Geo-Hazards

advertisement
Geo-Hazards
STUDI GEOMORFOLOGI UNTUK KELAYAKAN TEKNIS JALAN RUAS KANDANGANBAGANDAH KALIMANTAN SELATAN
S. Poedjoprajitno
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122
SARI
Ruas jalan Kandangan - Bagandah merupakan jalan alternatif terpendek yang menghubungkan kota-kota yang terletak di
bagian utara Kalimantan Selatan dengan pelabuhan laut Batulicin di wilayah Kalimantan Selatan.
Ruas jalan yang sebagian besar melewati medan berlereng curam, serta tebalnya tanah lapuk merupakan faktor utama
penyebab ruas jalan ini berkerentanan tinggi terhadap ancaman gerakan tanah.
Beberapa permasalahan geomorfologi yang menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan jalan sangat berkaitan dengan
kondisi bentuk lahan, yakni: sudut lereng, derajat kepadatan tanah (soil), zona gambutan maupun lempungan.
Berdasarkan aspek fisik lahan tersebut, maka gerakan tanah yang ditimbulkan berupa: rayapan, jatuhan batuan,
pembentukan lembah (erosi lateral, erosi ke hulu), dan amblesan.
Kata kunci: bentuk lahan, kelurusan, kelerengan, gerakan tanah, ruas jalan
J
ABSTRACT
Kandangan-Bagandah road is the shorthest road alternative, which connects many town in South Kalimantan with the
sea port of Batulicin, South Kalimantan.
G
The road crossing a steep slope terrain and the very thick weathered soil has caused this road segment have the high
susceptibility of mass movement.
S
Geomorphological problems causing the road damage relate to the condition of landform such as: slope, degree of land
density, peat or clay zone. Based on the physical aspect, the problems occurr as: mass movement soil creep, rock fall,
development of valley (lateral erosion, backward erosion) and subsidence.
Keywords: landform, lineament, sloping, mass movement, roadway
Latar Bekang
Sehubungan dengan makin membaiknya sarana
transportasi darat pada hampir seluruh wilayah
tanah air, suatu daerah seharusnya dapat dengan
mudah dijangkau dalam waktu yang singkat.
Semakin cepat mencapai suatu daerah di pelosok
negeri ini, maka semakin cepat teratasi problem
internal yang dihadapi daerah tersebut. Oleh karena
itu perlu dibuat sarana dan prasarana pendukung
transportasi darat yang baik dan memenuhi kriteria.
Kebijakan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan
yang telah merintis jalan baru yang menghubungkan
kota Kandangan dengan pelabuhan alam Batulicin
merupakan salah satu terobosan terhadap
permasalahan tersebut. Kebijakan tersebut harus
didukung oleh informasi keilmuan, diantaranya
adalah geomorfologi.
Geomorfologi adalah salah satu cabang ilmu
kebumian yang mempelajari berbagai macam bentuk
lahan, baik tingkat usia maupun prosesnya di
permukaan bumi. Macam-macam bentuk lahan yang
ada sekarang merupakan hasil proses geomorfologi
yang memerlukan waktu sangat lama, berupa
“peningkatan bentuk” (agradation) maupun
“pengurangan bentuk” (degradation). Semua bentuk
lahan secara cepat atau lambat selalu mengalami
perubahan melalui proses geomorfologi.
M
PENDAHULUAN
Informasi geomorfologi sangat diperlukan untuk
setiap kegiatan pemanfaatan bentuk lahan. Di
Indonesia, keterlibatannya belum optimal, salah satu
contoh adalah amblesnya ruas jalan tol Cipularang.
Peristiwa tersebut dapat dihindari apabila sejak awal
telah mempertimbangkan aspek geomorfologi.
Proses geomorfologi dapat menghasilkan berbagai
macam bentuk lahan yang dapat diamati melalui
segmen-segmen pola aliran sungai, kelurusan,
struktur, jenis batuan, pelapukan, erosi,
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
319
Geo-Hazards
perombakan, pengangkutan dan pengendapan.
Aspek-aspek yang langsung berpengaruh pada
pemanfaatan lahan adalah: proses geomorfologi
deliniasi, keterdapatan bahan konstruksi, dan jenis
kerusakan yang mungkin akan timbul.
Oleh karena itu, setiap kegiatan pemanfaatan lahan
seyogianya mempertimbangkan proses
geomorfologi.
Pontianak
Maksud dan Tujuan
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengupas masa
depan ruas jalan Kandangan-Bagandah melalui
analisis geomorfologi pragmatis. Tujuannya adalah:
pertama. memberikan informasi dasar
kegeomorfologian yang bersifat “semidetail” tentang
berbagai macam bentuk morfologi yang diperlukan
dalam pekerjaan konstruksi. Kedua memberikan
peringatan dini sehubungan dengan proses
geomorfologi yang berjalan.
J
Metode
KALIMANTAN
Samarinda
Palangkaraya
BANJARMASIN
Daerah penelitian
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.
Beberapa aspek geomorfologi yang bermanfaat bagi
pembangunan daerah akan dikemukakan berikut ini.
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
G
Metode yang digunakan adalah pendekatan analisis
kelurusan morfologi dari potret udara dengan skala
1:100.000. Pengecekan lapangan (ground check)
dilakukan dengan lintasan kompas (passing
compass) sepanjang ruas jalan yang diteliti,
memetakan beragam bentuk lahan dengan
mengedepankan aspek pragmatis survei, membuat
peta kelerengan di sekitar lajur jalan dan merekam
proses geomorfologi yang terjadi serta melakukan
pengukuran arah kekar dan gawir sesar di daerah
penelitian.
Daerah penelitian tersusun oleh sepuluh formasi
batuan dari umur Yura Tengah hingga Plistosen Awal,
dan terakhir Holosen adalah endapan aluvial
(Heryanto dan Sanyoto, 1994), Gambar 2.
S
Pembagian kelompok batuan berdasarkan formasi
dalam peta disederhanakan berdasarkan umur dan
beberapa sifat fisiknya, yaitu:
M
Peta dasar yang dipergunakan adalah peta topografi
hasil fotogrametri dari pemotretan tahun 1981/1982
oleh BAKOSURTANAL. Prasarana jalan yang melalui
daerah penelitian baru dibangun pada awal 1990an, sehingga belum tergambar pada peta dasar yang
dipergunakan. Sebagian ruas jalan lama yang
tergambar pada peta pun kurang pas letaknya. Oleh
karena itu, penelitian ruas jalan tersebut dilakukan
dengan metode “lintasan kompas” (passing
compass) dan penentuan lokasi dengan
menggunakan GPS.
– Kelompok batuan Pratersier, terdiri atas:
§ Batuan malihan, tersingkap sedikit di desa
Lambala, mudah retak dan berlembar,
kurang baik sebagai material pengeras jalan.
§ Batuan terobosan berupa granit, granodiorit,
dan diorit, tersingkap sangat luas di daerah
penelitian mulai dari Gunung Kelantikan
sampai Desa Batuayan. Batuan ini sangat
baik sebagai material konstruksi jalan.
§ Batugamping yang tersingkap tidak merata
di Desa Batulaki sampai Desa Miawa,
Gunung Pananggungan. Merupakan material
alternatif setelah batuan beku.
§ Batuan Gunung Api Haruyan yang berupa
Lokasi daerah penelitian
Daerah penelitian terletak di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan bagian utara, Provinsi Kalimantan Selatan.
Terdapat dalam koordinat 115°15’ - 115°30’ BT dan
02°45’ - 03°00’ LS (Gambar 1).
320
breksi gunung api dan lava basal. Batuan ini
sangat baik untuk material konstruksi.
§ Konglomerat aneka bahan dari Formasi
Pitap, tersusun atas fragmen granit dan
batugamping. Fragmen granit baik sebagai
material konstruksi jalan.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
115º15’
02º45’
02º45’
115º30’
Keterangan Geologi
Aluvial
Qa
Sesar
Loksado
Lumpangi
E
TQd
Formasi Dahor
TQdt
AnggotaLayang
Formasi Dahor
Tmw
Formasi Warukin
Tomb
Formasi Berai
Jurus kemiringan lapisan
Tet
Formasi Tanjung
Ksp
Formasi Pitap
Kvh
Batuan Gunungapi
Haruyan
Klb
Batugamping Batununggal
Kgr
Granit Belawayan
Mm
Batuan Malihan
Pola jalan yang diteliti
U
Bagandah
03º00’
03º00’
115º15’
S
115º30’
Penampang Geologi
125 m
J
E
T
B
F
Ke Batulicin
0
5
10Km
F
G
Gambar 2. Peta geologi ruas jalan Kandangan-Lumpangi Bagandah (dikutip dari sebagian Peta Geologi Lembar Amuntai, Kalimantan, Heryanto dan
Sanyoto, 1994).
GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN
S
– Kelompok batuan Tersier:
§ Kelompok batuan Tersier secara fisik tidak
– Kelompok batuan Kuarter:
§ Kelompok endapan termuda adalah aluvium
(Qa) yang terdiri atas lempung kaolinit, dan
lanau bersisipan pasir, gambut, kerakal, dan
bongkahan lepas. Pada umumnya
membentuk morfologi kipas aluvium, kipas
aluvium danau dan lereng rombakan
(Poedjoprajitno drr., 2000). Sekali pun
terbatas sebarannya pada unit morfologi
lereng rombakan yang tersusun atas kerakal
dan bongkahan lepas dari batuan terobosan
dan batugamping, secara selektif dapat
dipakai sebagai material konstruksi.
M
disarankan sebagai alternatif material
konstruksi, karena terdiri atas batuan yang
relatif lunak dan mudah terurai, kecuali
batugamping foraminifera besar dari
Formasi Berai di Desa Lumpangi, Gunung
Ambulung dan Ambilik.
Berdasarkan potret udara skala 1:100.000 tahun
1982, dibuat peta geomorfologi (Gambar 3) yang
memberikan gambaran bahwa geomorfologi daerah
penelitian dibentuk oleh empat bentukan asal
(morphology origin), masing-masing bentukkan asal
tersebut masih diklasifikasikan menjadi unit
geomorfologi yang lebih kecil, yaitu menjadi bentuk
lahan (landform). Selain itu, juga dapat diidentifikasi
sejumlah gawir sesar, gerakan tanah, dan batuan,
lahan kritis, facet segitiga, dan beberapa arah
kemiringan lapisan batuan.
Peta geomorfologi sangat membantu dalam
pelaksanaan pengecekan lapangan, karena peta
tersebut dapat digunakan sebagai acuan atau
sebagai fungsi kontrol penelitian. Pengamatan
lapangan menunjukkan bahwa dari 46 lokasi
pengamatan bentuk lahan (Gambar 4) dijumpai
sembilan belas lokasi kerusakan ruas jalan. Tipe
kerusakannya antara lain: jatuhan batuan, rayapan
(longsoran) tanah, erosi, dan keretakan. Selain itu,
juga ditemukan delapan lokasi batuan bahan
konstruksi, berupa: andesit, granit, dan batugamping
sebagai batuan konstruksi alternatif.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
321
Geo-Hazards
Dari pengecekan lapangan dapat dipastikan bahwa
geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi
empat satuan utama bentukan asal (Gambar 5),
yaitu: bentukan asal struktur [S], denudasi [D],
fluviatil [F], dan pelarutan [K]. Masing-masing
bentukan asal itu dibagi lagi lebih terperinci menjadi
tiga atau lebih bentuk lahan yang khas, dengan arah
sebaran sejajar dengan arah umum kelurusan dan
struktur geologi regional Kalimantan Selatan.
Analisis kelurusan geomorfologi daerah penelitian
(Gambar 6) yaitu: kelurusan punggungan, lembah
sungai, bidang gawir, vegetasi, dan komposit, sangat
membantu untuk mengetahui arah tegasan yang
bekerja di daerah penelitian. Hasil analisis kelurusan
menunjukkan bahwa arah kompresi maksimum
daerah penelitian secara umum adalah timur laut barat daya dengan arah tarikan maksimum utara
utarabarat-selatan selatan timur.
J
Bentuk lahan di daerah penelitian disusun oleh
aneka beragam batuan dengan sejumlah kekar yang
sangat rapat. Satu dari sekian bentuk lahan yang ada
dibentuk atas tanah (subsoil) yang kaya akan
lempung dengan permukaan air tanah yang tinggi
dan kemampuan drainase yang rendah.
G
– Analisis kelurusan
Analisis kelurusan (lineament) dari potret udara
pankromatik hitam putih skala 1:100.000
menunjukkan bahwa ruas jalan antara MawangiHalunuk dilintasi beberapa kelurusan lembah
berarah timur laut - barat daya, yang searah dengan
struktur geologi regional Kalimantan Selatan.
Berdasarkan analisis statistik diagram kipas
kelurusan-kelurusan itu menunjukkan arah
maksimum utara - timur laut dan selatan - barat daya
(Gambar 6). Hal ini sesuai dengan arah umum
struktur geologi regional. Pengukuran dan analisis
kekar pada lokasi terpilih (Lokasi J-36, Foto 1 & 2,
Gambar 8) pada batuan andesit Tersier (Margono,
1997) menunjukkan bahwa arah pemampatan
maksimum N253°E. Analisis kekar tersebut di atas
menunjukkan bahwa ruas jalan di daerah ini
melewati lajur sesar lokal (Wahyudiono, komunikasi
lisan 1999).
S
Kemiringan lereng sekitar ruas jalan yang diteliti,
berdasarkan klasifikasi kelerengan Meijerink A.M.J.
(1998) dapat diklasifikasikan menjadi lima macam,
yaitu: miring landai, miring, agak curam, curam, dan
sangat curam (Gambar 7). Di dalam peta kelerengan
juga dicantumkan lokasi-lokasi kerusakan jalan, agar
dapat dilihat langsung kaitan kerusakan jalan
terhadap kelerengan bentuk lahan maupun terrainnya.
sampai di Dusun Loksado di tepi Sungai Amandit
yang merupakan daerah rekreasi arung jeram dan
daerah kegiatan suku asli Kahayan. Beberapa
analisis geomorfologi di sepanjang ruas jalan itu
adalah sebagai berikut :
M
ASPEK GEOMORFOLOGI RUAS JALAN
KANDANGAN - BAGANDAH
Foto 1. Penampakan terperinci sebagian dari pola kekar yang dianalisis
untuk membantu perkembangan analisis morfostruktur daerah
bersangkutan (Lokasi: J.36). Tanda kotak warna merah adalah
daerah yang diukur dan dianalisis
Ruas jalan Kandangan - Loksado
Ruas jalan sepanjang 34 km ini melintasi beragam
bentuk lahan sepertiga bagian di antaranya melalui
bentuk lahan dataran hasil kegiatan fluviatil (F1, F4
dan F6) dengan risiko banjir. Sementara sepertiga
bagian lagi melalui bentuk lahan perbukitan dan
pegunungan sebagai hasil dari kegiatan pelarutan
(K1), denudasi (D2, D3, D4), dan struktur (S1)
dengan risiko gerakan tanah, pembentukan lembah
karena erosi dan jatuhan batuan. Secara keseluruhan
ruas jalan ini merupakan jalan aspal dengan lebar
12-15 m di daerah perkotaan dan 7-9 m di daerah
perbukitan dan pegunungan. Ujung ruas jalan
322
Foto 2. Penampakan terperinci sebagian dari pola kekar yang dianalisis
untuk membantu perkembangan analisis morfostruktur daerah
bersangkutan. Lokasi : J.36.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
J
G
S
U
T
B
S
M
Sumber: foto udara 1982, Bakosurtanal
0
5
10Km
Gambar 3. Peta foto geomorfologi daerah penelitian.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
323
Geo-Hazards
115°15'
115°30'
ke Tanjung, Samarinda
176
32 Ambutuh
273
561
561
9
Pandulangan 31
230
Hamak 35
7
246
28
J
280/281
176
Madang
KANDANGAN
256
J9
26
J
35/36
252
J
48
71/72
14
Padangbatung
S
25
S
36
Halunuk
Mandapai
Mawangi
J
359/360
J
349/350
Loksado
Muarauroi
Tanuhi
46
Panggungan
264
J
91/92
591
221
Sungairaya
287
28
24
453
20
37
16
15
492
Lumpangi
49
J
17/18
J
326/327
S
45
Muara-Atib 263
27
J
4/5
J
312/313
S
47
J
96/97
Tayub
J
292/293
Malinau
Pagarhaur
Batulaki
70
115
316
g
17
18
23
21
110
20
620
38
576
Tangkaramin
132
39
351
22
210
J
154/155
G
276
Budimulya
316
S
40
347
J
19
436
J
144/145
Muarapipi
226
J
131/132
332
500
633
41
276
457
276
332
J
165/166
Lalapin
166
633
S
42
S
85
330
Batung
S
43
376
653
555
11
9
Batuampar
5
6
8
7
243
Miawa
142
4
366
J
197/198
M
Baramban
10
Bagandah
S
44
703
608
162
Ke Batulicin
240
780
163
191
697
J
247
603
284
283
339
191
118
300
718
115°15'
115°30'
KETERANGAN
46
Lokasi pengamatan bentuk lahan
S
36
Lokasi pengamatan, singkapan dan
pengambilan percontoh batuan
J
4/5
Lokasi pengamatan kerusakan jalan
Jatuhan batuan
Erosi
Tanah longsor
Retak
Amblesan
Jalan utama
Andesit piroksen
Jalan kota
Andesit porfiri (?)
Ruas jalan yang diteliti
Sungai
300
Garis ketinggian
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
S
Granit
Diorit hornblende
T
B
Andesit hornblende porfir
Gambar 4. Peta lokasi pengamatan bentuk lahan dan singkapan batuan konstruksi daerah penelitian.
324
U
0
1
2
3
4 Km
Geo-Hazards
Gambar 4
115°15'
ke Tanjung dan Samarinda
115°30'
32
K1
35
31
F6
D1
S1
28
F4
J
96/97
K3
KANDANGAN
F1
S1
J9
26
Padangbatung
F1
Muarauroi
Loksado
Tanuhi
46
K2
F3
Lumpangi
D3
Mandapai
Mawangi
J
326/327
S
45
D4
S
36
J
35/36
48
S
25
S
47
D5
27
J
4/5
F6
J
312/313
F2
Halunuk
49
Sungairaya
16
15
F5
24
S1
K1
37
D4
S1
Pagarhaur
Batulaki
D3
S3
17
S4
18
226
23
21
110
20
S
40
J
19
38
Tangkaramin
S2
39
22
K1
G
D4
S1
276
276
K3
9
10
5
Baramban
4
K2 K1
K3
Lalapin
S
42
F3
S
43
Batung
Bagandah
S
44
F1
7
8
Miawa
S4
M
6
41
S
166
11
D5
F5
276
D5
Ke Batulicin
J
247
D4
D2
115°15'
115°30'
KETERANGAN
Bentukan asal struktur
S1 S2 S3 S4
D 1 D2 D3 D4 D5
Bentukan asal karst
Titik pusat potret udara
U
Jalan utama
Lokasi pengamatan bentuklahan
Jalan kota
Bentukan asal denudasi
F1 F2 F3 F4 F5 F6 Bentukan asal fluvial
K1 K2 K3
46
S
36
Lokasi pengamatan dan
pengambilan contoh batuan konstruksi
J
4/5
Lokasi pengamatan kerusakan jalan
T
B
Ruas jalan yang diteliti
S
Sungai
0
300
1
2
3
4 Km
Garis ketinggian
Gambar 5. Peta geomorfologi ruas jalan Kandangan-Lumpangi Bagandah serta lokasi pengamatan aspek geomorfologi.26
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
325
Geo-Hazards
115°15'
115°30'
ke Tanjung, Samarinda
0N
270 W
E 180
J
312/313
J
96/97
KANDANGAN
J
4/5
0N
J
326/327
S 180
Straight valley
J
35/36
Loksado
Tanuhi
J9
270 W
1
E 90
Padangbatung
Lumpangi
Mandapai
Mewangi
7
S 180
Topographic escarpments
N0
270 W
E 90
N0
E 90
270 W
S 270
Linier ridges
J
Tangkaramin
S 180
Combination of linear feature
G
Lalapin
S
Batung
N0
Bagandah
8
270 W
E 90
M
S 180
Linear tone (Vegetation)
Ke Batulicin
115°15'
Sumber: potret udara pankromatik 1981,Bakosurtanal
115°30'
Keterangan
Kelurusan punggungan
Jalan utama
Kelurusan komposit
Jalan kota
Kelurusan lembah sungai
Ruas jalan yang diteliti
Kelurusan bidang gawir
Kelurusan vegetasi /tone
Arah tegasan
kompresi maksimum
J
4/5
Lokasi kerusakan jalan
yang diamati
Sungai
U
Titik pusat
potret udara
N0
270 W
E 90
S
S 180
Combination of linear feature
Arah tegasan
tarikan maksimum
7
T
B
Diagram rose
(analisis kelurusan)
Lokasi pengukuran
kekar
0
1
2
3
4 Km
Gambar 6. Peta kelurusan geomorfologi ruas jalan Kandangan-Lumpangi Bagandah serta analisis kelurusannya, ditunjukkan dengan pola
diagram mawar.
326
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
Gambar 5
115°15'
115°30'
ke Tanjung, Samarinda
J
312/313
J
326/327
J
96/97
KANDANGAN
Muarauroi
J
4/5
J
35/36
Loksado
Tanuhi
Muara Atib
J9
Lumpangi
Halunuk
Mandapai
Mewangi
Padangbatung
J
144/146
U
Tangkaramin
T
B
J
154/155
S
0
1
2
3
4 Km
Lalapin
PETA INDEK
J
197/198
Batung
J
Bagandah
KALIMANTAN
DAERAH PENELITIAN
G
BANJARMASIN
Ke Batulicin
J
247
115°30'
115°15'
S
KETERANGAN
Sungai
Miring landai (2°-5°)
Curam (12°-33°)
Jalan kota
Miring (5°-8°)
Sangat Curam (33°-83°)
Ruas jalan yang diteliti
Agak curam (8°-12°)
J
4/5
Jalan utama
Lokasi kerusakan jalan
yang diamati
M
Gambar 7. Peta kemiringan lereng ruas jalan Kandangan - Lumpangi Bagandah serta lokasi pengamatan kerusakan jalan.
vegetasi
garis
sesar utama
simbol arah
bidang sesar utama
scree
kesan berlapis
ANDESIT
TUFA TERSILIFIKASI
scree
simbol arah
bidang sesar penyerta
1
area
digali untuk
bahan bangunan
150 cm
100 cm
50 cm
0 cm
2
garis
sesar penyerta
Lokasi
pengukuran
kekar
Gambar 8. Sketsa ekspresi morfostruktur meso (Foto 2) dipadukan dengan data geologi : (1) hybrid joint, (2) shear joint, menunjukkan adanya
pergeseran menganan (Wahyudiono, 1999/komunikasi pribadi).
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
327
Geo-Hazards
– Analisis kemiringan lereng
J
Ruas jalan Kandangan - Loksado memiliki sudut
kemiringan lereng beragam. Kemiringan lereng
terbesar hingga >35° terletak di beberapa tempat
sebelah timur Dusun Mewangi, (Gambar 7). Secara
setempat, daerah sekitar Dusun Halunuk,
Muaraatib, dan sebelah timur Dusun Tanuhi
mempunyai kemiringan lereng yang agak curam.
Ruas jalan ini dicirikan oleh lereng-lereng yang curam
menurut klasifikasi Meijerink (1998). Kemiringan
lereng tersebut berkaitan erat dengan kestabilan
tanah penutup (soil), dan merupakan faktor penting
dalam penentuan kelengkungan jalan. Tingkat
ketelitian peta kemiringan lereng sangat bergantung
pada skala peta yang dipakai; misalnya kemiringan
lereng yang sangat curam di lokasi J.312/313 tidak
terpetakan dalam penelitian yang menggunakan peta
dasar skala 1:50.000 ini. Kemiringan lereng
menunjukkan bahwa lebih dari separuh bagian ruas
jalan Kandangan - Loksado berkemiringan lereng
agak curam sampai curam (10% s/d 55%).
G
Secara umum, bentuk lereng masing-masing unit
bentuk lahan yang dilewati ruas jalan ini adalah
cembung, hanya sebagian kecil yang berbentuk
datar. Ini merupakan salah satu bukti bahwa
kegiatan erosi di daerah penelitian, khususnya pada
ruas jalan yang diteliti, termasuk berusia muda
dengan aktivitas tinggi (Scheidegger, 1987). Oleh
sebab itu, diperlukan pemikiran lebih cermat dalam
melaksanakan pengupasan bentuk lahan untuk
kepentingan pembuatan jalan, serta tipe terrasering.
Tipe terrasering tebing yang akan dipilih apakah tipe
teras lereng digunakan untuk menanggulangi luapan
air dan dirancang untuk daerah bercurah hujan
tinggi, teras penyerap dirancang untuk menyerap
aliran air permukaan, teras yang dibangun atas dasar
pemotongan dan pengisian tebing berlereng curam
(Morgan, 1979 dalam Damen, 1987).
pelapukan secara mikro dan makro di daerah ini juga
dicerminkan oleh sebaran pola salir daerah
penelitian. Ketebalan lapisan lapuk sangat beragam
di daerah ini, mulai dari 1,5 m hingga lebih dari 5 m.
Secara umum, kelerengan awal (initial slope) yang
terbentuk secara alamiah, tidak terlalu berbahaya
terhadap kestabilan tanah penutup pada masingmasing bentuk lahan.
– Proses geomorfologi
S
Peran proses geomorfologi di ruas jalan KandanganLokasado sangat aktif, terutama erosi (hulu,
samping) dengan produknya jatuhan batuan (rocks
fall). Indikator keaktifan erosi terletak pada tingkat
kerapatan bentuk erosi per luas daerah. Ruas jalan
sepanjang 34 km tersebut memotong lebih dari 21
buah lembah sungai, di luar galur (gully) dan alur
(rill). Selain peristiwa tersebut di atas, fenomena
keaktifan proses geomorfologi dicerminkan pula oleh
adanya jatuhan batuan di sekitar Dusun Tanuhi lokasi
J 91/92 (Foto 3 Gambar 9), lokasi J 312 (Foto 4
Gambar 10), lokasi J 313 (Foto 5). Frekuensi
kegiatan gerakan tanah jenuh air yang mengalir
secara perlahan (solifluction) yang terjadi di daerah
penelitian tidak akan seperti sekarang ini. Hal ini
terlihat dari rekaman hasil analisis potret udara dan
uji lapangan. Beberapa lokasi di sepanjang jalur
Kandangan-Loksado dinyatakan rentan terhadap
solifluction. Kenyataan tersebut dibuktikan dengan
karakter asal yang dimiliki masing-masing bentuk
lahan di antaranya adalah kelerengan yang curam
sampai sangat curam. Lapisan tanah penutup yang
tebal dan didukung oleh curah hujan di daerah sekitar
sangat tinggi. Kriteria tersebut di atas dipenuhi oleh
bentuk lahan [D1], [D4], [D5] dan [S1]. Pemicu
gerakan tanah di lokasi ini adalah perbuatan
manusia, yang dapat dibuktikan pada ruas jalan
lokasi pengamatan J 35/36 (Foto 6, Gambar 11), J
326/327 (Foto 7) dan J.349/350 (Foto 8), J 48 (Foto
9, Gambar 12).
Tingkat pelapukan di daerah penelitian sangat kuat,
terutama pada batuan granit berusia Kapur (Margono
drr., 1997). Hal ini sangat beralasan karena secara
fisik batuan tersebut teranyam kekar sangat ketat.
Melalui kekar-kekar tersebut proses pelapukan
dimulai dan cepat sekali berlangsung. Arah
328
M
– Pelapukan
– Tipe kerusakan jalan
Ruas jalan Kandangan-Loksado mempunyai
beberapa permasalahan, di antaranya adalah: retak
(Foto 10, 11), longsor, jatuhan batuan, dan
berkurangnya badan jalan karena erosi lateral dan
erosi ke hulu.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
Tipe kerusakan jalan selama bulan pengamatan
terkonsentrasi pada bagian bentuk lahan yang
mempunyai kedalaman air tanah dangkal yang
berada dekat dengan permukaan (sekitar lokasi
pengamatan No. 37), yakni di wilayah sebelum dan
sesudah Dusun Bagandah. Tipe kerusakan lainnya
yang teramati seperti halnya penggerusan badan
jalan karena erosi samping terdapat di utara Dusun
Batung (sekitar lokasi pengamatan No. 41).
Sementara jatuhan batuan terdapat di utara Dusun
Lalapin (sebelah utara lokasi pengamatan No. 41).
Berdasarkan analisis tersebut di atas gejala
amblesan diperkirakan akan terjadi di ruas jalan
sebelum dan sesudah Dusun Bagandah lokasi
J197/198 (Gambar 4).
J
Secara teoretis, penanggulangan kerentanan ruas
jalan terhadap proses geomorfologi dapat dilakukan
dengan berbagai metode, mulai dari teknik yang
paling sederhana, seperti perbaikan drainase dan
konservasi lereng sampai pekerjaan geologi teknik
dan teknik sipil yang rumit dan mahal.
G
Penerapan geomorfologi untuk kelayakan jalan,
dalam hal ini adalah analisis kelurusan, analisis
kemiringan lereng, pelapukan, dan proses
geomorfologi dapat memberikan peringatan dini,
baik dalam perencanaan pembuatan jalan, tipe
kerusakan yang sedang berlangsung, maupun
prediksi tipe kerusakan yang mungkin akan terjadi
pada ruas jalan yang telah ada (Gambar 14).
Kalimantan Timur menuju kota pelabuahan alam
Batulicin, Kalimantan Selatan. Perlu diketahui
bahwa pola jalan yang tergambar merupakan hasil
pengukuran tali dan kompas dengan beberapa titik
ikat koordinat memakai GPS portable Garmin 75
dengan nilai toleransi mencapai 100 m.
– Analisis Kelurusan
S
Hasil analisis kelurusan (lineament) menunjukkan
bahwa ruas jalan antara Dusun TangkaraminMalinau, sebelah timur ruas jalan Lalapin, antara
Dusun Batung-Bagandah antara LumpangiBagandah dilintasi beberapa kelurusan berarah utara
- timur laut selatan - barat daya (lihat diagram mawar
Gambar 5). Secara geomorfologis, ruas jalan ini
menempati lembah struktur [S4] dengan sebarannya
searah dengan struktur geologi regional Kalimantan
Selatan. Pengukuran sebaran struktur kekar pada
batuan granit yang melandasi jalan di lokasi
pengamatan No. 43 menunjukkan tegasan kompresi
maksimum berarah N82°E dan N262°E
(Wahyudiono, 1999/komunikasi pribadi). Sebagian
kecil ruas jalan tersebut memotong zona sesar,
terutama pada lokasi pengamatan 41. Keberadaan
ruas jalan ini perlu mendapat perhatian, terutama
dari kondisi struktur geologi dan proses geomorfologi
yang mempengaruhi, khususnya pada titik amat
jalan J-144/145, J-154/155 dan antara lokasi
pengamatan No. 39 sampai dengan No. 42.
Ruas jalan sepanjang 25,5 km tersebut baru 4 km
yang diaspal dengan lebar 8 m. Selebihnya
merupakan jalan hasil pengerasan batuan beku yang
ada disekitarnya dengan lebar antara 12 s/d 15 m.
Secara geomorfologi ruas jalan ini, dimulai dari
Dusun Lumpangi ruas jalan ini melewati beberapa
bentuk lahan (landform) antara lain: dataran kars
[K2] (Foto 10), pematang memanjang dengan
puncak membulat [D3], dasar lembah timbusan
[F5], pegunungan struktur tertoreh kuat [S3],
lembah struktur tertoreh kuat [S4], dan pegunungan
dengan puncak tajam tak teratur tertoreh kuat [D4].
Secara keseluruhan, ruas jalan ini merupakan
prioritas utama untuk kegiatan studi karena jalan
tersebut merupakan alternatif terpendek bagi
pengguna jalan dari kota-kota yang ada di
M
Ruas jalan lintas Lumpangi - Bagandah
– Analisis kemiringan lereng
Seperti halnya ruas jalan Kandangan - Loksado,
bentuk lahan yang dilalui ruas jalan LumpangiBagandah mempunyai kemiringan lereng beragam.
Kemiringan lereng lebih besar dari 30 terletak di ruas
jalan sebelah timur Dusun Batung sampai selatan
Dusun Bagandah, (Gambar 7). Secara setempat,
daerah sekitar Dusun Malinau, Tangkaramin, dan
sebagian Dusun Batung mempunyai kemiringan
lereng (miring - agak curam). Khususnya pada
bentuk lahan dengan batuan dasar granit (S3) yang
mempunyai sudut lereng agak curam-curam dengan
tanah penutup yang tebal dan berkerentanan sedang
akan longsor. Kondisi kemiringan lereng ini sangat
penting karena berhubungan erat dengan kestabilan
jalan dengan mempertimbangkan kondisi tanah
penutup (soil) dan kelengkungan jalan yang
diperbolehkan.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
329
Geo-Hazards
bentuk lereng tebing jalan
initial slope
boulder batuan
siap jatuh
vegetasi penutup
scar
badan jalan
Foto 3. Pengupasan bentuk lahan dengan kelerengan yang curam,
tersusun oleh batuan pejal dengan kekar (joint) yang rapat dan
berindikasi sesaran, rentan terhadap jatuhan batuan, berbahaya
bagi pengguna jalan. Lokasi: Timur Dusun Panggungan. Arah
kamera: N330 E. No. Lokasi pengamatan: J.91/92
Gambar 9. Sketsa jatuhan batuan (rocks fall) dari Foto 3, merupakan
salah satu fenomena proses geomorfologi yang masih
berlangsung. Lokasi J.91/92.
vegetasi
penutup
permukaan tanah/soil
initial slope
J
Vegetasi
penutup
arah
material
longsoran
scar
G
bidang gelincir
S
bidang penampang
tumpukan
material
longsoran
ke
Loksado
Gambar 10. Sketsa longsoran tebing jalan dan jatuhan batuan dari foto.
4. Lokasi: J.312.
M
Foto 4. Fenomena longsoran tanah dan jatuhan batuan, merupakan
reaksi dari pemotongan lereng bentuk lahan yang mempunyai
tanah penutup sangat tebal. Lokasi: J.312 (timur Dusun Tanuhi).
Arah kamera: N60 E. Koordinat (GPS): 02°47.916 S dan
115°27.447E.
scar
tepi jalan
tertutup
longsoran
Foto 5. Jatuhan batuan diikuti longsoran tanah merupakan salah satu peristiwa membahayakan bagi pengguna jalan Lokasi: J.313 (timur Dusun
Muarauroi). Arah kamera: N10 E. Koordinat (GPS): 02°47.904 S dan 115°27.449E.
330
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
Foto 6. Indikasi gerakan tanah pada tebing jalan (longsoran tebing)
Sepanjang 20 m, mengancam usia pemakai jalan. L o k a s i
J.35/36 (bagian barat Dusun halunuk). Arah kamera N 2 3 0 ° E .
Koordinat (GPS) 02°49.041S dan 115°21.874E
Gambar 11. Sketsa mekanisme longsoran tebing jalan dari Foto 6.
Lokasi J 35/36 (bagian barat Dusun Halunuk). Arah kamera
N230ºE Koordinat (GPS) 02°49.041S dan 115°21.874E
J
G
S
M
Foto 7. Pemotongan tebing bukit, pengupasan tanah penutup, dan pembuatan terrasiring yang tidak tepat mempercepat longsoran tebing jalan. Lokasi
J.326/327 (barat Dusun Muarauroi). Arah kamera N160ºE Koordinat (GPS) 02º47.875S dan 115º28.027E
Foto 8. Konstruksi jalan menumpang pada lereng hasil kupasan bentuk lahan dengan kelerengan awal > 35º dengan tanah penutup yang tebal, sangat
berpotensi longsor. Peristiwa longsoran badan dan gawir jalan ini dipercepat oleh sistem drainase yang buruk, sehingga air hujan menerobos
melalui tebing hasil kupasan menembus badan jalan dan membuat jenuh gawir jalan, terjadilah longsoran Lokasi J.349/350 (timur Dusun
Muarauroi). Arah kamera N285ºE. Koordinat (GPS) 02º47.581S dan 115º29.097E
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
331
Geo-Hazards
badan jalan
scar
initial slope
material longsoran
badan & gawir jalan
bidang gelincir
Foto 9. Potret terperinci jenis kerusakan jalan dengan tipe longsoran
badan dan gawir jalan di sebelah timur Dusun Halunuk. No.
Lokasi: J 48, arah kamera ESE Koordinat GPS: 02 49.183S &
115 22.458E.
Gambar 12. Sketsa mekanisme longsoran gawir jalan, diperkirakan ruas
jalan ini merupakan hasil pemotongan lereng bentuk lahan
(road cut) dengan initial slope agak curam. Kemiringan
gawir jalan yang curam dan terdiri atas tanah (soil) tebal,
menyebabkan badan jalan rentan retakan dan longsoran.
Lokasi: Timur Dusun Halunuk No. Lokasi: J 48, koordinat
GPS: 02 49.183S & 115 22.458E.
J
G
S
M
Foto 10. Tampilan keretakan jalan sepanjang ruas jalan No. Lokasi: J.310
(Dusun Tanuhi timur), arah kamera N0°E.
Foto 12. Longsoran tebing jalan merupakan pemandangan yang sangat
umum terjadi pada kawasan yang kehilangan tanah penutupnya.
Lokasi: J.145 (utara Dusun Tangkaramin). Arah kamera:
N330°E.
permukaan tanah/Soil
vegetasi
penutup
scar
scar
arah
material
longsoran
jejak
longsoran
arah
material
longsoran
vegetasi
penutup
initial slope
bidang penampang
bidang gelincir
badan jalan
Foto 11. Tipe retakan memotong jalan secara diagonal. No. Lokasi: J.313
(Dusun Muarauroi), arah kamera N160°E.
332
rambu2 lalulintas
Gambar 13. Sketsa longsoran tebing jalan dari Foto 12. Lokasi: J.145.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
115°15'
115°30'
J
326/327
E
S
J
9
E
J
35/36
E
J
4/5
S
E
S
J
312/313
B
S
E
E
S
J
144/146
J
J
154/155
G
PETA INDEK
S
E
S
KALIMANTAN
A
J
197/198
U
A
M
BANJARMASIN
Daerah penelitian
J
247
0
2Km
115°15'
TIPE KERUSAKAN YANG ADA (SEP-OKT'98)
PREDIKSI TIPE KERUSAKAN MENDATANG
SIMBOL TERPERINCI ELEMEN GEOMORFOLOGI
E Jalan rentan erosi
A Jalan rentan amblesan
B Jalan rentan jatuhan batuan
B
S Jalan rentan gerakan tanah
Lokasi pengamatan kerusakan jalan
Gerakan tanah/batuan
Mata air (a) biasa
(b) panas belerang
SIMBOL-SIMBOL LAIN
J
4/5
Air terjun
Lahan kritis
Ruas jalan yang diteliti
Ruas jalan utama
Ruas jalan kota
Gambar 14. Peta geomorfologi untuk kelayakan jalan ruas jalan Kandangan - Lumpangi Bagandah.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
333
Geo-Hazards
– Pelapukan
Pelapukan sangat kuat, terutama pada batuan granit
berusia Kapur yang sarat akan kekar. Kedalaman
pelapukan sangat beragam, rata-rata lebih dari 5 m.
Tanah penutup pada masing-masing bentuk lahan
yang dilalui ruas jalan ini secara setempat
mempunyai potensi longsor. Oleh karena itu, perlu
pengamatan lebih terperinci tentang faktor
ketebalan, kemiringan lereng, tumbuhan penutup,
dan curah hujan. Gerakan tanah jenis solifluction
sering terjadi di ruas jalan ini dalam skala dan
frekuensi tidak besar.
– Proses geomorfologi
J
Proses geomorfologi berperan sangat aktif, terutama
erosi (hulu, samping), sementara gerakan tanah jenis
solifluction dijumpai secara setempat-setempat,
terutama pada lapisan tanah penutup yang tebal
sebagai hasil pelapukan batuan granit, amblesan
(settlement) dan jatuhan batuan. Ruas jalan
sepanjang 25,5 km tersebut paling sedikit
memotong lebih dari delapan belas buah lembah
sungai, di luar galur (gully) dan alur (rill). Selain
peristiwa tersebut, fenomena keaktifan proses
geomorfologi juga dicerminkan oleh amblesan di
sekitar Dusun Malinau, timur Dusun Batung, dan
selatan Bagandah (Gambar 6). Kegiatan lain gerakan
tanah dapat dijumpai di ruas jalan lokasai
pengamatan J.144/145 (Gambar 13 dan foto 12),
J.154/155 (Gambar 4).
– Kelompok batuan diorit (baik untuk pengeras
jalan/onderlaag)
– Kelompok batuan andesit (baik untuk semua
konstruksi jalan)
– Kelompok batuan tufa kristal (batuan alternatif
pengeras jalan urugan dasar)
– Kelompok batuan gamping (batuan alternatif
pengeras jalan urugan dasar)
Material konstruksi tersebut sangat mudah didapat
dan tidak jauh dari ruas jalan dimaksud, yaitu di
titik pengamatan S. 25, S. 36, S. 47, dan S. 48
(Gambar 4).
Dari hasil uji lapangan dan laboratorium petrografi
ada empat kelompok batuan konstruksi, yaitu:
– Kelompok batuan granit (baik untuk pengeras
jalan/onderlaag)
– Kelompok batuan andesit (baik untuk semua
konstruksi jalan)
– Kelompok batuan tufa kristal (batuan alternatif
pengeras jalan)
G
– Kelompok batuan gamping (batuan alternatif
pengeras jalan dan urugan).
KESIMPULAN DAN SARAN
S
Ketersediaan material konstruksi untuk sarana
perbaikan dan peningkatan kelas jalan tidak
mengalami kesulitan. Disamping lokasinya dekat
dengan ruas jalan, beberapa material konstruksi yang
tersedia diperkirakan mempunyai daya dukung yang
sesuai. Untuk mengetahui keberadaan dan kualitas
fisik batuan perlu dilakukan beberapa tahapan kerja,
di antaranya adalah delineasi cadangan material
konstruksi, mengetahui jenis material konstruksi
(dalam konteks ini menggunakan fasilitas
laboratorium petrografi), dan kuat tekan masingmasing material konstruksi. Dari hasil peninjauan
lapangan dijumpai empat kelompok batuan
konstruksi, yaitu:
334
M
MATERIAL KONSTRUKSI
Beberapa permasalahan geomorfologi yang
menyebabkan terjadinya kerusakan jalan sangat
berkaitan dengan sudut lereng, laju erosi (lateral dan
hulu), derajat kepadatan tanah/soil, dan zona
gambutan atau lempungan beberapa bentuk lahan.
Jenis permasalahan tersebut dapat berupa gerakan
tanah (solifluction), jatuhan batuan (rocks fall),
pembentukan lembah, dan amblesan. Sementara
permasalahan geomorfologi lainnya adalah banjir,
terutama di sekitar Kota Kandangan.
Secara geomorfologis, ruas jalan KandanganLumpangi-Bagandah layak ditingkatkan statusnya
sebagai sebagai jalan kelas satu (lintas berat) dengan
memperkecil risiko permasalahan geomorfologi
(longsor, erosi/pertumbuhan lembah, amblesan, dan
jatuhan batuan).
Sistem pengupasan lereng harus mempertimbangkan sudut kemiringan lereng bentuk lahan,
ketebalan tanah/soil suatu bentuk lahan, dan bila
memungkinkan melakukan terrasiring yang
disesuaikan dengan letak ruas jalan (road cut)
terhadap besar kemiringan pemotongan bentuk
lahan.
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
Geo-Hazards
Memperhatikan arus sungai pada lokasi-lokasi ruas
jalan yang memotong lembah sungai dimaksudkan
untuk menentukan kedudukan jembatan/jalan agar
memotong dengan arah tegak lurus perkembangan
alur sungai di masa mendatang. Diharapkan dengan
cara tersebut usia jembatan akan lebih lama
terhadap kegiatan arus sungai.
Perhatikan sistem drainase jalan, khususnya pada
ruas jalan yang kandungan lempungan/gambutannya
besar, dan perlu diperhatikan pula sistem drainase
bagi ruas jalan yang melintasi bentuk lahan yang
mempunyai zona permukaan air dekat dengan
permukaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Pusat Survei Geologi yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menerbitkan
tulisan ini. Terima kasih pula penulis sampaikan
kepada Dewan Redaksi dan rekan-rekan yang telah
membantu dalam penerbitan tulisan ini.
ACUAN
Damen M.C.J., (1987). Introduction to soil erosion by water , ITC course, Enchede, The Netherlands
Gils H.van, Huizing, H., Kannegieter, A., Der Zee D. van, (1991). The evolution of the ITC system of rural land
use and land cover classification (LUUC), ITC Jour. (1991-3), p.163-164.
Heryanto. R dan Sanyoto, P., (1994). Peta Geologi Lembar Amuntai, Kalimantan, skala 1:250.000, Puslitbang
Geologi, Bandung
J
Margono. U, Sutrisno, Susanto, E., (1997). Peta Geologi Lembar Kandangan, Kalimantan Selatan, skala
1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung
G
Meijerink A.M.J., (1998). Data acquisition and data capture through terrain mapping units, ITC Jour. (1988)
(1): 23-44.
Mulyadi S., (1995). Masalah kemantapan lereng galian jalan, Pelatihan kegempaan dan mitigasi, Kanwil Dep.
P.U. Nusa Tenggara.
S
Poedjoprajitno, S. Kamawan, Suharsono., (2000). Peta Geomorfologi Lembar Kandangan, Kalimantan
Selatan, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung
M
Reineck, H.E., Singh, I.B., (1973). Depositional sedimentary environments., Springer-Verlag, Berlin
Heidelberg, 439 p
Scheidegger, A. E., (1987). Systematic geomorphology, Springer-Verlag, Wien New Yorks: 285 pp
Zuidam. R.A. van., (1985). Aerial photo Interpretation in terrain analysis and geomorphologic mapping,
Smiths publisher, The Hague, The Netherlands, 442 p.
Naskah diterima :
Revisi terakhir
4 Maret 2008
: 11
Juni 2008
JSDG Vol. 18 No. 5 Oktober 2008
335
Download