BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu yang mampu menyesuaikan diri, bergerak cepat, memikirkan ide-ide baru dan merubah cara-cara lama agar lebih baik dalam menghadapi persaingan di era globalisasi ini (Supraptiningsih, 1999). Individu yang diharapkan tidak hanya mengandalkan intelegensi tinggi semata, tetapi juga dibutuhkan kreativitas dalam menghadapi persaingan di semua bidang kehidupan manusia, baik di sekolah, keluarga, masyarakat, maupun dalam pekerjaan. Individu yang kreatif mampu menghasilkan ide-ide baru dalam meningkatkan daya saing, dinamis, fleksibel, komunikatif dan aspiratif. Individu yang kreatif biasanya tidak dapat diam, selalu menginginkan perubahanperubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, mampu merubah suatu ancaman menjadi tantangan dan peluang. Kreativitas dapat membangkitkan semangat, dan percaya diri untuk menghadapi masa depan yang lebih baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Munandar,1999). Ray Nickerson menegaskan bahwa kreativitas sangat baik bagi kualitas kehidupan individu maupun sosial (dalam Robertson, 2007). Di Indonesia sendiri, masalah kreativitas semakin terasa, terutama sejak kajian dan penelitian Utami Munandar (1977) dalam disertasinya “Creativity and Education”. Dalam disertasi tersebut untuk pertama kalinya diciptakan tes 1 Universitas Sumatera Utara kreativitas untuk Indonesia. Dalam kaitan ini, Utami Munandar (1992) mengemukakan empat sebab mengapa kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak. Pertama, dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri ini merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Orang yang sehat mental, yang bebas dari hambatan, dapat mewujudkan diri sepenuhnya. Dalam hal ini berarti ia berhasil mengembangkan dan menggunakan semua bakat dan kemampuannya, sehingga akan memperkaya hidupnya. Kedua, kreativitas atau berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal. Sementara dalam pendidikan formal di Indonesia masih cenderung ditekankan pada pentingnya penalaran berdasarkan suatu informasi yang telah tersedia, atau terlalu ditekankan pada fungsi ingatan serta kemampuan berpikir konvergen, yaitu kemampuan berpikir menuju satusatunya jawaban yang benar. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak saja berguna tapi juga memberikan kepuasan kepada individu. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan taraf kualitas hidupnya. Dengan kreativitas, seseorang terdorong untuk membuat ide-ide baru, penemuan-penemuan baru, atau teknologi baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Dikatakan bahwa kreativitas kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal, karena dalam kenyataanya masih sering dijumpai sekolah-sekolah yang 2 Universitas Sumatera Utara cenderung hanya melatih factor ingatan, pengetahuan atau penalaran berdasarkan suatu informasi yang telah tersedia. Bakat kreatif sesungguhnya dimiliki setiap anak, tetapi perkembangan bakat kreatif ini sangat bergantung pada lingkungan dimana anak berada. Lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bakat kreatif adalah lingkungan yang memberi keamanan dan kebebasan psikologis pada anak untuk berkembang, baik kemampuan kognisi, afeksi, maupun kemampuan psikomotoriknya secara bersama-sama. Lingkungan harus mampu memberi kesempatan pada anak untuk mendapat latihan, pengetahuan, pengalaman dan dorongan agar bakat kreatif itu dapat terwujud (Biondi dalam Munandar, 1985). Untuk itu kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan sejak dini, dimana pada usia tersebut berlangsung “periode kritis” di samping “periode puncak” perkembangan kreativitas (Supraptiningsih, 1999). Torrance (1964) juga menegaskan perlunya upaya peningkatan kreativitas pada anak-anak sejak usia dini, karena dalam perioe ini anak mulai mengembangan perasaan otonomi serta ingin melakukan segalanya sendiri. Rasa ingin tahunya yang besar perlu ditumbuhkan dengan menunjukkan rasa antusias bila ia menemukan hal-hal baru atau berhasil menciptakan sesuatu yang baru. Orangtua dan guru perlu mengarahkan anak pada tahapan usia ini untuk menyumbangkan ide mereka dalam membuat suatu perencanaan. Tahapan usia ini merupakan saat yang terbaik untuk mengembangkan imajinasi dalam menciptakan kejutan-kejutan baru bagi teman-teman maupun anggota keluarganya. Pendidikan dan sikap yang tepat dari orang tua dan guru sangat mempengaruhi perkembangan kreativitas anak sekolah. Anak-anak yang diberi 3 Universitas Sumatera Utara kesempatan untuk menggunakan atau mengubah banyak objek dari materi yang ada akan memiliki kreativitas yang optimal (Blais dalam Bawani, 1997). Sistem pendidikan yang ada sekarang ini masih terlalu lemah dan kurang demokratis. Hal ini menyebabkan pembelajaran yang mengarah pada kreativitas siswa menjadi terhambat, ini bisa terlihat dari penerapan disiplin yang masih kaku, pemberian materi atau tugas yang membosankan. Prof.Arief Rachman menegaskan bahwa banyak siswa yang merasa tidak tersalurkan potensi kecerdasan dan bakat minatnya selain kenyataan bahwa suka tidak suka, minat tidak minat, mereka tetap harus mengikuti aturan yang seragam tersebut dengan jadwal belajar yang sudah terpola dan sistematis lengkap dengan limit waktu yang harus ditempuh, mengikuti kurikulum yang sudah ada dan pada gilirannya bermuara pada ujian-ujian yang seragam (dalam Kompas, 2007). Kurikulum yang berlaku di Indonesia dianggap belum sepenuhnya mampu untuk menampung konsepsi dan gagasan baru sejalan dengan tantangan dan kehidupan bangsa saat ini. Banyak orang tua merasa tidak puas pada pendidikan di sekolah reguler. Kurikulum selalu berubah, diikuti buku pelajaran yang juga harus berubah. Alasan lain yang menjadi pertimbangan orangtua adalah pergaulan di sekolah yang memberi dampak buruk bagi anak-anak mereka, mulai dari pergaulan bebas, tawuran, rokok, dan obat-obatan terlarang. Hal inilah yang membuat orang tua mempertimbangkan kembali untuk menyekolahkan anaknya di sekolah reguler (Prasetyawati, 2006). Kenyataan inilah yang oleh sebagian masyarakat khususnya orangtua yang teramat peduli terhadap perkembangan putra-putri mereka menjadi suatu kekhawatiran tersendiri. Hingga muncullah suatu model pendidikan alternatif 4 Universitas Sumatera Utara yang lebih dikenal dengan istilah homeschooling atau home education atau home based learning atau sekolah mandiri, yaitu suatu model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya (Sumardiono, 2007). Memilih untuk bertanggung jawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (Sumardiono, 2007). Wichers (2001) mengatakan bahwa homeschooling didesain sebagai situasi pembelajaran dimana anak pada umumnya diajarkan oleh orangtua mereka, dalam lingkungan yang non tradisional. Orangtua merasa lebih nyaman bila menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya. Selain itu, orangtua dapat lebih intensif membantu tumbuh kembang anak. Dalam homeschooling penekanannya lebih kepada partisipasi dari orangtua dalam merancang pendidikan anak-anaknya, karena pada dasarnya orangtua-lah yang lebih mengenal karakter anaknya. Orangtua dapat merancang pola didik yang paling sesuai dengan karakter, minat, dan bakat anaknya. Holt menegaskan bahwa homeschooling merupakan sebuah pendidikan yang dilakukan ‘tanpa sekolah’ dan dilakukan di rumah, berdasarkan pada pembelajaran yang terpusat pada anak (dalam Griffith, 2006). Menurut Yulfiansyah (2006) homeschooling merupakan sebuah wacana pembelajaran yang menitikberatkan kepada pemanfaatan potensi anak didik dengan sedikit supervisi. Anak yang homeschooling diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar secara komprehensif, dan mengoptimalkan kreativitas. 5 Universitas Sumatera Utara Hal ini berbeda dengan proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah reguler yang bersifat sangat kompleks, di dalamnya terdapat aspek paedagogis, psikologis, dan didaktis. Aspek paedagogis merujuk pada kenyataan bahwa belajar mengajar di sekolah berlangsung dalam lingkungan pendidikan di mana guru harus mendampingi siswa dalam perkembangannya menuju kedewasaan, melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Aspek psikologis merujuk pada kenyataan bahwa siswa yang belajar di sekolah memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda. Aspek psikologis tersebut merujuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, misalnya : belajar materi yang mengandung aspek hafalan, belajar konsep, belajar sikap, dan seterusnya. Aspek didaktis merujuk pada pengaturan belajar siswa oleh tenaga pengajar, dimana guru harus menentukan metode yang paling efektif untuk proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai (Suryadi dan Hartilaar, 1993). UU No.2 tahun 1989 (dalam Mukhtar,2000) tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa suasana belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar di kalangan masyarakat harus terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif, dan keinginan untuk maju. Kenyataannya, idealisme dan harapan yang tertuang dalam undang-undang tersebut belum sepenuhnya terwujud dalam sistem pendidikan nasional. Di Indonesia, beberapa kota seperti Jakarta, Medan, dan Banda Aceh mulai tertarik akan pendidikan alternatif , salah satunya adalah homeschooling, dan penerapan program homeschooling ini sudah banyak dilaksanakan. Kebanyakan orang tua menyarankan anaknya untuk brsekolah dengan cara 6 Universitas Sumatera Utara homeschooling. Peneliti sendiri sudah menanyakan kepada beberapa orang tua yang anaknya mengikuti program homeschooling, dan para orang tua tersebut mengatakan bahwa alasan mereka adalah bahwa mereka kurang percaya dengan sekolah reguler karena faktor pergaulan yang begitu bebas sehingga mereka takut kalau anaknya salah pergaulan. Selain itu dengan homeschooling, anak dapat mengatur jadwal belajarnya sendiri tetapi penuh dengan kedisiplinan yang tinggi dan dapat memfokuskan pelajaran mana yang paling digemari. Di Jakarta sendiri sudah banyak terdapat komunitas homeschooling, sementara untuk daerah Aceh sendiri baru terdapat satu komunitas homeschooling yang bernama “ Buah Hati School House” berada dipusat kota Banda Aceh tepatnya daerah Blower. School House berdiri sejak tahun 2007 oleh seorang Psikolog yang bernama Ibu Poppy Amelia. Awalnya homeschooling ini hanya diterapkan untuk anaknya. Namun ternyata banyak orangtua yang berminat akan homeschooling ini. Saat ini terdapat 30 anak yang mengikuti homeschooling di komunitas ini, namun masih terbatas untuk taraf pendidikan SD. Komunitas ini merupakan suatu tempat perkumpulan bagi keluarga yang melaksanakan homeschooling, memfasilitasi tenaga pendidik bagi keluarga yang merasa perlu akan penambahan tenaga pendidik terhadap suatu mata pelajaran tertentu. Selain itu tentunya komunitas ini juga memfasilitasi peserta didik untuk mengikuti pendidikan kesetaraan tingkat SD (Paket A). Para peserta didik memiliki jadwal bertemu seminggu tiga kali, namun ini juga disesuaikan dengan jadwal belajar dirumah. Artinya, peserta komunitas tidak harus datang pada jadwal yang ditetapkan. Namun untuk mempertemukan seluruh anggota komunitas, biasanya dilakukan 7 Universitas Sumatera Utara kegiatan lapangan untuk mengunjungi tempat-tempat tertentu, seperti musium,persawahan, laut, atau tempat umum lainnya. Sementara untuk siswa Program Reguler, peneliti mengambil penelitian di SD Negeri 60 kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh. Pemilihan sekolah SD Negeri 60 ini sebelumnya telah disesuaikan dengan kondisi ekonomi keluarga, baik untuk siswa homeschooling maupun siswa reguler. Sehingga terdapat kesetaraan antara kedua jalur pendidikan tersebut. Peneliti memilih anak yang berjenjang Sekolah Dasar dikarenakan pada masa ini merupakan fase peningkatan dan penurunan kreativitas. Andrew (dalam Munandar,1977) mengatakan bahwa skor imajinatif paling tinggi terjadi pada saat anak berusia 4,5 tahun dan kemudian menurun pada usia 5 tahun saat anak memasuki taman kanak-kanak. Pada usia 9 tahun (akhir kelas III) terjadi penurunan hampir pada semua kemampuan berpikir kreatif. Masa pemulihan terjadi di kelas V terutama untuk komponen kelancaran (fluency). Pemulihan orisinalitas baru terjadi saat kelas VI dan kemudian mengalami penurunan menjelang kelas 1 SMP. Adanya perbedaan proses belajar mengajar, suasana belajar, tanggung jawab pengajaran membuat peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pengaruhnya bagi perkembangan kreativitas siswa. Homeschooling menawarkan konsep pendidikan yang berbeda dengan sekolah reguler, dimana rumah menjadi pusat utama kegiatan belajar. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan kreativitas antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa progam reguler. 8 Universitas Sumatera Utara I. B. Tujuan Penelitian Dari uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kreativitas antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler. I. C. Manfaat Penelitian I. C. 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi disiplin ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan yang membahas berbagai teori yang menjadi acuan penyelenggaraan pendidikan. Serta menambah wacana yang berkaitan dengan tema program homeschooling yang sedang marak akhir-akhir ini. I. C. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, tambahan wawasan dan pandangan baik bagi para orangtua, guru, pemerhati anak serta masyarakat mengenai kreativitas,dan program homeschooling. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada para siswa dalam menjalani sebuah program pendidikan, sehingga pendidikan yang diterima sesuai dengan bakat dan kemampuan siswa. I. D. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. 9 Universitas Sumatera Utara Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kreativitas antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler. Bab II Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, meliputi landasan teori dari kreativitas, homeschooling, dan program reguler. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisikan identifikasi variabel-variabel yang diteliti, definisi operasional, subyek penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel, dan metode analisa data. 10 Universitas Sumatera Utara