2 ditimbang menggunakan timbangan digital CHQ Pocket Scale PS 200A. Analisis data Data yang diperoleh dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, dengan satu faktor perlakuan yakni jenis wadah sarang yang terdiri atas bakul, ember plastik, dan pot tanah liat. Perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati diuji lanjut dengan uji Duncan’s (α = 0.05) untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan. HASIL Suhu ruangan dan media selama pengamatan Suhu ruangan relatif stabil, berkisar antara 26-28oC dengan rataan 26.98oC. Rataan suhu media tertinggi terjadi pada wadah ember plastik sebesar 27oC, sedangkan pot tanah liat 25.93oC. Rataan suhu terendah terjadi pada wadah bakul, yakni 25.88oC (Gambar 1). 27,5 Rataan suhu media (oC) pot tanah liat yang masing-masing bervolume 1.5 L dengan tiga ulangan. Tiap wadah tidak menggunakan kotoran sapi sebagai media hidupnya, namun diisi sobekan kertas HVS sebanyak 70 gram dengan lebar ± 2 cm (dibasahkan dengan air, namun tidak sampai menyebabkan air tergenang dan menetes), tanah 30 gram, sampah yang telah dikeringkan dalam oven sebanyak 20 gram dan cacing tanah yang telah dipuasakan selama satu hari sebanyak 10 ekor. Sampah sayuran yang digunakan terdiri atas daun singkong, kol, bayam dan selada dengan perbandingan sama. Sayuran dicacah dan direndam terlebih dahulu selama 2 hari ke dalam air untuk meminimalisir bau yang ditimbulkan akibat proses pembusukan. Selanjutnya ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes. Hal ini merujuk pada percobaan yang telah dilakukan sebelum penelitian dimulai dengan menggunakan campuran EM4 dan pemaparan pada panas matahari selama 2 hari yang mengakibatkan bau yang menyengat dan berlendir pada sampah serta cacing banyak yang mengalami kematian. Sedangkan tanah ditumbuk sampai halus dan disaring (≤ 1.7 mm). Tanah yang telah dihaluskan dipanaskan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 80oC dan dibiarkan mendingin (Sulastri 2005). Kandungan tanah terdiri atas: 16% pasir, 28% debu dan 56% liat (Balai Penelitian Tanah 2007). Semua bahan dimasukkan ke dalam tiap wadah. Tanah dan sampah diletakkan dalam potongan gelas plastik yang telah dilubangi sisi-sisinya. Sedangkan sobekan kertas diletakkan di bagian dasar wadah hingga menutupi gelas plastik yang telah berisi tanah dan sampah. Cacing tanah yang telah dipuasakan dimasukkan kedalam gelas plastik yang telah berisi sampah. Tiap wadah ditutup dengan plastik berwarna hitam yang telah dilubangi untuk sirkulasi udara. Air disemprotkan untuk menjaga kelembaban media. Pencatatan suhu dilakukan setiap hari pada pukul 12 siang. Pemanenan kascing Pemanenan dilakukan setelah 30 hari pemeliharaan. Saat pemanenan dilakukan pengukuran terhadap bobot cacing yang telah dipuasakan, jumlah cacing, jumlah kokon, bobot kering: kascing, tanah, kertas, dan sampah yang belum terdekomposisi. Jumlah cacing dan kokon dihitung secara manual. Kascing, tanah, kertas dan sampah yang belum terdekomposisi dipisahkan secara manual dan dikeringkan dengan oven lalu 27 26,5 26 25,5 25 bakul ember pot Jenis wadah Gambar 1 Rataan suhu media pada jenis wadah berbeda. Persentase pertambahan bobot cacing Bobot cacing tanah saat pemanenan mengalami penurunan pada wadah bakul sebesar 1.54%. Pada wadah ember dan pot tanah liat mengalami kenaikan masing-masing 27.23% dan 25.96% (Gambar 2). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak mempengaruhi bobot tubuh cacing tanah (Tabel 1). 0,45 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 awal akhir bakul ember Jenis wadah pot Jumlah kokon (butir)/ cacing/ 30 hari R a t a a n b o b o t t u b u h c a c in g ( g ) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 bakul ember pot Jenis wadah Gambar 4 Rataan jumlah kokon pada jenis wadah berbeda. Rataan jumlah cacing dan kokon Jumlah tertinggi cacing tanah yang tetap hidup selama pengamatan terdapat pada wadah bakul dengan rataan 9.34 ekor (mortalitas 0.67%). Sedangkan pada ember dan pot masing-masing rataanya hanya 7 ekor (mortalitas 30%) dan 5.34 ekor (mortalitas 40.67%) cacing tanah (gambar 3). Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah cacing, namun berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah kokon yang dihasilkan (Tabel 1). Rataan produksi kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing tanah Pot merupakan jenis wadah yang memiliki rataan produksi kascing tertinggi sebesar 1,56 gram per cacing per 30 hari. Rataan produksi kascing pada bakul tidak jauh berbeda dengan pot sebesar 1.45 gram. Ember merupakan jenis wadah yang paling sedikit menghasilkan kascing yakni 0,95 gram per cacing per 30 hari (Gambar 5). Rataan jumlah cacing/30 harii 12 10 8 6 4 2 0 bakul ember Jenis wadah pot Gambar 3 Rataan jumlah cacing pada jenis wadah berbeda Produksi kokon tertinggi terdapat pada jenis wadah bakul dengan rataan 1.92 butir per cacing per 30 hari. Wadah pot memiliki rataan produksi kokon per cacing per 30 hari sebesar 0.87 butir, sedangkan terendah dialami oleh jenis wadah berupa ember plastik sebesar 0.54 butir per cacing per 30 hari (Gambar 4). Produksi kascing (g)/cacing/30 hari Gambar 2 Rataan bobot tubuh (gram) per cacing pada jenis wadah berbeda. 2,5 2 1,5 1 0,5 0 bakul ember pot Jenis wadah Gambar 5 Rataan produksi kascing pada jenis wadah berbeda. Cacing tanah yang terdapat pada pot memiliki persentase tertinggi dalam mencerna tanah sebesar 3.79% per cacing per 30 hari. Tanah yang dicerna pada wadah bakul sebesar 2.69% per cacing per 30 hari. Persentase terendah terdapat pada wadah ember sebesar 2.38% per cacing per 30 hari (Gambar 6). Bobot sampah yang terdekomposisi oleh cacing tanah pada wadah pot memiliki persentase tertinggi dibandingkan ember dan bakul. Cacing tanah pada pot tanah liat mampu mendekomposisikan sampah sebesar 13.96% per cacing per 30 hari. Wadah berupa ember plastik dan bakul masing-masing mampu mendekomposisikan sampah sebesar 12.51% per cacing per 30 hari dan 10.48% per cacing per 30 hari (Gambar 8). 6 5 4 3 2 1 0 bakul ember pot Jenis wadah Gambar 6 Persentase bobot tanah yang dicerna pada jenis wadah berbeda. Dekomposisi kertas (%)/cacing/30hari Analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap rataan bobot kascing dan persentase bobot tanah yang dicerna oleh cacing tanah dalam 30 hari (Tabel 1). Persentase dekomposisi kertas dan sampah oleh cacing tanah Di awal percobaan penggunaan kertas koran menyebabkan cacing tanah banyak yang mati, karena itu untuk sarang digunakan potongan kertas HVS. Persentase dekomposisi kertas oleh cacing tanah tertinggi terdapat pada wadah bakul, yakni 2.76% per cacing per 30 hari, sedangkan ember plastik dan pot masing-masing sebesar 1.32% per cacing per 30 hari dan 2.30% per cacing per 30 hari (Gambar 7). Dekomposisi sampah (%)/cacing/30hari Tanah yang dicerna (%)/cacing/30hari 4 16 14 12 10 8 6 4 2 0 bakul ember pot Jenis wadah Gambar 8 Persentase dekomposisi sampah pada jenis wadah berbeda. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis wadah tidak berpengaruh nyata terhadap dekomposisi kertas dan dekomposisi sampah (Tabel 1). 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 bakul ember Jenis wadah pot Gambar 7 Persentase dekomposisi kertas pajenis wadah berbeda. Tabel 1 Analisis statistik parameter yang diamati setelah 30 hari No. Parameter 1 Bobot cacing (gram) 2 Jumlah cacing (ekor) Perlakuan Nilai rataan Bakul Ember Pot Bakul Ember Pot 0.32a 0.34a 0.31a 9.34a 7.00a 5.34a Nilai probabilitas 0.5952 0.0582 5 No. Parameter Perlakuan Nilai rataan Nilai probabilitas Bakul 1.92a 0.0052 Ember 0.54b Pot 0.87b Bakul 1.45a Produksi kascing (gram) 0.4324 Ember 0.95a 4 Pot 1.56a Bakul 0.79a Tanah yang tercerna 0.5353 Ember 0.75a 5 (gram) Pot 1.36a Bakul 1.92a Dekomposisi kertas 0.0565 Ember 0.95a 6 (gram) Pot 1.74a Bakul 2.12a Dekomposisi sampah 0.2567 Ember 2.55a 7 (gram) Pot 3.02a *Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% 3 Produksi kokon (butir) PEMBAHASAN Hasil percobaan menunjukkan bahwa jenis wadah hanya berpengaruh nyata (P=0.0052) terhadap rataan jumlah kokon. Bakul merupakan jenis wadah yang menghasilkan rataan jumlah kokon tertinggi dibandingkan wadah ember dan pot. Rataan jumlah kokon dari ketiga jenis wadah selama pengamatan jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pernyataan Mashur et al (2001) dimana seekor induk cacing E. foetida dewasa mampu menghasilkan kokon 7 butir selama 40 hari atau 1 butir kokon dihasilkan setiap 6 hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mashur et al (2001) menyatakan bahwa persentase produksi kokon tertinggi terjadi pada wadah ember. Perbedaan asupan makanan yang diberikan ke cacing mungkin menjadi penyebab sedikitnya jumlah kokon yang dihasilkan selama pengamatan. Mashur et al (2001) menggunakan media hidup cacing tanah (bedding) berupa kotoran ternak. Menurut Garg et al (2005) kotoran ternak mempengaruhi pertumbuhan maupun reproduksi cacing tanah. Kotoran ternak adalah sumber protein dan mineral yang dapat digunakan sebagai media hidup cacing tanah (Catalan 1981). Kondisi suhu ruangan dan suhu media juga merupakan faktor yang mempengaruhi hidup cacing tanah. Suhu ruangan selama penelitian relatif stabil. Menurut Minnich (1977) dalam Permata (2006) suhu mempengaruhi aktifitas biologi cacing tanah seperti metabolisme, pertumbuhan, respirasi, dan reproduksi. Rataan suhu media tiap jenis wadah berbeda-beda pada tiap jenisnya. Perbedaan suhu media ini terjadi akibat struktur dan bahan wadah yang berbeda-beda. Bakul terbuat dari susunan anyaman bambu yang berpori dan memiliki celah disetiap sisisisinya. Penyerapan air yang berasal dari media oleh dinding bakul juga berlangsung cepat dan mampu bertahan lama pada dinding-dinding wadah tersebut, hal ini sangat membantu dalam proses aerasi dan ketahanannya dalam menjaga kelembaban media. Berbeda dengan wadah berupa pot tanah liat, air yang terserap tidak tahan lama sehingga media cepat kering. Ember plastik memiliki kelembaban media yang tinggi dibandingkan wadah lainnya (Mashur et al 2001). Penyerapan air yang berasal dari media oleh dinding ember plastik tidak terjadi karena dinding wadah tersebut tidak berpori. Namun, tidak berporinya wadah plastik menyebabkan rataan suhu media cenderung tinggi. Penyerapan panas akibat proses pembusukan yang terjadi di dalam ember plastik juga menjadi terhambat dan media pun menjadi semakin panas. Mortalitas cacing tanah pada tiap jenis wadah tidak berbeda secara nyata (P=0.0582). Hal ini disebabkan suhu media yang terjadi selama pengamatan masih dalam kisaran suhu media optimum bagi hidup cacing tanah yakni sebesar 21.1-29.4oC (Sihombing 2002). Bobot tubuh cacing tanah pada tiap jenis wadah juga tidak berbeda secara nyata (P=0.5952). Menurut Edward dan Lofty (1972) penurunan dan kenaikan bobot tubuh cacing tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti: suhu, kepadatan cacing tanah, nutrisi, kelembaban, dan faktor lainnya.