tasawuf dan peranannya dalam masyarakat

advertisement
TASAWUF DAN PERANANNYA DALAM MASYARAKAT MODERN
Oleh : Ahmad Arif Ma’ruf
A. Pendahuluan
Adalah pondok Pesantren Suryalaya, sebuah pondok pesantren yang berkiprah di bidang
penyembuhan korban narkotika.. Sejak didirikan pada tahun 1971 telah berhasil menampung
dan membina ribuan pecandu narkotika. Secara spektakuler pesantren ini telah merehabilitasi
dan resosialisasi korban narkotika dengan cara-cara yang unik. Konon lebih dari 13 %
pecandu narkotika di Indonesia berhasil “dientaskan” di pesantren ini.1 Jelas sebuah prestasi
yang luar biasa.
Ditilik cara penyembuhan yang dilakukan di pesantren Suryalaya, memang terdapat
perbedaan yang cukup menonjol dengan terapi yang umumnya pada lembaga-lembaga
rehabilitasi narkoba. Rehabilitasi narkoba biasanya dilakukan dengan cara penyembuhan fisik.
Sebuah pendekatan yang kadang-kadang tidak manusiawi, karena tidak jarang penderita
dianggap “gila” sehingga harus opname di rumah sakit jiwa. Maka tidak aneh jika cara ini tdak
mampu menyembuhkan secara tuntas penderita/pecandu narkotika. Secara fisik berhasil
disembuhkan tetapi secara mental tidak. Jelas penderita sangat mudah kambuh lagi.
Di Pesantren Suryalaya Jawa Barat, perawatan korban narkotika dilakukan dengan
pendekatan keagamaan. Korban disembuhkan melalui praktek-praktek keagamaan tertentu,
seperti banyak berdzikir tawajjuh, bertirakat, banyak bersembahyang ( yang bila ditotal sampai
124 raka’at dalam 24 jam) , membaca al-Qur’an, dan pengajian-pengajian.
Ternyata, pendekatan ibadah yang diterapkan ini diakui oleh pihak pesantren
Suryalaya adalah mengikuti metode aliran tarekat Qadariyah Naqsyabandiyah. Aliran ini
merupakan alirann tasawuf paling populer di nusantara ini.
Kemampuan pendekatan tasawuf dalam penyembuhan penderita narkoba tersebut
membuktikan bahwa ajaran tasawuf tetap mempunyai vitalitas yang tinggi meskipun di tengahtengah peradaban dunia yang semakin rasionalistik. Padahal semenjak kelahirannya hingga
millenium ketiga , tasawuf kaya dengan hujatan-hujatan dan menjadi “kambing hitam”
kemunduran Islam.
B. Tasawuf: Pengertian dan Perkembangannya
Tasawuf (sufisme) adalah julukan terhadap sebuah gerakan mistik Islam Secara etimologis
kata sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci. Penulispenulis banyak mengaitkannya dengan kata:
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang, kaum sufi
banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama
salat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di mesjid. Saf
pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca ayatayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat datang. Orang-orang seperti ini adalah yang
berusaha membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
1
Azra, Azyumardi. 1998. Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu (hal.97)
1
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan
meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin,
tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai suffah, (pelana) sebagai
bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak
mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti hikmat, dan
kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata
sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan ditulis dengan sin dan
bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia
meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang
ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta
kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai asal
kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia
materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang yang pertama memakai kata sufi
kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak (w.150 H).2
Tasawuf timbul dalam Islam sesudah umat Islam mempunyai kontak dengan agama
Kristen, filsafat Yunani dan agama Hindu dan Buddha, muncullah anggapan bahwa aliran
tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.3
Ada yang mengatakan bahwa pengaruhnya datang dari rahib-rahib Kristen yang
mengasingkan diri untuk beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan di gurun pasir Arabia.
Tempat mereka menjadi tujuan orang yang perlu bantuan di padang yang gersang. Di siang
hari, kemah mereka menjadi tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari
lampu mereka menjadi petunjuk jalan bagi musafir. Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah
dan suka menolong. Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk sementara,
berhati baik, pemurah dan suka menolong.
Pengaruh filsafat Yunani dikatakan berasal dari pemikiran mistik Pythagoras. Dalam
filsafatnya, roh manusia adalah suci dan berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia
materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang bernafsu. Roh yang pada mulanya suci itu
menjadi tidak suci dan karena itu tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk
itu ia harus menyucikan diri dengan memusatkan perhatian pada fllsafat serta ilmu
pengetahuan dan melakukan beberapa pantangan. Filsafat sufi juga demikian. Roh yang
masuk ke dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam rohani yang suci, tapi kemudian
dipengaruhi oleh hawa nafsu yang terdapat dalam tubuh manusia. Maka untuk dapat bertemu
2
Kahmad, Dadang. 2002. Tarekat dalam Masyarakat Islam ; Spiritualitas Masyarakat Modern.
Bandung :Pustaka Setia (hal.70)
lihat juga Rahman, Faslur.2000. Islam. Jakarta : Pustaka (hal 190)
3
Bruinessen, Martin Van, 1994. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Jakarta : Mizan
2
dengan Tuhan Yang Maha Suci, roh yang telah kotor itu dibersihkan dulu melalui ibadat yang
banyak.4
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh itu dikaitkan dengan filsafat emanasi Plotinus.
Roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras,
dia berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat
kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha membersihkan
diri melalui reinkarnasi. Kalau sudah bersih, ia dapat mendekatkan diri dengan Tuhan sampai
ke tingkat bersatu dengan Dia di bumi ini.
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat dalam ajaran tasawuf. Paham
itu memang bertentangan dengan ajaran al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak akan
kembali ke hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh pergi ke alam barzah
menunggu datangnya hari perhitungan. Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan
Tuhan di dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
Dari agama Buddha, pengaruhnya dikatakan dari konsep Nirwana. Nirwana dapat
dicapai dengan meninggalkan dunia, memasuki hidup kontemplasi dan menghancurkan diri.
Ajaran menghancurkan diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat dalam Islam.
Sedangkan pengaruh dari agama Hindu dikatakan datang dari ajaran bersatunya Atman
dengan Brahman melalui kontemplasi dan menjauhi dunia materi. Dalam tasawuf terdapat
pengalaman ittihad, yaitu persatuan roh manusia dengan roh Tuhan.
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani dan agama Kristen
datang lama sebelum Islam. Bahwa yang kemudian datang dipengaruhi oleh yang datang
terdahulu adalah suatu kemungkinan. Tapi pendapat serupa ini memerlukan bukti-bukti
historis. Dalam kaitan ini timbul pertanyaan: sekiranya ajaran-ajaran tersebut diatas tidak ada,
tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam diri Islam sendiri? 5
Hakekat tasawuf kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam ajaran Islam, Tuhan
memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an
dan Hadits. Ayat 186 dari surat al-Baqarah
4
Nasution, Harun. Tasawuf (artikel). Sumber :
http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.htm
5
ibid.
3
"Jika hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan
orang yang memanggil jika Aku dipanggil."
Kaum sufi mengartikan do'a disini bukan berdo'a, tetapi berseru, agar Tuhan
mengabulkan seruannya untuk melihat Tuhan dan berada dekat kepada-Nya. Dengan kata
lain, ia berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan diri-Nya kepada yang berseru.
Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut, "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan,
maka kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan" (QS. al-Baqarah 115). Ayat ini
mengandung arti bahwa dimana saja Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak perlu
pergi jauh, untuk menjumpainya.
Ayat berikut menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia,
"Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan
Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya (QS. Qaf
16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri
manusia sendiri. Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui
Tuhannya."
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu pergi jauh; cukup ia masuk kedalam dirinya dan
Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat berikut
dipahami kaum sufi, "Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tapi Allah-lah yang membunuh
dan bukanlah engkau yang melontarkan ketika engkau lontarkan (pasir) tapi Allah-lah yang
melontarkannya (QS. al-Anfal 17).
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan manusia adalah
perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat bukan hanya kepada manusia, tapi juga kepada
makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis berikut, "Pada mulanya Aku adalah harta yang
tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Akupun dikenal."
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan bukan manusia saja
yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan
manusia dengan Tuhan, hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat al-wujud, kesatuan
wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits Nabi menggambarkan betapa dekatnya
Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya yang lain. Gambaran serupa ini tidak
memerlukan pengaruh dari luar agar seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu.
Dengan khusuk dan banyak beribadat ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat
Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan rohnya dengan roh Tuhan;
dan inilah hakikat tasawuf. 6
6
Nasution, Harun. Tasawuf (artikel). Sumber :
http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.htm
4
Dalam sejarah Islam tasawuf atau sufisme adalah khazanah spiritualisme yang sangat
berharga. Ia berkembang mengikuti dialektika jaman sejak Nabi Muhammad saw sampai
sekarang baik dalam bentuk yang sederhana dan ortodoks, maupun yang elaborate dan
heterodoks. Perkembangan sufisme mencerminkan ragamnya pemahaman terhadap konsep
akhlaq dalam kehidupan sosial dan ihsan dalam kehidupan spiritual.
Jika dilihat dalam konteks sejarah, ragamnya pemahaman itu muncul dalam beberapa
fase perkembangan. Pada awal Islam, terutama periode Makkah, begitu jelas al-Qur'an
menekankan pentingnya spirirualisme itu. Tetapi hal ini paralel dengan orientasi kesadaran
profetik, di mana pengalaman spiritual tidak hanya ditujukan bagi spiritualisme itu sendiri,
tetapi bermakna bagi pembangunan etika yang menggerakkan sejarah kehidupan umat
Islam. Dalam tahap selanjutnya, piritualitas itu muncul dalam bentuk kehidupan zuhd ketika
umat Islam menikmati kemewahan dengan terciptanya imperium yang luas.
Kehidupan zuhd menjadi reaksi terhadap kehidupan yangsekular dan sikap penguasa
dinasti Umayyah di istana mereka, yang kebanyakan bersikap kontras terhadap kesalehan
dan kesederhanaan Khalifah yang Empat. Selama dua abad sejak kelahiran Islam, tasawuf
merupakan fenomena individual yang spontan. Ia menjadi ciri dari mereka yang dikenal
dengan sebutan zuhhad (orang-orang zuhud), nussak (ahli ibadah), qurra' (pembaca alQur'an), qushshash (tukang kisah) dan bukka' (penangis). Mereka menjauhkan diri dari
hingar bingar kemewahan duniawi dan ketegangan politik di masanya. Setelah itu, ketika
cara hidup sufi dikenal sebagai cara tertentu, istilah sufi secara pelan-pelan mengantikan
nama zuhhad, nussak dan lain-lain. Muncullah beberapa nama besar sufi, seperti Ibrahim ibn
Adham (w. 174/790), Rabi'ah al-'Adawiyyah (w. 185/801), dan lain-lain..7
Kemudian, muncul organisasi sufi yang ditunjukkan kepada pertemuan yang informal
dan longgar untuk diskusi agama, dan latihan spiritual, yang disebut halqah. Pada masa ini
mucul para sufi, seperti Sahl al-Tustari (w. 283/896) dan al-Junayd al-Baghdadi (w.
297./910). Pembacaan dzikir bisa dilaksanakan di mana saja, termasuk masjid. Keadaan ini
berlangsung sampai dengan abad ke-5/ke-11.
Sejak abad ke-6/ke-12, praktek yang simpel ini berkembang menjadi konsep spiritual
yang elaborate dan terorganisasi dalam bentuk tarekat (thariqah). Organisasi ini memiliki
hirarki kepemimpinan, inisiasi atau baiat, formula dzikir dan silsilah yang diyakini sampai
kepada shahabat Nabi. Jadi, tasawuf yang semula menjadi amalan individual atau pemikiran
spekulatif sekarang menjadi terstruktur dan kemudian berkembang secara massal. Pasca
abad ke-6/ke-12 dunia Islam didominasi oleh tarekat yang memainkan peran besar dalam
kehidupan sosial dan politik .
Dunia Islam pasca abad ke-6/ke-12 ditandai dengan lahirnya tarekat-tarekat yang
kemudian menjadi jaringan internasional yang pengikutnya bebas lalu-lalang melintasi batasbatas kekuasaan dinasti. Pada akhir abad itu muncul tarekat Qadiriyah yang dinisbahkan
kepada Abd al-Qadir al-Jilani (w. 561/1166). Ia menjadi salah satu tarekat yang paling kuat
dan dikenal dengan kesalehan dan humanitarianismenya. Berdiri di Baghdad, ia berkembang
lihat juga Arberry.A.J. 1983. Muslim Saints and Mystics atau Warilsan para Awliya. (terj.Anas
Mahyuddin). Bandung: Pustaka (hal.1-3)
7
Bruinessen, Martin Van, 1994. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Jakarta : Mizan
5
ke barat di Afrika Utara dan kemudian Afrika Hitam, ke timur sejauh Indochina dan ke utara
di Turki.8
Selama perjalanannya berabad-abad, tasawuf menhadapi polemik dan kontroversi yang
seperti tak berujung pangkal. Tarik menarik antara Syari’ah dan Thariqah9, masalah
keabsahan, bahkah sampai-sampai tasawuf dianggap sebagai penyebab kemunduran Islam.
Al-Faruqi dan Faslur Rahman adalah dia pakar Islam yang berwibawa yang memandang
tasawuf dari kaca mata negatif. Meskipun demikian, tampaknya sufisme (juga tarekat) makin
mendapat tempat dalam masyarakat modern ini.
Satu hal yang sangat unik adalah dalam perkembangannya cara-cara tasawuf banyak
dipraktekkan oleh kelompok-kelompok bukan Islam. Bahkan konsep-konsep sufi hanya
berterima bagi umat Islam saja, sebagaimana kutipan berikut ini.
“. One of the few concepts that Sufis seem to agree on is that all religions offer a path to
salvation or enlightenment and that true God realization, no matter how it is achieved,
transcends the limitations and classification of any religion. Basically, a saint in any religion is
equal to a saint in any other religion because they are inspired by the same Divine source.
Initially the term Sufi referred only to those who had achieved God realization, but it has since
come to be applied to anyone who follows that particular spiritual path.” 10
Sehingga tidak heran jika kemudian muncul berbagaimkelompok seperti kelompok Subud dan
Anand Krisnha, yang menerima anggota dari berbagai umat beragama.. Jadi , tasawuf menjadi
suatu yang bersifat universal tanpa batas agama.
C. Peranan Tasawuf dalam Kehidupan Modern
Terlepas dari polemik dan kontroversi mengenai tasawuf, tampaknya tasawuf makin
menunjukkan peranannya dalam masyarakat modern.
Seperti telah disinggung pada bagian awal, penyebab utama terjerumusnya remaja
dalam narkoba adalah keringnya nilai-nilai spiritual. Kekeringan spiritual itu mengakibatkan
kebingungan sementara kalangan renaja untuk menemukan pegangan. Akibatnya berjalin
berkelindan dengan faktor-faktor lain, seperti broken home, lingkungan tak sehat dan lain-lain.
Akhirnya remaja tersebut terjerumus ke dalam narkoba. Kebudayaan moderen yang berintikan
liberalisasi, rasionalisasi, efisiensi secara konsisten terus melakukan proses pendangkalan
kehidupan spiritual.
Dalam pada itu dunia dewasa ini dilanda oleh materialisme yang menimbulkan
berbagai masalah sosial yang pelik. Banyak orang mengatakan bahwa dalam menghadapi
meterialisme yang melanda dunia sekarang, perlu dihidupkan kembali spiritualisme.
Disini tasawuf dengan ajaran kerohanian dan akhlak mulianya dapat memainkan peranan
8
ibid.
Madjid, Nurcholish. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta :Paramadina
10
David Berry. Sumber : http://www.davidberryart.com/articles/sufism.html
9
6
penting. Tetapi untuk itu yang perlu ditekankan tarekat dalam diri para pengikutnya adalah
penyucian diri dan pembentukan akhlak mulia disamping kerohanian dengan tidak
mengabaikan kehidupan keduniaan.
Belakangan ini muncul gejala baru yang berbeda dengan era sebelumnya. Gerakan
tarekat muncul di tempat yang tidak diduga sebelumnya, seperti di Manhattan dan New York.
Di Indonesia sendiri, beberapa tahun terakhir gejala munculnya penghayatan sufisme ke
panggung kehidupankeagamaan juga terlihat dengan jelas. Buku-buku ke-sufi-an makin marak
hampir di semua toko buku. Ini indikasi kuat makin populernya sufisme dalam masyarakat
kontemporer.
Sayyed Hossein Nasr, dalam suatu surveinya pada tahun 1990 menyimpulkan , dalam
beberapa dekade terakhir ini telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam minat terhadap
sufisme., terutama di kalangan terdidik.11Faslur Rahman menamakan sufisme yang muncul
pada era modern ini sebagai neo-sufisme, atau sufisme yang telah diperbaharui.
Neo-sufi berkembang dengan berbagai kebaruan sehingga terjadi banyak modifikasi,
misalnya dzikir model Arifin Ilham, ritual gaya Haji Haryono, dan mungkin masih cukup banyak
variasi lainnya. Kesemuannya itu bertujuan yang sama yaitu untuk mencari pencerahan batin
dari kegersangan spiritual masyarakat modern.
Ketika hal-hal yang bersifat material tak mampu mengatasi persoalan hidup, maka
tasawuf menawarkan solusinya. Inilah bukti bahwa tasawuf merupakan bagian peradaban
Islam yang tidak harus dipandang dengan lensa negatif.
D. Penutup
Sufisme atau tasawuf merupakan buah peradaban Iaslam yang sangat tua, namun
mengalami revitalisasi di era modern ini. Kehadirannya semakin bermakna ketika ia mampu
menjadi”oase di padang pasir” bagi masyarakat modern yang pengalami krisis spiritual. Dalam
bentuk tarekat tertentu atau dalam bentuk yang sudah termodifikasi, tasawuf menjadi obat
penyakit modernisasi dengan segala dampak negatifnya.
Tasawuf dengan ajaran kerohanian dan akhlak mulianya semakin memainkan
peranan penting. Ia yang dahulu dituduh penyebab kemunduran Islam, dan disikapi secara
negatif oleh beberapa pakar Islam, seperti Faslur Rahman dan al-Faruqi, kini makin
mendapatkan tempat dalam masyarakat modern. Bahkan ia menjadi solusi yang dinantikan
bagi problematika masyarakat modern.
****
11
Kahmad, Dadang. 2002. Tarekat dalam Masyarakat Islam ; Spiritualitas Masyarakat Modern.
Bandung :Pustaka Setia (hal.76)
7
Daftar Pustaka
Arberry.A.J. 1983. Muslim Saints and Mystics atau Warilsan para Awliya. (terj.Anas
Mahyuddin). Bandung: Pustaka
Azra, Azyumardi. 1998. Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu
Bruinessen, Martin Van, 1994. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Jakarta : Mizan
David Berry. Sumber : http://www.davidberryart.com/articles/sufism.html
Kahmad, Dadang. 2002. Tarekat dalam Masyarakat Islam ; Spiritualitas Masyarakat Modern.
Bandung :Pustaka Setia
Madjid, Nurcholish. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta :Paramadina
Nasution, Harun. “Tasawuf” http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.htm
Rahman, Faslur.2000. Islam. Jakarta : Pustaka (hal 190)
8
Download