1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kata

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penggunaan kata yang tepat di dalam sebuah tuturan diperlukan guna
terciptanya saling kesepahaman diantara penutur seperti yang diungkapkan oleh
Leech, (2003: 16), “Bahasa harus dapat berterima dan tidak ada kejanggalan di
dalam suatu kalimat”. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam
kalimat dapat dipahami dan berterima diperlukan diksi atau pemilihan kata yang
tepat.
Hal
tersebut
tidaklah
mudah
dilakukan
mengingat
banyaknya
perbendaharaan kata dan adanya kenyataan bahwa dalam satu kata dapat dibentuk
menjadi jenis kata yang lainnya, Bahkan, ada kata-kata yang memiliki arti yang
sangat luas. Hal ini sering menjadi penyebab kesulitan atau kesalahan dalam
penggunaan kata. Oleh karena itu, sebelum memilih untuk menggunakan suatu
kata diperlukan pemahaman tentang kata tersebut.
Memahami kata dimulai dari memahami makna dari leksem. Leksem
merupakan satuan terkecil pembentuk kata, sedangkan makna adalah arti atau
maksud yang tersimpul dari suatu leksem karena makna dan bendanya merupakan
suatu yang saling berkaitan dan saling menyatu. Jika suatu kata atau leksem tidak
dapat dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu, maka kita
tidak bisa memperoleh makna dari kata atau leksem tersebut (Tjiptadi, 1984 : 19).
Dengan demikian, makna sebuah leksem selalu berhubungan dengan leksem
tersebut, misalnya leksem hit dan punch. Leksem punch didefinisikan menurut
1
2
kamus “Oxford Advanced Learner’s Dictionary Seventh Edition”, yaitu to hit
somebody or something hard with your fist „memukul seseorang atau benda
menggunakan kepalan tangan dengan keras‟. Definisi kata seperti ini disebut
dengan makna leksikal atau makna kamus.
Adapun salah satu pemberian makna leksem menurut kamus yaitu melalui
sinonim. Leksem punch menggunakan leksem hit sebagai makna dari leksem
punch tersebut. Namun, pemaknaan melalui sinonim tidak dapat dilakukan pada
semua kata. Terdapat banyak leksem yang tidak dapat dijelaskan dengan sinonim
(Leech, 2003 : 251). Masing-masing leksem memiliki informasi yang ingin
disampaikan yang tidak dapat dicakup dengan sebuah leksem yang merupakan
sinonimnya. Tidak ada leksem yang maknanya benar-benar sama dengan leksem
lainnya walaupun leksem-leksem tersebut bersinonim. Makna dalam masingmasing bentuk leksem yang bersinonim memiliki kekonstanan dan masing-masing
makna tersebut memiliki otonominya sendiri. Kehadiran suatu makna tidak
mengubah makna yang lain. Hal itu sejalan dengan pendapat Wijana (2010: 54)
yang menyatakan bahwa kata-kata yang bersinonim biasanya dapat saling
menggantikan bila dihubungkan dengan satuan lingual tertentu walaupun belum
tentu dapat menggantikan bila dihubungkan dengan satuan lingual yang lain.
Informasi dalam leksem tidak dapat disederhanakan atau melalui parafrase karena
akan menimbulkan tidak lengkapnya pendeskripsian terhadap informasi tersebut.
Sulitnya untuk menentukan makna telah menjadi persoalan umum di
bidang linguistik sejak konsep makna mulai diperkenalkan. Terdapat leksemleksem dengan makna yang saling berhubungan, misalnya leksem biff, pommel,
3
punch, slug, atau thump. Hubungan makna tersebut yaitu pada tindakan memukul.
Akan tetapi, dari satu leksem juga dapat memiliki makna yang berbeda-beda
ketika digunakan di dalam kalimat. Perbedaan tersebut dikarenakan konsep
tentang makna suatu leksem tidak dapat dilihat dari leksem itu sendiri, tetapi juga
berhubungan dengan informasi lainnya ketika leksem tersebut digunakan.
Permasalahan inilah yang mendorong penganalisisan makna lebih mendalam yang
disebut dengan analisis makna.
Analisis makna yaitu proses untuk memberikan pengertian tertentu suatu
leksem melalui pemilahan leksem tersebut ke dalam ciri-ciri khususnya.
Bloomfield (Wahab, 1995 : 41) berpendapat bahwa makna leksem dapat
diterangkan dalam batas-batas fitur pembeda (distinctive features) dari situasi,
makna dari sebuah leksem berupa fitur-fitur yang sama untuk semua situasi
dimana leksem tersebut dipergunakan. Fitur ini merupakan ciri khas yang dimiliki
suatu leksem dan tetap ada pada leksem tersebut walaupun leksem tersebut
didefinisikan berbeda-beda ketika digunakan di dalam kalimat yang disebut
dengan fitur semantik. Dengan mengetahui fitur semantik dari suatu leksem, maka
makna-makna berbeda yang dibentuk dari suatu leksem dapat ditelusuri
hubungannya walaupun makna-makna tersebut sudah berbeda jauh dari makna
leksikalnya. Fitur-fitur semantik yang dimiliki oleh suatu leksem dapat dicari
melalui analisis komponen makna.
Analisis komponen makna merupakan analisis untuk menentukan
perbedaan-perbedaan di dalam suatu leksem dengan cara membandingkan fiturfitur semantik yang dimiliki leksem-leksem. Fitur tersebut diperlukan untuk
4
mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan
suatu makna leksem. Analisis ini akan memperjelas hubungan yang timbul
diantara leksem-leksem sehingga diperoleh kandungan atau komposisi leksem
tersebut. Komposisi inilah yang akan digunakan dalam pendeskripsian makna
leksem tersebut.
Adanya pendeskripsian yang jelas mengenai makna yang terdapat di dalam
sebuah leksem dalam bahasa tertentu akan menuntun pada penggambaran teoritis
mengenai penutur bahasa tersebut terhadap aspek-aspek leksikal di dalam suatu
leksem. Chaer, (1999: 4) menyatakan bahwa analisis makna sebuah bahasa dapat
menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya pemakainya. Oleh
karena itu, analisis ini dimulai dengan leksem-leksem yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu leksem yang dipergunakan untuk mendeskripsikan
tindakan memukul.
Memukul merupakan tindakan yang biasanya dilakukan ketika seseorang
sedang emosi. Orang itu biasanya akan melampiaskan rasa kesalnya dengan
mengepalkan tangannya kemudian memukul orang yang membuat dirinya emosi.
Tindakan memukul dengan mengepalkan tangan ini di dalam bahasa Inggris
diwakili oleh leksem biff, pommel, punch, slug, atau thump. Tindakan memukul
juga biasa terjadi pada orang dewasa yang ingin menghukum anak kecil yang
dapat disebut dengan cane atau spank. Selain itu, tindakan memukul juga dapat
dilakukan tanpa sengaja misalnya ketika seseorang berada dalam kondisi gelap
atau kurang pencahayaan. Banyaknya leksem-leksem yang bermakna “memukul”
inilah yang menjadi alasan pertama penulis.
5
Adapun alasan kedua penulis tertarik dengan leksem-leksem tindakan
memukul yaitu dari terdapat sejumlah leksem yang hampir mirip maknanya
contohnya, pada leksem biff, punch, slug, dan thump. Keempat leksem ini
memiliki definisi yang mirip, yaitu memukul dengan menggunakan kepalan
tangan
atau
meninju.
Pendefinisian
tersebut
belum
cukup
untuk
merepresentasikan makna dari keempat kata tersebut. Leksem-leksem tersebut
tentunya memiliki perbedaan. Maka, inilah peran dari analisis komponen makna
yaitu untuk mengungkap perbedaan makna dari leksem-leksem tersebut sehingga
makna suatu leksem menjadi jelas dan pengguna bahasa dapat menggunakan
leksem tersebut dengan tepat dalam mengungkapkan suatu informasi.
Analisis komponen makna pada leksem biff, pommel, punch, slug, dan
thump adalah sebagai berikut.
a.
Biff
Analisis komponen makna pada leksem biff adalah sebagai berikut.
+alat berupa kepalan tangan
+cara melakukan dengan diarahkan secara langsung secara tajam
+sasaran manusia
+kekuatan keras
±intensitas sekali
±intensitas berkali-kali
+dilakukan dengan sengaja
b.
Pommel
Analisis komponen makna pada leksem pommel adalah sebagai berikut.
6
+alat berupa kepalan tangan
+cara melakukan dengan diarahkan secara langsung
±sasaran manusia
±sasaran benda mati
±kekuatan keras
±kekuatan sangat keras
+intensitas berkali-kali
+dilakukan dengan disengaja
c.
Punch
Analisis komponen makna pada leksem punch adalah sebagai berikut.
+alat berupa kepalan tangan
+cara melakukan dengan diarahkan secara langsung
±sasaran manusia
±sasaran benda mati
+kekuatan keras
±intensitas sekali
±intensitas berkali-kali
+tujuan membuat lubang pada benda
+dilakukan dengan disengaja
d.
Slug
Analisis komponen makna pada leksem slug adalah sebagai berikut.
+alat berupa kepalan tangan
+cara melakukan dengan diarahkan secara langsung
7
+sasaran manusia
+kekuatan sangat keras
±intensitas sekali
±intensitas berkali-kali
+dilakukan dengan disengaja
e.
Thump
Analisis komponen makna pada leksem thump adalah sebagai berikut.
+alat berupa kepalan tangan
+cara melakukan dengan diarahkan secara langsung
±sasaran manusia
±sasaran benda mati
+kekuatan keras
±intensitas sekali
±intensitas berkali-kali
+dilakukan dengan disengaja
+akibat menimbulkan suara
Dari fitur-fitur semantik yang telah diuraikan di atas, maka dapat diketahui
perbedaan antara leksem biff, pommel, punch, slug, dan thump. Perbedaan tersebut
terletak pada fitur sasaran, kekuatan, intensitas, dan akibat dari tindakan. Pada
leksem biff dan leksem slug memiliki fitur sasaran manusia, sedangkan pada
leksem punch dan leksem thump fitur sasarannya dapat berupa manusia dan
benda. Pada fitur kekuatan, leksem slug memiliki fitur kekuatan sangat keras,
sedangkan ketiga leksem lainnya memiliki fitur kekuatan keras. Dilihat dari
8
perbandingan kedua fitur tersebut, leksem punch dan leksem thump memiliki
kemiripan. Fitur yang menjadi pembeda kedua leksem tersebut adalah fitur akibat
dari tindakan. Pada leksem punch, tindakan memukul akan mengakibatkan lubang
pada sasarannya yang berupa benda, sedangkan fitur akibat dari tindakan pada
leksem thump adalah menimbulkan suara. Dari kelima leksem ini, leksem pommel
menunjukkan fitur semantik yang berbeda dari keempat leksem lainnya.
Perbedaan tersebut terletak pada fitur intensitas dalam melakukan tindakan.
Leksem pommel memiliki fitur semantik melakukan tindakan memukul dengan
berkali-kali. Dengan demikian, fitur-fitur semantik yang terdapat pada leksem
setelah diperbandingkan akan menghasilkan perbedaan pada leksem-leksem
maknanya berdekatan.
Selain untuk membedakan makna pada leksem-leksem yang berdekatan
maknanya, fitur-fitur semantik yang dimiliki leksem-leksem tersebut juga dapat
menuntun pada analisis penggunaan leksem-leksem tersebut di dalam kalimat.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa makna suatu leksem dapat
berubah ketika dipergunakan di dalam kalimat yang disebut dengan makna
kontekstual suatu leksem. Misalnya, leksem biff dalam kalimat Stephen Glover:
It's time Dave and George gave the traitorous Cleggie and Cable a biff on the
hooter (Stephen Glover : Inilah saatnya Dave dan George memberikan pelajaran
pada kedua penghianat Cleggie dan Cable). Makna leksem biff yang semula
tindakan memukul dengan keras menggunakan kepalan tangan dalam kalimat
tersebut berubah menjadi pelajaran.
9
Kalimat ini mendeskripsikan Cleggie dan Cable telah menghianati teman
satu kelompoknya, Dave dan George, dengan berpindah ke kelompok lain
sehingga menjadi lawan politiknya pada periode kepemimpinan lalu. Ketika
periode kepemimpinan berubah, Dave dan George memiliki posisi yang lebih
tinggi dari Cleggie dan Cable, sehingga dirasakan perlu untuk memberikan
pelajaran kepada kedua orang yang dianggap telah berkhianat tersebut.
Pelajaran merupakan proses untuk memberikan pengetahuan ke orang lain
dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam kalimat ini, maksud dari memberikan
pelajaran adalah keinginan untuk menunjukkan kekuasaan yang dimiliki oleh
mereka pada saat ini kepada orang-orang yang meninggalkan mereka ketika
mereka sedang berada dalam posisi yang sulit. Jadi, ketika ia memperoleh
kepemimpinan, ia akan membalas orang-orang yang telah menghianatinya.
Tindakan memberikan pelajaran tersebut sama dengan tindakan memukul.
Memukul dapat disebabkan oleh emosi karena kesalahan orang yang dipukul
tersebut. Memukul ini merupakan alat untuk memberikan balasan atas kesalahan
orang tersebut agar orang tersebut ingat akan kesalahannya. Tindakan memukul
ini biasanya menggunakan kepalan tangan dengan kekuatan pukulan yang keras
untuk memperingatkan orang yang bersalah tersebut.
Dalam kalimat ini, Dave dan George yang emosi dengan tindakan
penghianatan yang telah dilakukan oleh Cleggie dan Cable membalas perbuatan
mereka dalam bentuk politik. Tindakan yang dilakukan oleh Dave dan George ini
seolah-olah seperti memukul Cleggie dan Cable dengan keras karena
menghasilkan akibat yaitu rasa sakit sehingga memberikan pelajaran atas
10
kesalahan yang dilakukan oleh seseorang supaya orang tersebut tidak
mengulanginya lagi. Dari deskripsi tersebut dapat dilihat adanya interpretasi fitur
semantik pada leksem biff yang bermakna „memukul‟ dan leksem biff dalam
kalimat ini, yaitu fitur alat dan kekuatan pukulan. Dalam kalimat ini, fitur alat
untuk melakukan tindakan adalah politik yang dijalankan oleh Dave dan George
untuk menyulitkan Cleggie dan Cable. Tindakan tersebut dilakukan dengan keras
karena Dave dan George berusaha mencari cara untuk menyulitkan lawannya.
Dari perluasan fitur semantik ini, dapat dilihat bahwa bentuk hubungan perubahan
makna pada leksem biff dalam kalimat ini termasuk dalam perluasan makna
figuratif.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa makna yang terdapat pada
leksem-leksem tindakan memukul dalam Bahasa Inggris merupakan hal yang
menarik untuk diteliti. Leksem-leksem yang mendeskripsikan tindakan memukul
memiliki makna yang mirip sehingga diperlukan analisis komponen makna untuk
membedakan makna yang terdapat dalam leksem tersebut. Dari komponen makna
ini akan ditemukan fitur-fitur semantik suatu leksem yang akan membantu dalam
menganalisis perubahan makna suatu leksem di dalam kalimat sehingga dapat
dilihat bentuk hubungan makna-makna yang terdapat dalam suatu leksem. Hal
inilah yang menjadi alasan ketertarikan penulis untuk meneliti “Leksem Verba
Tindakan Memukul di Dalam Bahasa Inggris”. Selain yang telah dipaparkan
tersebut, leksem-leksem yang mendeskripsikan tindakan memukul di dalam
bahasa Inggris juga belum pernah menjadi objek penelitian sejauh ini. Dengan
demikian, ketertarikan penulis pada leksem-leksem yang bermakna tindakan
11
memukul dalam bahasa Inggris, makna leksem-leksem tersebut dan hubungan
makna pada leksem-leksem tersebut ketika mengalami perubahan makna dapat
dikembangkan menjadi landasan pada rumusan masalah penelitian ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, maka diperoleh rumusan masalah yang
diteliti dalam penelitian ini yaitu:
a.
Leksem apa saja yang mendeskripsikan tindakan memukul dalam bahasa
Inggris dan bagaimana perbedaan leksem-leksem tersebut?
b.
Bagaimanakah
makna
kontekstual
dari
leksem-leksem
yang
mendeskripsikan tindakan memukul dalam bahasa Inggris?
c.
Apa sajakah bentuk hubungan makna yang terdapat dalam leksem
tindakan memukul dalam bahasa Inggris?
1.3.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai di
dalam penelitian ini yaitu:
a.
Menyebutkan leksem-leksem yang termasuk dalam tindakan memukul
dalam bahasa Inggris.
b.
Mendeskripsikan makna kontekstual dari leksem-leksem yang termasuk
dalam tindakan memukul dalam bahasa Inggris.
c.
Menyebutkan bentuk-bentuk hubungan pada perubahan makna leksemleksem yang mendeskripsikan tindakan memukul dalam bahasa Inggris.
12
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai “Leksem Verba Tindakan Memukul dalam Bahasa
Inggris” ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari aspek teoritis maupun
praktis.
1.4.1
Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis penelitian ini yaitu berkontribusi pada kajian
bidang semantik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan
pendeskripsian secara mendalam mengenai fitur-fitur semantik pada leksemleksem yang bermakna tindakan memukul. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan deskripsi mengenai hubungan makna yang terdapat
pada penggunaan leksem-leksem tindakan memukul di dalam sebuah kalimat.
1.4.2
Manfaat Praktis
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk penyempurnaan
kamus. Dengan adanya analisis komponen makna pada leksem-leksem yang
bermakna tindakan memukul ini akan diketahui pendefinisian secara jelas
terhadap makna suatu leksem karena pendefinisian leksem-leksem tersebut di
dalam kamus, khususnya kamus Bahasa Inggris – Indonesia pada saat ini belum
begitu detail. Dengan adanya penelitian ini akan terungkap leksem-leksem di
dalam bahasa Inggris yang dapat dijadikan referensi dalam memilih leksem yang
tepat untuk mengungkapkan suatu informasi. Selain itu, penelitian terhadap fiturfitur semantik yang terdapat dalam suatu leksem juga bermanfaat dalam
penerjemahan. Analisis komponen makna yang terkandung di dalam setiap
13
leksem bermanfaat untuk menentukan dengan tepat terjemahan dalam bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia maupun sebaliknya.
1.5
Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berhubungan dengan makna kata telah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya diantaranya dilakukan oleh ST. Ariati (2003)
dengan judul penelitian “Fitur Semantik Pembeda pada Kata-kata yang Bermakna
Angin dalam Bahasa Makasar dan Bahasa Inggris”. Penelitian ini membedakan
kata-kata yang memiliki makna angin di dalam bahasa Makasar dan bahasa
Inggris. Adanya faktor perbedaan budaya dan keadaan geografis diantara kedua
negara penutur bahasa tersebut menyebabkan banyaknya fitur-fitur semantik
pembeda pada makna kata angin.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Elfiondri (1996), yaitu “Medan Leksikal
+Alat Transportasi dalam Bahasa Minangkabau”. Penelitian ini memiliki enam
tujuan diantaranya menata dan menginventarisasi leksem-leksem yang termasuk
medan leksikal +alat transportasi, mendeskripsikan komponen-komponen makna
yang dimiliki oleh leksem-leksem dalam medan leksikal +alat transportasi,
menentukan relasi semantis antar leksem dalam medan leksikal +alat transportasi,
mendeskripsikan konfigurasi medan leksikal +alat transportasi, mendeskripsikan
perbedaan antar leksem dalam medan leksikal +alat transportasi, dan
mendeskripsikan kekhasan medan leksikal +alat transportasi. Penelitian ini
menginventarisasi 33 leksem yang termasuk dalam medan leksikal +alat
transportasi dalam Bahasa Minangkabau. Adapun sistem dan struktur medan
14
leksikal tercermin dalam sistem kontras ganda dan medan makna tersebut
cenderung untuk tidak konsisten di dalam dimensi-dimensi yang sama.
Penelitian makna juga dilakukan oleh Wedhawati (1998) yang berbentuk
disertasi dengan judul “Medan Leksikal (+Suara +Insan) dalam Leksem Bahasa
Indonesia”. Penelitian ini membahas tentang kandungan komponen makna yang
terdapat di dalam leksem-leksem yang tercakup di dalam medan makna „suara
insan‟. Melalui penelitian ini, diperoleh sistem dan struktur medan leksikal „suara
insan‟.
Yulian Purnama (2006) juga melakukan penelitian “Leksem yang
Bermakna „Menyakiti‟ yang Melibatkan Anggota Tubuh Tangan Manusia dengan
Sasaran Tubuh atau Bagian Tubuh Manusia dalam Bahasa Jawa Sebuah Kajian
Medan Makna”. Penelitian ini bertujuan untuk menata dan menginventarisasi
leksem yang berciri +verba, +tindakan +tangan +sengaja +menyakiti dengan
sasaran tubuh atau bagian tubuh dalam bahasa Jawa, mendeskripsikan komponenkomponen makna yang dimiliki oleh leksem tersebut dan konfigurasi dari leksem
tersebut. Penelitian ini menemukan 48 leksem dengan medan maknanya masingmasing. penelitian serupa juga dilakukan oleh Hamza Pansuri (2007) yang
berjudul “Leksem Verba Bermakna Menyakiti dengan Tangan dalam Bahasa
Indonesia”. Hasil analisis menemukan 35 verba bermakna menyakiti dengan
tangan dalam bahasa Indonesia yang membentuk 9 komponen makna. Masingmasing komponen makna membentuk komponen makna bersama dan komponen
makna khusus.
15
Sehubungan dengan makna dan verba, penelitian mengenai “Tipe-tipe
Semantik Verba Bahasa Jawa” dilakukan oleh tim peneliti dari Balai Penelitian
Bahasa dan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada yang menemukan verba
dalam bahasa Jawa dapat digolongkan menjadi dua puluh tiga jenis yang dapat
disederhanakan menjadi sebelas atau dua belas jenis, serta penggolongan bahasa
Jawa berdasarkan wilayah maknanya tidak selaras dengan tipe verba bahasa Jawa
berdasarkan aspek semantik-sintaksisnya. Penelitian serupa juga dilakukan pada
bahasa Indonesia yang berjudul “Tipe-tipe Semantik Kata Kerja Bahasa Indonesia
Kontemporer” oleh Tampubolon, et al. Penelitian ini menemukan fitur-fitur
semantik verba bahasa Indonesia dan menentukan tipe-tipe semantiknya
berdasarkan fitur-fitur tersebut.
Penelitian-penelitian tersebut sebagian besar mendeskripsikan tentang
komponen makna dan makna leksikal dari leksem-leksem yang diteliti. Sejauh
pengamatan penulis, belum ada penelitian yang menggunakan fitur semantik
untuk mengungkap hubungan antarmakna didalam satu leksem. Di sisi lain,
leksem-leksem yang mendeskripsikan tindakan memukul di dalam bahasa Inggris
juga belum pernah dijadikan sebagai objek penelitian. Hal-hal inilah yang
membuat penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.
1.6
Landasan Teori
Penelitian ini akan menggunakan beberapa teori yang relevan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun teori-teori tersebut yaitu teori
16
yang berhubungan dengan makna kata, analisis komponen makna, dan verba
memukul.
1.6.1
Makna Kata
Bahasa memiliki sifat yang amat penting yaitu jelas, hemat, dan
konvensional. Bahasa mempunyai beberapa sifat yang amat penting. Bahasa dan
unsurnya bersifat differentiating (membedakan), yaitu dapat membedakan konsep
dan pengertian. Distinctive, yaitu setiap unsurnya memiliki kemampuan
membedakan sesuatu hal tertentu. Bahasa dan unsurnya bersifat contrastive, yaitu
apapun yang tampaknya serupa, sebenarnya berbeda karena ditandai oleh lambang
yang berbeda bentuknya (Poedjosoedarmo, 2001: 94).
Makna pada kata pada dasarnya adalah pengetahuan kognitif yang terdapat
dan distrukturkan di dalam dan oleh sistem bahasa, yang dipahami oleh penutur
dalam kegiatan berkomunikasi secara umum dan wajar (Subroto, 1999 : 114).
Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari
apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam.
Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan katakata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada
tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82)
mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.
Subroto (1999: 115) memadankan sense dengan makna, yaitu arti sebuah
butir leksikal atau sebuah tuturan kalimat berdasarkan konteks pemakaian, situasi,
yang melatarinya, dan intonasinya. Jadi, arti (meaning) bersifat dasar dan makna
(sense) bersifat tertentu karena dirambu-rambui oleh struktur, konteks pemakaian,
17
intonasi, dan latar yang melingkupinya. Pendapat tersebut senada dengan
pengertian makna yang dikemukakan oleh Allan (1986: 68) yaitu arti sebuah unit
leksikal atau tuturan sebuah kalimat dalam pemakaian yang konkret dalam situasi
tertentu. tuturan sebuah kalimat terikat oleh latar pembicataan, lingkungan
tekstual, dan dunia nyata yang dituturkan. Sense sebuah kalimat terbentuk dari
sebuah makna butir-butir leksikal yang dipakainya plus struktur kalimat itu, plus
intonasi, plus situasi dan maksud penutur.
Makna berbeda dengan arti. Arti leksikal bersifat dasar tetapi belum
tertentu atau spesifik. Arti tersebut bersifat spesifik ketika digunakan dalam
penunjukkan (reference) dalam situasi pemakaian bahasa tertentu atau dipakai
dalam tuturan tertentu. Arti atau meaning dapat dinyatakan sebagai bentuk
pengetahuan yang bersifat empirik ataupun diperoleh secara kognitif. Arti dari
suatu unit leksikal adalah seikat fitur atau cirri kognitif yang terstruktur yang
memungkinkan dilakukan designasi atau pembahasan atau penunjukan dari semua
denonata atau referen dengan unit leksikal tertentu (Subroto, 1999: 113). Arti ini
dipahami dan digunakan oleh penutur bahasa secara empiric berdasarkan
kemampuan kognitifnya. Dengan pengenalan dan penguasaan arti secara empirik
dan kognitif itu, sejumlah referen yang secara factual barangkali berbeda tetapi
memiliki ciri konseptual yang sama akan dipersepsikan dan dibahaskan dengan
unit leksikal yang sama. Jadi, ada kemampuan untuk melakukan generalisasi atau
perapatan.
Mengkaji atau memerikan makna suatu kata atau leksem ialah memahami
kata atau leksem tersebut berkenaan dengan hubungan makna yang membuat kata
18
atau leksem itu berbeda dari yang lainnya (Lyons, 1977 : 204). Sense hanya dapat
diterangkan dalam konteks relasi makna (sense–relations) antara leksem yang satu
dengan leksem lain, atau antara ekspresi yang satu dengan ekspresi yang lain
dalam system bahasa yang sama. Pembicaraan tentang makna juga tidak terlepas
dari relasi makna sebagai hubungan antara satuan-satuan leksikal yang memuat
makna.
Pengkajian terhadap makna kata penting untuk dilakukan. Verhaar
(Sudaryanto, dkk., 1979: 78) menilai eksistensi makna yaitu sebagai pikiran atau
apa yang dipikirkan dalam bunyi atau dalam struktur bunyi. Pendekatan makna
dapat dilihat dari hubungan-hubungan fungsi yang berbeda di dalam bahasa. Nida
(1975: 22) membedakan pendekatan ini menjadi dua, yaitu pendekatan
ekstensional dan intensional. Pendekatan intensional adalah pendekatan yang
memusatkan perhatian pada struktur-struktur konseptual yang berhubungan
dengan unit-unit utama, sedangkan pendekatan ekstensional adalah pendekatan
yang memusatkan perhatian pada penggunaan kata atau leksem di dalam konteks.
Berhubungan dengan pengkajian tentang makna, makna terbagi menjadi
beberapa jenis. Menurut Chaer (1999) makna terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu (i) makna leksikal dan makna gramatikal, (ii) makna referensial dan makna
nonreferensial, (iii) makna denotatif dan makna konotatif, (iv) makna kata dan
makna istilah, (v) makna konsep dan makna asosiatif, (vi) makna idiom dan
peribahasa, dan (vii) makna kiasan. Namun, jenis-jenis makna tidak terbatas pada
tujuh jenis makna menurut Chaer ini saja, diantaranya terdapat makna
19
kontekstual, makna konstruksi, dan makna metaforis. Adapun makna yang
berkaitan dengan penelitian ini adalah makna leksikal dan makna kontekstual.
Makna leksikal adalah makna yang terkandung dalam satuan lingual
leksem baik leksem simpleks, leksem kompleks, maupun leksem majemuk ketika
leksem tersebut berdiri sendiri – lepas dari penggunaan atau konteksnya
(Kridalaksana, 2008: 133). Makna leksikal merupakan makna dasar atau makna
inti (core of meaning). Karena merupakan makna dasar, makna leksikal
merupakan makna pembeda (distinctive meaning), yang dapat berfungsi sebagai
pengontras antara leksem tertentu dengan leksem yang lain, sehingga makna
tersebut disebut makna kontrastif (Leech, 2003: 9 – 23, Nida, 1975: 54).
Makna kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya
(Sarwiji, 2008:72). Makna ini muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan
situasi pada waktu ujaran dipakai. Chaer (1994:290) mengungkapkan bahwa
makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam
konteks. Makna konteks juga dapat berkenaan dengan situasinya yakni tempat,
waktu, lingkungan, penggunaan leksem tersebut. Contoh penggunaan makna
kontekstual dapat dilihat di bawah ini.
(i)
Kaki adik terluka karena menginjak pecahan kaca.
(ii)
Nenek mencari kayu bakar di kaki gunung.
(iii)
Pensilku terjepit di kaki meja.
(iv)
Jempol kakinya bernanah karena luka infeksi.
Penggunaan leksem kaki pada kalimat-kalimat tersebut bila dilihat pada
konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (i), leksem kaki
20
berarti „alat gerak bagian bawah pada tubuh makhluk hidup‟, sedangkan pada
kalimat (ii), leksem kaki memiliki arti „bagian bawah dari sebuah tempat‟.
Selanjutnya, kalimat (iii), leksem kaki merupakan „bagian bawah dari sebuah
benda‟. Terakhir, kalimat (iv), leksem kaki memiliki makna „bagian dari alat
gerak bagian bawah makhluk hidup‟. Leksem kaki pada hakikatnya mengandung
maksud bagian terbawah dari sebuah objek, namun dalam penggunaan leksem
tersebut juga harus disesuaikan dengan konteks, sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dalam makna leksem kaki. Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa makna kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata atau
leksem yang berada pada suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau
menambah kejelasan makna, yang dipengaruh oleh situasi, tempat, waktu,
lingkungan penggunaan leksem tersebut.
1.6.2 Analisis Komponen Makna
Di dalam sebuah leksem terdapat sejumlah fitur semantik yang memuat
sejumlah fitur yang membedakan dengan arti leksem lainnya. Fitur-fitur semantik
yang terkandung dalam leksem-leksem tersebut adalah fitur yang membedakan
yang terdapat pada komponen makna di dalam sebuah leksem.
Menurut Palmer (1976: 108 – 110), komponen adalah arti keseluruhan dari
suatu kata yang terdiri atas sejumlah elemen yang satu dengan lainnya yang
memiliki ciri yang berbeda-beda dan tidak menunjukkan kaitan lebih jauh antar
komponen itu. Lyons (1995 : 107) “One way of formalizing, or making absolutely
precise, the sense-relations that hold among lexemes is by means of componential
21
analysis”. Salah satu cara untuk menentukan hubungan makna yang terdapat
dalam leksem-leksem tertentu adalah dengan melakukan analisis komponensial.
Komponen-komponen yang dimiliki tersebut kemudian disebut dengan komponen
makna (Lyons, 1995: 108).
Leech (2003: 125) menyatakan bahwa analisis komponen sebagai sarana
untuk mempelajari hubungan antara istilah atau kata-kata yang berdekatan.
Analisis komponen makna adalah analisis berupa pemecah unsur makna atas fiturfitur distingtif yang lebih kecil, yaitu menjadi komponen-komponen yang kontras
dengan komponen-komponen lainnya (Leech, 2003: 96). Analisis komponen ini
menganalisis makna suatu kata secara terperinci hingga tahap terkecilnya yaitu
pada tingkat elemen kontrastif yang paling rendah.
Komponen makna dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu common
component atau komponen umum, diagnostic component atau komponen
diagnostik dan suplementary component atau komplemen suplemen (Nida, 1975:
228). Komponen umum adalah komponen bersama yang dimiliki oleh beberapa
leksem, contohnya komponen makna [+manusia], yaitu komponen bersama bagi
leksem ayah, ibu, dan anak. Komponen diagnostik adalah komponen semantik
yang dimiliki oleh suatu kata atau leksem dan berfungsi sebagai pembeda
terhadap kata-kata atau leksem-leksem lain yang masih dalam satu medan makna,
contohnya komponen makna [+laki-laki] sebagai komponen diagnostik bagi ayah
dan ibu. Selanjutnya, komponen suplemen adalah komponen semantik yang
sifatnya sebagai komponen tambahan (Nida, 1975: 35).
22
Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida
(1975: 64 – 66) menyebutkan empat teknik dalam menganalisis komponen makna
yakni penamaan, parafrasis, pendefinisian dan pengklasifikasian yaitu sebagai
berikut.
1)
Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat
konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat
pemakainya sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya,
leksem rumah mengacu ke „benda yang beratap, berdinding, berpintu, berjendela,
dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat‟.
2)
Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem. Proses paraphrase
ini akan menghasilkan dua tipe kata, yaitu kata inti dan kata-kata yang
berhubungan dengan kata inti yang telah diparafrase, misalnya pada kata
“makan”. Kata “makan” merupakan kata inti yang dapat diparafrase menjadi
mengunyah, menggigit, dan menelan.
3)
Pendefinisian
Pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata
dengan menyampaikan seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat
dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan tepat dan
sesuai dengan konteks.
4)
Pengklasifikasian
23
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata
dengan cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Proses
selanjutnya yaitu memisahkan fitur-fitur dari kata yang berbeda antara satu sama
lainnya kemudian dilanjutkan dengan menentukan dasar perbedaan dari kelompok
kata tersebut.
Analisis komponen makna yang terdapat pada leksem-leksem dengan
membubuhkan notasi semantis terhadap pada fitur-fitur semantis yang terdapat
pada masing-masing leksem. Notasi semantis ini mengikuti model analisis
komponen makna Nida (1975 : 75). Model ini lebih disukai karena fitur semantik
yang terdapat dalam
leksem-leksem dideskripsikan dengan lebih jelas
dibandingkan notasi semantik lainnya. Adapun notasi semantis tersebut adalah
sebagai berikut.
-
Tanda (+) untuk fitur wajib yang harus ada pada leksem tersebut.
-
Tanda (±) untuk fitur yang tidak wajib tetapi relevan dengan leksem
tersebut.
-
Tanda (-) untuk fitur yang tidak wajib dan tidak relevan dengan leksem
tersebut.
Notasi semantis tersebut dibubuhkan pada fitur-fitur semantik yang
relevan dengan leksem yang dianalisis. Dengan cara ini, perbedaan leksem-leksem
yang maknanya mirip menjadi lebih mudah untuk dianalisis.
1.7
Metode Penelitian
24
Metode sangat penting bukan hanya dalam penelitian bahasa, tetapi juga
bagi ilmu pengetahuan empiris (Sudaryanto, 1992: 1). Penelitian ini menerapkan
metode penelitian linguistik sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudaryanto
(1992: 57a) bahwa setiap prosedur penelitian linguistik melewati tiga tahapan,
yaitu tahap pengumpulan data, tahap pengolahan atau penganalisisan data, dan
tahap pemaparan hasil analisis. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang dilakukan berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang
secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau
yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret atau
paparan apa adanya (Sudaryanto, 1992: 62).
Data pada penelitian ini adalah leksem-leksem yang termasuk dalam
tindakan memukul di dalam bahasa Inggris. Sumber data penelitian ini merupakan
data tertulis yang diperoleh dari kamus “Oxford Advanced Learner‟s Dictionary
Seventh Edition”, kamus elektronik “Merriam-Webster”, “Webster‟s New
Dictionary of Synonyms”, dan kamus elektronik “Dictionary”. Adapun alasan
digunakannya sumber data berupa kamus adalah kamus memuat kosakata penutur
sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang memadai untuk mengumpulkan
data. Kamus juga menyajikan makna kata dan pada umumnya menyajikan konteks
pemakaian leksem.
Selain kamus, data juga diperoleh dari korpus elektronik Bahasa Inggris
yang bersumber pada teks dari total tujuh surat kabar elektronik. Teks tersebut
tersedia via arsip jejaring (web) yang ditelusuri melalui mesin pencari webcorp
(www.webcorp.org.uk/). Adapun penelusuran tersebut dilakukan sebanyak tiga
25
kali, yaitu pada tanggal 28 Oktober 2013, 10 Desember 2013, dan 15 Februari
2014. Penggunaan korpus sebagai sumber data karena penelitian ini bertujuan
untuk melihat penggunaan leksem di dalam kalimat dan korpus menyediakan data
kebahasaan yang alamiah dan konkret.
1.7.1 Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat.
Pertama, penulis mencari leksem-leksem yang termasuk dalam tindakan memukul
di dalam bahasa Inggris menurut kamus “Oxford Advanced Learner‟s
Dictionary”, kamus elektronik “Merriam-Webster”, “Webster‟s New Dictionary
of Synonyms”, dan kamus elektronik “Dictionary”. Pencarian tersebut
menggunakan kata kunci „hit‟ yang merupakan leksem superordinat untuk
leksem-leksem yang termasuk dalam tindakan memukul di dalam bahasa Inggris.
Data yang diperoleh kemudian dicatat ke dalam kartu data yang selanjutnya
dilakukan penyaringan data untuk dianalisis.
Penjaringan data juga dilakukan melalui mesin pencari webcorp
berdasarkan pada tahapan-tahapan sebagai berikut.
(i)
Masuk ke situs www.webcorp.org.uk/
(ii)
Masukkan kata kunci leksem yang akan dianalisis, misalnya leksem bang.
26
(iii)
Menyalin hasil pencarian leksem tersebut.
(iv)
Data yang diperoleh kemudian disaring untuk kemudian dianalisis.
Pada tahapan ini, hasil korpus yang berupa kalimat-kalimat yang
mengandung leksem yang akan dianalisis disaring. Penyaringan data ini
menggunakan teknik purposive sample. Purposive sample yaitu penentuan sampel
berdasarkan tujuan tertentu dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto,
2006: 183). Adapun data yang dipilih untuk dianalisis pada penelitian ini
berdasarkan syarat-syarat yaitu
(i)
Mewakili keseluruhan populasi.
(ii)
Berasal dari konteks kalimat yang utuh sehingga memudahkan peneliti
untuk menganalisis makna leksemnya.
(iii)
Makna leksem pada data yang dianalisis memiliki hubungan makna
dengan makna dasar leksem tersebut.
27
1.7.2 Tahap Analisis Data
Data yang berupa leksem-leksem tindakan memukul di dalam bahasa
Inggris yang telah ditemukan di kamus dianalisis menurut metode pengontrasan
berdasarkan
Poedjosoedarmo
(2001:
119)
yaitu
mengontraskan
atau
mempertentangkan antara bentuk leksem-leksem yang mendeskripsikan tindakan
memukul di dalam bahasa Inggris yang biasa disebut dengan teknik analisis
komponen makna.
Langkah-langkah analisis data tersebut sebagai berikut:
a.
Menyaring leksem-leksem yang termasuk di dalam tindakan memukul
berdasarkan definisi tentang memukul.
b.
Menganalisis komponen makna yang terdapat pada setiap leksem dengan
membubuhkan notasi semantis terhadap pada fitur-fitur semantis yang
terdapat pada masing-masing leksem. Notasi semantis ini mengikuti model
analisis komponen makna Nida (1975 : 75). Adapun notasi semantic
tersebut adalah sebagai berikut.
-
Tanda (+) untuk fitur wajib yang harus ada pada leksem tersebut.
-
Tanda (±) untuk fitur yang tidak wajib tetapi relevan dengan leksem
tersebut.
-
Tanda (-) untuk fitur yang tidak wajib dan tidak relevan dengan leksem
tersebut.
c.
Menentukan fitur semantik dari leksem-leksem yang termasuk dalam
tindakan memukul di dalam bahasa Igggris menggunakan teknik analisis
komponen makna dan menentukan perbedaan diantara kata-kata tersebut.
28
Dikarenakan penulis bukan penutur utama bahasa Inggris, analisis
komponen makna pada kata-kata yang bermakna hit menggunakan kamus
“Oxford Advanced Learner‟s Dictionary Seventh Edition”, kamus elektronik
“Merriam-Webster”, dan kamus elektronik “Dictionary”.
d.
Mencari penggunaan leksem-leksem tindakan memukul dalam bahasa
Inggris
di
dalam
kalimat
melalui
mesin
pencari
webcorp
(www.webcorp.org.uk/).
e.
Menganalisis makna leksem-leksem tindakan memukul dalam bahasa
Inggris ketika digunakan di dalam kalimat. Analisis makna leksem ini
menggunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung. Leksemleksem yang terdapat di dalam kalimat dibagi-bagi menurut fungsinya
selanjutnya dicari maknanya.
f.
Mencari hubungan antarmakna pada leksem-leksem yang termasuk di
dalam tindakan memukul. Untuk mencari hubungan makna yang terdapat
di dalam suatu leksem menggunakan teknik analisis komponen makna.
Makna baru yang dibentuk oleh suatu leksem di dalam kalimat
dibandingkan dengan makna dasar leksem tersebut untuk dicari persamaan
dan perbedaan fitur semantik yang terdapat pada leksem tersebut.
1.7.3 Tahap Penyajian Data
Penyajian data dilakukan secara formal dan informal. Metode penyajian
formal adalah cara penyajian kaidah dengan tanda lambang, seperti tanda kurung,
tanda panah, tanda bintang, lambang huruf sebagai singkatan nama, dan berbagai
29
diagram. Sedangkan metode penyajian informal adalah cara penyajian kaidah
dengan rumusan kata-kata biasa yang mudah dimengerti (Sudaryanto, 1993: 145).
Pada penelitian ini, penyajian data dilakukan secara formal yaitu dengan tanda
kurung dan tabel serta penyajian secara informal yaitu dengan pendeskripsian
hasil penelitian melalui kata-kata.
1.8
Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan dipaparkan menjadi empat bab yang terdiri dari:
a.
Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
b.
Bab II memaparkan mengenai komponen makna dan fitur semantik dari
leksem-leksem yang termasuk dalam tindakan memukul dalam bahasa
Inggris.
c.
Bab III memaparkan mengenai makna leksem-leksem tindakan memukul
ketika digunakan di dalam kalimat dan keterkaitan antarmakna pada
leksem tersebut.
d.
Bab IV merupakan bab terakhir atau penutup yang berisi tentang
kesimpulan dan saran.
Download