1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menulis

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menulis adalah sebuah konsep komunikasi tidak langsung yang sifatnya
paling subjektif dan mengandung nilai aktualisasi diri yang tinggi. Pernyataan
tersebut pada dasarnya sudah dapat menjelaskan sebuah ungkapan khas yang selalu
disampaikan di dalam kegiatan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis
di kelas. Ungkapan khas berupa “Menulislah dan Kau akan Dikenang” telah
membangun sebuah doktrinasi bahwa kegiatan menulis dan dikenang adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam ungkapan tersebut, menulis sebagai
sebuah kegiatan bukan hanya dinilai sebagai wujud dari rangkaian kerja semata.
Ungkapan tersebut secara implisit menjelaskan bahwa sebuah tulisan sebagai hasil
dari kegiatan menulis dimaknai lebih jauh dari pada wujud harfiahnya. Tulisan
dimaknai sebagai sebuah bentuk komoditas ide atau gagasan yang sifatnya subjektif
serta mengandung nilai aktualisasi sebagai sebuah idenlitas intelektual dan kualitas
diri secara akademik. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dipahami
bahwa menulis adalah wujud nyata dari kegiatan intelektual yang menunjukkan
kualitas diri secara akademik sekaligus menunjukkan sebuah indenlitas diri secara
elegan.
Pada dasarnya konsep menulis dan dikenang itu seperti dua sisi pada koin
(mata uang logam) yang selalu menyatu, yakni ketika berani menulis maka ide atau
gagasan yang ditulis secara otomatis akan terus dikenang sebagai sebuah idenlitas
1
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
2
penulisnya. Pada dasarnya ungkapan khas di dalam pembelajaran menulis tersebut
berasal dari tulisan Pramoedya Ananta Toer di dalam novel Anak Semua Bangsa
dengan kutipannya sebagai berikut “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari
siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi,
sampai jauh, jauh di kemudian hari” (Toer, 2011: 112).
Apabila mengacu pada kutipan pernyataan Toer di dalam novelnya tersebut,
maka dapat dipahami bahwa menulis ternyata bukan hanya rangkuman huruf atau
jalinan kata semata, tetapi juga sebuah media yang mampu membuka pikiran si
pembaca. Secara tidak langsung konsep membuka pikiran tersebutlah yang dalam
konteks ini dinilai sebagai kemampuan dari sebuah tulisan yang mampu “berbuat
banyak hal” melebihi apa yang dibuat oleh seorang penulis ketika Dia menuliskan
tema tersebut. Pernyataan tersebutlah yang secara tidak langsung telah menjelaskan
bahwa sebuah tulisan dinilai dapat dikenang dan abadi karena pada dasarnya aspek
yang dibangun bukan hanya rangkaian huruf atau kata semata. Di dalam konteks
menulis ini, aspek yang ditampilkan adalah sebuah konstruksi pesan dan amanat
yang berisi tentang ide, gagasan, dan cita-cita yang ingin disampaikan oleh penulis
kepada pembaca. Apabila ide, gagasan, dan cita-cita sudah dapat diterima oleh
pembaca sebagai sebuah pesan atau amanat, maka secara tidak langsung akan
membuat si penulis selalu dikenang walaupun tidak selamanya dikenal dengan baik
oleh si pembaca tulisannya tersebut.
Berkaitan dengan ide atau gagasan di dalam kegiatan menulis, Marwoto dkk
(1985: 12) berpendapat secara lebih spesifik bahwa menulis adalah kemampuan
seseorang untuk menuangkan sebuah ide, pikiran, pengetahuan, ilmu, dan
pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif,
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
3
enak dibaca, dan bisa dipahami orang lain. Berdasarkan pendapat tersebut, maka
dapat dipahami bahwa keterampilan menulis itu sangat kompleks. Di dalam
konteks ini, menulis dimaknai bukan hanya sebuah kegiatan yang sederhana berupa
menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu
bahasa agar dapat dipahami oleh orang lain (pembaca) saja, namun menulis juga
melingkupi seluruh aspek bahasa yang di dalam pelaksanaannya memang tidak
dapat berdiri sendiri.
Kondisi yang kompleks tersebut muncul dikarenakan seorang penulis
dituntut harus benar-benar paham tentang teknis bahasa sebagai medianya serta
mengetahui dengan jelas pesan apa yang akan disampaikannya tersebut. Pada
hakekatnya sebelum menguasai keterampilan menulis, seseorang harus menguasai
tiga keterampilan berbahasa lainnya terlebih dahulu. Secara kronologis alamiah
seseorang akan memperoleh empat keterampilan berbahasa yang meliputi
keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis
melalui sebuah rangkaian proses yang bersifat runtut serta teratur. Pada umumnya
keterampilan menulis selalu merupakan keterampilan berbahasa terakhir yang
diperoleh seseorang di dalam rangkaian perkembangan kebahasaannya.
Di
dalam
konteks
perkembangannya
pada
komunikasi
modern,
keterampilan menulis telah dianggap mempunyai posisi yang lebih penting dari
ketiga keterampilan berbahasa lainnya. Kondisi yang muncul tersebut terjadi
disebabkan oleh adanya empat penilaian dengan rincian sebagai berikut. Pertama,
adanya penilaian bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu aspek vital di
dalam proses komunikasi modern. Penilaian tersebut muncul dikarenakan saat ini
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
4
mayoritas komunikasi (kegiatan berbahasa) yang dilakukan oleh manusia modern
adalah melalui media tulis dengan wujud adanya penggunaan aplikasi media sosial
berbasis teks dengan jaringan internet. Kedua, adanya penilaian bahwa menulis
merupakan kegiatan menyandikan ide atau gagasan yang khas. Kegiatan
penyandian adalah rangkaian proses intelektual yang sifatnya sangat rumit dan
kompleks, namun pesan yang terkandung tetap dapat terbaca karena kekhasan dari
media (bahasa tulis) yang disandikan tersebut. Kondisi khas tersebutlah yang justru
membuat pesan dapat dipahami dengan mudah oleh si penerima sandi (pembaca)
sebagai pihak kedua di dalam proses komunikasi. Ketiga, adanya penilaian bahwa
menulis merupakan kegiatan komunikasi tidak langsung yang presisi dan akurat.
Pada dasarnya konsep komunikasi tidak langsung itu menekankan bahwa ide atau
gagasan yang dipikirkan oleh penulis harus dapat disandikan melalui tulisan secara
cermat dan tepat sehingga pesan yang dipikirkan oleh penulis dapat diterima
dengan baik oleh pembaca, seolah-olah si pembaca berhadapan langsung dengan si
penulis. Keempat, adanya penilaian bahwa keterampilan menulis adalah salah satu
ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.
Keempat penilaian tersebut muncul bukan tanpa sebab. Penilaian-penilaian
tersebut muncul dari dua acuan utama sebaga bagian dari rangkaian besar kegiatan
menulis. Dua acuan utama tersebut akan diuraiakn lebih rinci sebagai berikut.
Acuan pertama, pada prinsipnya bahasa seseorang itu mencerminkan
pikirannya, sehingga keterampilan bahasa seseorang (di dalamnya termasuk
keterampilan menulis) akan menjadi salah satu ukuran untuk menilai isi pikirannya.
Penilaian tersebut mengacu pada anggapan bahwa semakin terampil seseorang
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
5
berbahasa (menulis) maka semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Morsey
dalam (Tarigan 2013: 4) berpendapat bahwa menulis itu digunakan untuk
melaporkan, memberitahu, mempengaruhi, dan tujuan-tujuan tersebut hanya dapat
dicapai oleh orang yang mampu menyusun pikirannya serta mengutarakannya
dengan jelas di mana kejelasan itu bergantung pada pikiran, organisasi, penggunaan
kata, dan struktur kalimatnya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami
bahwa menulis adalah kegiatan utama yang digunakan oleh orang-orang terpelajar
untuk merekam, meyakinkan, melaporkan, serta mempengaruhi orang lain melalui
media tulis. Berbagai tujuan tersebut hanya akan dicapai dengan baik oleh orang
yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas (Tarigan,
2013: 20).
Acuan kedua, saat ini kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari maju atau
tidaknya komunikasi tulis bangsa tersebut dan diukur dari kualitas serta kuantitas
hasil percetakan yang terdapat di negara tersebut, antara lain seperti penerbitan
surat kabar, majalah, dan buku (Tarigan, 2013: 1-20). Di sisi lain, saat ini tidak
hanya hasil cetak secara fisik (terbitan) saja yang dinilai sebagai tolak ukur
kemajuan sebuah bangsa, tetapi juga penilaian pada berbagai karya tulis di dalam
media on line yang bersifat informatif juga dinilai menjadi ciri kemajuan sebuah
bangsa.
Berdasarkan dua acuan utama tersebut, maka dapat dipahami bahwa
menulis itu mempunyai peran dan manfaat yang sangat besar di dalam kegiatan
berkomunikasi, khususnya di dalam hal menyampaikan ide atau gagasan seseorang
secara taktis dan sistematis. Greves dalam (Suparno dan Yunus, 2007: 1.4) juga
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
6
mengungkapkan beberapa manfaat dari keterampilan menulis lainnya secara lebih
jelas, yaitu: (1) menulis itu menyumbang kecerdasan, (2) menulis mengembangkan
daya insiatif dan kreatifitas, (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4) menulis
mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Pada dasarnya
jika dilihat menurut sudut pandang akademik, manfaat menulis yang disampaikan
oleh Morsey dan Greves tersebut memang sangat mendukung khususnya di dalam
proses pengembangan diri seorang siswa. Di dalam konteks akademik, jenis tulisan
(teks) yang umumnya digunakan untuk mengembangkan diri dengan wujud dapat
mengungkapkan ide atau gagasan dan tujuan utamanya memberikan informasi
adalah teks eksposisi. Secara umum teks eksposisi adalah salah satu jenis karangan
yang diajarkan di jenjang SMA sebagai bagian dari strategi akademik di dalam
pengembangan diri siswa melalui pembelajaran dan pengajaran komunikasi tulis.
Pada hakekatnya teks eksposisi adalah bentuk tulisan atau retorika yang
berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran, yang dapat
memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut.
Teks eksposisi digunakan untuk menjelaskan wujud dan hakekat suatu objek,
misalnya menjelaskan pengertian suatu kebudayaan, keadaan sosial, dan
perkembangan pendidikan kepada pembaca. Teks eksposisi dianggap sebagai
sebuah alat untuk menjelaskan bagaimana pertalian suatu obyek dengan obyek
lainnya atau dapat digunakan oleh seorang penulis untuk menganalisa struktur suatu
barang, menganalisa karakter seorang individu, atau situasi tertentu (Keraf, 1995:
7).
Di era ini, siswa pada jenjang SMA sudah dituntut untuk dapat mulai
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
7
berpikir kritis, runtut, dan solutif khususnya pada siswa kelas XI. Apabila mengacu
pada aspek komunikasi modern, maka kemampuan berpikir kritis, runtut, dan
solutif tersebut dituntut tidak hanya diwujudkan secara lisan saja tetapi juga secara
tulis. Secara umum tuntutan-tuntutan dari aspek komunikasi modern tersebut dapat
dipenuhi apabila siswa mampu menguasai teknik penulisan teks eksposisi dengan
baik. Penilaian tersebut berasal dari acuan utama bahwa di dalam teks eksposisi
terdapat berbagai model alur berpikir yang nantinya dapat membuat siswa semakin
mahir untuk berpikir kritis di dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi secara
tulis.
Pendapat-pendapat
tersebut
muncul dikarenakan
secara
akademik
pelaksanaan pengajaran bahasa di sekolah (SMA) khususnya pada keterampilan
menulis hakekatnya adalah sebuah usaha sadar untuk mengubah siswa dari warga
masyarakat yang umumnya masih berbudaya tutur (lisan) menjadi manusia yang
akrab dengan bacaan sekaligus terampil menulis (Hadiwidjoyo, 1999: 8).
Penilaian bahwa siswa di jenjang SMA dianggap sangat penting untuk
menguasai teks eksposisi juga mengacu pada beberapa alasan lain, di antaranya
yaitu: (1) teks eksposisi dapat membuat siswa mahir dalam mengungkapan ide atau
gagasannya secara komprehensif dengan disertai fakta atau bukti yang valid, (2)
pada jenjang SMA, siswa sudah mulai dituntut untuk dapat berkomunikasi tulis
dengan baik dan benar, bukan hanya sebagai wujud tuntutan akademik semata
tetapi juga sebagai sebuah bekal untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya
yang lebih tinggi serta kehidupan sosial di masyarakat, (3) siswa SMA akan belajar
aktif di dalam proses menulis teks eksposisi dengan wujud ia harus mencari
informasi, data, dan fakat untuk bahan tulisannya, (4) keterampilan menulis teks
eksposisi dapat mendidik siswa menjadi pribadi yang tertib dan sistematis dengan
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
8
mengacu pada tata cara pengorganisasian alur berpikir di dalam tulisannya, (5)
siswa SMA akan belajar menilai sebuah ide/gagasan secara obyektif dan cermat
sebagai wujud dari sikap berpikir kritis, dan (6) berdasarkan Permendikbud, No. 69
Tahun 2013 dijelaskan bahwa teks eksposisi adalah salah satu genre teks dari 15
genre teks yang wajib dikuasai oleh siswa jenjang SMA. Berdasarkan beberapa
uraian tentang pentingnya penguasaan terhadap teks eksposisi tersebutlah, maka
dapat dipahami dengan jelas manfaat serta kontribusi yang akan diperoleh siswa di
jenjang SMA apabila mampu menguasai keterampilan menulis teks eksposisi
dengan baik.
Apabila mengacu pada aspek menulis yang lebih mendasar, maka dapat
dipahami bahwa pada hakekatnya untuk dapat memiliki keterampilan menulis (teks
eksposisi) yang baik, maka seorang siswa juga dituntut harus mempunyai dasar
bahasa yang kuat. Salah satu dasar bahasa yang harus dimiliki oleh siswa adalah
pengetahuan serta penguasaan tentang kosakata sebagai modal utama bahasanya,
sekaligus sebagai wujud konkret dari proses psikologis yang disebut sebagai
retrival kata. Konsep rertival kata digunakan karena secara umum aspek
penyimpanan, pemanggilan, dan penggunaan kata ada di dalamnya. Di dalam
konteks retrival kata, kosakata (kata) dimaknai bukan hanya sebagai sebuah
komponen bahasa semata, tetapi kosakata (kata) justru dimaknai lebih luas dari
pada itu. Kosakata (kata) dimaknai sebagai sebuah wujud kualitas diri seseorang di
dalam kegiatannya berkomunikasi. Pada sisi yang lain, konsep diksi tidak
digunakan karena diksi dinilai hanya mencakup aspek penggunaan (Use) saja di
dalam pelaksanaan komunikasi baik lisan maupun tulisan. Secara umum diksi
digunakan untuk persoalan fraselogi, gaya bahasa, dan ungkapan yang memiliki
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
9
nilai artistik tinggi (Keraf, 2006: 23).
Acuan dasar dari penilaian tersebut ada pada konsep bahwa apabila
seseorang di dalam kegiatan berkomunikasinya (lisan/tulis) mampu meretriv kata
dengan baik dan banyak, maka kondisi tersebut dapat menjadi sebuah indikator
bahwa wawasan orang tersebut luas. Kondisi sebaliknya juga dapat menjadi
indikator yaitu apabila seseorang hanya dapat meretriv kata di dalam kegiatan
berkomunikasinya (lisan/tulis) dalam jumlah sedikit, maka indikasinya adalah
orang tersebut memiliki wawasan yang sempit. Di sisi lain, kosakata (kata) juga
menjadi indikator tentang etika dan kemampuan berkomunikasi yang efektif.
Seseorang yang mampu meretif kata dengan diksi yang tepat sesuai situasi dan
konteks komunikasi yang sedang berlangsung atau dihadapi maka, secara tidak
langsung kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah indikator bahwa orang
tersebut mempunyai etika berkomunikasi yang bagus serta kemampuan komunikasi
yang efektif. Berdasarkan acuan dari aspek-aspek yang melingkupi proses retrival
kata sebagai sebuah proses psikologis di dalam kegiatan berkomunikasi tersebutlah
yang secara tidak langsung telah membuat pengajaran dan pembelajaran bahasa
khususnya menulis dinilai menjadi semakin kompleks.
Pada faktanya kompleksitas yang muncul tersebut justru telah menyadarkan
kita bahwa ternyata di dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa itu tidak hanya
berlangsung secara mekanistik semata, tetapi juga berlangsung secara mentalistik.
Tahap mekanistik dimaknai sebagai tahap penerapan teknik pengajaran
keterampilan berbahasa khususnya keterampilan menulis teks eksposisi kepada
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
10
siswa. Di sisi lain tahap mentalistik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan kondisi psikologis dan psikolinguistik siswa pada saat pengajaran
keterampilan menulis teks eksposisi itu berlangsung. Berdasarkan kompleksitas
tersebutlah, maka secara sederhana dapat diartikan bahwa kegiatan berbahasa itu
berkaitan langsung dengan proses atau kegiatan mental (psikologis) di dalam diri
seseorang (siswa). Di dalam kegiatan mental (psikologis) yang berlangsung
tersebutlah, peneliti menilai adanya keterkaitan yang erat antara keterampilan
menulis khususnya pada teks eksposisi dengan usaha di dalam memanggil kata dari
kosakata yang telah dimiliki atau disebut sebagai proses retrival kata pada diri
seseorang (siswa).
Secara umum jika dipahami lebih mendalam khususnya pada proses retrival
kata, maka munculnya fenomena retrival kata (Recall) menjadi salah satu faktor
yang dinilai sangat menakjubkan di dalam kegiatan penggunaan bahasa. Fenomena
retrival kata dimaknai sebagai sebuah variasi kecepatan pada setiap orang (siswa)
saat menanggapi makna kata maupun kecepatannya di dalam mengucapkan kata
(memanggil sebuah kata dari seluruh koleksi kata yang dimiliki oleh seseorang)
(Dardjowidjojo, 2012: 161). Penilaian bahwa fenomena retrival kata (Recall) itu
sangat menakjubkan pada dasarnya tidaklah berlebihan dikarenakan kemampuan
setiap orang di dalam meretriv kata dari jumlah kosakata yang dimilikinya bukanlah
perkara yang dapat dipahami secara sederhana. Selaras dengan penilaian tersebut,
ternyata rumitnya fenomena retrival kata dan kosakata juga berpengaruh terhadap
proses pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di lapangan.
Apabila mengacu pada proses retrival kata, maka pengajaran dan pembelajaran
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
11
keterampilan menulis di lapangan justru dinilai mengalami berbagai masalah dan
tantangan yang berat. Pada dasarnya terdapat dua masalah utama di dalam proses
pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran keterampilan menulis di lapangan yang
berkaitan dengan proses retrival kata, yaitu sebagai berikut.
Masalah pertama, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan
pengajaran bahasa di sekolah khusunya pengajaran keterampilan menulis justru
dinilai masih sangat sulit untuk dilaksanakan. Apabila mengacu pada aspek
kosakata (kata) sebagai dasar dari kegiatan retrival kata, maka secara umum siswa
di Indonesia baik di tingkat SD, SMP, SMA/SMK bahkan Perguruan Tinggi hanya
memiliki kosakata (kata) yang masih terbatas (rendah). Kondisi tersebut dapat
dilihat dari tulisan yang dihasilkan oleh mereka, di mana secara umum
mencerminkan kemiskinan kosakata (Hadiwidjoyo, 1999: 8).
Fenomena yang akan muncul di dalam kegiatan belajar mengajar
keterampilan menulis yang mengacu pada rendahnya kosakata (kata) akan terlihat
pada saat siswa berkomunikasi kemudian merasa kehabisan kosakata (kata)
(contohnya pada saat menulis menggunakan Bahasa Indonesia), maka dengan
mudahnya dia akan beralih (alih kode) ke kosakata asing di mana maknanya belum
tentu tepat dengan apa yang siswa pikirkan. Senada dengan kondisi tersebut,
fenomena lanjutan yang akan muncul apabila mengacu pada aspek kosakata (kata)
yang dimiliki seorang siswa, maka akan muncul situasi di mana seorang siswa yang
terbatas kosakatanya akan mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide, pikiran,
dan pendapatnya khususnya secara tulis. Secara teknis jika mengacu pada aspek
pokok keterampilan menulis, maka kondisi tersebutlah yang dinilai akan sangat
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
12
mempengaruhi kemampuan seorang siswa di dalam menulis teks eksposisi. Kondisi
tersebut dapat muncul dikarenakan seorang siswa yang memiliki kosakata (kata)
sedikit (rendah) akan menemukan kesulitan-kesulitan dalam proses berkomunikasi.
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat berwujud sebuah kondisi abu-abu. Kondisi abuabu diartikan sebagai sebuah kondisi di mana apa yang dipikirkan (pesan) dan
dirasakan (amanat) oleh siswa sebagai penulis yang sedang menulis tidak dapat
diungkapkannya dengan jelas dan tepat melalui tulisannya kepada pembaca.
Apabila dilihat secara keseluruhan di dalam rangkaian keterkaitan antara
keterampilan menulis teks eksposisi dengan peran kosakata (kata) sebagai wujud
konkret dari proses retrival kata, maka secara sederhana dapat dirumuskan bahwa
kosakata (kata) adalah sebuah representasi dari pengalaman, pengetahuan, dan
kemahiran analisis dengan wujud berupa kemampuan berbahasa yang kompeten
dan holistik dari seseorang. Secara umum terdapat acuan bahwa kosakata (kata) itu
dapat memecahkan masalah tertentu yang diasosiasikan dengan istilah lain dari apa
yang dipikirkan oleh seorang penulis pada saat itu (Keraf, 1995: 122). Pada saat
seorang penulis mengekspresikan gagasannya ke dalam sebuah karangan (teks),
maka ia dituntut harus dapat memilih kata serta mengatur strategi untuk menyajikan
kata-kata tertentu agar gagasannya dapat tersampaikan dengan baik dan jelas
(komunikatif) kepada pembaca. Pilihan kata dan strategi penyajian itulah yang pada
dasarnya tidak hanya ditentukan oleh tujuan dan situasi, tetapi juga oleh proses
retrival kata yang dijalani (Priyatni, 2014: 65). Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa kosakata (kata) di dalam sebuah teks eksposisi itu berperan sangat vital,
yakni berperan sebagai batas dari jalan pikiran serta sudut pandang seorang penulis
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
13
pada saat menguraikan sebuah topik yang pada akhirnya akan melahirkan
karakteristik yang unik berupa idenlitas dari tulisannya tersebut berdasarkan ciri
pribadi (individual) dari penulisnya.
Masalah kedua, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran
keterampilan menulis adalah sebuah tahapan pembelajaran yang sangat kompleks
dan harus dilalui oleh setiap siswa dengan baik, di mana pengajaran keterampilan
menulis khususnya teks eksposisi ada di dalam proses tersebut. Fenomena yang
dinilai penting ini dapat muncul karena di dalam pembelajaran bahasa itu sendiri
selain berkenaan dengan masalah bahasa secara material dan teknikal juga
berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa secara psikologis (mental) dan
psikolinguistik.
Secara umum dapat dipahami bahwa seluruh tahapan pembelajaran
keterampilan menulis yang kompleks tersebut akhirnya akan mengerucut pada
munculnya masalah kecemasan yang dialami oleh siswa. Pada hakekatnya kondisi
psikologis berupa kecemasan, stres, takut, dan perasaan tegang (tension) memiliki
kecenderungan yang tinggi untuk dialami oleh siswa sebagai pihak yang menjadi
sasaran dari kegiatan pembelajaran dan pengajaran keterampilan menulis. Di dalam
konteks ini, secara sederhana kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan
khawatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan. Kecemasan
merupakan reaksi emosional yang timbul dari penyebab yang tidak pasti dan tidak
spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam
(Gunarsa dan Gunarsa, 2008: 27). Beberapa istilah tentang kecemasan yang telah
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
14
disebutkan tersebut secara umum dapat menggambarkan kondisi kejiwaan manusia
sekarang ini yang merasa penuh dengan berbagai ketidakpastian. Pada dasarnya di
antara sekian bentuk persoalan kejiwaan yang terjadi pada manusia, persoalan
kecemasan dinilai telah menjadi salah satu problematika terbesar manusia pada
zaman ini. Kondisi-kondisi tersebutlah yang juga dinilai terjadi pada siswa sebagai
peserta didik di sekolah khususnya pada jenjang SMA.
Secara akademik kecemasan menulis teks eksposisi dapat dipahami sebagai
efek (sikap negatif) dari adanya tuntutan akademik berupa berbagai teknik dari
keterampilan menulis yang harus dikuasai oleh siswa secara holistik. Wirawan
(2012: 287) berpendapat bahwa efek berupa sikap negatif terhadap tuntutan
akademik seperti itulah yang disebutnya sebagai sebuah kecemasan evaluasi atau
evaluation anxiety. Pada umumnya sebagian orang akan mengalami kecemasan
evaluasi jika perilaku, prestasi, atau kinerjanya dievaluasi. Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka dapat dipahami bahwa faktor psikologis juga dinilai ikut berperan
serta dalam mempengaruhi kemampuan seorang siswa pada saat menulis. Senada
dengan hal tersebut, di dalam proses pembelajaran dan pengajaran keterampilan
menulis terdapat sebuah keyakinan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang baik
maka kemampuan seorang penulis (siswa) tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
kognitif semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Kecemasan menulis teks eksposisi merupakan salah satu bentuk kecemasan
akademik yang menimbulkan “penderitaan” dan berpotensi untuk menghambat
siswa di dalam mencapai performa akademik yang optimal. Kecemasan akademik
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
15
dapat timbul ketika siswa mulai mengikuti proses pembelajaran, kemudian siswa
melihat tugas akademik (tugas menulis teks eksposisi) sebagai suatu hal yang sulit
baginya untuk diatasi atau sebagai suatu hal yang mengancam dirinya (Prawitasari,
2012: 81). Pada saat siswa kehilangan keyakinan akan kemampuannya untuk bisa
mengatasi tugas-tugas akademik yang dihadapinya seperti tugas menulis teks
eksposisi, maka pada saat itulah siswa sudah dapat dikatakan mengalami
kecemasan. Wujud peliknya kondisi di lapangan tersebut, jika terus dibiarkan maka
secara tidak langsung akan terus melahirkan siswa-siswa yang terkungkung dengan
masalah kecemasan menulis yang dialaminya. Selain hal tersebut efek lain yang
akan muncul adalah adanya siswa yang mengalami kesulitan di dalam
mengungkapkan ide, pikiran, dan pendapatnya terutama secara tulis karena rasa
cemas yang dialaminya semakin lama akan semakin tinggi (akut).
Secara keseluruhan telah dapat dipahami bahwa pada kenyataannya bahasa
sebagai salah satu variabel sosial selalu menjadi topik yang menarik dan penting
bagi para pemerhati masalah-masalah sosial. Di dalam konteks tersebut, fenomena
psikolinguistik muncul sebagai bagian dari efek bahasa dikarenakan kedudukan
bahasa yang sangat sentral. Kedudukan bahasa memiliki kaitan yang erat dengan
pengalaman psikologis seseorang sebagai individu. Di sisi lain bahasa juga
memiliki kedudukan yang berkaitan dengan perubahan psikologis yang mungkin
ditimbulkannya dari perubahan tatanan kehidupan sosial bermasyarakat.
Apabila dilihat dari sisi keilmuan, kajian psikolinguistik di dalam penelitian
ini salah satunya memang dituntut untuk memberikan kepastian bagaimanakah
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
16
bentuk hubungan antara kemampuan menulis teks eksposisi, retrival kata, dan
kecemasan menulis teks eksposisi di jenjang SMA di suatu wilayah. Bentuk
hubungan tersebut dinilai penting agar pelaksanaan pengajaran dan pembelajaran
di kelas dapat dilakukan dengan lebih efektif, efisien dan up to date. Berdasarkan
uraian latar belakang tersebutlah, maka penelitian ini menjadi penting dan menarik
untuk dilaksanakan guna mengetahui kondisi/keadaan dari keterkaitan retrival kata
dan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eksposisi siswa SMA
kelas XI di Kabupaten Banjarnegara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti paparkan tersebut, maka rumusan
masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah keterkaitan retrival kata dengan kemampuan menulis teks
eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?
2. Bagaimanakah keterkaitan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis
teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?
3. Bagaimanakah keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan
kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten
Banjarnegara?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan tersebut, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan keterkaitan retrival kata dengan kemampuan menulis teks
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
17
eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?
2. Mendeskripsikan keterkaitan kecemasan menulis dengan kemampuan menulis
teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara?
3. Mendeskripsikan keterkaitan retrival kata dan kecemasan menulis dengan
kemampuan menulis teks eksposisi pada siswa SMA Negeri di Kabupaten
Banjarnegara?
D. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis dari hasil penelitian ini, diharapkan akan diperoleh manfaat
sebagai berikut.
a. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang keterampilan menulis
khususnya pada teks eksposisi di dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
jenjang SMA.
b. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang retrival kata.
c. Penelitian ini dapat mengembangkan teori tentang psikologi kecemasan pada
siswa jenjang SMA.
d. Penelitian ini dapat mengembangkan teori keterkaitan antara retrival kata dan
kecemasan menulis dengan kemampuan menulis teks eskposisi.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian
ini, antara lain sebagai berikut.
a. Bagi Peserta Didik
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
18
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis
teks eksposisi pada siswa. Kondisi tersebut akan memudahkan siswa pada saat
menghadapi tugas menulis sehingga hasil tulisannya dapat lebih komunikatif serta
eksploratif terhadap tema atau topik yang diuraikan. Di sisi lain, siswa diharapkan
juga akan mengalami peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep
retrival kata di dalam kegiatan menulis. Pada aspek psikologis, masalah kecemasan
menulis yang dialami oleh siswa sebagai bagian dari evaluasi keterampilan menulis
juga diharapkan dapat diatasi dengan wujud adanya manajemen kecemasan
individu di dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas .
b. Bagi Guru
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi yang diberikan dari penelitian
ini, bagi guru dibagi menjadi empat manfaat utama yaitu sebagai berikut.
Pertama, secara umum hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru
sebagai referensi untuk mengatasi masalah kecemasan menulis teks eksposisi pada
siswa untuk jenjang SMA serta sebagai pedoman guru di dalam mengawasi
manajemen kecemasan pada siswa.
Kedua, guru dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk
mengukur kemampuan menulis teks eskposisi siswanya yang dikaitkan dengan
kecemasan menulis, dan proses retrival kata.
Ketiga, secara umum guru Bahasa Indonesia pada jenjang SMA dapat
menggunakan data dari penelitian ini sebagai acuan di dalam mengajarkan
keterampilan menulis teks eksposisi dengan lebih efektif dan efisien.
Keempat, data penelitian yang ditampilkan dengan bentuk pola yang
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
19
dipetakan secara keseluruhan atau parsial sesuai dengan wilayah perwakilan (Barat,
Timur, Utara, dan Selatan) dapat digunakan oleh guru sebagai alat ukuran untuk
menentukan posisi kondisi kemampuan siswa didiknya secara kewilayahan
(berdasarkan perwakilan sekolah). Apabila mengacu pada data penelitian tersebut,
maka guru dapat menganalisis kondisi kemampuan siswa didiknya di dalam
variabel retrival kata, kecemasan menulis, dan keterampilan menulis teks eksposisi,
itu ada di posisi tinggi, sedang, atau rendah.
Keterkaitan Retrival Kata..., Yusup Wibisono, Program Pascasarjana UMP, 2017
Download