PENGUATAN PERAN SOSIAl BUDAYA UMAT ISLAM

advertisement
KEPUTUSAN KOMISI A
PENGUATAN
PERAN POLITIK UMAT ISLAM INDONESIA
Setelah membaca dan mendengar paparan narasumber
sidang Kornisi A, diputuskan sebagai berikut:
dan pembahasan
di
1. Meneguhkan kernbali komitmen umat Islam terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
perrnusyawaratan/
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Urnat Islam memiliki kontribusi besar dalam perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia
17 Agustus 1945, bertanggung
jawab untuk
mempertahankan,
mengawal.
dan menglsl
pembangunan
dalam
mewujudkan
cita-cita
pendiri
bangsa
(founding fathers) menuJu
masyarakat yang adil, makrnur, arnan, dan damai.
3. Umat Islam Indonesia sebagai bagian terbesar penduduk
Indonesia
dengan dasar Islam Rahrnatan lil Alamin telah menunjukkan komitmen
untuk menjaga dan merawat kemajernukan bangsa baik dari segi agama,
suku, dan budaya.
4. Masyarakat yang dicita-citakan tersebut belum terwujud sepenuhnya,
bahkan
telah terjadi penyimpangan-penyimpangan
sebagai akibat
liberalisasi di bidang politik seperti politik koruptif, manipulatif, dan
menghalalkan segala cara.
5. Untuk memperbaiki
kondisi tersebut, umat Islam dituntut
untuk
memperkuat peran politiknya, dan untuk mewujudkan hal ini umat Islam
harus memiliki kesadaran dan literasi politik yang berbasis kepada
prinsip-prinsip politik Islam, yakni tauhid, syura, keadilan, persamaan,
damai dan amanah.
6. Kesadaran dan ketaatan
politik umat Islam diwujudkan
dalam
peningkatan pemahaman
terhadap Pancasila sebagai dasar filosofis
negara, dasar konstitusional
dan sistem penegakan
hukum yang
berkeadilan dan berperadaban.
7. Untuk menciptakan
kesadaran
dan ketaatan
politik, diperlukan
pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan bagi umat Islam dengan
melibatkan peran pendidikan tinggi Islam, pondok pesantren, partai. dan
organisasi sosial keagamaan lainnya. MUI dan Ormas keagamaan lainnya
dituntut
untuk
merumuskan
tentang
pendidikan
politik
yang
menjelaskan artikulasi dan agregasi kepentingan (aspirasi) umat Islam.
8. Salah satu bentuk penguatan peran politik Islam adalah penguatan ormas
Islam sebagai pilar masyarakat sipil (civil society), dalam bentuk
pemenuhan
aspirasi
umat Islam dalam regulasi dan kebijakan
penyelenggaraan
Negara. Peran politik umat Islam juga diwujudkan
dalam bentuk peran kontrol dan penyeimbang sebagai perwujudan dari
prinsip amar makruf nahi munkar.
9. Dalam hal seleksi kepemimpinan,
umat
Islam dituntut
untuk
mengedepankan
semangat persatuan dan ukhuwah Islamiyah, serta
melakukan identifikasi masalah serta pemetaan geopolitik nasional dan
regional untuk memperoleh pemimpin yang bisa diterima (akseptabel),
berkemampuan (kredibel), dan amanah (akuntabel) sesuai aspirasi umat
dan bangsa Indonesia.
10. Dalam hal penguatan peran politik urnat Islam, KUII mengamanatkan
kepada MUI untuk membentuk semacam forum musyawarah (majelis
syura) yang beranggotakan
pimpinan Ormas-orrnas
dan lembagalembaga Islam dan Badan Pekerja untuk menjalankan keputusan dan
program-program keumatan dan kebangsaan.
Yogyakarta,
Rabiu Tsani 1436 H / 11 Februari 2015
Ketua Sidang
: KH. Drs. Amidhan Saberah
Sekretaris Sidang
: Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA
Tim Perumus
1. KH. Drs. Amidhan Saberah
2. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA
3. KH. A. Cholil Ridwan, Lc
4. KH. Drs. Natsir Zubaidi
5. Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah
6. Prof. H. [awahir Thontowi, S.H., Ph.D
7. TGH. Husnudduat
8. KH. Drs. Sodikun, M.Si
9. Dr. Hj. Azizah, MA
10. Arif Fahrudin, MA
2/11/2015
Penguatan Peran Ekonomi
Umat Islam
Disampaikan Oleh:
Komisi B Bidang Ekonomi
Kongres Umat Islam Indonesia VI
Yogjakarta, 8-11 Februari 2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Latar belakang
Komisi B Bidang Ekonomi
Penguatan Ekonomi Umat
• Adalah semua upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, keadilan,
kestabilan dan keberkahan ekonorni umat.
• Allah SWT telah memberikan karunia yang besar kepada bangsa
Indonesia, berupa sumber daya alam yang melimpah dan jumlah
penduduk yang besar. Kedua hal itu merupakan sebuah potensi bagi
pengembangan kekuatan ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan,
keadilan, kestabilan dan keberkahan bagi seluruh rakyat Indonesia.
1
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Problema
Komisi B Bidang Ekonomi
Ekonomi Umat
Umat Islam Indonesia menghadapi sejumlah masalah ekonomi:
Kemiskinan.
Menurut data BPS 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia 28,55 juta orang (dengan garis kemiskinan Rp
292.951 per kapita per bulan) dimana di dalamnya umat Islam adalah merupakan mayoritas.
Kesenjangan ekonomi
Kesenjangan yang sangat mengkhawatirkan, ditunjukkan oleh terus menaiknya indeks gini. Hal ini
mencerminkan kegagalan pembangunan di bidang ekonomi, khususnya menyangkut distribusi kekayaan dan
pendapatan, dimana pertumbuhan ekonomi selama ini ternyata lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang.
Dehumanisasi
Akibat berkembangnya praktek ekonomi seperti penyalahgunaan narkoba, industri seks dan pornografi,
perdagangan miras dan sejenisnya dimana volume usahanya terus meningkat
Kekayaan sumber daya alam di negeri ini yang begitu melimpah ternyata tak bisa memberikan kesejahteraan
bagi mayoritas rakyat, karena pengelolaannya yang tidak acil. dan lebih banyak didominasi oleh perusahaan
asing.
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Akar Masalah
Komisi B Bidang Ekonomi
1. Hidup dalam sistem Ekonomi Liberal, yang menghasilkan peraturan perundangan dan kebijakan
yang tidak adil, diskriminatif dan abai terhadap ketentuan halal dan haram
2. Penguatan peran ekonomi umat Islam Indonesia, erat terkait dengan penguatan peran politik dan
sosial-budaya. Lebih jauh dari itu, karena jumlah penduduk miskin di Indonesia sebagian
besarnya merupakan umat Islam, maka penguatan peran ekonomi umat Islam di Indonesia sama
artinya dengan penguatan fondasi ekonomi Negara.
3. Penguatan peran ekonomi umat terkendala oleh tiga faktor utama, yakni faktor kultural berupa
rendahnya kualitas SDM akibat rendahnya pengetahuan dan keterampilan serta kemalasan
berusaha, serta adanya budaya yang menganggap bekerja keras untuk urusan dunia tidak sesuai
dengan anjuran agama. Kedua, faktor struktural berupa buruknya distribusi kekayaan akibat
sisetem ekonomi liberal yang melahirkan peraturan dan kebijakan yang tidak berkeadilan dan
diskriminatif sehingga tidak memberikan keberkahan serta hanya menguntungkan segelintir
orang dan merugikan sebagian besar yang lain yang notabene adalah umat Islam. Ketiga, faktor
Manajerial. Manajemen sumberdaya umat masih dirasakan lemah.
Oleh karena itu, agenda penguatan peran ekonomi umat harus dimulai dengan mengurai dua
kendala tersebut
2
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
Permasalahan
Kultural
• Rendahnya jiwa entrepreneurial di kalangan umat muslim
• Umat muslim lebih memaknai agama sebagai ritual formal
Struktural
KeJembagaan
:
• Pemerintah belum memiliki lembaga keuangan dan permodalan syariah yang
mendukung perekonomian umat
• Pemerintah belum mengambil peran secara dominan disektor hulu
ReguJasi:
• Belum adanya undang-undang yang mengatur sistem perekonomian nasional
• Sistem ekonomi syariah belum merupakan bagian dari sistem ekonomi nasional
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Permasalahan
Struktural - Kelembagaan
Komisi B Bidang Ekonomi
.
• Tidak dimilikinya blue print sistem ekonomi syariah nasional
• Pemerintah kurang mampu melindungi sumber daya alam untuk kepentingan umat
• Sistem pendidikan 'hanya berorientasi pada nilai akademis
Managerial
• Oaya saing ekonomi umat yang rendah
• Terbatasnya akses pelaku usaha muslim UMKM ke pasar
• Rendahnya kemampuan mengeksplorasi sumber daya lokal
3
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Solusi
Komisi B Bidang Ekonomi
Kultural
• Pemerintah memasukan sharia entrepeneurial dalam sistem pendidikan nasional
• Mengembangkan program edukasi tentang pemaknaan beragama dalam kehidupan
muamalah dan kemuliaan profesi pedagang.
Struktural
Kelembagaan :
• Pemerintah membentuk BUMN keuangan/permodalan syariah
• Pemerintah membentuk BUMN yang menangani industri hulu khususnya yang berkaitan
dengan ekonomi umat
Regulasi:
• Pemerintah mendorong diterbitkanya undang-undang yang mengatur sistem
perekonomian nasional (amanah amandement UUD 45)
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
• Pemerintah menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi
nasional dalam Program Pembangunan Nasional
•
Pemerintah menerbitkan blue print sistem ekonomi syariah nasional sebagai haluan
utama pengambangan ekonomi syariah yang tumbuh, stabil, adil dan berkah
• Pemerintah harus melindungi sumber daya alam dari kepentingan asing/korporasi dan
lebih berpihak pada kepentingan umat
Manajerial
• Pemerintah bersama industri mengembangkan program standarisasi kompetansi,
dukungan teknologi dan program pendampingan implemetasi
• Pemerintah menfasilitasi pengusaha UMKM muslim untuk dapat mengakses pasar
nasional dan pasar global.
• Pemerintah menfasilitasi pengembangan teknologi produk lokal dan membuat program
promosi di pasar internasional.
4
2/11/2015
Integreted Sharia Economic System
i.
I
III
.ro
,:;
tl.O
Q)
ex:
I-
'Vi
I~
:c::x:
1. Mendorong Pemerintah dan DPR-RI untuk membuat undang-undang yang mengatur
sistem perekonomian nasional dengan menjadikan sistem ekonomi syariah sebagai
bagian dari sistem ekonomi nasional
2. Mendesak Pemerintah untuk:
a.
Mendirikan lembaga keuangan/permodalan syariah BUMN
b.
Memperbesar perannya dalam pengembangan industri hulu yang berpihak
kepada ekonomi umat dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan dan energi
c.
Membentuk BUMN penyedia jaminan sosial bagi umat seperti BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan yang berbasis syariah
d.
Melindungi sumber daya alam dari kepentingan asing/korporasi dan lebih
berpihak pada kepentingan umat dengan melakukan nasionalisasi dan renegosiasi.
5
2/11/2015
Road Map
ImRlementasi Ekonomi S~ariah di Indone~a .20J_5-2020
Deklarasi Kongres Bidang Ekonomi
Menjadikan Ekonomi
Syariah Sebagai Bagian
Dominan Ekonomi Nasional
I
2020
SistemEkonomiSyariah
Transformasisistem
sebagaibagiandominan
ekonomisesuaidengan sistemekonomi
prinsipsyariah
nasional
I
MemperkokohSistem
Keuangandan Ekonomi
Syariahsertamental
entrepreneurmuslim
Ekonomi sharia sebagai kurtkuturn wajib
pendidikan
BUMN Shana Banking. insuransce.
Invesment
20% APBN dengan pola syariah
Regulasi/perundangan ekonomi syariah
Entrepreneur muslim tumbuh 20%
Sumber DayaManusia
. RegulasiI .
Perundangan
Alokasi
Univ Negen Ekonoml Syariah
Institute Negeri Sharia Entrepreneur
Penguatan perundanganl requtas:
ekonomi syariah
30 % APBN dengan pota syariah
Lembaga profesl ekonoml syariah
Integreted sharia economic system
lakat tumbuh menjadi 10% dari potensi
dan wakaf tunai tumbuh 5% darl potensi
40% APBN dengan pola syariah
Konggres Umat IslamIndonesiaVI
Komisi B Bidang Ekonomi
Program Eksekusi : Langkah2 Operasional
1.
Mereview dan memberikan usulan perbaikan peraturan perundangundangan dan kebijakan yang terkait dengan ekonomi umat.
DPR, Pemerintah, Perguruan
Tinggi (khususnya Perguruan
Tinggi Islam), MUI.
2.
Mengembangkan kewirausahaan sejak dini dan penguatan umat Islam
sebagai pelaku pasar, hulu hingga hilir yang bernilai tambah termasuk
dalam perdagangan retail, kuliner dan busana muslim
KADIN, IPMI, ISMI, ICMI,
HIPKA, Asosiasi Muslim.
3.
Memperkuat Ekonomi Mikro dan Pemberdayaan Ekonomi berbasis
Orrnas Islam dan Pesantren, terutama di Desa-Desa, dengan
memanfaatkan potensi pasar umat yang didukung gerakan ZISWAF
bersama-sama.
MUI, BKSPP, RMI, BAZNAS,
LAZ, ICMI dan Lembaga Sosial
dan Kemanusiaan Umat,
Perguruan Tinggi
4.
Mengembangkan Industri halal termasuk di dalamnya industri pariwisala
dan ekonomi kreatif
MUI, LHNU, KADIN, ISMI,
IPMI, BPOM, LHMU, IHI-ACT,
HIPKA
5.
Mendirikan Bank Umum Syariah yang dimiliki umat yang berpihak dalam
menumbuhkan UKM, termasuk di dalamnya mendukung pendirian Bank
Wakaf Indonesia.
BWI, leMI, ASBISINDO, IDB
6
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
Program Eksekusi . Langkah2 Operasional
_l_
6.
Menjadikan Masjid sebagai sentra penguatan sosial-ekonomi umat,
termasuk mendirikan BMT dan toko retail umat, dimulai dengan pilot
project Satu Oesa Satu BMT.
MUI, leMI, OMI, ABSINOO,
PBMTI, KAOIN, HIPMI, ISMI
7.
Meningkatkan kualitas SOM pengelola industri Ekonomi Syariah
melalui lembaga pendidikan, agar industri syariah lebih sesuai syariah
dan kompetitif di pasar.
MUI, Perguruan Tinggi, IMZ,
8.
Meningkatkan pemahaman dan praktek ekonomi syariah seperti
perbankan syariah, ZISWAF, Asuransi Syariah, Arbitrase Syariah dan
lain-lain.
MUI, Media Islam, MUIMI,
IKADI, Ormas Islam, BAMI,
ISEI, MES, IAEI, PKES, OJK
9.
Membiasakan umat untuk melakukan transaksi ekonomi yang
berorientasi dari umat, oleh umat dan untuk umat.
MUI, Media Islam, MUIMI,
IKAOI, Ormas Islam, BAMI.
ISEI. MES, IAEI. PKES, OJK
10.
Merekomendasikan kepada MUI untuk mengk6ordinir. melaksanakan
serta membentuk POKJA penguatan ekonomi umat yang
menindaklanjuti hasil KUII VI Jogjakarta
MUI
Pimpinan Sidang
H. Anwar Abbas
I","
..
-e-
i
i
•.
Sekretaris
HM. Nadratuzzaman Hosen
Tim Perumus
Ahmad Mukhlis Yusuf (Ketua)
Taufik Mahrus (Sekretaris)
Anggota:
Ahmad Juwaini
Syuhemadi Syukur
M. Azrul Tanjung
M. Ismail Yusanto
Fitri Fauziah
Bambang Kusumanto
Lukman Muslimin'
7
2/11/2015
Konggres Umat Islam Indonesia VI
Komisi B Bidang Ekonomi
Terima Kasih
8
MA TERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA VI
PENGUATAN PERAN SOSIAl BUDAYA UMAT ISLAM
INDONESIA
KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI
YOGYAKARTA, 8-11 FEBRUARI 2015
1
MA TERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA VI
Penguatan
Peran Sosial Budaya Umat Islam Indonesia
1. Latar Belakang
Telaah keagamaan Islam selalu berkaitan dengan sejarah (historis) dan kajian
realitas (empiris) umat Islam. Islam merupakan bagian penting dalam setting historis dan
sosial. Pada sisi lain, secara fenomenologis realitas sosial umat Islam memiliki pola umum
untuk dapat dipahami baik secara intuitif dan intelektual.
Islam sesungguhnya bukan hanya suatu sistem teologi semata, melainkanlslam
merupakan peradaban yang lengkap. Islam merupakan suatu kausalitas atan perpaduan
(integrasi) persoalan agama (ritual) dan duniawi (amaliah). Dalam Islam, tidak bisa
dipisahkan antara wilayah sakral dan profan.
Dalam tradisi Islam terdapat jalinan kuat antara spirit dan hukum keagamaan
dengan wilayah sosial. Islam tidak pernah padam dari sudut ideologi. Bahkan Islam akan
tidak pernah terpisah dari persoalan sosial-budaya. Karena itu, tidak perlu heran kalau
Islam pernah mengukir sejarah dunia. Islam telah mengalami kejayaan gemilang dan
dirasakan sebagai warisan dan blueprint sosial yang masih sangat mungkin dapat
dihidupkan kembali pada zaman yang berbeda.
Sejarah Islam di Indonesia mencatat, bahwa kehadiran Islam ke Nusantara melalui
proses yang panjang, khususnya melalui jalur perdagangan. Jejak sejarah Islam Indonesia,
setidaknya dapat dilihat secara nyata melalui struktur sosial, seni budaya, pendidikan,
dan politik. Secara keseluruhan perjalanan bangsa Indonesia identik sebagai perjalanan
sejarah Islam Indonesia itu sendiri.
Dalam konteks kekinian dengan ciri globalisasi dan modernisasi di Indonesia tidak
otomatis mengakibatkan memudarnya keislaman. Sebaliknya, Islam justru semakin
menguat secara kultural, sosial maupun politik. Umat Islam, sebagai konsekuensi
memegang mayoritas, memungkinkan paling banyak bersentuhan dengan modernisasi.
Hal ini ---bisa jadi --- menjadi faktor penentu kebangkitan (spiritualitas dan intelektualas)
umat Islam saat ini di era ciri globalisasi dan modernisasi. Kesadaran ini, hendaknya
mengilhami penyusunan skenario pembangunan Indonesia.
Peradaban sosial budaya Islam Indonesia, akan terus bergerak sejalan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam perlu melihat
kecenderungan (trend) arah perkembangan sosial budaya Islam Indonesia, setidaknya
dalam perspektif struktur sosial, seni budaya, pendidikan, dan politik. Sudah saatnya
dibangun perspektif baru untuk melakukan revitalisasi sosial, budaya, dan arsitektur
peradaban Islam Indonesia. Meskipun butuh waktu yang tidak singkat gagasan revitalisasi
sosial, budaya, dan arsitektur peradaban Islam Indonesia di masa depan yang memiliki
ciri dinamis, modern, maju, dan religius merupakan suatu ikhtiar yang perlu
diperjuangkan bersama.
2. Revitalisasi Sosial, Budaya, dan Arsitektur Peradaban Islam Indonesia
2.1. Revitalisasi Arsitektur Peradaban Islam Indonesia
Pasca reformasi, masyarakat bangsa Indonesia terus melakukan konsolidasi
untuk kepentingan pembangunan, baik pembangunan yang bersifat fisik maupun
yang bersifat non-fisiko Yang bersifat fisik antara lain terkait dengan pembangunan
2
MA TERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA
VI
infrastruktur, jembatan, hunian, pusat perdagangan, pusat pendidikan, kawasan
pemukiman, jalan, dan yang terkait dengan kebijakan tat ruang. Yang terkait dengan
non-fisik adalah tentang pembangunan sistem hukum, pembangunan sistem politik
dan ketatatnegaraan, sistem pendidikan, hingga pembangunan karakter kebudayaan
dan peradaban bangsa Indonesia.
Salah satu hal mendasar yang kemudian memberikan pengaruh signifikaan
dalam pembangunan arsitektur wilayah dan tata ruang serta identitas budaya
bangsa adalah kebijakan otonomi daerah. Oengan kewenangan yang dirniliki,
masing-masing daerah berlomba mengembangkan wilayahnya. Pusat-pusat daerah
baru dikembangkan. Untuk itu, umat Islam perlu merumuskan strategi kebudayaan
yang bersifat operasional dan praktis, baik yang terkait dengan simbol keagamaan
maupun substansi dari nilai keagamaan dalam proses pembangunan daerah baru
tersebut. Pengarusutamaan norma, nilai, dan spirit keislaman harus terus dilakukan
dalam proses pembangunan dan pembangunan peradaban. Oi sinilah relevansi dan
esensi pribumisasi Islam dalam konteks kebangsaan. Islam menjadi kaedah penuntun
dalam setiap proses pembangunan budaya dan peradaban.
Pasca reformasi, pembangunan infrastruktur memperoleh prioritas utama.
Pembangunan pusat ekonomi, pusat pemukiman baru, jalan, jembatan, pusat
rekreasi, dan sejenisnya dapat ditemukan dengan mudah, baik di pusat kota maupun
di pelosok desa. Tetapi pada saat yang sama, kita tidak melihat kontribusi desain
peradaban Islam dalam proses pembangunan terse but. Bahkan, secara kasat mata,
Simbol peradaban dan budaya Islam semakin lama semakin marginal dan
terpinggirkan, baik yang bersifat fisik (bangunan, tata ruang dan tata wilayah,
lanskap kota) maupun yang bersifat non-fisik (sistem pendidikan, seni budaya,
kebudayaan wilayahjkota).
Tumbuhnya pemukiman baru, baik berupa kawasan kota baru, pemukiman,
kompleks perumahan, kondominium, residensial, apartemen, dan sejenisnya, selalu
dibarengi dengan pusat pendidikan dan pusat perbelanjaan, yang secara umum
diikuti oleh keberadaan lembaga pendidikan yang nota bene tidak memiliki akar
keislaman dan kebangsaan. Belum lagi perencanaan tata wilayahnya yang tidak
ramah terhadap simbol ke-Islaman. Padahal, salah satu cara efektif dalam
membangun budaya manusia adalah melalui jalur pendidikan, dan basis lingkungan
pemukiman.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, ditambah dengan keran
kebebasan berekspresi, menambah riuh rendahnya jalinan informasi yang kemudian
membentuk karakter dan budaya bangsa secara sangat cepat. Budaya Barat yang
berbasis teologi Kristiani dengan mudah masuk, dan disadari atau tidak, telah
mengubah cara pandang masyarakat muslim di Indonesia. Hegemoni budaya pop
yang didominasi Barat sebagai kiblat terus meracuni generasi muda Islam, yang
akhirnya mereka gandrung dengan budaya tersebut, meski tak jarang bertentangan
secara diametral dengan norma agama Islam. Sementara, Islam dan umat Islam serta
budayawan dan seniman Islam tidak cukup hadir di dalam ruang ini untuk
berkontestasi memberikan "alternatif" dan "pembanding", sehingga pertandingan
untuk mengisi ruang seni dan budaya didominasi oleh budaya Barat yang nota bene
tidak memiliki akar ke-Islaman, nyaris tanpa perlawanan berarti; dari umat Islam dan
budayawan Islam,
3
MATERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI
Oalam sejarah kejayaan Islam di nusantara, kita bisa menyaksikan integrasi
semangat keagamaan dalam perencanaan pembangunan, termasuk di dalamnya
perencanaan tata kota dan tata ruang wilayah, sehinga lanskap daerah akan sangat
dengan mudah dikenali sebagai daerah yang memiliki basis budaya Islam, tanpa
kehilangan identitas budaya lokalnya.
Penataan kota masa kerajaan Islam Nusantara, yang hingga kini masih banyak
kita temukan jejaknya, selalu menempatkan pusat pemerintahan berdekatan dengan
pusat keagamaan, pendidikan, dan pusat ekonomi. semacam ini sampai sekarang
masih terus dapat disaksikan, dimana hampir setiap kota di Jawa yang dibangun
pada masa kerajaan Islam, pusat pemerintahannya senantiasa berada dipusat kota
yang terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah baratnya, penjara dan pasar
di sekitarnya.
Kecuali itu ciri khas jalan-jalan yang membelah dari pusat alun-alun
danperkampungan yang dihuni oleh komunitas orang santri yang disebut kauman
telah menjadi ciri khas tata kota di jawa. Bentuk arsitektur tata kota yang lain dapat
kita lihat pada bangunan tamansari dan hiasan pada keraton seperti pada bangunan
keraton yogya yang memiliki hiasan kaligrafi atau huruf Arab, gapura, masjid dan
benteng.
Pada aspek seni dan budaya misalnya, aktifitas seni Aceh seperti tari saman
dan Jawa seperti samrah dan raddad memiliki folosofi dan dimensi spiritualitas
agama Islam yang sangat agung, yang divisualisasi dalam bentuk seni gerak dan tari.
Para Ulama juga tampil dalam menyajikan seni rupa yang berdimensi keagamaan;
demikian juga lagu dan nyanyian juga sangat inspiratif, produktif, dan religius.
Arsitektur bangunan fisik gedung juga dibangun dengan filosofi yang sangat kuat
aspek religiusitasnya. Ada keterkaitan erat pembangunan fisik dengan dimensi
ilahiyah.
Pengembangan infrastruktur di Indonesia kini, seolah kering dari sisi
spiritualitas agama. Islam dan umat Islam tidak cukup hadir dalam memberikan
guidance dan penuntun dalam menyusun rancang bangun peradaban bangsa melalui
kebijakan tata ruang dan lanskap wilayah yang mencerminkan religiusitas.
Oi tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dewasa ini, identitas budaya
dan peradaban Islam semakin lama semakin terkikis. Sekedar menyebut contoh,
pembangunan gedung-gedung pencakar langit yang telah dan sedang dibangun,
tidak cukup banyak yang memiliki desain bangunan yang mengadaptasi arsitektur
Islam. Oi samping itu, pembangunan gedung-gedung tersebut justru meminggirkan
bangunan-bangunan yang sudah ada, yang memiliki historikal Islam; seperti masjid,
pesantren, sekolah Islam, dan sejenisnya. Oi sepanjang Jalan MH Thamrin dan
Sudirman di Jakarta, yang menjadi "front stage" dan icon Jakarta,tak satupun
bangunan yang dapat dibanggakan sebagai bangunan yang mencerminkan wajah
Jakarta yang religius. Bahkan, di kawasan bundaran Semanggi, berdiri cukup megah
kampus Unika Atmajaya, dan di belakangnya, dengan identitas yang cukup
mencolok, RSSiloam dengan logo salib yang sangat dominan.
Fakta yang lain, di saat pembangunan pusat perkantoran baru, baik karena
wilayah pemekaran maupun relokasi. Oesain pembangunan fisiknya pun tidak
mengintegrasikan semangat kebudayaan dan peradaban Islam di dalamnya.
Oominasi pembangunan pusat perbelanjaan juga tidak diimbangi dengan peneguhan
4
MATERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESLA VI
simbol spiritualitas di dalamnya. Kepentingan keuntungan ekonomis menjadi faktor
dominan dalam pembangunan.
Oi samping aspek fisik, pada aspek budaya, umat Islam juga tidak cukup ambil
peran untuk mengisi dan berkontestasi. Pada bulan ramadhan dan Idul Fitri serta
hari-hari besar Islam, dulu memiliki nuansa kemeriahan, dan seolah menjadi
identitas budaya, yang menyatu dengan masyarakat secara umum. Kini, takbir pada
saat idul fitri saja sudah mulai dilokalisir "hanya" di masjid. Belum lagi hari-hari besar
Islam lain seperti Maulid Nabi saw, Isra' Mi'raj, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah, dan
sejenisnya. Peristitiwanya menjadi sangat "Iokal" dan kembali "hanya" milik umat
Islam, dan itupun "sebagian umat Islam". Oi sisi lain, momentum keagamaan agama
lain terus dikembangkan secara kreatif dan disosialisasikan sedemikian rupa, dan
akhirnya menjadi "ritual nasional" yang pengikutnya melampaui hanya sekedar
umatnya. Tengok saja misalnya saat Natal dan Tahun Baru Masehi. Topi sinterklas
mendominasi pemandangan di bulan Oesember di berbagai ruang publik, dengan
segala pernak perniknya; tahun baru masehi menjadi begitu istimewa dengan
berbagai pesta penyambutannya; yang secara tidak sadar telah mampu merubah dan
menjadi budaya yang diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Oi sinilah perlunya konsolidasi ideologi, visi, dan juga gagasan untuk
merumuskan strategi kebudayaan Islam, merivitalisasi norma dan nilai keagamaan
dan membumikannya dalam peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia;
memastikan Islam hadir secara aktif dalam mewarnai dan membangun cetak biru
peradabang bangsa, menghadirkan spirit keagamaan Islam dalam mewarnai
peradaban bangsa Indonesia serta mengarusutamakan budaya Islam sebagai
identitas budaya bangsa.
Kongres Umat Islam VI sudah seharusnya merumuskan langkah kongkrit
dengan mendorong seluruh elemen strategis umat Islam untuk bersatu padu
mewujudkan lanskap peradaban bangsa Indonesia dengan paduan norma, tata nilai,
dan spirit keislaman.
2.2. Revitalisasi Sosial Umat Islam Indonesia
Oinamika transformasi kontemporer telah menampilkan fenomena baru di
kalangan umat Islam. Peningkatan taraf pendidikan dan ekonomi, telah
menumbuhkan kelas menengah perkotaan yang menampilkan wajah "umat Islam
modern". Modernitas dan gaya hidup, serta peningkatan spiritualitas umat Islam
baik di perkotaan dan pedesaan telah mampu menampilkan "wajah" Islam yang
bercorak urban dan modern. Peningkatan kesadaran penggunaan busana muslimah,
baik di perkotaan dan pedesaan, mengindikasikan tumbuhnya kesadaran baru
sebagai refleksi dari pendalaman dan penghayatan keagamaan di kalangan
muslimah.
Peningkatan spiritualitas umat Islam Indonesia, juga diindikasikan dengan
meningkatnya daftar tunggu jemaah haji. Publikasi Kementerian Agama RI Januari
2015 mencatat daftar tunggu haji tertinggi yaitu 2 (dua) kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan meliputi Kabupaten Wajo yaitu tahun 2042 dan Kabupaten
Bantaeng tahun 2040. Lamanya daftar tunggu untuk menunaikan ibadah haji,
setidaknya mengindikasikan tingginya kesadaran akan menunaikan ibadah haji dan
meningkatnya derajat ekonomi umat Islam Indonesia.
5
MATERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA VI
Meningkatnya peran politik dan birokrasi umat Islam, setidaknya pada aspek
kuantitas merupakan indikasi dari mobilitas sosial umat Islam. Peningkatan secara
signifikan, masyarakat terdidik di kalangan umat Islam juga menjadi cermin dinamika
dan transformasi sosial umat Islam yang semakin tajam. Sebaliknya, umat Islam
kontemporer juga masih didera berbagai persoalan sosial, diantaranya kemiskinan,
kesenjangan sosial-ekonomi, kebodohan, konflik sosial internal umat Islam ---vertikal
dan horizontal, serta konflik antar umat Islam sebagai akibat (efek ikutan) dari
mobilitas sosial.
Data Biro Pusat Statistik (BPS)menunjukkan, bahwa secara absolut kemiskinan
di Indonesia menyentuh angka 10.356.690 (kota) dan 17.371.690 (desa). Bila
menurut sensus penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk
Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,91% Katolik, 1,69% Hindu,
0,72% Buddha dan 0,05% Khonghucu; maka kisaran kemiskinan Indonesia 90% atau
lebih yaitu umat Islam. Kemiskinan sebagai problem sosial pada prinsipnya telah
mendapatkan jawaban yang jelas dalam ajaran Islam dengan konsep zakat, infak dan
sedekah. Namun, bagaimana realisasi dalam kenyataannya, kelembagaan zakat,
infaq, dan shadakah masih belum berperan secara signifikan dalam peningakatan
ekonomi umat Islam.
Problematika sosial lainnya, seperti mengenai pluralisme,tafsir kebebasan
beragama dan berkeyakinan. Pluralisme, khususnya dikaitkan dengan toleransi
beragama, mendudukan umat Islam dalam posisi dilematis dan kurang diuntungkan.
Menurut data BPSpartisipasi pendidikan di atas; menunjukkan bahwa
partisipasi pendidikan umat Islam di Indonesia semakin menu run sejalan dengan
peningkatan jenjang pendidikan. Angka partisipasi murni (APM) tahun 2013
menunjukkan 95,52 (SD/MI); 73,73 (SMP/MTs); 54,12 (SM/MA); dan 18,08 (PT).
Menurunnya partisipasi murni pendidikan sejalan dengan meningkatnya jenjang
pendidikan, maka akan mengakibatkan pengangguran yang berasal di kalangan umat
Islam.
Data BPSmenunjukkan, bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dalam
rentang (66,16-69,96) persen dengan tingkat pengangguran terbuka (TPK) dalam
rentang (5,92-11,24) persen atau antara (7,17-11,90) juta. lumlah pengangguran
(menurut publikasi BPSlainnya) pada Februari 2014 mencapai 7,2 juta orang, dengan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)cenderung menurun, dimana TPT Februari 2014
sebesar 5,70 persen turun dari TPT Agustus 2013 sebesar 6,17 persen dan TPT
Februari 2013 sebesar 5,82 persen. Pada Februari 2014, TPT untuk pendidikan
Sekolah Menengah Atas menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 9,10 persen,
disusul oleh TPT Sekolah Menengah Pertama sebesar 7,44 persen, sedangkan TPT
terendah terdapat pada tingkat pendidikan SO ke bawah yaitu sebesar 3,69 persen.
Jika dibandingkan keadaan Februari 2013, TPT pada semua tingkat pendidikan
mengalami penurunan kecuali pada tingkat pendidikanSD ke bawah dan Diploma.
Profil persolan sosial umat Islam, cukup terwakili dengan melihat indikator
rendahnya taraf pendapatan (ekonomi), pendidikan, dan tingginya pengangguran di
Indonesia. Kesimpulan berdasarkan data BPS (dengan menggunakan acuansensus
penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah
pemeluk Islam) cukup mewakili kerisauan bersama atas potren persoalan sosial umat
Islam.
6
MA TERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA
VI
2.3. Revitalisasi Budaya Islam Nusantara
Budaya Islam Indonesia tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah
panjang masyarakat Indonesia. Budaya dimaknai sebagai hasil pemikiran, keyakinan,
perilaku. Budaya juga dikenal sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa man usia. Budaya
umat Islam Indonesia, dengan demikian, akan memiliki dimensi yang jamak sesuai
dengan relativitas cipta, rasa, dan karsa umat Islam.
Era kontemporer (kekinian) bercirikan globalisasi, komunikasi dan informasi
saat memberikan dampak pada percepatan informasi dan komunikasi. Implikasinya
terjadinya pertukaran dan transformasi budaya secara massif dalam berbagai bentuk
seperti produk karya seni dan ilmu pengetahuan.Dampak iringan paling dirasakan
dalam realitas kehidupan masyarakat, diantaranya maraknya tayangan televisi,
internet, pola gaya hidup.
Secara faktual ---dengan menyebut--- tayangan televisi, internet, pola gaya
hidup masih jauh dari budaya Islam ideal. Secara diametral konten atau substansi
budaya saat ini ---tayangan televisi, internet, pola gaya hidup--- bertentangan
dengan nilai Islam. Meski pun masih ada ---dengan jumlah yang sangat terbatas--yang sejalan atau setidaknya tidak bertentangan dengan kaidah dan nilai Islam.
Celakanya, tayangan televisi, internet, pola gaya hidup itulah yang banyak dijadikan
kiblat oleh umat Islam.
Globalisasi sebagai konsekuensi revolusi iptek (ilmu, pengetahuan dan
teknologi), komunikasi dan informasi membawa dampak sangat luas, diantaranya
pada aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Umat Islam dan negara kehabisan
cara untuk melakukan filter terhadap merebaknya pengaruh akibat dari tayangan
televisi, internet, pola gaya hidup. Berbagai regulasi untuk menahan efek negatif
terhadap tayangan televisi, internet, pola gaya hidup banyak menemui jalan buntu.
Terminologi tingkat budaya masyarakat Indonesia ---menu rut data BPS--dicirikan oleh konsumsi informasi masyarakat yang berasal dari kegiatan mendengar
radio, menonton televisi, membaca surat kabar/majalah, dan melakukan olahraga.
Berdasarkan data Indikator Sosial Budaya 2003, 2006, 2009, dan 2012 di atas, terjadi
penurunan secara cukup signifikan pada kegiatan mendengar radio, yaitu dari
50,29% (tahun 2003) menjadi hanya 18,57% (tahun 2012). Sementara kegiatan
menonton televisi naik dari 84,94% (tahun 2003) menjadi 91,68% (tahun 2012).
Penurunan juga terjadi pada kegiatan membaca surat kabar/majalah dari 23,70%
(tahun 2003) menjadi hanya 17,66% (tahun 2012); dan kegiatan Melakukan Olahraga
dari 25,45% (tahun 2003) menjadi hanya 24,99% (tahun 2012).
Pada sisi lain, revolusi iptek, komunikasi dan informasi membawa dampak
positif. Melalui televisi, internet dan media elektronik banyak informasi positif bisa
dimanfaatkan bagi pengembangan iptek, sosial budaya, dan ekonomi. Taraf
keterdidikan, kepintaran/kecerdasan masyarakat makin meningkat. Secara kultural,
etos dan gairah kerja keras bisa dibangun; sehingga mampu membongkar sikap
pasrah, malas dan statis di masyarakat. Bahkan, melalui revolusi iptek, komunikasi
dan informasi Indonesia dapat menggenjot peningkatan kualitas sumberdaya
manusia (SDM)agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Pada era modern saat ini, kiblat budaya bukan dialamatkan pada negara
dengan peradaban maju, melainkan pada dunia barat yang dipandang sebagai kiblat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak pelak, dunia barat menjadi rujukan
7
MA TERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI
dan dunia timur dipandang sudah ketinggalan zaman dan tidak relevan lagi.
Pemikiran demikianbisa saja kita katakan keliru, dengan alasan bahwa pada dasarnya
Islam telah memberikan kontribusi yang amat besar bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi saat ini. Islam juga diklaim telah memberikan kontribusi
bagi kemajuan Barat dimana ilmuwan Barat telah mempelajari karya ilmuwan Islam
sepertilbnu Rusyd, AI Farabi, Ibn Sina, dan banyak lagi yang lainnya. Namun, faktanya
ketika umat Islam mau belajar mengenai ilmu dan teknologi, arahnya jelas yaitu
negara Barat.
Islam ---dalam perspektif budaya komunal--- merupakan tatanan masyarakat
yang menjaga dan menegakkan aqidah dan svori'ot, serta rahmatan iiI
alamin{mensejahterakan seluruh alam dan umat manusia).lslam mengharuskan
umat manusia untuk merenungkan seluruh ciptaan Illahi dan menggali ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, menggali ilmu, pengetahuan, dan teknologi (iptek)
adalah kewajiban syari'ah bagi umat Islam.
Posisi strategis umat Islam dalam era globalisasi, yaitu memberikan arah dan
bimbinganagar umat Islamtidak menjauh dari konsepsi dan budaya Islam. Umat
Islam harus tetap teguh berpijak pada nilai Islam untuk membentengi
berkembangnya ideologi sekuler dan budaya yang bertentangan ajaran Islam.
Dengan
demikian,
maka
peran
ilmu
dan
keagamaan
Islam
perlu
dikonstruksikanuntuk mewarnai era globalisasi,sehingga dapat dimanfaatkan secara
positifbagi membangun tatanan dunia baru yang memiliki platform dan berkiblat
pada budaya dan nilai keislaman.
3. Strategi Implementasi
Apa sesungguhnya agenda penting dalam penguatan peran sosial budaya umat
Islam Indonesia? Beberapa agenda di bawah ini, merupakan perasan dari berbagai
pemikiran di atas, untuk mengarahkan pada opsi implementasi.
3.1. Strategi implementasi revitalisasi arsitektur peradaban Islam Indonesia
a. Umat Islam perlu mengembangkan arsitektur peradaban Islam Indonesia baik
pada aspek fisik maupun pengembangan budaya pada aspek pengembangan
platform budaya Islam.
b. Umat Islam hendaknya terus menjaga dan melestarikan tradisi budaya keislaman
seperti budaya Betawi, Aceh, Riau dan Banten.
c. Tokoh dan pemimpinan umat Islam hendaknya secara intensif melakukan
konsolidasi
ideologi,
VIS I,
dan
gagasan
untuk
merumuskan
dan
mengimplementasikan revitalisasi arsitektur Islam di Indonesia.
d. Umat Islam Indonesia hendaknya hadir secara aktif dalam mewarnai dan
membangun cetak biru (blue print) revitalisasi arsitektur Islam di Indonesia yang
bersumber pada spirit keagamaan Islam.
3.2. Strategi implementasi revitalisasi sosial umat Islam Indonesia
a. Kehidupan keberagamaan baik pada peningkatankeyakinan (beliefi, ibada (ritual),
ukhuwah islamiyah dalam masyarakat (community) perlu terus didorong, dibina
dan dikembangkan.
8
MATERl KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA VI
b. Perlu didorong peningkatan, pertumbuhan dan perkembangan peran lembaga
(institusi) keagamaan dalam usaha memerangi kemiskinan, kebodohan, dan
pengangguran di kalangan umat Islam.
c. Umat Islam hendaknya melakukan transformasi sosial dalam membentuk dan
membangun tatanan sosial umat Islam yang rahmatan IiI 'alamin dengan tidak
meninggalkan ciri modernitas, ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung
oleh kesejahteraan ekonomi.
3.3. Strategi implementasi revitalisasi budaya Islam Nusantara
a. Tokoh dan pimpinan umat Islam hendaknya mengambil langkah penting dalam
melakukan gerakan pembudayaan dengan merujuk pada peningkatan budaya
belajar, sadar pentingnya informasi (melalui kegiatan mendengarkan radio,
menonton tayangan positif, membaca, dan berolahraga), dan pola hidup sehat.
Melalui peningkatan budaya belajar dan sadar pentingnya informasi, maka usaha
membumikan AI-Quran dan As-sunnah sebagai basis pengembangan iptek dan
kebudayaan dapat berjalan optimal.
b. Perlu dibangun kesadaran akan pentingnya penguasaan iptek (ilmu, pengetahuan,
dan teknologi) dan pendalaman keagamaan Islam secara memadai guna
menghadapi era globalisasi, sehingga dapat dibentuk tatanan dunia baru yang
memiliki platform dan berkiblat pada budaya dan nilai keislaman.
c. AI-Quran dan As-sunnah harus dijadikan rujukan dasar dalam pengembangan
tayangan televisi, internet, pola gaya hidup, dan budaya Islam (hasil pemikiran,
keyakinan, perilaku, cipta, rasa, dan karsa manusia).
d. Umat Islam hendaknya melakukan lompatan dalam rekayasa budaya (cultural
engineering) dan rekayasa sosial (social engineering) dalam rangkamembangun
peradaban baru dengan iptek dan kebudayaan Islam yang lebih maju dan modern.
9
MATERI KONGRES UMAT ISLAM INDONESIA
VI
HASll RUMUSAN
KOMISI C BIDANG SOSIAl BUDAYA
EMPAT STRATEGI UTAMA
Komisi Sosial Budaya menyepakati bahwa dalam rangka penguatan peran sosial
budaya umat Islam Indonesia ditempuh (di antaranya) melalui empat strategi utama,
yaitu:
1. Penguatan Institusi Keluarga
a. Menyelenggarakan edukasi pra-nikah.
b. Menghidupkan fungsi dan kegiatan pembinaan keluarga melalui lembaga terkait
seperti : majelis taklim, ormas Islam, dan lembaga pendidikan.
c. Memperkuat relasi intrakeluarga sesuai nilai-nilai keislaman melalui keteladanan.
d. Menyediakan fasilitas dan sarana publik yang ramah bagi anak dan keluarga.
2. Pengembangan Generasi Muda
a. Merevitalisasi kegiatan remaja masjid.
b. Meningkatkan kegiatan remaja melalui organisasi kepemudaan Islam.
c. Menyelenggarakan festival budaya Islam.
d. Melindungi generasi muda dari pornografi, narkoba, pergaulan bebas, dan
perilaku amorallainnya.
e. Menyediakan sumber informasi dan sumber belajar yang menyenangkan.
3. Perlindungan umat dari pemurtadan, aliran sesat, sinkretisme, perdukunan, wangsit,
dan pemikiran SIPIUS(sekularisme, pluralisme, dan liberalisme).
a. Memetakan daerah rawan pemurtadan, aliran sesat, sinkretisme, perdukunan,
wangsit, dan pemikiran SIPILIS.
b. Mengoptimalkan dakwah di daerah rawan pemurtadan, aliran sesat, sinkretisme,
perdukunan, wangsit, dan pemikiran SIPIUS
c. Menguatkan kapasitas da'i melalui program pendidikan, pelatihan, dan kegiatan
sejenis.
d. Memberikan dukungan pendanaan bagi kegiatan dakwah.
4. Revitalisasi budaya Islam melalui kesultanan
a. Mengacu pada landasan hukum : Amandemen ke 2, UUD 1945 pasal18b, dan
Permendagri No. 39 tahun 2007.
b. Menyelenggarakan festival kesultanan Islam, baik nasional maupun
internasiona I.
c. Menyelenggarakan penelitian, pengkajian dan pengembangan kesultanan
Nusantara.
d. Menciptakan dan menjadikan kesultanan Nusantara sebagai model budaya
Islami, yang menggambarkan keharmonisan antara manusia, alam dan Allah Swt.
(Hal-hal yang lebih rinci sebagaimana tertuang dalam 40 pointers terlampir dalam
Yarasutra)
10
MATERI KONGRES UMA T ISLAM INDONESIA
Pimpinan Sidang :
1. Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas
2. Prof. Dr. Hj. Tuti Alawiyah
3. Dr. H. Sinansari ecip
4. Drs. H. Basri Bermanda, MBA
(Ketua)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
Tim Perumus :
1. Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya
2. Prof. Dr. H. Muhammad Asdar
3. Prof. Dr. H. Rahmat Soe'oed, M.A
4. Drs. Taslim, M.A
5. Dr. H.M. Asrorun Ni'am Sholeh, M.A
6. Dr. Hj. Rustuti Rumagesan, MBA
7. Dr. Hj. Sururin
(Ketua)
(Sekretaris)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
(Anggota)
VI
11
Download