BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep dan Batasan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Konsep dan Batasan Konsep
1. Definisi Konsep
a. Konstruksi Sosial
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun
prasarana. Berbicara mengenai konstruksi pasti erat kaitannya dengan
bangunan ataupun insfrastruktur. Istilah konstruksi memang selalu dikaitkan
dengan bangunan. Dalam konteks yang lain, konstruksi merupakan sesuatu
yang membangun kepercayaan kita berdasarkan klaim-klaim tertentu. Suatu
realitas terbentuk secara subjektif melalui pemikiran-pemikiran kita akan
suatu objek.
Istilah konstruksi sosial itu sendiri diperkenalkan oleh Peter L. Berger
dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul “The Sosial
Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge” (1996).
Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang
mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki
dan dialami bersama secara subyektif.
Kehidupan sehari-hari menampilkan diri sebagai suatu kenyataan yang
ditafsirkan oleh manusia dan punya makna subyektif sebagai satu dunia yang
koheren. Kenyataan itu sendiri didefinisikan sebagai suatu kualitas yang
terdapat dalam fenomena-fenomena yang kita akui memiliki keberadaan yang
tidak tergantung pada kehendak kita sendiri. Kesadaran selalu intensional, ia
selalu terarah kepada objek. Kita tidak dapat memahami apa yang dianggap
sebagai suatu dasar dari kesadaran, melainkan hanya kesadaran tentang
sesuatu. Kesadaran akan sesuatu ini diperoleh melalui proses konstruksi sosial
yang terbagi dalam tiga tahapan yaitu eksternalisasi, objektivasi dan
internalisasi.
Konstruksi sosial memiliki berbagai unsur. Berdasakan kenyataan
sosial, unsur terpenting dalam konstruksi sosial adalah masyarakat, yang di
dalamnya terdapat aturan-aturan atau norma, baik itu norma adat, agama,
moral dan lain sebagainya. Semua itu nantinya akan terbentuk dalam sebuah
struktur sosial yang besar dan pertemuan. Struktur sosial merupakan bentuk
atau pola yang sudah mapan yang diikuti oleh kalangan luas di dalam
masyarakat. Struktur sosial mengkonfrontasikan individu sebagai suatu
kenyataan obyektif dimana individu harus menyesuaikan dirinya. Gambaran
tentang hakikat kenyataan sosial ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih
dari pada jumlah individu yang membentuknya. Tambahan pula ada hubungan
timbal-balik dimana mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi timbal-balik (dialektika).
b. Masyarakat
Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan
hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari
adalah masyarakat. Dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal
dari bahasa latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal
dari akar kata arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan
istilah ilmiah saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai
prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Ikatan yang
membuat suatu kesatuan manusia menjadi masyarakat adalah pola tingkah
laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan
itu. Pola itu harus bersifat mantap dan kontinyu, dengan kata lain pola khas itu
harus sudah menjadi adat istiadat yang khas. Selain itu, suatu masyarakat
manusia juga harus mempunyai ciri yang lain yaitu suatu rasa identitas
diantara para warga atau anggotanya, bahwa mereka adalah suatu kesatuan
khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya. Dengan
memperhatikan ciri-ciri tersebut, definisi masyarakat secara khusus dapat
dirumuskan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990 ).
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur
diantaranya beranggotakan minimal dua orang, anggotanya sadar sebagai satu
kesatuan, berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan
manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan
hubungan antar anggota masyarakat dan menjadi sistem hidup bersama yang
menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota
masyarakat.
c. Sungai
Sungai merupakan suatu saluran drainase yang terbentuk secara
alamiah. Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan
peradaban manusia diseluruh dunia ini, yakni terdapat daerah-daerah subur
yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai
sumber kehidupan yang paling utama bagi kemanusiaan. Sungai juga dapat
digunakan sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas serta
komunikasi antar manusia (Gayo:1994). Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2011 sungai adalah alur atau wadah air
alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya,
mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis
sempadan.
Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan
daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah
penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Sungai sebagai
sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi
serba guna bagi kehidupan dan penghidupan manusia.
Beberapa fungsi sungai diantaranya adalah fungsi untuk aktivitas rumah
tangga dan industri. Fungsi sungai untuk rumah tangga diantaranya, menjadi
tempat wisata atau rekreasi. Sungai yang pemandangannya indah dan bersih
bisa dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Sungai juga dimanfaatkan untuk
pemenuhan kebutuhan sehari hari seperti untuk keperluan air minum, untuk
mencuci pakaian dan mandi. Sungai juga difungsikan menjadi sumber
pangan. Manusia dan binatang dapat memperoleh sumber makanan dari
sungai, contohnya beberapa macam ikan, udang, kepiting dan lain-lain.
Sungai yang besar juga bisa menjadi fasilitas transportasi air lintas kabupaten
atau provinsi. Daerah yang dikelilingi oleh kawasan perairan banyak
bergantung pada transportasi air melalui sungai.
Sedangkan fungsi sungai untuk aktivitas industri diantaranya adalah
menjadi sumber energi. Aliran air yang sangat deras di pegunungan bisa
memproduksi energi listrik melalui pembangkit tenaga air. Selain itu, arus
pada sungai bisa difungsikan sebagai energi pendorong perahu nelayan secara
alami serta menjadi tempat budidaya perikanan. Manusia bisa mengfungsikan
perairan menjadi tempat usaha budidaya perikanan, misalnya tempat budidaya
tambak udang dan tempat budidaya kerang penghasil mutiara. Sungai juga
merupakan sumber mineral dan sebagai bahan dalam pemurnian air untuk
industri makanan dan minuman. Sungai bisa pula dijadikan sebagai sarana
transportasi hasil produksi dari industri yang ada di sekitarnya.
d. Bantaran Sungai
Bantaran Sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki
tanggul sebelah dalam yang terletak dikiri dan/atau kanan jalan (PP N0.38
Tahun 2011). Bantaran sungai merupakan bagian dari daerah sungai yang
bermanfaat untuk menampung dan mengalirkan sebagian dari aliran banjir.
Drainase pada bantaran sungai perlu diperhatikan agar bantaran dapat
berfungsi dengan baik. Segala sesuatu yang menjadi penghalang seperti
bangunan hendaknya ditiadakan agar tidak mengganggu fungsi dari bantaran (
Gayo:1994 ). Perubahan perilaku yang bersifat negatif akan menimbulkan
tekanan terhadap lingkungan yang memiliki keterbatasan yang dikenal sebagai
daya dukung lingkungan (DDL). Jika tekanan semakin besar maka daya
dukung lingkungan pun akan menurun.
Menurunnya daya dukung lingkungan disebut juga dengan pencemaran.
Pencemaran sungai bisa mengakibatkan timbulnya berbagai bibit penyakit
seperti diare, tifus dan penyakit kulit. Pencemaran sungai disebabkan oleh
berbagai macam faktor diantaranya disebabkan oleh kegiatan rumah tangga
dan kegiatan industri yang langsung mengalirkan limbahnya ke sungai.
2. Batasan Konsep
Masalah mengenai konstruksi sosial masyarakat terhadap sungai yang
diangkat dalam penelitian ini akan terlalu luas apabila dikaji secara
menyeluruh. Oleh karena itu agar permasalahan tidak melebar, peneliti akan
membatasi penelitian ini pada konstruksi sosial masyarakat terhadap sungai
pada masyarakat bantaran sungai Tegal Konas. Hal ini didasarkan pada
kondisi sungai Tegal Konas yang cukup tercemar sehingga sungai Tegal
Konas tidak lagi berfungsi sebagaimana fungsi sungai pada umumnya.
Masyarakat seakan tidak lagi membutuhkan sungai sebagai salah satu sumber
kehidupan mereka khususnya dalam mengakses air bersih. Pola pikir
masyarakat dalam memaknai sungai seakan telah mengalami pergeseran. Hal
inilah yang menarik bagi peneliti dimana peneliti ingin mengetahui bagaimana
konstruksi
sosial
masyarakat
terhadap
sungai
serta
faktor-faktor
pembentuknya serta bagaimana konstruksi tersebut mempengaruhi cara
pandang maupun perilaku masyarakat bantaran terhadap sungai.
B. Penelitian Terdahulu
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Iin Puspitosari dalam skripsinya
yang berjudul “Perilaku Sosial Masyarakat Bantaran Sungai ( Studi
Fenomenologi Pola Perilaku Masyarat Bantaran Sungai Jenes di Kelurahan
Laweyan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta )”
(skripsi tahun 2010)
meneliti tentang masalah pencemaran sungai yang merupakan bagian dari
masalah lingkungan. Banyak pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri
pabrik, limbah rumah tangga maupun sampah-sampah. Hal ini mengakibatkan
kondisi ekosistem sungai semakin menurun dan berdampak buruk bagi manusia
dan juga lingkungan. Pencemaran yang terjadi di sungai sebagai akibat dari
perilaku manusia yang semakin mengabaikan lingkungan sekitar. Akibat perilaku
manusia yang salah dalam memperlakukan lingkungan sungai akhirnya akan
menjadi sebuah bencana yang merugikan manusia itu sendiri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemaknaan masyarakat terhadap
sungai hampir semuanya sama yakni sungai dipandang sebagai front belakang.
Fungsi sungai bagi masyarakat bantaran juga mengalami perbedaan seiring
dengan perubahan kondisi sungai. Perubahan fungsi sungai tersebut berbeda
berdasarkan kurun waktunya. Perubahan kondisi sungai ini ikut mempengaruhi
perilaku masyarakat sekitar. Ada perilaku yang positif untuk menjaga ekosistem
sungai dan juga kelestarian lingkungan hidup di Laweyan, namun ada juga
masyarakat yang berperilaku tidak peduli terhadap lingkungan dan cenderung
bersikap acuh dan masa bodoh. Perilaku tersebut yakni membuang sampah dan
limbah rumah tangga langsung ke sungai. Dari perilaku yang dilakukan oleh
masyarakat terdapat suatu dampak yang berakibat buruk terhadap lingkungan
khususnya lingkungan sungai dan juga terhadap masyarakat yang tinggal di
bantaran. Dampak buruk yang sering terjadi yakni banjir yang menggenangi jalan
dan juga rumah warga. Perilaku masyarakat Laweyan tidak hanya berdampak
negatif saja, namun juga memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan
hidup dan juga kemajuan Laweyan sebagai salah satu daerah wisata budaya.
Dampak positifnya yakni dengan adanya program-program yang dibuat oleh
Tokoh masyarakat Laweyan membuat wilayah ini menjadi teduh, hijau dan tidak
terlihat gersang lagi.
Penelitian ini memiliki tujuan yang sama dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan dimana peneliti ingin mengkaji tentang perubahan fungsi sungai
serta pemaknaan dan perilaku masyarakat bantaran kali terhadap sungai, namun
peneliti akan mengkaji hal tersebut dari segi konstruksi sosial. Pemaknaan dan
perilaku masyarakat bantaran terhadap sungai menurut peneliti dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor atau stimulus yang terpola, terstruktur dan terkonstruksi
di dalam pikiran masyarakat. Hal tersebutlah yang merupakan faktor yang
membentuk pola pikir masyarakat untuk memaknai sungai serta perilaku yang
akan timbul terhadapnya.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Charles Vlek dan Linda Steg
dalam
jurnal
yang
berjudul
Human
Behavior
and
Environmental
Sustainability : Problem, Driving Forces, and Research Topics (2007),
mengemukakan bahwa penelitian sosial dan perilaku sangat penting untuk
menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kelangsungan hidup manusia.
Ilmu sosial dan perilaku memiliki agenda penelitian yang menantang, beberapa
diantaranya adalah faktor-faktor penentu yang signifikan terhadap lingkungan,
efek individu dan sosial yang berbeda dengan kondisi lingkungan, serta desain
dan evaluasi perilaku yang efektif untuk menjaga sumber daya lingkungan.
Perubahan perilaku dan/atau lingkungan secara signifikan dapat mempengaruhi
kesejahteraan manusia dan dievaluasi dalam hal perubahan tertentu dalam
kualitas hidup manusia. Sementara kualitas hidup, pada gilirannya akan
dievaluasi dengan latar belakang taksonomi. Sebagai masalah sosial, kelestarian
lingkungan mencakup lingkungan perkotaan, sumber daya alam dan secara
menyeluruh kondisi iklim dan cuaca dan semua bentuk kehidupan.
Penelitian yang peneliti lakukan juga berkaitan dengan peilaku manusia
dan kondisi lingkungan dimana dalam penelitian yang peneliti lakukan, peneliti
berusaha mengkaji keterkaitan antara kondisi lingkungan khususnya sungai
dengan perilaku manusia. Perilaku manusia terhadap lingkungan khususnya
lingkungan sungai, dalam penelitian ini terbentuk atas pemaknaan manusia
terhadap sungai sebagai objek penelitian. Pemaknaan tersebut terbentuk melalui
proses konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah
satunya adalah kondisi lingkungan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Tri Kusrini dalam jurnalnya yang
berjudul “Perilaku Membuang Sampah oleh Masyarakat di Tepian Sungai
Kapuas (Studi Kasus di Kelurahan Bangka Belitung Laut Kecamatan
Pontianak Tenggara)” (2015), meneliti bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku masyarakat yang menjadikan sungai Kapuas sebagai
tempat membuang sampah diantaranya kurangnya kesadaran masyarakat dalam
memelihara lingkungan, lahan yang sempit karena bertambahnya jumlah
penduduk dan pemukiman masyarakat, ketatnya aturan pembuangan sampah
membuat masyarakat sedikit malas untuk membuang sampah dengan kondisi
tempat sampah yang sedikit jauh serta tradisi dari nenek moyang yang
membuang sampah ke sungai yang kemudian dicontoh oleh generasi selanjutnya.
Terciptanya perilaku masyarakat yang menjadikan sungai Kapuas sebagai tempat
membuang sampah bukanlah semata dari pola pikir masyarakat yang
menganggap sungai sebagai halaman belakang. Tetapi masyarakat membutuhkan
fasilitas-fasilitas dan perhatian dari pemerintah daerah agar mereka dapat
memelihara dan menciptakan lingkungan hidup yang bersih.
Perilaku manusia terhadap sungai dapat dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Penelitian yang akan peneliti ambil tidak hanya membahas
mengenai bagaimana perilaku manusia terhadap sungai dan dampaknya, tetapi
juga bagaimana pola perilaku masyarakat itu terbentuk yang akan penulis kaji
melalui teori konstruksi sosial yang mana konstruksi merupakan hal yang
membentuk pemaknaan masyarakat dan menentukan perilaku yang dilakukan
selanjutnya.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah Wibowo dalam
jurnalnya yang berjudul “Pola Perilaku Kebersihan : Studi Psikologi
Lingkungan tentang Penanggulangan Sampah Perkotaan”( 2009 ) meneliti
tentang tindakan terhadap sampah yang bervariasi antar individu tergantung
tempat dan situasi. Secara psikologis, orang-orang, benda-benda serta kejadiankejadian bermakna yang terjadi di sekitar individu membangun situasi
lingkungan di suatu tempat. Situasi lingkungan yang dialami berperan dalam
menentukan wujud perilaku/tindakan seseorang. Makna bergantung pada suatu
pengalaman. Pola perilaku dibangun, dibentuk, diorganisasikan terus menerus
melalui tindakan-tindakan.
Penelitian yang akan peneliti lakukan mempunyai kemiripan dengan
penelitian tersebut dimana peneliti akan mengkaji bagaimana pola perilaku
manusia terhadap lingkungan itu terbentuk namun apabila penelitian diatas
mengkaji hal tersebut secara psikologis, dalam penelitian ini peneliti akan
mengkajinya secara sosiologis. Selain itu penelitian yang akan peneliti lakukan
memiliki ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu lebih memfokuskan pada
masyarakat di bantaran sungai perkotaan, bukan lingkungan perkotaan secara
luas.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Hua Liu dalam jurnal yang
berjudul The Research about Dynamic Relationship between Human and
Geography ( 2008 ) meneliti tentang manusia dan lingkungan geografis adalah
bentuk singkat dari hubungan antara lingkungan manusia dengan lingkungan
geografisnya yang terkadang juga digunakan untuk merujuk hubungan manusia
dengan alam. Hubungan ini merupakan dasar dari semua hubungan manusia dan
hubungan lainnya. Penelitian ini menyatakan bahwa sistem yang sangat besar
terbentuk melalui interaksi antara aktivitas manusia dengan alam. Dari asal
hubungan manusia dengan lingkungan geografis kemudian muncul tindakan
manusia. Manusia adalah produk evolusi alami. Geografi bisa ada tanpa manusia
tetapi manusia tidak bisa ada tanpa bumi yang berarti bahwa hubungan antara
manusia dan geografi adalah hubungan bahwa manusia bergantung pada
lingkungan.
Penelitian yang peneliti lakukan hampir memiliki tujuan yang sama
dengan penelitian tersebut dimana dalam penelitian ini juga mengkaji tentang
hubungan manusia dengan lingkungan. Lingkungan dalam penelitian yang
peneliti lakukan difokuskan pada lingkungan sungai dimana hubungan ini akan
membentuk pemaknaan manusia terhadap sungai itu sendiri. Bagaimana
pemaknaan ini terbentuk akan dikaji melalui proses konstruksi sosial dimana
proses ini juga dipengaruhi oleh bagaimana interaksi manusia dengan lingkungan
sungai.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
Judul Penelitian
Teori
Metode
Hasil Penelitian
1.
Perilaku Sosial
Teori
Metode
Pemaknaan masyarakat terhadap
Masyarakat
perilaku
penelitian
sungai hampir semuanya sama
Bantaran Sungai (
sosial
kualitatif
yakni sungai dipandang sebagai
Studi
menitikber Pendekatan
front belakang. Fungsi sungai
Fenomenologi
atkan pada
bagi masyarakat bantaran juga
Pola Perilaku
tingkah
mengalami perbedaan seiring
Masyarat
laku aktor
dengan perubahan kondisi
Bantaran Sungai
dan
sungai. Perubahan kondisi
Jenes di
lingkunga
sungai ini ikut mempengaruhi
Kelurahan
n.
perilaku masyarakat sekitar.
fenomenologi
Laweyan
Kecamatan
Teori etika
Laweyan Kota
Surakarta )
Iin Puspitosari
2.
Human Behavior
-
-
Ilmu sosial dan perilaku
and
memiliki agenda penelitian yang
Environmental
menantang, beberapa
Sustainability :
diantaranya adalah faktor-faktor
Problems,
penentu yang signifikan
Driving Forces,
terhadap lingkungan, efek
and Research
individu dan sosial yang berbeda
Topics
dengan kondisi lingkungan, serta
desain dan evaluasi perilaku
yang efektif untuk menjaga
sumber daya lingkungan.
Perubahan perilaku dan/atau
lingkungan secara signifikan
dapat mempengaruhi
kesejahteraan manusia
3.
Perilaku
Teori Aksi Metode
Perilaku
masyarakat
Membuang
Max
Penelitian
menjadikan
Sampah oleh
Weber
Kualitatif
menjadi
tempat
Masyarakat di
dengan
sampah
dipengaruhi
Tepian Sungai
Pendekatan
berbagai
faktor.
Namun
Kapuas (Studi
Deskriptif
tersebut
bukan
semata-mata
sungai
yang
Kapuas
membuang
oleh
hal
Kasus di
karena pola pikir masyarakat
Kelurahan
yang
Bangka Belitung
sebagai
halaman
Laut Kecamatan
namun
juga
Pontianak
fasilitas-fasilitas dan perhatian
Tenggara)
dari pemerintah daerah agar
menganggap
sungai
belakang,
membutuhkan
mereka dapat memelihara dan
Tri Kusrini
menciptakan lingkungan hidup
yang bersih
4.
Pola Perilaku
Kebersihan :
Perilaku
Penelitian
Tindakan terhadap sampah
kualitatif
bervariasi antar individu
Studi Psikologi
tergantung tempat dan situasi.
Lingkungan
Secara psikologis, orang-orang,
tentang
benda-benda serta kejadian-
Penanggulangan
kejadian bermakna yang terjadi
Sampah
di sekitar individu membangun
Perkotaan
situasi lingkungan di suatu
tempat. Situasi lingkungan yang
Istiqomah
dialami berperan menentukan
Wibowo
wujud perilaku/tindakan
seseorang. Makna bergantung
pada suatu pengalaman. Pola
perilaku dibangun, dibentuk,
diorganisasikan terus menerus
melalui tindakan-tindakan.
5.
The Research
Penelitian
Pemahaman yang minim
about Dynamic
Kualitatif
menyebabkan kurangnya
Relationship
kepedulian masyarakat terhadap
between Human
lingkungan. Hasil penelitian
and Geography
menunjukkan adanya hubungan
yang positif antara pemahaman
Hua Liu
tentang lingkungan dengan
perilaku peduli lingkungan.
Namun pemahaman tentang
lingkungan bukan satu-satunya
faktor pembentuk perilaku
peduli lingkungan tapi terdapat
faktor lain yang lebih besar yang
perlu diteliti lebih lanjut.
C. Landasan Teori
1. Teori tentang Konstruksi Realitas Sosial Peter L Berger
Konstruksi sosial memiliki arti yang luas dalam ilmu sosial. Hal ini
biasanya dihubungkan pada pengaruh sosial dalam pengalaman hidup individu.
Asumsi dasarnya pada “realitas adalah konstruksi sosial” dari Berger dan
Luckmann. Konstruksi sosial memiliki beberapa kekuatan, pertama peran sentral
bahasa memberikan mekanisme konkrit dimana budaya mempengaruhi pikiran
dan tingkah laku individu. Kedua, konstruksi sosial dapat mewakili kompleksitas
dalam satu budaya tunggal. Ketiga, hal ini bersifat konsisten dengan masyarakat
dan waktu.
Konstruksi sosial merupakan sebuah pandangan kepada kita bahwa semua
nilai, ideologi dan institusi sosial adalah buatan manusia. Konstruksi sosial
adalah sebuah pernyataan keyakinan dan juga sebuah sudut pandang bahwa
kandungan dari kesadaran dan cara berhubungan dengan orang lain itu diajarkan
oleh kebudayaan dan masyarakat. Pendekatan konstruksi sosial lebih
menekankan pada pengaruh budaya dalam memberikan suatu kerangka bagi
pengalaman dan pemaknaan. Pemahaman individu tentang dunia, pengetahuan
dan diri individu terbentuk dalam kondisi sosial historis yang konkrit.
Dalam penyusunan teorinya, Berger dan Luckmann mendasarkan diri pada
dua gagasan sosiologi pengetahuan yaitu realitas dan pengetahuan. Realitas
merupakan fakta sosial yang bersifat eksternal, umum dan mempunyai kekuatan
memaksa kesadaran masing-masing individu. Terlepas dari individu suka atau
tidak, realitas itu tetap ada. Pengetahuan diartikan sebagai keyakinan bahwa
suatu fenomena riil dan mempunyai karakteristik tertentu. Pengetahuan
merupakan realitas yang hadir dalam kesadaran individu.
Ada beberapa asumsi dasar dari Teori Konstruksi Sosial Berger dan
Luckmann, yaitu :
a. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan
konstruksi sosial terhadap dunia sosial disekelilingnya.
b. Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat
pemikiran itu timbul bersifat berkembang dan dilembagakan.
c. Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus.
d. Membedakan antara realitas dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai
kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui memiliki
keberadaan yang tidak bergantung pada kehendak kita sendiri,
sedangkan pengetahuan adalah kepastian bahwa realitas-realitas itu
nyata dan memiliki karakteristik yang spesifik.
Berger dan Luckmann menyatakan bahwa dunia kehidupan sehari-hari
menampilkan diri sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia. Apa yang
menurut manusia nyata ditemukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu
kenyataan seperti yang dialaminya. Dalam teorinya, Berger juga menjelaskan
mengenai beberapa konsep diantaranya yaitu konsep tentang masyarakat,
kesadaran, realitas sosial dan konstruksi sosial.
a.
Masyarakat
Masyarakat dalam pandangan Berger dan Luckman adalah sebuah
kenyataan objektif yang didalamnya terdapat proses pelembagaan yang
dibangun diatas pembiasaan (habitualisation), dimana terdapat tindakan
yang selalu diulang-ulang sehingga kelihatan polanya dan terus
direproduksi sebagai tindakan yang dipahaminya. Jika habitualisasi ini
telah berlangsung maka terjadilah pengendapan dan tradisi. Keseluruhan
pengalaman manusia tersimpan dalam kesadaran, mengendap dan akhirnya
dapat memahami dirinya dan tindakannya didalam konteks sosial
kehidupannya dan melalui proses pentradisian. Akhirnya pengalaman yang
terendap dalam tradisi diwariskan kepada generasi penerusnya.
Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah
produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Proses
dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan. Berger menyebutnya sebagai
momen.
Pertama, momen eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau
ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun
fisik. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas
dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses
inilah dihasilkan suatu dunia. Dengan kata lain, manusia menemukan
dirinya sendiri dalam suatu dunia. Untuk menjadi manusia, ia harus
mengalami perkembangan kepribadian dan perolehan budaya. Keadaan
manusia yang belum selesai pada saat dilahirkan, membuat dirinya tidak
terspesialisasi dari struktur instinktualnya, atau dunianya tidak terprogram.
Dunia manusia adalah dunia yang dibentuk (dikonstruksi) oleh aktivitas
manusia sendiri, ia harus membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya
dengan dunia. Dunia manusia yang dibentuk itu adalah kebudayaan, yang
tujuannya memberikan struktur-struktur yang kokoh yang sebelumnya
tidak dimilikinya secara biologis. Manusia menghasilkan berbagai jenis
alat, dan dengan alat-alat itu pula manusia mengubah lingkungan fisik dan
alam sesuai dengan kehendaknya. Manusia menciptakan bahasa dan
membangun simbol-simbol yang meresapi semua aspek kehidupannya.
Pembentukan kebudayaan nonmaterial selalu sejalan dengan aktivitas
manusia
yang
secara
fisis
mengubah
lingkungannya.
Akibatnya,
masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan
nonmaterial. Masyarakat adalah aspek dari kebudayaan nonmaterial yang
membentuk hubungan kesinambungan antara manusia dengan sesamanya,
sehingga ia menghasilkan suatu dunia, yakni dunia sosial.
Kedua, momen objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik
mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu
menghasilkan suatu realitas objektif. Hasil dari eksternalisasi, kebudayaan
itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau
kebudayaan non-material dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun
bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan
dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda
atau bahasa sebagai produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang
objektif. Objektivasi masyarakat meliputi beberapa unsur misalnya
institusi, peranan, identitas. Keluarga merupakan sebuah contoh institusi
yang secara objektif real “ada disana” yang dapat memaksakan pola-pola
tertentu pada individu yang hidup dalam lingkungannya. Semua aktivitas
manusia yang terjadi dalam eksternalisasi, menurut Berger dan Luckmann,
dapat mengalami proses pembiasaan (habitualisasi) yang kemudian
mengalami pelembagaan (institusionalisasi). Kelembagaan berasal dari
proses pembiasaan atas aktivitas manusia. Setiap tindakan yang sering
diulangi, akan menjadi pola. Pembiasaan, yang berupa pola, dapat
dilakukan kembali di masa mendatang dengan cara yang sama, dan juga
dapat dilakukan di mana saja. Di balik pembiasaan ini, juga sangat
mungkin terjadi inovasi. Namun, proses-proses pembiasaan mendahului
sikap pelembagaan. Pelembagaan, bagi Berger dan Luckmann, terjadi
apabila ada tipifikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang
terbiasakan bagi berbagai tipe pelaku. Tiap tipifikasi semacam itu
merupakan suatu lembaga. Tipifikasi tindakan-tindakan yang sudah
dijadikan kebiasaan, yang membentuk lembaga-lembaga, merupakan milik
bersama. Lembaga-lembaga juga mengendalikan perilaku manusia dengan
menciptakan pola-pola perilaku. Pola-pola inilah yang kemudian
mengontrol yang melekat pada pelembagaan. Segmen kegiatan manusia
yang telah dilembagakan berarti telah ditempatkan di bawah kendali sosial.
Dalam konteks inilah semua itu baru dapat disebut sebagai dunia sosial,
sebuah kenyataan yang komprehensif dan diberikan, yang dihadapi oleh
individu dengan cara yang analog dengan kenyataan dunia alamiah.
Sebagai dunia objektif, bentukan-bentukan sosial dapat diteruskan kepada
generasi selanjutnya lewat sosialisasi.
Ketiga, momen internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan
penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa
sehingga subektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai
macam unsur dari dunia yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap
sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala
internal bagi kesadaran. Internalisasi adalah suatu pemahaman atau
penafsiran individu secara langsung atas peristiwa objektif sebagai
pengungkapan makna. Berger dan Luckmann menyatakan, dalam
internalisasi, individu mengidentifikasikan diri dengan berbagai lembaga
sosial atau organisasi sosial dimana individu menjadi anggotanya.
Internalisasi merupakan peresapan kembali realitas oleh manusia dan
mentransformasikannya kembali dari struktur-struktur dunia objektif ke
dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Subjektivitas itu tersedia
secara objektif bagi orang yang menginternalisasi dan bermakna, tidak
peduli apakah ada kesesuaian antara kedua makna subjektifnya. Dalam
konteks ini, internalisasi dipahami dalam arti umum, yakni merupakan
dasar: pertama, bagi pemahaman mengenai sesama, dan kedua, bagi
pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan
sosial (Berger dan Luckmann, 1990:186). Selanjutnya dikatakan Berger
dan Luckmann (1990:187), baru setelah mencapai taraf internalisasi inilah
individu menjadi anggota masyarakat. Proses untuk mencapai taraf itu
dilakukan dengan sosialisasi. Ada dua macam sosialisasi, yakni: pertama,
sosialisasi primer, adalah sosialisasi pertama yang dialami individu dalam
masa kanak-kanak. Kedua, sosialisasi sekunder, adalah setiap proses
berikutnya ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakatnya.
Berger mengasumsikan bahwa, karena manusia memiliki kehendak
bebas
dan
kemampuan
berpikir
rasional
untuk
menyelesaikan
persoalannya, maka, keteraturan dalam masyarakat memiliki sifat-sifat
subyektifnya pula. Inilah yang mendorong manusia membentuk struktur
melalui proses institusionalisasi dalam menyelesaikan persoalannya.
b. Kesadaran
Kesadaran dan struktur dalam modernisasi tak bisa diekslusifkan
satu sama lain. Kesadaran menghasilkan struktur modernitas. Masyarakat
modern ini dihasilkan manusia-manusia yang memiliki kesadaran modern.
Itulah momen eksternalisasi. Struktur modernitas mencapai sebuah
kenyataan objektif. Pranata-pranata modern menjadi kenyataan yang
bergerak sendiri, lepas dari kesadaran penghasilnya dan menghadapi
manusia modern sebagai objek. Itulah momen objektivasi.
c.
Realitas Sosial
Berger memandang bahwa realitas sosial adalah suatu bentuk dari
kesadaran. Di dalam bukunya The Social Construction of Reality, Berger,
bersama Thomas Luckmann, mengembangkan sebuah teori sosiologis:
'Masyarakat sebagai Realitas Objektif dan Realitas Subjektif’.
Masyarakat sebagai realitas obyektif menyiratkan pelembagaan
di dalamnya. Pelembagaan atau institusionalisasi terjadi dari aktivitas yang
dilakukan oleh individu-individu, dimana aktivitas itu dilakukan karena
mereka tidak memiliki dunia sendiri sehingga harus membangun dunianya
sendiri. Proses pelembagaan (institusionalisasi) diawali oleh eksternalisasi
yang dilakukan berulang-ulang sehingga terlihat polanya dan dipahami
bersama yang kemudian menghasilkan pembiasaan (habitualisasi).
Habitualisasi yang telah berlangsung memunculkan pengendapan dan
tradisi. Pengendapan dan tradisi ini kemudian diwariskan ke generasi
sesudahnya melalui bahasa. Disinilah terdapat peranan di dalam tatanan
kelembagaan, termasuk dalam kaitannya dengan pentradisian pengalaman
dan pewarisan pengalaman tersebut. Jadi, peranan mempresentasikan
tatanan kelembagaan atau pelaksanaan peranan adalah representasi diri
sendiri. Peranan mempresentasikan suatu keseluruhan rangkaian perilaku
yeng melembaga, misalnya peranan hakim dengan peran-peran lainnya di
sektor hukum.
Masyarakat sebagai realitas subyektif menyiratkan bahwa
realitas obyektif ditafsiri secara subyektif oleh individu. Dalam proses
menafsiri itulah berlangsung internalisasi. Internalisasi adalah proses yang
dialami manusia untuk ’mengambil alih’ dunia yang sedang dihuni
sesamanya. Internalisasi berlangsung seumur hidup melibatkan sosialisasi,
baik primer maupun sekunder. Internalisasi adalah proses penerimaan
definisi situasi yang disampaikan orang lain tentang dunia institusional.
Dengan diterimanya definisi-definisi tersebut, individu pun bahkan hanya
mampu mamahami definisi orang lain, tetapi lebih dari itu, turut
mengkonstruksi definisi bersama. Dalam proses mengkonstruksi inilah,
individu berperan aktif sebagai pembentuk, pemelihara, sekaligus perubah
masyarakat. Analisisnya tentang masyarakat sebagai realitas subjektif
menjelaskan proses dimana konsepsi individu tentang realitas dihasilkan
dari interaksinya dengan struktur sosial. Ia menulis tentang bagaimana
konsep-konsep atau penemuan-penemuan baru manusia menjadi bagian
dari realitas kita, yang disebutnya sebagai proses obyektivasi.
d. Konstruksi Sosial
Menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dan
realitas sosialnya. Dalam teorinya, Berger menyinggung mengenai
penemuan baru yang menjadi bagian dari realitas manusia itu sendiri secara
berkelanjutan. Penemuan baru, cepat atau lambat akan menyebabkan
perubahan sosial.
Dunia pengalaman individual tidak dapat dipisahkan dari dunia
sosial. Berger menegaskan bahwa realitas kehidupan sehari-hari memiliki
dimensi-dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen
dalam
menciptakan
realitas
sosial
yang
objektif
melalui
proses
eksternalisasi, sebagaimana manusia mempengaruhinya melalui proses
internalisasi.
Individu
akan
memilih,
menimbang
dan
kemudian
menentukan hal-hal mana yang akan memuaskan kebutuhannya.
Hubungan antara manusia dengan lingkungannya menurut Berger
dan Luckmann bercirikan keterbukaan dunia sehingga memungkinkan
manusia melakukan berbagai aktivitas. Adanya hubungan antara manusia
dengan lingkungan tersebut membuat manusia mengembangkan diri bukan
berdasarkan naluri melainkan melalui berbagai kejadian yang terjadi secara
terus menerus dan bervariasi. Dalam mengembangkan dirinya, manusia
tidak hanya berhubungan dengan lingkungan alam tertentu saja melainkan
berinteraksi dengan tatanan sosial budaya yang spesifik yang dihubungkan
melalui perantara orang-orang yang berpengaruh atau significant other
(Berger dan Luckmann, 1990)
D. Kerangka Pemikiran
Dari uraian teori dan definisi diatas dapat dijadikan dasar untuk melihat
bagaimana konstruksi sosial masyarakat terhadap sungai. Dimana yang menjadi
sasaran dalam penelitian ini adalah masyarakat bantaran sungai Tegal Konas
yang ada di kelurahan Kedung Lumbu dan Kelurahan Sangkrah Kecamatan Pasar
Kliwon Surakarta. Dari situ juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengetahui
faktor-faktor yang membentuk konstruksi sosial tersebut.
Keseluruhan
pengalaman
manusia
tersimpan
dalam
kesadaran,
mengendap dan akhirnya dapat memahami dirinya dan tindakannya didalam
konteks sosial kehidupannya dan melalui proses pentradisian. Akhirnya
pengalaman yang terendap dalam tradisi diwariskan kepada generasi penerusnya.
Pengalaman-pengalaman itu terbentuk melalui proses eksternalisasi, objektivasi
dan internalisasi. Momen eksternalisasi dihasilkan dari manusia-manusia yang
memiliki kesadaran modern. Pranata-pranata modern menjadi kenyataan yang
bergerak sendiri, lepas dari kesadaran penghasilnya dan menghadapi manusia
modern sebagai objek. Itulah momen objektivasi. Selanjutnya terjadilah momen
internalisasi yang merupakan proses penerimaan definisi situasi yang
disampaikan orang lain tentang dunia institusional. Dengan diterimanya definisidefinisi tersebut, individu pun bahkan tidak hanya mampu mamahami definisi
orang lain, tetapi lebih dari itu, turut mengkonstruksi definisi bersama. Dalam
proses mengkonstruksi inilah, individu berperan aktif sebagai pembentuk,
pemelihara, sekaligus perubah masyarakat.
Pemahaman dalam proses konstruksi inilah yang pada akhirnya
membentuk sebuah pola perilaku masyarakat terhadap suatu objek, yang dalam
penelitian ini berupa sungai. Pemahaman ini terbentuk melalui proses yang
dipengaruhi oleh gejala-gejala atau stimulus yang berasal dari dalam maupun
dari luar diri individu. Stimulus tersebut kemudian mengendap dalam pikiran
manusia melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi hingga
membentuk sebuah konstruksi. Konstruksi sosial inilah yang kemudian
membentuk pemaknaan masyarakat terhadap sungai yang menjadi dasar pola
perilaku mereka terhadap sungai.
Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran
STIMULUS
Faktor internal :
Faktor yang berasal
dari dalam individu
atau dari dalam
masyarakat itu sendiri
Eksternalisasi
Faktor eksternal :
Objektivasi
Faktor yang berasal
dari luar individu
atau dari luar
masyarakat itu
sendiri
Internalisasi
Konstruksi Sosial Masyarakat
Terhadap Sungai
Pemaknaan
Pemaknaan
POLA PERILAKU
Pemaknaan
Download