ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 UJI SENSITIVITAS ISOLAT BAKTERI DARI PASIEN LUKA BAKAR DI BANGSAL LUKA BAKAR RSUP DR. M. DJAMIL PADANG Nazhifah, Rustini dan Deswinar Darwin FakultasFarmasi, UniversitasAndalas ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang uji sensitivitas isolat bakteri dari sampel swab pasien luka bakar di bangsal luka bakar RSUP. DR. M. Djamil Padang. Tahap isolasi bakteri di awali dari pembiakan bakteri dalam media Thioglikolat dan ditanam dalam media Agar Darah dan Nutrient Agar. Selanjutnya dilakukan identifikasi yaitu pewarnaan Gram dan uji biokimia. Hasil identifikasi dari 4 sampel swab ditemukan 3 jenis bakteri yaitu Staphylococcus aureus, Klebsiella ozaenae, Klebsiella pneumonia. Uji sensitivitas dilakukan terhadap 13 jenis antibiotika yaitu ampicillin, ampicillin + sulbactam, chloram- penicol, erithromycin, sulfamethoxazole + trimethoprime, cefotaxime, gentamycin, cifrofloxacin, ceftazidime, ceftriaxone, cefoperazone, netilmicin, dan meropenem. Hasil menunjukkan sensitif ampicillin + sulbactam, chlorampenicol, sulfamethoxa-zole + trimethoprime, gentamycin, cifro-floxacin, netilmicin, dan meropenem. PENDAHULUAN Luka bakar merupakan masalah kesehatan yang sering ditemui di lingkungan masyarakat. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang tinggi misalnya luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung seperti tersiram air panas, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia (Sjamsuhidajat & Wim, 2004; Moenadjat , 2009). Akibat yang ditimbulkan oleh luka bakar yaitu kerusakan jaringan kulit yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas (Sjamsuhidajat & Wim, 1997). Kulit dengan adanya luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan. Kerusakan yang timbul tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan faktor penyebab. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Sjamsuhidajat & Wim, 1997). Trauma termal pada kulit dan jaringan dibawahnya menyebabkan menu- runnya fungsi barier kulit. Dengan menurunnya sistim imunitas tubuh akibat luka bakar baik lokal maupun sistemik merupakan faktor yang sangat penting pada proses timbulnya infeksi (Moenadjat, 2009). Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibat infeksi kuman menimbulkan peradangan pembuluh darah pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis ( Naqvi, et al , 2011). Akibat trauma termal, lapisan kulit dan jaringan dibawahnya mengalami denaturasi yang disebut eskar, yang merupakan lingkungan kaya akan protein dan merupakan media yang sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme, yaitu mikroorganisme yang hidup di folikel rambut dan kelenjar keringat, mikroorga-nisme ini akan membentuk koloni-koloni pada luka bakar dangkal, konsentrasinya dapat mencapai 104 sampai 108CFU/g jaringan pada hari kelima. Jenis mikro-organisme 212 ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 yang berkoloni sangat beragam dan tergantung penatalaksanaan awal pada luka. Streptokokus atau Stafilokokus meru-pakan jenis mikroorganisme yang paling sering dijumpai pada penderita yang tidak memperoleh pengobatan awal dengan antibiotika topikal (Ekrami & Kalantar, 2007; Rajput. et al., 2008; Branski, et al, 2009; Moenadjat, 2009). Mikroorganisme juga terdapat pada permukaan kulit pasien melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi dengan lingkungan rumah sakit, air, udara dan dari petugas kesehatan (Church. et al., 2006). Di lingkungan perawatan rumah sakit, koloni yang tersering dijumpai adalah mikroorganisme gram negatif dengan fokus utama hingga saat ini adalah Pseudomonas aeruginosa (Rajput. et al., 2008; Japoni, et al, 2009; Moenadjat, 2009). Pengobatan luka bakar biasanya dengan pemberian antibiotika baik topikal maupun sistemik. Pemberian antibiotika topikal dan sistemik pada luka bakar ditujukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang timbul pada luka bakar. Pemilihan jenis antibiotika dilakukan berdasarkan hasil kultur mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas terhadap mikroorganisme penyebab. Masalah utama pada faktor mikroorganisme ini adalah berkembangnya berbagai jenis mikroorganisme yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotika (Moenadjat, 2009; Naqvi, et al, 2011). Beberapa jenis obat yang sering digunakan untuk tujuan topikal yaitu Silver nitrat 0,5 %, Mafenide acetate 10 %, Silver sulfadiazine 1 %. Antibiotika yang sering digunakan untuk tujuan sistemik yaitu antibiotika golongan sefalosporin (Church. et al., 2006; Moenadjat, 2009). Antibiotika pilihan untuk luka bakar menurut standar operasional prosedur perawatan luka bakar SMF Bedah RSUP. DR. M. Djamil yaitu sefalosporin generasi pertama dan generasi ketiga. Dari hasil observasi di rumah sakit DR. M. Djamil Padang dan diskusi dengan perawat bahwa pasien yang baru datang diberikan antibiotika trixon atau ceftriaxon, apabila belum ada perubahan dilakukan kultur dan diganti antibiotika yang digunakan akan tetapi masih banyak pasien yang tidak sembuh dengan penggunaan antibiotika tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian berhubungan dengan hal tersebut supaya diketahui jenis mikroorganisme yang terdapat pada luka bakar, dan sensitivitas terhadap antibiotika. Berdasarkan uraian diatas, maka dicoba untuk menguji sensitivitas isolat bakteri dari pasien luka bakar di bangsal luka bakar RSUP DR. M. Djamil Padang, dan pada penelitian ini menentukan apakah jenis bakteri yang terdapat pada luka bakar sebagai penyebab infeksi dan apakah bakteri penyebab infeksi tersebut masih sensitif terhadap antibiotika yang biasa digunakan di RSUP DR. M. Djamil Padang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi pada pasien yang dirawat di bangsal luka bakar dan untuk mengetahui sensitivitas bakteri terhadap beberapa jenis antibiotika yang digunakan sehingga pemilihan antibiotika akan lebih tepat. Disamping itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai dasar perubahan standar terapi antibiotika pada pasien luka bakar dengan diketahuinya jenis bakteri yang menginfeksi luka bakar dan mengetahui antibiotika yang sensitif terhadap bakteri yang menginfeksi luka bakar dan memberikan tambahan informasi kepada pihak rumah sakit. 213 ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 METODE PENELITIAN Periapan Alat dan Bahan Alat vial steril, kapas lidi steril, handscoon, masker, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri (Petrio®), beaker glass (Pyrex®), gelas ukur (Pyrex®), erlenmeyer (Pyrex®), batang pengaduk (Pyrex®), pipet mikro (Tranferpette®), jarum ose, kertas perkamen, lampu spiritus, timbangan analitik, pinset, spatel, mikroskop, penggaris, inkubator (Gallenkamp®), autoklaf (All American®), lemari aseptis, laminar air flow (Esco®), lemari pendingin, hot plate (IEC®), dan vortex. Bahan Swab / apusan pada sekret luka dari pasien luka bakar di bangsal luka bakar RSUP. DR. M. Djamil Padang, media Thioglycollate Agar (BD®), media Blood Agar (BD®), media Nutrient Agar (BD®), media Mueller Hilton (BD®), media HIB (BD®), media Triple Sugar Iron Agar (BD®), media Methyl-Red (BD®), media Voges-Proskauer (BD®), media Sulfite Indole Motility (BD®), media Simmon’s Citrate (BD®), media Urea Christensen Agar (BD®), disk antibiotik (BD®), standar McFarland 0.5, H2O2 3 %, HCl 10 %, alkohol 70%, alkohol 96 %, NaCl fisiologis, aquadest, larutan kristal violet, larutan lugol, dan larutan safranin. Prosedur Penelitian Sterilisasi Alat (Syahrurachman et al, 1994) Alat-alat yang akan disterilkan terlebih dahulu dicuci bersih dan dikeringkan, cawan petri dibungkus dengan kertas perkamen, untuk alat-alat gelas ( tabung reaksi, gelas ukur, Erlenmeyer ) ditutup mulutnya dengan kapas steril yang dibalut dengan kain kasa steril lalu dibungkus dengan kertas perkamen, kemudian disterilkan semuanya dalam autoklaf pada suhu 1210 C, tekanan 15 lbs selama 15 menit. Pinset, jarum ose, dan kaca objek disterilkan dengan cara flambir. Laminar air flow disterilkan dengan menyalakan lampu UV sela- ma 5 menit. Lemari aseptis dibersihkan dari debu lalu disemprot dengan alkohol 70%, dibiarkan selama 15 menit. Penyiapan dan Pembuatan Media (Anonim, 2004; Duncan, 2005; Hardjoeno, 2007) 1.Media Fluid Thyoglycollate (FT) 29 g serbuk Tioglycollate Agar dilarutkan dalam 1 L aquadest dalam erlenmeyer, dipanaskan sampai homogen, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 lbs selama 15 menit. Setelah steril dituang ke dalam tabung reaksi sebanyak 15 mL. 2.Media Blood Agar (BA) 40 g serbuk Blood Agar dilarutkan dalam 1 L aquadest dan dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121⁰ C, tekanan 15 lbs selama 15 menit. Setelah disterilkan ditambahkan darah domba segar sebanyak 50 mL, dicampur hingga rata, lalu dituangkan kedalam cawan petri sebanyak 15 mL. 3.Media Nutrient Agar (NA) 23 g serbuk Nutrient Agar dilarutkan dalam 1 L aquadest. Lalu dipanaskan sampai terbentuk massa homogen, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Setelah disterilkan, lalu dituangkan ke dalam cawan petri sebanyak 15 mL. 4.Media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) 65 g serbuk media Triple Sugar Iron Agar dilarutkan dalam 1 L aquadest, lalu dipanaskan hingga mendidih, setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL, kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada 121⁰ C tekanan 15 lbs, dibiarkan membeku pada posisi miring. 5.Media Metil-Red (MR/-VP) 214 Voges-Proskauer ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 17 g serbuk media Metil-Red VogesProskauer dilarutkan dalam 1 L aquadest, lalu dipanaskan hingga mendidih, setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL, kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121⁰ C tekanan 15 lbs. 6.Media Sulfite Indol Motility (SIM) 30 g serbuk media SIM dilarutkan dalam 1 L aquadest, lalu dipanaskan hingga melarut, setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL, kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121⁰ C tekanan 15 lbs. 7.Media Urea Agar (UA) 24,02 g serbuk media Urea Christensen Agar dilarutkan dalam 1 L aquadest, lalu dipanaskan hingga mendidih, setelah itu disterilkan selama 20 menit pada 121⁰ C tekanan 15 lbs. Pada tempat terpisah, dilarutkan 400 g Urea dalam 1 L aquadest, disterilkan dengan penyaringan, setelah itu secara aseptik dicampurkan 50 mL larutan urea ke dalam 95 mL larutan urea agar, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL dan dibiarkan membeku dalam posisi miring. 8.Media Simmons Citrate Agar (SC) 24,2 g serbuk Simmons Citrate dilarutkan dalam 1 L aquadest, lalu dipanaskan hingga mendidih, setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL, kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210 C tekanan 15 lbs. 9.Mueller Hinton Agar (MHA) 38 g serbuk Mueller Hinton Agar dilarutkan dalam 1 L aquadest, dipanaskan sampai homogen, kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 lbs selama 15 menit, setelah steril dituang ke dalam cawan petri sebanyak 15 mL. Pengambilan Sampel Anonim, 2004) (Michael, 1999; Sampel yang diambil berupa swab / apusan dari sekret luka empat orang pasien luka bakar pada bangsal luka bakar RSUP DR. M. Djamil Padang. Luka bakar pasien dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan didiamkan ± 10 menit, lalu luka bakar dipencet perlahan-lahan agar cairan dibawah kulit didapatkan dengan baik, lalu cairan diambil dengan cara apusan menggunakan kapas lidi steril sebanyak dua kali pengambilan. Apusan pertama difiksasi ke slide untuk pewarnaan Gram dan apusan kedua dimasukkan ke dalam empat media thioglikolat, ditutup rapat dan uji dilanjutkan di laboratorium mikrobiologi. Isolasi Bakteri djoeno, 2007) (Duncan, 2005; Har- Sampel swab dari luka bakar diambil dengan menggunakan kapas lidi steril kemudian dimasukkan ke dalam 4 media thioglikolat, lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 370C. Selanjutnya ditanam pada cawan petri yang berisi media Agar Darah dan media Nutrient Agar. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah itu dilakukan identifikasi bakteri. Identifikasi Bakteri (Bibiana. 1994; MacFaddin, 2000; Duncan, 2005; Hardjoeno, 2007 ) 1.Morfologi Bakteri Bentuk koloni berbeda-beda untuk setiap spesies dari bakteri dan bentuk itu merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu. Besar kecilnya koloni, mengkilat atau tidaknya, halus atau kasarnya permukaan dan warna dari koloni merupakan sifat yang diperlukan untuk identifikasi. 2.Pewarnaan Gram Pewarnaan Gram digunakan untuk menentukan jenis bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Pewarnaan Gram diuji dengan cara, kaca objek dibersihkan dengan alkohol sehingga bebas dari lemak, kemudian difiksasi di atas lampu spiritus sampai kering, lalu diberi satu tetes NaCl fisiologis. Bakteri dari media diambil dengan jarum ose, 215 ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 diletakkan pada tetesan NaCl fisiologis, kemudian dicampur hingga merata. Dibiarkan mengering di udara sebentar dan difiksasi di atas api. Kemudian ditetesi 2-3 tetes larutan Kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, lalu dibilas dengan air mengalir. Setelah itu, ditetesi larutan lugol satu tetes dan dibiarkan selama 1 menit, lalu dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan, preparat dibilas dengan alkohol 96% selama 30 detik kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Terakhir ditetesi dengan larutan safranin dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Setelah itu preparat ini diamati di bawah mikroskop. Warna ungu untuk bakteri gram positif dan warna merah untuk bakteri gram negatif. 3.Uji Katalase Uji katalase berguna dalam mengidentifikasi kelompok bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase sehingga dapat dibedakan antara bakteri aerob dan anaerob. Uji katalase dilakukan dengan cara, di atas kaca objek ditetesi satu tetes H2O2 3%, kemudian ditambahkan koloni bakteri dan langsung diamati terjadinya penguraian hidrogen peroksida. Hasil dinyatakan positif apabila menghasilkan enzim katalase yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara. Dan hasil dinyatakan negatif apabila tidak ada gelembung udara. 4.Uji Koagulase Uji koagulase digunakan untuk melihat kemampuan bakteri yang menghasilkan enzim yang dapat menggumpalkan fibrin. Uji koagulase dilakukan dengan cara, dari media agar darah diinokulasikan 1-3 koloni bakteri ke dalam media HIB. Kemudian di-encerkan 1 mL plasma dengan 4 mL aqu-adest, dipipet 0,5 mL, dimasukkan ke dalam biakan HIB dan dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Kemudian, diamati pembentukan gumpalan pada medium, adanya gumpalan seperti awan menunjukkan hasil positif. 5.Uji Optochin Uji optochin dilakukan dengan cara 1 ose suspensi bakteri ditanam pada media Muller Hinton kemudian diletakkan disk Optochin diatas media Muller Hinton, diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Adanya daerah bening disekitar disk menunjukkan hasil positif. 6.Uji Novobiocin Uji novobiocin dilakukan dengan cara 1 ose suspensi bakteri ditanam pada media Muller Hinton kemudian diletakkan disk Novobiocin diatas media Muller Hinton, diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Adanya daerah bening disekitar disk menunjukkan hasil positif. 7. Uji Fermentasi Glukosa pada medium TSIA Uji fermentasi glukosa pada medium TSIA digunakan untuk membedakan organisme enterik berdasarkan kemampuannya memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa pada medium. Uji reaksi TSI Agar dilakukan dengan cara, koloni yang diuji dipindahkan ke agar miring TSIA dengan cara menggores bagian miringnya dan menusuk bagian tegaknya. Diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24-48 jam. Diamati perubahanperubahan sebagai berikut: Pada bagian tegak, jika bakteri dapat memfermentasi glukosa, warna media berubah dari ungu menjadi kuning. Tidak memfermentasi sukrosa, media tetap ungu. Dapat membentuk gas H2S, warna media berubah dari ungu menjadi hitam, karena bakteri mampu mendesulfurasi asam amino dan metion yang akan menghasilkan H2S, dan H2S akan bereaksi dengan Fe+2 yang terdapat pada media yang menghasilkan endapan hitam. Pada bagian miring, jika bakteri dapat memfermentasi laktosa dan sukrosa, warna media berubah jadi kuning, tidak dapat memfermentasi laktosa atau sukrosa, warna media tetap merah atau tidak berubah. 216 ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 8.Uji Metil Red- Voges Proskauer (MRVP) Uji Metil Red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran. Penentuan uji metil red dilakukan dengan cara, diinokulasi 1 ose biakan ke dalam media MR-VP. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah itu diteteskan 2 tetes reagen metil red, apabila terbentuk cincin merah menunjukkan reaksi positif. Sedangkan uji Voges Proskauer digunakan untuk menentukan kemampuan bakteri tersebut menghasilkan produk akhir yang netral (asetilmetilkarbinol) dari fermentasi glukosa. Penentuan uji Voges Proskauer dilakukan dengan cara, diinokulasi 1 ose biakan ke dalam media MR-VP. Kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Setelah itu diteteskan 2 tetes reagen barit A (α-naftol) dan barit B (Kalium Hidroksida), apabila terbentuk cincin merah menunjukkan reaksi positif. 9.Uji Hidrolisis Tryptophan dan Motilitas Bakteri pada Medium SIM Uji hidrolisis tryptophan digunakan untuk melihat kemampuan bakteri dalam menghidrolisis tryptophan menjadi indol. Uji ini dilakukan dengan cara, diino-kulasikan 1 ose bakteri pada medium SIM kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam. Setelah itu diteteskan reagen Ko-vacks (terdiri dari dimetil amino-benzaldehid, namyl alkohol & HClp), jika terbentuk cincin merah berarti indol positif dan jika terbentuk cincin kuning berarti indol negatif. Terbentuknya cincin merah menandakan positif karena bakteri mem-bentuk indol dari tryptopan sebagai sumber karbon. Uji motilitas digunakan untuk melihat pergerakan dari bakteri. Uji motilitas dilakukan dengan cara, satu ose bakteri ditanam secara tegak lurus di tengah-tengah Medium SIM dengan cara ditusukkan, diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam. Bila timbul kekeruhan seperti kabut menandakan bakteri bergerak. 10.Uji Penggunaan Sitrat pada Medium SC Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Uji sitrat dilakukan dengan cara, diambil 1 ose bakteri dan diinokulasikan ke dalam medium Simmon Citrate Agar, diinkubasi pada suhu 35⁰C selama 48-96 jam, warna biru me-nunjukkan reaksi positif, warna hijau me-nunjukkan reaksi negatif. 11.Uji Hidrolisis Urea Uji hidrolisis urea dilakukan untuk melihat bakteri yang mampu menghasilkan enzim urease. Uji hidrolisis urea dilakukan dengan cara, digoreskan 1 ose biakan pada permukaan Urea Agar miring, setelah itu diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam. Timbulnya warna merah muda berarti reaksi positif dan negatif warna tidak berubah. Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik (Bibiana, 1994) a. Penyiapan Disk Antibiotik Disk antibiotik yang digunakan dengan konsentrasi yang telah ditetapkan sebagai berikut. Tabel 1. Disk antibiotik yang digunakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 217 Antibiotik Ampicillin Ampicillin+Sulba ctam (10 µg) + (10 µg) Chloramphenicol Erithromycin Sulfametoxazol+ Trimthroprime(23, 75 µg) + ( 1,25 µg) Cefotaxime Gentamycin Cifrofloxacin Cefriaxone Ceftazidime Netilmicin Cefoperazone Meropenem Konsentrasi (µg) 10 µg 20 µg Produksi 30 µg 15 µg 25 µg BD BD BD 30 µg 10 µg 5 µg 30 µg 30 µg 30 µg 75 µg 10 µg BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 b. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji Sebanyak 1–2 ose koloni bakteri uji disuspensikan dalam NaCl fisiologis dalam tabung reaksi steril dan dihomogenkan dengan vortex. Kemudian kekeruhan suspensi bakteri tersebut dibandingkan dengan standar McFarland 0.5. c.Uji Resistensi Bakteri terhadap Antibiotika dengan Menggunakan Metode Difusi Agar Suspensi bakteri diambil dengan kapas lidi steril dan ditanam pada media Muller Hinton Agar dengan cara mengoleskan secara merata pada permukaan media. Disk antibiotik diletakkan hati-hati di atas biakan bakteri tersebut dan ditekan perlahan dengan pinset steril supaya benar-benar kontak dengan bakteri yang terdapat pada media. Jarak disk dengan tepi cawan petri 15 mm dan jarak antar disk 24 mm. Biakan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Karakterisasi dengan mengukur dan membandingkan diameter daerah hambatnya terhadap tabel standar. Sensitif (S) dan resisten (R) terhadap antibiotik disimpulkan berdasarkan diameter daerah bening disekitar disk antibiotik. HASIL DAN DISKUSI Dari isolasi sampel swab luka bakar yang diambil dari 4 orang pasien yang dirawat di bangsal luka bakar RSUP. DR. M. Djamil Padang yang diinokulasikan pada Blood Agar dan Nutrient Agar memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri. Hasil pengamatan secara makroskopis pada media Blood Agar yaitu koloni cembung, bulat, putih kekuningan, pinggir rata, ukuran se-dang, β hemolisa, abu-abu, mukoid, smoth, λ hemolisa dan pada Nutrient Agar yaitu ko-loni agak cembung, putih kekuningan, bulat, pinggir rata, ukuran sedang, putih keabuan, mukoid, smoth, diduga bakteri S. aureus, K. ozaenae, K. Pneumonia. Hasil pewarnaan Gram dari media Blood Agar dan Nutrient Agar terdapat 1 bakteri Gram positif dan ter-dapat 3 bakteri Gram negatif . Dari identifikasi sampel yang dilakukan, diketahui bahwa terdapat tiga jenis bakteri yang ditemukan, yaitu 1 isolat S. aureus, 1 isolat K. ozaenae, dan 2 isolat K. pneumonia Hasil uji resistensi masing-masing bakteri terhadap 13 jenis antibiotika uji ampicillin, ampicillin + sulbactam, chlorampenicol, erithromycin, sulfamethoxazole + trimethoprime, cefotaxime, gentamycin, cifrofloxacin, ceftazidime, ceftriaxone, cefoperazone, netilmicin, dan meropenem menunjukkan bahwa: S. aureus resisten terhadap ampi-cillin, eritromycin. Intermediet terhadap ce-fotaxime, ceftazidime, ceftriaxone, cefo-perazone. K. ozaenae resisten terhadap ampicillin, ampicillin + sulbactam, chlo-rampenicol, eritromycin, sulfamethoxazole + trimethoprime, cefotaxime, gentamycin, cifrofloxacin, ceftazidime, ceftriaxone, cefoperazone. Intermediet terhadap netilmicin dan meropenem. K. pneumonia I resisten terhadap ampicillin, ampicillin + sulbactam, eritromycin, sulfamethoxazole + trimetoprime, cefotaxime, cifrofloxacin, cefta-zidime, ceftriaxone, cefoperazone, netil-micin. Intermediet terhadap gentamycin dan netilmicin. K. pneumonia II resisten terhadap ampicillin, ampicillin + sulbactam, chlorampenicol, erithromycin, sulfamethoxazole + trimethoprime, cefotaxime, ceftazidime, ceftriaxone, cefoperazone, meropenem. Intermediet terhadap gentamycin, cifrofloxacin, netilmicin. 218 ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Bakteri yang terdapat pada luka bakar dari 4 orang pasien yaitu S. aureus, K.ozaenae, K. pneumonia I dan K. pneumonia II. 2. Uji resistensi bakteri terhadap 13 jenis antibiotika (ampicillin, ampicillin + sulbac-tam, chlorampenicol, erithromycin, sulfa-methoxazole + trimethoprime, cefotaxime, gentamycin, cifrofloxacin, ceftazidime, cef-triaxone, cefoperazone, netilmicin, dan meropenem): S. aureus resisten terhadap ampicillin, eritromycin. K. ozaenae resisten terhadap ampicillin, ampicillin + sulbactam, chlorampenicol, eritromycin, sulfamethoxazole + trime-thoprime, cefotaxime, gentamycin, cifro-floxacin, ceftazidime, ceftriaxone, cefoperazone. .K. pneumonia I resisten terhadap ampicillin, ampicillin + sulbactam, eritromycin, sulfamethoxazole + trimetoprime, cefota-xime, cifrofloxacin, ceftazidime, ceftria-xone, cefoperazone, netilmicin. K. pneumonia II resisten terhadap ampicillin, ampicillin + sulbactam, chlorampenicol, erithromycin, sulfamethoxazole + trimethoprime, cefotaxime, ceftazidime, ceftriaxone, cefoperazone, meropenem. Dari hasil yang didapatkan K. ozaenae dan K. pneumonia I yang paling banyak resisten terhadap antibiotika yang digunakan. 3. Meropenem memiliki angka sensitifitas yang paling tinggi. DAFTAR PUSTAKA Abramowicz, M. 2005. Handbook of Antimicrobial Therapy (17th Ed). New York: The Medical Letter, Inc. Anonim. 2004. Standard Operating Procedure Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik. Jakarta: Laboratorium Mikrobiologi Klinik FK UI. Bibiana, W. L. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Branski, L. K., Al-Mousawi, A., Rivero, H., Jeschke, M. G., Sanford, A. P., & Herndon, D. N. 2009. Emerging Infections in Burns. Surgical Infections, Volume 10, Number 5:389-397. Brown, A. 2001. Benson: Microbiological Applications Lab Manual (8th Ed). New York: The McGraw-Hill Companies. Church, D., Elsayed, S., Reid, O., Winston, B., & Lindsay, R . 2006. Burn Wound Infections. Clinical Microbiology Reviews: American Society for Microbiology. DOI: 10.1128/CMR. 19.2.403-434. Duncan, F. 2005. MCB 1000L Applied Microbiology Laboratory Manual (4th Ed). New York: The McGraw-Hill Companies. Dwidjoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Solo: Djambatan. Ekrami , A & Kalantar, E. 2007. Bacterial Infections in Burn Patients at a Burn Hospital in Iran. Indian J Med Res 126, pp 541-544. Garrity, G.M., Bell, J.A., & Lilburn, T.G. 2004. Taxonomic outline of the prokaryotes: Bergey’s Manual® of Systematic Bactriology (2nd Ed). New York: Spinger New York, Inc. Gunawan, S., Setiabudy, R., Nafrialdi. 2009. Farmakologi dan Terapi (Ed.5). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI. Greg, D. 2011. Staphylococcus aureus, Diakses 14 agustus 2012 dari http://www.healthhype.com/staphylococcusaureus.html. 219 ISSN: 2339-2592 Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III 2013 Hardjoeno, H. 2007. Kumpulan Penyakit Infeksi dan Tes Kultur Sensitifitas Kuman serta Upaya Pengendaliannya Makassar: Bagian Patologi Klinik FKUNHAS. Jawetz, E., Melnick, J., & Adelberg, E. 2001. Mikrobiologi Kedokteran (Ed 1). Penerjemah:Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba Medika. Japoni, A., Farshad, S. & Alborzi, A. 2009. Pseudomonas aeruginosa: Burn Infection, Treatment and Antibacterial Resistance . Iranian Red Crescent Medical Journal, 11(3):244-253. MacFaddin, J. F. 2000. Biochemical Test for Identification of Medical Bacteria. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins. Michael, J. M . 1999. A Guide to Specimen Management in Clinical Microbio logy, 2nd Ed. Washington, DC: American Society for Microbiology. Moenadjat, Y. 2009. Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Moenadjat, Y. 2001. Luka Bakar: Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Murray, P.R., Baron, E.J., Jorgensen, J., Pfaller, M., & Yolken, R. 2007 Manual of Clinical Microbiology. (9th Ed). Washington DC: ASM Press. Naqvi, Z. A., Kharal, S. A., & Aziz, Q. 2011. Burn Patients; Effectiveness of β lactam Antimicrobial Drugs Against Gram Negative Bacteria. Professional Med J, 18 (2):300-350. Pelczar, M. J., and E. C. S. Chan. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid II, diterjemahkan oleh Ratna. S. H. Jakarta: UIPress. Rajput, A., Singh, K. P., Kumar, V., Sexena, R. & Singh, R. K. 2008. Antibacterial Resistance Pattern of Aerobic Bacteria Isolates from Burn Patiens in Tertiary Care Hospital. Biomedical Research, 19 (1): 1-4 Rokas, B., Algimantas, T., Rytis, R., & Mindagus, K. 2004. Analysis of Burn Patient and the Isolated Pathogens. Lithuanin Surgery, 2(3), 190-193. Schlegel, H. G and Schmidt, K 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi ke-6, diterjemahkan oleh Tedjo Baskoro. Yogyakarta: UGM Press. Sjamsuhidajat, R. & Wim, D. J. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed 2). Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat, R. & Wim, D. J. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah (Ed 1). Jakarta: EGC. Syahrurachman, A., Chatim, A. & Sardjito, R. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Tenover, F. C. 2006. Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria. The American Journal of Medicine, Vol 119 ( 6A) S3-S10. Volk, A.W and Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar, (5th Ed), diterjemahkan oleh Soenarto, Adi Soemarto, Jakarta :Penerbit Airlangga. Wattimena, J. R. 2000. Farmakologi dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wahyutomo, R. 2009. Resistensi Antibiotika, diakses 28 Juli 2012 dari http://www.drridhowahyutomo.blogspot.com/200 9/08/resistensi -antibiotika.html. Wedro, B. C. 2008. First Aid to Burns, diakses 20 April 2012 dari http://www.medicinenet.com. 220