1 Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus [L] Rendle) Terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab] ) Feni Fardaniyah B04101139 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 2 Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus [L] Rendle) Terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab] ) Feni Fardaniyah SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 3 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus [L] Rendle) Terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab] ) Disusun Oleh : Feni Fardaniyah NRP : B04101139 Menyetujui : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr.drh. Susi Soviana, Msi Ir. Agus Kardinan, Msc APU Wakil Dekan I Dr. Nastiti Kusumorini Tanggal kelulusan : 4 Kata Pengantar Alhamdulillah, hanya kepada Allah segala puja dan puji dipanjatkan, atas berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis bersujud syukur kepada Allah SWT, karena telah diberikan kemudahan selama pembuatan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada : Dr. Nastiti Kusumorini, Msi, selaku Wakil Dekan FKH IPB yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di FKH IPB. Dr. drh. Susi Soviana, Msi dan Ir. Agus Kardinan, Msc APU, selaku dosen pembimbing. Terimakasih untuk arahan serta bimbingannya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Drh. Kusdiantoro Mohammad, MSi, selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih untuk arahan, bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di FKH IPB. Ayah dan Mama tercinta, adik-adikku yang baik (Nda, Yuew, Eby). Terimakasih untuk doa, rasa sayang, dorongan dan semangat yang tiada henti. I love U all!. A’ Yeye, penyemangatku yang ada jauh di sana…hatur nuhun untuk doa dan semangatnya. Teman-teman di FKH terimakasih untuk semangat dan bantuannya. Staf Insektori FKH IPB, Balittro. Terimakasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Akhir kata, penulis meyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik maupun saran yang membangun dari para pembaca. Mudah – mudahan karya kecil ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Januari 2007 Feni Fardaniyah 5 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis memiliki nama lengkap Feni Fardaniyah, dilahirkan di Bogor tahun 1984, sebagai anak sulung dari tiga bersaudara keluarga Bapak Effendi dan Ibu Yeni Heryani, S.Pd. Penulis mengawali pendidikannya di bangku SDN Dewi Sartika 3 pada tahun 1989, lulus tahun 1995. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 12, lulus tahun 1998, dan pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 6 Bogor, pada tahun yang sama, melalui jalur USMI penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 6 Abstrak Pengaruh Pemberian Minyak Serai wangi (Cymbopogon nardus) (L) Rendle ) Terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala). Disusun oleh Feni Fardaniyah B04101139, dibawah bimbingan Dr. drh. Susi Soviana, MSi dan Ir. Agus Kardinan, MSc APU. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh minyak serai wangi (Cymbopogon nardus) sebagai alternatif insektisida nabati terhadap infestasi lalat hijau (Chrysomya megacephala) pada ikan segar. Penelitian ini dilakukkan dengan memasukkan ekor ikan mas segar yang masingmasing dilumuri minyak serai wangi dengan konsentrasi bertingkat, dimulai dari 0% (kontrol), 2,5%, 5%, 10%, 20%, hingga 40%, kedalam kandang biakan lalat C..megacephala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan daya hinggap lalat dimulai dari konsentrasi 2,5%, dan penurunan jumlah larva yang signifikan pada ikan mas yang dilumuri minyak serai wangi mulai dari konsentrasi 2,5%, hingga 40% dibandingkan terhadap kontrol. Abstract This research was conducted to determine the influence of citronella oil as an alternative insecticide towards oriental latrine fly (Chrysomya megacephala) larvae infestation on fresh water fish. Five pieces of fresh goldfish (Cyprinus caprio) as flies breeding place were each smeared with citronella oil in gradual concentration 0% as control, 2,5%, 5%, 10%, 20%, and 40%. The result showed that alight on ability was decreased strated from concentration 2,5% dan there was also significant decrease on the amount of larva on goldfish smeared with citronella oil from concentration 2,5% to 40%, compared with control (concentration 0%). 7 DAFTAR ISI Daftar Tabel ……………………………………………………………….. iii Daftar Gambar …………………………………………………………….. iv PENDAHULUAN Latar Belakang ……………………………………………………… 1 Tujuan Penelitian ……………………………………………............ 3 TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan Ikan Asin ………………………………………………. 4 Lalat Hijau Chrysomya megacephala ……....…………………......... 5 Pengendalian Chrysomya megacephala dan permasalahannya ......... 7 Serai Wangi (Cymbopogon nardus ) ……………………………… 8 Kandungan minyak Serai wangi (Citronella oil) …………………… 10 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ……………………………………………......... 11 Bahan dan Alat ……………………………………………………... 11 Metode ……………………………………………………………… 12 Rearing Lalat Hijau C. megacephala………………….. …………… 12 Penyulingan Minyak Serai wangi (Cymbopogon nardus) ……… 13 Pengujian Dengan Minyak Serai wangi (Citronella oil ) ………………………………………………......... 13 Analisis Data Statistik …………………………………………….. 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Hinggap Lalat (C. megacephala) Terhadap Minyak Serai wangi (Citronella oil ) ………………….. 14 Pengaruh Pemberian Minyak Serai wangi Terhadap Jumlah Larva Instar III……........... …………………………......... 16 SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………. 18 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 19 LAMPIRAN ................................................................................................. 21 8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Jumlah Lalat C.megacephala yang Hinggap Pada Jam Pertama ………………………………………………………………... 14 Tabel 2. Jumlah Lalat C.megacephala yang Hinggap Pada Jam Kedua ……………………………………………………..…………... 15 Tabel 3. Jumlah Lalat C.megacephala yang Hinggap Pada Jam Ketiga ……………………………………………………..…………... 15 Tabel 4. Jumlah Rata-rata Larva Instar III ……………………………………... 16 9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Penjemuran ikan asin ………………………………………………… 6 Gambar 2. Chrysomya megacephala dewasa ………………………………......... 7 Gambar 3. Siklus Hidup Chrysomya megacephala ……………………………… 6 Gambar 4. Tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) ………………………... 9 10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Uji Statistika Daya Hinggap Lalat Pada Jam Pertama …….............................................................................................. 23 Lampiran 2. Hasil Uji Statistika Daya Hinggap Lalat Pada Jam Kedua ……................................................................................................ 24 Lampiran 3. Hasil Uji Statistika Daya Hinggap Lalat Pada Jam Ketiga ……................................................................................................. 25 Lampiran 4. Hasil Uji Statistika Jumlah Larva Instar III …………………………………………………………………….. 26 11 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Sebagai negara yang memiliki perairan yang luas, Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan yang cukup besar, salah satu produk perikanan yang dikenal luas oleh masyarakat adalah ikan yang diasinkan Produk ini terkenal karena harga yang relatif murah,rasanya yang enak dan dapat diolah menjadi aneka masakan. Pengolahan ikan asin secara tradisional dilakukan dengan penjemuran ikan di bawah sinar matahari, akan tetapi dikarenakan Indonesia adalah negara dengan tingkat curah hujan tinggi maka proses ini sering sekali terganggu oleh hujan serta kelembaban udara yang cukup tinggi. Faktor-faktor inilah yang dapat menyebabkan ikan yang diasin lebih cepat berjamur dan menjadi busuk. Dalam keadaan busuk ikan akan cepat dikerumuni lalat, yang berakhir dengan munculnya belatung. Beberapa tahun terakhir para pengasin ikan menyiasati keadaan tersebut dengan mengunakan formalin dan insektisida sintetis (Rahmawati 2007). Formalin digunakan agar ikan tidak cepat busuk, sedangkan insektisida digunakan untuk mengusir serangga yang menggangu selama proses penjemuran. Serangga pada umumnya dapat hidup dengan baik di lingkungan yang memiliki temperatur suhu yang optimal sekitar 25 – 280 C, dengan kelembaban yang tidak begitu tinggi. Salah satu serangga yang hampir setiap hari kita jumpai adalah lalat, serangga ini merupakan anggota famili Diptera yang tersebar kosmopolitan yang dapat dijumpai di berbagai tempat, mulai dari sudut-sudut rumah, kebun, pasar, hingga tempat sampah. Lalat yang menimbulkan miasis pada produk ikan asin adalah lalat hijau. . Miasis adalah infestasi larva lalat atau belatung pada jaringan hewan hidup, maupun jaringan nekrotik. Miasis dikelompokkan berdasarkan kebutuhan hidup larva lalat, yaitu miasis obligat apabila larva hanya dapat hidup pada jaringan hidup dan miasis fakultatif bila larva terdapat pada jaringan mati atau luka yang membusuk (Spradberry 1979). 12 Saat ini terdapat berbagai macam insektisida sintesis yang mengandung zat kimia tertentu. Insektisida sintesis dapat dengan cepat menurunkan populasi serangga hama, selain itu juga lebih mudah dan praktis digunakan, maupun disimpan dan harga yang relatif murah. Sebaliknya pengunaan insektisida sintesis juga memiliki banyak kerugian diantaranya serangga menjadi lebih resisten, menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan pada kesehatan manusia dan hewan non target di sekitarnya. Untuk itu diperlukan alternatif insektisida yang aman bagi kesehatan lingkungan, antara lain insektisida nabati. Insektisida nabati merupakan insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan (Kardinan 2000). Insektisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan, digunakan untuk tujuan pengendalian serangga pengganggu, dalam hal ini adalah serangga. Efikasi yang dihasilkan terhadap satu atau lebih organisme pengganggu adalah sebagai penolak (repllent), penarik (attraction), antifertilitas, pembunuh dan lain-lain. Insektisida nabati merupakan salah satu bahan pengendali serangga yang layak dikembangkan, karena senyawa aktifnya mudah terurai di lingkungan dan relatif aman bagi hewan. Selain itu jenis insektisida ini memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan racun-racun anorganik, karena susunan molekulnya, terdiri atas karbon, nitrogen, oksigen, dan hidrogen yang mudah terurai. Akan tetapi pengendalian serangga menggunakan insektisida nabati belum berkembang dan memberikan hasil seperti yang diharapkan oleh masyarakat pengguna. Sehingga masyarakat masih mengandalkan insektisida sintetik (Imansyah 2000) Insektisida nabati secara umum dapat ditemui dalam bentuk minyak atsiri. Minyak atsiri sering disebut minyak terbang, biasanya banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau penyedap (flavouring), selain itu minyak atsiri juga digunakan dalam bidang kesehatan, dan sebagai zat aromatik. Tanaman penghasil minyak atsiri meliputi sekitar 200 spesies, dengan 40 spesies diantaranya terdapat di Indonesia. Adapun jenis-jenis minyak atsiri yang diekspor Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda adalah serai wangi, kenanga, akar wangi dan nilam. Beberapa diantaranya dapat digunakan sebagai bahan 13 antiseptik internal atau eksternal, sebagai bahan analgesik, haemolitik, enzimatik, dan sedative. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh insektisida nabati yaitu minyak serai wangi (Cymbopogon nardus) sebagai alternatif yang digunakan untuk menurunkan infestasi larva lalat hijau (Chrysomya megacephala) pada ikan basah. 14 TINJAUAN PUSTAKA Pengolahan Ikan asin Pengolahan ikan asin di Indonesia masih banyak dilakukan dengan cara tradisional, yaitu dengan penjemuran dibawah sinar matahari. Pada proses ini ikan yang masih basah dapat dengan mudah dikerumuni oleh lalat, diantaranya adalah C.megacephala. Lalat ini menimbulkan miasis pada ikan,miasis adalah infestasi larva lalat atau belatung pada jaringan hewan hidup, maupun jaringan nekrotik (Spradberry 1979). Miasis yang terjadi pada ikan adalah miasis fakultatif karena larva lalat terdapat pada jaringan mati. Untuk mengatasi kerumunan lalat para pengasin menggunakan insektisida sintestis, menurut Redjani (2008) para pengasin ikan menggunakan insektisida sintetis Baygon secara langsung pada produk ikan. Selain itu untuk membuat ikan asin lebih tahan disimpan para pengasin merendam ikan asin dalam larutan formalin. Darsono (2008) menyebutkan formalin banyak digunakan di antaranya di Bandung dan sekitarnya. Berdasarkan penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia tahun 2007 penggunaan formalin pada ikan dan hasil laut cukup tinggi yaitu 66 persen dari total 786 sampel. Dan ditemukan hasil positif untuk hampir seluruh produk ikan asin dari Teluk Jakarta. Dalam setiap 10 gram jambal dan cumi-cumi asin ditemukan lebih dari 1,5 ppm formalin. Gambar 2. Penjemuran ikan asin sumber : http://www.trobos.com/show_article.php?rid=12&aid=481 15 Lalat Hijau ( Chrysomya megacephala [Fab] ) Klasifikasi lengkap dari spesies ini adalah sebagai berikut : Ordo : Diptera Sub Ordo : Cyclorrhapha Famili : Calliphoridae Sub Famili : Chrysomyniae Genus : Chrysomya Spesies : Chrysomya megacephala Fab Chrysomya megacephala, termasuk ordo Diptera, yaitu spesies yang pada masa embrionalnya memiliki dua pasang sayap. Pada tahapan dewasa kedua pasang sayap ini mengalami perubahan fungsi dan bentuk menjadi alat keseimbangan yang disebut halter dan sepasang sayap sejati (Borror et al 1992). Lalat ini memilki spirakel anterior dan rahang bawah yang berwarna coklat, tubuhnya berwarna biru kehijauan dengan ungu metalik. Bagian posterior dari segmen kedua dan ketiga tubuhnya berwarna hitam.C.megacephala memiliki peranan penting pada kesehatan masyarakat. Spesies ini memiliki nama lain Latrine Blowfly (USA), German schmeissfliege, Blauer brummer (Eropa). Sedangkan di Indonesia tidak ada penamaan khusus (Webmaster a 2006).Panjang tubuh dari C.megacephala berkisar antara 8-10 mm, dengan ukuran tubuh betina lebih besar daripada jantan. Secara umum C.megacephala memiliki pembagian tubuh yang sama seperti lalat pada umumnya. Tubuh terbagi atas tiga bagian yaitu kepala, thoraks dan abdomen, serta dilengkapi dengan sepasang sayap (Axtell 1986). Ciri umum Chrysomya megacephala dewasa selain memiliki warna tubuh hijau kebiruan metalik, mengkilat, lalat ini memiliki ukuran kira-kira 1,5 kali lalat rumah. Sayapnya jernih dengan guratan venasi yang jelas, seluruh tubuh tertutup dengan bulu-bulu pendek diselingi dengan bulu-bulu keras dan jarang letaknya. Mempunyai abdomen berwarna hijau metalik (Cheng 1964 dalam Soviana 1996) 16 Lalat jantan memiliki sepasang mata yang cenderung bersatu atau holoptik sedangkan lalat betina memiliki sepasang mata yang sedikit terpisah antara satu dan lainnya atau dikoptik. Mengenai ciri morfologi C. megacephala yang menonjol dibandingkan terhadap spesies lainnya pada genus yang sama, digambarkan oleh White et al. (1940) bahwa pada lalat jantan terdapat bentuk mata faset yang membesar pada pertengahan atas mata sehingga memberi batas yang jelas dan seolah-olah membagi mata faset atas dua bagian. Gambar 3. Chrysomya megacephala dewasa sumber : http://cookislands.bishopmuseum.org/species.asp?id=9197 Gambar 4. Siklus Hidup Chrysomya megacephala sumber : http://cookislands.bioshopmuseum.org/species.asp?id=9197 17 Dalam kehidupan alami, lalat C. megacephala mengalami metamorfosis sempurna yang diawali dengan telur, yang kemudian menjadi larva, pupa dan akhirnya menjadi bentuk dewasa. Lalat dewasa betina yang merupakan penyebab miasis fakultatif yang meletakkan telurnya sejumlah 150-500 butir dalam satu kelompok. Telur akan menetas menjadi larva dan larvanya segera masuk jauh ke dalam jaringan sambil memakan jaringan tersebut. Stadium larva terdiri atas tiga stadium yaitu stadium larva instar I, stadium larva instar II dan stadium larva instar III lalu menjatuhkan diri dari jaringan tersebut dan berkembang menjadi pupa Pada daging ikan “cod”(Gadus morhua), dilaporkan bahwa umumnya telur diletakkan pada celah-celah sempit di antara daging ikan atau di bawah permukaan antara daging ikan dan dasar wadahnya. Hal ini terutama untuk melindungi telur dari kekeringan seperti halnya mengapa telur diletakkan dalam kelompok-kelompok (Esser 1990). Pada fase ini larva banyak makan dengan tujuan mengumpulkan energi untuk fase selanjutnya yaitu fase pupa. Fase pupa diawali dengan tubuh larva instar III kelamaan akan mengeras dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Setelah 4-5 hari lalat dewasa akan keluar dari pupa (eklosi). Pengendalian Chrysomya megacephala dan Permasalahannya Usaha pengendalian Chrysomya megacephala agaknya tidak banyak dilaporkan maupun dilakukan. Menurut Mihara dan Kurahashi (1991) C. megacephala memiliki kerentanan terhadap lima jenis insektisida yaitu fenitrotion, diazinon, diklorvos, permetrin dan γ-HCH. Sedangkan di Indonesia para nelayan pengolah ikan asin terutama di Pantai Utara Jawa Barat yang terkenal dengan produk ikan asin jambal roti telah lama menggunakan berbagai insektisida permukiman, seperti propoksur dan transflutrin untuk menghindari serangan lalat hijau (Esser 1978 dalam Anggawati et al. 1992). Sebenarnya pada penggunaan pirimifos metil (Minawet® 250 EC) yang saat ini merupakan satu-satunya insektisida yang terdaftar pada Depertemen Kesehatan RI untuk produk perikanan, baik Esser (1990) di Cirebon maupun Nitibaskara et al. (1988) di Indramayu menemukan bahwa dengan pencelupan ikan pada 18 konsentrasi rekomendasi 0,03% dan 0,01% masing-masing selama 15 dan 30 detik, sudah dapat melindungi ikan asin dari belatung lalat C.megacephala, walaupun tidak terhadap aktivitas lalat untuk hinggap dan meletakkan telur. Adanya infestasi larva Chrysomya megacephala pada ikan asin berdaging tebal seperti kakap atau manyung (jambal roti) yang bernilai ekonomi tinggi menyebabkan turunnya kualitas ikan asin akibat buruknya penampilan ikan asin. Alasan ini mendorong para nelayan pengolah menggunakan sembarang insektisida. Padahal tanpa pengawasan, penggunaan sembarang insektisida terhadap bahan makanan dapat berdampak serius bagi kesehatan masyarakat. Penggunaan pestisida sintetik sudah umum dilakukan karena cukup efektif dan relatif lebih mudah diaplikasikan. Namun penggunaan pestisida sintetik pada usaha pengelolaan ikan asin dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti banyaknya residu insektisida yang terakumulasi dalam tubuh konsumen yang memakan produk ikan asin tersebut, pencemaran lingkungan dan mengganggu kesehatan pekerja serta dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan masyarakat. Serai Wangi (Cymbopogon nardus L) Tanaman ini dikenal dengan nama latin Cymbopogon confertiflorus Stapt, yang tumbuh liar di Ceylon. Tanaman ini memikili dua tipe yaitu Maha Pengiri dan Lena Batu. Serai wangi memiliki beberapa nama daerah seperti; Sere magat (Aceh), Sereh (Sunda), Sere (Jawa), See (Bali), Hisa-Hisa (Ambon), dan Sare (Makassar). Cymbopogon nardus atau Andropogon nardus, termasuk famili Geraminiae (rumput-rumputan). Genus dari rumput-rumputan ini meliputi hampir 80 spesies, dan diantaranya adalah C.nardus dan C.winterianus. 19 Gambar 5. Tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus) sumber : http://www.titiandigital.net Serai wangi (Cymbopogon nardus ) diklasifikasi sebagai berikut : Divisio : Anthopyta Phylum : Angiospermae Kelas : Momocotyledonae Famili : Geraminae Genus : Cymbopogon Spesies : Cymbopogon nardus Minyak atsiri tanaman ini mengandung senyawa bahan aktif utama yang dihasilkan adalah senyawa aldehida (sitronella C10 H16 O) sebesar 30- 45 %, senyawa alkohol (sitronella C10H20 O dan geraniol C10 H18 O) sebesar 55-65%, dan senyawa–senyawa lainnya seperti sitral, nerol, metil heptenon dan dipentena (Yunus, 2007). Kandungan kedua senyawa utama ini dipengaruhi oleh suhu pada saat dilakukan asetilasi pada proses penyulingan (Muchlis, 1978). C. nardus merupakan jenis tanaman penghasil minyak atsiri, yang tergolong sudah dikembangkan saat ini. Hasil dari penyulingannya dikenal dengan nama citronella oil. Minyak yang dihasilkan dari Indonesia di pasaran dunia disebut dengan nama Java citronella oil . 20 Kandungan Minyak Serai wangi (citronella oil ) C .nardus, secara umum memiliki kandungan citronella oil dan geraniol oil. Persentase kedua minyak atsiri ini tergantung dari tiap tipe. Tipe Maha Pengiri, merupakan tipe yang paling banyak mengandung citronella oil dibandingkan dengan Lena Batu. Menurut Surahadikusumah (1989) kandungan batang serai wangi adalah 0,4% minyak atsiri dengan komponen utama sitronelol 66-85%, Berdasarkan penelitian pada daun tanaman ini ditemukan minyak atsiri 1% dengan komponen utama sitronella, geranil 25 – 35%. Disamping itu terdapat pula geranil butirat, sitral, limonen, eugenol dan metileugenol (Heyne 1987). Menurut Muchlis (1987) kandungan kedua senyawa ini juga dipengaruhi oleh suhu pada saat dilakukan asetilasi pada penyulingan. Kegunaan dari dua senyawa utama ini sangat beragam, yakni digunakan sebagai pengusir serangga, sebagai bahan campuran pada industri sabun dan parfum, pasta gigi, dan obatobatan. Selain itu minyak atsiri yang terkandung didalamnya merupakan zat aktif yang menghasilkan aroma cukup tajam sehingga serangga umumnya tidak menyukai tanaman ini. Geraniol dan citronella umumnya digunakan untuk bahan dasar esterester, seperti hidroksi citronella, geraniol asetat dan mentol sintetik, yang digunakan dalam pembuatan pencuci mulut. Selain itu menurut Santoso (1992) minyak atsiri dari tanaman ini juga digunakan sebagai bahan wewangian, dan bahan baku produk-produk sintesis. 21 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Insektarium, bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan November 2005. Sedangkan penyulingan minyak serai wangi dilakukan di BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat), Cimanggu Bogor. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: kandang lalat, gelas plastik, kain kasa, karet gelang, kapas. Sedangkan bahan yang digunakan adalah lalat C.megacephala dewasa berumur 3 hari, citronella oil, alkohol 5%, beberapa ikan mas dengan berat 125 gram, pakan ayam atau dedak, dan air gula 10 %. 22 Prosedur Penelitian Pembiakkan Massal Lalat C. megacephala Lalat dewasa diperoleh dari lapang yang kemudian dibiakkan dalam kandang lalat yang berukuran 45 x 45 x 45 cm3. Kandang berdinding kawat kasa dengan kayu sebagai rangka dan alas kandang. Di dalam kandang disediakan susu kental manis dan air gula 10% sebagai nutrisi lalat. Sebagai media bagi lalat meletakkan telur serta perkembangan larva digunakan ikan mas yang dimasukkan dalam wadah gelas plastik. Dari hasil rearing inilah didapat persediaan Chrysomya megacephala untuk pengujian. Penyulingan Minyak Serai Wangi ( citronella oil ) Proses penyulingan minyak serai wangi memakai cara penyulingan dengan uap atau indirect distilation. Serai wangi yang sudah dirajang, dimasukkan kedalam ketel kemudian dialiri uap air dari ketel yang berbeda. Kemudian terjadi penguapan minyak serai wangi, tetapi uap yang dihasilkan masih bercampur dengan uap air. Campuran uap air itu lalu dialirkan lagi melalui pipa ke alat pendingin. Setelah melewati alat pendingin, terjadi pengembunan minyak serai wangi dan air, selanjutnya campuran minyak ini dialirkan ke alat pemisah. Maka diperoleh hasil minyak serai wangi. Minyak serai wangi yang dihasilkan dianggap 100%. Pengujian Dengan minyak Serai wangi ( citronella oil ) Setelah diencerkan dengan alkohol 5% diperoleh konsentrasi minyak Serai wangi untuk pengujian mulai dari 0% (tanpa minyak serai wangi) sebagai kontrol, 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40%. Lalat hijau hasil rearing, yang berumur 3 hari dipuasakan sehari sebelum pengujian. Kemudian dimasukkan kedalam kandang lalat sebanyak 50 ekor dengan perbandingan jantan dan betina 1: 4. Ke dalam kandang juga di masukkan beberapa ekor ikan mas basah yang masing-masing dilumuri citronella oil dengan konsentrasi berbeda. 23 Ke dalam kandang lalat juga ditempatkan air gula 10% sebagai sumber nutrisi dan energi bagi lalat. Kemudian lalat diamati daya hinggapnya pada tiga jam pertama, dan dibiarkan tiga sampai empat hari hingga betina meletakkan telur pada media ikan mas. Jika pada salah satu media ikan mas terlihat larva lalat maka seluruh media yang berisi ikan mas dikeluarkan dan ditempatkan dalam baskom yang berisi pakan ayam untuk dihitung jumlah larva lalat yang ada pada setiap konsentrasi. Penghitungan penurunan jumlah larva dihitung dengan rumus sebagai berikut : X= K−P x 100% K Keterangan : X = Persentase pengurangan larva K = Jumlah larva pada perlakuan 0% (Kontrol) P = Jumlah larva pada perlakuan yang akan dihitung Analisis Data Statistik Penelitian ini menggunakan Rancangan acak Lengkap (RAL) dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan 24 HASIL dan PEMBAHASAN Daya Hinggap Chrysomya megacephala Pada Media ikan mas Jumlah lalat yang hingap pada jam pertama, tersaji dalam Tabel 1. Jumlah lalat yang hinggap pada seluruh perlakuan berbeda nyata terhadap kontrol (P<0,005). Konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40% dapat mencegah lalat untuk hinggap pada media, atau engan kata lain jumlah lalat yang hinggap pada media menurun sesuai dengan peningkatan jumlah konsentrasi. Pada jam ini minyak serai wangi yang baru dioleskan pada ikan mas akan mengalami proses penguapan yang cukup besar, sehingga menimbulkan bau serai wangi yang keras. Selain itu alkohol 5% sebagai pencampur minyak serai wangi juga akan membantu penguapan serai wangi. Bau serai wangi yang keras tidak disukai oleh lalat untuk hingap pada ikan mas sehingga akan menekan jumlah lalat yang hinggap. Tabel 1. Lalat Crysomya megacephala yang Hinggap Pada Jam Pertama Dari Lima Kali Ulangan. Perlakuan 0% (K) 2.50% 5% 10% 20% 40% K1 7 5 3 4 2 0 Jam ke 1 K2 K3 8 6 6 6 4 3 2 2 1 0 0 1 K4 5 5 4 4 2 0 K5 6 7 3 3 2 0 Rata-rata Jumlah lalat 6,4f ± 5,8e± 3,4cd± 3,0c± 1,4a± 0,2a± Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang signifikan, pada taraf uji α = 0,05 Pada jam kedua pengamatan, jumlah lalat yang hinggap pada konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40% berbeda nyata terhadap kontrol (P<0,05). Perlakuan 2,5%, 5%, 10%, 20%, dan 40% dapat mencegah lalat untuk hinggap pada media. Kecenderungan penurunan jumlah lalat yang hinggap terhadap peningkatan konsentrasi perlakuan masih terlihat, karena pada jam ini efek bau minyak yang tidak disukai lalat masih ada, sehingga mencegah lalat untuk hinggap pada media. 25 Tabel 2. Lalat Crysomya megacephala yang Hinggap Pada Jam Kedua Dari Lima Kali Ulangan. Perlakuan 0% (K) 2.50% 5% 10% 20% 40% K1 4 3 5 3 1 1 Jam ke 1 K2 K3 K4 5 4 3 4 2 4 5 4 4 4 4 3 1 1 2 0 1 0 K5 4 3 2 3 1 0 Rata-rata Jumlah lalat 4,0d± 3,2c± 4 d± 3,4c± 1,2ab± 0,4a± Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang signifikan, pada taraf uji α = 0,05 Pada jam ini masih terlihat penurunan jumlah lalat yang hingap pada media sesuai dengan peningkatan konsentrasi minyak serai wangi. Proses penguapan minyak serai wangi pada jam ini mengalami penurunan, tetapi efek bau yang dihasilkan masih ada meskipun tidak terlalu keras. Sehingga penurunan jumlah lalat yang hinggap pada media ikan tidak terlalu banyak. Tabel 3. Lalat Crysomya megacephala yang Hinggap Pada Jam Ketiga Dari Lima Kali Ulangan. Perlakuan 0% (K) 2.50% 5% 10% 20% 40% K1 5 1 3 3 2 1 Jam ke 1 K2 K3 K4 5 3 4 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 1 1 2 1 K5 3 3 4 1 2 1 Rata-rata Jumlah lalat 4d± 2,2b± 3c± 2b± 2b± 1,2a± Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang signifikan, pada taraf uji α = 0,05 Pada jam ketiga terjadi penguapan alkohol, pembusukkan ikan dan kemungkinan lalat yang mulai terbiasa dengan aroma dari minyak sitronela tersebut. Pada perlakuan 2,5%, terjadi penurunan jumlah lalat yang hinggap pada media, karena minyak sitronela merupakan senyawa volatil, berbau sangat khas (Deptan, 2007) yang dapat menolak serangga. 26 Pengaruh Pemberian Minyak Serai wangi Terhadap Jumlah Larva Instar III Lalat Chrysomya megacephala Pada Tabel 4 di bawah ini terlihat penurunan jumlah larva yang nyata pada setiap peningkatan jumlah konsentrasi minyak atsiri. Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri C.nardus, maka jumlah larva yang hidup makin sedikit, atau dapat dikatakan bahwa besar konsentrasi minyak atsiri C.nardus berbanding terbalik dengan jumlah larva. Tabel 4. Jumlah Rata-rata Larva Instar III Konsentrasi Ulangan Rata-rata Penurunan (%) (%) I II III IV V 0 (K) 2196 2147 216 2254 2082 2178,00f± 0 2,5 1602 1507 1764 1613 1416 1605,04e± 26 5 1374 1251 1302 1162 1104 1238,60d± 43 10 1084 1047 1124 983 936 1034,80c± 54 20 684 652 662 507 476 598,20b± 74 40 252 196 274 182 234 228,60a± 90,5 Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf uji α = 0,05 Semua perlakuan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol (P,0,005). Penurunan jumlah larva disebabkan karena bau minyak serai wangi yang khas dan cukup keras mampu menurunkan jumlah lalat yang hingap, yang kemudian akan meletakkan telur, dan berkembang menjadi larva. Salah satu rangsangan sensoris yang mengakibatkan ketertarikan lalat untuk hinggap pada suatu media adalah rangsangan bau disamping rangsangan visual, suhu dan kelembaban (Jenings 27 1987). Penurunan jumlah larva instar III, terjadi mulai dari konsentrasi 2,5%, karena pada konsentrasi ini lalat kemungkinan tidak banyak yang hinggap akibat bau menyengat dari minyak tersebut. Selain itu serai wangi juga memiliki kandungan seskuiterpen yang diduga dapat mempengaruhi terhadap perkembangan serangga. Menurut Jennings (1987) ketertarikan lalat untuk hinggap pada suatu media adalah melalui penghantaran rangsangan saraf sensoris. Salah satu rangsangan sensoris yang mengakibatkan ketertarikan lalat untuk hinggap pada suatu media adalah rangsangan bau disamping rangsangan visual, suhu dan kelembaban. Oleh sebab itu salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah ketertarikan lalat untuk hinggap pada suatu media adalah memblokir saraf sensorisnya. Citronella yang merupakan kandungan utama minyak serai wangi tampaknya bekerja memblokir syaraf sensoris lalat sehingga menghindarkan lalat dewasa untuk hinggap yang mengakibatkan menurunkan jumlah infestasi larva Chrysomya megacephala pada media ikan mas. Walaupun ikan mas memiliki aroma alami yaitu bau amis yang mengakibatkan lalat tertarik untuk hinggap dan bertelur. Citronella oil berperan dalam menurunkan tingkat aroma alami ikan mas basah sehingga mencegah ketertarikan lalat untuk hinggap pada media tersebut. Semakin tinggi konsentrasi Citronella oil semakin tertutup aroma alami ikan basah. Dibandingkan terhadap minyak nilam dan minyak rosemary sebagai bahan nabati anti serangga, serai wangi memiliki daya insektisida yang kurang kuat. minyak nilam pada konsentrasi 20% mampu menurunkan jumlah larva pada media ikan mas hingga 100% (Novia 2006), sedangkan minyak rosemary mampu menurunkan jumlah larva sebanyak 84% (Bangu 2006). Akan tetapi minyak serai wangi lebih mudah didapat, murah dan dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk mencegah miasis pada pengolahan ikan asin, dan tidak menimbulkan efek yang merugikan. Sehingga minyak atsiri ini lebih aman, dan ekonomis untuk digunakan sebagai insektisida nabati pada pengolahan makanan. 28 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Penelitian menunjukkan bahwa minyak serai wangi (citronella oil) mampu mencegah infestasi larva lalat Chrysomya megacephala. 2. Peningkatan konsentrasi minyak serai wangi diikuti dengan penurunan jumlah lalat yang hinggap dan penurunan jumlah larva. 3. Minyak serai wangi dengan konsentrasi 2,5% efisien menekan jumlah lalat yang hinggap pada media ikan mas sehingga menekan jumlah larva. SARAN Penulis menyarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bahan aktif minyak serai wangi, terutama yang berperan dalam mencegah lalat hijau hinggap pada suatu media. 29 DAFTAR PUSTAKA Anggawati, AM., N. Indriati, JL., Madden, S. Rahayu dan Suparno. 1992. Use of Pyrimiphosmethyl (Minawet), deltamethrin and cycloprothrin to control blowfly infestation on drying fish dalam Liang, O.B., A. Buchanan and D. Fardiaz, 1989. Development Food Science and Technology in South East Asia. IPB press Axtell, R.C. 1986. Fly control in Cofined Lifestock and Poultry Production. United State of America: CIBA-GEIGY Bangu, M.D. 2006. Pengaruh Pemberian Minyak Atsiri Tanaman Rosemary (Rosmarinus officinalis.L) Terhadap Infestasi Larva Lalat Hijau (Crysomya megcephala) Pada Ikan Mas Basah. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Insitut Pertanian Bogor. Bogor Borror, D.J, C.A Triplehorn, and N.F Johnson. 1992. an Introduction to the Insect. Terjemahan Partosoedjono dan Mukayat, D.B. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Esser, John R. 1990 Factors influencing oviposition, larva growth and mortality of Chrysomya megacephala (Diptera: Calliphoridae), a pest of salted dried fish in south East Asia. Bull. Ent Res. 80 : 369-376. Darsono. 2008. http://www.medindo.com/index.php?menu=berita&actio [09 Sept 2008] Departemen Pertanian. 2007.http://banten.litbang.deptan.go.id/ leaflet/minapadi.htm [11 Januari 2007] Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta Imansyah, B. 2002. Ekstrak Serai Pengusir Nyamuk Alamiah. hhtp://www.pikiran rakyat.com/cetak/1102/03/1004.htm. Jakarta Jenning. 1987. Veterinary Parasitology. Glasgow: University of Glasgow Press Kardinan, A. 2000. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta Kusrahashi, H. 1982. Probable Origin of a Synanthrophic Fly Chrysomya Megacephala, in New Guinea (Diptera: Calliphoridae). Monorg. Biol. 42: 689-698 30 Levine, N.N. 1990. Textbook of Veterinary Parasitology. Terjemahan: Wardiato. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Muchlis, A.N, R. Sofjan. 1978. Masalah Analisa Total Geraniol Pada Minyak Serai Wangi. Pemberitaan LPTI no: 28.LPTI. Bogor Nitibaskara, RR., R. Suwandi, A.M. Yacoeb, I. Setyaningsi dan D. Poernomo. 1988. Pengujian Efikasi Insektisida Minawet 250 EC Dalam Mengendalikan Lalat dan Kumbang Pada Ikan Asin [Laporan Penelitian]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 42 hal Novia, R. 2006. Studi Pengaruh Minyak Atsiri Nilam Terhadap Infestasi Lalat Hijau Pada Ikan Mas Basah [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prijono, D. Triwidodo, H. 1994. Pemanfatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balitro. Bogor Rahmawati E. 2007. http://www.kapanlagi.com [06092008] Rendjani. 2008.http://students.stttelkom.ac.id/web/news/index.php?o =view&id=64 [09 Sept 2008] Surahadikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor Soviana, S. 1996. Beberapa aspek Biologi Reproduksi lalat hijau (Chrysomya megacephala fabricus) [Tesis]. Bogor: Program Studi Entomologi Kesehatan, Institut Pertanian Bogor Spradberry, L.P. 1991. A Manual for The Diagnosis of Screw Worm Fly. CSIRO Division of Entomology. Commonwealth of Australia Webmaster a. 2006. hhtp://www.ento.csiro.au/aicn/system/c_1133.htm [12 Juli 2006] Webmaster b. 2006.hhtp://www.geocities.com/mancingikan/biologi.htm [7 Juni 2006] Yunus. 2008. http://jurnalsttm.wordpress.com/2008/04/29/serai-wangi-sebagai[6 Sept 2008] White, R. Senior, Daphne Aurbertine and John Smart. 1940. The Fauna of British India. Diptera Vol. VI. Family Calliphoridae. Taylor and Francis Ltd. London. 288 hal.