UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI CUKUP BULAN YANG DILAKUKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SAYANG BAYI DI JAKARTA TESIS Reni Fahriani 0806360014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA JANUARI 2013 i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Reni Fahriani NPM : 0806360014 Tanda Tangan : Tanggal : 10 Januari 2013 ii HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Reni Fahriani NPM : 0806360014 Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Judul Tesis : FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI CUKUP BULAN YANG DILAKUKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD) DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SAYANG BAYI DI JAKARTA Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis anak pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) Pembimbing : DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K) Penguji : Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K) Penguji : DR. Dr. Pramita Gayatri, Sp.A(K) Penguji : Dr. Evita Bermansyah Ifran, Sp.A(K) Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Jakarta Tanggal : iii KATA PENGANTAR Segala puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Sang Maha Kuasa karena berkat ridho dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan pendidikan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya pada DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K), selaku pembimbing materi yang dengan penuh perhatian dan sabar senantiasa membimbing saya sejak penulisan sari pustaka, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, sampai penulisan tesis ini. Di tengah kesibukan Beliau tak pernah sekalipun menolak apabila saya meminta bimbingan. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), selaku pembimbing metodologi yang telah meluangkan waktunya untuk mengkoreksi makalah saya dan membimbing saya dengan penuh kesabaran. Kepada tim penguji tesis Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K), DR. Dr. Pramita Gayatri, Sp.A(K) dan Dr. Evita Bermansyah Ifran, Sp.A(K), dengan rasa hormat sedalam dalamnya, saya haturkan terima kasih untuk bimbingan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk menyempurnakan penulisan tesis ini. Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada DR. Dr Partini P.Trihono, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FKUI/RSCM yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat untuk segera menyelesaikan program studi ini. Kepada Prof. DR.Dr Bambang Supriyatno, SpA(K), selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Pogram Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak. Terimakasih saya sampaikan kepada seluruh guru guru di departemen IKA FKUI/RSCM yang telah mencurahkan ilmu selama saya menempuh proses pendidikan. iv Khusus kepada Dr. Utami Roesli, Sp. A, MBA, IBCLC dan dr Elizabeth Yohmi, Sp.A, IBCLC, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada beliau yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan kepada saya selama melakukan penelitian di RS St Carolus. Kepada seluruh staf dan petugas medik di Unit Rawat Jalan Spesialistik Anak RS St Carolus (bagian pendaftaran, perawat, dan bidan) serta seluruh staf rekam medik RS St Carolus yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada saya dalam melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga saya ucapkan untuk seluruh sejawat PPDS IKA, khususnya teman-teman PPDS IKA angkatan Juli 2008 Adhi, Alvi, Ayijati, Anisa, Dave, Dewi, Debora, Dede, Daniel, Emilda, Fathy, Fijri, Ihat, Ina, Liza, Satria, Reni, Renno, Sita, Swanty, Teti dan Rita yang senantiasa menemani dan mendukung dalam suka dan duka selama masa pendidikan. Untuk seluruh paramedik serta karyawan di departemen IKA FKUI/RSCM saya ucapkan terimakasih atas kerjasamanya yang luar biasa selama ini. Saya Persembahkan Tesis ini untuk suami saya tercinta Rian Ahmad Sayathari, ST, MSc terima kasih atas segala pengertian, perhatian, doa dan cinta kasih yang tulus diberikan kepada pada penulis sehingga penulis mampu mencapai tahap ini. Kupersembahkan pula tesis ini untuk anakku, Keisa Fahira Syathari yang telah berkorban banyak demi memberikan kesempatan saya untuk menjalani pendidikan ini selama 4,5 tahun. Terima kasih yang tak terhingga untuk Bapak Tata Suparman, SP, Ibu Nani Rosmani, Prof. Dr. Moh. Ali, MA, dan Dra. Suamiati, orangtua kami tercinta yang tanpa kenal lelah terus menayangi, mendukung dan mendoakan penulis disetiap hela nafas ini. Akhir kata, tentunya tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan memerlukan penyempurnaan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, saya memohon saran dan masukan demi perbaikan tesis ini. Jakarta, Januari 2013 v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Reni Fahriani NPM : 0806360014 Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Departemen : Ilmu Kesehatan Anak Fakultas : Kedokteran Jenis Karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-Exclusive RoyaltyFree Right) Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini IMD) di Salah Satu Rumah Sakit Sayang Bayi di Jakarta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mepublikasikan tugas akhir saya sela,a tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya Dibuat di Jakarta Pada tanggal 10 Januari 2013 Yang menyatakan (Reni Fahriani) vi ABSTRAK Nama Program Studi Judul : : : Reni Fahriani Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Salah Satu Rumah Sakit Sayang Bayi di Jakarta Latar Belakang: Air susu ibu merupakan nutrisi ideal untuk bayi. World Health Organization (WHO) telah menganjurkan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 dan 2007 menunjukkan angka keberhasilan ASI eksklusif di Indonesia secara keseluruhan cenderung menurun. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tujuan: Mengetahui proposi bayi IMD yang memperoleh ASI eksklusif, dan mengetahui apakah terdapat hubungan antara antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD. Metode: Penelitian bersifat deskriptif potong lintang analitik dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara pada bulan Juni hingga September 2012. Subyek penelitian adalah ibu yang memiliki anak berusia 0-6 bulan yang datang ke poliklinik anak RS St. Carolus Jakarta. Data kemudian ditabulasi untuk melihat karakteristik subjek dan proporsi ASI eksklusif. Analisis statistik dilakukan untuk mencari faktor yang berhubungan dangan pemberian ASI ekslusif dengan cara uji Kai kuadrat atau Fisher (analisis bivariat) dan uji regresi logistik (analisis multivariat). Hasil: Penelitian dilakukan pada 120 subjek. Proporsi ASI eksklusif sebesar 75%. Sebagian besar subjek merupakan primipara (56,7%). Sebanyak 65,8% melahirkan secara spontan. Sebanyak 73,3% subjek memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 59,2% merupakan ibu bekerja. Sebanyak 45% subjek termasuk ke dalam status sosial ekonomi tinggi, dan sisanya berada di sosial ekonomi rendah (4,2%), dan menengah (50,8%). Sebanyak 77,5% tidak memiliki faktor fisis selama masa menyusui. Pengetahuan yang benar mengenai ASI eksklusif didapatkan pada 85% subjek. Sebagian besar subjek (73,3%) telah memperoleh konseling ASI. Sebanyak 64,2% subjek merasa yakin terhadap kecukupan produksi ASI. Berdasarkan uji regresi logistik, didapatkan faktor yang paling bermakna memengaruhi ASI eksklusif secara berurutan, yaitu faktor psikis ibu, diikuti oleh dukungan keluarga, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari petugas kesehatan. Simpulan: Proporsi ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD di RS St Carolus adalah sebesar 75%. Faktor yang terbukti memengaruhi pemberian ASI eksklsusif adalah faktor psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga, pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari petugas kesehatan. Kata Kunci: ASI eksklusif, inisiasi menyusu dini, faktor yang memengaruhi. vii ABSTRACT Name Study Program Title : : : Reni Fahriani Department of Child Health Factors that Influenced the Exclusive Breastfeeding Practice in Healthy Term Babies with Early Initiation of Breastfeeding at A Baby-Friendly Hospital in Jakarta Background: Breastmilk is recognised for its ideal nutritional benefits for babies. The WHO recommended that infants are exclusively breast-fed for the first 6 months of life. Data from Indonesia Demographic and Health Survey 2003 and 2007 showed that exclusive breastfeeding (EBF) rate in Indonesia tends to decease. Several studied have found some factors that influence breastfeeding practices. Objective: To determine the proportion of exclusive breastfeeding among infant who initiate breastfeeding at birth and study its influencing factors. Those factor are maternal age, parity, method of delivery, physical factor (included sore nipples, inverted papillae, and mastitis), psychological factor, maternal smoking, maternal education, , socio-economic level, family support on breastfeeding, formula promotion, and counceling about breastfeeding. Methods: A descriptive analytic cross-sectional study was conducted from June to September 2012. Subjects selected by consecutive sampling were mothers with a 6-12 months old child, who cam e to pediatric policlinic at St Carolus hospital Jakarta. Chi square test and multivariate analyses were used to analyze subjects with logistic regression calculation. Results: There were 120 mothers recruited. The rates of exclusive breastfeeding were 75%. The majority of mothers were primiparous (56,7%) and had normal delivery (65,8%). Of 120 mothers, 73,3% mothers had high level of education, 59,2% mothers were the working mother. Forty five percent mothers had high socio-economic level, 4,2% had low socio-economic level, and 50,8% had middle socio-economic level. Majority of mothers (77,5%) did not have physical factor that inhibit the process of breastfeeding. Adequate knowledge about breastfeeding was found in 85% mothers. Majority of mothers (73,3%) received breastfeeding councelling from the hospital staff. Most of mothers (64,2%) had confidence in ability to breastfeed. Multivariate analyses showed that factors significantly associated with EBF were maternal breastfeeding confidence, good fam ily support, breastfeeding counseling from the hospital staff. Conclusion: The proportion of EBF in infant who initiate d breastfeeding was 75%. Factors that influenced the practice of EBF were pshycological factor, family support, Keywords: Exclusive breastfeeding, early initiation of breastfeeding, influencing factor viii DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ... ABSTRACT ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.4.1 Tujuan Umum 1.4.2 Tujuan 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 1.5.2 1.5.3 . .. BAB 2 2.1 Pengertian ... ... .. ... .. .. ... .. .. .......... 2.4 Rekomendasi ... 2.5 Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (Ten step to Successful Breastfeeding) .... 2.6.2 Latar .... 2.6.4.1 Teknik IMD pada Persalinan Va ix .. i ii iii iv vi vii viii ix xii xiii xiv xv 1 1 5 5 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 8 8 9 10 10 11 11 11 12 12 12 2.6.4.2 Teknik IMD pada Persalinan Ka 2.6.5 Manfaat 13 13 13 15 16 17 2.7 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Pemberian ASI 17 17 18 18 19 19 20 20 21 22 22 22 23 2.7.6 Status Merokok 2.7.11 Dukungan BAB 3 BAB 4 4.1 Rancangan ... 24 .. ...... ..... .......... 4.5 Besar Jumlah Subjek dan Cara Pengambilan 4.10 Definisi ........... BAB 5 .............. 5.2 Proporsi ASI Eksklusif pada Bayi yang Dilakukan IMD dan 25 25 25 25 25 26 26 28 28 29 29 32 33 35 37 ....... ....... 5.4 Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan ASI x 37 38 40 BAB 6 .. ... 6.3 Proporsi ASI Eksklusif 42 42 43 43 45 6.5 Bentuk Dukungan Rumah Sakit yang Diberikan RS St Carolus 45 47 6.6 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan ASI 6.6.2 Jumlah Paritas 6.6.10 Dukungan K ...... 6.7 Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan ASI ...... BAB 7 47 48 48 49 49 50 51 52 52 53 54 55 56 60 60 60 61 ...... xi 68 DAFTAR TABEL Tabel 2.5. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui 10 Tabel 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian 36 Tabel 5.3. Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif 37 Tabel 5.4. Hasil Analisis Bivariat terhadap Faktor Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Tabel 5.5. Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif xii yang 39 41 DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK Gambar 3. Kerangka konsep 24 Gambar 4.8. Alur penelitian 28 Gambar 5.2. Proporsi ASI eksklusif 1-6 bulan 37 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar Informasi Orangtua 68 Lampiran 2. Lembar Persetujuan Orangtua 69 Lampiran 3. Formulir Data Penelitian 70 Lampiran 4. Keterangan Lolos Kaji Etik 77 Lampiran 5. Surat Tugas Penelitian Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 78 xiv DAFTAR SINGKATAN ASI air susu ibu SDKI survey demografi dan kesehatan indonesia IMD inisiasi menyusu dini UNICEF united nations children's fund BFHI baby-friendly hospital initiative WABA the world alliance for breastfeeding action WHO world health organization ANC ante natal care SD sekolah dasar SLTP sekolah lanjutan tingkat pertama SLTA sekolah lanjutan tingkat atas LMKM langkah menuju keberhasilan menyusui RISKESDAS riset kesehatan dasar IK 95% interval kepercayaan 95% RO rasio odds SPSS statistical package for social science xv 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk bayi karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan mengandung seperangkat zat perlindungan terhadap berbagai penyakit.1-3 Berbagai kajian dalam 2 dekade terakhir memperlihatkan bahwa ASI adalah nutrisi terbaik dan terlengkap bagi bayi. Nilai nutrisi ASI lebih besar dibandingkan susu formula karena mengandung lemak, karbohidrat, protein, dan air dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan, pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Kandungan nutrisinya yang unik menyebabkan ASI memiliki keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh susu formula.4 World Health Organization (WHO) menganjurkan bayi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan didampingi makanan pendamping ASI (MP-ASI) selama 2 tahun pertama.5 Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan anjuran WHO sejak tahun 2004 melalui dikeluarkannya Kepmenkes No.450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI eksklusif pada bayi di Indonesia dan Undang-undang (UU) No. 36 pasal 128 tahun 2009 tentang kesehatan.6,7 Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan jumlah bayi yang menyusu pada 1 jam pertama setelah lahir (inisiasi menyusu dini, IMD) baru mencapai 3,7% sementara pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia 4 bulan adalah 55,1% dan sampai dengan usia 6 bulan adalah 39,5%.8 Sedangkan data SDKI tahun 2007, angka IMD sebesar 43,9%, sementara pemberian ASI eksklusif sampai dengan 4 bulan sebesar 40,6%, dan sampai bayi berusia 6 bulan sebesar 32,4%. Sementara itu, jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada tahun 2002 menjadi 27,9% tahun 2007. Angka keberhasilan ASI eksklusif di Indonesia secara keseluruhan cenderung menurun.9 2 Salah satu langkah untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif yaitu dengan inisiasi menyusu dini (IMD). Inisiasi menyusu dini merupakan salah satu dari 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten steps to successful breastfeeding yang diusung oleh WHO dan United Nations Children's Fund (UNICEF) melalui pembentukan Baby-Friendly Hospital Initiative (BFHI) atau rumah sakit sayang bayi pada tahun 1991.10,11 Rumah sakit sayang bayi dibuat untuk mendorong semua rumah sakit mengimplementasikan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. United Nations Children's Fund, WHO, dan The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) telah merekomendasikan inisiasi menyusu dini dalam waktu setengah jam hingga satu jam setelah lahir.12 Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia dipengaruhi beberapa hal antara lain belum optimalnya penerapan 10 LMKM di rumah sakit dan sarana layanan kesehatan, kurangnya kesadaran dan pemahanan masyarakat tentan ASI eksklusif, rendahnya pengetahuan ibu dan anggota keluarga lain mengenai manfaat ASI ekslusif dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja dan gencarnya pemasaran susu formula.13 Beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan terdapat faktor yang memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif, baik pada saat perawatan di rumah sakit maupun setelah bayi pulang.14-17 Penilitian potong lintang di Polandia mendapatkan inisiasi menyusu lambat (>2 jam setelah lahir), penggunaan dot, dan tidak dilakukan rawat gabung, merupakan faktor yang memengaruhi kegagalan ASI eksklusif pada saat perawatan pasca-persalinan di rumah sakit.17 Penelitian serupa di Switzerland menemukan pola pemberian ASI atau menyusui bayi dengan jadwal dan pemberian susu formula di rumah sakit meningkatkan angka kegagalan pemberian ASI eksklusif.18 Penelitian yang mengkaji faktor yang memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif saat bayi pulang dari rumah sakit telah banyak dilakukan baik di negara maju maupun negara berkembang, namun dengan hasil penelitian yang belum konklusif. Penelitian tersebut menemukan beberapa faktor yang memengaruhi kegagalan ASI eksklusif, antara lain ibu multipara, faktor fisis 3 (kesehatan ibu), psikis ibu (keyakinan terhadap produksi ASI), tingkat pendidikan ibu yang tinggi, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang benar, status sosial ekonomi ibu yang tinggi, dukungan keluarga, dan konseling ASI dari petugas kesehatan.15,19-22 Penelitian di Amerika dan Kanada menemukan ibu yang berusia lebih tua ( 25 tahun) memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhasil memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang berusia muda (<25 tahun).19,23 Penelitian di Libanon menemukan kelompok ibu multipara memiliki kemungkinan 2,6 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan primipara.20 Hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan ASI eksklsusif ditunjukkan pada sebuah penelitian di Switzerland yang menemukan hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan keberhasilan ASI eksklusif selama 6 bulan (p<0,001). Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi angka pemberian ASI eksklusif.16 Selain tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang ASI berperan penting dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif. Penelitian di Tanzania tahun 2010 menemukan ibu yang memiliki pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif memiliki kemungkinan lebih besar untuk sukses memberikan ASI eksklusif.24 Penelitian yang mengkaji pengaruh ibu bekerja terhadap ASI eksklusif sudah pernah dilakukan. Penelitian di Brazil dan Selandia Baru menemukan ibu yang bekerja memiliki risiko lebih besar untuk menghentikan memberikan ASI eksklusif dibandingkan ibu yang tidak bekerja atau bekerja di rumah.21,22 Penelitian yang mengkaji pengaruh status sosial ekonomi ibu terhadap ASI eksklusif ditunjukkan oleh Mascarenhas dkk22 tahun 2006 yang menemukan bayi yang lahir dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki risiko 1,4 kali lipat untuk berhenti menyusui sebelum usia 6 bulan dibandingkan bayi yang lahir dari keluarga dengan penghasilan menengah ke atas. Selain faktor sosial ekonomi, dukungan menyusui terbukti dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif. Penelitian di Australia tahun 2001 menemukan ibu yang didukung suaminya dalam pemberian ASI, memiliki kemungkinan 9 kali lebih besar untuk melanjutkan pemberian ASI pada saat pulang dari rumah sakit.25 4 Promosi susu formula yang semakin marak saat ini mempengaruhi keputusan ibu dalam memberikan makanan kepada bayinya. Penelitian di India tahun 2009 menemukan ibu yang pernah memperoleh promosi susu formula, baik melalui penawaran langsung maupun media, memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk membeli susu formula dan memberikan kepada bayinya, dibandingkan ibu yang tidak pernah memperoleh promosi susu formula.26 Pada penelitian yang sama, ibu yang memperoleh edukasi ASI dari petugas kesehatan memiliki kemungkinan 2,6 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif, dibandingkan ibu yang tidak memperoleh edukasi (RO 2,6; IK 95% 1,43-4,64).14 Faktor fisis ibu tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan ASI eksklusif. Ibu yang menderita sakit atau kelelahan sehingga tidak memberikan ASI kepada bayinya dapat menyebabkan gagalnya ASI eksklusif.10 Pengaruh merokok terhadap ASI eksklusif banyak diteliti di negara maju. Penelitian di Selandia Baru tahun 2004 menemukan ibu perokok aktif memiliki risiko 2,2 kali untuk berhenti menyusui dibandingkan ibu yang tidak merokok.21 Keberhasilan ASI eksklusif harus ditunjang oleh faktor psikis ibu yang positif seperti rasa percaya diri bahwa ibu dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan ibu merasa yakin terhadap kecukupan ASI. Penelitian longitudinal di Connecticut, Amerika Serikat tahun 2001 menemukan ibu yang tidak memiliki keyakinan terhadap produksi ASI, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk gagal ASI eksklusif (p=0,01).27 Beberapa negara melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan cara persalinan terhadap pemberian ASI eksklusif, namun dengan hasil yang berbedabeda.20,21,28 Penelitian di Australia menemukan ibu yang melahirkan dengan persalinan kaisar memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti memberikan ASI eksklusif.28 Penelitian di Indonesia mengenai faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi IMD belum banyak dilakukan. Atas dasar masalah tersebut, penelitian ini bermaksud mengetahui faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi yang dilakukan IMD di RS St Carolus. 5 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dibuatlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Berapa proporsi ASI eksklusif pada bayi IMD ? 2. Apakah usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, tingkat sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI oleh tenaga kesehatan berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD ? 1.3 Hipotesis Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut : Usia ibu 25 tahun, multipara, cara persalinan spontan, tidak adanya faktor fisis ibu (ibu sakit atau ibu kelelahan), ibu tidak merokok, faktor psikis ibu yang positif (keyakinan terhadap produksi ASI), tingkat pendidikan ibuyang tinggi, ibu tidak bekerja, pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi ibu yang tinggi, dukungan keluarga terhadap menyusui, ibu tidak pernah mendapat promosi susu formula, dan konseling ASI berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif melalui IMD. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui proposi bayi IMD yang memperoleh ASI eksklusif. 2. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi 6 keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bidang Akademik Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh data mengenai hubungan antara antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD. 1.5.2 Bidang Masyarakat 1. Memberikan masukan bagi pelaksanaan program rumah sakit dan masyarakat tentang upaya untuk menggalakan IMD dan usaha untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif. 2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi melalui peningkatan angka pemberian ASI eksklusif. 1.5.3 Bidang Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan atau data dasar bagi penelitian lebih lanjut tentang IMD dan ASI yang masih jarang dilakukan di Indonesia. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian ASI Eksklusif Definisi ASI eksklusif yaitu memberikan ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa memberikan cairan lain seperti air putih, pengganti ASI, dan cairan lainnya serta makanan padat, kecuali pemberian vitamin, mineral, dan obat. World Health Organization pada tahun 1979 merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada bayi, mulai dari lahir sampai dengan usia 4 hingga 6 bulan, namun penelitian di negara maju dan berkembang menunjukkan kelompok bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4 bulan mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan. Oleh karena itu pada tahun 1990, melalui pembentukan deklarasi Innocenti, WHO merekomendasikan durasi pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia 6 bulan.5 2.2 Fisiologi Laktasi Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Hormon estrogen dan progesteron berfungsi untuk maturasi alveoli kelenjar laktiferus sedangkan prolaktin berfungsi untuk produksi ASI. Selama kehamilan, kadar prolaktin plasenta tinggi namun sekresi ASI belum keluar karena dihambat oleh tingginya kadar estrogen. Pada hari kedua atau ketiga pasca-persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan sekresi ASI mulai terjadi.2,3 Proses laktasi melibatkan 2 refleks yaitu refleks prolaktin dan refleks pengaliran ASI. Hormon prolaktin adalah hormon yang berperan dalam produksi ASI di alveoli duktus laktiferus. Stimuli hisapan bayi pada puting ibu akan merangsang sekresi prolaktin di hipofisis anterior sehingga sekresi ASI meningkat.3 Selain hormon prolaktin, proses menyusu juga akan merangsang kelenjar hipofisis posterior untuk mensekresi hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi mioepitel alveoli sehingga ASI dapat dipompa keluar. Semakin sering menyusui, 8 pengosongan saluran alveoli semakin baik dan menyusui akan semakin lancar. Hal ini disebut let down reflex.3,29 2.3 Manfaat ASI 2.3.1 Manfaat ASI bagi Bayi Air susu ibu merupakan larutan kompleks yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Di dalam usus halus, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Sebagian laktosa yang tidak dicerna akan masuk ke usus besar dan difermentasi oleh flora normal usus (lactobacilli) sehingga menimbulkan kondisi asam di dalam usus yang akan menekan pertumbuhan kuman patogen dan meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfor. Sumber kalori terbesar dalam ASI berasal dari lemak (sekitar 50%). Air susu ibu mengandung asam lemak esensial, seperti asam palmitat, asam linoleat dan asam linolenat. Bentuk lemak utama pada ASI adalah trigliserida (9798%).30 Kandungan protein dalam ASI terdapat dalam bentuk whey (70%) dan kasein (30%) dengan variasi komposisi whey:kasein adalah 90%:10% pada hari ke 4-10 pasca-melahirkan, 60%:40% pada ASI matur (hari 11-240), dan 50%:50% setelah hari ke 240. Protein whey mempunyai fraksi asam amino fenilalanin, tirosin, dan metionin dengan kadar yang lebih rendah dibandingkan kasein tetapi kandungan taurin dalam whey lebih tinggi. Taurin adalah asam amino yang penting untuk perkembangan otak bayi.30 ASI mengandung faktor proteksi imunitas spesifik dan non spesifik. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI dapat menurunkan angka kematian akibat infeksi sebesar 21%.31 Faktor proteksi spesifik berupa imunitas seluler (sel limfosit T) dan imunitas humoral (sel limfosit B yang memproduksi antibodi). Limfosit di dalam ASI terdiri dari sel T (80%) dan sel B (20%). Antibodi yang terdapat di dalam ASI yaitu secretory IgA (sIgA), IgD, IgM, dan IgG yang berperan pada pertahanan tubuh terhadap serangan patogen seperti bakteri dan 9 jamur. Imunoglobulin yang terbanyak dalam ASI adalah sIgA yang bersifat tahan terhadap enzim proteolitik saluran pencernaan.2,31 Faktor proteksi nonspesifik yang terdapat pada ASI yaitu makrofag, limfosit, leukosit polimorfonuklear, sistem komplemen, laktoferin, lisozim, dan sitokin. Makrofag bertugas memfagosit bakteri. Laktoferin sendiri merupakan protein yang berikatan dengan zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Pertumbuhan kuman Stafilococcus, Escherechia coli yang memerlukan zat besi dapat dihambat oleh laktoferin. Fungsi lisozim yaitu memecah dinding bakteri dan sebagai anti inflamasi pada bakteri Escherechia coli dan Salmonela.32 Air susu ibu juga mengandung faktor proteksi nonspesifik lainnya seperti lactobacillus bifidus dan epithelial growth factor (EGF). Lactobacillus bifidus adalah flora di usus yang berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat, yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.2,32 Epithelial growth factor (EGF) adalah faktor pertumbuhan yang terdapat di dalam ASI yang berperan mempercepat regenerasi epitel saluran pencernaan pada bayi.2 Pemberian ASI dapat menurunkan risiko diare pada bayi. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI memiliki risiko diare 17 kali lebih sering dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif.33 Air susu ibu juga dapat menurunkan risiko alergi pada bayi. Kolostrum dan ASI matur mengandung sIgA yang berperan sebagai antialergi dengan mencegah absorbsi makromolekul asing. Selain itu ASI tidak mengandung alfa-laktoglobulin yang dapat menyebabkan gejala alergi.32 2.3.2 Manfaat ASI bagi Ibu Hormon oksitosin yang keluar pada saat proses menyusu membantu kontraksi uterus ibu sehingga dapat mengurangi risiko perdarahan pasca-persalinan.34 Menyusui menurunkan risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada ibu. 35 Menyusui eksklusif juga dapat menunda menstruasi dan kehamilan. Hal ini terjadi akibat kadar hormon prolaktin yang tinggi selama proses menyusui sehingga menyebabkan gangguan pada fase luteal di ovarium dan terhambatnya ovulasi.29 10 2.4 Rekomendasi WHO World Health Organization (WHO) merekomendasikan pedoman pemberian makan bayi dan anak kecil, yaitu mulai menyusu dalam ½ - 1 jam setelah persalinan (IMD), rawat gabung, menyusui secara eksklusif sampai usia 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada semua anak setelah usia 6 bulan, dan meneruskan menyusu sampai usia 2 tahun atau lebih.36 Dengan adanya rekomendasi tersebut, diharapkan cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia semakin meningkat. 2.5 Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (Ten Step to Succesful Breastfeeding) Pada tahun 1990, WHO dan UNICEF membuat program ten step to succesfull breastfeeding atau 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) melalui pembentukan baby-friendly hospital initiative (rumah sakit sayang bayi) yang bertujuan agar semua pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan maternitas mendukung praktek pemberian ASI. (Tabel 2.5) 2,10,12 Tabel 2.5. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui 2,10,10-12 1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara rutin disampaikan kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk diketahui. 2. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut. 3. Menjelaskan kepada seluruh ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui. 4. Membantu ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam kurun waktu kurang dari 30 menit setelah melahirkan.* 5. Memperlihatkan kepada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan produksi ASI pada saat ibu harus berpisah dengan bayinya. 6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir, kecuali atas indikasi medis. 7. Melaksanakan rawat gabung, yang memungkinkan ibu dan bayi selalu bersama dalam 24 jam. 8. Mendukung ibu untuk dapat memberi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi tanpa menjadwalnya. 9. Tidak memberi dot atau kempeng kepada bayi yang masih menyusu. 10. Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu untuk berkonsultasi dengan kelompok ini. 11 Interpretasi langkah 4 yaitu menolong ibu untuk memulai inisiasi menyusui dalam setengah jam setelah lahir. Inisiasi menyusu dini adalah eletakkan bayi secara kontak kulit-ke-kulit dengan ibu segera setelah lahir paling tidak selama 1 jam dan mendorong ibu mengenali saat bayinya siap menyusu, serta memberikan pertolongan kepada bayi bila dibutuhkan .10,11 2.6 Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 2.6.1 Definisi IMD Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan salah satu langkah dari 10 LMKM. Menurut BFHI pada tahun 1990, IMD adalah membantu ibu untuk memulai inisiasi menyusui dalam 30 menit setelah bayi lahir dengan menitikberatkan pada kemampuan alami bayi untuk mulai menyusu dengan cara merangkak di dada ibunya yang dis , yaitu setiap bayi saat diletakkan di perut ibunya segera setelah lahir memiliki kemampuan untuk menemukan payudara ibunya dan mengambil minum pertamanya dengan kemampuannya sendiri.10,37 Tahun 2006, BFHI merevisi penjelasan tentang IMD menjadi dalam posisi tengkurap di dada ibunya, kontak kulit ke kulit dengan ibu segera setelah lahir paling sedikit selama 1 jam dan dorong ibu mengenali tanda-tanda kesiapan bayi menyusu, dan bila perlu tawarkan bantuan sehingga yang menjadi poin penting adalah kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi, dan kesiapan bayi menyusu.11,38 2.6.2 Latar Belakang Timbulnya IMD Angka kematian neonatal saat ini mencapai 40% dari kematian balita. Sebanyak 4 juta bayi baru lahir meninggal setiap tahunnya. Sebanyak 28% kematian ini terjadi di Afrika. Pertemuan para ahli pada United Nations Milennium Summit tahun 2000 menghasilkan kesepakatan untuk menurunkan angka kematian anak dibawah usia 5 tahun dengan cara menurunkan angka kematian neonatal melalui intervensi kesehatan ibu dan bayi. Edmond dkk39 menunjukkan inisiasi menyusu dalam 1 jam pertama setelah lahir dapat menurunkan risiko kematian bayi usia 0-28 hari sebanyak 22%, dan penundaan inisiasi meningkatkan risiko kematian. 12 2.6.3 Indikasi IMD Indikasi IMD adalah ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Indikasi IMD tidak berkaitan dengan cara persalinan. Persalinan spontan yang melahirkan bayi kurang bugar tidak terindikasi untuk dilakukan IMD, sebaliknya bayi yang lahir dari persalinan bedah kaisar maupun dengan tindakan (vakum atau forsep) selama bayi dan ibunya stabil dapat dilakukan IMD.40 2.6.4 Teknik IMD 2.6.4.1Teknik IMD pada Persalinan Vaginal Setelah lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah diberi alas kain kering. Seluruh tubuh bayi dikeringkan termasuk kepala, kecuali kedua tangannya. Langkah berikutnya adalah pemotongan dan pengikatan tali pusat. Verniks kaseosa yang melekat pada tubuh bayi tidak perlu dibersihkan karena berguna sebagai pelumas bayi untuk merangkak diatas perut ibu. Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di atas dada ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika diperlukan, bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.11,40,41 Setelah bayi ditengkurapkan di kulit dada ibu, akan terjadi 5 tahap perilaku bayi (pre-feeding behavior). Setiap bayi akan melewati 5 tahap ini namun dengan rentang waktu yang berbeda-beda. Tahap pertama dapat terjadi dalam waktu 30 menit yaitu tahap istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Pada tahap ini, bayi akan tampak diam dan tidak bergerak. Tahap ini merupakan masa penyesuaian dan peralihan dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin.11,40 Tahap kedua dapat terjadi antara 30-40 menit. Pada tahap ini, bayi akan mengeluarkan suara, menjulurkan lidah, mencium, menjilati tangan, dan merasakan air ketuban yang ada di tangannya. Bau air ketuban sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi menemukan payudara dan puting susu ibu. Tahap ketiga adalah timbulnya refleks salivasi. Bayi akan mengeluarkan air liur saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.11,40 13 Tahap keempat, bayi mulai bergerak ke arah payudara. Bayi akan merangkak naik dengan menekankan kakinya pada perut ibu. Bayi akan menjilati kulit ibu yang mengandung flora normal sehingga terjadi kolonisasi dini flora normal di kulit dan usus bayi. Tahap kelima atau tahap terakhir IMD yaitu bayi akan menemukan dan menghisap puting ibu. Posisi kontak kulit bayi dengan kulit ibu dipertahankan minimal 1 jam dan setelah bayi melepas sendiri hisapan pada puting ibu.11,40 Suami atau keluarga boleh mendampingi ibu saat dilakukan IMD. Setelah bayi berhasil menyusu pertama, bayi dilakukan perawatan rutin bayi baru lahir dan rawat gabung.40 2.6.4.2 Teknik IMD pada Persalinan Kaisar Inisiasi menyusu dini dapat dilakukan pada persalinan bedah kaisar yang menggunakan anestesi spinal atau epidural sehingga ibu dalam keadaan sadar dan mampu bekerja sama dalam melakukan IMD. Pada persalinan bedah kaisar dengan anestesi umum, IMD dapat dilakukan segera setelah ibu sadar penuh. Inisiasi menyusu dini pada persalinan kaisar dilakukan di kamar operasi dan dapat dilanjutkan di ruang pulih.40 Tata laksana IMD pada persalinan kaisar hampir sama dengan persalinan spontan, namun ada beberapa hal yang membedakan, yaitu tenaga dan pelayanan kesehatan harus suportif, suhu ruangan dijaga pada suhu 20-25ºC agar bayi tidak hipotermi, dan di kamar operasi disediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu. Topi bayi diperlukan untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi. Jika IMD belum berhasil, atau ibu harus dipindahkan ke kamar pemulihan, maka bayi tetap diletakkan di dada ibu dan IMD dilanjutkan di kamar pulih.40 2.6.5 Manfaat IMD 2.6.5.1 Manfaat IMD bagi Bayi Beberapa penelitian membuktikan manfaat IMD. Saat proses IMD berlangsung, kulit ibu akan menyesuaikan suhunya dengan kebutuhan bayi dan hal ini mencegah hipotermi pada bayi.38 Bayi baru lahir yang melakukan kontak dini dengan kulit ibu memiliki suhu aksila yang lebih tinggi dan lebih sedikit menangis 14 dibandingkan bayi yang tidak dilakukan kontak dini.42 Proses kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi memungkinkan bayi memperoleh bakteri komensal (flora normal) secara dini dan bakteri tersebut akan berkolonisasi di kulit dan usus yang penting untuk pertahanan bayi.38 Inisiasi menyusu dini juga memungkinkan bayi memperoleh kolostrum yang mengandung imunoglobulin, sel limfosit dan faktor imunokompeten lainnya yang dapat merangsang imunitas humoral dan seluler. 8,29,31 Beberapa penelitian menemukan bahwa IMD dapat meningkatkan kemampuan menyusu bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Righard dan Alade43 pada tahun 1990 menemukan bayi-bayi lahir normal yang kemudian dipisahkan dari ibunya, hanya 50% yang dapat menghisap puting ibu dengan baik, sedangkan semua bayi yang lahir dengan obat-obatan analgetik atau sedatif tidak dapat menyusu dengan baik. Kemampuan bayi menghisap puting pada jam-jam pertama kehidupan merupakan dasar untuk keberhasilan menyusui pada periode kehidupan selanjutnya. Sebuah penelitian tentang kesinambungan menyusui pada bayi yang dilakukan kontak dini selama 45 menit setelah lahir menunjukkan sebanyak 72% bayi masih menyusui setelah 3 bulan dibandingkan hanya 42% pada bayi yang dipisahkan selama 24 jam setelah lahir.44 Sebuah metaanalisis yang dilakukan oleh Peres dkk45 pada tahun 1994 menyimpulkan bahwa kontak dini, rawat gabung, bimbingan menyusui yang betul saat rawat gabung, dan praktek pemberian ASI sesuai permintaan bayi (on demand breastfeeding) memiliki pengaruh yang positif terhadap kesuksesan menyusui. Penelitian di Jepang tahun 2003 menemukan bahwa IMD dalam 2 jam pertama setelah lahir berhubungan dengan kelangsungan menyusui sampai dengan usia 4 bulan.46 Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang memiliki dampak positif terbesar dalam menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%.47 Bayi-bayi yang memperoleh ASI pertamanya dalam 3 hari pertama setelah lahir memiliki angka kejadian diare dalam usia 6 bulan 26% lebih rendah dibandingkan bayi-bayi dengan inisiasi lambat. Hal ini disebabkan bayi yang 15 dilakukan IMD cenderung memperoleh ASI selama 6 bulan dan kandungan yang terdapat di dalam ASI dapat melindungi bayi dari serangan diare.48 Edmond dkk39 pada tahun 2003 menemukan bahwa keterlambatan IMD berhubungan dengan peningkatan angka kematian neonatal akibat infeksi dan noninfeksi. Pada penelitian tersebut, sebanyak 66,4% kematian disebabkan oleh infeksi (pneumonia, sepsis, diare, dan meningitis) dan sisanya oleh proses noninfeksi (prematuritas, asfiksia, kelainan kongenital, dan trauma). Kematian neonatal ini dapat dicegah dengan inisiasi dini pada 1 jam pertama setelah lahir. Inisiasi lambat setelah hari pertama berhubungan dengan peningkatan risiko kematian neonatal akibat infeksi sebesar 2,6 kali. Sebuah penelitian di Israel pada tahun 2003 pada bayi baru lahir menunjukkan bahwa kontak dini kulit bayi dan ibu segera setelah lahir melalui kangaroo care dapat meningkatkan ambang regulasi sistem saraf pusat terhadap stimulus dari luar, hal ini terlihat dari keseimbangan motorik dan organisasi tidur yang lebih baik. Pada bayi tampak gerakan fleksi yang lebih banyak, gerakan dan gesture ekstensi yang lebih sedikit, durasi tidur lebih lama, dan menangis lebih sedikit. Kontak kulit bayi dengan ibu dapat meningkatkan perkembangan kognitif bayi.49 Kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi setelah lahir dapat menurunkan stres pada bayi baru lahir. Christensson dkk42 menemukan median durasi menangis ditemukan paling tinggi pada kelompok bayi yang dipisahkan dari ibu dan disimpan di cot bayi dibandingkan kelompok bayi yang dilakukan kontak kulit dengan ibu. 2.6.5.2 Manfaat IMD bagi Ibu Manfaat IMD bagi ibu antara lain dapat merangsang produksi dan sekresi ASI, meningkatkan kontraksi uterus, mempercepat pelepasan plasenta, mengurangi perdarahan ibu dan mencegah terjadinya anemia akibat perdarahan, serta memperkuat ikatan antara ibu dan anak.11 Penghisapan bayi pada puting ibu dapat merangsang sekresi hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin akan merangsang produksi ASI dan oksitosin akan memicu kontraksi mioepitel duktus laktiferus 16 sehingga akan meningkatkan sekresi ASI.3 Hormon oksitosin ibu akan menyebabkan kontraksi otot-otot uterus sehingga mempercepat involusi uterus dan mengurangi risiko perdarahan pasca-partum. Peningkatan kadar oksitosin juga akan menimbulkan beberapa efek seperti ibu menjadi tenang, rileks, mengantuk, meningkatkan ambang rasa sakit, dan lebih mencintai bayinya sehingga terjalin hubungan yang lebih dekat antara ibu dan bayi (bonding).11,34 2.6.6 Kendala IMD Beberapa faktor yang menghambat terjadinya IMD antara lain pendapat salah yang selama ini masih dipegang oleh masyarakat Indonesia. Beberapa pendapat mengatakan bahwa bayi akan kedinginan jika diletakkan di atas perut ibu tanpa dibedong. Suatu penelitian menemukan bayi yang diletakan di atas dada ibu secara skin to skin contact setelah lahir mengalami peningkatan rerata suhu rektal sebesar 0,4 dari 36,4ºC menjadi 37 ºC. Mekanisme yang dapat menjelaskan hal ini adalah adanya aliran panas (heat transfer) dari ibu ke bayi melalui area permukaan kulit bayi yang kontak dengan ibu. Aliran panas yang timbul akan mengurangi kehilangan panas mempertahankan suhu tubuhnya. pada tubuh bayi sehingga bayi dapat 50 Pendapat lain mengatakan bahwa setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit dan saat bayi menyusu akan membantu menenangkan ibu. Faktor kendala IMD lainnya adalah kesibukan yang terjadi di kamar bersalin sehingga tidak sempat melakukan IMD. Bayi yang sedang dilakukan IMD sebetulnya tidak bersifat statis dan dapat dipindahkan (transportable) ke ruang pulih atau ke kamar perawatan atau ruang transisi jika menyusu awal belum berhasil. Anggapan atau mitos yang mengatakan kolostrum adalah air susu yang tidak baik dan harus dibuang merupakan salah satu faktor kendala dalam pelaksanaan IMD. Mitos tersebut masih banyak dijumpai di masyarakat karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kolostrum. Kolostrum adalah ASI pertama yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Kolostrum 17 bermanfaat sebagai imunisasi pertama dan membantu maturasi saluran gastrointestinal bayi. 2,40 Faktor kendala IMD lainnya adalah pemberian obat-obatan analgesia pada proses persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Righard dan Alade43 pada tahun 1990 menemukan bahwa bayi-bayi dari ibu yang memperoleh analgesia petidin selama persalinan cenderung kurang menghisap dengan baik atau tidak mau menghisap sama sekali pada 2 jam pertama kelahiran sehingga hal tersebut menurunkan kemampuan bayi untuk menghisap dan menghambat keberhasilan IMD. 2.7 Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Hasil penelitian di beberapa negara maju dan berkembang menemukan beberapa faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif. 2.7.1 Usia Ibu Beberapa penelitian di negara maju menemukan usia ibu berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berusia lebih tua ( 25 tahun) cenderung memberikan ASI kepada bayinya. Hal ini disebabkan kelompok ibu tersebut memiliki kematangan emosi dan kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan ibu usia muda (<25 tahun).19,23 Penelitian di Kanada menunjukkan ibu yang berusia <25 tahun memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih besar untuk gagal ASI eksklusif dibandingkan ibu 19 Terdapat beberapa faktor yang memberikan konstribusi terhadap rendahnya pemberian ASI eksklusif pada kelompok ibu yang berusia lebih muda, yaitu pengetahuan yang lebih sedikit mengenai ASI, kurangnya dukungan sosial untuk menyusui, dan belum adanya pengalaman menyusui. 2.7.2 Paritas Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan bermakna antara paritas tinggi dengan keberhasilan ASI eksklusif, 28,51,52 namun di penelitian yang lain ditemukan paritas tidak memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif.53 Sebuah penelitian di Lanchasire, Inggris tahun 2008 menemukan kelompok ibu primipara 18 memiliki kecenderungan 1,25 kali untuk berhenti menyusui eksklusif.52 Hal ini disebabkan ibu primipara belum memiliki pengalaman menyusui sebelumnya, kurangnya pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI, dan kurangnya kepercayaan diri ibu dalam menyusui. Penelitian di Libanon menemukan kelompok ibu multipara memiliki kemungkinan 2,6 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan primipara. Semakin tinggi jumlah paritas maka semakin meningkat pula tingkat kesuksesan pemberian ASI eksklusif.20 2.7.3 Cara Persalinan Sebagian besar ibu yang melahirkan melalui persalinan kaisar sering merasa cemas atau khawatir untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Banyak mitos di masyarakat menyatakan bahwa ibu pasca-operasi kaisar tidak boleh memberikan ASI karena bahaya obat-obatan analgetik dan antibiotik yang dikonsumsi ibu setelah operasi. Proses menyusui pada ibu dengan operasi kaisar dimulai dengan IMD segera setelah lahir. Saat ini, anestesi tersering yang digunakan pada persalinan kaisar elektif adalah anestesi spinal sehingga selama operasi, ibu dalam keadaan sadar penuh dan kooperatif untuk melakukan IMD. Melalui IMD, bayi diberikan kesempatan untuk menemukan, menghisap puting ibu dan memperoleh kolostrum. Serangkaian proses yang terjadi saat IMD meningkatkan kemampuan menyusu bayi dan melancarkan produksi dan sekresi ASI pada ibu melalui sekresi hormon prolaktin dan oksitosin.3 Masalah menyusui yang sering timbul pada ibu pasca-operasi kaisar adalah terbatasnya posisi ibu saat menyusui bayi karena nyeri pada daerah abdomen. Hal ini bisa diatasi dengan menemukan posisi yang tepat dan nyaman untuk ibu, misalnya menempatkan tubuh bayi dekat dengan ibu, bayi diletakkan di samping atau di bawah ketiak ibu dan membantu ibu dan bayi memperoleh perlekatan yang benar. Hal ini membutuhkan bimbingan dan supervisi dari petugas kesehatan.3 19 2.7.4 Faktor Fisis ibu Faktor fisis ibu merupakan hal penting yang secara langsung akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Faktor fisis tersebut antara lain ibu sakit atau kelelahan, puting mendatar, ibu mengalami puting lecet, dan mastitis.10 Sekitar 57% dari ibu menyusui dilaporkan pernah menderita lecet atau nyeri pada puting susu. Penyebab puting lecet terbesar adalah kesalahan dalam teknik menyusui yaitu bayi hanya menyusu pada puting susu saja. Pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan sering timbul keluhan payudara bengkak (engorgement), ini disebabkan karena ASI tidak disusui dengan adekuat sehingga sisa ASI terkumpul di dalam sistem duktus. Selain itu stasis pada pembuluh darah dan limfe akan meningkatkan tekanan intraduktal dan dapat menyebabkan sumbatan (obstructive duct). Payudara yang bengkak dan puting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman, kondisi ini akan diperberat dengan diet ibu yang kurang bergizi, kurang istirahat, dan anemia. Hal-hal tersebut menimbulkan radang payudara berupa mastitis. Mastitis merupakan infeksi yang steril, sehingga bayi dapat terus menyusui, tetapi rasa sakit yang timbul akan membatasi pemberian ASI.54,55 2.7.5 Faktor Psikis Ibu (Keyakinan terhadap Produksi ASI) Ibu yang stres, bingung, cemas dan takut, tidak yakin terhadap kecukupan produksi ASI akan sangat memengaruhi proses fisiologi laktasi. Ketidakyakinan ibu terhadap kecukupan produksi ASI dan kepuasan bayi sering terjadi pada primipara. Penelitian kohort prospektif di Amerika tahun 2001 menunjukkan ibu yang tidak memiliki keyakinan terhadap produksi ASI-nya memiliki kemungkinan gagal ASI eksklusif 3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki keyakinan.27 2.7.6 Status Merokok Ibu Penelitian yang menguji hubungan antara merokok dengan ASI eksklusif menunjukkan hasil yang bervariasi di beberapa negara. Penelitian di luar negeri menemukan bahwa ibu perokok aktif yang mengkonsumsi rokok dengan jumlah 20 memiliki risiko 2,2 kali untuk berhenti menyusui dibandingkan ibu yang tidak merokok.21 Merokok dan penggunaan beberapa obat di beberapa penelitian terbukti memengaruhi keputusan memberikan ASI. Dibandingkan ibu yang tidak merokok, ibu yang merokok lebih sedikit melakukan inisiasi menyusu dan meneruskan pemberian ASI.56,57 Sebuah penelitian berbasis populasi di Oregon, Amerika Serikat menemukan ibu yang tidak merokok memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk berhasil memberikan ASI eksklusif.58 Beberapa penelitian deskriptif di beberapa negara menemukan proporsi ASI eksklusif menurun pada ibu yang merokok selama periode menyusui. Kelompok ibu merokok cenderung memiliki kemungkinaan 15-40% lebih tinggi untuk memberikan susu formula kepada bayinya melalui botol.56,57 2.7.7 Tingkat Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan ibu akan memengaruhi perilaku dan kepedulian ibu terhadap kesehatan termasuk pemberian ASI eksklusif. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mudah mencari informasi mengenai manfaat dan teknik pemberian ASI eksklusif. Penelitian kohort prospektif di Ohio, Amerika Serikat tahun 1999 yang meneliti faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada 522 subjek mendapatkan hasil sebanyak 82% subjek memiliki tingkat pendidikan tinggi (setingkat universitas). Terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p<0,005).23 Penelitian lain di Brazil tahun 2005 menemukan ibu yang memperoleh pendidikan dasar dan menengah dengan durasi pendidikan <9 tahun memiliki risiko untuk berhenti menyusui sebanyak 1,2 kali. Semakin rendah tingkat pendidikan ibu, semakin rendah pula tingkat kesuksesan pemberian ASI eksklusif.22 2.7.8 Pekerjaan Ibu Pada masa globalisasi, wanita bekerja atau sekolah untuk mengambil jenjang pendidikan yang lebih tinggi merupakan hal yang biasa. Keadaan ini akan menimbulkan kendala dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor seperti cuti melahirkan yang tidak memadai, perbedaan gender dalam bekerja, belum adanya 21 jaminan pekerjaan bila cuti, jam kerja yang tidak fleksibel, tempat kerja belum sayang bayi, akan mempercepat pemberian susu formula dan mengakibatkan kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi WHO menyatakan: 1) ibu yang bekerja dianjurkan terus menyusui bayinya saat di rumah sehingga mencegah penurunan produksi ASI, 2) dianjurkan pengaturan pemberian ASI, seperti sebelum berangkat bekerja bayi sebaiknya disusui, kemudian ASI diperah atau dipompa untuk persediaan selama ibu bekerja, 3) pengosongan payudara ditempat kerja dilakukan dengan diperah setiap 3-4 jam kemudian ASI disimpan di lemari pendingin, 4) selama ibu di rumah sebaiknya bayi disusui lebih sering, dan menyusui lebih banyak di malam hari, 5) minum dan makan makanan yang bergizi dan cukup selama bekerja dan selama menyusui, 6) saat ibu tidak dirumah pemberian ASI disarankan menggunakan sendok.59 Ibu bekerja banyak mengalami kesulitan dalam praktek memberikan ASI karena adanya beberapa faktor seperti cuti melahirkan yang tidak cukup, jam kerja yang tidak fleksibel, kantor atau tempat kerja yang tidak menyediakan tempat menyusui, serta kurangnya pengetahuan ibu tentang cara mempertahankan pemberian ASI eksklusif pada saat ibu harus kembali bekerja. Faktor diatas mengakibatkan kegagalan pemberian ASI eksklusif.21,22 2.7.9 Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif Pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif sangat berperan dalam menunjang kesuksesan menyusui karena dengan pengetahuan yang benar, ibu akan memiliki tekad dan keinginan yang kuat untuk memberikan ASI kepada bayinya. Penelitian di Tazania tahun 2010 mendapatkan proporsi ASI eksklusif 6 bulan pada kelompok ibu yang memiliki pengetahuan salah sebesar 22%, sementara proporsi ASI eksklusif pada ibu yang memiliki pengetahuan benar cukup tinggi, yaitu 63%. Ibu-ibu yang tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang ASI cenderung memberikan makanan atau cairan lain sebelum bayi memperoleh ASI (prelacteal feeds) atau mengenalkan MP-ASI lebih dini sebelum bayi berusia 6 bulan.24 Penelitian di Australia menemukan ibu yang memiliki pengetahuan bahwa ASI eksklusif direkomendasikan oleh WHO, memiliki niat dan keyakinan lebih besar 5 kali lipat untuk menyusui bayinya.60 22 2.7.10 Sosial Ekonomi Keluarga Ibu-ibu yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi biasanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik sehingga hal ini akan mendorong ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.19,61 Sebuah penelitian menemukan bayi yang lahir dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki risiko 1,4 kali lipat untuk berhenti menyusui sebelum usia 6 bulan dibandingkan bayi yang lahir dari keluarga dengan penghasilan menengah ke atas.22 2.7.11 Dukungan Keluarga Banyak penelitian sudah menemukan bukti hubungan antara dukungan menyusui, baik dari keluarga, masyarakat, maupun petugas kesehatan dengan keberhasilan ASI eksklusif. Di beberapa penelitian di Eropa, dukungan menyusui dari suami atau keluarga besar terbukti meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif.19,62,63 Penelitian di Kalgari, Kanada tahun 2009 menemukan kelompok ibu yang memiliki dukungan sosial yang rendah memiliki risiko 1,6 kali lipat untuk berhenti memberikan ASI eksklusif sebelum 6 bulan.19 Sikap dan perilaku suami dalam menyusui sangat penting dalam memengaruhi sikap dan perilaku ibu dalam menyusui. Penelitian Scott dkk64 tahun 2004 menemukan bahwa sikap ibu dalam hal pemberian makan anak (menyusui) memiliki korelasi yang kuat dengan sikap pasangannya terhadap menyusui (r=0,67; p<0,001). 2.7.12 Promosi Susu Formula Maraknya promosi susu formula di media massa, penawaran langsung ke ibu, pemberian susu formula gratis dari rumah sakit, dan pemberian susu formula di tempat bekerja menyebabkan timbulnya pola pikir ibu yang beranggapan susu formula sama baiknya dengan ASI. Anggapan yang salah tersebut dapat memengaruhi keputusan ibu untuk memilih susu formula dibandingkan memberikan ASI sehingga menyebabkan rendahnya angka pemberian ASI eksklusif.65 Sebuah penelitian multisenter di Pradesh India tahun 2009 menemukan hubungan yang bermakna antara promosi susu formula dengan 23 pemberian ASI eksklusif (p<0,05). Kelompok ibu yang memperoleh promosi susu formula memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk memberikan susu formula kepada bayinya dibandingkan ibu yang tidak memperoleh promosi susu formula.26 2.7.13 Konseling ASI dari Petugas Kesehatan Pengetahuan ibu yang kurang mengenai ASI dapat disebabkan kurangnya keterlibatan petugas kesehatan dalam memberikan informasi. Rendahnya pengetahuan ibu menyebabkan persepsi dan anggapan yang salah seputar ASI dan teknik menyusui, seperti payudara kecil atau puting kecil tidak dapat menyusui, menyusui harus dijadwalkan, bayi tidak kenyang dengan ASI saja, dan susu formula sama baiknya dengan ASI. Hal tersebut mengakibatkan tingginya angka kegagalan pemberian ASI eksklusif. Penjelasan dari petugas kesehatan terutama tentang manfaat ASI dan manajemen laktasi diperlukan untuk mengatasi anggapan dan pengetahuan yang salah mengenai ASI. 66,67 Penelitian lain di Ohio tahun 1999 yang menilai manfaat pemberian edukasi ASI di rumah sakit kepada ibu-ibu yang baru melahirkan menemukan sebanyak 85% ibu merasa terbantu dengan pemberian edukasi ASI. Sebanyak 44% ibu berinisiatif melakukan konsultasi dengan konselor laktasi. Dari kelompok ibu yang melakukan konsultasi dengan konselor laktasi, sebanyak 85% ibu merasa semakin yakin dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Konseling ASI meningkatkan pemberian ASI eksklusif.23 24 BAB 3 KERANGKA KONSEP ----------- Ruang Lingkup Penelitian Gambar 3. Keangka Konsep 25 BAB 4 METODOLOGI 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang analitik untuk mengetahui hubungan antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis, faktor psikis, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu terhadap ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD saat lahir. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di rumah sakit (RS) Sint (St) Carolus Jakarta, dimulai pada awal Juni 2012 sampai dengan akhir September 2012. 4.3 Populasi Penelitian 1. Populasi target penelitian ini adalah semua bayi sehat. 2. Populasi terjangkau adalah bayi berusia 6-12 bulan yang datang ke poliklinik anak RS St. Carolus Jakarta untuk memeriksakan kesehatannya atau untuk imunisasi. 4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.1 Kriteria Inklusi 1. Ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan. 2. Bayi dengan riwayat kelahiran cukup bulan yang lahir bugar melalui persalinan normal, persalinan dengan alat (vakum atau forsep), atau persalinan melalui bedah kaisar. 3. Bayi dilakukan IMD saat lahir. 4. Ibu bersedia menjadi subjek penelitian. 26 4.4.2 Kriteria Eksklusi 1. Bayi dengan kelainan bawaan seperti labiopalatognatoskisis, kelainan jantung, spina bifida atau sindrom down. 2. Bayi yang memiliki kontraindikasi menyusu, seperti lahir dari ibu HIV. 4.5 Besar Jumlah Subjek dan Cara Pengambilan Subjek Semua bayi berusia 6-12 bulan yang datang ke poliklinik anak RS St. Carolus Jakarta untuk memeriksakan kesehatannya atau untuk imunisasi yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian. Pemilihan subjek dilakukan secara consecutive sampling. Selanjutnya subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang mendapat ASI eksklusif dan yang tidak mendapat ASI eksklusif (non-ASI eksklusif). 4.6 Estimasi Jumlah Subjek Perhitungan jumlah subjek untuk mengetahui proporsi ASI eksklusif dipakai rumus: 68 2 n= z PQ d2 Keterangan : n = jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan tingkat kemaknaan, ditetapkan oleh peneliti, pada penelitian ini 0,05 sehingga Z = 1,96 (z = interval kepercayaan yang ditetapkan, yaitu 95% =1,96) d = perbedaan hasil yang dianggap bermakna, ditetapkan 10 % (0,1) P = proporsi ASI eksklusif, diperoleh dari data SDKI tahun 2007 yaitu 0,324 (32,4%) 9 Q = 1-P = 0,676 n = (1,96)2 x 0,324 x 0,676 (0,1)2 n = 84 subjek 27 Sedangkan perhitungan jumlah subjek untuk analisis bivariat terhadap ke-12 faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif digunakan rumus: 9 2 n1= n2 = P1-P2 n1=n2 jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan. Z = 1,96. . P1 = proporsi ASI eksklusif pada kelompok tanpa faktor risiko, diperoleh dari penelitian sebelumnya. P2 = proporsi ASI eksklusif pada kelompok dengan faktor risiko. P1-P2 = perbedaan hasil yang dianggap bermakna, ditetapkan 20 % (0,2). Q1 = 1-P1 Q2 = 1-P2 P = (P1+P2)/2 Q = 1-P Perhitungan jumlah subjek terhadap ke-12 faktor didapatkan jumlah subjek tertinggi yaitu 95 subjek. Uji hipotesis untuk analisis multivariat jumlah subjek ditentukan dengan menggunakan yaitu jumlah subjek minimal yang dibutuhkan adalah 10 kali jumlah variabel independen. Variabel independen terdiri dari faktor fisis ibu, psikologis ibu, jumlah paritas, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, ibu merokok, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, tingkat sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, dan promosi susu formula, konseling petugas kesehatan. Maka besar subjek yang dibutuhkan adalah: 68 n = 10 x 12 variabel independen = 120, sehingga jumlah subjek yang digunakan dalam penelitain ini adalah 120 subjek. 28 4.7 Pelaksanaan Penelitian Ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian akan dimintai informed consent untuk diikutsertakan dalam penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam menggunakan kuesioner tertulis. Pertanyaan kuesioner diajukan secara verbal pada subjek penelitian, kemudian jawaban diinterpretasikan dan dicatat pada lembar pencatatan oleh peneliti. Hasil wawancara meliputi data bayi dan ibu, yang meliputi tangal lahir bayi, cara persalinan, berat lahir, usia kehamilan ibu, usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, penghasilan keluarga, status merokok ibu, kesehatan ibu, adanya masalah psikis pada ibu, konseling ASI, dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Subjek penelitian kemudian dibagi menjadi 2, yaitu kelompok ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif. 4.8 Alur Penelitian Bayi berusia 6-12 bulan dipoliklinik anak RS St. Carolus yang memenuhi kriteria inklusi Informed consent Pencatatan identitas bayi, identitas ibu, alamat lengkap, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan data tentang persalinan Pengambilan data dengan wawancara melalui kuesioner Penelususran rekam medik mengenai data IMD saat lahir ASI eksklusif ASI non-eksklusif Analisis ststistik Gambar 4.8. Alur Penelitian 29 4.9 Identifikasi Variabel Identifikasi variabel untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif. 2. Variabel bebas adalah variabel yang secara langsung berhubungan dengan hipotesis, yang dinilai pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Dalam penelitian ini hubungan antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI. 4.10 Definisi Operasional Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah meletakkan bayi dalam posisi tengkurap di dada ibunya melalui kontak kulit ke kulit dengan ibu segera setelah lahir, dengan durasi minimal selama 1 jam.11 ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa memberikan cairan lain pengganti ASI atau makanan padat, kecuali pemberian vitamin, mineral, dan obat, selama 6 bulan setelah lahir.5 ASI non-eksklusif adalah pemberian susu formula atau cairan lain seperti air putih, air teh, dan sebagainya, atau sereal dan makanan lain sebelum bayi berusia 6 bulan.5 Cara persalinan, dibagi menjadi 3 kategori yaitu: 69 1. Persalinan spontan adalah proses persalinan secara spontan tanpa disertai penggunaan alat (seperti vakum atau forsep) atau tindakan operatif untuk membantu proses persalinan. 2. Persalinan dengan tindakan, yang terdiri dari : - Persalinan vakum atau forsep adalah perslinan yang disertai penggunaan alat (seperti vakum atau forsep). - Persalinan bedah kaisar adalah proses persalinan melalui tindakan operatif. 30 Bayi cukup bulan adalah bayi lahir dengan masa kehamilan 37-42 minggu.70 Usia bayi adalah usia bayi yang dinyatakan dalam bulan berdasarkan tanggal lahir, waktu dilakukan pemeriksaan menurut usia kronologi: <15 hari dibulatkan ke bawah, >15 hari dibulatkan ke atas. Usia ibu adalah usia ibu yang dinyatakan dalam tahun berdasarkan tanggal lahir, waktu melahirkan menurut usia kronologis: <6 bulan dibulatkan ke bawah, >6 bulan dibulatkan ke atas. Usia ibu dibagi menjadi 2 kategori, yaitu <25 tahun dan . Paritas adalah jumlah kelahiran ibu. Paritas ibu dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) primipara yaitu ibu dengan kelahiran anak pertama kali; dan 2) multipara yaitu ibu dengan riwayat kelahiran >1 anak. Faktor fisis ibu adalah kondisi ibu sakit, kelelahan, mengalami puting lecet, puting mendatar, atau mastitis. Faktor fisis ibu dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ya dan tidak .54,55 Ibu merokok adalah perhari selama periode menyusui atau 6 bulan pertama usia bayi. Status ibu merokok .19,21 Faktor psikis ibu adalah ibu memiliki keyakinan terhadap kecukupan produksi 19 ASI. Tingkat pendidikan ibu yaitu tingkat pendidikan yang pernah ditempuh secara formal oleh ibu, ditetapkan berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki: 71 - Pendidikan rendah: tidak sekolah, menyelesaikan sekolah dasar (SD) atau sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). - Pendidikan menengah: menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) atau yang sederajat. - Pendidikan tinggi: menyelesaikan pendidikan Diploma, Sarjana (S1), Magister (S2), Doktor (S3), pendidikan profesi (dokter umum, dokter spesialis, apoteker) atau yang sederajat. 31 Ibu bekerja adalah ibu yang bekerja di luar rumah sehingga jauh dari bayi dengan lama waktu lebih atau sama dengan 6 jam. Ibu bekerja dibagi menjadi 2 kategori, yaitu bekerja 21,22 Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif: 24 - Definisi ASI eksklusif: ibu memiliki pengetahuan bahwa bayi usia 0-6 bulan hanya diberikan ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa diberikan cairan lain seperti pengganti ASI, makanan padat, kecuali pemberian vitamin, mineral, dan obat. - Durasi ASI eksklusif: ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan. Jika jawaban 2 item mengenai ASI eksklusif (definisi dan durasi) benar maka subjek dikategorikan memiliki pengetahuan yang tentang ASI eksklusif. Jika terdapat salah satu jawaban yang salah, maka subjek dikategorikan memiliki pengetahuan yang tentang ASI eksklusif. Status sosial ekonomi, diklasifikasikan menurut batasan dari World Bank tahun 2006, berdasarkan pendapatan per kapita.72 o Sosial ekonomi rendah adalah bila pendapatan perkapita perbulan <Rp2000.000,00. o Sosial ekonomi menengah adalah bila pendapatan perkapita perbulan Rp2.000.000,00-Rp.5000.000,00. o Sosial ekonomi tinggi bila pendapatan perkapita perbulan >Rp 5.000.000,00. Data di atas telah dikonversikan pada mata uang rupiah dengan kurs US$ 1 sama dengan Rp 8.830,00 pada bulan Oktober 2011. Dukungan keluarga adalah suami atau anggota keluarga yang lain memberikan dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Dukungan keluarga 32 Promosi susu formula adalah penawaran produk susu formula secara langsung atau pemberian susu formula gratis kepada ibu. Promosi susu formula menjadi 2 Konseling ASI adalah penjelasan yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada ibu mengenai pentingnya ASI, teknik menyusui yang baik, cara menanggulangi masalah-masalah menyusui, dan usaha mempertahankan kesinambungan ASI sampai dengan 6 bulan. Penjelasan tersebut diberikan minimal sebanyak 3 kali, yaitu saat hamil, melahirkan, dan saat kontrol pasca-melahirkan ke poliklinik.73 4.10 Manajemen dan Analisis Data Semua data yang diperoleh dicatat pada formulir laporan penelitian yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam data base komputer menggunakan program SPSS versi 17.0. Data deskriptif disajikan secara tekstular dan tabular. Pada subjek penelitian dicari apakah terdapat hubungan antara faktor yang diteliti yaitu faktor fisis ibu, psikis ibu, jumlah paritas, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, ibu merokok, status sosial ekonomi, dukungan keluarga, promosi susu formul, konseling ASI, cara persalinan dengan pemberian ASI eksklusif. Peneliti melakukan analisis bivariat dengan uji hipotesis Kai-kuadrat (X2) pada tiap faktor, hingga diperoleh nilai p untuk masing-masing faktor. Jika syarat uji Kai kuadrat tidak terpenuhi, dipakai uji Fisher. Analisis ke dua mengunakan analisis multivariat yaitu uji regresi logistik. Analisis ini untuk melihat faktor yang paling memengaruhi kegagalan ASI eksklusif sehingga diperoleh nilai p, rasio odds (RO) dan interval kepercayaan (IK 95%). 33 BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian potong lintang analitik yang dilakukan sejak awal Juni hingga akhir September 2012. Pengumpulan subjek dilakukan di Poliklinik Anak RS St Carolus Jakarta, dan didapatkan 120 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Seluruh subjek yang diikutsertakan dalam penelitian sudah dilakukan penelusuran rekam medik terhadap kebenaran IMD. Metode pengambilan data berupa wawancara mendalam secara terarah sesuai dengan daftar pertanyaan dalam kuesioner penelitian (Lampiran 3). RS St Carolus adalah sebuah rumah sakit swasta di Jakarta yang dikelola oleh Perhimpunan Sint Carolus. Rumah Sakit St Carolus terletak di wilayah kecamatan Senen, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Rumah Sakit St Carolus awalnya merupakan sebuah badan sosial dengan nama Perhimpunan St Carolus (PSC) yang didirikan pada tanggal 16 Juli 1917, dan mulai tanggal 21 Januari 1919 diresmikan menjadi rumah sakit Katolik pertama di Indonesia. Sejak saat itu, RS St Carolus banyak berkiprah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Fasilitas pelayanan yang terdapat di RS St Carolus yaitu unit rawat jalan spesialistik dan umum (URJSU), unit kebidanan dan keperawatan yang meliputi Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), rawat gabung, kamar bersalin, kamar bayi sakit, dan kamar bayi sehat; unit gawat darurat, pelayanan kesehatan di rumah (PKR), kamar bedah, balai kesehatan masyarakat (Balkesmas), balai pengobatan, dan pelayanan pastoral. Sebagai salah satu lembaga pelayanan kesehatan masyarakat yang menyadari besarnya manfaat ASI sebagai makanan bayi, pada tahun 1982 RS St Carolus mulai mempromosikan dan ikut memasyarakatkan penggunaan ASI eksklusif sesuai anjuran pemerintah. Dua tahun kemudian, RS st Carolus mulai memperkenalkan sistem rawat gabung (rooming in), yaitu bayi sejak lahir dirawat dalam kamar yang sama dengan ibunya. Rawat gabung merupakan suatu permulaan yang menunjang keberhasilan menyusui karena memberikan 34 kesempatan kepada bayi untuk menyusu sesuai keinginan bayi (on demand), dan pada ibu terjadi pengosongan payudara sehingga mengurangi risiko bendungan payudara dan mastitis.74 Pada tahun 1992, RS St Carolus membentuk Tim Peningkatan Penggunaan ASI (Tim PP-ASI) untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif dengan sasarannya adalah semua pasien ibu hamil yang berkunjung ke RS St Carolus. Tujuan umum dibentuknya tim tersebut yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ASI, dengan tujuan khusus, yaitu: 1) meningkatkan keterampilan petugas kesehatan di lingkungan RS St Carolus dan kader binaan dalam memberikan motivasi dan membantu pelaksanaan pemberian ASI eksklusif; dan 2) minimal 60% ibu-ibu yang melahirkan di RS St Carolus memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Tim PP-ASI sejak tahun 1997 berubah menjadi lembaga PP-ASI. Lembaga PPASI bertanggung jawab menjalankan kebijakan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) dan mengimplementasikannya ke dalam program kegiatan, seperti membuat pedoman tertulis mengenai penatalaksanaan menyusui bagi para petugas pelaksana (dokter, bidan, perawat), melatih para petugas pelaksana yang akan melayani ibu hamil, melahirkan dan menyusui. Selain itu, lembaga PP-ASI memberikan penyuluhan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya IMD. Semua ibu yang akan melahirkan diberikan penjelasan mengenai IMD dan dimintai persetujuan tindakan IMD. Bayi yang baru lahir tidak boleh diberikan makanan atau minuman lain, kecuali atas indikasi medis. Bayi baru lahir baik dari persalinan spontan maupun tindakan dilakukan rawat gabung, dan tidak dianjurkan penggunaan dot atau kempeng. Mulai bulan Desember 1993, RS St Carolus memberikan pelayanan klinik laktasi. Klinik laktasi bertujuan memberikan pelayanan medik dan konsultasi serta penyuluhan bagi ibu yang memiliki masalah laktasi, seperti bayi tidak mau menyusu, air susu ibu sedikit, dan puting lecet. Petugas yang menangani klinik laktasi terdiri dari dokter spesialis anak sebagai konsultan, dokter umum, dan bidan serta perawat. Pelayanan klinik laktasi tidak hanya ditujukan untuk ibu, 35 namun diberikan juga untuk keluarga atau pihak lain yang terlibat dalam kelancaran proses menyusui, seperti suami, orangtua, saudara atau pengasuh bayi. RS St Carolus memberi kemudahan kepada para karyawan untuk mendukung pemberian ASI eksklusif, seperti memberikan kelonggaran cuti melahirkan, menyediakan waktu dan tempat untuk memerah ASI , dan mengadakan tempat penitipan bayi. Kegiatan lainnya yaitu mengirim anggota PPASI pada pelatihan PP-ASI di RS lain seperti RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta, mengundang tamu ahli dari luar untuk memberikan penyuluhan kepada petugas pelaksana. Karena usaha RS Carolus yang mendukung pelayanan penggunaan ASI, maka rumah sakit ini -turut pada tahun 1993 dan 1994. Sejak saat itu, RS St Carolus berkomitmen memberikan dukungan secara penuh bagi semua ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Rentang usia subjek penelitian ini antara 21-42 tahun, dengan median usia 30 tahun. Sebagian besar subjek tercatat sebagai primipara atau melahirkan anak pertama (56,7%). Sebagian besar subjek (65,8%) melahirkan secara spontan dan sisanya melahirkan dengan bantuan vakum atau forsep (9,2%) atau secara bedah kaisar (25%). Sebanyak 73,3% subjek memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 59,2% merupakan ibu bekerja. Sebanyak 45% termasuk ke dalam status sosial ekonomi tinggi, dan sisanya berada di sosial ekonomi rendah (4,2%) dan menengah (50,8%). Semua subjek penelitian tidak merokok. Sebagian besar subjek (77,5%) tidak memiliki faktor fisis seperti sakit, kelelahan, puting lecet,dan mastitis selama masa menyusui. Pengetahuan yang benar mengenai ASI eksklusif didapatkan pada 85% subjek. Sebagian besar subjek (73,3%) telah memperoleh konseling ASI eksklusif pada saat hamil, melahirkan, dan kontrol pasca-lahir. Sebanyak 64,2% subjek merasa yakin terhadap kecukupan produksi ASI-nya. Rentang usia bayi subjek penelitian adalah 6-12 bulan, dengan median usia 8 bulan. Sebaran jenis kelamin terdiri dari 66 bayi lelaki (55%) dan 54 bayi perempuan (45%). Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1. 36 Tabel 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Usia bayi (bulan) 6-9 >9-12 Jenis kelamin bayi Lelaki Perempuan Usia Ibu (tahun) < 25 Jumlah Paritas Primipara Multipara Cara persalinan Spontan Operasi kaisar Vakum/Forsep Faktor fisis ibu Ya Tidak Faktor psikis ibu (yakin kecukupan ASI) Ya Tidak Ibu merokok Ya Tidak Tingkat pendidikan ibu Pendidikan rendah Pendidikan menengah Pendidikan tinggi Ibu bekerja Ya Tidak Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif Benar Salah Sosial ekonomi keluarga Rendah Menengah Tinggi Dukungan keluarga Ya Tidak Promosi susu formula Pernah Tidak pernah Konseling ASI Ya Tidak Jumlah (n=120) Persentase (%) 81 39 67,5 32,5 66 54 55 45 10 110 8,3 91,7 68 52 56,7 43,3 79 30 11 65,8 25 9,2 27 93 22,5 77,5 77 43 64,2 35,8 0 120 0 100 0 32 88 0 26,7 73,3 71 49 59,2 40,8 102 18 85 15 5 61 54 4,2 50,8 45 89 31 74,2 25,8 44 76 36,7 63,3 88 32 73,3 26,7 37 5.2 Proporsi ASI Eksklusif pada Bayi yang Dilakukan IMD dan Durasi Pemberian ASI Proporsi bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan yaitu sebesar 75% (90 subjek). Rentang durasi pemberian ASI pada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif bervariasi mulai dari 1 sampai 6 bulan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.2. 80 75% 70 60 50 40 30 20 4,2% 4,2% 5,8% 8,3% 2,5% 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 10 0 1 Bulan 2 Bulan 6 Bulan Gambar 5.2. Durasi Pemberian ASI Eksklusif 5.3 Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif Sebanyak 30 subjek berhenti memberikan ASI eksklusif. Sebagian besar alasan ibu tidak meneruskan pemberian ASI adalah karena merasa produksi ASI tidak cukup atau sedikit. Alasan lain dapat dilihatpada Tabel l 5.3. Tabel 5.3. Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif Alasan Ibu merasa produksi ASI tidak cukup Bekerja Campur tangan orangtua/mertua Faktor fisis (puting mendatar dan mastitis) Hiperbilirubinemia Gagal tumbuh Jumlah subjek (n total=30) 13 8 5 1 1 2 Persentase (%) 43,3 26,7 16,7 3,3 3,3 6,7 38 5.4 Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat 5 faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dukungan keluarga, promosi susu formula, konseling ASI, dan faktor psikis ibu. Terdapat 1 variabel yaitu pengetahuan ibu yang tidak memenuhi syarat uji Kai kuadrat sehingga digunakan uji Fisher, sedangkan keempat variabel yang lainnya memenuhi syarat uji Kai kuadrat. Variabel independen status sosial ekonomi (rendah, menengah, tinggi) peneliti melakukan penggabungan sel menjadi 2 (sosial ekonomi rendah-menengah dan sosial ekonomi tinggi). Hasil uji bivariat dapat dilihat secara lebih terperinci pada Tabel 5.4. Variabel-variabel yang memiliki nilai p<0,25 akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Terdapat 8 variabel yang memiliki nilai p<0,25 yaitu usia ibu, faktor psikis, dan faktor fisis ibu, pengetahuan ibu, tingkat sosial ekonomi, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI. Sebelum dilakukan analisis multivariat, terhadap variabel-variabel tersebut dilakukan uji matrikulasi atau correlation matrix atau colinearity untuk mengetahui apakah ada korelasi antarvariabel atau variabel yang satu mewakili variabel yang lain. Hasil uji matrikulasi menunjukkan tidak terdapat variabel yang memiliki korelasi satu sama lain sehingga ketujuh variabel dimasukkan ke dalam analisis multivariat. 39 Tabel 5.4. Hasil Analisis Bivariat terhadap Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif : n (%) Variabel bebas RO (IK 95%) P 26 (23,6%) 4 (40%) 2,15 (0,56-8,20) 0,216# 39(75%) 13(25%) 0,95 (0,41-2,20) 1,000* 51(75%) 17 (25%) 57 (72,2%) 33 (80,5%) 22 (27,8%) 8 (19,5%) 0,62 (0,25-1,56) 0,317* 73 (69,8%) 20 (23,3%) 2,14 (0,85-5,41) 0,101* Ada Faktor psikis ibu (yakin kecukupan ASI) Ya 17 (20,3%) 10 (6,8%) 68(88,3%) 9 (11,7%) 7,21 (2,88-18,04) 0,000* Tidak Ibu merokok Tidak Ya Tingkat pendidikan Ibu Tinggi 22(51,2%) 21(48,8%) 90 (75%) 0 30 (25%) 0 N/A N/A 67 (76,1%) 21(23,9%) 1,24 (0,5-3,11) 0,634* Menengah Pekerjaan ibu Tidak bekerja 23 (71,9%) 9(28,1%) 39 (79,5%) 10 (20,5%) 1,52 (0,64-3,63) 0,335* Bekerja Pengetahuan ibu Benar Salah Status sosial ekonomi Tinggi 51 (71,8%) 20 (28,2%) 84 (82,4%) 6 (33,3%) 18(17,6%) 12 (66,7%) 9,33 (3,09-28,16) 0,000* 45 (38,3%) 9(16,7%) 2,33 (0,96-5,64) 0,057* Rendah-menengah Dukungan keluarga Ya 45 (68,3%) 21(31,8%) 75(84,3%) 14 (15,7%) 5,71 (2,30-14,14) 0,000* Tidak Promosi susu formula Tidak pernah 15 (48,4%) 16(51,6%) 62 (81,5%) 14 (18,5%) 2,5 (1,08-5,89) 0,029* Pernah Konseling ASI eksklusif Ya 28 (63,6%) 16(36,4%) 74 (84,1%) 14 (15,9%) 5,28(2,15-12,97) 0,000* 16 (50%) 16 (50%) Ya Tidak 84(76,4%) 6 (60%) Usia Ibu < 25 tahun Jumlah paritas Multipara Primipara Cara persalinan Spontan Dengan tindakan Faktor fisis ibu Tidak ada Tidak * Uji Kai kuadrat # Uji Fisher p < 0,05 (bermakna secara statistik) 40 5.5 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi logistik dengan backward stepwise karena variabel-variabel yang diuji merupakan variabel kategorik. Berdasarkan uji regresi logistik, didapatkan faktor yang paling bermakna memengaruhi ASI eksklusif secara berurutan, yaitu faktor psikis ibu dengan nilai RO 8,59 (IK 95% 2,49-29,56; p=0,001), diikuti oleh dukungan keluarga dengan nilai RO 6,25 (IK 95% 1,92-20,35; p=0,002), dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dengan nilai RO 6,16 (IK 95% 1,57-24,14; p=0,009), serta konseling ASI dengan nilai RO 5,86 (IK 95% 1,7-20,13; p=0,005). Hasil analisis multivariat pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.5. Untuk menghitung besar probablititas atau kemungkinan seorang ibu untuk memberikan ASI eksklusif, dihitung persamaan dengan menggunakan rumus: 75 Persamaan (y) = konstanta + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4x4 y = (-2,694) + 2,151 (psikis ibu) + 1,833 (dukungan keluarga) + 1,819 (pengetahuan ibu) + 1,768 (konseling ASI) Jika seorang ibu memiliki keempat faktor di atas (keyakinan terhadap produksi ASI, pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif, dukungan keluarga untuk menyusui dan memperoleh konseling minimal 3 kali dari petugas kesehatan), maka nilai y = (-2,694) + 2,151 (1) + 1,833 (1) + 1,819 (1) + 1,768 (1) = 4,87. Besarnya probabilitas ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dihitung dengan menggunakan rumus:75 Probabilitas (p) = 1/(1+e-y) e = bilangan natural (2,7) p = 1/(1+(2,7)-4,87) = 0, 992 = 99,2% Sehingga probabilitas ibu untuk berhasil memberikan ASI eksklusif kepada bayinya adalah sebesar 99,2%. 41 Tabel 5.5. Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Variabel B S.E. Wald Df p RO IK 95% -1,762 0,675 2,299 1,740 0,885 1,847 0,984 1,560 -3,596 1,126 2,448 0,672 1,008 0,674 11,649 0,732 5,651 0,664 1,777 0,626 8,696 0,669 2,162 0,662 5,555 1,364 6,951 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,118 0,315 0,001 0,017 0,183 0,003 0,141 0,018 0,008 0,172 1,964 9,965 5,696 2,424 6,343 2,676 4,758 0,027 0,01-1,56 0,52-7,33 2,66-37,31 1,35-23,91 0,65-8,90 1,85-21,65 0,72-9,93 1,30-17,41 -1,790 2,348 1,685 1,019 1,908 0,934 1,496 -3,068 1,114 2,583 0,665 12,470 0,718 5,505 0,652 2,447 0,621 9,432 0,661 2,000 0,656 5,201 1,239 6,134 1 1 1 1 1 1 1 1 0,108 0,000 0,019 0,118 0,002 0,157 0,023 0,013 0,167 10,465 5,394 2,771 6,737 2,545 4,466 0,047 0,01-1,48 2,84-38,52 1,32-22,04 0,77-9,93 1,99-22,75 0,69-9,28 1,23-16,15 -1,734 2,151 1,819 1,087 1,833 1,768 -2,694 1,108 2,449 0,630 11,642 0,696 6,826 0,641 2,878 0,602 9,272 0,630 7,888 1,189 5,130 1 1 1 1 1 1 1 0,118 0,001* 0,009* 0,090 0,002* 0,005* 0,024 0,177 8,593 6,167 2,966 6,255 5,861 0,068 0,02-1,55 2,49-29,56 1,57-24,14 0,84-10,41 1,92-20,35 1,70-20,13 Langkah 1a Usia ibu (1) Faktor fisis (1) Faktor psikis (1) Pengetahuan ibu (1) Sosial ekonomi (1) Dukungan keluarga (1) Promosi susu formula (1) Konseling ASI (1) Konstanta Langkah 2a Usia ibu (1) Faktor psikis (1) Pengetahuan ibu (1) Sosial ekonomi (1) Dukungan keluarga (1) Promosi susu formula (1) Konseling ASI(1) Konstanta Langkah 3a Usia ibu (1) Faktor psikis (1) Pengetahuan ibu (1) Sosial ekonomi (1) Dukungan keluarga (1) Konseling ASI(1) Konstanta a. Variabel yang dimasukan pada langkah 1: usia ibu, pengatahuan ibu, status sosial ekonomi, dukungan keluarga, promosi susu formula, konseling ASI, faktor psikis ibu, dan faktor fisis ibu (8 variabel). * p<0,05 (bermakna secara statistik). 42 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan dan Kelebihan Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di RS Sint Carolus karena rumah sakit ini sudah terakreditasi sebagai rumah sakit sayang bayi (RSSB) sejak tahun 1993, dan memiliki angka IMD yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Sint Carolus tahun 1998, angka keberhasilan IMD pada bayi cukup bulan yang lahir melalui persalinan spontan yaitu 80%, sedangkan keberhasilan IMD pada persalinan dengan alat bantu vakum atau forsep sebesar 40% dan melalui persalinan kaisar sebesar 59%.38 Karena penelitian dilakukan di salah satu rumah sakit ideal yang sudah mengadopsi program LMKM, hasil penelitian yang diperoleh kurang bersifat representatif terhadap gambaran rumah sakit di Jakarta secara umum, karena belum semua rumah sakit melaksanakan program LMKM. Namun kelebihan penelitian ini, hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan acuan bagi rumah sakit lain untuk penerapan LMKM demi peningkatan angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang dan data diperoleh dengan cara pengisian kuesioner berdasarkan wawancara dengan ibu sebagai subjek penelitian yang memenuhi kriteria. Desain ini dipilih dengan pertimbangan dianggap memiliki fisibilitas yang baik. Pertanyaan kuesioner diajukan secara verbal pada subjek penelitian, kemudian jawaban diinterpretasikan dan dicatat pada lembar pencatatan oleh peneliti. Kemungkinan bias interpretasi jawaban subjek penelitian dapat terjadi karena bukan subjek sendiri yang mengisi lembar kuesioner tersebut melainkan peneliti. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan. Potensi kelemahan penelitian adalah recall bias yang besar sehingga dapat memengaruhi hasil penelitian. Recall bias ini termasuk kecenderungan ibu untuk memberikan jawaban yang benar terhadap setiap pertanyaan yang diajukan peneliti. Kebenaran jawaban yang disampaikan tidak dikonfirmasikan dengan pembuktian kecuali data 43 mengenai IMD saat lahir. Desain penelitian adalah potong lintang sehingga variabel independen yang diteliti tidak dapat dijadikan faktor risiko untuk terjadinya suatu faktor dependen ASI eksklusif. Selain itu, pengambilan subjek dilakukan secara consecutive sehingga memiliki potensi bias seleksi dalam pengambilan subjek. 6.2 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan, bayi lahir cukup bulan di RS St Carolus dan dilakukan IMD saat lahir. Hasil penelitian . Beberapa penelitian di negara berkembang menunjukkan hasil yang serupa. Sebuah penelitian di Malaysia yang meneliti perilaku ibu dalam pemberian ASI pada anak usia 6 bulan menunjukkan sebagian besar ibu berusia diatas 25 tahun dengan rerata usia 29±4,7 tahun.15 Demikian pula sebuah penelitian oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, sebagian besar subjek penelitian memiliki rerata usia 29,5±5,1 tahun.76 Pada penelitain ini, sebanyak 56,7% adalah primipara dan 43,3% multipara dengan proporsi jenis kelamin bayi yang dilahirkan tidak jauh berbeda antara lelaki (55%) dan perempuan (45%). Data yang didapatkan pada penelitian ini sesuai dengan data SDKI tahun 2007.9 Karakteristik yang berbeda dijumpai pada penelitian ASI eksklusif di Tanzania tahun 2010 yang mendapatkan 34% ibu primipara, dan 76% multipara.24 Perbedaannya dengan penelitian ini, penelitian di Tanzania memiliki jumlah subjek yang lebih besar (402 subjek), berbasis komunitas, pengambilan subjek dilakukan secara random, dan memiliki rentang usia ibu yang lebih lebar (antara 15-48 tahun). 6.3 Proporsi ASI Eksklusif Pada penelitian ini, didapatkan proporsi ASI eksklusif sebesar 75%. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan laporan dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 (15%) dan data SDKI 2007 (32%).9,77 Angka proporsi ASI eksklusif yang didapatkan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan di beberapa negara 44 lain. Di Malaysia15, prevalens ASI ekslusif sebesar 32,8%, sedangkan di India14, prevalens ASI eksklusif sebesar 61,5%, dan di Brazil78 sebesar 31%. Seluruh penelitian di atas menggunakan terminologi ASI eksklusif yang sama dengan penelitian ini, namun dengan metodologi yang berbeda-beda. Tingginya proporsi ASI eksklusif pada penelitian ini menyerupai hasil di beberapa negara maju. Di Kanada, angka ASI eksklusif mencapai 71,6%. Salah satu faktor yang mendukung tingginya proporsi ASI eksklusif adalah pemerintah Kanada memberikan fasilitas cuti melahirkan selama 1 tahun untuk para ibu.19 Proporsi ASI eksklusif yang tinggi pada penelitian ini disebabkan RS St Carolus sudah mengimplementasikan program BFHI atau rumah sakit sayang bayi yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF sejak tahun 1990. Penelitian retrospektif di sebuah rumah sakit pendidikan Boston Medical Center, Amerika Serikat yang menguji dampak implementasi BFHI, membandingkan angka pemberian ASI eksklusif selama periode 3 tahun, yaitu tahun 1995 (sebelum implementasi BFHI), 1998 (saat BFHI mulai diimplementasikan), dan tahun 1999 (pasca-implementasi BFHI). Proporsi ASI eksklusif dijumpai meningkat dari 5,5% (tahun 1995) menjadi 28,5% (tahun 1998) dan 33,5% (tahun 1999).79 Implementasi BFHI terbukti dapat meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif. Pada tahun 2009, UNICEF80 merevisi konsep BFHI agar pelaksanaan 10 LMKM tidak hanya dilaksanakan di rumah sakit saja, namun juga dilaksanakan di pelayanan kesehatan yang lain serta di masyarakat. Ketika sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui ini dilaksanakan secara penuh di rumah sakit, dukungan berbasis masyarakat dapat berperan untuk meningkatkan keefektifannya. Sebaliknya, ketika di rumah sakit hanya ada sedikit langkah yang terlaksana, semua upaya menyusui yang lain akan menjadi kurang efektif. Sampai dengan tahun 2010, data dari UNICEF menyebutkan terdapat lebih dari 20.000 fasilitas bersalin di seluruh dunia yang telah memperoleh sertifikat BFHI atau "Sayang Bayi".80 45 6.4 Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif Sebanyak 30 subjek yang gagal meneruskan pemberian ASI eksklusif, alasan terbanyak adalah karena ibu merasa produksi ASI-nya tidak cukup atau sedikit. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang menyebutkan alasan tersering ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah ibu merasa produksi ASI tidak cukup.16,55 Pada penelitian ini, sebagian besar subjek (54%) yang merasa produksi ASI-nya sedikit mengaku tidak melakukan konseling lebih lanjut dengan petugas kesehatan di RS St Carolus dan memutuskan sendiri untuk memberikan susu formula kepada bayinya. Sebanyak 8 subjek berhenti memberikan ASI eksklusif karena harus kembali bekerja. Peneliti melakukan wawancara mengenai hambatan apa yang ditemui ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif. Alasan terbanyak adalah karena pada saat diperah, ASI yang keluar hanya sedikit sedangkan jika disusui secara langsung produksi ASI banyak sehingga saat ibu di rumah, bayi diberikan ASI, sementara saat ibu bekerja bayi diberikan susu formula. Sebanyak 5 subjek gagal memberikan ASI eksklusif karena campur tangan ibu atau mertua. Dari kelima subjek tersebut, 4 subjek memiliki pengetahuan yang benar mengenai ASI eksklusif dan mengetahui bahwa ASI eksklusif harus diberikan sampai dengan bayi berusia 6 bulan. Kelima subjek tersebut tinggal di rumah ibu atau mertua, dan hal ini telah menimbulkan dominasi dari ibu atau mertua terhadap pengasuhan anak termasuk pola pemberian makanannya, sehingga subjek gagal memberikan ASI eksklusif. Alasan lain subjek tidak memberikan ASI eksklusif yaitu gagal tumbuh, hiperbilirubinemia karena asupan ASI yang kurang, dan kondisi fisis payudara seperti puting mendatar dan mastitis. 6.5 Bentuk Dukungan Rumah Sakit yang Diberikan RS St Carolus dalam Upaya Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif Upaya rumah sakit dalam memperkenalkan ASI eksklusif kepada setiap ibu dimulai sejak pasien datang pertama kali ke rumah sakit untuk pemeriksaan 46 kehamilan. Saat melakukan pendaftaran, pasien dan petugas kesehatan (bidan) saling berdiskusi mengenai kewajiban dan pelayanan yang akan diterima pasien antara lain pertolongan oleh bidan atau dokter selama pemeriksaaan antenatal sampai dengan melahirkan, biaya persalinan, motivasi keluarga berencana, dan keharusan pemberian ASI eksklusif kepada anak yang akan dilahirkan. Setelah diberikan penjelasan, pasien akan menerima kartu pelayanan dan buku pemeriksaan kehamilan. Dengan kartu itu, ibu hamil dapat mengikuti semua kegiatan dan penyuluhan yang disediakan oleh RS St Carolus. Pada tiap kunjungan kehamilan, baik pasien yang berkunjung ke bidan maupun ke dokter spesialis kandungan diberikan penjelasan mengenai ASI eksklusif, baik secara komunikasi langsung, dengan gambar ataupun buku. Rumah sakit St Carolus mengadakan penyuluhan rutin ASI eksklusif yang pesertanya dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan, yaitu trimester pertama (usia kehamilan 0-3 bulan), trimester kedua (usia kehamilan 4-6 bulan), trimester ketiga (usia kehamilan 7-9 bulan), dan kelompok pasien post-partum. Penyuluhan pada ibu kehamilan trimester pertama dan kedua lebih diarahkan pada penanaman nilai-nilai pentingnya manfaat ASI eksklusif bagi bayi. Penyuluhan dilakukan oleh bidan dan perawat di BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak) secara kolektif. Penyuluhan ini dapat diikuti oleh pasien bidan dan pasien dokter spesialis. Penyuluhan pada ibu kehamilan trimester ketiga yaitu penyuluhan breastcare. Penyuluhan ini diadakan 2 kali/bulan yaitu pada minggu kedua dan keempat. Sebelum memasuki ruang penyuluhan, peserta memperoleh pemeriksaan kehamilan dari bidan untuk memastikan kondisi kehamilan dalam keadaan baik. Penyuluhan dimulai dengan acara perkenalan petugas kesehatan dan para peserta. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi tentang perawatan payudara agar tidak terjadi puting lecet dan payudara bengkak, perawatan kehamilan, tanda-tanda persalinan, IMD, rawat gabung, manfaat ASI, serta manajemen laktasi (tata cara menyususi yang benar, cara memerah ASI, dan penyimpanan ASI). Para peserta bebas mengajukan pertanyaan dan berdiskusi dengan petugas kesehatan maupun dengan peserta lain. Tahap akhir dari penyuluhan breastcare yaitu memeriksa, membersihkan, dan mengurut atau 47 massage payudara. mempraktekannya Pada melalui tahap ini, manekin. petugas Setiap memberikan peserta contoh berlatih dan dan ikut mempraktekannya. Petugas kesehatan menyediakan alat-alat seperti handuk kecil, minyak goreng, kain bersih untuk kompres payudara. Kegiatan penyuluhan kemudian diakhiri dengan minum susu untuk ibu hamil dengan tujuan menanamkan nilai bahwa gizi sangat penting untuk ibu hamil. Penyuluhan untuk ibu post-partum dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca-persalinan. Pada hari pertama, ibu memperoleh penyuluhan breastcare dengan isi materi hampir sama dengan penyuluhan breastcare saat hamil. Hari kedua, ibu memperoleh penyuluhan mengenai perawatan bayi, cara memandikan bayi, dan pentingnya imunisasi bayi. Hari ketiga pasca-persalinan, ibu diberi penyuluhan pijat bayi. Penyuluhan dilakukan secara kolektif di ruang Yosep (kebidanan). Melalui konseling atau penyuluhan tersebut, ibu yang tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan sebelumnya mengenai menyusui, akan memiliki kemungkinan untuk mempraktekan pengetahuan tersebut ke dalam tindakan nyata, sedangkan bagi ibu yang telah memiliki pengetahuan menyusu sebelumnya, akan memiliki kesempatan untuk memilih pengetahun yang benar untuk dipraktekkan. 6.6 Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif 6.6.1 Usia Ibu Hasil penelitian ini menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara berusia <25 tahun dalam hal pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini memberikan informasi yang berbeda dengan hasil penelitian di Kolumbia76, Kanada19, dan Australia28,51 yang menemukan hubungan usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Pada penelitian tersebut, proporsi ASI eksklusif dijumpai lebih tinggi pada kelompok ibu yang berusia lebih tua. Diskonkruensi hasil penelitian ini disebabkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terdapat 48 (91,7%) dan yang berusia <25 tahun (8,3%), dan peneliti menemukan sebanyak 33% kelompok ibu yang berusia <25 tahun telah memperoleh konseling ASI sejak hamil sehingga berhasil memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan. Hal inilah yang menyebabkan tidak terdapatnya hubungan antara usia ibu dan ASI eksklusif karena kelompok ibu usia <25 tahun memiliki proporsi yang hampir sebanding dengan ibu ASI eksklusif. 6.6.2 Jumlah Paritas Penelitian ini menemukan tidak terdapat perbedaan antara primipara dan multipara dalam hal pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan di Australia28,51, Inggris52, dan Libanon 20 yang menyimpulkan jumlah paritas yang tinggi berhubungan dengan keberhasilan ASI eksklusif. Pada beberapa penelitian tersebut, tingginya proporsi ASI eksklusif pada ibu multipara karena ibu memiliki pengalaman menyusui pada anak sebelumnya, sehingga pengetahuan tentang menyusui lebih tinggi dan rasa percaya diri ibu untuk berhasil memberikan ASI eksklusif meningkat. Pada penelitian ini, jumlah ibu yang berstatus primipara sebanding dengan ibu multipara dalam hal pemberian ASI eksklusif. Tingginya proporsi ASI eksklusif pada ibu primipara karena sebagian besar (60%) ibu-ibu tersebut sudah memperoleh konseling ASI sejak masa kehamilan. Program BFHI di RS St Carolus memuat kebijakan LMKM, khususnya poin nomor 3, yaitu petugas kesehatan harus memberikan penjelasan dan informasi tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui kepada ibu hamil. 6.6.3 Cara Persalinan Penelitian ini menemukan tidak terdapat hubungan antara cara persalinan dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian dengan hasil berbeda dijumpai pada penelitian di Libanon dan Australia menemukan ibu yang melahirkan secara operasi kaisar memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti memberikan ASI eksklusif, dan sebaliknya ibu yang melahirkan bayinya secara spontan memiliki kemungkinan lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. 20,28 49 Pada penelitian ini, penyebab tidak terdapatnya perbedaan yang bermakna antara cara persalinan ibu dengan ASI eksklusif karena proporsi ASI eksklusif dijumpai tinggi pada ibu yang melahirkan dengan bantuan alat (vakum/forsep) atau operasi kaisar ibu. Di RS St Carolus, ibu-ibu hamil saat trimester ketiga sudah mendapatkan penyuluhan prenatal antara lain mengenai kemungkinan cara persalinan yang akan dihadapi tidak memengaruhi ASI eksklusif dan cara persalinan apapun tetap dapat memberikan ASI eksklusif. Selain itu, tim persalinan baik pada persalinan dengan alat maupun bedah kaisar, yang terdiri dari dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter anak, bidan dan perawat berkomitmen melakukan IMD, dan saling bekerja sama untuk terlaksananya proses IMD. Keberhasilan IMD pada persalinan dengan alat maupun bedah kaisar merupakan titik permulaan keberhasilan ASI eksklusif. 6.6.4 Faktor Fisis Ibu Hasil penelitian ini menunjukkan faktor fisis ibu tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian di 31 negara bagian di Amerika Serikat pada tahun 2001 menemukan puting lecet merupakan alasan ibu berhenti memberikan ASI pada 35% subjek (di minggu pertama) dan pada 30% subjek (di bulan pertama).55 Penyebab rendahnya proporsi subjek yang memiliki masalah faktor fisis seperti puting lecet, dan atau mastitis karena ibu yang melahirkan di RS St Carolus diberikan penyuluhan breastcare yang bertujuan meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan payudara, pijat payudara, mengatasi puting yang mendatar, dan mencegah payudara bengkak dan ibu diharapkan dapat mempraktekannya sendiri. Penyuluhan breastcare tersebut diberikan sejak mulai usia kehamilan minimal 28 minggu, berkesinambungan hingga hari ketiga post-partum.81 6.6.5 Faktor Psikis Ibu Hasil penelitian ini menunjukkan faktor psikis ibu memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil serupa dijumpai pada beberapa penelitian di Amerika Serikat.16,27 Ibu yang tidak memiliki 50 keyakinan terhadap produksi ASI-nya memiliki kemungkinan untuk gagal memberikan ASI eksklusif sebesar 2,8 kali lipat pada bulan pertama, dan 1,2 kali lipat pada bulan ketiga (p<0,005).16 Penelitian yang lain menemukan pada minggu kedua menyusui, 28% ibu merasa tidak yakin terhadap kecukupan ASI-nya dan merasa bayi mereka masih merasa lapar sehingga bayi diberikan susu formula. Ibu yang merasa tidak yakin akan produksi ASI memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar untuk gagal memberikan ASI eksklusif pada minggu kedua dan 12 kali pada bulan kedua (p<0,005).27 6.6.6 Tingkat Pendidikan Ibu Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pendidikan tidak memengaruhi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Hasil penelitian berbeda dijumpai pada penelitian di Kanada yang menemukan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (<12 tahun masa pendidikan) memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti memberikan ASI pada 6 bulan pertama (RO 2,63; IK95%; 1,77-3,90; p<0,05).19,28 Demikian pula dengan sebuah penelitian longitudinal di Australia pada tahun 2008 yang menemukan ibu yang sekolah sampai universitas memiliki kemungkinan 3,3 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif.51 Seiring dengan tingginya tingkat pendidikan ibu diharapkan terdapat peningkatan pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif sehingga diharapkan memiliki kemungkinan sukses lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif. Namun pada kenyataannya di masyarakat, tingginya pendidikan ibu tidak menjamin pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi. Pada penelitian ini, peneliti menemukan ibu-ibu yang berpendidikan menengah tidak kalah dalam hal mencari pengetahuan dan wawasan mengenai ASI melalui situs internet, komunitas jejaring sosial facebook, tweeter, dan blackberry group. Melalui komunitas sosial tersebut, mereka berbagi informasi mengenai ASI dan diskusi mengenai masalah-masalah dan kesulitan selama menyusui. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan ASI eksklusif pada kelompok ibu berpendidikan menengah. 51 6.6.7 Pekerjaan Ibu Pada penelitian ini sebanyak 59,2% subjek merupakan ibu yang bekerja. Hasil analisis bivariat menunjukkan status ibu bekerja tidak memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Hasil berbeda dijumpai pada penelitian di Libanon20, Malaysia15, Brazil22 dan Selandia Baru21 yang menyimpulkan ibu yang bekerja memiliki kemungkinan lebih besar untuk gagal memberikan ASI ekslusif. Ibu bekerja memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk berhasil memberikan ASI eksklusif dan sebaliknya ibu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan yang lebih besar karena ibu yang tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak untuk menyusui bayinya. Selain itu, pada ibu yang bekerja, lamanya cuti melahirkan juga berpengaruh terhadap kontinuitas menyusui. Peneliti menemukan dari 20 subjek ibu bekerja yang gagal memberikan ASI eksklusif, sebagian besar alasannya karena berhentinya memberikan ASI saat mereka harus kembali bekerja. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan agar semua tempat bekerja, dunia usaha atau perusahaan mendukung praktek pemberian ASI, antara lain :1) memberikan cuti hamil dan melahirkan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 2) menyediakan fasilitas ruang menyusui atau ruang ASI yang memenuhi standar kesehatan; 3) memberikan kesempatan bagi tenaga kerja perempuan yang sedang menyusui untuk menyusui atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja; dan 4) mengelola CSR (Community Sosial Responsibilities) untuk memberikan dukungan menyusui.82 Peraturan yang ada di Indonesia saat ini adalah cuti melahirkan diberikan selama 3 bulan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Th. 2003 Pasal 82 (1) tentang Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan 83 Dengan adanya undang-undang tersebut, ibu yang bekerja hanya mendapat cuti maksimal 3 bulan sedangkan durasi ASI eksklusif dianjurkan sampai bayi berusia 6 bulan. 52 Hal ini merupakan salah satu penghambat pemberian ASI eksklusif pada kelompok ibu bekerja, sehingga jika ibu yang bekerja tidak dibekali pengetahuan mengenai pemberian ASI saat bekerja maka saat mereka harus kembali bekerja, ibu memilih untuk memberikan susu formula sebagai pengganti ASI. Pada penelitian ini, proporsi ASI eksklusif yang tinggi pada kelompok ibu bekerja disebabkan ibu yang bekerja sudah dibekali pengetahuan yang cukup mengenai cara-cara mempertahankan pemberian ASI eksklusif selama bekerja. Pengetahuan tersebut sudah mereka dapatkan sebelum berakhirnya cuti melahirkan, bahkan sejak saat konseling ASI saat hamil, sehingga pada saat ibu harus kembali bekerja, mereka tidak menemukan masalah dan hambatan. Konseling pemberian ASI eksklsuif pada ibu bekerja antara lain meliputi cara pemberian ASI perah, cara menyimpan ASI perah di dalam freezer, dan cara memompa ASI. Konseling ASI di RS Carolus diberikan kepada ibu-ibu sejak masa kehamilan trimester ketiga dan terus berkesinambungan sampai bayi lahir dan berusia 2 tahun. 6.6.8 Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif Pengetahuan ibu yang benar mengenai ASI eksklusif didapatkan bermakna secara statistik dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian potong lintang yang dilakukan di Tanzania yang menemukan kelompok ibu yang memiliki pengetahuan ASI yang cukup memiliki kemungkinan 5,4 kali lebih besar untuk ASI eksklusif selama 6 bulan (RO 5,4; IK 2,5-11,6).24 Tingginya proporsi ibu yang memiliki pengetahuan yang benar mengenai ASI ekslusif merupakan kontribusi dari beberapa faktor, seperti kebijakan di RS St Carolus yang mengimplementasikan BFHI, efektifnya edukasi mengenai ASI eksklusif secara umum di masyarakat, dan meningkatnya dukungan menyusui dari kelompok pendukung ASI (KP-ASI) yang keanggotaannya terdiri ibu-ibu menyusui, suami, keluarga, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. 6.6.9 Status Sosial Ekonomi Pada penelitian ini, 45% subjek berada pada kelompok sosial ekonomi tinggi yaitu dengan penghasilan diatas Rp 5 juta/bulan sedangkan 55% berada pada kelompok 53 sosial ekonomi rendah-menengah dengan penghasilan rata-rata Rp 2-5 juta/bulan. Hasil analisis bivariat menunjukkan tingkat sosial ekonomi tidak berhubungan dengan pemberian eksklusif. Hasil serupa didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Heather dkk19 di Kanada tahun 2009 dan Marques dkk61 di Brazil pada tahun 2001 yang menemukan tingkat sosial ekonomi tidak memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Sementara penelitian kohort yang dilakukan di kota Pelotas, Brazil tahun 2003 menyimpulkan status sosial ekonomi yang rendah memengaruhi kegagalan ASI eksklusif. Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan peneliti, penelitian di Pelotas menggunakan batasan operasional ASI eksklusif dengan durasi 3 bulan, dan desain penelitian yang digunakan adalah kohort. Perbedaan definisi operasional dan desain penelitian yang dipakai dapat menyebabkan perbedaan hasil penelitian. 6.6.10 Dukungan Keluarga Sebanyak 74,2% subjek mendapat dukungan keluarga untuk ASI eksklusif. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan menyusui dari keluarga dengan pemberian ASI eksklusif. Bukti bahwa dukungan sosial terhadap menyusui berpengaruh positif terhadap durasi ASI eksklusif sudah banyak dibuktikan di beberapa penelitian di banyak negara.62,63,84-86 Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2003 menunjukkan kelompok ibu yang tidak memiliki dukungan keluarga memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk gagal memberikan ASI eksklusif dibandingkan kelompok ibu yang memperoleh dukungan menyusui.16 Berbagai macam upaya dukungan dalam peningkatan pemberian ASI, berawal dari dukungan suami dan keluarga. Wujud dukungan yang dapat diberikan dari suami antara lain perhatian, kesempatan, penciptaan suasana yang mendukung kegiatan menyusui, pemenuhan gizi yang optimal bagi ibu hamil dan menyusui. Seorang suami mempunyai peran yang sangat besar dalam membantu ibu ASI eksklusif kepada bayinya. Jika ibu merasa didukung, dicintai dan diperhatikan, maka akan muncul emosi positif yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI pun lancar.19,62 Dukungan suami dapat 54 diwujudkan dalam bentuk dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis bagi ibu. Disinilah pentingnya peran seorang suami serta keluarga dalam mempersiapkan, mendorong dan mendukung ibu serta menciptakan suasana yang kondusif bagi ibu hamil dan menyusui. 6.6.11 Promosi Susu Formula Promosi susu formula kini semakin gencar di masyarakat. Hal ini dapat memengaruhi keputusan ibu dalam memberikan ASI terhadap bayinya. Pada penelitian ini, sebanyak 36,7% subjek mengaku pernah mendapat promosi susu formula secara langsung baik di rumah, swalayan, dan tempat umum lainnya. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara kelompok ibu yang pernah mendapat promosi susu formula dan yang tidak dalam hal pemberian ASI eksklusif. Penelitian di Ethiopia menemukan sebanyak 44,1% subjek mengaku pernah memperoleh promosi susu formula namun tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara promosi susu formula dengan ASI eksklusif.87 Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa subjek, ketertarikan ibu terhadap susu formula dirasakan terutama saat bulan-bulan pertama menyusui di saat masalah menyusui muncul, seperti produksi ASI belum banyak, puting lecet, dan payudara bengkak. Peran pemerintah dalam memperketat regulasi pemasaran susu formula bayi sangat diperlukan. Pemerintah telah mengatur penggunaan dan pengawasan susu formula melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanaan Republik Indonesia No.HK.00.05.52.0085 dan No.HK.00.05.1.52.3920. Peraturan tersebut telah memutuskan susu formula bayi digunakan sebagai penggnati ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi normal bayi, bila kondisi ibu tidak dapat atau tidak boleh memberikan ASI pada bayinya, misalnya ibu meninggal atau ibu menderita penyakit menular.88,89 Pemerintah juga telah megeluarkan peraturan menganai pemasaran susu formula yaitu pada Kepmenkes No. 237/Menkes/SK/IV/1997 tentang pemasaran pengganti ASI yang telah melarang mengiklankan susu formula bayi, pembagian sampel gratis pada sarana pelayanan kesehatan, ibu 55 hamil atau melahirkan.89 Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan ini serta sanksi yang jelas dan tegas masih belum tercapai sehingga pelanggaran yang berkaitan dengan promosi susu formula masih terus berjalan. 6.6.12 Konseling ASI Konseling ASI meliputi konseling ASI pada saat hamil (antenatal care), pada saat melahirkan, dan pada saat kontrol bayi baru lahir. Proporsi subjek yang mendapat konseling ASI di RS St Carolus cukup tinggi, yaitu sekitar 73,3%. Hal ini disebabkan RS St Carolus sudah mengimplementasikan BFHI atau rumah sakit sayang bayi. Konseling merupakan bagian dari program kerja BFHI sehingga ibu hamil trimester ketiga sudah mulai diberikan konseling dini mengenai manfaat ASI eksklusif. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan konseling ASI merupakan faktor yang signifikan berpengaruh terhadap kesuksesan pemberian ASI eksklusif. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No.03 tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang pelaksanaannya meliputi pemberian penjelasan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.82 Dalam peraturan tersebut, yang memberikan penjelasan adalah tenaga kesehatan yang telah dilatih, sedangkan materi yang dijelaskan antara lain tentang IMD, bahaya susu formula dan dot atau kempeng, rawat gabung, penatalaksanaan menyusui yang benar termasuk mengatasi kesulitan menyusui, dan managemen menyusui saat bayi sakit. Pemberian informasi ini dilakukan pada saat kunjungan pemeriksaan kehamilan, masa persalinan hingga masa nifas. 56 6.7 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling bermakna secara statistik memengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah faktor psikis ibu, diikuti oleh dukungan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI oleh petugas kesehatan. Jila seorang ibu memiliki keyakinan terhadap produksi ASI, pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif, dukungan keluarga untuk menyusui dan memperoleh konseling minimal 3 kali dari petugas kesehatan maka probablititas ibu tersebut untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya adalah sebesar 99,2%. Beberapa penelitian di Amerika dan Australia sepakat bahwa faktor psikis ibu bermakna dalam memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Faktor psikis yang positif seperti rasa percaya diri yang kuat, merasa yakin akan kecukupan ASI, tidak stres dan sikap positif terhadap menyusui, menunjang keberhasilan ASI eksklusif.16 Berdasarkan penelitian, dari 50% ibu yang merasa produksi ASI-nya tidak cukup, hanya 5% diantaranya yang secara fisiologis terbukti mengalami produksi ASI yang kurang.90 Persepsi ibu terhadap ketidakcukupan ASI lebih disebabkan oleh psikologis ibu daripada masalah biologis. Penelitian McCarter dkk91 di Brazil tahun 2001 menemukan korelasi yang kuat antara persepsi ibu terhadap ketidakcukupan ASI dengan kepercayaan diri ibu yang rendah dalam menyusui (r=0,48, p<0,01). Ibu yang merasa produksi ASI-nya kurang cenderung memiliki rasa percaya diri yang rendah dalam menyusui, tetapi ibu yang percaya bahwa dirinya mampu menyusui dan mampu menghadapi tantangan dan kesulitan dalam menyusui cenderung merasa bahwa produksi ASI-nya cukup.91,92 Faktor psikis tersering ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah ibu merasa produksi ASI tidak cukup. Kecemasan dan persepsi ibu terhadap ketidakcukupan ASI sering muncul pada masa post-partum awal atau mingguminggu pertama setelah melahirkan. Ibu yang mengalami masalah kecemasan pada masa tersebut juga sering mengalami kesulitan dalam teknik menyusui sehingga jika pada masa kritis ini ibu tidak mendapatkan dukungan sosial dari keluarga terdekat, akan berlanjut dan menyebabkan berhentinya pemberian ASI 57 secara dini. Pada masa post-partum awal, ibu sangat membutuhkan dukungan menyusui yang berkelanjutan dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial secara luas, dan intrevensi masalah harus cepat diberikan jika ditemukan gangguan psikologis dan mental.19 Dukungan suami dan keluarga terdekat sangat penting, bahkan tidak kalah pentingnya dibandingkan konseling menyusui dari petugas kesehatan. Dukungan oleh suami atau keluarga dapat diberikan setiap hari dan setiap waktu, sedangkan konseling dari petugas kesehatan tidak selalu didapat secara sering oleh ibu. Sebuah metaanalisis dari Cochrane tahun 2007 yang mereview 34 uji klinis acak dari 14 negara menemukan bahwa dukungan menyusui dari suami, keluarga, masyarakat dan tenaga profesional terbukti meningkatkan durasi menyusui eksklusif hingga 6 bulan.84 Bentuk konkrit dukungan suami bagi ibu selama menyusui dapat berupa: 1) suami tetap memberikan perhatian kepada ibu; 2) menciptakan kesempatan agar ibu mempunyai waktu luang lebih banyak dengan bayinya di samping untuk beristirahat; 3) upayakan agar tidak menyampaikan kritik pada ibu; 4) luangkan waktu untuk bersama bayi terutama ketika bayi selesai menyusu; 5) jadilah Suami Siap, Antar, Jaga (Suami Siaga); 6) memberikan dorongan kepada ibu agar tetap menyusui; 7) menciptakan suasana yang kondusif bagi ibu untuk menyusui; dan 8) mengatasi kesulitan yang timbul selama ibu menyusui bayinya.82 Dukungan keluarga (anggota keluarga lain) terhadap menyusui dapat dilakukan dengan cara anggota keluarga memberikan dukungan psikologis bagi ibu menyusui yang mengalami kesulitan dalam memberikan ASI. Keluarga juga senantiasa menciptakan kondisi, situasi, suasana yang tenang, nyaman, penuh kasih sayang dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri ibu untuk menyusui. Selain itu, keluarga perlu meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadarannya tentang besarnya manfaat ASI bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat dan negara. Pemerintah menganjurkan anggota keluarga aktif terlibat dan memberikan dukungan dalam Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan menghapus mitos yang tidak mendukung ibu dalam menyusui termasuk larangan 58 memakan suatu jenis makanan tertentu yang sebenarnya nilai gizinya sangat diperlukan.82 Dukungan menyusui dari masyarakat antara lain: 1) revitalisasi Posyandu dan forum PKK untuk mengefektifkan pemberian layanan informasi mengenai pentingnya dukungan bagi ibu menyusui; 2) memberikan perhatian khusus kepada ibu menyusui, sehingga terbangun empati dan simpati dari masyarakat kepada ibu yang menyusui; 3) masyarakat terlibat aktif dan memberikan dukungan melalui KP-ASI di lingkungannya; 4) menjadikan menyusui sebagai sebuah gerakan atau budaya yang merupakan suatu bentuk ibadah; 5) menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya kegiatan menyusui; 6) melakukan advokasi di tingkat kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mendukung eberhasilan menyusui enggencarkan kampanye tentang pentingnya peningkatan pemberian ASI; dan 8) meluruskan persepsi masyarakat tentang mitos, stigma serta stereotipe yang kurang mendukung pemberian ASI Eksklusif.82 Selain faktor psikis ibu dan dukungan keluarga terhadap menyusui, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif tidak kalah pentingnya dalam menunjang terlaksananya pemberian ASI eksklusif. Penelitain yang telah membuktikan peran pengetahuan ibu dalam keberhasilan ASI eksklusif adalah 2 penelitian komunitas di Tanzania.24,66 Semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang ASI maka semakin tinggi prevalens ASI eksklusif. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu dapat dilakukan dengan implementasi BFHI di beberapa rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lain, meningkatkan edukasi ASI di masyarakat dan memberikan dukungan sosial untuk ibu menyusui.82 Pada penelitian ini, konseling ASI terbukti meningkatkan pemberian ASI eksklusif. Hasil serupa dijumpai pada penelitian di kota kecil Morogoro, Tanzania66 dan di Ohio.23 Sedangkan penelitian multivariat di Kigoma, Tanzania menemukan bahwa konseling ASI saat hamil tidak bermakna dalam memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif.24 Namun pada penelitian tersebut konseling yang dilakukan hanya berupa anjuran untuk ASI eksklusif selama hamil. Perbedaan batasan operasional konseling yang dipakai pada penelitian ini adalah konseling 59 dilakukan minimal 3 kali yaitu saat hamil, saat melahirkan dan saat kontrol pascalahir. Penelitian lain yaitu sebuah uji klinis prospektif di Singapura tahun 2007 menunjukkan bahwa pemberian informasi mengenai ASI melalui alat bantu buklet, video, dan konsultasi dengan konselor terbukti dapat meningkatkan proporsi ASI eksklusif 3 bulan, namun proporsi ASI eksklusif 6 bulan tidak berbeda. Pada penelitian ini pemberian informasi hanya dilakukan 1 kali yaitu saat melahirkan.93 Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk menunjang ASI eksklusif 6 bulan, edukasi ASI tidak cukup hanya sekali melainkan harus berkelanjutan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa faktor psikis ibu, dukungan keluarga, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI merupakan faktor yang dapat memengaruhi pemberian ASI eksklusif di RS St Carolus. Intervensi yang tepat dapat dilakukan untuk meningkatkan keempat faktor di atas. 60 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Proporsi ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD di RS St Carolus adalah sebesar 75%. 2. Faktor yang terbukti memengaruhi pemberian ASI eksklsusif adalah faktor psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga, pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari petugas kesehatan. 7.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian berbasis rumah sakit yang lebih heterogen sehingga dapat digunakan sebagai acuan penilaian populasi anak Indonesia. 2. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo hendaknya mengimplementasikan BFHI atau rumah sakit sayang bayi yang Fetomaternal Departemen Kebidanan dan Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Dengan implementasi BFHI, terjadi konseling yang berkelanjutan mengenai ASI terhadap ibu sehingga meningkatkan angka keberhasilan ASI eksklusif. 3. Himbauan kepada pemerintah untuk merevisi bentuk dan lama cuti pascamelahirkan hingga 6 bulan, yaitu 3 bulan cuti dalam tanggungan negara atau perusahaan, dan ibu dapat memperoleh tambahan cuti 3 bulan tanpa tanggungan negara atau perusahaan. DAFTAR PUSTAKA 1. Work Group on Breastfeeding. American Academy of Pediatrics. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 1997;100:1035-9. 2. Besar DS, Eveline PN. Air susu ibu dan hak bayi. Dalam: Hegar B, Suradi R, Hendarto A, Partiwi IGA, penyunting. Bedah ASI. Jakarta: IDAI; 2008. h. 1-16. 3. Suradi R. Manajemen laktasi. Dalam: Suradi R, Tobing HK, penyunting. Jakarta: Perinasia; 2007. h.1-5 4. Hegar B. Nilai menyusui. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi IGA, Marzuki AN, Ananta Y, penyunting. Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI; 2010. h. 1-12. 5. World Health Organization. The optimal duration of exclussive breastfeeding. 2002. Geneva. Diunduh dari http://www.who.int/nut/inf.htm. Diakses tanggal 2 Maret 2011. 6. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/MENKES/SK/2004 tentang pemberian air susu ibu secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Diunduh dari:http//depkes.go.id/menkes_content. Diakses tanggal 2 November 2012. 7. Departemen Kesehatan RI. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Diunduh dari: http://depkes.go.id/UU_content. Diakses tanggal 2 November 2012. 8. Suradi R. Menempatkan kembali peran air susu ibu dalam pembinaan tumbuh kembang bayi dan anak. Disampaikan pada upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2004. 9. Badan Statistik Nasional, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2008. 10. Division of Child Health and Development, Family and Reproductive Health. Evidence for the steps for successful breastfeeding. Genewa: World Health Organization; 1998. h. 31-4. 11. United Nations Children's Fund, World Health Organization. Baby-friendly hospital initiative revised, updated and expanded for integrated care. Genewa: UNICEF-WHO, 2006. 12. Gangal P, Nair R, Bhagat K, Prabhu S. Breast crawl initiation of breastfeeding by breast crawl. India: UNICEF Maharashtra; 2007. h. 9-30. 13. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pekan ASI Sedunia (PAS) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2010. 61 14. Sapna P, Ameya H, Rooma P, Aarti P, Rashid AK, Narayan KA. Prevalence of exclussive breastfeeding and its correlate in an urban slum in Western India. IeJSME. 2009;2:14-8. 15. Leong TK. Knowledge, attitude and practice on breastfeeding in Klang, Malaysia. Int Malay J. 2009;8:17-21. 16. Taveras EM, Capra AM, Braveman PA, Jensvold NG, Escobar GJ, Lieu TA. Clinician support and psychosocial risk factor associated with breastfeeding discontinuation. Pediatrics. 2003;112:108-15. 17. Kostyra MK, Mazur J, Godek WE. Factors affecting exclusive breastfeeding in Poland: cross-sectional survey of population-based samples. Preventivemed. 2005; 50:52-9. 18. Merten S, Dravta J, Ackermann-Liebrich U. Do baby friendly hospitals influence breastfeeding duration on a national level. Pediatrics. 2005;116:702-8. 19. Heather LK, Katie HC, Suzanne CT. Risk factor for cessation of breastfeeding prior to six months postpartum among a community sampel of woman in Calgary, Alberta. Can J of Pub Health. 2009;68:1-4. 20. Al-Sahab B, Tamim H, Mumtaz G, Khawaja G, Khogali M, Afifi R, dkk. Predictors of breastfeeding in a developing country: result of a prospective cohort study. Pub Health Nutr. 2008;12:1350-6. 21. Butler S, Williams M, Tukuitonga C, Paterson C. Factor associated with not breastfeeding exclussively among mothers of a cohort of Pacific infants in New Zealand. J New Zealand Med Ass. 2004;117:1-10. 22. Mascarenhas ML, Albernaz E, Silva M, Silveira RB. Prevalence of exclussive breastfeeding and its determiners in the first 3 months of life in the South Brazil. J Pediatr. 2006;82:289-94. 23. Kuan LW, Britto M, Decolongon J, Schoettker PJ, Atherton HD, Kotagal UR. Health system factors contributing to breastfeeding success. Pediatrics. 1999;104:1-7. 24. Nkala TE, Msuya SE. Prevalence and predictors of exclussive breastfeeding among women in Kigoma region, Western Tanzania: a community based cross-sectional study. Int Breastfeed J. 2011;6:1-7. 25. Scott J, Landers M, Hughes R, Binns C. Factors associated with breastfeeding at discharge and duration of breastfeeding. J Paediatr Child Health. 2001;37:254-61. 26. Aruldas K, Khan ME, Hazra A. Increasing early and exclussive breastfeeding in rural Uttral Pradesh. J Fam Welfare. 2010;56:43-9. 27. Ertem IO, Votto N, Leventhal JM. The timing and predictors of the early termination of breastfeeding. J Pediatr. 2001;107:543-51. 62 28. Hauck YL, Fenwick J, Dhaliwal SS, Butt J. A Western Australian survey of breastfeeding initiation,prevalence and early cessation patterns. Matern Child Health J. 2011;15:260-8. 29. Lawrence RA. Physiology of lactation. Dalam: Lawrencer RA, Lawrence RM, penyunting. Breastfeeding: a guide for the medical profession. Edisi ke-6. New york: Elsevier Mosby Inc; 2005. h. 65-103. 30. Mexitalia M. ASI sebagai pencegah malnutrisi pada bayi. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi IGA, Marzuki AN, Ananta Y, penyunting. Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI; 2010. h. 219-31. 31. Goldman. Immunologic factors in human milk during the first year of lactation. J Pediatr. 2000;100:563-9. 32. Lawrence RA. Biochemistry of human milk. Dalam: Lawrencer RA, Lawrence RM, penyunting. Breastfeeding: a guide for the medical profession. Edisi ke-6. New york: Elsevier Mosby Inc; 2005. h. 44-54. 33. Popkins BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity. Paediatrics.1990;86:874-82. 34. Nissen E, Lilja G, Widstrom AM, Uvnas MK. Elevation of oxytocin levels early postpartum in women. Acta Obstet Gynecol Scand. 1992;74:530-3. 35. Jernstrom H, Lubinski J, Lynch HT. Breast-feeding and the risk of breast cancer in BRCA1 and BRCA2 mutation carriers. J Natl Cancer Inst. 2004;96:1094-8. 36. United Nations Children's Fund. World Health Organization. Revised plan of breastfeeding promotion and support in a baby- friendly hospital - 40 hours course. Sesion 1: why breastfeeding is important. UNICEF, WHO, 2010. 37. American Academy of Pediatrics. Breastfeeding and the use of human milk. Pediatrics. 2005;115:496-506. 38. Yohmi E. Inisiasi Menyusu Dini. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi IGA, Marzuki AN, Ananta Y, penyunting. Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI; 2010. h. 45-57. 39. Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Etego SA, Agyei SO, Kirkwood BR. Delayed breastfeeding initiation increases the risk of neonatal mortality. Pediatrics. 2006;117:380-6. 40. Roesli U. Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda; 2008. h.131. 41. Klaus M. Mother and infant: early emotional ties. Pediatrics. 1998;102:1244-6. 42. Christensson K, Cabrera T, Christensson E, Moberg KU, Winberg J. Separation distress call in the human neonate in the absence of maternal body contact. Acta Paediatr. 1995;84:468-73. 63 43. Righard L, Alade MO. Effect of delivery room routines on success of first breast-feed. Lancet.1990;336:1105-7. 44. Sosa R. The effect of early mother-infant contact on breastfeeding, infection and growth. Dalam: Sosa R, penyunting. Breastfeeding and the mother. Amsterdam: Elsevier; 1976. h. 179-93. 45. Perez ER. Infant feeding policies in maternity wards and their effect on breast-feeding success: An analytical overview. Am J Public Health. 1994;84:89-97. 46. Yuko M. Initiation of breastfeeding within 120 minutes after birth is associated with breastfeeding at four months among Japanese women: a self-administered questionnaire survey. Intl Breastfeed Journal. 2008;3:1-7. 47. Jones G, Steketee RW, Black RE, Bhutta ZA, Morris SS. Child survival II: how many child deaths can we prevent this year? Lancet. 2003;362:65-71. 48. Clemens J, Elyazeed RA, Rao M, Savarino S, Morsy BZ, Kim Y, dkk. Early initiation of breastfeeding and the risk of infant diarrhea in rural Egypt. Pediatrics. 1999;104:36. 49. Ferber SG, Makhoul IR. The effect of skin-to-skin contact (kangaroo care) shortly after birth on the neurobehavioral responses of the term newborn: a randomized controlled trial. Pediatrics. 2004;113:858-65. 50. Fransson AL, Karlsson H, Nilsson K. Temperature variation in newborn babies: Importance of physical contact with the mother. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2005:90:500-4. 51. Cooklin AR, Donath SM, Amir LH. Maternal employment and breastfeeding: Result from the longitudinalstudy of Australian children. Acta Pediatr. 2008;97:620-3. 52. Agboado G, Michael E, Jackson E, Verma A. Factors associated with breastfeeding cessation in nursing mothers in a peer support programme in Eastern Lancashire. BMC Pediatr. 2010;10:1-10. 53. Paine P, Dorea JG.Gender role attitudes and otherdeterminants of breastfeeding intention in Brazilia women. Blackwell sci. 2001;27:61-72. 54. World Health Organization. Indicators for assesing breastfeeding practice. Diunduh dari: http://whqlibdoc.who.int/hq. Diakses tanggal 11 Juli 2011. 55. Indu B, Morrow B, Hsia J. Why do women stop breastfeeding? findings from the pregnancy risk assesment and monitoring system. Pediatrics. 2005;116:1408-12. 56. Scott JA, Binns CW. Factors associated with the initiation and duration of breastfeeding: a review of the literature. Breastfeed Rev. 1999;7:5-16. 57. Amir LH, Donath S. Does maternal smoking have a negative physiological effect on breastfeeding? The epidemiological evidence. Birth. 2002;29:112-23. 64 58. Bailey BA, Wright HN. Breastfeeding initiation in a rural sample: predictive factors and the role of smoking. J Hum Lact. 2011;27:33-40. 59. Bonczyk SG, Avery MD, Savik K, Potter S, Duckett LJ. Women's experience with combining breastfeeding and employment. J Nurse Midwife. 1993:38:257-66. 60. Wen LM, Baur LA, Rissel C, Alperstein G, Simpson JM. Intention to breastfeed and awareness of health recommendations: findings from first-time mothers in southwest Sydney, Australia. Int Breastfeed J. 2009; 49:1-7. 61. Marques SM, Lira PI, Lima MC, da-Silva NL, Filho MB, Huttky SR. Breastfeeding and early weaning practice in Northeast Brazil: a longitudinal. Breastfeed J. 2001; 108:1-7. 62. Wolfberg A, Michels K, Shields W, O’Campo P, Bronner Y, Bienstock J. Dads as breastfeeding advocates: results from a randomized controlled trial of an education intervention. Am J Obs Gyn. 2004;191:708-12. 63. Win N, Binns C, Zhao Y, Scotte J, Oddy W. Breastfeeding duration in mothers who express breastmilk: a cohort study. Intl Breastfeed J. 2006;:1-28. 64. Scott JA, Binns CW, Oddy WH, Graham KI. Predictors of breastfeeding duration: evidence from a cohort Study. Pediatrics. 2004;117:646-55. 65. Howard CR, Weitzman ML. Infant formula distribution and advertising in pregnancy: a hospital survey. Birth. 1994;21:14-9. 66. Shirima R, Medhin MG, Greiner T. Information and socioeconomic factors associated with early breastfeeding practice in rural and urban Morogoro, Tanzania. Acta Paediatr. 2001;90:936-42. 67. United Nations Children's Fund.World Health Organization. Breastfeeding counselling a training course. Trainer's guide. Part 1, session 1-9. Diunduh dari http://www.who.int/child_adolescent_health/documents/pdfs. Diakses tanggal 2 Maret 2011. 68. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto H. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Segung Seto; 2002. h. 259-87. 69. Cunningham FG. Delivery. Dalam: Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GDV, dkk, penyunting. Williams obstetric. Edisi ke-20. Kanada: Appleton & Lange; 1997. h. 201-56. 70. Stoll BJ. The newborn infant. Dalam: Berhman RE, Kliegman RM, Jensen HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders; 2007. h. 681-90. 71. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Tingkat pendidikan. Diunduh dari: http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id. Diakses tanggal 11 Juni 2011. 65 72. The world bank. Data and statistics: country classification 2011. Diunduh dari : http://www.worldbank.org. Diakses tanggal 12 Oktober 2011. 73. United Nations Children's Fund.World Health Organization. Breastfeeding counselling a training course. Trainer's guide. Part 2, session 1-10. Diunduh dari http://www.who.int/child_adolescent_health/documents/pdfs. Diakses tanggal 2 Maret 2011. 74. Keluarga Alumni Bidan Indonesia (KABI) RS St Carolus. Buku penuntun calon ibu. Edisi ke-8. Jakarta: St Carolus, 1999. 75. Dahlan MS. Analisis regresi logistik. Dalam: Dahlan MS, penyunting. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: CV Sagung Seto; 2008. h. 197-208. 76. Jones JR, Kogan MD, Singh GK, Dee DL, Strawn MG. Factors associated with exclussive breastfeeding in the United States. Pediatrics. 2011;128:1117-25. 77. Badan penelitian dan pengembangan kementrian kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2010. Diunduh dari http://depkes.go.id/riskesdas.files. Diakses tanggal 12 September 2012. 78. Narchi NZ, Fernandes RA, Dias LD, Novais DH. Variables that influence the maintenance of exclussive breastfeeding. Rev Esc Enferm USP. 2009;43:83-90. 79. Philipp BL, Merewood A, Miller LW, Chawla N, Murphy-Smith MM, Gomes JS, dkk. Baby-friendly hospital initiative improves breastfeeding initiation rates in a US hospital setting. Pediatrics 2001;108:677-81. 80. United Nations Children's Fund, World Health Organization. Baby-friendly hospital initiative revised, updated and expanded for integrated care 2009. Genewa: UNICEFWHO; 2009. 81. Roesli U. Lembaga peningkatan penggunaan ASI Sint Carolus. Makalah ilmiah pribadi. Jakarta; 1998. 82. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 3 tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif. Diunduh dari: www.menegpp.go.id. Diakses tanggal 2 Desember 2012. 83. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Diunduh dari: http://id.wikisource.org/wiki/UU_RI_Nomor_13_Tahun_2003. Diakses tanggal 30 November 2012. 84. Britton C, McCormic F, Renfrew M, Wade A, King S. Support for breastfeeding mothers. Cochrane Database of Syst Revs. 2007;34:1-22. 85. Sikorski J, Renfrew M, Pindoria S, Wade A. Support for breastfeeding mothers: a systematic review. Paediatrics. 2003;17:407-17. 66 86. Falceto O, Giugliani E, Fernandes C. Couples’ relationships and breastfeeding: is there an association? J Human Lact. 2004;20:46-55. 87. Alemayehu T, Haidar J, Habte D. Determinant of exclussive breastfeeding practice in Ethiopia. Ethiop J Health Dev. 2009;23:12-8. 88. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan RI No. HK. 05.52.0085 tentang pengawasan formula bayi untuk keperluan medis khusus. Diunduh dari: http://BPOM.ind.go.id. Diakses tanggal 15 Oktober 2011. 89. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 237/Menkes/SK/1V/1997 tentang pemasaran pengganti ASI. Diunduh dari: http://gizi.depkes.go.id/kepmenkes/1997.pdf. Diakses tanggal 2 November 2012. 90. Meedya S, Fahy K, Kable A. Factors that positively influence breastfeeding duration to 6 months: a literature review. Women and Birth. 2010;23:135-45. 91. McCarter D, Kearney M. Parenting self-efficacy and perception of insufficient breastmilk. J Obs Gyn. 2001;30: 515-22. 92. Blyth R, Creedy D, Dennis CL, MoyleW, Pratt J, De Vries S. Effect of maternal confidence on breastfeeding duration: an application of breastfeeding self-efficacy theory. Birth. 2002;29:278-84. 93. Mattar CN, Chong YS, Chab Y, Chew A, Tan P, Chab YH. Simple antenatal preparation to improve breastfeeding practice: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol. 2007:109:83-90. 67 68 Lampiran 1: Lembar Informasi Orangtua LEMBAR INFORMASI ORANGTUA Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sedang mengadakan penelitian tentang faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor (usia ibu, jumlah kelahiran, cara persalinan, faktor fisis, psikis, tingkat pendidikan, status bekerja, status merokok ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling kesehatan) dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi yang dilakukan IMD. Sejak tahun 2000, IMD sudah banyak dilakukan di beberapa pelayanan kesehatan di negara kita, namun meningkatnya angka IMD tidak diikuti dengan meningkatnya keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh karena itu penelitian ini penting untuk mengetahui faktor penyebab kegagalan ASI eksklusif pada bayi-bayi IMD sehingga dapat direncanakan beberapa intervensi untuk menanggulangi faktor tersebut. Bila bersedia ikut, Ibu akan kami wawancara dan diminta untuk mengisi kuisioner saat bayi/anak Ibu berusia 6-12bulan. Pengumpulan data akan dilakukan di tempat anak Ibu dilakukan pemeriksaan kehehatan, yaitu RS St Carolus Jakarta. Semua data dalam penelitian ini bersifat rahasia sehingga tidak memungkinkan orang lain mengetahui hasil penelitian terhadap bayi Ibu. Ibu bebas menolak ikut dalam penelitian ini dan penelitian ini tidak dipungut biaya. Bila Bapak/Ibu masih membutuhkan penjelasan, Bapak/Ibu dapat menghubungi: Dr. Reni Fahriani Departemen Ilmu Kesehatan Anak Telp : 081809164882-02123753799 69 Lampiran 2: Lembar Persetujuan Orangtua LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA Saya yang bertanda-tangan di bawah ini: Nama : ………………………………………………..................... Umur : ………tahun Alamat : …………………………...……………..…..................….. Telepon : …………………… selaku Ayah/Ibu/lainnya (sebutkan…………..….) dari pasien ….……….., tanggal lahir ................. setelah mendapat penjelasan mengenai kerja dan tujuan penelitian ini maka saya setuju dan bersedia diikutkan dalam penelitian mengenai “Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Salah Satu Rumah Sakit Sayang Bayi di Jakarta”. Demikian surat pernyataan ini dibuat tanpa paksaan dan digunakan sebagaimana mestinya. Jakarta, ...................2012 Tanda tangan saksi Yang menyatakan Orangtua / wali anak (Nama jelas ...................) (Nama jelas...................) Lampiran 3: Formulir Data Penelitian 70 FORMULIR DATA PENELITIAN “FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI CUKUP BULAN YANG DILAKUKAN INISIASI MENYUSU DINI (IMD)” _______________________________________________________________ IDENTITAS IBU No. urut penelitian : Nama ibu : Nama ayah : Usia ibu : Alamat : Telepon : Pendidikan : 1. Tidak sekolah/Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 5. Akademi (D1-D3) 6. S1/S2 Pekerjaan Ibu : 1. Ibu rumah tangga 2. Pegawai negeri sipil 3. Wiraswasta 4. Masih sekolah 5. Lainnya, sebutkan Jumlah anak : Usia anak terkecil (tahun) : Tanggal lahir anak terkecil : Penghasilan keluarga : 1. < 1 juta rupiah/bulan 2. 1-2 juta rupiah/bulan 3. 2-3 juta rupiah/bulan 4. 3-5 juta rupiah/bulan 5. >5 juta rupiah/bulan 71 IDENTITAS BAYI No. urut penelitian : Nama bayi : No. Rekam medis bayi. : Jenis kelamin : Lelaki/perempuan Tanggal lahir bayi : Cara lahir Berat badan lahir Usia gestasi IMD 1. Apakah saat hendak melakukan persalinan anak ibu di RS. St Carolus, ibu diberikan penjelasan mengenai manfaat dan teknik IMD oleh tenaga kesehatan ? a. Ya b. Tidak 2. Apakah anak ibu saat lahir dilakukan penyusuan dini segera setelah lahir (IMD)? a. Ya b. Tidak 3. Jika YA, kapan anak ibu mulai dilakukan IMD? a. Segera setelah lahir b. Lebih dari 1 jam setelah lahir 4. Berapa lama (durasi) bayi diletakkan di atas dada ibu untuk merangkak mencari puting sendiri? a. Kurang dari 1 jam b. Lebih dari 1 jam 5. Apakah bayi ibu berhasil menyusu pertama saat IMD? a. Ya b. Tidak 72 FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI IMD DI RS ST CAROLUS JAKARTA Konseling ASI: 1. Apakah saat kontrol kehamilan ibu memperoleh konseling/penjelasan mengenai pentingnya ASI eksklusif? a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter umum laktasi/dokter SpOG/bidan/perawat/dll) b. Tidak 2. Apakah saat melahirkan ibu memperoleh konseling/penjelasan mengenai pentingnya ASI eksklusif? a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter SpOG/dokter spA/bidan/dll) b. Tidak 3. Apakah sebelum pulang pasca persalinan ibu memperoleh konseling/penjelasan mengenai pentingnya ASI eksklusif? a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter SpOG/dokter spA/bidan/dll) b. Tidak 4. Dimana ibu membawa kontrol pertama saat anak ibu baru lahir? a. Bidan Carolus b. Dokter Anak di RS Carolus c. Bidan dekat rumah/tempat lain d. Dokter umum/Sp.A luar 5. Apakah saat ibu membawa anak ibu untuk kontrol pasca lahir, ibu memperoleh konseling/penjelasan mengenai pentingnya ASI eksklusif, teknik menyusui yang baik, cara menanggulangi masalah-masalah menyusui, dan usaha mempertahankan kesinambungan ASI sampai dengan 6 bulan.? a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter SpOG/dokter spA/bidan/dll) b. Tidak 73 Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif : 6. Apakah definisi ASI eksklusif menurut ibu? a. Pemberian ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa memberikan cairan lain seperti pengganti ASI, serta makanan padat, kecuali pemberian vitamin, mineral, dan obat, kepada bayi selama 6 bulan setelah lahir. b. Pemberian ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa memberikan cairan lain seperti pengganti ASI, vitamin, mineral, dan obat, kepada bayi selama 6 bulan setelah lahir. c. Pemberian ASI (termasuk ASI yang diperah) beserta cairan lain seperti pengganti ASI (susu formula) kepada bayi. d. Pemberian ASI (termasuk ASI yang diperah) beserta cairan lain seperti pengganti ASI (susu formula), serta makanan padat pada bayi. 7. Berapa lama ASI eksklsif diberikan kepada bayi? a. 4 bulan b. 6 bulan 8. Apakah manfaat ASI eksklusif untuk bayi? a. Sebagai sumber nutrisi untuk bayi. b. Cairan yang mengandung zak kekebalan yang penting untuk tubuh bayi. c. Sebagai sumber nutrisi yang penting untuk tumbuh kembang bayi dan sumber zat kekebalan tubuh yang penting untuk pertahanan tubuh bayi terhadap infeksi Status ASI eksklusif: 9. Apakah ibu memberikan ASI kepada anak ibu? a. Ya b. Tidak 10. Jika Ibu memberikan ASI, berapa lama ASI diberikan ? …….. bulan (6 bln/1 th/ 2th) 11. Apakah ibu memberikan cairan lain (seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu) dan makanan tambahan (seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur tim dan lainnya) kepada bayi? a. Ya b. Tidak 12. Jika jawaban diatas Ya, sebutkan makanan/minuman apa saja yang diberikan kepada bayi…………………………………………………………………… 74 13. Jika jawaban diatas Ya, sejak usia berapa bulan ibu mulai memberikannya? a. Sejak lahir b. Usia < 4 bulan c. Usia 4-6 bulan d. Usia > 6 bulan 14. Apakah ibu memiliki pengalaman menyusui pada anak sebelumnya ? a. Ya b. Tidak Psikis ibu dalam menyusui: 15. Apakah sebelum anak ibu lahir, ibu memang memiliki tekad dan keinginan untuk memberikan ASI kepada nak ibu? a. Ya b. Tidak 16. Apakah ibu merasa yakin terhadap kecukupan produksi ASI ? a. Ya b. Tidak 17. Apakah ibu merasa stres, bingung, cemas, takut, atau tertekan sehingga produksi ASI semakin berkurang atau ibu menjadi tidak menyusui bayinya ? a. Ya b. Tidak Dukungan keluarga : 18. Apakah suami atau keluarga terdekat mendukung dalam pemberian ASI ? (Dukungan dapat berupa suami mengizinkan ibu untuk memberi ASI) a. Ya b. Tidak Status merokok ibu: 19. Apakah ibu merokok? a. Ya b. Tidak 20. Jika Jawaban di atas Ya, berapa batang rokok yang dikonsumsi perhari? a. <10 batang rokok perhari b. ≥10 batang rokok perhari 75 Kesehatan / faktor fisis ibu: 21. Apakah ibu dalam 12 bulan terakhir menderita suatu penyakit sehingga tidak menyusui bayi ibu? a. Ya b. Tidak 22. Jika jawaban nomor diatas YA, mohon disebutkan riwayat sakit yang pernah atau sedang diderita dan kapan menderita sakit tsb. Diagnosis : ………………………………………………………………… Waktu saat terdiagnosis:……………………………………………………… 23. Apakah terdapat kelainan pada puting susu ibu berupa puting tertarik kedalam atau puting datar sehingga ibu tidak memberikan ASI kepada bayi ibu? a. Ya b. Tidak 24. Apakah terdapat masalah pada puting susu ibu berupa puting lecet, membengkak dan nyeri (mastitis) sehingga ibu tidak memberikan ASI kepada bayi ibu? a. Ya b. Tidak Promosi susu formula : 25. Apakah ibu pernah memperoleh penawaran langsung susu formula atau pemberian susu formula gratis? a. Ya b. Tidak 26. Jika Ya, dimana? (tempat umum/rumah sakit/rumah sendiri)………….. 27. Apakah dalam 6 bulan pertama, bayi diberikan minuman/makanan lain selain ASI atau susu formula? a. Ya b. Tidak 28. Jika Ya, sebutkan……………………. 76 Status ibu bekerja : 29. Jika ibu bekerja, apakah kantor ibu memberikan fasilitas untuk ibu menyusui? (breastfeeding friendy)? a. Berapa lama cuti hamil diberikan? b. Apakah ada tempat penitipan bayi/anak (seperti daycare) di kantor tempat bekerja? c. A pakah kantor menyediakan tempat menyusui atau memerah ASI?termasuk freezer utk penyimpanan ASI? 30. Bila Ibu bekerja apakah ibu tetap memberikan ASI yang telah diperah atau dipompa sebelumnya selama ibu bekerja/bersekolah ? a. Ya b. Tidak 31. Apakah ibu juga memberikan memberikan susu formula selama ibu bekerja? a. Ya b. Tidak MPASI: 32. Apakah bayi ibu sudah mendapat makanan pendamping ASI? a. Ya b. Tidak 33. Usia berapa ibu mulai member makanan pendamping ASI? a. Usia < 6 bulan b. Usia 6 bulan 34. Makanan pendamping pertama apa yang ibu berikan pada bayi ibu? a. Jus buah-buahan b. Bubur susu c. Nasi tim saring UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN Jalan Salemba Raya No.6,Jakarta Pusat Pos Box1358 lakarta 10430 Kampus Salemba Telp. 31930371, 319303733n2977 Fax.:31930372,315?288, e-mail : office @fk.ui.ac.id 39n3ffi,3912477,3153236, Nomor'( a8 /PTo2.FK/ETrrv2orl KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK ETHICAL CLEARANCE Komite Etik PenelitianKesehatanFakultasKedokteranUniversitasIndonesiadalamupaya melindungi hak asasi dan kesejahteraansubyek penelitian kedokferan,telah mengkaji denganteliti protokolberjudul: The EthicsCommitteeof the Faculty of Medicine,Universityof Indonesia,with regards of the Protectionof human rights and welfare[n medicalresearch,hascarefullyreviewed the researchprotocol entitled: "Faktor Yang Mempengaruhi Kegaglan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Cukup Bulan Yang Dilakukan Inisiasi Meriyusu Dini (IMD Saat Lahir". Penemi Utama Prlncipal I nvestigator : dr. Reni Febriani Nama Institusi Nameof the Inrstitution : IImu Kesehatan)Anak FKUI/RSCM dan telah menyetujui protokol tersebut di atas. And approved the above-mentionedprotocol. ';6'iG> -.t'*.d n r f ' " l n l tI .,acv,.LaJ.l z ) 3"ffi *Etlical approval berlaku satu tahun dari tauggal persetujuan **Peneliti bcrkervajibrn i. 2. 3 4. Menjaga kerahasiaanidentitas subyek penelitian Memberitahukanstatuspenelitian apabila a, Setelahmasa berlakunya keteranganlolos kaji etik. penelitianmasih belurn selcsai.dalarn hal ini ethical clearanc? harus diperpanjang b. Pcrrelitian b c r h e n t id i t e n g a h- i a l a n N{elaporkankcjadian serius yang tidak diinginkan (seriousadt)erseeyenrs) P e n e f i ttii d a k b o l e h n r e l a k u k a n t i n d a k a n a p a p u n p a d a s u b l , e k s e b e l u m p e n e l i t i a n leotlioksdkaanjii4 f o r n t e d c o n s e n t FA}<IJLTA,S }<Etr}O}<TEFIAN L'I\IIVERSITAS PENCIICIIKAN PF|OGFIAM ILML' EDOKTEF| KESEHATAI{ IIVI)(fNESIA SiPESIALIS 1 AIVAK Departemen llmu KesehatanAnak FakultasKedokteran Universitas lndonesia.FlSCM Jl. SalembaRaya6 Jakarta Pusat 1O43C, Tetp,/Fax.OA1-SS1gO1S ilG/V/2012 :23BIVPPDS No Penelitian. Sampel Hal : Pengambilan Lamp Jakafta,03Mei2012 KepadaYth. Direktur RSSt Carolus Jakarta Denganhormat, Bersamaini kamisampaikanbahwaPesertaProgramPendidikanDoKer Spesialis atasnama : AnakFKUI-RSCM di DepaftemenIlmu Kesehatan Dr. Reni Fahirani Noreg.20080718 Akanmengajukan Tesismengenai: " Faktor - faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif pada bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD) siat lahir " sehubungan denganhal tersebut,mohonkiranyaSejawatdapatmemberikanizin kepadayang bersangkutan dalampengambilan sampelpenelitian. Atas:perhatiandan kei-jasamanya disampaikan terimakasih. KetuaDepartemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Prof.Dr.dr.BambangSupriyatno, Sp.A(K) NIP.19601122 1986011001 Tembusan : . KetuaProgramStudiIKAFKUI/RSCM . Arsip PELA}-A}{'AN KESEHATANSt. Carolus Jl. SalembaRayaNo.41 JAKARTA - INDONESIA 10440 TeIp.3904441 Jakart42l Mei 2012 No. Perihal : 266iSI-FKUIN/ 20| 2lDtRuT : Pengambilan samplenenelitian KbpadaYth.: Prof. Dr. dr. BambangSupriyatno, SpA ( K ) KetuaTim Departemenllmu KesehatanAnak lKtri - RSCivl Denganhormat, Membalassurat BapakNo- 238/L/PPDSIKA,A//2012 perihalsepertitersebutdiatas,denganini kami sampaikanbahwa permohonanmahasiswaBapak : cti. Reni Fahirani - Noreg : 200'd-07tguntuk mengambilsampelpenelitiandi pelayananKesehatanst. carolus,'dapat disetujui. Untuk keperluan tersebut diatas kami men;enakan biaya sebesarRp 1.000.000,-. Biaya tersebutdapatlangsungdibayarkanke bag.Keuangandi lantai zpadasetiapjam kerja. Untuk tehnispelaksanaan-n-ya mohonmenghubungidr. Floreniina Setiati - Kepala BpMKp di 021 -3904441 ext 260I | 7909. Demikiankami sampaikan.Atas perhatiandan kerjasamanya kami uciipkanterima kasih. Hormat kami, Direktur Utama R Tembusan: o KepalaBPMKP o KepalaKeuangan 25G2O12FKUI-iinambitsampetpenetitian.drReniFahirani {\/!WSlnl