Hubungan Karakteristik Pemilih Dan Terpaan Informasi Kampanye

advertisement
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karakteristik demografi pemilih yang mencakup usia antara 20-49 tahun,
berpendidikan SLTA dan di atasnya, memiliki status pekerjaan tetap
(pegawai negeri sipil, pengusaha/wiraswasta dan pegawai swasta) serta
berpenghasilan rataan di atas satu juta, sebagian besar memiliki kedekatan
hubungan dengan partai politik sebatas simpatisan hingga pendukung setia
partai politik. Orientasinya terhadap partai politik umumnya didasarkan pada
faktor
ketokohan pimpinannya, kesamaan ideologi atau parpol pilihan
keluarga.
Motivasi
pemilih dalam menggunakan hak pilihnya
sebagian
besar karena dorongan untuk menjalankan kewajiban, menghendaki
pemimpin yang lebih baik atau karena alasan melaksanakan hak politik.
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi motivasi dan orientasinya
terhadap partai politik, namun semakin lemah hubungannya (afiliasinya)
dengan partai politik. Pemilih laki-laki memiliki kecenderungan lebih tertarik
pada ketokohan (figur) pimpinan dan ideologi parpol, sedangkan pemilih
perempuan lebih pada ketokohan (figur) dan partai politik yang menjadi
pilihan keluarga.
2. Sebagian besar pemilih diterpa oleh berbagai saluran komunikasi dan media
kampanye, tetapi berbeda dalam intensitas terpaannya.
a. Media luar ruang dan post material menunjukkan intensitas yang sangat
tinggi menerpa pemilih, sebagian besar di atas sembilan kali selama
empat belas hari masa kampanye. Sebagian besar pemilih menerima
terpaan lebih dari tiga bentuk media luar ruang/post material dan media
yang paling banyak menerpa, secara berturut-turut, adalah spanduk,
pamplet/selebaran, poster, sticker dan baliho. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa media luar ruang/post material merupakan media yang
efektif menerpa khalayak pemilih dalam kegiatan kampanye politik.
b. Aktivitas
komunikasi
interpersonal
yang
dilakukan
pemilih
untuk
mendapatkan informasi seputar calon kepala daerah relatif tinggi,
sebagian besar lebih dari enam kali dan dilakukan dengan lebih dari dua
lingkungan kelompok masyarakat yang berbeda. Aktivitas komunikasi
139
interpersonal yang paling banyak dilakukan adalah dengan keluarga,
tetangga, teman kerja dan tokoh masyarakat, hanya sedikit sekali yang
melakukanya dengan calon, tim kampanye atau anggota parpol.
c. Terpaan media cetak surat kabar dan tabloid memiliki frekuensi terpaan
yang cukup tinggi, sebagian besar di atas tiga kali selama masa
kampanye dan kebanyakan membaca dua atau lebih surat kabar/tabloid.
Surat kabar yang paling banyak dibaca, secara berturut-turut, adalah
Harian Pikiran Rakyat, Harian Pakuan Raya,` Harian Radar Bogor dan
tabloid pasangan calon yang diterbitkan khusus oleh tim kampanye.
d. Terpaan media siaran radio sebagian besar berkisar antara satu sampai
enam kali selama masa kampanye dan kebanyakan hanya menerima
informasi dari satu siaran radio. Siaran radio yang paling banyak
didengarkan pemilih di antaranya adalah Pasundan FM, Radio Siaran
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur (RSPD Cianjur), Tjandra FM dan
Mora FM.
e. Terpaan media televisi sebagian besar berkisar antara satu sampai enam
kali selama masa kampanye dan kebanyakan hanya menerima informasi
dari satu stasiun televisi. Siaran televisi yang paling banyak ditonton
adalah siaran TVRI Jabar-Banten dan hanya sedikit informasi kampanye
yang diperoleh melalui stasiun TV swasta nasional (di bawah lima
persen), seperti SCTV, RCTI dan Trans TV dan siaran televisi lainnya.
Hal ini menandakan bahwa pemilih masih memiliki perhatian besar
terhadap informasi kampanye Pilkada di tengah gencarnya terpaan siaran
hiburan (musik, sinetron, film dan sebagainya) dari berbagai stasiun
televisi swasta.
f.
Tingkat keterlibatan responden dalam kampanye tatap muka sebagian
besar berkisar antara satu sampai enam kali tetapi pemilih yang tidak
pernah sama sekali sebanyak dua puluh persen. Sebagian besar pemilih
mengikuti antara satu sampai dua bentuk kampanye tatap muka. Bentuk
kampanye tatap muka yang paling banyak diikuti oleh responden, secara
berturut-turut, adalah arak-arakan/pawai, kampanye terbuka (rapat
umum) di lapangan, dialog/debat pasangan calon dan kampanye tertutup.
Kampanye terbuka di lapangan dan arak-arakan masih merupakan
Bentuk kampanye tatap muka yang menarik dan merupakan kegiatan
“ritual” dalam setiap kegiatan pemilihan umum.
140
3. Perilaku pemilih dalam mengolah pesan/informasi kampanye menunjukkan
keterlibatan yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh hal berikut:
a. Sebagian besar pemilih memiliki ketertarikan yang kuat terhadap figur
pasangan calon, dan cenderung tidak mempermasalahkan asal daerah
calon. Orientasinya terhadap kampanye lebih didasarkan pada visi dan
misi (isu-isu) pasangan calon. Sikap pemilih seperti ini menunjukkan
kecenderungan untuk bersikap rasional dalam menilai kandidat dan isuisu kampanye.
b. Sebagian besar pemilih dalam menyeleksi pesan kampanye tidak
berperilaku selektif, tetapi cenderung bersikap terbuka dalam menerima
pesan dari semua pasangan calon, menilai semua pesan dan
membandingkan informasi kampanye (sikap hati-hati) dari semua
pasangan calon.
c. Sebagian besar pemilih merasa bahwa informasi kampanye yang diterima
kurang memadai untuk dijadikan dasar dalam menentukan pilihan
politiknya.
Bersikap ragu-ragu (kurang percaya) terhadap janji-janji
kampanye dan pesan-pesan kampanye tidak banyak mempengaruhi
perilaku pemilih dalam menentukan pilihan politiknya. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pemilih mengambil keputusan dalam keadaan low
information rationality (rasionalitas berdasarkan informasi terbatas).
4. Perilaku pemilih dalam menentukan pilihan politiknya sebagian besar
dilakukan setelah memiliki informasi dari semua pasangan calon dan alasan
yang mendasari putusannya adalah figur pasangan calon daripada faktor visi,
misi (isu-isu) maupun partai politik pengusungnya. Hal ini menunjukkan
bahwa pemilih memiliki kecenderungan untuk bersikap rasional dalam
menentukan pilihan politiknya dan menunjukkan semakin memudarnya
ketergantungan pemilih pada suatu partai politik. Fenomena ini diperkuat
dengan hasil perolehan suara dalam Pilkada Kabupaten Cianjur Tahun 2006,
di mana pasangan calon yang didukung oleh partai kecil dapat mengalahkan
pasangan calon (incumbent) yang didukung oleh koalisi partai besar. Hal ini
menunjukkan adanya pemilih yang mengalihkan pilihan politiknya (swing
voter) dari satu partai politik ke partai politik lainnya pada kegiatan pemilihan
yang berbeda sebagaimana dapat dilihat dari perbedaan hasil perolehan
141
suara partai politik pengusung pasangan calon pada saat Pemilu Legislatif
Tahun 2004 dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Cianjur Tahun 2006 .
5. Hubungan antara peubah karakteristik pemilih, terpaan informasi kampanye
dan perilaku mengolah pesan kampanye dengan perilaku memilih dijelaskan
sebagai berikut: pertama, karakteristik pemilih berhubungan nyata dengan
terpaan informasi kampanye, tetapi memiliki keragaman dalam bentuk dan
jenis media yang menerpanya.
a. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak menerima terpaan
informasi kampanye dari media surat kabar/tabloid, siaran televisi, media
luar ruang/post material, dan siaran radio.
b. Semakin tinggi tingkat penghasilan, status pekerjaan dan motivasi
pemilih, semakin banyak menerima terpaan kampanye media surat
kabar/tabloid, siaran televisi, dan media luar ruang/post material..
c. Semakin tinggi ikatan psikologis pemilih (orientasi parpol) dengan suatu
partai politik semakin banyak menerima terpaan dari surat kabar/tabloid
dan siaran radio.
d. Semakin tinggi tingkat afiliasi pemilih dengan suatu partai politik semakin
tinggi keterlibatannya dalam kampanye tatap muka.
e. Semakin tinggi umur pemilih semakin banyak menerima terpaan informasi
kampanye dari media surat kabar/tabloid.
f.
Pemilih perempuan lebih sering melakukan komunikasi interpersonal
dibandingkan dengan laki-laki.
Kedua, karakterisitik pemilih berhubungan nyata dengan perilaku mengolah
pesan kampanye antara lain:
a. semakin tinggi pendidikan, penghasilan, status pekerjaan, orientasi parpol
dan motivasi memilih, semakin kuat orientasinya terhadap calon, bersikap
kritis dan hati-hati dalam menilai pesan kampanye.
b. Faktor
usia
pemilih
dan
afiliasinya
dengan
partai
politik
tidak
menyebabkan adanya perbedaan dalam perilaku mengolah pesan
kampanye, tetapi semakin tua usia pemilih semakin cenderung
berorientasi pada partai dan kurang hati-hati dalam menilai pesan-pesan
kampanye.
142
c. Pemilih perempuan lebih menyukai unsur hiburan daripada isu-isu
kampanye, sementara laki-laki cenderung lebih hati-hati dalam mengolah
pesan kampanye.
Hal ini menandakan bahwa sebagian besar pemilih memiliki kecenderungan
bersikap rasional dalam mengolah pesan kampanye dan berdasarkan kriteria
model
kemungkinan
elaborasi
(elaboration
likelihood
model)
dapat
dikategorikan ke dalam pemilih yang menggunakan jalur sentral (central
route) dalam mengolah pesan kampanye.
Ketiga, karakteristik pemilih berhubungan nyata dengan perilaku memilih,
antara lain:
a. semakin tinggi pendidikan, penghasilan, status pekerjaan, orientasi parpol
dan motivasi memilih, semakin hati-hati dalam mengambil keputusan dan
semakin rasional alasan dalam menentukan keputusan politiknya.
b. Faktor usia tidak menyebabkan perbedaan dalam perilaku memilih.
c. Pemilih yang berafiliasi dengan suatu partai politik cenderung tidak hatihati dalam mengambil keputusan, dan pilihan politiknya didasarkan pada
partai politik yang menjadi afiliasinya.
d. Perbedaan jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan dalam perilaku
memilihnya.
Keempat, terpaan informasi kampanye berhubungan nyata dengan perilaku
mengolah pesan kampanye antara lain:
a. Semakin banyak pemilih diterpa oleh informasi kampanye dari media
surat kabar/tabloid semakin kuat orientasinya terhadap visi dan misi
pasangan calon dan isu-isu kampanye, semakin banyak menerima pesan
kampanye serta melakukan penilaian dan membandingkan pesan-pesan
kampanye dari semua pasangan calon,
menrima cukup informasi,
percaya pada janji-janji kampanye dan keputusan politiknya dipengaruhi
oleh isu-isu dan pesan-pesan kampanye.
b. Semakin banyak
pemilih diterpa siaran televisi, radio dan media luar
ruang/post material semakin berorientasi pada isu-isu kampanye,
semakin
banyak
menerima
pesan
kampanye
serta
menilai
dan
membandingkan pesan-pesan kampanye dari semua pasangan calon,
menerima cukup informasi, percaya pada janji-janji kampanye tetapi tidak
143
mempengaruhi
keputusan
politiknya,
kecuali
terpaan
media
luar
ruang/post material.
c. Semakin banyak pemilih terlibat dalam kampanye tatap muka semakin
banyak menerima pesan kampanye serta menilai dan membandingkan
pesan-pesan kampanye dari semua pasangan calon, tetapi penilaiannya
lebih didasarkan atas kekuatan dukungan massa pada saat kampanye,
memiliki cukup informasi, lebih percaya pada janji-janji kampanye
pasangan calon yang didukungnya dan memiliki kecenderungan untuk
menyesuaikan pilihan politiknya dengan partai politik yang mengusung
pasangan calon.
d. Aktivitas komunikasi interpersonal tidak menimbulkan perbedaan dalam
mengolah
pesan
kampanye
dan
memiliki
kecenderungan
lebih
berorientasi pada simbol-simbol partai politik daripada terhadap isu-isu
dan pasangan calon.
Dari sejumlah media komunikasi yang menerpa pemilih pada masa
kampanye, yang memperkuat respons terhadap pengaruh pesan kampanye
adalah media surat kabar dan media luar ruang/post material.
Kelima, terpaan informasi kampanye berhubungan nyata dengan perilaku
memilih, antara lain :
a. Semakin sering pemilih menerima terpaan informasi kampanye melalui
media, surat kabar/tabloid, siaran televisi dan media luar ruang/post
material semakin kritis dan hati-hati dalam mengambil keputusan serta
semakin rasional keputusan politiknya.
b. Pemilih yang banyak melakukan komunikasi interpersonal cenderung
berperilaku tidak rasional dalam pengambilan keputusan politiknya.
c. Terpaan siaran radio tidak menyebabkan perbedaan dalam perilaku
memilih.
Keenam, Perilaku mengolah pesan kampanye berhubungan nyata dengan
perilaku memilih, antara lain
a. Semakin tinggi keterlibatan pemilih dalam mengolah pesan kampanye
semakin kritis dan hati-hati dalam mengambil keputusan dan semakin
rasional keputusan politiknya.
144
b. Orientasi pemilih terhadap asal daerah pasangan calon (orientasi
kedaerahan) tidak berbeda dalam perilaku memilihnya.
Saran
1. Dalam menyusun strategi kampanye untuk Pilkada hendaknya dilakukan
kajian mengenai isu-isu publik yang berkembang di dalam masyarakat, sikap
dan harapan publik, serta melakukan segmentasi khalayak berdasarkan
kecenderungan perilaku memilihnya.
2. Pesan-pesan kampanye politik akan lebih efektif apabila diformulasikan dan
disesuaikan dengan segmentasi khalayak pemilih dan saluran komunikasi
yang digunakan disesuaikan dengan preferensi khalayak pemilih terhadap
jenis media dan kemampuan dalam menyerap informasi, media yang mudah
diakses oleh publik di antaranya adalah baliho, spanduk, poster, pamplet
dan sticker.
3. Penggunaan bentuk kampanye tatap muka (rapat umum), panggung hiburan
dan pawai/arak-arakan kurang efektif untuk mempengaruhi pilihan publik,
tetapi cukup efektif untuk memperkuat/memperteguh (reinforcement effect)
pilihan dari dari kader-kader dan pendukung setia partai.
4. Media cetak, surat kabar dan tabloid, efektif untuk mempengaruhi publik yang
berpendidikan, mempunyai pekerjaan tetap dan berpenghasilan cukup. Misal
surat kabar dan tabloid yang digunakan harus yang paling banyak dibaca
masyarakat dan memiliki jangkauan luas.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah contoh yang lebih besar
yang mencakup komunitas sosial yang berbeda, seperti desa-kota, dan
kelompok-kelompok
sosial
rujukan
(seperti
organsiasi
profesi
dan
keagamaan) serta pemilih pemula dan pemilih yang sudah pengalaman,
untuk mengkaji lebih jauh faktor-faktor lingkungan sosial dan jaringan
komunikasi yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih dalam pengambilan
keputusan politik.
6. Sejalan dengan pesatnya perkembangan tekonologi informasi penelitian ini
dapat diperluas dengan mengkaji kemungkinan penggunaan berbagai bentuk
teknologi informasi dalam kegiatan kampanye politik seperti, jaringan internet,
Short Message Service (SMS) dan sebagainya.
Download