Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 KEPUASAN PASIEN BPJS KESEHATAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (ANALISIS MENGGUNAKAN SERVQUAL MODEL DAN CUSTOMER WINDOW QUADRANT) Gesnita Nugraheni 1*, Liga Riskya Putri2, Catur Dian Setiawan1, dan I Nyoman Wijaya1 1 Departemen Farmasi Komunitas, Universitas Airlangga Mahasiswa Prodi Sarjana Farmasi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 2 *Corresponding author email: [email protected] Abstrak Latar belakang: Sistem jaminan kesehatan nasional di Indonesia baru beroperasi sejak 2014 melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Evaluasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan penting dilaksanakan untuk mengupayakan pelayanan yang lebih baik, termasuk pelayanan kefarmasian di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai fasilitas kesehatan tingkat 1 dari BPJS Kesehatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pasien BPJS terhadap pelayanan kefarmasian di puskesmas. Metode: Sepuluh puskesmas di wilayah Surabaya Barat menjadi tempat pengambilan data. Responden dipilih secara non-random dengan metode accidental sampling. Responden adalah peserta BPJS yang pernah mengambil obat di puskesmas lebih dari sekali. Kuesioner dibuat berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas serta aspek lain yang termasuk dalam Service Quality (SERVQUAL) Model, untuk dibandingkan antara kinerja dan harapan. Pilihan jawaban menggunakan skala Likert. Uji validitas meliputi validasi isi, rupa, dan konstruk sedangkan uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha. Analisis prioritas perbaikan dilakukan menggunakan Customer Window Quadrant (CWQ). Hasil penelitian: Item-item dalam kuesioner telah valid (r hitung>rtabel) dan reliabel (αkinerja=0,879; αharapan=0,850). Seratus responden terdiri dari 84% perempuan, berusia 25-64 tahun (82%), bekerja disektor swasta/wiraswasta atau ibu rumah tangga (96%) serta mayoritas berpendidikan terakhir SMA/sederajat (46%). Responden tidak puas pada kelima aspek dalam SERVQUAL Model: (1) Tangible, (2) Reliability, (3) Responsiveness, (4) Assurance, dan (5) Empathy (Δtotal=-5,60). Item-item yang harus ditingkatkan kinerjanya (kuadran A) sebagian besar berkaitan tentang peningkatan pelayanan konseling obat seperti konfirmasi pemahaman pasien terhadap informasi yang disampaikan, saran tentang makanan/minuman yang sebaiknya dihindari, serta kualitas tempat penyerahan obat. Kesimpulan: Dengan adanya harapan pasien BPJS terhadap kualitas pelayanan kefarmasian yang relatif tinggi, apoteker seyogyanya melakukan evaluasi dan perbaikan berkesinambungan. Edukasi terhadap pasien BPJS mengenai pelayanan kefarmasian yang baik juga diperlukan agar pasien menyadari pentingnya dilakukan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Kata kunci: kepuasan pasien, kinerja, harapan, pelayanan kefarmasian, puskesmas 1. PENDAHULUAN Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia (1). Dalam pelaksanaannya, pemberian pelayanan kesehatan pada pasien BPJS menggunakan sistem rujukan berjenjang sesuai kebutuhan medis. Sistem ini dimulai dari Fasilitas Kesehatan (FasKes) tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat pertama diberikan oleh puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang dipilih peserta saat pendaftaran (2). FasKes tingkat pertama yang memiliki angka kunjungan paling tinggi adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) (3). Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (4). Puskesmas harus menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang ditunjang oleh pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang bermutu sesuai dengan Undang-undang Nomor 198 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 36 Tahun 2009 Pasal 54 Ayat 1 (5). Pasien/masyarakat menilai pelayanan yang bermutu sebagai layanan yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan yang dirasakannya. Mutu dari pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan berpotensi mempengaruhi kepuasan pasien. Kepuasan merupakan perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapanharapan (6). Dengan mengukur kepuasan pasien akan dapat diketahui mutu dari pelayanan kesehatan. Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta. Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa timur yang mempunyai jumlah penduduk yang tinggi yaitu sekitar 2.806.306 jiwa dengan luas area seluas 350,54 km2 (7). Di Surabaya, jumlah peserta BPJS Kesehatan terus meningkat. Dengan meningkatnya jumlah peserta ini pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kefarmasian harus dapat dijaga kualitasnya agar dapat memberikan pelayanan terbaik untuk dapat membantu tercapainya tujuan terapi dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu diteliti pelayanan kefarmasian pasien BPJS di Puskesmas. Informasi dari penelitian ini dapat digunakan untuk mendukung evaluasi kinerja dan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian pada pasien BPJS Kesehatan di Puskesmas. 2. METODE 2.1. Rancangan Penelitian Instrumen pada penelitian ini adalah kuesioner dengan 25 butir pertanyaan menggunakan skala Likert agar dapat mengekspresikan intensitas perasaan responden secara luas. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer yaitu data yang dihasilkan dari pengisian kuesioner pasien BPJS di Puskesmas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kusioner dengan pendekatan cross sectional. Lokasi untuk penelitian ini adalah 11 puskesmas induk di Surabaya Barat. Waktu penelitian yang dilakukan untuk pengisian kuesioner pada bulan Maret-Mei 2016. Pengambilan data dilakukan pada hari Senin-Sabtu pada jam kerja. 2.2. Populasi dan Sampel Penelitian Pasien anggota BPJS yang mendapatkan pelayanan kefarmasian di puskesmas tempat penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien BPJS yang mendapatkan pelayanan kefarmasian di puskesmas, yang ditemui saat itu. Jumlah sampel yang diteliti adalah minimal 96,04 ~ 100 sampel yang dihitung berdasarkan persamaan Lwanga and Lemeshow (8). Keterangan: N : Besar Sampel Z1-α/2 : Standar deviasi normal, ditentukan Z1-α/2 = 1,96 yang sesuai dengan derajat kemaknaan 95% P : Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p = 0,5 d : 1-p d : Tingkat kecermatan yang diinginkan, biasanya di masyarakat digunakan d sebesar 0,05 Dengan menetapkan Z = 1,96; p = 0,50; dan d = 0,10 diperoleh jumlah sampel minimal 96,04 ~ 100 responden. Kriteria Inklusi: a. Pasien anggota BPJS yang bersedia mengisi kuesioner b. Pasien anggota BPJS yang datang atau berobat ke puskesmas lebih dari satu kali c. Pasien yang mendapat resep dan mengambil obat di kamar obat atau Apotek di Puskesmas d. Pasien anggota BPJS yang berumur lebih dari 17 tahun karena sudah mempunyai 199 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 wewenang sendiri untuk mengambil suatu keputusan. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode non-random dengan teknik accidental sampling, teknik ini dilakukan dengan mengambil sampel yang kebetulan ada atau tersedia sampai diperoleh sampel sebanyak 100 pasien. 2.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen serta Analisis Data Uji validitas pada penelitian ini menggunakan 3 uji validitas, yaitu uji validitas isi, rupa, dan konstrak. Sedangkan untuk uji realibitas menggunakan koefisien alpha cronbach. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang bersifat kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner, observasi, dan dokumentasi serta dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan indikator- indikator yang ada, serta berdasarkan fakta-fakta, dalam melakukan analisis data, digunakan teknik deskriptif analisis. Teknik ini dilakukan dengan mendeskripsikan data-data di lapangan, data tersebut dianalisis dan disimpulkan. 2.3.1. Analisis SERVQUAL SERVQUAL model yang digunakan terdiri dari lima dimensi yaitu: 1) Tangible, 2) Reliability, 3) Responsiveness, 4) Assurance, dan 5) Empathy (9). Servqual model ini banyak dan telah lama digunakan pada penilaian kualitas di bidang jasa dibidang perbankan hingga bidang kesehatan (10,11). Dalam validasi isi, dimensi tersebut diadaptasikan dengan Stándar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dari Departemen Kesehatan RI tahun 2014 (12). Kepuasan pasien dapat dinilai dari membandingkan skor kinerja dengan skor harapan, apabila nilai skor kinerja melebihi dari harapan, maka dikatakan pasien merasa puas (9). SERVQUAL Model Instrument-25 item 25 item Δk-h pada 12 item bernilai (+) Δk-h pada 13 item bernilai (-) Tangibles Δk-h (0) Reliability Δk-h (-1,39) Responsiveness Assurance Empathy Δk-h (-0,54) Δk-h (-2,48) Δk-h (-0,49) Δk-h Total (-4,90) Gambar 1 Hasil Analisis Menggunakan SERVQUAL Model; k=kinerja; h=harapan 2.3.2. Customer Window Quadrant (CWQ) Untuk melihat kepentingan relatif pelanggan dapat dilihat pada kuadran jendela pelanggan (Customer Window Quadrant). Kuadran jendela pelanggan adalah suatu alat analisis kesenjangan untuk memahami kepuasan dan kepentingan relatif pelanggan terhadap jasa yang diperoleh. Jendela Pelanggan membagi karakteristik produk ke dalam empat kuadran, yaitu (13): a. Kuadran A: berisi variabel-variabel yang harus menjadi prioritas utama karena pada kuadran ini tingkat harapan tinggi sedangkan tingkat kinerja rendah. b. Kuadran B: berisi variabel-variabel yang perlu dipertahankan karena pada kuadran ini 200 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 tingkat harapan tinggi dan tingkat kinerja tinggi. Kuadran C: berisi variabel-variabel yang mempunyai prioritas rendah karena pada kuadran ini tingkat harapan dan tingkat kinerja rendah. d. Kuadran D: berisi variabel-variabel yang dianggap tidak terlalu penting oleh pelanggan, karena pada kuadran ini tingkat kinerja tinggi dan tingkat harapan rendah. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan di 11 puskesmas di Surabaya. Satu puskesmas digunakan sebagai tempat pengambilan data untuk validasi konstruk dan 10 lainnya untuk mengambil data penelitian. Total ítem dalam instrumen yang digunakan sebanyak 25 buah telah memenuhi uji validitas isi, rupa dan konstruk (rtabel= 0,082). Instrumen ini reliabel dengan alpha cronbach >0.7 (αkinerja=0,879; αharapan=0,850). 3.2. Demografi Responden Total responden adalah 100 orang yang terdistribusi merata dari 10 puskesmas tempat pengambilan data. Jenis kelamin perempuan mendominasi dengan 84 (84%), kategori usia 2544tahun dan 45-64 sama-sama memiliki persentase tinggi yaitu masing-masing 41 orang (41%). Jenis pekerjaan swasta/wiraswasta dan ibu rumah tangga/tidak bekerja juga paling banyak menjadi responden dengan 52 (52%) dan 44 (44%). Pelayanan puskesmas diselenggarakan pada hari dan jam kerja sehingga didapatkan profil demografi sebagaimana tabel 1. c. Tabel 1 Demografi responden Data Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur 17-24 25-44 45-64 >64 Jenis Pekerjaan Wiraswasta/swasta Ibu rumah tangga/tidak bekerja PNS/TNI/POLRI Pensiunan Lain-lain Pendidikan terakhir Tidak Sekolah SD / sederajat SMP / sederajat SMA / sederajat Perguruan tinggi / sederajat Total 3.3. Analisis SERVQUAL Model Berdasarkan analisis kepuasan SERVQUAL Model, dari 5 dimensi dengan total 25 item, terdapat 12 item pernyataan yang bernilai positif Jumlah N (%) 16 (16%) 84 (84%) 13 (13%) 41 (41%) 41 (41%) 5 (5%) 52 (52%) 44 (44%) 1 (1%) 3 (3%) 0 (0%) 6 (6%) 16 (16%) 17 (17%) 46 (46%) 15 (15%) 100 (100%) dan 13 item pernyataan yang bernilai negatif (gambar 1). Jika dilihat dari perhitungan total, nilai yang dihasilkan adalah negatif (Δtotal=4,90). Perspektif pasien terhadap ítem-item 201 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 kinerja relatif baik namun harapan relatif tinggi sehingga gap atau selisih separuh dari ítem-item kinerja-harapan bernilai negatif, artinya pasien tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan. Dari hasil análisis, dimensi yang mempunyai angka kesenjangan paling tinggi adalah Assurance. Pada dimensi ini, salah satu indikator yang memiliki selisih kinerja-indikator yang besar adalah pada aktivitas petugas memastikan pemahaman pasien terhadap informasi yang diberikan. Pada indikator ini Apoteker memberikan kinerja yang rendah sedangkan harapan tinggi. Tidak dilakukannya aktivitas ini dimungkinkan terjadi karena terbatasnya waktu dan sumber daya, sehingga jika indikator ini dilakukan dapat berdampak pada penumpukan pasien yang antri di apotek puskesmas. Data selisih kinerja-harapan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Penilaian Kinerja dan Harapan dari 5 Dimensi SERVQUAL Model Dimensi Tangibles Kode Indikator 1 2 3 18 19 20 Ruang tunggu Informasi kesehatan Loket penyerahan obat Kondisi obat Kemasan obat Etiket obat Rata-rata Total Informasi kegunaan obat Informasi aturan pakai dan waktu pakai obat Informasi lama penggunaan obat Informasi cara penggunaan obat Informasi efek samping obat Informasi makanan yang dihindari Informasi penyimpanan obat Infomasi jika lupa minum obat Rata-rata Total Kemampuan menyelesaikan permasalahan terkait obat Kecepatan pelayanan Rata-rata Total Memastikan kebenaran penerima obat Memastikan tepat indikasi dan tidak ada kontra indikasi Memastikan status alergi Memastikan tidak ada interaksi obat Memastikan pemahaman terhadap informasi yang diberikan Rata-rata Total 9 10 Reliablity 11 12 13 14 15 16 8 Responsiveness 22 4 5 Assurance 6 7 17 21 Empathy 23 24 25 Kepedulian Keramahan Penggunaan bahasa Pemantauan penggunaan obat Rata-rata Total Nilai servqual total Rata-rata dari total Skor Kinerja 3.73 3.28 3.75 4.78 4.86 4.86 4.21 25.26 4.53 Skor Harapan 4.21 4.01 4.18 4.33 4.32 4.21 4.21 25.26 4.38 Gap Kuadran -0.48 -0.73 -0.43 0.45 0.54 0.65 0 0 0.15 A C A B B B 4.77 4.14 0.63 4.18 4.77 3.71 3.92 3.27 2.29 3.93 31.44 4.26 4.08 4.13 4.32 3.93 3.59 4.10 32.83 -0.08 0.69 -0.42 -0.4 -0.66 -1.3 -0.17 -1.39 3.92 4.23 -0.31 4.32 4.12 8.29 4.40 4.60 4.42 8.83 4.23 -0.28 -0.30 -0.54 0.17 4.13 4.15 0.02 3.78 4.14 4.11 4.10 -0.33 0.04 1.99 4.33 -2.34 3.69 18.44 4.40 4.58 4.76 2.20 3.99 15.94 99.37 3.94 4.18 20.92 4.21 4.26 4.28 3.68 4.11 16.43 104.27 4.17 -0.50 -2.48 0.19 0.32 0.48 -1.48 -0.12 -0.49 -4.90 -0.22 B D B D C A C C B B B D C C A B B B C 202 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 3.3. Analisis Customer Window Quadrant (CWQ) Berdasarkan hasil analisis Customer Window Quadrant (Gambar 2), maka dapat diketahui bahwa terdapat empat indikator yang menjadi prioritas pertama dalam perbaikan yaitu yang terdapat dalam kuadran A. Yang pertama adalah indikator terkait ruang tunggu. Berdasarkan observasi peneliti, puskesmas tempat penelitian mayoritas sudah memiliki ruang tunggu yang mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak bising, tidak berbau menyengat dan luas. Kondisi ruang tunggu yang kurang nyaman terlihat dari jumlah kursi tunggu yang tidak dapat menampung seluruh pasien. Untuk mengatasi hal ini, puskesmas dapat menambah jumlah kursi serta memperluas ruang tunggu. Yang kedua adalah pada indikator terkait tempat penyerahan obat. Pada indikator ini, seluruh puskesmas tempat penelitian tidak memiliki tempat khusus untuk penyerahan obat serta konseling. Tempat penyerahan obat hanya sebuah loket dengan loket kecil yang mana apoteker terkadang susah untuk berkomunikasi dengan pasien. Di tempat penyerahan obat, privasi pasien juga terganggu karena tidak adanya tempat khusus yang disediakan untuk penyerahan obat serta konseling. Upaya-upaya atau mekanisme yang dapat meningkatkan kenyamanan dalam pemberian informasi dapat dilakukan. Pemberian informasi dapat meningkatkan pemahaman pasien terhadap obat sehingga berpotensi meningkatkan kepatuhan minum obat (medication adherence). Yang ketiga adalah pada indikator terkait informasi tentang makanan dan minuman yang harus dihindari selama penggunaan obat. Indikator ini penting, karena keberhasilan terapi khususnya penyakit atau gangguan kesehatan tertentu juga tergantung pada makanan/minuman yang harus dihindari, misalnya pada pasien hipertensi, hiperlipidemia atau diabetes. Apabila pasien hipertensi tetap mengkonsumsi makanan tinggi natrium, maka keberhasilan terapi obat hipertensi dapat tidak tercapai dan kualitas hidup pasien tidak meningkat. Yang terakhir adalah pada indikator petugas memastikan pasien paham akan informasi yang diberikan. Berdasarkan pengamatan peneliti, aktivitas ini jarang dilakukan karena keterbatasan waktu serta tenaga dari tenaga kefarmasian di puskesmas. Namun kinerja untuk item ini perlu untuk ditingkatkan, untuk memastikan pemahaman pasien terhadap informasi yang diberikan sehingga meminimalisir permasalahan terkait obat, misalnya pada cara atau waktu penggunaan obat. A C B D Gambar 2. Hasil analisis kuadran jendela pelanggan (customer window quadrant). kuadran a (harapan tinggi, kinerja rendah); kuadran b (harapan tinggi, kinerja tinggi); kuadran c (harapan rendah, kinerja rendah); kuadran d (harapan rendah, kinerja tinggi) 203 Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa harapan pasien relatif tinggi pada hampir seluruh indikator, sehingga tuntutan untuk memenuhi harapan tersebut relatif tinggi. Oleh karena itu membutuhkan kualitas kinerja yang sangat baik untuk dapat memuaskan pelanggan (pasien). Secara keseluruhan, pasien tidak puas terhadap mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas. Hasil analisis Customer Window Quadrant dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan prioritas perbaikan yang akan dilakukan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga atas dana penelitian yang disediakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Pemerintah RI. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta; 2004. 2. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta; 2013. 3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jumlah Peserta BPJS Kesehatan. 2015. 4. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta; 2004. 5. Pemerintah RI. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta; 6. Gerson RF. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PPM; 2004. 7. Badan Statistika Surabaya. Jumlah Penduduk Surabaya [Internet]. 2015. Available from: http://surabayakota.bps.go.id 8. Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., Lwangsa SK. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terj). Dibyo P (penerj), editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1997. 53-55 p. 9. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. BLL. Servqual: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. J Retail. 1988;64(1):12. 10. Babakus, E., Mangold WG. Adapting the Servqual Scale to Hospital Service: An Empirical Investigation. Health Serv Res. 1992;26(6). 11. Arsanam, P., Yousapronpaiboon K. The Relationship between Service Quality and Customer Satisfaction of Pharmacy Department in Public Hospitals. Int J Innov Manag Technol. 2014;5(4). 12. Kementrian Kesehatan RI. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Permenkes No. 35 Tahun 2014. 2014. 13. Rangkuti F. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy (Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan dan Analisis Kasus PLN-JP). Jakarta: PT. SUN; 2002. 204