -1,6159 -,5141 -1,6759 -,5741 -,0909 1,0109 -1,1559 -,0541 -1,2159 -,1141 ,5141 1,6159 ,0541 1,1559 -,6109 ,4909 ,5741 1,6759 ,1141 1,2159 -,4909 ,6109 102 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 1,9.10^ -6 LSD Mean Difference (I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error S.aureus P.aeruginosa ,71000* ,18581 E.coli -,18500 ,18581 B.subtilis -,77500* ,18581 P.aeruginosa S.aureus -,71000* ,18581 E.coli -,89500* ,18581 B.subtilis -1,48500* ,18581 E.coli S.aureus ,18500 ,18581 P.aeruginosa ,89500* ,18581 B.subtilis -,59000* ,18581 B.subtilis S.aureus ,77500* ,18581 P.aeruginosa 1,48500* ,18581 E.coli ,59000* ,18581 Sig. ,019 ,376 ,014 ,019 ,009 ,001 ,376 ,009 ,034 ,014 ,001 ,034 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,1941 1,2259 -,7009 ,3309 -1,2909 -,2591 -1,2259 -,1941 -1,4109 -,3791 -2,0009 -,9691 -,3309 ,7009 ,3791 1,4109 -1,1059 -,0741 ,2591 1,2909 ,9691 2,0009 ,0741 1,1059 *. The mean difference is significant at the .05 level. Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 10^ -6 LSD Mean Difference (I) Bakteri (J) Bakteri (I-J) Std. Error S.aureus P.aeruginosa 1,23500* ,15219 E.coli -,99500* ,15219 B.subtilis -,69500* ,15219 P.aeruginosa S.aureus -1,23500* ,15219 E.coli -2,23000* ,15219 B.subtilis -1,93000* ,15219 E.coli S.aureus ,99500* ,15219 P.aeruginosa 2,23000* ,15219 B.subtilis ,30000 ,15219 B.subtilis S.aureus ,69500* ,15219 P.aeruginosa 1,93000* ,15219 E.coli -,30000 ,15219 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. ,001 ,003 ,010 ,001 ,000 ,000 ,003 ,000 ,120 ,010 ,000 ,120 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound ,8124 1,6576 -1,4176 -,5724 -1,1176 -,2724 -1,6576 -,8124 -2,6526 -1,8074 -2,3526 -1,5074 ,5724 1,4176 1,8074 2,6526 -,1226 ,7226 ,2724 1,1176 1,5074 2,3526 -,7226 ,1226 103 Multiple Comparisons Dependent Variable: DH amp 5.10^ -7 LSD (I) Bakteri S.aureus P.aeruginosa E.coli B.subtilis (J) Bakteri P.aeruginosa E.coli B.subtilis S.aureus E.coli B.subtilis S.aureus P.aeruginosa B.subtilis S.aureus P.aeruginosa E.coli Mean Difference (I-J) Std. Error ,00000 ,05590 -1,23500* ,05590 -1,22500* ,05590 ,00000 ,05590 -1,23500* ,05590 -1,22500* ,05590 1,23500* ,05590 1,23500* ,05590 ,01000 ,05590 1,22500* ,05590 1,22500* ,05590 -,01000 ,05590 *. The mean difference is significant at the .05 level. Sig. 1,000 ,000 ,000 1,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,867 ,000 ,000 ,867 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,1552 ,1552 -1,3902 -1,0798 -1,3802 -1,0698 -,1552 ,1552 -1,3902 -1,0798 -1,3802 -1,0698 1,0798 1,3902 1,0798 1,3902 -,1452 ,1652 1,0698 1,3802 1,0698 1,3802 -,1652 ,1452 104 Lampiran 15. Hasil Pengujian Penetapan KHM Ekstrak Kloroform Tabel 1. Hasil Pengujian Penetapan KHM Ekstrak Kloroform Konsentrasi mg/µL Diameter hambat (mm) E. coli B. subtilis χ1 χ2 χ1 χ2 0,01 8,72 8,55 9,00 8,73 0,005 7,93 8,50 7,73 8,50 0,0025 7,70 8,10 7,67 7,80 0,00125 6,68 7,09 7,36 7,14 0,000625 6,00 6,00 6,00 6,00 Keterangan Gambar 5 Gambar 6 Keterangan : diameter lubang = 6 mm S. aureus χ1 χ2 9,19 9,49 7,88 8,14 7,71 7,28 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 7 P. aeruginosa χ1 χ2 8,20 8,42 7,38 7,94 7,38 7,25 7,73 7,65 6,00 6,00 Gambar 8 Dari tabel 2. dapat disimpulkan bahwa KHM ekstrak kloroform adalah 0,00125 mg/µL atau berat sampel 0,025 mg/lubang untuk bakteri E. coli, B. subtilis dan P. aeruginosa, sedangkan terhadap S. aureus ekstrak kloroform mempunyai KHM 0,0025 mg/µL atau berat sampel 0, 5 mg/lubang. Gambar Salah Satu Uji KHM Ekstrak Kloroform (pada gambar tertera konsentrasi 1% yang sama dengan 0,01 mg/µL dan berlaku untuk semua konsentrasi) Gambar 5 Gambar 6 105 Gambar 7 Gambar 8 Keterangan Gambar : Konsentrasi sampel yang dimasukkan ke dalam lubang (searah jarum jam) adalah 1%, 0,0625%, 0,5%, 0,25% dan 0,125% yang setara dengan berat sampel 0,01 mg/µL, 0,000625 mg/µL, 0,005 mg/µL, 0,00025 mg/µL dan 0,00125 mg/µL dan lubang yang berada di tengah diisi dengan DMSO 106 Lampiran 16. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Bakteri pada MasingMasing Konsentrasi ekstrak pada Penentuan KHM Ekstrak Kloroform. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari tabel 2. Lampiran 10. dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View No 1. Name K 0,01 Type Numeric 8.2 2. K 0,005 Numeric 8.2 3. K 0,0025 Numeric 8.2 4. K 0,00125 Numeric 8.2 5. K 0,000625 Numeric 8.2 Bakteri Numeric 8.2 Label variabel Diameter hambat kloroform 1.10-2 mg/mikro L Diameter hambat kloroform 5.10-3 mg/mikro L Diameter hambat kloroform 2,5.10-3 mg/mikro L Diameter hambat kloroform 1,25.10-3 mg/mikro L Diameter hambat kloroform 6,25.10-4 mg/mikro L Bakteri Data View K 1.10-2 K 5.10-3 K 2,5.10-3 K 1,25.109.19 9.49 8.20 8.42 8.72 8.55 9.00 8.73 7.88 8.14 7.38 7.94 7.93 8.50 7.73 8.50 7.71 7.28 7.38 7.25 7.70 8.10 7.67 7.80 Label value None None None None None 1,00 = “ S. aureus” 2,00 = “ P. aeruginosa” 3,00 = “ E. coli” 4,00 = “ B. subtilis” K Bakteri 6,25.10- 3 4 6.00 6.00 7.21 7.26 7.60 6.88 7.22 7.73 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 4.00 4.00 107 OUT PUT DATA Descriptives N Diameter hambat kloroform 0.01mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 005mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 0025mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 00125mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 000625mg/mikroL 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 7.4341 11.2459 6.9123 9.7077 7.5550 9.7150 7.1497 10.5803 8.4349 9.1401 6.3582 9.6618 4.1023 11.2177 4.5937 11.8363 3.2231 13.0069 7.6840 8.3160 4.7632 10.2268 6.4891 8.1409 5.3588 10.4412 6.9091 8.5609 7.3687 7.8538 6.0000 6.0000 6.9173 7.5527 2.6658 11.8142 S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Total S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Total S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Total S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 2 8 2 2 2 Mean 9.3400 8.3100 8.6350 8.8650 8.7875 8.0100 7.6600 8.2150 8.1150 8.0000 7.4950 7.3150 7.9000 7.7350 7.6113 6.0000 7.2350 7.2400 Std. Deviation .21213 .15556 .12021 .19092 .42176 .18385 .39598 .40305 .54447 .37793 .30406 .09192 .28284 .09192 .29014 .00000 .03536 .50912 Std. Error .15000 .11000 .08500 .13500 .14911 .13000 .28000 .28500 .38500 .13362 .21500 .06500 .20000 .06500 .10258 .00000 .02500 .36000 Minimum 9.19 8.20 8.55 8.73 8.20 7.88 7.38 7.93 7.73 7.38 7.28 7.25 7.70 7.67 7.25 6.00 7.21 6.88 Maximum 9.49 8.42 8.72 9.00 9.49 8.14 7.94 8.50 8.50 8.50 7.71 7.38 8.10 7.80 8.10 6.00 7.26 7.60 2 7.4750 .36062 .25500 4.2349 Total 8 6.9875 .66183 .23399 6.4342 10.7151 7.22 7.73 7.5408 6.00 S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Total 2 2 2 2 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 .00000 7.73 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 8 6.0000 .00000 .00000 6.0000 6.0000 6.00 6.00 ANOVA Diameter hambat kloroform 0.01mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 005mg/mikroL Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Diameter hambat kloroform 0. 0025mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 00125mg/mikroL Diameter hambat kloroform 0. 000625mg/mikroL Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 1.125 .120 1.245 .350 df 3 4 7 3 .650 4 1.000 7 .400 .189 3 4 .589 7 2.676 .391 3.066 .000 .000 .000 3 4 7 3 4 7 Mean Square .375 .030 F 12.490 Sig. .017 .117 .719 .591 .133 .047 2.816 .171 .892 .098 9.136 .029 .000 .000 . . .162 108 Multiple Comparisons LSD Dependent Variable Diameter hambat kloroform 0.01mg/mikroL (I) Bakteri S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Diameter hambat kloroform 0. 005mg/mikroL S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Diameter hambat kloroform 0. 0025mg/mikroL S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis Diameter hambat kloroform 0. 00125mg/mikroL S. aureus P. aeruginosa E. coli B. subtilis (J) Bakteri P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. aureus E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa B. subtilis S. aureus P. aeruginosa E. coli P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. aureus E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa B. subtilis S. aureus P. aeruginosa E. coli P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. aureus E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa B. subtilis S. aureus P. aeruginosa E. coli P. aeruginosa E. coli B. subtilis S. aureus E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa B. subtilis S. aureus P. aeruginosa E. coli *. The mean difference is significant at the .05 level. Mean Difference (I-J) Std. Error 1.03000* .17328 .70500* .17328 .47500 .17328 -1.03000* .17328 -.32500 .17328 -.55500* .17328 -.70500* .17328 .32500 .17328 -.23000 .17328 -.47500 .17328 .55500* .17328 .23000 .17328 .35000 .40296 -.20500 .40296 -.10500 .40296 -.35000 .40296 -.55500 .40296 -.45500 .40296 .20500 .40296 .55500 .40296 .10000 .40296 .10500 .40296 .45500 .40296 -.10000 .40296 .18000 .21757 -.40500 .21757 -.24000 .21757 -.18000 .21757 -.58500 .21757 -.42000 .21757 .40500 .21757 .58500 .21757 .16500 .21757 .24000 .21757 .42000 .21757 -.16500 .21757 -1.23500* .31245 -1.24000* .31245 -1.47500* .31245 1.23500* .31245 -.00500 .31245 -.24000 .31245 1.24000* .31245 .00500 .31245 -.23500 .31245 1.47500* .31245 .24000 .31245 .23500 .31245 Sig. .004 .015 .052 .004 .134 .033 .015 .134 .255 .052 .033 .255 .434 .638 .807 .434 .240 .322 .638 .240 .816 .807 .322 .816 .455 .136 .332 .455 .055 .126 .136 .055 .490 .332 .126 .490 .017 .017 .009 .017 .988 .485 .017 .988 .494 .009 .485 .494 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .5489 1.5111 .2239 1.1861 -.0061 .9561 -1.5111 -.5489 -.8061 .1561 -1.0361 -.0739 -1.1861 -.2239 -.1561 .8061 -.7111 .2511 -.9561 .0061 .0739 1.0361 -.2511 .7111 -.7688 1.4688 -1.3238 .9138 -1.2238 1.0138 -1.4688 .7688 -1.6738 .5638 -1.5738 .6638 -.9138 1.3238 -.5638 1.6738 -1.0188 1.2188 -1.0138 1.2238 -.6638 1.5738 -1.2188 1.0188 -.4241 .7841 -1.0091 .1991 -.8441 .3641 -.7841 .4241 -1.1891 .0191 -1.0241 .1841 -.1991 1.0091 -.0191 1.1891 -.4391 .7691 -.3641 .8441 -.1841 1.0241 -.7691 .4391 -2.1025 -.3675 -2.1075 -.3725 -2.3425 -.6075 .3675 2.1025 -.8725 .8625 -1.1075 .6275 .3725 2.1075 -.8625 .8725 -1.1025 .6325 .6075 2.3425 -.6275 1.1075 -.6325 1.1025 Lampiran 17. Analisa One Way ANOVA Pengaruh Variasi Konsentrasi ekstrak pada Masing-Masing Bakteri pada Penentuan KHM Ekstrak Kloroform. Analisa data dilakukan seperti pada analisa one way ANOVA pengaruh variasi bakteri pada masing-masing berat sampel ekstrak metanol (Lampiran 5) dan data dari tabel 2. Lampiran 10. dimasukan sebagai berikut : IN PUT DATA Variable View N o 1. 2. 3. 4. 5. Name Type Label variabel Label value Dhsaur Dhpaeru Dhecoli Dhbsubtil Konsent Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 Numeric 8.2 DH S.aureus DH P.aeruginosa DH E.coli DH B.subtilis Konsentrasi None None None None 1,00 = 2,00 = 3,00 = 4,00 = 5,00 = Data View Dhsaur Dhpaeru 9.19 8.20 9.49 8.42 7.88 7.38 8.14 7.94 7.71 7.38 7.28 7.25 6.00 7.21 6.00 7.26 6.00 6.00 6.00 6.00 Dhecoli 8.72 8.55 7.93 8.50 7.70 8.10 7.60 6.88 6.00 6.00 Dhbsubtil 9.00 8.73 7.73 8.50 7.67 7.80 7.22 7.73 6.00 6.00 109 Konsent 1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 4.00 4.00 5.00 5.00 “0,01” “0,005 ” “0,0025” “0,00125” “0,000625” 110 OUT PUT DATA Descriptives N DH S. aureus DH P. aeruginosa DH E. coli DH B. subtilis 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 Total 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 Total 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 Total 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 Total 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 10 Mean 9.3400 8.0100 7.4950 6.0000 6.0000 7.3690 8.3100 7.6600 7.3150 7.2350 6.0000 7.3040 8.6350 8.2150 7.9000 7.2400 6.0000 7.5980 8.8650 8.1150 7.7350 7.4750 6.0000 7.6380 Std. Deviation .21213 .18385 .30406 .00000 .00000 1.34541 .15556 .39598 .09192 .03536 .00000 .80821 .12021 .40305 .28284 .50912 .00000 .99856 .19092 .54447 .09192 .36062 .00000 1.02065 Std. Error .15000 .13000 .21500 .00000 .00000 .42546 .11000 .28000 .06500 .02500 .00000 .25558 .08500 .28500 .20000 .36000 .00000 .31577 .13500 .38500 .06500 .25500 .00000 .32276 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 7.4341 11.2459 6.3582 9.6618 4.7632 10.2268 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.4066 8.3314 6.9123 9.7077 4.1023 11.2177 6.4891 8.1409 6.9173 7.5527 6.0000 6.0000 6.7258 7.8822 7.5550 9.7150 4.5937 11.8363 5.3588 10.4412 2.6658 11.8142 6.0000 6.0000 6.8837 8.3123 7.1497 10.5803 3.2231 13.0069 6.9091 8.5609 4.2349 10.7151 6.0000 6.0000 6.9079 8.3681 Minimum 9.19 7.88 7.28 6.00 6.00 6.00 8.20 7.38 7.25 7.21 6.00 6.00 8.55 7.93 7.70 6.88 6.00 6.00 8.73 7.73 7.67 7.22 6.00 6.00 Maximum 9.49 8.14 7.71 6.00 6.00 9.49 8.42 7.94 7.38 7.26 6.00 8.42 8.72 8.50 8.10 7.60 6.00 8.72 9.00 8.50 7.80 7.73 6.00 9.00 ANOVA DH S. aureus DH P. aeruginosa DH E. coli DH B. subtilis Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 16.120 .171 16.291 5.688 .191 5.879 8.458 .516 8.974 8.904 .471 9.376 df 4 5 9 4 5 9 4 5 9 4 5 9 Mean Square 4.030 .034 F 117.663 Sig. .000 1.422 .038 37.285 .001 2.115 .103 20.486 .003 2.226 .094 23.611 .002 111 Multiple Comparisons LSD Dependent Variable DH S. aureus (I) Konsentrasi 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 DH P. aeruginosa 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 DH E. coli 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 DH B. subtilis 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 (J) Konsentrasi 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.00125 0.005 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.0025 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.00125 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.000625 0.01 0.005 0.0025 0.00125 *. The mean difference is significant at the .05 level. Mean Difference (I-J) 1.33000* 1.84500* 3.34000* 3.34000* -1.33000* .51500* 2.01000* 2.01000* -1.84500* -.51500* 1.49500* 1.49500* -3.34000* -2.01000* -1.49500* .00000 -3.34000* -2.01000* -1.49500* .00000 .65000* .99500* 1.07500* 2.31000* -.65000* .34500 .42500 1.66000* -.99500* -.34500 .08000 1.31500* -1.07500* -.42500 -.08000 1.23500* -2.31000* -1.66000* -1.31500* -1.23500* .42000 .73500 1.39500* 2.63500* -.42000 .31500 .97500* 2.21500* -.73500 -.31500 .66000 1.90000* -1.39500* -.97500* -.66000 1.24000* -2.63500* -2.21500* -1.90000* -1.24000* .75000 1.13000* 1.39000* 2.86500* -.75000 .38000 .64000 2.11500* -1.13000* -.38000 .26000 1.73500* -1.39000* -.64000 -.26000 1.47500* -2.86500* -2.11500* -1.73500* -1.47500* Std. Error .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .18507 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .19529 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .32128 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 .30705 Sig. .001 .000 .000 .000 .001 .039 .000 .000 .000 .039 .000 .000 .000 .000 .000 1.000 .000 .000 .000 1.000 .021 .004 .003 .000 .021 .138 .082 .000 .004 .138 .699 .001 .003 .082 .699 .001 .000 .000 .001 .001 .248 .071 .007 .000 .248 .372 .029 .001 .071 .372 .095 .002 .007 .029 .095 .012 .000 .001 .002 .012 .058 .014 .006 .000 .058 .271 .092 .001 .014 .271 .436 .002 .006 .092 .436 .005 .000 .001 .002 .005 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .8543 1.8057 1.3693 2.3207 2.8643 3.8157 2.8643 3.8157 -1.8057 -.8543 .0393 .9907 1.5343 2.4857 1.5343 2.4857 -2.3207 -1.3693 -.9907 -.0393 1.0193 1.9707 1.0193 1.9707 -3.8157 -2.8643 -2.4857 -1.5343 -1.9707 -1.0193 -.4757 .4757 -3.8157 -2.8643 -2.4857 -1.5343 -1.9707 -1.0193 -.4757 .4757 .1480 1.1520 .4930 1.4970 .5730 1.5770 1.8080 2.8120 -1.1520 -.1480 -.1570 .8470 -.0770 .9270 1.1580 2.1620 -1.4970 -.4930 -.8470 .1570 -.4220 .5820 .8130 1.8170 -1.5770 -.5730 -.9270 .0770 -.5820 .4220 .7330 1.7370 -2.8120 -1.8080 -2.1620 -1.1580 -1.8170 -.8130 -1.7370 -.7330 -.4059 1.2459 -.0909 1.5609 .5691 2.2209 1.8091 3.4609 -1.2459 .4059 -.5109 1.1409 .1491 1.8009 1.3891 3.0409 -1.5609 .0909 -1.1409 .5109 -.1659 1.4859 1.0741 2.7259 -2.2209 -.5691 -1.8009 -.1491 -1.4859 .1659 .4141 2.0659 -3.4609 -1.8091 -3.0409 -1.3891 -2.7259 -1.0741 -2.0659 -.4141 -.0393 1.5393 .3407 1.9193 .6007 2.1793 2.0757 3.6543 -1.5393 .0393 -.4093 1.1693 -.1493 1.4293 1.3257 2.9043 -1.9193 -.3407 -1.1693 .4093 -.5293 1.0493 .9457 2.5243 -2.1793 -.6007 -1.4293 .1493 -1.0493 .5293 .6857 2.2643 -3.6543 -2.0757 -2.9043 -1.3257 -2.5243 -.9457 -2.2643 -.6857 112 Lampiran 18. Hasil Pengujian Penentuan Nilai Banding Ekstrak Kloroform terhadap Ampisilin Untuk menentukan nilai banding maka dilakukan uji antibakteri ampisilin dengan berbagai konsentrasi dan hasil uji sebagai berikut : Tabel 1. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ampisilin Konsentrasi mg/µL 1,5 .10-5 7,6.10-6 3,8.10-6 1,9.10-6 10-6 5.10-7 2,5.10-7 1,25.10-7 Keterangan Diameter hambat (mm) E. coli B. subtilis 13,01 13,29 12,03 12,46 10,92 10,25 10,16 10,54 9,94 9,86 9,89 10,03 8,08 8,38 8,89 8,75 7,68 7,84 7,79 8,07 7,17 7,30 7,18 7,27 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 1 Gambar 3 dan gambar 2 dan gambar 4 S. aureus P. aeruginosa 13,30 13,10 10,30 9,94 8,64 9,03 7,94 8,15 7,17 7,30 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 5 dan gambar 6 13,49 13,03 10,22 10,02 9,11 9,48 7,51 7,16 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Gambar 7 dan gambar 8 Gambar Salah Satu uji Aktivitas antibakteri ampisilin (pada gambar tertera konsentrasi 15 ppm yang sama dengan 1,5 .10-5 mg/µL dan berlaku untuk semua konsentrasi) a. Bakteri E. coli. Gambar 1 Gambar 2 113 b. Bakteri B. subtilis. Gambar 3 Gambar 4 c. Bakteri S. auerus. Gambar 5 Gambar 6 d. Bakteri P. aeruginosa. Gambar 7 Gambar 8 114 Uji penentuan nilai banding dilakukan bersamaan dengan ekstrak kloroform dengan konsentrasi 0,01 mg/µL. Hasil pengujian sebagai berikut : Tabel 2.Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kloroform Konsentrasi Ekstrak Kloroform 0,01 mg/µL E. coli 8,49 8,62 Diameter hambat (mm) B. subtilis S. aureus 8,71 8,21 9,05 8,89 P. aeruginosa 8,73 8,34 115 Lampiran 19. Perhitungan Nilai Banding Untuk menghitung nilai banding ekstrak terlebih dahulu dilakukan perhitungan rata-rata diameter hambat dan logaritma konsentrasi sampel dari pengujian aktivitas antibakteri ampisilin (data dari Tabel 1. Lampiran 14.). Hasil perhitungan diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Perhitungan Rata-Rata Diameter Hambat dan Logaritma Konsentrasi Sampel Bakteri Logaritma Konsentrasi Rata-Rata Diameter (mg/µL) Hambat (mm) -4,823908741 -5,119186408 -5,420216403 -5,721246399 -6 -6,301029996 -6,602059991 -4,823908741 B. subtilis -5,119186408 -5,420216403 -5,721246399 -6 -6,301029996 -6,602059991 -4,823908741 S. aureus -5,119186408 -5,420216403 -5,721246399 -6 -6,301029996 -4,823908741 P. aeruginosa -5,119186408 -5,420216403 -5,721246399 -6 Keterangan: data yang diambil pada masing-masing bakteri E. coli diameter hambat 6 mm yang pertama. 13,15 10,59 9,91 8,23 7,76 7,24 6 12,25 10,35 9,96 8,82 7,93 7,23 6 13,2 10,12 8,84 8,05 7,24 6 13,26 10,12 9,30 7,34 6 sampai rata-rata 116 Dari tabel 1 dibuat grafik standart konsentrasi ampisilin dengan ratarata diameter hambat untuk masing-masing bakteri dengan cara memplotkan sumbu-X dengan logaritma konsentrasi Ampisilin dan sumbu-Y dengan rata-rata diameter hambat, didapatkan grafik standart dan persamaan garis sebagai berikut : Rata-Rata Diameter Hambat (mm) Grafik 1. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/µL) dengan Rata-Rata Diameter hambat (mm) untuk bakteri E. coli 40 35 y = 3,66x + 29,90 2 R = 0,94 30 25 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 Rata-Rata Diameter Hambat (mm) Log konsentrasi (mg/mikro L) Grafik 2. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/µL) dengan Rata-Rata Diameter hambat (mm) untuk bakteri B. subtilis 35 30 25 y = 3,26x + 27,58 2 R = 0,98 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 Log Konse ntrasi (mg/mikro L) 0 Rata-Rata Diameter Hambat (mm) 117 Grafik 3. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/µL) dengan Rata-Rata Diameter hambat (mm) untuk bakteri S. aureus 40 35 30 y = 4,40x + 33,41 2 R = 0,93 25 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 2 Log Konsentrasi (mg/mikro L) Rata-Rata Diameter Hambat Grafik 4. Standart Konsentrasi Ampisilin (mg/µL) dengan Rata-Rata Diameter hambat (mm) untuk bakteri P. aeruginosa 45 40 35 (mm) y = 5,86x + 40,94 2 R = 0,96 30 25 20 15 10 5 0 -8 -6 -4 -2 0 Log Konsentrasi (mg/mikro L) 2 118 Persamaan garis linear yang didapatkan dari grafik standart untuk selanjutnya digunakan untuk perhitungan nilai banding dan didapat persamaan garis untuk masing-masing bakteri sebagai berikut : Tabel 2. Persamaan garis untuk masing-masing bakteri Bakteri Persamaan garis E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa y=3,66x+29,90 y=3,26x+27,58 y=4,40x+33,41 y=5,86x+40,94 Dari persamaan garis yang didapat digunakan untuk menghitung konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan konsentrasi ampisilin. Perhitungan dengan memplotkan rata-rata diameter hambat ekstrak kloroform konsentrasi 0,01 mg/µL ke persamaan garis untuk masing-masing bakteri. Ratarata diameter hambat ekstrak kloroform didapatkan dari data uji banding ekstrak kloroform (data dari Tabel 2. Lampiran ) yang nilainya sebagai berikut : Tabel 3. Rata-Rata Diameter Hambat Ekstrak Kloroform Konsentrasi 0,01 mg/µL Konsentrasi Diameter hambat (mm) ekstrak E.coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa kloroform 0,01 mg/µL 8,56±0,09 8,46±0,35 8,97±0,11 8,54±0,28 Perhitungan konsentrasi kloroform yang setara dengan ampisilin untuk masing-masing bakteri sebagai berikut : Persamaam garis pada masing-masing bakteri secara umum adalah y = Bx + A Keterangan x: Logaritma konsentrasi ampisilin y: Rata-rata diameter hambat Untuk menghitung konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin yaitu dengan menganti nilai y dengan rata-rata diameter hambat ekstrak kloroform dan mencari nilai x, setelah nilai x didapatkan dicari antilognya untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak yang setara dengan ampisilin. 119 Contoh perhitungan untuk bakteri E. coli : Persamaan garis untuk bakteri E. coli. : y = 3,66 x + 29,90 Rata-rata diameter hambat ekstrak kloroform untuk bakteri E. coli : 8,56 mm Sehingga perhitungannya sebagai berikut : y = 3,66 x + 29,90 y - 29,90 3,66 8,56 - 29,90 x= 3,66 x = -5,831 x= anti log x = 1,477.10 -6 Konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin 1,477.10-6 mg/µL. Konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin untuk masing-masing bakteri sebagai berikut : Tabel 4. Konsentrasi Ekstrak Kloroform yang Setara dengan Ampisilin Konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin E.coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa -6 -6 -6 1,477.10 1,364.10 2,789.10 2,958.10-5 mg/µL mg/µL mg/µL mg/µL Setelah didapatkan konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin maka dilakukan perhitungan nilai banding dengan rumus : Nilai Banding = Konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin ´ 100 % konsentrasi ekstrak kloroform yang sebenarnya Contoh perhitungan nilai banding untuk bakteri E. coli : Konsentrasi ekstrak kloroform yang setara dengan ampisilin = 1,477.10-6 mg/µL Konsentrasi ekstrak yang sebenarnya = 0,1 mg/µL Perhitungan : Nilai banding = 1,477.10 -6 mg 0,01 mg mL mL ´ 100 % = 0,015 % 120 Dan Nilai banding ekstrak kloroform terhadap ampisilin untuk bakteri E. coli adalah 0,015 %. Hasil perhitungan nilai banding ekstrak kloroform terhadap ampisilin untuk masing-masing bakteri sebagai berikut : Tabel 4. Nilai Banding Ekstrak Kloroform terhadap Ampisilin Nilai banding ekstrak kloroform terhadap ampisilin E. coli B. subtilis S. aureus P. aeruginosa 0,015 % 0,014 % 0,028 % 0,030 %