Geo-Hazards STUDI GEOMORFOLOGI UNTUK KELAYAKAN TEKNIS JALAN RUAS KANDANGANBAGANDAH KALIMANTAN SELATAN S. Poedjoprajitno Pusat Survei Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122 SARI Ruas jalan Kandangan - Bagandah merupakan jalan alternatif terpendek yang menghubungkan kota-kota yang terletak di bagian utara Kalimantan Selatan dengan pelabuhan laut Batulicin di wilayah Kalimantan Selatan. Ruas jalan yang sebagian besar melewati medan berlereng curam, serta tebalnya tanah lapuk merupakan faktor utama penyebab ruas jalan ini berkerentanan tinggi terhadap ancaman gerakan tanah. Beberapa permasalahan geomorfologi yang menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan jalan sangat berkaitan dengan kondisi bentuk lahan, yakni: sudut lereng, derajat kepadatan tanah (soil), zona gambutan maupun lempungan. Berdasarkan aspek fisik lahan tersebut, maka gerakan tanah yang ditimbulkan berupa: rayapan, jatuhan batuan, pembentukan lembah (erosi lateral, erosi ke hulu), dan amblesan. Kata kunci: bentuk lahan, kelurusan, kelerengan, gerakan tanah, ruas jalan J ABSTRACT Kandangan-Bagandah road is the shorthest road alternative, which connects many town in South Kalimantan with the sea port of Batulicin, South Kalimantan. G The road crossing a steep slope terrain and the very thick weathered soil has caused this road segment have the high susceptibility of mass movement. S Geomorphological problems causing the road damage relate to the condition of landform such as: slope, degree of land density, peat or clay zone. Based on the physical aspect, the problems occurr as: mass movement soil creep, rock fall, development of valley (lateral erosion, backward erosion) and subsidence. Keywords: landform, lineament, sloping, mass movement, roadway Latar Bekang Sehubungan dengan makin membaiknya sarana transportasi darat pada hampir seluruh wilayah tanah air, suatu daerah seharusnya dapat dengan mudah dijangkau dalam waktu yang singkat. Semakin cepat mencapai suatu daerah di pelosok negeri ini, maka semakin cepat teratasi problem internal yang dihadapi daerah tersebut. Oleh karena itu perlu dibuat sarana dan prasarana pendukung transportasi darat yang baik dan memenuhi kriteria. Kebijakan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan yang telah merintis jalan baru yang menghubungkan kota Kandangan dengan pelabuhan alam Batulicin merupakan salah satu terobosan terhadap permasalahan tersebut. Kebijakan tersebut harus didukung oleh informasi keilmuan, diantaranya adalah geomorfologi. Geomorfologi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari berbagai macam bentuk lahan, baik tingkat usia maupun prosesnya di permukaan bumi. Macam-macam bentuk lahan yang ada sekarang merupakan hasil proses geomorfologi yang memerlukan waktu sangat lama, berupa “peningkatan bentuk” (agradation) maupun “pengurangan bentuk” (degradation). Semua bentuk lahan secara cepat atau lambat selalu mengalami perubahan melalui proses geomorfologi. M PENDAHULUAN Informasi geomorfologi sangat diperlukan untuk setiap kegiatan pemanfaatan bentuk lahan. Di Indonesia, keterlibatannya belum optimal, salah satu contoh adalah amblesnya ruas jalan tol Cipularang. Peristiwa tersebut dapat dihindari apabila sejak awal telah mempertimbangkan aspek geomorfologi. Proses geomorfologi dapat menghasilkan berbagai macam bentuk lahan yang dapat diamati melalui segmen-segmen pola aliran sungai, kelurusan, struktur, jenis batuan, pelapukan, erosi, JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 319 Geo-Hazards perombakan, pengangkutan dan pengendapan. Aspek-aspek yang langsung berpengaruh pada pemanfaatan lahan adalah: proses geomorfologi deliniasi, keterdapatan bahan konstruksi, dan jenis kerusakan yang mungkin akan timbul. Oleh karena itu, setiap kegiatan pemanfaatan lahan seyogianya mempertimbangkan proses geomorfologi. Pontianak Maksud dan Tujuan Tulisan ini dimaksudkan untuk mengupas masa depan ruas jalan Kandangan-Bagandah melalui analisis geomorfologi pragmatis. Tujuannya adalah: pertama. memberikan informasi dasar kegeomorfologian yang bersifat “semidetail” tentang berbagai macam bentuk morfologi yang diperlukan dalam pekerjaan konstruksi. Kedua memberikan peringatan dini sehubungan dengan proses geomorfologi yang berjalan. J Metode KALIMANTAN Samarinda Palangkaraya BANJARMASIN Daerah penelitian Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian. Beberapa aspek geomorfologi yang bermanfaat bagi pembangunan daerah akan dikemukakan berikut ini. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN G Metode yang digunakan adalah pendekatan analisis kelurusan morfologi dari potret udara dengan skala 1:100.000. Pengecekan lapangan (ground check) dilakukan dengan lintasan kompas (passing compass) sepanjang ruas jalan yang diteliti, memetakan beragam bentuk lahan dengan mengedepankan aspek pragmatis survei, membuat peta kelerengan di sekitar lajur jalan dan merekam proses geomorfologi yang terjadi serta melakukan pengukuran arah kekar dan gawir sesar di daerah penelitian. Daerah penelitian tersusun oleh sepuluh formasi batuan dari umur Yura Tengah hingga Plistosen Awal, dan terakhir Holosen adalah endapan aluvial (Heryanto dan Sanyoto, 1994), Gambar 2. S Pembagian kelompok batuan berdasarkan formasi dalam peta disederhanakan berdasarkan umur dan beberapa sifat fisiknya, yaitu: M Peta dasar yang dipergunakan adalah peta topografi hasil fotogrametri dari pemotretan tahun 1981/1982 oleh BAKOSURTANAL. Prasarana jalan yang melalui daerah penelitian baru dibangun pada awal 1990an, sehingga belum tergambar pada peta dasar yang dipergunakan. Sebagian ruas jalan lama yang tergambar pada peta pun kurang pas letaknya. Oleh karena itu, penelitian ruas jalan tersebut dilakukan dengan metode “lintasan kompas” (passing compass) dan penentuan lokasi dengan menggunakan GPS. – Kelompok batuan Pratersier, terdiri atas: § Batuan malihan, tersingkap sedikit di desa Lambala, mudah retak dan berlembar, kurang baik sebagai material pengeras jalan. § Batuan terobosan berupa granit, granodiorit, dan diorit, tersingkap sangat luas di daerah penelitian mulai dari Gunung Kelantikan sampai Desa Batuayan. Batuan ini sangat baik sebagai material konstruksi jalan. § Batugamping yang tersingkap tidak merata di Desa Batulaki sampai Desa Miawa, Gunung Pananggungan. Merupakan material alternatif setelah batuan beku. § Batuan Gunung Api Haruyan yang berupa Lokasi daerah penelitian Daerah penelitian terletak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan bagian utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Terdapat dalam koordinat 115°15’ - 115°30’ BT dan 02°45’ - 03°00’ LS (Gambar 1). 320 breksi gunung api dan lava basal. Batuan ini sangat baik untuk material konstruksi. § Konglomerat aneka bahan dari Formasi Pitap, tersusun atas fragmen granit dan batugamping. Fragmen granit baik sebagai material konstruksi jalan. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards 115º15’ 02º45’ 02º45’ 115º30’ Keterangan Geologi Aluvial Qa Sesar Loksado Lumpangi E TQd Formasi Dahor TQdt AnggotaLayang Formasi Dahor Tmw Formasi Warukin Tomb Formasi Berai Jurus kemiringan lapisan Tet Formasi Tanjung Ksp Formasi Pitap Kvh Batuan Gunungapi Haruyan Klb Batugamping Batununggal Kgr Granit Belawayan Mm Batuan Malihan Pola jalan yang diteliti U Bagandah 03º00’ 03º00’ 115º15’ S 115º30’ Penampang Geologi 125 m J E T B F Ke Batulicin 0 5 10Km F G Gambar 2. Peta geologi ruas jalan Kandangan-Lumpangi Bagandah (dikutip dari sebagian Peta Geologi Lembar Amuntai, Kalimantan, Heryanto dan Sanyoto, 1994). GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN S – Kelompok batuan Tersier: § Kelompok batuan Tersier secara fisik tidak – Kelompok batuan Kuarter: § Kelompok endapan termuda adalah aluvium (Qa) yang terdiri atas lempung kaolinit, dan lanau bersisipan pasir, gambut, kerakal, dan bongkahan lepas. Pada umumnya membentuk morfologi kipas aluvium, kipas aluvium danau dan lereng rombakan (Poedjoprajitno drr., 2000). Sekali pun terbatas sebarannya pada unit morfologi lereng rombakan yang tersusun atas kerakal dan bongkahan lepas dari batuan terobosan dan batugamping, secara selektif dapat dipakai sebagai material konstruksi. M disarankan sebagai alternatif material konstruksi, karena terdiri atas batuan yang relatif lunak dan mudah terurai, kecuali batugamping foraminifera besar dari Formasi Berai di Desa Lumpangi, Gunung Ambulung dan Ambilik. Berdasarkan potret udara skala 1:100.000 tahun 1982, dibuat peta geomorfologi (Gambar 3) yang memberikan gambaran bahwa geomorfologi daerah penelitian dibentuk oleh empat bentukan asal (morphology origin), masing-masing bentukkan asal tersebut masih diklasifikasikan menjadi unit geomorfologi yang lebih kecil, yaitu menjadi bentuk lahan (landform). Selain itu, juga dapat diidentifikasi sejumlah gawir sesar, gerakan tanah, dan batuan, lahan kritis, facet segitiga, dan beberapa arah kemiringan lapisan batuan. Peta geomorfologi sangat membantu dalam pelaksanaan pengecekan lapangan, karena peta tersebut dapat digunakan sebagai acuan atau sebagai fungsi kontrol penelitian. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa dari 46 lokasi pengamatan bentuk lahan (Gambar 4) dijumpai sembilan belas lokasi kerusakan ruas jalan. Tipe kerusakannya antara lain: jatuhan batuan, rayapan (longsoran) tanah, erosi, dan keretakan. Selain itu, juga ditemukan delapan lokasi batuan bahan konstruksi, berupa: andesit, granit, dan batugamping sebagai batuan konstruksi alternatif. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 321 Geo-Hazards Dari pengecekan lapangan dapat dipastikan bahwa geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi empat satuan utama bentukan asal (Gambar 5), yaitu: bentukan asal struktur [S], denudasi [D], fluviatil [F], dan pelarutan [K]. Masing-masing bentukan asal itu dibagi lagi lebih terperinci menjadi tiga atau lebih bentuk lahan yang khas, dengan arah sebaran sejajar dengan arah umum kelurusan dan struktur geologi regional Kalimantan Selatan. Analisis kelurusan geomorfologi daerah penelitian (Gambar 6) yaitu: kelurusan punggungan, lembah sungai, bidang gawir, vegetasi, dan komposit, sangat membantu untuk mengetahui arah tegasan yang bekerja di daerah penelitian. Hasil analisis kelurusan menunjukkan bahwa arah kompresi maksimum daerah penelitian secara umum adalah timur laut barat daya dengan arah tarikan maksimum utara utarabarat-selatan selatan timur. J Bentuk lahan di daerah penelitian disusun oleh aneka beragam batuan dengan sejumlah kekar yang sangat rapat. Satu dari sekian bentuk lahan yang ada dibentuk atas tanah (subsoil) yang kaya akan lempung dengan permukaan air tanah yang tinggi dan kemampuan drainase yang rendah. G – Analisis kelurusan Analisis kelurusan (lineament) dari potret udara pankromatik hitam putih skala 1:100.000 menunjukkan bahwa ruas jalan antara MawangiHalunuk dilintasi beberapa kelurusan lembah berarah timur laut - barat daya, yang searah dengan struktur geologi regional Kalimantan Selatan. Berdasarkan analisis statistik diagram kipas kelurusan-kelurusan itu menunjukkan arah maksimum utara - timur laut dan selatan - barat daya (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan arah umum struktur geologi regional. Pengukuran dan analisis kekar pada lokasi terpilih (Lokasi J-36, Foto 1 & 2, Gambar 8) pada batuan andesit Tersier (Margono, 1997) menunjukkan bahwa arah pemampatan maksimum N253°E. Analisis kekar tersebut di atas menunjukkan bahwa ruas jalan di daerah ini melewati lajur sesar lokal (Wahyudiono, komunikasi lisan 1999). S Kemiringan lereng sekitar ruas jalan yang diteliti, berdasarkan klasifikasi kelerengan Meijerink A.M.J. (1998) dapat diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu: miring landai, miring, agak curam, curam, dan sangat curam (Gambar 7). Di dalam peta kelerengan juga dicantumkan lokasi-lokasi kerusakan jalan, agar dapat dilihat langsung kaitan kerusakan jalan terhadap kelerengan bentuk lahan maupun terrainnya. sampai di Dusun Loksado di tepi Sungai Amandit yang merupakan daerah rekreasi arung jeram dan daerah kegiatan suku asli Kahayan. Beberapa analisis geomorfologi di sepanjang ruas jalan itu adalah sebagai berikut : M ASPEK GEOMORFOLOGI RUAS JALAN KANDANGAN - BAGANDAH Foto 1. Penampakan terperinci sebagian dari pola kekar yang dianalisis untuk membantu perkembangan analisis morfostruktur daerah bersangkutan (Lokasi: J.36). Tanda kotak warna merah adalah daerah yang diukur dan dianalisis Ruas jalan Kandangan - Loksado Ruas jalan sepanjang 34 km ini melintasi beragam bentuk lahan sepertiga bagian di antaranya melalui bentuk lahan dataran hasil kegiatan fluviatil (F1, F4 dan F6) dengan risiko banjir. Sementara sepertiga bagian lagi melalui bentuk lahan perbukitan dan pegunungan sebagai hasil dari kegiatan pelarutan (K1), denudasi (D2, D3, D4), dan struktur (S1) dengan risiko gerakan tanah, pembentukan lembah karena erosi dan jatuhan batuan. Secara keseluruhan ruas jalan ini merupakan jalan aspal dengan lebar 12-15 m di daerah perkotaan dan 7-9 m di daerah perbukitan dan pegunungan. Ujung ruas jalan 322 Foto 2. Penampakan terperinci sebagian dari pola kekar yang dianalisis untuk membantu perkembangan analisis morfostruktur daerah bersangkutan. Lokasi : J.36. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards J G S U T B S M Sumber: foto udara 1982, Bakosurtanal 0 5 10Km Gambar 3. Peta foto geomorfologi daerah penelitian. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 323 Geo-Hazards 115°15' 115°30' ke Tanjung, Samarinda 176 32 Ambutuh 273 561 561 9 Pandulangan 31 230 Hamak 35 7 246 28 J 280/281 176 Madang KANDANGAN 256 J9 26 J 35/36 252 J 48 71/72 14 Padangbatung S 25 S 36 Halunuk Mandapai Mawangi J 359/360 J 349/350 Loksado Muarauroi Tanuhi 46 Panggungan 264 J 91/92 591 221 Sungairaya 287 28 24 453 20 37 16 15 492 Lumpangi 49 J 17/18 J 326/327 S 45 Muara-Atib 263 27 J 4/5 J 312/313 S 47 J 96/97 Tayub J 292/293 Malinau Pagarhaur Batulaki 70 115 316 g 17 18 23 21 110 20 620 38 576 Tangkaramin 132 39 351 22 210 J 154/155 G 276 Budimulya 316 S 40 347 J 19 436 J 144/145 Muarapipi 226 J 131/132 332 500 633 41 276 457 276 332 J 165/166 Lalapin 166 633 S 42 S 85 330 Batung S 43 376 653 555 11 9 Batuampar 5 6 8 7 243 Miawa 142 4 366 J 197/198 M Baramban 10 Bagandah S 44 703 608 162 Ke Batulicin 240 780 163 191 697 J 247 603 284 283 339 191 118 300 718 115°15' 115°30' KETERANGAN 46 Lokasi pengamatan bentuk lahan S 36 Lokasi pengamatan, singkapan dan pengambilan percontoh batuan J 4/5 Lokasi pengamatan kerusakan jalan Jatuhan batuan Erosi Tanah longsor Retak Amblesan Jalan utama Andesit piroksen Jalan kota Andesit porfiri (?) Ruas jalan yang diteliti Sungai 300 Garis ketinggian JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 S Granit Diorit hornblende T B Andesit hornblende porfir Gambar 4. Peta lokasi pengamatan bentuk lahan dan singkapan batuan konstruksi daerah penelitian. 324 U 0 1 2 3 4 Km Geo-Hazards Gambar 4 115°15' ke Tanjung dan Samarinda 115°30' 32 K1 35 31 F6 D1 S1 28 F4 J 96/97 K3 KANDANGAN F1 S1 J9 26 Padangbatung F1 Muarauroi Loksado Tanuhi 46 K2 F3 Lumpangi D3 Mandapai Mawangi J 326/327 S 45 D4 S 36 J 35/36 48 S 25 S 47 D5 27 J 4/5 F6 J 312/313 F2 Halunuk 49 Sungairaya 16 15 F5 24 S1 K1 37 D4 S1 Pagarhaur Batulaki D3 S3 17 S4 18 226 23 21 110 20 S 40 J 19 38 Tangkaramin S2 39 22 K1 G D4 S1 276 276 K3 9 10 5 Baramban 4 K2 K1 K3 Lalapin S 42 F3 S 43 Batung Bagandah S 44 F1 7 8 Miawa S4 M 6 41 S 166 11 D5 F5 276 D5 Ke Batulicin J 247 D4 D2 115°15' 115°30' KETERANGAN Bentukan asal struktur S1 S2 S3 S4 D 1 D2 D3 D4 D5 Bentukan asal karst Titik pusat potret udara U Jalan utama Lokasi pengamatan bentuklahan Jalan kota Bentukan asal denudasi F1 F2 F3 F4 F5 F6 Bentukan asal fluvial K1 K2 K3 46 S 36 Lokasi pengamatan dan pengambilan contoh batuan konstruksi J 4/5 Lokasi pengamatan kerusakan jalan T B Ruas jalan yang diteliti S Sungai 0 300 1 2 3 4 Km Garis ketinggian Gambar 5. Peta geomorfologi ruas jalan Kandangan-Lumpangi Bagandah serta lokasi pengamatan aspek geomorfologi.26 JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 325 Geo-Hazards 115°15' 115°30' ke Tanjung, Samarinda 0N 270 W E 180 J 312/313 J 96/97 KANDANGAN J 4/5 0N J 326/327 S 180 Straight valley J 35/36 Loksado Tanuhi J9 270 W 1 E 90 Padangbatung Lumpangi Mandapai Mewangi 7 S 180 Topographic escarpments N0 270 W E 90 N0 E 90 270 W S 270 Linier ridges J Tangkaramin S 180 Combination of linear feature G Lalapin S Batung N0 Bagandah 8 270 W E 90 M S 180 Linear tone (Vegetation) Ke Batulicin 115°15' Sumber: potret udara pankromatik 1981,Bakosurtanal 115°30' Keterangan Kelurusan punggungan Jalan utama Kelurusan komposit Jalan kota Kelurusan lembah sungai Ruas jalan yang diteliti Kelurusan bidang gawir Kelurusan vegetasi /tone Arah tegasan kompresi maksimum J 4/5 Lokasi kerusakan jalan yang diamati Sungai U Titik pusat potret udara N0 270 W E 90 S S 180 Combination of linear feature Arah tegasan tarikan maksimum 7 T B Diagram rose (analisis kelurusan) Lokasi pengukuran kekar 0 1 2 3 4 Km Gambar 6. Peta kelurusan geomorfologi ruas jalan Kandangan-Lumpangi Bagandah serta analisis kelurusannya, ditunjukkan dengan pola diagram mawar. 326 JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards Gambar 5 115°15' 115°30' ke Tanjung, Samarinda J 312/313 J 326/327 J 96/97 KANDANGAN Muarauroi J 4/5 J 35/36 Loksado Tanuhi Muara Atib J9 Lumpangi Halunuk Mandapai Mewangi Padangbatung J 144/146 U Tangkaramin T B J 154/155 S 0 1 2 3 4 Km Lalapin PETA INDEK J 197/198 Batung J Bagandah KALIMANTAN DAERAH PENELITIAN G BANJARMASIN Ke Batulicin J 247 115°30' 115°15' S KETERANGAN Sungai Miring landai (2°-5°) Curam (12°-33°) Jalan kota Miring (5°-8°) Sangat Curam (33°-83°) Ruas jalan yang diteliti Agak curam (8°-12°) J 4/5 Jalan utama Lokasi kerusakan jalan yang diamati M Gambar 7. Peta kemiringan lereng ruas jalan Kandangan - Lumpangi Bagandah serta lokasi pengamatan kerusakan jalan. vegetasi garis sesar utama simbol arah bidang sesar utama scree kesan berlapis ANDESIT TUFA TERSILIFIKASI scree simbol arah bidang sesar penyerta 1 area digali untuk bahan bangunan 150 cm 100 cm 50 cm 0 cm 2 garis sesar penyerta Lokasi pengukuran kekar Gambar 8. Sketsa ekspresi morfostruktur meso (Foto 2) dipadukan dengan data geologi : (1) hybrid joint, (2) shear joint, menunjukkan adanya pergeseran menganan (Wahyudiono, 1999/komunikasi pribadi). JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 327 Geo-Hazards – Analisis kemiringan lereng J Ruas jalan Kandangan - Loksado memiliki sudut kemiringan lereng beragam. Kemiringan lereng terbesar hingga >35° terletak di beberapa tempat sebelah timur Dusun Mewangi, (Gambar 7). Secara setempat, daerah sekitar Dusun Halunuk, Muaraatib, dan sebelah timur Dusun Tanuhi mempunyai kemiringan lereng yang agak curam. Ruas jalan ini dicirikan oleh lereng-lereng yang curam menurut klasifikasi Meijerink (1998). Kemiringan lereng tersebut berkaitan erat dengan kestabilan tanah penutup (soil), dan merupakan faktor penting dalam penentuan kelengkungan jalan. Tingkat ketelitian peta kemiringan lereng sangat bergantung pada skala peta yang dipakai; misalnya kemiringan lereng yang sangat curam di lokasi J.312/313 tidak terpetakan dalam penelitian yang menggunakan peta dasar skala 1:50.000 ini. Kemiringan lereng menunjukkan bahwa lebih dari separuh bagian ruas jalan Kandangan - Loksado berkemiringan lereng agak curam sampai curam (10% s/d 55%). G Secara umum, bentuk lereng masing-masing unit bentuk lahan yang dilewati ruas jalan ini adalah cembung, hanya sebagian kecil yang berbentuk datar. Ini merupakan salah satu bukti bahwa kegiatan erosi di daerah penelitian, khususnya pada ruas jalan yang diteliti, termasuk berusia muda dengan aktivitas tinggi (Scheidegger, 1987). Oleh sebab itu, diperlukan pemikiran lebih cermat dalam melaksanakan pengupasan bentuk lahan untuk kepentingan pembuatan jalan, serta tipe terrasering. Tipe terrasering tebing yang akan dipilih apakah tipe teras lereng digunakan untuk menanggulangi luapan air dan dirancang untuk daerah bercurah hujan tinggi, teras penyerap dirancang untuk menyerap aliran air permukaan, teras yang dibangun atas dasar pemotongan dan pengisian tebing berlereng curam (Morgan, 1979 dalam Damen, 1987). pelapukan secara mikro dan makro di daerah ini juga dicerminkan oleh sebaran pola salir daerah penelitian. Ketebalan lapisan lapuk sangat beragam di daerah ini, mulai dari 1,5 m hingga lebih dari 5 m. Secara umum, kelerengan awal (initial slope) yang terbentuk secara alamiah, tidak terlalu berbahaya terhadap kestabilan tanah penutup pada masingmasing bentuk lahan. – Proses geomorfologi S Peran proses geomorfologi di ruas jalan KandanganLokasado sangat aktif, terutama erosi (hulu, samping) dengan produknya jatuhan batuan (rocks fall). Indikator keaktifan erosi terletak pada tingkat kerapatan bentuk erosi per luas daerah. Ruas jalan sepanjang 34 km tersebut memotong lebih dari 21 buah lembah sungai, di luar galur (gully) dan alur (rill). Selain peristiwa tersebut di atas, fenomena keaktifan proses geomorfologi dicerminkan pula oleh adanya jatuhan batuan di sekitar Dusun Tanuhi lokasi J 91/92 (Foto 3 Gambar 9), lokasi J 312 (Foto 4 Gambar 10), lokasi J 313 (Foto 5). Frekuensi kegiatan gerakan tanah jenuh air yang mengalir secara perlahan (solifluction) yang terjadi di daerah penelitian tidak akan seperti sekarang ini. Hal ini terlihat dari rekaman hasil analisis potret udara dan uji lapangan. Beberapa lokasi di sepanjang jalur Kandangan-Loksado dinyatakan rentan terhadap solifluction. Kenyataan tersebut dibuktikan dengan karakter asal yang dimiliki masing-masing bentuk lahan di antaranya adalah kelerengan yang curam sampai sangat curam. Lapisan tanah penutup yang tebal dan didukung oleh curah hujan di daerah sekitar sangat tinggi. Kriteria tersebut di atas dipenuhi oleh bentuk lahan [D1], [D4], [D5] dan [S1]. Pemicu gerakan tanah di lokasi ini adalah perbuatan manusia, yang dapat dibuktikan pada ruas jalan lokasi pengamatan J 35/36 (Foto 6, Gambar 11), J 326/327 (Foto 7) dan J.349/350 (Foto 8), J 48 (Foto 9, Gambar 12). Tingkat pelapukan di daerah penelitian sangat kuat, terutama pada batuan granit berusia Kapur (Margono drr., 1997). Hal ini sangat beralasan karena secara fisik batuan tersebut teranyam kekar sangat ketat. Melalui kekar-kekar tersebut proses pelapukan dimulai dan cepat sekali berlangsung. Arah 328 M – Pelapukan – Tipe kerusakan jalan Ruas jalan Kandangan-Loksado mempunyai beberapa permasalahan, di antaranya adalah: retak (Foto 10, 11), longsor, jatuhan batuan, dan berkurangnya badan jalan karena erosi lateral dan erosi ke hulu. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards Tipe kerusakan jalan selama bulan pengamatan terkonsentrasi pada bagian bentuk lahan yang mempunyai kedalaman air tanah dangkal yang berada dekat dengan permukaan (sekitar lokasi pengamatan No. 37), yakni di wilayah sebelum dan sesudah Dusun Bagandah. Tipe kerusakan lainnya yang teramati seperti halnya penggerusan badan jalan karena erosi samping terdapat di utara Dusun Batung (sekitar lokasi pengamatan No. 41). Sementara jatuhan batuan terdapat di utara Dusun Lalapin (sebelah utara lokasi pengamatan No. 41). Berdasarkan analisis tersebut di atas gejala amblesan diperkirakan akan terjadi di ruas jalan sebelum dan sesudah Dusun Bagandah lokasi J197/198 (Gambar 4). J Secara teoretis, penanggulangan kerentanan ruas jalan terhadap proses geomorfologi dapat dilakukan dengan berbagai metode, mulai dari teknik yang paling sederhana, seperti perbaikan drainase dan konservasi lereng sampai pekerjaan geologi teknik dan teknik sipil yang rumit dan mahal. G Penerapan geomorfologi untuk kelayakan jalan, dalam hal ini adalah analisis kelurusan, analisis kemiringan lereng, pelapukan, dan proses geomorfologi dapat memberikan peringatan dini, baik dalam perencanaan pembuatan jalan, tipe kerusakan yang sedang berlangsung, maupun prediksi tipe kerusakan yang mungkin akan terjadi pada ruas jalan yang telah ada (Gambar 14). Kalimantan Timur menuju kota pelabuahan alam Batulicin, Kalimantan Selatan. Perlu diketahui bahwa pola jalan yang tergambar merupakan hasil pengukuran tali dan kompas dengan beberapa titik ikat koordinat memakai GPS portable Garmin 75 dengan nilai toleransi mencapai 100 m. – Analisis Kelurusan S Hasil analisis kelurusan (lineament) menunjukkan bahwa ruas jalan antara Dusun TangkaraminMalinau, sebelah timur ruas jalan Lalapin, antara Dusun Batung-Bagandah antara LumpangiBagandah dilintasi beberapa kelurusan berarah utara - timur laut selatan - barat daya (lihat diagram mawar Gambar 5). Secara geomorfologis, ruas jalan ini menempati lembah struktur [S4] dengan sebarannya searah dengan struktur geologi regional Kalimantan Selatan. Pengukuran sebaran struktur kekar pada batuan granit yang melandasi jalan di lokasi pengamatan No. 43 menunjukkan tegasan kompresi maksimum berarah N82°E dan N262°E (Wahyudiono, 1999/komunikasi pribadi). Sebagian kecil ruas jalan tersebut memotong zona sesar, terutama pada lokasi pengamatan 41. Keberadaan ruas jalan ini perlu mendapat perhatian, terutama dari kondisi struktur geologi dan proses geomorfologi yang mempengaruhi, khususnya pada titik amat jalan J-144/145, J-154/155 dan antara lokasi pengamatan No. 39 sampai dengan No. 42. Ruas jalan sepanjang 25,5 km tersebut baru 4 km yang diaspal dengan lebar 8 m. Selebihnya merupakan jalan hasil pengerasan batuan beku yang ada disekitarnya dengan lebar antara 12 s/d 15 m. Secara geomorfologi ruas jalan ini, dimulai dari Dusun Lumpangi ruas jalan ini melewati beberapa bentuk lahan (landform) antara lain: dataran kars [K2] (Foto 10), pematang memanjang dengan puncak membulat [D3], dasar lembah timbusan [F5], pegunungan struktur tertoreh kuat [S3], lembah struktur tertoreh kuat [S4], dan pegunungan dengan puncak tajam tak teratur tertoreh kuat [D4]. Secara keseluruhan, ruas jalan ini merupakan prioritas utama untuk kegiatan studi karena jalan tersebut merupakan alternatif terpendek bagi pengguna jalan dari kota-kota yang ada di M Ruas jalan lintas Lumpangi - Bagandah – Analisis kemiringan lereng Seperti halnya ruas jalan Kandangan - Loksado, bentuk lahan yang dilalui ruas jalan LumpangiBagandah mempunyai kemiringan lereng beragam. Kemiringan lereng lebih besar dari 30 terletak di ruas jalan sebelah timur Dusun Batung sampai selatan Dusun Bagandah, (Gambar 7). Secara setempat, daerah sekitar Dusun Malinau, Tangkaramin, dan sebagian Dusun Batung mempunyai kemiringan lereng (miring - agak curam). Khususnya pada bentuk lahan dengan batuan dasar granit (S3) yang mempunyai sudut lereng agak curam-curam dengan tanah penutup yang tebal dan berkerentanan sedang akan longsor. Kondisi kemiringan lereng ini sangat penting karena berhubungan erat dengan kestabilan jalan dengan mempertimbangkan kondisi tanah penutup (soil) dan kelengkungan jalan yang diperbolehkan. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 329 Geo-Hazards bentuk lereng tebing jalan initial slope boulder batuan siap jatuh vegetasi penutup scar badan jalan Foto 3. Pengupasan bentuk lahan dengan kelerengan yang curam, tersusun oleh batuan pejal dengan kekar (joint) yang rapat dan berindikasi sesaran, rentan terhadap jatuhan batuan, berbahaya bagi pengguna jalan. Lokasi: Timur Dusun Panggungan. Arah kamera: N330 E. No. Lokasi pengamatan: J.91/92 Gambar 9. Sketsa jatuhan batuan (rocks fall) dari Foto 3, merupakan salah satu fenomena proses geomorfologi yang masih berlangsung. Lokasi J.91/92. vegetasi penutup permukaan tanah/soil initial slope J Vegetasi penutup arah material longsoran scar G bidang gelincir S bidang penampang tumpukan material longsoran ke Loksado Gambar 10. Sketsa longsoran tebing jalan dan jatuhan batuan dari foto. 4. Lokasi: J.312. M Foto 4. Fenomena longsoran tanah dan jatuhan batuan, merupakan reaksi dari pemotongan lereng bentuk lahan yang mempunyai tanah penutup sangat tebal. Lokasi: J.312 (timur Dusun Tanuhi). Arah kamera: N60 E. Koordinat (GPS): 02°47.916 S dan 115°27.447E. scar tepi jalan tertutup longsoran Foto 5. Jatuhan batuan diikuti longsoran tanah merupakan salah satu peristiwa membahayakan bagi pengguna jalan Lokasi: J.313 (timur Dusun Muarauroi). Arah kamera: N10 E. Koordinat (GPS): 02°47.904 S dan 115°27.449E. 330 JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards Foto 6. Indikasi gerakan tanah pada tebing jalan (longsoran tebing) Sepanjang 20 m, mengancam usia pemakai jalan. L o k a s i J.35/36 (bagian barat Dusun halunuk). Arah kamera N 2 3 0 ° E . Koordinat (GPS) 02°49.041S dan 115°21.874E Gambar 11. Sketsa mekanisme longsoran tebing jalan dari Foto 6. Lokasi J 35/36 (bagian barat Dusun Halunuk). Arah kamera N230ºE Koordinat (GPS) 02°49.041S dan 115°21.874E J G S M Foto 7. Pemotongan tebing bukit, pengupasan tanah penutup, dan pembuatan terrasiring yang tidak tepat mempercepat longsoran tebing jalan. Lokasi J.326/327 (barat Dusun Muarauroi). Arah kamera N160ºE Koordinat (GPS) 02º47.875S dan 115º28.027E Foto 8. Konstruksi jalan menumpang pada lereng hasil kupasan bentuk lahan dengan kelerengan awal > 35º dengan tanah penutup yang tebal, sangat berpotensi longsor. Peristiwa longsoran badan dan gawir jalan ini dipercepat oleh sistem drainase yang buruk, sehingga air hujan menerobos melalui tebing hasil kupasan menembus badan jalan dan membuat jenuh gawir jalan, terjadilah longsoran Lokasi J.349/350 (timur Dusun Muarauroi). Arah kamera N285ºE. Koordinat (GPS) 02º47.581S dan 115º29.097E JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 331 Geo-Hazards badan jalan scar initial slope material longsoran badan & gawir jalan bidang gelincir Foto 9. Potret terperinci jenis kerusakan jalan dengan tipe longsoran badan dan gawir jalan di sebelah timur Dusun Halunuk. No. Lokasi: J 48, arah kamera ESE Koordinat GPS: 02 49.183S & 115 22.458E. Gambar 12. Sketsa mekanisme longsoran gawir jalan, diperkirakan ruas jalan ini merupakan hasil pemotongan lereng bentuk lahan (road cut) dengan initial slope agak curam. Kemiringan gawir jalan yang curam dan terdiri atas tanah (soil) tebal, menyebabkan badan jalan rentan retakan dan longsoran. Lokasi: Timur Dusun Halunuk No. Lokasi: J 48, koordinat GPS: 02 49.183S & 115 22.458E. J G S M Foto 10. Tampilan keretakan jalan sepanjang ruas jalan No. Lokasi: J.310 (Dusun Tanuhi timur), arah kamera N0°E. Foto 12. Longsoran tebing jalan merupakan pemandangan yang sangat umum terjadi pada kawasan yang kehilangan tanah penutupnya. Lokasi: J.145 (utara Dusun Tangkaramin). Arah kamera: N330°E. permukaan tanah/Soil vegetasi penutup scar scar arah material longsoran jejak longsoran arah material longsoran vegetasi penutup initial slope bidang penampang bidang gelincir badan jalan Foto 11. Tipe retakan memotong jalan secara diagonal. No. Lokasi: J.313 (Dusun Muarauroi), arah kamera N160°E. 332 rambu2 lalulintas Gambar 13. Sketsa longsoran tebing jalan dari Foto 12. Lokasi: J.145. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards 115°15' 115°30' J 326/327 E S J 9 E J 35/36 E J 4/5 S E S J 312/313 B S E E S J 144/146 J J 154/155 G PETA INDEK S E S KALIMANTAN A J 197/198 U A M BANJARMASIN Daerah penelitian J 247 0 2Km 115°15' TIPE KERUSAKAN YANG ADA (SEP-OKT'98) PREDIKSI TIPE KERUSAKAN MENDATANG SIMBOL TERPERINCI ELEMEN GEOMORFOLOGI E Jalan rentan erosi A Jalan rentan amblesan B Jalan rentan jatuhan batuan B S Jalan rentan gerakan tanah Lokasi pengamatan kerusakan jalan Gerakan tanah/batuan Mata air (a) biasa (b) panas belerang SIMBOL-SIMBOL LAIN J 4/5 Air terjun Lahan kritis Ruas jalan yang diteliti Ruas jalan utama Ruas jalan kota Gambar 14. Peta geomorfologi untuk kelayakan jalan ruas jalan Kandangan - Lumpangi Bagandah. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 333 Geo-Hazards – Pelapukan Pelapukan sangat kuat, terutama pada batuan granit berusia Kapur yang sarat akan kekar. Kedalaman pelapukan sangat beragam, rata-rata lebih dari 5 m. Tanah penutup pada masing-masing bentuk lahan yang dilalui ruas jalan ini secara setempat mempunyai potensi longsor. Oleh karena itu, perlu pengamatan lebih terperinci tentang faktor ketebalan, kemiringan lereng, tumbuhan penutup, dan curah hujan. Gerakan tanah jenis solifluction sering terjadi di ruas jalan ini dalam skala dan frekuensi tidak besar. – Proses geomorfologi J Proses geomorfologi berperan sangat aktif, terutama erosi (hulu, samping), sementara gerakan tanah jenis solifluction dijumpai secara setempat-setempat, terutama pada lapisan tanah penutup yang tebal sebagai hasil pelapukan batuan granit, amblesan (settlement) dan jatuhan batuan. Ruas jalan sepanjang 25,5 km tersebut paling sedikit memotong lebih dari delapan belas buah lembah sungai, di luar galur (gully) dan alur (rill). Selain peristiwa tersebut, fenomena keaktifan proses geomorfologi juga dicerminkan oleh amblesan di sekitar Dusun Malinau, timur Dusun Batung, dan selatan Bagandah (Gambar 6). Kegiatan lain gerakan tanah dapat dijumpai di ruas jalan lokasai pengamatan J.144/145 (Gambar 13 dan foto 12), J.154/155 (Gambar 4). – Kelompok batuan diorit (baik untuk pengeras jalan/onderlaag) – Kelompok batuan andesit (baik untuk semua konstruksi jalan) – Kelompok batuan tufa kristal (batuan alternatif pengeras jalan urugan dasar) – Kelompok batuan gamping (batuan alternatif pengeras jalan urugan dasar) Material konstruksi tersebut sangat mudah didapat dan tidak jauh dari ruas jalan dimaksud, yaitu di titik pengamatan S. 25, S. 36, S. 47, dan S. 48 (Gambar 4). Dari hasil uji lapangan dan laboratorium petrografi ada empat kelompok batuan konstruksi, yaitu: – Kelompok batuan granit (baik untuk pengeras jalan/onderlaag) – Kelompok batuan andesit (baik untuk semua konstruksi jalan) – Kelompok batuan tufa kristal (batuan alternatif pengeras jalan) G – Kelompok batuan gamping (batuan alternatif pengeras jalan dan urugan). KESIMPULAN DAN SARAN S Ketersediaan material konstruksi untuk sarana perbaikan dan peningkatan kelas jalan tidak mengalami kesulitan. Disamping lokasinya dekat dengan ruas jalan, beberapa material konstruksi yang tersedia diperkirakan mempunyai daya dukung yang sesuai. Untuk mengetahui keberadaan dan kualitas fisik batuan perlu dilakukan beberapa tahapan kerja, di antaranya adalah delineasi cadangan material konstruksi, mengetahui jenis material konstruksi (dalam konteks ini menggunakan fasilitas laboratorium petrografi), dan kuat tekan masingmasing material konstruksi. Dari hasil peninjauan lapangan dijumpai empat kelompok batuan konstruksi, yaitu: 334 M MATERIAL KONSTRUKSI Beberapa permasalahan geomorfologi yang menyebabkan terjadinya kerusakan jalan sangat berkaitan dengan sudut lereng, laju erosi (lateral dan hulu), derajat kepadatan tanah/soil, dan zona gambutan atau lempungan beberapa bentuk lahan. Jenis permasalahan tersebut dapat berupa gerakan tanah (solifluction), jatuhan batuan (rocks fall), pembentukan lembah, dan amblesan. Sementara permasalahan geomorfologi lainnya adalah banjir, terutama di sekitar Kota Kandangan. Secara geomorfologis, ruas jalan KandanganLumpangi-Bagandah layak ditingkatkan statusnya sebagai sebagai jalan kelas satu (lintas berat) dengan memperkecil risiko permasalahan geomorfologi (longsor, erosi/pertumbuhan lembah, amblesan, dan jatuhan batuan). Sistem pengupasan lereng harus mempertimbangkan sudut kemiringan lereng bentuk lahan, ketebalan tanah/soil suatu bentuk lahan, dan bila memungkinkan melakukan terrasiring yang disesuaikan dengan letak ruas jalan (road cut) terhadap besar kemiringan pemotongan bentuk lahan. JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 Geo-Hazards Memperhatikan arus sungai pada lokasi-lokasi ruas jalan yang memotong lembah sungai dimaksudkan untuk menentukan kedudukan jembatan/jalan agar memotong dengan arah tegak lurus perkembangan alur sungai di masa mendatang. Diharapkan dengan cara tersebut usia jembatan akan lebih lama terhadap kegiatan arus sungai. Perhatikan sistem drainase jalan, khususnya pada ruas jalan yang kandungan lempungan/gambutannya besar, dan perlu diperhatikan pula sistem drainase bagi ruas jalan yang melintasi bentuk lahan yang mempunyai zona permukaan air dekat dengan permukaan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Survei Geologi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menerbitkan tulisan ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Dewan Redaksi dan rekan-rekan yang telah membantu dalam penerbitan tulisan ini. ACUAN Damen M.C.J., (1987). Introduction to soil erosion by water , ITC course, Enchede, The Netherlands Gils H.van, Huizing, H., Kannegieter, A., Der Zee D. van, (1991). The evolution of the ITC system of rural land use and land cover classification (LUUC), ITC Jour. (1991-3), p.163-164. Heryanto. R dan Sanyoto, P., (1994). Peta Geologi Lembar Amuntai, Kalimantan, skala 1:250.000, Puslitbang Geologi, Bandung J Margono. U, Sutrisno, Susanto, E., (1997). Peta Geologi Lembar Kandangan, Kalimantan Selatan, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung G Meijerink A.M.J., (1998). Data acquisition and data capture through terrain mapping units, ITC Jour. (1988) (1): 23-44. Mulyadi S., (1995). Masalah kemantapan lereng galian jalan, Pelatihan kegempaan dan mitigasi, Kanwil Dep. P.U. Nusa Tenggara. S Poedjoprajitno, S. Kamawan, Suharsono., (2000). Peta Geomorfologi Lembar Kandangan, Kalimantan Selatan, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung M Reineck, H.E., Singh, I.B., (1973). Depositional sedimentary environments., Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, 439 p Scheidegger, A. E., (1987). Systematic geomorphology, Springer-Verlag, Wien New Yorks: 285 pp Zuidam. R.A. van., (1985). Aerial photo Interpretation in terrain analysis and geomorphologic mapping, Smiths publisher, The Hague, The Netherlands, 442 p. Naskah diterima : Revisi terakhir 4 Maret 2008 : 11 Juni 2008 JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008 335