PENDAHULUAN Pati merupakan polisakarida yang banyak terdapat di alam. Pati mempunyai 2 unit polimer penyusun, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa bersifat kristalin karena memiliki derajat keteraturan molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilopektin yang berbentuk amorf. Perbedaan kristalinitas unit polimer penyusun pati inilah yang menyebabkan molekul pati menjadi rapuh bila digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik. Kekurangan ini dapat diatasi dengan jalan memisahkan amilosa yang terdapat pada pati. Krogars (2003) menyatakan bahwa film yang dibuat dari amilosa murni memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan film yang dibuat dari pati dan dari amilopektin murni. Secara umum, pemisahan amilosaamilopektin biasa menggunakan pelarut organik, yaitu dimetil sulfoksida (DMSO) dan n-butanol (Bauer & Pacsu 1953). Akan tetapi, kedua pelarut ini ternyata menimbulkan efek samping, yaitu berupa sakit kepala, gangguan pernapasan, serta rasa mual (Hanslick et al. 2008). Selain itu, Mua dan Jackson (1995) menyatakan bahwa kedua pelarut tersebut mahal dan kurang efisien dalam memisahkan amilosaamilopektin.Mua dan Jackson (1995) telah menggunakan pelarut air yang ditambahkan dengan MgSO4 14% untuk memisahkan amilosa dari amilopektin. Penggunaan pelarut air lebih ramah, ekonomis, dan efisien dibandingkan penggunaan DMSO dan n-butanol. Amilosa yang sudah terpisah dari amilopektin dapat diaplikasikan sebagai contoh baku pembuatan film dan juga coating (Krogars 2003). Sementara amilopektin dapat digunakan sebagai campuran aditif pada pelumas (Ellis et al. 1989) dan campuran obat-obat pelangsing (Bressani 1975). Penelitian ini mengaplikasikan kembali prosedur Mua & Jackson (1995) dengan modifikasi penambahan MgSO4 sebesar 4%. Dengan proses ini diharapkan akan didapat rendemen dan kemurnian yang lebih baik serta mengurangi sisa pelarut dan kebergantungan pada pelarut organik seperti pada proses pemisahan sebelumnya. Metode ini diharapkan dapat memberikan metode alternatif baru untuk proses pemisahan amilosa-amilopektin. TINJAUAN PUSTAKA Polisakarida Polisakarida adalah polimer hasil kondensasi monosakarida dan tersusun atas banyak molekul monosakarida yang berikatan satu sama lain, dengan melepaskan sebuah molekul air untuk setiap ikatan yang terbentuk. Senyawa ini memiliki rumus umum (C6H10O5)n dan ‘n’ adalah jumlah unit ulang monomer sekecilnya. Beberapa polisakarida berfungsi sebagai bentuk penyimpanan bagi monosakarida, sedangkan yang lain berfungsi sebagai unsur struktural di dalam dinding sel dan jaringan pengikat. Polisakarida umumnya tidak memiliki bobot molekul yang tertentu karena polisakarida merupakan campuran dari molekul dengan bobot molekul tinggi. Amilosa (Gambar 1) merupakan rantai lurus yang terdiri atas molekul-molekul glukosa yang berikatan α-(1,4). Umumnya amilosa dari umbi-umbian mempunyai bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan amilosa dari serealia. Jadi rantainya lebih panjang daripada amilosa serealia. Gambar 1 Struktur amilosa. Dalam larutan, rantai amilosa membentuk heliks (spiral) karena adanya ikatan konfigurasi pada setiap unit glukosa. Bentuk cincin ini dengan enam unit atom karbon menyebabkan amilosa membentuk kompleks dengan bermacam-macam molekul kecil yang dapat masuk ke dalam lingkarannya. Warna biru tua yang diberikan pada penambahan iod merupakan contoh pembentukan kompleks tersebut. Amilosa merupakan komponen yang larut dalam air bersuhu 60−80 °C (Heldman & Singh 1980). Dalam tubuh manusia, pemecahan amilosa dipengaruhi oleh enzim. Enzim amilase bekerja secara spesifik memecah ikatan α-(1,4) dalam amilosa untuk membentuk maltosa yang merupakan disakarida. Kemudian enzim maltase akan memecah maltosa menjadi 2 unit glukosa yang dapat diserap oleh tubuh manusia (Smith & Walters 1967; Harper 1981). Struktur amilosa disajikan pada Gambar 1.