isi gizi buruk - Stikes Surya Mitra Husada Kediri

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
GIZI BURUK SERTA UPAYA PENANGANANNYA DENGAN
PENDAMPINGAN POLA ASUH DAN PEMBERIAN PMT DI
KOTAMADYA KEDIRI
Oleh :
DR. INDASAH,Ir.,M.Kes
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2010
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
ix
BAB 1
BAB 2
BAB 3
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang .................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian .............................................................
5
1.4
Manfaat Penelitian ..........................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konseling dalam Program KB ........................................
7
2.2
Kontrasepsi Metode Efektif ..............................................
11
2.3
Konsep PUS ......................................................................
30
2.4
Kerangka Konsep Penelitian .............................................
36
METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian ..............................................................
37
3.2
Kerangka Kerja .................................................................
38
ii
3.3
Populasi, Sampel dan Sampling ........................................
38
3.4
Kriteria Sampel .................................................................
40
3.5
Variabel Penelitian ............................................................
40
3.6
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................
42
3.7
Prosedur Pengumpulan Data .............................................
42
3.8
Alat Ukur yang Digunakan ...............................................
42
3.9
Tehnik Analisa Data..........................................................
43
3.10 Etika Penelitian .................................................................
43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
44
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Metode Kontrasepsi yang Diminati (Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia/SDKI) Tahun 2003 dan Survey
se-Jawa Timur Tahun 2000 ......................................................
3
Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................
41
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Panduan Konseling Pengaruh Konseling terhadap Pemilihan Alat
Kontrasepsi Metode Efektif dari PUS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masalah gizi merupakan masalah yang pernah dialami semua negara,
terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Masalah gizi dijumpai akibat
kekurangan berbagai jenis zat makanan. Kasus gizi kurang atau gizi buruk adalah
masalah gizi yang merupakan bentuk status gizi yang rendah. Kasus gizi buruk
banyak dijumpai pada anank-anak, khusunya anak balita. Karena pada masa ini
adalah masa yang paling rawan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Rendahnya status gizi masyrakat dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya
manusia di suatu negara. Status gizi balita dapat dipengangaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya yaitu kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang gizi.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu juga memberikan andil yang besar terhadap
kasus gizi buruk balita yang masih sering dijumpai pada masyarakat. Pengetahuan
dan pemahaman ibu yang terbatas akan mempengaruhi pola pemenuhan gizi
balita. Ibu tidak paham pentingnya gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan
balita, sehingga penerapan pola konsumsi makan belum sehat dan seimbang,
Kasus gizi buruk balita masih dijumpai dan masih berlangsung hingga kini di
Kota Kediri. Salah satu faktor utama pemicunya adalah masih rendahnya tingkat
pendidikan ibu, sehingga pengetahuan dan pemahaman tentang pentingya gizi
v
bagi balita masih terbatas. Hal ini didukung pula pola konsumsi makan yang tidak
seimbang antara balita dan orang tua. Balita masih diberikan pola konsumsi
makan untuk orang dewasa.
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat
sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5
juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi
gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (2029%), sangat tinggi (=>30%). Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi
dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk
13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab
kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek.
Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara
berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang
telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik.
Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi
buruk. Namun penghitungan berat badan menurut panjang badan lebih memberi arti klinis. Anak
kurang gizi pada tingkat ringan dan atau sedang masih seperti anak-anak lain, beraktivitas ,
bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus dan
staminanya mulai menurun. Pada fase lanjut (gizi buruk) akan rentan terhadap infeksi, terjadi
pengurusan otot, pembengkakan hati, dan berbagai gangguan yang lain seperti misalnya
peradangan kulit, infeksi, kelainan organ dan fungsinya (akibat atrophy / pengecilan organ
tersebut).
Diagnosis kurang gizi selain ditegakkan melalui pemeriksaan antropometri (
penghitungan berat badan menurut umur /panjang badan) dapat melalui temuan klinis dijumpainya
keadaan klinis gizi buruk yang dapat dibagi menjadi kondisi marasmus, kwasiorkor dan bentuk
campuran (marasmik kwasiorkor). Tanda tanda marasmus adalah anak kurus, kulitnya kering,
didapatkan pengurusan otot (atrophy) sedangkan kwasiorkor jika didapatkan edema ( bengkak)
terutama pada punggung kaki yang tidak kembali setelah dilakukan pemijitan (pitting edema),
marasmik kwasiorkor adalah bentuk klinis campuran keduanya.
Pengertian di masyarakat tentang "Busung Lapar" adalah tidak tepat. Sebutan "Busung Lapar"
yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan pangan dalam kurun waktu
tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan,
yang pada akhirnya berdampak pada kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini
terjadi pada semua golongan umur. Tanda-tanda klinis pada "Busung Lapar" pada umumnya sama
dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor.
vi
Moelek (2000) menyatakan bahwa pola pengasuhan mempunyai
kontribusi sebesar 30% terhadap penentuan status gizi5.Adanya pengaruh ini bisa
terjadi karena pola perilaku yang cenderung diikuti para anggota masyarakat dan
berbagai kepercayaaan, nilai dan aturan yang diciptakan lingkungan tersebut.
Pola pengasuhan anak adalah bagian dari budaya suatu kelompok dan dipengaruhi
kuat oleh budaya tersebut. Dalam budaya ini sang anak bukan hanya diajar untuk
membesarkan anaknya tetapi juga pada waktunya mereka nanti mau memelihara
anak mereka sendiri.Dalam proses pengasuhan, Ibu yang mempunyai peran utama
dalam menjalankan tugasnya membutuhkan informasi yang biasanya terkait erat
dengan budaya di wilayah setempat. Dari generasi ke generasi berikutnya terjadi
pengalihan simbol hinggga terbentuk suatu kebiasaan dan menjadi budaya
masyarakatsetempat. Sebagai contoh, sebuah penelitian tentang perilaku
pengasuhan yang telah menjadi tradisi masyarakat Desa Lero dalam memberikan
pengasuhan. Terdapat 46,9% ibu tidak memberikan kolostrum dalam penelitian
ini, jika dibandingkan dengan penelitian lain, 80% bayi baru lahir di Asia tidak
lagi menyusu selama 24 jam pertama dan kolostrum dibuang dengan alasan
kolostrum merupakan ASI yang basi dan kotor. Masih banyaknya Ibu yang
membuang kolostrumnya di daerah ini karena dengan alasan takut anaknya
mengalami “Coecoeyan”(dalam bahasa local) yang berarti akan selalu diikuti
setan. Pesan untuk selalu membuang cairan kental berwarna kekuning kuningan
sebelum anak disusui adalah informasi yang didapatkan oleh orang tua/kerabat
mereka.Dari hasil penelitian tersebut dapat kita lihat bahwa ternyata masih
terdapat beberapa budaya-budaya yang salah dimasyarakat dan ini tentu saja
sangat berperan besar dalam kejadian gizi buruk di suatu daerah.
Penyebab utama kasus gizi buruk di kota metropolitan tampaknya bukan karena masalah
ekonomi atau kurang pengetahuan. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh
malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder adalah gangguan peningkatan berat badan atau gagal
tumbuh (failure to thrive) yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak.
Sedangkan penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan.
Dari uraian diatas diketahui bahwa Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk
antara lain : pendidikan ibu/pengasuh, pekerjaan bapak, pendapatan, jumlah keluarga, frekwensi
makan, komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, pemberian
colostrum/asi sampai 2 tahun, terjadinya infeksi/sering sakit.
vii
Atas dasar permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai
gerakan 3 dengan merumuskan dalam judul penelitian : “Faktor faktor yang mempengaruhi
kejadian gizi buruk serta upaya penangannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian
PMT di kota kediri”. Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk antara lain :
pendidikan ibu/pengasuh, pekerjaan bapak, pendapatan, jumlah keluarga, frekwensi makan,
komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, pemberian colostrum/asi
sampai 2 tahun, terjadinya infeksi/sering sakit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1.
Apakah pendidikan ibu/pengasuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
2.
Apakah pekerjaan bapak, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
3.
Apakah pendapatan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
4.
Apakah jumlah keluarga, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
5.
Apakah frekwensi makan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
6.
Apakah komposisi asupan gizi seimbang, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
7.
Apakah keragaman konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
8.
jumlah konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
9.
Apakah pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
10. Apakah terjadinya infeksi/sering sakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
11. Apakah Pendampingan pola asuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
12. Apakah Pemberian PMT berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk serta upaya
penenganannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di kotamadya
kediri
Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh pendidikan ibu/pengasuh terhadap kejadian gizi buruk
2. Mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk
3. Mengetahui pengaruh pendapat terhadap kejadian gizi buruk
4. Mengetahui pengaruh jumlah keluarga terhadap kejadian gizi buruk
viii
5. Mengetahui pengaruh frekwensi makan terhadap kejadian gizi buruk
6. Mengetahui pengaruh komposisi asupan gizi seimbang terhadap kejadian gizi buruk
7. Mengetahui pengaruh keragaman konsumsi terhadap kejadian gizi buruk
8. Mengetahui pengaruh jumlah konsumsi terhadap kejadian gizi buruk
9. Mengetahui pengaruh pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun terhadap kejadian gizi buruk
10. Mengetahui pengaruh terjadinya infeksi/sering sakit terhadap kejadian gizi buruk
11. Mengetahui pengaruh Pendampingan pola asuh terhadap kejadian gizi buruk
12. Mengetahui pengaruh Pemberian PMT terhadap kejadian gizi buruk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Dari kurang gizi hingga
busung lapar. Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit malnutrisi energiprotein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan protein. Bergantung pada
derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka manifestasi penyakitnya pun berbeda-beda.
MEP ringan sering diistilahkan dengan kurang gizi. Sedangkan marasmus, kwashiorkor (sering
juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan marasmik-kwashiorkor digolongkan sebagai
MEP berat.
KURANG
GIZI
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara
berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak
tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80%
dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
* Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
* Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
*Maturasi tulang terlambat.
* Rasioberatterhadaptinggi,normalataucenderungmenurun.
*Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
MARASMUS
Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Meski masih anak-anak,
wajahnya terlihat tua, sangat kurus Karena kehilangan sebagian lemak dan otot-ototnya. Penderita
marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium
yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa
lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
* Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
* Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
ix
* Beberapa diantaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
* Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
*Sering menderita diare atau konstipasi.
* Tekanandarahcenderungrendahdibandinganaknormal, dengan kadar hemoglobin
yang juga lebih rendah dari semestinya.
Tanda-tanda Marasmus:
1.
Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
2.
Wajah seperti orang tua.
3.
Cengeng, rewel.
4.
Perut cekung.
5.
Kulit keriput.
6.
Sering disertai diare kronik atau susah buang air besar.
KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak
penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh
di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini.
Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya:
* Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut
anak terlihat sangat pasif.
* Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring
* Anemia.
* Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya.
* Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (perdarahan kecil
yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red.), yang
lambat laun kemudian menghitam. Setelah
mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit
sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
* Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin
dan kenyal.
Tanda-tanda Kwashiorkor:
1.
Edema umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada punggung kaki.
2.
Wajah membulat dan sembab
3.
Pandangan mata anak sayu.
4.
Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis.
5.
Rambut berwarna pirang, kusam dan mudah dicabut.
x
6.
Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk.
7.
Gangguan kulit berupa bercak merah coklat yang meluas dan berubah menjadi hitam
terkelupas.
8.
Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
9.
Sering disertai infeksi, anemia dan diare/mencret.
MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit
ini
merupakan
gabungan
dari
marasmus
dan
kwashirkor
dengan
gabungangejalayangmenyertai.
* Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua
penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
* Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
* Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolik seperti
gangguan pada ginjal dan pankreas.
* Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan
fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Tanda-tanda Marasmic-Kwashiorkor:
Merupakan gabungan tanda-tanda kedua jenis tersebut diatas.
GAGAL TUMBUH
Selain malnutrisi energi-protein di atas, ada juga gangguan pertumbuhan yang
diistilahkan dengan gagal tumbuh. Yang dimaksud dengan gagal tumbuh adalah bayi/anak
dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya. Untuk
mudahnya, pertumbuhan anak tersebut ada di bawah kurva pertumbuhan normal. Tanda-tanda
lainnya adalah:

Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal

Hilangnya lemak di bawah kulit secara signifikan

Berkurangnya massa otot

Dermatitis

Infeksi berulang
FAKTOR PENYEBAB
Secara umum masalah malnutrisi energi-protein (MEP) disebabkan beberapa faktor.Yang
paling dominan adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimanapun MEP
tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi.Berikut beberapa faktor penyebabnya:
xi
* Faktor sosial; yang dimaksud di sini adalah rendahnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi
makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi.
* Kemiskinan; sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di
negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan
paling mendasar, yaitu pangan pun seringkali tak bisa terpenuhi.
* Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi
penyebab munculnya penyakit MEP.
* Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi.
Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin
memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya
beragam penyakit.
Tindak pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari.
Misalnya ketersediaan pangan yang tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli
bahan pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita.
Gizi buruk juga dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab
anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit /
terkena infeksi.
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
1.
Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi.
Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi
yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan
tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan
bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan
merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi
berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi
persentasi anak yang kekurangan gizi.
2.
Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak
tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan
kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya
cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
xii
folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat
disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
3.
Pola makan yang salah
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita
di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka
semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada
timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi
ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan,
meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan
berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk
ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.
Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan
menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak
benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan
memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini,
berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur,
santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak,
protein maupun kalori yang cukup
Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan
yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine
yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti
misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya
lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi
AKIBAT GIZI BURUK
Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja terkait dengan
dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di samping berbagai konsekuensi yang
diterima anak itu sendiri.
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan system, karena kondisi gizi
buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi ( kekurangan) asupan mikro/ makro nutien lain
yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak porandakan system pertahanan
tubuh terhadap microorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena
xiii
infeksi. Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi ( mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah
kadar normal) dan kekurangan elektrolit penting serta cairan tubuh
Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak
dapat 'catch up' dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak
buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan
sangat merugikan performance anak, akibat kondisi 'stunting' (postur tubuh kecil pendek) yang
diakibatkannya. Yang lebih memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek
malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya
dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period
perkembangan otak (0-3 tahun) , dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang
sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible ( sulit untuk dapat pulih kembali).
Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu 'aset' yang vital
bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,
gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah.
Kurang Gizi berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya
manusia dan produktivitas. Tidak heran jika gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase
akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah
generasi penerus bangsa
PENTINGNYA DETEKSI DAN INTERVENSI DINI
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama
yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga
pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal
pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan
"frekuen feeding" ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan
tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya
pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan
yang benar sesuai umur anak, Pada daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang
memadai.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining / deteksi dini
dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan
kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi.
Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat badan untuk segera
xiv
mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi
yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang
dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat
maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam pemberian edukasi pada
masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada
pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk mengajak semua komponen bangsa untuk peduli,
berrsama kita selamatkan generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.
MALNUTRISI PRIMER
Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya
kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral
lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun, meskipun dapat
dijumpai pada anak lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat
badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang (maturasi)
terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak
adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Kasus
marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut
buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering
digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran
yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi
pembesaran hati. Anak tampak sering rewel, cengeng dan banyak menangis. Pada stadium lanjut
yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi
sel otak juga terganggu yang berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.
Kematian mendadak dapat terjadi karena gangguan otot jantung.
MALNUTRISI SEKUNDER
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan
disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak Tetapi karena adanya gangguan pada
fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi
pada sistem saluran cerna, gangguan metabolisme, gangguan kromosom atau kelainan bawaan
jantung, ginjal dan lain-lain.
xv
Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, di negara maju kasusnya terjadi
sekitar 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat sekitar 30 juta anak, maka diduga terdapat 300.000
– 500.000 anak yang kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak
ditangani dengan baik akan jatuh dalam keadaan gizi buruk.
Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan makan atau
gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Tampilan klinis gangguan saluran cerna
yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit atau sering BAB), BAB berwarna
hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor.
Manifestasi lain yang sering menyertai adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit
kering dan sangat sensitif. Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder tampak anak
sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita
malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan
wajah atau kulit muka tampak segar.
PENANGANAN MALNUTRISI SEKUNDER
Bila kasus gizi buruk yang terjadi karena malnutrisi sekunder maka strategi
penanganannya berbeda. Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan
rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang
gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya.
Masukan data yang didapat harus cermat dan lengkap untuk menentukan apakah malnutrisi primer
atau sekunder. Data yang ada harus didukung status medis, status ekonomi, pendidikan dan sosial
yang akurat. Contohnya, pada keluarga tukang ojek di dapatkan satu anak gizi buruk tapi terdapat
satu adiknya yang status gizinya bagus jangan langsung divonis kurang gizi akibat kemiskinan.
Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi
yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk
identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi
atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan. Otak anak yang bergizi buruk dan bergizi normal.
otak yang dimiliki anak bergizi buruk tampak kosong, dengan rongga yang lebih besar. Sementara
itu, dari suatu referensi diketahui bahwa berat otak anak berusia dua tahun lebih kurang 1.200
gram, sementara otak dewasa hanya 1.450 gram. Berarti 80 persen otak telah terbentuk di usia
dini. Istilah lost generation adalah untuk menggambarkan potensi kecerdasan yang hilang akibat
anak-anak menderita gizi buruk. Ketika usia sekolah nanti, mereka tidak dapat berpikir cerdas
karena sel-sel otaknya tidak tumbuh maksimal. Apabila otak kosong ini diderita oleh 2,3 juta anak
balita, akan lahir bangsa yang bebal di tahun-tahun yang akan datang. Derita anak bergizi buruk
tentu bukan karena kesalahan mereka, melainkan salah kita semua. Kita semua telah menjelma
menjadi orang bebal yang tidak pernah mau belajar dari pengalaman bangsa-bangsa lain.
Pemerintah jangan merasa rugi memberikan bantuan makanan gratis untuk anak-anak
balita ini. Merekalah calon-calon generasi muda yang akan memimpin bangsa ini. Kalau mereka
dibiarkan berjuang sendiri mengatasi gizi buruk yang dideritanya, negara pantas dijuluki state
xvi
neglect, artinya mengabaikan kesejahteraan rakyatnya sendiri. Keluarga dikatakan kadarzi, bila
dapat melaksanakan seluruh perilaku tersebut. Bila salah satu perilaku belum dapat dilaksanakan,
maka keluarga tersebut belum Kadarzi
Yang perlu disampaikan agar keluarga biasa makan beraneka ragam makanan
1.
Pengertian aneka ragam makanan yaitu :
Makan 2-3 kali sehari yang terdiri dari 4 macam kelompok bahan makanan. Dari tiap
kelompok bahan makanan dan jenis yang dikonsumsi, maka makin banyak jenisnya makin
baik. Adapun 4 kelompok bahan makanan tersebut adalah :
1.
Makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga : beras, jagung, ubi, singkong, mie,
dan lain-lain.
2.
Lauk pauk, sebagai sumber zat pembangun : ikan, telur, ayam, daging, tempe,
kacang-kacangan, tahu, dll.
3.
Sayuran dan buah-buahan, sebagai sumber zat pengatur : bayam, kangkung,
wortel, buncis, kacang panjang, sawi, daun singkong, daun katuk, pepaya,
pisang, jeruk, semangka, nanas dan lain-lain.
2.
Manfaat makan aneka ragam makanan, yaitu : Untuk melengkapi zat-zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh agar dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan terhindar dari
penyakit kekurangan gizi.
3.
Akibat tidak makan aneka ragam makanan, yaitu : Tubuh kekurangan zat gizi tertentu dan
lebih mudah terserang penyakit dan khusus balita pertumbuhan dan kecerdasannya
terganggu.
4.
Tindakan yang perlu dilakukan bila keluarga belum makan aneka ragam makanan, yaitu :
1.
Jelaskan tentang pentingnya makan aneka ragam makanan pada kesehatan,
pertumbuhan dan kecerdasan.
2.
Memanfaatkan pekarangan disekitar rumah dengan menanam tanaman, beternak
ayam, bebek, ikan dan lain-lain agar dimakan oleh anggota keluarga dan hasil
pekarangan juga dapat dijual untuk menambah penghasilan keluarga.
3.
Mengupayakan bantuan dari sektor pertanian, untuk mengusahakan penggunaan
lahan pertanian secara gotong royong bagi keluarga yang tidak mempunyai
pekarangan.
4.
Anjurkan ibu untuk masak aneka ragam dengan menu yang disukai oleh anggota
keluarga.
Kriteria Keluarga mandiri Sadar Gizi
1.
Biasa makan beraneka ragam makanan.
xvii
2.
Selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya (menimbang berat
badan), khususnya balita dan ibu hamil.
3.
Biasa menggunakan garam beryodium
4.
Memberi dukungan kepada ibu melahirkan agar memberikan ASI saja pada bayi sampai
umur 4 bulan.
5.
Biasa makan pagi.
Yang perlu disampaikan pada keluarga agar memantau pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anggota keluarganya.
1.
Pengertian pertumbuhan, yaitu bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu.
2.
Pengertian perkembangan, yaitu bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran,
penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab.
3.
Pengertian memantau pertumbuhan dan perkembangan kesehatan, yaitu : mengikuti
perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan
ibu hamil.
4.
Kegunaan memantau kesehatan dan pertumbuhan yaitu : a. Mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan anak balita. b. Mencegah memburuknya keadaan gizi c.
Mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan Bayi
dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya perdarahan pada saat melahirkan. d.
Mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut.
5.
Akibat bila tidak memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, yaitu : ¨ Tidak
mengetahui perkembangan pertumbuhan bayi, anak balita dan janin secara normal. ¨
Tidak mengetahui adanya gejala penyakit pada bayi, anak balita, dan ibu hamil, misalnya
kekurangan zat gizi, kegemukan, gangguan pertumbuhan janin dan gangguan kesehatan
lain.
6.
Tindakan yang perlu dilakukan oleh masyarakat:
a.
Bila keluarga belum memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota
keluarganya:

Anjurkan kepada anggota keluarga/ibu menimbang bayi dan anak
balitanya setiap bulan ke Posyandu. Bila berat badan anak turun atau
tidak naik, maka anjurkan orang tua/ibu untuk memeriksakan anaknya
ke Petugas kesehatan di meja 5 Posyandu atau Puskesmas terdekat.

Anjurkan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya
sesegera mungkin ke petugas kesehatan secara teratur, paling sedikit 4
kali selama masa kehamilan. Bila ibu hamil terlihat kurus, maka
anjurkan ibu tersebut untuk makan 1-2 piring lebih banyak dari
biasanya, dan minum tablet tambah darah setiap hari 1 tablet, sedikitnya
90 tablet selama masa kehamilan. Selain minum tablet tambah darah,
xviii
ibu dianjurkan makan-makanan sumber zat besi seperti : ikan, telur,
tempe, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan buah-buahan.
b.
Bagaimana cara menemukan balita gizi buruk? Penemuan kasus balita gizi buruk
dapat dimulai dari:
c.

Keluarga : melihat anak semakin kurus.

Posyandu : penimbangan bulanan di Posyandu
Penanggulangan masalah gizi tingkat keluarga:

Ibu membawa anak untuk ditimbang di Posyandu secara teratur

Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0 - 4 bulan

Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun

Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatana anak.

Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluaraga
lainnya.

Ibu memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila anak balita
mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan.
d.
Penanggulangan masalah gizi tingkat Posyandu:

Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di Posyandu serta
mencatat hasil penimbangan pada KMS.

Kader memberikan nasehat padaorang tua balita untuk memberikan
hanya ASI kepada bayi usia 0 - 4 bulan dan tetap memberikan ASI
sampai anak usia 2 tahun.

Kader memberikan penyuluhan MP-ASI sesuai dengan usia anak serta
makanan beraneka ragam untuk anggota keluarga lainnya.

Bagi anaka dengan berat badan tidak naik ("T") diberikan penyuluhan
gizi dan PMT Penyuluhan.

Kader memberikan PMT Pemulihan bagi balita dengan "3T" dan
"BGM" (Bawah Garis Merah).

Kader merujuk balita ke Puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan
penyakit penyerta lain.

Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan
kesehatan balita.
7.
Hal-hal lain yang perlu diketahui keluarga mengenai pertumbuhan bayi dan balitanya:

(BGM) : yaitu bila berat badan bayi / balita berada di bawah Garis merah pada
KMS. Ini berarti bayi / balita tersebut mengalami gangguan pertumbuhan dan
perlu perhatian khusus.

Gizi Buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga secara klinis
terdapat dalam 3 tipe yaitu Kwashiorkor, Marasmus, dan MarasmusKwashiorkor.
xix
Yang perlu disampaikan pada ibu agar memberikan ASI saja ("ASI Eksklusif") pada bayi usia 0-4
bulan.
1.
Pengertian pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja atau dikenal dengan istilah "ASI
Eksklusif", yaitu : tidak memberikan makanan dan minuman lain selain ASI pada bayi
umur 0-4 bulan.
2.
Kegunaan memberikan ASI saja, yaitu :

ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, murah dan mudah
memberikannya pada bayi.

ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan
ormal pada bayi sampai berumur 4 bulan.

ASI yang pertama keluar disebut kolustrum berwarna kekuningan, dan
mengandung zat kekebalan untuk mencegah timbulnya penyakit. Oleh karena itu
harus diberikan kepada bayi dan jangan sekali-sekali dibuang.
3.

Keluarga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi 0-4 bulan.

Dengan ASI mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi.
Akibat tidak memberikan ASI saja pada bayi, yaitu :

Bila bayi umur 0-4 bulan diberi makanan lain selain ASI, dapat terjadi gangguan
alat pencernaan.

Bayi tidak mempunyai ketahanan tubuh untuk mencegah penyakit.

Bila bayi diberikan susu botol sering terjadi mencret, kemungkinan bayi tidak
cocok dengan susu bubuk atau cara membuatnya tidak bersih, dan pengeluaran
biaya rumah tangga lebih banyak.

Mengurangi ikatan cinta kasih antara ibu dan anak.
Yang perlu disampaikan pada keluarga agar biasa makan pagi
1.
Pengertian makan/sarapan pagi, yaitu : makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum
beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan.
Jumlah yang dimakan kurang lebih 1/3 dari makanan sehari.
2.
Manfaat makan/sarapan pagi, yaitu :

Untuk memelihara ketahanan tubuh, agar dapat bekerja atau belajar dengan baik.

Membantu memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan
pelajaran.

3.
Membantu mencukupi zat gizi.
Akibat tidak makan pagi, yaitu :

Badan terasa lemah karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk tenaga.

Tidak dapat melakukan kegiatan atau pekerjaan pagi hari dengan baik.

Anak sekolah tidak dapat berpikir dengan baik dan malas.
xx

4.
Orang dewasa hasil kerjanya menurun.
Tindakan yang perlu dilakukan bila keluarga belum biasa makan pagi, yaitu :

Jelaskan keuntungan seseorang bila membiasakan diri makan pagi.

Anjurkan makan pagi sesuai dengan keadaan ekonomi keluarga.

Gunakan bahan makanan yang tersedia dan mudah dibuat dikeluarga atau mudah
didapat di daerah setempat.

Berikan contoh-contoh makan pagi yang sederhana dan bergizi.
A. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini kerangka konsepnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Ibu /pengasuh balita
gizi buruk
Pre pendampingan pola
asuh dan pemberian PMT
Post pendampingan pola
asuh dan pemberian PMT
Faktor yang mempengaruhi gizi buruk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
pendidikan ibu/pengasuh,
pekerjaan bapak,
pendapatan,
jumlah keluarga,
xximakan,
frekwensi
komposisi asupan gizi seimbang,
keragaman konsumsi,
jumlah konsumsi,
pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun,
Keterangan :
= diteliti
= tidak diteliti
Gambar 2.1.
B.
Kerangka Konsep Penelitian Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian
gizi buruk serta upaya penangannya dengan pendampingan pola asuh dan
pemberian PMT di kota kediri
Rumusan Hipotesa
1.
Pendidikan ibu/pengasuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
2.
Pekerjaan bapak, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
3.
Pendapatan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
4.
Jumlah keluarga, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
5.
Frekwensi makan, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
6.
Komposisi asupan gizi seimbang, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
7.
Keragaman konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
8.
Jumlah konsumsi, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
9.
Pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun, berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
10. Infeksi/sering sakit berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
11. Pendampingan pola asuh berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
12. Pemberian PMT berpengaruh terhadap berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
xxii
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang di pandang sebagai cara mencari kebenaran secara ilmiah
yang terdiri dari kegiatan sistemik dan terkontrol secara empirik terhadap sifat-sifat dan hubungan
antara berbagai variabel yang di duga ada dalam fenomena yang diteliti.
A.Rancangan Penelitian
1. Rancangan atau desain penelitian adalah petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan
penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian. Dalam
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk digunakan
Rancangan penelitian analitik tipe “Cross Sectional” yang dimana penelitian menekankan
pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya 1x, pada
satu saat tidak ada follow up. (Nursalam; 2003)
2. Untuk mengetahui perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah dilakukan pendampingan pola asuh dan
pemberian PMT digunakan desain eksperimental. Pengertian desain adalah semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian (Nasir, 2005 : 85). Desain penelitian yang digunakan adalah desain
praeksperimental dengan desain one-group pretes-posttest. Rancangan penelitian biasanya berbentuk "before after"
(Sugiono, 2008 : 299). Dalam desain ini perlakuan dikenakan pada suatu kelompok unit percobaan tertentu,
kemudian diadakan pengukuran terhadap dependent variable. Desain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengukuran
Perlakuan
(Pretest)
To
Pengukuran
(Posttest)
X1
T1
B.Kerangka Kerja
Tahap I
Kerangka kerja adalah pertahanan (langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah) mulai dari
pertahanan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu sejak awal penelitian dilaksanakan.
(Nursalam; 2003).
xxiii
Untuk Mengetahui factor factor yang berpengaruh terhadap kejadian gizi buruk
Populasi ibu/pengasuh balita gizi buruk
dan tidak
Simple random
Sampling
Pengumpulan data dengan kuisioner
dan lembar observasi
Sampel sebagian ibu/pengasuh balita
gizi buruk dan tidak
Penyajian Hasil
TAHAP II
Kerangka kerja untuk mengetahui kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah pendampingan pola
asuh dan pendampingan PMT
Ibu/pengasuh balita dan balita gizi
buruk rumah tangga
21
Total sampling
Kejadian Gizi buruk
Pendampingan pola asuh dan pemberian PMT
xxiv
kejadian Gizi buruk
Menganalisis perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah dilakukan
pendampingan pola asuh dan pemberian PTM
Out put
Ada perbedaan kejadian gizi buruk
sebelum dan sesudah dilakukan
pendampingan pola asuh dan
pemberian PTM
Tidak ada perbedaan kejadian gizi
buruk sebelum dan sesudah
dilakukan pendampingan pola asuh
dan pemberian PTM
C. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Tehnik Pengambilan sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2008 : 115). Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua ibu /pengasuh balita dan balita
dengan gizi buruk dan gizi baik untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi
kejadian gizi buruk . Sedangkan untuk mengetahui perbedaan kejadian gizi burtuk
sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan pemberian PMT sebagai populasi
yaitu ibu/pengasuh balita dan balita di kotamadya kediri
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiono, 2008: 18). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah ibu
/pengasuh balita dan balita dengan gizi buruk dan gizi baik untuk mengetahui factorfaktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk . Sedangkan untuk mengetahui
perbedaan kejadian gizi buruk sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan
pemberian PMT sebagai sampel yaitu ibu/pengasuh balita dan balita di kotamadya
kediri yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
1.
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003 : 96).
Termasuk kriteria inklusi meliputi :
1) Ibu/pengasuh balita dan balita dengan gizi buruk di kotamadya kediri.
xxv
2) Ibu/pengasuh balita yang bersedia diteliti.
2.
Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan / mengeluarkan subyek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003 :
97). Adapun yang termasuk kriteria eksklusi antara lain :
1) Ibu/pengasuh balita yang mengalami gangguan jiwa.
2) Ibu/pengasuh balita tidak bisa membaca dan menulis.
3) Ibu/pengasuh
balita
yang
kondisi
kesehatannya
memungkinkan untuk mengikuti penelitian.
Teknik Sampling
Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi. Pada penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling yaitu pengambilan
anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi itu. (Sugiyono; 2008)
D. Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. (Sugiyono;
2008)
TAHAP I
Variabel Independen (Variabel bebas)
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen atau terikat. (Sugiyono; 2008)
Pada penelitian ini variabel independennya adalah pendidikan, pekerjaan ayah, pendapatan,
jumlah keluarga inti, frekwensi makan, komposisi asupan gizi seimbang, keragaman konsumsi.
Pemberian colostrums/asi sampai 2 tahun, pemberian makanan padat terlalu dini, infeksi/sering
sakit, pola asuh,
Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya veriabel bebas. (Sugiyono; 2008)
Pada penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian gizi buruk.
TAHAP II
xxvi
Variabel adalah segala sesuatu yang bentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2005 : 38). Pada penelitian ini variabelnya adalah variabel tunggal yaitu kejadian gizi
buruk antara sebelum dan sesudah pendampingan pola asuh dan pemberian PMT.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data menurut Arikunto yang dikutip Riduwan (2009 : 24)
adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti dalam kegiatan pengumpulan data
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen yang dipakai
dalam penelitian ini adalah lembar observasi.
F. Lokasi dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Tempat yang dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di kotamadya
kediri yang terdapat kasus balita gizi buruk.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan observasi, 1 bulan
Pendampingan pola asuh dan pemberian PMT
G.Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
1.
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,
2003). Prosedur pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara acak.
Ketika jumlah sampel yang diinginkan telah tercapai maka langkah selanjutnya adalah
membagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sesuai dengan bentuk desain
penelitian (Sukardi, 2008 : 58).
H.Analisis Data
Analisa data adalah teknik yang digunakan oleh peneliti dalam rangka menarik
kesimpulan atau menjawab pertanyaan (tujuan) penelitian. Langkah-langkah analisa data
adalah sebagai berikut.
1.
Pengkajian Data (Editing)
Editing adalah suatu tahapan jika data kuantitatif telah terkumpul, yakni
mengorganisir atau mengelompokkan fakta dari data guna tujuan penelitian. Tahap ini
lebih banyak berhubungan dengan proses pengolahan dan penataan data baik dengan
cara manual maupun menggunakan peralatan elektronis yang mutakhir. Dalam
penelitian proses editing dilakukan dengan seperangkat keras (hardware) berupa
computer dan perangkkat lunak (software) berupa program windows exel (Dajan, 2005
: 26).
xxvii
2.
Pemberian Kode (Coding)
Coding adalah mengidentifikasi jenis jawaban atau fakta yang memiliki
karakteristik yang sama dan menyusunnya ke dalam kelompok atau kelas dinamakan
klasifikasi (Dajan, 2005 : 27). Dalam hal ini pemberian kode dilakukan dengan cara :
a.
Pelaksanaan pendampinganpola asuh dan pemberian PMT:
1) Kode 0 : sebelum pendampinganpola asuh dan pemberian PMT
2) Kode 1 : setelah pendampinganpola asuh dan pemberian PMT
b.
Indikator gizi buruk :
1) Kode 1 : gizi buruk
2) Kode 0 : tidak gizi buruk
3.
Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistemik
terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya bisa di deteksi. (Kasiram M;
2003)
Pengolahan data dilakukan setelah data yang terkumpul, kemudian dilakukan
pengelompokan data. Dilanjutkan dengan melakukan coding, editing, scoring, dan
tabulasi dengan menggunakan uji Spearmen Rank Corelation dengan tingkatan sig  
0,05, analisa data menggunakan komputerisasi dengan SPSS 13.0 for windows.
Analisa data yang digunakan adalah analisis komparatif yaitu suatu teknik
analisis yang bertujuan mengetahui perbedaan antara variabel sebelum dan sesudah
pendampinganpola asuh dan pemberian PMT. Guna mengetahui ada atau tidak adanya
perbedaan kejadian gizi buruk antara sebelum dan sesudah pendampinganpola asuh
dan pemberian PMT dianalisis dengan uji statistik analitik parametrik karena variabel
penelitian dinyatakan dalam skala data rasio. Uji statistik yang digunakan adalah uji
Paired Sample T-Test (Teguh Wahyono, 2008 : 117). Uji Paired Sample T- Test
merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variable
dalam satu grup. Artinya analisis ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua
sampel yang berhubungan atau dua sample berpasangan.
I.Etika Penelitian
1.Lembar Persetujuan menjadi responden (informed consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin
terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Responden yang bersedia diteliti harus
menandatangani lembar persetujuan yang sudah disediakan. Jika responden tidak bersedia
untuk diteliti atau menolak, maka peneliti tidak akan memaksanya dan tetap menghormati
hak-hak responden.
2.Anonimity (tanpa nama)
xxviii
Untuk menjaga kerahasiaan responden, responden tidak mencantumkan nama untuk
format pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode pada masing-masing
lembar persetujuan.
3.Confidetiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Kota Kediri
Sebagai wilayah kota yang merupakan salah satu Pemerintah Kota yang ada
di wilayah propinsi Jawa Timur, Kota Kediri terletak di wilayah selatan bagian
Barat Jawa Timur. Secara geografis, Kota Kediri terletak di antara 111, 05 derajat112, 03 derajat Bujur Timur dan 7, 45 derajat-7, 55 derajat Lintang Selatan
dengan luas 63, 404 Km2. Dari aspek topografi, Kota Kediri terletak pada
ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 040%.
Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai Brantas,
yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian
timur sungai, meliputi Kecamatan. Kota dan kecamatan. Pesantren, sedangkan
dataran tinggi terletak pada bagian barat sungai yaitu Kecamatan. Mojoroto yang
mana di bagian barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian
masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang
(300 m).
Secara administratif, Kota Kediri berada di tengah wilayah Kabupaten
Kediri dengan batas wilayah sebagai berikut :
1.
Sebelah Utara
: Kecamatan Gampengrejo dan Kecamatan Grogol
2.
Sebelah Selatan
: Kecamatan Kandat dan Kecamatan Ngadiluwih
3.
Sebelah Timur
: Kecamatan Wates dan Kecamatan Gurah
4.
Sebelah Barat
: Kecamatan Grogol dan Kecamatan Semen
xxix
Wilayah Kota Kediri, secara administratif terbagi menjadi 3 wilayah Kecamatan,
yaitu :
1.
Kecamatan Kota, dengan luas wilayah 14,900 Km2 terdiri dari 17 Kelurahan
2.
Kecamatan Pesantren, dengan luas wilayah 23,903 Km2 tediri dari 15 Kelurahan
3.
Kecamatan Mojoroto, dengan luas wilayah 24,601 Km2 tediri dari 14 Kelurahan
B. Faktor faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk
1. Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap kejadian Gizi buruk
Tingkat pendidikan responden dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu tidak
sekolah, SD, SMP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Dari total 30
responden
terdapat 0 responden yang tidak sekolah tetapi semuanya (100%) merupakan gizi
kurang. Responden yang lulusan SD sejumlah 13 responden, yang gizi buruk 5
responden (16,7 %), Responden yang memiliki pendidikan SLTP berjumlah 5
responden, yang
gizi buruk 2 responden (6,7%). Responden yang memiliki
pendidikan SLTA berjumlah 12 responden, yang gizi buruk 7 responden (23,3%).
Responden yang memiliki pendidikan Perguruan tinggi 0. Hasil Regresi
linierdidapatkan nilai p = 0,782 yang berarti bahwa tidak ada pengaruh perbedaan
jenis pekerjaan dengan kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasar jenis
pekerjaan dapat dilihat dalam tabel 8 dan gambar 5.
Distribusi responden
berdasarkan tingkat pendidikan bisa dilihat pada tabel gambar di bawah ini.
Tabel. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan
pendidikan_ibu
SD
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
xxx
SLTP
Total
SLTA
5
2
7
14
16,7%
6,7%
23,3%
46,7%
6
3
5
14
20,0%
10,0%
16,7%
46,7%
2
0
0
2
6,7%
,0%
,0%
6,7%
13
5
12
30
43,3%
16,7%
40,0%
100,0%
Gambar Grafik Pendidikan Ibu responden
2. Pekerjaan Ayah
Pekerjaan responden dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu Tidak Bekerja,
Bekerja denan Penghasilan tidak tetap, bekerja dengan penghasilan tetap. Dari 30
responden yang tidak bekerja 2 responden (%) mempunyai gizi buruk
1
responden (3,3%). Responden yang bekerja dengan penghasilan tidak tetap ada
23 responden dan mempunyai gizi buruk 10 (33,3). Responden yang bekerja
dengan penghasilan tetap 5 responden, yang mempunyai gizi buruk 3 responden
(10%).. Untuk melihat pengaruh perbedaan jenis pekerjaan terhadap kejadian gizi
buruk digunakan uji Regresi linier. Hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,138
yang berarti bahwa tidak ada pengaruh perbedaan jenis pekerjaan dengan kejadian
xxxi
gizi buruk. Distribusi responden berdasar jenis pekerjaan dapat dilihat dalam tabel
gambar di bawah ini.
Tabel Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
tidak bekerja
1
pekerjaan_ayah
bekerja dengan bekerja dengan
penghasilan
penghasilan
tidak tetap
tetap
10
3
Total
14
3,3%
33,3%
10,0%
46,7%
1
11
2
14
3,3%
36,7%
6,7%
46,7%
0
2
0
2
,0%
6,7%
,0%
6,7%
2
23
5
30
6,7%
76,7%
16,7%
100,0%
Gambar Grafik Pendidikan Ibu responden
xxxii
3. Jumlah Keluarga yang Menjadi Tanggungan
Untuk sebaran jumlah tanggungan keluarga responden dikelompokkan dalam
3 kategori yaitu kurang dari sama dengan 4 orang, 5 – 7 orang, lebih dari 8 orang.
Responden yang memiliki tanggungan keluarga ≤ 4 berjumlah 16 responden,.
Responden yang memiliki tanggungan keluarga 5 – 7 orang sebanyak 11
responden. Responden dengan tanggungan keluarga > 8 orang berjumlah 3
responden. Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,044 yang berarti
bahwa ada perbedaan jumlah tanggungan keluarga terhadap kejadian gizi buruk.
Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga bisa dilihat dalam
gambar di bawah ini.
Gambar grafik distribusi Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
C. Data Balita dengan Gizi Kurang dan Buruk
1. Frekuensi Makan dalam sehari
Untuk sebaran Frekuensi Makan dalam sehari responden
dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu kurang 3 kali, , 3 kali, lebih dari 3
kali. Responden yang memiliki Frekuensi Makan dalam sehari ≤ 3
xxxiii
berjumlah 3responden. Responden yang memiliki Frekuensi Makan
dalam sehari 3 kali sebanyak 26 responden. Responden dengan Frekuensi
Makan dalam sehari > 3 berjumlah 1 responden. Berdasarkan hasil
Regresi linier didapatkan nilai p = 0,747 yang berarti bahwa Frekuensi
Makan dalam sehari keluarga responden tidak mempengaruhi kejadian
gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Frekuensi Makan dalam
sehari bisa dilihat dalam gambar dibawah ini.
Gambar Grafik Frekuensi Makan dalam sehari
2. Komposisi Makanan
Untuk sebaran Komposisi Makanan dalam sehari responden
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu lengkap dan tidak lengkap.
Responden yang memiliki Komposisi Makanan Lengkap berjumlah 87
%, yang mempunyai gizi buruk ada 12 responden (40 %) sedangkan
yang mempunyai gizi kurang ada 12 responden (40 %). Responden yang
memiliki Komposisi Makanan tidak lengkap sebanyak 13 %, yang
mempunyai Gizi buruk ada 2 responden (6,7 %), sedangkan yang
mempunyai gizi kurang ada 2 responden (6,7 %).. Berdasarkan hasil
xxxiv
Regresi linierd idapatkan nilai p = 0,023 yang berarti bahwa perbedaan
Komposisi Makanan dalam sehari keluarga responden mempengaruhi
kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Komposisi
Makanan dalam sehari bisa dilihat dalam table dan gambar di bawah ini
Tabel Komposisi makanan yang dimakan balita
komposisi_makan
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
Total
2
lengkap
12
14
6,7%
40,0%
46,7%
2
12
14
6,7%
40,0%
46,7%
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
4
26
30
13,3%
86,7%
100,0%
Gambar Grafik Komposisi makanan yang dimakan balita
3. Keragaman Makanan
xxxv
Untuk sebaran Keragaman Makanan dalam sehari responden
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu beragam dan kurang beragam.
Responden yang memiliki Keragaman Makanan beragam berjumlah 80
%, yang mempunyai gizi buruk ada 12 responden (40%) sedangkan yang
mempunyai gizi kurang ada 11 responden (36,7%). Responden yang
memiliki Keragaman Makanan kurang beragam sebanyak 20 %, yang
mempunyai Gizi buruk ada 2 responden (6,7 %), sedangkan yang
mempunyai gizi kurang
ada 3 responden (10 %). Berdasarkan hasil
Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,018 yang berarti bahwa perbedaan
Keragaman Makanan dalam sehari keluarga responden mempengaruhi
kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Komposisi
Makanan dalam sehari bisa dilihat dalam table dan gambar di bawah ini.
Tabel keragaman makanan yang dimakan balita
keragaman_makan
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
Total
2
beragam
12
6,7%
40,0%
46,7%
3
11
14
10,0%
36,7%
46,7%
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
14
5
25
30
16,7%
83,3%
100,0%
Gambar grafik keragaman makanan yang dimakan balita
xxxvi
0
4. Takaran Setiap Makan
Untuk sebaran Takaran Setiap Makan dalam sehari responden
dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu kurang <5 sendok, , 5-10 sendoki,
lebih dari 10 sendok. Responden yang memiliki Takaran Setiap Makan
dalam sehari <5 berjumlah 5 responden. Responden yang memiliki
Takaran Setiap Makan dalam sehari 5-10 sendok sebanyak 20 responden.
Responden dengan Takaran Setiap Makan dalam sehari > 10 sendok
berjumlah 5 responden. Berdasarkan hasil Regresi linier didapatkan nilai
p = 0,015 yang berarti bahwa perbedaan Takaran Setiap Makan dalam
sehari keluarga responden mempengaruhi kejadian gizi buruk. Distribusi
responden berdasarkan Takaran Setiap Makan dalam sehari bisa dilihat
dalam gambar dibawah ini.
Gambar Grafik takaran makanan yang dimakan balita
xxxvii
5. Pemberian Colustrum waktu lahir
Untuk sebaran Pemberian Colustrum waktu lahir responden
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu diberi dan tidak diberi. Responden
diberi Colustrum waktu lahir berjumlah 83 %, yang mempunyai gizi
buruk
ada 13 responden (43,3 %) sedangkan yang mempunyai gizi
kurang
ada 10 responden (33,3 %). Responden yang tidak diberi
Colustrum waktu lahir sebanyak 17 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 1
responden (3,3 %), sedangkan yang mempunyai gizi kurang
ada 4
responden (13,3 %). Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p =
0,002 yang berarti bahwa perbedaan Pemberian Colustrum waktu lahir
tidak
mempengaruhi
kejadian
gizi
buruk.
Distribusi
responden
berdasarkan Pemberian Colustrum waktu lahir bisa dilihat dalam table
dan gambar dibawah ini.
Tabel pemberian colostrums pada balita
Colustrum
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
xxxviii
Total
ya
1
13
14
3,3%
43,3%
46,7%
4
10
14
13,3%
33,3%
46,7%
0
2
2
% of Total
Total
Count
% of Total
,0%
6,7%
6,7%
5
25
30
16,7%
83,3%
100,0%
Gambar grafik pemberian colostru,m pada balita
6. Pemberian ASI Eksklusif
Untuk sebaran Pemberian ASI Eksklusif responden dikelompokkan
dalam 2 kategori yaitu diberi dan tidak diberi. Responden diberi ASI
Eksklusif berjumlah 83 %, yang mempunyai
gizi buruk
responden (46,7 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang
ada 14
ada 9
responden (30 %). Responden yang tidak diberi ASI Eksklusif sebanyak
17 responden, yang mempunyai Gizi buruk ada 0 responden (0%),
sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 5 responden (16,7 %)..
Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,024 yang berarti
bahwa perbedaan Pemberian ASI Eksklusif mempengaruhi kejadian gizi
xxxix
buruk. Distribusi responden berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif bisa
dilihat dalam table dan gambar dibawah ini.
Tabel pemberian ASI Eksklusif pada balita
ASI
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
ya
0
0
14
14
,0%
46,7%
46,7%
5
9
14
16,7%
30,0%
46,7%
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
5
25
30
16,7%
83,3%
100,0%
Gambar Grafik pemberian colostrums pada balita
xl
Total
7. Makanan Padat Dini
Untuk sebaran Pemberian Makanan Padat Dini responden
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu diberi dan tidak diberi. Responden
diberi Makanan Padat Dini berjumlah 37 %, yang mempunyai gizi buruk
ada 3 responden (10 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 8
responden (26,7 %). Responden yang tidak diberi Makanan Padat Dini
sebanyak 63 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 11 responden (36,7 %),
sedangkan yang mempunyai gizi kurang
ada 6 responden (20 %)..
Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,043 yang berarti
bahwa perbedaan Pemberian Makanan Padat Dini mempengaruhi
kejadian gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Pemberian
Makanan Padat Dini bisa dilihat dalam table dan gambar di bawah ini .
Tabel pemberian makanan padat dini pada balita
xli
status_gizi
buruk
Makanan_padat_dini
diberi
makanan
0
padat dini
11
3
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
Total
0
14
36,7%
10,0%
6
8
46,7%
14
20,0%
26,7%
46,7%
2
0
2
6,7%
,0%
6,7%
19
11
30
63,3%
36,7%
100,0%
Gambar Grafik pemberian makanan padat dini pada balita
8. Penyakit Infeksi Penyerta
xlii
Untuk
sebaran
Penyakit
Infeksi
Penyerta
responden
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu ada dan tidak ada. Responden ada
Penyakit Infeksi Penyerta berjumlah 13 %, yang mempunyai gizi buruk
ada 3 responden (10 %) sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 1
responden (3,3%). Responden yang tidak ada Penyakit Infeksi Penyerta
sebanyak 87 %, yang mempunyai Gizi buruk ada 11 responden (36,7 %),
sedangkan yang mempunyai gizi kurang ada 13 responden (43,3 %)..
Berdasarkan hasil Regresi linierdidapatkan nilai p = 0,739 yang berarti
bahwa perbedaan Penyakit Infeksi Penyerta tidak mempengaruhi kejadian
gizi buruk. Distribusi responden berdasarkan Penyakit Infeksi Penyerta
bisa dilihat dalam table dan gambar dibawah ini .
Tabel Penyakit infeksi pada balita
Penyakit_Infeksi
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
memiliki
0
11
3
14
36,7%
10,0%
46,7%
13
1
14
43,3%
3,3%
46,7%
2
0
2
6,7%
,0%
6,7%
26
4
30
86,7%
13,3%
100,0%
Gambar Grafik penyakit infeksi pada balita
xliii
Total
HASIL Uji STATISTIK DENGAN ANALISIS REGRESI LINIER
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Model
1
Standardized
Coefficients
B
10,567
Std. Error
2,428
pendidikan_ibu
,081
,290
pekerjaan_ayah
-,931
,600
jumlah_keluarga
-,390
,200
frekuensi_makan
,269
,820
komposisi_makan
-5,187
keragaman_makan
(Constant)
jumlah_konsumsi
Colustrum
t
Sig.
Beta
4,352
,000
,045
,280
,782
-,268
-1,553
,138
-,361
-1,951
,067
,059
,328
,747
2,083
-1,075
-2,490
,023
5,340
2,059
1,213
2,593
,018
,194
,095
,343
2,035
,057
5,052
1,402
1,148
3,604
,002
ASI
-3,708
1,508
-,843
-2,459
,024
Makanan_padat_dini
-1,193
,547
-,351
-2,181
,043
,324
,959
,067
,338
,739
Penyakit_Infeksi
Dari hasil analisis Regresi linier diperoleh hasil bahwa factor yang berpengaruh
terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang adalah : komposisi makan,
keragaman, colustrum, ASI, makanan padat dini
Analisis Regresi Linier TAHAP II
Coefficients(a)
xliv
Unstandardized
Coefficients
Model
1
(Constant)
jumlah_keluarga
B
9,857
Standardized
Coefficients
Std. Error
1,238
t
Sig.
Beta
7,960
,000
-,333
,155
-,308
-2,142
,044
komposisi_makan
-5,203
1,879
-1,078
-2,769
,011
keragaman_makan
5,122
1,842
1,164
2,781
,011
jumlah_konsumsi
,196
,075
,347
2,624
,015
4,713
1,223
1,071
3,855
,001
ASI
-3,760
1,389
-,854
-2,707
,013
Makanan_padat_dini
-1,237
,520
-,364
-2,379
,026
Colustrum
a Dependent Variable: BB
Dari analisis regresi linier yang kedua diperoleh hasil bahwa factor yang
berpengaruh terhadap gizi buruk dan gizi kurang adalah komposisi makan,
keragaman, colustrum, ASI, makanan padat dini, jumlah keluarga dan jumlah
konsumsi.
D. Perkembangan Fisik Balita dengan Gizi Kurang dan Buruk selama diberikan
Pendampingan pola asuh dan Pemberian PMT
1. LILA
LILA Yaitu lingkar lengan balita yang diukur pada saat sebelum
pemberian PMT dan setelah pemberian PMT selama 1 bulan. Dari
grafik dapat dilihat perkembangan LILA masing masing balita
sebelum diberi PMT sampai selesai diberikan PMT adalah sebagai
berikut.
xlv
a. Balita Usia < 1 tahun
b. Balita Usia 1 – 2 tahun
c. Balita Usia 2 – 3 tahun
xlvi
d. Balita Usia 3 – 4 tahun
e. Balita > 4 tahun
xlvii
2. Tinggi Badan
a. Balita Usia < 1 tahun
b. Balita Usia 1 – 2 tahun
xlviii
c. Balita Usia 2 – 3 tahun
d. Balita Usia 3 – 4 tahun
xlix
e. Balita > 4 tahun
3. Berat badan
Perkembangan berat badan balita sebelum dilakukan pemberian PMT
sampai selesai pemberian PMT dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
a. Balita Usia < 1 tahun
l
Safira sakit demam selama 4 hari,Frisa tidak naik berat badan selain
karena dirawat nenek dan tante juga sulit makan hanya mengutamakan
susu formula dan sakit (gizi baik)
b. Balita Usia 1 – 2 tahun
Dava Salsabila makan banyak tidur malam malam pernah dapat
susu, Ahmad Fajar rewel senang mainjarang tidur dan susah
makan, M.Nur Fadilah sering sariawan dan sakit diare.Naswa lahir
prematur bapaknya kuli bangunan,
li
c. Balita Usia 2 – 3 tahun
Elvina sering main makanan yang dimakan kurang bersih lingkungan
rumah kotor,Septi sakit,Devi ayu ,makannya susah sukanya bayam,
Rahmadani sakit selama 4 hari.
d. Balita Usia 3 – 4 tahun
Ryo setiawan mempunyai penyakit flak paru paru,Ilham diasuh tantenya
banyak main bapaknya meninggal ibu kerja di GG, Nilam Cahyani aktif
jarang tidur senang makan, Abil setiawan rewel jarang tidur makannya
banyak,Fara susah makan
lii
e. Balita > 4 tahun
Eka Pratama sakit susah makan suka chiki/makanan ringan.Ferdi
diasuh nenek ortu di luar kota sering main, Anggi suka makanan tak
bergizi misalnya krupuk pakai kecap (gizi buruk)
Agnes Dewi BB turun karena sakit, Mahendra aktivitas banyak tidak
suka daging
E. Pengaruh Pemberian PMT terhadap Pertumbuhan Balita (LILA, Tinggi
badan, Berat Badan)
Paired Samples Statistics
Pair 1
Pair 2
Pair 3
N
Std. Error
Mean
,27390
lilapre
Mean
13,4200
30
Std. Deviation
1,50021
lilapost
14,1067
30
,92771
,16938
pjpre
82,8600
30
7,18262
1,31136
pjpost
83,6100
30
7,17949
1,31079
bb_pre
9,9600
30
1,66808
,30455
bb_post
10,6600
30
1,76119
,32155
Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1
Pair 2
Pair 3
lilapre - lilapost
pjpre - pjpost
bb_pre bb_post
Mean
-,68667
-,75000
Std.
Deviation
1,25965
1,06601
Std. Error
Mean
,22998
,19463
-,70000
,47416
,08657
95% Confidence
Interval of the
Difference
-1,15703
-,21631
-1,14806
-,35194
-,87705
-,52295
t
-2,986
-3,854
29
29
,006
,001
-8,086
29
,000
Dari analisiss data datat dilihat Ada perbedaan lila sebelum diberikan PMT
dengan sesudah diberikan PMT dengan nilai sig 0,006. Ada perbedaan Tinggi
liii
Sig. (2tailed)
df
Badan sebelum diberikan PMT dengan sesudah diberika PMT dengan nilai Sig
0,001. Ada perbedaan Berat Badan sebelum diberikan PMT dengan sesudah
diberikan PMT dengan nilai Sig 0,000.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh pendidikan ibu/pengasuh terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan bantuan SPSS
dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,782 (lebih besar dari
0,05). Maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya
tidak ada keterkaitan antara Pendidikan ibu/pengasuh dengan kejadian gizi
buruk. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu. Jadi dapat
dikatakan bahwa pendidikan itu menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Menurut Y.B. Mantra yang dikutip oleh Notoatmojo (1985) Pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk ikut serta dalam pembangunan
kesehatan, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Nursalam, 2001).
Menurut Koencoroningrat (1997) dalam Mubarak (2005) atau makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pengetahuan yang kurang
akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan. Rendahnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga banyak
balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin gizi.
Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah
seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
liv
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara
Pendidikan ibu/pengaruh dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Unsur
pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan secara teori makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki, namun untuk kejadian gizi buruk ini
ternyata pendidikan tidak mempengaruhi kejadian gizi buruk sehingga hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak menjamin terlepas dari masalah
gizi buruk.
5.2 Pengaruh pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan bantuan SPSS
dengan α= 0,05 didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,138 (lebih besar dari
0,05). Maka kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya
tidak ada keterkaitan antara Pekerjaan orang tua dengan kejadian gizi buruk.
Menurut Thomas (1996) dalam Nursalam dan Pariani (2001) pekerjaan
adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan
keluarganya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan
antara Pekerjaan dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Dalam penelitian
ini pengkategorian jenis pekerjaan hanya dibagi 3 kategori yaitu tidak bekerja,
bekerja tidak tetap dan bekerja tetap sehingga disini tidak ada perbeaan jenis
pekerjaan karena tidak menutup kemungkinan yang bekerja tetappun belum
tentu mencukupi kebutu8han gizi balita.
5.3. Pengaruh jumlah keluarga terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan , dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,044 (lebih besar dari 0,05).Maka
kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada
keterkaitan antara jumlah keluarga dengan kejadian gizi buruk. Hal ini
menunjukkan bahwa n jumlah keluarga mempengaruhi kejadian gizi buruk
lv
5.4. Pengaruh frekwensi makan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan ,dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,05).Maka
kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada
keterkaitan antara Frekwensi makan dengan kejadian gizi buruk. Makanan
alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak
tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah
dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang
baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan
mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di
rumah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara
frekwensi makan dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Sehingga angka
Kejadian gizi buruk pada balita tidak terdapat perbedaan yang signifikan bila
dibandingkan dengan kejadian gizi kurang.
5.5. Pengaruh komposisi asupan gizi seimbang terhadap kejadian gizi buruk dan gizi
Kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,023 (lebih besar dari 0,05). Maka
kesimpulannya adalah terima hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada
keterkaitan antara komposisi asupan gizi dengan kejadian gizi buruk.
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi
sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun kebijaksanaan
politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini.
Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat.
Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal
balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab
pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding
lvi
terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi
persentasi anak yang kekurangan gizi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara
komposisi asupan dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Sehingga Dengan
asupan makanan angka Kejadian gizi buruk pada balita terdapat perbedaan
yang signifikan bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang.
5.6. Pengaruh keragaman konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang.
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan, dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,018 (lebih besar dari 0,05) artinya
terima
hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara
keragaman konsumsi dengan kejadian gizi buruk. Sehingga angka Kejadian
gizi buruk pada balita terdapat perbedaan yang signifikan dengan adanya
keragaman konsumsi balita bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang.
5.7. Pengaruh jumlah konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan, dengan α= 0,05
setelah perhitungan kedua didapatkan didapatkan hasil signifikansi sebesar
0,15 (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis
dalam penelitian ini, artinya ada pengaruh antara juml;ah konsumsi dengan
kejadian gizi buruk. Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita terdapat
perbedaan yang signifikan dengan jumlah konsumsi yang berbeda bila
dibandingkan dengan kejadian gizi kurang.
5.8. Pengaruh pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun terhadap kejadian gizi buruk dan
gizi kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan, dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,02 untuk colustrum dan 0,024 untuk
ASI (lebih besar dari 0,05). Maka kesimpulannya adalah terima hipotesis
dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara pemberian colustrum dan
lvii
pemberian ASI dengan kejadian gizi buruk. Sehingga angka Kejadian gizi
buruk pada balita terdapat perbedaan yang signifikan
dengan pemberian
colustrum dan pemberian ASI bila dibandingkan dengan kejadian gizi kurang.
5.9. Pengaruh terjadinya infeksi/sering sakit terhadap kejadian gizi buruk dan gizi
kurang
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0,739 (lebih besar dari 0,05). Maka
kesimpulannya adalah tolak hipotesis dalam penelitian ini, artinya tidak ada
keterkaitan antara terjadinya infeksi dengan kejadian gizi buruk. Infeksi. Tak
dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi.
Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi
akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya
akan mempermudah masuknya beragam penyakit. Infeksi Menjadi penyebab
terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan
yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas
penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnya tuberculosis
(TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya
lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan
saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan
kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara infeksi
dengan Kejadian gizi buruk pada Balita . Sehingga angka Kejadian gizi buruk
pada balita tidak terdapat perbedaan yang signifikan bila dibandingkan dengan
kejadian gizi kurang.
5.10. Pengaruh Pendampingan pola asuh terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang.
lviii
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian
banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi
buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini
diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak
yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya
berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan
kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat
Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota
bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita
gizi buruk. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan
anak . Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih,
memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu (
misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur, santan dll) , hal ini
menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein
maupun kalori yang cukup.
5.11. Pengaruh Pemberian PMT terhadap LILA,Tinggi Badan dan Berat Badan Balita gizi
buruk dan gizi kurang.
Berdasarkan uji statitstik Regresi linier menggunakan dengan α= 0,05
didapatkan hasil signifikansi sebesar 0.006 LILA, 0.001 Tinggi Badan, 0,000
Berat badan. (lebih kecil dari 0,05) Maka kesimpulannya adalah terima
hipotesis dalam penelitian ini, artinya ada keterkaitan antara Pemberian PMT
dengan kejadian pertumbuhan LILA, Tinggi Badan dan Berta Badan.
Sehingga angka Kejadian gizi buruk pada balita bias diminimalisir dengan
pemberian PMT.
lix
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1.
Tidak ada pengaruh pendidikan ibu/pengasuh terhadap kejadian gizi buruk dan
gizi kurang
2.
Tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
3.
Ada pengaruh jumlah keluarga terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
4.
Tidak ada pengaruh frekwensi makan terhadap kejadian gizi buruk dan gizi
kurang
5.
Ada pengaruh komposisi asupan gizi seimbang terhadap kejadian gizi buruk dan
gizi kurang.
6.
Ada pengaruh keragaman konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
7.
pengaruh jumlah konsumsi terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang
8.
Ada pengaruh pemberian colostrum/asi sampai 2 tahun terhadap kejadian gizi
buruk dan gizi kurang
9.
Tidak ada pengaruh terjadinya infeksi/sering sakit terhadap kejadian gizi buruk
dan gizi kurang
10. Ada pengaruh Pendampingan pola asuh dan Pemberian PMT terhadap kejadian
gizi buruk dan gizi kurang
B. SARAN
Gizi buruk dan Gizi Kurang dapat diatasi dengan melakukan Tindak bila
faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang
lx
tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, serta
pentingnya sosialisasi makanan bergizi bagi balita. Dari hasil penelitian hampir
semua penderita gizi buruk pada kondisi sasial ekonomi yang sangat
memprihatinkan.
Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk
memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari
dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen
feeding" ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet (
penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada
daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining
/ deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi
buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan
di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturutturut tidak naik timbangan berat badan untuk segera mendapat akses pelayanan
dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif.
Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang
dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka
masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika mau membantu dalam
pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan
atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak. Kasus gizi buruk
mengajak semua komponen bangsa untuk peduli, berrsama kita selamatkan
generasi penerus ini untuk menjadi Indonesia yang lebih baik.
lxi
DAFTAR PUSTAKA
Andersen. P.P, Pelletier,D., dan Alderman,H.(edit),1995. Child Growth of Children : What Works.
Rationale and Guidance for Program. The World Bank.Washington.
Ali Khomsan, 2006, Gizi Buruk dan Bangsa Yang Bebal
Arifasno Napu, 2008, Penerapan Ilmu Gizi berbasis makanan khas daerah pada pendidikan formal,
Indonesion nutrition network
Antonius Wiwan Koban, 2008, Sinar Harapan, 14 April 2008
Budhipramono, 2008, Pengaruh faktor Sosial Ekonomi dan Demografi Terhadap Status Gizi
Buruk
Carriere,R,C.2000.Revitalizing and Optimizing Posyandu.Growth Monitoring and Promotion.
Makalah.Unicef.Jakarta
Dwi Oetomo, 2007, Gizi Buruk Balita Di Surakarta Dikaji Dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola
Konsumsi Makan Balita
Gabr,M.,2001.IUNS in the Twenty century on the shoulders of the Twentieth Century giants of
nutrition. VIIth International Congress of Nutrition 27 – 29 Agustus 2001
Griffiths,M.,Dickin,K.,Favin,M.1996.Promoting the Growth of Children : What Works. Rationale
and Guidance for Programs. The Word Bank.Washington
Judarwanto,W., 2008 Gizi buruk tidak selalu tidak mampu kontrofersi gizi buruk di kota
metropolitan
Lorensius, Memulihkan Gizi Anak Dalam Waktu 30 hari
Nurpudji, Web: www.net dan linknya
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta,
Salemba Medika
Risduwan (2009 : 24), . Metode dan Teknik Menyusun Tesis.Bandung, Alfabeta
lxii
Soekirman, Perlu Paradigma baru untuk menanggulangi masalah gizi makro di indonesia
Sudikno , 2005, Studi Analisis kinerja Tenaga
Penanggulangan Balita Gizi Buruk
Pelasnana Gizi (TPG) Puskesma dalam
Sugiyono, 2005 : 38, Statistik untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta
Sugiyono; 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta
Yetty Nancy, Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang, Tempo, selasa 20 Desember 2005
.
Lampiran 1 :
INFORMED CONSENT
Saya sebagai Peneliti STIKes Surya Mitra Husada Kediri akan melakukan penelitian
dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Gizi Buruk serta upaya penanganannya
dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT di Kotamadya Kediri”.
Adapun Tujuan Dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan, jenis
pekerjaan, pendapatan, jumlah keluarga, frekwensi makan, komponen asupan gizi seimbang,
keragaman konsumsi, jumlah konsumsi, Pemberian ASI ekssklusif, infeksi, pendampingan pola
asuh dan pemberian PMT terhadap kejadian GIZI buruk pada Balita.
Dalam hal ini saya mengharapkan Bapak/ Ibu bersedia untuk kami jadikan responden dan
mengijinkan putra/putri Bapak/Ibu untuk kami berikan PMT dan pendampingan pola asuhi. Dan
mengenai identitas atau data akan dirahasiakan oleh peneliti.
Demikian informasi penelitian ini saya buat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima
kasih.
Kediri,......................20...
Peneliti
lxiii
(TIM)
lxiv
LEMBAR PERSETUJUAN PENDAMPINGAN POLA ASUH DAN PEMBERIAN PMT
Bahwa saya menyatakan bersedia berperan serta dalam penelitian ini dengan menyetujui
dijadikan sebagai obyek penelitian dengan mengijinkan putra/putri saya untuk diberi
pendampingan pola asuh dan pemberian PMT. Sebelum mengisi form saya diberi keterangan /
penjelasan mengenai tujuan penelitian ini, dan saya telah mengerti bahwa penulis akan
merahasiakan identitas, data maupun informasi yang diberikan. Apabila ada pernyataan yang
menimbulkan respon emosional yang tidak nyaman, maka peneliti akan menghentikan
pengumpulan data dan memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian
tanpa resiko apapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sukarela dan tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun.
Kediri,
(
20
Responden
)
INSTRUMEN PENELITIAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Gizi Buruk serta upaya
penanganannya dengan pendampingan pola asuh dan pemberian PMT
di Kotamadya Kediri
No. Responden : ..............................
A. DATA UMUM
1. Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. PT
2. Jenis Pekerjaan
a. Tidak bekerja
b. Bekerja tidak tetap
c. Bekerja tetap
lxv
3. Jumlah Keluarga
a. < 4
b. 4 - 6
c. > 6
4. Frekwensi makan
a. < 3 kali
b. 3 kali
c. > 3 kali
5. Komposisi Makanan
a. Tidak lengkap
b. Lengkap
c.
6. Keragaman konsumsi
a. Tidak Beragam
b. Beragam
7. Jumlah konsumsi
a. Sesuai takaran
b. Tidak sesuai takanan
8. Colustrum/asi
a. Tidak diberi ASI selama 6 bulan
b. Diberi ASI selama 6 bulan
9. Makanan Padat Dini
a. Diberi MPASI sebelum 6 bulan
b. Tidak diberi MPASI sebelum 6 bulan.
10.Penyakit Infeksi
a. Ada
b. Tidak
B. LEMBAR OBSERVASI
No.
1.
Uraian
Berat Badan
lxvi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Tinggi Badan
LILA
Lampiran 2
Data balita gizi buruk kotamadya kediri
januari 2009
No
Nama
JK
1
Yonathan Putra
(gizi buruk
temporer) PMTP/SGM3,motivasi
Mahendra
Ferdian Indra (gizi
buruk) penyuluhan
Agnes Dewi (KEP
berat) SGM 3
Satrio Utomo (gizi
buruk) entrasol
SGM2 (lama)
2
3
4
5
BB
(kg)
9,5
ORTU
KEL.
L
umur
(bln)
30 bl
Gidion/juwariyah
Sukorame/bandar lor
L
L
44
59
9,1
12
Mulyadi/dewi
Suprianto
Sukorame RT32/RW10
Setono pande RT1/RW4
P
43
Yoyok/Haryuni
Jl. Mangga 3 Kaliombo
L
23
10,3
BL 1,8
6,6
Zaelani/Sunarsih
Tempurejo RT14/RWV
lxvii
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Rindi Tri Wahyu
Aldi Pratama (Gizi
buruk) SGM2
Biscuit (lama)
Anggi Eka Ruliana
Fatiyurah
Nilam Cahyanai
Riki
Riko
P
L
60
18
10,9
6,6
Endi/Rumini
Imam
Choiri/Damiyati
Bawang RT2/RW2
Ngletih RT14/RW3
P
P
P
L
L
40
37
25
21
21
9,2
9,4
7,1
7
7
Nina/Ruly
Mujais/tarbiyatun
Irwansyah/Yuli
Wahyu/lilis
Wahyu/lilis
Semampir rT7/RW5
Ngadirejo RT2/RW1
Dandangan RT1/RW12
Dandangan RT2/RW12
Dandangan RT2/RW12
Assyfa (Gizi buruk
temporer) PMTP/SGM3, motivasi
Randu(gizi buruk
temporer) PMTP/SGM3, motivasi
Ayu Setiowati (gizi
kurang) SGM
Abil Setiawan(gizi
kurang) SGM
Tia Putra(gizi
Buruk) SGM
Vrissa(gizi kurang)
SGM
Iswatun
Khasanah(gizi
kurang) SGM
Lora Indah(gizi
kurang) SGM
Damayanti Icha
(gizi buruk) SGM
Reva
Selvi
Dava Salsabela
Konsum (KEP
berat) SGM 3
Titis Sasmita (KEP
berat) SGM 3
P
23
7
Ranindra/Irawati
Bujel RT01/03
L
17
7,7
Sirin/Sri bunga
Sukorame RT 12/03
P
19
8,2
Nungki Dinar
PasarMrican RT05/04
L
31
11,1
Rukminingsih
Mrican Rt02/04
L
17
6,7
Siti M
P
16
7,5
Karmiasih
P
30
10
Jl Gatot Subroto 95
rt05/03Mrican
Semanding No 6
Rt1/3Mrican
Mrican Rt 06/06
P
18
8
Nurkhasanah
Ngampel rt8/2Mrican
P
36
9,3
Susiana/gunawan
Ngampel Jl Seruni rt 27
Mrican
Semampir RT9/RWI
Semampir RT 18/RW2
Semampir RT20/RW3
Ngronggo
Rejomulyo
L
42
9,1
Sophiah
Endah
Indah Purwanti
Tn. Susasnto
P
42
9
Ny.Eny
TABULASI SILANG
status_gizi * pendidikan_ibu Crosstabulation
pendidikan_ibu
SD
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
SLTP
Total
SLTA
5
2
7
14
16,7%
6,7%
23,3%
46,7%
6
3
5
14
20,0%
10,0%
16,7%
46,7%
2
0
0
2
6,7%
,0%
,0%
6,7%
13
5
12
30
43,3%
16,7%
40,0%
100,0%
status_gizi * pekerjaan_ayah Crosstabulation
lxviii
status_gizi
buruk
Count
tidak bekerja
1
% of Total
kurang
3,3%
Count
% of Total
baik
% of Total
10,0%
11
2
14
36,7%
6,7%
46,7%
0
2
0
2
,0%
6,7%
,0%
6,7%
2
23
5
30
6,7%
76,7%
16,7%
100,0%
status_gizi * komposisi_makan Crosstabulation
komposisi_makan
0
status_gizi
buruk
% of Total
kurang
baik
lengkap
12
14
6,7%
40,0%
46,7%
Count
% of Total
2
12
14
6,7%
40,0%
46,7%
Count
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
4
26
30
13,3%
86,7%
100,0%
% of Total
Total
Count
% of Total
Total
2
Count
status_gizi * keragaman_makan Crosstabulation
keragaman_makan
0
status_gizi
buruk
% of Total
kurang
baik
beragam
12
6,7%
40,0%
3
11
14
10,0%
36,7%
46,7%
Count
% of Total
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
Total
2
Count
0
14
46,7%
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
5
25
30
16,7%
83,3%
100,0%
status_gizi * Colustrum Crosstabulation
Colustrum
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
14
46,7%
1
Count
% of Total
33,3%
Total
3,3%
Count
Total
pekerjaan_ayah
bekerja dengan bekerja dengan
penghasilan
penghasilan
tidak tetap
tetap
10
3
Total
ya
1
13
14
3,3%
43,3%
46,7%
4
10
14
13,3%
33,3%
46,7%
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
lxix
Total
Count
% of Total
5
25
30
16,7%
83,3%
100,0%
status_gizi * ASI Crosstabulation
ASI
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
0
14
14
,0%
46,7%
46,7%
5
9
14
30,0%
46,7%
Count
0
2
2
,0%
6,7%
6,7%
5
25
30
16,7%
83,3%
100,0%
Count
% of Total
ya
0
16,7%
% of Total
Total
Total
status_gizi * Makanan_padat_dini Crosstabulation
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Total
14
10,0%
8
14
20,0%
26,7%
46,7%
46,7%
2
0
2
6,7%
,0%
6,7%
Count
% of Total
0
6
Count
% of Total
Total
36,7%
Count
% of Total
baik
Makanan_padat_dini
diberi
makanan
0
padat dini
11
3
19
11
30
63,3%
36,7%
100,0%
status_gizi * Penyakit_Infeksi Crosstabulation
Penyakit_Infeksi
0
status_gizi
buruk
Count
% of Total
kurang
Count
% of Total
baik
Count
% of Total
Total
Count
% of Total
Total
memiliki
0
11
3
14
36,7%
10,0%
46,7%
13
1
14
43,3%
3,3%
46,7%
2
0
2
6,7%
,0%
6,7%
26
4
30
86,7%
13,3%
100,0%
HASIL REGRESI LINIER
TAHAP I
Var Independent semua
Coefficients(a)
lxx
Unstandardized
Coefficients
Model
1
Standardized
Coefficients
B
10,567
Std. Error
2,428
pendidikan_ibu
,081
,290
pekerjaan_ayah
-,931
,600
jumlah_keluarga
-,390
,200
-,361
(Constant)
frekuensi_makan
t
Sig.
Beta
4,352
,000
,045
,280
,782
-,268
-1,553
,138
-1,951
,067
,269
,820
,059
,328
,747
komposisi_makan
-5,187
2,083
-1,075
-2,490
,023
keragaman_makan
5,340
2,059
1,213
2,593
,018
,194
,095
,343
2,035
,057
jumlah_konsumsi
Colustrum
5,052
1,402
1,148
3,604
,002
ASI
-3,708
1,508
-,843
-2,459
,024
Makanan_padat_dini
-1,193
,547
-,351
-2,181
,043
,324
,959
,067
,338
,739
Penyakit_Infeksi
YANG BERPENGARUH TERHADAP Status Gizi adalah : komposisi makan, keragaman,
colustrum, ASI, makanan padat dini
TAHAP II
Var Independent : yang signifikan ditambah dengan jumlah keluarga, jumlah konsumsi
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Model
1
(Constant)
jumlah_keluarga
B
9,857
Standardized
Coefficients
Std. Error
1,238
t
Sig.
Beta
7,960
,000
-,333
,155
-,308
-2,142
,044
komposisi_makan
-5,203
1,879
-1,078
-2,769
,011
keragaman_makan
5,122
1,842
1,164
2,781
,011
jumlah_konsumsi
,196
,075
,347
2,624
,015
4,713
1,223
1,071
3,855
,001
ASI
-3,760
1,389
-,854
-2,707
,013
Makanan_padat_dini
-1,237
,520
-,364
-2,379
,026
Colustrum
a Dependent Variable: BB
lxxi
Download