FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN GIZI BURUK SERTA UPAYA PENANGANANNYA DENGAN PENDAMPINGAN POLA ASUH DAN PEMBERIAN PMT DI KOTAMADYA KEDIRI Oleh : DR. INDASAH,Ir.,M.Kes SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2010 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii KATA PENGANTAR .............................................................................. iv DAFTAR ISI .............................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix BAB 1 BAB 2 BAB 3 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konseling dalam Program KB ........................................ 7 2.2 Kontrasepsi Metode Efektif .............................................. 11 2.3 Konsep PUS ...................................................................... 30 2.4 Kerangka Konsep Penelitian ............................................. 36 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian .............................................................. 37 3.2 Kerangka Kerja ................................................................. 38 ii 3.3 Populasi, Sampel dan Sampling ........................................ 38 3.4 Kriteria Sampel ................................................................. 40 3.5 Variabel Penelitian ............................................................ 40 3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 42 3.7 Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 42 3.8 Alat Ukur yang Digunakan ............................................... 42 3.9 Tehnik Analisa Data.......................................................... 43 3.10 Etika Penelitian ................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 44 LAMPIRAN iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Metode Kontrasepsi yang Diminati (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI) Tahun 2003 dan Survey se-Jawa Timur Tahun 2000 ...................................................... 3 Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................ 41 iv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Panduan Konseling Pengaruh Konseling terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi Metode Efektif dari PUS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah gizi merupakan masalah yang pernah dialami semua negara, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Masalah gizi dijumpai akibat kekurangan berbagai jenis zat makanan. Kasus gizi kurang atau gizi buruk adalah masalah gizi yang merupakan bentuk status gizi yang rendah. Kasus gizi buruk banyak dijumpai pada anank-anak, khusunya anak balita. Karena pada masa ini adalah masa yang paling rawan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Rendahnya status gizi masyrakat dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia di suatu negara. Status gizi balita dapat dipengangaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang gizi. Rendahnya tingkat pendidikan ibu juga memberikan andil yang besar terhadap kasus gizi buruk balita yang masih sering dijumpai pada masyarakat. Pengetahuan dan pemahaman ibu yang terbatas akan mempengaruhi pola pemenuhan gizi balita. Ibu tidak paham pentingnya gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan balita, sehingga penerapan pola konsumsi makan belum sehat dan seimbang, Kasus gizi buruk balita masih dijumpai dan masih berlangsung hingga kini di Kota Kediri. Salah satu faktor utama pemicunya adalah masih rendahnya tingkat pendidikan ibu, sehingga pengetahuan dan pemahaman tentang pentingya gizi v bagi balita masih terbatas. Hal ini didukung pula pola konsumsi makan yang tidak seimbang antara balita dan orang tua. Balita masih diberikan pola konsumsi makan untuk orang dewasa. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (2029%), sangat tinggi (=>30%). Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek. Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Namun penghitungan berat badan menurut panjang badan lebih memberi arti klinis. Anak kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih seperti anak-anak lain, beraktivitas , bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy / pengecilan organ tersebut). Diagnosis kurang gizi selain ditegakkan melalui pemeriksaan antropometri ( penghitungan berat badan menurut umur /panjang badan) dapat melalui temuan klinis dijumpainya keadaan klinis gizi buruk yang dapat dibagi menjadi kondisi marasmus, kwasiorkor dan bentuk campuran (marasmik kwasiorkor). Tanda tanda marasmus adalah anak kurus, kulitnya kering, didapatkan pengurusan otot (atrophy) sedangkan kwasiorkor jika didapatkan edema ( bengkak) terutama pada punggung kaki yang tidak kembali setelah dilakukan pemijitan (pitting edema), marasmik kwasiorkor adalah bentuk klinis campuran keduanya. Pengertian di masyarakat tentang "Busung Lapar" adalah tidak tepat. Sebutan "Busung Lapar" yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada "Busung Lapar" pada umumnya sama dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. vi Moelek (2000) menyatakan bahwa pola pengasuhan mempunyai kontribusi sebesar 30% terhadap penentuan status gizi5.Adanya pengaruh ini bisa terjadi karena pola perilaku yang cenderung diikuti para anggota masyarakat dan berbagai kepercayaaan, nilai dan aturan yang diciptakan lingkungan tersebut. Pola pengasuhan anak adalah bagian dari budaya suatu kelompok dan dipengaruhi kuat oleh budaya tersebut. Dalam budaya ini sang anak bukan hanya diajar untuk membesarkan anaknya tetapi juga pada waktunya mereka nanti mau memelihara anak mereka sendiri.Dalam proses pengasuhan, Ibu yang mempunyai peran utama dalam menjalankan tugasnya membutuhkan informasi yang biasanya terkait erat dengan budaya di wilayah setempat. Dari generasi ke generasi berikutnya terjadi pengalihan simbol hinggga terbentuk suatu kebiasaan dan menjadi budaya masyarakatsetempat. Sebagai contoh, sebuah penelitian tentang perilaku pengasuhan yang telah menjadi tradisi masyarakat Desa Lero dalam memberikan pengasuhan. Terdapat 46,9% ibu tidak memberikan kolostrum dalam penelitian ini, jika dibandingkan dengan penelitian lain, 80% bayi baru lahir di Asia tidak lagi menyusu selama 24 jam pertama dan kolostrum dibuang dengan alasan kolostrum merupakan ASI yang basi dan kotor. Masih banyaknya Ibu yang membuang kolostrumnya di daerah ini karena dengan alasan takut anaknya mengalami “Coecoeyan”(dalam bahasa local) yang berarti akan selalu diikuti setan. Pesan untuk selalu membuang cairan kental berwarna kekuning kuningan sebelum anak disusui adalah informasi yang didapatkan oleh orang tua/kerabat mereka.Dari hasil penelitian tersebut dapat kita lihat bahwa ternyata masih terdapat beberapa budaya-budaya yang salah dimasyarakat dan ini tentu saja sangat berperan besar dalam kejadian gizi buruk di suatu daerah. Penyebab utama kasus gizi buruk di kota metropolitan tampaknya bukan karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder adalah gangguan peningkatan berat badan atau gagal tumbuh (failure to thrive) yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. Sedangkan penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Dari uraian diatas diketahui bahwa Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk antara lain : pendidikan ibu/pengasuh, pekerjaan bapak, pendapatan, jumlah keluarga, frekwensi makan, komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, terjadinya infeksi/sering sakit. vii Atas dasar permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai gerakan 3 dengan merumuskan dalam judul penelitian : “Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk serta upaya penangannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di kota kediri”. Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk antara lain : pendidikan ibu/pengasuh, pekerjaan bapak, pendapatan, jumlah keluarga, frekwensi makan, komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, terjadinya infeksi/sering sakit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pendidikan ibu/pengasuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 2. Apakah pekerjaan bapak, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 3. Apakah pendapatan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 4. Apakah jumlah keluarga, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 5. Apakah frekwensi makan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 6. Apakah komposisi asupan gizi seimbang, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 7. Apakah keragaman konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 8. jumlah konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 9. Apakah pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 10. Apakah terjadinya infeksi/sering sakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 11. Apakah Pendampingan pola asuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 12. Apakah Pemberian PMT berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk serta upaya penenganannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di kotamadya kediri Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh pendidikan ibu/pengasuh terhadap kejadian gizi buruk 2. Mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk 3. Mengetahui pengaruh pendapat terhadap kejadian gizi buruk 4. Mengetahui pengaruh jumlah keluarga terhadap kejadian gizi buruk viii 5. Mengetahui pengaruh frekwensi makan terhadap kejadian gizi buruk 6. Mengetahui pengaruh komposisi asupan gizi seimbang terhadap kejadian gizi buruk 7. Mengetahui pengaruh keragaman konsumsi terhadap kejadian gizi buruk 8. Mengetahui pengaruh jumlah konsumsi terhadap kejadian gizi buruk 9. Mengetahui pengaruh pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun terhadap kejadian gizi buruk 10. Mengetahui pengaruh terjadinya infeksi/sering sakit terhadap kejadian gizi buruk 11. Mengetahui pengaruh Pendampingan pola asuh terhadap kejadian gizi buruk 12. Mengetahui pengaruh Pemberian PMT terhadap kejadian gizi buruk BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Dari kurang gizi hingga busung lapar. Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit malnutrisi energiprotein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan protein. Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka manifestasi penyakitnya pun berbeda-beda. MEP ringan sering diistilahkan dengan kurang gizi. Sedangkan marasmus, kwashiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan marasmik-kwashiorkor digolongkan sebagai MEP berat. KURANG GIZI Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain: * Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun. * Ukuran lingkaran lengan atas menurun. *Maturasi tulang terlambat. * Rasioberatterhadaptinggi,normalataucenderungmenurun. *Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang. MARASMUS Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Meski masih anak-anak, wajahnya terlihat tua, sangat kurus Karena kehilangan sebagian lemak dan otot-ototnya. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah: * Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya. * Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur. ix * Beberapa diantaranya memiliki rambut yang mudah rontok. * Tulang-tulang terlihat jelas menonjol. *Sering menderita diare atau konstipasi. * Tekanandarahcenderungrendahdibandinganaknormal, dengan kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya. Tanda-tanda Marasmus: 1. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit. 2. Wajah seperti orang tua. 3. Cengeng, rewel. 4. Perut cekung. 5. Kulit keriput. 6. Sering disertai diare kronik atau susah buang air besar. KWASHIORKOR Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya: * Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif. * Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring * Anemia. * Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya. * Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red.), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya. * Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal. Tanda-tanda Kwashiorkor: 1. Edema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada punggung kaki. 2. Wajah membulat dan sembab 3. Pandangan mata anak sayu. 4. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis. 5. Rambut berwarna pirang, kusam dan mudah dicabut. x 6. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk. 7. Gangguan kulit berupa bercak merah coklat yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas. 8. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia) 9. Sering disertai infeksi, anemia dan diare/mencret. MARASMIK-KWASHIORKOR Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungangejalayangmenyertai. * Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya. * Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot. * Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan pankreas. * Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium. Tanda-tanda Marasmic-Kwashiorkor: Merupakan gabungan tanda-tanda kedua jenis tersebut diatas. GAGAL TUMBUH Selain malnutrisi energi-protein di atas, ada juga gangguan pertumbuhan yang diistilahkan dengan gagal tumbuh. Yang dimaksud dengan gagal tumbuh adalah bayi/anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya. Untuk mudahnya, pertumbuhan anak tersebut ada di bawah kurva pertumbuhan normal. Tanda-tanda lainnya adalah: Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal Hilangnya lemak di bawah kulit secara signifikan Berkurangnya massa otot Dermatitis Infeksi berulang FAKTOR PENYEBAB Secara umum masalah malnutrisi energi-protein (MEP) disebabkan beberapa faktor.Yang paling dominan adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimanapun MEP tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi.Berikut beberapa faktor penyebabnya: xi * Faktor sosial; yang dimaksud di sini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi. * Kemiskinan; sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun seringkali tak bisa terpenuhi. * Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab munculnya penyakit MEP. * Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit. Tindak pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita. Gizi buruk juga dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain : 1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. 2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam xii folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. 3. Pola makan yang salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup Sering sakit (frequent infection) Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi AKIBAT GIZI BURUK Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi ( kekurangan) asupan mikro/ makro nutien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan tubuh terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena xiii infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi ( mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3 tahun) , dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali). Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa PENTINGNYA DETEKSI DAN INTERVENSI DINI Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding" ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai. Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat badan untuk segera xiv mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli, berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik. MALNUTRISI PRIMER Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun, meskipun dapat dijumpai pada anak lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang (maturasi) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati. Anak tampak sering rewel, cengeng dan banyak menangis. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi sel otak juga terganggu yang berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat. Kematian mendadak dapat terjadi karena gangguan otot jantung. MALNUTRISI SEKUNDER Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak Tetapi karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, gangguan metabolisme, gangguan kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. xv Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, di negara maju kasusnya terjadi sekitar 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat sekitar 30 juta anak, maka diduga terdapat 300.000 – 500.000 anak yang kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak ditangani dengan baik akan jatuh dalam keadaan gizi buruk. Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan makan atau gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Tampilan klinis gangguan saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit atau sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor. Manifestasi lain yang sering menyertai adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit kering dan sangat sensitif. Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar. PENANGANAN MALNUTRISI SEKUNDER Bila kasus gizi buruk yang terjadi karena malnutrisi sekunder maka strategi penanganannya berbeda. Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Masukan data yang didapat harus cermat dan lengkap untuk menentukan apakah malnutrisi primer atau sekunder. Data yang ada harus didukung status medis, status ekonomi, pendidikan dan sosial yang akurat. Contohnya, pada keluarga tukang ojek di dapatkan satu anak gizi buruk tapi terdapat satu adiknya yang status gizinya bagus jangan langsung divonis kurang gizi akibat kemiskinan. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan. Otak anak yang bergizi buruk dan bergizi normal. otak yang dimiliki anak bergizi buruk tampak kosong, dengan rongga yang lebih besar. Sementara itu, dari suatu referensi diketahui bahwa berat otak anak berusia dua tahun lebih kurang 1.200 gram, sementara otak dewasa hanya 1.450 gram. Berarti 80 persen otak telah terbentuk di usia dini. Istilah lost generation adalah untuk menggambarkan potensi kecerdasan yang hilang akibat anak-anak menderita gizi buruk. Ketika usia sekolah nanti, mereka tidak dapat berpikir cerdas karena sel-sel otaknya tidak tumbuh maksimal. Apabila otak kosong ini diderita oleh 2,3 juta anak balita, akan lahir bangsa yang bebal di tahun-tahun yang akan datang. Derita anak bergizi buruk tentu bukan karena kesalahan mereka, melainkan salah kita semua. Kita semua telah menjelma menjadi orang bebal yang tidak pernah mau belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain. Pemerintah jangan merasa rugi memberikan bantuan makanan gratis untuk anak-anak balita ini. Merekalah calon-calon generasi muda yang akan memimpin bangsa ini. Kalau mereka dibiarkan berjuang sendiri mengatasi gizi buruk yang dideritanya, negara pantas dijuluki state xvi neglect, artinya mengabaikan kesejahteraan rakyatnya sendiri. Keluarga dikatakan kadarzi, bila dapat melaksanakan seluruh perilaku tersebut. Bila salah satu perilaku belum dapat dilaksanakan, maka keluarga tersebut belum Kadarzi Yang perlu disampaikan agar keluarga biasa makan beraneka ragam makanan 1. Pengertian aneka ragam makanan yaitu : Makan 2-3 kali sehari yang terdiri dari 4 macam kelompok bahan makanan. Dari tiap kelompok bahan makanan dan jenis yang dikonsumsi, maka makin banyak jenisnya makin baik. Adapun 4 kelompok bahan makanan tersebut adalah : 1. Makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga : beras, jagung, ubi, singkong, mie, dan lain-lain. 2. Lauk pauk, sebagai sumber zat pembangun : ikan, telur, ayam, daging, tempe, kacang-kacangan, tahu, dll. 3. Sayuran dan buah-buahan, sebagai sumber zat pengatur : bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, sawi, daun singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka, nanas dan lain-lain. 2. Manfaat makan aneka ragam makanan, yaitu : Untuk melengkapi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh agar dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan terhindar dari penyakit kekurangan gizi. 3. Akibat tidak makan aneka ragam makanan, yaitu : Tubuh kekurangan zat gizi tertentu dan lebih mudah terserang penyakit dan khusus balita pertumbuhan dan kecerdasannya terganggu. 4. Tindakan yang perlu dilakukan bila keluarga belum makan aneka ragam makanan, yaitu : 1. Jelaskan tentang pentingnya makan aneka ragam makanan pada kesehatan, pertumbuhan dan kecerdasan. 2. Memanfaatkan pekarangan disekitar rumah dengan menanam tanaman, beternak ayam, bebek, ikan dan lain-lain agar dimakan oleh anggota keluarga dan hasil pekarangan juga dapat dijual untuk menambah penghasilan keluarga. 3. Mengupayakan bantuan dari sektor pertanian, untuk mengusahakan penggunaan lahan pertanian secara gotong royong bagi keluarga yang tidak mempunyai pekarangan. 4. Anjurkan ibu untuk masak aneka ragam dengan menu yang disukai oleh anggota keluarga. Kriteria Keluarga mandiri Sadar Gizi 1. Biasa makan beraneka ragam makanan. xvii 2. Selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya (menimbang berat badan), khususnya balita dan ibu hamil. 3. Biasa menggunakan garam beryodium 4. Memberi dukungan kepada ibu melahirkan agar memberikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan. 5. Biasa makan pagi. Yang perlu disampaikan pada keluarga agar memantau pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anggota keluarganya. 1. Pengertian pertumbuhan, yaitu bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu. 2. Pengertian perkembangan, yaitu bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. 3. Pengertian memantau pertumbuhan dan perkembangan kesehatan, yaitu : mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. 4. Kegunaan memantau kesehatan dan pertumbuhan yaitu : a. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak balita. b. Mencegah memburuknya keadaan gizi c. Mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan Bayi dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya perdarahan pada saat melahirkan. d. Mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut. 5. Akibat bila tidak memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, yaitu : ¨ Tidak mengetahui perkembangan pertumbuhan bayi, anak balita dan janin secara normal. ¨ Tidak mengetahui adanya gejala penyakit pada bayi, anak balita, dan ibu hamil, misalnya kekurangan zat gizi, kegemukan, gangguan pertumbuhan janin dan gangguan kesehatan lain. 6. Tindakan yang perlu dilakukan oleh masyarakat: a. Bila keluarga belum memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya: Anjurkan kepada anggota keluarga/ibu menimbang bayi dan anak balitanya setiap bulan ke Posyandu. Bila berat badan anak turun atau tidak naik, maka anjurkan orang tua/ibu untuk memeriksakan anaknya ke Petugas kesehatan di meja 5 Posyandu atau Puskesmas terdekat. Anjurkan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya sesegera mungkin ke petugas kesehatan secara teratur, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan. Bila ibu hamil terlihat kurus, maka anjurkan ibu tersebut untuk makan 1-2 piring lebih banyak dari biasanya, dan minum tablet tambah darah setiap hari 1 tablet, sedikitnya 90 tablet selama masa kehamilan. Selain minum tablet tambah darah, xviii ibu dianjurkan makan-makanan sumber zat besi seperti : ikan, telur, tempe, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan buah-buahan. b. Bagaimana cara menemukan balita gizi buruk? Penemuan kasus balita gizi buruk dapat dimulai dari: c. Keluarga : melihat anak semakin kurus. Posyandu : penimbangan bulanan di Posyandu Penanggulangan masalah gizi tingkat keluarga: Ibu membawa anak untuk ditimbang di Posyandu secara teratur Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0 - 4 bulan Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatana anak. Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluaraga lainnya. Ibu memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila anak balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan. d. Penanggulangan masalah gizi tingkat Posyandu: Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di Posyandu serta mencatat hasil penimbangan pada KMS. Kader memberikan nasehat padaorang tua balita untuk memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0 - 4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai anak usia 2 tahun. Kader memberikan penyuluhan MP-ASI sesuai dengan usia anak serta makanan beraneka ragam untuk anggota keluarga lainnya. Bagi anaka dengan berat badan tidak naik ("T") diberikan penyuluhan gizi dan PMT Penyuluhan. Kader memberikan PMT Pemulihan bagi balita dengan "3T" dan "BGM" (Bawah Garis Merah). Kader merujuk balita ke Puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit penyerta lain. Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan balita. 7. Hal-hal lain yang perlu diketahui keluarga mengenai pertumbuhan bayi dan balitanya: (BGM) : yaitu bila berat badan bayi / balita berada di bawah Garis merah pada KMS. Ini berarti bayi / balita tersebut mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus. Gizi Buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga secara klinis terdapat dalam 3 tipe yaitu Kwashiorkor, Marasmus, dan MarasmusKwashiorkor. xix Yang perlu disampaikan pada ibu agar memberikan ASI saja ("ASI Eksklusif") pada bayi usia 0-4 bulan. 1. Pengertian pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja atau dikenal dengan istilah "ASI Eksklusif", yaitu : tidak memberikan makanan dan minuman lain selain ASI pada bayi umur 0-4 bulan. 2. Kegunaan memberikan ASI saja, yaitu : ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, murah dan mudah memberikannya pada bayi. ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan ormal pada bayi sampai berumur 4 bulan. ASI yang pertama keluar disebut kolustrum berwarna kekuningan, dan mengandung zat kekebalan untuk mencegah timbulnya penyakit. Oleh karena itu harus diberikan kepada bayi dan jangan sekali-sekali dibuang. 3. Keluarga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi 0-4 bulan. Dengan ASI mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi. Akibat tidak memberikan ASI saja pada bayi, yaitu : Bila bayi umur 0-4 bulan diberi makanan lain selain ASI, dapat terjadi gangguan alat pencernaan. Bayi tidak mempunyai ketahanan tubuh untuk mencegah penyakit. Bila bayi diberikan susu botol sering terjadi mencret, kemungkinan bayi tidak cocok dengan susu bubuk atau cara membuatnya tidak bersih, dan pengeluaran biaya rumah tangga lebih banyak. Mengurangi ikatan cinta kasih antara ibu dan anak. Yang perlu disampaikan pada keluarga agar biasa makan pagi 1. Pengertian makan/sarapan pagi, yaitu : makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Jumlah yang dimakan kurang lebih 1/3 dari makanan sehari. 2. Manfaat makan/sarapan pagi, yaitu : Untuk memelihara ketahanan tubuh, agar dapat bekerja atau belajar dengan baik. Membantu memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran. 3. Membantu mencukupi zat gizi. Akibat tidak makan pagi, yaitu : Badan terasa lemah karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk tenaga. Tidak dapat melakukan kegiatan atau pekerjaan pagi hari dengan baik. Anak sekolah tidak dapat berpikir dengan baik dan malas. xx 4. Orang dewasa hasil kerjanya menurun. Tindakan yang perlu dilakukan bila keluarga belum biasa makan pagi, yaitu : Jelaskan keuntungan seseorang bila membiasakan diri makan pagi. Anjurkan makan pagi sesuai dengan keadaan ekonomi keluarga. Gunakan bahan makanan yang tersedia dan mudah dibuat dikeluarga atau mudah didapat di daerah setempat. Berikan contoh-contoh makan pagi yang sederhana dan bergizi. A. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsepnya dapat digambarkan sebagai berikut : Ibu /pengasuh balita gizi buruk Pre pendampingan pola asuh dan pemberian PMT Post pendampingan pola asuh dan pemberian PMT Faktor yang mempengaruhi gizi buruk : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. pendidikan ibu/pengasuh, pekerjaan bapak, pendapatan, jumlah keluarga, xximakan, frekwensi komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, Keterangan : = diteliti = tidak diteliti Gambar 2.1. B. Kerangka Konsep Penelitian Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk serta upaya penangannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di kota kediri Rumusan Hipotesa 1. Pendidikan ibu/pengasuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 2. Pekerjaan bapak, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 3. Pendapatan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 4. Jumlah keluarga, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 5. Frekwensi makan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 6. Komposisi asupan gizi seimbang, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 7. Keragaman konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 8. Jumlah konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 9. Pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 10. Infeksi/sering sakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 11. Pendampingan pola asuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk 12. Pemberian PMT berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk xxii BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang di pandang sebagai cara mencari kebenaran secara ilmiah yang terdiri dari kegiatan sistemik dan terkontrol secara empirik terhadap sifat-sifat dan hubungan antara berbagai variabel yang di duga ada dalam fenomena yang diteliti. A.Rancangan Penelitian 1. Rancangan atau desain penelitian adalah petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian. Dalam penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk digunakan Rancangan penelitian analitik tipe “Cross Sectional” yang dimana penelitian menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya 1x, pada satu saat tidak ada follow up. (Nursalam; 2003) 2. Untuk mengetahui perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah dilakukan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT digunakan desain eksperimental. Pengertian desain adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Nasir, 2005 : 85). Desain penelitian yang digunakan adalah desain praeksperimental dengan desain one-group pretes-posttest. Rancangan penelitian biasanya berbentuk "before after" (Sugiono, 2008 : 299). Dalam desain ini perlakuan dikenakan pada suatu kelompok unit percobaan tertentu, kemudian diadakan pengukuran terhadap dependent variable. Desain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Pengukuran Perlakuan (Pretest) To Pengukuran (Posttest) X1 T1 B.Kerangka Kerja Tahap I Kerangka kerja adalah pertahanan (langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah) mulai dari pertahanan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu sejak awal penelitian dilaksanakan. (Nursalam; 2003). xxiii Untuk Mengetahui factor factor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk Populasi ibu/pengasuh balita gizi buruk dan tidak Simple random Sampling Pengumpulan data dengan kuisioner dan lembar observasi Sampel sebagian ibu/pengasuh balita gizi buruk dan tidak Penyajian Hasil TAHAP II Kerangka kerja untuk mengetahui kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan pendampingan PMT Ibu/pengasuh balita dan balita gizi buruk rumah tangga 21 Total sampling Kejadian Gizi buruk Pendampingan pola asuh dan pemberian PMT xxiv kejadian Gizi buruk Menganalisis perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah dilakukan pendampingan pola asuh dan pemberian PTM Out put Ada perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah dilakukan pendampingan pola asuh dan pemberian PTM Tidak ada perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah dilakukan pendampingan pola asuh dan pemberian PTM C. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Tehnik Pengambilan sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2008 : 115). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua ibu /pengasuh balita dan balita dengan gizi buruk dan gizi baik untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk . Sedangkan untuk mengetahui perbedaan kejadian gizi burtuk sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan pemberian PMT sebagai populasi yaitu ibu/pengasuh balita dan balita di kotamadya kediri 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono, 2008: 18). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah ibu /pengasuh balita dan balita dengan gizi buruk dan gizi baik untuk mengetahui factorfaktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk . Sedangkan untuk mengetahui perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan pemberian PMT sebagai sampel yaitu ibu/pengasuh balita dan balita di kotamadya kediri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 1. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003 : 96). Termasuk kriteria inklusi meliputi : 1) Ibu/pengasuh balita dan balita dengan gizi buruk di kotamadya kediri. xxv 2) Ibu/pengasuh balita yang bersedia diteliti. 2. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan / mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003 : 97). Adapun yang termasuk kriteria eksklusi antara lain : 1) Ibu/pengasuh balita yang mengalami gangguan jiwa. 2) Ibu/pengasuh balita tidak bisa membaca dan menulis. 3) Ibu/pengasuh balita yang kondisi kesehatannya memungkinkan untuk mengikuti penelitian. Teknik Sampling Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Pada penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. (Sugiyono; 2008) D. Identifikasi Variabel Variabel adalah suatu sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. (Sugiyono; 2008) TAHAP I Variabel Independen (Variabel bebas) Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen atau terikat. (Sugiyono; 2008) Pada penelitian ini variabel independennya adalah pendidikan, pekerjaan ayah, pendapatan, jumlah keluarga inti, frekwensi makan, komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi. Pemberian colostrums/asi sampai 2 tahun, pemberian makanan padat terlalu dini, infeksi/sering sakit, pola asuh, Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya veriabel bebas. (Sugiyono; 2008) Pada penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian gizi buruk. TAHAP II xxvi Variabel adalah segala sesuatu yang bentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005 : 38). Pada penelitian ini variabelnya adalah variabel tunggal yaitu kejadian gizi buruk antara sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan pemberian PMT. E. Instrumen Penelitian Instrumen pengumpulan data menurut Arikunto yang dikutip Riduwan (2009 : 24) adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah lembar observasi. F. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di kotamadya kediri yang terdapat kasus balita gizi buruk. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan observasi, 1 bulan Pendampingan pola asuh dan pemberian PMT G.Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003). Prosedur pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara acak. Ketika jumlah sampel yang diinginkan telah tercapai maka langkah selanjutnya adalah membagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sesuai dengan bentuk desain penelitian (Sukardi, 2008 : 58). H.Analisis Data Analisa data adalah teknik yang digunakan oleh peneliti dalam rangka menarik kesimpulan atau menjawab pertanyaan (tujuan) penelitian. Langkah-langkah analisa data adalah sebagai berikut. 1. Pengkajian Data (Editing) Editing adalah suatu tahapan jika data kuantitatif telah terkumpul, yakni mengorganisir atau mengelompokkan fakta dari data guna tujuan penelitian. Tahap ini lebih banyak berhubungan dengan proses pengolahan dan penataan data baik dengan cara manual maupun menggunakan peralatan elektronis yang mutakhir. Dalam penelitian proses editing dilakukan dengan seperangkat keras (hardware) berupa computer dan perangkkat lunak (software) berupa program windows exel (Dajan, 2005 : 26). xxvii 2. Pemberian Kode (Coding) Coding adalah mengidentifikasi jenis jawaban atau fakta yang memiliki karakteristik yang sama dan menyusunnya ke dalam kelompok atau kelas dinamakan klasifikasi (Dajan, 2005 : 27). Dalam hal ini pemberian kode dilakukan dengan cara : a. Pelaksanaan pendampinganpola asuh dan pemberian PMT: 1) Kode 0 : sebelum pendampinganpola asuh dan pemberian PMT 2) Kode 1 : setelah pendampinganpola asuh dan pemberian PMT b. Indikator gizi buruk : 1) Kode 1 : gizi buruk 2) Kode 0 : tidak gizi buruk 3. Analisa Data Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistemik terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya bisa di deteksi. (Kasiram M; 2003) Pengolahan data dilakukan setelah data yang terkumpul, kemudian dilakukan pengelompokan data. Dilanjutkan dengan melakukan coding, editing, scoring, dan tabulasi dengan menggunakan uji Spearmen Rank Corelation dengan tingkatan sig 0,05, analisa data menggunakan komputerisasi dengan SPSS 13.0 for windows. Analisa data yang digunakan adalah analisis komparatif yaitu suatu teknik analisis yang bertujuan mengetahui perbedaan antara variabel sebelum dan sesudah pendampinganpola asuh dan pemberian PMT. Guna mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan kejadian gizi buruk antara sebelum dan sesudah pendampinganpola asuh dan pemberian PMT dianalisis dengan uji statistik analitik parametrik karena variabel penelitian dinyatakan dalam skala data rasio. Uji statistik yang digunakan adalah uji Paired Sample T-Test (Teguh Wahyono, 2008 : 117). Uji Paired Sample T- Test merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variable dalam satu grup. Artinya analisis ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau dua sample berpasangan. I.Etika Penelitian 1.Lembar Persetujuan menjadi responden (informed consent) Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Responden yang bersedia diteliti harus menandatangani lembar persetujuan yang sudah disediakan. Jika responden tidak bersedia untuk diteliti atau menolak, maka peneliti tidak akan memaksanya dan tetap menghormati hak-hak responden. 2.Anonimity (tanpa nama) xxviii Untuk menjaga kerahasiaan responden, responden tidak mencantumkan nama untuk format pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing lembar persetujuan. 3.Confidetiality (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Kota Kediri Sebagai wilayah kota yang merupakan salah satu Pemerintah Kota yang ada di wilayah propinsi Jawa Timur, Kota Kediri terletak di wilayah selatan bagian Barat Jawa Timur. Secara geografis, Kota Kediri terletak di antara 111, 05 derajat112, 03 derajat Bujur Timur dan 7, 45 derajat-7, 55 derajat Lintang Selatan dengan luas 63, 404 Km2. Dari aspek topografi, Kota Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 040%. Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai Brantas, yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian timur sungai, meliputi Kecamatan. Kota dan kecamatan. Pesantren, sedangkan dataran tinggi terletak pada bagian barat sungai yaitu Kecamatan. Mojoroto yang mana di bagian barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m). Secara administratif, Kota Kediri berada di tengah wilayah Kabupaten Kediri dengan batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kecamatan Gampengrejo dan Kecamatan Grogol 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Kandat dan Kecamatan Ngadiluwih 3. Sebelah Timur : Kecamatan Wates dan Kecamatan Gurah 4. Sebelah Barat : Kecamatan Grogol dan Kecamatan Semen xxix Wilayah Kota Kediri, secara administratif terbagi menjadi 3 wilayah Kecamatan, yaitu : 1. Kecamatan Kota, dengan luas wilayah 14,900 Km2 terdiri dari 17 Kelurahan 2. Kecamatan Pesantren, dengan luas wilayah 23,903 Km2 tediri dari 15 Kelurahan 3. Kecamatan Mojoroto, dengan luas wilayah 24,601 Km2 tediri dari 14 Kelurahan B. Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk 1. Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap kejadian Gizi buruk Tingkat pendidikan responden dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Dari total 30 responden terdapat 0 responden yang tidak sekolah tetapi semuanya (100%) merupakan gizi kurang. Responden yang lulusan SD sejumlah 13 responden, yang gizi buruk 5 responden (16,7 %), Responden yang memiliki pendidikan SLTP berjumlah 5 responden, yang gizi buruk 2 responden (6,7%). Responden yang memiliki pendidikan SLTA berjumlah 12 responden, yang gizi buruk 7 responden (23,3%). Responden yang memiliki pendidikan Perguruan tinggi 0. Hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,782 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh perbedaan jenis pekerjaan dengan kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasar jenis pekerjaan dapat dilihat dalam tabel 8 dan gambar 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan bisa dilihat pada tabel gambar di bawah ini. Tabel. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan pendidikan_ibu SD status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total xxx SLTP Total SLTA 5 2 7 14 16,7% 6,7% 23,3% 46,7% 6 3 5 14 20,0% 10,0% 16,7% 46,7% 2 0 0 2 6,7% ,0% ,0% 6,7% 13 5 12 30 43,3% 16,7% 40,0% 100,0% Gambar Grafik Pendidikan Ibu responden 2. Pekerjaan Ayah Pekerjaan responden dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu Tidak Bekerja, Bekerja denan Penghasilan tidak tetap, bekerja dengan penghasilan tetap. Dari 30 responden yang tidak bekerja 2 responden (%) mempunyai gizi buruk 1 responden (3,3%). Responden yang bekerja dengan penghasilan tidak tetap ada 23 responden dan mempunyai gizi buruk 10 (33,3). Responden yang bekerja dengan penghasilan tetap 5 responden, yang mempunyai gizi buruk 3 responden (10%).. Untuk melihat pengaruh perbedaan jenis pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk digunakan uji Regresi linier. Hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,138 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh perbedaan jenis pekerjaan dengan kejadian xxxi gizi buruk. Distribusi responden berdasar jenis pekerjaan dapat dilihat dalam tabel gambar di bawah ini. Tabel Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total tidak bekerja 1 pekerjaan_ayah bekerja dengan bekerja dengan penghasilan penghasilan tidak tetap tetap 10 3 Total 14 3,3% 33,3% 10,0% 46,7% 1 11 2 14 3,3% 36,7% 6,7% 46,7% 0 2 0 2 ,0% 6,7% ,0% 6,7% 2 23 5 30 6,7% 76,7% 16,7% 100,0% Gambar Grafik Pendidikan Ibu responden xxxii 3. Jumlah Keluarga yang Menjadi Tanggungan Untuk sebaran jumlah tanggungan keluarga responden dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu kurang dari sama dengan 4 orang, 5 – 7 orang, lebih dari 8 orang. Responden yang memiliki tanggungan keluarga ≤ 4 berjumlah 16 responden,. Responden yang memiliki tanggungan keluarga 5 – 7 orang sebanyak 11 responden. Responden dengan tanggungan keluarga > 8 orang berjumlah 3 responden. Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,044 yang berarti bahwa ada perbedaan jumlah tanggungan keluarga terhadap kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga bisa dilihat dalam gambar di bawah ini. Gambar grafik distribusi Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga C. Data Balita dengan Gizi Kurang dan Buruk 1. Frekuensi Makan dalam sehari Untuk sebaran Frekuensi Makan dalam sehari responden dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu kurang 3 kali, , 3 kali, lebih dari 3 kali. Responden yang memiliki Frekuensi Makan dalam sehari ≤ 3 xxxiii berjumlah 3responden. Responden yang memiliki Frekuensi Makan dalam sehari 3 kali sebanyak 26 responden. Responden dengan Frekuensi Makan dalam sehari > 3 berjumlah 1 responden. Berdasarkan hasil Regresi linier didapatkan nilai p = 0,747 yang berarti bahwa Frekuensi Makan dalam sehari keluarga responden tidak mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Frekuensi Makan dalam sehari bisa dilihat dalam gambar dibawah ini. Gambar Grafik Frekuensi Makan dalam sehari 2. Komposisi Makanan Untuk sebaran Komposisi Makanan dalam sehari responden dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu lengkap dan tidak lengkap. Responden yang memiliki Komposisi Makanan Lengkap berjumlah 87 %, yang mempunyai gizi buruk ada 12 responden (40 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 12 responden (40 %). Responden yang memiliki Komposisi Makanan tidak lengkap sebanyak 13 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 2 responden (6,7 %), sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 2 responden (6,7 %).. Berdasarkan hasil xxxiv Regresi linierd idapatkan nilai p = 0,023 yang berarti bahwa perbedaan Komposisi Makanan dalam sehari keluarga responden mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Komposisi Makanan dalam sehari bisa dilihat dalam table dan gambar di bawah ini Tabel Komposisi makanan yang dimakan balita komposisi_makan 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total Total 2 lengkap 12 14 6,7% 40,0% 46,7% 2 12 14 6,7% 40,0% 46,7% 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% 4 26 30 13,3% 86,7% 100,0% Gambar Grafik Komposisi makanan yang dimakan balita 3. Keragaman Makanan xxxv Untuk sebaran Keragaman Makanan dalam sehari responden dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu beragam dan kurang beragam. Responden yang memiliki Keragaman Makanan beragam berjumlah 80 %, yang mempunyai gizi buruk ada 12 responden (40%) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 11 responden (36,7%). Responden yang memiliki Keragaman Makanan kurang beragam sebanyak 20 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 2 responden (6,7 %), sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 3 responden (10 %). Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,018 yang berarti bahwa perbedaan Keragaman Makanan dalam sehari keluarga responden mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Komposisi Makanan dalam sehari bisa dilihat dalam table dan gambar di bawah ini. Tabel keragaman makanan yang dimakan balita keragaman_makan 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total Total 2 beragam 12 6,7% 40,0% 46,7% 3 11 14 10,0% 36,7% 46,7% 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% 14 5 25 30 16,7% 83,3% 100,0% Gambar grafik keragaman makanan yang dimakan balita xxxvi 0 4. Takaran Setiap Makan Untuk sebaran Takaran Setiap Makan dalam sehari responden dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu kurang <5 sendok, , 5-10 sendoki, lebih dari 10 sendok. Responden yang memiliki Takaran Setiap Makan dalam sehari <5 berjumlah 5 responden. Responden yang memiliki Takaran Setiap Makan dalam sehari 5-10 sendok sebanyak 20 responden. Responden dengan Takaran Setiap Makan dalam sehari > 10 sendok berjumlah 5 responden. Berdasarkan hasil Regresi linier didapatkan nilai p = 0,015 yang berarti bahwa perbedaan Takaran Setiap Makan dalam sehari keluarga responden mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Takaran Setiap Makan dalam sehari bisa dilihat dalam gambar dibawah ini. Gambar Grafik takaran makanan yang dimakan balita xxxvii 5. Pemberian Colustrum waktu lahir Untuk sebaran Pemberian Colustrum waktu lahir responden dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu diberi dan tidak diberi. Responden diberi Colustrum waktu lahir berjumlah 83 %, yang mempunyai gizi buruk ada 13 responden (43,3 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 10 responden (33,3 %). Responden yang tidak diberi Colustrum waktu lahir sebanyak 17 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 1 responden (3,3 %), sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 4 responden (13,3 %). Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,002 yang berarti bahwa perbedaan Pemberian Colustrum waktu lahir tidak mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Pemberian Colustrum waktu lahir bisa dilihat dalam table dan gambar dibawah ini. Tabel pemberian colostrums pada balita Colustrum 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count xxxviii Total ya 1 13 14 3,3% 43,3% 46,7% 4 10 14 13,3% 33,3% 46,7% 0 2 2 % of Total Total Count % of Total ,0% 6,7% 6,7% 5 25 30 16,7% 83,3% 100,0% Gambar grafik pemberian colostru,m pada balita 6. Pemberian ASI Eksklusif Untuk sebaran Pemberian ASI Eksklusif responden dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu diberi dan tidak diberi. Responden diberi ASI Eksklusif berjumlah 83 %, yang mempunyai gizi buruk responden (46,7 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 14 ada 9 responden (30 %). Responden yang tidak diberi ASI Eksklusif sebanyak 17 responden, yang mempunyai Gizi buruk ada 0 responden (0%), sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 5 responden (16,7 %).. Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,024 yang berarti bahwa perbedaan Pemberian ASI Eksklusif mempengaruhi kejadian gizi xxxix buruk. Distribusi responden berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif bisa dilihat dalam table dan gambar dibawah ini. Tabel pemberian ASI Eksklusif pada balita ASI 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total ya 0 0 14 14 ,0% 46,7% 46,7% 5 9 14 16,7% 30,0% 46,7% 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% 5 25 30 16,7% 83,3% 100,0% Gambar Grafik pemberian colostrums pada balita xl Total 7. Makanan Padat Dini Untuk sebaran Pemberian Makanan Padat Dini responden dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu diberi dan tidak diberi. Responden diberi Makanan Padat Dini berjumlah 37 %, yang mempunyai gizi buruk ada 3 responden (10 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 8 responden (26,7 %). Responden yang tidak diberi Makanan Padat Dini sebanyak 63 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 11 responden (36,7 %), sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 6 responden (20 %).. Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,043 yang berarti bahwa perbedaan Pemberian Makanan Padat Dini mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Pemberian Makanan Padat Dini bisa dilihat dalam table dan gambar di bawah ini . Tabel pemberian makanan padat dini pada balita xli status_gizi buruk Makanan_padat_dini diberi makanan 0 padat dini 11 3 Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total Total 0 14 36,7% 10,0% 6 8 46,7% 14 20,0% 26,7% 46,7% 2 0 2 6,7% ,0% 6,7% 19 11 30 63,3% 36,7% 100,0% Gambar Grafik pemberian makanan padat dini pada balita 8. Penyakit Infeksi Penyerta xlii Untuk sebaran Penyakit Infeksi Penyerta responden dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu ada dan tidak ada. Responden ada Penyakit Infeksi Penyerta berjumlah 13 %, yang mempunyai gizi buruk ada 3 responden (10 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 1 responden (3,3%). Responden yang tidak ada Penyakit Infeksi Penyerta sebanyak 87 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 11 responden (36,7 %), sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 13 responden (43,3 %).. Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,739 yang berarti bahwa perbedaan Penyakit Infeksi Penyerta tidak mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Penyakit Infeksi Penyerta bisa dilihat dalam table dan gambar dibawah ini . Tabel Penyakit infeksi pada balita Penyakit_Infeksi 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total memiliki 0 11 3 14 36,7% 10,0% 46,7% 13 1 14 43,3% 3,3% 46,7% 2 0 2 6,7% ,0% 6,7% 26 4 30 86,7% 13,3% 100,0% Gambar Grafik penyakit infeksi pada balita xliii Total HASIL Uji STATISTIK DENGAN ANALISIS REGRESI LINIER Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1 Standardized Coefficients B 10,567 Std. Error 2,428 pendidikan_ibu ,081 ,290 pekerjaan_ayah -,931 ,600 jumlah_keluarga -,390 ,200 frekuensi_makan ,269 ,820 komposisi_makan -5,187 keragaman_makan (Constant) jumlah_konsumsi Colustrum t Sig. Beta 4,352 ,000 ,045 ,280 ,782 -,268 -1,553 ,138 -,361 -1,951 ,067 ,059 ,328 ,747 2,083 -1,075 -2,490 ,023 5,340 2,059 1,213 2,593 ,018 ,194 ,095 ,343 2,035 ,057 5,052 1,402 1,148 3,604 ,002 ASI -3,708 1,508 -,843 -2,459 ,024 Makanan_padat_dini -1,193 ,547 -,351 -2,181 ,043 ,324 ,959 ,067 ,338 ,739 Penyakit_Infeksi Dari hasil analisis Regresi linier diperoleh hasil bahwa factor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang adalah : komposisi makan, keragaman, colustrum, ASI, makanan padat dini Analisis Regresi Linier TAHAP II Coefficients(a) xliv Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) jumlah_keluarga B 9,857 Standardized Coefficients Std. Error 1,238 t Sig. Beta 7,960 ,000 -,333 ,155 -,308 -2,142 ,044 komposisi_makan -5,203 1,879 -1,078 -2,769 ,011 keragaman_makan 5,122 1,842 1,164 2,781 ,011 jumlah_konsumsi ,196 ,075 ,347 2,624 ,015 4,713 1,223 1,071 3,855 ,001 ASI -3,760 1,389 -,854 -2,707 ,013 Makanan_padat_dini -1,237 ,520 -,364 -2,379 ,026 Colustrum a Dependent Variable: BB Dari analisis regresi linier yang kedua diperoleh hasil bahwa factor yang berpengaruh terhadap gizi buruk dan gizi kurang adalah komposisi makan, keragaman, colustrum, ASI, makanan padat dini, jumlah keluarga dan jumlah konsumsi. D. Perkembangan Fisik Balita dengan Gizi Kurang dan Buruk selama diberikan Pendampingan pola asuh dan Pemberian PMT 1. LILA LILA Yaitu lingkar lengan balita yang diukur pada saat sebelum pemberian PMT dan setelah pemberian PMT selama 1 bulan. Dari grafik dapat dilihat perkembangan LILA masing masing balita sebelum diberi PMT sampai selesai diberikan PMT adalah sebagai berikut. xlv a. Balita Usia < 1 tahun b. Balita Usia 1 – 2 tahun c. Balita Usia 2 – 3 tahun xlvi d. Balita Usia 3 – 4 tahun e. Balita > 4 tahun xlvii 2. Tinggi Badan a. Balita Usia < 1 tahun b. Balita Usia 1 – 2 tahun xlviii c. Balita Usia 2 – 3 tahun d. Balita Usia 3 – 4 tahun xlix e. Balita > 4 tahun 3. Berat badan Perkembangan berat badan balita sebelum dilakukan pemberian PMT sampai selesai pemberian PMT dapat dilihat pada grafik dibawah ini : a. Balita Usia < 1 tahun l Safira sakit demam selama 4 hari,Frisa tidak naik berat badan selain karena dirawat nenek dan tante juga sulit makan hanya mengutamakan susu formula dan sakit (gizi baik) b. Balita Usia 1 – 2 tahun Dava Salsabila makan banyak tidur malam malam pernah dapat susu, Ahmad Fajar rewel senang mainjarang tidur dan susah makan, M.Nur Fadilah sering sariawan dan sakit diare.Naswa lahir prematur bapaknya kuli bangunan, li c. Balita Usia 2 – 3 tahun Elvina sering main makanan yang dimakan kurang bersih lingkungan rumah kotor,Septi sakit,Devi ayu ,makannya susah sukanya bayam, Rahmadani sakit selama 4 hari. d. Balita Usia 3 – 4 tahun Ryo setiawan mempunyai penyakit flak paru paru,Ilham diasuh tantenya banyak main bapaknya meninggal ibu kerja di GG, Nilam Cahyani aktif jarang tidur senang makan, Abil setiawan rewel jarang tidur makannya banyak,Fara susah makan lii e. Balita > 4 tahun Eka Pratama sakit susah makan suka chiki/makanan ringan.Ferdi diasuh nenek ortu di luar kota sering main, Anggi suka makanan tak bergizi misalnya krupuk pakai kecap (gizi buruk) Agnes Dewi BB turun karena sakit, Mahendra aktivitas banyak tidak suka daging E. Pengaruh Pemberian PMT terhadap Pertumbuhan Balita (LILA, Tinggi badan, Berat Badan) Paired Samples Statistics Pair 1 Pair 2 Pair 3 N Std. Error Mean ,27390 lilapre Mean 13,4200 30 Std. Deviation 1,50021 lilapost 14,1067 30 ,92771 ,16938 pjpre 82,8600 30 7,18262 1,31136 pjpost 83,6100 30 7,17949 1,31079 bb_pre 9,9600 30 1,66808 ,30455 bb_post 10,6600 30 1,76119 ,32155 Paired Samples Test Paired Differences Pair 1 Pair 2 Pair 3 lilapre - lilapost pjpre - pjpost bb_pre bb_post Mean -,68667 -,75000 Std. Deviation 1,25965 1,06601 Std. Error Mean ,22998 ,19463 -,70000 ,47416 ,08657 95% Confidence Interval of the Difference -1,15703 -,21631 -1,14806 -,35194 -,87705 -,52295 t -2,986 -3,854 29 29 ,006 ,001 -8,086 29 ,000 Dari analisiss data datat dilihat Ada perbedaan lila sebelum diberikan PMT dengan sesudah diberikan PMT dengan nilai sig 0,006. Ada perbedaan Tinggi liii Sig. (2tailed) df Badan sebelum diberikan PMT dengan sesudah diberika PMT dengan nilai Sig 0,001. Ada perbedaan Berat Badan sebelum diberikan PMT dengan sesudah diberikan PMT dengan nilai Sig 0,000. BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh pendidikan ibu/pengasuh terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan bantuan SPSS dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,782 (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada keterkaitan antara Pendidikan ibu/pengasuh dengan kejadian gizi buruk. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Menurut Y.B. Mantra yang dikutip oleh Notoatmojo (1985) Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk ikut serta dalam pembangunan kesehatan, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001). Menurut Koencoroningrat (1997) dalam Mubarak (2005) atau makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. liv Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara Pendidikan ibu/pengaruh dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan secara teori makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, namun untuk kejadian gizi buruk ini ternyata pendidikan tidak mempengaruhi kejadian gizi buruk sehingga hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak menjamin terlepas dari masalah gizi buruk. 5.2 Pengaruh pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan bantuan SPSS dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,138 (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada keterkaitan antara Pekerjaan orang tua dengan kejadian gizi buruk. Menurut Thomas (1996) dalam Nursalam dan Pariani (2001) pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara Pekerjaan dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Dalam penelitian ini pengkategorian jenis pekerjaan hanya dibagi 3 kategori yaitu tidak bekerja, bekerja tidak tetap dan bekerja tetap sehingga disini tidak ada perbeaan jenis pekerjaan karena tidak menutup kemungkinan yang bekerja tetappun belum tentu mencukupi kebutu8han gizi balita. 5.3. Pengaruh jumlah keluarga terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan , dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,044 (lebih besar dari 0,05).Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara jumlah keluarga dengan kejadian gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa n jumlah keluarga mempengaruhi kejadian gizi buruk lv 5.4. Pengaruh frekwensi makan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan ,dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,05).Maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada keterkaitan antara Frekwensi makan dengan kejadian gizi buruk. Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara frekwensi makan dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita tidak terdapat perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang. 5.5. Pengaruh komposisi asupan gizi seimbang terhadap kejadian gizi buruk dan gizi Kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,023 (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara komposisi asupan gizi dengan kejadian gizi buruk. Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding lvi terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara komposisi asupan dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Sehingga Dengan asupan makanan angka Kejadian gizi buruk pada balita terdapat perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang. 5.6. Pengaruh keragaman konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang. Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan, dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,018 (lebih besar dari 0,05) artinya terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara keragaman konsumsi dengan kejadian gizi buruk. Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita terdapat perbedaan yang signifikan dengan adanya keragaman konsumsi balita bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang. 5.7. Pengaruh jumlah konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan, dengan α= 0,05 setelah perhitungan kedua didapatkan didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,15 (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada pengaruh antara juml;ah konsumsi dengan kejadian gizi buruk. Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita terdapat perbedaan yang signifikan dengan jumlah konsumsi yang berbeda bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang. 5.8. Pengaruh pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan, dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,02 untuk colustrum dan 0,024 untuk ASI (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara pemberian colustrum dan lvii pemberian ASI dengan kejadian gizi buruk. Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita terdapat perbedaan yang signifikan dengan pemberian colustrum dan pemberian ASI bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang. 5.9. Pengaruh terjadinya infeksi/sering sakit terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,739 (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada keterkaitan antara terjadinya infeksi dengan kejadian gizi buruk. Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit. Infeksi Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara infeksi dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita tidak terdapat perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang. 5.10. Pengaruh Pendampingan pola asuh terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang. lviii Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup. 5.11. Pengaruh Pemberian PMT terhadap LILA,Tinggi Badan dan Berat Badan Balita gizi buruk dan gizi kurang. Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0.006 LILA, 0.001 Tinggi Badan, 0,000 Berat badan. (lebih kecil dari 0,05) Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara Pemberian PMT dengan kejadian pertumbuhan LILA, Tinggi Badan dan Berta Badan. Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita bias diminimalisir dengan pemberian PMT. lix BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Tidak ada pengaruh pendidikan ibu/pengasuh terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 2. Tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 3. Ada pengaruh jumlah keluarga terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 4. Tidak ada pengaruh frekwensi makan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 5. Ada pengaruh komposisi asupan gizi seimbang terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang. 6. Ada pengaruh keragaman konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 7. pengaruh jumlah konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 8. Ada pengaruh pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 9. Tidak ada pengaruh terjadinya infeksi/sering sakit terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang 10. Ada pengaruh Pendampingan pola asuh dan Pemberian PMT terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang B. SARAN Gizi buruk dan Gizi Kurang dapat diatasi dengan melakukan Tindak bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang lx tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita. Dari hasil penelitian hampir semua penderita gizi buruk pada kondisi sasial ekonomi yang sangat memprihatinkan. Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen feeding" ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai. Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturutturut tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli, berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik. lxi DAFTAR PUSTAKA Andersen. P.P, Pelletier,D., dan Alderman,H.(edit),1995. Child Growth of Children : What Works. Rationale and Guidance for Program. The World Bank.Washington. Ali Khomsan, 2006, Gizi Buruk dan Bangsa Yang Bebal Arifasno Napu, 2008, Penerapan Ilmu Gizi berbasis makanan khas daerah pada pendidikan formal, Indonesion nutrition network Antonius Wiwan Koban, 2008, Sinar Harapan, 14 April 2008 Budhipramono, 2008, Pengaruh faktor Sosial Ekonomi dan Demografi Terhadap Status Gizi Buruk Carriere,R,C.2000.Revitalizing and Optimizing Posyandu.Growth Monitoring and Promotion. Makalah.Unicef.Jakarta Dwi Oetomo, 2007, Gizi Buruk Balita Di Surakarta Dikaji Dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola Konsumsi Makan Balita Gabr,M.,2001.IUNS in the Twenty century on the shoulders of the Twentieth Century giants of nutrition. VIIth International Congress of Nutrition 27 – 29 Agustus 2001 Griffiths,M.,Dickin,K.,Favin,M.1996.Promoting the Growth of Children : What Works. Rationale and Guidance for Programs. The Word Bank.Washington Judarwanto,W., 2008 Gizi buruk tidak selalu tidak mampu kontrofersi gizi buruk di kota metropolitan Lorensius, Memulihkan Gizi Anak Dalam Waktu 30 hari Nurpudji, Web: www.net dan linknya Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta, Salemba Medika Risduwan (2009 : 24), . Metode dan Teknik Menyusun Tesis.Bandung, Alfabeta lxii Soekirman, Perlu Paradigma baru untuk menanggulangi masalah gizi makro di indonesia Sudikno , 2005, Studi Analisis kinerja Tenaga Penanggulangan Balita Gizi Buruk Pelasnana Gizi (TPG) Puskesma dalam Sugiyono, 2005 : 38, Statistik untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta Sugiyono; 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta Yetty Nancy, Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang, Tempo, selasa 20 Desember 2005 . Lampiran 1 : INFORMED CONSENT Saya sebagai Peneliti STIKes Surya Mitra Husada Kediri akan melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Gizi Buruk serta upaya penanganannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di Kotamadya Kediri”. Adapun Tujuan Dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, jumlah keluarga, frekwensi makan, komponen asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, Pemberian ASI ekssklusif, infeksi, pendampingan pola asuh dan pemberian PMT terhadap kejadian GIZI buruk pada Balita. Dalam hal ini saya mengharapkan Bapak/ Ibu bersedia untuk kami jadikan responden dan mengijinkan putra/putri Bapak/Ibu untuk kami berikan PMT dan pendampingan pola asuhi. Dan mengenai identitas atau data akan dirahasiakan oleh peneliti. Demikian informasi penelitian ini saya buat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Kediri,......................20... Peneliti lxiii (TIM) lxiv LEMBAR PERSETUJUAN PENDAMPINGAN POLA ASUH DAN PEMBERIAN PMT Bahwa saya menyatakan bersedia berperan serta dalam penelitian ini dengan menyetujui dijadikan sebagai obyek penelitian dengan mengijinkan putra/putri saya untuk diberi pendampingan pola asuh dan pemberian PMT. Sebelum mengisi form saya diberi keterangan / penjelasan mengenai tujuan penelitian ini, dan saya telah mengerti bahwa penulis akan merahasiakan identitas, data maupun informasi yang diberikan. Apabila ada pernyataan yang menimbulkan respon emosional yang tidak nyaman, maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian tanpa resiko apapun. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela dan tanpa ada unsur paksaan dari siapapun. Kediri, ( 20 Responden ) INSTRUMEN PENELITIAN Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Gizi Buruk serta upaya penanganannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di Kotamadya Kediri No. Responden : .............................. A. DATA UMUM 1. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. PT 2. Jenis Pekerjaan a. Tidak bekerja b. Bekerja tidak tetap c. Bekerja tetap lxv 3. Jumlah Keluarga a. < 4 b. 4 - 6 c. > 6 4. Frekwensi makan a. < 3 kali b. 3 kali c. > 3 kali 5. Komposisi Makanan a. Tidak lengkap b. Lengkap c. 6. Keragaman konsumsi a. Tidak Beragam b. Beragam 7. Jumlah konsumsi a. Sesuai takaran b. Tidak sesuai takanan 8. Colustrum/asi a. Tidak diberi ASI selama 6 bulan b. Diberi ASI selama 6 bulan 9. Makanan Padat Dini a. Diberi MPASI sebelum 6 bulan b. Tidak diberi MPASI sebelum 6 bulan. 10.Penyakit Infeksi a. Ada b. Tidak B. LEMBAR OBSERVASI No. 1. Uraian Berat Badan lxvi 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Tinggi Badan LILA Lampiran 2 Data balita gizi buruk kotamadya kediri januari 2009 No Nama JK 1 Yonathan Putra (gizi buruk temporer) PMTP/SGM3,motivasi Mahendra Ferdian Indra (gizi buruk) penyuluhan Agnes Dewi (KEP berat) SGM 3 Satrio Utomo (gizi buruk) entrasol SGM2 (lama) 2 3 4 5 BB (kg) 9,5 ORTU KEL. L umur (bln) 30 bl Gidion/juwariyah Sukorame/bandar lor L L 44 59 9,1 12 Mulyadi/dewi Suprianto Sukorame RT32/RW10 Setono pande RT1/RW4 P 43 Yoyok/Haryuni Jl. Mangga 3 Kaliombo L 23 10,3 BL 1,8 6,6 Zaelani/Sunarsih Tempurejo RT14/RWV lxvii 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Rindi Tri Wahyu Aldi Pratama (Gizi buruk) SGM2 Biscuit (lama) Anggi Eka Ruliana Fatiyurah Nilam Cahyanai Riki Riko P L 60 18 10,9 6,6 Endi/Rumini Imam Choiri/Damiyati Bawang RT2/RW2 Ngletih RT14/RW3 P P P L L 40 37 25 21 21 9,2 9,4 7,1 7 7 Nina/Ruly Mujais/tarbiyatun Irwansyah/Yuli Wahyu/lilis Wahyu/lilis Semampir rT7/RW5 Ngadirejo RT2/RW1 Dandangan RT1/RW12 Dandangan RT2/RW12 Dandangan RT2/RW12 Assyfa (Gizi buruk temporer) PMTP/SGM3, motivasi Randu(gizi buruk temporer) PMTP/SGM3, motivasi Ayu Setiowati (gizi kurang) SGM Abil Setiawan(gizi kurang) SGM Tia Putra(gizi Buruk) SGM Vrissa(gizi kurang) SGM Iswatun Khasanah(gizi kurang) SGM Lora Indah(gizi kurang) SGM Damayanti Icha (gizi buruk) SGM Reva Selvi Dava Salsabela Konsum (KEP berat) SGM 3 Titis Sasmita (KEP berat) SGM 3 P 23 7 Ranindra/Irawati Bujel RT01/03 L 17 7,7 Sirin/Sri bunga Sukorame RT 12/03 P 19 8,2 Nungki Dinar PasarMrican RT05/04 L 31 11,1 Rukminingsih Mrican Rt02/04 L 17 6,7 Siti M P 16 7,5 Karmiasih P 30 10 Jl Gatot Subroto 95 rt05/03Mrican Semanding No 6 Rt1/3Mrican Mrican Rt 06/06 P 18 8 Nurkhasanah Ngampel rt8/2Mrican P 36 9,3 Susiana/gunawan Ngampel Jl Seruni rt 27 Mrican Semampir RT9/RWI Semampir RT 18/RW2 Semampir RT20/RW3 Ngronggo Rejomulyo L 42 9,1 Sophiah Endah Indah Purwanti Tn. Susasnto P 42 9 Ny.Eny TABULASI SILANG status_gizi * pendidikan_ibu Crosstabulation pendidikan_ibu SD status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total SLTP Total SLTA 5 2 7 14 16,7% 6,7% 23,3% 46,7% 6 3 5 14 20,0% 10,0% 16,7% 46,7% 2 0 0 2 6,7% ,0% ,0% 6,7% 13 5 12 30 43,3% 16,7% 40,0% 100,0% status_gizi * pekerjaan_ayah Crosstabulation lxviii status_gizi buruk Count tidak bekerja 1 % of Total kurang 3,3% Count % of Total baik % of Total 10,0% 11 2 14 36,7% 6,7% 46,7% 0 2 0 2 ,0% 6,7% ,0% 6,7% 2 23 5 30 6,7% 76,7% 16,7% 100,0% status_gizi * komposisi_makan Crosstabulation komposisi_makan 0 status_gizi buruk % of Total kurang baik lengkap 12 14 6,7% 40,0% 46,7% Count % of Total 2 12 14 6,7% 40,0% 46,7% Count 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% 4 26 30 13,3% 86,7% 100,0% % of Total Total Count % of Total Total 2 Count status_gizi * keragaman_makan Crosstabulation keragaman_makan 0 status_gizi buruk % of Total kurang baik beragam 12 6,7% 40,0% 3 11 14 10,0% 36,7% 46,7% Count % of Total Count % of Total Total Count % of Total Total 2 Count 0 14 46,7% 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% 5 25 30 16,7% 83,3% 100,0% status_gizi * Colustrum Crosstabulation Colustrum 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total 14 46,7% 1 Count % of Total 33,3% Total 3,3% Count Total pekerjaan_ayah bekerja dengan bekerja dengan penghasilan penghasilan tidak tetap tetap 10 3 Total ya 1 13 14 3,3% 43,3% 46,7% 4 10 14 13,3% 33,3% 46,7% 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% lxix Total Count % of Total 5 25 30 16,7% 83,3% 100,0% status_gizi * ASI Crosstabulation ASI 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik 0 14 14 ,0% 46,7% 46,7% 5 9 14 30,0% 46,7% Count 0 2 2 ,0% 6,7% 6,7% 5 25 30 16,7% 83,3% 100,0% Count % of Total ya 0 16,7% % of Total Total Total status_gizi * Makanan_padat_dini Crosstabulation status_gizi buruk Count % of Total kurang Total 14 10,0% 8 14 20,0% 26,7% 46,7% 46,7% 2 0 2 6,7% ,0% 6,7% Count % of Total 0 6 Count % of Total Total 36,7% Count % of Total baik Makanan_padat_dini diberi makanan 0 padat dini 11 3 19 11 30 63,3% 36,7% 100,0% status_gizi * Penyakit_Infeksi Crosstabulation Penyakit_Infeksi 0 status_gizi buruk Count % of Total kurang Count % of Total baik Count % of Total Total Count % of Total Total memiliki 0 11 3 14 36,7% 10,0% 46,7% 13 1 14 43,3% 3,3% 46,7% 2 0 2 6,7% ,0% 6,7% 26 4 30 86,7% 13,3% 100,0% HASIL REGRESI LINIER TAHAP I Var Independent semua Coefficients(a) lxx Unstandardized Coefficients Model 1 Standardized Coefficients B 10,567 Std. Error 2,428 pendidikan_ibu ,081 ,290 pekerjaan_ayah -,931 ,600 jumlah_keluarga -,390 ,200 -,361 (Constant) frekuensi_makan t Sig. Beta 4,352 ,000 ,045 ,280 ,782 -,268 -1,553 ,138 -1,951 ,067 ,269 ,820 ,059 ,328 ,747 komposisi_makan -5,187 2,083 -1,075 -2,490 ,023 keragaman_makan 5,340 2,059 1,213 2,593 ,018 ,194 ,095 ,343 2,035 ,057 jumlah_konsumsi Colustrum 5,052 1,402 1,148 3,604 ,002 ASI -3,708 1,508 -,843 -2,459 ,024 Makanan_padat_dini -1,193 ,547 -,351 -2,181 ,043 ,324 ,959 ,067 ,338 ,739 Penyakit_Infeksi YANG BERPENGARUH TERHADAP Status Gizi adalah : komposisi makan, keragaman, colustrum, ASI, makanan padat dini TAHAP II Var Independent : yang signifikan ditambah dengan jumlah keluarga, jumlah konsumsi Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) jumlah_keluarga B 9,857 Standardized Coefficients Std. Error 1,238 t Sig. Beta 7,960 ,000 -,333 ,155 -,308 -2,142 ,044 komposisi_makan -5,203 1,879 -1,078 -2,769 ,011 keragaman_makan 5,122 1,842 1,164 2,781 ,011 jumlah_konsumsi ,196 ,075 ,347 2,624 ,015 4,713 1,223 1,071 3,855 ,001 ASI -3,760 1,389 -,854 -2,707 ,013 Makanan_padat_dini -1,237 ,520 -,364 -2,379 ,026 Colustrum a Dependent Variable: BB lxxi