77 PRESISI KATA DAN MAKNA DALAM KUMPULAN PUISI JANTUNG LEBAH RATU KARYA NIRWAN DEWANTO ANALISIS TEKSTUAL Oleh M. Helmi, S.Pd. PENDAHULUAN kematian para penyair, yang dengan kata- Dialektika sajak yang ditulis oleh Subagio Sastrowardoyo sebagai bentuk tersebut penguatan kata kembali menjelmakan kehidupan. lahir mengenal Perpuisan seterusnya, Indonesia hingga demikianlah terus bergerak puisi. Mengingat substansi puisi sarat mencapai satu titik kemutlakan untuk dengan terjun menjadi kenyataan khazanah sastra misteri pengandaian sebagai yang bentuk-bentuk berpusat pada manusia itu sendiri. Misteri bukan teks yang hidup pada takaran sastra modern dalam kualitas. yang yatim piatu dari antroposentrisme, Sejalan dengan perkembangan, yang wujudnya dianggap memperlihatkan pada masanya puisi dikukuhkan sebagai diri pada kreativitas. Puisi seperti media abstraksi yang mencari kekhususan untuk melihat dibangun dari rentang jarak antara rahasia yang umum, yang berkesan personal dan dan subjektif (Darmanto, 1982), sehingga dari yang sublim. Tanpa intervensi makna kata dalamnya imaji muncul atau bermunculan secara langsung. Janus Mukri Adi (dalam bebas. realitas penyampaian tanpa batas keinginan yang semesta Tentunya imaji yang yang Kompas, 1971) jauh sebelumnya telah adalah daya pikir yang menyatakan bahwa fungsi kerahasiaan dibebaskan dari konsep, dari tertib yang tersebut sebagai petajaman intuisi dan diatur oleh rencana pikiran, yang tidak persepsi. Jika dilanjutkan, maka apa yang berperan sebagai lambang tetapi mandiri disampaikan Suminto A. Sayuti (2002: (Mohamad, Atas 29), yang menyatakan bahwa puisi hanya kemandiriannya itu, selanjutnya penyair merupakan sebuah pengembangan dari akan dikatakan telah lahir, seperti yang semula puisi dianggap sebatas imatisi, disebutkan oleh Ajip Rosidi (1970: 24) refleksi, atau representasi dunia dan yang seorang kehidupan manusia akan menjadi lemah. penyair sama dengan membangkitkan Kebulatan demensi pada pemikiran di dimaksud 1975: menyatakan 264-265). kelahiran atas menandakan pencakupan puisi yang 78 berlandas antara kata sebagai diksi telah menjadi suatu wilayah di luar pencapaian berubah wujud ketika bertemu dengan kenyataan, yang lahir dari lapisan baru, penyampaian-penyampaian yang memiliki yang akarnya tumbuh dari resik genetis, fungsi kerahasiaan, yang tidak hanya dan dengan sendirinya keadaan tersebut mengkomunikasikan kehidupan manusia. tetap mengacu pada sifat-sifat umum Artinya, pencapaian puisi tidak selalu yang disebut Wellek dan Warren (1995: terdiri dari penyampaian yang dikeluarkan 18) menyebut bahwa salah satu sifat manusia. sastra adalah framing (penciptaan karya Kemandirian puisi sejalan dengan perkembangannya yang mulai seni), di samping contemplastion, disinterested (kontemplasi objektif), menemukan titik temu sebagai media dan aesthetice (jarak estetis), bahkan baca yang tidak hanya menjadikan puisi berpotensi menjadi semakin berkembang. sebatas media komunikasi, tetapi juga Atau sebagai alienasi membentuk berfungsi jika otoritasnya tidak tidak komunikasi untuk dihilangkan, maka kata kembali menjadi berpikir yang utuh dalam diam dan artinya sendiri. presisi menemukan, kemudian Penciptaan kerangka seni, menandai kesadaran tanda batas. A. kontemplasi objektif, dan jarak estetis Teeuw pernah menanggapi pandangan ini adalah tiga bagian yang dimaksudkan dengan istilah sastra modern (perspektif untuk aktif). Menurut Teeuw, sastra modern, sastra, sebagai sastra tulisan, kian dilepaskan dengan dari yang persepsinya lebih mendewasakan situasi komunikasi yang normal (1977: 5-6). Selain itu, kata yang semula menjadi media dasar puisi akan pembangunan utamanya keutuhan untuk karya tubuh puisi, pengembangan-pengembangan sifat. Sifat-sifat tersebut berperan berpontesi kehilangan otoritasnya sebagai memperkuat definisi manusia membentuk praksis benda, sifat atau bahasa. Kata, keramain misteri, di samping pancarannya sebagai prevalensi benda dan sifat yang yang harus ditulis atau diucap, akan berunit ke penopangan konsep identitas penggalian dalam bahasa di belakang komunikasi, karya yang berkecendrungan ditarik dari dan itu akan berpeluang menciptakan pelanggaman makna-makna yang mampu beraktivitas filsafat Timur). di luar jangkauan ikhwalnya (Prasetya, 2010:2). Kata-kata melahirkan Secara etnitas garis kreativitas sendiri besar, selain (konsep berpuisi Indonesia, diakui berada di tangan Deru dalam puisi sangat Campur Debu (Chairil Anwar), Asmaranda mungkin tidak lagi berproyeksi sebagai (Goenawan Mohamad), Malu Aku Jadi sebuah wilayah yang evidensis, tetapi orang Indonesia (Taufiq Ismail), Balada 79 Orang-orang Tercinta (W. S Rendra), secera orinilitas sedikit banyak mendapat Meditasi (Abdul Hadi W. M), Duka-Mu guncangan penolakan. Jika diteliti struktur Abadi (Sapardi Djoko Damono). Di atas etalase adalah sederet karya dan nama yang tersebut telah menemukan masa depan puisinya menjadi acuan arahan perkembangan diranah kesusastraan Indonesia. Bentuk- puisi Indonesia yang bentuk dicermati. Apalagi pada isi sajak-sajak persajakan menutup ruang mereka gerak berhasil motif-motif judul dari jelas rentetan ada generasi perbedaan yang patut kiranya semakin tampak menjulangkan aspek. persajakan generasi sebelumnya dengan Fenomena di atas menunjukkan gaya-gaya pencapaian vitalitas diri tinggi. arah perkembangan puisi telah merambah Periodisasi ke yang dilingkupi puisi-puisi wilayah yang semakin dalam. mereka itu (angkatan 45), sampai tahun Semacam kewajiban yang tidak hanya 1970-an akhirnya jati diri puisi Indonesia menuntut bahwa karya puisi tidak selalu benar-benar terangkat. Hal ini berkisar mengedepankan sisi empiris saja guna dari pengakuan Sitor Situmorang dalam menciptakan ukuran penting, melainkan (Malna, 2000: 20) yang percaya bahwa sudut pandang mengenai rangsangan adanya iklim sastra, suatu proses formasi, awal yang diharapkan mampu mengelabui atau suatu pembentukan puisi Indonesia pembaca. modern muncul sejak tahun 1930-1940an. Pelajaran puisi kemudian sampai pada generasi O Amuk Kapak (Sutardji Calzoum Bachri), Arsitetur Hujan (Afizal Malna), Tamparlah Mukaku (Acep Zamzam Nor), Nikah Ilalang (Dorathea Herliany), Air Mata Diam (Jamal D Rahman), Malam 1000 Bulan (Agus R Sarjono), yang juga tidak kalah bagus dalam menggali dan mengenali esensi sajak dengan bentuk-bentuk yang lebih membentangkan laras-laras arti tentang gagasan kekaryaan sebelumnya. Sederet nama di atas adalah generasi perkembangan puisi baru, yang terkesan lebih mampu memvisualkan teks sebagai medium kerja di luar arahnya, meski DUNIA KATA DAN MAKNA Jantung Lebah ratu, diterbitkan Gramedia pustaka Utama pada April 2008. Buku ini adalah himpunan puisi pertama Nirwan Derwanto yang dicetak resmi untuk perpuisian bermotif menambah Indonesia. klasik kekayaan Sebuah dengan judul puisi yang berhiperkinesis dari sumblimasi jantung, Lebah, dan Ratu. (Selanjutnya ditemukan sytle Nirwan Dewanto dari kemasan judul: Buku Cacing yang merupakan kumpulan puisi sebelumnya, judul-judul puisi dalam Jantung Lebah Ratu, dan juga puisipuisinya yang dimuat alam media massa atau tidak). Buku puisi ini juga dinobatkan 80 sebagai peraih khatulistiwa Literary Award Apa yang dikhawatirkan Acep 2008 dalam kategori puisi, menyisihkan Zamzam Noor sangat terkait dengan 46 buku-buku puisi berkelas lainnya seperti sajak dalam Jantung Lebah Ratu yang Teman-temanku dari Atap Bahasa (Afrizal ditulis Nirwan Dewanto pada kurun waktu Malna), Pandora (Oka Rusmini), Sajak- antara tahun 2005-2007. Sajak Menjelang Tidur (Wendoko), dan tersebut lahir dari dilema kreativitas yang Orgasmaya (Hasan Aspahani). Jantung telah melalui berbagai tahap. Hal yang Lebah Ratu dinilai paling menonjol adalah bagian yang tersendiri punya daya tarik sebagai kekuatan baru Puisi-puisi menjadi penegasiannya dalam menjawab perpuisisan Indonesia, sehingga banyak kekhawatiran asumsi yang menyebut bahwa himpunan kreativitas perpuisian Indonesia. Kritisnya puisi yang ditulis oleh Nirwan Dewanto ini ide memang amat sulit dicari maksud yang penautan terkandung di dalamnya. pembangunan Nirwan Dewanto, sang kreator, menyadari progresivitas dan cara, hubungan miskinnya kritisnya makna, keutuhan dan kritisnya keseluruhan sajak. Nirwan Dewanto dalam hal ini agar menempuhnya tidak dengan cara yang penciptaan- sepi, cenderung menyukai konstruksi sepi penciptaan yang anualis. Inilah bagian yang berlatar belakang sebatas hal-hal tersulit ketika seorang penyair hidup yang dapat merenggangkan diri dari dalam dekade seperti sekarang. Seperti sedih, lantas diolahnya menjadi bagian- sentilan kekhawatiran Acep Zamzam Noor bagian yang menunjang keramaian. terhindar dari stagnasi sajak pilihan terhadap dengan bunyi sajaknya: Tak ada benda- Akhirnya, secara keseluruhan benda yang bisa kutandai dengan bahasa. ditemukan beberapa motif gagasan yang Semua serba angin. Mengacu dari hal itu, sepertinya dilakukan Nirwan Dewanto kesadaran bahwa ruang dan waktu dalam sebagai puisi kesulitan Ketenangan tingkat tinggi, ringan, landas, kreator cekat dan pikat, mandiri, kaya, serta menyibak untuk mencari temuan-temuan memiliki kewibawaan menjadi sajak berjati yang belum pernah ada sebelumnya. diri Paling tidak sebagai tindakan satu ukuran tersebut dari banyaknya kecemasan kepada nasib hiperkinesis judul, berisi latar belakang, penyair amatlah tersebut sulit, sejauh yang kemutakhiran namun mana hidup dunia sang metode style merangkai Indonesia. antara lain Motif sajak. gagasan muncul dari dalam dekade serta aleniasi penguatannya, deviasi kata puisi. Sebuah dan penggunaan-penggunaan sebagai penggalian istilah petunjuk imaji, atau mungkin peringatan mitos etnisitas kepada para penyair untuk terus menggali (muatan lokal) dan bentukan-bentukan kreativitas. dari presisi larik-larik sajak; mencakup 81 sublimasi metafora, komunikasi subjektif, pada kata ―Jantung‖. Bagian ini menjadi dan arah-arah yang bersifat pedagogis, penadaan hal-hal yang sifanya sangat serta ditemukannya motif kemutkahiran penting bagi Nirwan Dewanto, selain juga sajak (bertemunya gaya puisi lama-puisi dapat modern) realita sajak-sajaknya dari porsi terkecil. Sacara konteks pengusungan idiom-idiom pada ilmu pertumbuhan jantung adalah yang tingkat menghidupkan sesuatu. Tanpa jantung dengan keterpaduan yang elastis, bandingan- bandingan, serta sejauh mana akhir pencapaian karya puisi itu berada. memperkuat aspek psikologis sesuatu tidak akan hidup. Jika jantung mati semua akan mati. Nirwan Dewanto dalam mengesensikan jantung adalah HIPERKINESIS JUDUL; PETUNJUK SEMIOTIK konsep kehidupan paling vital dan pasti dimiliki oleh semua mahkluk yang hidup. Mengamati judul yang cenderung Kedua adalah ditariknya unsur tubuh itu dipakai Nirwan Dewanto, pembaca tentu sendiri. Bagian ini digerakkan menjadi meresponnya dengan banyak tanda tanya kemasan-kemasan yang memiliki perilaku di kening. Hendak kemana puisi ini, apa sebagai identitas makhluk yang bertubuh, maksudnya, arahnya ditujukan atas dasar seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. apa, dan sebagainya. Apalagi setelah Bagi Nirwan Dewanto tubuhlah pelaksana menggenapi membaca keseluruhan isi pertama proses kehidupan yang sudah sajak. Banyak pertanyaan yang didapat, dihidupkan oleh jantung. Pilihannya jatuh dan akhirnya diasumsikan bahwa sajak pada kata ―Lebah‖ yang diambil oleh Nirwan Dewanto tidak lebih baik dari Nirwan Dewanto sebagai simbol identitas Hasan Aspahani, Binhard Nurrahmad, dunia yang bertubuh tersebut. Bagian Isbendy Stiawan, dan sebagainya. Simak ketiga adalah kata ―Ratu‖ yang fungsinya kata yang menjadi judul buku himpunan jika diamati menunjukkan bahwa dalam puisinya. di kehidupan yang dihidupkan jantung dan memakai dilaksanakan oleh tubuh (sebagai idiom lapisan kata dasar. ―Jantung‖, ―lebah‖, dan Lebah) akan menghasilkan pencapaian ―Ratu‖. nilai. Bagian ini rasa yang bangkit dari Serta dalamnya. Nirwan Substansi judul-judul Dewanto kata sajak berdiri pada masing-masing pencernaan rasa. Diambil intusi dari tiga dunia yang berbeda, meski pada melangsungkan pembongkaran kata ―Lebah‖ dan ―Ratu‖ sebenarnya akibat melakukan pemisahan kesatuan frase antara kata peran untuk kembali ke dunia ―Jantung‖ Lebah dan Ratu, yang artinya pimpinan dan ke dunia ―Lebah‖. Atau dari dunia Lebah. tersebut ―Lebah‖ ke dunia ―Ratu‖ dan seterusnya. didapati dunia histologi tubuh yang diikat Jika dianalogikan dalam contoh pengintian Pertama, dari judul akan dengan bermain, sebelum sebab- pertukaran 82 kalimat, maka seperti berikut: 1) Buah kepada kekasih saat lama sekali tidak yang lebat dan manis pada pohon bisa berjumpa. jadi karena rajin disiram air. 2) Ketiga contoh pengintian kalimat di Kepercayaan akan didapat bagi orang atas kemudian dirinci ke dalam konsep yang gemar berkata jujur. 3) Hati rindu hiperkenisis judul melalui kata Jantung— Lebah—Ratu berikut: Contoh Kata/Kalimat Hiperkinesis Judul 1. Buah yang lebat dan manis Ratu 2. kepercayaan hati rindu Ratu 1. Pohon Lebah 2. Orang Lebah 3. Kkasih Lebah 1. rajin disiram air Jantung 2. berkata jujur Jantung 3. tak berjumpa Jantung Persaman dari keterangan di atas, jika mengacu pada puisi yang tersusun dalam Jantung mencolok Lebah Ratu paling terjadi pada puisi berjudul ―Pengantin Remaja‖. Aku tak bisa menangis, sebab kulitmu coklat manis. Kau tak lagi mampu melompat, sebab perasku hampir berkarat. Sesungguhnya sejak kanak aku hanya mengenal bayangbayangmu: sebab aku penjinak binatang, kau peniti tali. (Dewanto, 68) Bagian-bagian yang fragmatis ini tidak sedikit mempengaruhi karya Nirwana Derwanto, sebagai konsep kepenyairan yang sepertinya memang hendak diterapkan demikian. Hal ini juga tampak pada judul sajak dengan kata ―Ular‖. Diambil dari satu kata saja, yaitu ―Ular‖. Artinya, sang penulis berbicara satu penekanan dunia. Tentang tubuh, atau Lebah pada versi hiperkinesis judul buku, yang sangat memungkinkan selanjutnya dijalarkan ke dunia ―Jantung‖ dan ―Ratu‖. 83 Sajak ―Kopi‖ pun demikian. Sajak tersebut yang paling nampak untuk kesiapannya adalah sebuah dunia tentang tubuh kopi adalah satu konsep alienasi telah berdiri itu sendiri, seperti yang juga terjadi pada pada sajak ―Apel‖, ―Semangka‖, dan sajak memang ―Garam‖. Seperti Sajak dengan menggunakan dua kesadaraan ingin seluk sengaja dipilihnya kata ―Jantung‖, beluk yang ditawarkan. fenomena-fenomena ―Lebah‖, dan ―Ratu‖. kata judul seperti ―Perenang Buta‖, ―Daun Mengambil contoh ini, sebut saja pilihan Bianglala‖, ―Pengantin Remaja‖, ―Lonceng tiga Gereja‖, ―Madah Marah‖, ―Putri Malu‖, kumpulan ―Lembu Jantan‖, adalah sekian sajak yang Buta‖, ―Anjing Kidal‖, ―Kancing Gaya juga berorientasi sama. Tantu saja sajak Lama‖ benar-benar menandakan bahwa dengan judul tiga kata atau lebih pun Nirwan Dewanto tidak hanya sekedar demikian, seperti sajak ―Di Restoran bermain-main dalam makna, tetapi ruang Turki‖, ―Fajar di Gelena‖, ―Tiga Biola Juan untuk puisi yang diciptakannya melebihi Gris‖. pemahaman makna itu sendiri. Apa yang dilakukan Nirwan Dewanto judul yang paling puisinya, aneh yakni dalam ―Perenang Judul-judul sajak Nirwan Dewanto dalam judul himpunan puisinya, serta mengundang judul-judul puisinya, di dalamnya telah posisinya tidak hanya sebatas tebakan melahirkan eksotik, tetapi menuntut kepada siapa pun vitalitas tunggal. Kelihaian hingga ke memposisikan kompleks membuat tingkat metafora sublim puisinya yang telah yang pertanyaan membacanya perenang buta, besar, mau harimau, yang menjadi ubur-ubur, semacam tukang kebun, atau bahkan bersedia kesatuan dunia yang utuh, dua dunia menjadi keledai. Inilah sekaligus yang bertemu, tiga dunia memandu, empat menjadikan dunia saling memberi restu, dan begitulah sejajar dengan penyair-penyair sebelum- terusnya. nya Sehingga tidak memberi dalam Nirwan Dewanto urusan puisi berada memberangkatkan kesempatan kepada unsur lain untuk sebuah ketika cemburu. Hal serupa ini hampir ditempuh hiperkinesis oleh Dorothea Rosa Herliany selain pada Dewanto layak disebut professor atas generasi yang telah disebut sebagai gagasan-gagasannya perkembangan puisi baru. Namun tetap pulan sajak yang berbeda dari umumnya. judul. ditinjau Selangkah, meramu dari Nirwan sekum- ada perbedaan ketika ditinjau dari cara penyublimannya. Nirwan Dewanto tanpa METAFORA SIMPANG DAN PRESISI ragu membuat judul yang sepertinya LARIK-LARIK SAJAK tanpa kesan, namun di balik itu justru kesan-kesan anehlah bermunculan. Hal Sebagian sajak-sjak Nirwan Dewanto dalam Jantung Lebah Ratu disusun 84 dengan cara kompleks, dari alas dasar Hal dengan gaya pendeviasian hingga kontruksi keseluruhan. Dimulai dari tersebut memang tidak asing dalam dunia persentuhan-persentuhan puisi. Dunia puisi memang sarat dengan frase yang hampir semua ditemukan berada dalam interpretasi sajaknya. Frase tersebut mandiri karena berdiam tidak hanya melepas fungsi kata yang dikucilkan, nonpredikat, tetapi juga tidak adanya metafora. Eksplorasi yang terjadi dalam tujuan untuk membentuk atau mencari arti puisi, yang dibuat oleh beberapa penyair makna mengenal dengan banyak tujuan dan gaya seperti disengaja atau tidak. Seperti kata ‗jubah yang disebutkan di atas sudah ada tanjung‘ pada puisi ‖Perenang Buta‖, sebelumnya. Sejak amukan O Amuk ‗sebutir telum malam‘ pada puisi ―Kunang- Kapak Sutardji colzoum Bachri, kemudian Kunang‖, ‗duri bintang‘ dan ‗bulu bulan‘ tradisi demikian berlanjut masuk dan pada puisi ‖Cumi-Cumi‖, ‗tangan jantan‘ populer dalam dunia arsitektur Afrizal pada puisi ―Gerabah‖, ‗pecahan pedang‘ Malna. pada puisi ‖Gong‖, ‗daging kata‘ pada Nirwan Dewanto kepada sajaknya adalah puisi ―Semu‖, ‗ungu hujan‘ pada puisi kepercayaan diri yang lain. Kepercayaan ―Kucing Persia‖, ‗pecahan palu sabit‘ pada diri yang ulung, di mana baginya kata puisi ―Anjing Kidal‖, ‗batang jantan‘ pada seakan-akan ‖Semangka‖, ‗roti udara‘ dan ‗roti batu‘ diultimatum pada Campuhan‖, kata yang epigonistik. Penggunaan fungsi ‗cakram matahari‘ pada puisi ―Sarapan di kata-kata yang berbau mitos dan legenda Undak Sayan‖, ‗Malam pencemburu‘ misalnya. Kandungan mistis pada kata pada puisi ―Putri Malu‖, ‗manis gremis‘ ‗beras kuning‘ dan ‗daun sirih‘ pada puisi pada puisi ―Keroncong Tenggara‖, ‗susu ―Gong‖, ‗telur paskah‘ pada puisi ―Apel‖, musim panas‘ pada puisi ―Es Krim‖, ‗dewi batari‘ pada puisi ―Torso Pualam‖, ‗gemetar payu dara‘ pada puisi ―Serupa ‗bunga Haiku‖, ‗saputangan matahari‘ dan ‗ke tepi Persia‖, ‗kembang sepatu‘ pada puisi nyanyi‘ ―Anjing Kidal‖, ‗pisang raja‘ pada puisi posisi puisi pada yang tak ―Gandrung puisi ―Mawar Terjauh‖, perlambangan, dalam yang keharfiahnya sehingga Namun, dan apa sedikit muncullah yang kata dilakukan benar-benar telah agar tidak menjadi sesosok bakung‘ pada ―Kucing ‗jembataan mawar‘ pada puisi ―Pengantin ―Semangka‖, Remaja‖, ‗kaus kaki Januari‘ pada puisi Dewanto atas pengertian yang sadar ―Boogie-woogie‖, usus bahwa di balik itu ada esensi peristiwa- besarnya‘ dan ‗matahari di peparunya‘ peristiwa kuat, baik dalam konteks sejarah pada puisi ―Kopi‖, ‗buah hati batu‘ pada atau pun penanaman kepercayaan. ‗malam di puisi ―Bubu‖, dan ‗telur-telur yang keras kepala‘ pada puisi ―Lebah Ratu‖. Simak difungsikan puisi apa yang oleh terjadi Nirwan ketika metafora simpang dan mitos presisi larik- 85 larik dalam penggunaannya bertemu pada yang terjadi pada sajak jenis Haiku kutipan berikut. berjudul ―Museum‖ berikut. … di antara tirai ungu hujan dan sejambangan bunga bakung merah padam… (Dewanto, 26) Muram guci di dalam lemari Si pelukis meninggikan hati, ―Itu milik selir dari Shanxi?‖ (Dewanto, 53) Berdasarkan kutipan di atas, kata Berdasarkan kutipan puisi di atas ‗ungu hujan‘ tercipta sebagai metafora muncul kesan suatu simpang, ‗bunga bakung‘ sebagai mitos. kepadatan sebuah hal yang melahirkan Kedua tautan kata tersebut menjalin keutuhan, hubungan menjadi satu dunia, menjadi ditulis ikatan yang beresonansi nyaris tak terasa. susunan presisi larik-larik yang tidak Keduanya yang hanya kompleks, tetapi juga mengorbitkan dalam proses terjadinya sesuatu tersebut seperti Jantung—Lebah— mengalir dalam keadaan diam, yang adalah mengandung bagian larik dunia-dunia pengistilahan kata sehingga Nirwan ikhwal tentang sajak-sajak Derwanto yang merupakan Ratu. Keutuhan lariknya berpotensi untuk alirannya bergemuruh di dalam, tapi di melahirkan sajak-sajak yang lengkap dan atasnya selalu tampak tenang. Konsep bau-bau alam semacam batu gerinjam metafora simpang seperti penjelasan di dan kembang api, rerumbai, marun guci, atas lantas masuk ke hal yang lain, yang dayang, yang turut melengkapi permainan berbau ketidakbakuan bahasa, bias yang dilakukan dalam membentuk mitos, artefak dan senyawanya, kemudian epilogi sajak, seperti kutipan puisi berikut. menggabungkannya ke dalam ketepatan mitos- kepercayaan larik. Pencapaiannya adalah … atau batu gerinjam jika aku hampir mati, atau kembang api jika aku tak sengaja mengenyangkanmu, mengejangkanmu. (Dewanto, 4) Jangkauan melahirkan larik aspek membentuk bait, sajak secara dalam keseluruhan dalam puisi ―Gong‖ berikut. di atas juga bunyi yang tipis, langsung membuat sajak tetap luas, padat, dan bertendensi mandiri dalam pengoptikan larik-larik puisi. Prosesi ketepatan larik ini juga hadir sehingga subtil. Aspek ini secara tidak menciptakan estetisnya ruang-ruang yang tetap ingin dipertahankan. Seperti Sungguh ia berharap kau tak lagi menyiksa ia dengan lagumu, ―Tolong hitamkan alisku, ibu! Tolong tebarkan beras kuning dan daun sirih dan pecahan pedang di kaki ranjangku agar aku segera menari setelah bangun pagi!‖ (Gong, hal. 13) 86 PENCAPAIAN MAKNA menjadi akal), yang tampak pada kutipan Sutisna Adji dalam (Ali, 1978: 91) menyatakan bahwa mempunyai panjang metafor yang puisi puisi …. Berikut. yang gelap, Tapi segera aku tahu ia tak bermata, maka ia lupa siapa bundanya. (Dewanto, 4) kalimat hampir-hampir tak terpahami dan tema-tema subjektif yang asal terlontar saja dari penyairnya, telah Kutipan menyebabkan puisi Indonesia pada suatu masa tersisih, menjadi semacam bendabenda asing yang tak mempunyai peranan sama sekali dalam kehidupan bersama. Lalu bagaimana dengan puisi Nirwan Dewanto dalam Jantung Lebah atas pada satu sisi memang menunjukkan seakan Nirwan Dewanto dalam mengemas objek selalu menampakkan kesan-kesan yang bersahabat, tatapi tak langung. Semacam mengajaknya berkenalan, berasmara, bertamasya sekali berkunjung ke suatu Ratu? Melihat pencapaiannya, mayoritas sajak-sajak Nirwan Dewanto yang terdiri dari nalar-nalar intuisi, yang ditimbulkan sebagai pembatas antara prevalensi realita dan penegasiannya secara tidak langsung telah memberikan jawaban. tempat, kemudian pergi sejenak untuk kembali sajak Nirwan Dewanto hal yang membat tersisih tidaknya sebuah puisi tidak hanya ditentukan dari penerangan metaforanya. Penentuan baik buruknya sebuah puisi bukan ditentukan oleh kalimat pendek yang dapat dipahami. Hal yang terjadi pada puisi Nirwan Dewanto adalah dimensi keteraturan gerak yang menghubungkan masing-masing konteks yang bertugas menjalin pengkompromian terhadap hal-hal yang melompat dari kodrat. Seperti seharusnya fungsi digunakan mata untuk yang melihat digeserfungsikan sebagai pengingat (mata menengok untuk dipeluknya. Nirwan Dewanto sangat memperhatikan objek agar tak sia-sia. Agar objek tidak lantas pergi karena diposiskan tak punya arti. Tidak hanya itu, progresivitas sajak- Setelah mempelajari kekonsistenan sajak- juga di sajak Nirwan Dewanto, utamanya dalam Jantung Lebah Ratu menjangkau sebuah tahap yang mungkin pada perpuisian Indonesia tidak sempat terjadi. Kemurnian dan keberaniannya dalam mengkolaborasikan dua gaya puisi yang berbeda ke dalam suatu puisi merupakan pencapaian yang punya nilai beda. Dikemasnya gaya-gaya puisi lama seperti pantun, gurindam, satire, dengan pola rima yang khas sebagai lapisan unsur pijakan sajaknya, dikembangkan unsur kekinian yang kemudian dengan memaduakan seperti bentuk-bentuk naratif, liris, juga ritmis. Tujuan ini, selain 87 sebagai usaha pengkayaan kreativitas pengalaman tentang sebuah dalam menggali sajak, tentunya secara ketimpangan sosial, asmara, hubungan personal akan berpengaruh sebagai hasil dengan dari pencarian yang orisinil. Amati puisi sebagainya. yang berjudul ―Daun Bianglala‖, yang bahan-bahan praksis yang memang tak pembentukannya memadukan dua gaya, pernah bisa dilepas dari unsur manusia puisi gaya lama dan puisi modern. sebagai Tuhan, tragedi, pendidikan Hal-hal dan tersebut makhluk yang adalah menjalani kehidupan. Sifat karya sastra yang ditarik (Bagian pertama) Terbaring di talapak tanganku selembara daun, daun biru teramat biru, sebab terlalu lama ia memandang angkasa-….. dari hal-ahal yang empiris ini merupakan (Bagian kedua) Maka, sekali tak berumah ia tak akan lagi menyerah Ungu, jika ia tidur. Putih, jika ia mimpi. Jingga, jika ia dahaga. Kuning, jika Ia sembunyi. berdimensi (Bagian ketiga) Tapi tak ada daun mati, cintaku sebab daun itu berdegup seperti jantungmu, tapi degup yang tidak bisa lagi kudengar ketika aku bangun, tersadar di pangkal jalan (Dewanto, 10) karena Temuan lain yang bagaimana kayanya dan juga ada, kerena potensinya untuk membangun tema sangat memungkinkan. Sajak Nirwan Dewanto lain. Artinya mampu keluar dari hukum-hukum dasar sebab akibat, diri keluar dari fungsi diri itu sendiri, dan yang paling kental adalah bagaimana konsep ‗aku‘ dalam tubuh benda menjadi hidup dan menampakkan beraktivitas. sebatas Hal jangkauan ini disebabkan persepsinya mengiyakan bahwa tidak hanya manusia berhak menulis sajak. Di sini sang penyair menenggelamkan diri benar-benar dan melepas identitas manusianya, bahkan menjadi di luar manusianya seperti menjadi binatang, yaitu ―Ular‖ seutuhnya. Membaca keberadaan puisinya penggalian tersebut, benar-benar ditemukan bahwa Nirwan Dewanto dalam himpunan puisi Nirwan Dewanto berada di dalamnya, Jantung pada bahkan melampaui pencapian Sutardji ungkapannya menyampaikan peralihan Colzoum Bachri dalam sajak ―Kucing‖ nya. prinsip puisi. Prinsip di mana isi sebuah Baca kutipannya berikut. Lebah ide pencerminan realita yang dianggap sah Ratu puisi berkecendrungan segala hal yang terdapat mengangkat berurusan dengan manusia beserta pengalamannya. Baik Kubiarkan mereka minum dari lubuk/agar mereka lebih remaja, pun lebih dahaga/Kuhadang 88 semuanya di pintu gerbang/setiap mereka hendak melangkah keluar/sebab aku aku tahu sang Wajah nun di sana/akan menjadikan mereka sekedar ibu-pak/Merekalah makhluk terindah di Taman ini:/lebih licin daripada harimau tembus-cahaya/lebih lesat daripada balam berwarna jantung/lebih berbiasa daripada diriku sendiri (Dewanto, 22). Demikian pula yang terjadi dengan puisi ―Kopi‖. Susunan menampakkan pencapaian represinya benar-benar sajaknya situasi atau keadaannya ketika mereka (kopi) tengah siap diminum hingga masuk ke dalam perut si peminum. Kami akan naik ke mulut lelaki itu/aku dan kembaranku/aku dan seteruku:/kami akan berpisah selepas leher lelaki itu:/dia ke arah malam di usus besarnya/aku ke arah matahari di peparunya (Kopi, hal. 72) Berdasarkan kutipan di atas, daya keutuhan yang menunjukkan bahwa sang dalam. penyair menjadi ―kopi‖ pada penekanan Sajak ―Kopi‖, di dalamnya sang penyair sebenarnya, yaitu sebagai sesuatu yang meleburkan diri menjadi kekentalan dari dirasakan pahit dan pada bagian akhir secangkir air yang hitam: „Di tangan laki- membuat orang tidak ngantuk: yang laki itu, kami coba bersabar‘. Kata kami adalah maksud dari yang bercokol di antara manis dan pahit, panas dan dingin, Kukatakan pada dia, baiklah/kita akan berpisah (mungkin aku alah)/setelah menaklukkan lidah/ dan bergetar karena diaduk. Kata kami tidak lain adalah objek kopi itu sendiri: Namun betapa cangkir ini gemetar/ oleh tubuh kami, gairah kami/yang luas seperti langit potasi‘. Sampai pada sifat-sifat fisik dari kopi itu sendiri, yang di dalamnya ‗kami‘ berada, dan ‗kami‘ telah menjadi dua jenis kelamin: ‗dan aku betina, lelaki itu. Tapi kami cuma bisa bertarung/bersetubuh, (makin pahit), membubung menghujani bentang koran pagi/yang terkulai di pangkuan lelaki itu. Penderita insomnia lelaki itu. (Dewanto, 73) bening. Betapa laki-laki itu/mengaduk si serbuk jantan ke dalamku‟. Di sini, Nirwan Dewanto tidak hanya berhasil masuk di bawah batasan-batasan pikiran, tetapi perolehan seluruh isi jiwa raga yang telah masuk dan menjadi ―Kopi‖ sepenuhnya. Berikut kutipan penguat kalimat puisi yang menjadi pembahasan, di mana kekentalan kopi tampak menceritakan Mencermati kutipan puisi di atas, letak keberhasilan Nirwan Dewato membangun dunia baru melalui puisi ―Kopi‖, atau ditinjau dari aspek fisik sajaknya maka sangat mungkin bahwa ia tidak selalu melakukan keharuasan mencari esensi makna pada efek-efek sajak setiap sang penyair ingin 89 menuliskan sajak. Seperti kecenderungan kebanyakan penyair-penyair terkini yang semata-mata lebih suka kepada hal yang mudah bagiku. Aku selalu mencatat ulang ―tumbang‖….. (Dewanto, 84) akarnya adalah rasa, atau perasaan Bahasa kunci kalimat di atas adalah manusia. Apalagi pembawaan itu berbau „Bermain api‟ dan „terlalu mudah bagiku‟. sensasi dan segepok tendensi agar cepat Kalimat tersebut berperan elastis, sebab menuai kepopuleran. „Bermain api‘ sebagai pengertian dari yang pekerjaan sulit atau jauh, dan kata „terlalu telah dicapai Nirwan Dewanto dalam mudah‟ sebagai pengertian dari pekerjaan mengolah sajak-sajaknya sebagai satu yang enteng atau dekat. Inilah kekayaan penggalian bagian dari generasi yang berdiri dalam Banyaknya unsur yang memperkaya kemutakhiran puisi terkini. Jantung Lebah sajak-sajak dalam Jantung Lebah Ratu ini Ratu cara membuktikan bahwa sebenarnya puisi kungkungan tidak akan gelap jika konsep-konsep yang mampu bagaimana melahirkan keluar dari satu kebiasaan-kebiasaan umum. menjalankan unsur tersebut mampu Keberhasilannya menciptakan sebentuk menempuh suatu kepentingan, apapun identitas sajak ―Kopi‖ yang berperilaku, bentuknya. berbuat, dan beridentitas seperti manusia dirasakannya sebuah hal yang tumbuh dengan sia-sia, atau kembali pada merasakan getaran, berjenis Kepentingan, seperti yang tidak kelamin, tahu diri, mampu mengajari kegelisahan sesuatu, menunjukkan bahwa si penyair dengan memandang di luar manusia juga punya menyebut istilah ―nyawa‖ sebagai langkah perasaan seperti yang dimiliki manusia. untuk mencari kerahasiaan-kerahasiaan Sajak ―Garam‖ juga menunjukkan arah yang menghuni sebuah karya satra, yakni seperti maksud di atas. penulis dan pembaca. ―Buatlah nyawa Temuan sisi kreatifnya yang lain Subagio preservasi Sastrowardoyo, sastranya yang sajak‖ bagi pembaca. adalah adanya kemunculan tuturan yang mendiami kata yang merancang jarak estetika puisinya. Yakni jarak yang SIMPULAN Dunia sastra Indonesia sarat didapat dari hasil perengkrutan bahasa dengan potensi-potensi yang melahirkan kata yang yang diambil dari jauh dekatnya karya-karya berkualitas. Sejumlah nama konteks. Misalnya terdapat pada kutipan besar seperti Marah Rusli, Sutan Takdir puisi ―Bayonet‖ berikut. Alisyahbana, Y.B Mangunwijaya, Muchtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, ―Memuntahkan peluru‖ adalah peribahsa yang tak kupahami/‖Bermain api‖ terlalu Budi Darma, Ahmad Tohari, Danarto adalah tokoh yang kerap melahirkan 90 sebuah karya prosa dengan cemerlang. Di Mohamad, Goenawan. 1975. Pokok- wilayah puisi terdapat nama Sanusi Pane, Pokok Ceramah untuk Fakultas Amir Hamzah, Charil Anwar, Goenawan Sastra Mohamad, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Harison No. 9. Damono, Sutardji Calzoum Bachri yang juga kerap menampilkan karya dengan tampilan Namun kekuatan ada bagaimana yang luar Rosidi, Ajib. UI. Jakarta: 1970. ―Penyair‖, Majalah dalam Jeram. Jakarta: Gunung Agung. biasa. Adi, Janus Mukri. 1971. Pembicaraan Sajak-Sajak W.S Rendra. Jakarta: catatan penting tentang kondisi minat baca Harian Kompas. masyarakat Indonesia sudah terlalu sering Sayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan dilupakan. Pemetaan secara minat pun dengan Puisi. Yogyakarta: Gama terbagi. Genre sastra yang bertendensi ke Media. arah konsumtif lebih bisa punya peluang Teeuw, A. 1977. Sastra dalam hidup di tengah masyarakat Indonesia. Ketegangan antara Tradisi dengan Misalnya Pembaruan. pada berkisar prosa (cerpen) pencintaaan, yang kemasan perselingkuhan, dan seputar seks dengan bau-bau vulgar serta sejenisnya. Ini jelas Jakarta: Majalah Bahasa dan Sastra. Malna, Afrizal. 2000. Sesuatu Indonesia. Yogyakarta: Bentang Budaya. telah membunuh usaha pencapaian yang Ali, Lukman. 1978. Tentang Kritik Sastra kerap dialami seorang penulis. Selain Sebuah Diskusi. Jakarta: Pusat keterdesakan karena minimnya media Pembinaan dan Pengembangan dalam memberikan ruangan khusus untuk Bahasa, Departemen Pendidikan kesusastraan. dan Kebudayaan. Hal ini menunjukkan kondisi sastra Indonesia belum siap untuk dapat dikatakan maju. DAFTAR PUSTAKA Sastrowardoyo, Subagio. 1982. ―Salam Kepada Simpfoni Heidegger, Dua. Jakarta: dalam Balai Pustaka. Darmanto, Jt. 1982. Manusia dalam Puisi dan Psikologi. Yogyakarta: Majalah Basis.