UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS III SEMESTER II DI SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh : Cecilia Tyas Rosari Wulandari NIM: X.5108503 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 39 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS III SEMESTER II DI SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Oleh : Cecilia Tyas Rosari Wulandari NIM: X.5108503 40 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing M.Si. Pembimbing I Pembimbing II Drs. Indianto, M.Pd. Drs. Subagya, 41 NIP. 19510115 198003 1 001 NIP. 19601001 198303 1 012 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Jum’at Tanggal : 23 Juli 2010 Tim Penguji Skripsi: Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Drs. A. Salim Choiri, M.Kes. ………………………….. Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag. ………………………….. Anggota I : Drs. R. Indianto, M.Pd. .………………………….. Anggota II : Drs. Subagya, M.Si. ………………………….. Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret 42 Dekan, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 1960 0727 198702 1 001 ABSTRAK Cecilia Tyas Rosari Wulandari. “Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Melalui Media Gambar pada Siswa Tunagrahita Kelas III Semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010”. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mencari model cara meningkatan kemampuan membaca melalui media gambar pada siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa tunagrahita kelas III semester II SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 5 siswa. Teknik analisis data digunakan analisis komparatif, artinya peristiwa/kejadian yang timbul dibandingkan kemudian dideskripsikan ke dalam suatu bentuk data penilaian yang berupa nilai hasil belajar matematika. Dari prosentase dideskripsikan kearah kecenderungan tindakan guru dan reaksi serta hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil pengolahan data dari perbaikan pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar melalui media gambar yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar semester II tahun pelajaran 2009/2010. Berdasarkan data siklus I nilai membaca diketahui rerata nilai membaca sebesar 58,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 60,00%. Pada siklus II, rerata nilai membaca sebesar 64,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca dapat ditingkatkan melalui media gambar pada siswa 43 tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010. ABSTRACT Cecilia Tyas Rosari Wulandari. “Effort Of Improve Reading Ability Through Media Image On Mentally Retarded Students Of Elementary Semester II Class III In SDLB Negeri Cangakan Karanganyar In The School Year 2009/2010”. Thesis, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Science Education, Sebelas Maret University, July 2010. The aim of this study is to find a model by improving the reading skills through the medium of drawing on student’s second semester of grade III with mentally retarded in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar in the school year 2009/2010. The approach used in this study is Class Action Research (CAR). It is a study done by teacher in the class where he or she teaches by stressing on perfectness or increasing practice and process in learning the Indonesia Languaghe. The subject of this study is all of elementary class III students semester II in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar in the school year 2009/2010 that consisting of 5 students. This study uses descriptive comparative analysis technique, namely by comparing the tes value of inter-cycles. This study analyzes the students’ test value before using media image and their test value after using media image two cycles. Based on the result of processing data it can be concluded that the application of students learning to read at grade III with mentally retarded in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar through media images that have been executed can be concluded that media images can enhance students’ ability to read grade III with mentally retarded in SDLB Negeri Cangakan Karanganyar semester II in the school year 2009/2010. Based on preliminary data known to the average reading scores reading scores of 58,00. Exhaustiveness classically has reached 60%. In the second cycle, the average reading scores of 64,00. Exhaustiveness classically has reached 100%. 44 Based on the results of this study concluded that reading ability can be enhanced through the medium of drawing on students’ grade III with mentally retarded SDLB Negeri Cangakan Karanganyar in the school year 2009/2010. MOTTO Fikiran bukanlah wadah untuk diisi, Melainkan api yang harus disulut (Plutarch dalam Martinis Yamin, 2007:183) 45 PERSEMBAHAN 46 Skripsi ini kupersembahkan kepada: - Ayahnda dan Ibunda tercinta. - Suami tercinta. - Anak-anak tersayang. - Rekan-rekan PLB FKIP UNS. - Murid-murid yang kusayangi. - Almamater. KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa., atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penelitian tindakan kelas ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 47 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. 2. Drs. R. Indianto, M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan petunjuk selama melaksanakan penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan . 3. Drs. H.A. Salim Choiri, M.Kes., Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi dan telah memberikan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Drs. Subagyo, M.Si., selaku pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Darya Sunaryo, S.Pd., selaku Kepala SDLB Negeri Cangakan Karanganyar yang telah memberikan ijin tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan penulis. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian tindakan kelas ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih ada kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya juga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga kebaikan Bapak dan Ibu mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Surakarta, Juli 2010 48 Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGAJUAN .................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................... iv HALAMAN ABSTRAK .................................................... v HALAMAN ABSTRACT .................................................... vi HALAMAN MOTTO .................................................... vii 49 HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................... ix DAFTAR ISI xi DAFTAR TABEL .................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................... xiv DAFTAR GRAFIK .................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian .................................................................... 6 BAB II. KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ...................... 7 A. Kajian Teori............................................................................... 7 1. Siswa Tunagrahita (C) 7 2. Kemampuan Membaca 13 3. Media Pembelajaran 20 4. Media Gambar 25 B. Kerangka Berpikir ..................................................................... 28 C. Hipotesis Tindakan ................................................................... 29 50 Halaman BAB III. METODE PENELITIAN 30 A. Setting Penelitian ...................................................................... 30 B. Subyek Penelitian ...................................................................... 30 C. Sumber Data .............................................................................. 30 D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ......................................... 30 E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................ 33 F. Validitas Data ........................................................................... 34 G. Analisis Data ............................................................................ 35 H. Prosedur Penelitian ................................................................... 35 I. Indikator Kinerja ....................................................................... 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 38 A. Pelaksanaan Penelitian 38 B. Hasil Penelitian 50 C. Pembahaan Hasil Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN 52 57 A. Simpulan 57 B. Saran 57 DAFTAR PUSTAKA 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN 61 51 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Prosedur Penelitian Tabel 2. .................................................... 36 Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Kondisi Awal ....................... 39 Tabel 3. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus I ................................. 44 Tabel 4. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus II ............................... 49 Tabel 5. Kemampuan Membaca Setiap Siklus Melalui Media Gambar ....... 53 Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Kemampuan Membaca Setiap Siklus 54 52 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram Cone of Learning dari Edgar Dale .............................. 21 Gambar 2. Kerangka Berpikir Gambar 3. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas .................................... 35 29 53 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siswa Melalui Media Gambar Grafik 2. 55 54 Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siklus ....................... 54 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 2. Silabus ................................................. 61 .................................................... 62 Lampiran 3. Kisi-kisi Soal Tes Bahasa Indonesia Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar .................................................... 63 Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ................ 64 Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .............. 69 Lampiran 6. Soal Pelajaran Membaca Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar (Pre Test) Lampiran 7. Soal Pelajaran Membaca Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Siklus I Lampiran 8. .................................................... 75 Soal Pelajaran Membaca Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Siklus II Lampiran 9. .................................................... 74 .................................................... 78 Kemampuan Membaca Siswa Kelas III SDLB-C Negeri Cangakan (Nilai Awal) .................................................... 81 Lampiran 10. Kemampuan Membaca Siswa Kelas III SDLB-C Negeri Cangakan (Siklus I) .................................................... 82 Lampiran 11. Kemampuan Membaca Siswa Kelas III SDLB-C Negeri Cangakan (Siklus II) .................................................... 83 Lampiran 12. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus I) ....................... 84 Lampiran 13. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus II) ...................... 85 Lampiran 14. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus I) ..................... 86 Lampiran 15. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus II) .................... 87 Lampiran 16. Perijinan Penelitian .................................................... 88 55 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa, bagi sebagian orang, diperlakukan sekedar alat komunikasi. Implikasinya adalah adanya kecenderungan yang lebih menekankan aspek komunikasi daripada aspek lain yang sebenarnya juga penting dalam kaitannya dengan bahasa. Harus diakui, manusia di mana pun, lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan. Jadilah kemudian komunikasi lisan dianggap jauh lebih penting dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan (Maman S. Mahayana, 2008: 1). Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan mapun tertulis. Pembelajaran bahasa perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran antara lain dari yang mudah ke yang sukar, dari hal-hal yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui ke yang belum diketahui, dan dari yang konkret ke yang abstrak. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara lugas atau secara langsung, melainkan juga yang disampaikan secara terselubung atau secara tidak langsung. Pembelajaran bahasa mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut sebaiknya mendapat porsi yang seimbang. Dalam pelaksanaannya sebaiknya dilakukan secara terpadu. Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, serta kemampuan memperluas wawasan. Salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan, adalah dengan membaca, karena dengan membaca 1 penting. Ilmu pengetahuan dan pengalamanakan diperoleh berbagai informasi pengetahuan yang pengalaman kita sebagian besar diperoleh dari kegiatan membaca, sehingga membaca merupakan sarana utama dalam memperoleh ilmu pengetahuan, kemudian membaca juga mempunyai beberapa manfaat dalam kehidupan sosial, antara lain bahwa membaca merupakan bagian komunikasi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. 56 Tujuan akhir dari pengajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa terampil dalam berbahasa, terampil menyimak, terampil membaca, dan terampil dalam menulis. Untuk dapat terampil dalam berbahasa, haruslah ditunjang dengan pengetahuan lain yang berupa pemahaman kosakata yang cukup. Dengan demikian kosakata turut berperan dalam menentukan kualitas keterampilan membaca. Anak tunagrahita yaitu anak yang mempunyai kecerdasan atau IQ di bawah 84, memiliki keterbatasan dalam hal berpikir, daya ingatnya rendah, sukar berfikir abstrak, daya fantasinya rendah, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam membaca. Dalam membaca anak tunagrahita banyak mengalami kesulitan untuk melafalkan kata yang sesuai untuk mengungkapkan apa yang diinginkan. Hal ini dapat dimaklumi karena mereka mengalami keterbelakangan mental. Menurut pandangan umum sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dapat mengubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik dan lebih terarah, baik di lingkungan sekolah dan luar sekolah. Menurut Wahjosumidjo (2003:7) “sekolah sebagai sistem terbuka, sebagai sistem sosial, dan sekolah sebagai agen perubahan, bukan hanya harus peka penyesuaian diri, melainkan seharusnya pula dapat mengantisipasikan perkembangan-perkembangan yang akan terjadi dalam kurun waktu tertentu.” Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan di sekolah harus menyediakan sarana belajar yang sesuai kurikulum sekolah. Kurikulum sekolah disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap pengembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pendidikan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis, matematika (termasuk menghitung), pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar, serta bahasa Inggris. 57 Kemampuan membaca merupakan modal dasar bagi siswa dalam pembelajaran di sekolah, karena dengan membaca siswa dapat memberikan makna terhadap tulisan. Menurut Dechant yang dikutip Darmiyati Zuhdi (2007:21), ”membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis”. Lebih lanjut Smith mendefinisikan ”membaca sebagai proses komunikasi yang berupa pemerolehan informasi dari penulis oleh pembaca” (Darmiyati Zuhdi (2007:21). Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat, motivasi, dan kumpulan membaca (seberapa baik pembaca dapat membaca), sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor kesiapan guru dalam pembelajaran (Darmiyati Zuhdi (2007:23-24). Kemampuan membaca bagi siswa tunagrahita dimungkinkan dapat berhasil dengan baik dan maksimal bila didukung oleh penerapan media pembelajaran dari guru yang merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar membaca dari luar diri siswa. Kemampuan membaca merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar bahasa Indonesia. Muara akhir dari membaca bacaan adalah kemampuan memahami ide, kemampuan menangkap makna yang terdapat dalam tulisan atau bacaan baik makna lugas maupun makna kias, baik makna parsial maupun makna utuh. Hal ini berarti proses membaca baik yang dilakukan dalam hati (tak bersuara) maupun yang dilafalkan (disuarakan) bertujuan untuk memahami bacaan. Proses membaca merupakan hal yang tidak mudah. Proses membaca bagi anak tunagrahita dalam praktiknya melibatkan proses kognitif yang meliputi kemampuan mengingat, berpikir dan bernalar. Kemampuan kognitif dimaksudkan adalah kemampuan menemukan dan memahami informasi yang tertuang dalam bacaan secara tepat dan kritis. Seseorang dikatakan memahami bacaan jika ia dapat menjawab dengan tepat pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan yang bersifat tersurat (jawabannya secara pasti ada di dalam bacaan) maupun tersirat (jawabannya tidak terdapat secara jelas di dalam teks bacaan). 58 Siswa tunagrahita memiliki keterbatasan, maka guru diharapkan dapat memanfaatkan media pembelajaran yang tepat bagi siswa tuna grahita yang memiliki keterbatasan dibanding anak normal karena anak tunagrahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56). Hal yang perlu dicatat adalah membantu siswa untuk meneliti kebutuhan mana yang secara spesifik menimbulkan masalah, sehingga dengan bantuan media pembelajaran yang tepat, siswa dapat berusaha meningkatkan kreativitas sehingga kemampuan membaca dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi anak, sebagaimana yang dikemukakan (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56) bahwa anak tunagrahita memiliki ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat. Gambaran selintas, guru-guru di SDLB/C dalam praktiknya mereka hampir seluruhnya menerapkan metode pembelajaran yang menggunakan ceramah, sehingga masih memerlukan pembenahan. Upaya pembenahan tersebut akan sangat bermanfaat bagi siswa, guru bahkan pihak sekolah. Pembenahan yang harus dilakukan tidak saja berkaitan dengan media pembelajaran namun juga pada aspek media pembelajarannya yang digunakan. Secara terbuka harus diakui bahwa kondisi media pembelajaran di SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar masih dirasa sangat minim, sehingga dalam proses pembelajarannya kebanyakan guru masih menggunakan metode ceramah. Pemilihan metode ceramah masih dianggap paling efektif untuk segala suasana oleh sebagian besar guru. Akibat dari model pembelajaran seperti itu, aktivitas siswa masih pasif. Melihat kondisi seperti itu, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas III. Penelitian tindakan kelas yang dirancang lebih menekankan pemahaman siswa melalui gambar. Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan 59 sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang maksud bacaan yang ada di dalamnya. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa tunagrahita (C). Menurut Gerlach & Ely (dalam Sri Anitah, 2004:22) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.” Dalam realitas proses pembelajaran, guru merupakan faktor penentu, karena guru yang mampu mengerahkan dan mendayagunakan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Dengan melihat gejala dan berbagai pemikiran di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul: Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Melalui Media Gambar pada Siswa Tunagrahita Kelas III Semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah seperti telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010?.” C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatan kemampuan membaca melalui media gambar pada siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Memperkaya media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010. 2. Manfaat Praktis 60 a. Untuk guru Menemukan alternatif model untuk meningkatkan kemampuan membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar. b. Bagi sekolah Sebagai sumbangan pemikiran terhadap sekolah dalam rangka peningkatan kemampuan membaca, sehingga siswa dapat menyelesaikan program pendidikan yang ditempuh dengan lancar. c. Bagi peneliti Mencari solusi permasalahan yang dialami siswa tunagrahita kelas III di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar dalam meningkatkan kemampuan membaca. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Siswa Tunagrahita (C) a. Pengertian Siswa Tunagrahita Ada beberapa istilah mengenai anak tunagrahita, yaitu terbelakang mental, tuna mental, lemah otak, lemah fikiran, dan mentaly retarded. Yusak S. (2003: 66) mengemukakan bahwa: Rertardasi mental adalah keadaan yang menahun dimulai sejak lahir atau masa kanak-kanak dengan ciri khas perkembangan mentalnya menunjukkan keterlambatan, sehingga kemampuan belajarnya sangat terganggu dan tak dapat menyesuaikan dirinya dengan norma-norma masyarakat. Moh. Amin (2005: 1) yang menguraikan istilah anak tuna graita sebagai berikut: 61 Anak tunagrahita mengalami keterbelakangan dalam perkembangan kecerdasan. Kalau anak normal umur 10 tahun mencapai kecerdasan sesuai dengan umurnya, maka anak terbelakang hanya mencapai kecerdasan yang sama dengan anak yang lebih muda umurnya. Menurut YB Suparlan (1993:30) menyebut istilah tunagrahita ringan dengan istilah mampu didik (the educable) menjelaskan bahwa: Anak tunagrahita ringan memiliki IQ 50-70, disamping mereka dapat di didik juga dapat dilatih dalam pelajaran membaca, menulis, berhitung menurut tingkatantingkatan tertentu dan dihubungkan dengan masalah-masalah kongkrit dalam hubungan sosial (membaca sosial, menulis sosial dan berhitung sosial). Menurut Bratanata yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 88) bahwa: Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental antara 50/55-70/77, mengalami kelambatan dalam perkembangan bicara dan 7 perkembangan verbal, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan sesuai dengan program layanan pendidikan di sekolah luar biasa. b. Ciri-Ciri Kejiwaan Siswa Tunagrahita Siswa tunagrahita memiliki ciri-ciri kejiwaan tertentu bila dibanding dengan anak normal pada umumnya. Moh. Amin (2005: 34) menguraikan ciriciri anak tunagrahita sebagai berikut: Kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing, struktur maupun fungsi organisme pada umumnya kurang dari anak normal. Pendapat lain dikemukakan oleh Munzayanah (2000: 24) bahwa: Karakteristik yang nampak serta banyak terjadi pada siswa penyandang tunagrahita adalah: rasa merusak sebagai dasar perkembangan, mengalami gangguan dalam sosialisasi, iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, penyesuaian diri yang kaku dan labil. 62 Siswa tuna grahita memiliki keterbatasan dibanding anak normal, karena anak tunagrahita memiliki intelektual rendah dengan ciri-ciri: (1) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, (2) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (3) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun (Salim Choiri dan Munawir Yusuf, 2008:56). Lebih lanjut disebutkan bahwa anak tunagrahita memiliki ciri-ciri fisik dan penampilan perkembangan bicara/bahasa terlambat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri anak tunagrahita adalah: 1) kapasitas belajarnya amat terbatas dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, 2) mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, 3) mengalami kesukaran berfikir abstrak, merekaa berbicara lancar, 4) masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah biasa ataupun khusus, 5) mengalami gangguan dalam sosialisasi, 6) iri hati kodrati yang merupakan dasar rasa keadilan, 7) bergaul mencampurkan diri dengan orang lain, 8) sikap yang ingin memisahkan diri atau menarik diri, 9) penyesuaian diri yang kaku dan labil, 10) pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun. c. Klasifikasi Siswa Tunagrahita Klasifikasi diperlukan untuk memudahkan pemberian bantuan atau pelayanan kepada anak tunagrahita. Dalam pengklasifikasian ini terdapat berbagai cara sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu dan ahli yang mengemukakannya. Menurut Yusak S. (2003: 61) mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan IQ (tingkat kecerdasan) sebagai berikut: “Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun. IQ nya antara 0–19. Imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun, minimal sama dengan anak normal usia 3 tahun, IQ nya 20–49. Debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, minimal 7 tahun, IQ nya 50 – 69. Slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal. IQ nya 78 – 89.” 63 Moh. Amin (2005: 23) mengemukakan klasifikasi anak terbelakang sebagai berikut: “Idiot kecerdasannya sekalipun sudah berusia lanjut tidak lebih dari anak normal seusia 3 tahun. Embisil kecerdasan maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 7 tahun. Debil kecerdasan perkembangan kecerdasannya antara setengah hingga tiga perempat kecepatan anak normal atau pada usia dewasa kecerdasannya maksimal kira-kira sama dengan anak normal usia 12 tahun. Moron kecerdasannya maksimal tak lebih dari kecerdasan anak normal usia 16 tahun.” Pendapat lain dikemukakan oleh Mohammad Efendi (2006: 90) yang mengklasifikasikan anak tunagrahita untuk keperluan pendidikan yaitu: “Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental inteligensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 kategori debil atau moron. Seorang pedagog dalam mengklsifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat.” Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan tingkat kecerdasan meliputi Idiot yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 2 tahun, imbisil kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal yang berusia 7 tahun,. debil yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal berusia 10 tahun, dan slow learners yaitu kapasitas kecerdasannya maksimal sama dengan anak normal IQ nya 78-89. Pengklasifikasian anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajika pada anak. Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih, dan anak tunagrahita mampu rawat. Berdasarkan klasifikasi dari beberapa ahli tersebut penulis akan meneliti kasus penyesuaian diri dalam pergaulan siswa penyandang tunagrahita, yang tergolong mampu didik yang mempunyai IQ antara 50 – 70 yang biasanya juga disebut debil. "Anak tunagrahita mampu didik (debil) 64 adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal" (Mohammad Efendi, 2006: 90). Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: 1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; 2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain; 3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Kesimpulan anak tunagrahita mampu didik adalah anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan. d. Faktor Penyebab Tunagrahita Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang dapat dilihat dari beberapa faktor, antara lain faktor dari dalam yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Menurut Mohammad Efendi (2006: 91), bahwa "sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen)." Faktor endogen yaitu faktor ketidaksempuraan psikobiologis dalam memindahkan gen, sedangkan faktor eksogen yaitu faktor yang terjdi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal. Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport yang dikutip Mohammad Efendi (2006: 91) dapat dirinci melalui jenjang sebagai berikut: 1) kelainan atau keturunan yang timbul pada benih plasma; 2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur; 3) kelainan atau keturunan yang diakibatkan dengan implantasi; 4) kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio; 5) kelainan atau keturunan yang timbul dari luka saat kelaihiran; 6) kelainan atau keturunan yang timbul dalam janin; 7) kelainan atau keturunan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak. 65 Menurut Moh. Amin (2005: 62) anak tunagrahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: 1) Faktor Keturunan, faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium). Kelainan orang tua laki-laki maupun perempuan akan terwariskan baik kepada anaknya yang laki-laki maupun perempuan. Apakah warisan tersebut akan nampak atau tidak juga tergantung pada dominan resesifnya kelainan tersebut. 2) Gangguan metabolisme dan gizi. Kegagalan dalam metabolisme dan kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik maupun mental dalam individu. 3) Infeksi dan keracunan, diantara penyebab terjadinya ketunagrahitaan adalah adanya infeksi dan keracunan yaitu terjangkitnya penyakitpenyakit selama janin masih berada di dalam kandungan ibunya. Penyakit-penyakit tersebut antara lain: rubella, syphilis, toxoplasmosis dan keracunan yang berupa: gravidity sindrome yang beracun, kecanduan alkohol dan narkotika. 4) Trauma, ketunagrahitaan dapat juga disebabkan karena terjadinya trauma pada beberapa bagian tubuh khususnya pada otak ketika bayi dilahirkan dan terkena radiasi zat radioaktif selama hamil. 5) Masalah pada kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai by poxia dapat dipastikan bahwa bayi yang di lahirkan menderita kerusakan otak, menderita kejang, nafas yang pendek, kerusakan otak juga disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit. 6) Faktor lingkungan sosial budaya, lingkungan dapat berpengaruh terhadap intelek anak, kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan. Tunagrahita dapat disebabkan oleh lingkungan yang tingkat sosial ekonominya rendah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan lingkungan memberikan rangsangan-rangsangan yang diperlukan anak pada masa perkembangannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab anak tunagrahita adalah: pada masa prenatal kekurangan vitamin, gangguan psikologis sang ibu, gangguan kelainan janin; pada masa natal proses kelahiran tidak sempurna, masa pos natal, anak tunagrahita dapat disebabkan pada waktu kecil pernah sakit ecara terus menerus; faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan. Di samping itu juga disebabkan oleh predisposisi genetik terhadap gens atau faktor ekologis atau lingkungan, dan waktu terjadinya pemaparan, misalnya janin terpapar virus rubella sewaktu berusia trimester pertama maka kecacatan dapat berat. 66 e. Dampak Tunagrahita bagi Siswa Ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi yang lebih baik dan sejajar dengan anak normal, karena ingatan anak tunagrahita sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran, jika instruksi yang diberikan kepada anak tunagrahita cenderung tidak melalui proses analisis kognitif. Perkembangan kognitif anak tunagrahita sering mengalami kegagalan dalam melampaui periode atau tahapan perkembangan. Bahkan dalam taraf perkembangan yang paling sederhana pun, anak tuna grhaita seringkali tidak mampu menyelesaikan dengan baik. Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas perkembangannya. Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif dan sekaligus menjadi karakteristiknya menurut Mohammad Efendi (2006: 98), sebagai berikut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi. Kemampuan sosialisasinya terbatas. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertnggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD. Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak, baik perilaku yang berlebihan maupun perilaku yang kurang serasi. Atas dasar itulah maka untuk anak tunagrahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku. Pemberian terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak tunagrahita. Tanpa dilengkapi persyarata tersebut, penerapan teknik motifikasi perilaku pada anak tunagrahita tidak banyak memberikan hasil yang berarti. 67 2. Kemampuan Membaca a. Pengertian Kemampuan Membaca Kemampuan membaca memiliki beberapa pengertian menurut pandangan beberapa ahli. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan pendapat para ahli yang berkaitan dengan kemampuan membaca. Istilah kemampuan memiliki banyak makna, menurut W.J.S. Poerwadarminta (2001:628), kemampuan mempunyai arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan. Pendapat lain dikemukakan oleh Jhonson yang dikutip Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan (2002:8) menjelaskan bahwa “kemampuan merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.” Menurut kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan suatu tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan (rasional). Menurut Dechant yang dikutip Darmiyati Zuhdi (2007:21), ”membaca adalah proses pemberian makna terhadap tulisan, sesuai dengan maksud penulis”. Lebih lanjut Smith mendefinisikan ”membaca sebagai proses komunikasi yang berupa pemperolehan informasi dari penulis oleh pembaca” (Darmiyati Zuhdi, 2007:21). Menutur Farida Rahim (2007:2), “membaca adalah proses menerjemahkan simbol tulisan (huruf) ke dalam kata-kata lisan”. Menurut ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses komunikasi menerjemahkan simbol tulisan (huruf) dalam pemberian makna terhadap tulisan untuk memperoleh informasi, sesuai dengan maksud penulis ke dalam kata-kata lisan. Berdasarkan pengertian kemampuan dan membaca tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan membaca adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam menerjemahkan simbol tulisan (huruf) dalam 68 pemberian makna terhadap tulisan untuk memperoleh informasi, sesuai dengan maksud penulis ke dalam kata-kata lisan. Apabila dalam sekolah permulaan, siswa tidak memiliki kemampuan membaca, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan untuk mata pelajaran yang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lerner sebagai berikut: Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kekamampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Lerner dalam Mulyono Abdurrahman, 1999: 200). Membaca bukan hanya mengucpakan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi bahan tulisan. Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis. b. Manfaat Membaca Membaca memberikan banyak manfaat. Beberapa ahli memberikan pandangan yang bervariasi tentang manfaat membaca. Berikut dikemukakan manfaat membaca sebagai berikut. Menurut Farida Rahim (2007:1), “masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningaktkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang.” Adapun manfaat membaca adalah: (1) dapat menemukan sejumlah informasi dan pengetahuan yang sangat berguna dalam kehidupan; (2) dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di dunia; (3) dapat mengayakan batin, meluaskan cakrawala kehidupan; (4) isi yang terkandung dalam teks yang dibacanya dapat segera dikethaui; (5) membaca intensif dapat menghemat energi, karena tidak terpancang pada suatu situasi, tempat dan waktu karena tidak menggangu orang di sekelilingnya. Kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan seharihari baik bagi guru maupun siswa. Beribu judul buku dan berjuta koran 69 diterbitkan setiap hari. Ledakan informasi ini menimbulkan tekanan pada guru untuk menyiapkan bacaan yang memuat informasi yang relevan untuk siswasiswanya. Walupun tidak semua informasi perlu dibaca, tetapi jenis-jenis bacaan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan guru dan siswa tentu perlu dibaca. Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh kemampuan dan kesempatannya dalam membaca, karena membaca merupakan kunci seseorang meraih berbagai ilmu pengetahuan, teknologi dan wawasan kebudayaan yang ada di dunia. Menurut penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa membaca memiliki banyak manfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Dengan membaca kita akan memiliki banyak pengetahuan dan dapat menularkan ilmu yang telah kita peroleh kepada orang lain. c. Tujuan Membaca Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena siswa yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai tujuan. Kegiatan membaca yang dilakukan seseorang, memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama membaca adalah untuk memperoleh informasi dan memahami makna bacaan. Menurut Suwaryono Wiryodijoyo (1999:1) tujuan membaca sebagai berikut: (1) Membaca untuk kesenangan, materi bacaan berupa roman, novel, komik; (2) Membaca untuk penerapan praktis, materi bacaan berupa buku petunjuk praktis, buku resep makanan, modul ketrampilan; (3) Membaca untuk mencari informasi khusus, materi bacaan berupa ensiklopedia, kamus, buku petunjuk telepon; (4) Membaca untuk mendapatkan gambaran umum, materi bacaan berupa buku teori, buku teks, esay; (5) Membaca untuk mengevaluasi secara umum, materi bacannya berupa roman, novel, maupun puisi. Dalam hubungannya dengan tujuan membaca, Djago Tarigan (2005:37) mengemukakan bahwa: Tujuan utama membaca adalah memperoleh kesuksesan, pemahaman penuh terhadap argumen-argumen yang logis, urutan-urutan retoris atau polapola teks, pola-pola simbolisme, nada-nada tambahan yang bersifat 70 emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan sang pengarang juga sarana-sarana linguistik yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Burn yang dikutip Farida Rahim (2007:11), tujuan membaca mencakup: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) kesenangan; menyempurnakan membaca nyaring; menggunakan strategi tertentu; memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik; mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis; mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Setiap aspek kehidupan melibatkan kegiatan membaca. Misalkan pengusaha katering tidak perlu harus pergi ke pasar untuk mengetahui harga bahan-bahan yang akan dibutuhkan. Dia cukup membaca surat kabar untuk mendapatkan informasi tersebut. Kemudian, dia bisa merencanakan apa saja yang harus dibelinya. Menurut uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah memahami maksud keseluruhan yang terkandung dalam teks bacaan sampai hal yang paling mendetail. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Membaca Tujuan membaca, tentu saja berkaitan erat dengan motivasi dalam membaca dan minat terhadap materi bacaan. Jika motivasi dan minat sangat rendah atau bahkan sama sekali tidak ada, menetapkan tujuan yang jelas sering kali tidak menciptakan motivasi dan meningaktkan minat baca, walaupun sedikit, kehadirannya sangat berarti. Kemampuan membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang ada dalam diri pembaca meliputi kemampuan linguistik (kebahasaan), minat, motivasi, dan kumpulan membaca (seberapa baik pembaca dapat 71 membaca), sedangkan faktor dari luar diri pembaca salah satunya adalah faktor kesiapan guru dalam pembelajaran (Darmiyati Zuhdi (2007:23-24).” Ketepatan guru dalam mendiagnosis hal-hal yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa seperti yang penulis uraikan tersebut di atas dapat menjadi petunjuk bagi guru bahasa Indonesia menangani permasalahan dalam pengajaran membaca. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Mengenai berbagai faktor penentuan kemampuan membaca, menurut Yap yang dikutip Darmiyati Zuhdi (2007:25), bahwa kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas membacanya, maksudnya adalah kemampuan membaca seseorang itu sangat dipengaruhi oleh jumlah waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas membaca. Semakin bayak waktu membaca setiap hari, besar kemungkinan semakin tinggi tingkat komprehensinya atau semakin mudah memahami bacaan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca baik itu faktor instrinsik maupun faktor ekstrinsik. Bagi anak tunagrahita faktor instrinsik berupa kemampuan psikologis antara lain tingkat intelegensi yang rendah, kemampuan koordinasi motorik lambat, bicara lambat dan daya ingat yang rendah perlu diperhatikan dengan merangsang kemampuannya berupa stimulus dari luar. e. Strategi Membaca Untuk memperoleh pemahaman terhadap bahan bacaan. Pembaca menggunakan strategi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan erat dengan faktorfaktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu teks dan konteks. Strategi membaca pada dasarnya menggambarkan bagaimana pembaca memproses bacaan sehingga dia memperoleh pemahaman terhadap bacaan tersebut. Menurut Klein yang dikutip Farida Rahim (2007:36) mengategorikan 72 model-model strategi membaca ke dalam tiga jenis, yaitu bawah-atas (bottomup), atas-bawah (top-down), dan model membaca campuran (eclectic). Berdasarkan ketiga jenis strategi membaca dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Strategi Bawah-Atas (Bottom-Up) Strategi batas-atas pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran kebahasaan yang paling rendah menuju ke yang tinggi. Pembaca model ini mulai dari mengidentifikasi huruf-huruf, kata, frasa, kalimat dan terus bergerak ke tataran yang lebih tinggi, sampai akhirnya dia memahami isi teks. Pemahaman ini dibangun berdasarkan data visual yang berasal dari teks melalui tahapan yang lebih rendah ke tahapan yang lebih tinggi. 2) Strategi Atas-Bawah (Up-Buttom) Strategi atas-bawah merupakan kebalikan dari strategi bawah-atas. Pada strategi atas-bawah, pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Dalam hal ini, pembaca mulai dengan prediksi, kemudian mencari input untuk mendapatkan informasi yang cocok dalam teks. 3) Campuran (Electic) Strategi pemahaman bacaan tidak harus memakai salah satu strategi saja, siswa dapat mengambil dan memilih yang terbaik dari semua strategi yang ada, termasuk pandangan-pandangan teori dan model pengajaran membaca. Begitu juga model bawah-atas dan atas-bawah bisa digunakan dalam waktu bersamaan jika diperlukan. Berdasarkan kajian teori tentang kemampuan membaca di atas, dalam penelitian ini indikator aspek kemampuan membaca yang dijadikan alat ukur meliputi: kemampuan siswa dalam mengucapkan kata-kata dan memahami makna kata dalam bacaan. f. Evaluasi Kemampuan Membaca Evaluasi dilakukan untuk mengungkapkan dan mengukur hasil belajar bahasa Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan evaluasi menurut Moore yang dikutip Farida Rahim 73 (2007:137) adalah suatu proses pengumpulan, menganalisis data, mempertimbangkan dan membuat keputusan tentang hasil belajar siswa. Sedangkan pengertian evaluasi menurut Winkel (2001:313) sebagai berikut: Evaluasi berarti penentuan sampai seberapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai seberapa jauh keduanya dapat dinilai baik. Menurut Anastasi yang dikutip Saifuddin Azwar (2001: 2) “evaluasi berarti penilaian atau pengukuran yang objektif dan standar terhadap sampel perilaku.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi belajar membaca bahasa Indonesia merupakan penilaian yang standar terhadap tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pelajaran membaca bahasa Indonesia pada kurun waktu tertentu dalam bentuk nilai (angka). g. Pelajaran Membaca Pada Anak Tunagrahita Materi pembelajaran membaca mengacu pada bahan ajar atau materi pembelajaran yang telah digariskan dalam kurikulum. Materi pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2001, aspek membaca pada pelajaran Bahasa Indonesia adalah: 1) Menyebutkan huruf pada kata. Siswa diharapkan dapat menyebutkan huruf dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal siswa (menirukan guru). 2) Menyebutkan kata dengan bantuan gambar. Siswa ditunjukkan gambar untuk menyebutkan gambar tersebut, lalu ditampilkan huruf sesuai gambar. Ditampilkan kata-kata baru dengan menujuk gambar yang sesuai dengan huruf. “Permendiknas No. 24 Tahun 2006, guru sebagai tenaga pengajar berkewajiban menentukan bahan ajar dalam rangka pengembangan materi. Tujuan menentukan materi pembelajaran adalah meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, dari bahan pembelajaran untuk membentuk kemampuan kognitiof, sikap dan ketrampilan”. (Direktorat Pembinaan SLB, 2008: 1). 3. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran 74 Media pembelajaran memiliki banyak pengertian sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang pada prinsipnya memiliki kesamaan. Dari pengertian berbagai ahli dapat dijelaskan seperti berikut. Media pembelajaran terdiri daru dua kata, yaitu kata “media” dan “pembelajaran”. Kata media secara harfiah berarti perantara atau pengantar, sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi untuk membantu seseorangmelakukan suatu kegiatan belajar. (http://kazzuya.wordpress.com/ 2009/11/14/media-pembelajaran-dalampendidikan/: 1). Menurut Oemar Hamalik (1994:12) “media pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran.” Menurut Association for Educational Communications Technology (AECT) di Amerika yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2002:3) media 75 pendidikan ialah segala bentuk saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Sementara itu Gagne yang dikutip Arief S. Sadiman, dkk. (2003:6): “media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.” Berdasarkan ketiga pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan, segala sesuatu media yang pembelajaran dapat digunakan adalah untuk menyalurkan pesan dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta sehingga perhatian proses siswa sedemikian pembelajaran terjadi rupa dan berlangsung lebih efisien. Penelitian ini diharapkan media pembelajaran yang digunakan dalam mengajar siswa dapat efektif artinya media tersebut akan lebih tepat guna dan bermanfaat sesuai yang diharapkan dibandingkan dengan mengajar tanpa menggunakan media. b. Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, sebelum mengetahui fungsi media ada baiknya melihat diagram cone of learning dari Edgar Dale 76 yang secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media dalam pendidikan. Gambar 1. Diagram Cone of Learning dari Edgar Dale (Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/mediapembelajaran-dalam-pendidikan/: 1). Berdasarkan gambar tersebut di atas, dapat dilihat kerucut pelajaran (Cone of Learning) dari Edgar Dale, bahwa setelah 2 minggu, guru cenderung untuk mengingat 10% untuk membaca, 20% untuk mendengar, 30% untuk melihat, 50% untuk mendengar dan melihat, 70% untuk bercerita/berkata, 90% berkata dan bekerja langsung (Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress. 77 com/2009/11/14/media-pembelajaran-dalampendidikan/: 1): Ada dua fungsi utama media pembelajaran. Fungsi pertama media adalah sebagia alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai media sumber belajar. Kedua fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Edgar Dale, 1969. http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/mediapembelajaran-dalam-pendidikan/: 1-2): 1) Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang dimaksud antara lain: globe, grafik, gambar, dan sebagianya. Materi ajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit/kompleks. Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju terrcapainya tujuan pembelajaran. 2) Media pendidikan sebagai sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar siswa. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu: manusia, buku perpustakana, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa. Arief S. Sadiman dkk (2003:16-17) mengemukakan bahwa secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra seperti misalnya: a) Obyek terlalu besar – bisa digantikan dengan realitas gambar, film bingkai, film dan model. 78 b) Obyek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film dan gambar. c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu high speed photography atau low speed photography. 3) Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif anak didik dalam hal ini media berguna untuk: a) Menimbulkan kegairahan belajar. b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan. c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. d) Dengan sifat yang unik pada setiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum, dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana latar belakang guru dan siswa sangat berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan. Adapun dalam penelitian ini media dapat membantu untuk mengatasi berbagai macam hambatan diantaranya mengurangi sifat verbalisme, mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan tipe belajar murid karena kelemahan di salah satu indra, mengatasi sifat anak pasif menjadi aktif, membantu mengatasi kesulitan guru dalam memberikan pelayanan belajar kepada murid memperingan beban guru, dan mempermudah belajar murid atau siswa. c. Macam-macam Media Pembelajaran Media pembelajaran banyak macamnya. Masing-masing ahli media mengelompokkan jenis media sesuai dengan sudut pandangnya dan latar belakangnya sendiri: Nana Sudjana, Ahmad Rivai (2000:7) mengklasifikasikan media sebagai berikut: “Beberapa jenis media yang biasa digunakan dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran, dapat digolongkan menjadi media gambar atau grafis, media fotografis, media tiga dimensi, media proyeksi, media audio dan lingkungan sebagai media pengajaran.” Berdasarkan uraian dan klasifikasi di atas dapat penulis kelompokkan menjadi beberapa jenis kelompok media yaitu: 1) Media gambar/grafis. 2) Media fotografis. 3) Media tiga dimensi. 4) Media proyeksi. 5) Media audio. 79 6) Media lingkungan. Arief Sadiman S., dkk. (2003:10) mengutip dari pendapat Rudi Bretz sebagai berikut: Bertz mengidentifikasi ciri utama dari media menjadi tiga unsur pokok yaitu suara, visual dan gerak. Visual sendiri dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, grafis (line graphic) dan simbol yang merupakan kontinuum dari bentuk yang dapat ditangkap dengan indra penglihatan. Di samping itu Bertz juga membedakan media sinar (telecomunication) dan media rekam (recording) sehingga terdapat delapan (8) klasifikasi media 1) media audio visual gerak 2) media audio visual diam 3) media audio visual semi 4) media visual gerak 5) media visual diam 6) media visual semi gerak 7) media audio 8) media cetak. Melihat uraian di atas pada dasarnya media dipandang dari ciri-cirinya ada tiga jenis yaitu suara, visual dan gerak. 4. Media Gambar a. Pengertian Media Gambar Menurut Sri Anitah (2004:22), “media gambar (gambar mati) merupakan gambar yang dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tak tembus cahaya.” Gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu maupun gambaran masa yang akan datang. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa SDLB. Gerlach & Ely yang dikutip Sri Anitah (2004: 22) mengatakan bahwa “gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa, tetapi juga seribu tahun atau seribu mil.” Peneliti dapat menyimpulkan bahwa media gambar adalah media gambar (gambar mati) dibuat pada kertas karton atau sejenisnya yang tak tembus cahaya. b. Manfaat Media Gambar 80 Gambar adalah salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran, karena media gambar memberikan manfaat dalam pembelajaran. Menurut Azhar Arsyad (2002:43), media gambar memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Menimbulkan daya tarik pada anak. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak. 2) Mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang abstrak akan lebih mudah dipahami bila dibantu gambar. 3) Memperjelas bagian-bagian yang penting. 4) Menyingkat suatu uraian. Penemuan-penemuan dari penelitian mengenai nilai-guna gambar diam tersebut, menurut Brown yang dikutip Sri Anitah (2004: 31) mempunyai sejumlah implikasi bagi pengajaran, yaitu: 1) Bahwa penggunaan gambar dapat merangsang minat atau perhatian anak. 2) Gambar-gambar yang dipilih dan diadaptasi secara tepat, membantu anak memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya. 3) Gambar-gambar dengan garis sederhana seringkali dapat lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar dengan bayangan, ataupun gambar forografi yang sebenarnya. Gambar-gambar realisme yang lengkap yang membanjiri penonton dengan informasi visual yang terlalu banyak, ternyata kurang baik sebagai perangsang belajar dibandingkan gambar atau potret yang sederhana saja. 4) Warna pada gambar diam biasanya menimbulkan masalah. Sekalipun gambar berwarna lebih memikat perhatian anak daripada yang hitam putih, namun tak selalu gambar berwarna merupakan pilihan terbaik untuk mengajar atau belajar. Suatu studi menyarankan agar penggunaan warna haruslah realistik dan bukan sekedar demi memakai warna saja. Kalau pada suatu gambar hitam putih ditambahkan hanya satu warna, maka mungkin akan mengurangi nilai pengajarannya. Pengajaran menyangkut konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna yang realistik memang lebih disukai. 5) Kalau bermaksud mengajar konsep yang menyangkut soal gerak, sebuah gambar diam (termasuk film rangkai) mungkin akan kurang efektif dibanding dengan sepotong film bergerak yang menunjukkan gaya (action) yang sama. Dalam hal ini, suatu urutan gambar diam, seperti yang dibuat dengan kamera foto 35 mm dapat mengurangi telalu banyaknya informasi yang ditampilkan oleh suatu film bergerak. 6) Isyarat yang bersifat non-verbal atau simbol-simbol seperti tanda panah, ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar diam dapat memperjelas atau mungkin pula mengubah–pesan yang sebenarnya dimaksudkan untuk dikomunikasikan. Atas dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media gambar dapat memberikan manfaat merangsang minat atau perhatian anak, membantu anak memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya, lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar 81 dengan bayangan, ataupun gambar fotografi yang sebenarnya, pengajaran menyangkut konsep warna, maka gambar-gambar dengan warna yang realistik memang lebih disukai, urutan gambar diam, seperti yang dibuat dengan kamera foto 35 mm dapat mengurangi terlalu banyaknya informasi yang ditampilkan oleh suatu film bergerak., dan isyarat yang bersifat non-verbal atau simbolsimbol seperti tanda panah, ataupun tanda-tanda lainnya pada gambar diam dapat memperjelas atau mungkin pula mengubah–pesan yang sebenarnya dimaksudkan untuk dikomunikasikan. c. Prinsip-Prinsip Penggunaan Media Gambar Menggunakan gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam pelajaran. Memadukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan. Menggunakan gambar-gambar itu sedikit saja, daripada menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif. Guru hendaknya berhemat dalam mempergunakan gambar yaitu gambar yang mengandung makna. Jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif, lebih baik daripada dua kali mempertunjukkan gambar-gambar yang serabutan tanpa pilih-pilih. Jadi yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasan utama. Gambar sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita atau gagasan baru. Guru yang baik akan menyadari bahwa dengan mengurangi deskripsi verbal kepada gambar-gambar yang dipertunjukkannya akan dirasakan manfaatnya terutama bagi para siswa pemula belajar membaca. Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar para siswa akan didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan. d. Media Gambar pada Anak Tunagrahita Media gambar untuk anak tunagrahita merupakan gagasan yang dicetuskan dalam bentuk ilustrasi gambar yang sederhana yang dibuat dalam ukuran yang disesuaikan dengan materi pelajaran, bertujuan untuk menarik 82 perhatian, membujuk, memotivasi atau memperingatkan pada gagasan pokok, fakta atau peristiwa tertentu. Disain sebuah gambar adalah merupakan perpaduan antara keserderhanaan serta dinamika. Bebagai warna yang kontras seringkali dipakai dalam gambar. Gambar-gambar dalam pembelajaran bagi anak tunagrahita yang efektif umumnya enak dipandang dan mudah dimengerti maksudnya. Bahkan dalam hal-hal seperti gambar-gambar yang sering dilihat setiap harinya didesain dengan bagus, penulisan bagus, serta warna yang menarik. Jenis-jenis gambar lain, seperti yang digunakan di sekolah dan di rumah, memerlukan daya tarik untuk memikat perhatian bagi anak tunagrahita. Gambar yang memikat adalah perpaduan antara menyenangkan serta menarik hati, kedua-duanya merupakan unsur yang kuat di dalam belajar” (Sri Anitah, dkk., 2001:27) Komposisi warna, dan teknik adalah unsur pokok di dalam penyajian gambar yang efektif. Unsur-unsur warna dan teknik dapat dipakai pada gambar yang pada dasarnya diperuntukkan bagi sarana gambar. Akan tetapi sebagai salah satu alat perantara mempunyai sifat unik tertentu. Oleh sebab itu gambar memiliki keperluan cara pengerjaan tertentu yang berbeda dengan kebanyakan media lainnya. Seperti sebuah foto atau lukisan, gambar yang baik memerlukan pusat perhatian agar siswa mudah tertarik dan mudah mengerti maksud gambar. B. Kerangka Berpikir Karangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk sampai pada hipotesis. Adapun kerangka berpikir penelitian ini sebagai berikut: Hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam dan dari luar diri siswa. Media gambar merupakan seperangkat pendukung kemampuan membaca yang merupakan pengaruh faktor dari luar diri siswa. Media gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hal itu disebabkan kesederhaannnya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya. Melalui gambar dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, 83 selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang maksud dari bacaan. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa tunagrahita kelas III SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar yang dalam pembelajaran membaca didukung dengan media gambar akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding sebelum menerapkan media gambar. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka digambar bagan kerangka berpikir sebagai berikut: Kondisi awal prestasi belajar Bahasa Indonesia kemampuan membaca Tindakan Kondisi Akhir 1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru. 2. Siswa enggan atau malas belajar membaca. 3. Kemampuan membaca dalam mata pelajaran bahasa Indonesia rendah. Siklus I : 1. Guru menerapkan media gambar. 2. Guru memberi motivasi belajar kepada siswa. 3. Guru memberi penjelasan tentang cara belajar membaca. SiklusII: 1. Penerapan media gambar lebih ditingkatkan. 2. Guru memberi motivasi belajar kepada siswa yangmasih rendah kemampuan membacanya. 1. 3. Kemampuan Guru memberimembaca penjelasanpelajaran cara belajar bahasa Indoensia meningkat. membaca yang efektif dan efisien. 2. Siswa lebih senang untuk belajar membaca. Gambar 2. Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan 84 Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih perlu diuji kebenarannya, mengenai bukti-bukti secara ilmiah. Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca pada siswa tunagrahita kelas III semester II di SDLB Negeri Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2009/2010.” BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam bahasa Inggris diartikan Classroom Action Research (CAR) yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam pembelajaran (Susilo, 2007: 16). Penelitian dilaksanakan di kelas III SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar pada pembelajaran membaca mata pelajaran bahasa Indonesia pada semester II tahun pelajaran 2009/2010. B. Subjek Penelitian Penelitian tindakan kelas ini subyek penelitian adalah siswa kelas III SDLB/C Negeri Cangakan Karanganyar berjumlah 5 siswa, yang terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan. C. Sumber Data Sumber data penelitian tindakan kelas ini berasal dari siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar sebagai subjek penelitian. Data yang berupa kemampuan membaca dalam mata pelajaran bahasa Indonesia diperoleh dengan menggunakan tes setelah dalam proses pembelajaran menerapkan media gambar. D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data 85 Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, karena hal ini merupakan sesuatu yang paling mendasar guna keberhasilan suatu penelitian dapat tercapai. Metodologi penelitian menurut Suharsini Arikunto (2006: 136) “Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan 30 Sumadi Suryabrata (2000: 59) berpendapat bahwa “Metode penelitian adalah suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah”. Berorientasi pada judul penelitian maka metode yang akan penulis gunakan dalam penelitian tindakan kelas ini dengan metode observasi, dokumentasi, dan tes. a. Observasi 1) Pengertian Observasi Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Suharsimi Arikunto, 2006: 229). Menurut Supardi (2008: 127), observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) secara langsung mengenal fenomena-fenomena dan gejala psikis maupun psikologi dengan pencatatan untuk memotret seberapa jauh efek tidakan telah mencapai sasaran. 2) Macam-macam Observasi Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan observasi proses, menurut Retno Winarni (2009: 84-85) ada 4 metode observasi yaitu: a) Observasi Terbuka Pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong merekam pelajaran yang diamati. b) Observasi Terfokus 86 Ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran. Misalnya: yang diamati kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi. c) Observasi Terstruktur Observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (V) pada tempat yang disediakan. d) Observasi Sistematik Observasi sistematik lebih rinci dalam kategori yang diamati. Misalnya dalam pemberian penguatan, data dikategorikan menjadi penguatan verbal dan nonverbal. 3) Observasi yang Digunakan Dalam penelitian in digunakan observasi terstruktur, dimana observasi menggunakan instrumen yang terstruktur dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal membubuhkan tanda (Ö) pada tempat yang disediakan pada lembar pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran membaca melalui media gambar. Alasan digunakan observasi terstruktur adalah untuk mempermudah observer melakukan pengamatan dan observasi tertruktur sesuai dengan masalah yang diteliti. b. Dokumentasi 1) Pengertian Dokumentasi Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 200) “dokumentasi yaitu data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, notulen, legger, agenda, dsb”. 2) Dokumentasi yang Digunakan Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan awal membaca siswa yang diambil dari nilai ulangan kelas dasar II semester II SDLB Negeri Cangakan Karanganyar. c. Tes 1) Pengertian Tes “Tes adalah sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan” (Saifuddin Azwar, 2001: 2). Menurut 87 Suharsimi Arikunto (2006:223) tes adalah “Serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat, berujud pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa baik secara individu atau kelompok. 2) Macam-macam Tes Bentuk-bentuk tes antara lain sebagai berikut: 1) Tes benar salah, 2) Tes pilihan ganda, 3) Tes menjodohkan, 4) Tes isian atau melengkapi, 5) Tes jawaban singkat (Suharsimi Arikunto, 2006:223). 3) Tes yang Digunakan Bentuk tes yang dipakai adalah tes objektif. Tes objektif adalah tes yang hanya satu jawaban dapat dianggap terbaik. Siswa yang diuji diminta untuk menunjukkan jawaban yang terbaik. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif dengan lesan yang terdiri dari 10 item pertanyaan. E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Agar tes dapat digunakan sebagai alat pengukur prestasi belajar siswa, maka tes tersebut harus memenuhi syarat sebagai tes yang baik. Tes itu valid artinya tes yang dibuat hendaknya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Tes yang disusun harus sesuai dengan materi yang pernah diajarkan dan mempunyai taraf kesukaran yang sama dengan kemampuan siswa. Adapun jenis-jenis validitas tes menurut Sutrisno Hadi (2000: 111) antara lain: face validity, logical validity, factorial validity, content validity, external validity, internal validity dan empirical validity. Adapun uji validitas yang digunakan di sini adalah uji validitas content validity yaitu instrumen dari beberapa butir tes yang mencerminkan 88 sesuatu faktor yang tidak menyimpang dari fungsi instrumen berupa kisi-kisi buatan guru berdasarkan KTSP. Tes harus reliabel, tes cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawabanjawaban tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 224). Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan mengahasilkan data yang dapat dipercaya juga. Teknik reliabilitas menggunakan standar isi berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam pembelajaran matematika sesuai dengan KTSP. F. Validitas Data Informasi yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti dan akan dijadikan data dalam penelitian ini perlu diperiksa validitasnya sehingga data validitas tersebut dapat dipertanggungjawbkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Adapun teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas dalam penelitian ini adalah triangulasi dan reviu informan. Moeleong (2004: 330) mengemukakan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Triangulasi data (sumber) dilakukan dengan mengumpulkan data tentang permasalahan dalam penelitian dari beberapa sumber data yang berbeda. Sedang triangulasi metode dilakukan dengan menggali data yang sama dengan metode yang berbeda, seperti disinkronkan dengan hasil observasi atau dokumen yang ada. Untuk menjaga validitas, secara kolaboratif data dalam penelitian ini didiskusikan/dikonsultasikan dengan teman sejawat atau tim ahli, serta diupayakan memperhatikan hal-hal asebagai berikut: 1) observer akan mengamati keseluruhan sekuensi peristriwa yang terjadi di kelas; 2) tujuan, batas waktu dan 89 rambu-rambu observasi jelas; 3) hasil observasi dicatat lengkap dan hati-hati; dan 4) observasi harus dilakukan secara obyektif. G. Analisis Data Data berupa hasil tes diklasifisikan sebagai data kuantitatif. Data tersebut dianalisis secara desktiprif, yakni dengan membandingkan nilai tes atarsiklus. Yang dianalisis adalah nilai tes siswa sebelum menggunakan media gambar; dan nilai tes siswa setelah menggunakan media gambar; sebanyak 2 siklus. Kemudian, data yang berupa nilai tes antarsiklus tersebut dibandingkan nilai rata-rata pre tes dengan pos tes siklus I, nilai rata-rata pos tes siklus I dengan nilai rata-rata post tes siklus II. H. Prosedur Penelitian Peneliti dalam penelitian ini menggunakan model yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin. Suharsimi Arikunto (2007: 16) mengemukakan model yang didasarkan atas konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah, yaitu: 1. Perencanaan atau planning 2. Tindakan atau acting 3. Pengamatan atau observing 4. Refleksi atau reflecting Langkah-langkah penelitian dapat diilustrasikan dalam gambar 3 berikut: Tindakan Perencanaan Pengamatan Gambar 3. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas Refleksi Arikunto (2007: 16) Kurt Lewin dalam Suharsimi 90 Model Kurt Lewin yang terdiri dari empat komponen tersebut kemudian dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Kedua ahli ini memandang komponen sebagai langkah dalam siklus, sehingga mereka menyatukan dua komponen yang kedua dan ketiga, yaitu tindakan dan pengamatan sebagai suatu kesatuan. Hasil dari pengamatan dijadikan dasar sebagai langkah berikutnya, yaitu refleksi kemudian disusun sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu seharusnya. Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Untuk melihat kemampuan membaca dilakukan tes. Hasil tes sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca. Tabel 1. Prosedur Penelitian 1 Rencana Tindakan a. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan. b. Menentukan pokok bahasan. c. Mengembangkan skenario pembelajaran. d. Menyiapkan sumber belajar. e. Mengembangkan format evaluasi. f. Mengembangkan format observasi. 2 Pelaksanaan Tindakan Menerapkan tindakan mengacu pada skenario pembelajaran. 3 Pengamatan Melakukan observasi dengan memakai format observasi. 4 Evaluasi/Refleksi a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan. b. Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario pembelajaran dan lainlain. c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan siklus berikutnya. d. Evaluasi tindakan I. e. Refleksi. Siklus I 91 1 Perencanaan dan penyempurnaan tindakan a. Atas dasar hasil siklus I, dilakukan penyempurnaan tindakan. b. Pengamatan program tindakan II. 2 Tindakan Pelaksanaan program tindakan II dengan melakukan perbaikan yaitu meningkatkan tindakan dengan memperbaiki kelemahan-kilemahan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I 3 Pengamatan Pengumpulan data tindakan II. 4 Evaluasi/Refleksi a. Evaluasi tindakan II (berdasar-kan indikator pencapaian). b. Refleksi. Siklus II Kesimpulan I. Indikator Kinerja Indikator pencapaian dalam penelitian tindakan kelas ini ditetapkan apabila hasil belajar membaca secara individu mendapat nilai 60 (KKM) atau lebih dan secara klasikal mencapai 80% dari jumlah siswa mendapat nilai 60 atau lebih. Dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 atau lebih dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar membaca. Penetapan indikator pencapaian disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti batas minimal nilai yang dicapai dan ketuntasan belajar bergantung pada guru kelas yang secara empiris tahu betul keadaan murid-murid di kelasnya (sesuai dengan KTSP). 92 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Awal Pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca di kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar seperti biasa. Materi meningkatkan kemampuan membaca pada kondisi awal dikemas oleh guru dengan alokasi waktu 2 x 30 menit. Guru mengawali pembelajaran dengan mengkondisikan kelas, mengabsen terlebih dahulu siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar dan melaksanakan apersepsi guna menggali pengetahuan awal siswa dalam rangka upaya mengaitkan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan metode ceramah yang merupakan salah satu metode yang biasa digunakan guru. Pembelajaran dimulai dengan penjelasan tentang membaca. Waktu yang digunakan untuk menjelaskan materi pembelajaran kemampuan membaca, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas berkenaan dengan materi pembelajaran kemampuan membaca yang telah diberikan. Pada kesempatan itu, tidak ada dua siswa yang mengajukan pertanyaan mengenai kemampuan membaca. Siswa terkesan masih pasif seakan-akan hanya menerima begitu saja materi yang dijelaskan oleh guru tanpa banyak memberikan tanggapan atau komentar. Kemudian, guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca materi yang diberikan guru yang berkaitan dengan kemampuan membaca. Siswa terlihat tidak segera membaca soal-soal yang diberikan guru. Sebagian besar siswa tampak membayangkan atau mengingat-ingat materi yang baru saja diucapkan guru yang disampaikan dengan metode ceramah, baru kemudian mereka membaca kata sederhana yang diingat. Selama siswa membaca apa yang disuruh guru, guru 38 93 tidak mengontrol mana siswa yang pasif dalam membaca. Guru tidak mengontrol atau memberikan bimbingan kepada siswa terhadap kesulitan membaca. Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia materi kemampuan membaca dilakukan hingga waktu yang dialokasikan berakhir. Guru menyuruh membaca satu persatu. Pembelajaran diakhiri tanpa diberikan penguatan atau umpan balik mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berdasarkan gambaran pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia materi kemampuan membaca di kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar yang telah diamati tersebut, maka berikut ini dapat disajikan prestasi belajar bahasa Indonesia yang terkait dengan kondisi awal pembelajaran bahasa Indonesia materi kemampuan membaca . Tabel 2. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Kondisi Awal. No. Urut Nama Subyek Nilai Keterangan 1 AW 60 Sudah tuntas 2 BS 50 Belum tuntas 3 NS 50 Belum tuntas 4 EV 55 Belum tuntas 5 YY 45 Belum tuntas Jumlah 260 Rerata Nilai Membaca 52,00 Ketuntasan Klasikal 20,00 % Belum tuntas Sumber data: Lampiran 9 halaman 81. Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 4 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai di atas 60 hanya 1 siswa. Nilai rerata 52,00 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 20,00%. Data ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, 94 pada kondisi awal ini pembelajaran membaca dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan prestasi belajar membaca yang masih rendah, maka sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar bahasa Indonesia dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, dilakukan inovasi pembelajaran dengan menerapkan media gambar dengan tujuan meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan membaca siswa, serta aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia. 2. Pelaksanaan Penelitian Siklus I a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi kegiatankegiatan: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa Indonesia siklus I ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit setiap pertemuan. RPP mencakup ketentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, metode, sumber dan media, dan penilaian. (Lampiran 4 halaman 64). 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga guru dapat menerapkan media gambar dengan baik; (2) Mempersiapkan media gambar sebagai media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran. 95 3) Menyiapkan Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: memperhatikan penjelasan guru, mengamati media gambar, membaca kalimat, pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan informasi pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes. b. Pelaksanaan Tindakan 1) Kegiatan Awal (10 menit) Apersepsi a) Guru membuka pelajaran, mengadakan presensi sambil memeriksa siswa apakah sudah siap menerima pelajaran. b) Guru mengadakan tanya jawab mengenai materi pelajaran yang sudah diajarkan yaitu bacaan kata. c) Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ”Abjad” bersama-sama. 2) Kegiatan Inti (45 menit) a) Guru memberikan informasi mengenai pentingnya membaca dalam kehidupan sehari-hari bagi siswa. b) Guru memberikan informasi mengenai materi bacaan yang akan dipelajari, yaitu membaca kalimat pada gambar. c) Guru menunjukkan beberapa pias-pias gambar, siswa mengamati dengan seksama. d) Siswa bersama-sama guru mengamati serta membaca kalimat pada pias-pias gambar 96 e) Secara bergantian siswa diminta untuk membaca bersama-sama benda pada gambar, guru membetulkan bila ada kesalahan. f) Guru menunjukkan kalimat pada gambar, siswa mengamati. g) Guru membaca beberapa kalimat pada gambar, siswa bersama-sama menirukan. h) Guru menunjukkan kembali beberapa kalimat pada gambar, siswa diminta membaca bersama. i) Secara bergantian siswa diminta membaca kembali beberapa kalimat pada gambar. j) Guru bersama siswa membicarakan kembali materi pelajaran yang telah dipelajari. 3) Kegiatan Penutup (15 menit) a) Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan menyimpulkan materi pelajaran. b) Guru menutup pelajaran dengan menjelaskan pentingnya kemampuan membaca bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. c. Pengamatan Berdasarkan hasil diskusi antara kepala sekolah dengan guru kolaborasi dalam pembelajaran membaca, peran guru untuk membangkitkan semangat siswa masih kurang. Guru kurang mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Selama mendampingi siswa belajar, guru kurang maksimal, karena guru kelas belum menggunakan media gambar, pembelajaran hanya disampaikan dengan metode ceramah yang segala sesuatunya banyak mendapatkan intervensi guru. Berdasarkan hasil lembar pengamatan aktivitas guru (lampiran 12 hal. 84) masih rendah, karena aktivitas guru mengajar baru mencapai 62,50%, sehingga pada siklus berikutnya diharapkan ada peningkatan aktivitas guru, yaitu dengan melakukan perbaikan terhadap aktivitas guru yang masih kurang, yaitu dengan melakukan pembenahan terhadap aktivitas yang masih rendah. Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat 97 pada saat guru memberikan penjelasan dengan menerapkan media gambar, tidak semua siswa memperhatikan, masih terdapat siswa yang kurang memperhatikan pembelajaran dari guru, ada pandangan siswa yang diarahkan ke luar kelas dan memikirkan yang lain, bahkan masih ada siswa yang kurang paham terhadap media gambar yang ditunjukkan guru tentang teknik mempelajari kemampuan membaca. Hal ini terjadi karena siswa tidak memikirkan betapa terbatasnya alokasi waktu yang tersedia sehingga mereka kurang bisa memanfaatkan waktu yang baik. Pada saat melakukan pengamatan, masih terlihat kekurangsiapan pada diri siswa. Masih ada di antara mereka yang hanya sekedar membawa buku catatan dan alat tulis pada saat guru memberikan pelajaran dengan disertai media gambar, siswa tanpa banyak melakukan aktivitas. Mereka tidak memperhatikan apa yang disampaikan guru dalam pembelajaran kemampuan membaca melalui media gambar. Pada saat mendengarkan penjelasan dari guru, siswa belum melakukannya dengan segera teknik mengamati gambar yang praktis sehingga waktu kurang efektif. Siswa juga masih pasif dalam bertanya, belum banyak memberikan komentar terhadap materi yang dibahas. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan tanya jawab dalam diskusi kelas. Siswa belum biasa mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya. Berdasarkan hasil lembar pengamatan aktivitas siswa (lampiran 14 halaman 86) masih rendah, karena aktivitas belajar siswa baru mencapai 60,80%, sehingga pada siklus berikutnya diharapkan ada peningkatan aktivitas siswa, yaitu dengan melakukan perbaikan terhadap aktivitas belajar siswa yang masih kurang, yaitu dengan memberikan memotivasi akan manfaat pembelajaran menerapkan media gambar. Hasil belajar bahasa Indonesia siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan materi meningkatkan kemampuan membaca melalui media gambar pada Siklus I disajikan dalam tabel berikut: 98 Tabel 3. Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus I. No. Subyek Pre tes Peningkatan Keterangan 60 Post tes (Siklus I) 65 1 AW 5 : 60 x 100% = 8,33% Tuntas 2 BS 50 60 10 : 50 x 100% = 20,00% Tuntas 3 NS 50 55 5 : 50 x 100% = 10,00% Belum 4 EV 55 60 5 : 55 x 100% = 09,09% Tuntas 5 YY 45 50 5 : 45 x 100% = 11,11% Belum Jumlah 260 290 Rata-rata 52,00 58,00 Ketuntasan Klasikal 20,00% 60,00 % Belum Sumber data: Lampiran 10 halaman 82. Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 2 siswa memperoleh nilai di bawah 60. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai 60 atau lebih terdapat 3 siswa. Nilai rerata 58,00 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 60,00%. Data ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar belum memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, pada siklus I pembelajaran membaca dapat dikatakan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan prestasi belajar membaca yang masih rendah, maka sebagai guru berusaha melakukan inovasi pembelajaran agar prestasi belajar bahasa Indonesia dapat ditingkatkan. Inisiatif yang diambil guru kelas serta didukung oleh kepala sekolah dan dibantu teman guru kolaborasi, meningkatkan inovasi pembelajaran dengan menerapkan media gambar berusaha mencari kelemahan-kelemahan untuk dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya dengan tujuan meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan membaca siswa, serta aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia. 99 d. Refleksi Berdasarkan hasil observasi di atas, dapat diketahui bahwa siswa belum dapat memanfatkan waktu dengan baik. Untuk menindaklanjutinya, pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan pada siswa pentingnya pemanfaatan waktu. Kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dan jarangnya tanya jawab dilakukan antara siswa dengan siswa dan bertanya pada guru disebabkan oleh kekurangpahaman siswa akan pentingnya media gambar untuk meningkatkan kemampuan membaca sehingga masih terdapat siswa yang menghadapi kesulitan ketika akan mengucapkan suku kata dan kata. Oleh sebab itu, pada pembelajaran pada siklus II perlu ditekankan kepada siswa agar lebih mempersiapkan diri dan memperhatikan media gambar yang ditunjukkan guru. Perlu ditingkatkan keaktifan siswa dalam bertanya kepada guru. Siswa perlu dibangkitkan semangatnya sehingga penerapan media gambar yang dilaksanakan guru bermanfaat untuk menyempurnakan pemahaman terhadap peningkatan kemampuan membaca. Siswa masih perlu dibimbing dan diarahkan karena aktivitas untuk bertanya masih sangat kurang. 3. Pelaksanaan Penelitian Siklus II Pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada siklus II masih ditujukan pada pemahaman siswa terhadap pemanfaatan media gambar. Pelaksanaannya dirancang sebagai berikut: a. Perencanaan Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatankegiatan: 1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, pembelajaran bahasa Indonesia siklus II ini dirancang dengan dua kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan adalah 2 x 35 menit setiap pertemuan. RPP mencakup 100 penentuan: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, metode, sumber dan media, dan penilaian. (Lampiran 5 halaman 69). 2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung Fasilitas yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan pembelajaran adalah: (1) Ruang kelas. Ruang kelas yang digunakan adalah kelas yang biasa digunakan setiap hari. Kelas tidak didesain secara khusus, untuk pelaksanaan pembelajaran melalui media gambar, kursi diatur sedemikian rupa (membentuk lingkaran) sehingga dalam menerapkan media gambar guru dapat melakukan dengan baik; (2) Mempersiapkan media gambar sesuai dengan materi pembelajaran. 3) Menyiapkan Lembar Observasi Lembar observasi digunakan untuk mencatat segala aktivitas selama pelaksanaan pembelajaran yang berisi daftar isian yang mencakup kegiatan siswa dan juga kegiatan guru. Lembar pengamatan yang digunakan untuk siswa meliputi bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran yang meliputi: memperhatikan penjelasan guru, mengamati media gambar, membaca kalimat, pertanyaan pada guru, dan mengerjakan LKS. Lembar pengamatan yang digunakan untuk guru meliputi bagaimana guru mengajar, yang meliputi: menyiapkan RPP, pengkondisian kelas, menyediakan materi dan sumber belajar, melakukan informasi pendahuluan, pengolahan waktu dan penguasaan materi, menanggapi usulan siswa, membuat kesimpulan, dan melaksanakan tes. b. Pelaksanaan Tindakan 1) Kegiatan Awal (10 menit) Apersepsi a) Guru membuka pelajaran, mengadakan presensi sambil memeriksa siswa apakah sudah siap menerima pelajaran. b) Guru mengadakan tanya jawab mengenai materi pelajaran yang sudah diajarkan (membaca nama-nama benda pada gambar) 101 c) Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu ”Abjad” bersama-sama. 2) Kegiatan Inti (45 menit) a) Guru memberikan informasi mengenai pentingnya membaca dalam kehidupan sehari-hari. b) Guru memberikan informasi mengenai materi bacaan yang akan dipelajari, yaitu membaca kalimat pada gambar. c) Guru menunjukkan beberapa pias-pias gambar, siswa mengamati dengan seksama. d) Siswa bersama-sama guru mengamati serta membaca kalimat pada piaspias gambar. e) Secara bergantian siswa diminta untuk membaca kalimat pada gambar, guru membetulkan bila ada kesalahan. f) Guru menunjukkan kalimat sesuai dengan gambar yang diamati siswa. g) Guru membaca beberapa kalimat pada gambar, siswa bersama-sama menirukan. h) Guru menunjukkan kembali beberapa gambar yang ditempeli pias kalimat, serta menyebutkan sesuai dengan gambar. i) Secara bergantian siswa diminta membaca kembali beberapa kalimat pada gambar. j) Guru bersama siswa membicarakan kembali materi pelajaran yang telah dipelajari. 3) Kegiatan Penutup (15 menit) a) Guru dan siswa mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dengan menyimpulkan materi pelajaran. b) Guru menutup pelajaran dengan menjelaskan pentingnya kemampuan membaca bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. c. Pengamatan Peran guru untuk membangkitkan semangat siswa semakin meningkat. Guru mulai mengarahkan bagaimana siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik dan mengajak siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca secara 102 cermat dan cepat melalui media gambar yang diberikan guru. Selama mendampingi siswa belajar, guru sudah dapat memberikan bimbingan kepada siswa agar terbiasa dengan pembelajaran dengan memanfaatkan media gambar, yang segala sesuatunya yang kurang jelas dapat ditanyakan langsung kepada guru. Dari hasil lembar pengamatan aktivitas guru (lampiran 13 halaman 85) telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, karena aktivitas guru mengajar telah mencapai 82,50%, aktivitas guru diharapkan terus ditingkatkan sehingga proses pembelajaran bahasa Indonesia melalui media gambar untuk meningkatkan kemampuan membaca dapat dipahami oleh guru. Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat dideskripsikan bahwa siswa dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat pada saat siswa diminta mengambil tempat duduk masing-masing, mareka segera beranjak dari tempat duduk dan siswa segera memperhatikan media gambar yang dipersiapkan guru. Pada saat mengamati media gambar materi meningkatkan kemampuan membaca, seluruh siswa telah menyiapkan diri. Mereka menulis dan membaca kalimat yang terdapat dalam media gambar. Seluruh siswa sudah mau bertanya kepada guru untuk menggali beberapa pengalaman yang diingat dari media gambar sehingga informasi yang didapatkan dari media gambar dapat diserap oleh siswa. Pada saat mengerjakan tugas kemampuan membaca, siswa telah melakukannya dengan segera sehingga waktu yang tersedia dapat diefektifkan dengan baik. Sebagian siswa sudah aktif dalam bertanya jawab, seluruh siswa banyak memberikan komentar terhadap materi yang terdapat dalam media gambar. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa melakukan tanya jawab saat guru memberikan penjelasan yang terdapat dalam media gambar. Siswa sudah mulai terbiasa berbicara atau mengeluarkan pendapat di hadapan teman-temannya. 103 Dari hasil lembar pengamatan aktivitas siswa (lampiran 15 halaman 87) telah menunjukkan peningkatan yang signifikan, karena aktivitas belajar siswa telah mencapai 81,60%, guru terus memberikan memotivasi akan manfaat pembelajaran menerapkan media gambar untuk meningkatkan kemampuan membaca. Hasil belajar kemampuan membaca melalui media gambar pada Siklus II disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4. Nilai Kemampuan Membaca Siswa Tunagrahita Kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar pada Siklus II. No. Subyek Post tes Post tes Peningkatan Keterangan (Siklus I) (Siklus II) 65 70 5 : 65 x 100% = 07,70% Tuntas 1 AW 2 BS 60 65 5 : 60 x 100% = 83,33% Tuntas 3 NS 55 60 5 : 55 x 100% = 09,09% Tuntas 4 EV 60 65 5 : 60 x 100% = 83,33% Tuntas 5 YY 50 60 5 : 50 x 100% = 10,00% Tuntas Jumlah 290 320 Rata-rata 58,00 64,00 Ketuntasan Klasikal 60,00% 100,00 % Tuntas Sumber data: Lampiran 11 halaman 83. Nilai siswa yang disajikan pada tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh siswa memperoleh nilai 60 atau lebih. Nilai rerata 64,00 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 100,00%. Data ini menunjukkan bahwa pembelajaran membaca pada siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar telah memenuhi batas tuntas yang ditetapkan. Dengan demikian, pada siklus II pembelajaran membaca dapat dikatakan telah mencapai tujuan yang diharapkan. d. Refleksi Berdasarkan hasil observasi siklus II, guru telah memberikan motivasi kepada siswa akan perlunya peningkatan keaktifan siswa dalam mengajukan 104 pertanyaan terhadap permasalahan yang belum jelas. Siswa perlu memiliki semangatnya sehingga dalam meningkatkan kemampuan membaca untuk menyempurnakan pemahaman terhadap materi belajar bahasa Indonesia. Siswa terus dibimbing guru dan diarahkan untuk meningkatkan aktivitas belajar, untuk terus bertanya kepada guru terhadap materi yang kurang jelas terhadap media gambar yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan membaca. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa, dapat diketahui bahwa siswa telah memanfatkan waktu dengan lebih baik daripada siklus I. Guru terus menerus menekankan pada siswa akan pentingnya menghargai waktu dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca . Semangat siswa meningkat dalam melakukan kegiatan membaca, dan siswa memberanikan beranya pada guru, siswa paham akan pentingnya bertanya kepada guru yang berkaitan dengan media gambar yang dilihatnya sehingga kesulitan yang dihadapi siswa ketika akan membaca dapat teratasi. Pada pembelajaran berikutnya guru lebih menekankan kepada siswa untuk lebih mempersiapkan diri sebelum melakukan kegiatan membaca dengan memanfaatkan media gambar yang telah dipersiapkan guru. B. Hasil Penelitian 1. Kondisi Awal Kondisi awal pembelajaran membaca pada siswa kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar dilakukan dengan metode ceramah. Dalam proses pembelajaran ini, masih tampak didominasi oleh segi-segi teoritik. Guru masih banyak menjelaskan materi pembelajaran secara monoton. Siswa hanya memperhatikan penjelasan guru sehingga pembelajaran hanya berjalan searah. Dengan kondisi demikian, siswa sangat pasif selama mengikuti pembelajaran sehingga terkesan hanya sebagai objek, bukan subjek pembelajaran. Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa tidak mendapat bimbingan dari guru tentang materi yang tidak dapat dikuasai siswa. Berdasarkan tes pada kondisi awal, diketahui 4 siswa mendapat nilai kurang dari 60,00. Hanya 1 siswa yang 105 mendapat nilai 60,00. Nilai rata-rata kelas 52,00 dengan tingkat ketuntasan secara klasikan sebesar 20,00%. 2. Hasil Penelitian Siklus I Deskripsi siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan dengan baik. Guru belum aktif dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca melalui media gambar. Aktivitas guru dalam pembelajaran membaca belum menunjukkan aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas mengajar guru masih rendah yaitu 60,00%, sehingga diperlukan kreativitas guru untuk lebih mendalami media gambar, dengan penekanan tersebut diharapkan pada siklus berikutnya ada peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas guru. Indikator aktivitas pembelajaran guru yang masih perlu ditingkatkan meliputi: pengolahan waktu dan menanggapi usulan siswa. Deskripsi aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa proses pembelajaran belum berjalan maksimal. Siswa belum aktif melakukan kegiatankegiatan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan oleh karena siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak mengandalkan instruksi guru. Pada saat membaca membaca siswa kurang bersemangat karena kurang memahami pentingnya media gambar di dalam memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kemampuan membaca. Akibatnya, pengetahuan siswa pun kurang. Hal ini terjadi karena siswa kurang memahami makna gambar. Kalaupun mengamati, siswa tidak melakukan identifikasi dan tidak merangkai bagian-bagian yang relevan dan penting sehingga siswa kesulitan memahami gambar dengan baik. Data yang diperoleh dari observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran sebagian besar siswa belum memiliki aktivitas yang diharapkan, karena rata-rata aktivitas belajar siswa masih rendah yaitu 60,80%. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran belum sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. 106 Berdasarkan hasil tes bahasa Indonesia materi kemampuan membaca pada siklus I diketahui rerata kelas sebesar 58,00, terdapat 2 siswa yang belum tuntas karena mendapat nilai kurang dari 60,00 dan terdapat 3 siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar 60,00%. 3. Hasil Penelitian Siklus II Pada siklus ke II, guru telah melaksanakan aktivitas mengajar dengan baik. Dari hasil pengamatan pada siklus II diperoleh rerata aktivitas guru 81,50%. Indikator aktivitas guru dalam pembelajaran rata-rata telah memiliki kriteria baik dan sangat baik karena telah mencapai batas tuntas. Aktivitas siswa pada siklus II, siswa telah mengikuti pembelajaran dengan baik. Siswa bersemangat dan antusias mengikuti proses pembelajaran. Perhatian siswa terhadap materi yang disampailkan guru melalui media gambar diikuti dengan senang hati dan dapat memahami apa yang dimaksudkan dalam media gambar yang diberikan guru. Data yang diperoleh dari observasi siklus II menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia materi kemampuan membaca telah memiliki aktivitas yang diharapkan, rata-rata aktivitas belajar siswa telah mencapai 81,60% yang diasumsikan telah tuntas. Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai bahasa Indonesia materi meningkatkan kemampuan membaca sebesar 64,00. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui rerata yang dicapai sudah memenuhi indikator kinerja dan secara klasikal telah mencapai batas tuntas. C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan data awal kemampuan membaca, diketahui nilai rerata sebesar 52,00, terdapat 4 siswa nilai kurang dari 60,00 dan 1 siswa mendapat nilai 60,00. Ketuntasan secara klasikal sebesar 20,00%. Berdasarkan data tersebut, 107 rerata kelas belum mencapai batas tuntas yang ditetapkan. Demikian pula, secara klasikal belum mencapai ketuntasan. Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai kemampuan membaca sebesar 58,00, sebanyak 3 siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih (tuntas belajarnya) dan tinggal 2 siswa yang belum tuntas, karena nilainya masih di bawah 60,00. Ketuntasan secara klasikal mencapai 60,00%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui rerata nilai kemampuan membaca sebesar 64,00, seluruh siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih (tuntas belajarnya). Ketuntasan secara klasikal mencapai 100%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan hasil observasi, dengan upaya-upaya perbaikan yang dilakukan pada pembelajaran membaca melalui media gambar, hasil yang dicapai siswa mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari naiknya persentase hasil tes yang diperoleh siswa. Tabel 5. Kemampuan Membaca Setiap Siklus Melalui Media Gambar. No. Subyek Siklus I Post 65 Ket 8,33% Pre 65 Siklus II Post 70 Ket 07,70% 1 AW Pre 60 2 BS 50 60 20,00% 60 65 83,33% 3 NS 50 55 10,00% 55 60 09,09% 4 EV 55 60 09,09% 60 65 83,33% 5 YY 45 50 11,11% 50 60 10,00% Jumlah 260 290 290 320 Rata-rata 52,00 58,00 58,00 64,00 Ketuntasan 20,00% 60,00% 60,00 % 100,00% Dari hasil nilai rata-rata secara individu dari setiap siklus dapat dibuat tabel perbandingan sebagai berikut: 108 Nilai Awal Siklus I Siklus II 70 65 60 55 50 45 40 35 30 AW BS NS EV YY Grafik 1. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siswa Melalui Media Gambar. Dari hasil nilai rata-rata secara klasikal dari setiap siklus dapat dibuat tabel perbandingan sebagai berikut: Tabel 6. Peningkatan Nilai Rata-rata Kemampuan Membaca Setiap Siklus Siklus Nilai Rata-rata Peningkatan Tes Awal 52,00 - Siklus I 58,00 6,00 Siklus II 64,00 6,00 Berdasarkan peningkatan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar melalui penerapan media gambar secara klasikal dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut: 109 Nilai Awal Siklus I Siklus II 65 60 55 50 45 40 35 30 Nilai Kemampuan Membaca Grafik 2. Peningkatan Kemampuan Membaca Setiap Siklus Hasil penilaian melalui tes menunjukkan bahwa rerata nilai kemampuan membaca telah mencapai 64,00 dari 5 siswa seluruhnya mendapat 60,00 atau lebih. Ketuntasan secara klasikal sebesar 100% siswa mendapat nilai 60,00 atau lebih yang dapat diasumsikan indikator kinerja secara klasikal telah mencapai batas tuntas. Berdasarkan hasil penelitian bila dihubungkan dengan kajian teori masih relevan, karena gambar merupakan salah satu media pembelajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan menerapkan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca, karena melalui gambar siswa dapat ditunjukkan sesuatu yang jauh dari jangkauan pengalaman siswa, selain itu juga dapat memberikan gambaran tentang peristiwa yang telah berlalu maupun gambaran masa yang akan datang. Melalui gambar, guru dapat menerjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang lebih konkrit untuk siswa SLB tunagrahita (C). 110 Di samping kelebihan dari media gambar untuk meningkatkan kemampuan membaca, media gambar memiliki beberapa manfaat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Brown yang dikutip Sri Anitah (2004: 31) bahwa, manfaat media gambar bagi anak tunagrahita dapat merangsang minat atau perhatian anak memahami materi pembelajaran, gambar-gambar yang dipilih dan diadaptasi secara tepat, membantu anak tunagrahita memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya. Di samping itu manfaat media gambar bagi anak tunagrahita dengan garis sederhana dapat lebih efektif sebagai penyampaian informasi ketimbang gambar dengan bayangan, ataupun gambar fotografi yang sebenarnya. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat dan perhatian anak, mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang abstrak akan lebih mudah dipahami bila dibantu gambar, memperjelas bagian-bagian yang penting, dan menyingkat suatu uraian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar, media gambar dapat dijadikan prediktor yang baik terhadap peningkatan kemampuan membaca siswa tunagrahita. Di samping memiliki kelebihan, media gambar juga memiliki kelemahan, yaitu: kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar, tidak dapat menunjukan gerak, dan siswa tidak selalu mengetahui bagaimana membaca (menginterpretasi) gambar. Untuk mengatasinya ialah gambar dibuat tidak terlalu kecil, dan siswa dikondisikan posisi tempat duduk melingkar, gambar yang tidak dapat menunjukkan gera, guru harus kreatif menerangkan maksud dari gambar dan membimbing siswa yang kurang paham terhadap maksud gambar. 111 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan kemampuan membaca siswa tunagrahita dapat ditingkatkan melalui media gambar pada siswa kelas III SDLB Negeri Cangakan Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010. Berdasarkan hasil tes pada siklus I, diketahui rerata nilai membaca sebesar 53,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 60,00%. Pada siklus II, rerata nilai membaca sebesar 59,00. Ketuntasan secara klasikal telah mencapai 100%. Berdasarkan data tersebut, secara klasikal telah mencapai ketuntasan belajar. B. Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian ini, penulis memberikan saransaran sebagai berikut: 1. Untuk kepala sekolah, hendaknya lebih meningkatkan pengawasan kepada guru-guru kelas dalam meningkatkan pembelajaran membaca dan memberikan penjelasan kepada guru dan siswa akan pentingnya memahami media gambar dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk mempermudah memahami kemampuan membaca. 2. Untuk siswa, agar memperhatikan terhadap kegiatan belajar yang disampaikan guru dengan media gambar, sebab dengan memperhatikan dengan sungguhsungguh apa yang disampaikan guru, maka soal-soal yang diberikan akan mudah untuk dikerjakan. Siswa perlu memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru terhadap materi yang belum jelas, sehingga apa yang belum dipahami akan dijelaskan oleh guru. 3. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media gambar dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa tunagrahita, dan media gambar 57 112 dapat dilanjutkan untuk semester berikutnya, misalnya membaca cerita pendek, sehingga media gambar efektif untuk berbagai materi bahasa Indonesia bagi siswa tunagrahita. 113 DAFTAR PUSTAKA Arief S. Sadiman, 2003. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Azhar Arsyad, 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grapindo Persada. Cece Wijaya dan Rusyan A. Tabrani, 2002. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya. Darmiyati Zuchdi, 2007. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca. Yogyakarta: UNY Press. Depdiknas, 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) SDLB. Jakarta: Ditjen Dikdasmen. Direktorat Pembinaan SLB, 2008. Model Bahan Ajar SDLB TunagrahitaRingan. Jakarta: Depdiknas. Djago Tarigan. 2005. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia. Modul. Universitas Terbuka. Jakarta: Depdikbud. Edgar Dale. 1969. Audio Visual Methods In teaching (3rd edition), diakses dari http://kazzuya.wordpress.com/2009/11/14/media-pembelajarandalam-pendidikan/. Tanggal 26 Juli 2010. Farida Rahim, 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Maman S. Mahayana. 2008. Bahasa Indonesia Kreatif. Jakarta: Penaku. Martinis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press. Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mohammad Efendi, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Moh. Amin, 2005. Ortopedagogik C (Pendidikan Anak Terbelakang). Jakarta: Depdikbud. Mulyono Abdurrahman. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdikbud dan Rineka Cipta. Munzayanah, 2000. Pendidikan Anak Tunagrahita. Surakarta: PLB-FKIP UNS. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2000. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Oemar Hamalik, 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Retno Winarni. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga: Widyasari. Saifuddin Azwar, 2001. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 114 Salim Choiri, A. dan Munawir Yusuf, 2008. Pendidikan Luar Biasa / Pendidikan Khusus. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta. Sri Anitah, 2004. Media Pengajaran. Surakarta: FKIP UNS. Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. _____. 2007. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research – CAR). Jakarta: Bumi Aksara. Sumadi Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: Bina Aksara. Sunaryo Kartadinata. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Guru. Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Beserta Sistematika Proposal dan Pelaporannya. Jakarta: Bumi Aksara. Susilo, 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustak Book Publisher. Sutrisno Hadi, 2000. Statistik. Yogyakarta: Andi Offset. Suwaryono Wiryodijoyo. 1999. Teknik Membaca Intensif. Yogyakarta: CV. Nur Cahaya. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Bandung: Citra Umbara. Y.B. Suparlan, 1993. Pengantar Pendidikan Tuna Mental Sub Moral. Yogyakarta: Pustaka Pengarang. Yusak S. 2003. Instruduksi Pada Anak Berkelainan. Bandung: Sinar Baru. Wahjosumidjo, 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. W.J.S. Poerwadarminta. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Winkel, WS., 2001. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.