POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG ASONGAN

advertisement
POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG ASONGAN DI
FISIP UNHAS
SKRIPSI
SUSANTI NINGSIH
E 411 08 316
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat
Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG ASONGAN DI
FISIP UNHAS
POTRAIT OF SOCIAL AND ECONOMIC LIFE IN FISIP UNHAS HAWKERS
SKRIPSI
SUSANTI NINGSIH
E 411 08 316
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Derajat
Kesarjanaan Pada Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA
: SUSANTI NINGSIH
NIM
: E411 08 316
JUDUL
: POTRET KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PEDAGANG
ASONGAN DI FISIP UNHAS
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benarbenar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudikan hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 15 Mei 2012
Yang Menyatakan
SUSANTI NINGSIH
HALAMAN PERSEMBAHAN
Pendidikan bukanlah sesuatu yang diperoleh seseorang, tapi pendidikan
adalah sebuah proses seumur hidup .. ( Glora Steinem )
DAN SATU-SATUNYA UKURAN KEBERHASILAN ANDA YANG JUJUR
ADALAH APA YANG SEDANG ANDA LAKUKAN DIBANDINGKAN POTENSI
ANDA YANG SEBENARNYA. ( PAUL J. MEYER )
Skripsi ini saya dedikasikan untuk kedua orang tuaku (Ayahanda dan
Ibunda Tercinta ) yang telah begitu banyak memberikan perhatian, kasih
sayang dan motivasi kepada penulis dalam menempuh pendidikan semoga
penulis dapat membalas kebaikan beliau . Terima kasih yang setinggitingginya kepada Adik tercinta Agung Prastyo, Masku tersayang dan
teman-teman sugus atas segala bantuan yang diberikan tanpa pamrih baik
moril maupun materil kepada penulis.
Semoga Allah SWT meridhoi kita semua.
AMIEN
KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan kepada mahluk-Nya.
Hanya dengan kehendak dan kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulisan skripsi yang berjudul “ Potret Kehidupan Pedagang Asongan di
Fisip Unhas ” dimaksudkan untuk menempuh ujian program sarjana strata 1
dalam Ilmu Sosiologi FISIP Universitas Hasanuddin Makassar.
Proses penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang penulis alami,
baik dalam proses pencarian dan pengumpulan data di lapangan, wawancara
dengan nara sumber, maupun proses penulisan dari awal hingga akhir. Hal
ini karena keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki. Melalui
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak terkait, atas bantuan bimbingan, petunjuk, dan semangat yang
diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua
Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tidak henti-hentinya mendo’akan
memberikan perhatian, nasehat, dorongan moril dan materi selama penulis
menempuh pendidikan hingga selesai. Kepada Adik kandung tercinta Agung
Prastyo yang telah memberi semangat selama ini, terimakasih atas
semuanya. Kepada keluarga penulis OM Ardhey, Kinto, Unno, Nurul, dan
masih
banyak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,
terimakasih atas dorongan dan do’anya. Dengan penuh rasa hormat, penulis
menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya beserta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dr. Rahmat Muhammad,M.Si
dan Drs. Muh. Iqbal Latief, M.Si yang dengan ikhlas meluangkan waktu,
pikiran dan tenaga untuk memberikan nasehat serta bimbingan yang teramat
berarti ditengah kesibukan yang sangat padat, yang telah menuntun penulis
dengan penuh kesabaran dan keterbukaan, sejak dari persiapan sampai
dengan selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan pula kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Idrus. A. Paturusi, Sp.B.Sp.Bo selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Prof. Dr. H. Hamka Naping, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
3.
Dr. H. M. Darwis, MA, DPS selaku Ketua Jurusan dan Dr. Rahmat
Muhammad, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Seluruh bapak dan ibu Dosen yang telah mendidik penulis dalam proses
pendidikan di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dengan baik.
5.
Seluruh staf karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin (Pak Yan, Pak Halik, Pak Asmudir, Ibu Ida
dan Pak Mursalim) yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa.
6. Sahabat-sahabat terbaikku yang turut membantu dalam penyusunan skripsi
ini, St. Mutia A Husain, Irasmi, Fitri Yanti, Sri Mandayati, Hilmy Nasruddin,
dan Sukma Wati, terima kasih atas bantuan dan support kalian selama ini.
7. Buat Saudara-saudaraku Bunglon’08, terimakasih atas bantuan Temanteman KKN Reguler Gel. 80 Periode Juni-Agustus 2011 Kab. Bulukumba
Kec. Ujung bulu khususnya kelurahan Bentenge (ILo’, Irwan, Banto’, Adji,
Jazmine, Fajriah, dan Sese) terima kasih telah memberi arti sebuah
kebersamaan dan persaudaraan.
Akhirnya penulis mempersembahkan
skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah yang masih sederhana, namun kiranya
dapat memberikan manfaat dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat
bagi kita semua, dan amal baik yang diberikan oleh semua pihak semoga
mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT, Amin.
Makassar,15 Mei 2012
Penulis
ABSTRAK
Susanti Ningsih, E41108316. Potret Kehidupan Sosial Ekonomi
Pedagang Asongan di FISIP Unhas. (Rahmat Muhammad sebagai Konsultan
I dan Muhammad Iqbal Latief sebagai konsultan II ).
Pembengkakan jumlah pekerja di sektor informal disebabkan
terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang antara pedesaan dan
perkotaan, serta penggunaan teknologi padat modal telah menyebabkan
lapangan kerja relatif lebih mahal dan melumpuhkan industri-industri yang
berproduktivitas rendah. Pedagang asongan yang berjualan di FISIP Unhas
merupakan salah satu alternatif pekerjaan di sektor informal. Pekerjaan ini
tidak membutuhkan modal yang besar serta keterampilan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kehidupan sosial
ekonomi dan kelangsungan usaha yang digunakan oleh para pedagang
asongan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang menekankan
pada aspek kedalaman informasi yang diperoleh melalui wawancara,
didukung pula oleh observasi dan dokumentasi di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang asongan yang
berjualan di FISIP Unhas memilih menjadi pedagang asongan dengan alasan
ekonomi, pendidikan, perekonomian kelarga, tidak adanya pekerjaan lain dan
usia kerja. Strategi kelangsungan usaha pedagang asongan antara lain
modal usaha, strategi lokasi, kiat berjualan, waktu berjualan, pantang
menyerah.
Kata Kunci: ekonomi, kehidupan, potret, pedagang asongan, sosial,
ABSTRAC
Susanti Ningsih, E41108316. Portrait of Social and Economic Life in FISIP
Unhas hawkers. (Rahmat Muhammad as a Consultant I and Muhammad
Iqbal Latief as a consultant II).
The swelling number of workers in the informal sector due to the
economic growth that is balanced between rural and urban areas, as well as
the use of capital-intensive technologies has led to employment is relatively
more expensive and crippling the industries of low productivity. Hawkers who
sell at FISIP Unhas is one alternative employment in the informal sector. This
job does not require a large capital and high skills.
This study aims to determine the socio-economic picture of life and
business continuity are used by the hawkers in the continued survival. The
method used in this study is a qualitative method that emphasizes the aspect
of depth of information obtained through interviews, observations and
supported by documentation in the field.
The results show that the peddlers who sell on FISIP Unhas chose to
hawkers on the grounds of economic, educational, kelarga economy, the lack
of other employment and working age. Hawkers business continuity strategy
include venture capital, strategic location, selling tips, selling time, never give
up.
Keywords: portrait, street peddlers, life
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Mahasiswa FISIP Unhas Tahun
2008-2011 .................................................................................. ... 40
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Alumni FISIP Unhas Tahun
2009-2011 Makassar ................................................................ ... 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Konseptual ..............................................................
5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan ..................................................................
78
Lampiran 2: Dokumentasi Kegiatan .......................................................
79
Lampiran 3: Biodata Penulis ....................................................................
80
DAFTAR ISI
Halaman Judul ......................................................................................... ...
i
Halaman Pengesahan ............................................................................. .... ii
Halaman Penerimaan Tim Evaluasi ......................................................... .... iii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ..................................................... .... iv
Halaman Persembahan ........................................................................... .... v
Kata Pengantar ........................................................................................
vi
Abstrak .....................................................................................................
ix
abstrac .....................................................................................................
x
Daftar Tabel .............................................................................................
xi
Daftar Gambar .........................................................................................
xii
Daftar Lampiran .......................................................................................
xiii
Daftar Isi ............... ..................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
Latar Belakang Masalah ........................................................................
Rumusan Masalah ................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................
Kerangka Konsep..................................................................................
Definisi Operasional ..............................................................................
1
4
5
5
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
Tinjauan Tentang Sektor Informal .........................................................
Pedang Asongan Sebagai Sektor Informal ...........................................
Pendekatan Konsep Sosiologi Ekonomi ................................................
Teori Struktural Fungsional ...................................................................
Teori Pertukaran ...................................................................................
9
18
21
24
25
F. Teori Kemiskinan ..........................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
28
A.
B.
C.
D.
Dasar dan Tipe Penelitian .....................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................
Teknik Penentuan Informan ..................................................................
Teknik Pengumpulan Data ....................................................................
30
31
31
31
E. Jenis atau Sumber Data ................................................................
32
F. Teknik Analisis Data ..............................................................................
33
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Universitas Hasanuddin...............................................
B. Sejarah Singkat FISIP UNHAS....................................................... ........ .
C. Gambaran Pedagang Asongan di FISIP UNHAS ..................................
34
36
42
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potret Kehidupan Sosial Pedagang Asongan di FISIP Unhas ...... ........
B. Potret Kehidupan Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP..... .................
44
50
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan .......................................................................................
74
B. Saran ....................................................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN .............................................................................................
76
78
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kota yang semakin pesat tidak diikuti dengan
pertambahan lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang
tidak mendapatkan tempat pada sektor formal akan beralih ke sektor
informal yang tidak menuntut banyak keahlian dan pendidikan yang
memadai. Sektor informal yang paling banyak diminati oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya dan kota Makassar pada khususnya adalah
pedagang.
Beberapa jenis pekerjaan yang termasuk di dalam sektor informal,
salah satunya adalah pedagang kaki lima, seperti warung nasi, penjual
rokok, penjual kran dan majalah, penjual makanan kecil dan minuman, dan
lain-lainnya.
Keberadaan
pedagang
asongan
dianggap
penting
di
beberapa tempat. Keberadaannya sering dinilai mengganggu ketertiban
umum, seringkali ada upaya untuk menggeser keberadaan pelaku sektor
informal seperti operasi penertiban dan penetapan aturan yang melarang
eksistensi pedagang asongan.
Pedagang asongan menjadi stimulan muncul dan berkembangnya
usaha-usaha mikro dengan menjadi penyedia barang-barang dagangan
yang dijajakan pedagang asongan. Peluang ini dimanfaatkan oleh
kalangan industri menengah. Produsen minuman, koran atau rokok,
misalnya, mulai banyak yang memanfaatkan pedagang asongan sebagai
tenaga pemasar yang dapat secara langsung menyentuh konsumen.
Saat
ini sektor informal berkembang pesat di Indonesia,
khususnya di kota-kota besar termasuk Makassar. Hal itu disebabkan
sektor informal memberi ruang kepada masyarakat yang tidak memiliki skill
dalam sektor ekonomi formal. Pedagang asongan tidak hanya ditemukan
di pinggir-pinggir jalan, jembatan, terminal bis, angkutan umum, bis kota,
kereta, kampus, instasi pemerintah dan swasta dengan beragam bentuk.
Di satu sisi kegiatan ekonomi dan sosial penduduk yang dibarengi dengan
kebutuhan yang tinggi semakin memerlukan ruang untuk meningkatkan
kegiatan penduduk sehingga menyebabkan semakin bertambahnya ruang
untuk mendukung kegiatan sektor informal.
Karakteristik sektor informal yaitu bentuknya tidak terorganisir,
kebanyakan usaha sendiri, cara kerja tidak teratur, biaya dari diri sendiri
atau sumber tidak resmi, dapatlah diketahui betapa banyaknya jumlah
anggota masyarakat memilih tipe usaha ini, karena mudah dijadikan
sebagai lapangan kerja bagi
masyarakat strata ekonomi rendah yang
banyak terdapat di negara kita terutama pada kota besar maupun kecil.
Universitas Hasanuddin (Unhas) sebagai salah satu universitas
terbesar di Indonesia bagian Timur dan menjadi tempat yang sangat
potensial bagi sektor informal
untuk mencari rezeki terutama bagi
pedagang asongan. Selain faktor wilayah yang luas dan memungkinkan
para pekerja di sektor informal untuk beroperasi, jumlah mahasiswa dan
tokoh akademisi lainnya yang tergolong besar, menjadi faktor penarik bagi
pedagang asongan.
Banyak cara dan usaha
menunjang
kondisi
sosial
ditempuh pedagang asongan dalam
ekonominya
di
tengah
derasnya
arus
perkembangan kota yang setiap hari selalu menuntut persaingan dan kerja
keras dari seluruh elemen masyarakat. Komunikasi dengan sesama
pedagang asongan belum tentu baik. Hal ini disebabkan adanya
persaingan dan ambisi untuk mendapatkan keuntungan.
Berbagai usaha dalam sektor informal hadir di dunia kampus dengan
menawarkan berbagai macam profesi diantaranya pedagang kaki lima,
pedagang asongan, maupun pedagang di warung/kantin kampus.
Pedagang asongan umumnya bisa ditemui hampir di setiap fakultas yang
ada di Universitas Hasanuddin khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP).
Sekarang ini fenomena yang terjadi di lingkungan kampus semakin
lama-semakin banyak. Pedagang asongan menjamur di kampus Unhas.
Hal ini tentu berimplikasi pada ketertiban dan kenyamanan sebab biasanya
pedagang asongan tidak tertib, baik dalam hal kebersihan maupun dalam
hal berjualan. Dilihat dari persptif sosiologisnya kehadiran dari pedagang
asongan di kampus Unhas member kesan bahwa interaksi sosial kampus
dan sekitarnya semakin terbuka sebabb kampus tidak lagi dilihat sebagai
lembaga pendidikan atau tempat belajar. Kampus juga dijadikan sebagai
tempat usaha yang dapat memberikan keuntungan ekonomis, salah
satunya dengan menjual (pedagang asongan).
Selama ini belum banyak studi yang mengkaji pedagang asongan
di Kampus Unhas, padahal fenomena pedagang asongan semakin marak
dengan bertambahnya
pedagang asongan. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka penulis ingin mengetahui tentang keberadaan pedagang
asongan, khususnya di FISIP Unhas. Untuk itu penulis mengangkat judul
Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Asongan Di Fisip Unhas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang di atas, penulis mencoba
mengerucutkan persoalan agar lebih memudahkan objek penelitian dan
menghindari luasnya pembahasan yang dilakukan. Berkenaan dengan itu
penulis berupaya membatasi masalah yang diteliti, maka pokok yang akan
di bahas sebagai rumusan masalah adalah bagaimanakah gambaran
kehidupan sosial ekonomi pedagang asongan di FISIP Unhas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran
kehidupan sosial ekonomi pedagang asongan di FISIP Unhas.
2. Manfaat Penelitian
a. Kegunaan akademis
Dari hasil penelitian ini, diharapakan berfungsi sebagai sumbangan
bagi perkembangan ilmu sosial pada umumnya dan sosiologi pada
khususnya.
b. Kegunaan Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
untuk merumuskan kebijakan.
D. Kerangka Konsep
Pedagang Asongan
Kehidupan
Sosial
Kehidupan
Ekonomi
Gambar 1. Skema Kerangka Konsep
Di tengah kesulitan krisis ekonomi yang melanda indonesia
sekarang ini, dimana mencari nafkah semakin sulit, tingkat kemiskinan
semakin meningkat lapangan pekerjaan menjadi sulit dan pengangguran
merajalela.
membuat
masyarakat
harus
memikirkan
cara
untuk
mempertahankan hidup. Dengan modal yang terbatas dan kemampuan
yang masih terbilang minim menjadikan banyak orang memilih profesi
sebagai pedagang asongan.
Pedagang asongan yang dimaksud disini adalah pedagang yang
menjajakan barang dagangannya secara eceran dengan jalan mendatangi
setiap calon pembeli dan biasanya barang tersebut ditenteng. Pedagang
asongan menjadi stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha
mikro dengan menjadi penyedia barang-barang dagangan yang dijajakan
oleh padagang asongan.
Survei yang dilakukan peneliti menghasilkan data bahwa yang
berprofesi sebagai pedagang asongan di kampus Universitas Hasanuddin
khususnya di FISIP, umumnya pelaku pedagang asongan berpendidikan
rendah sampai ada yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali
sehingga menyulitkan pedagang asongan untuk mencari pekerjaan yang
lebih baik.
Secara teoritis kelompok masyarakat yang diperkirakan paling
terpukul dengan adanya situasi krisis ekonomi yang berkepanjangan
adalah pedagang asongan yang termasuk kelompok masyarakat yang
tidak
stabil,
mudah
tergeser,
rapuh
dan
jauh
dari
jangkauan
pembangunan. Kelompok inilah yang lazim disebut massa rentan,
kelompok marginal atau masyarakat miskin.
Membicarakan kebutuhan pokok mausia tidak terlepas dari aspek
jasmaniah dan rohaniah. Manusia membutuhkan makanan,tempat tinggal,
air, udara dan pemeliharaan kesehatan disamping kebutuhan rohaninya.
Elishabet Nichold menegemukakan empat dasar kebutuhan manusia yaitu:
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan untuk merasa aman,kebutuhan untuk
mencapai sesuatu dan kebutuhan keluarga.
Abraham Maslow (2006) menyebutkan 4 macam kebutuhan dan
menyusunnya dalam skala prioritas sebagai berikut :
1. Kebutuhan pokok fisiologis
2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan dari bahaya luar
3. Kebutuhan akan cinta,kemesraan,dan aktivitas sosial
4. Kebutuhan diri mencapai sesuatu
E. Definisi Operasional
Potret adalah gambaran aktivitas harian seseorang. Kehidupan
sosial yang dimaksud disini meliputi keadaan ekonomi (pemasukan dan
pengeluaran), interaksi sosial dengan sesama pedagang asongan dan
cara
menjaga
keberlangsungan
usaha
sebagai
para
pedoman.
Kelangsungan usaha yang dimaksud disini adalah kondisi kondusifnya
suatu usaha yang dijalanakan baik dalam konteks pasar maupun bahan
baku, harga dan lingkungan mendukung.
Pedagang asongan adalah pedagang yang menawarkan barang
dagangannya dengan cara mengelilingi fakultas yang ada di Unhas.
Biasanya
barang
dagangan
tersebut
ditenteng
atau
digendong.
Pedagang asongan biasanya menjual barang berupa pulpen, stiker dan
makanan jajanan berupa kerukuk, manisan, jalangkote’ dan roti.
Pedagang asongan lebih banyak bekerja diluar rumah sebagai
pedagang keliling. Dengan kata lain bahwa pedagang asongan adalah
pedagang yang melakukan beraneka ragam bentuk usaha sendiri dan
pekerjaan tidak tetap dengan ciri-ciri sosial ekonomi yang sangat
bervariasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Sektor Informal
1. Pengertian Sektor Informal
Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena
yang sering muncul diperkotaan masih dirasakan kurang jelas, karena
kegiatan-kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor
formal, terorganisir, terdaftar, dan dilindungi oleh hukum dimasukkan
kedalam sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup pengertian
berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah umum usaha
sendiri. Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan
kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan
dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang
persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum.
Kriteria yang dapat dipakai untuk menerangkan sektor informal
antara lain umur, pendidikan, dan jam kerja sebagai indikator untuk
menggambarkan karateristik pekerja sektor informal. Dimana sektor
informal tidak mengenal batasan umur, pekerja sektor informal itu
umumnya berpendidikan rendah dan jam kerja yang tidak teratur
(Indrawati, 2009).
Kebanyakan dari pedagang asongan bekerja secara efektif
dengan jumlah jam kerja yang sangat panjang karena pendapatan
yang belum memadai pada hari itu.
Konsep sektor informal pertama kali muncul di dunia ketiga,
yaitu ketika dilakukan serangkaian penelitian tentang pasar tenaga
kerja perkotaan di Afrika. Keith Hart mengatakankan bahwa sektor
informal adalah bagian angkatan kerja dikota yang berada diluar pasar
tenaga kerja yang terorganisir (Manning 1991).
Apa yang digambarkan oleh Hart memang dirasakan belum
cukup
dalam
memahami
pengertian
sektor
informal
yang
sesungguhnya. Ketidakjelasan definisi sektor informal tersebut sering
dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak arbiter yang terlihat
apabila seseorang menyusuri jalan-jalan suatu kota Dunia Ketiga:
pedagang kaki lima, penjual koran, pengamen, pengemis, pedagang
asongan dan lain-lain. Pedagang asongan merupakan pekerja yang
tidak terikat dan tidak terampil dengan pendapatan rendah dan tidak
tetap.
Aktifitas-aktifitas informal tersebut merupakan cara melakukan
sesuatu yang ditandai dengan mudah untuk dimasuki, bersandar pada
sumber daya lokal, usaha milik sendiri, operasinya dalam skala kecil,
keterampilan dapat diperoleh diluar sistem sekolah formal dan tidak
terkena secara langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat
kompetitif.
Selanjutnya Breman berpendapat bahwa sektor informal
meliputi masa pekerja kaum miskin yang tingkat produktifitasnya jauh
lebih rendah dari pada pekerja disektor modern dikota yang tertutup
bagi kaum miskin ini.
Menurut Hidayat (dalam Roberto 2008), Sektor formal adalah
lawan dari sektor informal, sektor formal diartikan sebagai suatu
sektor yang terdiri dari unit usaha yang telah memperoleh
proteksi ekonomi dari pemerintah, sedangkan sektor informal
adalah unit usaha yang tidak memperoleh proteksi ekonomi dari
pemerintah.
Breman (dalam Manning 1991) mengatakan bahwa: sektor
informal adalah kumpulan pedagang dan penjual jasa kecil yang dari
segi produksi secara ekonomis tidak begitu menguntungkan, meskipun
pedagang asongan menunjang kehidupan bagi penduduk yang
terbelenggu kemiskinan.
Dalam Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan Manajemen ( dalam
Auliya Yunus 2011) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat
tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia. Tetapi ada
kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan yang terlihat dalam
penelitian masalah-masalah sosial untuk menerima definisi kerja sektor
informal di Indonesia sebagai berikut :
a. Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari
pemerintah;
b. Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak punya
akses) bantuan, meskipun pemerintah telah menyediakannya;
c. Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi bantuan
tersebut belum sanggup membuat sektor itu mandiri.
2. Karakteristik Sektor Informal
Menurut pendapat Damsar (2009: 158-159),konsep sektor
informal dicirikan dengan :
a. Mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal, dan organisasi;
b. Perusahaan milik keluarga;
c. Beroperasi pada skala kecil;
d. Intentif tenaga kerja dalam produksi dan menggunakan teknologi
sederhana; dan
e. Pasar yang tidak diatur dan berkompetitif
Selain itu disepakati pula serangkaian ciri sektor informal di Indonesia,
yang meliputi :
a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena unit usaha
timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang
tersedian secara formal;
b. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha;
c. Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik, dalam arti lokasi
maupun jam kerja;
d. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini;
e. Unit usaha berganti-ganti dari satu sub-sektor ke sub-sektor lain;
f. Teknologi yang digunakan masih tradisional;
g. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala
operasinya juga kecil;
h. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal,
sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja;
i.
Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one man
enterprise, dan kalau ada pekerja, biasanya berasal dari keluarga
sendiri;
j.
Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan
sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi; dan
k. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan
masyarakat kota/desa berpenghasilan rendah atau menengah.
3. Tumbuhnya Sektor Informal
Konsep sektor informal pertama kali dikemukakan oleh Hart dalam
sebuah tulisan yang terbit pada tahun 1973. Konsep sektor informal yang
dilontarkan Hart inilah yang kemudian di kembangkan dan diterapkan
oleh ILO dalam penelitian didelapan kota dunia ketiga. Hasil penelitian
tersebut dikemukakan bahwa pedagang asongan yang terlibat dalam
sektor informal umumnya miskin. Kebanyakan dalam usia kerja utama,
berpendidikan rendah, upah yang diterima dibawah upah minimum dan
modal usaha rendah.
Effendi (dalam Manning 1991) mengatakan bahwa ada pemikiran
yang berkembang dalam memahami ikatan antara pembangunan dan
sektor informal. Pertama,
sebagai gejala
transisi dalam
proses
pembangunan di negara-negara berkembang. Sedangkan kedua adalah
sektor informal merupakan gejala adanya ketidakseimbnangan kebijakan
pembangunan yang dalam banyak hal lebih berat pada sektor modern.
Hidayat (dalam Roberto, 2008) mengatakan munculnya sektor
informal adalah akibat masuknya modal asing (barat) sejak tahun 1950an yang mengakibatkan diterapkannya pada pembangunan model barat
oleh ahli-ahli barat yang diperbantukan di Indonesia. Menurut Manning
(1991) bahwa pekerja tidak terampil yang berpindah ke kota untuk
pertama kalinya, ikut memasuki apa yang disebut sektor tradisional di
kota, dan kemudian berpindah kepekerjaan dalam sektor modern. Model
ini merupakan contoh menyolok tentang anggapan bahwa kegiatankegiatan kecil yang padat modal berlaku sebagai daerah perisai dan
dilakukan oleh angkatan kerja yang mengambang.
4. Jenis-jenis Sektor Informal
Menurut Keith Hart, ada dua macam sektor informal dilihat dari
kesempatan memperoleh penghasilan. Antara lain sebagai berikut.
a. Sah yang terdiri atas:
1) Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder-pertanian, perkebunan
yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan, dan lain-lain.
2) Usaha tersier dengan modal yang relatif besar, perumahan,
transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, dan lainlain.
3) Distribusi kecil-kecilan seperti pedagang kaki lima, pedagang
pasar, pedagang kelontong, pedagang asongan, dan lain-lain.
4) Transaksi pribadi seperti pinjam-meminjam, pengemis.
5) Jasa yang lain seperti pengamen, penyemir sepatu, tukang
cukur, pembuang sampah, dan lain-lain.
b. Tidak sah
1) Jasa : kegiatan dan perdagangan gelap pada umumnya:
penadah barang-barang curian, lintah darat, perdagangan obat
bius, penyelundupan, pelacuran, dan lain-lain.
2) Transaksi : pencurian kecil (pencopetan), pencurian besar
(perampokan bersenjata), pemalsuan uang, perjudian, dan
lain-lain
Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi
pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Pedagang
asongan yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota,
bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada
memperoleh keuntungan (Alisjahbana, 2005). Nampaknya sektor
informal merupakan pilihan yang paling rasional dan mudah dimasuki
bagi kaum marginal, untuk bertahan hidup di kota (economical survive
strategy) yang bukan hanya sekedar kompetitif, tetapi membutuhkan
tingkat pendidikan dan keterampilan tertentu.
untuk memahami konsep sektor kerja informal, maka ciri-ciri
ekonomi yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak analisa lebih
lanjut. sektor kerja informal mempunyai aspek positif dan aspek
negatif.
Aspek positifnya ialah sebagai katup pengamanan dari adanya
urbanisasi, dapat merupakan batu loncatan, dapat dipergunakan
sebagai benteng pertahanan, mobillisasi akan mampu menghasilkan
sesuatu yang luar biasa apabila dikelola dengan baik.
Aspek negatifnya ialah dapat menimbulkan kesemrawutan,
tidak terorganisir, pemerintah menuduh sebagai biang keladi dari
sejumlah kondisi yang tidak mengenakkan. Kebijakan perluasan
kesempatan tenaga kerja dimasa akan datang harus terus dilanjutkan,
namun perhatian lebih besar dicurahkan di dalam pengembangan
sektor kerja informal. Kesempatan pada sektor kerja formal sangat
terbatas sekali, sehingga perencanaan pembangunan sektor kerja
informal harus mendapat perhatian lebih mendalam. Berikut ini
beberapa pendapat para ahli tentang pedagang asongan :
1. Sekretaris
Asosiasi
Pedagang
Kaki
Lima
Indonesia
(APKLI)
Sumut,Pemiga Orba Yusra, SE. Lelaki kelahiran Kutacane yang akrab
disapa Popoy menilai keberadaan pedagang asongan sama dengan
pedagang kaki lima yang keberadaannya belum mendapatkan
perhatian dari pemerintah. Padahal, PKL dan pedagang asongan
dibutuhkan di masyarakat. Pedagang asongan merupakan Potensi
sekaligus Sumber Daya Ekonomi yang menempatkan ruang publik
sebagai lokasi usaha. Saat ini, pedagang asongan malah menjadi
primadona masyarakat. Harga yang murah, akses yang gampang
serta interaksi emosional yang kuat, membuat pedagang asongan
tetap diminati.
2. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23
NOVEMBER 2001. Kaki Lima atau Asongan adalah tempat-tempat
penjualan eceran yang terbuat dari bangunan tidak permanen, yang
sewaktu-waktu
dapat
dipindahkan
sesuai
dengan
keinginan
pemiliknya. Pedagang Kaki Lima atau Pedagang Asongan adalah
orang yang mengusahakan atau yang menguasai Kaki Lima atau
asongan.
3. Kajian Evaluasi Pembangunan Sektoral oleh Kedeputian Evaluasi
Kinerja Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pedagang asongan sebagai salah satu pelaku aktivitas ekonomi di
sektor
informal
turut
menyumbangkan
kontribusi
besar
bagi
perekonomian nasional dengan menyerap tenaga kerja, mengurangi
pengangguran dan kemiskinan. Pedagang asongan pun menjadi
stimulan muncul dan berkembangnya usaha-usaha mikro dengan
menjadi penyedia/supplier barang-barang dagangan yang dijajakan
pedagang asongan.
B. Pedagang Asongan sebagai Sektor Informal
Istilah sektor informal biasanya di gunakan untuk menunjukkan
sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal dalam
tulisan ini dianggap sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan
kesempatan kerja di negara sedang berkembang, pedagang asongan
yang memasuki kegiatan berskala kecil di kota, terutama bertujuan
untuk
mencari
kesempatan
kerja
dan
pendapatan
dari
pada
memperoleh keuntungan.
Pedagang asongan yang terlibat dalam sektor pada umumnya
miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak trampil, dan kebanyakan
para migran, jelaslah bahwa pedagang asongan bukanlah kapitalis yang
mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan pengusaha
seperti yang dikenal pada umumnya.
Cakrawala
pedagang
asongan
nampaknya
terbatas
pada
pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang
langsung bagi dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, harus diakui bahwa
banyak diantara pedagang asongan berusaha dan bahkan berhasil
mengatasi hambatan-hambatan yang ada dan secara perlahan-lahan
masuk ke dalam perusahaan berskala kecil dengan jumlah modal dan
ketrampilan yang memadai, dan semestinya dengan orientasi yang lebih
besar kepada keuntungan.
Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unitunit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barangbarang yang masih dalam suatu proses evolusi, dari pada dianggap
sebagai kelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukanmasukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar.
Pedagang asongan sebagai salah satu sektor informal telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
Indonesia. Sektor ini menjadi salah satu alternatif
keberlangsungan
hidup masyarakat. Salah satu penyebab banyaknya masyarakat yang
memilih
sektor
informal
sebagai
mata
pencaharian
karena
ketidakmampuan dalam mengakses sektor ekonomi formal sebagai
sumber pemasukan dan mata pencaharian.
Skala operasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara
lain meliputi besarnya modal, omzet dan lain-lain, tetapi karena ciri-ciri
ini biasanya sangat erat hubungannya satu sama lain, maka alat ukur
yang paling tepat untuk mengukur skala operasi adalah jumlah orang
yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Melihat ekonomi kota sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dari unit-unit produksi dan distribusi, maka untuk
kepentingan tulisan ini, unit-unit yang memiliki 10 orang ke
bawah diklasifikasikan ke dalam sektor informal dalam segala
bidang (meskipun ada kekecualian). (Manning, 1991)
Sejak munculnya konsep ini banyak penelitian dan kebijakan
mulai menyoroti masalah kesempatan kerja kelompok miskin di kota
secara khusus. Menurut Hart, kesempatan kerja di kota terbagi menjadi
tiga kelompok, yaitu formal , informal sah, dan informal yang tidak sah.
Selain itu, pembedaan sektor formal dan informal dilihat dari ketentuan
cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu, serta status
hukum kegiatan yang dilakukan. (Manning, 1991)
Beberapa konsep operasional yang
dapat dijadikan sebagai
konsep alternatif, antara lain yang diajukan membagi pekerja tidak tetap
menjadi empat kelompok berdasarkan status dan hubungan kerja pada
tiap kegiatan
salah satunya yaitu pekerja usaha sendiri yang tidak
terikat kepada usaha lain dalam pembelian, permodalan atau penjualan
hasil produksi.
Senada dengan Bromley (dalam Sethuraman 1985 ) mengajukan
konsep operasional sektor informal sebagai berikut :
a. Unit usaha kecil
b. Pola kegiatannya tidak teratur baik dalam arti waktu, permodalan,
dan penerimaannya.
c. Tidak mempunyai tempat yang tetap atau keterikatan dengan
usaha lain.
d. Tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (easy entry).
Sehingga
secara
luas
dapat
menyerap
bermacam-macam
tingkatan angkatan kerja.
e. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya kecil dan
diusahakan atas dasar hitungan harian.
f. Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh pemerintah sehingga sering dikatidakan liar.
Sedangkan Tadjuddin Noer effendi ( dalam Suharto, 2008)
mengemukakan bahwa:
Kriteria untuk memasukkan suatu usaha
kedalam sektor informal adalah teknologi sederhana, ketrampilan
rendah, tidak dilindungi pemerintah, modal kecil dan padat karya.
C. Pendekatan Konsep Sosiologi Ekonomi
Sosiologi ekonomi dapat didevinisikan dengan dua cara.
Pertama, sosiologi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah kajian
yang mempelajari hubungan antara masyarakat, yang didalamnya
terjadi
interaksi
sosial
dengan
ekonomi.
Bagaimana
ekonomi
mempengaruhi masyarakat.
Sosiologi ekonomi mengkaji masyarakat, yang didalamnya
terdapat proses dan pola interaksi sosial, dalam hubungannya dengan
ekonomi. Hubungan dilihat dari sisi saling pengaruh-mempengaruhi.
Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntun individu
melakukan kegiatan ekonomi seperti apa yang boleh diproduksi.
Semua orang perlu mengonsumsi pangan, sandang dan papan
untuk bisa bertahan hidup. Oleh sebab itu manusia perlu bekerja untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya yang dimaksud dengan
fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang atau
masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan
barang langka.
Cara yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan
masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan
konsumsi barang-barang langka. Sethuraman (1985:20) mengusulkan
hal apa yang dimaksudkan dengan fenomena ekonomi yang termasuk
dalam fenomena ekonomi adalah:
1. Proses ekonomi ( produksi, distribusi, dan konsumsi).
2. Produktivitas dan inovasi teknologi.
3. Pasar.
4. Kontrak.
5. Uang.
6. Tabungan.
7. Organisasi ekonomi (seperti Bank, perusahaan asuransi,
koprasi. Dan lain-lain.
Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas
ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka
mempengaruhinya. Prespektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam
menganalisis nilai pekerja manusia, dalam arti mata pencaharian dan
stratifikasi ekonomi sosial. Pendapat dari Soeratmo (dalam Dahriani,
1995) mengemukakan bahwa aspek kehidupan sosial ekonomi
meliputi antara lain:
1. Aspek sosial demografi meliputi antara lain: pembaharuan sosial,
tingkah laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan dan
migrasi.
2. Aspek ekonomi meliputi antara lain: kesempatan kerja, tingkat
pendapatan dan pemilikan barang.
3. Aspek pelayanan sosial meliputi antara lain: sarana pendidikan,
sarana kesehatan, sarana olahraga dan sarana transportasi.
Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan
sosial dapat dirujuk pada konsep tindakan sosial yang di ajukan oleh
Weber (dalam Damsar, 2009), tindakan ekonomi dapat dipandang
sebagai
suatu
tindakan
sosial
sejauh
tindakan
tersebut
memperhatikan tingkah laku orang lain.
Pusat perhatian dari kajian para ekonomi adalah pertukaran
ekonomi, pasar, dan ekonomi. Sedangkan masyarakat dianggap
sebagai sesuatu yang diluar
dia dipandang sebagai sesuatu yang
telah ada given (dalam Damsar, 2009:46).
D. Teori Struktural Fungsional
Sebuah masyarakat memiliki beberapa fungsi di dalamnya
yang harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bisa
menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Asumsi dari teori ini
bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari pada
anggotanya akan nilai-nilai kemasyarkatan tertentu yang mempunyai
kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat
tersebut di pandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional
terintegrasi dalam suatu keseimbangan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu
sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
Paradigma struktural fungsional berpandangan bahwa
masyarakat terbangun dari sistem yang kompleks dan setian
bagian dari sistem tersebut bekerja sama untuk memelihara
kestabilan. Dua konsep penting dalam paradigma struktural
fungsional. Pertama masyarakat terdiri dari struktur sosial,
kedua setiap bagian dari struktural memiliki fungsi social
(Ritzer 2009).
Masyarakat sebagai suatu struktur sosial dipahami sebagi pola
tingkah laku sosial yang relative stabil, artinya kehidupan masyarakat
terbentuk dari struktur sosial, sedangkan yang dimaksud fungsi sosial
adalah konsekuensi dari poal sosial terhadap bekerjanya masyarakat
keseluruhan. Semua pola tersebut mulai dari yang kompleks sampai
dengan yang sederhana memiliki fungsi untuk membantu masyarakat
agar tetap ada dan bertahan.
Inti dari pendekatan struktural fungsional menekankan pada
pandangan
bahwa
masyarakt
adalah
sebuah
kesatuan
yang
sepenuhnya utuh, terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja
menunjang satu sama lain, secara organism biologis seperti organ
tubuh manusia yang tiap bagiannya mempunyai fungsi masing-masing
dan saling membutuhkan, menurut Herbert Spencer yang merupakn
pemikir dari fungsionalisme.
E. Teori Pertukaran
Teori Pertukaran melihat dunia sebagai arena pertukaran atau
tempat orang–orang saling bertukar ganjaran atau hadiah. Dari berbagai
teori yang dikemukakan oleh George Casper Homans, Peter M. Blau,
Richards Emerson, John Thobout dan Harold H. Kelly (Dalam Damsar,
2009:64) mengartidakan bahwa teori pertukaran memiliki asumsi dasar
sebagai berikut:
1. Manusia adalah makhluk yang rasional, dia memperhitungkan
untung dan rugi.
2. Perilaku pertukaran sosial terjadi apabila perilaku tersebut
harus berorientasi pada tujuan–tujuan yang hanya dapat
dicapai melalui interaksi melalui orang lain dan juga perilaku
harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian
tujuan-tujuan tersebut.
3. Transaksi-transaksi pertukaran terjadi hanya apabila pihak
yang terlibat memperoleh keuntungan dari pertukaran itu.
Dalam pemikiran Oliver E. Williamson
( dalam Damsar 2009)
tentang biaya transaksi ekonomi bahwa ide dasar dari pendekatan biaya
transaksi ekonomi adalah bahwa masalah-masalah yang terjadi pada titik
simpul antara ekonomi, hukum, dan organisasi dapat dipecahkan, dengan
asumsi bahwa institusi-institusi tersebut ccenderung kepada kondisikondisi yang secara efisien mengurangi biaya transaksi.
Pendekatan biaya transaksi ekonomi dikenal penerapannya oleh
Williamson terhadap penggunaan sistem kontrak internal. Dimana sistem
ini pada dasarnya terdiri dari seorang majikan dan pemilik kapital yang
mengkaji sejumlah sub-kontraktor internal.
Menurut Clegg (dalam Damsar , 2009:155) pada sub-kontraktor
ini melakukan pembayaran sekaligus dengan kapitalis dalam sebuah
kontrak dimana mereka sepakat memberikan sejumlah barang dalam
jangka waktu tertentu, dengan menggaji para pekerja agar bekerja dalam
organisasi itu, dengan menggunakan teknologi, bahan-bahan mentah dan
lain-lainnya untuk menghasilkan komoditas yang diperuntukkan hanya
bagi organisasi itu saja.
Smelser (1987) memberi pengertian tentang kontrak internal
sebagai suatu transaksi barang dan jasa yang didefenisikan sebagai
pertukaran barang dan jasa lintas batas teknologis. Dimana biaya
transaksi diputuskan oleh kapitalis pada kontrak awal yang dinegosiasikan
dengan kontraktor. Selanjutnya segala urusan diserahkan kepada
kontraktor seperti penentuan bagaimana, oleh siapa dan berapa
keuntungan atau kerugian yang akan dialami, serta cara seperti apa
transaksi itu dilakukan.
Dalam prakteknya transaksi-transaksi pertukaran tersebut dapat
dilihat
dari adanya kerjasama yang tentunya saling menguntungkan,
diantara mereka. Carles Horton cooley (Soekanto,1990) mengatakan
bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka
mempunyai
kepentingan-kepentingan
yang
sama
dan
pada
saat
bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap
diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang sama dan
adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama
berguna.
Transaksi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang asongan dan
pembeli itu sendiri harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Yakni
antara penjual dan pembeli.
F. Teori Kemiskinan
Fenomena ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan atau tidak
dimilikinya mata pencaharian yang cukup mapan untuk tempat
bergantung hidup. Pendapat seperti ini, untuk sebagian mungkin benar,
tetapi diakui atau tidak kurang mencerminkan kondisi riil yang
sebenarnya dihadapi keluarga miskin.
Kemiskinan
sesungguhnya
bukan
semata-mata
kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau standar hidup
layak, namun lebih dari itu esensi kemiskinan adalah menyangkut
kemungkinan atau probabilitas orang atau keluarga miskin itu untuk
melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya.
Kemiskinan didefinisikan sebagai kekurangan barang-barang dan
pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar
hidup
yang
layak.
Definisi
lain
tentang
kemiskinan
adalah
ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayananpelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang
terbatas (Suyanto, 2010:4). Hal senada juga diungkapkan oleh Emil
Salim, mendefinisikan kemiskinan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (Dahriani : 1995).
Orang atau keluarga miskin yang disebut miskin pada umumnya
selalu lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya
kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari
masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. Definisi yang lebih
lengkap tentang kemiskinan dikemukakan oleh John Friedman. Menurut
Friedman kemiskinan adalah ketidaksamaan untuk mengakumulasi basis
kekuasaan sosial. ( Bagong: 2010)
Sementara yang dimaksud basis kekuasaan sosial itu menurut
Friedman meliputi. Pertama, modal produktif atas asset, misalnya tanah
perumahan, peralatan, dan kesehatan. Kedua, sumber keuang-an,
seperti income dan kredit yang memadai. Ketiga, organisasi sosial dan
politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersa-ma,
seperti
koperasi.
Keempat,
network
atau
jaringan
sosial
untuk
memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan ketram-pilan
yang memadai. Kelima, informasi-informasi yang berguna untuk
kehidupan (Suyanto: 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Dasar dan Tipe penelitian
Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus yaitu penelitian yang melihat objek penelitian sebagai kesatuan
yang terintegrasi, yang penelaahannya kepada satu kasus dan di lakukan
secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Tipe penelitian
ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan berbagai kondisi, situasi, dan variabel yang menjadi
objek penelitian.
Penelitian
ini
bersifat deskriptif dan
cenderung
menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif
subyek)
lebih
ditonjolkan
dalam
penelitian
kualitatif.
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian
sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga
bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian
dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Dalam penelitian ini
peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan
penjelas
B. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah Fakultas Ilmu Sosial dan Imu
Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin yang beralamat di Jalan Perintis
Kemerdekaan km 10 Tamalanrea Makassar. Waktu penelitian ini
dilaksanakan bulan Februari sampai Maret 2012.
C. Teknik Penentuan Informan
Pemilihan informan dilakukan secara accidental
yaitu teknik
pemilihan informan yang ditetapkan secara kebetulan dipilih oleh peneliti
dan dianggap mampu memberikan informasi atau data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini. Informan yang terpilih berjumlah 6 orang yang
merupakan para pelaku pedagang asongan di FISIP Unhas.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Mendalam
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan secara lisan dan langsung
(bertatap muka)
dengan
informan yang ditunjang oleh pedoman wawancara. Dengan tujuan
untuk memperoleh informasi secara lengkap
dan mendetail dari
objek yang diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahi hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/ kecil. (Sugiyono, 2010)
2. Observasi
Observasi yang dimaksud peneliti yaitu berupa pengamatan
secara
langsung
di
lapangan
untuk
mengetahui
hal
yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui objektivitas dari kenyataan yang ada tentang keadaan
dan kondisi objek yang akan di teliti. Penggunaan teknik observasi ini
di maksudkan untuk mengungkap fenomena yang tidak diperoleh
melalui tekhnik wawancara.
3. Studi Kepustakaan
Data ini diperoleh dari studi kepustidakaan yaitu penelusuran
sumber pustidaka yang berkaitan dengan tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan objek penelitian.
E. Jenis atau Sumber Data
1. Data primer, yaitu data yang di peroleh peneliti melalui hasil
observasi dan wawancara dengan responden atau informan.
2. Data sekunder, yaitu data yang di peroleh peneliti dari beberapa
literatur yang terkait dengan tulisan-tulisan yang berhubungan
dengan objek penelitian.
F. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis
secara kualitatif. Peneliti melakukan analisis kualitatif dengan cara
memberikan gambaran informasi masalah secara jelas dan mendalam
untuk menghasilkan data kualitatif yang baru.
Hasil dari gambaran informasi akan diinterpretasikan sesuai dari
hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan dukungan teori yang
berkaitan dengan objek penelitian. Analisis data merupakan proses
menata, menyukturkan dan memaknai data yang beraturan. Data yang
telah peneliti dapatkan melalui wawancara kemudian data tersebut
perlu dibaca kembali untuk melihat keberadaan hal-hal yang masih
meragukan dari jawaban informan.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Universitas Hasanuddin
Universitas Hasanuddin (UNHAS) berdiri di Makassar berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.23 Tanggal 1 september 1956, sedangkan
upacara pembukaannya dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia
Drs.Muh. Hatta, pada tanggal 10 september 1956. Nama Universitas
Hasanuddin diambil dari nama salah satu pahlawan yang berasal dari
Sulawesi Selatan yaitu Sultan Hasanuddin yang merupkan Raja Gowa XVI
dengan gelar I Mallombassang Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangape.
Mengawali berdirinya Universitas Hasanuddin secara resmi pada
tahun 1956, di kota Makssar pada tahun 1947 telah berdiri Fakultas
Ekonomi yang merupakan cabang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(UI) Jakarta berdasarkan keputusan Letnan jenderal Gubernur Hindia
Belanda Nomor 127 tanggal 23 juli 1947. Karena ketidakpastian yang
berlarut-larut dan kekacauan di Makassar dan sekitarnya maka Fakultas
yang dipimpin oleh Drs L.A. Enthoven (Direktur) ini dibekukan dan baru
dibuka kembali sebagai cabang Fakultas Ekonomi UI pada 7 Oktober 1953
di bawah pimpinan Prof. Drs. G.H.M. Riekerk.
Fakultas
Ekonomi
benar-benar
hidup
sebagai
cikal
bakal
Universitas Hasanuddin setelah dipimpin acting ketua Prof. Drs. Wolhoff
dan sekretarisnya Drs. Muhammad Baga pada tanggal 1 September 1956
sampai
diresmikannya
Universitas
Hasanuddin
pada
tanggal
10
September 1956.
Kemudian menyusul berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat yang juga masih merupakan cabang dari fakultas Hukum
Universitas Indonesia (UI) jakarta yang resmi didirikan tanggal 3 Maret
1952. Beberapa tahun kemudian yaitu pada tanggal 28 Januari 1956,
menteri P dan K RI, Prof.Mr.R. Soewandi meresmikan fakultas Kedokteran
Makassar yang kelak berubah menjadi Fakultas kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Berikut adalah Fakultas-Fakultas yang menyusul setelah berdirinya
tiga Fakultas diatas yaitu :
1. Fakultas Teknik, yang ditandai ketika Menteri P dan K RI, Prof. Mr. R.
Soewandi mengeluarkan SK No. 88130/S tertanggal 8 September
1940
2. Fakultas Sastra, dengan SK No. 102248/UU/1960 tertanggal 3
Desember 1960.
3. Fakultas Sosial Politik, dengan SK No. A. 4692/U.U.41961 tertanggal
30 januari 1961.
4. Fakultas pertanian, di tandai dengan adanya SK Menteri PTIP RI, Prof.
Dr. Ir. Toyib Hadi Widjaya tertanggal 17 Agustus 1962.
5. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), dengan SK Menteri No. 102
tertanggal 17 Agustus 1963.
6. Fakultas peternakan, dengan SK Menteri PTIP No. 37 11964
tertanggal 4 Mei 1964.
7. Fakultas Kedokteran Gigi, pada Tahun 1983.
8. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), didirikan pada tanggal 5
November 1982.
9. Fakultas ilmu Kelautan dan Perikanan, dengan SK Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 036/0/1996 tertanggal 29 Januari 1996 (Sumber
: Buku Pedoman UNHAS 2005)
B. Sejarah Singkat FISIP UNHAS
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan FISIP UNHAS
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik resmi berdiri sebagai bagian
dari salah satu Fakultas di Universitas Hasanuddin (UNHAS), pada
awalnya merupakan perguruan tinggi swasta yang bernama Fakultas
Tata Praja Universitas 17 Agustus 1945 Ujung Pandang.
Pendirian FISIP ini merupakan hasil perjuangan Mr. Tjia Kok
Tjian yang sekaligus menjadi Dekan pertama periode 1961-1963.
Namun beliau hanya lima bulan memimpin FISIP karena meninggal
dunia pada tanggal 3 Mei 1961, dalam pendirian FISIP beliau berjuang
bersama Brigjen M. Yusuf (Pangdam XIV) dan Bapak Andi Pangeran
Pettarani (Gubernur Sulawesi Selatan).
Setelah wafatnya Mr. Tjian, tongkat kepemimpinan dilanjutkan
oleh Mr. Soekanto (1962). Satu tahun berikutnya kendali FISIP beralih
ke Prof. Arnold Mononutu (pada tahun 1963 sampai 1 Januari 1964) lalu
pada tahun 1964 sampai dengan 1966 kepemimpinan dilanjutkan oleh
E.A. Mokodompit,MA.
Kurun waktu 1966 sampai dengan 1970, Prof. Dr. Hasan
Walinono memimpin FISIP dan tahun 1970 sampai dengan 1972 diganti
oleh Prof. Dr. J. Salusu, MA. Entah bagaimana sebabnya Prof. Dr.
Hasan Walinono kembali memimpin FISIP pada periode 1972 sampai
dengan 1976 untuk kedua kalinya.
Tahun 1977, ketika Universitas Hasanuddin di pimpin oleh
Prof.Dr. A. Amiruddin, Unhas mengalami permapingan (restrukturisasi).
Fakultas Ekonomi, Fakultas Sastra, Dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik di gabung menjadi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Budaya (FISBUD).
Hal ini berlangsung hingga tahun 1983.
Ketika FISIP terpisah dari FISBUD dan berdiri sendiri (1983),
Prof.Dr.H.M. Syukur Abdullah tampil memimpin sampai pada tahun
1989. Kemudian Prof.Drs.H. Sadly AD,MPA melanjutkan kepemimpinan
sampai tahun 1995.
Selanjutnya, pada tahun 1995 Prof.Dr. Mappa Nasrun, MA
melanjutkan sampai tahun 1998 dan periode 1998 sampai 2002, FISIP
berada di bawah kepemimpinan DR. H.M Tahir Kasnawi, SU. Pada
periode 2002 sampai dengan 2006 FISIP dipimpin oleh Prof.Dr. H. Hafied
Cangara, Msc.
Pada tahun 2006 sampai tahun 2009 FISIP berada di
bawah kepemimpinan Deddy T Tikson, ph,D.
Berikut adalah Nama-nama jurusan yang ada di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin :
1. Jurusan Ilmu Politik Pemerintahan
2. Jurusan Hubungan Internasional
3. Jurusan Ilmu Komunikasi
4. Jurusan Sosiologi
5. Jurusan Antropologi
6. Jurusan Administrasi Negara.
a. Visi, Misi dan Tujuan FISIP UNHAS
1) Visi
“Menjadikan
institusi
pendidikan
yang
unggul
dalam
penembangan Ilmu Sosial di Asia Tenggara “.
2) Misi
1. Memberikan
khususnya
pelayanan
yang
tinggi
berkaitan
kepada
dengan
kelembagaan di bidang Sosial Politik.
Masyarakat,
kebijakan
dan
2. Melakukan pengkajian masalah-masalah kemasyarakatan
baik dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan sosial,
teknologi, dan seni maupun untuk kepentingan kebijakan
sektoral.
3. Meningkatkan kerja sama yang saling menguntungkan antar
institusi dalam rangka pemanfaatan potensi sumber daya
yang dimiliki oleh masing-masing pihak.
3) Tujuan
Menghasilkan luaran yang memiliki kemampuan konsepsional
dan keterampilan aplikatif dalam :
a) Analisis kebijakan dan dinamika kelembagaan Sosial Politik.
b) Riset
tentang
masalah-masalah
kemasyarakatan
untuk
memajukan Ilmu Pengetahuan Sosial, Teknologi, dan Seni
untuk kepentingan dan pengembangan masyarakat.
c) Kepedulian yang tinggi untuk meningkatkan harkat dan
martabat sumber daya manusia Indonesia secara pribadi
yang cerdas, bermoral, terampil, dan unggul dalam daya
saing. (Sumber : Buku Pedoman Universitas 2005).
3. Jumlah Mahasiswa FISIP UNHAS
Perkembangan jumlah mahasiswa FISIP Unhas dari tahun 2008
sampai dengan 2011 dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel 1
Perkembangan Jumlah Mahasiswa FISIP UNHAS Tahun 2008 – 2011
untuk Setiap Program Studi
Program
2008
2009
2010
2011
Studi
Ilmu
Politik
Ilmu
Pemerintahan
Hubungan
Internasional
Ilmu
Administrasi
Ilmu
Komunikasi
Sosiologi
Antropologi
JUMLAH
L
P
Jlh
L
P
Jlh
L
P
Jlh
L
P
Jlh
151
54
205
164
53
217
129
66
195
133
57
190
150
82
232
209
67
276
158
91
249
154
95
246
136
171
307
143
194
337
139
187
326
124
146
270
121
138
259
151
138
289
128
115
243
121
131
252
142
214
356
142
235
377
92
159
251
134
154
288
140
139
279
151
114
265
142
95
237
126
93
219
93
57
150
101
55
156
104
63
167
99
63
162
933
855
1788
101
6
940
1917
892
776
1668
758
682
1629
Sumber : Kepala Sub Bagian Akademik FISIP Unhas 2011
Jumlah mahasiswa FISIP Unhas pada tahun 2011 sebanyak 1.629.
Jumlah mahasiswa pada tahun-tahun sebelumnya selalu mengalami
peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah mahasiswa FISIP sebanyak 1788,
tahun 2009 sebanyak 1.917 dan pada tahun 2010 sebanyak
1.668
sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 1629 mahasiswa.
Jumlah mahasiswa setiap tahunnya juga berpengaruh terhadap
besarnya jumlah alumni. Pada tahun 2009, jumlah alumni FISIP Unhas
sebanyak 287, selanjutnya pada thaun 2010 sebanyak 311 dan tahun
2011 sebanyak 307. Selengkapnya dapat dilihat pada table 2 berikut ini:
Tabel 2
Perkembangan Jumlah Alumni FISIP UNHAS
Tahun 2009-2011 menurut Program Studi
No
PROGRAM STUDI
2009
2010
2011
1
Ilmu Politik
35
28
33
2
Ilmu Pemerintahan
57
35
39
3
Hubungan Internasional
29
56
50
4
Administrasi Negara
55
51
47
5
Ilmu Komunikasi
77
85
73
6
Sosiologi
21
35
35
7
Antropologi
13
17
23
8
Keagrariaan
5
4
7
JUMLAH
287
311
Sumber : Kepala Sub Bagian Akademik FISIP Unhas
307
C. Gambaran Pedagang Asongan di FISIP Unhas
Perkembangan sektor informal dewasa ini di dunia kampus sepeti
jamur di musim hujan yan terus menampakkan eksistensinya dengan
menawarkan beragam usaha dan aktifitas. Perkembangan itu dapat dilihat
di universitas yang terbesar di Indonesia Timur yakni Unhas. Semua
fakultas yang ada di universitas tersebut tidak satupun luput dari pelaku
sektor informal, baik fakultas eksakta maupun fakultas yang fokus pada
pengembangan ilmu non-eksakta.
Sebagai salah satu fakultas yang notabene sebagai ilmu noneksakta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas juga tidak
luput dari incaran para pelaku sektor informal untuk menjalankan
aktifitasnya. Berbagai aktifitas sektor informal menjadikan FISIP Unhas
sebagai lahan basah bagi pedagang asongan untuk menggantungkan
hidupnya.
Aktifitas ekonomi yang dilakonkan oleh para pelaku sektor informal
di FISIP Unhas beraneka ragam. Ada yang berprofesi sebagai
penjaga/penjual makanan di kantin, sebagai penjual keliling atau sering
diistilahkan sebagai pedagang asongan seperti penjual sticker, pulpen,
makanan ringan, ataupun penjual Koran keliling.
Beragam aktifitas yang dilakukan oleh para pelaku pedagang
asongan tersebut dengan mudah dapat dijumpai di kawasan FISIP Unhas.
Ketika kita memasuki kawasan kampus, kita sudah bisa menemui
pedagang asongan di hampir setiap sudut kampus. Ada yang menjajakan
jualan pedagang asongan di sepanjang koridor kampus.
Pedagang
asongan
umumnya
melakukan
aktifitasnya
ketika
kampus dalam keadaan aktif, sedangkan jika hari-hari libur seperti hari
sabtu dan minggu tiap pekannya ataupun perayaan hari-hari besar,maka
pedagang asongan umumnya juga meliburkan diri dari aktifitas rutin yang
biasanya pedagang asongan lakukan di kampus.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potret Kehidupan Sosial Pedagang Asongan di FISIP Unhas
Sektor informal merupakan salah satu wadah dan jenis pekerjaan
yang mampu memberi tempat ekonomis bagi para pelakunya. Terlepas
dari sedikit banyaknya keuntungan yang diperoleh, pedagang asongan
tetap konsisten dengan pekerjaan yang geluti karena profesi yang dijalani
berpotensi sebagai salah satu katub pengaman untuk menyelamatkan
pedagang asongan dari jerat ekonomi yang memprihatinkan.
Sebagian besar dari pedagang asongan berjualan di sepanjang
badan jalan, trotoar, pasar, stasiun, di depan perkantoran, sekolah,
kampus, di keramaian dan tempat-tempat yang paling sering dilalui oleh
orang banyak. Hal ini tentu saja mengganggu ketertiban umum
khususnya para pengguna jalan dan penumpang umum. Bahkan ada
juga yang berkeliling dari rumah ke rumah, karena di tempat itulah cara
paling
gampang
bagi
pedagang
asongan
untuk
berjualan
dan
mendapatkan uang. Berikut potret pedagang asongan di FISIP Unhas
berdasarkan latar belakang menjadi pedagang asongan, usia dan daerah
asal.
Perkembangan Makassar yang begitu pesat membuat seluruh
elemen kota harus ikut dalam laju pembangunan yang semakin cepat
termasuk pertumbuhan jumlah penduduk. Sebagai kota yang menjadi
barometer
untuk
wilayah
Indonesia
bagian
timur,
menyebabkan
masyarakat berbondong-bondong untuk menetap. Semakin banyaknya
jumlah penduduk berpengaruh terhadap jumlah masalah sosial di
masyarakat.
Kata sosial dalam pengertian umum berarti segala sesuatu
mengenai
masyarakat
atau
kemasyarakatan.
Soejono
Soekamto
(1983:464) mengemukakan bahwa, “sosial adalah berkenan dengan
perilaku atau yang berkaitan dengan proses sosial”. Jadi sosial berarti
mengenai keadaan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kehidupan sosial berarti suatu fenomena atau gejala akan bentuk
hubungan seseorang atau segolongan orang dalam menciptakan hidup
bermasyarakat. Berikut hal- hal yang melatar belakangi kehidupan sosial
diantaranya :
1. Pendidikan
Pendidikan
merupakan
salah
satu
aspek
untuk
mengetahui latar belakang kehidupan pedagang asongan. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan seseorang terkadang dijadikan cermin
kepribadian seseorang sesuai nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai ukuran dalam
menentukan tingkat kehidupan sosial ekonomi seseorang. Apalagi
di zaman yang modern ini berkaitan dengan hal tersebut tentunya
para pedagang asongan yang bekerja disektor informal tentunya
tidak terlalu membutuhkan tingkat pendidikan untuk menggeluti
pekerjaannya.
Secara tidak langsung pendidikan berpengaruh terhadap
pekerjaan. Eksploitasi dan tidak mustahil kesempatan untuk
meneruskan sekolah hingga SMP akan hilang. Dari data BPS tahun
1998 jumlah pekerja anak usia 10-14 tahun sebanyak 1.809.935
jiwa. Setiap tahunnya jumlah tersebut mengalami pertambahan
28,7% setahun.
Sebagian dari pedagang asongan adalah orang-orang yang
tidak tertampung di pasar kerja yang mensyaratkan pendidikan
sebagai syarat utama. Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang
tidak
memadai
serta
pendidikan
yang
terbatas,
membuat
masyarakat harus berfikir bagaimana mempertahankan hidup.
Dengan modal yang terbatas dan keterampilan yang masih terbilang
minim menjadikan banyak orang memilih profesi sebagai pedagang
asongan.
Pedagang asongan yang berjualan di FISIP Unhas memiliki jam
kerja yang bervariasi. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa untuk
pedagang asongan yang masih sekolah (12 tahun) berjualan
sepulang dari sekolah sampai dengan pukul 06.00 WITA. Hal
tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh informan KL berikut
ini:
Ketika saya lulus dari SMP, saya sudah mulai menjual di
kampus Unhas. Saya sudah berjualan selama 13 tahun
sebagai penjual roti keliling. Dari pada saya menganggur, lebih
baik saya membantu orang tua menambah penghasilan, lagi
pula saya hanya lulusan SMP. (20/3/ 2012).
Dari hasil wawancara dengan informan tersebut di atas,
diketahui bahwa tanpa pendidikan yang memadai, masyarakat akan
terjebak pada pekerjaan yang menguras tenaga yang banyak,
berbeda dengan yang memiliki pendidikan yang tinggi, dimana
pendidikan tinggi dapat membuat seseorang menduduki posisi yang
baik dalam pekerjaannya. Saat ini tidak ada lagi pekerjaan disektor
formal yang memberikan kesempatan pada lulusan SD sampai
dengan SMP.
2. Usia Kerja
Usia merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia,
karena sebagai batasan kemampuan untuk melakukan kegiatan
dalam kehidupannya dan tinggi rendahnya usia menentukan
kapan seseorang dapat bekerja. Umur juga merupakan modal
dasar dalam kehidupan, dalam banyak jenis pekerjaan standar
usia menjadi syarat penerimaan dan menjadi batas bagi
seseorang untuk bekerja, berhenti dari pekerjaan oleh karena
faktor umur yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Oleh
karena itu perbedaan umur seseorang selalu menunjukkan adanya
kematangan dalam berfikir, juga kekuatan fisik dalam beraktivitas.
Usia menjadi salah satu faktor untuk seseorang memperoleh
pekerjaan. Saat ini beberapa tempat kerja mensyaratkan usia kerja
antara 18 (Usia lulus SMA) sampai dengan 35 tahun. Sementara
untuk usia produktif seseorang bekerja 60 tahun (lanjut usia). Dari
hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa mayoritas
pedagang asongan di FISIP Unhas berumur antara 8 tahun
sampai dengan 50 tahun. Berdasarkan usia informan, dapat
dikatakan bahwa hanya 3 orang yang dapat masuk dalam dunia
kerja. Sementara 3 diantaranya merupakan anak dibawa umur
(umur 7, 12 dan 13 tahun).
Sektor formal tidak menerima anak dibawa umur dan usia
lanjut sebagai karyawan/pegawai tetap. Masyarakat yang tidak
tertampung di sektor formal kemudian beralih kesektor informal.
Dari enam informan yang diwawancarai, diketahui bahwa barang
dagangan yang dijual juga bervariasi antara lain jalangkote’, stiker,
kerupuk, pulpen, manisan dan roti. FISIP
Unhas
merupakan
salah satu pusat aktivitas ekonomi pedagang asongan di kota
Makassar.
3. Asal Daerah
Daerah asal merupakan tempat kelahiran seseorang. Tempat
awal sebelum melakukan migrasi ke daerah tujuan. Biasanya
alasan seseorang untuk meninggalkan daerah asal mereka
disebabkan oleh keinginan untuk memperbaiki taraf hidup
khususnya dari segi perekonomian. Di daerah asal yang sarana
dan prasarananya sangat minim juga menjadi salah satu alasan
seseorang melakukan perpindahan. Setiap individu dalam suatu
masyarakat memang selalu memiliki hak hidup lebih baik berupa
pekerjaan dan pendidikan.
Untuk itulah, sangat sering dijumpai seseorang melakukan
migrasi ke kota-kota besar yang menjanjikan mereka untuk
mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Kota-kota besar
seringkali
digambarkan
sebagai
tempat
yang
tepat
untuk
memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi seseorang. pedagang
Asongan yang saya teliti
berasal dari daerah jene’ ponto dan
penduduk Asli Makassar. Salah seorang informan NK penjual
sticker berasal dari jene ponto, bahwa :
Sebelum pindah dimakassar ,saya tinggal di jene’ponto alas
an saya pindah di Makassar, karena untuk mencari nafkah
dengan jalan menjadi pedagang asongan. (20/03/2012).
B. Potret Kehidupan Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP Unhas
Kata ekonomi dalam pengertian umum berarti mengtur rumah
tangga. Rumah tangga yang dimaksud disini bukan berarti rumah tangga
dalam pengertian sehari-hari, tetapi mempunyai arti yang cukup luas.
Dimana pengertian rumah tangga.
Secara luas yaitu bentuk kerja sama antar manusia yang
ditujukan untuk mencapai kemakmuran, yaitu segala kemampuan
manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya dan
sebaik-baiknya dengan mempergunakan alat pemuas kebutuhan itu
sendiri yang secara terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kehidupan ekonomi lebih menitik beratkan pada hubungan antara
kenyataan hidup seseorang dengan tingkat kehidupannya yang pada
umumnya ditentukan oleh jumlah dan mutu barang dan jasa yang
dipergunakan oleh seseorang sebagai suatu kebutuhan.
Terwujudnya kehidupan sosial ekonomi seseorang tidak terlepas
dari usaha-usaha manusia itu sendiri dengan segala daya dan upaya
yang ada serta dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong antara lain
dorongan untuk mempertahankan diri dalam hidupnya dari berbagai
pengaruh akan dorongan untuk mengembangan diri dari kelompok.
Semuanya terlihat dalam bentuk hasrat, kehendak, kemauan, baik secara
pribadi maupun yang sifatnya kelompok sosial.
Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas
ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka
mempengaruhinya.
1. Aspek sosial demografi meliputi antara lain: pembaharuan
sosial,
tingkah
laku,
motivasi
masyarakat,
serta
kependudukan dan migrasi.
2. Aspek ekonomi meliputi antara lain: kesempatan kerja, tingkat
pendapatan dan pemilikan barang.
3. Aspek
pelayanan
sosial
meliputi
antara
lain:
sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga dan sarana
transportasi.
Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial
dapat dirujuk pada konsep tindakan sosial yang di ajukan oleh Weber
(dalam Damsar, 2009:31), tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai
suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah
laku orang lain. Memberi perhatian ini dilakukan secara sosial dalam
berbagai cara misalnya memperhatikan orang lain, berbicara dengan
mereka, dan memberi senyuman kepada mereka dan lain sebagainya.
Hal tersebut merupakan salah satu masalah yang perlu
mendapat perhatian. Kesulitan ekonomi keluarga memaksa untuk turun
ke jalan mencari nafkah. Tidak jarang didapatkan orang tua yang sudah
rentan dan anak di bawah umur masih menjajakan jualannya di kampus.
Hal tersebut, senada dengan penuturan informan HA, bahwa menjadi
pedagang asongan disebabkan oleh kemiskinan, berikut penuturan
informan HA:
Saya berhenti sekolah karena orang tua saya tidak punya uang
yang cukup untuk biaya. Akhirnya ibu saya menyuruh menjual
kerupuk di kampus untuk bantu menambah biaya hidup.(10/03/
2012).
Keluarga-keluarga miskin umumnya hanya mampu bertahan
hidup secara pas-pasan, bahkan serba kekurangan. Masyarakat miskin
tersebut biasanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara
mengutang ke warung-warung, mengurangi konsumsi, makan tanpa laukpauk atau bahkan terpaksa menjual sebagian barang yang mereka miliki,
seperti sepeda, mesin jahit, pakaian atau perhiasan.
Beberapa penjelasan tersebut di atas, sejalan dengan teori
kemiskinan bahwa kemiskinan merupakan ketidaksanggupan untuk
mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas.
senada juga
diungkapkan oleh informan RM:
Daripada saya tidak mengerjakan apa-apa di rumah, jadi saya
memilih berjualan jalangkote’ milik nenek teman saya. Apalagi
ibu mendukung untuk berjualan karena dengan itu, uang belanja
di rumah bisa bertambah. Apalagi bapak hanya seorang buruh
serabutan, sedangkan ibu tidak memiliki pekerjaan sama
sekali.( 18/02/2012)
Keadaan ekonomi yang sangat sulit membuat harus menelan
kenyataan pahit.Keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan menjadi
faktor utama ia tidak sekolah.
Dari pagika menjual disini tapi sebelumnya sampai di unhas,
singgah di kampus UMI ka dulu menjual, tidak sekolahka karena
tidak ada uangnya mamakku untuk biayaika sekolah (01/04/20).
1. Latar Belakang Menjadi Pedagang Asongan
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa ada beberapa
alasan pedagang asongan di FISIP Unhas memilih pekerjaan tersebut,
antara lain:
a. Tidak Ada Pekerjaan Lain
Semakin banyaknya pasar modern, menyebabkan banyak
diantara
pedagang
pasar
tradisional
beralih
profesi
menjadi
pedagang asongan yang masuk ke kampus-kampus. Seperti salah
penjelasan informan NK berikut:
Dulu kerjaku itu penjual ikan keliling, tetapi karena persaingan
semakin ketat, maka saya berhenti menjadi penjual ikan . itu
juga pasar semakin dekat dari rumah warga jadi warga tidak
kesulitan lagi mencari makanan. Makanya sekarang, saya
menjadi penjual stiker keliling kampus Unhas. (18/02/2012).
Hal serupa juga diungkapkan oleh RM, bahwa menjadi
pedagang asongan di kampus Unhas harus menjadi pilihannya
karena tidak ada lagi yang bisa dikerjakan untuk menghasilkan uang.
Berikut penuturan RM:
Mau tidak mau saya harus kerja keras setiap hari karena
jualan yang saya dagangkan bukan milik pribadi, tetapi miilik
nenek teman saya. Sementara apabila saya berhenti menjual
tidak akan ada pekerjaan lain yang bisa saya dapatkan. Saya
juga tidak punya modal untuk buat usaha baru.( 18/02/2012)
Hal tersebut merupakan konsekuensi dari terjadinya krisis
ekonomi yang menyebabkan anak-anak potensial terpuruk dalam
kondisi hubungan kerja yang merugikan. Sektor informal di perkotaan
merupakan klatser masyarakat yang cukup rentan terkena impas dari
berbagai kebijakan. Salah satu konsep operasional sektor informal
menurut Bromley, Firdausy dalam Indrawati mengatakan bahwa
sektor informal tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus
(easy entry).
b. Kemiskinan
Berbagai jenis aktivitas manusia tentunya mengharapkan
imbalan, apalagi yang bernilai ekonomi tentunya. Imbalan yang
dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh pedagang asongan
dalam bentuk materi (uang). Tentang kecukupan ekonomi dari hasil
berdagang, pedagang asongan menyesuaikan kebutuhannya semua
dengan hasil yang didapat. Bisa saja terkadang kekurangan.
Walaupun dengan untung yang kecil, pedagang asongan tetap
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi pedagang
asongan yang sudah berkeluarga pedagang asongan mau tidak mau
harus dengan giat dan sabar menekuni profesinya sebagai pedagang
asongan untuk bisa bertahan hidup.
Dari para pedagang yang berhasil diwawancarai, pedagang
asongan menyenangi profesinya saat ini. Antara lain karena tidak
harus bekerja pada orang (tunduk pada bos) sehingga kebebasan ini
menjadi daya tarik sendiri bagi pedagang asongan.
Pedagang asongan khususnya di FISIP Unhas, kebanyakan
mendagangkan makanan jajanan
sebagai barang dagang utama.
Selain
(botol/gelas)
itu,
minuman
kemasan
juga
merupakan
dagangan pedagang asongan yang paling laku. Pedagang asongan
bekerja keras dari pagi hingga sore hari hanya untuk mendapatkan
uang. Pendapatan yang pedagang asongan peroleh juga tidak
menentu, dalam per harinya. Seperti yang diungkapkan oleh informan
KL berikut ini:
Pendapatan saya sebagai pedagang asongan yang
mejajakan jualan berupa roti keliling, cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Saya juga masih bisa
menabung meskipun jumlahnya tidak banyak. (18/02/2012).
Aktivitas informal tersebut merupakan cara melakukan
sesuatu yang ditandai dengan akan ada banyak kalangan atau
komunitas/masyarakat yang bisa terhidupi oleh sektor informal.
Dengan kata lain, perputaran modal di sektor informal, jika
diasumsikan sama dengan sektor formal, sesungguhnya akan
mampu menghidupi jauh lebih banyak keluarga Indonesia.
Pedagang asongan merupakan potensi sekaligus sumber
daya ekonomi yang menempatkan ruang publik sebagai lokasi usaha.
Saat ini, pedagang asongan malah menjadi primadona. Harga yang
murah, akses yang gampang serta interaksi emosional yang kuat,
membuat pedagang asongan tetap diminati. Sehingga pedang
asongan
meskipun
mengetahui
bahwa
berjualan
di
kampus
merupakan hal yang dilarang, tetapi akan tetap berjualan, mengingat
keuntungan yang didapatkan banyak.
Hal
serupa
juga
diungkapkan
oleh
informan
RM,
mengatakan bahwa:
Kalau saya pulang dari sekolah, saya akan ke kampus
setelahnya untuk menjual. Ini jauh lebih baik, dibandingkan
pergi bermain-main dengan teman-teman, tidak aka nada
uang yang bisa saya dapat. Jika menjual jalangkote’, saya
bisa dapat Rp 18.000,- setiap harinya. Uang itu bisa saya
gunakan untuk belanja dan sisahnya untuk ibu.
(18/02/2012).
Informan HA, mendapatkan keuntungan yang jauh lebih
besar lagi berikut petikan wawancara dengan informan:
Penghasilan perhari yang aku dapat sebesar Rp 70.000,untuk satu keranjang. Sedangkan jika menjual kerupuk
bersama dik saya biasanya membawa 2 kerajang. Dengan
harga jual Rp 1.000,- setiap bungkusnya. ( 10/03/2012)
Dengan penghasilan Rp 70.000,- informan tersebut sudah
bisa membantu kebutuhan keluarganya. Pedagang asongan yang
terlibat dalam sektor informal pada umumnya berpendidikan rendah,
tetapi dengan pendapatan yang didapat, pedagang asongan tersebut
merasa telah hiudup berkecukupan.
Menurut Hart, bahwa kesempatan kerja di kota terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu formal, informal, sah dan
informal yang tidak sah. Selain itu, pembedaan sektorformal
dan informal dilihat dari ketentuan cara kerja, hubungan
dengan perusahaan, curahan waktu serta status hukum
Menyangkut kecukupan ekonomi dari berdagang, pedagang
asongan menyesuaikan
kebutuhannya
dengan
hasil yang
di
dapatkan.
c. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga
Jumlah anak dalam keluarga merupakan tanggungan bagi
kepala keluarga untuk berusaha mencari penghasilan yang mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan para anggota keluarga (anak dan istri).
Dari beberapa informan yang diteliti NK adalah salah seorang
responden yang sudah berkeluarga yang tentun saja mempunyai
tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangganya, seperti apa
yang telah dituturkan oleh NK bahwa :
Mau tidak mau saya harus bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan keluarga saya, karena kalau bermalas-malasan dari
mana saya mendapatkan uang, walaupun istri saya menjual kue,
tetapi anak saya yang bungsu masih harus dibiayai untuk sekolah,
karena anak-anak saya yang lainnya juga sudah mempunyai
rumah tangga sendiri, jadi tidak enak kalau mau meminta bantuan
mereka ( 18/02/2012).
2. Status Kepemilikan Tempat Tinggal
Tempat tinggal adalah dimana seorang berkedudukan serta
mempunyai hak dan kewajiban hukum tempat tinggal manusia pribadi
disebut tempat kediaman tempat berkumpulnya manusia atau keluarga
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tempat tinggal merupakan
salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Salah seorang
penjual pedagang asongan menurut tempat tinggalnya YM pedagang
pulpen menuturkan bahwa:
Kedua orang tua saya sudah meninggal dan kakak-kakak saya
sudah berkeluarga semua, sibuk dengan rumah tangganya
sendiri, saya tidak mau membebani mereka dengan kehadiran
saya, jadi lebih baik saya tinggal di Panti Asuhan. (25/02/2012).
Penjelasan informan YM terebut di atas, menunjukkan bahwa
setiap orang ketika sudah beranjak dewasan memiliki tanggung
jawab yang besar terhadap diri sendiri. Kebutuhan akan papan
sangat penting karena merupakan salah satu kebutuhan pokok yang
harus dipenuhi. Keadaan tersebut memaksa setiap orang berusaha
untuk memenuhinya.
Salah satu cara untuk memenuhinya dengan jalan mencari
nafkah. Informan YM tersebut harus bekerja sebagai pedagang
asongan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Panti asuhan tidak
akan mungkin bisa menjadi temapat tinggal selamanya, jadi untuk itu
harus ada pekerjaan untuk bisa memiliki sebuat tempat tinggal.
3. Faktor Penunjang Keadaan Ekonomi Pedagang Asongan di FISIP
Unhas
FISIP Unhas merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi
pedagang asongan di kota Makassar. Dari hari kehari semakin banyak
pedagang asongan yang mencari nafkah di FISIP Unhas. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa pedagang asongan tersebut bersifat tidak
menetap, dimana pedagang mengelilingi setiap fakultas untuk
menjajakan
barang
dagangannya.
Diketahui
bahwa
pedagang
asongan yang berjualan di FISIP tidak memiliki izin resmi dari
pimpinan fakultas.
Pedagang
asongan
di
FISIP
Unhas,
setiap
harinya
memperoleh pendapatan minimal Rp.25.000,-. Dengan pendapatan
tersebut, informan tersebut sudah bisa menghidupi keluarganya.
Seperti hasil wawancara dengan informan NK berikut ini:
Saya mendapatkan penghasilan perhari itu berkisar Rp
25.000,- sampai Rp 50.000,- dengan tanggungan anak dan
istri. Untung ada beberapa anak yang sudah menikah dan
hidup jauh dari orang tua. ( 18/02/2012).
Secara umum kemapuan suatu unit usaha terletak pada
faktor manusia dan sarana yang terlibat di dalamnya. Faktor manusia
tercakup di dalamnya adalah sifat pribadi dan keterampilan. Sifat
tersebut lebih banyak ditentukan oleh lingkungan dan tujuan hidup
yang
akan
menentukan
motivasinya
berdagang.
Sedangkan
keterampilan diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Sarana
yang dimaksudkan adalah kelengkapan usaha seperti tempat usaha,
bahan baku dan lain sebagainya. Pengadaan sarana tersebut berasal
dari modal usaha yang bisa berasal dari pinjaman manupun miliki
pribadi.
Faktor manusia yang dimaksud disini bahwa sebagian dari
pedagang asongan tersebut berasal dari latar belakang keluarga yang
juga memiliki profesi sama. Pada umumnya sektor ini merupakan
ruang terbuka bagi kelompok marginal kota untuk mempertahankan
dan melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi.
Sektor informal dianggap sebagai manifestasi dari situasi
pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah perkotaan. Pedagang
asongan yang memasuki kegiatan usaha berskala kecil di kota,
bertujuan mencari kesempatan kerja dan pendapatan dari pada
memperoleh keuntungan. Pada umumnya sektor ini merupakan ruang
terbuka bagi kelompok marginal kota untuk mempertahankan dan
melanjutkan kehidupan dalam batas subsistensi.
a. Modal
Ditinjau dari modal usaha yang dimiliki, pedagang asongan
yang di satu sisi sering dipandang sebelah mata tetapi mampu dan
mempunyai jiwa wirausaha dan tingkat kemandirian yang tinggi. Skala
operasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara lain
meliputi besarnya modal, omzet, dan lain-lain, tetapi karena ciri-ciri ini
biasanya sangat erat hubungannya satu sama lain, maka alat ukur
yang paling tepat untuk mengukur skala operasi adalah jumlah orang
yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Melihat ekonomi kota sebagai suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dari unit-unit produksi dan distribusi, maka
untuk kepentingan tulisan ini, unit-unit yang memiliki 10 orang
ke bawah diklasifikasikan ke dalam sektor informal dalam
segala bidang (meskipun ada kekecualian). (Manning, 1991:
90-91).
Beberapa informan yang berhasil diwawancarai, ditemukan
bahwa salah satu pedagang asongan yang menjual roti keliling di
FISIP Unhas membuka usaha dengan modal sendiri tanpa bergantung
kepada orang lain ataupun pihak yang dianggap dapat membantu
kelancaran usahanya seperti koperasi atau Bank. Bekerja dengan
modal sendiri meskipun hanya sedikit akan jauh lebih tenang
dibanding harus meminjam ke bank atau koperasi yang cenderung
akan memberi syarat-syarat tertentu yang terkadang sulit bagi
sebagian orang untuk memenuhinya.
Meskipun sedikit modalku beranika buka usaha jadi penjual
roti keliling karena tidak adami kerjaan lain yang mau saya
kerja. Daripada pinjamka ke koperasi atau bank, biasanya
nakasi susahjaki, apalagi kalo orang seperti kita kasian
karena banyak sekali syarat-syaratnya.( 20 /03/2012).
Dengan sedikit modal dan keberanian KL akhirnya tetap
bertahan untuk menjalankan pekerjaan yang digelutinya. Apalagi kini
ia terkdang memperoleh sokongan dana dari kakak-kakaknya yang
telah berkeluarga meskipun besarnya tidak seberapa namun paling
tidak dapat merangsang kepekaan ekonomi KL untuk tetap menjaga
eksistensi usahanya demi kelangsungan hidup keluarganya.
Adanya beberapa individu memiliki dorongan yang kuat
untuk berhasil. Mereka lebih berjuang untuk memperoleh
pencapaian pribadi daripada memperoleh penghargaan.
Mereka memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu
dengan lebih baik atau efisien dibandingkan sebelumnya.
Dorongan ini merupakan kebutuhan pencapaian.(Mc
Clelland dalam Roberto 2008:23).
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan selama di lapangan
tenyata ditemukan berbagai kendala bagi para informan untuk
menjaga kelngsungan usahanya pada permasalahan minimnya
modal serta usaha yang modalnya bukan tanggung jawab pribadi
para pelaku melainkan milik orang lain.
b. Lokasi
Sebagian dari pedagang asongan tersebut memilih lokasi
berjualan di tempat-tempat yang banyak dilalui mahasiswa, seperti di
perbatasan antara Fakultas Ekonomi dengan FISIP. Tempat tersebut
merupakan lokasi strategis karena mahasiswa yang akan ke masjid
atau kantin pasti melewati jalan tersebut.
Biasa saya menunggu pembeli di jalanan menuju masjid,
atau di koridor FISIP. Tempat itu banyak mahasiswanya,
kalau di masjid ekonomi mahasiswa lewat saja, tetapi kalau
di koridor FISIP kana banyak himpunan, lagi pula banyak
mahasiswa yang duduk di koridor. ( 20/03/2012).
Dari hasil wawancara dengan informan, pedagang asongan
(pedagang asongan) pada umumnya mempunyai keinginan untuk
bekerja keras. Para pelaku pedagang asongan yang ditemui di
kampus Unhas khususnya di FISIP
dewasa, bahkan
mulai dari anak-anak, orang
pedagang asongan telah berkeluarga dan
mempunyai anak, ada yang berasal dari desa dan penduduk asli
kota Makassar itu sendiri.
Strategi yang dilakukan oleh pedagang asongan untuk
bertahan hidup salah satunya adalah startegi memilih lokasi. Ada
beberapa tempat di kota Makassar yang menjadi lokasi kegiatan
pedagang asongan. Salah satunya adalah kampus Unhas. Unhas
merupakan lokasi yang strategis bagi pedagang asongan karena
merupakan kampus terbesar di kawasan Indonesia bagian timur.
Kondisi ini menyebabkan Unhas ini tidak pernah sepi dari pedagang
asongan dan hal inilah membuat FISP sebagai lahan yang sangat
menguntungkan bagi pedagang asongan yang sedang menjajakan
barang dagangan.
Hal tersebut diatas sejalan dengan teori pertukaran yang
dikemukakan oleh George C. Homas, bahwa proses pertukaran
dapat dilihat jelas melalui perilaku pertukaran sosial yang terjadi
apabila perilaku tersebut harus berorientasi pada tujuan–tujuan yang
hanya dapat dicapai melalui interaksi melalui orang lain dan juga
perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian
tujuan-tujuan tersebut (Damsar, 2009:8).
c. Persaingan Usaha
Banyaknya pedagang asongan yang menjajakan jualannya
di FISIP Unhas, membuat pedagang asongan harus bersaing
mendapatkan keuntungan. Mengingat pedagang asongan yang
menjual jalangkote’ misalnya tidak tidak hanya satu orang saja.
Sebagai pedagang asongan, mereka dituntut untuk selalu
aktif membawa dagangan secara berkeliling atau tidak menetap.
Pedagang asongan tersebut proaktif dalam menawarkan barang
dagangannya.
d. Waktu Berjualan
Penjual makanan biasanya menyukai waktu pagi dan siang
hari. Kedua waktu tersebut merupakan
mahasiswa
pada
jam-jam
tertentu
waktu strategis, dimana
dipagi
dan
siang
hari
membutuhkan makanan. Petugas keamanan juga belum terlalu ketat
sehingga pedagang asongan bisa keluar masuk tanpa rasa khawatir
akan diusir.
Penjual alat tulis juga harus pandai melihat waktu. Pada
saat jam kuliah biasanya pedagang asongan tersebut mengelilingi
kelas-kelas dan menawarkan sendiri dagangannya. Berbeda dengan
penjual makanan yang harus menunggu pembeli yang menawar
barang dagangannya.
4. Kiat Berjualan
Untuk tetap eksis berjualan di kampus, pedagang asongan
juga menjalin hubungan baik dengan pembeli dan calon pembeli.
Pedagang asongan tersebut juga harus memiliki keberanian yang
tinggi agar bisa tetap mempertahankan kelangsungan usahanya.
Diantara pedagang asongan tersebut ada yang berpenghasilan Rp
50.000,- setiap harinya. Hal tersebut disebabkan strategi yang
digunakan oleh pedagang asongan tersebut, adalah dengan
berjualan di tempat lain.
Saya setiap harinya tidak hanya berjualan kampus Unhas
saja. Saya juga sesekali berjualan di UMI, selain itu saya
juga biasanya keliling kampus bukan hanya di FISIP saja,
yang paling penting sebenarnya, hubungan baik dengan
pembeli harus baik. Pedagang harus ramah kepada
pembeli. ( 01/04/2012).
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, diketahui bahwa
pedagang asongan senantiasa menjaga hubungan baik dengan
pembeli. Hal tersebut sejalan dengan teori pertukaran yang
mengatakan bahwa perilaku pertukaran sosial terjadi apabila perilaku
tersebut harus berorientasi pada tujuan–tujuan yang hanya dapat
dicapai melalui interaksi melalui orang lain dan juga perilaku harus
bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan
tersebut (Damsar, 2009:64).
5. Semangat Pantang Menyerah
Loyalitas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh pedagang
asongan terhadap keluarganya mendorong untuk tetap optimis
menjalani rutinitasnya berjualan di kampus. Alasan utama sehingga
ambisius itu kuat dalam diri pedagangasongan tidak lain dan tidak
bukan karena ingin membantu keuangan keluarganya.
Diantara pedagang asongan tersebut ada yang memanfaatkan
waktu libur mahasiswa untuk berjualan ditempat lain. Jadi pedgaang
asongan tersebut tidak memiliki waktu untuk bersantai.
Pedagang asongan selalu berupaya untuk menarik
pembeli agar membeli dagangannya, yang kadang juga suka terlihat
sedikit
memaksa. Adanya
pedagang
asongan
disekitar
kita
merupakan realita yang tidak terelakkan pada kehidupan kota saat
ini.
Hal yang paling menakjubkan dari pedagang asongan
adalah ketabahan dan sifat pantang menyerahnya walaupun
penghasilan yang diperoleh dari hasil keuntungan penjualan
pedagang asongan sehari pun tidak seberapa, hanya dapat sekedar
untuk bertahan hidup. Tidak peduli cuaca panas, dingin ataupun
hujan, tidak peduli berapa banyak kemungkinan barang yang akan
berhasil dijualnya, tidak peduli kalau nanti bahkan barangnya tidak
akan dilirik oleh satupun pembeli, setiap ada mahasiswa yang lewat
disampingnya, dengan sigap dan semangat, pedagang asongan akan
langsung menawarkan barang dagangannya.
Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang
sangat
umum
terjadi
terjadi
di
negara-negara
berkembang.
Keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh para
pendatang menyebabkan pemilihan pada jenis kegiatan usaha yang
tidak terlalu menuntut pendidikan dan keterampilan yang tinggi.
Pilihan mereka jatuh pada sektor informal yaitu pedagang kaki lima
atau sebagai pedagang asongan.
Pedagang yang menjajakan barang dagangannya di berbagai
sudut kota adalah kelompok masyarakat yang tergolong
marjinal dan tidak berdaya. Dikatakan marjinal sebab ratarata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung
oleh kemajuan kota itu sendiri. Pedagang ini biasanya tidak
terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi tawar
(bargaining position) lemah dan sering menjadi obyek
penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersikap
represif.
Kehidupan ekonomi pedagang asongan menjadi meningkat
dan tingkat usahanya juga semakin pesat dengan semakin ramainya
pedagang yang datang dan menjajakan barang dagangannya di
FISIP baik pagi, siang maupun sore. Pedagang asongan menjadi
pilihan bagi para pendatang sehingga sektor ini mampu menyerap
dan
memberikan
lapangan
pekerjaan
di
tengah
persaingan
kehidupan ekonomi perkotaan.
Dunia kampus memang menjadi salah satu wadah dan
lahan yang menjajikan bagi para pelakon yang menggantungkan diri
di sektor informal. Karena jumlah mahasiswa, dosen dan staff lainnya
di dunia kampus sangat menunjang lancarnya usaha para pelaku
sektor informal untuk menawarkan berbagai bentuk profesi yang
digelutinya ke publik.
Pedagang asongan mencari situasi-situasi dimana bisa
mendapatkan tanggung jawab pribadi guna mencari solusi atas
berbagai masalah, bisa menerima umpan balik yang cepat tentang
kinerja sehingga dapat dengan mudah mereka berkembang atau
tidak, dan dimana mereka bisa menentukan tujuan-tujuan yang cukup
menantang.
Teori ini sesuai dengan fenomena yang terjadi pada
aktivitas yang dilakukan oleh para pedagang asongan. Dengan
kondisi ekonomi yang serba sulit, semangat kerja mereka tetap
bertahan. yang telah termakan waktu tidak menurunkan semangat
mereka untuk tetap bekerja. Keinginan untuk maju dan menginginkan
hidup sejahtera bagi keluarga, menjadi alasan yang utama memilih
profesi sebagai pedagang asongan.
Pusat perhatian dari kajian para ekonomi adalah pertukaran
ekonomi, pasar, dan ekonomi. Sedangkan masyarakat dianggap
sebagai sesuatu yang diluar dia dipandang sebagai sesuatu yang
telah ada given (dalam Damsar, 2009:46).
Perilaku tersebut merupakan hasil dari proses belajar yang
dilakukan oleh pedagang asongan tersebut dan perilaku tersebut
dapat menunjukkan bahwa manusia yang satu tergantung kepada
manusia lain yang pada akhirnya menimbulkan kerja sama.
Menurut kajian sosiologi ekonomi bahwa dalam masyarakat
terdapat proses dan pola interaksi sosial dalam hubungannya dengan
ekonomi. Hubungan dilihat dari sisi saling pengaruh-mempengaruhi.
Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntun
individu melakukan kegiatan ekonomi seperti apa yang boleh
diproduksi.
Semua orang perlu mengonsumsi pangan, sandang dan papan
untuk bisa bertahan hidup. Oleh sebab itu manusia perlu bekerja
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selanjutnya yang dimaksud
dengan fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang
atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa
dan barang langka. Cara yang dimaksud disini adalah semua aktifitas
orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi
dan konsumsi barang-barang langka.
Kampus dalam hal ini mahasiswa FISIP Unhas juga
membutuhkan pedagang asongan, dimana pada saat jam-jam kuliah
mahasiswa yang kesulitan dengan alat tulis, tentu dengan mudah
bisa mendapatkannya pada pedagang asongan, disbanding harus
membeli di tempat foto copy. Sama halnya dengan makanan.
Makanan yang dijual oleh pedagang asongan menjadi penunda lapar
diselah-selah jam kuliah.
Hal tersebut, sejalan dengan asumsi teori struktural
fungsional melalui pendapat Ralph Dahrendorf tentang asumsi dasar
yang dimiliki oleh teori struktural fungsional yang mengatakan bahwa
Setiap elemen dalam struktur memiliki fungsi, yaitu memberikan
sumbangan pada bertahannya dilandaskan pada struktur itu sebagai
suatu sistem dan setiap struktur yang fungsional dilandaskan pada
suatu konsensus nilai diantara para anggotanya.
6. Lingkungan yang Mendukung
Salah satu bukti yang mendukung dengan adanya
pedagang asongan antara lain yaitu :
a. Kampus / Universitas
Kampus adalah lembaga pendidikan tinggi dan penelitian,
yang memberikan gelar akademis dalam berbagai mata
pelajaran. Dan juga sebagai
lembaga
yang menyediakan
pendidikan sarjana dan pendidikan pascasarjana. kampus
adalah
incaran
para
pelaku
pedagang
asongan
dalam
menjajakan barang dagangannya, karena menurutnya kampus
merupakan tempat yang paling strategis dalam mendapatkan
peruntungan ekonomis. Tidak ada larangan dari pihak kampus
membuat pedagang asongan bertambah merajalela.
Pihak fakultas sama sekali tidak melarang aktivitas berjualan
di kampus. Tidak ada larangan resmi dari pihak fakultas,
sehingga pedagang asongan dengan bebas keluar masuk
kampus. Ini dilakukan oleh pihak fakultas, karena pedagang
asongan dianggap membantu kebutuhan mahasiswa selama di
kampus.
Dalam teori struktural fungsional dikemukakan bahwa
sebuah masyarakat memiliki beberapa fungsi di dalamnya yang
harus tetap dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang bisa
menjamin kelangsungan hidup masyarakat.
Asumsi dari teori ini bahwa masyarakat terintegrasi atas
dasar kesepakatan dari pada anggotanya akan
nilai-nilai
kemasyarkatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi
perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut di pandang
sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam
suatu keseimbangan.
Keuntungan juga dirasakan oleh kalangan
mahasiswa
kebanyakan karena dengan adanya pedagang asongan mereka
tidak perlu jauh-jauh dalam berbelanja, karena pihak pelaku
pedagang asongan secara tidak langsung telah menyediakan
barang-barang yang dibutuhkan oleh mahasiswa.
Asumsi teori struktural fungsional melalui pendapat Ralph
Dahrendorf (dalam Damsar, 2009:50) tentang asumsi dasar
yang dimiliki oleh teori struktural fungsional yaitu Setiap
masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang terstruktur secara
relative mantap dan stabil yakni terpenuhinya kebutuhan
mahasiswa pada umumnya.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Pedagang asongan sebagai salah satu sektor informal berfungsi
sebagai sektor alternatif bagi para migran cukup memberikan sumbangan
bagi pembangunan perkotaan. Selain membuka kesempatan kerja,
kegiatan tersebut juga dapat meningkatkan pendapatan bagi masyarakat
kota.
1. Pelaku sektor informal di dunia kampus menjalakan rutinitasnya
dengan berbagai profesi disebabkan karena adanya keterbatasan
dalam aspek ekonomi keluarga sebagai faktor utama yang
mendorong mereka memilih sektor informal menjadi lahan basah
peruntungan
ekonomi
bagi
mereka
untuk
bisa
memenuhi
kebutuhannya, dan bertahan hidup. Selain itu faktor lain yang
menyebabkan seseorang menjadi pedagang asongan adalah faktor
usia kerja, tidak adanya pendidikan yang lebih memadai dan tidak
adanya pekerjaan lain.
2. Untuk menjaga kelangsungan usaha para pelaku sektor informal ada
berbagai cara yang ditempuhnya. Modal usaha menjadi salah satu
faktor penentu kelangsungan usaha pedagang asongan, strategi
lokasi, pendapatan/keuntungan, kiat berjualan, waktu berjualan dan
semangat pentang menyerah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah
diuraikan diatas maka dapat dikemukakan saran bahwa:
1. Sebaiknya kepada pihak kampus agar memperlakukan pedagang
asongan sebagai objek sekaligus subjek pembangunan, karena
mereka adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat serta
nilai tertentu, agar tidak sewenag-wenang dalam membinanya
sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang yang pada
akhirnya menjadi kegiatan ekonomi formal.
2. Bagi masyarakat
yang bekerja di sektor formal seharusnya
memberikan pengarahan dan pembinaan kepada para pedagang
asongan agar tidak menganngu tata tertib aktifitas kampus.
3. Pertumbuhan
sektor
informal
yang
pesat
tanpa
mendapat
penanganan yang baik dan terencana akan menimbulkan persoalan
bagi kota. Untuk itu, pemerintah kota harus jeli dalam menangani
masalah sektor informal itu. Sehingga, sektor informal dapat tumbuh
dengan subur tanpa mengganggu kepentingan umum, terutama
tidak mengganggu keamanan, ketertiban dan keindahan kota.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Alisjahbana, 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakara: Laksbang
PRESSindo.
Dahriani, 1995, Potret Pedagang Kaki Lima di Pantai Losari Kotamadya
Ujung Pandang (skripsi). Program Strata Satu Universitas Hasanuddin.
Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi, Jakarta: Kencana Prenata
Media Group
Faisal, Sanafiah, 2003. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : Raja
Grafindo Persada
Indrawati, Surachmi, 2009. Perempuan Di Sektor Informal. Universitas
Sawerigading Makassar
Lawang, Robert M.Z. 1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Karunika.
Manning, Chris dan Tadjuddin Noer Effendi. 1991. Urbanisasi,
Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Maslow, Abraham. 2006. On Dominace, Self Aktualization Ann Kaplan :
Mourice Besset.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta : PT Kencana.
Rustanto, Bambang. 2007. Peningkatan Kesejahteraan Komunitas Terpencil.
Jakarta.
Sajogyo, Pudjiwati,1983. Peranan Wanita Dalam Perkembangan Masyarakat
Desa. Jakarta : Yayasan Ilmu Ilmu Sosial,Rajawali.
Sethuraman, S.V. 1985, Sektor Informal di Negara Berkembang. Gramedia
Jakarta.
Smelser, J, 1987. Sosiologi Ekonomi : Bahana Aksa
Soekanto, Soerjono, 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Jakarta:
Alfabeta.
Sumanto, Kamto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbitan
Universitas Indonesia.
Suyanto, Bagong. 2010. Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin.
Jakarta : Universitas Airlangga.
INTERNET :
http://re-searchengines.com/amharsiwi.html. diakses, 24 Februari 2012.
http:// www. Definisi Perdagangan dan Jenis Pedagang.htm. diakses, 03 April
2012.
SKRIPSI :
Roberto, Irvan 2008, Strategi Kelangsungan Hidup Anak-Anak Pedagang
Asongan di Terminal Palopo, Skripsi Strata Satu Jurusan Sosiologi
Unhas, Makassar.
Yunus , Auliya Insani. Potret Kehidupan Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima
di Kota Makassar ( Kasus Penjual Pisang Epe’ di Pantai Losari).
Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin, Makassar 2011.
LAMPIRAN
Lampiran I
JADWAL PENELITIAN
No.
1
Jenis Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Keterangan
Persiapan
minggu ke dua sampai Persuratan dan
Teknis
tiga Januari 2012
konsultasi pra
penelitian
2
Observasi
Minggu ke empat Januari
2012
3
Wawancara
Bulan Februari sampai
April 2012
4
Analisis data
5
Kegiatan lain
Selama bulan April
Kegiatan yang
berhubungan
dengan penelitian
seperti
penyusunan
laporan dan
konsultasi dengan
dosen pembimbing
Lampiran 2
Gambar 1. Penjual Pulpen Umur 24 Tahun
Gambar 1. Penjual Stiker umur 50 Tahun
Gambar 2. Penjual Jalangkote’ Umur 12 Tahun
Lampiran 3
BIODATA PENULIS
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Agama
Kewarganegaraan
Jenis Kelamin
Alamat
Pendidikan
: Susanti Ningsih
: Mayasari, 10 Maret 1990
: Islam
: Indonesia
: Perempuan
: Jl. Perintis Kemerdekaan 6 No.20
: Universitas Hasanuddin Tahun Ajaran 2008
sampai sekarang
MA Al-Ikhlas Pamona Selatan Tahun Ajaran 2005
MTsN Pam-Sel Tahun ajaran 2002
SDN 03 Inpres Mayoa Pam-Sel 1997
Download