universitas indonesia faktor yang memengaruhi pemberian asi

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PADA BAYI CUKUP BULAN YANG DILAKUKAN INISIASI
MENYUSU DINI (IMD) DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SAYANG
BAYI DI JAKARTA
TESIS
Reni Fahriani
0806360014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN ANAK
JAKARTA
JANUARI 2013
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Reni Fahriani
NPM
: 0806360014
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 10 Januari 2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
:
Nama
:
Reni Fahriani
NPM
:
0806360014
Program Studi
:
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak
Judul Tesis
:
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN
ASI EKSKLUSIF PADA BAYI CUKUP BULAN
YANG DILAKUKAN INISIASI MENYUSU DINI
(IMD) DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SAYANG
BAYI DI JAKARTA
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis anak
pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
:
DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K)
Pembimbing
:
DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K)
Penguji
:
Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K)
Penguji
:
DR. Dr. Pramita Gayatri, Sp.A(K)
Penguji
:
Dr. Evita Bermansyah Ifran, Sp.A(K)
Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Jakarta
Tanggal :
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Sang Maha Kuasa
karena berkat ridho dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tugas
akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan pendidikan sebagai peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan hormat dan terimakasih yang
sebesar-besarnya pada DR. Dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K), selaku
pembimbing materi yang dengan penuh perhatian dan sabar senantiasa
membimbing saya sejak penulisan sari pustaka, penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian, sampai penulisan tesis ini. Di tengah kesibukan Beliau tak pernah
sekalipun menolak apabila saya meminta bimbingan. Penghargaan dan ucapan
terima kasih juga saya haturkan kepada DR. Dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), selaku
pembimbing metodologi yang telah meluangkan waktunya untuk mengkoreksi
makalah saya dan membimbing saya dengan penuh kesabaran. Kepada tim penguji
tesis Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A(K), DR. Dr. Pramita Gayatri,
Sp.A(K) dan Dr. Evita Bermansyah Ifran, Sp.A(K), dengan rasa hormat sedalam
dalamnya, saya haturkan terima kasih untuk bimbingan, kritik dan saran yang
sangat bermanfaat untuk menyempurnakan penulisan tesis ini.
Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada DR. Dr Partini P.Trihono,
SpA(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak
FKUI/RSCM yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat untuk segera
menyelesaikan program studi ini. Kepada Prof. DR.Dr Bambang Supriyatno,
SpA(K), selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Pogram Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak. Terimakasih saya sampaikan kepada
seluruh guru guru di departemen IKA FKUI/RSCM yang telah mencurahkan ilmu
selama saya menempuh proses pendidikan.
iv
Khusus kepada Dr. Utami Roesli, Sp. A, MBA, IBCLC dan dr Elizabeth Yohmi,
Sp.A, IBCLC, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada
beliau yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan kepada saya
selama melakukan penelitian di RS St Carolus. Kepada seluruh staf dan petugas
medik di Unit Rawat Jalan Spesialistik Anak RS St Carolus (bagian pendaftaran,
perawat, dan bidan) serta seluruh staf rekam medik RS St Carolus yang telah
membantu dan memberikan kemudahan kepada saya dalam melaksanakan
penelitian ini.
Terima kasih juga saya ucapkan untuk seluruh sejawat PPDS IKA, khususnya
teman-teman PPDS IKA angkatan Juli 2008 Adhi, Alvi, Ayijati, Anisa, Dave,
Dewi, Debora, Dede, Daniel, Emilda, Fathy, Fijri, Ihat, Ina, Liza, Satria, Reni,
Renno, Sita, Swanty, Teti dan Rita yang senantiasa menemani dan mendukung
dalam suka dan duka selama masa pendidikan. Untuk seluruh paramedik serta
karyawan di departemen IKA FKUI/RSCM saya ucapkan terimakasih atas
kerjasamanya yang luar biasa selama ini.
Saya Persembahkan Tesis ini untuk suami saya tercinta Rian Ahmad Sayathari,
ST, MSc terima kasih atas segala pengertian, perhatian, doa dan cinta kasih yang
tulus diberikan kepada pada penulis sehingga penulis mampu mencapai tahap ini.
Kupersembahkan pula tesis ini untuk anakku, Keisa Fahira Syathari yang telah
berkorban banyak demi memberikan kesempatan saya untuk menjalani pendidikan
ini selama 4,5 tahun. Terima kasih yang tak terhingga untuk Bapak Tata Suparman,
SP, Ibu Nani Rosmani, Prof. Dr. Moh. Ali, MA, dan Dra. Suamiati, orangtua kami
tercinta yang tanpa kenal lelah terus menayangi, mendukung dan mendoakan
penulis disetiap hela nafas ini.
Akhir kata, tentunya tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan memerlukan
penyempurnaan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, saya memohon saran
dan masukan demi perbaikan tesis ini.
Jakarta, Januari 2013
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini
Nama
: Reni Fahriani
NPM
: 0806360014
Program Studi
: Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak
Departemen
: Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-Exclusive RoyaltyFree Right)
Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi
Menyusu Dini IMD) di Salah Satu Rumah Sakit Sayang Bayi di Jakarta
perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mepublikasikan tugas akhir
saya sela,a tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 10 Januari 2013
Yang menyatakan
(Reni Fahriani)
vi
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
:
:
:
Reni Fahriani
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak
Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada
Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) di Salah Satu Rumah Sakit Sayang Bayi di Jakarta
Latar Belakang: Air susu ibu merupakan nutrisi ideal untuk bayi. World Health
Organization (WHO) telah menganjurkan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan. Data
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 dan 2007 menunjukkan
angka keberhasilan ASI eksklusif di Indonesia secara keseluruhan cenderung menurun.
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pemberian
ASI eksklusif.
Tujuan: Mengetahui proposi bayi IMD yang memperoleh ASI eksklusif, dan mengetahui
apakah terdapat hubungan antara antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor
fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu
formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang
dilakukan IMD.
Metode: Penelitian bersifat deskriptif potong lintang analitik dengan pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara pada bulan Juni hingga September 2012. Subyek penelitian
adalah ibu yang memiliki anak berusia 0-6 bulan yang datang ke poliklinik anak RS St.
Carolus Jakarta. Data kemudian ditabulasi untuk melihat karakteristik subjek dan proporsi
ASI eksklusif. Analisis statistik dilakukan untuk mencari faktor yang berhubungan dangan
pemberian ASI ekslusif dengan cara uji Kai kuadrat atau Fisher (analisis bivariat) dan uji
regresi logistik (analisis multivariat).
Hasil: Penelitian dilakukan pada 120 subjek. Proporsi ASI eksklusif sebesar 75%.
Sebagian besar subjek merupakan primipara (56,7%). Sebanyak 65,8% melahirkan secara
spontan. Sebanyak 73,3% subjek memiliki tingkat pendidikan tinggi dan 59,2% merupakan
ibu bekerja. Sebanyak 45% subjek termasuk ke dalam status sosial ekonomi tinggi, dan
sisanya berada di sosial ekonomi rendah (4,2%), dan menengah (50,8%). Sebanyak 77,5%
tidak memiliki faktor fisis selama masa menyusui. Pengetahuan yang benar mengenai ASI
eksklusif didapatkan pada 85% subjek. Sebagian besar subjek (73,3%) telah memperoleh
konseling ASI. Sebanyak 64,2% subjek merasa yakin terhadap kecukupan produksi ASI.
Berdasarkan uji regresi logistik, didapatkan faktor yang paling bermakna memengaruhi
ASI eksklusif secara berurutan, yaitu faktor psikis ibu, diikuti oleh dukungan keluarga,
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari petugas kesehatan.
Simpulan: Proporsi ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD di RS St
Carolus adalah sebesar 75%. Faktor yang terbukti memengaruhi pemberian ASI eksklsusif
adalah faktor psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga,
pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari petugas
kesehatan.
Kata Kunci: ASI eksklusif, inisiasi menyusu dini, faktor yang memengaruhi.
vii
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
:
:
:
Reni Fahriani
Department of Child Health
Factors that Influenced the Exclusive Breastfeeding Practice
in Healthy Term Babies with Early Initiation of Breastfeeding
at A Baby-Friendly Hospital in Jakarta
Background: Breastmilk is recognised for its ideal nutritional benefits for babies. The
WHO recommended that infants are exclusively breast-fed for the first 6 months of life.
Data from Indonesia Demographic and Health Survey 2003 and 2007 showed that
exclusive breastfeeding (EBF) rate in Indonesia tends to decease. Several studied have
found some factors that influence breastfeeding practices.
Objective: To determine the proportion of exclusive breastfeeding among infant who
initiate breastfeeding at birth and study its influencing factors. Those factor are
maternal age, parity, method of delivery, physical factor (included sore nipples, inverted
papillae, and mastitis), psychological factor, maternal smoking, maternal education,
, socio-economic
level, family support on breastfeeding, formula promotion, and counceling about
breastfeeding.
Methods: A descriptive analytic cross-sectional study was conducted from June to
September 2012. Subjects selected by consecutive sampling were mothers with a 6-12
months old child, who cam e to pediatric policlinic at St Carolus hospital Jakarta. Chi
square test and multivariate analyses were used to analyze subjects with logistic regression
calculation.
Results: There were 120 mothers recruited. The rates of exclusive breastfeeding were
75%. The majority of mothers were primiparous (56,7%) and had normal delivery
(65,8%). Of 120 mothers, 73,3% mothers had high level of education, 59,2% mothers
were the working mother. Forty five percent mothers had high socio-economic level,
4,2% had low socio-economic level, and 50,8% had middle socio-economic level.
Majority of mothers (77,5%) did not have physical factor that inhibit the process of
breastfeeding. Adequate knowledge about breastfeeding was found in 85% mothers.
Majority of mothers (73,3%) received breastfeeding councelling from the hospital staff.
Most of mothers (64,2%) had confidence in ability to breastfeed. Multivariate analyses
showed that factors significantly associated with EBF were maternal breastfeeding
confidence, good fam ily support,
breastfeeding counseling from the hospital staff.
Conclusion: The proportion of EBF in infant who initiate d breastfeeding was 75%.
Factors that influenced the practice of EBF were pshycological factor, family support,
Keywords: Exclusive breastfeeding, early initiation of breastfeeding, influencing factor
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
...
...
ABSTRACT
...
DAFTAR TABEL
...
DAFTAR LAMPIRAN
...
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
1.4.1 Tujuan Umum
1.4.2 Tujuan
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1
1.5.2
1.5.3
.
..
BAB 2
2.1 Pengertian
...
...
..
...
..
..
...
..
..
..........
2.4 Rekomendasi
...
2.5 Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (Ten step to
Successful Breastfeeding)
....
2.6.2 Latar
....
2.6.4.1 Teknik IMD pada Persalinan Va
ix
..
i
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
xii
xiii
xiv
xv
1
1
5
5
5
5
5
6
6
6
6
7
7
7
8
8
9
10
10
11
11
11
12
12
12
2.6.4.2 Teknik IMD pada Persalinan Ka
2.6.5 Manfaat
13
13
13
15
16
17
2.7 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Pemberian ASI
17
17
18
18
19
19
20
20
21
22
22
22
23
2.7.6 Status Merokok
2.7.11 Dukungan
BAB 3
BAB 4
4.1 Rancangan
...
24
..
......
.....
..........
4.5 Besar Jumlah Subjek dan Cara Pengambilan
4.10 Definisi
...........
BAB 5
..............
5.2 Proporsi ASI Eksklusif pada Bayi yang Dilakukan IMD dan
25
25
25
25
25
26
26
28
28
29
29
32
33
35
37
.......
.......
5.4 Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan ASI
x
37
38
40
BAB 6
..
...
6.3 Proporsi ASI Eksklusif
42
42
43
43
45
6.5 Bentuk Dukungan Rumah Sakit yang Diberikan RS St Carolus
45
47
6.6 Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan ASI
6.6.2 Jumlah Paritas
6.6.10 Dukungan K
......
6.7 Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan ASI
......
BAB 7
47
48
48
49
49
50
51
52
52
53
54
55
56
60
60
60
61
......
xi
68
DAFTAR TABEL
Tabel 2.5.
Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui
10
Tabel 5.1.
Karakteristik Subjek Penelitian
36
Tabel 5.3.
Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif
37
Tabel 5.4.
Hasil Analisis Bivariat terhadap Faktor
Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Tabel 5.5.
Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif
xii
yang
39
41
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Gambar 3.
Kerangka konsep
24
Gambar 4.8.
Alur penelitian
28
Gambar 5.2.
Proporsi ASI eksklusif 1-6 bulan
37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Informasi Orangtua
68
Lampiran 2.
Lembar Persetujuan Orangtua
69
Lampiran 3.
Formulir Data Penelitian
70
Lampiran 4.
Keterangan Lolos Kaji Etik
77
Lampiran 5.
Surat Tugas Penelitian Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
78
xiv
DAFTAR SINGKATAN
ASI
air susu ibu
SDKI
survey demografi dan kesehatan indonesia
IMD
inisiasi menyusu dini
UNICEF
united nations children's fund
BFHI
baby-friendly hospital initiative
WABA
the world alliance for breastfeeding action
WHO
world health organization
ANC
ante natal care
SD
sekolah dasar
SLTP
sekolah lanjutan tingkat pertama
SLTA
sekolah lanjutan tingkat atas
LMKM
langkah menuju keberhasilan menyusui
RISKESDAS riset kesehatan dasar
IK 95%
interval kepercayaan 95%
RO
rasio odds
SPSS
statistical package for social science
xv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk bayi karena mengandung zat
gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi dan mengandung seperangkat zat
perlindungan terhadap berbagai penyakit.1-3 Berbagai kajian dalam 2 dekade
terakhir memperlihatkan bahwa ASI adalah nutrisi terbaik dan terlengkap bagi
bayi. Nilai nutrisi ASI lebih besar dibandingkan susu formula karena mengandung
lemak, karbohidrat, protein, dan air dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan,
pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. Kandungan nutrisinya yang unik
menyebabkan ASI memiliki keunggulan yang tidak dapat ditiru oleh susu
formula.4
World Health Organization (WHO) menganjurkan bayi diberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama, dan pemberian ASI dilanjutkan dengan didampingi
makanan pendamping ASI (MP-ASI) selama 2 tahun pertama.5 Pemerintah
Indonesia sendiri telah mencanangkan anjuran WHO sejak tahun 2004 melalui
dikeluarkannya Kepmenkes No.450/MENKES/IV/2004 tentang pemberian ASI
eksklusif pada bayi di Indonesia dan Undang-undang (UU) No. 36 pasal 128
tahun 2009 tentang kesehatan.6,7
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003
menunjukkan jumlah bayi yang menyusu pada 1 jam pertama setelah lahir
(inisiasi menyusu dini, IMD) baru mencapai 3,7% sementara pemberian ASI
eksklusif sampai dengan usia 4 bulan adalah 55,1% dan sampai dengan usia 6
bulan adalah 39,5%.8 Sedangkan data SDKI tahun 2007, angka IMD sebesar
43,9%, sementara pemberian ASI eksklusif sampai dengan 4 bulan sebesar 40,6%,
dan sampai bayi berusia 6 bulan sebesar 32,4%. Sementara itu, jumlah bayi
dibawah 6 bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada tahun 2002
menjadi 27,9% tahun 2007. Angka keberhasilan ASI eksklusif di Indonesia secara
keseluruhan cenderung menurun.9
2
Salah satu langkah untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif yaitu
dengan inisiasi menyusu dini (IMD). Inisiasi menyusu dini merupakan salah satu
dari 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) atau ten steps to
successful breastfeeding yang diusung oleh WHO dan United Nations Children's
Fund (UNICEF) melalui pembentukan Baby-Friendly Hospital Initiative (BFHI)
atau rumah sakit sayang bayi pada tahun 1991.10,11 Rumah sakit sayang bayi
dibuat untuk mendorong semua rumah sakit mengimplementasikan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui. United Nations Children's Fund, WHO, dan The
World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) telah merekomendasikan
inisiasi menyusu dini dalam waktu setengah jam hingga satu jam setelah lahir.12
Rendahnya angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia dipengaruhi beberapa hal
antara lain belum optimalnya penerapan 10 LMKM di rumah sakit dan sarana
layanan kesehatan, kurangnya kesadaran dan pemahanan masyarakat tentan ASI
eksklusif, rendahnya pengetahuan ibu dan anggota keluarga lain mengenai
manfaat ASI ekslusif dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan
konseling laktasi dari petugas kesehatan, kondisi yang kurang memadai bagi para
ibu yang bekerja dan gencarnya pemasaran susu formula.13
Beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan terdapat faktor yang
memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif, baik pada saat perawatan di rumah sakit
maupun setelah bayi pulang.14-17 Penilitian potong lintang di Polandia
mendapatkan inisiasi menyusu lambat (>2 jam setelah lahir), penggunaan dot, dan
tidak dilakukan rawat gabung, merupakan faktor yang memengaruhi kegagalan
ASI eksklusif pada saat perawatan pasca-persalinan di rumah sakit.17 Penelitian
serupa di Switzerland menemukan pola pemberian ASI atau menyusui bayi
dengan jadwal dan pemberian susu formula di rumah sakit meningkatkan angka
kegagalan pemberian ASI eksklusif.18
Penelitian yang mengkaji faktor yang memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif
saat bayi pulang dari rumah sakit telah banyak dilakukan baik di negara maju
maupun negara berkembang, namun dengan hasil penelitian yang belum
konklusif. Penelitian tersebut menemukan beberapa faktor yang memengaruhi
kegagalan ASI eksklusif, antara lain
ibu multipara, faktor fisis
3
(kesehatan ibu), psikis ibu (keyakinan terhadap produksi ASI), tingkat pendidikan
ibu yang tinggi, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang benar, status sosial
ekonomi ibu yang tinggi, dukungan keluarga, dan konseling ASI dari petugas
kesehatan.15,19-22
Penelitian di Amerika dan Kanada menemukan ibu yang berusia lebih tua ( 25
tahun) memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhasil memberikan ASI
eksklusif dibandingkan ibu yang berusia muda (<25 tahun).19,23 Penelitian di
Libanon menemukan kelompok ibu multipara memiliki kemungkinan 2,6 kali
lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan primipara.20 Hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan ASI eksklsusif ditunjukkan pada sebuah
penelitian di Switzerland yang menemukan hubungan bermakna antara tingkat
pendidikan dengan keberhasilan ASI eksklusif selama 6 bulan (p<0,001).
Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi angka pemberian ASI
eksklusif.16
Selain tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang ASI berperan penting
dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif. Penelitian di Tanzania tahun 2010
menemukan ibu yang memiliki pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif
memiliki kemungkinan lebih besar untuk sukses memberikan ASI eksklusif.24
Penelitian yang mengkaji pengaruh ibu bekerja terhadap ASI eksklusif sudah
pernah dilakukan. Penelitian di Brazil dan Selandia Baru menemukan ibu yang
bekerja memiliki risiko lebih besar untuk menghentikan memberikan ASI
eksklusif dibandingkan ibu yang tidak bekerja atau bekerja di rumah.21,22
Penelitian yang mengkaji pengaruh status sosial ekonomi ibu terhadap ASI
eksklusif ditunjukkan oleh Mascarenhas dkk22 tahun 2006 yang menemukan bayi
yang lahir dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki risiko 1,4 kali lipat untuk
berhenti menyusui sebelum usia 6 bulan dibandingkan bayi yang lahir dari
keluarga dengan penghasilan menengah ke atas. Selain faktor sosial ekonomi,
dukungan menyusui terbukti dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif.
Penelitian di Australia tahun 2001 menemukan ibu yang didukung suaminya
dalam pemberian ASI, memiliki kemungkinan 9 kali lebih besar untuk
melanjutkan pemberian ASI pada saat pulang dari rumah sakit.25
4
Promosi susu formula yang semakin marak saat ini mempengaruhi keputusan ibu
dalam memberikan makanan kepada bayinya. Penelitian di India tahun 2009
menemukan ibu yang pernah memperoleh promosi susu formula, baik melalui
penawaran langsung maupun media, memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar
untuk membeli susu formula dan memberikan kepada bayinya, dibandingkan ibu
yang tidak pernah memperoleh promosi susu formula.26 Pada penelitian yang
sama, ibu yang memperoleh edukasi ASI dari petugas kesehatan memiliki
kemungkinan 2,6 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif, dibandingkan
ibu yang tidak memperoleh edukasi (RO 2,6; IK 95% 1,43-4,64).14
Faktor fisis ibu tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan ASI
eksklusif. Ibu yang menderita sakit atau kelelahan sehingga tidak memberikan
ASI kepada bayinya dapat menyebabkan gagalnya ASI eksklusif.10 Pengaruh
merokok terhadap ASI eksklusif banyak diteliti di negara maju. Penelitian di
Selandia Baru tahun 2004 menemukan ibu perokok aktif memiliki risiko 2,2 kali
untuk berhenti menyusui dibandingkan ibu yang tidak merokok.21
Keberhasilan ASI eksklusif harus ditunjang oleh faktor psikis ibu yang positif
seperti rasa percaya diri bahwa ibu dapat memberikan ASI eksklusif selama 6
bulan dan ibu merasa yakin terhadap kecukupan ASI. Penelitian longitudinal di
Connecticut, Amerika Serikat tahun 2001 menemukan ibu yang tidak memiliki
keyakinan terhadap produksi ASI, memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
gagal ASI eksklusif (p=0,01).27
Beberapa negara melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan cara
persalinan terhadap pemberian ASI eksklusif, namun dengan hasil yang berbedabeda.20,21,28 Penelitian di Australia menemukan ibu yang melahirkan dengan
persalinan kaisar memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti memberikan
ASI eksklusif.28
Penelitian di Indonesia mengenai faktor yang memengaruhi pemberian ASI
eksklusif pada bayi IMD belum banyak dilakukan. Atas dasar masalah tersebut,
penelitian ini bermaksud mengetahui faktor yang memengaruhi pemberian ASI
eksklusif pada bayi yang dilakukan IMD di RS St Carolus.
5
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dibuatlah pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Berapa proporsi ASI eksklusif pada bayi IMD ?
2. Apakah usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu,
ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang
ASI eksklusif, tingkat sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi
susu formula, dan konseling ASI oleh tenaga kesehatan berpengaruh terhadap
pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD ?
1.3 Hipotesis
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut maka diajukan
hipotesis sebagai berikut :
Usia ibu 25 tahun, multipara, cara persalinan spontan, tidak adanya faktor fisis
ibu (ibu sakit atau ibu kelelahan), ibu tidak merokok, faktor psikis ibu yang positif
(keyakinan terhadap produksi ASI), tingkat pendidikan ibuyang tinggi, ibu tidak
bekerja, pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi
ibu yang tinggi, dukungan keluarga terhadap menyusui, ibu tidak pernah
mendapat promosi susu formula, dan konseling ASI berhubungan dengan
pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif melalui IMD.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui proposi bayi IMD yang memperoleh ASI eksklusif.
2. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara antara usia ibu, jumlah paritas,
cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan
ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi
6
keluarga, dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI
dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bidang Akademik
Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh data mengenai hubungan antara
antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis dan psikis ibu, ibu
merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu
formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi cukup
bulan yang dilakukan IMD.
1.5.2 Bidang Masyarakat
1. Memberikan masukan bagi pelaksanaan program rumah sakit dan masyarakat
tentang upaya untuk menggalakan IMD dan usaha untuk meningkatkan
pemberian ASI eksklusif.
2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi melalui peningkatan angka
pemberian ASI eksklusif.
1.5.3 Bidang Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan atau data dasar bagi
penelitian lebih lanjut tentang IMD dan ASI yang masih jarang dilakukan di
Indonesia.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ASI Eksklusif
Definisi ASI eksklusif yaitu memberikan ASI saja (termasuk ASI yang diperah)
tanpa memberikan cairan lain seperti air putih, pengganti ASI, dan cairan lainnya
serta makanan padat, kecuali pemberian vitamin, mineral, dan obat. World Health
Organization pada tahun 1979 merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada
bayi, mulai dari lahir sampai dengan usia 4 hingga 6 bulan, namun penelitian di
negara maju dan berkembang menunjukkan kelompok bayi yang mendapat ASI
eksklusif selama 4 bulan mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan. Oleh karena itu pada
tahun 1990, melalui pembentukan deklarasi Innocenti, WHO merekomendasikan
durasi pemberian ASI eksklusif sampai dengan usia 6 bulan.5
2.2 Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan
pengeluaran ASI. Hormon estrogen dan progesteron berfungsi untuk maturasi
alveoli kelenjar laktiferus sedangkan prolaktin berfungsi untuk produksi ASI.
Selama kehamilan, kadar prolaktin plasenta tinggi namun sekresi ASI belum
keluar karena dihambat oleh tingginya kadar estrogen. Pada hari kedua atau ketiga
pasca-persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis sehingga pengaruh
prolaktin lebih dominan dan sekresi ASI mulai terjadi.2,3
Proses laktasi melibatkan 2 refleks yaitu refleks prolaktin dan refleks pengaliran
ASI. Hormon prolaktin adalah hormon yang berperan dalam produksi ASI di
alveoli duktus laktiferus. Stimuli hisapan bayi pada puting ibu akan merangsang
sekresi prolaktin di hipofisis anterior sehingga sekresi ASI meningkat.3 Selain
hormon prolaktin, proses menyusu juga akan merangsang kelenjar hipofisis
posterior untuk mensekresi hormon oksitosin yang berfungsi memacu kontraksi
mioepitel alveoli sehingga ASI dapat dipompa keluar. Semakin sering menyusui,
8
pengosongan saluran alveoli semakin baik dan menyusui akan semakin lancar.
Hal ini disebut let down reflex.3,29
2.3 Manfaat ASI
2.3.1 Manfaat ASI bagi Bayi
Air susu ibu merupakan larutan kompleks yang mengandung karbohidrat, lemak
dan protein. Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Di dalam usus halus,
laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Sebagian
laktosa yang tidak dicerna akan masuk ke usus besar dan difermentasi oleh flora
normal usus (lactobacilli) sehingga menimbulkan kondisi asam di dalam usus
yang akan menekan pertumbuhan kuman patogen dan meningkatkan absorbsi
kalsium dan fosfor. Sumber kalori terbesar dalam ASI berasal dari lemak (sekitar
50%). Air susu ibu mengandung asam lemak esensial, seperti asam palmitat, asam
linoleat dan asam linolenat. Bentuk lemak utama pada ASI adalah trigliserida (9798%).30
Kandungan protein dalam ASI terdapat dalam bentuk whey (70%) dan kasein
(30%) dengan variasi komposisi whey:kasein adalah 90%:10% pada hari ke 4-10
pasca-melahirkan, 60%:40% pada ASI matur (hari 11-240), dan 50%:50% setelah
hari ke 240. Protein whey mempunyai fraksi asam amino fenilalanin, tirosin, dan
metionin dengan kadar yang lebih rendah dibandingkan kasein tetapi kandungan
taurin dalam whey lebih tinggi. Taurin adalah asam amino yang penting untuk
perkembangan otak bayi.30
ASI mengandung faktor proteksi imunitas spesifik dan non spesifik. Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian ASI dapat menurunkan angka kematian akibat
infeksi sebesar 21%.31 Faktor proteksi spesifik berupa imunitas seluler (sel
limfosit T) dan imunitas humoral (sel limfosit B yang memproduksi antibodi).
Limfosit di dalam ASI terdiri dari sel T (80%) dan sel B (20%). Antibodi yang
terdapat di dalam ASI yaitu secretory IgA (sIgA), IgD, IgM, dan IgG yang
berperan pada pertahanan tubuh terhadap serangan patogen seperti bakteri dan
9
jamur. Imunoglobulin yang terbanyak dalam ASI adalah sIgA yang bersifat tahan
terhadap enzim proteolitik saluran pencernaan.2,31
Faktor proteksi nonspesifik yang terdapat pada ASI yaitu makrofag, limfosit,
leukosit polimorfonuklear, sistem komplemen, laktoferin, lisozim, dan sitokin.
Makrofag bertugas memfagosit bakteri. Laktoferin sendiri merupakan protein
yang berikatan dengan zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Pertumbuhan kuman
Stafilococcus, Escherechia coli yang memerlukan zat besi dapat dihambat oleh
laktoferin. Fungsi lisozim yaitu memecah dinding bakteri dan sebagai anti
inflamasi pada bakteri Escherechia coli dan Salmonela.32
Air susu ibu juga mengandung faktor proteksi nonspesifik lainnya seperti
lactobacillus bifidus dan epithelial growth factor (EGF). Lactobacillus bifidus
adalah flora di usus yang berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan
asam asetat, yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.2,32 Epithelial
growth factor (EGF) adalah faktor pertumbuhan yang terdapat di dalam ASI yang
berperan mempercepat regenerasi epitel saluran pencernaan pada bayi.2
Pemberian ASI dapat menurunkan risiko diare pada bayi. Penelitian menunjukkan
bahwa bayi yang tidak mendapat ASI memiliki risiko diare 17 kali lebih sering
dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif.33 Air susu ibu juga dapat
menurunkan risiko alergi pada bayi. Kolostrum dan ASI matur mengandung sIgA
yang berperan sebagai antialergi dengan mencegah absorbsi makromolekul asing.
Selain itu ASI tidak mengandung alfa-laktoglobulin yang dapat menyebabkan
gejala alergi.32
2.3.2 Manfaat ASI bagi Ibu
Hormon oksitosin yang keluar pada saat proses menyusu membantu kontraksi
uterus ibu sehingga dapat mengurangi risiko perdarahan pasca-persalinan.34
Menyusui menurunkan risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada ibu. 35
Menyusui eksklusif juga dapat menunda menstruasi dan kehamilan. Hal ini terjadi
akibat kadar hormon prolaktin yang tinggi selama proses menyusui sehingga
menyebabkan gangguan pada fase luteal di ovarium dan terhambatnya ovulasi.29
10
2.4 Rekomendasi WHO
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pedoman pemberian
makan bayi dan anak kecil, yaitu mulai menyusu dalam ½ - 1 jam setelah
persalinan (IMD), rawat gabung, menyusui secara eksklusif sampai usia 6 bulan,
memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada semua anak setelah usia 6
bulan, dan meneruskan menyusu sampai usia 2 tahun atau lebih.36 Dengan adanya
rekomendasi tersebut, diharapkan cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia
semakin meningkat.
2.5 Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (Ten Step to Succesful
Breastfeeding)
Pada tahun 1990, WHO dan UNICEF membuat program ten step to succesfull
breastfeeding atau 10 langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) melalui
pembentukan baby-friendly hospital initiative (rumah sakit sayang bayi) yang
bertujuan agar semua pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan
maternitas mendukung praktek pemberian ASI. (Tabel 2.5) 2,10,12
Tabel 2.5. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui 2,10,10-12
1. Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui yang secara rutin disampaikan
kepada semua staf pelayanan kesehatan untuk diketahui.
2. Melatih semua staf pelayanan kesehatan dengan keterampilan yang diperlukan
untuk menerapkan dan melaksanakan kebijakan tersebut.
3. Menjelaskan kepada seluruh ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan
menyusui.
4. Membantu ibu untuk mulai menyusui bayinya dalam kurun waktu kurang dari 30
menit setelah melahirkan.*
5. Memperlihatkan kepada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan
produksi ASI pada saat ibu harus berpisah dengan bayinya.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru
lahir, kecuali atas indikasi medis.
7. Melaksanakan rawat gabung, yang memungkinkan ibu dan bayi selalu bersama
dalam 24 jam.
8. Mendukung ibu untuk dapat memberi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi tanpa
menjadwalnya.
9. Tidak memberi dot atau kempeng kepada bayi yang masih menyusu.
10. Membentuk kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu untuk
berkonsultasi dengan kelompok ini.
11
Interpretasi langkah 4 yaitu menolong ibu untuk memulai inisiasi menyusui dalam
setengah jam setelah lahir. Inisiasi menyusu dini adalah
eletakkan bayi secara
kontak kulit-ke-kulit dengan ibu segera setelah lahir paling tidak selama 1 jam dan
mendorong ibu mengenali saat bayinya siap menyusu, serta memberikan
pertolongan kepada bayi bila dibutuhkan .10,11
2.6 Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
2.6.1 Definisi IMD
Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan salah satu langkah dari 10 LMKM.
Menurut BFHI pada tahun 1990, IMD adalah membantu ibu untuk memulai
inisiasi menyusui dalam 30 menit setelah bayi lahir dengan menitikberatkan pada
kemampuan alami bayi untuk mulai menyusu dengan cara merangkak di dada
ibunya yang dis
, yaitu setiap bayi saat diletakkan di perut
ibunya segera setelah lahir memiliki kemampuan untuk menemukan payudara
ibunya dan mengambil minum pertamanya dengan kemampuannya sendiri.10,37
Tahun 2006, BFHI merevisi penjelasan tentang IMD menjadi
dalam posisi tengkurap di dada ibunya, kontak kulit ke kulit dengan ibu segera
setelah lahir paling sedikit selama 1 jam dan dorong ibu mengenali tanda-tanda
kesiapan bayi menyusu, dan bila perlu tawarkan bantuan sehingga yang menjadi
poin penting adalah kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi, dan kesiapan bayi
menyusu.11,38
2.6.2 Latar Belakang Timbulnya IMD
Angka kematian neonatal saat ini mencapai 40% dari kematian balita. Sebanyak 4
juta bayi baru lahir meninggal setiap tahunnya. Sebanyak 28% kematian ini terjadi
di Afrika. Pertemuan para ahli pada United Nations Milennium Summit tahun
2000 menghasilkan kesepakatan untuk menurunkan angka kematian anak dibawah
usia 5 tahun dengan cara menurunkan angka kematian neonatal melalui intervensi
kesehatan ibu dan bayi. Edmond dkk39 menunjukkan inisiasi menyusu dalam 1
jam pertama setelah lahir dapat menurunkan risiko kematian bayi usia 0-28 hari
sebanyak 22%, dan penundaan inisiasi meningkatkan risiko kematian.
12
2.6.3 Indikasi IMD
Indikasi IMD adalah ibu dan bayi dalam keadaan sehat. Indikasi IMD tidak
berkaitan dengan cara persalinan. Persalinan spontan yang melahirkan bayi
kurang bugar tidak terindikasi untuk dilakukan IMD, sebaliknya bayi yang lahir
dari persalinan bedah kaisar maupun dengan tindakan (vakum atau forsep) selama
bayi dan ibunya stabil dapat dilakukan IMD.40
2.6.4 Teknik IMD
2.6.4.1Teknik IMD pada Persalinan Vaginal
Setelah lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah diberi alas kain kering.
Seluruh tubuh bayi dikeringkan termasuk kepala, kecuali kedua tangannya.
Langkah berikutnya adalah pemotongan dan pengikatan tali pusat. Verniks
kaseosa yang melekat pada tubuh bayi tidak perlu dibersihkan karena berguna
sebagai pelumas bayi untuk merangkak diatas perut ibu. Tanpa dibedong, bayi
langsung ditengkurapkan di atas dada ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu.
Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika diperlukan, bayi diberi topi untuk
mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.11,40,41
Setelah bayi ditengkurapkan di kulit dada ibu, akan terjadi 5 tahap perilaku bayi
(pre-feeding behavior). Setiap bayi akan melewati 5 tahap ini namun dengan
rentang waktu yang berbeda-beda. Tahap pertama dapat terjadi dalam waktu 30
menit yaitu tahap istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Pada
tahap ini, bayi akan tampak diam dan tidak bergerak. Tahap ini merupakan masa
penyesuaian dan peralihan dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin.11,40
Tahap kedua dapat terjadi antara 30-40 menit. Pada tahap ini, bayi akan
mengeluarkan suara, menjulurkan lidah, mencium, menjilati tangan, dan
merasakan air ketuban yang ada di tangannya. Bau air ketuban sama dengan bau
cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi
menemukan payudara dan puting susu ibu. Tahap ketiga adalah timbulnya refleks
salivasi. Bayi akan mengeluarkan air liur saat menyadari bahwa ada makanan di
sekitarnya.11,40
13
Tahap keempat, bayi mulai bergerak ke arah payudara. Bayi akan merangkak
naik dengan menekankan kakinya pada perut ibu. Bayi akan menjilati kulit ibu
yang mengandung flora normal sehingga terjadi kolonisasi dini flora normal di
kulit dan usus bayi. Tahap kelima atau tahap terakhir IMD yaitu bayi akan
menemukan dan menghisap puting ibu. Posisi kontak kulit bayi dengan kulit ibu
dipertahankan minimal 1 jam dan setelah bayi melepas sendiri hisapan pada
puting ibu.11,40 Suami atau keluarga boleh mendampingi ibu saat dilakukan IMD.
Setelah bayi berhasil menyusu pertama, bayi dilakukan perawatan rutin bayi baru
lahir dan rawat gabung.40
2.6.4.2 Teknik IMD pada Persalinan Kaisar
Inisiasi menyusu dini dapat dilakukan pada persalinan bedah kaisar yang
menggunakan anestesi spinal atau epidural sehingga ibu dalam keadaan sadar dan
mampu bekerja sama dalam melakukan IMD. Pada persalinan bedah kaisar
dengan anestesi umum, IMD dapat dilakukan segera setelah ibu sadar penuh.
Inisiasi menyusu dini pada persalinan kaisar dilakukan di kamar operasi dan dapat
dilanjutkan di ruang pulih.40
Tata laksana IMD pada persalinan kaisar hampir sama dengan persalinan spontan,
namun ada beberapa hal yang membedakan, yaitu tenaga dan pelayanan kesehatan
harus suportif, suhu ruangan dijaga pada suhu 20-25ºC agar bayi tidak hipotermi,
dan di kamar operasi disediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan
badan ibu. Topi bayi diperlukan untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala
bayi. Jika IMD belum berhasil, atau ibu harus dipindahkan ke kamar pemulihan,
maka bayi tetap diletakkan di dada ibu dan IMD dilanjutkan di kamar pulih.40
2.6.5 Manfaat IMD
2.6.5.1 Manfaat IMD bagi Bayi
Beberapa penelitian membuktikan manfaat IMD. Saat proses IMD berlangsung,
kulit ibu akan menyesuaikan suhunya dengan kebutuhan bayi dan hal ini
mencegah hipotermi pada bayi.38 Bayi baru lahir yang melakukan kontak dini
dengan kulit ibu memiliki suhu aksila yang lebih tinggi dan lebih sedikit menangis
14
dibandingkan bayi yang tidak dilakukan kontak dini.42 Proses kontak kulit ke kulit
antara ibu dan bayi memungkinkan bayi memperoleh bakteri komensal (flora
normal) secara dini dan bakteri tersebut akan berkolonisasi di kulit dan usus yang
penting untuk pertahanan bayi.38 Inisiasi menyusu dini juga memungkinkan bayi
memperoleh kolostrum yang mengandung imunoglobulin, sel limfosit dan faktor
imunokompeten lainnya yang dapat merangsang imunitas humoral dan seluler.
8,29,31
Beberapa penelitian menemukan bahwa IMD dapat meningkatkan kemampuan
menyusu bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Righard dan Alade43 pada tahun
1990 menemukan bayi-bayi lahir normal yang kemudian dipisahkan dari ibunya,
hanya 50% yang dapat menghisap puting ibu dengan baik, sedangkan semua bayi
yang lahir dengan obat-obatan analgetik atau sedatif tidak dapat menyusu dengan
baik. Kemampuan bayi menghisap puting pada jam-jam pertama kehidupan
merupakan dasar untuk keberhasilan menyusui pada periode kehidupan
selanjutnya.
Sebuah penelitian tentang kesinambungan menyusui pada bayi yang dilakukan
kontak dini selama 45 menit setelah lahir menunjukkan sebanyak 72% bayi masih
menyusui setelah 3 bulan dibandingkan hanya 42% pada bayi yang dipisahkan
selama 24 jam setelah lahir.44 Sebuah metaanalisis yang dilakukan oleh Peres
dkk45 pada tahun 1994 menyimpulkan bahwa kontak dini, rawat gabung,
bimbingan menyusui yang betul saat rawat gabung, dan praktek pemberian ASI
sesuai permintaan bayi (on demand breastfeeding) memiliki pengaruh yang positif
terhadap kesuksesan menyusui. Penelitian di Jepang tahun 2003 menemukan
bahwa IMD dalam 2 jam pertama setelah lahir berhubungan dengan kelangsungan
menyusui sampai dengan usia 4 bulan.46
Penelitian di 42 negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang
memiliki dampak positif terbesar dalam menurunkan angka kematian balita, yaitu
sekitar 13%.47 Bayi-bayi yang memperoleh ASI pertamanya dalam 3 hari pertama
setelah lahir memiliki angka kejadian diare dalam usia 6 bulan 26% lebih rendah
dibandingkan bayi-bayi dengan inisiasi lambat. Hal ini disebabkan bayi yang
15
dilakukan IMD cenderung memperoleh ASI selama 6 bulan dan kandungan yang
terdapat di dalam ASI dapat melindungi bayi dari serangan diare.48
Edmond dkk39 pada tahun 2003 menemukan bahwa keterlambatan IMD
berhubungan dengan peningkatan angka kematian neonatal akibat infeksi dan
noninfeksi. Pada penelitian tersebut, sebanyak 66,4% kematian disebabkan oleh
infeksi (pneumonia, sepsis, diare, dan meningitis) dan sisanya oleh proses
noninfeksi (prematuritas, asfiksia, kelainan kongenital, dan trauma). Kematian
neonatal ini dapat dicegah dengan inisiasi dini pada 1 jam pertama setelah lahir.
Inisiasi lambat setelah hari pertama berhubungan dengan peningkatan risiko
kematian neonatal akibat infeksi sebesar 2,6 kali.
Sebuah penelitian di Israel pada tahun 2003 pada bayi baru lahir menunjukkan
bahwa kontak dini kulit bayi dan ibu segera setelah lahir melalui kangaroo care
dapat meningkatkan ambang regulasi sistem saraf pusat terhadap stimulus dari
luar, hal ini terlihat dari keseimbangan motorik dan organisasi tidur yang lebih
baik. Pada bayi tampak gerakan fleksi yang lebih banyak, gerakan dan gesture
ekstensi yang lebih sedikit, durasi tidur lebih lama, dan menangis lebih sedikit.
Kontak kulit bayi dengan ibu dapat meningkatkan perkembangan kognitif bayi.49
Kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi setelah lahir dapat menurunkan stres
pada bayi baru lahir. Christensson dkk42 menemukan median durasi menangis
ditemukan paling tinggi pada kelompok bayi yang dipisahkan dari ibu dan
disimpan di cot bayi dibandingkan kelompok bayi yang dilakukan kontak kulit
dengan ibu.
2.6.5.2 Manfaat IMD bagi Ibu
Manfaat IMD bagi ibu antara lain dapat merangsang produksi dan sekresi ASI,
meningkatkan kontraksi uterus, mempercepat pelepasan plasenta, mengurangi
perdarahan ibu dan mencegah terjadinya anemia akibat perdarahan, serta
memperkuat ikatan antara ibu dan anak.11 Penghisapan bayi pada puting ibu dapat
merangsang sekresi hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin akan merangsang
produksi ASI dan oksitosin akan memicu kontraksi mioepitel duktus laktiferus
16
sehingga akan meningkatkan sekresi ASI.3 Hormon oksitosin ibu akan
menyebabkan kontraksi otot-otot uterus sehingga mempercepat involusi uterus
dan mengurangi risiko perdarahan pasca-partum. Peningkatan kadar oksitosin
juga akan menimbulkan beberapa efek seperti ibu menjadi tenang, rileks,
mengantuk, meningkatkan ambang rasa sakit, dan lebih mencintai bayinya
sehingga terjalin hubungan yang lebih dekat antara ibu dan bayi (bonding).11,34
2.6.6 Kendala IMD
Beberapa faktor yang menghambat terjadinya IMD antara lain pendapat salah
yang selama ini masih dipegang oleh masyarakat Indonesia. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa bayi akan kedinginan jika diletakkan di atas perut ibu tanpa
dibedong. Suatu penelitian menemukan bayi yang diletakan di atas dada ibu
secara skin to skin contact setelah lahir mengalami peningkatan rerata suhu rektal
sebesar 0,4 dari 36,4ºC menjadi 37 ºC. Mekanisme yang dapat menjelaskan hal ini
adalah adanya aliran panas (heat transfer) dari ibu ke bayi melalui area
permukaan kulit bayi yang kontak dengan ibu. Aliran panas yang timbul akan
mengurangi
kehilangan
panas
mempertahankan suhu tubuhnya.
pada
tubuh
bayi
sehingga
bayi
dapat
50
Pendapat lain mengatakan bahwa setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk
segera menyusui. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit dan saat bayi
menyusu akan membantu menenangkan ibu. Faktor kendala IMD lainnya adalah
kesibukan yang terjadi di kamar bersalin sehingga tidak sempat melakukan IMD.
Bayi yang sedang dilakukan IMD sebetulnya tidak bersifat statis dan dapat
dipindahkan (transportable) ke ruang pulih atau ke kamar perawatan atau ruang
transisi jika menyusu awal belum berhasil.
Anggapan atau mitos yang mengatakan kolostrum adalah air susu yang tidak baik
dan harus dibuang merupakan salah satu faktor kendala dalam pelaksanaan IMD.
Mitos tersebut masih banyak dijumpai di masyarakat karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kolostrum. Kolostrum adalah ASI
pertama yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Kolostrum
17
bermanfaat sebagai imunisasi pertama dan membantu maturasi saluran
gastrointestinal bayi. 2,40
Faktor kendala IMD lainnya adalah pemberian obat-obatan analgesia pada proses
persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Righard dan Alade43 pada tahun 1990
menemukan bahwa bayi-bayi dari ibu yang memperoleh analgesia petidin selama
persalinan cenderung kurang menghisap dengan baik atau tidak mau menghisap
sama sekali pada 2 jam pertama kelahiran sehingga hal tersebut menurunkan
kemampuan bayi untuk menghisap dan menghambat keberhasilan IMD.
2.7 Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Hasil penelitian di beberapa negara maju dan berkembang menemukan beberapa
faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif.
2.7.1 Usia Ibu
Beberapa penelitian di negara maju menemukan usia ibu berpengaruh terhadap
pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berusia lebih tua ( 25 tahun) cenderung
memberikan ASI kepada bayinya. Hal ini disebabkan kelompok ibu tersebut
memiliki kematangan emosi dan kesehatan mental yang lebih baik dibandingkan
ibu usia muda (<25 tahun).19,23
Penelitian di Kanada menunjukkan ibu yang berusia <25 tahun memiliki
kemungkinan 2,3 kali lebih besar untuk gagal ASI eksklusif dibandingkan ibu
19
Terdapat beberapa faktor yang memberikan konstribusi
terhadap rendahnya pemberian ASI eksklusif pada kelompok ibu yang berusia
lebih muda, yaitu pengetahuan yang lebih sedikit mengenai ASI, kurangnya
dukungan sosial untuk menyusui, dan belum adanya pengalaman menyusui.
2.7.2 Paritas
Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan bermakna antara paritas tinggi
dengan keberhasilan ASI eksklusif,
28,51,52
namun di penelitian yang lain
ditemukan paritas tidak memengaruhi keberhasilan ASI eksklusif.53 Sebuah
penelitian di Lanchasire, Inggris tahun 2008 menemukan kelompok ibu primipara
18
memiliki kecenderungan 1,25 kali untuk berhenti menyusui eksklusif.52 Hal ini
disebabkan ibu primipara belum memiliki pengalaman menyusui sebelumnya,
kurangnya pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI, dan kurangnya
kepercayaan diri ibu dalam menyusui. Penelitian di Libanon menemukan
kelompok ibu multipara memiliki kemungkinan 2,6 kali lebih besar untuk
memberikan ASI eksklusif dibandingkan primipara. Semakin tinggi jumlah
paritas maka semakin meningkat pula tingkat kesuksesan pemberian ASI
eksklusif.20
2.7.3 Cara Persalinan
Sebagian besar ibu yang melahirkan melalui persalinan kaisar sering merasa
cemas atau khawatir untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Banyak
mitos di masyarakat menyatakan bahwa ibu pasca-operasi kaisar tidak boleh
memberikan ASI karena bahaya obat-obatan analgetik dan antibiotik yang
dikonsumsi ibu setelah operasi. Proses menyusui pada ibu dengan operasi kaisar
dimulai dengan IMD segera setelah lahir. Saat ini, anestesi tersering yang
digunakan pada persalinan kaisar elektif adalah anestesi spinal sehingga selama
operasi, ibu dalam keadaan sadar penuh dan kooperatif untuk melakukan IMD.
Melalui IMD, bayi diberikan kesempatan untuk menemukan, menghisap puting
ibu dan memperoleh kolostrum. Serangkaian proses yang terjadi saat IMD
meningkatkan kemampuan menyusu bayi dan melancarkan produksi dan sekresi
ASI pada ibu melalui sekresi hormon prolaktin dan oksitosin.3
Masalah menyusui yang sering timbul pada ibu pasca-operasi kaisar adalah
terbatasnya posisi ibu saat menyusui bayi karena nyeri pada daerah abdomen. Hal
ini bisa diatasi dengan menemukan posisi yang tepat dan nyaman untuk ibu,
misalnya menempatkan tubuh bayi dekat dengan ibu, bayi diletakkan di samping
atau di bawah ketiak ibu dan membantu ibu dan bayi memperoleh perlekatan yang
benar. Hal ini membutuhkan bimbingan dan supervisi dari petugas kesehatan.3
19
2.7.4 Faktor Fisis ibu
Faktor fisis ibu merupakan hal penting yang secara langsung akan mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif. Faktor fisis tersebut antara lain ibu sakit atau kelelahan,
puting mendatar, ibu mengalami puting lecet, dan mastitis.10 Sekitar 57% dari ibu
menyusui dilaporkan pernah menderita lecet atau nyeri pada puting susu.
Penyebab puting lecet terbesar adalah kesalahan dalam teknik menyusui yaitu
bayi hanya menyusu pada puting susu saja.
Pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan sering timbul keluhan
payudara bengkak (engorgement), ini disebabkan karena ASI tidak disusui dengan
adekuat sehingga sisa ASI terkumpul di dalam sistem duktus. Selain itu stasis
pada pembuluh darah dan limfe akan meningkatkan tekanan intraduktal dan dapat
menyebabkan sumbatan (obstructive duct). Payudara yang bengkak dan puting
susu lecet akan memudahkan masuknya kuman, kondisi ini akan diperberat
dengan diet ibu yang kurang bergizi, kurang istirahat, dan anemia. Hal-hal
tersebut menimbulkan radang payudara berupa mastitis. Mastitis merupakan
infeksi yang steril, sehingga bayi dapat terus menyusui, tetapi rasa sakit yang
timbul akan membatasi pemberian ASI.54,55
2.7.5 Faktor Psikis Ibu (Keyakinan terhadap Produksi ASI)
Ibu yang stres, bingung, cemas dan takut, tidak yakin terhadap kecukupan
produksi ASI akan sangat memengaruhi proses fisiologi laktasi. Ketidakyakinan
ibu terhadap kecukupan produksi ASI dan kepuasan bayi sering terjadi pada
primipara. Penelitian kohort prospektif di Amerika tahun 2001 menunjukkan ibu
yang tidak memiliki keyakinan terhadap produksi ASI-nya memiliki kemungkinan
gagal ASI eksklusif 3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang memiliki
keyakinan.27
2.7.6 Status Merokok Ibu
Penelitian yang menguji hubungan antara merokok dengan ASI eksklusif
menunjukkan hasil yang bervariasi di beberapa negara. Penelitian di luar negeri
menemukan bahwa ibu perokok aktif yang mengkonsumsi rokok dengan jumlah
20
memiliki risiko 2,2 kali untuk berhenti menyusui
dibandingkan ibu yang tidak merokok.21 Merokok dan penggunaan beberapa obat
di beberapa penelitian terbukti memengaruhi keputusan memberikan ASI.
Dibandingkan ibu yang tidak merokok, ibu yang merokok lebih sedikit melakukan
inisiasi menyusu dan meneruskan pemberian ASI.56,57 Sebuah penelitian berbasis
populasi di Oregon, Amerika Serikat menemukan ibu yang tidak merokok
memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk berhasil memberikan ASI
eksklusif.58 Beberapa penelitian deskriptif di beberapa negara menemukan
proporsi ASI eksklusif menurun pada ibu yang merokok selama periode
menyusui. Kelompok ibu merokok cenderung memiliki kemungkinaan 15-40%
lebih tinggi untuk memberikan susu formula kepada bayinya melalui botol.56,57
2.7.7 Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu akan memengaruhi perilaku dan kepedulian ibu terhadap
kesehatan termasuk pemberian ASI eksklusif. Ibu yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi akan mudah mencari informasi mengenai manfaat dan teknik
pemberian ASI eksklusif. Penelitian kohort prospektif di Ohio, Amerika Serikat
tahun 1999 yang meneliti faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif
pada 522 subjek mendapatkan hasil sebanyak 82% subjek memiliki tingkat
pendidikan tinggi (setingkat universitas). Terdapat hubungan bermakna antara
tingkat pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p<0,005).23
Penelitian lain di Brazil tahun 2005 menemukan ibu yang memperoleh pendidikan
dasar dan menengah dengan durasi pendidikan <9 tahun memiliki risiko untuk
berhenti menyusui sebanyak 1,2 kali. Semakin rendah tingkat pendidikan ibu,
semakin rendah pula tingkat kesuksesan pemberian ASI eksklusif.22
2.7.8 Pekerjaan Ibu
Pada masa globalisasi, wanita bekerja atau sekolah untuk mengambil jenjang
pendidikan yang lebih tinggi merupakan hal yang biasa. Keadaan ini akan
menimbulkan kendala dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor seperti cuti
melahirkan yang tidak memadai, perbedaan gender dalam bekerja, belum adanya
21
jaminan pekerjaan bila cuti, jam kerja yang tidak fleksibel, tempat kerja belum
sayang bayi, akan mempercepat pemberian susu formula dan mengakibatkan
kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi WHO menyatakan: 1)
ibu yang bekerja dianjurkan terus menyusui bayinya saat di rumah sehingga
mencegah penurunan produksi ASI, 2) dianjurkan pengaturan pemberian ASI,
seperti sebelum berangkat bekerja bayi sebaiknya disusui, kemudian ASI diperah
atau dipompa untuk persediaan selama ibu bekerja, 3) pengosongan payudara
ditempat kerja dilakukan dengan diperah setiap 3-4 jam kemudian ASI disimpan
di lemari pendingin, 4) selama ibu di rumah sebaiknya bayi disusui lebih sering,
dan menyusui lebih banyak di malam hari, 5) minum dan makan makanan yang
bergizi dan cukup selama bekerja dan selama menyusui, 6) saat ibu tidak dirumah
pemberian ASI disarankan menggunakan sendok.59
Ibu bekerja banyak mengalami kesulitan dalam praktek memberikan ASI karena
adanya beberapa faktor seperti cuti melahirkan yang tidak cukup, jam kerja yang
tidak fleksibel, kantor atau tempat kerja yang tidak menyediakan tempat
menyusui, serta kurangnya pengetahuan ibu tentang cara mempertahankan
pemberian ASI eksklusif pada saat ibu harus kembali bekerja. Faktor diatas
mengakibatkan kegagalan pemberian ASI eksklusif.21,22
2.7.9 Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif sangat berperan dalam
menunjang kesuksesan menyusui karena dengan pengetahuan yang benar, ibu
akan memiliki tekad dan keinginan yang kuat untuk memberikan ASI kepada
bayinya. Penelitian di Tazania tahun 2010 mendapatkan proporsi ASI eksklusif 6
bulan pada kelompok ibu yang memiliki pengetahuan salah sebesar 22%,
sementara proporsi ASI eksklusif pada ibu yang memiliki pengetahuan benar
cukup tinggi, yaitu 63%. Ibu-ibu yang tidak memiliki pengetahuan yang benar
tentang ASI cenderung memberikan makanan atau cairan lain sebelum bayi
memperoleh ASI (prelacteal feeds) atau mengenalkan MP-ASI lebih dini sebelum
bayi berusia 6 bulan.24 Penelitian di Australia menemukan ibu yang memiliki
pengetahuan bahwa ASI eksklusif direkomendasikan oleh WHO, memiliki niat
dan keyakinan lebih besar 5 kali lipat untuk menyusui bayinya.60
22
2.7.10 Sosial Ekonomi Keluarga
Ibu-ibu yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi biasanya memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi dan pengetahuan tentang ASI eksklusif yang baik
sehingga hal ini akan mendorong ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya.19,61 Sebuah penelitian menemukan bayi yang lahir dari keluarga
berpenghasilan rendah memiliki risiko 1,4 kali lipat untuk berhenti menyusui
sebelum usia 6 bulan dibandingkan bayi yang lahir dari keluarga dengan
penghasilan menengah ke atas.22
2.7.11 Dukungan Keluarga
Banyak penelitian sudah menemukan bukti hubungan antara dukungan menyusui,
baik dari keluarga, masyarakat, maupun petugas kesehatan dengan keberhasilan
ASI eksklusif. Di beberapa penelitian di Eropa, dukungan menyusui dari suami
atau keluarga besar terbukti meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif.19,62,63
Penelitian di Kalgari, Kanada tahun 2009 menemukan kelompok ibu yang
memiliki dukungan sosial yang rendah memiliki risiko 1,6 kali lipat untuk
berhenti memberikan ASI eksklusif sebelum 6 bulan.19 Sikap dan perilaku suami
dalam menyusui sangat penting dalam memengaruhi sikap dan perilaku ibu dalam
menyusui. Penelitian Scott dkk64 tahun 2004 menemukan bahwa sikap ibu dalam
hal pemberian makan anak (menyusui) memiliki korelasi yang kuat dengan sikap
pasangannya terhadap menyusui (r=0,67; p<0,001).
2.7.12 Promosi Susu Formula
Maraknya promosi susu formula di media massa, penawaran langsung ke ibu,
pemberian susu formula gratis dari rumah sakit, dan pemberian susu formula di
tempat bekerja menyebabkan timbulnya pola pikir ibu yang beranggapan susu
formula sama baiknya dengan ASI. Anggapan yang salah tersebut dapat
memengaruhi keputusan ibu untuk memilih susu formula dibandingkan
memberikan ASI sehingga menyebabkan rendahnya angka pemberian ASI
eksklusif.65 Sebuah penelitian multisenter di Pradesh India tahun 2009
menemukan hubungan yang bermakna antara promosi susu formula dengan
23
pemberian ASI eksklusif (p<0,05). Kelompok ibu yang memperoleh promosi susu
formula memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk memberikan susu
formula kepada bayinya dibandingkan ibu yang tidak memperoleh promosi susu
formula.26
2.7.13 Konseling ASI dari Petugas Kesehatan
Pengetahuan ibu yang kurang mengenai ASI dapat disebabkan kurangnya
keterlibatan petugas kesehatan dalam memberikan informasi. Rendahnya
pengetahuan ibu menyebabkan persepsi dan anggapan yang salah seputar ASI dan
teknik menyusui, seperti payudara kecil atau puting kecil tidak dapat menyusui,
menyusui harus dijadwalkan, bayi tidak kenyang dengan ASI saja, dan susu
formula sama baiknya dengan ASI. Hal tersebut mengakibatkan tingginya angka
kegagalan pemberian ASI eksklusif. Penjelasan dari petugas kesehatan terutama
tentang manfaat ASI dan manajemen laktasi diperlukan untuk mengatasi
anggapan dan pengetahuan yang salah mengenai ASI. 66,67
Penelitian lain di Ohio tahun 1999 yang menilai manfaat pemberian edukasi ASI
di rumah sakit kepada ibu-ibu yang baru melahirkan menemukan sebanyak 85%
ibu merasa terbantu dengan pemberian edukasi ASI. Sebanyak 44% ibu
berinisiatif melakukan konsultasi dengan konselor laktasi. Dari kelompok ibu
yang melakukan konsultasi dengan konselor laktasi, sebanyak 85% ibu merasa
semakin yakin dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Konseling ASI
meningkatkan pemberian ASI eksklusif.23
24
BAB 3
KERANGKA KONSEP
----------- Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 3. Keangka Konsep
25
BAB 4
METODOLOGI
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang analitik untuk
mengetahui hubungan antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor fisis,
faktor psikis, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja, pengetahuan ibu
terhadap ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga,
promosi susu formula, dan konseling ASI dengan pemberian ASI eksklusif pada
bayi cukup bulan yang dilakukan IMD saat lahir.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah sakit (RS) Sint (St) Carolus Jakarta, dimulai pada
awal Juni 2012 sampai dengan akhir September 2012.
4.3 Populasi Penelitian
1. Populasi target penelitian ini adalah semua bayi sehat.
2. Populasi terjangkau adalah bayi berusia 6-12 bulan yang datang ke
poliklinik anak RS St. Carolus Jakarta untuk memeriksakan kesehatannya
atau untuk imunisasi.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.1 Kriteria Inklusi
1. Ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan.
2. Bayi dengan riwayat kelahiran cukup bulan yang lahir bugar melalui
persalinan normal, persalinan dengan alat (vakum atau forsep), atau
persalinan melalui bedah kaisar.
3. Bayi dilakukan IMD saat lahir.
4. Ibu bersedia menjadi subjek penelitian.
26
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Bayi dengan kelainan bawaan seperti labiopalatognatoskisis, kelainan
jantung, spina bifida atau sindrom down.
2. Bayi yang memiliki kontraindikasi menyusu, seperti lahir dari ibu HIV.
4.5 Besar Jumlah Subjek dan Cara Pengambilan Subjek
Semua bayi berusia 6-12 bulan yang datang ke poliklinik anak RS St. Carolus
Jakarta untuk memeriksakan kesehatannya atau untuk imunisasi yang memenuhi
kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian. Pemilihan subjek dilakukan
secara consecutive sampling. Selanjutnya subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
yang mendapat ASI eksklusif dan yang tidak mendapat ASI eksklusif (non-ASI
eksklusif).
4.6 Estimasi Jumlah Subjek
Perhitungan jumlah subjek untuk mengetahui proporsi ASI eksklusif dipakai
rumus: 68
2
n= z
PQ
d2
Keterangan :
n = jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan
tingkat kemaknaan, ditetapkan oleh peneliti, pada penelitian ini 0,05 sehingga
Z = 1,96 (z
= interval kepercayaan yang ditetapkan, yaitu 95% =1,96)
d = perbedaan hasil yang dianggap bermakna, ditetapkan 10 % (0,1)
P = proporsi ASI eksklusif, diperoleh dari data SDKI tahun 2007 yaitu 0,324
(32,4%) 9
Q = 1-P = 0,676
n = (1,96)2 x 0,324 x 0,676
(0,1)2
n = 84 subjek
27
Sedangkan perhitungan jumlah subjek untuk analisis bivariat terhadap ke-12
faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif digunakan rumus: 9
2
n1= n2 =
P1-P2
n1=n2 jumlah subjek penelitian yang dibutuhkan.
Z = 1,96.
.
P1 = proporsi ASI eksklusif pada kelompok tanpa faktor risiko, diperoleh dari
penelitian sebelumnya.
P2 = proporsi ASI eksklusif pada kelompok dengan faktor risiko.
P1-P2 = perbedaan hasil yang dianggap bermakna, ditetapkan 20 % (0,2).
Q1 = 1-P1
Q2 = 1-P2
P = (P1+P2)/2
Q = 1-P
Perhitungan jumlah subjek terhadap ke-12 faktor didapatkan jumlah subjek
tertinggi yaitu 95 subjek.
Uji hipotesis untuk analisis multivariat jumlah subjek ditentukan dengan
menggunakan
yaitu jumlah subjek minimal yang dibutuhkan
adalah 10 kali jumlah variabel independen. Variabel independen terdiri dari faktor
fisis ibu, psikologis ibu, jumlah paritas, usia ibu, tingkat pendidikan ibu, ibu
bekerja, ibu merokok, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, tingkat sosial
ekonomi keluarga, dukungan keluarga, dan promosi susu formula, konseling
petugas kesehatan. Maka besar subjek yang dibutuhkan adalah: 68
n = 10 x 12 variabel independen = 120, sehingga jumlah subjek yang digunakan
dalam penelitain ini adalah 120 subjek.
28
4.7 Pelaksanaan Penelitian
Ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan yang sesuai dengan kriteria inklusi
penelitian akan dimintai informed consent untuk diikutsertakan dalam penelitian.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam menggunakan
kuesioner tertulis. Pertanyaan kuesioner diajukan secara verbal pada subjek
penelitian, kemudian jawaban diinterpretasikan dan dicatat pada lembar
pencatatan oleh peneliti. Hasil wawancara meliputi data bayi dan ibu, yang
meliputi tangal lahir bayi, cara persalinan, berat lahir, usia kehamilan ibu, usia
ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak, penghasilan keluarga, status
merokok ibu, kesehatan ibu, adanya masalah psikis pada ibu, konseling ASI, dan
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Subjek penelitian kemudian dibagi
menjadi 2, yaitu kelompok ASI eksklusif dan ASI non-eksklusif.
4.8 Alur Penelitian
Bayi berusia 6-12 bulan dipoliklinik anak RS St. Carolus yang memenuhi
kriteria inklusi
Informed consent
Pencatatan identitas bayi, identitas ibu, alamat lengkap, nomor telepon yang dapat
dihubungi, dan data tentang persalinan
Pengambilan data dengan wawancara melalui kuesioner
Penelususran rekam medik mengenai data IMD saat lahir
ASI eksklusif
ASI non-eksklusif
Analisis ststistik
Gambar 4.8. Alur Penelitian
29
4.9 Identifikasi Variabel
Identifikasi variabel untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif.
2. Variabel bebas adalah variabel yang secara langsung berhubungan dengan
hipotesis, yang dinilai pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Dalam
penelitian ini hubungan antara usia ibu, jumlah paritas, cara persalinan, faktor
fisis dan psikis ibu, ibu merokok, tingkat pendidikan ibu, ibu bekerja,
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, status sosial ekonomi keluarga,
dukungan keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI.
4.10 Definisi Operasional
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah meletakkan bayi dalam posisi tengkurap di
dada ibunya melalui kontak kulit ke kulit dengan ibu segera setelah lahir, dengan
durasi minimal selama 1 jam.11
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa
memberikan cairan lain pengganti ASI atau makanan padat, kecuali pemberian
vitamin, mineral, dan obat, selama 6 bulan setelah lahir.5
ASI non-eksklusif adalah pemberian susu formula atau cairan lain seperti air
putih, air teh, dan sebagainya, atau sereal dan makanan lain sebelum bayi berusia
6 bulan.5
Cara persalinan, dibagi menjadi 3 kategori yaitu: 69
1. Persalinan spontan adalah proses persalinan secara spontan tanpa disertai
penggunaan alat (seperti vakum atau forsep) atau tindakan operatif untuk
membantu proses persalinan.
2. Persalinan dengan tindakan, yang terdiri dari :
-
Persalinan vakum atau forsep adalah perslinan yang disertai penggunaan
alat (seperti vakum atau forsep).
-
Persalinan bedah kaisar adalah proses persalinan melalui tindakan operatif.
30
Bayi cukup bulan adalah bayi lahir dengan masa kehamilan 37-42 minggu.70
Usia bayi adalah usia bayi yang dinyatakan dalam bulan berdasarkan tanggal
lahir, waktu dilakukan pemeriksaan menurut usia kronologi: <15 hari dibulatkan
ke bawah, >15 hari dibulatkan ke atas.
Usia ibu adalah usia ibu yang dinyatakan dalam tahun berdasarkan tanggal lahir,
waktu melahirkan menurut usia kronologis: <6 bulan dibulatkan ke bawah, >6
bulan dibulatkan ke atas. Usia ibu dibagi menjadi 2 kategori, yaitu <25 tahun
dan
.
Paritas adalah jumlah kelahiran ibu. Paritas ibu dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:
1) primipara yaitu ibu dengan kelahiran anak pertama kali; dan 2) multipara yaitu
ibu dengan riwayat kelahiran >1 anak.
Faktor fisis ibu adalah kondisi ibu sakit, kelelahan, mengalami puting lecet,
puting mendatar, atau mastitis. Faktor fisis ibu dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
ya dan tidak .54,55
Ibu merokok adalah
perhari selama periode menyusui atau 6 bulan pertama usia bayi. Status ibu
merokok
.19,21
Faktor psikis ibu adalah ibu memiliki keyakinan terhadap kecukupan produksi
19
ASI.
Tingkat pendidikan ibu yaitu tingkat pendidikan yang pernah ditempuh secara
formal oleh ibu, ditetapkan berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki: 71
-
Pendidikan rendah: tidak sekolah, menyelesaikan sekolah dasar (SD) atau
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).
-
Pendidikan menengah: menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat atas
(SLTA) atau yang sederajat.
-
Pendidikan tinggi: menyelesaikan pendidikan Diploma, Sarjana (S1),
Magister (S2), Doktor (S3), pendidikan profesi (dokter umum, dokter
spesialis, apoteker) atau yang sederajat.
31
Ibu bekerja adalah ibu yang bekerja di luar rumah sehingga jauh dari bayi
dengan lama waktu lebih atau sama dengan 6 jam. Ibu bekerja dibagi menjadi 2
kategori, yaitu
bekerja
21,22
Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif: 24
-
Definisi ASI eksklusif: ibu memiliki pengetahuan bahwa bayi usia 0-6
bulan hanya diberikan ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa
diberikan cairan lain seperti pengganti ASI, makanan padat, kecuali
pemberian vitamin, mineral, dan obat.
-
Durasi ASI eksklusif: ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan.
Jika jawaban 2 item mengenai ASI eksklusif (definisi dan durasi) benar maka
subjek dikategorikan memiliki pengetahuan yang
tentang ASI eksklusif.
Jika terdapat salah satu jawaban yang salah, maka subjek dikategorikan memiliki
pengetahuan yang
tentang ASI eksklusif.
Status sosial ekonomi, diklasifikasikan menurut batasan dari World Bank tahun
2006, berdasarkan pendapatan per kapita.72
o Sosial ekonomi rendah adalah bila pendapatan perkapita perbulan
<Rp2000.000,00.
o Sosial ekonomi menengah adalah bila pendapatan perkapita perbulan
Rp2.000.000,00-Rp.5000.000,00.
o Sosial ekonomi tinggi bila pendapatan perkapita perbulan >Rp
5.000.000,00.
Data di atas telah dikonversikan pada mata uang rupiah dengan kurs US$ 1 sama
dengan Rp 8.830,00 pada bulan Oktober 2011.
Dukungan keluarga adalah suami atau anggota keluarga yang lain memberikan
dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Dukungan keluarga
32
Promosi susu formula adalah penawaran produk susu formula secara langsung
atau pemberian susu formula gratis kepada ibu. Promosi susu formula menjadi 2
Konseling ASI adalah penjelasan yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada
ibu mengenai pentingnya ASI, teknik menyusui yang baik, cara menanggulangi
masalah-masalah menyusui, dan usaha mempertahankan kesinambungan ASI
sampai dengan 6 bulan. Penjelasan tersebut diberikan minimal sebanyak 3 kali,
yaitu saat hamil, melahirkan, dan saat kontrol pasca-melahirkan ke poliklinik.73
4.10 Manajemen dan Analisis Data
Semua data yang diperoleh dicatat pada formulir laporan penelitian yang telah
disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam data base komputer menggunakan
program SPSS versi 17.0. Data deskriptif disajikan secara tekstular dan tabular.
Pada subjek penelitian dicari apakah terdapat hubungan antara faktor yang diteliti
yaitu faktor fisis ibu, psikis ibu, jumlah paritas, usia ibu, tingkat pendidikan ibu,
ibu bekerja, ibu merokok, status sosial ekonomi, dukungan keluarga, promosi susu
formul, konseling ASI, cara persalinan dengan pemberian ASI eksklusif. Peneliti
melakukan analisis bivariat dengan uji hipotesis Kai-kuadrat (X2) pada tiap faktor,
hingga diperoleh nilai p untuk masing-masing faktor. Jika syarat uji Kai kuadrat
tidak terpenuhi, dipakai uji Fisher. Analisis ke dua mengunakan analisis
multivariat yaitu uji regresi logistik. Analisis ini untuk melihat faktor yang paling
memengaruhi kegagalan ASI eksklusif sehingga diperoleh nilai p, rasio odds (RO)
dan interval kepercayaan (IK 95%).
33
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian potong lintang analitik yang dilakukan sejak awal
Juni hingga akhir September 2012. Pengumpulan subjek dilakukan di Poliklinik
Anak RS St Carolus Jakarta, dan didapatkan 120 subjek yang memenuhi kriteria
inklusi. Seluruh subjek yang diikutsertakan dalam penelitian sudah dilakukan
penelusuran rekam medik terhadap kebenaran IMD. Metode pengambilan data
berupa wawancara mendalam secara terarah sesuai dengan daftar pertanyaan
dalam kuesioner penelitian (Lampiran 3).
RS St Carolus adalah sebuah rumah sakit swasta di Jakarta yang dikelola oleh
Perhimpunan Sint Carolus. Rumah Sakit St Carolus terletak di wilayah kecamatan
Senen, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Rumah Sakit St Carolus awalnya
merupakan sebuah badan sosial dengan nama Perhimpunan St Carolus (PSC)
yang didirikan pada tanggal 16 Juli 1917, dan mulai tanggal 21 Januari 1919
diresmikan menjadi rumah sakit Katolik pertama di Indonesia. Sejak saat itu, RS
St Carolus banyak berkiprah memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
Fasilitas pelayanan yang terdapat di RS St Carolus yaitu unit rawat jalan
spesialistik dan umum (URJSU), unit kebidanan dan keperawatan yang meliputi
Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), rawat gabung, kamar bersalin, kamar bayi
sakit, dan kamar bayi sehat; unit gawat darurat, pelayanan kesehatan di rumah
(PKR), kamar bedah, balai kesehatan masyarakat (Balkesmas), balai pengobatan,
dan pelayanan pastoral.
Sebagai salah satu lembaga pelayanan kesehatan masyarakat yang menyadari
besarnya manfaat ASI sebagai makanan bayi, pada tahun 1982 RS St Carolus
mulai mempromosikan dan ikut memasyarakatkan penggunaan ASI eksklusif
sesuai anjuran pemerintah. Dua tahun kemudian, RS st Carolus mulai
memperkenalkan sistem rawat gabung (rooming in), yaitu bayi sejak lahir dirawat
dalam kamar yang sama dengan ibunya. Rawat gabung merupakan suatu
permulaan yang menunjang keberhasilan menyusui karena memberikan
34
kesempatan kepada bayi untuk menyusu sesuai keinginan bayi (on demand), dan
pada ibu terjadi pengosongan payudara sehingga mengurangi risiko bendungan
payudara dan mastitis.74
Pada tahun 1992, RS St Carolus membentuk Tim Peningkatan Penggunaan ASI
(Tim PP-ASI) untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif dengan sasarannya
adalah semua pasien ibu hamil yang berkunjung ke RS St Carolus. Tujuan umum
dibentuknya tim tersebut yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya ASI, dengan tujuan khusus, yaitu: 1) meningkatkan keterampilan
petugas kesehatan di lingkungan RS St Carolus dan kader binaan dalam
memberikan motivasi dan membantu pelaksanaan pemberian ASI eksklusif; dan
2) minimal 60% ibu-ibu yang melahirkan di RS St Carolus memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya.
Tim PP-ASI sejak tahun 1997 berubah menjadi lembaga PP-ASI. Lembaga PPASI bertanggung jawab menjalankan kebijakan 10 langkah menuju keberhasilan
menyusui (LMKM) dan mengimplementasikannya ke dalam program kegiatan,
seperti membuat pedoman tertulis mengenai penatalaksanaan menyusui bagi para
petugas pelaksana (dokter, bidan, perawat), melatih para petugas pelaksana yang
akan melayani ibu hamil, melahirkan dan menyusui. Selain itu, lembaga PP-ASI
memberikan penyuluhan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya IMD.
Semua ibu yang akan melahirkan diberikan penjelasan mengenai IMD dan
dimintai persetujuan tindakan IMD. Bayi yang baru lahir tidak boleh diberikan
makanan atau minuman lain, kecuali atas indikasi medis. Bayi baru lahir baik dari
persalinan spontan maupun tindakan dilakukan rawat gabung, dan tidak
dianjurkan penggunaan dot atau kempeng.
Mulai bulan Desember 1993, RS St Carolus memberikan pelayanan klinik laktasi.
Klinik laktasi bertujuan memberikan pelayanan medik dan konsultasi serta
penyuluhan bagi ibu yang memiliki masalah laktasi, seperti bayi tidak mau
menyusu, air susu ibu sedikit, dan puting lecet. Petugas yang menangani klinik
laktasi terdiri dari dokter spesialis anak sebagai konsultan, dokter umum, dan
bidan serta perawat. Pelayanan klinik laktasi tidak hanya ditujukan untuk ibu,
35
namun diberikan juga untuk keluarga atau pihak lain yang terlibat dalam
kelancaran proses menyusui, seperti suami, orangtua, saudara atau pengasuh bayi.
RS St Carolus memberi kemudahan kepada para karyawan untuk mendukung
pemberian ASI eksklusif, seperti memberikan kelonggaran cuti melahirkan,
menyediakan waktu dan tempat untuk memerah ASI
, dan
mengadakan tempat penitipan bayi. Kegiatan lainnya yaitu mengirim anggota PPASI pada pelatihan PP-ASI di RS lain seperti RS Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta, mengundang tamu ahli dari luar untuk memberikan penyuluhan kepada
petugas pelaksana. Karena usaha RS Carolus yang mendukung pelayanan
penggunaan ASI, maka rumah sakit ini
-turut pada tahun 1993
dan 1994. Sejak saat itu, RS St Carolus berkomitmen memberikan dukungan
secara penuh bagi semua ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Rentang usia subjek penelitian ini antara 21-42 tahun, dengan median usia 30
tahun. Sebagian besar subjek tercatat sebagai primipara atau melahirkan anak
pertama (56,7%). Sebagian besar subjek (65,8%) melahirkan secara spontan dan
sisanya melahirkan dengan bantuan vakum atau forsep (9,2%) atau secara bedah
kaisar (25%). Sebanyak 73,3% subjek memiliki tingkat pendidikan tinggi dan
59,2% merupakan ibu bekerja. Sebanyak 45% termasuk ke dalam status sosial
ekonomi tinggi, dan sisanya berada di sosial ekonomi rendah (4,2%) dan
menengah (50,8%). Semua subjek penelitian tidak merokok. Sebagian besar
subjek (77,5%) tidak memiliki faktor fisis seperti sakit, kelelahan, puting lecet,dan
mastitis selama masa menyusui. Pengetahuan yang benar mengenai ASI eksklusif
didapatkan pada 85% subjek. Sebagian besar subjek (73,3%) telah memperoleh
konseling ASI eksklusif pada saat hamil, melahirkan, dan kontrol pasca-lahir.
Sebanyak 64,2% subjek merasa yakin terhadap kecukupan produksi ASI-nya.
Rentang usia bayi subjek penelitian adalah 6-12 bulan, dengan median usia 8
bulan. Sebaran jenis kelamin terdiri dari 66 bayi lelaki (55%) dan 54 bayi
perempuan (45%). Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.
36
Tabel 5.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
Usia bayi (bulan)
6-9
>9-12
Jenis kelamin bayi
Lelaki
Perempuan
Usia Ibu (tahun)
< 25
Jumlah Paritas
Primipara
Multipara
Cara persalinan
Spontan
Operasi kaisar
Vakum/Forsep
Faktor fisis ibu
Ya
Tidak
Faktor psikis ibu (yakin kecukupan ASI)
Ya
Tidak
Ibu merokok
Ya
Tidak
Tingkat pendidikan ibu
Pendidikan rendah
Pendidikan menengah
Pendidikan tinggi
Ibu bekerja
Ya
Tidak
Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif
Benar
Salah
Sosial ekonomi keluarga
Rendah
Menengah
Tinggi
Dukungan keluarga
Ya
Tidak
Promosi susu formula
Pernah
Tidak pernah
Konseling ASI
Ya
Tidak
Jumlah
(n=120)
Persentase
(%)
81
39
67,5
32,5
66
54
55
45
10
110
8,3
91,7
68
52
56,7
43,3
79
30
11
65,8
25
9,2
27
93
22,5
77,5
77
43
64,2
35,8
0
120
0
100
0
32
88
0
26,7
73,3
71
49
59,2
40,8
102
18
85
15
5
61
54
4,2
50,8
45
89
31
74,2
25,8
44
76
36,7
63,3
88
32
73,3
26,7
37
5.2 Proporsi ASI Eksklusif pada Bayi yang Dilakukan IMD dan Durasi
Pemberian ASI
Proporsi bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan yaitu sebesar 75%
(90 subjek). Rentang durasi pemberian ASI pada bayi yang tidak mendapatkan
ASI eksklusif bervariasi mulai dari 1 sampai 6 bulan. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 5.2.
80
75%
70
60
50
40
30
20
4,2%
4,2%
5,8%
8,3%
2,5%
3 Bulan
4 Bulan
5 Bulan
10
0
1 Bulan
2 Bulan
6 Bulan
Gambar 5.2. Durasi Pemberian ASI Eksklusif
5.3 Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif
Sebanyak 30 subjek berhenti memberikan ASI eksklusif. Sebagian besar alasan
ibu tidak meneruskan pemberian ASI adalah karena merasa produksi ASI tidak
cukup atau sedikit. Alasan lain dapat dilihatpada Tabel l 5.3.
Tabel 5.3. Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif
Alasan
Ibu merasa produksi ASI tidak cukup
Bekerja
Campur tangan orangtua/mertua
Faktor fisis (puting mendatar dan mastitis)
Hiperbilirubinemia
Gagal tumbuh
Jumlah subjek
(n total=30)
13
8
5
1
1
2
Persentase
(%)
43,3
26,7
16,7
3,3
3,3
6,7
38
5.4 Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat 5 faktor yang memiliki hubungan
bermakna dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif, dukungan keluarga, promosi susu formula, konseling ASI, dan faktor
psikis ibu. Terdapat 1 variabel yaitu pengetahuan ibu yang tidak memenuhi syarat
uji Kai kuadrat sehingga digunakan uji Fisher, sedangkan keempat variabel yang
lainnya memenuhi syarat uji Kai kuadrat. Variabel independen status sosial
ekonomi (rendah, menengah, tinggi) peneliti melakukan penggabungan sel
menjadi 2 (sosial ekonomi rendah-menengah dan sosial ekonomi tinggi). Hasil uji
bivariat dapat dilihat secara lebih terperinci pada Tabel 5.4.
Variabel-variabel yang memiliki nilai p<0,25 akan dimasukkan ke dalam analisis
multivariat. Terdapat 8 variabel yang memiliki nilai p<0,25 yaitu usia ibu, faktor
psikis, dan faktor fisis ibu, pengetahuan ibu, tingkat sosial ekonomi, dukungan
keluarga, promosi susu formula, dan konseling ASI. Sebelum dilakukan analisis
multivariat, terhadap variabel-variabel tersebut dilakukan uji matrikulasi atau
correlation matrix atau colinearity untuk mengetahui apakah ada korelasi
antarvariabel atau variabel yang satu mewakili variabel yang lain. Hasil uji
matrikulasi menunjukkan tidak terdapat variabel yang memiliki korelasi satu sama
lain sehingga ketujuh variabel dimasukkan ke dalam analisis multivariat.
39
Tabel 5.4. Hasil Analisis Bivariat terhadap Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif : n (%)
Variabel bebas
RO (IK 95%)
P
26 (23,6%)
4 (40%)
2,15 (0,56-8,20)
0,216#
39(75%)
13(25%)
0,95 (0,41-2,20)
1,000*
51(75%)
17 (25%)
57 (72,2%)
33 (80,5%)
22 (27,8%)
8 (19,5%)
0,62 (0,25-1,56)
0,317*
73 (69,8%)
20 (23,3%)
2,14 (0,85-5,41)
0,101*
Ada
Faktor psikis ibu (yakin
kecukupan ASI)
Ya
17 (20,3%)
10 (6,8%)
68(88,3%)
9 (11,7%)
7,21 (2,88-18,04)
0,000*
Tidak
Ibu merokok
Tidak
Ya
Tingkat pendidikan Ibu
Tinggi
22(51,2%)
21(48,8%)
90 (75%)
0
30 (25%)
0
N/A
N/A
67 (76,1%)
21(23,9%)
1,24 (0,5-3,11)
0,634*
Menengah
Pekerjaan ibu
Tidak bekerja
23 (71,9%)
9(28,1%)
39 (79,5%)
10 (20,5%)
1,52 (0,64-3,63)
0,335*
Bekerja
Pengetahuan ibu
Benar
Salah
Status sosial ekonomi
Tinggi
51 (71,8%)
20 (28,2%)
84 (82,4%)
6 (33,3%)
18(17,6%)
12 (66,7%)
9,33 (3,09-28,16)
0,000*
45 (38,3%)
9(16,7%)
2,33 (0,96-5,64)
0,057*
Rendah-menengah
Dukungan keluarga
Ya
45 (68,3%)
21(31,8%)
75(84,3%)
14 (15,7%)
5,71 (2,30-14,14)
0,000*
Tidak
Promosi susu formula
Tidak pernah
15 (48,4%)
16(51,6%)
62 (81,5%)
14 (18,5%)
2,5 (1,08-5,89)
0,029*
Pernah
Konseling ASI eksklusif
Ya
28 (63,6%)
16(36,4%)
74 (84,1%)
14 (15,9%)
5,28(2,15-12,97)
0,000*
16 (50%)
16 (50%)
Ya
Tidak
84(76,4%)
6 (60%)
Usia Ibu
< 25 tahun
Jumlah paritas
Multipara
Primipara
Cara persalinan
Spontan
Dengan tindakan
Faktor fisis ibu
Tidak ada
Tidak
* Uji Kai kuadrat
# Uji Fisher
p < 0,05 (bermakna secara statistik)
40
5.5 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif
Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi logistik dengan backward
stepwise karena variabel-variabel yang diuji merupakan variabel kategorik.
Berdasarkan uji regresi logistik, didapatkan faktor yang paling bermakna
memengaruhi ASI eksklusif secara berurutan, yaitu faktor psikis ibu dengan nilai
RO 8,59 (IK 95% 2,49-29,56; p=0,001), diikuti oleh dukungan keluarga dengan
nilai RO 6,25 (IK 95% 1,92-20,35; p=0,002), dan pengetahuan ibu tentang ASI
eksklusif dengan nilai RO 6,16 (IK 95% 1,57-24,14; p=0,009), serta konseling
ASI dengan nilai RO 5,86 (IK 95% 1,7-20,13; p=0,005). Hasil analisis multivariat
pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Untuk menghitung besar probablititas atau kemungkinan seorang ibu untuk
memberikan ASI eksklusif, dihitung persamaan dengan menggunakan rumus: 75
Persamaan (y) = konstanta + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a4x4
y = (-2,694) + 2,151 (psikis ibu) + 1,833 (dukungan keluarga) + 1,819
(pengetahuan ibu) + 1,768 (konseling ASI)
Jika seorang ibu memiliki keempat faktor di atas (keyakinan terhadap produksi
ASI, pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif, dukungan keluarga untuk
menyusui dan memperoleh konseling minimal 3 kali dari petugas kesehatan),
maka nilai y = (-2,694) + 2,151 (1) + 1,833 (1) + 1,819 (1) + 1,768 (1) = 4,87.
Besarnya probabilitas ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
dihitung dengan menggunakan rumus:75
Probabilitas (p) = 1/(1+e-y)
e = bilangan natural (2,7)
p = 1/(1+(2,7)-4,87) = 0, 992 = 99,2%
Sehingga probabilitas ibu untuk berhasil memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya adalah sebesar 99,2%.
41
Tabel 5.5. Analisis Multivariat Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif
Variabel
B
S.E.
Wald
Df
p
RO
IK 95%
-1,762
0,675
2,299
1,740
0,885
1,847
0,984
1,560
-3,596
1,126 2,448
0,672 1,008
0,674 11,649
0,732 5,651
0,664 1,777
0,626 8,696
0,669 2,162
0,662 5,555
1,364 6,951
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0,118
0,315
0,001
0,017
0,183
0,003
0,141
0,018
0,008
0,172
1,964
9,965
5,696
2,424
6,343
2,676
4,758
0,027
0,01-1,56
0,52-7,33
2,66-37,31
1,35-23,91
0,65-8,90
1,85-21,65
0,72-9,93
1,30-17,41
-1,790
2,348
1,685
1,019
1,908
0,934
1,496
-3,068
1,114 2,583
0,665 12,470
0,718 5,505
0,652 2,447
0,621 9,432
0,661 2,000
0,656 5,201
1,239 6,134
1
1
1
1
1
1
1
1
0,108
0,000
0,019
0,118
0,002
0,157
0,023
0,013
0,167
10,465
5,394
2,771
6,737
2,545
4,466
0,047
0,01-1,48
2,84-38,52
1,32-22,04
0,77-9,93
1,99-22,75
0,69-9,28
1,23-16,15
-1,734
2,151
1,819
1,087
1,833
1,768
-2,694
1,108 2,449
0,630 11,642
0,696 6,826
0,641 2,878
0,602 9,272
0,630 7,888
1,189 5,130
1
1
1
1
1
1
1
0,118
0,001*
0,009*
0,090
0,002*
0,005*
0,024
0,177
8,593
6,167
2,966
6,255
5,861
0,068
0,02-1,55
2,49-29,56
1,57-24,14
0,84-10,41
1,92-20,35
1,70-20,13
Langkah 1a
Usia ibu (1)
Faktor fisis (1)
Faktor psikis (1)
Pengetahuan ibu (1)
Sosial ekonomi (1)
Dukungan keluarga (1)
Promosi susu formula (1)
Konseling ASI (1)
Konstanta
Langkah 2a
Usia ibu (1)
Faktor psikis (1)
Pengetahuan ibu (1)
Sosial ekonomi (1)
Dukungan keluarga (1)
Promosi susu formula (1)
Konseling ASI(1)
Konstanta
Langkah 3a
Usia ibu (1)
Faktor psikis (1)
Pengetahuan ibu (1)
Sosial ekonomi (1)
Dukungan keluarga (1)
Konseling ASI(1)
Konstanta
a. Variabel yang dimasukan pada langkah 1: usia ibu, pengatahuan ibu, status sosial
ekonomi, dukungan keluarga, promosi susu formula, konseling ASI, faktor psikis ibu,
dan faktor fisis ibu (8 variabel).
* p<0,05 (bermakna secara statistik).
42
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan dan Kelebihan Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RS Sint Carolus karena rumah sakit ini sudah
terakreditasi sebagai rumah sakit sayang bayi (RSSB) sejak tahun 1993, dan
memiliki angka IMD yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
RS Sint Carolus tahun 1998, angka keberhasilan IMD pada bayi cukup bulan yang
lahir melalui persalinan spontan yaitu 80%, sedangkan keberhasilan IMD pada
persalinan dengan alat bantu vakum atau forsep sebesar 40% dan melalui
persalinan kaisar sebesar 59%.38 Karena penelitian dilakukan di salah satu rumah
sakit ideal yang sudah mengadopsi program LMKM, hasil penelitian yang
diperoleh kurang bersifat representatif terhadap gambaran rumah sakit di Jakarta
secara umum, karena belum semua rumah sakit melaksanakan program LMKM.
Namun kelebihan penelitian ini, hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan
acuan bagi rumah sakit lain untuk penerapan LMKM demi peningkatan angka
pemberian ASI eksklusif di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan secara potong lintang dan data diperoleh dengan cara
pengisian kuesioner berdasarkan wawancara dengan ibu sebagai subjek penelitian
yang memenuhi kriteria. Desain ini dipilih dengan pertimbangan dianggap
memiliki fisibilitas yang baik. Pertanyaan kuesioner diajukan secara verbal pada
subjek penelitian, kemudian jawaban diinterpretasikan dan dicatat pada lembar
pencatatan oleh peneliti. Kemungkinan bias interpretasi jawaban subjek penelitian
dapat terjadi karena bukan subjek sendiri yang mengisi lembar kuesioner tersebut
melainkan peneliti.
Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan. Potensi
kelemahan penelitian adalah recall bias yang besar sehingga dapat memengaruhi
hasil penelitian. Recall bias ini termasuk kecenderungan ibu untuk memberikan
jawaban yang benar terhadap setiap pertanyaan yang diajukan peneliti. Kebenaran
jawaban yang disampaikan tidak dikonfirmasikan dengan pembuktian kecuali data
43
mengenai IMD saat lahir. Desain penelitian adalah potong lintang sehingga
variabel independen yang diteliti tidak dapat dijadikan faktor risiko untuk
terjadinya suatu faktor dependen ASI eksklusif. Selain itu, pengambilan subjek
dilakukan secara consecutive sehingga memiliki potensi bias seleksi dalam
pengambilan subjek.
6.2 Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan, bayi lahir
cukup bulan di RS St Carolus dan dilakukan IMD saat lahir. Hasil penelitian
. Beberapa penelitian di
negara berkembang menunjukkan hasil yang serupa. Sebuah penelitian di
Malaysia yang meneliti perilaku ibu dalam pemberian ASI pada anak usia 6 bulan
menunjukkan sebagian besar ibu berusia diatas 25 tahun dengan rerata usia
29±4,7 tahun.15 Demikian pula sebuah penelitian oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat, sebagian besar subjek penelitian memiliki
rerata usia 29,5±5,1 tahun.76
Pada penelitain ini, sebanyak 56,7% adalah primipara dan 43,3% multipara
dengan proporsi jenis kelamin bayi yang dilahirkan tidak jauh berbeda antara
lelaki (55%) dan perempuan (45%). Data yang didapatkan pada penelitian ini
sesuai dengan data SDKI tahun 2007.9 Karakteristik yang berbeda dijumpai pada
penelitian ASI eksklusif di Tanzania tahun 2010 yang mendapatkan 34% ibu
primipara, dan 76% multipara.24 Perbedaannya dengan penelitian ini, penelitian di
Tanzania memiliki jumlah subjek yang lebih besar (402 subjek), berbasis
komunitas, pengambilan subjek dilakukan secara random, dan memiliki rentang
usia ibu yang lebih lebar (antara 15-48 tahun).
6.3 Proporsi ASI Eksklusif
Pada penelitian ini, didapatkan proporsi ASI eksklusif sebesar 75%. Nilai ini jauh
lebih besar dibandingkan laporan dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2010 (15%) dan data SDKI 2007 (32%).9,77 Angka proporsi ASI eksklusif
yang didapatkan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan di beberapa negara
44
lain. Di Malaysia15, prevalens ASI ekslusif sebesar 32,8%, sedangkan di India14,
prevalens ASI eksklusif sebesar 61,5%, dan di Brazil78 sebesar 31%. Seluruh
penelitian di atas menggunakan terminologi ASI eksklusif yang sama dengan
penelitian ini, namun dengan metodologi yang berbeda-beda. Tingginya proporsi
ASI eksklusif pada penelitian ini menyerupai hasil di beberapa negara maju. Di
Kanada, angka ASI eksklusif mencapai 71,6%. Salah satu faktor yang mendukung
tingginya proporsi ASI eksklusif adalah pemerintah Kanada memberikan fasilitas
cuti melahirkan selama 1 tahun untuk para ibu.19
Proporsi ASI eksklusif yang tinggi pada penelitian ini disebabkan RS St Carolus
sudah mengimplementasikan program BFHI atau rumah sakit sayang bayi yang
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF sejak tahun 1990. Penelitian
retrospektif di sebuah rumah sakit pendidikan Boston Medical Center, Amerika
Serikat yang menguji dampak implementasi BFHI, membandingkan angka
pemberian ASI eksklusif selama periode 3 tahun, yaitu tahun 1995 (sebelum
implementasi BFHI), 1998 (saat BFHI mulai diimplementasikan), dan tahun 1999
(pasca-implementasi BFHI). Proporsi ASI eksklusif dijumpai meningkat dari
5,5% (tahun 1995) menjadi 28,5% (tahun 1998) dan 33,5% (tahun 1999).79
Implementasi BFHI terbukti dapat meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif.
Pada tahun 2009, UNICEF80 merevisi konsep BFHI agar pelaksanaan 10 LMKM
tidak hanya dilaksanakan di rumah sakit saja, namun juga dilaksanakan di
pelayanan kesehatan yang lain serta di masyarakat. Ketika sepuluh langkah
menuju keberhasilan menyusui ini dilaksanakan secara penuh di rumah sakit,
dukungan
berbasis
masyarakat
dapat
berperan
untuk
meningkatkan
keefektifannya. Sebaliknya, ketika di rumah sakit hanya ada sedikit langkah yang
terlaksana, semua upaya menyusui yang lain akan menjadi kurang efektif.
Sampai dengan tahun 2010, data dari UNICEF menyebutkan terdapat lebih dari
20.000 fasilitas bersalin di seluruh dunia yang telah memperoleh sertifikat BFHI
atau "Sayang Bayi".80
45
6.4 Alasan Ibu Berhenti Memberikan ASI Eksklusif
Sebanyak 30 subjek yang gagal meneruskan pemberian ASI eksklusif, alasan
terbanyak adalah karena ibu merasa produksi ASI-nya tidak cukup atau sedikit.
Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang menyebutkan alasan
tersering ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah ibu merasa
produksi ASI tidak cukup.16,55 Pada penelitian ini, sebagian besar subjek (54%)
yang merasa produksi ASI-nya sedikit mengaku tidak melakukan konseling lebih
lanjut dengan petugas kesehatan di RS St Carolus dan memutuskan sendiri untuk
memberikan susu formula kepada bayinya.
Sebanyak 8 subjek berhenti memberikan ASI eksklusif karena harus kembali
bekerja. Peneliti melakukan wawancara mengenai hambatan apa yang ditemui ibu
bekerja dalam pemberian ASI eksklusif. Alasan terbanyak adalah karena pada saat
diperah, ASI yang keluar hanya sedikit sedangkan jika disusui secara langsung
produksi ASI banyak sehingga saat ibu di rumah, bayi diberikan ASI, sementara
saat ibu bekerja bayi diberikan susu formula.
Sebanyak 5 subjek gagal memberikan ASI eksklusif karena campur tangan ibu
atau mertua. Dari kelima subjek tersebut, 4 subjek memiliki pengetahuan yang
benar mengenai ASI eksklusif dan mengetahui bahwa ASI eksklusif harus
diberikan sampai dengan bayi berusia 6 bulan. Kelima subjek tersebut tinggal di
rumah ibu atau mertua, dan hal ini telah menimbulkan dominasi dari ibu atau
mertua terhadap pengasuhan anak termasuk pola pemberian makanannya,
sehingga subjek gagal memberikan ASI eksklusif.
Alasan lain subjek tidak memberikan ASI eksklusif yaitu gagal tumbuh,
hiperbilirubinemia karena asupan ASI yang kurang, dan kondisi fisis payudara
seperti puting mendatar dan mastitis.
6.5 Bentuk Dukungan Rumah Sakit yang Diberikan RS St Carolus dalam
Upaya Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif
Upaya rumah sakit dalam memperkenalkan ASI eksklusif kepada setiap ibu
dimulai sejak pasien datang pertama kali ke rumah sakit untuk pemeriksaan
46
kehamilan. Saat melakukan pendaftaran, pasien dan petugas kesehatan (bidan)
saling berdiskusi mengenai kewajiban dan pelayanan yang akan diterima pasien
antara lain pertolongan oleh bidan atau dokter selama pemeriksaaan antenatal
sampai dengan melahirkan, biaya persalinan, motivasi keluarga berencana, dan
keharusan pemberian ASI eksklusif kepada anak yang akan dilahirkan. Setelah
diberikan penjelasan, pasien akan menerima kartu pelayanan dan buku
pemeriksaan kehamilan. Dengan kartu itu, ibu hamil dapat mengikuti semua
kegiatan dan penyuluhan yang disediakan oleh RS St Carolus.
Pada tiap kunjungan kehamilan, baik pasien yang berkunjung ke bidan maupun ke
dokter spesialis kandungan diberikan penjelasan mengenai ASI eksklusif, baik
secara komunikasi langsung, dengan gambar ataupun buku. Rumah sakit St
Carolus mengadakan penyuluhan rutin ASI eksklusif yang pesertanya
dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan, yaitu trimester pertama (usia
kehamilan 0-3 bulan), trimester kedua (usia kehamilan 4-6 bulan), trimester ketiga
(usia kehamilan 7-9 bulan), dan kelompok pasien post-partum.
Penyuluhan pada ibu kehamilan trimester pertama dan kedua lebih diarahkan pada
penanaman nilai-nilai pentingnya manfaat ASI eksklusif bagi bayi. Penyuluhan
dilakukan oleh bidan dan perawat di BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak)
secara kolektif. Penyuluhan ini dapat diikuti oleh pasien bidan dan pasien dokter
spesialis. Penyuluhan pada ibu kehamilan trimester ketiga yaitu penyuluhan
breastcare. Penyuluhan ini diadakan 2 kali/bulan yaitu pada minggu kedua dan
keempat.
Sebelum
memasuki
ruang
penyuluhan,
peserta
memperoleh
pemeriksaan kehamilan dari bidan untuk memastikan kondisi kehamilan dalam
keadaan baik. Penyuluhan dimulai dengan acara perkenalan petugas kesehatan
dan para peserta. Acara kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi tentang
perawatan payudara agar tidak terjadi puting lecet dan payudara bengkak,
perawatan kehamilan, tanda-tanda persalinan, IMD, rawat gabung, manfaat ASI,
serta manajemen laktasi (tata cara menyususi yang benar, cara memerah ASI, dan
penyimpanan ASI). Para peserta bebas mengajukan pertanyaan dan berdiskusi
dengan petugas kesehatan maupun dengan peserta lain. Tahap akhir dari
penyuluhan breastcare yaitu memeriksa, membersihkan, dan mengurut atau
47
massage
payudara.
mempraktekannya
Pada
melalui
tahap
ini,
manekin.
petugas
Setiap
memberikan
peserta
contoh
berlatih
dan
dan
ikut
mempraktekannya. Petugas kesehatan menyediakan alat-alat seperti handuk kecil,
minyak goreng, kain bersih untuk kompres payudara. Kegiatan penyuluhan
kemudian diakhiri dengan minum susu untuk ibu hamil dengan tujuan
menanamkan nilai bahwa gizi sangat penting untuk ibu hamil.
Penyuluhan untuk ibu post-partum dilakukan pada hari pertama sampai dengan
hari ketiga pasca-persalinan. Pada hari pertama, ibu memperoleh penyuluhan
breastcare dengan isi materi hampir sama dengan penyuluhan breastcare saat
hamil. Hari kedua, ibu memperoleh penyuluhan mengenai perawatan bayi, cara
memandikan bayi, dan pentingnya imunisasi bayi. Hari ketiga pasca-persalinan,
ibu diberi penyuluhan pijat bayi. Penyuluhan dilakukan secara kolektif di ruang
Yosep (kebidanan).
Melalui konseling atau penyuluhan tersebut, ibu yang tidak memiliki pengalaman
dan pengetahuan sebelumnya mengenai menyusui, akan memiliki kemungkinan
untuk mempraktekan pengetahuan tersebut ke dalam tindakan nyata, sedangkan
bagi ibu yang telah memiliki pengetahuan menyusu sebelumnya, akan memiliki
kesempatan untuk memilih pengetahun yang benar untuk dipraktekkan.
6.6 Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
6.6.1 Usia Ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara
berusia <25 tahun dalam hal
pemberian ASI eksklusif.
Hasil penelitian ini memberikan informasi yang berbeda dengan hasil penelitian di
Kolumbia76, Kanada19, dan Australia28,51 yang menemukan hubungan usia ibu
dengan pemberian ASI eksklusif. Pada penelitian tersebut, proporsi ASI eksklusif
dijumpai lebih tinggi pada kelompok ibu yang berusia lebih tua. Diskonkruensi
hasil penelitian ini disebabkan pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti,
terdapat
48
(91,7%) dan yang berusia <25 tahun (8,3%), dan peneliti menemukan sebanyak
33% kelompok ibu yang berusia <25 tahun telah memperoleh konseling ASI sejak
hamil sehingga berhasil memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan. Hal inilah
yang menyebabkan tidak terdapatnya hubungan antara usia ibu dan ASI eksklusif
karena kelompok ibu usia <25 tahun memiliki proporsi yang hampir sebanding
dengan ibu
ASI eksklusif.
6.6.2 Jumlah Paritas
Penelitian ini menemukan tidak terdapat perbedaan antara primipara dan
multipara dalam hal pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian berbeda didapatkan
pada penelitian yang dilakukan di Australia28,51, Inggris52, dan Libanon 20 yang
menyimpulkan jumlah paritas yang tinggi berhubungan dengan keberhasilan ASI
eksklusif. Pada beberapa penelitian tersebut, tingginya proporsi ASI eksklusif
pada ibu multipara karena ibu memiliki pengalaman menyusui pada anak
sebelumnya, sehingga pengetahuan tentang menyusui lebih tinggi dan rasa
percaya diri ibu untuk berhasil memberikan ASI eksklusif meningkat.
Pada penelitian ini, jumlah ibu yang berstatus primipara sebanding dengan ibu
multipara dalam hal pemberian ASI eksklusif. Tingginya proporsi ASI eksklusif
pada ibu primipara karena sebagian besar (60%) ibu-ibu tersebut sudah
memperoleh konseling ASI sejak masa kehamilan. Program BFHI di RS St
Carolus memuat kebijakan LMKM, khususnya poin nomor 3, yaitu petugas
kesehatan harus memberikan penjelasan dan informasi tentang manfaat dan
penatalaksanaan menyusui kepada ibu hamil.
6.6.3 Cara Persalinan
Penelitian ini menemukan tidak terdapat hubungan antara cara persalinan dengan
pemberian ASI eksklusif. Penelitian dengan hasil berbeda dijumpai pada
penelitian di Libanon dan Australia menemukan ibu yang melahirkan secara
operasi kaisar memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti memberikan ASI
eksklusif, dan sebaliknya ibu yang melahirkan bayinya secara spontan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. 20,28
49
Pada penelitian ini, penyebab tidak terdapatnya perbedaan yang bermakna antara
cara persalinan ibu dengan ASI eksklusif karena proporsi ASI eksklusif dijumpai
tinggi pada ibu yang melahirkan dengan bantuan alat (vakum/forsep) atau operasi
kaisar ibu. Di RS St Carolus, ibu-ibu hamil saat trimester ketiga sudah
mendapatkan penyuluhan prenatal antara lain mengenai kemungkinan cara
persalinan yang akan dihadapi tidak memengaruhi ASI eksklusif dan cara
persalinan apapun tetap dapat memberikan ASI eksklusif. Selain itu, tim
persalinan baik pada persalinan dengan alat maupun bedah kaisar, yang terdiri
dari dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter anak, bidan dan perawat
berkomitmen melakukan IMD, dan saling bekerja sama untuk terlaksananya
proses IMD. Keberhasilan IMD pada persalinan dengan alat maupun bedah kaisar
merupakan titik permulaan keberhasilan ASI eksklusif.
6.6.4 Faktor Fisis Ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor fisis ibu tidak memiliki hubungan yang
bermakna secara statistik dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian di 31
negara bagian di Amerika Serikat pada tahun 2001 menemukan puting lecet
merupakan alasan ibu berhenti memberikan ASI pada 35% subjek (di minggu
pertama) dan pada 30% subjek (di bulan pertama).55
Penyebab rendahnya proporsi subjek yang memiliki masalah faktor fisis seperti
puting lecet, dan atau mastitis karena ibu yang melahirkan di RS St Carolus
diberikan penyuluhan breastcare yang bertujuan meningkatkan pengetahuan ibu
tentang perawatan payudara, pijat payudara, mengatasi puting yang mendatar, dan
mencegah payudara bengkak dan ibu diharapkan dapat mempraktekannya sendiri.
Penyuluhan breastcare tersebut diberikan sejak mulai usia kehamilan minimal 28
minggu, berkesinambungan hingga hari ketiga post-partum.81
6.6.5 Faktor Psikis Ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor psikis ibu memiliki hubungan yang
bermakna secara statistik dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil serupa dijumpai
pada beberapa penelitian di Amerika Serikat.16,27 Ibu yang tidak memiliki
50
keyakinan terhadap produksi ASI-nya memiliki kemungkinan untuk gagal
memberikan ASI eksklusif sebesar 2,8 kali lipat pada bulan pertama, dan 1,2 kali
lipat pada bulan ketiga (p<0,005).16 Penelitian yang lain menemukan pada minggu
kedua menyusui, 28% ibu merasa tidak yakin terhadap kecukupan ASI-nya dan
merasa bayi mereka masih merasa lapar sehingga bayi diberikan susu formula. Ibu
yang merasa tidak yakin akan produksi ASI memiliki kemungkinan 3 kali lebih
besar untuk gagal memberikan ASI eksklusif pada minggu kedua dan 12 kali pada
bulan kedua (p<0,005).27
6.6.6 Tingkat Pendidikan Ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pendidikan tidak memengaruhi
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Hasil penelitian berbeda dijumpai pada
penelitian di Kanada yang menemukan ibu yang memiliki tingkat pendidikan
rendah (<12 tahun masa pendidikan) memiliki kemungkinan lebih besar untuk
berhenti memberikan ASI pada 6 bulan pertama (RO 2,63; IK95%; 1,77-3,90;
p<0,05).19,28 Demikian pula dengan sebuah penelitian longitudinal di Australia
pada tahun 2008 yang menemukan ibu yang sekolah sampai universitas memiliki
kemungkinan 3,3 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif.51
Seiring dengan tingginya tingkat pendidikan ibu diharapkan terdapat peningkatan
pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif
sehingga diharapkan memiliki kemungkinan sukses lebih besar untuk memberikan
ASI eksklusif. Namun pada kenyataannya di masyarakat, tingginya pendidikan
ibu tidak menjamin pengetahuan tentang ASI yang lebih tinggi. Pada penelitian
ini, peneliti menemukan ibu-ibu yang berpendidikan menengah tidak kalah dalam
hal mencari pengetahuan dan wawasan mengenai ASI melalui situs internet,
komunitas jejaring sosial facebook, tweeter, dan blackberry group. Melalui
komunitas sosial tersebut, mereka berbagi informasi mengenai ASI dan diskusi
mengenai masalah-masalah dan kesulitan selama menyusui. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan ASI eksklusif pada kelompok
ibu berpendidikan menengah.
51
6.6.7 Pekerjaan Ibu
Pada penelitian ini sebanyak 59,2% subjek merupakan ibu yang bekerja. Hasil
analisis bivariat menunjukkan status ibu bekerja tidak memengaruhi pemberian
ASI eksklusif. Hasil berbeda dijumpai pada penelitian di Libanon20, Malaysia15,
Brazil22 dan Selandia Baru21 yang menyimpulkan ibu yang bekerja memiliki
kemungkinan lebih besar untuk gagal memberikan ASI ekslusif.
Ibu bekerja memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk berhasil memberikan
ASI eksklusif dan sebaliknya ibu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan yang
lebih besar karena ibu yang tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak untuk
menyusui bayinya. Selain itu, pada ibu yang bekerja, lamanya cuti melahirkan
juga berpengaruh terhadap kontinuitas menyusui. Peneliti menemukan dari 20
subjek ibu bekerja yang gagal memberikan ASI eksklusif, sebagian besar
alasannya karena berhentinya memberikan ASI saat mereka harus kembali
bekerja.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan agar semua tempat bekerja, dunia usaha
atau perusahaan mendukung praktek pemberian ASI, antara lain :1) memberikan
cuti hamil dan melahirkan sesuai dengan peraturan yang berlaku; 2) menyediakan
fasilitas ruang menyusui atau ruang ASI yang memenuhi standar kesehatan; 3)
memberikan kesempatan bagi tenaga kerja perempuan yang sedang menyusui
untuk menyusui atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja; dan 4)
mengelola CSR (Community Sosial Responsibilities) untuk memberikan dukungan
menyusui.82
Peraturan yang ada di Indonesia saat ini adalah cuti melahirkan diberikan selama
3 bulan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
13 Th. 2003 Pasal 82 (1) tentang
Pekerja/buruh
perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah
melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan
83
Dengan
adanya undang-undang tersebut, ibu yang bekerja hanya mendapat cuti maksimal
3 bulan sedangkan durasi ASI eksklusif dianjurkan sampai bayi berusia 6 bulan.
52
Hal ini merupakan salah satu penghambat pemberian ASI eksklusif pada
kelompok ibu bekerja, sehingga jika ibu yang bekerja tidak dibekali pengetahuan
mengenai pemberian ASI saat bekerja maka saat mereka harus kembali bekerja,
ibu memilih untuk memberikan susu formula sebagai pengganti ASI.
Pada penelitian ini, proporsi ASI eksklusif yang tinggi pada kelompok ibu bekerja
disebabkan ibu yang bekerja sudah dibekali pengetahuan yang cukup mengenai
cara-cara mempertahankan pemberian ASI eksklusif selama bekerja. Pengetahuan
tersebut sudah mereka dapatkan sebelum berakhirnya cuti melahirkan, bahkan
sejak saat konseling ASI saat hamil, sehingga pada saat ibu harus kembali bekerja,
mereka tidak menemukan masalah dan hambatan. Konseling pemberian ASI
eksklsuif pada ibu bekerja antara lain meliputi cara pemberian ASI perah, cara
menyimpan ASI perah di dalam freezer, dan cara memompa ASI. Konseling ASI
di RS Carolus diberikan kepada ibu-ibu sejak masa kehamilan trimester ketiga
dan terus berkesinambungan sampai bayi lahir dan berusia 2 tahun.
6.6.8 Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Pengetahuan ibu yang benar mengenai ASI eksklusif didapatkan bermakna secara
statistik dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian potong lintang yang dilakukan di Tanzania yang menemukan kelompok
ibu yang memiliki pengetahuan ASI yang cukup memiliki kemungkinan 5,4 kali
lebih besar untuk ASI eksklusif selama 6 bulan (RO 5,4; IK 2,5-11,6).24
Tingginya proporsi ibu yang memiliki pengetahuan yang benar mengenai ASI
ekslusif merupakan kontribusi dari beberapa faktor, seperti kebijakan di RS St
Carolus yang mengimplementasikan BFHI, efektifnya edukasi mengenai ASI
eksklusif secara umum di masyarakat, dan meningkatnya dukungan menyusui dari
kelompok pendukung ASI (KP-ASI) yang keanggotaannya terdiri ibu-ibu
menyusui, suami, keluarga, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.
6.6.9 Status Sosial Ekonomi
Pada penelitian ini, 45% subjek berada pada kelompok sosial ekonomi tinggi yaitu
dengan penghasilan diatas Rp 5 juta/bulan sedangkan 55% berada pada kelompok
53
sosial ekonomi rendah-menengah dengan penghasilan rata-rata Rp 2-5 juta/bulan.
Hasil analisis bivariat menunjukkan tingkat sosial ekonomi tidak berhubungan
dengan pemberian eksklusif. Hasil serupa didapatkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Heather dkk19 di Kanada tahun 2009 dan Marques dkk61 di Brazil
pada tahun 2001 yang menemukan tingkat sosial ekonomi tidak memengaruhi
pemberian ASI eksklusif. Sementara penelitian kohort yang dilakukan di kota
Pelotas, Brazil tahun 2003 menyimpulkan status sosial ekonomi yang rendah
memengaruhi kegagalan ASI eksklusif. Perbedaannya dengan penelitian yang
dilakukan peneliti, penelitian di Pelotas menggunakan batasan operasional ASI
eksklusif dengan durasi 3 bulan, dan desain penelitian yang digunakan adalah
kohort. Perbedaan definisi operasional dan desain penelitian yang dipakai dapat
menyebabkan perbedaan hasil penelitian.
6.6.10 Dukungan Keluarga
Sebanyak 74,2% subjek mendapat dukungan keluarga untuk ASI eksklusif. Hasil
analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan
menyusui dari keluarga dengan pemberian ASI eksklusif.
Bukti bahwa dukungan sosial terhadap menyusui berpengaruh positif terhadap
durasi ASI eksklusif sudah banyak dibuktikan di beberapa penelitian di banyak
negara.62,63,84-86 Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2003 menunjukkan
kelompok ibu yang tidak memiliki dukungan keluarga memiliki kemungkinan 2
kali lebih besar untuk gagal memberikan ASI eksklusif dibandingkan kelompok
ibu yang memperoleh dukungan menyusui.16
Berbagai macam upaya dukungan dalam peningkatan pemberian ASI, berawal
dari dukungan suami dan keluarga. Wujud dukungan yang dapat diberikan dari
suami antara lain perhatian, kesempatan, penciptaan suasana yang mendukung
kegiatan menyusui, pemenuhan gizi yang optimal bagi ibu hamil dan menyusui.
Seorang suami mempunyai peran yang sangat besar dalam membantu ibu ASI
eksklusif kepada bayinya. Jika ibu merasa didukung, dicintai dan diperhatikan,
maka akan muncul emosi positif yang akan meningkatkan produksi hormon
oksitosin sehingga produksi ASI pun lancar.19,62 Dukungan suami dapat
54
diwujudkan dalam bentuk dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis bagi
ibu. Disinilah pentingnya peran seorang suami serta keluarga
dalam
mempersiapkan, mendorong dan mendukung ibu serta menciptakan suasana yang
kondusif bagi ibu hamil dan menyusui.
6.6.11 Promosi Susu Formula
Promosi susu formula kini semakin gencar di masyarakat. Hal ini dapat
memengaruhi keputusan ibu dalam memberikan ASI terhadap bayinya. Pada
penelitian ini, sebanyak 36,7% subjek mengaku pernah mendapat promosi susu
formula secara langsung baik di rumah, swalayan, dan tempat umum lainnya.
Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara kelompok ibu yang pernah
mendapat promosi susu formula dan yang tidak dalam hal pemberian ASI
eksklusif.
Penelitian di Ethiopia menemukan sebanyak 44,1% subjek mengaku pernah
memperoleh promosi susu formula namun tidak dijumpai hubungan yang
bermakna antara promosi susu formula dengan ASI eksklusif.87 Berdasarkan
wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa subjek,
ketertarikan ibu terhadap susu formula dirasakan terutama saat bulan-bulan
pertama menyusui di saat masalah menyusui muncul, seperti produksi ASI belum
banyak, puting lecet, dan payudara bengkak. Peran pemerintah dalam
memperketat regulasi pemasaran susu formula bayi sangat diperlukan.
Pemerintah telah mengatur penggunaan dan pengawasan susu formula melalui
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanaan Republik Indonesia
No.HK.00.05.52.0085 dan No.HK.00.05.1.52.3920. Peraturan tersebut telah
memutuskan susu formula bayi digunakan sebagai penggnati ASI untuk
memenuhi kebutuhan gizi normal bayi, bila kondisi ibu tidak dapat atau tidak
boleh memberikan ASI pada bayinya, misalnya ibu meninggal atau ibu menderita
penyakit menular.88,89 Pemerintah juga telah megeluarkan peraturan menganai
pemasaran susu formula yaitu pada Kepmenkes No. 237/Menkes/SK/IV/1997
tentang pemasaran pengganti ASI yang telah melarang mengiklankan susu
formula bayi, pembagian sampel gratis pada sarana pelayanan kesehatan, ibu
55
hamil atau melahirkan.89 Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan ini serta
sanksi yang jelas dan tegas masih belum tercapai sehingga pelanggaran yang
berkaitan dengan promosi susu formula masih terus berjalan.
6.6.12 Konseling ASI
Konseling ASI meliputi konseling ASI pada saat hamil (antenatal care), pada saat
melahirkan, dan pada saat kontrol bayi baru lahir. Proporsi subjek yang mendapat
konseling ASI di RS St Carolus cukup tinggi, yaitu sekitar 73,3%. Hal ini
disebabkan RS St Carolus sudah mengimplementasikan BFHI atau rumah sakit
sayang bayi. Konseling merupakan bagian dari program kerja BFHI sehingga ibu
hamil trimester ketiga sudah mulai diberikan konseling dini mengenai manfaat
ASI eksklusif. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini menunjukkan konseling
ASI merupakan faktor yang signifikan berpengaruh terhadap kesuksesan
pemberian ASI eksklusif.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No.03 tahun 2010 tentang
Penerapan
Sepuluh
Langkah
Menuju
Keberhasilan
Menyusui
yang
pelaksanaannya meliputi pemberian penjelasan kepada semua ibu hamil tentang
manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa
bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.82
Dalam peraturan tersebut, yang memberikan penjelasan adalah tenaga kesehatan
yang telah dilatih, sedangkan materi yang dijelaskan antara lain tentang IMD,
bahaya susu formula dan dot atau kempeng, rawat gabung, penatalaksanaan
menyusui yang benar termasuk mengatasi kesulitan menyusui, dan managemen
menyusui saat bayi sakit. Pemberian informasi ini dilakukan pada saat kunjungan
pemeriksaan kehamilan, masa persalinan hingga masa nifas.
56
6.7 Analisis Multivariat terhadap Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif
Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling bermakna secara
statistik memengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah faktor psikis ibu, diikuti
oleh dukungan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan
konseling ASI oleh petugas kesehatan. Jila seorang ibu memiliki keyakinan
terhadap produksi ASI, pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif, dukungan
keluarga untuk menyusui dan memperoleh konseling minimal 3 kali dari petugas
kesehatan maka probablititas ibu tersebut untuk memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya adalah sebesar 99,2%.
Beberapa penelitian di Amerika dan Australia sepakat bahwa faktor psikis ibu
bermakna dalam memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Faktor psikis yang
positif seperti rasa percaya diri yang kuat, merasa yakin akan kecukupan ASI,
tidak stres dan sikap positif terhadap menyusui, menunjang keberhasilan ASI
eksklusif.16 Berdasarkan penelitian, dari 50% ibu yang merasa produksi ASI-nya
tidak cukup, hanya 5% diantaranya yang secara fisiologis terbukti mengalami
produksi ASI yang kurang.90 Persepsi ibu terhadap ketidakcukupan ASI lebih
disebabkan oleh psikologis ibu daripada masalah biologis. Penelitian McCarter
dkk91 di Brazil tahun 2001 menemukan korelasi yang kuat antara persepsi ibu
terhadap ketidakcukupan ASI dengan kepercayaan diri ibu yang rendah dalam
menyusui (r=0,48, p<0,01). Ibu yang merasa produksi ASI-nya kurang cenderung
memiliki rasa percaya diri yang rendah dalam menyusui, tetapi ibu yang percaya
bahwa dirinya mampu menyusui dan mampu menghadapi tantangan dan kesulitan
dalam menyusui cenderung merasa bahwa produksi ASI-nya cukup.91,92
Faktor psikis tersering ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi adalah ibu
merasa produksi ASI tidak cukup. Kecemasan dan persepsi ibu terhadap
ketidakcukupan ASI sering muncul pada masa post-partum awal atau mingguminggu pertama setelah melahirkan. Ibu yang mengalami masalah kecemasan
pada masa tersebut juga sering mengalami kesulitan dalam teknik menyusui
sehingga jika pada masa kritis ini ibu tidak mendapatkan dukungan sosial dari
keluarga terdekat, akan berlanjut dan menyebabkan berhentinya pemberian ASI
57
secara dini. Pada masa post-partum awal, ibu sangat membutuhkan dukungan
menyusui yang berkelanjutan dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial
secara luas, dan intrevensi masalah harus cepat diberikan jika ditemukan
gangguan psikologis dan mental.19
Dukungan suami dan keluarga terdekat sangat penting, bahkan tidak kalah
pentingnya dibandingkan konseling menyusui dari petugas kesehatan. Dukungan
oleh suami atau keluarga dapat diberikan setiap hari dan setiap waktu, sedangkan
konseling dari petugas kesehatan tidak selalu didapat secara sering oleh ibu.
Sebuah metaanalisis dari Cochrane tahun 2007 yang mereview 34 uji klinis acak
dari 14 negara menemukan bahwa dukungan menyusui dari suami, keluarga,
masyarakat dan tenaga profesional terbukti meningkatkan durasi menyusui
eksklusif hingga 6 bulan.84
Bentuk konkrit dukungan suami bagi ibu selama menyusui dapat berupa: 1) suami
tetap memberikan perhatian kepada ibu; 2) menciptakan kesempatan agar ibu
mempunyai waktu luang lebih banyak dengan bayinya di samping untuk
beristirahat; 3) upayakan agar tidak menyampaikan kritik pada ibu; 4) luangkan
waktu untuk bersama bayi terutama ketika bayi selesai menyusu; 5) jadilah Suami
Siap, Antar, Jaga (Suami Siaga); 6) memberikan dorongan kepada ibu agar tetap
menyusui; 7) menciptakan suasana yang kondusif bagi ibu untuk menyusui; dan
8) mengatasi kesulitan yang timbul selama ibu menyusui bayinya.82
Dukungan keluarga (anggota keluarga lain) terhadap menyusui dapat dilakukan
dengan cara anggota keluarga memberikan dukungan psikologis bagi ibu
menyusui yang mengalami kesulitan dalam memberikan ASI. Keluarga juga
senantiasa menciptakan kondisi, situasi, suasana yang tenang, nyaman, penuh
kasih sayang dalam upaya meningkatkan kepercayaan diri ibu untuk menyusui.
Selain itu, keluarga perlu meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan
kesadarannya tentang besarnya manfaat ASI bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat
dan negara. Pemerintah menganjurkan anggota keluarga aktif terlibat dan
memberikan dukungan dalam Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan
menghapus mitos yang tidak mendukung ibu dalam menyusui termasuk larangan
58
memakan suatu jenis makanan tertentu yang sebenarnya nilai gizinya sangat
diperlukan.82
Dukungan menyusui dari masyarakat antara lain: 1) revitalisasi Posyandu dan
forum PKK untuk mengefektifkan pemberian layanan informasi mengenai
pentingnya dukungan bagi ibu menyusui; 2) memberikan perhatian khusus kepada
ibu menyusui, sehingga terbangun empati dan simpati dari masyarakat kepada ibu
yang menyusui; 3) masyarakat terlibat aktif dan memberikan dukungan melalui
KP-ASI di lingkungannya; 4) menjadikan menyusui sebagai sebuah gerakan atau
budaya yang merupakan suatu bentuk ibadah; 5) menciptakan kondisi yang
kondusif bagi berlangsungnya kegiatan menyusui; 6) melakukan advokasi di
tingkat kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mendukung
eberhasilan menyusui
enggencarkan kampanye
tentang pentingnya peningkatan pemberian ASI; dan 8) meluruskan persepsi
masyarakat tentang mitos, stigma serta stereotipe yang kurang mendukung
pemberian ASI Eksklusif.82
Selain faktor psikis ibu dan dukungan keluarga terhadap menyusui, pengetahuan
ibu tentang ASI eksklusif tidak kalah pentingnya dalam menunjang terlaksananya
pemberian ASI eksklusif. Penelitain yang telah membuktikan peran pengetahuan
ibu dalam keberhasilan ASI eksklusif adalah 2 penelitian komunitas di
Tanzania.24,66 Semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang ASI maka semakin
tinggi prevalens ASI eksklusif. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu dapat
dilakukan dengan implementasi BFHI di beberapa rumah sakit dan tempat
pelayanan kesehatan lain, meningkatkan edukasi ASI di masyarakat dan
memberikan dukungan sosial untuk ibu menyusui.82
Pada penelitian ini, konseling ASI terbukti meningkatkan pemberian ASI
eksklusif. Hasil serupa dijumpai pada penelitian di kota kecil Morogoro,
Tanzania66 dan di Ohio.23 Sedangkan penelitian multivariat di Kigoma, Tanzania
menemukan bahwa konseling ASI saat hamil tidak bermakna dalam memengaruhi
keberhasilan ASI eksklusif.24 Namun pada penelitian tersebut konseling yang
dilakukan hanya berupa anjuran untuk ASI eksklusif selama hamil. Perbedaan
batasan operasional konseling yang dipakai pada penelitian ini adalah konseling
59
dilakukan minimal 3 kali yaitu saat hamil, saat melahirkan dan saat kontrol pascalahir. Penelitian lain yaitu sebuah uji klinis prospektif di Singapura tahun 2007
menunjukkan bahwa pemberian informasi mengenai ASI melalui alat bantu
buklet, video, dan konsultasi dengan konselor terbukti dapat meningkatkan
proporsi ASI eksklusif 3 bulan, namun proporsi ASI eksklusif 6 bulan tidak
berbeda. Pada penelitian ini pemberian informasi hanya dilakukan 1 kali yaitu saat
melahirkan.93 Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk menunjang ASI
eksklusif 6 bulan, edukasi ASI tidak cukup hanya sekali melainkan harus
berkelanjutan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa faktor
psikis ibu, dukungan keluarga, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, dan
konseling ASI merupakan faktor yang dapat memengaruhi pemberian ASI
eksklusif di RS St Carolus. Intervensi yang tepat dapat dilakukan untuk
meningkatkan keempat faktor di atas.
60
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Proporsi ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD di RS
St Carolus adalah sebesar 75%.
2. Faktor yang terbukti memengaruhi pemberian ASI eksklsusif adalah faktor
psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga,
pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari
petugas kesehatan.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian berbasis rumah sakit yang lebih heterogen
sehingga dapat digunakan sebagai acuan penilaian populasi anak
Indonesia.
2. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo hendaknya mengimplementasikan
BFHI atau rumah sakit sayang bayi yang
Fetomaternal Departemen Kebidanan dan Divisi Perinatologi Departemen
Ilmu Kesehatan Anak. Dengan implementasi BFHI, terjadi konseling yang
berkelanjutan mengenai ASI terhadap ibu sehingga meningkatkan angka
keberhasilan ASI eksklusif.
3. Himbauan kepada pemerintah untuk merevisi bentuk dan lama cuti pascamelahirkan hingga 6 bulan, yaitu 3 bulan cuti dalam tanggungan negara
atau perusahaan, dan ibu dapat memperoleh tambahan cuti 3 bulan tanpa
tanggungan negara atau perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Work Group on Breastfeeding. American Academy of Pediatrics. Breastfeeding and
the use of human milk. Pediatrics. 1997;100:1035-9.
2. Besar DS, Eveline PN. Air susu ibu dan hak bayi. Dalam: Hegar B, Suradi R,
Hendarto A, Partiwi IGA, penyunting. Bedah ASI. Jakarta: IDAI; 2008. h. 1-16.
3. Suradi R. Manajemen laktasi. Dalam: Suradi R, Tobing HK, penyunting. Jakarta:
Perinasia; 2007. h.1-5
4. Hegar B. Nilai menyusui. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi IGA, Marzuki AN,
Ananta Y, penyunting. Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI; 2010. h. 1-12.
5. World Health Organization. The optimal duration of exclussive breastfeeding. 2002.
Geneva. Diunduh dari http://www.who.int/nut/inf.htm. Diakses tanggal 2 Maret 2011.
6. Departemen
Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan
RI
No.
450/MENKES/SK/2004 tentang pemberian air susu ibu secara eksklusif pada bayi di
Indonesia. Diunduh dari:http//depkes.go.id/menkes_content. Diakses tanggal 2
November 2012.
7. Departemen Kesehatan RI. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan. Diunduh dari: http://depkes.go.id/UU_content. Diakses tanggal 2
November 2012.
8. Suradi R. Menempatkan kembali peran air susu ibu dalam pembinaan tumbuh
kembang bayi dan anak. Disampaikan pada upacara pengukuhan sebagai guru besar
tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2004.
9. Badan Statistik Nasional, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,
Departemen Kesehatan. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta:
Badan Pusat Statistik, 2008.
10. Division of Child Health and Development, Family and Reproductive Health.
Evidence for the steps for successful breastfeeding. Genewa: World Health
Organization; 1998. h. 31-4.
11. United Nations Children's Fund, World Health Organization. Baby-friendly hospital
initiative revised, updated and expanded for integrated care. Genewa: UNICEF-WHO,
2006.
12. Gangal P, Nair R, Bhagat K, Prabhu S. Breast crawl initiation of breastfeeding by
breast crawl. India: UNICEF Maharashtra; 2007. h. 9-30.
13. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pekan ASI Sedunia (PAS) 2010. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2010.
61
14. Sapna P, Ameya H, Rooma P, Aarti P, Rashid AK, Narayan KA. Prevalence of
exclussive breastfeeding and its correlate in an urban slum in Western India. IeJSME.
2009;2:14-8.
15. Leong TK. Knowledge, attitude and practice on breastfeeding in Klang, Malaysia. Int
Malay J. 2009;8:17-21.
16. Taveras EM, Capra AM, Braveman PA, Jensvold NG, Escobar GJ, Lieu TA. Clinician
support and psychosocial risk factor associated with breastfeeding discontinuation.
Pediatrics. 2003;112:108-15.
17. Kostyra MK, Mazur J, Godek WE. Factors affecting exclusive breastfeeding in Poland:
cross-sectional survey of population-based samples. Preventivemed. 2005; 50:52-9.
18. Merten S, Dravta J, Ackermann-Liebrich U. Do baby friendly hospitals influence
breastfeeding duration on a national level. Pediatrics. 2005;116:702-8.
19. Heather LK, Katie HC, Suzanne CT. Risk factor for cessation of breastfeeding prior to
six months postpartum among a community sampel of woman in Calgary, Alberta.
Can J of Pub Health. 2009;68:1-4.
20. Al-Sahab B, Tamim H, Mumtaz G, Khawaja G, Khogali M, Afifi R, dkk. Predictors of
breastfeeding in a developing country: result of a prospective cohort study. Pub Health
Nutr. 2008;12:1350-6.
21. Butler S, Williams M, Tukuitonga C, Paterson C. Factor associated with not
breastfeeding exclussively among mothers of a cohort of Pacific infants in New
Zealand. J New Zealand Med Ass. 2004;117:1-10.
22. Mascarenhas ML, Albernaz E, Silva M, Silveira RB. Prevalence of exclussive
breastfeeding and its determiners in the first 3 months of life in the South Brazil. J
Pediatr. 2006;82:289-94.
23. Kuan LW, Britto M, Decolongon J, Schoettker PJ, Atherton HD, Kotagal UR. Health
system factors contributing to breastfeeding success. Pediatrics. 1999;104:1-7.
24. Nkala TE, Msuya SE. Prevalence and predictors of exclussive breastfeeding among
women in Kigoma region, Western Tanzania: a community based cross-sectional
study. Int Breastfeed J. 2011;6:1-7.
25. Scott J, Landers M, Hughes R, Binns C. Factors associated with breastfeeding at
discharge and duration of breastfeeding. J Paediatr Child Health. 2001;37:254-61.
26. Aruldas K, Khan ME, Hazra A. Increasing early and exclussive breastfeeding in rural
Uttral Pradesh. J Fam Welfare. 2010;56:43-9.
27. Ertem IO, Votto N, Leventhal JM. The timing and predictors of the early termination
of breastfeeding. J Pediatr. 2001;107:543-51.
62
28. Hauck YL, Fenwick J, Dhaliwal SS, Butt J. A Western Australian survey of
breastfeeding initiation,prevalence and early cessation patterns. Matern Child Health J.
2011;15:260-8.
29. Lawrence RA. Physiology of lactation. Dalam: Lawrencer RA, Lawrence RM,
penyunting. Breastfeeding: a guide for the medical profession. Edisi ke-6. New york:
Elsevier Mosby Inc; 2005. h. 65-103.
30. Mexitalia M. ASI sebagai pencegah malnutrisi pada bayi. Dalam: Suradi R, Hegar B,
Partiwi IGA, Marzuki AN, Ananta Y, penyunting. Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI;
2010. h. 219-31.
31. Goldman. Immunologic factors in human milk during the first year of lactation. J
Pediatr. 2000;100:563-9.
32. Lawrence RA. Biochemistry of human milk. Dalam: Lawrencer RA, Lawrence RM,
penyunting. Breastfeeding: a guide for the medical profession. Edisi ke-6. New york:
Elsevier Mosby Inc; 2005. h. 44-54.
33. Popkins BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity.
Paediatrics.1990;86:874-82.
34. Nissen E, Lilja G, Widstrom AM, Uvnas MK. Elevation of oxytocin levels early
postpartum in women. Acta Obstet Gynecol Scand. 1992;74:530-3.
35. Jernstrom H, Lubinski J, Lynch HT. Breast-feeding and the risk of breast cancer in
BRCA1 and BRCA2 mutation carriers. J Natl Cancer Inst. 2004;96:1094-8.
36. United Nations Children's Fund. World Health Organization. Revised plan of
breastfeeding promotion and support in a baby- friendly hospital - 40 hours course.
Sesion 1: why breastfeeding is important. UNICEF, WHO, 2010.
37. American Academy of Pediatrics. Breastfeeding and the use of human milk.
Pediatrics. 2005;115:496-506.
38. Yohmi E. Inisiasi Menyusu Dini. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi IGA, Marzuki
AN, Ananta Y, penyunting. Indonesia menyusui. Jakarta: IDAI; 2010. h. 45-57.
39. Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Etego SA, Agyei SO, Kirkwood BR. Delayed
breastfeeding initiation increases the risk of neonatal mortality. Pediatrics.
2006;117:380-6.
40. Roesli U. Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda; 2008. h.131.
41. Klaus M. Mother and infant: early emotional ties. Pediatrics. 1998;102:1244-6.
42. Christensson K, Cabrera T, Christensson E, Moberg KU, Winberg J. Separation
distress call in the human neonate in the absence of maternal body contact. Acta
Paediatr. 1995;84:468-73.
63
43. Righard L, Alade MO. Effect of delivery room routines on success of first breast-feed.
Lancet.1990;336:1105-7.
44. Sosa R. The effect of early mother-infant contact on breastfeeding, infection and
growth. Dalam: Sosa R, penyunting. Breastfeeding and the mother. Amsterdam:
Elsevier; 1976. h. 179-93.
45. Perez ER. Infant feeding policies in maternity wards and their effect on breast-feeding
success: An analytical overview. Am J Public Health. 1994;84:89-97.
46. Yuko M. Initiation of breastfeeding within 120 minutes after birth is associated with
breastfeeding at four months among Japanese women: a self-administered
questionnaire survey. Intl Breastfeed Journal. 2008;3:1-7.
47. Jones G, Steketee RW, Black RE, Bhutta ZA, Morris SS. Child survival II: how many
child deaths can we prevent this year? Lancet. 2003;362:65-71.
48. Clemens J, Elyazeed RA, Rao M, Savarino S, Morsy BZ, Kim Y, dkk. Early initiation
of breastfeeding and the risk of infant diarrhea in rural Egypt. Pediatrics. 1999;104:36.
49. Ferber SG, Makhoul IR. The effect of skin-to-skin contact (kangaroo care) shortly
after birth on the neurobehavioral responses of the term newborn: a randomized
controlled trial. Pediatrics. 2004;113:858-65.
50. Fransson AL, Karlsson H, Nilsson K. Temperature variation in newborn babies:
Importance of physical contact with the mother. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed.
2005:90:500-4.
51. Cooklin AR, Donath SM, Amir LH. Maternal employment and breastfeeding: Result
from the longitudinalstudy of Australian children. Acta Pediatr. 2008;97:620-3.
52. Agboado G, Michael E, Jackson E, Verma A. Factors associated with breastfeeding
cessation in nursing mothers in a peer support programme in Eastern Lancashire. BMC
Pediatr. 2010;10:1-10.
53. Paine P, Dorea JG.Gender role attitudes and otherdeterminants of breastfeeding
intention in Brazilia women. Blackwell sci. 2001;27:61-72.
54. World Health Organization. Indicators for assesing breastfeeding practice. Diunduh
dari: http://whqlibdoc.who.int/hq. Diakses tanggal 11 Juli 2011.
55. Indu B, Morrow B, Hsia J. Why do women stop breastfeeding? findings from the
pregnancy risk assesment and monitoring system. Pediatrics. 2005;116:1408-12.
56. Scott JA, Binns CW. Factors associated with the initiation and duration of
breastfeeding: a review of the literature. Breastfeed Rev. 1999;7:5-16.
57. Amir LH, Donath S. Does maternal smoking have a negative physiological effect on
breastfeeding? The epidemiological evidence. Birth. 2002;29:112-23.
64
58. Bailey BA, Wright HN. Breastfeeding initiation in a rural sample: predictive factors
and the role of smoking. J Hum Lact. 2011;27:33-40.
59. Bonczyk SG, Avery MD, Savik K, Potter S, Duckett LJ. Women's experience with
combining breastfeeding and employment. J Nurse Midwife. 1993:38:257-66.
60. Wen LM, Baur LA, Rissel C, Alperstein G, Simpson JM. Intention to breastfeed and
awareness of health recommendations: findings from first-time mothers in southwest
Sydney, Australia. Int Breastfeed J. 2009; 49:1-7.
61. Marques SM, Lira PI, Lima MC, da-Silva NL, Filho MB, Huttky SR. Breastfeeding
and early weaning practice in Northeast Brazil: a longitudinal. Breastfeed J. 2001;
108:1-7.
62. Wolfberg A, Michels K, Shields W, O’Campo P, Bronner Y, Bienstock J. Dads as
breastfeeding advocates: results from a randomized controlled trial of an education
intervention. Am J Obs Gyn. 2004;191:708-12.
63. Win N, Binns C, Zhao Y, Scotte J, Oddy W. Breastfeeding duration in mothers who
express breastmilk: a cohort study. Intl Breastfeed J. 2006;:1-28.
64. Scott JA, Binns CW, Oddy WH, Graham KI. Predictors of breastfeeding duration:
evidence from a cohort Study. Pediatrics. 2004;117:646-55.
65. Howard CR, Weitzman ML. Infant formula distribution and advertising in pregnancy:
a hospital survey. Birth. 1994;21:14-9.
66. Shirima R, Medhin MG, Greiner T. Information and socioeconomic factors associated
with early breastfeeding practice in rural and urban Morogoro, Tanzania. Acta
Paediatr. 2001;90:936-42.
67. United Nations Children's Fund.World Health Organization. Breastfeeding
counselling a training course. Trainer's guide. Part 1, session 1-9. Diunduh dari
http://www.who.int/child_adolescent_health/documents/pdfs. Diakses tanggal 2 Maret
2011.
68. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto H. Perkiraan besar
sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi
penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Segung Seto; 2002. h. 259-87.
69. Cunningham FG. Delivery. Dalam: Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF,
Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GDV, dkk, penyunting. Williams obstetric. Edisi
ke-20. Kanada: Appleton & Lange; 1997. h. 201-56.
70. Stoll BJ. The newborn infant. Dalam: Berhman RE, Kliegman RM, Jensen HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders;
2007. h. 681-90.
71. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Tingkat pendidikan. Diunduh
dari: http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id. Diakses tanggal 11 Juni 2011.
65
72. The world bank. Data and statistics: country classification 2011. Diunduh dari :
http://www.worldbank.org. Diakses tanggal 12 Oktober 2011.
73. United Nations Children's Fund.World Health Organization. Breastfeeding
counselling a training course. Trainer's guide. Part 2, session 1-10. Diunduh dari
http://www.who.int/child_adolescent_health/documents/pdfs. Diakses tanggal 2 Maret
2011.
74. Keluarga Alumni Bidan Indonesia (KABI) RS St Carolus. Buku penuntun calon ibu.
Edisi ke-8. Jakarta: St Carolus, 1999.
75. Dahlan MS. Analisis regresi logistik. Dalam: Dahlan MS, penyunting. Statistik untuk
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: CV Sagung Seto; 2008. h. 197-208.
76. Jones JR, Kogan MD, Singh GK, Dee DL, Strawn MG. Factors associated with
exclussive breastfeeding in the United States. Pediatrics. 2011;128:1117-25.
77. Badan penelitian dan pengembangan kementrian kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
2010. Diunduh dari http://depkes.go.id/riskesdas.files. Diakses tanggal 12 September
2012.
78. Narchi NZ, Fernandes RA, Dias LD, Novais DH. Variables that influence the
maintenance of exclussive breastfeeding. Rev Esc Enferm USP. 2009;43:83-90.
79. Philipp BL, Merewood A, Miller LW, Chawla N, Murphy-Smith MM, Gomes JS,
dkk. Baby-friendly hospital initiative improves breastfeeding initiation rates in a US
hospital setting. Pediatrics 2001;108:677-81.
80. United Nations Children's Fund, World Health Organization. Baby-friendly hospital
initiative revised, updated and expanded for integrated care 2009. Genewa: UNICEFWHO; 2009.
81. Roesli U. Lembaga peningkatan penggunaan ASI Sint Carolus. Makalah ilmiah
pribadi. Jakarta; 1998.
82. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 3
tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Pemberian ASI
Eksklusif. Diunduh dari: www.menegpp.go.id. Diakses tanggal 2 Desember 2012.
83. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Diunduh dari: http://id.wikisource.org/wiki/UU_RI_Nomor_13_Tahun_2003. Diakses
tanggal 30 November 2012.
84. Britton C, McCormic F, Renfrew M, Wade A, King S. Support for breastfeeding
mothers. Cochrane Database of Syst Revs. 2007;34:1-22.
85. Sikorski J, Renfrew M, Pindoria S, Wade A. Support for breastfeeding mothers: a
systematic review. Paediatrics. 2003;17:407-17.
66
86. Falceto O, Giugliani E, Fernandes C. Couples’ relationships and breastfeeding: is there
an association? J Human Lact. 2004;20:46-55.
87. Alemayehu T, Haidar J, Habte D. Determinant of exclussive breastfeeding practice in
Ethiopia. Ethiop J Health Dev. 2009;23:12-8.
88. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan kepala badan
pengawas obat dan makanan RI No. HK. 05.52.0085 tentang pengawasan formula bayi
untuk keperluan medis khusus. Diunduh dari: http://BPOM.ind.go.id. Diakses tanggal
15 Oktober 2011.
89. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 237/Menkes/SK/1V/1997 tentang pemasaran pengganti ASI. Diunduh
dari: http://gizi.depkes.go.id/kepmenkes/1997.pdf. Diakses tanggal 2 November 2012.
90. Meedya S, Fahy K, Kable A. Factors that positively influence breastfeeding duration
to 6 months: a literature review. Women and Birth. 2010;23:135-45.
91. McCarter D, Kearney M. Parenting self-efficacy and perception of insufficient
breastmilk. J Obs Gyn. 2001;30: 515-22.
92. Blyth R, Creedy D, Dennis CL, MoyleW, Pratt J, De Vries S. Effect of maternal
confidence on breastfeeding duration: an application of breastfeeding self-efficacy
theory. Birth. 2002;29:278-84.
93. Mattar CN, Chong YS, Chab Y, Chew A, Tan P, Chab YH. Simple antenatal
preparation to improve breastfeeding practice: a randomized controlled trial. Obstet
Gynecol. 2007:109:83-90.
67
68
Lampiran 1: Lembar Informasi Orangtua
LEMBAR INFORMASI ORANGTUA
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
sedang mengadakan penelitian tentang faktor yang memengaruhi pemberian ASI
eksklusif pada bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor (usia ibu, jumlah kelahiran,
cara persalinan, faktor fisis, psikis, tingkat pendidikan, status bekerja, status
merokok ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, dukungan keluarga, promosi susu
formula, dan konseling kesehatan) dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi yang
dilakukan IMD.
Sejak tahun 2000, IMD sudah banyak dilakukan di beberapa pelayanan kesehatan di
negara kita, namun meningkatnya angka IMD tidak diikuti dengan meningkatnya
keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh karena itu penelitian ini penting untuk
mengetahui faktor penyebab kegagalan ASI eksklusif pada bayi-bayi IMD sehingga
dapat direncanakan beberapa intervensi untuk menanggulangi faktor tersebut.
Bila bersedia ikut, Ibu akan kami wawancara dan diminta untuk mengisi kuisioner
saat bayi/anak Ibu berusia 6-12bulan. Pengumpulan data akan dilakukan di tempat
anak Ibu dilakukan pemeriksaan kehehatan, yaitu RS St Carolus Jakarta.
Semua data dalam penelitian ini bersifat rahasia sehingga tidak memungkinkan
orang lain mengetahui hasil penelitian terhadap bayi Ibu. Ibu bebas menolak ikut
dalam penelitian ini dan penelitian ini tidak dipungut biaya. Bila Bapak/Ibu masih
membutuhkan penjelasan, Bapak/Ibu dapat menghubungi:
Dr. Reni Fahriani
Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Telp : 081809164882-02123753799
69
Lampiran 2: Lembar Persetujuan Orangtua
LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama
: ……………………………………………….....................
Umur
: ………tahun
Alamat
: …………………………...……………..…..................…..
Telepon
: ……………………
selaku Ayah/Ibu/lainnya (sebutkan…………..….) dari pasien ….……….., tanggal
lahir .................
setelah mendapat penjelasan mengenai kerja dan tujuan penelitian ini maka saya
setuju dan bersedia diikutkan dalam penelitian mengenai “Faktor yang
Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Salah Satu Rumah Sakit Sayang Bayi di Jakarta”.
Demikian surat pernyataan ini dibuat tanpa paksaan dan digunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta, ...................2012
Tanda tangan saksi
Yang menyatakan
Orangtua / wali anak
(Nama jelas ...................)
(Nama jelas...................)
Lampiran 3: Formulir Data Penelitian
70
FORMULIR DATA PENELITIAN
“FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PADA BAYI CUKUP BULAN YANG DILAKUKAN INISIASI MENYUSU
DINI (IMD)”
_______________________________________________________________
IDENTITAS IBU
No. urut penelitian
:
Nama ibu
:
Nama ayah
:
Usia ibu
:
Alamat
:
Telepon
:
Pendidikan
: 1. Tidak sekolah/Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SLTP
4. Tamat SLTA
5. Akademi (D1-D3)
6. S1/S2
Pekerjaan Ibu
: 1. Ibu rumah tangga
2. Pegawai negeri sipil
3. Wiraswasta
4. Masih sekolah
5. Lainnya, sebutkan
Jumlah anak
:
Usia anak terkecil (tahun)
:
Tanggal lahir anak terkecil
:
Penghasilan keluarga
: 1. < 1 juta rupiah/bulan
2. 1-2 juta rupiah/bulan
3. 2-3 juta rupiah/bulan
4. 3-5 juta rupiah/bulan
5. >5 juta rupiah/bulan
71
IDENTITAS BAYI
No. urut penelitian
:
Nama bayi
:
No. Rekam medis bayi.
:
Jenis kelamin
: Lelaki/perempuan
Tanggal lahir bayi
:
Cara lahir
Berat badan lahir
Usia gestasi
IMD
1. Apakah saat hendak melakukan persalinan anak ibu di RS. St Carolus, ibu diberikan
penjelasan mengenai manfaat dan teknik IMD oleh tenaga kesehatan ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anak ibu saat lahir dilakukan penyusuan dini segera setelah lahir (IMD)?
a. Ya
b. Tidak
3. Jika YA, kapan anak ibu mulai dilakukan IMD?
a. Segera setelah lahir
b. Lebih dari 1 jam setelah lahir
4. Berapa lama (durasi) bayi diletakkan di atas dada ibu untuk merangkak mencari puting
sendiri?
a. Kurang dari 1 jam
b. Lebih dari 1 jam
5. Apakah bayi ibu berhasil menyusu pertama saat IMD?
a. Ya
b. Tidak
72
FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA
BAYI IMD DI RS ST CAROLUS JAKARTA
Konseling ASI:
1. Apakah saat kontrol kehamilan ibu memperoleh konseling/penjelasan mengenai
pentingnya ASI eksklusif?
a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter
umum laktasi/dokter SpOG/bidan/perawat/dll)
b. Tidak
2. Apakah saat melahirkan ibu memperoleh konseling/penjelasan mengenai
pentingnya ASI eksklusif?
a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter
SpOG/dokter spA/bidan/dll)
b. Tidak
3. Apakah sebelum pulang pasca persalinan ibu memperoleh konseling/penjelasan
mengenai pentingnya ASI eksklusif?
a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter
SpOG/dokter spA/bidan/dll)
b. Tidak
4. Dimana ibu membawa kontrol pertama saat anak ibu baru lahir?
a. Bidan Carolus
b. Dokter Anak di RS Carolus
c. Bidan dekat rumah/tempat lain
d. Dokter umum/Sp.A luar
5. Apakah saat ibu membawa anak ibu untuk kontrol pasca lahir, ibu memperoleh
konseling/penjelasan mengenai pentingnya ASI eksklusif, teknik menyusui yang
baik, cara menanggulangi masalah-masalah menyusui, dan usaha mempertahankan
kesinambungan ASI sampai dengan 6 bulan.?
a. Ya (Jika Ya, siapa yg memberikan konseling? Dokter umum/dokter
SpOG/dokter spA/bidan/dll)
b. Tidak
73
Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif :
6. Apakah definisi ASI eksklusif menurut ibu?
a. Pemberian ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa memberikan
cairan lain seperti pengganti ASI, serta makanan padat, kecuali
pemberian vitamin, mineral, dan obat, kepada bayi selama 6 bulan
setelah lahir.
b. Pemberian ASI saja (termasuk ASI yang diperah) tanpa memberikan
cairan lain seperti pengganti ASI, vitamin, mineral, dan obat, kepada
bayi selama 6 bulan setelah lahir.
c. Pemberian ASI (termasuk ASI yang diperah) beserta cairan lain seperti
pengganti ASI (susu formula) kepada bayi.
d. Pemberian ASI (termasuk ASI yang diperah) beserta cairan lain seperti
pengganti ASI (susu formula), serta makanan padat pada bayi.
7. Berapa lama ASI eksklsif diberikan kepada bayi?
a. 4 bulan
b. 6 bulan
8. Apakah manfaat ASI eksklusif untuk bayi?
a. Sebagai sumber nutrisi untuk bayi.
b. Cairan yang mengandung zak kekebalan yang penting untuk tubuh
bayi.
c. Sebagai sumber nutrisi yang penting untuk tumbuh kembang bayi dan
sumber zat kekebalan tubuh yang penting untuk pertahanan tubuh bayi
terhadap infeksi
Status ASI eksklusif:
9. Apakah ibu memberikan ASI kepada anak ibu?
a. Ya
b. Tidak
10. Jika Ibu memberikan ASI, berapa lama ASI diberikan ? …….. bulan (6 bln/1 th/
2th)
11. Apakah ibu memberikan cairan lain (seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu)
dan makanan tambahan (seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur tim dan
lainnya) kepada bayi?
a. Ya
b. Tidak
12. Jika jawaban diatas Ya, sebutkan makanan/minuman apa saja yang diberikan
kepada bayi……………………………………………………………………
74
13. Jika jawaban diatas Ya, sejak usia berapa bulan ibu mulai memberikannya?
a. Sejak lahir
b. Usia < 4 bulan
c. Usia 4-6 bulan
d. Usia > 6 bulan
14. Apakah ibu memiliki pengalaman menyusui pada anak sebelumnya ?
a. Ya
b. Tidak
Psikis ibu dalam menyusui:
15. Apakah sebelum anak ibu lahir, ibu memang memiliki tekad dan keinginan untuk
memberikan ASI kepada nak ibu?
a. Ya
b. Tidak
16. Apakah ibu merasa yakin terhadap kecukupan produksi ASI ?
a. Ya
b. Tidak
17. Apakah ibu merasa stres, bingung, cemas, takut, atau tertekan sehingga produksi
ASI semakin berkurang atau ibu menjadi tidak menyusui bayinya ?
a. Ya
b. Tidak
Dukungan keluarga :
18. Apakah suami atau keluarga terdekat mendukung dalam pemberian ASI ?
(Dukungan dapat berupa suami mengizinkan ibu untuk memberi ASI)
a. Ya
b. Tidak
Status merokok ibu:
19. Apakah ibu merokok?
a. Ya
b. Tidak
20. Jika Jawaban di atas Ya, berapa batang rokok yang dikonsumsi perhari?
a. <10 batang rokok perhari
b. ≥10 batang rokok perhari
75
Kesehatan / faktor fisis ibu:
21. Apakah ibu dalam 12 bulan terakhir menderita suatu penyakit sehingga tidak
menyusui bayi ibu?
a. Ya
b. Tidak
22. Jika jawaban nomor diatas YA, mohon disebutkan riwayat sakit yang pernah atau
sedang diderita dan kapan menderita sakit tsb.
Diagnosis : …………………………………………………………………
Waktu saat terdiagnosis:………………………………………………………
23. Apakah terdapat kelainan pada puting susu ibu berupa puting tertarik kedalam atau
puting datar sehingga ibu tidak memberikan ASI kepada bayi ibu?
a. Ya
b. Tidak
24. Apakah terdapat masalah pada puting susu ibu berupa puting lecet, membengkak
dan nyeri (mastitis) sehingga ibu tidak memberikan ASI kepada bayi ibu?
a. Ya
b. Tidak
Promosi susu formula :
25. Apakah ibu pernah memperoleh penawaran langsung susu formula atau pemberian
susu formula gratis?
a. Ya
b. Tidak
26. Jika Ya, dimana? (tempat umum/rumah sakit/rumah sendiri)…………..
27. Apakah dalam 6 bulan pertama, bayi diberikan minuman/makanan lain selain ASI
atau susu formula?
a. Ya
b. Tidak
28. Jika Ya, sebutkan…………………….
76
Status ibu bekerja :
29. Jika ibu bekerja, apakah kantor ibu memberikan fasilitas untuk ibu menyusui?
(breastfeeding friendy)?
a. Berapa lama cuti hamil diberikan?
b. Apakah ada tempat penitipan bayi/anak (seperti daycare) di kantor
tempat bekerja?
c. A pakah kantor menyediakan tempat menyusui atau memerah
ASI?termasuk freezer utk penyimpanan ASI?
30. Bila Ibu bekerja apakah ibu tetap memberikan ASI yang telah diperah atau
dipompa sebelumnya selama ibu bekerja/bersekolah ?
a. Ya
b. Tidak
31. Apakah ibu juga memberikan memberikan susu formula selama ibu bekerja?
a. Ya
b. Tidak
MPASI:
32. Apakah bayi ibu sudah mendapat makanan pendamping ASI?
a. Ya
b. Tidak
33. Usia berapa ibu mulai member makanan pendamping ASI?
a. Usia < 6 bulan
b. Usia 6 bulan
34. Makanan pendamping pertama apa yang ibu berikan pada bayi ibu?
a. Jus buah-buahan
b. Bubur susu
c. Nasi tim saring
UNIVERSITAS
INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Jalan
Salemba
Raya
No.6,Jakarta
Pusat
Pos
Box1358
lakarta
10430
Kampus
Salemba
Telp.
31930371,
319303733n2977
Fax.:31930372,315?288,
e-mail
: office
@fk.ui.ac.id
39n3ffi,3912477,3153236,
Nomor'( a8 /PTo2.FK/ETrrv2orl
KETERANGAN LOLOS KAJI ETIK
ETHICAL CLEARANCE
Komite Etik PenelitianKesehatanFakultasKedokteranUniversitasIndonesiadalamupaya
melindungi hak asasi dan kesejahteraansubyek penelitian kedokferan,telah mengkaji
denganteliti protokolberjudul:
The EthicsCommitteeof the Faculty of Medicine,Universityof Indonesia,with regards of
the Protectionof human rights and welfare[n medicalresearch,hascarefullyreviewed
the researchprotocol entitled:
"Faktor Yang Mempengaruhi Kegaglan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Cukup
Bulan Yang Dilakukan Inisiasi Meriyusu Dini (IMD Saat Lahir".
Penemi Utama
Prlncipal I nvestigator
: dr. Reni Febriani
Nama Institusi
Nameof the Inrstitution
: IImu Kesehatan)Anak FKUI/RSCM
dan telah menyetujui protokol tersebut di atas.
And approved the above-mentionedprotocol.
';6'iG>
-.t'*.d
n r f ' " l n l tI
.,acv,.LaJ.l
z
)
3"ffi
*Etlical approval berlaku satu tahun dari
tauggal persetujuan
**Peneliti bcrkervajibrn
i.
2.
3
4.
Menjaga kerahasiaanidentitas subyek penelitian
Memberitahukanstatuspenelitian apabila
a,
Setelahmasa berlakunya keteranganlolos kaji etik. penelitianmasih belurn selcsai.dalarn hal ini ethical clearanc?
harus diperpanjang
b.
Pcrrelitian
b c r h e n t id i t e n g a h- i a l a n
N{elaporkankcjadian serius yang tidak diinginkan (seriousadt)erseeyenrs)
P e n e f i ttii d a k b o l e h n r e l a k u k a n t i n d a k a n a p a p u n p a d a s u b l , e k s e b e l u m p e n e l i t i a n leotlioksdkaanjii4 f o r n t e d c o n s e n t
FA}<IJLTA,S
}<Etr}O}<TEFIAN
L'I\IIVERSITAS
PENCIICIIKAN
PF|OGFIAM
ILML'
EDOKTEF|
KESEHATAI{
IIVI)(fNESIA
SiPESIALIS
1
AIVAK
Departemen llmu KesehatanAnak FakultasKedokteran Universitas lndonesia.FlSCM
Jl. SalembaRaya6 Jakarta Pusat 1O43C, Tetp,/Fax.OA1-SS1gO1S
ilG/V/2012
:23BIVPPDS
No
Penelitian.
Sampel
Hal : Pengambilan
Lamp
Jakafta,03Mei2012
KepadaYth.
Direktur RSSt Carolus
Jakarta
Denganhormat,
Bersamaini kamisampaikanbahwaPesertaProgramPendidikanDoKer Spesialis
atasnama :
AnakFKUI-RSCM
di DepaftemenIlmu Kesehatan
Dr. Reni Fahirani
Noreg.20080718
Akanmengajukan
Tesismengenai:
" Faktor - faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI
eksklusif pada bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini (IMD) siat
lahir "
sehubungan
denganhal tersebut,mohonkiranyaSejawatdapatmemberikanizin
kepadayang bersangkutan
dalampengambilan
sampelpenelitian.
Atas:perhatiandan kei-jasamanya
disampaikan
terimakasih.
KetuaDepartemen
Ilmu Kesehatan
Anak
FKUI-RSCM
Prof.Dr.dr.BambangSupriyatno, Sp.A(K)
NIP.19601122
1986011001
Tembusan
:
. KetuaProgramStudiIKAFKUI/RSCM
. Arsip
PELA}-A}{'AN
KESEHATANSt. Carolus
Jl. SalembaRayaNo.41
JAKARTA - INDONESIA 10440
TeIp.3904441
Jakart42l Mei 2012
No.
Perihal
: 266iSI-FKUIN/ 20| 2lDtRuT
: Pengambilan
samplenenelitian
KbpadaYth.:
Prof. Dr. dr. BambangSupriyatno, SpA ( K )
KetuaTim Departemenllmu KesehatanAnak
lKtri - RSCivl
Denganhormat,
Membalassurat BapakNo- 238/L/PPDSIKA,A//2012 perihalsepertitersebutdiatas,denganini kami
sampaikanbahwa permohonanmahasiswaBapak : cti. Reni Fahirani - Noreg :
200'd-07tguntuk
mengambilsampelpenelitiandi pelayananKesehatanst. carolus,'dapat disetujui.
Untuk keperluan tersebut diatas kami men;enakan biaya sebesarRp 1.000.000,-.
Biaya
tersebutdapatlangsungdibayarkanke bag.Keuangandi lantai zpadasetiapjam kerja.
Untuk tehnispelaksanaan-n-ya
mohonmenghubungidr. Floreniina Setiati - Kepala BpMKp di 021
-3904441 ext 260I | 7909.
Demikiankami sampaikan.Atas perhatiandan kerjasamanya
kami uciipkanterima kasih.
Hormat kami,
Direktur Utama
R
Tembusan:
o
KepalaBPMKP
o
KepalaKeuangan
25G2O12FKUI-iinambitsampetpenetitian.drReniFahirani
{\/!WSlnl
Download