PLEA 2008 Paper Title - Jurnal Untan

advertisement
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
KAJIAN PENGGUNAAN KOMBINASI KAPTOPRIL DENGAN FUROSEMID
TERHADAP PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI BANGSAL JANTUNG RSUD
RADEN MATTAHER JAMBI
(EVALUATION USING COMBINATION OF CAPTOPRIL AND FUROSEMIDA ON
CONGESTIVE HEART FAILURE PATIENTS AT RSUD RADEN MATTAHER JAMBI)
Uce Lestari1*, Rasmala Dewi2, Riana2
Program Studi Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi1
Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi2
*E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Congestive heart failure is a clinical syndrome and health problems with a high
incidence, especially in elderly patients. Captopril and Furosemide are the drugs of choice
are frequently used in patients with congestive heart failure. Irrational drug use in patients
with heart failure can lead to a change in the therapeutic and cause toxic effects. This
study is a descriptive, undertaken prospectively studied 19 patients. This research used
quantitative data analysis. Data were tabulated based on the percentage of Kaptopril and
Furosemide based on the percentage of drug Kaptopril and based on the type of drug
Furosemide generic and patent drugs, the percentage of heart failure patients on
combination therapy of Furosemide and Kaptopril based on the presence or absence of
morbidities, the severity of the disease, gender and age range. Data analysis was done
qualitatively. The data obtained were compared with the standards already set. Then
consider the condition of the patient. The comparison and consideration of the patient will
show the percentage of correct use combination of Captopril and Furosemide The results
showed 100% right patiens, precise indication of 100%, 100% right dose, at the right
intervals giving 100% and just in time for the provision of 60.98%.
Keywords: congestive heart failure, Kaptopril, Furosemide.
ABSTRAK
Gagal jantung kongestif merupakan sindrom klinis dan masalah kesehatan dengan
angka kejadian yang tinggi terutama pada penderita lanjut usia. Kaptopril dan furosemid
adalah obat-obat pilihan yang sering digunakan pada pasien gagal jantung kongestif.
Penggunaan obat yang tidak rasional pada pasien gagal jantung dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan efek terapi bahkan dapat menimbulkan efek toksik. Telah dilakukan
penelitian mengenai kajian penggunaan kombinasi kaptopril dengan furosemid terhadap
pasien gagal jantung kongestif dibangsal jantung RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dikerjakan secara prospektif terhadap 19 pasien. Analisis
data dilakukan secara kuantitatif. Data ditabulasi berdasarkan persentase obat kaptopril
dan furosemid berdasarkan jenis obat generik dan obat paten, persentase pasien gagal
jantung kongestif yang menggunakan terapi kombinasi kaptopril dan furosemid
berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta, tingkat keparahan penyakit, jenis kelamin
dan rentang umur. Dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Data yang diperoleh
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Lalu mempertimbangan kondisi
pasien. Hasil perbandingan dan pertimbangan kondisi pasien akan menunjukan
persentase ketepatan penggunaan kombinasi kaptopril dengan furosemid terhadap
pasien gagal jantung kongestif. Hasil penelitian menunjukkan, tepat pasien sebesar 100
%, tepat indikasi sebesar 100 %, tepat dosis sebesar 100 %, tepat interval pemberian
sebesar 100 % dan tepat saat penggunaan obat sebesar 60,98 %.
Kata kunci : gagal jantung kongestif, kaptopril, furosemid.
719
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
1.
PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif merupakan suatu kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan darah yang cukup ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau
tanpa dengan penyakit jantung [1,2] Di Indonesia gagal jantung kongestif masuk kedalam
jenis PTM dan merupakan peringkat ke empat dari 10 besar penyebab kematian PTM
Rawat Inap di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2009 dan 2010 [3]. Prevalensi gagal jantung
di Inggris, Skandinavia, dan Amerika Serikat adalah sekitar 1 % secara keseluruhan dan
10 % pada manula. Tingkat mortalitas tahunan pada kasus yang berat lebih dari 50% [4].
Terapi lini pertama untuk pasien gagal jantung kongestif adalah Angiotensin
Converting Enzym Inhibitor (ACEI) dan diuretik. ACEI pada gagal jantung ditujukan untuk
semua pasien CHF karena tidak berfungsinya sistolik pada ventrikel kiri, disamping itu
ACEI juga berguna untuk mengontrol tekanan darah sedangkan diuretik digunakan untuk
menghilangkan gejala kongestif dan retensi cairan [5] Penggunaan ACEI ditoleransi
dengan baik, tapi bukan berarti tanpa efek merugikan, terlebih jika dikombinasi dengan
obat lain dan penggunaannya tidak tepat . Salah satu efek merugikan ACEI yaitu
meningkatkan kadar kalium dalam darah. Pada beberapa studi juga telah dilaporkan
terjadinya interaksi antara ACEI dengan furosemid. Kegagalan ginjal dan kejadian gagal
ginjal akut dari penggunaan obat ini secara bersamaan [6,7].
Tujuan pengobatan adalah untuk memperoleh tanggapan (respon) farmakologi
yang khas bagi suatu penyakit (manfaat terapi) yang sebesar-besarnya dengan resiko
timbulnya efek merugikan yang sekecil mungkin. Penggunaan obat yang rasional
merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Keadaan ini semakin
dirasa penting seiring dengan diketahuinya bahwa kemanjuran (efficacy) dan keamanan
obat (safety) [8].
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Jambi, terhitung sejak bulan Januari sampai dengan September
2013 terdapat 73 pasien penderita gagal jantung kongestif, 24 diantaranya diberikan
terapi kombinasi obat golongan ACE- Inhibitor dengan furosemid. Obat golongan ACEInhibitor yang paling sering ditemukan adalah kaptopril.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Raden Mattaher jambi, karena belum pernah ada
penelitian tentang Kajian Penggunaan Kombinasi kaptopril dengan Furosemid Terhadap
Pasien Gagal Jantung Kongestif di Bangsal Jantung RSUD Raden Mattaher Jambi. Selain
itu, cukup banyak pasien gagal jantung kongestif yang diberikan kombinasi kaptopril
dengan furosemid, sehingga hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
tentang Kajian Penggunaan Kombinasi Kaptopril dengan Furosemid Terhadap Pasien
Gagal Jantung Kongestif di Bangsal Jantung RSUD Raden Mattaher Jambi.
720
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
Mengingat tingkat kejadian gagal jantung di RSUD Raden Mattaher Jambi cukup
tinggi dan pemberian kombinasi obat-obat gagal jantung yang dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan efek terapi bahkan dapat menimbulkan efek toksik maka perlu
dilakukan penelitian tentang kajian rasionalitas penggunaan kombiasi kaptopril dengan
furosemid terhadap pasien gagal jantung kongestif di Bangsal Jantung RSUD Raden
Mattaher Jambi.
2.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Bangsal Jantung RSUD Raden Mattaher Jambi selama
tiga bulan, dari bulan Maret 2014 – Mei 2014 secara Deskriptif dan dikerjakan secara
Prospektif terhadap populasi terbatas. Sampel yang akan dipilih adalah pasien gagal
jantung kongestif di Bangsal Jantung RSUD Raden Mattaher Jambi, Berdasarkan kriteria
inklusi dan ekslusi. Kriteria Inklusi :Pasien yang menderita penyakit gagal jantung
kongestif yang diberi terapi kombinasi kaptopril dengan furosemid. Kriteria Eksklusi :
Pasien dengan kriteria inklusi tetapi data rekam medis tidak lengkap, pasien gagal jantung
kongestif tetapi tidak mendapat terapi kombinasi kaptopril dengan furosemid (karena
alergi atau adverse effect), pasien meninggal. Jenis Data kualitatif yaitu data yang
digunakan untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan [5]. Data kualitatif ini meliputi : Mengetahui ketepatan pasien, mengetahui
ketepatan indikasi, mengetahui ketepatan dosis, mengetahui ketepatan interval,
mengetahui ketepatan saat penggunaan obat.
Sumber data terdiri dari Rekam medik pasien gagal jantung kongestif di Bangsal
Jantung RSUD Raden Mattaher Jambi yang menggunakan kombinasi kaptopril dengan
furosemid, data pendukung, seperti : catatan perawat, resep, wawancara dengan pasien
atau keluarga pasien.
Penetapan Standar Penggunaan Kombinasi kaptopril dengan
Furosemid : Drug Information Handbook Edisi 17(2009)- Standar pengobatan gagal
jantung kongestif di RSUD Raden Mattaher, Pharmacotherphy Handbook (Dipiro,Edisi 6),
Martindale Ed.36 dan lain-lain.
Data dianalisis dengan dua cara analisis kuantitatif dan analisis kuanlitatif, dimana
analisis kuantitatif dengan cara ditabulasi berdasarkan persentase penggunaan obat
kaptopril dan furosemid berdasarkan jenis obat generik dan obat paten, persentase
pasien gagal jantung kongestif yang menggunakan terapi kombinasi kaptopril dengan
furosemid berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta, berdasarkan tingkat keparahan
penyakit, berdasarkan jenis kelamin dan berdasarkan rentang umur.
Analisis kualitatif dengan cara dimana data ditabulasi kemudian dibandingkan
hasil yang diperoleh dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Hasil
721
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
perbandingan akan menunjukan tepat atau tidak tepatnya penggunaan kombinasi
kaptopril dengan furosemid terhadap pasien gagal jantung kongestif yang ditinjau dari :
ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan dosis, ketepatan interval dan ketepatan
penggunaan obat.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Persentase Ketepatan Penggunaan Kombinasi Kaptopril dengan Furosemid
Terhadap Pasien Gagal Jantung Kongestif di Bangsal Jantung RSUD Raden
Mattaher Jambi
No
1
2
3
4
5
Ketepatan
Jumlah
(pasien/obat)
19/41
19/41
19/41
19/41
19/41
Tepat Pasien
Tepat Indikasi
Tepat Dosis
Tepat Interval
Tepat Saat Penggunaan obat
Persentase
100 %
100 %
100 %
100 %
60,98 %
Analisis kuantitatif meliputi, analisis persentase obat kaptopril dan furosemid yang
digunakan berdasarkan jenis obat generik dan obat paten, analisis jumlah pasien gagal
jantung kongestif yang menggunakan kombinasi kaptopril berdasarkan ada tidaknya
penyakit penyerta, analisis penggunaan kombinasi kaptopril berdasarkan tingkat
keparahan penyakit gagal jantung kongestif, analisis penggunaan kombinasi kaptopril
terhadap pasien gagal jantung kongestif berdasarkan jenis kelamin dan analisis
penggunaan kombinasi kaptopril terhadap pasien gagal jantung kongestif berdasarkan
rentang umur.
Persentase penggunaan obat kaptopril dan furosemid pada pasien gagal jantung
kongestif, dimana penggunaan obat yang paling banyak adalah jenis obat generik yaitu
sebesar 68,29 % sedangkan obat merek dagang sebesar 31,71 %. Ini juga sesuai dengan
PERMENKES RI No. HK. 02.02/MENKES/068/2010 tentang kewajiban menggunakan
obat generik difasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
Pada pasien gagal jantung kongestif obat golongan ACE-Inhibitor yang digunakan
adalah kaptopril generik, karena obat tersebut merupakan pilihan terapi berdasarkan
formularium nasional BPJS yang ada di Indonesia dan di terapkan di RSUD Raden
Mattaher Jambi [9]. Penyakit gagal jantung biasanya disertai dengan retensi cairan yang
mengakibatkan udem, untuk itu diperlukan suatu diuretik untuk menangani hal tersebut,
dan ini mungkin merupakan salah satu alasan tingginya penggunaan furosemid dalam
pengobatan CHF di RSUD Raden Mattaher jambi.
722
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
Dari data penelitian yang diperoleh, ditemukan semua pasien gagal jantung
kongestif memiliki penyekait penyerta, yaitu CHF + gangguan hati (cardiacliver, suspensi
hepatoma dan hipoalbuminemia) sebesar 21,05 %, CHF + obstruksi dyspnoe 15,80 %,
CHF + hipertensi 10,53 %, CHF + atrial fibrilasi 10,53 %, CHF + dislipidemia 10,53 %,
CHF + angina pektoris 5,26 %, CHF + DM tipe II 5,26 %, CHF + bronkopneumonia 5,26
%, CHF + SOPT 5,26 %, CHF + enteritis akut 5,26 %, dan CHF + orthopnea 5,26 %.
Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa penyakit CHF
lebih banyak disertai dengan komplikasi penyakit lain dibanding dengan tidak adanya
komplikasi. Pada penelitian ini komplikasi yang paling banyak ditemukan adalah CHF
dengan gangguan hati yaitu sebesar 21,05 %, hal ini di karenakan gagal jantung dapat
menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati,
dalam hal ini terjadi penumpukan cairan pada jaringan perut yang membuatnya lebih sulit
bagi hati berfungsi dengan benar. Sehingga lama kelamaan menyebabkan kerusakan hati
[10]
Dari data penelitian yang kami peroleh, Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
ditemukan CHF grade I sebesar 0 %, CHF grade II sebesar 26,32 %, CHF grade III
sebesar 52,63 %, CHF grade IV sebesar 21,05 %. Persentase tingkat keparahan yang
besar adalah CHF grade III yaitu sebesar 52,63 % ini karena pada umumnya pasien CHF
yang berobat ke rumah sakit telah menunjukan gejala seperti sesak napas, bengkak pada
tungkai, kelelahan dan memiliki aktivitas fisik yang sangat terbatas sehingga sangat
membutuhkan penanganan rawat inap. Kemudian persentase CHF grade II yaitu sebesar
26,32 % ini karena pada CHF grade II terdapat beberapa jaringan pada jantung
mengalami kerusakan seperti terjadi infarkmiokard dan disfungsi ventrikel kiri, yang
kemungkinan berisiko mengalami gagal jantung sedangkan gejala timbul apabila pasien
melakukan aktivitas fisik biasa dan akan nyaman pada saat istirahat artinya gejala belum
terlalu jelas, hal inilah yang mungkin menyebabkan pasien lebih sedikit dirawat dirumah
sakit. Pada CHF grade IV persentasenya lebih sedikit dari pasien CHF grade III, hal ini
dikarenakan pada pasien ini pada saat istirahat saja gejala-gejala sudah tampak dan
sedikit saja melakukan aktifitas dapat memperberat gejala, sehingga pasien harus
mendapatkan penanganan khusus dari petugas medis dan beberapa pasien meninggal.
Menurut NYHA (New York Heart Association) kaptopril digunakan untuk semua
pasien gagal jantung kongestif mulai dari grade I sampai dengan grade IV sedangkan
furosemid hanya digunakan pada pasien CHF mulai dari grade II sampai dengan grade
IV. Hal ini karena pada CHF grade I tidak menunjukkan adanya gejala udem atau retensi
cairan sehingga penggunaan furosemid tidak direkomendasikan, sedangkan penggunaan
kaptopril pada pasien gagal jantung tanpa gejala obat ini diberikan untuk menunda atau
723
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
mencegah terjadinya gagal jantung, mengurangi resiko infarkmiokard dan kematian
mendadak.
Untuk semua derajat keparahan CHF, pengobatan segera meliputi penggunaan
diuretik intravena dan vasodilator secara oral misalnya Angiotensin Converting Enzim
Inhibitor/ACEI [10]. Kaptopril merupakan salah satu ACE-Inhibitor digunakan untuk semua
tingkat keparahan gagal jantung, terutama disfungsi ventrikel kiri, tanpa memperdulikan
gejala apa yang tampak kecuali di kontraindikasikan atau intoleransi [10]
Dalam penggunaan obat kaptopril dan furosemid terhadap pasien gagal jantung
kongestif berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak menderita gagal jantung
kongestif dan mendapat terapi kombinasi kaptopril dengan furosemid adalah pasien lakilaki sebesar 63,16 % sedangkan pada perempuan sebesar 36,84 %.
Hal ini dapat diartikan bahwa gagal jantung kongestif lebih banyak dialami oleh
laki-laki daripada perempuan, karena faktor resiko gagal jantung kongestif pada
perempuan cenderung lebih rendah di banding laki-laki, hal ini dikarenakan perempuan
memiliki hormon estrogen yang dapat menghasilkan High Density Lipoprotein (HDL).
Namun pada kondisi menurunnya atau hilangnya kadar estrogen pada perempuan pada
saat monopouse menyebabkan peningkatan kadar trigliserida dan penurunan lemak total,
sehingga wanita monopouse lebih beresiko terkena penyakit jantung [5,7]. Berdasarkan
rentang umur, persentase pasien yang menderita gagal jantung kongestif dan mendapat
terapi kombinasi kaptopril dengan furosemid paling banyak adalah pasien dengan rentang
umur 45-64 tahun yaitu 63,16 % sedangkan 25-44 tahun sebesar 21,05 % dan umur ≥ 65
tahun sebanyak 15,79 %.
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun CHF dapat dialami
orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan semakin
besar kemungkinan menderita CHF sesuai dengan teori yang ada bahwa semakin tua
umur seseorang kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya
penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko CHF [5]. Dari
hasil penelitian, untuk usia 65 keatas terjadi penurunan jumlah pasien yakni hanya 15 %,
menurut Prof. Dr. Ida Bagus Wirawan, rata-rata umur manusia 67,4 tahun. Hal ini
kemungkinan yang turut mempengaruhi kenapa diusia 65 tahun keatas jumlah pasien
justru menjadi menurun.
Pada analisis ketepatan pasien dari data yang ada ditemukan bahwa yang tepat
pasien adalah 100 % dan yang tidak tepat sebesar 0 %. Dikatakan tepat pasien karena
obat yang diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien. Untuk melihat
ketepatan pasien, parameter ketepatan pasien yang di gunakan adalah adanya riwayat
alergi terhadap obat kaptopril dan furosemid atau salah satunya, kadar kalium serum
724
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
pasien, usia pasien, kadar kreatinin serum dan kadar kreatinin klirence pasien yang
dihitung menggunakan rumus Cocroft-Gault, dapat dilihat pada lampiran 3, halaman 53.
Tidak tepat pasien dapat diartikan bahwa obat yang diberikan kontraindikasi dengan
pasien dan kemungkinan reaksi yang merugikan tinggi [9].
Penggunaan kaptopril di kontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif
terhadap ACE-Inhibitor lainnya (misalnya pasien mengalami angioedema selama
pengobatan dengan ACE-inhibitor lainnya), kehamilam, wanita menyusui, dan stenosis
arteri renalis (Kemenkes, 2012), sedangkan furosemid kontraindikasi pada pasien yang
mengalami defisiensi kalium (hipokalemia), pasien yang hipersensitif terhadap furosemid,
glumerulonefritis akut, wanita hamil, dan anuria
Pada analisis ketepatan indikasi dari data yang ada ditemukan bahwa yang tepat
indikasi sebesar 100 % sedangkan yang tidak tepat sebesar 0 %. Tepat indikasi berarti
obat yang diberikan sesuai dengan gejala dan diagnosa penyakit yang diderita oleh
pasien. Dimana gejala utama gagal jantung kongestif adalah sesak nafas (terutama ketika
bekerja), dan kelelahan, orthopnea, dyspnea, batuk, dan tingginya produksi cairan
menyebabkan kongesti dan edema perifer yang bermanifestasi bengkak pada tungkai
kaki [10].
Pada pasien CHF dengan Hipertensi penggunaan kaptopril sudah tepat karena
dapat menurunkan tekanan darah melalui mekanisme aksi kaptopril yaitu menghambat
ACE ( Angiostensin Converting Enzyme) yang dibutuhkan untuk mengubah angiostensin I
yang belum aktif menjadi angiostensin II yang bersifat aktif. Karena pembentukan
angiostensin II terhambat maka terjadi vasodilatasi, dan penurunan sekresi aldosteron
sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini
akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik
afterload maupun pre-load. Pada pasien gagal jantung yang juga menderita dabetes
militus tipe II tepat diberikan kaptopril karena dapat meningkatkan fungsi sel endotelium.
Dimana diabetes militus dapat mengganggu vasodilatasi endotelhium dependent
sehingga penderita diabetes militus berisiko tinggi mengalami aterosklerosis yang
berakhir pada penyempitan pembuluh darah [10]
Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI) merupakan terapi lini pertama
untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa gejala dan
penghambat ACE juga terbukti mengurangi mortalitas dan morbiditas pada semua pasien
gagal jantung kongestif yaitu semua derajat keparahan termasuk yang asimtomatik.
Penggunaan diuretik diperlukan untuk mengurangi akumulasi edema terutama yang
berada di paru. Penurunan kongesti vaskular paru dengan diuretik akan memperbaiki
725
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
oksigenisasi sehingga memperbaiki fungsi miokard. Edema yang berkaitan dengan gagal
jantung kongestif diatasi dengan diuretik kuat [8].
Pada analisis ketepatan dosis, ditemukan yang tepat dosis sebesar 100 %, dan
tidak tepat dosis sebesar 0 %. Dalam penelitian ini ketepatan dosis didapatkan untuk
masing-masing obat. Besar dosis ditentukan berdasarkan literatur, dengan menyetarakan
bersihan kreatinin masing-masing pasien. Perhitungan bersihan kreatinin (CrCL)
menggunakan rumus Cocroft dan Gault, hal ini dikarenakan berat badan pasien berada
dalam rentang indeks ideal yang dihitung menggunakan tinggi badan pasien.
Berdasarkan literatur, penyesuaian dosis pasien CHF yang menggunakan obat
kaptopril dan furosemid yang mengalami kerusakan ginjal yaitu bila kadar ClCr berada
diantara rentang 10-50 ml/menit maka penyesuaian dosisnya adalah dosis diturunkan 75
% dari dosis normal. Sementara jika nilai CrCl < 10 ml/menit dosis diturunkan 50 % dari
dosis normal, sebagai contoh pada pasien dengan inisial YA (pasien nomor 12) diberikan
kaptopril dengan dosis perhari 3 x 25 mg, nilai CrCl 19,92 ml/menit. Dosis yang diberikan
tepat dikarenakan masih berada dalam rentang dosis yang boleh diberikan meskipun
dosis telah diturunkan 75 % dari dosis normal.
Analisa terhadap ketepatan dosis perlu dilakukan karena dosis yang terlalu rendah
dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak efektifnya terapi sehingga pasien tidak
sembuh atau bahkan memperbruk kondisi kesehatan. Begitu pula pemberian dosis yang
terlalu tinggi di banding dosis terapinya, hal ini berbahaya karena dapat terjadi
peningkatan resiko efek toksik dan bisa membahayakan kondisi pasien.
Pada analisis ketepatan interval, ditemukan yang tepat interval pemberian sebesar
100 % dan tidak tepat interval sebesar 0 %. Dikatakan tepat interval pemberian, jika
interval pemberian obat kaptopril dan furosemid sesuai dengan interval penggunaan obat
berdasarkan Drug Information Handbook, Edisi 17 (2009). Ketepatan interval pemberian
obat pada penelitian ini ditentukan berdasarkan literatur dan mempertimbangkan keadaan
klinis pasien.
Sebagai contoh Pada pasien nomor 10, berinisial RI dengan nomor MR 611597
pasien berusia 62 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas 4 hari yang lalu, nyeri dada
dan bengkak pada kedua tungkai. Setelah di diagnosa pasien menderita CHF grade IV +
dispnoe + DC. Pada pemeriksaan laboratorium, Nilai SCr 3,0 mg/dl dan nilai CrCL 23,47
ml/menit. Pasien di beri obat injeksi lasix 2 x 1 amp. Lasix yang berisi furosemid
merupakan diuretik kuat yang digunakan pada pasien CHF untuk menghilangkan udem
akibat retensi cairan.
Berdasarkan literatur dan pertimbangan klinis interval pemberian sudah tepat
dikarenakan pada kasus pasien RI dengan nilai CrCl 23,47 ml/menit pasien tidak harus
726
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
mendapatkan peningkatan dosis furosemid atau interval pemberian diperpendek untuk
membantu kerja ginjal sebagaimana yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronis yang
telah sampai pada stage V yang harus dilakukan peningkatan dosis yang diakibatkan
fungsi nefron hanya 10 % sehingga membutuhkan bantuan furosemid untuk meringankan
kerja ginjal.
Pada analisis ketepatan saat penggunaan obat ditemukan yang tepat saat
penggunaan sebesar 60,98 % sedangkan yang tidak tepat sebesar 39,02 %. Tidak tepat
saat penggunaan dapat dilihat pada pasien nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 8, 9, 11,13,14,15, 17,
18 dan 19. Penggunaan obat kaptopril, dimana hampir seluruh pasien menggunakan
tepat sesudah makan. Seharusnya kaptopril minum pada saat perut kosong yaitu 1 jam
sebelum makan atau 2 jam sesudah makan karena kaptopril berinteraksi dengan
makanan sehingga bioavilabilitas kaptopril akan berkurang dan tidak tercapai efek terapi,
oleh karena itu kaptopril diberikan sebelum makan [9].
4. KESIMPULAN DAN PROSPEK
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 19 pasien gagal jantung
kongestif yang menggunakan kombinasi kaptopril dengan furosemid di Bangsal Jantung
RSUD Raden Mattaher jambi dari bulan Maret sampai bulan Mei 2014 dapat disimpulkan
bahwa penggunaan kombinasi kaptopril dengan furosemid terhadap pasien gagal jantung
kongestif sudah dikatakan rasional dalam kategori tepat pasien, tepat indikasi, tepat dosis
dan tepat interval. Tetapi masih ada yang belum rasional yaitu dalam kategori tepat saat
pemberian. Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk lebih jelas dalam memberikan
penjelesan mengenai saat penggunaan obat. karena kepatuhan pasien sangat
menentukan keberhasilan terapi, diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk melakukan
pencatatan terhadap status pasien dengan jelas dan lengkap agar tidak terjadi kesalahan
pemahaman terhadap catatan medis yang dibuat serta dapat mempermudah jika
dilakukan penelitian.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
1. Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi
2. Kepala Kesbanglitmas Propinsi Jambi
3. Seluruh pihak RSUD Raden Mattaher Jambi yang terkait
727
Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat
Universitas Tanjungpura, Pontianak
Hal. 719 - 728
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Majid, Abdul. Analisis Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Rawat Inap
Pulang Pasien Gagal Jantung Kongestif (Tesis). Depok: Universitas Indonesia,. 2010
[2] Santoso, A., & Mariyono, H.H., Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3
Bulan September 2007: 90
[3] Kementrian Kesehatan RI. Formularium Spesialistik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
2012
[4] Rubenstein, David. Wayne, David. & Bradley, John. Lectore Notes Kedokteran Klinik.
(Edisi 6). Jakarta: Erlangga. 2005.
[5] Depkes RI. Peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga
Kesehatan. Direktorat Bina Pengunaan Obat Rasional. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008.
[6] Oktavia, Sri., dkk .Evaluasi Penggunaan Kombinasi Acce Inhibitor Dengan Furosemid
Terhadapa Fungsi Ginjal Pasien Gagal Jantung Kongestif Di RSUP Dr.M.Jamil
Padang.2013. ISSN : 2339-2592.
[7] Gray, Houn H. Dawkins, Keith D. Simp,son, Lain A. & Morgan, John M. Lecture Note
Kardiologi. (Edisi 4). Erlangga: Jakarta.2005
[8]
Siregar,
C.J.P.
“Farmasi
Rumah
Sakit”
Teori
penerapan.
Jakarta:
Buku
Kedokteran.2005
[9] Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. (Edisi 1). Penerjemah: bagian
farmakologi fakultas kedokteran univesitas airlangga. Jakarta: Salemba Medika.
2001.
[10] Gilman, Goodman Alfred. .Dasar Farmokologi Terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.
728
Download