aspek sosial dalam novel orang

advertisement
ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PULAU KARYA GIYAN: TINJAUAN
SOSIOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
Desi Setianingsih
A310120202
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
ASPEK SOSIAL DALAM NOVEL ORANG-ORANG PULAU KARYA GIYAN: TINJAUAN
SOSIOLOGI SASTRA DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, (1) struktur yang membangun novel Orangorang Pulau karya Giyan, (2) aspek sosial dalam novel tersebut, dan (3) relevansi hasil penelitian dalam
pembelajaran Sastra di SMA.Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.Objek kajian
dalam novel ini adalah aspek sosial.Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa paragraf dalam
novel Orang-orang Pulau.Sumber data primer diperoleh dari novel Orang-orang Pulau sedangkan sumber data
sekunder diperoleh komentar pembaca pada laman facebook penulis novel.Teknik pengumpulan data yang
digunakan menggunakan teknik simak catat.Teknik keabsahan data yang digunakan adalah teknik
trianggulasi teori dan trianggulasi data.Teknik analisis data menggunakan metode dialektika. Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan, terdapat tiga hasil penelitian, yakni (1) struktur yang membangun novel
Orang-orang Pulau meliputi tokoh yaitu Darso dan Supini, alurnya maju, latar tempat terjadi di Kampung
Katapang selama 22 tahun, dan tema meliputi kesenjangan sosial, (2) aspek sosial yang terdapat dalam
novel meliputi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Kampung Katapang, kejahatan sosial berupa
diusirnya Darso dari kampungnya sendiri, disorganisasi keluarga terjadi pada Nyai yang ditinggal pergi
Brodin lalu menikah dengan Napisa, ciri masyarakatnya selalu mendewakan materi, lingkungan hidup
dibatasi oleh si kaya dan si miskin, pendidikan sangat terbelakang, dan (3) hasil penelitian ini relevan
dengan pembelajaran sastra di kelas XI semester 1 sesuai dengan SK 7 KD 7.2 untuk Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan di kelas XII semester 1 berkaitan dengan teks fiksi untuk Kurikulum
2013.
Kata Kunci: Novel, Aspek Sosial, Sosiologi Sastra
Abstract
The aims of this research are describing (1) the structural that builds novel Orang-orang Pulau by
Giyan, (2) the social aspect within the novel, (3) the results relevance of this research concerning to
implement it to the literary study in Senior High School (SMA). The method that uses in this research is
belonging to descriptive qualitative method. The main object of this study is the social aspects. Where the
data that required in this research are the paragraphs of Orang-orang Pulau. The primary data is gained
from Orang-orang Pulau while the secondary data is gained from internet sources. Those articles are
comments taken from the author’s Facebook page. In this research’s collecting data is settling in the way of
scrutinizes and notes. As researcher depicts from other researches, this research will be validated the data
in two methods, they are the triangulation theory and triangulation data. Following the technique of
analyzing data is mapped out in dialectics method. Based on the analysis has been stretched off all around
the writing, this research is gained three research results, those are (1) the structure that builds novel
Orang-orang Pulau covering characters named Darso and Supini, the forward plotting story, setting of place
settled in Kampung Katapang for 22 years and the idea including social inequality, (2) social aspect within
the novel around poverties by the people of Kampung Katapang, as well as the social crimes such as the
expulsion main character Darso from his home, disorganization family towards Nyai who leaved by
Brodin and married with Napisa, people or society are always prioritized such matter aspect, the
environments are limited by the higher and the lower, horrible educational system as well, and (3) the
relevancy of this research is available on literary teaching of XI grade the first semester in accordance
with the decree of SK 7 KD 7.2 for the KTSP and the XII grade 1st semester relating to fiction stories to
the Curriculum of 2013.
Keywords: A Novel, the Social Aspect, Literary Sociology.
1. PENDAHULUAN
Karya sastra diungkapkan melalui bahasa yang artistik melalui proses imajinatif. Sastra merupakan hasil karya
manusia yang kreatif, artinya manusia dalam mengungkapkan penghayatan dan pengalamannya melalui bahasa, baik
secara lisan maupun tulisan yang dapat menimbulkan rasa indah dan dapat menggetarkan hati pembaca.Karya sastra
biasanya dituangkan dalam bentuk roman, cerpen, drama, dan puisi.Seorang pencipta karya sastra tidak hanya ingin
mengekspresikan pengalaman jiwanya.Akan tetapi, secara implisit bermaksud untuk mendorong serta mempengaruhi
1
pembaca agar ikut memahami dan menghayati masalah yang diungkapkan dalam sebuah karya sastra.Dengan
demikian dapat terungkap nilai-nilai sastra yang dapat mengembangkan pengetahuan bagi kepentingan pendidikan.
Berdasarkan pengamatan peneliti, sedikit sekali siswa yang gemar membaca.Hal demikian terjadi karena
beberapa faktor. Misalnya saja kebiasaan gemar membaca yang belum ditanamkan sejak usia dini. Hal inilah yang
menjadikan dasar peneliti memilih novel sebagai objek kajian untuk diteliti.Seperti yang kita ketahui, bahwa salah
satu karya sastra yang dapat dikaji dalam pembelajaran sastra yaitu novel.
Menurut Nurgiyantoro (2012:31-32) novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan
mengungkapkan segala sesuatu (lebih bersifat) secara tidak langsung. Tujuan utama analisis kesastraan, fiksi, puisi,
ataupun yang lain adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk
membantu menjelaskan pembaca yang kurang dapat memahami karya itu. Manfaat yang akan terasa dari kerja
analisis itu adalah jika kita (segera) membaca ulang karya-karya kesastraan (novel, cerpen) yang dianalisis itu, baik
karya-karya itu dianalisis sendiri maupun orang lain. Namun demikian adanya perbedaan penafsiran dan pendapat
adalah sesuatu hal yang wajar dan bisa terjadi, dan itu tidak perlu dipersoalkan.
Berdasarkan pemikiran tersebut peneliti mengadakan sebuah penelitian yang mengkombinasikan antara
pendidikan dan ilmu sosial menggunakan novel sebagai sumber datanya.Peneliti memilih jenjang pendidikan SMA
karena hal tersebut sesuai dengan kurikulum yang ada.Kurikulum yang digunakan ialah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 sesuai dengan Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Apabila kita cermat, banyak sekali gejala-gejala sosial sebagai wujud aspek sosial. Oleh karena itu, peneliti
ingin mengangkat fenomena gejala sosial dalam sebuah bahan ajar yang akan relevan dengan pembelajaran sastra di
SMA. Jenjang pendidikan SMA dipilih berdasarkan alasan bahwa teks materi pembelajaran yang menggunakan cerita
fiksi dalam novel terdapat pada KD SMA baik pada KTSP maupun Kurikulum 2013. Berbeda dengan KD pada
jenjang pendidikan SMP, meskipun juga terdapat materi pembelajaran menganalisis unsur-unsur intrinsik tetapi teks
yang digunakan bukan teks cerita fiksi.Dengan demikian, hasil penelitian ini dirasa lebih relevan dengan
pembelajaran sastra di SMA.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga.
1) bagaimana struktur yang membangun novel Orang-orang Pulau karya Giyan?
2) bagaiamana aspek sosial dalam novel Orang-orang Pulau karya Giyan dengan Tinjauan Sosiologi Sastra?
3) bagaimana relevansi hasil penelitian ini dalam pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)?
Ada beberapa penelitian relevan yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh
Estevez (2011) dengan judul “Humans Rights in Contemporary Political Sociology: the Primacy of Social Subjects”.
Penelitian ini merupakan suatu tumpang tindih sementara yang melibatkan pergantian konstruktivis dalam sosiologi
dan perjuangan hak asasi manusia.Hak asasi manusia nasional dan transnasional telah mengubah HAM menjadi
topik penelitian yang penting dalam sosiologi politik.
Suryaningsih (2012) dengan judul “The Construction of African-American Identity in Langston Hughe’s
Mulatto”. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pencarian identitasnya yang sesungguhnya, Robert
mengalami kesadaran ganda sebagai hasil dari diskriminasi rasial yang dilakukan oleh orang Amerika.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Karatekin (2013) dengan judul “Social Studies Student Teacher’s
Level of Understanding Sociology Concepts within Social Studies Curriculum”. Analisis menunjukkan bahwa
mahasiswa keguruan ilmu sosial sering mengekspresikan konsep sosiologi dalam kurikulum studi sosial pada tingkat
“pemahaman terbatas” dan “tidak memahami”. Kesalahpahaman yang paling banyak ditemui terdapat dalam konten
sosiologi yaitu “sosialisasi” dan “lembaga sosial”.
Permata (2013) dengan judul “Budi Darma’s “Charles Lebourne” as Representation of Man’s Darkside and
Weakness of The Innerside: a Structual Analysis”. Dengan menganalisis keenam episode dalam cerita pendek,
pendekatan struktural ini menghasilkan dua struktur. Struktur pertama yang merupakan struktur perjumpaan antara
tokoh dalam cerita menunjukkan proses bagaimana para tokoh hidup bersama setelah terpisah sekian lama.
Sementara struktur kedua yang merupakan konflik batin manusia terhadap penderitaan yang dialaminya, sisi
buruknya, kelemahannya.
Pramono (2013) dengan judul “Female’s Silent Resistance Against Hegemony in The Scarlet Letter, Bekisar
Merah, and Belantik: a Comparative Analysis”. Penelitian ini memaparkan sistem patriarki dalam masyarakat yang
merupakan pranata sosial bersifat hegemonik dan merugikan kaum perempuan tapi menguntungkan pihak laki-laki.
Lasiyah, tokoh utama dalam novel Bekisar Merah dan Belantik, Hester Pryne tokoh utama dalam novel The Scarlet
Letter, sama-sama mengalami penindasan hegemonic dari masyarakatnya yaitu Jawa dan Puritan.
2
Penelitian-penelitian yang relevan berguna untuk menunjukkan bahwa penelitian tersebut sebagai penelitian
lanjutan, pemantapan, perbedaan fokus, atau sama sekali baru. Penelitian ini tergolong dalam penelitian yang
memiliki perbedaan fokus dengan penelitian sebelumnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan
peneliti ini belum pernah diteliti oleh orang lain dan bukan merupakan penelitian lanjutan atau pemantapan,
melainkan benar-benar baru.Penelitian ini menggunakan kajian teori yang berhubungan dengan kajian penelitian
ini.Kajian tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.
1.1 Teori Strukturalisme
Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang kreatif.Dalam sebuah karya sastra tentu terdapat struktur yang
membangun karya itu menjadi runtut dan enak untuk dibaca.Antara satu struktur dengan struktur yang lainnya saling
berkaitan dan berkesinambungan. Pradopo (dalam Faruk,2001:55) mengungkapkan satu konsep dasar yang menjadi
ciri khas teori struktural yaitu adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur
yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunannya saling
berjalinan. Oleh karena itu untuk memahami maknanya, karya sastra harus dikaji berdasarkan strukturnya sendiri,
terlepas dari latar belakang, sejarah, maksud penulis dan interpretasi dari pembaca.
Dalam lingkup karya fiksi, struktur karya sastra dikelompokkan ke dalam tiga subjudul di antaranya faktafakta, tema, dan sarana-sarana sastra (Stanton, 2007:20). Fakta cerita itu sendiri terdiri atas tema, tokoh, dan latar
sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji,
dan juga cara-cara pemilihan judul. Di dalam karya sastra, fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra
dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.
1.2 Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner (lintas disiplin) antara sosiologi dan ilmu sastra.Sosiologi adalah
ilmu tentang masyarakat atau lebih spesifik ilmu tentang kehidupan masyarakat.Masyarakat itu sendiri sebenarnya
merupakan suatu lembaga yang di dalamnya melibatkan manusia yang saling berinteraksi.Menurut Sumarjan (dalam
Ekarini, 2003:2) sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk di
dalamnya perubahan-perubahan sosial.
Ritzer (dalam Faruk, 1999:2) menganggap sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang multiparadigma.
Maksudnya, di dalam ilmu tersebut ditemukan beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha
merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Paradigma itu sendiri diartikannya sebagai satu ciri
fundamental mengenai pokok persoalan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma itu berfungsi untuk menentukan
apa yang harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana cara mengajukannya, dan
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam interpretasi jawaban-jawaban yang diperoleh.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah telaah
yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat.Cerminan kehidupan masyarakat secara menyeluruh
dapat dibongkar dengan pendekatan sosiologi sastra.Melalui penampilan fakta-fakta sosial dalam karya sastra yang
mengungkap keadaan masyarakat secermat-cermatnya.
1.3 Teori Aspek Sosial
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologi sastra sebagai landasan teori dalam menganalisis
novel Orang-orang Pulau karya Giyan. Menurut Herimanto aspek adalah cara memandang struktur temporal intern
suatu situasi. Situasi dapat berupa keadaan, peristiwa, dan proses. Lebih lanjut Solaeman (1998:11) mengungkapkan
makna sosial sebagai aksi dan interaksi sosial, serta fenomena yang dihasilkan oleh proses berpikir. Aspek sosial
dimaknai sebagai cara memandang aksi, interaksi, dan fenomena sosial. Interaksi sosial merupakan faktor utama
dalam kehidupan sosial.
Pada dasarnya sosiologi meneliti gejala-gejala kemasyarakatan.Namun, sosiologi juga perlu mempelajari
masalah-masalah sosial. Karena ia merupakan aspek-aspek tata kelakuan sosial (Soekanto, 2012:311). Jadi, wujud
aspek sosial dapat berupa masalah sosial, moral, politik, ekonomi, dan agama.Seperti yang dipaparkan Soekanto
(2012:311) masalah sosial dijabarkan menjadi kejahatan sosial, konflik antar ras, kemiskinan, disorganisasi keluarga,
lingkungan sosial, masyarakat, dan delinkuensi anak-anak.
1.4 Teori Pembelajaran Sastra
Dalam paparan berikut ini, peneliti akan mencoba mempertimbangkan suatu cara yang rasional untuk menunjukkan
kedudukan pengajaran sastra di dalam kurikulum pendidikan. Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang
tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah
3
nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Masalah yang kita hadapi sekarang adalah menentukan
bagaimana pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara utuh.
Rahmanto (2004:16) mengungkapkan bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh
apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan
budaya, mengembangkan cipta dan rasa,dan menunjang pembentukan awak. Agar dapat memilih bahan pengajaran
sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Berikut ini akan dibicarakan tiga aspek penting yang
tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan pengajaran sastra, yaitu, a) bahasa, b) psikologi, c) latar belakang
budaya.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.Peneliti memusatkan analisis pada deskripsi data yang
digunakan.Metode penelitian kualitatif menghasilkan data berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti
lebih daripada sekedar angka atau frekuensi (Sutopo, 2002:35).Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa
paragraf dalam novel Orang-orang Pulau.Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
terpancang (embedded research and case study). Studi kasus terpancang merupakan penelitian yang sudah memilih dan
menentukan variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan studinya. (Sutopo, 2002: 112).
Objek penelitian ini adalah aspek sosial dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dalam novel.Sumber data
yang dipakai dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah novel Orang-orang Pulau karya Giyan, yang diterbitkan oleh Beranda pada tahun 2012, ukuran 13
x 19 cm, halaman: i-xii; 1-332. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa komentar pembaca
pada laman facebook penulis novel.Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka dan teknik
simak dan catat.Teknik keabsahan data yang digunakan adalah trianggulasi data dan trianggulasi teori.Penelitian ini
menggunakan metode dialektika sebagai analisis data.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan peneliti, hasil penelitian novel Orang-orang Pulau karya Giyan adalah sebagai
berikut ini.
3.1 Struktur Pembangun dalam Novel Orang-orang Pulau Karya Giyan
Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita.Struktur faktual adalah cerita yang di sorot dari satu sudut
pandang.Fakta-fakta cerita meliputi karakter, alur, dan latar (Stanton, 2007:22). Berikut ini akan penulis jabarkan
fakta-fakta cerita yang terdapat dalam novel Orang-orang Pulau.
3.1.1 Fakta
Lubis (dalam Al-Ma’ruf, 2010:82-83) menyatakan bahwa penokohan secara wajar dapat dipertanggungjawabkan dari
psikologis, sosiologis, dan fisiologis.Ketiga sudut itu masih mempunyai aspek.Dimensi fisiologis adalah hal yang
berkaitan dengan fisik seseorang, misalnya jenis kelamin, tampang, kondisi tubuh, dan lain-lain.Dimensi sosiologis
adalah ciri-ciri kehidupan masyarakat, misalnya lingkungan pangkat status sosial, agama, kebangsaan, dan lainlain.Dimensi psikologis adalah hal-hal berkaitan dengan masalah kejiwaan seseorang, misalnya ambisi, cita-cita,
kekecewaan, kecakapan, tempramen menyebabkan konflik dan ketegangan.Tokoh-tokoh dalam novel Orang-orang
Pulau dijabarkan sebagai berikut.
1.
Karakter
Karakter atau tokoh cerita dalam novel Orang-orang Pulau terdiri dari beberapa tokoh.Tokoh utama dalam novel ini
adalah Darso Anggarsuto.Secara fisiologis, Darso digambarkan sebagai pemuda sederhana.Ia adalah seorang laki-laki
yang tumbuh beriringan dengan berbagai kemalangan. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.
“Nama darah dagingku Darso Anggarsuto, biasa dipanggil Darso. Sebuah nama yang disematkan orang
tuaku. Nama yang selalu dirundung kemalangan dan kesengsaraan dalam setiap jengkal hidup di sebuah
pulau yang penuh misteri.” (hlm. 6)
Berdasarkan kutipan di atas, secara fisiologis tokoh utama dalam novel ini berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut
dibuktikan dengan sebuah nama. Darso Anggarsuto, tokoh utama novel Orang-orang Pulau.
Tokoh kedua yang menjadi penggerak cerita adalah Supini. Secara fisiologis ia adalah gadis keturunan ningrat yang
berparas rupawan. Hal tersebut terdapat dalam kutipan di bawah ini.
“Coba kau pandang hidungnya yang mancung, alis yang seperti bulan sabit, mata yang tajam, setajam mata
elang, bibir yang ranum merah kesumba seakan siap menerima kecupan, pipi yang montok bak katambhek
karang, kulit yang halus mulus. Keluarga yang kay……” (hlm. 26-27)
Berdasarkan kutipan di atas Supini diibaratkan seperti seorang bidadari. Sempurna dihadapan para kaum adam.
Semua orang mengaguminya.Tokoh Darso dan Supini digambarkan sebagai orang yang baik hati dan tidak
4
mementingkan perbedaan kelas. Tokoh-tokoh lain yang mewarnai jalannya cerita adalah Ibu Nafi’ah (nyai), Sumini,
Napisa, Pak Brodin, Pak Bakar, Rozaki, Feri, Madruhan, Inur, Taprani. Masing-masing tokoh memiliki karakter yang
berbeda-beda.Namun, perbedaan karakter dari semua tokoh itulah yang menyebabkan cerita menjadi
menarik.Terjalin menjadi satu kesatuan utuh dan saling melengkapi untuk menggerakkan jalannya cerita dalam novel
Orang-orang Pulau.
2.
Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Tahapan plot secara rinci
dikemukakan oleh Tasrif (dalam Nurgiyantoro,2012:149-150) menjadi lima bagian.
a. Tahap situation (penyituasian)
Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi (latar) dan tokoh cerita.Pembukaan cerita dimulai dengan
pengenalan tokoh Darso dan teman-temannya.Dalam pesta melanggengkan trah dan keningratan itulah awal mula
bertemunya Darso dengan Supini.Iabaru pertama kali seumur hidup ia datang dalam pesta, Supini merasa kaget dan
pandangan mereka beradu selama beberapa detik. Sepanjang sejarah pesta, baru malam ini Supini menari.Dalam
sekejap saja semua pandangan mata yang hadir mengikuti kemana arah langkah kakinya.Tiba-tiba saja Supini menarik
pergelangan tangan Darso dan mengajaknya menari ke tengah-tengah gelanggang. Terjadilah beberapa dialog yang
menjadi awal dari cerita Darso dan Supini,
b. Tahap generating circumstances (pemunculan konflik)
Tahap ini berisi masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi,
tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan
menjadi konflik-konflik pada tahapan berikutnya. Pemunculan konflik terjadi saat Supini mendatangi rumah
Darso.Ia bermaksut untuk menyatakan segenap perasaannya kepada Darso.
c. Tahap rising action (peningkatan konflik)
Tahap ini berarti yang dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang. Peningkatan konflik dalam novel
Orang-orang Pulau terjadi saat dua ada dua keluarga yang akan meminang Supini. Dua keluarga yang sama-sama
terhormat dan sederajat dengan keluarga Brodin.Keluarga Pak Baggio dengan cucunya yaitu Rozaki.Keluarga kepala
desa Kampung Katapang, Pak Bakar dengan anaknya Feri.
d. Tahap climax (klimaks)
Tahap ini berisi konflik atau pertentangan yang terjadi pada tokoh cerita ketika mencapai titik puncak.Perselisihan
kian meruncing, masing-masing kubu tak bergeming, bersikukuh dengan pendirian masing-masing.Perseteruan tak
dapat lagi dihindari.Kabar Supini telah dipinang oleh dua keluarga terdengar sedesa. Perseteruan demi menjaga
martabat dan nama baik mulai memanas. Pak Bakar dan Pak Baggio harus mati-matian mendapatkan Supini untuk
keluarganya.
Munculnya pertikaaian antara keluarga Baggio dan Bakar menambah rumit hubungan Supini dengan
Darso.Cucu dari kedua keturunan ningrat itu ingin meminang Supini.Kini, Kampung Katapang bersitegang karena
ada dua pemuda yang menginginkan Supini menjadi istrinya.Tanpa terkecuali Darso, pemuda biasa yang tak
mempunyai apa-apa.Semakin hari Kampung Katapang menjadi tidak aman.Berbagai ancaman datang dari masingmasing keluarga, baik Baggio maupun Bakar.
e. Tahap denouement (penyelesaian)
Tahap ini berisi penyesuaian dari konflik yang sedang terjadi.Kekhawatiran silih berganti datang pada Darso. Supini
berada di kota bersama Marlela atas kemauan keluarganya. Menghindar dari masalah keluarga yang sampai saat ini
buram, belum ada kejelasan.Darso merasa harus memperjuangkan semuanya.Demi komitmen yang dibangun dengan
tetesan darah. Tidak ada pilihan lain kecuali Darso harus berani melawan arus masalah yang melekat padanya.
Segenap rasa kesabaran tidak mampu melawan keinginan bertemu Supini. Sudah hampir dua bulan, Supini
berada di kota dan tidak mengirimkan kabar. Hingga tibalah saat itu, Darso menerima undangan untuk datang ke
rumah Pak Brodin.Dua pihak keluarga ningrat yang menanti jawaban Supini sudah berkumpul di rumah Pak
Brodin.Surat yang dating dari Jakarta mengatakan bahwa Supini sudah dipinang oleh lelaki kota yang juga memiliki
jabatan tinggi. Hancurlah segala perasaan dan harapan Darso. Pada akhirnya ia difitnah telah melakukan kebohongan
memiliki kedekatan dengan Supini. Akhir dari segala cerita, Darso diusir dari kampungnya sendiri, diusir akibat
kesalahan yang tidak dilakukannya.
3.
Latar
5
a. Latar Tempat
Latar tempat dalam novel Orang-orang Pulau secara garis terjadi di Pulau Raas.Sebuah pulau di antara gugusan pulaupulau di sebelah timur Pulau Madura. Kampung Katapang, sebuah kampung dekat pesisir.
Seluas samudera yang mengelilingi menyilaukan mata. Debur ombak susul-menyusul dari kejauhan
mengobok-obok sampan, mengobrak-abrik perahu. Semua menjadi terapung terombang-ambing
gelombang. (hlm. 2)
Kutipan di atas menggambarkan keadaan Katapang yang indah.Oleh karena dikelilingi samudera sudah dapat
dipastikan mata pencaharian masyarakat adalah nelayan. Peneliti akan menjabarkan secara spesifik tempat-tempat
yang dijadikan latar cerita dalam novel Orang-orang Pulau. Latar yang sering diceritakan adalah rumah Darso.
Kampung Katapang memang sangat sepi di banding kampung-kampung lain. Apalagi di sekitar rumahku.
Sangat strategis untuk tempat bersembunyi bagi para pencuri, pengornok, dan para pelepas panah ajaib
untuk ngumpet dari kejaran massa. Ketimur rumahku sudah taka da rumah lagi, hanya berupa lahan kosong
yang rumpun dengan semak-semak.Apalagi rumahku ujung paling timur, kalau bulan purnama hanya
rumah orang-orang yang telah meninggal dunia alias kuburan yang nisannya kelihatan putih berjajar.
(hlm. 127)
Kutipan di atas mendeskripsikan rumah Darso yang ia tinggali dengan Nyai. Penjabaran tersebut menandakan
betapa Darso jauh dari kemewahan yang acap kali dielukan para ningrat.Masih banyak berbagai tempat yang
dijadikan latar peristiwa dalam novel Orang-orang Pulau.
b. Latar Waktu
Latar waktu tidak berlangsung selama 22 tahun, dimulai dari tokoh Darso kecil berusia dua tahun hingga beranjak
dewasa, dan diusir dari kampungnya sendiri.
Aku masih meratapi nasibku yang dilahirkan kesendirian.Bukan karena ditinggal bapak dan ibu yang lebih
dulu menuju keabadian.Yang paling disesali semenjak kecil aku tak pernah melihat sekilas wajah bapak
ibu.Memiliki nyai dan tinggal bersama bagiku adalah keuntungan tersendiri.Kata tetangga, aku dirawat nyai
semenjak berumur dua tahun.Nama darah dagingku Darso Anggarsuto, biasa dipanggil Darso. Sebuah
nama yang disematkan orang tuaku. Nama yang selalu dirundung kemalangan dan kesengsaraan dalam
setiap jengkal hidup di sebuah pulau yang penuh misteri. (hlm. 6)
Dari kutipan di atas, jelas dikatakan bahwa latar waktu dalam Orang-orang Pulau adalah saat Darso masih kecil,
pertama kali dimulainya jalan cerita yang berliku. Saat itu, mungkin ia hanya seorang anak yang polos dan tidak tahu
apa-apa. Sampai ia beranjak dewasa yang dibesarkan oleh Nyai sendirian.
c. Latar Sosial
Latar sosial yang yang ada dalam novel merupakan bingkai orang-orang pesisir.Hidupnya bergantung pada kekayaan
laut.Mereka bekerja dengan tidak mengenal waktu.Mereka mengadu nasib pada laut yang menyimpan kekayaan
Tuhan untuk bertahan hidup.
“Orang-orang pesisir tak kenal waktu, acuh terhadap masa, lupa pada sang hari. Mereka mengadu nasib
pada laut yang menghimpun kekayaan Tuhan.Mereka tenang-tenang saja mengais rejeki sepuas-puasnya.”
(hlm. 2)
Kutipan di atas menunjukkan keadaan masyarakat Katapang yang bekerja keras mencari ikan.Tidak kenal kata lelah
untuk menafkahi keluarga.Terlepas dari itu semua, di Kampung Katapang ini terjadi kesenjangan sosial.Ada dua
kelas yang membatasi keharmonisan di kampung ini, yaitu kelas atas dan kelas bawah.
3.1.2 Tema
Adapun tema novel Orang-orang Pulau adalah kesenjangan kelas sosial dan percintaan.Hal ini dapat dilihat pada tokoh
Darso yang merupakan gambaran kelas bawah yang tidak mempunyai apa-apa.Penggambaran kelas atas dapat dilihat
dalam tokoh Supini yang merupakan keturunan ningrat.Keduanya terlibat dalam kisah cinta yang rumit.Pada
akhirnya perbedaan kelas sosial tersebut menjadikan sebuah konflik, baik dalam batin para tokoh maupun
lingkungan di sekitar Kampung Katapang.
“Satu hal yang paling bergejolak dalam hati.Siapapun takkan tentram dengan hidup yang diadili oleh
manusia tak berprikemanusiaan.Aku tak pernah mengerti arti kehidupan di mana tempatku dilahirkan,
sebuah Kampung Katapang yang kecil.Masalah serba kompleks menggelinding dalam pijakan
kehidupan.Bicara status sosial masih dalam pandangan mata manusia.Ini adalah kehidupan pilih kasih.
Angkuh dan serakah adalah model kepribadiannya dengan cara membusungkan dada.” (hlm. 7)
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kelas secara nyata. Kedudukan kaum tuan
memegang kekuasaan penuh dalam Kampung Katapang. Masyarakat bawah semakin tertindas dan tidak bisa berbuat
6
apa-apa. Segala sesuatu diatur oleh kaum tuan, akibatnya masyarakat hanya diam dan mengikuti apa yang dibenarkan
menurut kaum tuan.
3.2 Aspek Sosial dalam Novel Orang-orang Pulau Karya Giyan
1.Kemiskinan
Dalam lingkungan sosial, bukan kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya
ditengah-tengah masyarakat sekitarnya.Sama halnya dengan masyarakat Kampung Katapang.Penghasilan mereka
berada pada lingkungan sosial yang tinggi. Sulitnya mencari pekerjaan dan uang untuk bertahan hidup, masyarakat
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan di bawah ini.
“Mayoritas mendewakan materi. Kenapa tidak! Seringkali aku melihat anak-anak yang masih kecil berlarilarian ketika melihat kapal terbang, merka kompak berteriak membelah cakrawala “Minta uangnya kapal…
minta uangnya kapal… minta uangnya kapal,” kata itu selalu diucapkan berkali-kali, mereka sambil berlari
mengikuti kemana arah kapal itu melayang di udara. (hlm 7)
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana keadaan ekonomi masyarakat Kampung Katapang.Oleh karena sulitnya
mencari pekerjaan dan uang untuk bertahan hidup, masyarakat Kampung Katapang sejak kecil sudah didoktrin
dengan materi.Sedikit-sedikit dikaitkan dengan uang.Segala sesuatu harus dilandaskan atas dasar uang, sehingga
mereka tumbuh dengan sugesti bahwa uang adalah segalanya.Mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan, tidak
menjamin keadaan ekonomi mereka selalu stabil.
2. Kejahatan Sosial
Permasalahan kejahatan yang terdapat dalam novel Orang-orang Pulauakan dijabarkan lebih lanjut oleh peneliti sebagi
berikut. Pertama adalah permasalahan politik.Keadaan politik di Kampung Katapang sungguh mengerikan.Akibat
dari mereka tidak berpendidikan, mudah saja masyarakatnya dibohongi perihal keadilan oleh kelas atas.Hal tersebut
terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Desa dan kampungku tidak tahu apa itu pengadilan. Kantor pengadilan hanya ada di kota. Jadi semua
permasalahan hanya sampai di kepala desa, jika tidak bisa diselesaikan naik banding ke kantor kecamatan
yang langsung dipimpin Pak Camat beserta sekretarisnya. (hlm. 180)
Kutipan di atas menandakan bahwa bingkai politik dalam masyarakat Katapang sangat minim. Mereka saja tidak
tahu apa itu keadilan, dan bagaimana keadilan yang seharusnya ditegakkan. Semua permasalahan hanya sampai di
tangan para kelas atas. Tentu saja, semua keputusan yang diambil oleh kelas atas tidak akan pernah adil. Mereka
mengambil keputusan berdasarkan dari golongan mana masyarakat tersebut berasal.Selain ketidakadilan, ada juga
bentuk penindasan yang terjadi.
3. Disorganisasi Keluarga
Disorganisasi dapat diartikan sebagai perpecahan.Hal tersebut dapat terjadi karena anggota-anggota dalam keluarga
gagal memenuhi kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosial.Disorganisasi dapat terjadi pada masyarakatmasyarakat sederhana, tidak jarang pula terjadi pada masyarakat modern. Beberapa contoh yang ada dalam novel
Orang-orang Pulauakan memberikan gambaran bagaimana disorganisasi dalam sebuah keluarga dapat terjadi.
Pertama, datang dari keluarga Buhar.Keadaan keluarganya sangat mengiris hati.Bapaknya beristri
dua.Keadan keluarganya masih tergolong melarat.Keadaan tersebut yang membuat Buhar selalu mendapaykan
cemooh dari ayahnya.Burhan tidak pernah benar di mata bapaknya. Wajar, karena Buhar lahir dai istri pertama.
Ibunya buhar tidak diceraikan oleh bapaknya.Namun, ibunya sudah tidak dipakai lagi.Hanya uang belanja yang
datang dan itupun tidak sebesar seperti istri muda Pak Nawi.
Hal serupa juga terjadi pada keluarga Baggio dan Marsuto.Bagi si Baggio dan Marsuto memiliki tiga istri
bukanlah masalah besar.Oleh karena mereka berdua beraal dari keluarga ningrat, sehingga segala kebutuhan istrinya
dapat dipenuhi.Namun, berasal dari kelas atas maupun kelas bawah perselingkuhan dianggap sebagai salah satu
disorganisasi keluarga. Permasalahan lain dialami oleh tokoh Sumini. Suaminya, bapak Supini meninggal karena tidak
tahan dengan omelan Napisa dan Pak Brdoin.Beliau meneguk racun.Hal tersebut terdapat dalam kutipan di bawah
ini.
“Sulit rasanya Kakek dan Nyaimu merestuimu bersama Darso. Karena takut terulang apa yang terjadi pada
Mama. Bapakmu meninggal karena perlakuan dari keluarga ini. Dulu kakek dan nyaimu tak sepakat mama
menikah dengan bapakmu, Ia sangat tertekan. Apa yang dilakukan bapakmu selalu dipandang serba salah,
sampai mama mengandung dan melahirkanmu. Bapakmu tak diakui sebagai mantunya.Ia dipandang orang
lain di keluarga kita. Ia terasing di keluarga ini, Nak.” (hlm. 206-207)
Kutipan di atas menunjukkan tingkat sosial juga menjadi pemicu perpecahan keluarga.Keadaan keluarga Supini yang
berasal dari kelas atas, secara tidak langsung menikam bapak Supini yang berasal dari kelas bawah. Pernikahan yang
7
tidak disetujui oleh keluarga besar Sumini berdampak buruk bagi orang lain. Akibat perlakuan kasar dan guncangan
yang dialami bapak Supini hingga ia harus mengakhiri hidup. Ada sebuah mitos dari Negara Jepang, bahwa sebuah
pohon dapat tumbang hanya karena dilontari kata-kata kasar secara terus-menerus oleh orang-orang disekitarnya.Hal
tersebut lah yang dialami oleh bapak Sumini.Ia tidak kuat dengan perlakuan dan cemoohan dari keluarga Sumini.
4. Ciri Masyarakat Katapang
Orang-orang pesisir tidak kenal waktu, acuh terhadap masa, lupa pada siang hari, pun juga abai pada musim dan
cuaca. Warganya primitif, kuno, kolot, dapatlah dikatakan paling terbelakang dari semua kampung di desa itu.
Kehidupannya hampir sepadan dengan peradaban Barbar, senang akan kerusuhan, tidak mau tahu kehidupan
manusia yang bermartabat. Perintah Tuhan pun seperti puasa hanya dilaksanakan sebatas pesta bulan.Seperti itulah
gambaran masyarakat di Kampung Katapang yang dipaparkan oleh Giyan.
“Di pagi hari mereka kembali bekerja, berangkat siang pulang petang.Siang hari adalah hari yang
membosankan, mereka ngoyo menguras tenaga mencari penghidupan.Wajar mereka bekerja sebagai
nelayan, pekerjaan yang hari-harinya melawan ombak dan angin.” (hlm 5)
Kutipan di atas menunjukkan betapa masyarakat Katapang bekerja keras untuk mempertahankan hidup.Seharian
harus mencari uang untuk menafkahi keluarga. Seluruh waktunya digunakan untuk bekerja tanpa mempedulikan halhal lain. Wajar saja jika masyarakat Katapang terkenal dengan pikiran mereka yang primitif, kuno, dan kolot. Tenaga
dikuras hanya untuk bekerja, tidak menyempatkan diri untuk sembahyang maupun melakukan kegiatan lain. Jika
mereka selesai bekerja pasti yang dipikirkan hanyalah mengistirahatkan badan.
Permasalahan dalam hidup silih berganti.Puncak permasalahan muncul ketika terjadi perselisihan di
Kampung Katapang.Darso tidak bisa diam saja melihat keadaan tersebut.Oleh karena itu, keadaan yang terjadi di
kampungnya juga menyangkut dirinya.
Tidak ada seorangpun yang bisa menghapus perselisihan dikampungku.Dua keluarga terus saja dalam
pertikaian sambil menunggu jawaban dari keluarga Brodin.Desas desus pertikaian makin hari makin
berhamburan.Malam hari dihiasi suara riuh mengejar mat-mata antara dua keluarga yang beroperasi,” suara
itu setiap malam terdengar menghiasi kampungku yang suram.Tak ada yang dapat dibanggakan dari semua
kehidupan yang mencekam, membuat semua penduduk diancam rasa takut. (hlm. 204)
Pertikaian yang terjadi dipicu akibat memperebutkan Supini.Kutipan di atas menunjukkan betapa besar kekuatan dua
keluarga ningrat.Keluarga Pak Baggio dan keluarga kepala desa Kampung Katapang, Pak Bakar.Suasana kampung
menjadi mencekam.Kedua keluarga berusaha untuk saling menjatuhkan. Menggunakan segala cara untuk
mendapatkan keinginan masing-masing. Sedangkan Supini tak kunjung juga memberikan keputusan.Hal tersebut
tentu membuat keluarga Brodin semakin bingung dan kewalahan.Betapa brutalnya sifat manusia.Memaksakan
kehendak dan keegoisan demi untuk terlihat berkuasa di mata manusia.
5.Lingkungan Hidup
Salah satu contoh lingkungan hidup yang ada dalam novel Orang-orang Pulau adalah lingkungan sosial.Digambarkan
bagaimana peran masyarakat secara sosial. Masyarakat Kampung Katapang tidak dapat dikatakan berjalan secara
berdampingan satu sama lain. Dinding pembatas antara kelas atas dan kelas bawah menjadi suatu
penanda.Masyarakat kelas bawah harus menyesuaikan diri dengan masyarakat kelas atas. Demi bertahan dalam
masyarakat Katapang mereka mengikuti apa yang sudah diputuskan oleh masyarakat kelas atas.
Manusia sejatinya merupakan makhluk sosial. Itu artinya tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan
bantuan orang lain. Dalam kehidupan sosial terjadi berbagai macam interaksi antar sesama manusia.Selain itu,
terdapat tingkatan-tingkatan dalam masyarakat. Masyarakat disebut pula kesatuan sosial, mempunyai ikatan-ikatan
kasih sayang yang erat (Soelaeman,1998:63). Berbagai macam pelik dalam kehidupan tidak dapat dihindari, berbagai
masalah timbul karena adanya gesekan saat melakukan interaksi.Perbedaan pendapat antara masyarakat, dan
tingkatan lapisan masyarakat yang berbeda.
Dalam novel ini diungkapkan kenyataan hidup yang dinilai hanya dengan status sosial.Masyarakat
Kampung Katapang dihargai dan dihormati berdasarkan jabatan yang mereka miliki.Kekuasaan membabi butakan
seluruh masyarakat Katapang.Seluruh penjuru mengelu-elukan bahwa trah ningrat selalu berada diatas, sedangkan
rakyat jelata selalu di bawah.Hal tersebut terbukti pada kutipan-kutipan cerita yang peneliti jabarkan sebagai berikut.
Meski aku hidup dalam keadaan tak menentu, ada kebahagiaan tersendiri yang terpancar keindahan.Supini
menjadi milikku bukan karena aku harus kaya terlebih dahulu.Manusia yang berambisi mendapatkan
kekayaan demi suatu hal, lebih cenderung menapakinjalan yang dimurkai Tuhan. Ujung-ujungnya banyak
manusia bersekutu dengan makhluk halus, baik dengan cara gendam, raja, beternak tuyul dan lain-lain. Cara
demikian justru bertambah jauh dari kehidupan baik dan benar, bahkan harus mengganti label diri yang
mukmin menjadi syirik.Itu semua tak lebih dari peradaban yang kolot, jumud akan ilmu; ditambah
8
angkuhnya manusia. Anehnya ketika dihadapan tuan ningrat mereka semua tunduk seperti budak!
Kehidupan di Kampung Katapang hanya dikendalikan kaum tuan, norma dibuat jelas berdasarkan
kepentingannya. Semua berpedoman kepada kaum tuan yang bertahta, berharta. Seakan-akan mereka
adalah otoritas Tuhan yang tak boleh diganggu gugat oleh manusia biasa. Kehidupannya penuh dogma
kaum tuan (hlm. 245)
Kutipan di atas jelas menggambarkan bagaimana kaum ningrat berkuasa.Segala kepentingan yang ada di Kampung
Katapang sepenuhnya diatur oleh mereka yang berkuasa.Rakyat kecil macam Darso, Inur, Taprani dan lainnya hanya
dijadikan alat.Segala sesuatu entah itu baik ataupun buruk, tetap yang berkuasa yang mengambil keputusan. Tidak
ada yang dibanggakan dari kaum tuan. Selamanya orang-orang Kampung Katapang menganggap kampung tuan
adalah orang-orang yang keinginannya harus diikuti. Tidak menelisik entah hal itu salah atau benar. Sejatinya, selama
masyarakat di Kampung Katapang tidak berani berpikir bahwa manusia itu sama, selama itu pula mereka akan digilas
oleh kaum tuan.
6.Pendidikan
Orang-orang akan tertawa terkekeh-kekeh bila mendengar nama Kampung Katapang. Bagaimana tidak, penghuninya
liar dan brutal bagai binatang jalang. Pendidikan tidak diminati, merasa cuek, tidak mau tahu apa itu sekolah, apa itu
mengaji dan apa itu belajar. Yang mereka tahu hanya bagaimana membantu orang tua bekerja di bawah terik
matahari yang menyengat.
Aku tidak bisa mengatakan dengan jujur bahwa sekolah satu-satunya wadah mencari ilmu.Kenyataannya
sekolah mengkungkung kreativitas peserta didik.Sistemnya meninabobokan kehendak, dikontrol mentalnya,
dikendalikan pola pikirnya lewat kekuasaan yang mereka bangun.
Sangat mengerikan Nak.Sekolah kadang dijadikan lading bisnis, maaf, Nak, kalau aku terlalu mendramatisir
keadaan sekolah.Coba lihat biaya sekolah yang makin melambung tinggi.Mungkin karena masalah uang
orang tua di kampong ini tidak menyekolahkan anaknya. (hlm. 14)
Pada kutipan di atas, Nyai mencoba menjabarkan pada Darso mengapa orang-orang Kampung Katapang tidak
bersekolah.Pola pikir mereka telah di dogma dengan hal yang keliru.Mereka memandang sekolah sebagai lading
bisnis yang digunakan untuk menyetir kreativitas anak-anak. Pandangan yang keliru inilah yang membuat mereka
kemudian berpikir untuk apa bersekolah. Keadaan ekonomi juga yang membuat mereka susah untuk bersekolah.
Biaya hidup berbanding terbalik dengan biaya sekolah.Jadi, mereka lebih memilih untuk bertahan hidup tanpa
mengenyam pendidikan.
3.3 Relevansi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Sastra di SMA
Pada umumnya pelajaran bahasa Indonesia di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat bahan ajar
yang berkaitan dengan apresiasi sastra. Pembelajaran sastra ditujukan untuk memperkenalkan karya sastra kepada
peserta didik.Materi pembelajaran Bahasa Indonesia setiap jenjang pendidikan berbeda-beda disesuaikan dengan
beberapa hal.Misalnya, kemampuan peserta didik dan kebutuhan peserta didik.Semuanya sudah diatur dalam silabus.
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sudah diterapkan oleh BNSP, perangkat
pembelajaran yang akan digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik adalah RPP.
Pemilihan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dipilih oleh peneliti, karena materi pembelajaran
memahami novel terdapat dalam silabus pelajaran Bahasa Indonesia.Dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia,
pembelajaran memahami novel terdapat pada Standar Kompetensi Membaca, yaitu pada SK 7 KD 7.2.
Pada KD 7.2, disebutkan bahwa siswa diminta untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
novel. Dengan demikian, guru harus mempersiapkan novel, baik novel Indonesia maupun terjemahan dan materi
pembelajaran.Peneliti menggunakan novel Indonesia dengan judul Orang-orang Pulau.Novel tersebut sudah
dirangkum hingga tersaji rangkuman inti cerita yang memuat unsur intrinsik dan ekstrinsiknya.Materi pembelajaran
yang harus disiapkan guru ialah materi mengenai pengertian novel, jenis-jenis novel, unsur-unsur intrinsik (tema,
penokohan, latar, alur, sudut pandang), aspek-aspek sosial (kemiskinan, kejahatan sosial, disorganisasi keluarga,
masyarakat, lingkunagn hidup yang meliputi kelas sosial dan pendidikan).
Peneliti juga melakukan pengecekan pada Kurikulum 2013, berdasarkan Permendikbud no 69 tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.Pada KD 3.3 peserta
didik dapat menganalisis struktur novel yang meliputi karakter, alur, latar, dan tema.Pada KD 4.1 peserta didik dapat
menemukan makna yang terkandung dalam novel yaitu unsur ekstrinsik berupa aspek sosial.
Berdasarkan semua uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian novel Orang-orang Pulau dapat
dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas.Hasil dari penelitian ini sangat relevan
dengan KI KD yang ada dalam KTSP dan Kurikulum 2013.
9
4. PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap novel Orang-orang Pulau karya Giyan, maka peneliti dapat
menyimpulkan bebrapa hal sebagai berikut.Analisis struktural dalam novel Orang-orang Pulau menghasilkan beberapa
struktur yang membangun novel, yaitu tokoh, alur, latar, dan tema.Selanjutnya alur yang terjadi dalam noveladalah
alur maju.Cerita disusun secara runtut yang menyebabkan hubungan sebab akibat.Ada tiga latar yang meliputi latar
waktu, latar tempat, dan latar sosial.Tema yang didapat setelah menganalisis novel ini adalah adanya bentuk
kesenjangan sosial.Perbedaan antara kelas atas dan kelas bawah terefleksikan pada kisah cinta Darso dan Supini.
Aspek sosial dalam novel Orang-orang Pulau karya Giyan berkaitan dengan kehidupan yang terjadi dalam
masyarakat Katapang.Aspek-aspek sosial tersebut adalah kemiskinan, kejahatan sosial, disorganisasi keluarga,
penduduk atau masyarakat, lingkungan hidup yang meliputi kelas sosial, dan pendidikan.Aspek-aspek sosial yang
terdapat dalam novel tersebut diharapkan dapat memberikan bekal untuk peserta didik dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil pembahasan novel Orang-orang Pulau berkaitan dengan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas
(SMA), yaitu terdapat di silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan standar kompetensi
membaca, 7.Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.Secara lebih spesifik terdapat pada
Kompetensi Dasar 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.Hasil
penelitian novel Orang-orang Pulau dapat dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di Sekolah Menengah
Atas.Hasil dari penelitian ini sangat relevan dengan KI KD yang ada dalam KTSP dan Kurikulum 2013.
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian ini, ada beberapa saran sari peneliti.
Disarankan kepada calon guru untuk membimbing peserta didiknya kelak dengan nilai-nilai sastra yang
bermanfaat.Karya sastra, khususnya apresiasi novel memberikan dampak yang positif bagi peserta didik. Oleh karena
itu, pengenalan karya sastra kepada peserta didik akan membuka wawasan mereka untuk lebih berani berimajinasi
dan mengungkap kebenaran-kebenaran. Pengaplikasian nilai-nilai yang terdapat dalam novel akan membantu peserta
didik untuk memahami kehidupan. Hal demikian dapat terjadi, karena potret kehidupan Tuhan tergambar pada
sebentuk kemuliaan sastra.Semua terbingkai dan terefleksi dalam karya sastra.
PERSANTUNAN
Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengngkapkan rasa terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Bapak Sadiyo
dan Ibu Sri Wahyuni yang telah memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa sehingga skripsi ini dapat
selesai tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2010. Dimensi Sosial Keagamaan dalam Fiksi Indonesia Modern. Solo: Smart Media.
Esteves, Ariadna. 2011. “Humans Rights in Contemporary Political Sociology: the Primacy of Social Subjects.”
Baltimore, United States: Johns Hopkins University Press, Vol. 33, No. 21, 2011: 1142-1162.
http://humaniora.journals.(Diakses pada Kamis, 11 Februari 2016 pukul 13.55 WIB).
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Herimanto dan Winarno.2008.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Karatekin, Kadir. 2013. “Social Studies Student Teacher’s Level of Understanding Sociology Concepts within Social
Studies Curriculum.” Victoria Island, Kenya: Academic Journals, Vol. 8, No. 4, 2013: 144153..http://eric.ed.gov/?id=EJ1008350. (Diakses pada Kamis, 11 Februari 2016 pukul 14.00 WIB).
Kurniawan, Ardi. 2011. “Kritik Sosial dalam Novel Menunggu Matahari Melbourne Karya Remy Sylado: Tinjauan
Sosiologi
Sastra”.
Jurnal
Bahasa
dan
Sastra.
Vol
26,
No
1
tahun
2011.
http://journal.uad.ac.id/index.php/BAHASTRA/article/view/2180. (Diakses Jumat, 12 Februari 2016
pukul 09.00 WIB).
Moeloeng, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Permata, Alviani. 2013. “Budi Darma’s “Charles Lebourne” as Representation of Man’s Darkside and Weakness of
The Innerside: a Structual Analysis.” Humaniora Journal. Vol 25, No.3, hal 24910
257.http://www.journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/3536/3033.
Februari 2016 pukul 08.00 WIB).
(Diakses
Jumat,
12
Pramono, Edi. 2013. “Female’s Silent Resistance Against Hegemony in The Scarlet Letter, Bekisar Merah, and
Belantik: a Comparative Analysis.” Humaniora Journal. Vol 25, No.2, hal 151162.http://www.journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/2358/2123. (Diakses Jumat, 12
Februari 2016 pukul 09.15 WIB).
Rahmanto,B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI).
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra: Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media & UMM Press.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soelaiman, M. Moenandar. 1998. Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Suryaningsih. 2012. “The Construction of African-American Identity in Langston Hughe’s Mulatto. Humaniora
Journal.”
Vol
01.
No,
01
hal
1-216.
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/literakultura/article/view/3819/baca-artikel. (Diakses pada Kamis, 11 Februari 2016 pukul 19.30 WIB).
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi Model Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
11
Download