POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG ASONGAN DI FISIP UNHAS SKRIPSI SUSANTI NINGSIH E 411 08 316 Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG ASONGAN DI FISIP UNHAS POTRAIT OF SOCIAL AND ECONOMIC LIFE IN FISIP UNHAS HAWKERS SKRIPSI SUSANTI NINGSIH E 411 08 316 Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Yang bertanda tangan dibawah ini : NAMA : SUSANTI NINGSIH NIM : E411 08 316 JUDUL : POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG ASONGAN DI FISIP UNHAS Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benarbenar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudikan hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut. Makassar, 15 Mei 2012 Yang Menyatakan SUSANTI NINGSIH HALAMAN PERSEMBAHAN Pendidikan bukanlah sesuatu yang diperoleh seseorang, tapi pendidikan adalah sebuah proses seumur hidup .. ( Glora Steinem ) DAN SATU-SATUNYA UKURAN KEBERHASILAN ANDA YANG JUJUR ADALAH APA YANG SEDANG ANDA LAKUKAN DIBANDINGKAN POTENSI ANDA YANG SEBENARNYA. ( PAUL J. MEYER ) Skripsi ini saya dedikasikan untuk kedua orang tuaku (Ayahanda dan Ibunda Tercinta ) yang telah begitu banyak memberikan perhatian, kasih sayang dan motivasi kepada penulis dalam menempuh pendidikan semoga penulis dapat membalas kebaikan beliau . Terima kasih yang setinggitingginya kepada Adik tercinta Agung Prastyo, Masku tersayang dan teman-teman sugus atas segala bantuan yang diberikan tanpa pamrih baik moril maupun materil kepada penulis. Semoga Allah SWT meridhoi kita semua. AMIEN KATA PENGANTAR Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan kepada mahluk-Nya. Hanya dengan kehendak dan kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi yang berjudul “ Potret Kehidupan Pedagang Asongan di Fisip Unhas ” dimaksudkan untuk menempuh ujian program sarjana strata 1 dalam Ilmu Sosiologi FISIP Universitas Hasanuddin Makassar. Proses penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang penulis alami, baik dalam proses pencarian dan pengumpulan data di lapangan, wawancara dengan nara sumber, maupun proses penulisan dari awal hingga akhir. Hal ini karena keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, atas bantuan bimbingan, petunjuk, dan semangat yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tidak henti-hentinya mendo’akan memberikan perhatian, nasehat, dorongan moril dan materi selama penulis menempuh pendidikan hingga selesai. Kepada Adik kandung tercinta Agung Prastyo yang telah memberi semangat selama ini, terimakasih atas semuanya. Kepada keluarga penulis OM Ardhey, Kinto, Unno, Nurul, dan masih banyak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas dorongan dan do’anya. Dengan penuh rasa hormat, penulis menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya beserta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dr. Rahmat Muhammad,M.Si dan Drs. Muh. Iqbal Latief, M.Si yang dengan ikhlas meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan nasehat serta bimbingan yang teramat berarti ditengah kesibukan yang sangat padat, yang telah menuntun penulis dengan penuh kesabaran dan keterbukaan, sejak dari persiapan sampai dengan selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Idrus. A. Paturusi, Sp.B.Sp.Bo selaku Rektor Universitas Hasanuddin Makassar. 2. Prof. Dr. H. Hamka Naping, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. 3. Dr. H. M. Darwis, MA, DPS selaku Ketua Jurusan dan Dr. Rahmat Muhammad, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. 4. Seluruh bapak dan ibu Dosen yang telah mendidik penulis dalam proses pendidikan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan baik. 5. Seluruh staf karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (Pak Yan, Pak Halik, Pak Asmudir, Ibu Ida dan Pak Mursalim) yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. 6. Sahabat-sahabat terbaikku yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, St. Mutia A Husain, Irasmi, Fitri Yanti, Sri Mandayati, Hilmy Nasruddin, dan Sukma Wati, terima kasih atas bantuan dan support kalian selama ini. 7. Buat Saudara-saudaraku Bunglon’08, terimakasih atas bantuan Temanteman KKN Reguler Gel. 80 Periode Juni-Agustus 2011 Kab. Bulukumba Kec. Ujung bulu khususnya kelurahan Bentenge (ILo’, Irwan, Banto’, Adji, Jazmine, Fajriah, dan Sese) terima kasih telah memberi arti sebuah kebersamaan dan persaudaraan. Akhirnya penulis mempersembahkan skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah yang masih sederhana, namun kiranya dapat memberikan manfaat dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua, dan amal baik yang diberikan oleh semua pihak semoga mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT, Amin. Makassar,15 Mei 2012 Penulis ABSTRAK Susanti Ningsih, E41108316. Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP Unhas. (Rahmat Muhammad sebagai Konsultan I dan Muhammad Iqbal Latief sebagai konsultan II ). Pembengkakan jumlah pekerja di sektor informal disebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang antara pedesaan dan perkotaan, serta penggunaan teknologi padat modal telah menyebabkan lapangan kerja relatif lebih mahal dan melumpuhkan industri-industri yang berproduktivitas rendah. Pedagang asongan yang berjualan di FISIP Unhas merupakan salah satu alternatif pekerjaan di sektor informal. Pekerjaan ini tidak membutuhkan modal yang besar serta keterampilan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kehidupan sosial ekonomi dan kelangsungan usaha yang digunakan oleh para pedagang asongan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang menekankan pada aspek kedalaman informasi yang diperoleh melalui wawancara, didukung pula oleh observasi dan dokumentasi di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang asongan yang berjualan di FISIP Unhas memilih menjadi pedagang asongan dengan alasan ekonomi, pendidikan, perekonomian kelarga, tidak adanya pekerjaan lain dan usia kerja. Strategi kelangsungan usaha pedagang asongan antara lain modal usaha, strategi lokasi, kiat berjualan, waktu berjualan, pantang menyerah. Kata Kunci: ekonomi, kehidupan, potret, pedagang asongan, sosial, ABSTRAC Susanti Ningsih, E41108316. Portrait of Social and Economic Life in FISIP Unhas hawkers. (Rahmat Muhammad as a Consultant I and Muhammad Iqbal Latief as a consultant II). The swelling number of workers in the informal sector due to the economic growth that is balanced between rural and urban areas, as well as the use of capital-intensive technologies has led to employment is relatively more expensive and crippling the industries of low productivity. Hawkers who sell at FISIP Unhas is one alternative employment in the informal sector. This job does not require a large capital and high skills. This study aims to determine the socio-economic picture of life and business continuity are used by the hawkers in the continued survival. The method used in this study is a qualitative method that emphasizes the aspect of depth of information obtained through interviews, observations and supported by documentation in the field. The results show that the peddlers who sell on FISIP Unhas chose to hawkers on the grounds of economic, educational, kelarga economy, the lack of other employment and working age. Hawkers business continuity strategy include venture capital, strategic location, selling tips, selling time, never give up. Keywords: portrait, street peddlers, life DAFTAR TABEL Tabel 1. Perkembangan Jumlah Mahasiswa FISIP Unhas Tahun 2008-2011 .................................................................................. ... 40 Tabel 2. Perkembangan Jumlah Alumni FISIP Unhas Tahun 2009-2011 Makassar ................................................................ ... 41 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Konseptual .............................................................. 5 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan .................................................................. 78 Lampiran 2: Dokumentasi Kegiatan ....................................................... 79 Lampiran 3: Biodata Penulis .................................................................... 80 DAFTAR ISI Halaman Judul ......................................................................................... ... i Halaman Pengesahan ............................................................................. .... ii Halaman Penerimaan Tim Evaluasi ......................................................... .... iii Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ..................................................... .... iv Halaman Persembahan ........................................................................... .... v Kata Pengantar ........................................................................................ vi Abstrak ..................................................................................................... ix abstrac ..................................................................................................... x Daftar Tabel ............................................................................................. xi Daftar Gambar ......................................................................................... xii Daftar Lampiran ....................................................................................... xiii Daftar Isi ............... .................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. Latar Belakang Masalah ........................................................................ Rumusan Masalah ................................................................................ Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. Kerangka Konsep.................................................................................. Definisi Operasional .............................................................................. 1 4 5 5 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E. Tinjauan Tentang Sektor Informal ......................................................... Pedang Asongan Sebagai Sektor Informal ........................................... Pendekatan Konsep Sosiologi Ekonomi ................................................ Teori Struktural Fungsional ................................................................... Teori Pertukaran ................................................................................... 9 18 21 24 25 F. Teori Kemiskinan .......................................................................... BAB III METODE PENELITIAN 28 A. B. C. D. Dasar dan Tipe Penelitian ..................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. Teknik Penentuan Informan .................................................................. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 30 31 31 31 E. Jenis atau Sumber Data ................................................................ 32 F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 33 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Universitas Hasanuddin............................................... B. Sejarah Singkat FISIP UNHAS....................................................... ........ . C. Gambaran Pedagang Asongan di FISIP UNHAS .................................. 34 36 42 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potret Kehidupan Sosial Pedagang Asongan di FISIP Unhas ...... ........ B. Potret Kehidupan Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP..... ................. 44 50 BAB VI PENUTUP A. Simpulan ....................................................................................... 74 B. Saran .................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ............................................................................................. 76 78 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota yang semakin pesat tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada sektor formal akan beralih ke sektor informal yang tidak menuntut banyak keahlian dan pendidikan yang memadai. Sektor informal yang paling banyak diminati oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan kota Makassar pada khususnya adalah pedagang. Beberapa jenis pekerjaan yang termasuk di dalam sektor informal, salah satunya adalah pedagang kaki lima, seperti warung nasi, penjual rokok, penjual kran dan majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan lain-lainnya. Keberadaan pedagang asongan dianggap penting di beberapa tempat. Keberadaannya sering dinilai mengganggu ketertiban umum, seringkali ada upaya untuk menggeser keberadaan pelaku sektor informal seperti operasi penertiban dan penetapan aturan yang melarang eksistensi pedagang asongan. Pedagang asongan menjadi stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia barang-barang dagangan yang dijajakan pedagang asongan. Peluang ini dimanfaatkan oleh kalangan industri menengah. Produsen minuman, koran atau rokok, misalnya, mulai banyak yang memanfaatkan pedagang asongan sebagai tenaga pemasar yang dapat secara langsung menyentuh konsumen. Saat ini sektor informal berkembang pesat di Indonesia, khususnya di kota-kota besar termasuk Makassar. Hal itu disebabkan sektor informal memberi ruang kepada masyarakat yang tidak memiliki skill dalam sektor ekonomi formal. Pedagang asongan tidak hanya ditemukan di pinggir-pinggir jalan, jembatan, terminal bis, angkutan umum, bis kota, kereta, kampus, instasi pemerintah dan swasta dengan beragam bentuk. Di satu sisi kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang dibarengi dengan kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan ruang untuk meningkatkan kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin bertambahnya ruang untuk mendukung kegiatan sektor informal. Karakteristik sektor informal yaitu bentuknya tidak terorganisir, kebanyakan usaha sendiri, cara kerja tidak teratur, biaya dari diri sendiri atau sumber tidak resmi, dapatlah diketahui betapa banyaknya jumlah anggota masyarakat memilih tipe usaha ini, karena mudah dijadikan sebagai lapangan kerja bagi masyarakat strata ekonomi rendah yang banyak terdapat di negara kita terutama pada kota besar maupun kecil. Universitas Hasanuddin (Unhas) sebagai salah satu universitas terbesar di Indonesia bagian Timur dan menjadi tempat yang sangat potensial bagi sektor informal untuk mencari rezeki terutama bagi pedagang asongan. Selain faktor wilayah yang luas dan memungkinkan para pekerja di sektor informal untuk beroperasi, jumlah mahasiswa dan tokoh akademisi lainnya yang tergolong besar, menjadi faktor penarik bagi pedagang asongan. Banyak cara dan usaha menunjang kondisi sosial ditempuh pedagang asongan dalam ekonominya di tengah derasnya arus perkembangan kota yang setiap hari selalu menuntut persaingan dan kerja keras dari seluruh elemen masyarakat. Komunikasi dengan sesama pedagang asongan belum tentu baik. Hal ini disebabkan adanya persaingan dan ambisi untuk mendapatkan keuntungan. Berbagai usaha dalam sektor informal hadir di dunia kampus dengan menawarkan berbagai macam profesi diantaranya pedagang kaki lima, pedagang asongan, maupun pedagang di warung/kantin kampus. Pedagang asongan umumnya bisa ditemui hampir di setiap fakultas yang ada di Universitas Hasanuddin khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Sekarang ini fenomena yang terjadi di lingkungan kampus semakin lama-semakin banyak. Pedagang asongan menjamur di kampus Unhas. Hal ini tentu berimplikasi pada ketertiban dan kenyamanan sebab biasanya pedagang asongan tidak tertib, baik dalam hal kebersihan maupun dalam hal berjualan. Dilihat dari persptif sosiologisnya kehadiran dari pedagang asongan di kampus Unhas member kesan bahwa interaksi sosial kampus dan sekitarnya semakin terbuka sebabb kampus tidak lagi dilihat sebagai lembaga pendidikan atau tempat belajar. Kampus juga dijadikan sebagai tempat usaha yang dapat memberikan keuntungan ekonomis, salah satunya dengan menjual (pedagang asongan). Selama ini belum banyak studi yang mengkaji pedagang asongan di Kampus Unhas, padahal fenomena pedagang asongan semakin marak dengan bertambahnya pedagang asongan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka penulis ingin mengetahui tentang keberadaan pedagang asongan, khususnya di FISIP Unhas. Untuk itu penulis mengangkat judul Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Asongan Di Fisip Unhas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi pada latar belakang di atas, penulis mencoba mengerucutkan persoalan agar lebih memudahkan objek penelitian dan menghindari luasnya pembahasan yang dilakukan. Berkenaan dengan itu penulis berupaya membatasi masalah yang diteliti, maka pokok yang akan di bahas sebagai rumusan masalah adalah bagaimanakah gambaran kehidupan sosial ekonomi pedagang asongan di FISIP Unhas? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kehidupan sosial ekonomi pedagang asongan di FISIP Unhas. 2. Manfaat Penelitian a. Kegunaan akademis Dari hasil penelitian ini, diharapakan berfungsi sebagai sumbangan bagi perkembangan ilmu sosial pada umumnya dan sosiologi pada khususnya. b. Kegunaan Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk merumuskan kebijakan. D. Kerangka Konsep Pedagang Asongan Kehidupan Sosial Kehidupan Ekonomi Gambar 1. Skema Kerangka Konsep Di tengah kesulitan krisis ekonomi yang melanda indonesia sekarang ini, dimana mencari nafkah semakin sulit, tingkat kemiskinan semakin meningkat lapangan pekerjaan menjadi sulit dan pengangguran merajalela. membuat masyarakat harus memikirkan cara untuk mempertahankan hidup. Dengan modal yang terbatas dan kemampuan yang masih terbilang minim menjadikan banyak orang memilih profesi sebagai pedagang asongan. Pedagang asongan yang dimaksud disini adalah pedagang yang menjajakan barang dagangannya secara eceran dengan jalan mendatangi setiap calon pembeli dan biasanya barang tersebut ditenteng. Pedagang asongan menjadi stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia barang-barang dagangan yang dijajakan oleh padagang asongan. Survei yang dilakukan peneliti menghasilkan data bahwa yang berprofesi sebagai pedagang asongan di kampus Universitas Hasanuddin khususnya di FISIP, umumnya pelaku pedagang asongan berpendidikan rendah sampai ada yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali sehingga menyulitkan pedagang asongan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Secara teoritis kelompok masyarakat yang diperkirakan paling terpukul dengan adanya situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan adalah pedagang asongan yang termasuk kelompok masyarakat yang tidak stabil, mudah tergeser, rapuh dan jauh dari jangkauan pembangunan. Kelompok inilah yang lazim disebut massa rentan, kelompok marginal atau masyarakat miskin. Membicarakan kebutuhan pokok mausia tidak terlepas dari aspek jasmaniah dan rohaniah. Manusia membutuhkan makanan,tempat tinggal, air, udara dan pemeliharaan kesehatan disamping kebutuhan rohaninya. Elishabet Nichold menegemukakan empat dasar kebutuhan manusia yaitu: kebutuhan kasih sayang, kebutuhan untuk merasa aman,kebutuhan untuk mencapai sesuatu dan kebutuhan keluarga. Abraham Maslow (2006) menyebutkan 4 macam kebutuhan dan menyusunnya dalam skala prioritas sebagai berikut : 1. Kebutuhan pokok fisiologis 2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan dari bahaya luar 3. Kebutuhan akan cinta,kemesraan,dan aktivitas sosial 4. Kebutuhan diri mencapai sesuatu E. Definisi Operasional Potret adalah gambaran aktivitas harian seseorang. Kehidupan sosial yang dimaksud disini meliputi keadaan ekonomi (pemasukan dan pengeluaran), interaksi sosial dengan sesama pedagang asongan dan cara menjaga keberlangsungan usaha sebagai para pedoman. Kelangsungan usaha yang dimaksud disini adalah kondisi kondusifnya suatu usaha yang dijalanakan baik dalam konteks pasar maupun bahan baku, harga dan lingkungan mendukung. Pedagang asongan adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara mengelilingi fakultas yang ada di Unhas. Biasanya barang dagangan tersebut ditenteng atau digendong. Pedagang asongan biasanya menjual barang berupa pulpen, stiker dan makanan jajanan berupa kerukuk, manisan, jalangkote’ dan roti. Pedagang asongan lebih banyak bekerja diluar rumah sebagai pedagang keliling. Dengan kata lain bahwa pedagang asongan adalah pedagang yang melakukan beraneka ragam bentuk usaha sendiri dan pekerjaan tidak tetap dengan ciri-ciri sosial ekonomi yang sangat bervariasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Sektor Informal 1. Pengertian Sektor Informal Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering muncul diperkotaan masih dirasakan kurang jelas, karena kegiatan-kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor formal, terorganisir, terdaftar, dan dilindungi oleh hukum dimasukkan kedalam sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah umum usaha sendiri. Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum. Kriteria yang dapat dipakai untuk menerangkan sektor informal antara lain umur, pendidikan, dan jam kerja sebagai indikator untuk menggambarkan karateristik pekerja sektor informal. Dimana sektor informal tidak mengenal batasan umur, pekerja sektor informal itu umumnya berpendidikan rendah dan jam kerja yang tidak teratur (Indrawati, 2009). Kebanyakan dari pedagang asongan bekerja secara efektif dengan jumlah jam kerja yang sangat panjang karena pendapatan yang belum memadai pada hari itu. Konsep sektor informal pertama kali muncul di dunia ketiga, yaitu ketika dilakukan serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan di Afrika. Keith Hart mengatakankan bahwa sektor informal adalah bagian angkatan kerja dikota yang berada diluar pasar tenaga kerja yang terorganisir (Manning 1991). Apa yang digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum cukup dalam memahami pengertian sektor informal yang sesungguhnya. Ketidakjelasan definisi sektor informal tersebut sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak arbiter yang terlihat apabila seseorang menyusuri jalan-jalan suatu kota Dunia Ketiga: pedagang kaki lima, penjual koran, pengamen, pengemis, pedagang asongan dan lain-lain. Pedagang asongan merupakan pekerja yang tidak terikat dan tidak terampil dengan pendapatan rendah dan tidak tetap. Aktifitas-aktifitas informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil, keterampilan dapat diperoleh diluar sistem sekolah formal dan tidak terkena secara langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif. Selanjutnya Breman berpendapat bahwa sektor informal meliputi masa pekerja kaum miskin yang tingkat produktifitasnya jauh lebih rendah dari pada pekerja disektor modern dikota yang tertutup bagi kaum miskin ini. Menurut Hidayat (dalam Roberto 2008), Sektor formal adalah lawan dari sektor informal, sektor formal diartikan sebagai suatu sektor yang terdiri dari unit usaha yang telah memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah, sedangkan sektor informal adalah unit usaha yang tidak memperoleh proteksi ekonomi dari pemerintah. Breman (dalam Manning 1991) mengatakan bahwa: sektor informal adalah kumpulan pedagang dan penjual jasa kecil yang dari segi produksi secara ekonomis tidak begitu menguntungkan, meskipun pedagang asongan menunjang kehidupan bagi penduduk yang terbelenggu kemiskinan. Dalam Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan Manajemen ( dalam Auliya Yunus 2011) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia. Tetapi ada kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan yang terlihat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai berikut : a. Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah; b. Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak punya akses) bantuan, meskipun pemerintah telah menyediakannya; c. Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor itu mandiri. 2. Karakteristik Sektor Informal Menurut pendapat Damsar (2009: 158-159),konsep sektor informal dicirikan dengan : a. Mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal, dan organisasi; b. Perusahaan milik keluarga; c. Beroperasi pada skala kecil; d. Intentif tenaga kerja dalam produksi dan menggunakan teknologi sederhana; dan e. Pasar yang tidak diatur dan berkompetitif Selain itu disepakati pula serangkaian ciri sektor informal di Indonesia, yang meliputi : a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedian secara formal; b. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha; c. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik, dalam arti lokasi maupun jam kerja; d. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini; e. Unit usaha berganti-ganti dari satu sub-sektor ke sub-sektor lain; f. Teknologi yang digunakan masih tradisional; g. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil; h. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja; i. Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one man enterprise, dan kalau ada pekerja, biasanya berasal dari keluarga sendiri; j. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi; dan k. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa berpenghasilan rendah atau menengah. 3. Tumbuhnya Sektor Informal Konsep sektor informal pertama kali dikemukakan oleh Hart dalam sebuah tulisan yang terbit pada tahun 1973. Konsep sektor informal yang dilontarkan Hart inilah yang kemudian di kembangkan dan diterapkan oleh ILO dalam penelitian didelapan kota dunia ketiga. Hasil penelitian tersebut dikemukakan bahwa pedagang asongan yang terlibat dalam sektor informal umumnya miskin. Kebanyakan dalam usia kerja utama, berpendidikan rendah, upah yang diterima dibawah upah minimum dan modal usaha rendah. Effendi (dalam Manning 1991) mengatakan bahwa ada pemikiran yang berkembang dalam memahami ikatan antara pembangunan dan sektor informal. Pertama, sebagai gejala transisi dalam proses pembangunan di negara-negara berkembang. Sedangkan kedua adalah sektor informal merupakan gejala adanya ketidakseimbnangan kebijakan pembangunan yang dalam banyak hal lebih berat pada sektor modern. Hidayat (dalam Roberto, 2008) mengatakan munculnya sektor informal adalah akibat masuknya modal asing (barat) sejak tahun 1950an yang mengakibatkan diterapkannya pada pembangunan model barat oleh ahli-ahli barat yang diperbantukan di Indonesia. Menurut Manning (1991) bahwa pekerja tidak terampil yang berpindah ke kota untuk pertama kalinya, ikut memasuki apa yang disebut sektor tradisional di kota, dan kemudian berpindah kepekerjaan dalam sektor modern. Model ini merupakan contoh menyolok tentang anggapan bahwa kegiatankegiatan kecil yang padat modal berlaku sebagai daerah perisai dan dilakukan oleh angkatan kerja yang mengambang. 4. Jenis-jenis Sektor Informal Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari kesempatan memperoleh penghasilan. Antara lain sebagai berikut. a. Sah yang terdiri atas: 1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder-pertanian, perkebunan yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain. 2) Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lainlain. 3) Distribusi kecil-kecilan seperti pedagang kaki lima, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain. 4) Transaksi pribadi seperti pinjam-meminjam, pengemis. 5) Jasa yang lain seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, dan lain-lain. b. Tidak sah 1) Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya: penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain. 2) Transaksi : pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar (perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan lain-lain Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Pedagang asongan yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota, bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan (Alisjahbana, 2005). Nampaknya sektor informal merupakan pilihan yang paling rasional dan mudah dimasuki bagi kaum marginal, untuk bertahan hidup di kota (economical survive strategy) yang bukan hanya sekedar kompetitif, tetapi membutuhkan tingkat pendidikan dan keterampilan tertentu. untuk memahami konsep sektor kerja informal, maka ciri-ciri ekonomi yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak analisa lebih lanjut. sektor kerja informal mempunyai aspek positif dan aspek negatif. Aspek positifnya ialah sebagai katup pengamanan dari adanya urbanisasi, dapat merupakan batu loncatan, dapat dipergunakan sebagai benteng pertahanan, mobillisasi akan mampu menghasilkan sesuatu yang luar biasa apabila dikelola dengan baik. Aspek negatifnya ialah dapat menimbulkan kesemrawutan, tidak terorganisir, pemerintah menuduh sebagai biang keladi dari sejumlah kondisi yang tidak mengenakkan. Kebijakan perluasan kesempatan tenaga kerja dimasa akan datang harus terus dilanjutkan, namun perhatian lebih besar dicurahkan di dalam pengembangan sektor kerja informal. Kesempatan pada sektor kerja formal sangat terbatas sekali, sehingga perencanaan pembangunan sektor kerja informal harus mendapat perhatian lebih mendalam. Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang pedagang asongan : 1. Sekretaris Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Sumut,Pemiga Orba Yusra, SE. Lelaki kelahiran Kutacane yang akrab disapa Popoy menilai keberadaan pedagang asongan sama dengan pedagang kaki lima yang keberadaannya belum mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, PKL dan pedagang asongan dibutuhkan di masyarakat. Pedagang asongan merupakan Potensi sekaligus Sumber Daya Ekonomi yang menempatkan ruang publik sebagai lokasi usaha. Saat ini, pedagang asongan malah menjadi primadona masyarakat. Harga yang murah, akses yang gampang serta interaksi emosional yang kuat, membuat pedagang asongan tetap diminati. 2. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001. Kaki Lima atau Asongan adalah tempat-tempat penjualan eceran yang terbuat dari bangunan tidak permanen, yang sewaktu-waktu dapat dipindahkan sesuai dengan keinginan pemiliknya. Pedagang Kaki Lima atau Pedagang Asongan adalah orang yang mengusahakan atau yang menguasai Kaki Lima atau asongan. 3. Kajian Evaluasi Pembangunan Sektoral oleh Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pedagang asongan sebagai salah satu pelaku aktivitas ekonomi di sektor informal turut menyumbangkan kontribusi besar bagi perekonomian nasional dengan menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Pedagang asongan pun menjadi stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia/supplier barang-barang dagangan yang dijajakan pedagang asongan. B. Pedagang Asongan sebagai Sektor Informal Istilah sektor informal biasanya di gunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal dalam tulisan ini dianggap sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang, pedagang asongan yang memasuki kegiatan berskala kecil di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Pedagang asongan yang terlibat dalam sektor pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak trampil, dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa pedagang asongan bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya. Cakrawala pedagang asongan nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, harus diakui bahwa banyak diantara pedagang asongan berusaha dan bahkan berhasil mengatasi hambatan-hambatan yang ada dan secara perlahan-lahan masuk ke dalam perusahaan berskala kecil dengan jumlah modal dan ketrampilan yang memadai, dan semestinya dengan orientasi yang lebih besar kepada keuntungan. Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unitunit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barangbarang yang masih dalam suatu proses evolusi, dari pada dianggap sebagai kelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukanmasukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar. Pedagang asongan sebagai salah satu sektor informal telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor ini menjadi salah satu alternatif keberlangsungan hidup masyarakat. Salah satu penyebab banyaknya masyarakat yang memilih sektor informal sebagai mata pencaharian karena ketidakmampuan dalam mengakses sektor ekonomi formal sebagai sumber pemasukan dan mata pencaharian. Skala operasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara lain meliputi besarnya modal, omzet dan lain-lain, tetapi karena ciri-ciri ini biasanya sangat erat hubungannya satu sama lain, maka alat ukur yang paling tepat untuk mengukur skala operasi adalah jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Melihat ekonomi kota sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari unit-unit produksi dan distribusi, maka untuk kepentingan tulisan ini, unit-unit yang memiliki 10 orang ke bawah diklasifikasikan ke dalam sektor informal dalam segala bidang (meskipun ada kekecualian). (Manning, 1991) Sejak munculnya konsep ini banyak penelitian dan kebijakan mulai menyoroti masalah kesempatan kerja kelompok miskin di kota secara khusus. Menurut Hart, kesempatan kerja di kota terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu formal , informal sah, dan informal yang tidak sah. Selain itu, pembedaan sektor formal dan informal dilihat dari ketentuan cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu, serta status hukum kegiatan yang dilakukan. (Manning, 1991) Beberapa konsep operasional yang dapat dijadikan sebagai konsep alternatif, antara lain yang diajukan membagi pekerja tidak tetap menjadi empat kelompok berdasarkan status dan hubungan kerja pada tiap kegiatan salah satunya yaitu pekerja usaha sendiri yang tidak terikat kepada usaha lain dalam pembelian, permodalan atau penjualan hasil produksi. Senada dengan Bromley (dalam Sethuraman 1985 ) mengajukan konsep operasional sektor informal sebagai berikut : a. Unit usaha kecil b. Pola kegiatannya tidak teratur baik dalam arti waktu, permodalan, dan penerimaannya. c. Tidak mempunyai tempat yang tetap atau keterikatan dengan usaha lain. d. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (easy entry). Sehingga secara luas dapat menyerap bermacam-macam tingkatan angkatan kerja. e. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian. f. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga sering dikatidakan liar. Sedangkan Tadjuddin Noer effendi ( dalam Suharto, 2008) mengemukakan bahwa: Kriteria untuk memasukkan suatu usaha kedalam sektor informal adalah teknologi sederhana, ketrampilan rendah, tidak dilindungi pemerintah, modal kecil dan padat karya. C. Pendekatan Konsep Sosiologi Ekonomi Sosiologi ekonomi dapat didevinisikan dengan dua cara. Pertama, sosiologi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah kajian yang mempelajari hubungan antara masyarakat, yang didalamnya terjadi interaksi sosial dengan ekonomi. Bagaimana ekonomi mempengaruhi masyarakat. Sosiologi ekonomi mengkaji masyarakat, yang didalamnya terdapat proses dan pola interaksi sosial, dalam hubungannya dengan ekonomi. Hubungan dilihat dari sisi saling pengaruh-mempengaruhi. Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntun individu melakukan kegiatan ekonomi seperti apa yang boleh diproduksi. Semua orang perlu mengonsumsi pangan, sandang dan papan untuk bisa bertahan hidup. Oleh sebab itu manusia perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya yang dimaksud dengan fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Cara yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi barang-barang langka. Sethuraman (1985:20) mengusulkan hal apa yang dimaksudkan dengan fenomena ekonomi yang termasuk dalam fenomena ekonomi adalah: 1. Proses ekonomi ( produksi, distribusi, dan konsumsi). 2. Produktivitas dan inovasi teknologi. 3. Pasar. 4. Kontrak. 5. Uang. 6. Tabungan. 7. Organisasi ekonomi (seperti Bank, perusahaan asuransi, koprasi. Dan lain-lain. Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Prespektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja manusia, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi ekonomi sosial. Pendapat dari Soeratmo (dalam Dahriani, 1995) mengemukakan bahwa aspek kehidupan sosial ekonomi meliputi antara lain: 1. Aspek sosial demografi meliputi antara lain: pembaharuan sosial, tingkah laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan dan migrasi. 2. Aspek ekonomi meliputi antara lain: kesempatan kerja, tingkat pendapatan dan pemilikan barang. 3. Aspek pelayanan sosial meliputi antara lain: sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga dan sarana transportasi. Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial dapat dirujuk pada konsep tindakan sosial yang di ajukan oleh Weber (dalam Damsar, 2009), tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Pusat perhatian dari kajian para ekonomi adalah pertukaran ekonomi, pasar, dan ekonomi. Sedangkan masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang diluar dia dipandang sebagai sesuatu yang telah ada given (dalam Damsar, 2009:46). D. Teori Struktural Fungsional Sebuah masyarakat memiliki beberapa fungsi di dalamnya yang harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bisa menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Asumsi dari teori ini bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari pada anggotanya akan nilai-nilai kemasyarkatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut di pandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan. Paradigma struktural fungsional berpandangan bahwa masyarakat terbangun dari sistem yang kompleks dan setian bagian dari sistem tersebut bekerja sama untuk memelihara kestabilan. Dua konsep penting dalam paradigma struktural fungsional. Pertama masyarakat terdiri dari struktur sosial, kedua setiap bagian dari struktural memiliki fungsi social (Ritzer 2009). Masyarakat sebagai suatu struktur sosial dipahami sebagi pola tingkah laku sosial yang relative stabil, artinya kehidupan masyarakat terbentuk dari struktur sosial, sedangkan yang dimaksud fungsi sosial adalah konsekuensi dari poal sosial terhadap bekerjanya masyarakat keseluruhan. Semua pola tersebut mulai dari yang kompleks sampai dengan yang sederhana memiliki fungsi untuk membantu masyarakat agar tetap ada dan bertahan. Inti dari pendekatan struktural fungsional menekankan pada pandangan bahwa masyarakt adalah sebuah kesatuan yang sepenuhnya utuh, terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja menunjang satu sama lain, secara organism biologis seperti organ tubuh manusia yang tiap bagiannya mempunyai fungsi masing-masing dan saling membutuhkan, menurut Herbert Spencer yang merupakn pemikir dari fungsionalisme. E. Teori Pertukaran Teori Pertukaran melihat dunia sebagai arena pertukaran atau tempat orang–orang saling bertukar ganjaran atau hadiah. Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh George Casper Homans, Peter M. Blau, Richards Emerson, John Thobout dan Harold H. Kelly (Dalam Damsar, 2009:64) mengartidakan bahwa teori pertukaran memiliki asumsi dasar sebagai berikut: 1. Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan untung dan rugi. 2. Perilaku pertukaran sosial terjadi apabila perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan–tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi melalui orang lain dan juga perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut. 3. Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak yang terlibat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu. Dalam pemikiran Oliver E. Williamson ( dalam Damsar 2009) tentang biaya transaksi ekonomi bahwa ide dasar dari pendekatan biaya transaksi ekonomi adalah bahwa masalah-masalah yang terjadi pada titik simpul antara ekonomi, hukum, dan organisasi dapat dipecahkan, dengan asumsi bahwa institusi-institusi tersebut ccenderung kepada kondisikondisi yang secara efisien mengurangi biaya transaksi. Pendekatan biaya transaksi ekonomi dikenal penerapannya oleh Williamson terhadap penggunaan sistem kontrak internal. Dimana sistem ini pada dasarnya terdiri dari seorang majikan dan pemilik kapital yang mengkaji sejumlah sub-kontraktor internal. Menurut Clegg (dalam Damsar , 2009:155) pada sub-kontraktor ini melakukan pembayaran sekaligus dengan kapitalis dalam sebuah kontrak dimana mereka sepakat memberikan sejumlah barang dalam jangka waktu tertentu, dengan menggaji para pekerja agar bekerja dalam organisasi itu, dengan menggunakan teknologi, bahan-bahan mentah dan lain-lainnya untuk menghasilkan komoditas yang diperuntukkan hanya bagi organisasi itu saja. Smelser (1987) memberi pengertian tentang kontrak internal sebagai suatu transaksi barang dan jasa yang didefenisikan sebagai pertukaran barang dan jasa lintas batas teknologis. Dimana biaya transaksi diputuskan oleh kapitalis pada kontrak awal yang dinegosiasikan dengan kontraktor. Selanjutnya segala urusan diserahkan kepada kontraktor seperti penentuan bagaimana, oleh siapa dan berapa keuntungan atau kerugian yang akan dialami, serta cara seperti apa transaksi itu dilakukan. Dalam prakteknya transaksi-transaksi pertukaran tersebut dapat dilihat dari adanya kerjasama yang tentunya saling menguntungkan, diantara mereka. Carles Horton cooley (Soekanto,1990) mengatakan bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama berguna. Transaksi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang asongan dan pembeli itu sendiri harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Yakni antara penjual dan pembeli. F. Teori Kemiskinan Fenomena ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan atau tidak dimilikinya mata pencaharian yang cukup mapan untuk tempat bergantung hidup. Pendapat seperti ini, untuk sebagian mungkin benar, tetapi diakui atau tidak kurang mencerminkan kondisi riil yang sebenarnya dihadapi keluarga miskin. Kemiskinan sesungguhnya bukan semata-mata kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau standar hidup layak, namun lebih dari itu esensi kemiskinan adalah menyangkut kemungkinan atau probabilitas orang atau keluarga miskin itu untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya. Kemiskinan didefinisikan sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Definisi lain tentang kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas (Suyanto, 2010:4). Hal senada juga diungkapkan oleh Emil Salim, mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Dahriani : 1995). Orang atau keluarga miskin yang disebut miskin pada umumnya selalu lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. Definisi yang lebih lengkap tentang kemiskinan dikemukakan oleh John Friedman. Menurut Friedman kemiskinan adalah ketidaksamaan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. ( Bagong: 2010) Sementara yang dimaksud basis kekuasaan sosial itu menurut Friedman meliputi. Pertama, modal produktif atas asset, misalnya tanah perumahan, peralatan, dan kesehatan. Kedua, sumber keuang-an, seperti income dan kredit yang memadai. Ketiga, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersa-ma, seperti koperasi. Keempat, network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan ketram-pilan yang memadai. Kelima, informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan (Suyanto: 2010). BAB III METODE PENELITIAN A. Dasar dan Tipe penelitian Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu penelitian yang melihat objek penelitian sebagai kesatuan yang terintegrasi, yang penelaahannya kepada satu kasus dan di lakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Tipe penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan berbagai kondisi, situasi, dan variabel yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas B. Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini berlokasi di wilayah Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan km 10 Tamalanrea Makassar. Waktu penelitian ini dilaksanakan bulan Februari sampai Maret 2012. C. Teknik Penentuan Informan Pemilihan informan dilakukan secara accidental yaitu teknik pemilihan informan yang ditetapkan secara kebetulan dipilih oleh peneliti dan dianggap mampu memberikan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Informan yang terpilih berjumlah 6 orang yang merupakan para pelaku pedagang asongan di FISIP Unhas. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dan langsung (bertatap muka) dengan informan yang ditunjang oleh pedoman wawancara. Dengan tujuan untuk memperoleh informasi secara lengkap dan mendetail dari objek yang diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahi hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. (Sugiyono, 2010) 2. Observasi Observasi yang dimaksud peneliti yaitu berupa pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan masalah penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui objektivitas dari kenyataan yang ada tentang keadaan dan kondisi objek yang akan di teliti. Penggunaan teknik observasi ini di maksudkan untuk mengungkap fenomena yang tidak diperoleh melalui tekhnik wawancara. 3. Studi Kepustakaan Data ini diperoleh dari studi kepustidakaan yaitu penelusuran sumber pustidaka yang berkaitan dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian. E. Jenis atau Sumber Data 1. Data primer, yaitu data yang di peroleh peneliti melalui hasil observasi dan wawancara dengan responden atau informan. 2. Data sekunder, yaitu data yang di peroleh peneliti dari beberapa literatur yang terkait dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian. F. Teknik Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Peneliti melakukan analisis kualitatif dengan cara memberikan gambaran informasi masalah secara jelas dan mendalam untuk menghasilkan data kualitatif yang baru. Hasil dari gambaran informasi akan diinterpretasikan sesuai dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan dukungan teori yang berkaitan dengan objek penelitian. Analisis data merupakan proses menata, menyukturkan dan memaknai data yang beraturan. Data yang telah peneliti dapatkan melalui wawancara kemudian data tersebut perlu dibaca kembali untuk melihat keberadaan hal-hal yang masih meragukan dari jawaban informan. BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin (UNHAS) berdiri di Makassar berdasarkan Peraturan Pemerintah No.23 Tanggal 1 september 1956, sedangkan upacara pembukaannya dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Drs.Muh. Hatta, pada tanggal 10 september 1956. Nama Universitas Hasanuddin diambil dari nama salah satu pahlawan yang berasal dari Sulawesi Selatan yaitu Sultan Hasanuddin yang merupkan Raja Gowa XVI dengan gelar I Mallombassang Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Mengawali berdirinya Universitas Hasanuddin secara resmi pada tahun 1956, di kota Makssar pada tahun 1947 telah berdiri Fakultas Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Jakarta berdasarkan keputusan Letnan jenderal Gubernur Hindia Belanda Nomor 127 tanggal 23 juli 1947. Karena ketidakpastian yang berlarut-larut dan kekacauan di Makassar dan sekitarnya maka Fakultas yang dipimpin oleh Drs L.A. Enthoven (Direktur) ini dibekukan dan baru dibuka kembali sebagai cabang Fakultas Ekonomi UI pada 7 Oktober 1953 di bawah pimpinan Prof. Drs. G.H.M. Riekerk. Fakultas Ekonomi benar-benar hidup sebagai cikal bakal Universitas Hasanuddin setelah dipimpin acting ketua Prof. Drs. Wolhoff dan sekretarisnya Drs. Muhammad Baga pada tanggal 1 September 1956 sampai diresmikannya Universitas Hasanuddin pada tanggal 10 September 1956. Kemudian menyusul berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat yang juga masih merupakan cabang dari fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) jakarta yang resmi didirikan tanggal 3 Maret 1952. Beberapa tahun kemudian yaitu pada tanggal 28 Januari 1956, menteri P dan K RI, Prof.Mr.R. Soewandi meresmikan fakultas Kedokteran Makassar yang kelak berubah menjadi Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin. Berikut adalah Fakultas-Fakultas yang menyusul setelah berdirinya tiga Fakultas diatas yaitu : 1. Fakultas Teknik, yang ditandai ketika Menteri P dan K RI, Prof. Mr. R. Soewandi mengeluarkan SK No. 88130/S tertanggal 8 September 1940 2. Fakultas Sastra, dengan SK No. 102248/UU/1960 tertanggal 3 Desember 1960. 3. Fakultas Sosial Politik, dengan SK No. A. 4692/U.U.41961 tertanggal 30 januari 1961. 4. Fakultas pertanian, di tandai dengan adanya SK Menteri PTIP RI, Prof. Dr. Ir. Toyib Hadi Widjaya tertanggal 17 Agustus 1962. 5. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), dengan SK Menteri No. 102 tertanggal 17 Agustus 1963. 6. Fakultas peternakan, dengan SK Menteri PTIP No. 37 11964 tertanggal 4 Mei 1964. 7. Fakultas Kedokteran Gigi, pada Tahun 1983. 8. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), didirikan pada tanggal 5 November 1982. 9. Fakultas ilmu Kelautan dan Perikanan, dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/0/1996 tertanggal 29 Januari 1996 (Sumber : Buku Pedoman UNHAS 2005) B. Sejarah Singkat FISIP UNHAS 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan FISIP UNHAS Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik resmi berdiri sebagai bagian dari salah satu Fakultas di Universitas Hasanuddin (UNHAS), pada awalnya merupakan perguruan tinggi swasta yang bernama Fakultas Tata Praja Universitas 17 Agustus 1945 Ujung Pandang. Pendirian FISIP ini merupakan hasil perjuangan Mr. Tjia Kok Tjian yang sekaligus menjadi Dekan pertama periode 1961-1963. Namun beliau hanya lima bulan memimpin FISIP karena meninggal dunia pada tanggal 3 Mei 1961, dalam pendirian FISIP beliau berjuang bersama Brigjen M. Yusuf (Pangdam XIV) dan Bapak Andi Pangeran Pettarani (Gubernur Sulawesi Selatan). Setelah wafatnya Mr. Tjian, tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh Mr. Soekanto (1962). Satu tahun berikutnya kendali FISIP beralih ke Prof. Arnold Mononutu (pada tahun 1963 sampai 1 Januari 1964) lalu pada tahun 1964 sampai dengan 1966 kepemimpinan dilanjutkan oleh E.A. Mokodompit,MA. Kurun waktu 1966 sampai dengan 1970, Prof. Dr. Hasan Walinono memimpin FISIP dan tahun 1970 sampai dengan 1972 diganti oleh Prof. Dr. J. Salusu, MA. Entah bagaimana sebabnya Prof. Dr. Hasan Walinono kembali memimpin FISIP pada periode 1972 sampai dengan 1976 untuk kedua kalinya. Tahun 1977, ketika Universitas Hasanuddin di pimpin oleh Prof.Dr. A. Amiruddin, Unhas mengalami permapingan (restrukturisasi). Fakultas Ekonomi, Fakultas Sastra, Dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di gabung menjadi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Budaya (FISBUD). Hal ini berlangsung hingga tahun 1983. Ketika FISIP terpisah dari FISBUD dan berdiri sendiri (1983), Prof.Dr.H.M. Syukur Abdullah tampil memimpin sampai pada tahun 1989. Kemudian Prof.Drs.H. Sadly AD,MPA melanjutkan kepemimpinan sampai tahun 1995. Selanjutnya, pada tahun 1995 Prof.Dr. Mappa Nasrun, MA melanjutkan sampai tahun 1998 dan periode 1998 sampai 2002, FISIP berada di bawah kepemimpinan DR. H.M Tahir Kasnawi, SU. Pada periode 2002 sampai dengan 2006 FISIP dipimpin oleh Prof.Dr. H. Hafied Cangara, Msc. Pada tahun 2006 sampai tahun 2009 FISIP berada di bawah kepemimpinan Deddy T Tikson, ph,D. Berikut adalah Nama-nama jurusan yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin : 1. Jurusan Ilmu Politik Pemerintahan 2. Jurusan Hubungan Internasional 3. Jurusan Ilmu Komunikasi 4. Jurusan Sosiologi 5. Jurusan Antropologi 6. Jurusan Administrasi Negara. a. Visi, Misi dan Tujuan FISIP UNHAS 1) Visi “Menjadikan institusi pendidikan yang unggul dalam penembangan Ilmu Sosial di Asia Tenggara “. 2) Misi 1. Memberikan khususnya pelayanan yang tinggi berkaitan kepada dengan kelembagaan di bidang Sosial Politik. Masyarakat, kebijakan dan 2. Melakukan pengkajian masalah-masalah kemasyarakatan baik dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan sosial, teknologi, dan seni maupun untuk kepentingan kebijakan sektoral. 3. Meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan antar institusi dalam rangka pemanfaatan potensi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. 3) Tujuan Menghasilkan luaran yang memiliki kemampuan konsepsional dan keterampilan aplikatif dalam : a) Analisis kebijakan dan dinamika kelembagaan Sosial Politik. b) Riset tentang masalah-masalah kemasyarakatan untuk memajukan Ilmu Pengetahuan Sosial, Teknologi, dan Seni untuk kepentingan dan pengembangan masyarakat. c) Kepedulian yang tinggi untuk meningkatkan harkat dan martabat sumber daya manusia Indonesia secara pribadi yang cerdas, bermoral, terampil, dan unggul dalam daya saing. (Sumber : Buku Pedoman Universitas 2005). 3. Jumlah Mahasiswa FISIP UNHAS Perkembangan jumlah mahasiswa FISIP Unhas dari tahun 2008 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 1 Perkembangan Jumlah Mahasiswa FISIP UNHAS Tahun 2008 – 2011 untuk Setiap Program Studi Program 2008 2009 2010 2011 Studi Ilmu Politik Ilmu Pemerintahan Hubungan Internasional Ilmu Administrasi Ilmu Komunikasi Sosiologi Antropologi JUMLAH L P Jlh L P Jlh L P Jlh L P Jlh 151 54 205 164 53 217 129 66 195 133 57 190 150 82 232 209 67 276 158 91 249 154 95 246 136 171 307 143 194 337 139 187 326 124 146 270 121 138 259 151 138 289 128 115 243 121 131 252 142 214 356 142 235 377 92 159 251 134 154 288 140 139 279 151 114 265 142 95 237 126 93 219 93 57 150 101 55 156 104 63 167 99 63 162 933 855 1788 101 6 940 1917 892 776 1668 758 682 1629 Sumber : Kepala Sub Bagian Akademik FISIP Unhas 2011 Jumlah mahasiswa FISIP Unhas pada tahun 2011 sebanyak 1.629. Jumlah mahasiswa pada tahun-tahun sebelumnya selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah mahasiswa FISIP sebanyak 1788, tahun 2009 sebanyak 1.917 dan pada tahun 2010 sebanyak 1.668 sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 1629 mahasiswa. Jumlah mahasiswa setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap besarnya jumlah alumni. Pada tahun 2009, jumlah alumni FISIP Unhas sebanyak 287, selanjutnya pada thaun 2010 sebanyak 311 dan tahun 2011 sebanyak 307. Selengkapnya dapat dilihat pada table 2 berikut ini: Tabel 2 Perkembangan Jumlah Alumni FISIP UNHAS Tahun 2009-2011 menurut Program Studi No PROGRAM STUDI 2009 2010 2011 1 Ilmu Politik 35 28 33 2 Ilmu Pemerintahan 57 35 39 3 Hubungan Internasional 29 56 50 4 Administrasi Negara 55 51 47 5 Ilmu Komunikasi 77 85 73 6 Sosiologi 21 35 35 7 Antropologi 13 17 23 8 Keagrariaan 5 4 7 JUMLAH 287 311 Sumber : Kepala Sub Bagian Akademik FISIP Unhas 307 C. Gambaran Pedagang Asongan di FISIP Unhas Perkembangan sektor informal dewasa ini di dunia kampus sepeti jamur di musim hujan yan terus menampakkan eksistensinya dengan menawarkan beragam usaha dan aktifitas. Perkembangan itu dapat dilihat di universitas yang terbesar di Indonesia Timur yakni Unhas. Semua fakultas yang ada di universitas tersebut tidak satupun luput dari pelaku sektor informal, baik fakultas eksakta maupun fakultas yang fokus pada pengembangan ilmu non-eksakta. Sebagai salah satu fakultas yang notabene sebagai ilmu noneksakta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas juga tidak luput dari incaran para pelaku sektor informal untuk menjalankan aktifitasnya. Berbagai aktifitas sektor informal menjadikan FISIP Unhas sebagai lahan basah bagi pedagang asongan untuk menggantungkan hidupnya. Aktifitas ekonomi yang dilakonkan oleh para pelaku sektor informal di FISIP Unhas beraneka ragam. Ada yang berprofesi sebagai penjaga/penjual makanan di kantin, sebagai penjual keliling atau sering diistilahkan sebagai pedagang asongan seperti penjual sticker, pulpen, makanan ringan, ataupun penjual Koran keliling. Beragam aktifitas yang dilakukan oleh para pelaku pedagang asongan tersebut dengan mudah dapat dijumpai di kawasan FISIP Unhas. Ketika kita memasuki kawasan kampus, kita sudah bisa menemui pedagang asongan di hampir setiap sudut kampus. Ada yang menjajakan jualan pedagang asongan di sepanjang koridor kampus. Pedagang asongan umumnya melakukan aktifitasnya ketika kampus dalam keadaan aktif, sedangkan jika hari-hari libur seperti hari sabtu dan minggu tiap pekannya ataupun perayaan hari-hari besar,maka pedagang asongan umumnya juga meliburkan diri dari aktifitas rutin yang biasanya pedagang asongan lakukan di kampus. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potret Kehidupan Sosial Pedagang Asongan di FISIP Unhas Sektor informal merupakan salah satu wadah dan jenis pekerjaan yang mampu memberi tempat ekonomis bagi para pelakunya. Terlepas dari sedikit banyaknya keuntungan yang diperoleh, pedagang asongan tetap konsisten dengan pekerjaan yang geluti karena profesi yang dijalani berpotensi sebagai salah satu katub pengaman untuk menyelamatkan pedagang asongan dari jerat ekonomi yang memprihatinkan. Sebagian besar dari pedagang asongan berjualan di sepanjang badan jalan, trotoar, pasar, stasiun, di depan perkantoran, sekolah, kampus, di keramaian dan tempat-tempat yang paling sering dilalui oleh orang banyak. Hal ini tentu saja mengganggu ketertiban umum khususnya para pengguna jalan dan penumpang umum. Bahkan ada juga yang berkeliling dari rumah ke rumah, karena di tempat itulah cara paling gampang bagi pedagang asongan untuk berjualan dan mendapatkan uang. Berikut potret pedagang asongan di FISIP Unhas berdasarkan latar belakang menjadi pedagang asongan, usia dan daerah asal. Perkembangan Makassar yang begitu pesat membuat seluruh elemen kota harus ikut dalam laju pembangunan yang semakin cepat termasuk pertumbuhan jumlah penduduk. Sebagai kota yang menjadi barometer untuk wilayah Indonesia bagian timur, menyebabkan masyarakat berbondong-bondong untuk menetap. Semakin banyaknya jumlah penduduk berpengaruh terhadap jumlah masalah sosial di masyarakat. Kata sosial dalam pengertian umum berarti segala sesuatu mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Soejono Soekamto (1983:464) mengemukakan bahwa, “sosial adalah berkenan dengan perilaku atau yang berkaitan dengan proses sosial”. Jadi sosial berarti mengenai keadaan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kehidupan sosial berarti suatu fenomena atau gejala akan bentuk hubungan seseorang atau segolongan orang dalam menciptakan hidup bermasyarakat. Berikut hal- hal yang melatar belakangi kehidupan sosial diantaranya : 1. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek untuk mengetahui latar belakang kehidupan pedagang asongan. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang terkadang dijadikan cermin kepribadian seseorang sesuai nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai ukuran dalam menentukan tingkat kehidupan sosial ekonomi seseorang. Apalagi di zaman yang modern ini berkaitan dengan hal tersebut tentunya para pedagang asongan yang bekerja disektor informal tentunya tidak terlalu membutuhkan tingkat pendidikan untuk menggeluti pekerjaannya. Secara tidak langsung pendidikan berpengaruh terhadap pekerjaan. Eksploitasi dan tidak mustahil kesempatan untuk meneruskan sekolah hingga SMP akan hilang. Dari data BPS tahun 1998 jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun sebanyak 1.809.935 jiwa. Setiap tahunnya jumlah tersebut mengalami pertambahan 28,7% setahun. Sebagian dari pedagang asongan adalah orang-orang yang tidak tertampung di pasar kerja yang mensyaratkan pendidikan sebagai syarat utama. Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang tidak memadai serta pendidikan yang terbatas, membuat masyarakat harus berfikir bagaimana mempertahankan hidup. Dengan modal yang terbatas dan keterampilan yang masih terbilang minim menjadikan banyak orang memilih profesi sebagai pedagang asongan. Pedagang asongan yang berjualan di FISIP Unhas memiliki jam kerja yang bervariasi. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa untuk pedagang asongan yang masih sekolah (12 tahun) berjualan sepulang dari sekolah sampai dengan pukul 06.00 WITA. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh informan KL berikut ini: Ketika saya lulus dari SMP, saya sudah mulai menjual di kampus Unhas. Saya sudah berjualan selama 13 tahun sebagai penjual roti keliling. Dari pada saya menganggur, lebih baik saya membantu orang tua menambah penghasilan, lagi pula saya hanya lulusan SMP. (20/3/ 2012). Dari hasil wawancara dengan informan tersebut di atas, diketahui bahwa tanpa pendidikan yang memadai, masyarakat akan terjebak pada pekerjaan yang menguras tenaga yang banyak, berbeda dengan yang memiliki pendidikan yang tinggi, dimana pendidikan tinggi dapat membuat seseorang menduduki posisi yang baik dalam pekerjaannya. Saat ini tidak ada lagi pekerjaan disektor formal yang memberikan kesempatan pada lulusan SD sampai dengan SMP. 2. Usia Kerja Usia merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena sebagai batasan kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam kehidupannya dan tinggi rendahnya usia menentukan kapan seseorang dapat bekerja. Umur juga merupakan modal dasar dalam kehidupan, dalam banyak jenis pekerjaan standar usia menjadi syarat penerimaan dan menjadi batas bagi seseorang untuk bekerja, berhenti dari pekerjaan oleh karena faktor umur yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Oleh karena itu perbedaan umur seseorang selalu menunjukkan adanya kematangan dalam berfikir, juga kekuatan fisik dalam beraktivitas. Usia menjadi salah satu faktor untuk seseorang memperoleh pekerjaan. Saat ini beberapa tempat kerja mensyaratkan usia kerja antara 18 (Usia lulus SMA) sampai dengan 35 tahun. Sementara untuk usia produktif seseorang bekerja 60 tahun (lanjut usia). Dari hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa mayoritas pedagang asongan di FISIP Unhas berumur antara 8 tahun sampai dengan 50 tahun. Berdasarkan usia informan, dapat dikatakan bahwa hanya 3 orang yang dapat masuk dalam dunia kerja. Sementara 3 diantaranya merupakan anak dibawa umur (umur 7, 12 dan 13 tahun). Sektor formal tidak menerima anak dibawa umur dan usia lanjut sebagai karyawan/pegawai tetap. Masyarakat yang tidak tertampung di sektor formal kemudian beralih kesektor informal. Dari enam informan yang diwawancarai, diketahui bahwa barang dagangan yang dijual juga bervariasi antara lain jalangkote’, stiker, kerupuk, pulpen, manisan dan roti. FISIP Unhas merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi pedagang asongan di kota Makassar. 3. Asal Daerah Daerah asal merupakan tempat kelahiran seseorang. Tempat awal sebelum melakukan migrasi ke daerah tujuan. Biasanya alasan seseorang untuk meninggalkan daerah asal mereka disebabkan oleh keinginan untuk memperbaiki taraf hidup khususnya dari segi perekonomian. Di daerah asal yang sarana dan prasarananya sangat minim juga menjadi salah satu alasan seseorang melakukan perpindahan. Setiap individu dalam suatu masyarakat memang selalu memiliki hak hidup lebih baik berupa pekerjaan dan pendidikan. Untuk itulah, sangat sering dijumpai seseorang melakukan migrasi ke kota-kota besar yang menjanjikan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Kota-kota besar seringkali digambarkan sebagai tempat yang tepat untuk memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi seseorang. pedagang Asongan yang saya teliti berasal dari daerah jene’ ponto dan penduduk Asli Makassar. Salah seorang informan NK penjual sticker berasal dari jene ponto, bahwa : Sebelum pindah dimakassar ,saya tinggal di jene’ponto alas an saya pindah di Makassar, karena untuk mencari nafkah dengan jalan menjadi pedagang asongan. (20/03/2012). B. Potret Kehidupan Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP Unhas Kata ekonomi dalam pengertian umum berarti mengtur rumah tangga. Rumah tangga yang dimaksud disini bukan berarti rumah tangga dalam pengertian sehari-hari, tetapi mempunyai arti yang cukup luas. Dimana pengertian rumah tangga. Secara luas yaitu bentuk kerja sama antar manusia yang ditujukan untuk mencapai kemakmuran, yaitu segala kemampuan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya dan sebaik-baiknya dengan mempergunakan alat pemuas kebutuhan itu sendiri yang secara terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kehidupan ekonomi lebih menitik beratkan pada hubungan antara kenyataan hidup seseorang dengan tingkat kehidupannya yang pada umumnya ditentukan oleh jumlah dan mutu barang dan jasa yang dipergunakan oleh seseorang sebagai suatu kebutuhan. Terwujudnya kehidupan sosial ekonomi seseorang tidak terlepas dari usaha-usaha manusia itu sendiri dengan segala daya dan upaya yang ada serta dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong antara lain dorongan untuk mempertahankan diri dalam hidupnya dari berbagai pengaruh akan dorongan untuk mengembangan diri dari kelompok. Semuanya terlihat dalam bentuk hasrat, kehendak, kemauan, baik secara pribadi maupun yang sifatnya kelompok sosial. Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. 1. Aspek sosial demografi meliputi antara lain: pembaharuan sosial, tingkah laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan dan migrasi. 2. Aspek ekonomi meliputi antara lain: kesempatan kerja, tingkat pendapatan dan pemilikan barang. 3. Aspek pelayanan sosial meliputi antara lain: sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga dan sarana transportasi. Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial dapat dirujuk pada konsep tindakan sosial yang di ajukan oleh Weber (dalam Damsar, 2009:31), tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Memberi perhatian ini dilakukan secara sosial dalam berbagai cara misalnya memperhatikan orang lain, berbicara dengan mereka, dan memberi senyuman kepada mereka dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian. Kesulitan ekonomi keluarga memaksa untuk turun ke jalan mencari nafkah. Tidak jarang didapatkan orang tua yang sudah rentan dan anak di bawah umur masih menjajakan jualannya di kampus. Hal tersebut, senada dengan penuturan informan HA, bahwa menjadi pedagang asongan disebabkan oleh kemiskinan, berikut penuturan informan HA: Saya berhenti sekolah karena orang tua saya tidak punya uang yang cukup untuk biaya. Akhirnya ibu saya menyuruh menjual kerupuk di kampus untuk bantu menambah biaya hidup.(10/03/ 2012). Keluarga-keluarga miskin umumnya hanya mampu bertahan hidup secara pas-pasan, bahkan serba kekurangan. Masyarakat miskin tersebut biasanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara mengutang ke warung-warung, mengurangi konsumsi, makan tanpa laukpauk atau bahkan terpaksa menjual sebagian barang yang mereka miliki, seperti sepeda, mesin jahit, pakaian atau perhiasan. Beberapa penjelasan tersebut di atas, sejalan dengan teori kemiskinan bahwa kemiskinan merupakan ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. senada juga diungkapkan oleh informan RM: Daripada saya tidak mengerjakan apa-apa di rumah, jadi saya memilih berjualan jalangkote’ milik nenek teman saya. Apalagi ibu mendukung untuk berjualan karena dengan itu, uang belanja di rumah bisa bertambah. Apalagi bapak hanya seorang buruh serabutan, sedangkan ibu tidak memiliki pekerjaan sama sekali.( 18/02/2012) Keadaan ekonomi yang sangat sulit membuat harus menelan kenyataan pahit.Keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan menjadi faktor utama ia tidak sekolah. Dari pagika menjual disini tapi sebelumnya sampai di unhas, singgah di kampus UMI ka dulu menjual, tidak sekolahka karena tidak ada uangnya mamakku untuk biayaika sekolah (01/04/20). 1. Latar Belakang Menjadi Pedagang Asongan Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa ada beberapa alasan pedagang asongan di FISIP Unhas memilih pekerjaan tersebut, antara lain: a. Tidak Ada Pekerjaan Lain Semakin banyaknya pasar modern, menyebabkan banyak diantara pedagang pasar tradisional beralih profesi menjadi pedagang asongan yang masuk ke kampus-kampus. Seperti salah penjelasan informan NK berikut: Dulu kerjaku itu penjual ikan keliling, tetapi karena persaingan semakin ketat, maka saya berhenti menjadi penjual ikan . itu juga pasar semakin dekat dari rumah warga jadi warga tidak kesulitan lagi mencari makanan. Makanya sekarang, saya menjadi penjual stiker keliling kampus Unhas. (18/02/2012). Hal serupa juga diungkapkan oleh RM, bahwa menjadi pedagang asongan di kampus Unhas harus menjadi pilihannya karena tidak ada lagi yang bisa dikerjakan untuk menghasilkan uang. Berikut penuturan RM: Mau tidak mau saya harus kerja keras setiap hari karena jualan yang saya dagangkan bukan milik pribadi, tetapi miilik nenek teman saya. Sementara apabila saya berhenti menjual tidak akan ada pekerjaan lain yang bisa saya dapatkan. Saya juga tidak punya modal untuk buat usaha baru.( 18/02/2012) Hal tersebut merupakan konsekuensi dari terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan anak-anak potensial terpuruk dalam kondisi hubungan kerja yang merugikan. Sektor informal di perkotaan merupakan klatser masyarakat yang cukup rentan terkena impas dari berbagai kebijakan. Salah satu konsep operasional sektor informal menurut Bromley, Firdausy dalam Indrawati mengatakan bahwa sektor informal tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (easy entry). b. Kemiskinan Berbagai jenis aktivitas manusia tentunya mengharapkan imbalan, apalagi yang bernilai ekonomi tentunya. Imbalan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh pedagang asongan dalam bentuk materi (uang). Tentang kecukupan ekonomi dari hasil berdagang, pedagang asongan menyesuaikan kebutuhannya semua dengan hasil yang didapat. Bisa saja terkadang kekurangan. Walaupun dengan untung yang kecil, pedagang asongan tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi pedagang asongan yang sudah berkeluarga pedagang asongan mau tidak mau harus dengan giat dan sabar menekuni profesinya sebagai pedagang asongan untuk bisa bertahan hidup. Dari para pedagang yang berhasil diwawancarai, pedagang asongan menyenangi profesinya saat ini. Antara lain karena tidak harus bekerja pada orang (tunduk pada bos) sehingga kebebasan ini menjadi daya tarik sendiri bagi pedagang asongan. Pedagang asongan khususnya di FISIP Unhas, kebanyakan mendagangkan makanan jajanan sebagai barang dagang utama. Selain (botol/gelas) itu, minuman kemasan juga merupakan dagangan pedagang asongan yang paling laku. Pedagang asongan bekerja keras dari pagi hingga sore hari hanya untuk mendapatkan uang. Pendapatan yang pedagang asongan peroleh juga tidak menentu, dalam per harinya. Seperti yang diungkapkan oleh informan KL berikut ini: Pendapatan saya sebagai pedagang asongan yang mejajakan jualan berupa roti keliling, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saya juga masih bisa menabung meskipun jumlahnya tidak banyak. (18/02/2012). Aktivitas informal tersebut merupakan cara melakukan sesuatu yang ditandai dengan akan ada banyak kalangan atau komunitas/masyarakat yang bisa terhidupi oleh sektor informal. Dengan kata lain, perputaran modal di sektor informal, jika diasumsikan sama dengan sektor formal, sesungguhnya akan mampu menghidupi jauh lebih banyak keluarga Indonesia. Pedagang asongan merupakan potensi sekaligus sumber daya ekonomi yang menempatkan ruang publik sebagai lokasi usaha. Saat ini, pedagang asongan malah menjadi primadona. Harga yang murah, akses yang gampang serta interaksi emosional yang kuat, membuat pedagang asongan tetap diminati. Sehingga pedang asongan meskipun mengetahui bahwa berjualan di kampus merupakan hal yang dilarang, tetapi akan tetap berjualan, mengingat keuntungan yang didapatkan banyak. Hal serupa juga diungkapkan oleh informan RM, mengatakan bahwa: Kalau saya pulang dari sekolah, saya akan ke kampus setelahnya untuk menjual. Ini jauh lebih baik, dibandingkan pergi bermain-main dengan teman-teman, tidak aka nada uang yang bisa saya dapat. Jika menjual jalangkote’, saya bisa dapat Rp 18.000,- setiap harinya. Uang itu bisa saya gunakan untuk belanja dan sisahnya untuk ibu. (18/02/2012). Informan HA, mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar lagi berikut petikan wawancara dengan informan: Penghasilan perhari yang aku dapat sebesar Rp 70.000,untuk satu keranjang. Sedangkan jika menjual kerupuk bersama dik saya biasanya membawa 2 kerajang. Dengan harga jual Rp 1.000,- setiap bungkusnya. ( 10/03/2012) Dengan penghasilan Rp 70.000,- informan tersebut sudah bisa membantu kebutuhan keluarganya. Pedagang asongan yang terlibat dalam sektor informal pada umumnya berpendidikan rendah, tetapi dengan pendapatan yang didapat, pedagang asongan tersebut merasa telah hiudup berkecukupan. Menurut Hart, bahwa kesempatan kerja di kota terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu formal, informal, sah dan informal yang tidak sah. Selain itu, pembedaan sektorformal dan informal dilihat dari ketentuan cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu serta status hukum Menyangkut kecukupan ekonomi dari berdagang, pedagang asongan menyesuaikan kebutuhannya dengan hasil yang di dapatkan. c. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Jumlah anak dalam keluarga merupakan tanggungan bagi kepala keluarga untuk berusaha mencari penghasilan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan para anggota keluarga (anak dan istri). Dari beberapa informan yang diteliti NK adalah salah seorang responden yang sudah berkeluarga yang tentun saja mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangganya, seperti apa yang telah dituturkan oleh NK bahwa : Mau tidak mau saya harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya, karena kalau bermalas-malasan dari mana saya mendapatkan uang, walaupun istri saya menjual kue, tetapi anak saya yang bungsu masih harus dibiayai untuk sekolah, karena anak-anak saya yang lainnya juga sudah mempunyai rumah tangga sendiri, jadi tidak enak kalau mau meminta bantuan mereka ( 18/02/2012). 2. Status Kepemilikan Tempat Tinggal Tempat tinggal adalah dimana seorang berkedudukan serta mempunyai hak dan kewajiban hukum tempat tinggal manusia pribadi disebut tempat kediaman tempat berkumpulnya manusia atau keluarga dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Salah seorang penjual pedagang asongan menurut tempat tinggalnya YM pedagang pulpen menuturkan bahwa: Kedua orang tua saya sudah meninggal dan kakak-kakak saya sudah berkeluarga semua, sibuk dengan rumah tangganya sendiri, saya tidak mau membebani mereka dengan kehadiran saya, jadi lebih baik saya tinggal di Panti Asuhan. (25/02/2012). Penjelasan informan YM terebut di atas, menunjukkan bahwa setiap orang ketika sudah beranjak dewasan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap diri sendiri. Kebutuhan akan papan sangat penting karena merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Keadaan tersebut memaksa setiap orang berusaha untuk memenuhinya. Salah satu cara untuk memenuhinya dengan jalan mencari nafkah. Informan YM tersebut harus bekerja sebagai pedagang asongan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Panti asuhan tidak akan mungkin bisa menjadi temapat tinggal selamanya, jadi untuk itu harus ada pekerjaan untuk bisa memiliki sebuat tempat tinggal. 3. Faktor Penunjang Keadaan Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP Unhas FISIP Unhas merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi pedagang asongan di kota Makassar. Dari hari kehari semakin banyak pedagang asongan yang mencari nafkah di FISIP Unhas. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pedagang asongan tersebut bersifat tidak menetap, dimana pedagang mengelilingi setiap fakultas untuk menjajakan barang dagangannya. Diketahui bahwa pedagang asongan yang berjualan di FISIP tidak memiliki izin resmi dari pimpinan fakultas. Pedagang asongan di FISIP Unhas, setiap harinya memperoleh pendapatan minimal Rp.25.000,-. Dengan pendapatan tersebut, informan tersebut sudah bisa menghidupi keluarganya. Seperti hasil wawancara dengan informan NK berikut ini: Saya mendapatkan penghasilan perhari itu berkisar Rp 25.000,- sampai Rp 50.000,- dengan tanggungan anak dan istri. Untung ada beberapa anak yang sudah menikah dan hidup jauh dari orang tua. ( 18/02/2012). Secara umum kemapuan suatu unit usaha terletak pada faktor manusia dan sarana yang terlibat di dalamnya. Faktor manusia tercakup di dalamnya adalah sifat pribadi dan keterampilan. Sifat tersebut lebih banyak ditentukan oleh lingkungan dan tujuan hidup yang akan menentukan motivasinya berdagang. Sedangkan keterampilan diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Sarana yang dimaksudkan adalah kelengkapan usaha seperti tempat usaha, bahan baku dan lain sebagainya. Pengadaan sarana tersebut berasal dari modal usaha yang bisa berasal dari pinjaman manupun miliki pribadi. Faktor manusia yang dimaksud disini bahwa sebagian dari pedagang asongan tersebut berasal dari latar belakang keluarga yang juga memiliki profesi sama. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marginal kota untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi. Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Pedagang asongan yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota, bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang terbuka bagi kelompok marginal kota untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi. a. Modal Ditinjau dari modal usaha yang dimiliki, pedagang asongan yang di satu sisi sering dipandang sebelah mata tetapi mampu dan mempunyai jiwa wirausaha dan tingkat kemandirian yang tinggi. Skala operasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara lain meliputi besarnya modal, omzet, dan lain-lain, tetapi karena ciri-ciri ini biasanya sangat erat hubungannya satu sama lain, maka alat ukur yang paling tepat untuk mengukur skala operasi adalah jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Melihat ekonomi kota sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari unit-unit produksi dan distribusi, maka untuk kepentingan tulisan ini, unit-unit yang memiliki 10 orang ke bawah diklasifikasikan ke dalam sektor informal dalam segala bidang (meskipun ada kekecualian). (Manning, 1991: 90-91). Beberapa informan yang berhasil diwawancarai, ditemukan bahwa salah satu pedagang asongan yang menjual roti keliling di FISIP Unhas membuka usaha dengan modal sendiri tanpa bergantung kepada orang lain ataupun pihak yang dianggap dapat membantu kelancaran usahanya seperti koperasi atau Bank. Bekerja dengan modal sendiri meskipun hanya sedikit akan jauh lebih tenang dibanding harus meminjam ke bank atau koperasi yang cenderung akan memberi syarat-syarat tertentu yang terkadang sulit bagi sebagian orang untuk memenuhinya. Meskipun sedikit modalku beranika buka usaha jadi penjual roti keliling karena tidak adami kerjaan lain yang mau saya kerja. Daripada pinjamka ke koperasi atau bank, biasanya nakasi susahjaki, apalagi kalo orang seperti kita kasian karena banyak sekali syarat-syaratnya.( 20 /03/2012). Dengan sedikit modal dan keberanian KL akhirnya tetap bertahan untuk menjalankan pekerjaan yang digelutinya. Apalagi kini ia terkdang memperoleh sokongan dana dari kakak-kakaknya yang telah berkeluarga meskipun besarnya tidak seberapa namun paling tidak dapat merangsang kepekaan ekonomi KL untuk tetap menjaga eksistensi usahanya demi kelangsungan hidup keluarganya. Adanya beberapa individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih berjuang untuk memperoleh pencapaian pribadi daripada memperoleh penghargaan. Mereka memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau efisien dibandingkan sebelumnya. Dorongan ini merupakan kebutuhan pencapaian.(Mc Clelland dalam Roberto 2008:23). Dari hasil penelitian yang dilaksanakan selama di lapangan tenyata ditemukan berbagai kendala bagi para informan untuk menjaga kelngsungan usahanya pada permasalahan minimnya modal serta usaha yang modalnya bukan tanggung jawab pribadi para pelaku melainkan milik orang lain. b. Lokasi Sebagian dari pedagang asongan tersebut memilih lokasi berjualan di tempat-tempat yang banyak dilalui mahasiswa, seperti di perbatasan antara Fakultas Ekonomi dengan FISIP. Tempat tersebut merupakan lokasi strategis karena mahasiswa yang akan ke masjid atau kantin pasti melewati jalan tersebut. Biasa saya menunggu pembeli di jalanan menuju masjid, atau di koridor FISIP. Tempat itu banyak mahasiswanya, kalau di masjid ekonomi mahasiswa lewat saja, tetapi kalau di koridor FISIP kana banyak himpunan, lagi pula banyak mahasiswa yang duduk di koridor. ( 20/03/2012). Dari hasil wawancara dengan informan, pedagang asongan (pedagang asongan) pada umumnya mempunyai keinginan untuk bekerja keras. Para pelaku pedagang asongan yang ditemui di kampus Unhas khususnya di FISIP dewasa, bahkan mulai dari anak-anak, orang pedagang asongan telah berkeluarga dan mempunyai anak, ada yang berasal dari desa dan penduduk asli kota Makassar itu sendiri. Strategi yang dilakukan oleh pedagang asongan untuk bertahan hidup salah satunya adalah startegi memilih lokasi. Ada beberapa tempat di kota Makassar yang menjadi lokasi kegiatan pedagang asongan. Salah satunya adalah kampus Unhas. Unhas merupakan lokasi yang strategis bagi pedagang asongan karena merupakan kampus terbesar di kawasan Indonesia bagian timur. Kondisi ini menyebabkan Unhas ini tidak pernah sepi dari pedagang asongan dan hal inilah membuat FISP sebagai lahan yang sangat menguntungkan bagi pedagang asongan yang sedang menjajakan barang dagangan. Hal tersebut diatas sejalan dengan teori pertukaran yang dikemukakan oleh George C. Homas, bahwa proses pertukaran dapat dilihat jelas melalui perilaku pertukaran sosial yang terjadi apabila perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan–tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi melalui orang lain dan juga perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut (Damsar, 2009:8). c. Persaingan Usaha Banyaknya pedagang asongan yang menjajakan jualannya di FISIP Unhas, membuat pedagang asongan harus bersaing mendapatkan keuntungan. Mengingat pedagang asongan yang menjual jalangkote’ misalnya tidak tidak hanya satu orang saja. Sebagai pedagang asongan, mereka dituntut untuk selalu aktif membawa dagangan secara berkeliling atau tidak menetap. Pedagang asongan tersebut proaktif dalam menawarkan barang dagangannya. d. Waktu Berjualan Penjual makanan biasanya menyukai waktu pagi dan siang hari. Kedua waktu tersebut merupakan mahasiswa pada jam-jam tertentu waktu strategis, dimana dipagi dan siang hari membutuhkan makanan. Petugas keamanan juga belum terlalu ketat sehingga pedagang asongan bisa keluar masuk tanpa rasa khawatir akan diusir. Penjual alat tulis juga harus pandai melihat waktu. Pada saat jam kuliah biasanya pedagang asongan tersebut mengelilingi kelas-kelas dan menawarkan sendiri dagangannya. Berbeda dengan penjual makanan yang harus menunggu pembeli yang menawar barang dagangannya. 4. Kiat Berjualan Untuk tetap eksis berjualan di kampus, pedagang asongan juga menjalin hubungan baik dengan pembeli dan calon pembeli. Pedagang asongan tersebut juga harus memiliki keberanian yang tinggi agar bisa tetap mempertahankan kelangsungan usahanya. Diantara pedagang asongan tersebut ada yang berpenghasilan Rp 50.000,- setiap harinya. Hal tersebut disebabkan strategi yang digunakan oleh pedagang asongan tersebut, adalah dengan berjualan di tempat lain. Saya setiap harinya tidak hanya berjualan kampus Unhas saja. Saya juga sesekali berjualan di UMI, selain itu saya juga biasanya keliling kampus bukan hanya di FISIP saja, yang paling penting sebenarnya, hubungan baik dengan pembeli harus baik. Pedagang harus ramah kepada pembeli. ( 01/04/2012). Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, diketahui bahwa pedagang asongan senantiasa menjaga hubungan baik dengan pembeli. Hal tersebut sejalan dengan teori pertukaran yang mengatakan bahwa perilaku pertukaran sosial terjadi apabila perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan–tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi melalui orang lain dan juga perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut (Damsar, 2009:64). 5. Semangat Pantang Menyerah Loyalitas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pedagang asongan terhadap keluarganya mendorong untuk tetap optimis menjalani rutinitasnya berjualan di kampus. Alasan utama sehingga ambisius itu kuat dalam diri pedagangasongan tidak lain dan tidak bukan karena ingin membantu keuangan keluarganya. Diantara pedagang asongan tersebut ada yang memanfaatkan waktu libur mahasiswa untuk berjualan ditempat lain. Jadi pedgaang asongan tersebut tidak memiliki waktu untuk bersantai. Pedagang asongan selalu berupaya untuk menarik pembeli agar membeli dagangannya, yang kadang juga suka terlihat sedikit memaksa. Adanya pedagang asongan disekitar kita merupakan realita yang tidak terelakkan pada kehidupan kota saat ini. Hal yang paling menakjubkan dari pedagang asongan adalah ketabahan dan sifat pantang menyerahnya walaupun penghasilan yang diperoleh dari hasil keuntungan penjualan pedagang asongan sehari pun tidak seberapa, hanya dapat sekedar untuk bertahan hidup. Tidak peduli cuaca panas, dingin ataupun hujan, tidak peduli berapa banyak kemungkinan barang yang akan berhasil dijualnya, tidak peduli kalau nanti bahkan barangnya tidak akan dilirik oleh satupun pembeli, setiap ada mahasiswa yang lewat disampingnya, dengan sigap dan semangat, pedagang asongan akan langsung menawarkan barang dagangannya. Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi terjadi di negara-negara berkembang. Keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pendatang menyebabkan pemilihan pada jenis kegiatan usaha yang tidak terlalu menuntut pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Pilihan mereka jatuh pada sektor informal yaitu pedagang kaki lima atau sebagai pedagang asongan. Pedagang yang menjajakan barang dagangannya di berbagai sudut kota adalah kelompok masyarakat yang tergolong marjinal dan tidak berdaya. Dikatakan marjinal sebab ratarata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu sendiri. Pedagang ini biasanya tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi tawar (bargaining position) lemah dan sering menjadi obyek penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersikap represif. Kehidupan ekonomi pedagang asongan menjadi meningkat dan tingkat usahanya juga semakin pesat dengan semakin ramainya pedagang yang datang dan menjajakan barang dagangannya di FISIP baik pagi, siang maupun sore. Pedagang asongan menjadi pilihan bagi para pendatang sehingga sektor ini mampu menyerap dan memberikan lapangan pekerjaan di tengah persaingan kehidupan ekonomi perkotaan. Dunia kampus memang menjadi salah satu wadah dan lahan yang menjajikan bagi para pelakon yang menggantungkan diri di sektor informal. Karena jumlah mahasiswa, dosen dan staff lainnya di dunia kampus sangat menunjang lancarnya usaha para pelaku sektor informal untuk menawarkan berbagai bentuk profesi yang digelutinya ke publik. Pedagang asongan mencari situasi-situasi dimana bisa mendapatkan tanggung jawab pribadi guna mencari solusi atas berbagai masalah, bisa menerima umpan balik yang cepat tentang kinerja sehingga dapat dengan mudah mereka berkembang atau tidak, dan dimana mereka bisa menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang. Teori ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada aktivitas yang dilakukan oleh para pedagang asongan. Dengan kondisi ekonomi yang serba sulit, semangat kerja mereka tetap bertahan. yang telah termakan waktu tidak menurunkan semangat mereka untuk tetap bekerja. Keinginan untuk maju dan menginginkan hidup sejahtera bagi keluarga, menjadi alasan yang utama memilih profesi sebagai pedagang asongan. Pusat perhatian dari kajian para ekonomi adalah pertukaran ekonomi, pasar, dan ekonomi. Sedangkan masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang diluar dia dipandang sebagai sesuatu yang telah ada given (dalam Damsar, 2009:46). Perilaku tersebut merupakan hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh pedagang asongan tersebut dan perilaku tersebut dapat menunjukkan bahwa manusia yang satu tergantung kepada manusia lain yang pada akhirnya menimbulkan kerja sama. Menurut kajian sosiologi ekonomi bahwa dalam masyarakat terdapat proses dan pola interaksi sosial dalam hubungannya dengan ekonomi. Hubungan dilihat dari sisi saling pengaruh-mempengaruhi. Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntun individu melakukan kegiatan ekonomi seperti apa yang boleh diproduksi. Semua orang perlu mengonsumsi pangan, sandang dan papan untuk bisa bertahan hidup. Oleh sebab itu manusia perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya yang dimaksud dengan fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Cara yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi barang-barang langka. Kampus dalam hal ini mahasiswa FISIP Unhas juga membutuhkan pedagang asongan, dimana pada saat jam-jam kuliah mahasiswa yang kesulitan dengan alat tulis, tentu dengan mudah bisa mendapatkannya pada pedagang asongan, disbanding harus membeli di tempat foto copy. Sama halnya dengan makanan. Makanan yang dijual oleh pedagang asongan menjadi penunda lapar diselah-selah jam kuliah. Hal tersebut, sejalan dengan asumsi teori struktural fungsional melalui pendapat Ralph Dahrendorf tentang asumsi dasar yang dimiliki oleh teori struktural fungsional yang mengatakan bahwa Setiap elemen dalam struktur memiliki fungsi, yaitu memberikan sumbangan pada bertahannya dilandaskan pada struktur itu sebagai suatu sistem dan setiap struktur yang fungsional dilandaskan pada suatu konsensus nilai diantara para anggotanya. 6. Lingkungan yang Mendukung Salah satu bukti yang mendukung dengan adanya pedagang asongan antara lain yaitu : a. Kampus / Universitas Kampus adalah lembaga pendidikan tinggi dan penelitian, yang memberikan gelar akademis dalam berbagai mata pelajaran. Dan juga sebagai lembaga yang menyediakan pendidikan sarjana dan pendidikan pascasarjana. kampus adalah incaran para pelaku pedagang asongan dalam menjajakan barang dagangannya, karena menurutnya kampus merupakan tempat yang paling strategis dalam mendapatkan peruntungan ekonomis. Tidak ada larangan dari pihak kampus membuat pedagang asongan bertambah merajalela. Pihak fakultas sama sekali tidak melarang aktivitas berjualan di kampus. Tidak ada larangan resmi dari pihak fakultas, sehingga pedagang asongan dengan bebas keluar masuk kampus. Ini dilakukan oleh pihak fakultas, karena pedagang asongan dianggap membantu kebutuhan mahasiswa selama di kampus. Dalam teori struktural fungsional dikemukakan bahwa sebuah masyarakat memiliki beberapa fungsi di dalamnya yang harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bisa menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Asumsi dari teori ini bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari pada anggotanya akan nilai-nilai kemasyarkatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut di pandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Keuntungan juga dirasakan oleh kalangan mahasiswa kebanyakan karena dengan adanya pedagang asongan mereka tidak perlu jauh-jauh dalam berbelanja, karena pihak pelaku pedagang asongan secara tidak langsung telah menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Asumsi teori struktural fungsional melalui pendapat Ralph Dahrendorf (dalam Damsar, 2009:50) tentang asumsi dasar yang dimiliki oleh teori struktural fungsional yaitu Setiap masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang terstruktur secara relative mantap dan stabil yakni terpenuhinya kebutuhan mahasiswa pada umumnya. BAB VI PENUTUP A. Simpulan Pedagang asongan sebagai salah satu sektor informal berfungsi sebagai sektor alternatif bagi para migran cukup memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan. Selain membuka kesempatan kerja, kegiatan tersebut juga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat kota. 1. Pelaku sektor informal di dunia kampus menjalakan rutinitasnya dengan berbagai profesi disebabkan karena adanya keterbatasan dalam aspek ekonomi keluarga sebagai faktor utama yang mendorong mereka memilih sektor informal menjadi lahan basah peruntungan ekonomi bagi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhannya, dan bertahan hidup. Selain itu faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi pedagang asongan adalah faktor usia kerja, tidak adanya pendidikan yang lebih memadai dan tidak adanya pekerjaan lain. 2. Untuk menjaga kelangsungan usaha para pelaku sektor informal ada berbagai cara yang ditempuhnya. Modal usaha menjadi salah satu faktor penentu kelangsungan usaha pedagang asongan, strategi lokasi, pendapatan/keuntungan, kiat berjualan, waktu berjualan dan semangat pentang menyerah. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas maka dapat dikemukakan saran bahwa: 1. Sebaiknya kepada pihak kampus agar memperlakukan pedagang asongan sebagai objek sekaligus subjek pembangunan, karena mereka adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat serta nilai tertentu, agar tidak sewenag-wenang dalam membinanya sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya menjadi kegiatan ekonomi formal. 2. Bagi masyarakat yang bekerja di sektor formal seharusnya memberikan pengarahan dan pembinaan kepada para pedagang asongan agar tidak menganngu tata tertib aktifitas kampus. 3. Pertumbuhan sektor informal yang pesat tanpa mendapat penanganan yang baik dan terencana akan menimbulkan persoalan bagi kota. Untuk itu, pemerintah kota harus jeli dalam menangani masalah sektor informal itu. Sehingga, sektor informal dapat tumbuh dengan subur tanpa mengganggu kepentingan umum, terutama tidak mengganggu keamanan, ketertiban dan keindahan kota. DAFTAR PUSTAKA BUKU : Alisjahbana, 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakara: Laksbang PRESSindo. Dahriani, 1995, Potret Pedagang Kaki Lima di Pantai Losari Kotamadya Ujung Pandang (skripsi). Program Strata Satu Universitas Hasanuddin. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenata Media Group Faisal, Sanafiah, 2003. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada Indrawati, Surachmi, 2009. Perempuan Di Sektor Informal. Universitas Sawerigading Makassar Lawang, Robert M.Z. 1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Karunika. Manning, Chris dan Tadjuddin Noer Effendi. 1991. Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Maslow, Abraham. 2006. On Dominace, Self Aktualization Ann Kaplan : Mourice Besset. Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : PT Kencana. Rustanto, Bambang. 2007. Peningkatan Kesejahteraan Komunitas Terpencil. Jakarta. Sajogyo, Pudjiwati,1983. Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta : Yayasan Ilmu Ilmu Sosial,Rajawali. Sethuraman, S.V. 1985, Sektor Informal di Negara Berkembang. Gramedia Jakarta. Smelser, J, 1987. Sosiologi Ekonomi : Bahana Aksa Soekanto, Soerjono, 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Jakarta: Alfabeta. Sumanto, Kamto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbitan Universitas Indonesia. Suyanto, Bagong. 2010. Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Jakarta : Universitas Airlangga. INTERNET : http://re-searchengines.com/amharsiwi.html. diakses, 24 Februari 2012. http:// www. Definisi Perdagangan dan Jenis Pedagang.htm. diakses, 03 April 2012. SKRIPSI : Roberto, Irvan 2008, Strategi Kelangsungan Hidup Anak-Anak Pedagang Asongan di Terminal Palopo, Skripsi Strata Satu Jurusan Sosiologi Unhas, Makassar. Yunus , Auliya Insani. Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima di Kota Makassar ( Kasus Penjual Pisang Epe’ di Pantai Losari). Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar 2011. LAMPIRAN Lampiran I JADWAL PENELITIAN No. 1 Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Keterangan Persiapan minggu ke dua sampai Persuratan dan Teknis tiga Januari 2012 konsultasi pra penelitian 2 Observasi Minggu ke empat Januari 2012 3 Wawancara Bulan Februari sampai April 2012 4 Analisis data 5 Kegiatan lain Selama bulan April Kegiatan yang berhubungan dengan penelitian seperti penyusunan laporan dan konsultasi dengan dosen pembimbing Lampiran 2 Gambar 1. Penjual Pulpen Umur 24 Tahun Gambar 1. Penjual Stiker umur 50 Tahun Gambar 2. Penjual Jalangkote’ Umur 12 Tahun Lampiran 3 BIODATA PENULIS Nama Tempat, Tanggal Lahir Agama Kewarganegaraan Jenis Kelamin Alamat Pendidikan : Susanti Ningsih : Mayasari, 10 Maret 1990 : Islam : Indonesia : Perempuan : Jl. Perintis Kemerdekaan 6 No.20 : Universitas Hasanuddin Tahun Ajaran 2008 sampai sekarang MA Al-Ikhlas Pamona Selatan Tahun Ajaran 2005 MTsN Pam-Sel Tahun ajaran 2002 SDN 03 Inpres Mayoa Pam-Sel 1997