BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Terhadap Pendidikan Inklusi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Persepsi Terhadap Pendidikan Inklusi
1. Definisi persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang digunakan individu untuk mengelola
dan menafsirkan pesan indera dari lingkungan dalam rangka memberikan makna
kepada lingkungan dengan cara mengorganisir dan menginterpretasi sehingga
akan mempengaruhi perilaku individu (Robbins 2003). Gibson (1998) dan
Sarwono (2000) menambahkan bahwa persepsi melibatkan alat indra dan proses
kognisi yaitu menerima stimulus, mengorganisasi stimulus serta menafsirkan
stimulus dengan proses tersebut akan mempengaruhi perilaku dan sikap individu.
Definisi yang sama juga diungkapkan Solso, dkk (2008) bahwa persepsi
melibatkan kognisi dalam penginterpretasian terhadap informasi. Kejadiankejadian atau informasi tersebut diproses sesuai pengetahuan yang dimiliki
individu sebelumnya mengenai objek persepsi yang di interpretasikannya.
Menurut McDowwell & Newel (1996) persepsi dipengaruhi oleh faktor dari
dalam diri individu yaitu perasaan sehingga mampu mempengaruhi persepsi
individu tersebut.
Rahmat (2005) menyebutkan persepsi dibagi menjadi dua bentuk yaitu
positif dan negatif, apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan penghayatan dan
dapat diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan
positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang
dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif
13
Universitas Sumatera Utara
14
atau cenderung menjauhi, menolak dan menanggapinya secara berlawanan
terhadap objek persepsi tersebut.
Robbins (2002) menambahkan bahwa persepsi positif merupakan penilaian
individu terhadap suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau
sesuai dengan yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan
yang ada. Sedangkan, persepsi negatif merupakan persepsi individu terhadap
objek atau informasi tertentu dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan
yang diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada.
Penyebab munculnya persepsi negatif seseorang dapat muncul karena adanya
ketidakpuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya
ketidaktahuan individu serta tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek
yang dipersepsikan dan sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif
seseorang karena adanya kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber
persepsinya, adanya pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu
terhadap objek yang dipersepsikan.
Menurut Leavitt (1997) individu cenderung melihat kepada hal-hal yang
mereka anggap akan memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mengabaikan
hal-hal yang dianggap merugikan/mengganggu. Menurut Robbins (2002) keadaan
psikologis menjadi sangat berperan dalam proses intepretasi atau penafsiran
terhadap stimulus, sehingga sangat mungkin persepsi seorang individu akan
berbeda dengan individu lain, meskipun objek/stimulusnya sama. Davidoff
(1988) menambahkan bahwa penafsiran sangat dipengaruhi oleh karakteristikkarakteristik pribadi dari pelaku persepsi, antara lain sikap, motif/kebutuhan,
Universitas Sumatera Utara
15
kepentingan/minat, pengalaman masa lalu dan harapan. Proses persepsi
melibatkan intepretasi mengakibatkan hasil persepsi antara satu orang dengan
orang lain sifatnya berbeda (individualistik).
Berdasarkan defenisi yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan cara pandang individu terhadap stimulus yang ada di
lingkungan melalui proses kognisi dan proses afeksi yang dipengaruhi oleh
berbagai hal seperti pengetahuan sebelumnya, kebutuhan, suasana hati,
pendidikan dan faktor lainnya sehingga memberikan makna yang berbeda dan
akan mempengaruhi perilaku dan sikap individu.
2. Aspek persepsi
Aspek persepsi menurut McDowwell & Newel (1996) , yaitu:
a. Kognisi
Aspek kognisi merupakan aspek yang melibatkan cara berpikir, mengenali,
memaknai suatu stimulus yang diterima oleh panca indera, pengalaman atau
yang
pernah
dilihat
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Hurlock
(1999)
menambahkan bahwa aspek kognitif didasarkan atas konsep suatu informasi,
aspek kognitif ini juga didasarkan pada pengalaman pribadi dan apa yang
dipelajari.
b. Afeksi
Aspek afeksi merupakan aspek yang membangun aspek kognitif. Aspek afektif
ini mencakup cara individu dalam merasakan, mengekspresikan emosi
terhadap stimulus berdasarkan nilai-nilai dalam dirinya yang kemudian
mempengaruhi persepsinya.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
Robbin (2003) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Keadaan pribadi orang yang mempersepsi
Merupakan faktor yang terdapat dalam individu yang mempersepsikan.
Misalnya kebutuhan, suasana hati, pendidikan, pengalaman masa lalu, sosial
ekonomi dan karakteristik lain yang terdapat dalam diri individu.
b. Karakteristik target yang dipersepsi
Target tidak dilihat sebagai suatu yang terpisah, maka hubungan antar target
dan latar belakang serta kedekatan/kemiripan dan hal-hal yang dipersepsi dapat
mempengaruhi persepsi seseorang.
c. Konteks situasi terjadinya persepsi
Waktu dipersepsinya suatu kejadian dapat mempengaruhi persepsi, demikian
pula dengan lokasi, cahaya, panas, atau faktor situasional lainnya.
Berbeda dengan Robbins, menurut Thoha (2007) persepsi dipengaruhi oleh,
yaitu:
a. Psikologis
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dalam dunia ini sangat
dipengaruhi oleh keadaan psikologis.
b. Keluarga
Pengaruh yang paling besar terhadap anak adalah keluarga. Orang tua yang
telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat
Universitas Sumatera Utara
17
kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang
diturunkan pada anak mereka.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu
faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang
memandang dan memahami keadaan dunia ini.
David Krech dan Ricard Crutcfield (dalam Rahmat, 2005) menambahkan
faktor-faktor yang menentukan persepsi menjadi dua yaitu : faktor fungsional dan
faktor struktural
a. Faktor Fungsional
Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
lalu, jenis kelamin dan hal-hal lain yang disebut sebagai faktor-faktor personal.
Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang
memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
b. Faktor Struktural
Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat
stimulus fisik terhadap efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf
individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi menurut teori
Gestalt bila kita ingin memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti
faktor-faktor
yang
terpisah
tetapi
memandangnya
dalam
hubungan
keseluruhan.
Rahmat (2005) menambahkan tiga faktor personal yang mempengaruhi
persepsi adalah:
Universitas Sumatera Utara
18
a. Pengalaman, seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak
tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki
persepsi. Semakin seseorang berpengalaman dalam suatu hal semakin baik
persepsinya.
b. Motivasi, motivasi individu terhadap suatu informasi akan mempengeruhi
persepsinya. Seseorang yang memiliki motivasi dan harapan yang tinggi
terhadap sesuatu, cenderung akan memiliki persepsi yang positif terhadap
objek tersebut.
c. Kepribadian, dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk
mengeksternalisasi pengalaman subjektif secara tidak sadar.kepribadian
seseorang yang extrovert dan berhati halus cenderung akan memiliki persepsi
yang lebih baik terhadap sesuatu.
4. Proses terbentuknya persepsi
Proses terbentuknya persepsi tidak akan terlepas dari pengalaman
penginderaan dan pemikiran. Seperti yang telah dijelaskan oleh Robbins (2003)
bahwa pengalaman masa lalu akan memberikan dasar pemikiran, pemahaman,
pandangan atau tanggapan individu terhadap sesuatu yang ada di sekitarnya
(Robbins, 2003). Myers (1992) mengemukakan bahwa persepsi terjadi dalam tiga
tahapan yang berkesinambungan dan terpadu satu dan lainnya, yaitu :
a. Pemilihan
Pada saat memperhatikan sesuatu berarti individu tidak memperhatikan yang
lainnya. Mengapa dan apa yang disaring biasanya berasal dari beberapa faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari enam prinsip :
Universitas Sumatera Utara
19
1) Intensitas, intensitas atau kuatnya suatu stimulus, suara keras di dalam
ruangan yang sepi atau cahaya yang sangat tajam biasanya mengarahkan
perhatian.
2) Ukuran, sesuatu yang besar akan lebih menarik perhatian.
3) Kontras, sesuatu yang berlatar belakang kontras biasanya sangat
menonjol.
4) Pengulangan, stimulus yang diulang lebih menarik perhatian daripada
yang sesekali saja.
5) Gerakan. Perhatian individu akan lebih tertarik kepadda objek yang
bergerak untuk dilihat daripada objek yang sama tapi diam.
6) Dikenal dan sesuatu yang baru. Objek baru yang berada di lingkungan
yang lebih dikenal akan lebih menarik perhatian.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi :
1) Faktor fisiologis, individu dirangsang oleh apa yang sedang terjadi di luar
dirinya melalui pengindraan seperti mata, kulit, lidah, telinga, hidung,
tetapi tidak semua individu yang memiliki kekuatan indera yang sama,
maka tidak setiap individu mampu mempersepsikan dengan baik.
2) Faktor psikologis, meliputi motivasi dan pengalaman belajar masa lalu.
Motivasi dan pengalaman belajar masa lalu setiap individu berbeda.
Sehingga individu cenderung mempersepsikan apa yang sesuai dengan
kebutuhan, motivasi dan minatnya.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Pengorganisasian
Pengelolaan stimulus atau informasi melibatkan proses kognisi, dimana
individu memahami dan memaknai stimulus yang ada. Individu yang memiliki
tingkat kognisi yang baik cenderung akan memiliki persepsi yang baik
terhadap objek yang dipersepsikan.
c. Interpretasi
Dalam interpretasi individu biasanya melihat konteks dari objek atau stimulus.
Selain itu, interpretasi juga terjadi apa yang disebut dengan proses mengalami
lingkungan, yaitu mengecek persepsi. Apakah orang lain juga melihat sama
seperti yang dilihat individu melalui konsensus validitas dan perbandingan.
B. Pendidikan Inklusi
1. Definisi pendidikan inklusi
Istilah terbaru dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anakanak berkelainan ke dalam program-program sekolah adalah inklusi, bagi
sebagian pendidik hal ini dilihat sebagai deskripsi yang positif dalam usaha-usaha
menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realitas
dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh (Smith, 2006).
Ainscow & Booth (2002) menambahkan bahwa anak-anak yang dianggap sebagai
anak berkebutuhan sebaiknya ditempatkan di sekolah umum yang sama dengan
anak normal umumnya yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sosial
bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak normal.
Universitas Sumatera Utara
21
Menurut Banks (2010) penekanan pada pendidikan inklusi terketak pada
perubahan pendekatan belajar mengajar agar murid dengan perbedaan gender,
kultur, sosial, etnis dan bahasa bisa mendapatkan kesetaraan pendidikan dalam
institusi yang ada. Banks (2010) dan Bennett (2003) menambahkan bahwa
sekolah inklusi dirancang untuk menjadi sekolah yang heterogen, dan harapannya
bisa menjawab semua kebutuhan individu dalam hal pendidikan dalam konteks
sosial yang sama, tidak ada persyaratan khusus untuk bisa menjadi siswanya,
dimana sekolah inklusi memang ditujukan agar anak berkebutuhan khusus bisa
masuk sekolah biasa.
Meyer, Jill dkk (2005) menjelaskan bahwa pendidikan inklusi merupakan
sekolah yang mendasarkan pada asas pendidikan multikultural. Definisi tersebut
dilengkapi oleh Choate (2000) bahwa sekolah inklusi merupakan sekolah yang
mengijinkan peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus untuk dapat belajar di
kelas
pendidikan
umum.
Sapon-Shevin
(dalam
Direktori
PLB,
2004)
menambahkan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat di kelas regular bersama-sama teman seusianya.
Sementara itu Staub dan Peck (dalam Direktori PLB, 2004) mengemukakan
bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan,
sedang, dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa
sekolah regular dapat menerima semua anak tanpa membedakan latar belakang
kondisi. Freiberg (Direktori PLB, 2004) menambahkan bahwa melalui pendidikan
inklusi, anak berkelainan atau yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus dan
Universitas Sumatera Utara
22
yang sering dikenal anak cacat dididik bersama-sama anak lainnya (non ABK)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Selain itu Meyer, Jill dkk (2005) menjelaskan mengenai tujuan dari
pendidikan
inklusi
adalah
untuk
mengajarkan
pada
siswa
agar
bisa
mengapresiasikan dan menghargai orang lain, bisa menyadari bahwa mereka
merupakan bagian dari masyarakat luas, bisa menghargai perbedaan cara pandang,
dan bisa menerima tugas perutusan dalam masyarakat dan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa
pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang mengizinkan siswa berkebutuhan
khusus untuk dapat bersekolah di sekolah regular bersama dengan anak normal
lainnya agar siswa berkebutuhan mendapatkan pendidikan yang sama dengan
anak lainya.
2. Konsep dalam pendidikan inklusi
Stubbs (2000) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa konsep-konsep
utama yang terkait dengan pendidikan inklusi, yaitu:
a. Konsep-konsep tentang anak
Semua anak berhak memperoleh pendidikan di dalam komunitasnya sendiri,
dapat belajar, dan siapapun dapat mengalami kesulitan dalam belajar. Oleh
karena itu semua anak membutuhkan dukungan untuk belajar dan pengajaran
yang berfokus pada anak bermanfaat bagi semua anak.
b. Konsep-konsep tentang pendidikan dan sekolah
Konsep pendidikan lebih luas dari pada sekolah formal dengan memiliki sistem
pendidikan yang fleksibel dan responsif. Inklusi menjamin lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
23
ramah,
melibatkan
meningkatkan
mutu
partisipasi
sekolah
masyarakat
dengan
dan
berkolaborasi
menggunakan
untuk
pendekatan
yang
menyeluruh.
c. Konsep-konsep tentang keberagaman dan diskriminasi
Pendidikan inklusi memandang keberagaman sebagai sumber kekuatan dengan
cara
berusaha
memberantas
diskrimiansi.
Pendidikan
inklusi
juga
mempersiapkan siswa untuk menghargai dan menghormati perbedaan.
d. Konsep-konsep tentang proses untuk mempromosikan inklusi
Untuk
mengembangkan
pendidikan
inklusi,
sekolah
harus
mampu
mengidentifikasi dan mengatasi hambatan inklusi serta meningkatkan
partisipasi bagi semua orang dan menjalin kolaborasi serta kemitraan.
e. Penelitian kolaboratif
Inklusi dapat berjalan optimal dengan cara melibatkan sumber daya yang ada
di lingkungan yaitu anak, orangtua, guru, kelompok termarjinalisasi untuk
berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan inklusi.
3. Lima elemen pendidikan inklusi
Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusi adalah satu
komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual
siswa. Untuk itu, Sapon-Shevin (dalam Direktorat PLB, 2007) mengemukakan
lima elemen yang wajib ada di sekolah inklusi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
24
a. Menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima
keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.
Sekolah mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang
menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan
perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan,
kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sebagainya. Pendidikan inklusi
berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas.
b. Penerapan kurikulum dan pembelajaran yang kooperatif.
Pembelajaran di kelas inklusi akan bergeser dari pendekatan pembelajaran
kompetitif yang kaku dan mengacu materi tertentu, ke pendekatan
pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerjasama antarsiswa dan materi
belajar yang bersifat tematik.
c. Guru menerapkan pembelajaran yang interaktif.
Perubahan dalam kurikulum berkatian erat dengan perubahan metode
pembelajaran. Model kelas tradisional di mana seorang guru secara sendirian
berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus bergeser
dengan model antarsiswa saling bekerjasama, saling mengajar dan belajar,
secara
aktif
saling
berpartisipasi
serta
bertanggungjawab
terhadap
pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Semua anak berada di
satu kelas bukan untuk berkompetisi melainkan untuk saling belajar mengajar
dengan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
25
d. Mendorong guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan
hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.
Aspek terpenting dari pendidikan inklusif adalah pengajaran dengan tim,
kolaborasi dan konsultasi. Kerjasama antara guru dengan profesi lain dalam
suatu tim sangat diperlukan, seperti dengan para professional, ahli bina bicara,
petugas bimbingan, guru pembimbing khusus, dan sebagainya. Oleh karena itu,
untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan
dan dorongan secara terus-menerus.
e. Keterlibatan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan dan
pembelajaran.
Keberhasilan pendidikan inklusi sangat bergantung kepada partisipasi aktif dari
orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam
penyusunan program pengajaran individual (PPI) dan bantuan dalam belajar di
rumah.
4. Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan Inklusi
Stubbs (2002) menjelaskan bahwa pendidikan inklusi yang sukses
ditentukan oleh 3 faktor penentu utama, yaitu:
a. Adanya kerangka yang kuat
Pengembangan kerangka yang kuat merupakan komponen utama pendidikan
inklusi, yang akan berfungsi sebagai program. Kerangka ini harus terdiri dari:
1) Nilai-nilai dan keyakinan yang kuat
Universitas Sumatera Utara
26
Nilai-nilai dan keyakinan orang sangatlah
mendalam dan tidak mudah
untuk diubah. Salah satu hambatan utama implementasi inklusi sering kali
adalah sikap negatif.
2) Prinsip-prinsip dasar
Pendidikan inklusi memiliki prinsip-prinsip yang berakar pada nilai dan
keyakinan dan semuanya memunculkan tindakan yang harus dilakukan agar
inklusi terlaksana. Berikut ini adalah beberapa contoh topik diskusi, tetapi
dalam
konteksnya
masing-masing,
topik
diskusi
tersebut
perlu
dikembangkan secara kolaboratif.
a) Semua anak berhak untuk bersekolah di lingkungan masyarakatnya
tanpa tergantung pada karakteristik anak ataupun kesukaan guru.
b) Mengubah sistem agar sesuai dengan anak, bukan sebaliknya.
c) Dukungan yang tepat harus diberikan agar anak mendapat akses
untuk belajar (misalnya Braile, rekaman audio, bahasa isyarat).
d) Lingkungan pendidikan harus fleksibel dan ramah kepada kelompok
yang berbeda-beda.
e) Mengganggu, menghina dan mendiskriminasi anak penyandang
cacat tidak akan ditoleransi, artinya anak penyandang cacat tidak
seharusnya disalahkan bila tidak dapat menyesuaikan diri.
f) Sekolah menggunakan seluruh aspek pendekatan pendidikan untuk
menangani semua hambatan inklusi.
Universitas Sumatera Utara
27
g) Pemecahan masalah harus dilihat sebagai tanggung jawab bersama
antara sekolah, keluarga, anak dan masyarakat, dan harus
mencerminkan suatu model sosial.
3) Indikator keberhasilan
Indikator atau ukuran keberhasilan perlu dikembangkan secara partisipatif
di dalam budaya dan konteks lokal. Pendekatan untuk mengembangkan
indikator tersebut adalah:
a) Membentuk tim koordinasi partisipatori.
b) Menyiapkan materi untuk menstimulasi diskusi yang didasarkan
pada pernyataan-pernyataan tentang inklusi dari berbagai dokumen
internasional, studi kasus, dan definisi pendidikan inklusi.
c) Menggunakan pendekatan partisipatori untuk membuat daftar nilainilai, keyakinan dan prinsip-prinsip inti yang berkaitan dengan
pendidikan inklusi.
d) Mendapatkan opini dari kelompok-kelompok yang tersisihkan,
seperti perempuan, anak-anak, penyandang cacat, orang lanjut usia.
e) Menggunakan penerapan isu kebijakan, kurikulum, pelatihan,
bangunan sekolah dengan menyesuaikan pada kondisi dan situasi
yang ada.
f) Mendeskripsikan
perilaku,
keterampilan,
pengetahuan
dan
perubahan konkret yang akan menunjukkan bahwa nilai-nilai,
keyakinan atau prinsip-prinsip itu benar-benar dipraktikkan.
Universitas Sumatera Utara
28
b. Implementasi berdasarkan budaya dan konteks lokal.
Masalah yang muncul dalam pendidikan inklusi dapat diatasi dengan cara
menyesuaikan permasalahan yang muncul dalam budaya/konteks tertentu.
Sehingga, solusi yang diekspor dari suatu budaya/konteks tidak dapat
mengatasi permasalahan dalam budaya/konteks lain yang sama sekali berbeda.
Maka, pendidikan inklusi mempertimbangkan hal-hal berikut:
1) Situasi praktis, jelaslah isu-isu setiap budaya akan berbeda menurut
tiap budaya dan konteks.
Pendidikan inklusi akan berjalan optimal jika disesuaikan dengan
budaya dan konteks lokal yang ada.
2) Sumber-sumber daya yang tersedia (orang, keuangan, materi).
Banyak orang beragumen bahwa mereka tidak dapat melaksanakan
pendidikan inklusi karena kita tidak memiliki sumber daya yang
cukup. Padahal, pendidikan inklusi dapat berkembang optimal
dengan memaksimalkan sumber daya yang ada.
3) Faktor-faktor budaya.
Sangatlah penting untuk secara sadar mempertimbangkan faktorfaktor budaya dalam merencanakan pendidikan inklusi. Dimana,
budaya yang berbeda memiliki kebutuhan, pengetahuan, kondisi dan
masalah yang berbeda. Setiap budaya juga memiliki faktor-faktor
utama yang terkait dengan budaya lokal, baik faktor pendukung
maupun faktor penghambat. Pendidikan inklusi dapat berjalan
optimal jika mampu memahami dan mengidentifikasi hal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
29
c. Partisipasi yang berkesinambungan dan refleksi diri yang kritis
Pendidikan inklusi tidak akan berhasil jika hanya merupakan struktur yang
mati. Pendidikan inklusi merupakan proses yang dinamis dan agar pendidikan
inklusi terus hidup, diperlukan adanya monitoring yang melibatkan semua
stakeholder. Satu prinsip inti dari pendidikan inklusi adalah harus tanggap
terhadap keberagaman secara fleksibel, yang senantiasa berubah dan tidak
dapat diprediksi. Jadi, pendidikan inklusi harus tetap hidup dan mengalir.
Secara bersama-sama, ketiga faktor penentu utama tersebut membentuk
organisme hidup yang kuat, yang dapat beradaptasi dan tumbuh dalam budaya
dan konteks lokal.
C. Masyarakat Kota Medan
1. Definisi masyarakat
Menurut Koentjaraningrat (1990) istilah masyarakat berasal dari bahasa
Arab yaitu syaraka yag berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Sedangkan dalam
bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, yang
berarti “kawan”. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau
dengan istilah ilmiah saling berinteraksi. Pola tersebut harus bersifat menetap dan
kontinyu, dengan kata lain pola tersebut harus sudah menjadi adat istiadat yang
khas. Menurut Soekanto (2006) masyarakat merupakan kumpulan individu yang
memiliki kebudayaan yang berbeda, tetapi semua perbedaan yang ada menyatu
dan menciptakan kebersamaan yang berjalan harmonis dan membuat kebudayaan
tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
30
Paul B. Horton & C. Hunt (dalam Soekanto, 2006) menambahkan bahwa
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersamasama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam
kelompok/kumpulan manusia tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
kumpulan manusia yang saling berinteraksi, tinggal dalam suatu wilayah dalam
waktu yang lama serta melakukan kegiatan secara bersama.
2. Masyarakat kota Medan
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan
kota terbesar ke tiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Di samping itu,
Kota Medan juga sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka. Kota
Medan memiliki posisi strategi sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan
perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri
(ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan telah mendorong perkembangan
kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat
Kota Medan (Wikipedia, 2010).
Kehadiran Kota Medan sebagai suatu bentuk kota yang memiliki beragam
budaya, etnis, agama yang berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan
munculnya Kota Medan sebagai kota metropolitan dan kota pluralistk yang
berjalan dengan damai (Pemko Medan, 2007).
Keanekaragaman suku bangsa di Kota Medan terlihat dari jumlah masjid,
gereja, kuil dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh daerah.
Universitas Sumatera Utara
31
Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai suku bangsa, yaitu suku bangsa Jawa,
suku-suku dari Tapanuli (Batak, Mandailing, Karo), Melayu dan banyak pula
suku bangsa keturunan India dan Tionghoa (Cipta Karya 2007).
Keanekaragaman yang ada di Kota Medan membuat Kota Medan
dinobatkan menjadi kota multikultural yang damai dan berjalan harmonis
(Waspada, 2007). Tidak heran, pengukuhan Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) dilakukan di Kota Medan pada tanggal 31 Juli 2007 periode 2007-2012.
Penyebaran suku bangsa di Kota Medan dapat dilihat dalam Tabel 1:
Tabel 1
Perbandingan Suku Bangsa di Kota Medan pada Tahun 1930, 1980, 2000
Suku bangsa
Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun
2000
Jawa
24,9%
29,41%
33,03%
Batak
10,7%
14,11%
-Tionghoa
35,63%
12,8%
10,65%
Mandailing
6,43%
11,91%
9,36%
Minangkabau
7,3%
10,93%
8,6%
Melayu
7,06%
8,57%
6,59%
Karo
0,12%
3,99%
4,10%
Aceh
-2,19%
2,78%
Sunda
1,58%
1,90%
-Lain-lain
16,62%
4,13%
3,95%
Sumber: 1930 dan 1980; 2000: BPS Sumut
Adapun jumlah penduduk Kota Medan menurut BPS tahun 2009 mencapai
2.121.05 jiwa, dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan, dapat
dilihat pada Tabel 2:
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 2. Jumlah penduduk dilihat dari Kecamatan
No
Kecamatan
1. Medan Tuntungan
2. Medan Johor
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Medan Amplas
Medan Denai
Medan Area
Medan Kota
Medan Maimun
Medan Polonia
Medan Baru
Medan Selayang
Medan Sunggal
Medan Helvetia
Medan Petisah
Medan Barat
Medan Timur
Medan Perjuangan
Medan Tembung
Medan Deli
Medan Labuhan
Medan Marelan
Medan Belawan
Kota Medan
Laki-laki
34 153
57 495
57 127
69 746
53 866
41 298
28 212
26 389
20 822
42 434
54 452
71 713
32 795
38 513
56 201
51 752
70 628
75 246
53 522
64 183
48 908
1 049 457
Perempuan Jumlah
35 919
70 073
58 725
116 220
58 029
70 194
55 386
42 994
29 646
27 038
23 394
43 244
56 216
73 662
35 325
40 585
57 673
53 950
71 158
74 830
53 399
62 436
47 791
1 071 596
115 156
139 939
109 253
84 292
57 859
53 427
44 216
85 678
110 667
145 376
68 120
79 098
113 874
105 702
141 786
150 076
106 922
126 619
96 700
2 121 05
Sumber: BPS Medan, 2009
Penduduk Kota Medan memiliki beragam pekerjaan, dapat dilihat pada
Tabel 3 :
Tabel 3.
Jumlah penduduk Kota Medan menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2009
No
Jenis pekerjaan
Jumlah jiwa
Presentase
1
Pegawai Negeri
18.670
4,88
2
Pegawai Swasta
14.570
3,81
3
TNI/ POLRI
3.562
0,93
4
Tenaga Pengajar
43.551
11,38
5
Tenaga Kesehatan 2.399
0,63
6
Lain-lain
300.000
78,37
Sumber : BPS Medan Dalam Angka, 2009.
Universitas Sumatera Utara
33
Penduduk Kota Medan berdasarkan tingkat pendidikan terdiri dari tamat
SD,SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Untuk mengetahui lebih jelas dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4.
Jumlah Penduduk Kota Medan menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
SD
412.893
21,51
2
SLTP
626.617
32,65
3
SLTA
670.597
34,94
4
Perguruan Tinggi
209.246
10,90
Sumber : BPS Medan Dalam Angka, 2009.
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Medan
paling besar berada pada tingkat pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) sebesar 670.597 orang (34,94%), Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) sebesar 626.617 orang (32,65%), Sekolah Dasar (SD) berjumlah
412.893 orang (21,51%), dan perguruan tinggi (PT) 209.246 orang (10,90%).
Universitas Sumatera Utara
Download