identifikasi bakteri selulolitik asal tanah situ gede

advertisement
IDENTIFIKASI BAKTERI SELULOLITIK ASAL TANAH
SITU GEDE DENGAN TEKNIK GENETIKA MOLEKULER
BUNGA NOVIA SELPANI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Bakteri
Selulolitik Asal Tanah Situ Gede dengan Teknik Genetika Molekular adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing yang belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Penelitian ini didanai oleh Balai
Besar Bioteknologi dan Semberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN), anggaran
tahun 2015. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Bunga Novia Selpani
NIM G84110018
ABSTRAK
BUNGA NOVIA SELPANI. Identifikasi Bakteri Selulolitik Asal Tanah Situ Gede
dengan Teknik Genetika Molekuler. Dibimbing oleh AKHMAD ENDANG
ZAINAL HASAN dan ENY IDA RIYANTI.
Selulosa merupakan salah satu biopolimer yang melimpah di alam dan
merupakan limbah pertanian yang dominan. Selulosa dapat didegradasi melalui
enzim selulase menjadi glukosa. Penelitian ini bertujuan melakukan identifikasi
bakteri selulolitik dan uji aktivitas enzim selulase. Metode yang dilakukan meliputi
penanaman isolat dari tanah lembab, pengujian zona bening, isolasi DNA,
visualisasi fragmen DNA dengan metode elektroforesis, amplifikasi gen 16S rDNA
dengan polymerase chain reaction (PCR), analisis keragaman gen 16S rDNA
dengan enzim EcoR1, dan analisis sekuensing DNA, serta pengukuran aktivitas
enzim secara kualitatif dan kuantitatif dengan media seleksi CMC. Enam isolat
yang dianalisis dengan enzim restriksi menghasilkan tiga keragaman berdasarkan
perbedaan ukuran basa yaitu 1500 bp, 850 bp, dan <850 bp. Dua isolat yang
dianalisis dengan GeneBank yang tersedia di NCBI, 82% identik dengan Cellvibrio
fibrivorans untuk isolat D714 dan 81% identik dengan Cellvibrio gandavensis
untuk isolat J531. Isolat D714, D533, J731, dan J531 yang diuji aktivitas enzimnya
mendapatkan aktivitas paling tinggi pada hari ke tujuh yaitu berturut-turut sebesar
0.1054 IU/mL, 0.0996 IU/mL, 0.101 IU/mL, dan 0.9689 IU/mL.
Kata kunci : bakteri selulolitik, enzim selulase, gen 16S rDNA
ABSTRACT
BUNGA NOVIA SELPANI. Identification Cellulolytic Bacteria from Situ Gede
Soil with Genetic Molecular Technique. Supervised by AKHMAD ENDANG
ZAINAL HASAN and ENY IDA RIYANTI
Cellulose is a biopolymer in nature which is dominant agricultural waste.
Many practices degrade cellulose into glucose molecules by using cellulase
enzyme. This research aim to identify the cellulolytic bacteria and to test cellulase
activities. The methods are platting isolates, halo zone testing, DNA isolation,
visualization of DNA fragmen by electrophoresis, 16S rDNA gene amplification
by Polymerase Chain Reaction (PCR), 16S rDNA gene divesity analysis with
restriction enzymes, DNA sequensing analysis, and enzymatic assay using CMC
selective media. Six isolates were analyzed by restriction enzyme and showed three
diversity of based, its differences by size. The size of the bases are 1500 bp, 850
bp, and <850 bp. Sequensing DNA by GeneBank in NCBI web are 85% indentical
between Cellvibrio fibrivorans to isolate D714 and then 81% identical to Cellvibrio
gandavensis to isolate J531. Enzyme activities of isolates D714, D533, J731, and
J531 has been tested enzyme to get the highest activity on seventh day is 0.1054
IU/mL, 0.0996 IU/mL, 0.101 IU/mL, and 0.9689 IU/mL.
Key words : cellulolytic bacteria, cellulase enzyme, gene 16S rDNA
IDENTIFIKASI BAKTERI SELULOLITIK ASAL TANAH
SITU GEDE DENGAN TEKNIK GENETIKA MOLEKULER
BUNGA NOVIA SELPANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
inovasi biomasa, dengan judul Identifikasi Bakteri Selulotik Asal Tanah Situ Gede
dengan Teknik Genetika Molekuler.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ahmad Endang Zainal Hasan
dan Ibu Eny Ida Riyanti selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
saran terhadap penelitian ini. Di samping itu, terimakasih kepada Ibu Sukma, Pak
Heri, beserta staf, teknisi , serta teman-teman praktik lapang dan penelitian Di BBBIOGEN. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua
tercinta, adik-adik tersayang, Keluarga Biokimia 48, serta kakak-kakak dan temanteman, atas segala doa dan kasih sayangnya hingga karya ilmiah ini selesai.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Bunga Novia Selpani
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
HASIL
PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
1
2
2
2
5
10
14
14
14
14
17
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Hasil penanaman isolat bakteri
Pemurnian isolat bakteri dengan metode gores
Zona bening yang terbentuk
Kurva pembentukan zona bening
Analisis hasil isolasi DNA
Analisis hasil isolasi DNA lanjutan
Hasil amplifikasi dengan PCR
Analisis keragaman dengan enzim restriksi
Analisis persamaan gen 16S rDNA pada isolat D714
Analisis persamaan gen 16S rDNA pada isolat J531
Grafik aktivitas enzim selama 9 hari
Reaksi antara DNS dengan glukosa
6
6
6
7
7
8
8
9
9
9
10
12
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Alur penelitian
Kurva standar glukosa
Isolat terpilih dengan aktivitas enzim dan contoh perhitungannya
Kurva hubungan konsentrasi substrat dengan aktivitas enzim
Tabel hubungan konsentrasi substrat dan aktivitas enzim
Kurva penentuan Km dan Vmaks
Contoh perhitungan Km dan Vmaks
Tabel hasil perhitungan Km dan Vmaks
18
19
19
20
20
20
22
22
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan sumber biomassa yang
melimpah sebagai cadangan energi. Tanaman yang bisa tumbuh sepanjang tahun
menjadikan potensi besar akan sumber biomassa ini. Cadangan energi yang
semakin menipis dialami oleh seluruh negara–negara di dunia, dengan tingginya
konsumsi energi karena peningkatan penduduk. Pemanfaatan limbah biomassa
sebagai produk utama penghasil energi beberapa telah dikembangkan dengan pesat.
Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman dalam produk utama sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel. Ubi kayu juga telah dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan bioetanol. Menurut Hazra et al. (2011), biomassa adalah limbah benda
padat yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam bentuk bahan bakar.
Sumber biomassa yang dijadikan objek dalam penelitian ini yaitu jerami padi dan
limbah daun hutan.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang dominan di
Indonesia, dengan produktivitas padi mencapai 51.35 kuintal/hektar (BPS 2014).
Jerami padi paling banyak dimanfaatkan sebagai pupuk atau dibakar, pakan ternak,
dan juga digunakan sebagai keperluan industri. Menurut Fatmawati (2005), jerami
padi mengandung 3.2% protein kasar, 32.56% serat kasar, 1.33% lemak, 40.80%
selulosa, 26.62% hemiselulosa, dan 3.78% lignin. Selulosa pada jerami padi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol, namun memerlukan tahapan khusus
dalam proses konversinya. Konversi selulosa menjadi glukosa dari jerami padi yaitu
memerlukan hidrolisis dengan bantuan katalis.
Tahapan penting dalam biokonversi jerami padi menjadi glukosa adalah
hidrolisis dengan bantuan katalis, yaitu proses degradasi selulosa menjadi gula yang
lebih sederhana seperti selobiosa ataupun glukosa (Wahyuningtyas et al. 2013).
Menurut Nelson dan Cox (2005), hidrolisis dapat dilakukan secara kimia dan
enzimatik. Hidrolisis kimia menggunakan asam sebagai salah satu katalisnya dan
enzimatik menggunakan selulase sebagai katalisnya. Taherzadeh dan Karimi
(2007) menyatakan bahwa katalis dengan enzim merupakan proses yang lebih
ramah lingkungan, kondisi operasi lebih lunak (pH netral dan suhu rendah), serta
berpotensi memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis asam.
Enzim selulase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari endoglukanase,
eksoglukanase, dan selobiase yang mampu mendegradasi selulosa menjadi molekul
kecil yang lebih sederhana (Murashima et al. 2002). Enzim selulase dapat
diproduksi oleh mikroba selulolitik baik kapang ataupun bakteri. Kapang yang
biasa digunakan yaitu dari jenis Trichoderma, Aspergillus, dan Penicillum.
Sedangkan bakteri yang dapat memproduksi selulase yaitu Pseudomonas,
Cellulomonas, Bacillus, Micrococcus, Cellvibrio, dan Sporosphytophaga (Lynd et
al. 2002). Lamid et al. (2011) telah mengisolasi bakteri selulolitik dari rumen sapi
yaitu Nitrosomonas europae, Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulans,
Cytophaga hutchinsoi, Achidothermas cellulyticus, Lactobacillus acidophilus, dan
Cellvibrio mixtus.
Produksi enzim selulase oleh bakteri selulolitik diharapkan dapat bermanfaat
dalam menangani permasalahan menipisnya cadangan energi. Rismijana et al.
(2003) telah memanfaatkan enzim selulase dalam proses penghilang tinta kertas.
Selain itu, Widjaja dan Gunawan (2012) telah mengembangkan teknologi produksi
2
bioetanol melalui pemanfaatan selulosa dan hemiselulosa dalam jerami padi.
Penelitian terkait produksi enzim selulase melalui mikroba telah banyak dilakukan.
Seperti yang dilakukan oleh Kodri et al. (2013) memanfaatkan enzim selulase dari
Trichoderma reseei dan Aspergillus niger sebagai katalisator hidrolisis enzimatik
jerami padi. Penelitian ini bertujuan melakukan identifikasi bakteri selulolitik
penghasil enzim selulase dengan teknik genetika molekuler serta melakukan uji
aktivitas enzim secara kualitatif dan kuantitatif.
METODE
Bahan dan Alat
Alat–alat yang digunakan terdiri dari tabung reaksi, labu Erlenmeyer, jarum
inokulum (ose), cabinet laminar air flow, autoklaf, pembakar spirtus, hot plate
stirrer, stirrer bar, pH meter, inkubator, mikropipet, batang L, pipet tip, mesin
goyang, mesin PCR Biorad, ChemDoc, UV transminalator, penangas air,
spektrofotometer Biorad, seperangkat alat elektroforesis (tray, comb, chamber),
tabung Eppendorf.
Bahan–bahan yang digunakan adalah sampel tanah lembab asal Situ Gede,
media Carboxil Methil Cellulase (CMC), MgSO4, MnSO4, NaCl, amonium nitrat,
NaCl 1%, akuades, alkohol teknis, congo red 0.1%, etanol 70%, etanol absolut,
bufer ekstrak, kalium asetat, balok es, reagen DNS, etidium bromida, marker 1 kb,
loading dye, gel agarose 1%, larutan TAE, Kappa 2G Fast Ready Mix, MgCl2,
primer 1492R dan 27F, EcoR1 Promega, bufer enzim restriksi Promega, dan
ddH2O.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari Januari–Maret 2015 di Laboratorium Biologi
Molekuler Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BBBIOGEN), Cimanggu, Bogor. Penelitian ini diawali dengan penanaman dan
pemurnian sampel. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi bakteri secara
molekular yang terdiri atas isolasi DNA, polymerase chain reaction (PCR),
visualisasi fragmen DNA dengan elektroforesis, analisis gen 16S rDNA dengan
enzim restriksi, dan analisis sekuensing DNA. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas
enzim secara kuantitatif dan kualitatif.
Pengambilan Sampel (Susilowati 2007)
Sampel diambil dari tanah lembab yang berasal dari tumpukan daun dan
jerami asal daerah Situ Gede, Dramaga Bogor. Sampel diambil dari tanah dengan
kedalaman 10 mm dari permukaan tanah yang berada di bawah tumpukan jerami
dan daun dengan mengggunakan sendok.
Pengenceran Sampel (Modifikasi dari Pirzadah et al. 2014)
Sampel diencerkan hingga pengenceran 10-8 dengan cara 10 g sampel tanah
dilarutkan ke dalam 100 mL akuades steril dan kemudian dihomogenkan.
Pengenceran ini mendapatkan larutan pengenceran 10-1. Setelah itu, 1 mL
3
campuran tersebut dilarutkan ke dalam 9 mL akuades dan dihomogenkan.
Pengenceran ini mendapatkan larutan pengenceran 10-2. Pengenceran tersebut
dilakukan hingga didapatkan larutan pengenceran 10-8.
Penumbuhan Isolat Bakteri (Modifikasi dari Nurkanto 2007)
Media yang digunakan adalah media Carboxy methyl cellulose (CMC) dari
Sigma C9481. Komposisi media dalam 1 L akuades yaitu 1 g (NH4)NO3, 1 g
MgSO4, 1 g MnSO4, 1 g yeast ekstrak, 10 g CMC, 1g FeSO4, 1 g NaCl, 18 g Agar.
Derajat pH diatur dengan penambahan NaOH hingga pH mencapai 7. Penumbuhan
isolat bakteri menggunakan sampel hasil pengenceran 10-6 dan 10-8. Sebanyak 100
µL sampel masing–masing dipindahkan ke media CMC dan dilakukan dengan tiga
kali pengulangan. Inkubasi dilakukan selama satu minggu dalam suhu 28ºC.
Pembuatan Kultur Murni (Modifikasi dari Pirzadah et al. 2014)
Koloni–koloni yang didapatkan saat penumbuhan isolat bakteri yang
memberikan zona bening, dipindahkan ke media baru dengan cara digores yang
dilakukan secara duplo. Inkubasi dilakukan selama tiga hari dalam suhu 28oC.
Koloni tunggal bakteri diberi kode J untuk sampel dari jerami dan D untuk sampel
dari daun. Urutan kode kedua diberi 7 untuk pengenceran 10-8 dan 5 untuk
pengenceran 10-6. Urutan kode ketiga sesuai dengan pengulangan penumbuhan
isolat pada cawan petri. Urutan kode terakhir yaitu koloni tunggal yang diambil dari
penumbuhan isolat bakteri. Sehingga isolat diberi nama J721 dan D511.
Uji Isolat Pendegradasi Selulosa Secara Kualitatif (Nurkanto 2007)
Koloni bakteri dibiakkan di dalam media cair, kemudian diteteskan ke media
padat sebanyak 10 µL. Inkubasi dilakukan selama 3 hari dalam suhu 28oC. Setelah
itu, dicuci dengan congo red 0.1% selama 30 menit, kemudian dibilas dengan NaCl
1%. Pengukuran aktivitas dilakukan dengan cara membandingkan rasio diameter
zona bening dengan diameter koloni yang tetap ada.
Isolasi DNA bakteri (Modifikasi dari Zhang et al. 2013)
Koloni bakteri sebelumnya dibiakkan ke dalam media cair selama 24 jam,
250 rpm pada suhu ruang. Setelah itu, dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf
sebanyak 1.5 mL. Setiap koloni dipindahkan ke dalam dua tabung Eppendorf.
Kemudian, disentrifus selama 3 menit dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4oC.
Supernatannya dibuang dan peletnya diambil. Setelah itu, ditambahkan lagi dengan
koloni bakteri yang ada di dalam media cair sebelumnya pada volume 1.5 mL. Lalu
disentrifus lagi selama 3 menit dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 10oC. Dan
seterusnya hingga didapatkan sel bakteri yang murni dari pelet dengan jumlah yang
banyak.
Sel berupa pelet kemudian ditambahkan dengan 650 µL bufer ekstraksi
(campuran NaCl, Tris-HCl pH 8, EDTA, SDS, dan PVP). Kemudian diinkubasi
selama 30 menit dalam suhu 65oC. Setelah itu didinginkan dan ditambahkan 100
µL kalium asetat. Sampel tersebut disentrifus dengan kecepatan 13 000 rpm selama
5 menit dalam suhu 4oC. Supernatan diambil kemudian ditambahkan etanol absolut
sebanyak 2 kali volume awal. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 10 000 rpm
selama 5 menit dalam suhu 4oC. Supernatannya dibuang, ditambahkan 500 µL
etanol 70% dan disentrifus dengan kecepatan 13 000 rpm selama 10 menit dalam
4
suhu 4oC. Supernatannya dibuang dan pelet DNA ditambahkan 30 µL akuades steril
(ddH2O). Larutan DNA yang didapatkan di visualisasi dengan cara elektroforesis
DNA.
Visualisasi fragmen DNA dengan Elektroforesis
Gel yang digunakan adalah gel agarose 1 % yaitu 1 gram agarose dalam 100
mL larutan TAE. Gel dicetak di dalam kotak gel dan dimasukkan ke dalam reservoir
yang diisi dengan larutan buffer TAE. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam
kolom gel masing–masing sebanyak 2 µL, kemudian ditambahkan 1 µL loading
dye untuk pewarnaan. Marker yang digunakan adalah marker 1 kb. Setelah itu,
proses pemisahan fragmen DNA dijalankan selama 30 menit. Setelah selesai 30
menit, direndam dalam EtBr dan divisualisasikan melalui program ChemDoc.
Elektroforesis dilakuakan selama dua kali. Tahapan pertama sebelum PCR dan
kedua setelah PCR.
Amplifikasi gen 16S rDNA dengan Polimerase Chain Reaction (Salaki et al.
2010)
Komposisi PCR 12.5 µL Kappa 2G Fast Ready Mix, 1.25 µL UFP, 1.25 µL
URP, 0.5 µL MgCl2, 1 µL DNA, dan 8.5 µL H2O dicampurkan ke dalam tabung
Eppendorf. Kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan siklus denaturasi
pada suhu 95ºC selama 30 detik, anealling pada suhu 57ºC selama 60 detik, dan
elongasi pada suhu 72ºC selama 60 detik, siklus diulang selama 30 kali dengan total
lama reaksi selama 129 menit. Setelah 129 menit, ditunggu 10 menit hingga suhu
mesin PCR sesuai dengan suhu ruang. Sampel dapat diambil dan digunakan pada
tahapan sekuensing.
Uji Isolat Pendegradasi Selulosa Secara Kuantitatif
Pembuatan Kurva Standar. Kurva standar dibuat dengan menggunakan
larutan glukosa dengan interval konsentrasi 0–500 ppm. Sebanyak 1 mL larutan
glukosa dimasukkan ke dalam tabung secara tertutup dan ditambahkan dengan 1
mL akuades. Campuran tersebut diaduk dan ditambahkan 1 mL reagen DNS,
kemudian diaduk lagi. Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 7
menit dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.
Pengujian Aktivitas Enzim (Miller 1959). Aktivitas enzim diawali dengan
menumbuhkan isolat ke dalam media cair. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan
dari hari ke-1 hingga hari ke-7 setelah inkubasi hari pertama. Selanjutnya, untuk
memperoleh supernatan (larutan enzim dengan CMC-ase) bebas sel, koloni yang
tumbuh dalam media cair tersebut disentrifus dengan kecepatan 6000 rpm selama
30 menit dalam suhu 4ºC. Setelah itu supernatan diambil 1 mL dimasukkan dalam
tabung reaksi dalam keadaan tertutup dan ditambahkan dengan 1 mL substrat CMC
1%. Campuran tersebut diaduk dan ditambahkan 1 mL reagen DNS, kemudian
diaduk lagi, dan diinkubasi selama 30 menit dengan suhu ruang. Campuran tersebut
dipanaskan dalam air mendidih selama 7 menit untuk inaktivasi enzim dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm. Aktivitas enzim diukur
berdasarkan metode CMC-ase dalam pengujian aktivitas enzim didefinisikan dalam
satu International Unit (IU) sebagai 1 μmol glukosa yang dihasilkan dari degradasi
substrat CMC tiap menit dalam waktu inkubasi 30 menit. Rumus yang digunakan
untuk menentukan aktivitas enzim adalah sebagai berikut:
5
IU =
µmol glukosa
V enzim ×t inkubasi
Keteragan:
µmol glukosa : jumlah glukosa yang dihasilkan dalam µmol
V enzim
: volume enzim yang direaksikan
t inkubasi
: waktu inkubasi
Penentuan Km dan Vmaks (Kanti 2005). Penentuan Km dan Vmaks
berdasarkan teori Michelis – Menten dan Lineweaver – Burk dengan menggunakan
konsentrasi substrat yang bervariasi yaitu 0.5 %, 0.6%, 0.8%, 1.0% dan 1.2%.
Sebanyak 1 mL substrat dicampurkan dengan 1 mL enzim dari media sebelumnya
dan diinkubasi dalam suhu 37oC selama 1.5 jam. Kemudian ditambahkan dengan 1
mL reagen DNS dan diinkubasi dalam air mendidih selama 7 menit. Selanjutnya
dihitung absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Dalam kinetika persamaan
Michelis – Menten,
Vo =
1
Vo
Keterangan :
Vo
: Kecepatan reaksi awal
Vmaks : Kecepatan reaksi akhir
d (produk)
dt
Km 1
1
= Vmaks 𝑆 + Vmaks
S
Km
: Konsentrasi substrat
: Konstanta Michelis
Analisis Keragaman Gen 16S rDNA dengan Enzim Restriksi
Komposisi campuran yang digunakan meliputi 4.0 µL DNA sampel, 0.5 µL
EcoR1 Promega, 2.0 µL bufer Promega, 1.0 µL MgCl2 , dan 12.5 µL H2O
dicampurkan ke dalam tabung Eppendorf. Kemudian diinkubasi dalam suhu 37oC
selama 1.5 jam. Setelah itu, analisis keragaman gen 16S rDNA divisualisasi dengan
elektroforesis, sehingga didapatkan keragaman berdasarkan perbedaan ukuran
fragmen DNA-nya. Sampel dianalisis berdasarkan isolat yang tumbuh dengan
perbedaan warna pada saat penanaman isolat bakteri.
Analisis Sekuens DNA
Reaksi hasil PCR kemudian ditentukan urutan basanya dengan bantuan mesin
ABI PRISM sequencer di Genetic Sciences. Setelah itu, urutan basa nitrogen
dianalisis dengan metode BLAST untuk identifikasi spesies dengan menggunakan
fasilitas dari situs blast.ncbi.nlm.nih.gov.
HASIL
Isolat Bakteri Selulolitik pada Media CMC
Larutan sampel yang telah diencerkan ditanam ke dalam media Carboxy
Methyl Cellulose (CMC) padat bertujuan mendapatkan isolat bakteri selulolitik
yang diinginkan. Setelah dilakukan pengamatan setiap hari, isolat bakteri tumbuh
6
dalam jangka waktu tiga hari. Isolat bakteri tumbuh dengan berbagai macam koloni
bakteri yang dibedakan berdasarkan perbedaan warna (Gambar 1).
Gambar 1 Hasil penanaman isolat bakteri
Isolat-isolat yang didapatkan kemudian dipidahkan ke media baru dengan
metode gores (Gambar 2). Isolat bakteri tumbuh dengan lima macam warna yaitu
merah muda, ungu, putih, putih keruh, dan kuning. Selanjutnya untuk pengukuran
aktivitas enzim dan isolasi DNA, isolat yang tumbuh diinokulasikan ke media cair.
Gambar 2 Pemurnian isolat bakteri dengan metode gores
Aktivitas Enzim Selulase secara Kualitatif
Pengukuran aktivitas enzim secara kualitatif dilakukan dengan cara
mengukur indeks zona bening yang dihasilkan (Gambar 3). Indeks zona bening
merupakan rasio antara diameter koloni bakteri yang tumbuh dengan diameter zona
bening yang terbentuk. Pengukuran ini dilakukan dengan cara meneteskan larutan
congo red 0.1%. Sampel D714 merupakan sampel tanah yang berasal dari
tumpukan daun dengan pengenceran sampel 10-8, sedangkan J531 merupakan
sampel yang berasal dari tanah yang berada di bawah tumpukan jerami dengan
pengenceran sampel 10-6. Perbandingan dari hasil indeks zona bening yang terukur
terdapat pada Gambar 4. Sampel yang menghasilkan zona bening sebanyak 15 dari
20 isolat yang diuji.
J531
Gambar 3 Zona Bening yang terbentuk
7
Indeks zona bening
1,2
0,9
0,9
0,89
0,714 0,741
0,6
0,53
0,583
0,64
0,58
0,5
0,4
0,36
0,36
0,272
0,3
0,33
0,2
0
J711 D533 D511 D712 D731 D713 D721 J721 D534 J712 J731 D531 J531 J731 D714
Isolat bakteri
Gambar 4 Kurva pembentukan zona bening
DNA Kromosom
Isolasi DNA kromosom dilakukan setelah mendapatkan pelet dari koloni
yang diinokulasi di dalam media cair. DNA kromosom yang diisolasi sebanyak 20
isolat dari hasil penanaman isolat bakteri. Setelah berhasil diisolasi, DNA
kromosom yang didapatkan dianalisis menggunakan teknik elektroforesis (Gambar
5 dan 6). Elektroforesis setelah isolasi DNA bertujuan menentukan tingkat
keberhasilan isolasi DNA. Ukuran DNA yang berhasil diisolasi yaitu lebih besar
dari 10.000 bp.
M
1
2
4
3
5
6
7
8
9
11
10
10.000 bp
Gambar 5 Analisis hasil isolasi DNA dengan elektroforegram. Keterangan:
M (Marker 1 kb ladder); 1 (D522); 2 (D712); 3 9D731); 4 (D534); 5 (D511); 6
(D713); 8 (J712); 9 (J732); 10 (D731); dan 11 (J721)
M
12
13
14
15
16
17
18
19
20
10.000 bp
Gambar 6 Analisis hasil isolasi DNA dengan elektroforegram lanjutan.
Keterangan M (Marker 1 kb ladder); 12 (J711); 13 (D721); 14 (D723); 15 (J722);
16 (J531); 17 (J731); 18 (D533); 19 (D714); dan 20 (D521).
8
Amplifikon Gen 16S rDNA
Amplifikasi dilakukan setelah isolasi DNA dengan menggunakan teknik
PCR. Amplifikasi gen 16S rDNA dari isolat bakteri dengan teknik PCR dilakukan
dengan tiga tahapan utama yaitu denaturasi, annealling, dan elongasi. Hasil
amplifikasi kemudian dianalisis dengan teknik elektroforesis (Gambar 7). Gen 16S
rDNA yang diamplifikasi merupakan isolat yang membentuk zona bening dengan
diameter paling besar dan menandakan aktivitas enzim selulase yang tinggi.
M
D71
4
J731
D712
J732
D53
4
D713 D731
J72
1
J53
1
D53
3
M
1500 bp
1500 bp
Gambar 7 Hasil amplifikasi DNA dengan PCR. Keterangan: M (marker)
Keragaman Gen 16S rDNA
Keragaman gen 16S rDNA dengan pemotongan enzim restriksi, dipilih enam
isolat hasil amplifikasi PCR dan berdasarkan perbedaan warna bakteri yang tumbuh
saat penanaman isolat (Gambar 8). Amplikon yang dipilih berdasarkan perbedaan
warna koloni yang tumbuh saat penanaman isolat. Berdasarkan hasil yang
didapatkan, terdapat tiga jenis keragaman ukuran yaitu 1500 bp, 850 bp, dan kecil
dari 850 bp. Isolat D534, D731, J721, dan D533 mempunyai keragaman yang sama
dengan ukuran basa sebesar 850 bp. Isolat J732 tidak terpotong dan tetap berukuran
sebesar 1500 bp. Isolat D713 berukuran kurang dari 850 bp karena potongan basa
yang dihasilkan tertahan dibawah 1000 bp dan 700 bp.
Gambar 8 Analisis keragaman dengan pemotogan enzim restriksi
9
Hasil Sekuens DNA
Analisis sekuens DNA menggunakan fasilitas blastn pada web National
Center for Biotechnology Information (NCBI). Data sekuens DNA telah
disekuensing pada perusahaan Genetic Science. Berdasarkan perbandingan analisis
data dengan GeneBank, isolat D714 mirip dengan Cellybrio fibrivorans dan isolat
J531 mirip dengan Cellybrio gandavensis (Gambar 9 dan 10). Kemiripan dengan
isolat D714 yaitu 82% dengan Cellybrio fibrivorans, sedangkan isolat J531 mirip
81% dengan Cellybrio gandavensis.
Gambar 9 Analisis persamaan gen 16S rDNA pada isolat D714
Gambar 10 Analisis persamaan gen 16S rDNA pada isolat J531
Aktivitas Enzim Selulase secara Kuantitatif
Pengukuran laju aktivitas enzim secara kuantitatif diawali dengan mengukur
kurva standar glukosa yang berasal dari glukosa. Setelah itu, dilakukan pengukuran
aktivitas enzim selama sembilan hari. Enzim yang diukur laju aktivitasnya berasal
dari supernatan bebas koloni bakteri yang telah dipisahkan sebelumnya dengan
metode sentrifugasi. Sampel yang diukur aktivitasnya adalah tiga sampel yang
mempunyai zona bening terbaik. Laju aktivitas enzim didefinisikan salam satu
Internasional Unit (IU) yaitu dalam 1 µmol glukosa yang dihasilkan dari degradasi
substrat CMC tiap menit inkubasi (30 menit).
Hasil pengukuran laju aktivitas enzim selama masa kultivasi dapat dilihat
pada Gambar 11. Laju aktivitas enzim maksimum terukur pada hari ke tujuh,
dengan aktivitas enzim untuk isolat D714, D533, J531, dan J731 sebesar 1.054 ×
10-1 U/mL, 0.99 × 10-1 U/mL, 1.01 × 10-1 U/mL, dan 0.97 × 10-1 U/mL. Hasil pengukuran
Km dan Vmaks terhadap isolat D714, D533, J731, dan J531 dapat dilihat pada
Lampiran 9. Besar Km yang terukur pada masing–masing isolat adalah 0.215 %b/v,
0.1503 %b/v, 0.3167 %b/v, dan 0.198 %b/v. Sedangkan Vmaks yang terukur pada
masing–masing isolat adalah sebesar 11.59 µg/mL menit, 10.02 µg/mL menit,
10.34 µg/mL menit, dan 9.207 µg/mL menit. Isolat J531 dan D714 mempunyai
10
aktivitas enzim tertinggi yang dapat dilihat dari hasil pengukuran Km dan Vmaks.
Pemilihan isolat yang diuji berdasarkan pembentukan zona bening dan keberhasilan
saat isolasi DNA kromosom.
1,1
Unit X 10-1 (U/ml)
1,05
1
D714
0,95
D533
0,9
J731
J531
0,85
0,8
0,75
0
2
4
6
8
10
Pengukuran Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 11 Kurva laju aktivitas enzim selama sembilan hari
PEMBAHASAN
Isolat Bakteri Selulolitik pada Media CMC
Substrat Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan substrat selulosa yang
berbentuk amorphous sehingga dapat digunakan untuk pengujian aktivitas selulase.
Bakteri yang mampu tumbuh pada media CMC menunjukkan bahwa bakteri
tersebut dapat memanfaatkan selulosa sebagai salah satu sumber nutriennya
terutama sumber karbon. Bakteri tersebut menghasilkan enzim selulase untuk
mendegradasi selulosa menjadi glukosa (Deviani et al. 2014). Hasil penanaman
isolat bakteri (Gambar 1) didapatkan dalam jangka waktu tiga hari, hal ini
dikarenakan bakteri tersebut tumbuh dan dapat menyerap nutrien dengan baik mulai
dari hari ketiga. Warna koloni yang didapatkan beragam yaitu ungu, putih, putih
keruh, kuning keruh, dan merah muda. Isolat bakteri yang dipilih adalah isolat yang
bisa menggunakan substrat CMC, yang diasumsikan mempunyai aktivitas
selulolitik.
Aktivitas Enzim Selulase secara Kualitatif
Pengukuran aktivitas enzim secara kualitatif dibuktikan dengan terbentuknya
zona bening. Zona bening yang terbentuk (Gambar 3) diukur diameternya dan
dibandingkan dengan diameter koloni. Zona bening yang terbentuk pada lapisan
substrat menunjukkan produksi enzim dari isolat sampel (Pirzadah et al. 2014).
Menurut Nugraha et al. (2010), media agar menghasilkan zona bening karena
adanya reaksi antara congo red dan selulosa yang telah terhidrolisis oleh enzim
selulase. Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi enzimatik yang menguraikan
11
selulosa pada media CMC menjadi glukosa. Pembilasan dengan NaCl bertujuan
melunturkan warna congo red yang terdapat disekitar koloni, sehingga zona bening
lebih terlihat. Indeks zona bening diukur berdasarkan perbandingan diameter zona
bening yang terbentuk dengan diameter koloni. Perbedaan indeks zona ini
diasumsikan adanya perbedaan aktivitas enzim selulase yang dihasilkan masing–
masing isolat. Hasil pengukuran indeks zona bening pada Gambar 4 menunjukkan
perbedaan yang tidak berpengaruh karena diameter masing-masing koloni yang
tumbuh juga berbeda, sehingga indeks zona bening yang didapatkan tidak bisa
dibandingkan. Menurut Tripati (2013), zona bening terbentuk karena congo red
dapat berikatan dengan substrat selulosa yang telah terhidrolisis menjadi glukosa
sebagai hasil dari aktivitas enzim selulase, sedangkan daerah yang tidak
terhidrolisis akan menampilkan warna merah.
Aktivitas Enzim Selulase secara Kuantitatif
Aktivitas enzim secara kuantitatif dinyatakan dalam satuan Internasional Unit
(U/mL). Satuan Internasional Unit dinyatakan dengan 1 mikromol glukosa yang
dihasilkan per menit dalam 1 mL enzim CMC-ase. Laju aktivitas enzim diukur dari
banyaknya hasil glukosa yang tereduksi dari media CMC. Hasil pengukuran laju
aktivitas enzim secara kuantitatif pada Gambar 11 dan kelengkapan data pada
Lampiran 3 menunjukkan terjadinya peningkatan hingga hari ketujuh, artinya
produksi enzim CMC-ase oleh bakteri selulolitik dapat bekerja optimal hingga hari
ketujuh. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan fase pertumbuhan bakteri yang
eksponensial yaitu terjadinya peningkatan produksi enzim selulase. Setelah itu,
diikuti fase stasioner dan laju kematian yang menandakan aktivitas enzim menurun.
Konsentrasi substrat berpengaruh dalam aktivitas enzim, seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran 4 dan 5. Menurut Kanti (2005), besarnya kecepatan
reaksi enzimatik hampir sebanding dengan kenaikan konsentrasi substrat.
Konsentrasi substrat yang rendah mengakibatkan kecepatan reaksi akan relatif
lambat dan pada saat konsentrasi substrat yang tinggi kecepatan enzimatik akan
berjalan dengan cepat.
Pengukuran Km dan Vmaks juga telah dilakukan. Km (konstanta Michaells)
dan Vmaks (kecepatan maksimum reaksi) merupakan dua parameter kinetika
enzim. Nilai Km tidak tergantung pada besarnya konsentrasi enzim, akan tetapi
sebaliknya besar nilai Vmaks dipengaruhi oleh konsentasi enzim. Km diartikan
sebagai ukuran afinitas enzim terhadap substrat. Semakin kecil nilai Km, aktivitas
enzim semakin tinggi dan afinitasnya semakin besar. Besar nilai Vmaks ditentukan
pada saat enzim telah jenuh dengan substrat (Kim 1995 dalam Kanti 2005).
Lampiran 8 menunjukkan nilai Km dan Vmaks pada masing – masing isolat, seperti
besar Km dan Vmaks pada isolat J531 yaitu 0.3168 %b/v dan 11.594 U/ menit.
Metode yang digunakan adalah metode DNS (Miller 1959) dengan
menggunakan reagent Dinitrosalicylic Acid (DNS). Penggunaan natrium kalsium
tartat bertujuan menurunkan oksigen terlarut dengan meningkatkan konsentrasi ion
larutan. Menurut Kusmiati dan Agustini (2010), metode DNS mengukur kadar
glukosa dalam suasana alkali tanpa bereaksi dengan CMC (Gambar 12). Suasana
alkasi gula reduksi akan mereduksi asam 3,5-dinitrosalisilat berwarna jingga
membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat berwarna merah kecoklatan. Serapannya
dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.
12
Gambar 12 Reaksi antara DNS dan glukosa
DNA Kromosom Bakteri Selulolitik
Ukuran DNA kromosom yang telah diisolasi terlihat jelas pada analisis
elektroforesis Gambar 5 dan 6 yaitu lebih dari 10 000 bp. Menurut Demerdash
(2012), ukuran molekul DNA kromosom lebih dari 10 000 bp yaitu 22 000 hingga
23 000 kb. Selain itu, Nuroniyah dan Putra (2012) menyatakan bahwa faktor lain
selain ukuran molekul yang menyebabkan DNA kromosom tertahan diatas 10 000
bp dan tidak jauh dari sumur gel adalah karena konformasi DNA kromosom bakteri.
DNA kromosom bakteri memiliki konformasi sirkular yang menyebabkan molekul
DNA sulit melewati pori dalam agarose. Akibat konformasi DNA tersebut,
kromosom DNA memiliki laju migrasi yang rendah sehingga tertahan di daerah
lebih dari 10 000 bp.
Isolasi DNA kromosom bakteri dilakukan dengan menggunakan cara
sentrifugasi dan mengunakan bufer ekstraksi, kalium asetat, etanol absolut, dan
etanol 70% (Modifikasi dari Zhang et al. 2013). Penggunaan bufer ekstraksi yang
mengandung komponen NaCl, Tris-HCl pH 8, EDTA, SDS (sodium dodecyl
sulphate), dan PVP (polivinil pirolidon). Natrium klorida berfungsi memberikan
kondisi ionik yang stabil sehingga molekul DNA dapat terpisah dengan komponen
lainnya. Tris-HCl berfungsi sebagai larutan penyangga untuk kestabilan pH.
Larutan EDTA berfungsi mengikat kation divalen yang membentuk inhibitor enzim
DNA-se sehingga menjaga struktur DNA agar tidak terdegradasi. Natrium dodesil
sulfat berfungsi melisiskan membran sel sehingga DNA dapat diisolasi. PVP
meningkatkan presipitasi DNA terhadap etanol dingin (Sambrook dan Russell
2001). Setelah penambahan bufer ekstraksi dilakukan pemanasan dengan suhu 65ºC
supaya dinding sel bakteri pecah.
Kalium asetat adalah senyawa yang dapat berikatan dengan debris sel dan
protein sehingga membentuk senyawa kompleks kalium asetat-protein-debris sel.
Etanol absolut digunakan dalam proses pengendapan DNA dan melarutkan molekul
protein yang tersisa serta etanol 70% untuk mengendapkan pengotor yang
menempel pada DNA (Fatimawali et al. 2011).
Amplifikon Gen 16S rDNA
PCR merupakan metode amplifikasi yang digunakan untuk melipatgandakan
DNA dalam waktu singkat. Komponen yang digunakan dalam teknik ini yaitu
kappa 2G Fast Readymix, primer 1492R dan 27F, MgCl2, DNA sampel, dan H2O.
Kappa merupakan salah satu produk dari perusahaan kappa biosistem yang
merupakan generasi enzim untuk proses dan kecepatan yang tinggi, lebih cepat dari
Taq polimerase. Selain itu, kappa juga mengandung campuran komponen dNTP
dengan konsentrasi 10 mM. Menurut Frank et al. (2008), primer 1492R dan 27F
13
merupakan primer umum yang digunakan dalam amplifikasi gen 16S rDNA. Selain
itu, primer 1492R dan 27F juga membantu dalam perolehan data sekuen DNA.
Penggunaan MgCl sangat berpengaruh dalam penentuan aktivitas enzim Tag
polimerase karena berfungsi sebagai kofaktor enzim.
Teknik PCR untuk amplifikasi 16s rDNA dilakukan selama 30 siklus dengan
urutan tahapan umum denaturasi awal, denturasi, annealing, ekstensi, post ekstensi,
dan pendinginan sampel DNA. Menurut Ratnayani et al. (2009), pita tebal yang
ditunjukkan dalam Gambar 7, menandakan banyaknya jumlah DNA cetakan yang
telah teramplifikasi. Makin tebal pita, maka jumlah DNA cetakan yang
teramplifikasi makin banyak. Hasil analisis elektroforegram amplifikasi DNA
menunjukkan ukuran basa DNA sebesar 1500 bp. Menurut Nuroniyah dan Putra
(2012), molekul fragmen gen 16S rDNA memiliki ukuran 1500bp sehingga dapat
disimpulkan DNA sampel berhasil teramplifikasi.
Keragaman Gen 16S rDNA
Analisis kualitas DNA yang membedakan berdasarkan ukuran yaitu
menggunakan metode pemotongan fragmen DNA dengan enzim restriksi EcoR1.
Selain itu, melalui pemotongan gen 16S rDNA dengan enzim restriksi, dapat
membandingkan keragaman gen 16S rDNA yang satu dengan yang lainnya. Hasil
analisis keragaman pada Gambar 8 menunjukkan gen 16S rDNA isolat J732 tidak
terpotong dan tetap berukuran 1500 bp, isolat D534, D731, D721, dan D533
terpotong menjadi dua bagian yaitu berukuran 1000 bp dan 700 bp sehingga
fragmen DNA isolat – isolat tersebut berukuran 850 bp, dan terakhir isolat D731
terpotong menjadi dua bagian yaitu berukuran <1000 bp dan <700 bp sehingga
fragmen DNA isolat D731 berukuran <850 bp. hasil pemotongan gen 16S rDNA
dengan fragmen yang berbeda, dapat diasumsikan bahwa terdapat keragaman
sekuen pada gen 16S rDNA.
Hasil Sekuens DNA
Penentuan sekuen ribosomal 16S merupakan metode yang dapat diigunakan
untuk mengidentifikasi spesies bakteri yang didasarkan atas urutan basa. DNA
ribosomal 16S merupakan salah satu komponen penting dalam ekspresi genetik dan
memiliki daerah bervariasi cukup untuk menentukan keeratan antar gen.
Sekuensing DNA adalah metode penentuan urutan basa nukleotida suatu gen atau
suatu fragmen DNA. Sekuensing berfungsi mempelajari organisasi, regulasi, dan
fungsi sel. Selain itu, juga berfungsi dalam manipulasi gen di laboratorium,
pembuatan penanda, dan primer, serta untuk identifikasi dan penetapan struktur
gen. Keuntungan teknik ini yaitu mampu digunakan dalam identifikasi bakteri yang
belum diketahui identitasnya (Heningtyas 2008). Identifikasi dalam hal ini adalah
untuk isolat yang dapat diisolasi dan dapat ditumbuhkan dalam media CMC.
Bakteri yang teridentifikasi DNA pada Gambar 9 dan 10 menunjukkan
bahwa, Cellvibrio fibrivorans dan Cellvibrio gandavensis yang telah teridentifikasi
mirip dengan bakteri selulolitik yang telah berhasil diisolasi oleh Mergaert et al
(2003). Mergaert et al (2003) menyatakan bahwa isolat Cellvibrio fibrivorans dan
Cellvibrio gandavensis merupakan bakteri selulolitik yang bersifat anaerob. Bakteri
selulolitik yang teridentifikasi mempunyai aktivitas enzim selulase yang tinggi pada
hari ke tujuh.
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Bakteri selulolitik yang berasal dari tanah lembab yang berada di bawah
tumpukan limbah jerami telah berhasil diisolasi. Dua isolat dengan zona bening
yang tertinggi telah diidentifikasi secara molekular dengan analisis sekuensing gen
16S rDNA yaitu isolat D714 identik 82% dengan bakteri Cellvibrio fibrivorans dan
isolat J531 identik 81% dengan Cellvibrio gandavensis. Laju aktivitas enzim
selulase dari 4 isolat telah diukur secara kuantitatif selama 9 hari dan laju aktivitas
maksimum terukur pada hari ke tujuh. Aktivitas enzim pada isolat J531, J731,
D714, dan D533 hari ketujuh masing – masing 0.97 x 10-1 U/mL, 1.01 x 10-1 U/mL,
0.99 x x 10-1 U/mL, dan 1.054 x 10-1 U/mL.
Saran
Perlu dilakukan pengujian aktivitas enzim selulase lebih lanjut menggunakan
sumber karbon jerami padi untuk membuktikan bahwa enzim selulase dapat
dimanfaatkan pada limbah jerami. Enzim selulase dapat dimanfaatkan oleh industri
maupun pertanian sehingga perlu dilakukan pemurnian enzim.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tabel produktivitas padi di Indonesia Tahun
2014. [Internet]. [diakses 5 Juni 2015]. Tersedia pada www.bps.go.id
Demerdash. 2012. A simple and inexpensive procedure for chromosomal DNA
extraction from Streptococcus thermophilis strains. Middle-East Journal of
Scientific Research 11(1): 13-18.
Deviani S, Haryani Y, Jose C. 2014. Isolasi dan uji aktivitas bakteri selulolitik dari
air muara daerah aliran sungai Siak wilayah kabupaten Bengkalis. JOM FMIPA
1(2): 78-88.
Fatimawali, Badaruddin, dan Yusuf. 2011. Isolasi dan identifikasi bakteri resisten
merkuri dari muara sungai Sario yang dapat digunakan untuk detoksifikasi
limbah merkuri. Jurnal Ilmiah Sains 11: 282-288.
Fatmawati. 2005. Komposisi kimia fraksi jerami padi (daun, pelepah, dan batang)
[skripsi]. Padang (ID): Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang.
Frank JA, Reich CI, Sharma S, Weisbaum JS, Wilson BA, Olsen GJ. 2008. Critical
evaluation of two primers commonly used for of bacterial 16S rRNA genes.
Applied and Environmental Microbiology 74(8): 2461-2470.
Hazra F dan Sari N. 2011. Biomassa tempurung buah nyamplung (Callophylum
spp.) untuk pembuatan briket arang sebagai bahan bakar alternatif. J Sains
Terapan 1(1): 14-23.
15
Heningtyas. 2008. Isolasi bakteri asam laktat dari berbagai makanan dan minuman
tradisional dan identifikasi isolat–isolatnya secara molekular menggunakan
DNA ribosomal 16S [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Kanti. 2005. Aktinomycetes selulolitik dari tanah hutan taman nasional Bukit
Duabelas, Jambi. Biodiversitas 6(2): 84-89.
Kodri, Argo BD, Yulianingsih R. 2013. Pemanfaatan enzim selulase dari
Trichoderma reseei dan Aspergillus niger sebagai katalisator hidrolisis
enzimatik jerami padi dengan pretreatment microwave. J Bioproses Komoditas
Tropis 1(1): 36-43.
Kusmiati dan Agustini NWS. 2010. Pemanfaatan limbah onggok untuk produksi
asam sitrat dengan penambahan mineral Fe dan Mg substrat menggunakan
kapang Trichoderma sp. dan Aspegillus niger. Seminar Nasional Biologi.
Lamid M, Nugroho TP, Chusniati S, Rochiman K. 2011. Eksplorasi bakteri
selulolitik asal cairan rumen sapi potong sebagai bahan inokulum limbah
pertanian. J Ilmiah Kedokteran Hewan 4(1): 37-42.
Lynd LR, Weimer PJ, Vanzyl VH, Pretorius IJ. 2002. Microbial celullose
utilization: fundamental and biotechnology. Microbiol Rev 66: 506-517.
Margaert J, Lednicka D, Goris J, Cnockaert MC, De Vos P, Swings J. 2003.
Taxonomi study of Cellvibrio strains and description of Cellvibrio ostraviensis
sp. nov., Cellvibrio fibrivorans sp. nov., and Cellvibrio gandavensis sp. nov.
Int J Syst Evol Microbiol 53 (2): 465-471.
Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing
sugar. Anal Chem 31: 426-428.
Murashima K, A. Kosugi and RH. Doy. 2002. Synergistic effects on crystalline
cellulose degradation between cellulosomal cellulases from Clostridium
cellulovorans. J. Bacteriol 184(18): 5088–5095.
Nelson and Cox. 2005. Lehninger Principle of Biochemistry 5th edition. New York:
Freeman and Company.
Nugraha R, Ardyati T, Suharjono. 2010. Eksplorasi bakteri selulolitik yang
berpotensi sebagai agen biofertilizer dari tanah perkebunan apel Kota Batu
Jawa Timur. Jurnal Biotropika 2(3): 159-163.
Nurkanto. 2007. Identifikasi aktinomisetes tanah hutan pasca kebakaran Bukit
Bangkirai Kalimantan Timur dan potensinya sebagai pendegradasi selulosa
dan pelarut fosfat. Biodiversitas 8(4): 314-319.
Nuroniyah T dan Putra SR. 2012. Identifikasi spesies isolat bakteri S1 dengan
metode analisa sekuen fragmen gen 16S rDNA. Jurnal Teknik POMITS 1(1):
1-6.
Pirzadah T, Garg S, Singh J, Vyas A, Kumar M, Gaur N, Bala M, Rehnan R, Varma
A, Kumar V, and Kumar M. 2014. Characterization of actinomycetes and
Trichoderma spp. for cellulase production utilizing crude substrates by
response surface methodology. SpingerPlus 3:1-12.
16
Ratnayani K, Yowani C, Syane L. 2009. Amplifikasi fragmen 0.4 kb daerah d-loop
DNA mitokondria lima individu suku Bali tanpa hubungan kekerabatan dengan
metode polymerase chain reaction (PCR). Jurnal Kimia 3(1): 14-20
Rismijana, Indriani, Pitriyani. 2003. Penggunaan enzim selulase-hemiselulase pada
proses deinking kertas koran bekas. Jurnal Matematika dan Sains 8(2): 67-71.
Salaki CL, Sembiring L, Situmorang J, Handayani NS. 2010. Karakterisasi dan
identifikasi molekular (ARDRA: amplified ribosomal DNA digestion analysis)
isolat bakteri Bacillus thuringiensis berliner endogenik Indonesia sebagai
agensia pengendali hama Crocidolomia binotalis Zell. Seminar Nasional
Biologi; 2007 Sep 25-25; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Universitas
Gajah Mada. hlm 585-591.
Sambrook and Russell 2001. Molecular Cloning 3th edition. New York: Cold
Spring Harbor Labolatory Press.
Susilowati DN, Hastuti RD, Yuniarti E. 2007. Isolasi dan karakterisasi
aktinomisetes penghasil enteropatogen Escherichia coli K1.1, Pseudomonas
pseudomallei 02 05, dan Listeria monocytogeners 5407. J AgroBiogen 3(1):
12-23.
Taherzadeh MT and Karimi K. 2007. Enzyme-based hydrolysis processes for
ethanol from lignocellulosic materials review. Bio Resources 2: 707-738.
Tripati RK. 2013. Isolasi dan identifikasi bakteri aktinomisetes dengan kemampuan
selulolitik tinggi berdasarkan data sekuen parsial gen 16s rRNA [skripsi].
Jakarta (ID): Universitas Indonesia
Wahyuningtyas, Argo BD, Nugroho WA. 2013. Studi pembuatan enzim selulase
dari mikrofungi Trichoderma reesei dengan substrat jerami padi sebagai katalis
hidrolisis enzimatik pada produksi bioetanol. J Bioproses Komoditas Tropis
1(1): 21-25.
Widjaja A dan Gunawan S. 2012. Pengembangan teknologi produksi bioetanol
generasi 2 melalui pemanfaatan selulosa dan hemiselulosa dalam jerami padi.
Prosiding inSINas.
Zhang L, Wang B, Pan L, Peng J. 2013. Recycling isolation of plant DNA, a novel
method. Jouenal of Genetics and Genomics 40: 45-54.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Alur Penelitian
Sampel tanah
Diencerkan dengan air steril
hingga pengenceran 10-6
dan 10-8
Isolat sampel 10-6 dan 10-8
100 µL ditumbuhkan ke media
CMC, inkubasi 28oC selama 1
minggu
Isolat Bakteri
Diuji secara kualitatif
dengan congo red
0.1%
Indeks zona
bening
Diuji secara kuantitatif
dengan reagen DNS
ο‚· Laju aktivitas enzim
ο‚· Km dan Vmaks
Identifikasi molekuler
(isolasi DNA, amplifikasi,
sekuensing DNA, dan
pemotongan dengan enzim
restriksi)
ο‚· Spesies bakteri
ο‚· Keragaman gen
16S rDNA
19
Lampiran 2 Kurva standar glukosa
1,6
Absorbansi (A)
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi glukosa (ppm)
Lampiran 3 Isolat yang terpilih dengan aktivitas enzimnya dan contoh perhitungan
Aktivitas Enzim × 10-1 (IU/mL)
Hari
D714
D533
J731
J531
ke1
0.8372
0.7968
0.8325
0.8199
2
0.8583
0.8145
0.8481
0.8575
3
0.8778
0.8516
0.8566
0.8644
6
0.9447
0.9618
0.8870
0.9502
7
1.0539
0.9960
1.0103
0.9689
8
0.9792
0.9738
0.9268
0.9237
9
0.8779
0.9346
0.8979
0.8849
Contoh perhitungan :
Absorbansi isolat D714 hari pertama = 0.6267
Persamaan garis dari kurva standar y = 0.0014x + 0.619
[glukosa] =
0.6267+0.0619
0.0014
Aktivitas enzim (IU)
=
=
= 452.0643 ppm
[π‘”π‘™π‘’π‘˜π‘œπ‘ π‘Ž]
π‘€π‘Žπ‘˜π‘‘π‘’ π‘–π‘›π‘˜π‘’π‘π‘Žπ‘ π‘– ×𝐡𝑀 π‘”π‘™π‘’π‘˜π‘œπ‘ π‘Ž
452.0643 π‘π‘π‘š
30 π‘šπ‘’π‘›π‘–π‘‘ ×180
= 0.083716 IU/mL
20
Lampiran 4 Kurva hubungan konsentrasi substrat dengan aktivitas enzim isolat
J531
0,735
Aktivitas Enzim (g/ml menit)
0,73
0,725
0,72
0,715
0,71
0,705
0,7
0,5
0,6
0,8
1
1,2
Konsentrasi Substrat (%)
Lampiran 5 Hubungan konsentrasi substrat dengan aktivitas enzim
[Substrat] (%)
J531
0.7117
0.7237
0.7275
0.7306
0.7308
0.5
0.6
0.8
1.0
1.2
Aktivitas enzim (g/mL menit)
J731
D714
0.6985
0.6985
0.7015
0.6986
0.7134
0.7041
0.7139
0.7498
0.7203
0.7504
D533
0.6615
0.6622
0.6667
0.6702
0.7128
Lampiran 6 Kurva penentuan Km dan Vmaks
Kurva penentuan Km dan Vmaks Isolat J531
1/V (g glukosa/ mL menit)
180
y = 27,313x + 86,248
R² = 0,9538
120
60
0
-10
-7
-4
-1
1/[S] (%v/b)
2
5
21
Kurva penentuan Km dan Vmaks Isolat J731
y = 19,735x + 99,74
R² = 0,981
1/V (g glukosa/ mL menit)
160
140
120
100
80
60
40
20
0
-6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
1/[S] (%v/b)
Kurva penentuan Km dan Vmaks Isolat D714
1/V (g glukosa/mL menit)
160
140
120
y = 20,752x + 96,694
R² = 0,9873
100
80
60
40
20
0
-5
-4
-3
-2
-1
1/[S] (% v/b)
0
1
2
Kurva penentuan Km dan Vmaks Isolat D533
160
1/V (g glukosa/mL menit)
140
120
y = 16,655x + 110,78
R² = 0,991
100
80
60
40
20
0
-8
-6
-4
-2
1/[S] (%v/b)
0
2
4
3
22
Lampiran 7 Contoh perhitungan Km dan Vmaks isolat J531
Persamaan dari kurva yang didapatkan y = 27.313 x + 86.248
Kinetika Michelis – Menten
Vo =
1
π‘‰π‘œ
=
𝑑 (π‘π‘Ÿπ‘œπ‘‘π‘’π‘˜)
𝑑𝑑
πΎπ‘š 1
π‘‰π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  𝑆
+
1
π‘‰π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ 
1
Berdasarkan grafik π‘‰π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  = 86.248,
1
sehingga Vmaks = 86.248 = 0.011594 IU/ menit.
πΎπ‘š
Lalu, π‘‰π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  = 27.313, sehingga Km = 27.313 × 0.011594 = 0.31688 %b/v.
Lampiran 8 Tabel hasil perhitungan Km dan Vmaks
Isolat
Km (%b/v)
J531
0.3166
J731
0.1979
D714
0.2150
D533
0.1503
Vmaks (IU/menit)
11.59
10.02
10.34
9.03
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Payakumbuh Sumatera Barat, pada tanggal 06
November 1993. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan
Bapak Jon Hendril dan Ibu Nurpipanti. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di
SDN 24 Kabupaten Solok pada tahun 2005 dan melanjutkan sekolah menengah
pertama di SMP Negeri 4 Solok pada tahun 2005-2008, serta SMA Negeri 2 Solok
pada tahun 2008-2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Departemen Biokimia
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN Undangan.
Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam
kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi anggota departemen
Minat Bakat dan Pengembangan diri (MBM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (BEM FMIPA) tahun 2012-2013 dan
Sekretaris departemen Budaya, Olahraga, dan Seni BEM FMIPA 2013-2014.
Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya staf divisi logistik dan
transportasi Pesta Sains Nasional (PSN) 2012, Sekretaris Sport Competition and
Art Festival (SPIRIT) FMIPA 2012, staf divisi logistik dan transportasi
International Scholarship Education Expo (ISEE) IPB 2013, Bendahara II PSN
2013, Bendahara umum PSN 2014, dan staf dana usaha siang keakraban (SIKRAB)
Biokimia 2015.
Penulis juga pernah melaksanakan Praktik Lapangan pada Laboratorium
Biologi Molekuler Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
(BB-BIOGEN) Bogor dengan judul Isolasi dan Identikasi Bakteri Endofit dari
Daun Sirsak (Annona muricata L.) asal Cirebon.
Download