1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia sebagai wilayah tropika memiliki sumberdaya plasma nutfah rumput laut sekitar 555 jenis, berdasarkan hasil ekspedisi laut Siboga 18991900 oleh Van Bosse. Jenis yang banyak terdapat di perairan Indonesia antara lain adalah Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargassum, dan Turbinaria. Dari beberapa rumput laut tersebut telah dikembangkan menjadi ratusan jenis produk dalam berbagai bidang industri pangan dan nonpangan. Sebagian besar rumput laut Indonesia masih diekspor sebagai bahan dalam bentuk kering dan baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2005). Keperluan dunia terhadap rumput laut yang cenderung meningkat mendorong kegiatan budidaya rumput laut, karena panen alami kurang dapat menjamin kepastian produksi. Pada 2002 produksi karaginan Indonesia mencapai 3.896 ton dan yang diekspor sebanyak 3.156 ton (80%). Selama 1996-2004, produksi dan ekspor karaginan Indonesia relatif konstan, dengan pertumbuhan masing-masing 2,92% dan 2,49% per tahun. Selama 1999-2003, produksi rumput laut basah mengalami kenaikan rata-rata 104,30% per tahun, yakni dari 156.872 ton pada 1999 menjadi 296.537 ton pada 2003. Dalam program revitalisasi perikanan budidaya, sasaran produksi rumput laut pada 2009 adalah sebesar 1.900.000 ton (Departemen Kelautan dan Perikanan 2007). Strategi yang ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui pengembangan kawasan dan teknik budidaya. Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomi penting karena sebagai penghasil karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang sama dengan agar-agar dan alginat. Karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain (Mubarak et al. 1990). Metode budidaya cottonii yang digunakan oleh masyarakat di Dusun Wael adalah metode rakit longline. Biasanya bibit yang digunakan berumur 20-25 hari, dengan berat ± 50 g per rumpun dan semua bagian thalus digunakan. Rumput laut dipanen pada umur 40-45 hari dengan berat basah per rumpun 800-1200 g. Produksi total rumput laut kering di Kabupaten Seram bagian barat pada 2006 Rp. 3.250- 4.250/kg. 1) adalah 1.676,8 ton dengan harga jual Bibit bagian ujung merupakan bibit yang tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan bagian lainnya. berat bibit juga mempengaruhi pertumbuhan. Bibit awal yang lebih sedikit memberikan pertumbuhan yang lebih cepat (Sulistijo dan Atmadja 1977). Soegiarto et al. (1978) menyatakan rumput laut dengan bibit bagian ujung tumbuh lebih cepat selama lima minggu pertama dan bagian pangkal tumbuh lebih cepat pada lima minggu berikutnya. Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai bobot tertentu. Kadi dan Atmadja (1988) mengatakan bahwa pemanenan rumput laut dapat dilakukan sekitar 1-3 bulan dari penanaman. Iksan (2005) melaporkan bahwa kualitas rumput laut Eucheuma cottonii terbaik dipanen pada umur 4 minggu, bibit awal 125 g per rumpun, bobot panen 1012,5 g per rumpun dan bobot keringnya 165 g. Kandungan dan komposisi kimia rumput laut dipengaruhi oleh jenis rumput laut, fase (tingkat) pertumbuhan dan umur panen. Hasil penelitian Pamungkas (1987) menunjukkan bahwa rendemen dan viskositas karaginan tertinggi diperoleh dari cottonii yang dipanen pada umur 45 hari, sedangkan kekuatan gel tertinggi diperoleh pada umur panen 60 hari. Luthfy (1988) melaporkan bahwa Eucheuma cottonii mengandung kadar abu 19,92%, protein 2,80%, lemak 1,78%, serat kasar 7,02% dan karbohidrat 68,48%. Hasil penelitian Syamsuar (2006) melaporkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik adalah umur panen 50 hari, konsentrasi KOH 9% dan lama ekstraksi 4 jam dengan nilai viskositas 33,28 cP, kekuatan gel 435,54 g/cm2, rendemen 34,63%, kadar abu 17,02% dan kadar air 9,98%. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan mutu karaginan masih terbatas di Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku. Hasil yang didapatkan masih berfluktuasi baik berat basah, berat kering maupun kandungan karaginannya, sehingga diperlukan penelitian terutama 1) Komunikasi pribadi dengan pembudidaya rumput laut di Dusun Wael Desa Piru Kabupaten Seram bagian barat Maluku pada Agustus 2007 mengenai pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen pada jenis Eucheuma cottonii terhadap kandungan dan mutu karaginan. 1.2 Perumusan Masalah Rumput laut jenis cottonii telah dibudidayakan dengan berbagai metode. Umumnya petani rumput laut mengembangkan metode berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat, maupun teknologi budidaya yang didatangkan dari luar daerah. Seringkali hasil budidaya atau produksi yang dicapai berfluktuasi baik produksi basah, kering maupun kadar karaginannya. Hal ini diduga berkaitan dengan besarnya pengaruh faktor eksternal (lingkungan perairan) dan terbatasnya pengetahuan petani rumput laut terhadap metode dan perlakuan yang akan diterapkan pada saat budidaya. Kapasitas produksi rumput laut di Dusun Wael Desa Piru Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku relatif rendah. Hal ini disebabkan besarnya faktor eksternal dan terbatasnya penguasaan teknologi budidaya. Pemakaian bibit yang bermutu baik dan waktu panen yang efektif belum dipandang sebagai bagian penting dari teknologi budidaya rumput laut. Kandungan dan mutu karaginan juga dipengaruhi oleh bibit yang digunakan dan umur panen, sehingga diperlukan penelitian yang dapat menghasilkan kandungan dan mutu karaginan yang optimum dengan memperhatikan faktor bagian thalus, berat bibit dan umur panen. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. mempelajari pengaruh bagian thalus, berat bibit dan umur panen terhadap kandungan karaginan Eucheuma cottonii; 2. mengetahui karakteristik fisiko-kimia karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thalus, berat bibit dan umur panen. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan mutu dari Eucheuma cottonii yang dibudidayakan di Dusun Wael Desa Piru Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku, sehingga dapat meningkatkan nilai jualnya. Peningkatan harga jual diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani rumput laut di lokasi tersebut. 1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : (1) diduga adanya pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen terhadap kandungan karaginan Eucheuma cottoni; (2) diduga adanya pengaruh bagian thalus, berat bibit, dan umur panen terhadap karakteristik fisiko-kimia karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cottonii. 1.5 Kerangka Pemikiran Bagian thalus, berat bibit dan umur panen yang tepat dapat menghasilkan kandungan dan mutu karaginan yang optimum. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Bibit Eucheuma cottonii Berat bibit (50, 100, 150 g) Bagian thalus (ujung dan pangkal thalus ) Umur panen 40, 45, 50, 55 hari Peningkatan produktivitas dan mutu rumput laut Kualitas karaginan yang baik Gambar 1. Kerangka pimikiran penelitian karakteristik fisiko-kimia karaginan dari Eucheuma cottonii pada berbagai bagian thalus, berat bibit, dan umur panen.