BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa depan bangsa yang akan menggantikan generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia anak menjadi usia dewasa. Salah satu program gizi pemerintah terfokus pada kelompok remaja putri karena merupakan simpul strategis untuk memotong masalah gizi terutama anemia remaja. Selain dalam masa peralihan, remaja putri juga dalam masa kritis dan mengalami masa pertumbuhan yang cepat (adolescence growth). Kebutuhan zat gizi akan meningkat seiring dengan perubahan kematangan fisiologis, pembesaran organ dan jaringan tubuh yang cepat, serta adanya perubahan hormone (Briawan, 2014). Pola makan remaja di Indonesia masih menjadi masalah, diantaranya konsumsi lauk nabati lebih besar dari pada lauk hewani, membatasi asupan makan atau diet ketat karena pengaruh body image. (Briawan, 2014). Remaja putri juga mengalami haid setiap bulan yang dapat mengekskresikan besi kurang lebih 1,3 mg/hari sehingga lebih berisiko terkena anemia karena kehilangan besi yang lebih banyak, sehingga remaja putri memiliki risiko terkena anemia sepuluh kali lipat dibandingkan dengan remaja putra (Tarwoto, dkk. 2010). 1 Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Angka prevalensi anemia masih tergolong tinggi, dibuktikan dengan data WHO Regional Officer SEARO sebanyak 2040% remaja putri mengalami anemia ringan sampai berat di Asia Tenggara. (Tarwoto, dkk., 2010). Pada tingkat nasional, hasil Riskesdas tahun 2013 menyebutkan prevalensi anemia untuk kelompok umur 15-24 tahun sebesar 18,4%. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2014, prevalensi anemia remaja putri SMA tergolong tinggi yaitu 46,58%. Beberapa penyebab anemia adalah karena berkurangnya produksi sel darah merah, peningkatan destruksi sel darah merah, serta kehilangan darah. Penyebab anemia gizi antara lain anemia gizi besi (defisiensi zat besi) dan anemia karena defisiensi non besi (defisiensi asam folat, vitamin B12, vitamin B6 dan seng) (Oehadian, 2012). Selain zat gizi makro (protein), pembentukan sel darah merah juga memerlukan peranan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin B2, vitamin B6, vitamin E, vitamin A, vitamin C, seng dan tembaga (Barasi, 2007). Indikator untuk mengetahui anemia adalah dengan melihat kadar hemoglobin. Hemoglobin adalah salah satu unsur sel darah merah. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dipengaruhi oleh defisiensi zat besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 atau karena penyakit kronis (Utama, 2013). Struktur hemoglobin terdiri dari zat besi ,protoporifin dan globin. Sebagian besar hemoglobin terdiri dari besi yaitu 67%, oleh karena itu zat besi merupakan unsur utama hemoglobin (Juslina, 2013). 2 Sumber zat besi yang digunakan dalam proses pembentukan sel darah merah berasal dari hemolisis, penyerapan di usus halus dan simpanan tubuh (Linder, 1992). Zat besi hasil dari penyerapan di usus diubah menjadi transferrin dan masuk ke dalam sumsum tulang (Utama, 2013). Vitamin B12 dan asam folat dibutuhkan sebagai kunci dalam perkembangan dari sel darah merah di dalam sumsum tulang. Vitamin B12 bersamaan dengan asam folat diperlukan dalam pematangan akhir sel darah merah. Kekurangan vitamin ini menyebabkan sel yang sedang berkembang tidak mampu memperbanyak DNAnya sebelum pembelahan (Barasi, 2007). Sumber besi yang berasal dari simpanan tubuh berupa ferritin. Mobilisasi ferritin ke transferrin dibantu oleh vitamin A. Defisiensi vitamin A menghambat penggunaan besi untuk eritropoeiesis serta mengganggu mobilisasi besi yang dapat menyebabkan menurunnya kadar hemoglobin (Naluloba, 1999; Zarianis, 2006). Dampak anemia pada remaja putri antara lain produktifitas menurun, sulit berkonsentrasi yang menyebabkan kemampuan akademis di sekolah menurun serta daya tahan tubuh lemah sehingga mudah terserang penyakit (Tarwoto, dkk., 2010). Beberapa penelitian pada siswi SMA di Semarang tentang zat gizi pembentuk hemoglobin menunjukkan signifikansi antara asupan zat besi dan vitamin A dengan kadar hemoglobin (Kirana, 2011). Status anemia gizi besi dan konsumsi zat gizi pada anak usia sekolah di panti asuhan di Denpasar menunjukkan bahwa anak sekolah rawan terkena anemia dengan proporsi sebesar 29,16% dan tingkat kecukupan vitamin A masih tergolong kurang dari AKG sebanyak 62,50% (Dewi, 2012). Penelitian yang dilakukan pada 3 siswi SMP menunjukkan hasil asupan vitamin B12 sebagian besar dalam kriteria kurang yaitu sebesar 66,3% (Fitrah, 2011). Salah satu puskesmas di Kabupaten Sukoharjo adalah Puskesmas Bendosari. SMK N 1 Sukoharjo adalah salah satu sekolah yang memiliki jumlah siswi terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Bendosari. Hasil survey tahun 2014 yang dilakukan pada siswi di sekolah tersebut sebesar 39% mengalami anemia, angka ini masih tergolong tinggi jika dilihat dari data anemia nasional tahun 2013 yaitu 18,4%. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menilai perlu dilakukan penelitian di SMK tersebut untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi pembentuk hemoglobin (zat besi, vitamin B12, dan vitamin A) dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah terdapat hubungan antara asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin B12, dan vitamin A) dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin B12, dan vitamin A) dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. 4 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan asupan zat besi pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. b. Mendeskripsikan asupan vitamin B12 pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. c. Mendeskripsikan asupan vitamin A pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. d. Mendeskripsikan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. e. Menganalisis hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. f. Menganalisis hubungan antara asupan vitamin B12 dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. g. Menganalisis hubungan antara asupan vitamin A dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Bermanfaat dalam bidang keilmuan tentang gizi masyarakat dan menambah informasi tentang hubungan antara asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin B12 dan Vitamin A) dengan kejadian anemia. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 5 b. Bagi SMK N 1 Sukoharjo Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pihak sekolah untuk menanggulangi terjadinya anemia dengan cara melakukan penyuluhan tentang asupan zat gizi mikro pada saat kegiatan ekstrakurikuler PMR. c. Bagi Puskesmas Bendosari Dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat suatu perencanaan program gizi khususnya dalam hal pencegahan terjadinya anemia pada remaja. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan pembahasan mengenai hubungan asupan zat gizi mikro (zat besi, vitamin B12 dan vitamin A) dengan kejadian anemia pada siswi SMK N 1 Sukoharjo Jawa Tengah. 6