BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe-Tipe Rumah Sakit Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Selain sebagai sarana pelayanan kesehatan, rumah sakit juga sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Djaja dan Maniksulistya, 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1992) menyatakan rumah sakit berdasarkan pada bentuk pelayanannya menjadi 2 (dua) yakni rumah sakit umum (RSU) dan rumah sakit khusus (RSK). Rumah sakit umum adalah yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu. Fasilitas dan kemampuan pelayanan RSU dibagi menjadi 4 kelas. Kelas pertama rumah sakit umum Kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayan medik spesialistik dan sub spesialistik yang luas. Kelas kedua rumah sakit umum Kelas B, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayan medik spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas. Kelas ketiga yaitu rumah sakitumum Kelas C, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayan 6 7 medik spesialistik sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap. Kelas keempat yaitu rumah sakit Kelas D, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar. 2.2 Limbah Rumah Sakit Merdeka dan Sulistyorini (2007) mendefinisikan limbah sebagai hasil sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan dapat berbentuk padat, cair, gas, debu, suara, getaran, perusakan dan lain-lain, yang dapat menimbulkan pencemaran bila tidak dikelola dengan benar. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2004) tentang persayaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Menurut Juli (2002), rumah sakit dalam melakukan fungsinya menghasilkan buangan berupa limbah seperti limbah infeksius, limbah tajam, limbah plastik, limbah jaringan tubuh, limbah sitotoxik, limbah kimia dan limbah radioaktif, limbah cairan pakaian, limbah dapur dan limbah domestik. Limbah infeksius berupa exkreta, spesimen laboratorium, bekas balutan, jaringan busuk dan lainlain. Limbah tajam yang terdiri atas pecahan peralatan gelas seperti thermometer, jarum bekas dan alat suntik. Limbah plastik berupa bekas kemasan obat, cairan infuse dan perlak. Limbah jaringan tubuh seperti sisa amputasi, plasenta dan lainlain. Limbah sitotoxik yakni sisa obat pembunuh sel yang digunakan untuk mengobat penyakit kanker. Limbah kimia dari laboratorium berasal dari rumah 8 obat berupa obat-obatan dan bahan kimia lainnya. Menurut Said dan Wahjono (1999), air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestik cair, limbah cair klinis dan limbah laboratorium. Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (1995), limbah cair rumah sakit adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas. Limbah domestik cair yang berasal dari kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian. Limbah cair medis atau klinis yaitu air limbah yang berasal dari kegiatan medis atau klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dan air limbah laboratorium dan lain-lainnya Menurut Sanamdikar dan Harne (2012), limbah cair dapat berasal dari tempat tinggal, lembaga, komersial dan industri salah satunya yaitu limbah rumah sakit. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair medis/klinis umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat. Kualitas air limbah rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor sumberdaya manusia (pendidikan, pengetahuan, keterampilan dan motivasi), dana, peraturan, metode, peralatan dan material air limbah rumah sakit. Untuk meningkatkan kualitas dari pengolahan air limbah rumah sakit sangatlah 9 diperlukan pengembangan metode dan peralatan (Merdekawati dan Habsari, 2005). Beberapa contoh tingkat konsentrasi senyawa pencemar rumah sakit di DKI Jakarta yakni BOD 31,52 – 675,33 mg/l, COD 46,62 – 1183,4 mg/l, TSS 27,5 – 211 mg/l, amonia 10,79 – 158,73 mg/l. Hal ini disebabkan karena sumber air limbah yang bervariasi (Said dan Wahjono, 1999). Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.1. LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DOMESTIK MEDIS/KLINIS MEDIS/KLINIS PROSES PENGOLAHAN BIOLOGIS DESINFEKSI LAIN-LAIN LABORATORIUM DIBUANG KE SALURAN UMUM PENGOLAHAN FISIKA - KIMIA Gambar 2.1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit (Said dan Wahjono, 1999). Tabel 2.1 menunjukkan sumber-sumber limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan di rumah sakit. 10 Tabel 2.1 Sumber Limbah Cair Rumah Sakit Sumber Limbah Cair Material-Material Utama Pengaruh Pada Konsentrasi Tinggi Pada Penanganan Biologis Antiseptik : beracun untuk mikroorganisme Antibiotik : beracun untuk mikroorganisme Ruang pasien Ruang operasi Ruang emergency Ruang hemodialysis Toilet dan ruang bersalin Material-material organik Ammonia Bakteri patogen Antiseptik Antibiotik Klinik dan ruang pengujian patologi Laboratorium Material solvent organik Fosfor Logam berat pH fleksibel Logam berat : beracun untuk mikroorganisme pH fleksibel : beracun untuk mikroorganisme Ruang dapur Material-material organik Minyak/lemak Fosfor Pembersih ABS Minyak/lemak : mengurangi perpindahan oksigen ke air Pembersih ABS : terbentuk gelembunggelembung dalam bioreaktor Ruang cuci (laundry) Fosfor pH 8 ~10 ABS, N-heksana pH 8 ~10 : beracun untuk mikroorganisme ABS : terbentuk gelembung-gelembung dalam bio-reaktor Ruang pemrosesan Sinar X Ag, logam berat lain AG :beracun untuk mikroorganisme Ruang radio-isotop Senyawa-s enyawa radioaktif Senyawa-senyawa radioaktif : beracun Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002). 11 2.3 Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Pengolahan limbah cair pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati (Merdeka dan Sulistyorini, 2007). Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya serta upaya pemanfaatan limbah (Said, 1999). Kualitas limbah rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 atau peraturan daerah setempat. Pengolahan air limbah dapat menggunakan proses pengolahan secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologis dapat dilakukan secara aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi antar aerobik dan anerobik. Proses biologis biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan BOD yang tidak terlalu besar. Pengolahan limbah secara biologis aerobik dapat dibagi menjadi 3, pertama yaitu proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), kedua yaitu proses biologis dengan biakan melekat (attached culture), ketiga yaitu proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam, misalnya kolam aerasi atau stabilisasi (Merdekawati dan Habsari, 2005). Jenis pengolahan limbah cair yang dapat digunakan oleh rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 2.2. 12 Tabel 2.2 Jenis Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Yang Umum Digunakan Jenis Pengolahan secara fisika dan kimia Tahapan 1. Pre-tratment a. Bar screen b. Bak penangkap pasir Tujuan Menghilangkan bendabenda kasar agar memudahkan proses selanjutnya 2. Primary treatment a. Netralisasi b. Sedimentasi Mengurangi partikel padat 3. Pengolahan secara a. Koagulasi b.Fokulasi c. Desinfeksi Mengikat unsur kimia dan mengendapkan zat padat Pengolahan secara biologis 1. Aerobik 2. Anaerobik 3. Gabungan aerobik dan anaerobik Menghilangkan atau mengurangi pencemaran organik dengan bantuan mikroorganisme Pengolahan Lumpur 1. Bak pengering lumpur 2. Bak stabilisasi lumpur 3. Mesin pengering lumpur Mengurangi risiko pencemaran tanah dan lingkungan. Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002) Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (1995) bahwa pengelola rumah sakit atau penanggung jawab kegiatan rumah sakit, didalam melaksanakan pengendalian pencemaran air wajib melakukan lima kewajiban. Kewajiban pertama yaitu melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan. Kedua yaitu membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan ke tanah serta terpisah dengan saluran limpahan air hujan. 13 Ketiga memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut. Keempat memeriksakan kadar parameter baku mutu limbah cair sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. Kelima yaitu menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter baku mutu limbah cair. 2.4 Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (1995), kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair yang dibuang ke lingkungan dengan menetapkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit. Baku mutu limbah cair rumah sakit adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah sakit. Baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dapat dilihat pada Tabel 2.3. 14 Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Parameter FISIK : Suhu TSS KIMIA : pH BOD COD NH3 Bebas PO4 MIKROBIOLOGI : Total Coliform 2.4.1 Kadar Maksimum Satuan o 30 30 C mg/l 6-9 30 80 0,1 2 mg/l mg/l mg/l mg/l 10.000 coli/100 ml Biologycal Oxygen Demand (BOD) Pemeriksaan Biologycal Oxygen Demand (BOD) diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis. Parameter BOD merupakan salah satu indikator pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah organik (Muljadi et al., 2005). Menurut Ayuningtyas (2009), BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Menurut Lee et al. (2002), mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut dengan bakteri aerobik, mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen disebut dengan bakteri anaerobik. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. 15 Pengujian BOD yang dapat diterima adalah pengukuran jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam waktu 5 (lima) hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah yang disebut dengan BOD5 (Lee et al., 2002). Hasilnya dinyatakan dalam satuan ppm, misalnya BOD sebesar 200 ppm berarti bahwa 200 mg oksigen akan dihabiskan oleh contoh limbah sebanyak satu liter dalam waktu lima hari pada suhu 20 ºC (Ibeh dan Omoruyi, 2011). 2.4.2 Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (Siregar, 2005). Pengukuran limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan oksigen dalam air limbah (Chitnis et al., 2004). Metode ini lebih singkat waktuya dibandingkan dengan analisis BOD. Uji COD sebagai alternatif uji penguraian beberapa komponen yang stabil terhadap reaksi biologi atau tidak dapat diurai/dioksidasi oleh mikroorganisme. Parameter COD merupakan parameter utama dalam menentukan tingkat pencemaran perairan selain BOD (Alamsyah, 2007). Menurut Siregar (2005), COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasimelalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Kalium bichromat akan digunakan sebagai sumber oksigen. 16 2.4.3 TSS (Total Suspended Solid) Menurut Siregar (2005), Total Suspended Solid (TSS) yaitu jumlah berat zat dalam mg/l yang tersuspensi dalam volume tertentu di dalam limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Menurut Effendi (2003), bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami jika berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan dan selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air, yang akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis di perairan. 2.4.4 Suhu Suhu merupakan parameter fisik yang secara langsung berpengaruh pada kondisi biota dalam air dan juga dapat dipengaruhi oleh oksigen terlarut di dalam air (Dahuri dan Damar, 1994). 2.4.5 pH (Derajat Keasaman) Derajat keasaman (pH) menunjukkan suatu proses reaksi yang berada dalam perairan seperti reaksi dalam kondisi asam atau basa. Derajat keasaman menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. Pengukuran pH adalah sesuatu yang penting dan praktis, karena banyak reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang penting terjadi pada tingkat pH yang khusus atau pada lingkungan pH yang sangat sempit. Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas bahan beracun. 17 Perairan yang netral memiliki nilai pH yaitu 7, perairan yang bersifat asam pH < 7 dan bersifat basa pH > 7 (Ayuningtyas, 2009). 2.4.6 Amonia (NH3 Bebas) Amonia di dalam air berhubungan erat dengan siklus nitrogen (N) di alam. Dalam siklus N, amonia dapat terbentuk dari dekomposisi bahan-bahan organik yang mengandung N yang berasal dari tinja hewan oleh bakteri; hydrolisa urea yang terdapat dalam urine hewan; dekomposisi bahan-bahan organik dari tumbuhtumbuhan yang mati oleh bakteri; dan dari nitrogen (N2) di atmosfer melalui pengubahan menjadi N2O5 oleh loncatan listrik di udara, selanjunya menjadi HNO3 karena beraksi dengan air, dan selanjutnya jatuh di tanah oleh hujan. Setelah dalam pembentukannya menjadi protein organik serta adanya dekomposisi bakteri akhirnya akan terbentuk amonia; dan reduksi NO2- oleh bakteri, dari siklus nitrogen tersebut diketahui ammonia di dalam air dapat berasal dari dalam tanah maupun langsung dari air itu sendiri, sebagai akibat dari proses dekomposisi bakteri yang terjadi di dalam air tersebut (Iis, 2012). Amonia merupakan zat yang menimbulkan bau yang tidak normal pada air. Adanya zat ini dalam air dapat menyebabkan perubahan fisik dari air yang nantinya akan mempengaruhi penerimaan masyarkat terhadap air tersebut. Kandungan amoniak yang tinggi dalam suatu perairan lebih besar dari 10 ppm, maka daya racunnya akan mematikan biota dalam perairan (Sutrisno dan Suciastuti, 2004). 18 2.4.7 Phospat (PO4) Menurut Dahuri dan Damar (1994) biasanya badan air yang yang mengandung phospat dapat berasal dari limbah rumah tangga, industri dan pertanian yang dapat memacu pertumbuhan tumbuhan di perairan. Sumber phospat di dalam air juga berasal dari pencemaran yang bersumber dari limbah kegiatan industri, limbah pertanian, limbah domestik atau rumah tangga, hancuran bahan-bahan organik dan pencucian mineral-mineral phospat. Di dalam air phospat dapat berbentuk sebagai padatan maupun larutan. Bentuk padat terjadi sebagai suspensi garam-garan yang tidak larut, bahan biologi atau teradsorbsi dalam bahan padatan, sedangkan bentuk larutan phospat terlarut dalam bentuk orthophospat. Keberadaan phospor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Kandungan phospat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan phospat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung phospat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Effendi, 2003). 2.4.8 Total Coliform Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme pathogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber, seperti dari rumah tangga/ domestik, pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai 19 indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah satu bekteri yang tergolong Coliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan (Effendi, 2003). Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan (George et al., 2001). Pencemaran bakteri dari tinja di perairan tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi estetika, kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi berbahaya. Mikroba pathogen yang berasal dari tinja sering menyebabkan penyakit disentri yang dapat ditularkan melalui air yang mengandung Salmonella, shigella dan Coliform. Bakteri Total Coliform merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobik fakultatif dan road-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35ºC. Bakteri total coliform terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella dan Enterobacter. Fecal coliform adalah anggota dari Coliform yang mampu memfermentasikan laktosa pada suhu 44,5ºC dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003). 2.5 Dampak Limbah Rumah Sakit Limbah rumah sakit berbahaya karena tingginya jumlah mikroorganisme patogen, residu laboratorium dan obat, unsur-unsur radioaktif dan bahan kimia lainnya. Senyawa ini akan terpengaruh pada lingkungan alam dan menyebabkan ketidakseimbangan biologi. Bahan ini tidak bisa hancur dalam kondisi lingkungan 20 dan memiliki efek negatif pada perairan diterima dan organisme yang berbeda (Mahvi et al., 2009). Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, sehingga perlu dilakukan tingkat pengolahan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit jugat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999). 2.6 Kinerja Pengolahan Limbah Cair Manajemen kinerja merupakan suatu pengaturan tentang bagaimana proses suatu kegiatan berlangsung, apa yang dikerjakan, dan siapakah yang mengerjakan. Untuk manajemen kinerja pengolahan limbah cair rumah sakit yaitu pengaturan tentang bagaimanakah proses pengolahan terhadap limbah cair (Wibowo, 2010). Menurut Adisasmito (2008), sistem manajemen rumah sakit meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, pembagian tanggung jawab dan wewenang, praktik menurut standar operasional, prosedur khusus dan pengembangan sumber daya manusia. 21 Pengelolaan limbah cair rumah sakit memiliki prosedur yang kompleks, karena berkaitan dan harus berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dampak negatif dari limbah cair yang dikeluarkan oleh rumah sakit, sehingga pengelolaan lingkungan dan limbah di rumah sakit perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Selain itu, sumber daya manusia atau tenaga kerja yang memahami permasalahan dan pengelolaan limbah cair rumah sakit menjadi sangat penting untuk terciptanya kinerja pengelolaan limbah cair yang baik (Adisasmito, 2008). Menurut Said (1999), mengingat dampak yang mungkin timbul dari limbah rumah sakit, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Pengelolaan limbah cair di rumah sakit kegiatannya berlangsung selama 24 jam, maka diperlukannya petugas atau tenaga teknisi yang harus bertugas secara kontinyu selama 24 jam. Adapun kebutuhan tenaga berdasarkan pedoman pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Ketenagaan Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Waktu bertugas Jumlah petugas (orang) Keterangan 07.00-15.00 2 Dapat dipakai lulusan STM Mesin, listrik, STM banguna, 15.00-23.00 2 SPPH/APK 23.00-07.00 2 Istirahat 2 Jumlah 8 Departeman Kesehatan Republik Indonesia (2002)