BAB I - PPS Unud

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tipe-Tipe Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan
dan penelitian. Selain sebagai sarana pelayanan kesehatan, rumah sakit juga
sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat atau dapat menjadi
tempat
penularan
penyakit
serta
memungkinkan
terjadinya
pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan (Djaja dan Maniksulistya, 2006).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1992) menyatakan rumah sakit
berdasarkan pada bentuk pelayanannya menjadi 2 (dua) yakni rumah sakit umum
(RSU) dan rumah sakit khusus (RSK). Rumah sakit umum adalah yaitu rumah
sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang
bersifat dasar sampai dengan sub spesialistik sedangkan rumah sakit khusus
adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan
jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu. Fasilitas dan kemampuan pelayanan
RSU dibagi menjadi 4 kelas. Kelas pertama rumah sakit umum Kelas A, yaitu
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayan medik
spesialistik dan sub spesialistik yang luas. Kelas kedua rumah sakit umum Kelas
B, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayan medik
spesialistik luas dan sub spesialistik terbatas. Kelas ketiga yaitu rumah sakitumum
Kelas C, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayan
6
7
medik spesialistik sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap. Kelas keempat yaitu
rumah sakit Kelas D, yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.
2.2
Limbah Rumah Sakit
Merdeka dan Sulistyorini (2007) mendefinisikan limbah sebagai hasil
sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan dapat berbentuk padat, cair,
gas, debu, suara, getaran, perusakan dan lain-lain, yang dapat menimbulkan
pencemaran bila tidak dikelola dengan benar.
Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2004) tentang
persayaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, limbah rumah sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan
gas.
Menurut Juli (2002), rumah sakit dalam melakukan fungsinya menghasilkan
buangan berupa limbah seperti limbah infeksius, limbah tajam, limbah plastik,
limbah jaringan tubuh, limbah sitotoxik, limbah kimia dan limbah radioaktif,
limbah cairan pakaian, limbah dapur dan limbah domestik. Limbah infeksius
berupa exkreta, spesimen laboratorium, bekas balutan, jaringan busuk dan lainlain. Limbah tajam yang terdiri atas pecahan peralatan gelas seperti thermometer,
jarum bekas dan alat suntik. Limbah plastik berupa bekas kemasan obat, cairan
infuse dan perlak. Limbah jaringan tubuh seperti sisa amputasi, plasenta dan lainlain. Limbah sitotoxik yakni sisa obat pembunuh sel yang digunakan untuk
mengobat penyakit kanker. Limbah kimia dari laboratorium berasal dari rumah
8
obat berupa obat-obatan dan bahan kimia lainnya. Menurut Said dan Wahjono
(1999), air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari
proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestik cair, limbah
cair klinis dan limbah laboratorium.
Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (1995),
limbah cair rumah sakit adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang
berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme
pathogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas. Limbah domestik cair yang
berasal dari kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian. Limbah cair medis
atau klinis yaitu air limbah yang berasal dari kegiatan medis atau klinis rumah
sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dan air limbah laboratorium
dan lain-lainnya
Menurut Sanamdikar dan Harne (2012), limbah cair dapat berasal dari
tempat tinggal, lembaga, komersial dan industri salah satunya yaitu limbah rumah
sakit. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domestik maupun
buangan limbah cair medis/klinis umumnya mengandung senyawa polutan
organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara
biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium
biasanya banyak mengandung logam berat.
Kualitas air limbah rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
faktor sumberdaya manusia (pendidikan, pengetahuan, keterampilan dan
motivasi), dana, peraturan, metode, peralatan dan material air limbah rumah sakit.
Untuk meningkatkan kualitas dari pengolahan air limbah rumah sakit sangatlah
9
diperlukan pengembangan metode dan peralatan (Merdekawati dan Habsari,
2005).
Beberapa contoh tingkat konsentrasi senyawa pencemar rumah sakit di DKI
Jakarta yakni BOD 31,52 – 675,33 mg/l, COD 46,62 – 1183,4 mg/l, TSS 27,5 –
211 mg/l, amonia 10,79 – 158,73 mg/l. Hal ini disebabkan karena sumber air
limbah yang bervariasi (Said dan Wahjono, 1999).
Diagram proses pengelolaan air limbah rumah sakit secara umum dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT
DOMESTIK
MEDIS/KLINIS
MEDIS/KLINIS
PROSES
PENGOLAHAN
BIOLOGIS
DESINFEKSI
LAIN-LAIN
LABORATORIUM
DIBUANG KE
SALURAN
UMUM
PENGOLAHAN FISIKA - KIMIA
Gambar 2.1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit
(Said dan Wahjono, 1999).
Tabel 2.1 menunjukkan sumber-sumber limbah cair yang dihasilkan dari
berbagai kegiatan di rumah sakit.
10
Tabel 2.1
Sumber Limbah Cair Rumah Sakit
Sumber Limbah Cair
Material-Material
Utama
Pengaruh Pada
Konsentrasi Tinggi Pada
Penanganan Biologis
 Antiseptik : beracun untuk
mikroorganisme
 Antibiotik : beracun untuk
mikroorganisme
Ruang pasien
Ruang operasi
Ruang emergency
Ruang hemodialysis
Toilet dan ruang bersalin
 Material-material
organik
 Ammonia
 Bakteri patogen
 Antiseptik
 Antibiotik
Klinik dan ruang
pengujian patologi
Laboratorium
 Material solvent
organik
 Fosfor
 Logam berat
 pH fleksibel
 Logam berat : beracun
untuk mikroorganisme
 pH fleksibel : beracun
untuk mikroorganisme
Ruang dapur
 Material-material
organik
 Minyak/lemak
 Fosfor
 Pembersih ABS
 Minyak/lemak :
mengurangi perpindahan
oksigen ke air
 Pembersih ABS :
terbentuk gelembunggelembung dalam bioreaktor
Ruang cuci (laundry)
 Fosfor
 pH 8 ~10
 ABS, N-heksana
 pH 8 ~10 : beracun untuk
mikroorganisme
 ABS : terbentuk
gelembung-gelembung
dalam bio-reaktor
Ruang pemrosesan Sinar X
Ag, logam berat lain
AG :beracun untuk
mikroorganisme
Ruang radio-isotop
Senyawa-s enyawa
radioaktif
Senyawa-senyawa
radioaktif : beracun
Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002).
11
2.3
Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
Pengolahan limbah cair pada dasarnya merupakan upaya mengurangi
volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan,
melalui proses fisika, kimia atau hayati (Merdeka dan Sulistyorini, 2007). Dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah
upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya serta upaya
pemanfaatan limbah (Said, 1999).
Kualitas limbah rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan
harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 1995 atau peraturan daerah setempat.
Pengolahan air limbah dapat menggunakan proses pengolahan secara biologis atau
gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara
biologis dapat dilakukan secara aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa
udara) atau kombinasi antar aerobik dan anerobik. Proses biologis biasanya
digunakan untuk mengolah air limbah dengan BOD yang tidak terlalu besar.
Pengolahan limbah secara biologis aerobik dapat dibagi menjadi 3, pertama yaitu
proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), kedua yaitu proses
biologis dengan biakan melekat (attached culture), ketiga yaitu proses pengolahan
dengan sistem lagoon atau kolam, misalnya kolam aerasi atau stabilisasi
(Merdekawati dan Habsari, 2005).
Jenis pengolahan limbah cair yang dapat digunakan oleh rumah sakit dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
12
Tabel 2.2
Jenis Pengolahan Limbah Cair
Rumah Sakit Yang Umum Digunakan
Jenis
Pengolahan secara
fisika dan kimia
Tahapan
1. Pre-tratment
a. Bar screen
b. Bak penangkap
pasir
Tujuan
Menghilangkan bendabenda kasar agar
memudahkan proses
selanjutnya
2. Primary treatment
a. Netralisasi
b. Sedimentasi
Mengurangi partikel padat
3. Pengolahan secara
a. Koagulasi
b.Fokulasi
c. Desinfeksi
Mengikat unsur kimia dan
mengendapkan zat padat
Pengolahan secara
biologis
1. Aerobik
2. Anaerobik
3. Gabungan aerobik dan
anaerobik
Menghilangkan atau
mengurangi pencemaran
organik dengan bantuan
mikroorganisme
Pengolahan
Lumpur
1. Bak pengering lumpur
2. Bak stabilisasi lumpur
3. Mesin pengering
lumpur
Mengurangi risiko
pencemaran tanah dan
lingkungan.
Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002)
Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (1995)
bahwa pengelola rumah sakit atau penanggung jawab kegiatan rumah sakit,
didalam melaksanakan pengendalian pencemaran air wajib melakukan lima
kewajiban. Kewajiban pertama yaitu melakukan pengelolaan limbah cair sebelum
dibuang ke lingkungan sehingga mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan
tidak melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan. Kedua yaitu
membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air sehingga tidak
terjadi perembesan ke tanah serta terpisah dengan saluran limpahan air hujan.
13
Ketiga memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan
debit harian limbah cair tersebut. Keempat memeriksakan kadar parameter baku
mutu limbah cair sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. Kelima yaitu
menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter baku
mutu limbah cair.
2.4 Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (1995),
kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan
pengendalian terhadap pembuangan limbah cair yang dibuang ke lingkungan
dengan menetapkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit. Baku mutu
limbah cair rumah sakit adalah batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah sakit.
Baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit berdasarkan Peraturan
Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria
Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dapat dilihat pada Tabel 2.3.
14
Tabel 2.3
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
Parameter
FISIK :
Suhu
TSS
KIMIA :
pH
BOD
COD
NH3 Bebas
PO4
MIKROBIOLOGI :
Total Coliform
2.4.1
Kadar Maksimum
Satuan
o
30
30
C
mg/l
6-9
30
80
0,1
2
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
10.000
coli/100 ml
Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Pemeriksaan Biologycal Oxygen Demand (BOD) diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem
pengolahan secara biologis. Parameter BOD merupakan salah satu indikator
pencemar di dalam air yang disebabkan oleh limbah organik (Muljadi et al.,
2005).
Menurut Ayuningtyas (2009), BOD atau kebutuhan oksigen biologis adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan
untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air
lingkungan tersebut. Menurut Lee et al. (2002), mikroorganisme yang
memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut
dengan bakteri aerobik, mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen disebut
dengan bakteri anaerobik. Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena
adanya bakteri aerobik.
15
Pengujian BOD yang dapat diterima adalah pengukuran jumlah oksigen
yang akan dihabiskan dalam waktu 5 (lima) hari oleh organisme pengurai aerobik
dalam suatu volume limbah yang disebut dengan BOD5 (Lee et al., 2002).
Hasilnya dinyatakan dalam satuan ppm, misalnya BOD sebesar 200 ppm berarti
bahwa 200 mg oksigen akan dihabiskan oleh contoh limbah sebanyak satu liter
dalam waktu lima hari pada suhu 20 ºC (Ibeh dan Omoruyi, 2011).
2.4.2
Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mgO2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air,
dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (Siregar, 2005).
Pengukuran limbah dengan COD adalah bentuk lain pengukuran kebutuhan
oksigen dalam air limbah (Chitnis et al., 2004). Metode ini lebih singkat waktuya
dibandingkan dengan analisis BOD. Uji COD sebagai alternatif uji penguraian
beberapa komponen yang stabil terhadap reaksi biologi atau tidak dapat
diurai/dioksidasi oleh mikroorganisme. Parameter COD merupakan parameter
utama dalam menentukan tingkat pencemaran perairan selain BOD (Alamsyah,
2007).
Menurut Siregar (2005), COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah
oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat
teroksidasimelalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan
dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion
Chrom. Kalium bichromat akan digunakan sebagai sumber oksigen.
16
2.4.3
TSS (Total Suspended Solid)
Menurut Siregar (2005), Total Suspended Solid (TSS) yaitu jumlah berat zat
dalam mg/l yang tersuspensi dalam volume tertentu di dalam limbah setelah
mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Menurut
Effendi (2003), bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami jika
berlebihan, dapat meningkatkan nilai kekeruhan
dan
selanjutnya akan
menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air, yang akhirnya berpengaruh
terhadap proses fotosintesis di perairan.
2.4.4 Suhu
Suhu merupakan parameter fisik yang secara langsung berpengaruh pada
kondisi biota dalam air dan juga dapat dipengaruhi oleh oksigen terlarut di dalam
air (Dahuri dan Damar, 1994).
2.4.5 pH (Derajat Keasaman)
Derajat keasaman (pH) menunjukkan suatu proses reaksi yang berada dalam
perairan seperti reaksi dalam kondisi asam atau basa. Derajat keasaman
menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan
mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. Pengukuran pH adalah sesuatu yang
penting dan praktis, karena banyak reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang penting
terjadi pada tingkat pH yang khusus atau pada lingkungan pH yang sangat sempit.
Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas bahan beracun.
17
Perairan yang netral memiliki nilai pH yaitu 7, perairan yang bersifat asam pH < 7
dan bersifat basa pH > 7 (Ayuningtyas, 2009).
2.4.6 Amonia (NH3 Bebas)
Amonia di dalam air berhubungan erat dengan siklus nitrogen (N) di alam.
Dalam siklus N, amonia dapat terbentuk dari dekomposisi bahan-bahan organik
yang mengandung N yang berasal dari tinja hewan oleh bakteri; hydrolisa urea
yang terdapat dalam urine hewan; dekomposisi bahan-bahan organik dari tumbuhtumbuhan yang mati oleh bakteri; dan dari nitrogen (N2) di atmosfer melalui
pengubahan menjadi N2O5 oleh loncatan listrik di udara, selanjunya menjadi
HNO3 karena beraksi dengan air, dan selanjutnya jatuh di tanah oleh hujan.
Setelah dalam
pembentukannya
menjadi
protein organik
serta
adanya
dekomposisi bakteri akhirnya akan terbentuk amonia; dan reduksi NO2- oleh
bakteri, dari siklus nitrogen tersebut diketahui ammonia di dalam air dapat berasal
dari dalam tanah maupun langsung dari air itu sendiri, sebagai akibat dari proses
dekomposisi bakteri yang terjadi di dalam air tersebut (Iis, 2012).
Amonia merupakan zat yang menimbulkan bau yang tidak normal pada air.
Adanya zat ini dalam air dapat menyebabkan perubahan fisik dari air yang
nantinya akan mempengaruhi penerimaan masyarkat terhadap air tersebut.
Kandungan amoniak yang tinggi dalam suatu perairan lebih besar dari 10 ppm,
maka daya racunnya akan mematikan biota dalam perairan (Sutrisno dan
Suciastuti, 2004).
18
2.4.7 Phospat (PO4)
Menurut Dahuri dan Damar (1994) biasanya badan air yang yang
mengandung phospat dapat berasal dari limbah rumah tangga, industri dan
pertanian yang dapat memacu pertumbuhan tumbuhan di perairan. Sumber
phospat di dalam air juga berasal dari pencemaran yang bersumber dari limbah
kegiatan industri, limbah pertanian, limbah domestik atau rumah tangga, hancuran
bahan-bahan organik dan pencucian mineral-mineral phospat. Di dalam air
phospat dapat berbentuk sebagai padatan maupun larutan. Bentuk padat terjadi
sebagai suspensi garam-garan yang tidak larut, bahan biologi atau teradsorbsi
dalam bahan padatan, sedangkan bentuk larutan phospat terlarut dalam bentuk
orthophospat.
Keberadaan phospor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi
dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Kandungan phospat
yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada
perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari
daerah pertanian yang mendapat pemupukan phospat. Oleh karena itu, perairan
yang mengandung phospat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal
organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Effendi, 2003).
2.4.8 Total Coliform
Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme pathogen
(berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber, seperti dari rumah tangga/
domestik, pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai
19
indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri yang tergolong Escherichia
coli, yang merupakan salah satu bekteri yang tergolong Coliform dan hidup
normal di dalam kotoran manusia dan hewan (Effendi, 2003). Keberadaan bakteri
ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu
perairan (George et al., 2001).
Pencemaran bakteri dari tinja di perairan tidak dikehendaki, baik ditinjau
dari segi estetika, kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi
berbahaya. Mikroba pathogen yang berasal dari tinja sering menyebabkan
penyakit disentri yang dapat ditularkan melalui air yang mengandung Salmonella,
shigella dan Coliform. Bakteri Total Coliform merupakan semua jenis bakteri
aerobik, anaerobik fakultatif dan road-shape (bakteri batang) yang dapat
memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu
35ºC. Bakteri total coliform terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella
dan Enterobacter. Fecal coliform adalah anggota dari Coliform yang mampu
memfermentasikan laktosa pada suhu 44,5ºC dan merupakan bagian yang paling
dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003).
2.5 Dampak Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit berbahaya karena tingginya jumlah mikroorganisme
patogen, residu laboratorium dan obat, unsur-unsur radioaktif dan bahan kimia
lainnya. Senyawa ini akan terpengaruh pada lingkungan alam dan menyebabkan
ketidakseimbangan biologi. Bahan ini tidak bisa hancur dalam kondisi lingkungan
20
dan memiliki efek negatif pada perairan diterima dan organisme yang berbeda
(Mahvi et al., 2009).
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
bergantung pada jenis rumah sakit, sehingga perlu dilakukan tingkat pengolahan
sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit jugat mengandung bahan organik dan
anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS dan lain-lain.
Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme
patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi
dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang masib buruk (Said, 1999).
2.6 Kinerja Pengolahan Limbah Cair
Manajemen kinerja merupakan suatu pengaturan tentang bagaimana proses
suatu kegiatan berlangsung, apa yang dikerjakan, dan siapakah yang mengerjakan.
Untuk manajemen kinerja pengolahan limbah cair rumah sakit yaitu pengaturan
tentang bagaimanakah proses pengolahan terhadap limbah cair (Wibowo, 2010).
Menurut Adisasmito (2008), sistem manajemen rumah sakit meliputi struktur
organisasi, kegiatan perencanaan, pembagian tanggung jawab dan wewenang,
praktik menurut standar operasional, prosedur khusus dan pengembangan sumber
daya manusia.
21
Pengelolaan limbah cair rumah sakit memiliki prosedur yang kompleks,
karena berkaitan dan harus berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dampak negatif dari limbah cair yang
dikeluarkan oleh rumah sakit, sehingga pengelolaan lingkungan dan limbah di
rumah sakit perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Selain itu,
sumber daya manusia atau tenaga kerja yang memahami permasalahan dan
pengelolaan limbah cair rumah sakit menjadi sangat penting untuk terciptanya
kinerja pengelolaan limbah cair yang baik (Adisasmito, 2008).
Menurut Said (1999), mengingat dampak yang mungkin timbul dari limbah
rumah sakit, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan
sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian
yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan.
Pengelolaan limbah cair di rumah sakit kegiatannya berlangsung selama 24
jam, maka diperlukannya petugas atau tenaga teknisi yang harus bertugas secara
kontinyu selama 24 jam. Adapun kebutuhan tenaga berdasarkan pedoman
pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Ketenagaan Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
Waktu bertugas
Jumlah petugas (orang) Keterangan
07.00-15.00
2
Dapat dipakai lulusan STM
Mesin, listrik, STM banguna,
15.00-23.00
2
SPPH/APK
23.00-07.00
2
Istirahat
2
Jumlah
8
Departeman Kesehatan Republik Indonesia (2002)
Download