pendidikan jasmani - KKG Penjasorkes Bkg

advertisement
G
IV
E
UN
N
RA
S NEGERI SE
MA
ITA
RS
UNNES
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU
(PLPG)
SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN
TAHUN 2008
PENDIDIKAN JASMANI
(SD)
PANITIA SERTIFIKASI GURU RAYON XII
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2008
REKTOR
NEGERISEMARANG
UNIVERSITAS
SAMBUTAN REKTOR
As s alamu' alailstm Warahmatutlahi Wab arakatuh
Salam sejahtera untuk kita semua.
Puji syukur tidak putus selalu kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dzat yang maha tinggi, atas rakhmat dan ilmuNya yang
diturunkan kepada umat manusia.
Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru yang diikuti
dengan
peningkatan
kesejahteraan
guru,
diharapkan
dapat
meningkatkan mutu pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Sesuai dengan
Peraturan
Menteri
pelaksanaan uji
Pendidikan
Nasional
No.
18
sertifikasi bagi guru dalam jabatan
Tahun
2OO7,
dilaksanakan
melalui portofolio.
Berdasarkan prosedur pelaksanaan portofolio, bagi peserta yang
belum dinyatakan lulus, LP|K Rayon merekomendasikan alternatif : (1)
melakukan kegiatan mandiri untuk melengkapi kekurangan dokumen
portofolio atau (2) mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (
PLPG ) yang diakhiri dengan ujian.
Penyelenggaraan PLPG telah distandardisasikan oleh Konsorsium
Sertilikasi Guru ( KSG ) Jakarta dalam bentuk pedoman PLPG secara
Nasional. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Panitia Sertifikasi Guru (
PSG ) Rayon 12 dalam rangka standardisasi penyelenggaraan PLPG
mulai penyediaan tempat, ruang kelas, jumlah jam, sistem penilaian,
kualitas instruktur dan ketersediaan bahan ajar. Bahan ajar yang ada di
tangan Saudara ini salah satu upaya PSG Rayon 12 dalam memenuhi
standard pelaksanaan PLPG secara nasional untuk itu saya menyambut
dengan baik atas terbitnya Bahan Ajar PLPG ini.
Sukses PLPG tidak hanya tergantung ketersediaan buku, kualitas
instruktur,
sarana prasarana yang disediakan namun lebih daripada itu
adalah kesiapan peserta baik mental maupun fisik, untuk itu harapan
saya para peserta PLPG telah menyiapkannya
dengan baik
sejak
keberangkatannya dari rumah masing-masing.
Pada kesempatan ini ijinkan saya, memberikan penghargaan yang
tinggi kepada Dosen/lnstruktur
yang telah berkontribusi dan berusaha
men)rusun buku ini, agar dapat membantu guru menempuh program
PLPG dalam rangka sertihkasi guru. Buku ini menggunakan pilihan
bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga pembaca dapat
menikmatinya dengan seksama.
Akhirnya
kepada
khalayak
pembaca
saya
ucapkan
selamat
menikmati buku ini, semoga dapat memperoleh manfaat yang sebanyakbanyaknya.
Rektor Universitas Negeri Semarang
Sudijono Sastroatmodjo
BUKU AJAR
PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU
PENDAHULUAN
Fakta tentang kualitas guru menunjukkan bahwa sedikitnya 50
persen guru di Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai standardisasi
pendidikan nasional (SPN). Berdasarkan catatan Human Development
Index (HDI), fakta ini menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia belum
memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar pada
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dari data statistik HDI
terdapat 60% guru SD, 40% SMP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum
layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru
atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan pada bidang studinya.
Dengan demikian, kualitas SDM guru kita adalah urutan 109 dari 179
negara di dunia. Untuk itu, perlu dibangun landasan kuat untuk
meningkatkan kualitas guru dengan standardisasi rata-rata bukan
standardisasi minimal (Toharudin 2006:1). Pernyataan ini juga diperkuat
oleh Rektor UNJ sebagai berikut.
"Saat ini baru 50 persen dari guru se-Indonesia yang memiliki
standardisasi dan kompetensi. Kondisi seperti ini masih dirasa kurang.
Sehingga kualitas pendidikan kita belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan," (Sutjipto dalam Jurnalnet, 16/10/2005).
Fakta lain yang diungkap oleh Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, Dr. Fasli Djalal, bahwa sejumlah guru
mendapatkan nilai nol untuk materi mata pelajaran yang sesungguhnya
mereka ajarkan kepada murid-muridnya. Fakta itu terungkap berdasarkan
ujian kompetensi yang dilakukan terhadap tenaga kependidikan tahun
2004 lalu. Secara nasional, penguasaan materi pelajaran oleh guru
ternyata tidak mencapai 50 persen dari seluruh materi keilmuan yang
harus menjadi kompetensi guru. Beliau juga mengatakan skor mentah
yang diperoleh guru untuk semua jenis pelajaran juga memprihatinkan.
Guru PPKN, sejarah, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika,
fisika, biologi, kimia, ekonomi, sosiologi, geografi, dan pendidikan seni
1-2
Pengembangan Profesionalitas Guru
hanya mendapatkan skor sekitar 20-an dengan rentang antara 13 hingga
23 dari 40 soal. "Artinya, rata-rata nilai yang diperoleh adalah 30 hingga
46 untuk skor nilai tertinggi 100," (Tempo Interaktif, 5 Januari 2006).
Mengacu pada data kasar kondisi guru saat ini tentulah kita
sangat prihatin dengan buruknya kompetensi guru itu. Padahal, memasuki
tahun 2006 tuntutan minimal kepada siswa untuk memenuhi syarat
kelulusan harus menguasai 42,5 persen. Untuk itu, layak kiranya pada
tulisan ini dicari format bagaimanakah seharusnya mengembangkan guru
yang profesional?
A. Guru sebagai Profesi
Djojonegoro (1998:350) menyatakan bahwa profesionalisme
dalam suatu pekerjaan atau jabatan ditentukan oleh tiga faktor penting,
yaitu: (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program
pendidikan
keahlian
atau
spesilaisasi,
(2)
kemampuan
untuk
memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus) yang
dimiliki, (3) penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap
keahlian yang dimiliki itu. Menurut Vollmer & Mills (1991:4) profesi
adalah sebuah pekerjaan/jabatan yang memerlukan kemampuan
intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan
pelatihan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani
atau memberikan advis pada orang lain dengan memperoleh upah
atau gaji dalam jumlah tertentu.
Usman (1990:4) mengatakan bahwa guru merupakan suatu
profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Suatu profesi memiliki persyaratan
tertentu, yaitu: (1) menuntut adanya keterampilan yang mendasarkan
pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendasar, (2)
menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai
dengan profesinya, (3) menuntut tingkat pendidikan yang memadai, (4)
menuntut adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari
Pengembangan Profesionalitas Guru
pekerjaan yang dilaksanakan, (5) memungkinkan perkembangan
sejalan dengan dinamika kehidupan, (6) memiliki kode etik sebagai
acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (7) memiliki obyek
tetap seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan siswanya, dan (8)
diakui
di
masyarakat
karena
memang
diperlukan
jasanya
di
masyarakat.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa unsur-unsur terpenting
dalam sebuah profesi adalah penguasaan sejumlah kompetensi
sebagai keahlian khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan khusus, untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif
dan efisien. Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme adalah
guru yang kompeten (memiliki kemampuan) di bidangnya. Karena itu
kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan
memiliki keahlian dan kewenangan dalam menjalankan profesi
keguruan.
B. Kompetensi Guru
Sejalan dengan uraian pengertian kompetensi guru di atas,
Sahertian
(1990:4)
mengatakan
kompetensi
adalah
pemilikan,
penguasaan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut jabatan
seseorang. Oleh sebab itu seorang calon guru agar menguasai
kompetensi
guru
dengan
mengikuti
pendidikan
khusus
yang
diselenggarakan oleh LPTK. Kompetensi guru untuk melaksanakan
kewenangan profesionalnya, mencakup tiga komponen sebagai
berikut: (1) kemampuan kognitif, yakni kemampuan guru menguasai
pengetahuan
serta
keterampilan/keahlian
kependidikan
dan
pengatahuan materi bidang studi yang diajarkan, (2) kemampuan
afektif, yakni kemampuan yang meliputi seluruh fenomena perasaan
dan emosi serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang
lain, (3) kemampuan psikomotor, yakni kemampuan yang berkaitan
dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
1-3
1-4
Pengembangan Profesionalitas Guru
pelaksanaannya
berhubungan
dengan
tugas-tugasnya
sebagai
pengajar.
Dalam UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi
guru mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan
sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang diperoleh
melalui pendidikan profesi guru setelah program sarjana atau D4.
Kompetensi pribadi meliputi: (1) pengembangan kepribadian, (2)
berinteraksi dan berkomunikasi, (3) melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan, (4) melaksanakan administrasi sekolah, (5) melaksanakan
tulisan sederhana untuk keperluan pengajaran.
1. Kompetensi Profesional
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian (expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk
pada dua hal, yaitu (1) orang yang menyandang profesi, (2)
penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan
profesinya (seperti misalnya dokter).
Makmum (1996: 82) menyatakan bahwa teacher performance
diartikan kinerja guru atau hasil kerja atau penampilan kerja. Secara
konseptual dan umum penampilan kerja guru itu mencakup aspekaspek; (1) kemampuan profesional, (2) kemampuan sosial, dan (3)
kemampuan personal.
Johnson (dalam Sanusi, 1991:36) menyatakan bahwa standar
umum itu sering dijabarkan sebagai berikut; (1) kemampuan
profesional
mencakup,
(a)
penguasaan
materi
pelajaran,
(b)
penguasaan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan
dan keguruan, dan (c) penguasaan proses-proses pendidikan. (2)
kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada
tuntutan
kerja
dan
lingkungan
sekitar
pada
waktu
Pengembangan Profesionalitas Guru
membawakan tugasnya sebagai guru. (3) kemampuan personal
(pribadi) yang beraspek afektif mencakup, (a) penampilan sikap positif
terhadap keseluruhan tugas sebagai guru, (b)
pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh
seorang guru, dan (c) penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai
panutan dan keteladanan bagi peserta didik.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah
mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa,
beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti
disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat
berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan
profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang
hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001). Kemampuan
kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi
yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju.
Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan
beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting
karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang
bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri
tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit
untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru
tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya
akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan
bertaqwa. Pernah terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex
dengan muridnya, sehingga para murid yang lain tidak percaya
kepadanya lagi. Para murid tidak dapat mengerti bahwa seorang guru
yang mengajarkan moral, justru ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah
guru itu akhirnya dipecat dari sekolah.
1-5
1-6
Pengembangan Profesionalitas Guru
Yang kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi.
Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab.
Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan
tanggungjawab
yang
besar.
Pendidikan
yang
menyangkut
perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi
perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan
tanggungjawab. Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi
tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari
pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena
beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan
seksual
guru
terhadap
anak
didik,
guru
meninggalkan
kelas
seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru
tidak berani mengarahkan anak didik, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain sangat
penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan
dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua
murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk
dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang
sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa
tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju. Komunikasi yang baik
akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada
pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru.
Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang
perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri
harus
hidup
dalam
kedisiplinan
sehingga
anak
didik
dapat
meneladannya. Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin
mengatur waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi
pekerjaan siswa sehingga siswa tidak mendapat masukan dari
pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut membuat siswa
ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan
Pengembangan Profesionalitas Guru
rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat
disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang
baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan di
Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang
tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
dalam belajar.
Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan.
Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu
anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak
mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus
belajar. Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti
sekarang ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya
tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah
lulus sarjana.
3. Kompetensi Paedagogik
Selanjutnya
kemampuan
paedagogik
menurut
Suparno
(2002:52) disebut juga kemampuan dalam pembelajaran atau
pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan
perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang
berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi
mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkambangan siswa, serta
menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya
semakin meningkatkan kemampuan siswa.
Pertama, sangat jelas bahwa guru perlu mengenal anak didik
yang mau dibantunya. Guru diharapkan memahami sifat-sifat, karakter,
tingkat pemikiran, perkembangan fisik dan psikis anak didik. Dengan
mengerti hal-hal itu guru akan
mudah mengerti kesulitan dan
kemudahan anak didik dalam belajar dan mengembangkan diri.
Dengan
demikian
guru
akan
lebih
mudah
membantu
siswa
berkembang. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik, tahu ilmu
1-7
1-8
Pengembangan Profesionalitas Guru
psikologi anak dan perkembangan anak dan tahu
bagaimana
perkembangan pengetahuan anak. Biasanya selama kuliah di FKIP
guru mendalami teori-teori psikologi tersebut. Namun yang sangat
penting adalah memahami anak secara tepat di sekolah yang nyata.
Kedua, guru perlu juga menguasai beberapa teori tentang
pendidikan terlebih pendidikan di jaman modern ini. Oleh karena
sistem pendidikan di Indonesia lebih dikembangkan kearah pendidikan
yang demokratis, maka teori dan filsafat pendidikan yang lebih bersifat
demokratis perlu didalami dan dikuasai. Dengan mengerti bermacammacam teori pendidikan, diharapkan guru dapat memilih mana yang
paling baik untuk membantu perkembangan anak didik. Oleh karena
guru kelaslah yang sungguh mengerti situasi kongrit siswa mereka,
diharapkan guru dapat meramu teori-teori itu sehingga cocok dengan
situasi anak didik yang diasuhnya. Untuk itu guru diharapkan memiliki
kreatifititas untuk selalu menyesuaikan teori yang digunakan dengan
situasi belajar siswa secara nyata.
Ketiga, guru juga diharapkan memahami bermacam-macam
model pembelajaran. Dengan semakin mengerti banyak model
pembelajaran, maka dia akan lebih mudah mengajar pada anak sesuai
dengan situasi anak didiknya. Dan yang tidak kalah penting dalam
pembelajaran adalah guru dapat membuat evaluasi yang tepat
sehingga dapat sungguh memantau dan mengerti apakah siswa
sungguh berkembang seperti yang direncanakan sebelumnya. Apakah
proses pendidikan sudah dilaksanakan dengan baik dan membantu
anak berkembang secara efisien dan efektif.
Kompetensi profesional meliputi: (1) menguasai landasan
pendidikan, (2) menguasai bahan pembelajaran, (3) menyusun
program pembelajaran, (4) melaksanakan program pembelajaran, dan
(5) menilai proses serta hasil pembelajaran.
Pengembangan Profesionalitas Guru
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain,
(2) memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan
kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain,
dan (4) mampu bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Gadner (1983) dalam
Sumardi (Kompas, 18 Maret
2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau
kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari
sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi,
alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gardner.
Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja,
mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa
atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja
secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau
mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994).
Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu
ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan
kecerdasan
sosial,
kita
tidak
boleh
melepaskannya
dengan
kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan
bahwa
dewasa
ini
banyak
muncul
berbagai
masalah
sosial
kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui
pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan
multidisiplin.
Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial
adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi
kecerdasan emosi atau emotial intellegence (Goleman, 1995).
Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan
(Kiyosaki,
1998). Banyak
orang
yang
terkerdilkan
kecerdasan
sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan
sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti
1-9
1-10 Pengembangan Profesionalitas Guru
karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses
yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja
sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.
Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan
bahwa
kompetensi
sosial
adalah
kemampuan
seseorang
berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang
lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya
harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya.
Untuk mengembangkan kompetensi sosial seseorang pendidik,
kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa
dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills
(www.lifeskills4kids.com). Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu,
ada 15 yang dapat dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial,
yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan
kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6)
relawan sosial, (7) kedewasaan dalam bekreasi, (8) berbagi, (9)
berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12) solusi
konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15)
komunikasi.
Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus
dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para
pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan
menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual
dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita.
Dari uraian tentang profesi dan kompetensi guru, menjadi jelas
bahwa pekerjaan/jabatan guru adalah sebagai profesi yang layak
mendapatkan penghargaan, baik finansial maupun non finansial.
Pengembangan Profesionalitas Guru
C. Memimpikan Guru yang Profesional
Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, pemerintah telah
memberikan perhatian khusus dengan merumuskan sebuah UndangUndang yang mengatur profesi guru dan dosen. Dalam pembahasan
rancangan Undang-Undang ini (hingga disahkan pada 6 Desember
2005) tersirat keinginan Pemerintah untuk memperbaiki wajah suram
nasib guru dari sisi kesejahteraan dan profesionalisme. Jumlah guru di
Indonesia saat ini 2,2 juta orang, dan hanya sebagian kecil guru dari
sekolah
negeri
dan
sekolah
elit
yang
hidup
berkecukupan.
Mengandalkan penghasilan dan profesi guru, jauh dari cukup sehingga
tidak sedikit guru yang mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Sertifikasi kompetensi guru sebagai tindak lanjut dari UndangUndang
ini
menyisakan
persoalan
sebagaimana
disampaikan
Mendiknas pada media masa pada saat pengesahan Undang-Undang
ini, antara lain kesepahaman akan ukuran uji kompetensi guru. Sejak
awal gagasan pembuatan RUU Guru dan Dosen dilatarbelakangi oleh
komitmen
bersama
untuk
mengangkat
martabat
guru
dalam
memajukan pendidikan nasional, dan menjadikan profesi ini menjadi
pilihan utama bagi generasi guru berikutnya (Situmorang dan
Budyanto 2005:1).
Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga komponen
utama pendidikan. Ketiga komponen ini saling terkait dan saling
mempengaruhi, serta tidak dapat dipisahkan antara satu komponen
dengan komponen yang lainnya. Dari ketiga komponen tersebut, faktor
gurulah yang dinilai sebagai satu faktor yang paling penting dan
strategis, karena di tangan para gurulah proses belajar dan mengajar
dilaksanakan, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menggunakan
bahan ajar, baik yang terdapat di dalam kurikulum nasional maupun
kurikulum lokal.
1-11
1-12 Pengembangan Profesionalitas Guru
Untuk melaksanakan proses belajar dan mengajar secara
efektif, guru harus memiliki kemampuan profesionalisme yang dapat
dihandalkan. Kemampuan profesionalisme yang handal tersebut tidak
dibawa sejak lahir oleh calon guru, tetapi harus dibangun, dibentuk,
dipupuk dan dikembangkan melalui satu proses, strategi, kebijakan
dan program yang tepat. Proses, strategi, kebijakan, dan program
pembinaan guru di masa lalu perlu dirumuskan kembali (Suparlan
2006:1).
James M. Cooper, dalam tulisannya bertajuk “The teachers as a
Decision Maker”, mengawali dengan satu pertanyaan menggelitik
“what is teacher?”. Cooper menjawab pertanyaan itu dengan
menjelaskan tetang guru dari aspek pelaksanaan tugasnya sebagai
tenaga profesional. Demikian pula, Dedi Supriadi dalam bukunya yang
bertajuk “Mengangkat Citra dan Martabat Guru” telah menjelaskan
(secara
amat
jelas)
tentang
makna
profesi,
profesional,
profesionalisme, dan profesionalitas sebagai berikut ini Profesi
menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Misalnya, guru
sebagai profesi yang amat mulia. Profesional menunjuk dua hal, yakni
orangnya dan kinerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Sebagai contoh, seorang profesional muda, atau dia bekerja secara
profesional. Profesionalisme menunjuk kepada derajat atau tingkat
kinerja seseorang sebagai seorang profesional dalam melaksanakan
profesi yang mulia itu.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa “Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan tulisan dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi”.
Pengembangan Profesionalitas Guru
Sebagai tenaga profesional, guru memang dikenal sebagai
salah satu jenis dari sekian banyak pekerjaan (occupation) yang
memerlukan bidang keahlian khusus, seperti dokter, insinyur, dan
bidang pekerjaan lain yang memerlukan bidang keahlian yang lebih
spesifik. Dalam dunia yang sedemikian maju, semua bidang pekerjaan
memerlukan adanya spesialisasi, yang ditandai dengan adanya
standar kompetensi tertentu, termasuk guru.
Guru merupakan tenaga profesional dalam bidang pendidikan
dan
pengajaran.
Westby-Gybson
(1965),
Soerjadi
(2001:1-2)
menyebutkan beberapa persyaratan suatu pekerjaan disebut sebagai
profesi. Pertama, adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
mengenai bidang layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan karena
keahlian tertentu dengan kualifikasi tertentu yang berbeda dengan
profesi lain. Kedua, bidang ilmu yang menjadi landasan teknik dan
prosedur kerja yang unik. Ketiga, memerlukan persiapan yang sengaja
dan sistematis sebelum orang mengerjakan pekerjaan profesional
tersebut. Keempat, memiliki mekanisme yang diperlukan untuk
melakukan
kompetitiflah
seleksi
yang
secara
efektif,
diperbolehkan
sehingga
dalam
yang
dianggap
melaksanakan
bidang
pekerjaan tersebut. Kelima, memiliki organisasi profesi yang, di
samping melindungi kepentingan anggotanya, juga berfungsi untuk
meyakinkan agar para anggotannya menyelenggarakan layanan
keahlian yang terbaik yang dapat diberikan (Suparlan, 2004:2).
Profesionalisme guru didukung oleh tiga hal, yakni (1) keahlian,
(2) komitmen, dan (3) keterampilan (Supriadi 1998:96). Untuk dapat
melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, pemerintah sejak
lama telah berupaya untuk merumuskan perangkat standar komptensi
guru. Dapat dianalogikan dengan pentingnya hakim dan UndangUndang, yang menyatakan bahwa, ‘berilah aku hakim dan jaksa yang
baik, yang dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun akan
dapat dihasilkan keputusan yang baik’, maka kaidah itu dapat
1-13
1-14 Pengembangan Profesionalitas Guru
dianalogikan dengan pentingnya guru, yakni dengan ungkapan bijak
‘berilah aku guru yang baik, dan dengan kurikulum yang kurang baik
sekali pun aku akan dapat menghasilkan peserta didik yang baik’.
Artinya, bahwa aspek kualitas hakim dan jaksa masih jauh lebih
penting dibandingkan dengan aspek undang-undangnya. Hal yang
sama, aspek guru masih lebih penting dibandingkan aspek kurikulum.
Sama dengan manusia dengan senjatanya, yang terpenting adalah
manusianya, ‘man behind the gun’.
Untuk menggambarkan guru profesional, Supriadi mengutip
laporan dari Jurnal Educational Leadership edisi Maret 1993, bahwa
guru profesional dituntut memiliki lima hal. Pertama, guru mempunyai
komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa
komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Kedua,
guru menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang
diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru
hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai
teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai
tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa
yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Kelima, guru
seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam
lingkungan profesinya, misalnya di PGRI dan organisasi profesi
lainnya. Apabila kelima hal tersebut dapat dimiliki oleh guru, maka guru
tersebut dapat disebut sebagai tenaga dan pendidik yang benar-benar
profesional dalam menjalankan tugasnya (Supriadi 2003:14).
D. Standar Pengembangan Karir Guru
Mutu pendidikan amat ditentukan oleh kualitas gurunya.
Mendiknas memberikan penegasan bahwa “guru yang utama”
(Republika 10 Februari 2003). Belajar dapat dilakukan di mana saja,
tetapi guru tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh siapa atau alat apa
Pengembangan Profesionalitas Guru
pun juga. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling
penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan
prasarananya, melainkan harus dengan upaya peningkatan proses
pengajaran
dan
pembelajaran
pembalajaran
yang
yang
berkualitas,
menyenangkan,
yakni
mengasyikkan,
proses
dan
mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.
Sebagai salah satu komponen utama pendidikan, guru harus
memiliki tiga kualifikasi dasar: (1) menguasai materi atau bahan ajar,
(2) antusiasme, dan (3) penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar
dan mendidik (Mas’ud 2003:194).
Peningkatan mutu guru merupakan upaya yang amat kompleks,
karena melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari
proses yang menjadi tugas lembaga pendidikan prajabatan yang
dikenal dengan LPTK. Ternyata, LPTK mengalami kesulitan besar
ketika dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas
dua yang akan dididik menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata
memang di luar tanggung jawabnya, karena masalah rendahnya mutu
calon guru itu lebih disebabkan oleh rendahnya penghargaan terhadap
profesi guru. Pada akhirnya orang mudah menebak, karena pada
akhirnya menyangkut duit atau gaji dan penghargaan. Gaji dan
penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi lain,
karena indikasi adanya mutu profesionalisme guru masih rendah.
Terjadilah lingkaran setan yang sudah diketahui sebab akibatnya.
Banyak orang menganggap bahwa gaji dan penghargaan terhadap
guru menjadi penyebab atau causa prima-nya. Namun, ada orang
yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat
dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Di samping itu, gaji dan
dedikasi terkait erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi
profesional. Jadi, selain memang harus dipikirkan dengan sungguhsungguh upaya untuk meningkatkan gaji dan penghargaan kepada
1-15
1-16 Pengembangan Profesionalitas Guru
guru, namun masih ada pekerjaan besar yang harus segera dilakukan,
yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru.
Apakah
yang
dimaksud
kompetensi?
Istilah
kompetensi
memang bukan barang baru. Pada tahun 70-an, terkenal wacana
akademis tentang apa yang disebut sebagai Pendidikan dan Pelatihan
Berbasis Kompetensi atau Competency-based Training and Education
(CBTE). Pada saat itu Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis
(Dikgutentis) Dikdasmen pernah mengeluarkan “buku saku berwarna
biru” tentang “sepuluh kompetensi guru”. Dua dekade kemudian,
Direktorat Tenaga Kependidikan (Dit Tendik), nama baru Dikgutentis
telah membentuk satu tim Penyusun Kompetensi Guru yang
beranggotakan
para
pakar
pendidikan
yang
tergabung
dalam
Konsorsium Pendidikan untuk menghasilkan produk kompetensi guru.
Setelah sekitar dua tahun berjalan, tim itu telah dapat menghasilkan
rendahnya kompetensi guru. Sementara itu, para penyelenggra
pendidikan di kabupaten/kota telah menunggu kelahiran kompetensi
guru itu. Bahkan mereka mendambakan adanya satu instrumen atau
alat ukur yang akan mereka gunakan dalam melaksanakan skill audit
dengan tujuan untuk menentukan tingkat kompetensi guru di daerah
masing-masing.
Untuk menjelaskan pengertian tentang kompetensi itulah maka
Gronzi (1997) dan Hager (1995) menjelaskan bahwa “An integrated
view sees competence as a complex combination of knowledge,
attitudes, skill, and values displayed in the context of task
performance”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kompetensi
guru merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai-nilai yang ditunjukkan oleh guru dalam konteks
kinerja tugas yang diberikan kepadanya. Sejalan dengan definisi
tersebut, Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK, menjelaskan
bahwa “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”.
Pengembangan Profesionalitas Guru
Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru
diartikan sebagai ‘satu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi
seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional
sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan’ (Direktorat
Profesi Pendidik, Diten PMPTK, 2005). Standar kompetensi guru terdiri
atas tiga komponen yang saling mengait, yakni (1) pengelolaan
pembelajaran, (2) pengembangan profesi, dan (3) penguasaan
akademik. Ketiga standar kompetensi tersebut dijiwai oleh sikap dan
kepribadian yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas guru
sebagai tenaga profesi. Ketiga komponen masing-masing terdiri atas
dua kemampuan. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut secara
keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi, yaitu: (1) penyusunan
rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3)
penilaian prestasi belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut
hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) pengembangan
profesi, (6) pemahaman wawasan kependidikan, (7) penguasaan
bahan kajian akademik.
Standar kompetensi guru SKS memiliki tujuan dan manfaat
ganda. Standar kompetensi guru bertujuan ‘untuk memperoleh acuan
baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan
kualitas proses pembelajaran’ (SKG, Direktorat Tendik 2003:5). Di
samping itu, Standar Kompetensi Guru bermanfaat untuk: (1) menjadi
tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan
dalam rangka pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan karir
guru, (2) meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreativitas, inovasi,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab sesuai dengan
jabatan profesinya (Direktorat Profesi Pendidik, PMPTK, 2005).
1-17
1-18 Pengembangan Profesionalitas Guru
E. Pengembangan Karir Guru
Pada era sentralisasi pendidikan, pembinaan guru diatur secara
terpusat oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan
Nasional melalui PGPS (Peraturan Gaji Pegawai Sipil) dan ketentuan
lain
tentang
kenaikan
pangkat
dengan
sistem
kredit.
Dalam
pelaksanaan di lapangan ketentuan tersebut berjalan dengan berbagai
penyimpangan. PGPS sering diplesetkan menjadi ‘pinter goblok
penghasilan
sama’
atau
‘pandai
pandir
penghasilan
sama’.
Pelaksanaan kenaikan pangkat guru dengan sistem kredit pun sama.
Kepala sekolah sering terpaksa menandatangani usul kenaikan
pangkat guru hanya karena faktor ‘kasihan’. Dengan kondisi seperti itu,
ada sebagaian kecil guru yang karena kapasitas pribadinya atau
karena faktor lainnya dapat berubah atau meningkat karirnya menjadi
kepala desa, anggota legeslatif, dan bahkan menjadi tenaga struktural
di dinas pendidikan. Sedang sebagian besar lainnya mengalami nasib
yang tidak menentu, antara lain karena belum ada kejelasan tentang
standar pengembangan karir mereka.
Mengingat kondisi itulah maka pada tahun 1970-an dan 1980an telah didirikan beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan yang
bernama Balai Penataran Guru (BPG), yang sekarang menjadi
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di setiap provinsi, dan
Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) yang sekarang
menjadi
Pusat
Pengembangan
Profesi
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan (P4TK) untuk pelbagai mata pelajaran dan bidang
keahlian di beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun 1970-an
kegiatan ‘up-grading’ guru mulai gencar dilaksanakan di BPG dan
PPPG. Kegiatan itu pada umumnya dirancang oleh direktorat-direktorat
di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah sekarang LPMP dan P4TK berada di bawah Ditjen PMPTK.
Region-region penataran telah dibentuk di berbagai kawasan di
Indonesia, dengan melibatkan antara direktorat terkait dengan
Pengembangan Profesionalitas Guru
lembaga diklat (preservice training) dan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK) sebagai lembaga preservice training, serta
melibatkan juga peranan lembaga pendidikan sekolah sebagai on the
job training yang dibina langsung oleh Kantor Wilayah Departemen
pendidikan dan Kebudayaan yang ada di regionnya masing-masing.
Salah satu pola pembinaan guru melalui diklat ini adalah
mengikuti pola Pembinaan kegiatan Guru (PKG), yang sistem
penyelenggaraan diklatnya dinilai melibatkan elemen pendidikan yang
lebih luas. Melalui pola PKG ini, para guru dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (1) guru biasa, yakni guru baru atau guru yang belum
pernah mengikuti penataran, atau baru sebatas ditatar di tingkat
kecamatan atau sekolah, (2) guru Inti, guru yang telah ditatar di tingkat
provinsi atau nasional dan memperoleh predikat yang sebagai penatar
di tingkat kabupaten, kecamatan, dan sekolah, (3) instruktur, guru yang
telah mengikuti klegiatan diklat TOT (training of trainer) di tingkat pusat
atau nasional dan memperoleh predikat sebagai penatar di tingkat
provinsi. Sebagian besar instruktur ini juga telah memperoleh
pengalaman dalam mengikuti penataran di luar negeri, (4) pengelola
sanggar, guru instruktur yang diberi tugas untuk mengelola Sanggar
PKG, yakni tempat bertemunya para guru berdiskusi atau mengikuti
penataran tingkat kabupaten atau sekolah, (5) kepala sekolah, yakni
instruktur yang telah diangkat untuk menduduki jabatan sebagai kepala
sekolah, (6) Pengawas sekolah, satu jenjang fungsional bagi guru
yang telah menjabat sebagai kepala sekolah. Selain itu, para guru
memiliki wadah pembinaan profesional melalui orgabnisasi yang
dikenal dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), sementara
para kepala sekolah aktif dalam kegiatan Latihan Kerja Kepala
Sekolah (LKKS), dan Latihan Kerja Pengawas Sekolah (LKPS) untuk
pengawas sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagaian besar
dilaksanakan di satu sanggar yang disebut sanggar PKG.
1-19
1-20 Pengembangan Profesionalitas Guru
F. PENUTUP
Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru, oleh
Depdiknas sekarang dikelola oleh Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu
Pendidik
dan
Tenaga
Kependidikan.
Berbagai
program
peningkatan kompetensi dan profesionalisme tersebut dilaksanakan
dengan melibatkan P4TK (PPPG), LPMP, Dinas Pendidikan, dan LPTK
sebagai mitra kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Chamidi, Safrudin Ismi. 2004. “Peningkatan Mutu Pendidikan melalui
Manajemen Berbasis Sekolah”, dalam Isu-isu Pendidikan di
Indonesia: Lima Isu Pendidikan Triwulan Kedua. Pusat Data
dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas.
Direktorat Ketenagaan. 2006. Rambu-rambu Penyelenggaraan
Pendidikan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Ketenagaan Dirjen Dikti
Dirjen Dikti Dir PPTK Depdiknas. 2002. Standar Kompetensi Guru Kelas
SD-MI Program D-II PGSD. Jakarta: Depdiknas.
Gunawan, Ary H,1995. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta.
Hamijoyo, Santoso S. 2002. “Status dan Peran Guru, Akibatnya pada
Mutu Pendidikan”, dalam Syarif Ikhwanudin dan Dodo Murtadhlo.
2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta:
Grasindo.
Indra Djati Sidi. 2002. Menuju Masyarakat Pembelajar: Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:Paramadina dan Logos
Wacana Ilmu.
Rich, John Martin. 1992. Inovation in Education: Reformers and Their
Critics. New York: Cross Cultural Approach.
Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovation. New York: The Free
Press.
Rokhman, Fathur dkk. 2005. Studi Kebijakan Pengelolaan Guru Di Era
Otonomi Daerah dalam Rangka Peningkatan mutu pendidikan.
Penelitian Balitbang dan Lemlit UNNES.
Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi Pendidikan.
Jakarta: Grasindo.
Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan Nasional
Menuju Masyarakat Masa Depan. Jakarta: Genesindo.
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-undan No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf
Publishing.
BUKU AJAR
KESEHATAN
BAB I. KEGIATAN BELAJAR 1
A. PENTINGNYA UKS DI SEKOLAH
Usaha Kesehatan Sekolah atau UKS adalah upaya pendidikan dan
kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu, sadar, berencana, terarah,
dan
bertanggung
jawab
dalam
menanamkan,
menumbuhkan,
mengembangkan dan membimbing untuk menghayati, menyenangi dan
melaksakan prinsip hidup sehat dalam kehidupan peserta didim seharihari.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun
2004, maka berbagai program pelaksanaan UKS di setiap daerah pada
dasarnya diserahkan sepenuhnya kepada Tim Pembina UKS di
daerahnya masing-masing untuk menentukan prioritas programnya.
Namun, berdasarkan pengamatan Tim Pembina UKS Pusat ternyata
pelaksaan UKS sampai dengan saat ini dirasakan masih sangat kurang
sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dipandang perlu adanya
pemberdayaan
tatanan
UKS
pada
setiap
jenjang
dalam
rangka
memantapkan pelasanaan program-program UKS seperti yang kita
ketahui, UKS merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini
mungkin.
Dalam UU No. 23 Tahun 1992 dinyatakan bahwa Pembangunan
kesehatan bertujuan mewujudkan tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum
dari tujuan nasional. Selain itu, pada Bab V Pasal 45 disebutkan bahwa
Kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkkan kemampuan hidup
sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik
2-2 Kesehatan
dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal
menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaaan.
Diantara tujuan tersebut terdapat tujuan yang menyangkut kesehatan,
baik kesehatan jasmani maupun kesehatan mental dan sosial, dimana
ketiganya
sangat
mempengaruhi
terwujudnya
manusia
Indonesia
seutuhnya.
Salah satu modal pembangunan nasional adalah sumber daya
manusia yang berkualitas yaitu sumber daya manusia yang sehat fisik,
mental dan sosial serta mempunyai produktivitas yang optimal.
Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang disebutkan di atas
diperlukan upaya-upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan secara
terus menerus yang dimulai sejak dalam kandungan, balita, usia sekolah
sampai dengan usia lanjut.
Dalam pelaksanaan UKS dengan skala prioritas tetap cenderung
mengacu
pada
tuntunan
kebutuhan
yang
mendesak
dengan
memperhatikan aspek kesehatan fisik, mental sosial dan lingkungan
dalam kerangka paradigma sehat pada peserta didik, baik pada jalur
pendidikan formal, informal maupun non-formal.
B. PERKEMBANGAN UKS DI INDONESIA
UKS dirintis sejak tahun 1956 melalui kerja sama antara
Departemen Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Departemen Dalam Negeri
Kesehatan 2-3
dalam bentuk proyek UKS perkotaan di Jakarta dan UKS pedesaan di
Bekasi.
Kemudian pada tahun 1970 dibentuk Panitian Bersama Usaha
Kesehatan
Sekolah,
antara
Departemen
Kesehatan,
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yang pada tahun 1980 ditingkatkan menjadi
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta Menteri
Kesehatan, tentang pembentukan Kelompok Kerja Usaha Kesehatan
Sekolah.
Selanjutnya pada tahun 1982 ditandatangani Piagam Kerjasama
antara
Direktur
Jenderal
Pembinaan
Kelembagaan
Agama
Islam
Departemen Agama, tentang Pembinaan Kesehatan Anak dan Perguruan
Agama Islam.
Untuk lebih memantapkan pembinaan Usaha Kesehatan Sekolah
secara terpadu, maka pada tahun 1984 diterbitkanlan Surat Keputusan
Bersama (SKB 4 Menteri) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia :
a) Nomor
0408a/U/1984;
Nomor
319/Menkes/SKB/VI/1984;
Nomor
74/Th/1984; Nomor 60 Tahun 1984 tanggal 3 September 1984,
tentang Pokok Kebijaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kesehatan Sekolah.
b) Nomor 0372a/P/1989; Nomor 390a/Menkes/SKB/VI/1989; Nomor
140A/Tahun 1989; Nomor 30A/Tahun 1989 tanggal 12 Juni 1989
tentang Tim Pembina UKS.
Tahun 2003 seiring dengan perubahan sistem pemerintahan di
Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi dan perkembangan di
bidang Pendidikan dan Kesehatan, maka dilakukan penyempurnaan SKB
4 Menteri Tahun 1984 menjadi :
2-4 Kesehatan
a. Nomor 1/U/SKB; Nomor 1067/ Menkes/ SKB/VII/2003; Nomor
MA/230A/2003; Nomor 26 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang
Pembinaan dan Pengembangan UKS.
b. Nomor 2/P/SKB/2003; nomor 1068/Menkes/SKB/VII/2003; Nomor
MA/230B/2003:Nomor 4415 – 404 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003
tentang Tim Pembina UKS Pusat.
C. TUJUAN UKS
Tujuan
Usaha
Kesehatan
Sekolah
(UKS)
adalah
untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan
peserta didik maupun warga belajar dan menciptakan lingkungan yang
sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang
harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya.
BAB II. KEGIATAN BELAJAR 2
A. BERBAGAI ISTILAH DALAM UKS BESERTA PENGERTIANNYA
1. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Usaha Kesehatan Sekolah adalah wahana untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini
mungkin. UKS merupakan perpaduan dua upaya dasar yaitu upaya
pendidikan dan upaya kesehatan, yang pada gilirannya nanti diharapkan
Usaha Kesehatan Sekolah dijadikan sebagai usaha meningkatkan
kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis dan jenjang
pendidikan mulai dari TK/RA sampai SMA/SMK/MA.
2. Pengertian Kesehatan
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 dijelaskan bahwa
poengertian Kesehatan adalah “keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
3. Sekolah
Yang dimaksud dengan sekolah adalah Taman Kanak-Kanak, TKLB,
Raudhatul Atfal, SD, SDLB, MI, SMP, SMPLB, MTs, SMA, SMK, SLTA
Luar Biasa, MA, MAK serta satuan Pendidikan Keagamaan yang
sederajat dan setara termasuk Pondok Pesantren, baik pada jalur
pendidik formal maupun non-formal.
4. Peserta Didik
Yang dimaksud dengan peserta didik ialah semua anak yang
mengikuti pendidikan di sekolah sesuai butir 3 di atas.
2-6 Kesehatan
5. Warga Sekolah
Yang dimaksud dengan warga sekolah ialah setiap orang yang
berperan dalam proses belajar mengajar di sekolah.
6. Masyarakat Lingkungan Sekolah
Adalah seluruh masyarakat yang berada di lingkungan sekolah selain
warga sekolah.
7. Pedoman Pembinaan
Acuan
bagi
Tim
Pembina
UKS
untuk
melaksakan
dan
mengembangkan UKS di wilayahnya.
B. SASARAN UKS
1. Sasaran UKS adalah pendidikan formal dan non-formal pada setiap
jalur dan jenis pendidikan mulai dari tingkat pra sekolah sampai
Sekolah Menengah Atas termasuk Perguruan Agama beserta
lingkungannya.
2. Sasaran Pembinaan UKS
a. Peserta didik
b. Pembina Uks :
1. Pembina teknis (Guru dan Petugas Kesehatan); dan
2. Pebina non teknis (pengelola pendidikan dan karyawan
sekolah).
c. Sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan
kesehatan
d. Lingkungan
1. Lingkungan sekolah;
2. Lingkungan keluarga; dan
Kesehatan 2-7
3. Lingkungan masyarakat
C. RUANG LINGKUP PEMBINAAN UKS
1. Ruang Lingkup UKS
Adalah ruang lingkup program yang tercermin dalam Tri Program UKS
(Trias UKS) yaitu sebagai berikut.
a. Penyelenggaraan pendidikan kesehatan yang meliputi:
1) Pengetahuan tentang dasar-dasar pola hidup bersih dan sehat;
2) Sikap tanggap terhadap persoalan kesehatan; dan
3) Latihan atau praktik kebiasaan hidup sehat dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam bentuk:
1) Pelayanan kesehatan;
2) Pemeriksaan Murid;
3) Pengobatan ringan dan P3K serta P3P;
4) Pengawasan warung sekolah; dan
5) Penetapan pelaporan tentang keadan penyakit dan sebagainya.
c. Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat berupa:
1) Penghijauan;
2) Air bersih;
3) Kebun atau apotek hidup;
4) Halaman bersih; dan
5) Pemberantasan sarang nyamuk.
2. Ruang Lingkup Pembinaan UKS
Meliputi:
a. Penyusunan rencana dan program UKS
b. Pelaksana dan pengendalian program
c. Penelitian dan pengembangan
d. Monitoring, evaluasi dan pelaporan
2-8 Kesehatan
e. Pemanfaatan dan pengembangan teknologi
f. Organisasi, ketenagaan, sarana dan pra sarana serta pembiayaan.
BAB III. KEGIATAN BELAJAR 3
A. ORGANISASI UKS
1. Pembina UKS
Organisasi UKS pada tingkatan pemerintahan secara berjenjang diatur
sebagai berikut :
a. Tim Pembina UKS Pusat, dibentuk di tingkat Pusat dan ditetapkan
oleh Mendiknas, Menkes, Menag, dan Mendagri (SKB 4 Menteri);
b. Tim Pembina UKS Provinsi, dibentuk di tingkat Provinsi dan
ditetapkan oleh Gubernur;
c. Tim
Pemnina
UKS
Kabupaten/Kota,
dibentuk
di
tingkat
Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota;
d. Tim Pembina UKS Kecamatan, dibentuk di tingkat Kecamatan dan
ditetapkan oleh camat.
2. Tim Pelaksana UKS
Tim Pelaksana UKS pada tingkat Sekolah atau Madrasah diharapkan
dapat lebih memfokuskan dalam pelaksanaan pada tiga program pokok
UKS di sekolah.
Tembusan Surat Keputusan Tim Pembina dan Tim Pelaksana UKS
disampaikan pada pihak-pihak di bawah ini.
a. Tim Pembina UKS Provinsi disampaikan kepada Tim Pembina UKS
Pusat.
b. Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota disampaikan kepada Tim
Pembina UKS Provinsi.
c. Tim Pembina UKS Kecamatan disampaikan kepada Tim Pembina
UKS Kabupaten/Kota.
2-10 Kesehatan
d. Tim Pelaksana UKS disampaikan kepada Tim Pembina UKS
Kecamatan untuk TK/RA dan SD/MI dan Tim Pembina UKS
Kabupaten/Kota untuk SMP/MTs/SMA/SMK/MA/MAK.
B. TUGAS DAN FUNGSI TIM PEMBINA SERTA TIM PELAKSANA UKS
1. Tim Pembina UKS Pusat
a. Fungsi Tim Pembina Uks Pusat
Tim Pembina UKS Pusat berfungsi sebagai pembantu Menteri dalam
melaksanakan
pembinaan
dan
pengembangan
UKS
berdasarkan
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan UKS SKB 4 Menteri.
b. Tugas Tim Pembina UKS Pusat
1) Merumuskan
kebijakan
teknis
mengenai
pembinaan
dan
pengembangan UKS.
2) Mengoordinasikan kegiatan perencanaan dan program serta
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan UKS di tingkat pusat.
3) Menbina dan mengembangkan UKS serta melakukan supervisi di
seluruh provinsi dan atau kabupaten/kota.
4) Mengadakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan UKS.
5) Menyelenggarakan pertemuan, baik di tingkat nasional maupun
regional.
6) Membina Sekretariat Tim Pembina UKS Pusat.
2. Tim Pembina UKS Provinsi
a. Fungsi Tim Pembina UKS Provinsi
Tim Pembina UKS Provinsi berfungsi melaksanakan pembinaan dan
pengembangan UKS di tingkat Provinsi serta berfungsi sebagai pembina
dan koordinator program UKS seluruh Kabupaten/Kota yang ada di
wilayahnya.
Kesehatan 2-11
b. Tugas Tim Pembina UKS di Provinsi
1) Menyusun bahan rancangan untuk pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan UKS Provinsi sesuai kebijakan yang ditetapkan
oleh Tim Pembina UKS Pusat dan TP UKS Provinsi/Gubernur.
2) Meningkatkan dan mengembangka kegiatan UKS di daerahnya.
3) Mengoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan Tim Pembina UKS
pusat, provinsi dengan instansi lain di daerahnya.
4) Memberikan
bimbingan
dan
petunjuk
serta
supervisi
serta
pelaksanaan UKS di Kapaten/Kota.
5) Mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan Tim Pembina
UKS Kabupaten/Kota.
6) Melaksanakan tugas-tugas tertentu dibidang UKS yang diberikan
oleh Tim Pembina UKS Pusat.
7) Mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas dibidang UKS oleh
instansi terkait di daerah, yang secara fungsional mempunyai
hubungan kerja dengan departemen masing-masing di tingkat
pusat.
8) Mengadakan penelitian dan pengembangan UKS di daerahnya.
9) Menyusun dan menyampaikan laporan tahunan secara teratur dan
laporan insidentil sesuai kebutuhan ke TP UKS Pusat.
10) Mengadakan Rakerda yang diikuti oleh seluruh TPO UKS
Kabupaten/Kota sekali setiap tahun.
11) Menghadiri
Rakernas
UKS
dan
pertemuan
nasional
atau
internasional lainnya yang diselenggarakan oleh TP UKS Pusat.
3. Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota
a. Fungsi Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota
Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota berfungsi sebagai pembina,
koordinator dan pelaksana program UKS di daerahnya, berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
2-12 Kesehatan
b. Tugas Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota
1) Mengoordinasikan penyusunan rencana kerja, rencana kebutuhan
sarana/prasarana, tenaga, dan dana sesuai kebutuhan daerah
dengan mengacu pada kebjaksanaan atau pedoman yang
ditetapkan tim pembina UKS Pusat dan Tim Pembina UKS Provinsi.
2) Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan UKS di
daerahnya.
3) Melakukan pembinaan dan pengembangan kepada Tim Pembina
UKS Kecamatan dan Tim Pelaksana UKS di sekolah dan
perguruan agama.
4) Memberikan bimbingan dan petunjuk serta supervisi dalam rangka
menggerakkan pelaksanaan UKS di Kecamataan.
5) Pembinaan
dan
Pengembangan
Tim
Pembinaa
UKS
di
Kecaamatan, dan Tim Pelaksana Tim UKS di sekolah atau
madrasah dan perguruan agama.
6) Mengevaluasi,
mengendalikan,
membimbing
dan
mencatat
pelaksanaan UKS oleh TP UKS Kecamatan dan Tim Pelsana UKS.
7) Melaksanakan tugas-tugas tertentu di bidang yang diberikan Tim
Pembina UKS Pusat dan Provinsi.
8) Mengoordinasikan pelaksanan tugas-tugas di bidang UKS oleh
instansi-instansi di daerah yang secara fungsisonal mempunyai
hubungan kerja dengan departemen atau instansi masing-masing.
9) Mengadakan penelitian dan penilaian serta pengembangan UKS di
daerahnya.
10) Mengadakan hubungan kerja dan pendekatan dengan berbagai
instansi di tingkat pusat maupun daerah Kabupaten/Kota dalam
rangka pembinaan dan pengembangan UKS.
11) Menyusun dan menyampaikan laporan tengah tahunan secara
teratur dan laporan insidental sesuai kebutuhan.
12) Mengadakan Rapat Kerja UKS Kabupaten/Kota yang dihadiri
seluruh TP UKS Kecamatan sekali setiap tahun.
Kesehatan 2-13
4. Tim Pembina UKS Kecamatan
a. Fungsi Tim Pembina UKS Kecamatan
Tim
Pembina
UKS
Kecamatan
berfungsi
sebagai
pembina,
penanggungjawab dan pelaksana program UKS di daerah kerjanya
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan TP UKS Kabupaten/Kota.
b. Tugas Tim Pembina UKS Kecamatan
1) Membina dan mengembangkan kegiatan UKS disekolah atau
madrasah dan perguruan agama.
2) Mengoordinasikan pelaksanaan program UKS di wilayahnya sesuai
dengan pedoman dan petunjuk Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota.
3) Mengoordinasikan rencana pengadaan sarana dan prasarana serta
tenaga dari instansi pemerintah, atau dari masyarakat untuk
menunjang kegiatan UKS.
4) Membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh sekolah
dalam melaksanakan program UKS.
5) Mengoordinasikan
perencanaan
ekstrakurikuler
peserta
bagi
dan
didik,
pelaksanaan
dengan
kegiatan
menggerakkan
partisipasi orang tua dan masyarakat.
6) Menyusun dan menyampaikan laporan tengah tahunan dan
tahunan secara teratur kepada Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota
dan laporan insindentil sesuai kebutuhan.
7) Memberikan saran atau pertimbangan yang perlu kepada Bupati
atau Walikota dalam rangka pengembangan kegiatan UKS.
5. Tim Pelaksana UKS di Sekolah/Madrasah dan Perguruan Agama
a. Fungsi Tim Pelaksana UKS
Tim Pelaksana UKS di sekolah atau madrasah dan perguruan agama
berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana program UKS di
sekolah atau madrasah dan perguruan agama berdasarkan prioritas
kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh TP UKS Kabupaten/Kota.
2-14 Kesehatan
b. Tugas Tim Pelaksana UKS
1) Merencanakan
dan
melaksanakan
kegiatan
pendidikan
dan
pelayanan kesehatan serta pembinaan lingkungan kehidupan
sekolah sehat sesuai ketentuan dan petunjuk yang telah ditetapkan
dan atau diberikan oleh Pembina UKS.
2) Menjalin kerjasama yang serasi dengan orangtua murid, instansi
lain dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan UKS di sekolah
atau madrasah dan perguruan agama.
3) Mengadakan
menyampaikan
penilaian
atau
evaluasi,
laporan
tengah
tahunan
menyusun
kepada
TP
dan
UKS
Kecamatan sesuai ketentuan dengan tembusan kepada instansi
terkait.
Struktur Organisasi Tim Pelaksana UKS di Sekolah Dasar dan yang
Sederajat :
a. Pembina
: Camat
b. Ketua
: Kepala Sekolah/Madrasah/Pimpinan Ponpes
c. Sekretaris I
: Guru Pembina UKS/Pembina UKS
d. Sekretaris II
: Ketua Komite Sekolah/Majelis Madrasah
e. Anggota
: 1) Unsur Komite Sekolah
2) Petugas UKS Puskesmas/BidanDesa
3) Ketua OSIS
4) Unsur Sekolah
Catatan :
Anggota Tim dapat ditambah sesuai kebutuhan.
BAB IV. KEGIATAN BELAJAR 4
A. PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras, seimbang dan sehat
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan yang diperlukan bagi peranannya saat ini
maupun dimasa yang akan datang.
Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Pendidikan kesehatan
ditekankan pada sikap dan perilaku hidup sehat. Hal ini sesuai dengan
definisinya, bahwa KBK merupakan pernyataan tentang apa yang harus
dicapai oleh siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Untuk itu,
kompetensi yang dituntut pada Pendidikan Kesehatan diharapkan dapat
terefleksi dalam cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
UKS dalam kurikulum 1994 merupakan bagian dari Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan serta ada beberapa pokok bahasan Pendidikan
Kesehatan yang dalam pembelajarannya dapat disampaikan secara
terpadu dengan pengetahuan alam. Sebagai contoh, pokok bahasan
makanan sehat dan penyakit menular dapat digabung dengan mater IPA.
Sedang pada kurikulum KBK, UKS merupakan bagian dari Sains di SD.
1. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan Pendidikan Kesehatan ialah agar peserta didik :
a.
Memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan, termasuk cara
hidup sehat dan teratur.
b.
Memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat.
c.
Memiliki ketrampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan
dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan.
2-16 Kesehatan
d.
Memiliki kebiasaan dalam hidup sehari-hari yang sesuai dengan
syarat kesehatan.
e.
Memiliki kemampuan untuk menalarkan perilaku hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari.
f.
Memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan
berat badan yang seimbang.
g.
Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan
pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan
keselamatan dalam kehidupan sehari-hari.
h.
Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar.
i.
Memiliki tingkat kesegaran jasmani dan derajat kesehatan yang
optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap
penyakit.
2. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan diberikan melalui :
a.
Kegiatan kurikuler, dan
b.
Kegiatan ekstrakurikuler.
Pelaksanaan
pendidikan
melalui
kegiatan
kurikuler
adalah
pelaksanaan pendidikan kesehatan pada jam pelajaran sesuai dengan
Garis-garis Besar Program Pengajaran mata pelajaran sains dan ilmu
pengetahuan sosial.
Pelaksanaannya
dilakukan
melalui
peningkatan
pengetahuan,
penanaman nilai dan sikap positif terhadap prinsip hidup sehat dan
peningkatan ketrampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan, pertolongan dan perawatan kesehatan.
Materi Pendidikan Kesehatan di SD yang masuk dalam SAINS pada
KBK adalah sebagai berikut :
a. Kebersihan dan kesehatan pribadi.
b. Makanan bergizi.
c. Pendidikan kesehatan reproduksi.
Kesehatan 2-17
d. Pengukuran tingkat kesegaran jasmani.
a. Kebersihan dan Kesehatan Pribadi
Memelihara kebersihan dan kesehatan pribadi adalah salah satu
upaya pendidikan kesehatan yang diberikan kepada peserta didik di
sekolah/madrasah dan di rumah. Melalui peningkatan kebersihan dan
kesehatan pribadi diharapkan peserta didik dapat meningkatkan derajat
kesehatannya menjadi lebih baik.
1) Tujuan Pendidikan Kebersihan Pribadi
a) Meningkatkan pengetahuan peserta didik mengenai masalah
kebersihan dan hubungannya dengan kesehatan perseorangan,
kesehatan keluarga, dan kesehatan masyarakat.
b) Mengubah sikap mental peserta didik kearah positif yang akan
mendorong mereka agar secara sadar mencintai kebersihan,
berbuat dan berperilaku sesuai dengan prinsip hidup bersih dan
sehat dalam kehidupan sehari-hari.
c) Meningkatkan
keterampilan
peserta
didik
yang
akan
memungkinkan mereka memiliki kemampuan untuk hidup bersih,
baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingan keluarga dan
lingkungannya.
Dalam usaha peningkatan kesehatan, masalah kebiasaan hidup
bersih, menyenangi kebersihan dan keserasian harus ditanamkan sejak
dini, yaitu dari kelas satu sekolah dasar, bahkan sejak ditaman kanakkanak (pra sekolah).
Upaya pertama dan yang paling utama agar seseorang dapat tetap
dalam keadaan sehat adalah dengan menjaga kebersihan dan kesehatan
diri sendiri, bahkan agama sangat memperhatikan kesehatan pribadi
antara lain dengan adanya aturan bersuci, makan dan minum serta
adanya pengaturan dispensasi pelaksanaan ibadah bagi orang sakit.
Upaya menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri sebenarnya
2-18 Kesehatan
bukanlah hal yang mudah namun bukan pula hal yang terlalu sulit untuk
dilaksanakan.
2) Memelihara Kebersihan Pribadi
Upaya memelihara kebersihan pribadi peserta didik tidak terlepas dari
upaya pendidikan secara keseluruhan dan pendidikan kesehatan pada
khususnya, karena menjaga kebersihan pribadi secara optimal, tidak
mungkin dapat terwujud tanpa adanya penanaman sikap hidup bersih dan
contoh teladan dari orangtua dan masyarakat sekitarnya. Pendidikan
kebersihan adalah salah satu upaya pendidikan yang diberikan di sekolah
dan di lingkungan rumah tinggal. Adapun yang diharapkan dari kebersihan
pribadi adalah agar peserta didik mengetahui akan manfaat dan
pentingnya kebersihan pribadi an mampu membersihkan bagian-bagian
tubuh, serta mampu menerapkan perawatan kebersihan pribadi dalam
upaya peningkatan kesehatan pribadi.
“Kebersihan pangkal kesehatan”. Slogan tersebut tidak dapat lagi kita
pungkiri kebenarannya, oleh sebab itu hendaknya setiap orang selalu
berupaya memelihara dan meningkatkan taraf kebersihan pribadinya,
antara lain dengan cara-cara berikut.
a) Membiasakan Hidup Bersih dan Sehat
Kebiasaan yang baik maupun buruk, biasanya terjadi tanpa disadari
oleh yang memiliki kebiasaan itu. Hal ini disebabkan karena kebiasaan
adalah merupakan hal yang terbentuk dalam jangka waktu yang cukup
lama, sehiangga kebiasaan tersebut seolah-olah telah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari orang yang memilikinya.
Contoh kebiasaan negatif (buruk) misalnya, meludah atau membuang
sampah disembarang tempat, menggigit-gigit jari atau benda dan
mengedip-ngedipkan mata. Sedangkan contoh kebiasaan positif (baik)
misalnya, teliti dalam memilih sesuatu, selalu tepat pada waktunya (tidur,
bangun pagi, berangkat ke sekolah, atau berolahraga) dan melakukan
aktifitas jasmani secara teratur. Kebiasaan yang telah terbentuk dan
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sangat sukar diubah.
Kesehatan 2-19
Mengingat peranan kebiasaan dalam kehidupan itu sangat besar,
maka upaya menanamkan sikap hidup bersih dan sehat sedini mungkin
merupakan salah satu upaya pendidikan yang harus dilaksanakan, baik di
sekolah maupun di luar sekolah termasuk di rumah tangga.
b) Upaya mencegah Penyakit
Sebagian
besar
pencegahan,
penyakit
penularan,
telah
diketahui
perawatan
pengobatannya.
Pengetahuan
memperpanjang
hidup
tersebut
berjuta-juta
penyebabnya,
cara
bagi
penderitanya,
dan
telah
menyelamatkan
dan
manusia
di
dunia.
Namun,
keberhasilan itu tidak selalu dapat dicapai dengan mudah. Menderita atau
mengidap suatu penyakit selalu identik dengan penderitaan dan sumber
kerugian baik berupa waktu, uang, maupun harta benda. Bahkan untuk
orang yang lalai, penyakit yang sebenarnya dapat dihindari itu ternyata
tanpa disadari sudah terlanjur menjangkitinya. Akibat dari kelalaiannya itu,
ia harus membayar mahal, bahkan mungkin dengan nyawanya sendiri.
Mencegah selalu lebih baik dan murah daripada mengobati. Oleh
karena itu, penting sekali mengusahakan agar setiap orang dapat berbuat
dan melakukan usaha pencegahan, antara lain seperti dibawah ini.
(1)
Memelihara dan meningkatkan kebersihan, serta menjauhkan diri
dari sumber penyakit sehingga terhindar dari penularan.
(2)
Memeriksakan kesehatan diri pribadi secara teratur dalam jangka
waktu tertentu,sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.
(3)
Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit,
misalnya dengan jalan pengebalan (vaksinasi) dan selalu makan
makanan yang bergizi sesuai dengan kebutuhan.
(4)
Meningkatkan dan memelihara tingkat kesegaran jasmani dengan
cara olahraga atau latihan fisik, berekreasi dan beristirahat
secukupnya.
Langkah-langkah pencegahan di atas, di samping jauh lebih baik
daripada mengobati, juga lebih jauh murah, bahkan ada yang dilakukan
2-20 Kesehatan
tanpa memerlukan biaya sama sekali, misalnya, jogging atau lari pagi,
dalam rangka meningkatkan dan memelihara tingkat kesegaran jasmani.
3) Memelihara Kesehatan Pribadi
Peliharalah selalu kesehatan pribadi sebaik-baiknya agar tubuh tetap
sehat, mulai dari pemeliharaan kesehatan kulit, kuku, rambut, mata,
hidung, telinga, mulut dan gigi serta pakaian.
a) Menjaga Kebersihan Kulit
Kulit memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga dan
memelihara kesehatan tubuh agar tetap sehat. Oleh sebab itu, kesehatan
kulit harus selalu terjaga dengan baik. Kulit yang sehat akan dapat
menjalankan fungsinya denagn baik. Untuk itu, kulit harus selalu
dipelihara kebersihannya. Cara membersihkan kulit secara keseluruhan
umumnya dilakukan dengan mandi, karena mandi berguna untuk
menghilangkan
kotoran
yang
melekat
pada
permukaan
kulit;
menghilangkan bau keringat merangsang peredaran darah dan syaraf
serta mengembalikan kesegaran tubuh.
Cara mandi yang baik dan benar :
(1) Seluruh permukaan kulit disiram dengan air yang dipakai untuk
mandi.
(2) Seluruh permukaan tubuh/kulit digosok dengan sabun untuk
menghilangkan kotoran yang menempel di kulit terutama pada
bagian yang lembab dan bagian yang berlemak (lipatan telinga,
mata kaki, ketiak, lipatan paha, jari kaki/tangan dan muka) sampai
kotoran hilang.
(3) Setelah digosok dengan sabun seluruh permukaan kulit/tubuh
kemudian disiram dengan air bersih sampai semua sisa sabun
yang menempel di kulit terbuang/hilang.
(4) Keringkan seluruh permukaan tubuh/kulit dengan handuk pribadi
yang bersih dan kering.
Kesehatan 2-21
b) Memelihara Kebersihan Kuku
Kuku yang kotor dapat menjadi sanrang penyakit yang selanjutnya
dapat ditularkan kepada begian tubuh yang lain. Oleh karena itu, baik
kuku jari tangan maupun jari kaki harus selalu dipelihara kebersihannya.
Ciri-ciri kuku yang sehat adalah:
(1) Kuku tumbuh dengan baik,
(2) Kuat,
(3) Bersih, dan
(4) Halus.
Merawat kuku dapat dilakukan dengan memotong ujung kuku sampai
beberapa milimeter dari tempat perlekatan antara kuku dan kulit,
potongannya disesuaikan dengan bentuk ujung jari. Kemudian kikirlah tepi
kuku yang telah dipotong agar menjadi rapi dan tidak tajam. Setelah kuku
dipotong rapih, sebaiknya dilanjutkan dengan pencucian.
Untuk mencuci kuku sebaiknya digunakan air hangat, kemudian
kotoran yang ada dibawah kuku dibersihkan dengan sikat sampai bersih
seluruhnya setelah itu dikeringkan dengan lap atau handuk kecil yang
kering dan bersih.
c) Memelihara Kebersihan Rambut
Menjaga kebersihan atau pemeliharaan rambut dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
(1) Pencucian Rambut
Frekuensi pencucian rambut sangat tergantung kepada hal-hal berikut.
(a) Tebal atau tipisnya rambut, semakin tebal harus pula semakin
sering dicuci.
(b) Lingkungan atau tempat berada seseorang, misalnya pada
lingkungan yang berdebu orang tersebut harus sering mencuci
rambutnya.
(c) Seseorang yang sering memakai minyak rambut harus pula
sering mencuci rambutnya.
2-22 Kesehatan
Adapun cara-cara mencuci rambut adalah seperti berikut.
(a) Rambut dicuci dengan menggunakan bahan pembersih seperti
shampo, paling sedikit dua kali seminggu secara teratur.
(b) Rambut disiram dengan air yang bersih kemudian digosok
dengan menggunakan bahan pembersih tersebut (shampo).
(c) Seluruh bagian rambut dan permukaan kulit kepala digosok dan
dipijat-pijat agar kotoran yang melekat dapat terlepas dan
selanjutnya dibilas dengan air bersih.
(d) Bila rambut masih dirasa kotor, gosok kembali dengan bahan
pembersih, kemudian dibilas berkali-kali dengan air bersih sampai
rambut terasa bersih (cirinya rambut terasa kesat).
(e) Selanjutnya rambut dikeringkan dengan handuk yang bersih.
(2) Pemangkasan dan Penyisiran Rambut
(a)
Untuk anak perempuan
Pada waktu-waktu tertentu (misalnya 3 bulan atau 6 bulan sekali)
rambut sebaiknya dipotong atau dipangkas sesuai dengan bentuk
kepala dan selera atau model yang diinginkan.
(b)
Untuk anak laki-laki
Pada anak laki-laki memangkas rambutnya bisa 1-2 bulan sekali
atau menurut keadaan. Selanjutnya rambut disisir dengan rapi supaya
tidak kusut dan mudah dirawat.
d) Memelihara Kebersihan dan Kesehatan Mata
(1)
Mata sebaiknya dibersihkan setiap hari.
(2)
Sewaktu-waktu sebaiknya dibersihkan menggunakan kapas yang
dibasahi boorwater 3% atau air yang sudah dimasak. Caranya
ialah dengan menyapukan kapas mulai dari pinggir mata terus
kearah tengah (menuju hidung). Lakukan hal ini berulang-ulang
sampai mata terasa bersih.
Kesehatan 2-23
(3)
Jangan menggosok mata dengan tangan yang kotor, kain atau
sapu tangan yang kotor atau saputangan orang lain.
(4)
Periksakan mata setahun sekali ke dokter spesialis mata atau ke
petugas kesehatan.
(5)
Biasakan membaca pada tempat yang cukup terang dengan jarak
antara mata dan obyek yang dibaca tidak kurang dari 30 cm.
(6)
Biasakan makan makanan yang banyak mengandung vitamin A.
(7)
Berikan istirahat secukupnya bila telah melakukan pekerjaan yang
melelahkan mata.
e) Memelihara Kebersihan Mulut dan Gigi
Mulut, termasuk lidah dan gigi merupakan sebagian dari alat
pencernaan makanan. Mulut berupa suatu rongga yang dibatasi oleh
jaringan lemak. Di bagian belakang mulut terhubung dengan tenggorokan
dan di bagian depan ditutup oleh bibir.
Gigi, terdiri dari jaringan tulang keras, terdapat pada rahang atas dan
rahang bawah. Mulut dan gigi merupakan satu kesatuan karena gigi
terdapat di rongga mulut. Dengan membersihkan gigi berarti kita selalu
membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan yang tertinggal
diantara gigi atau pada gusi gigi. Antara gigi serta gusi ini harus lebih
diperhatikan kebersihannya.
Untuk membersihkan celah-celah antara gigi yang terbaik adalah
dengan menggunakan benang gigi, setelah itu baru dengan sikat gigi.
Pada waktu menyikat atau menggosok gigi harus diingat bahwa arah
penyikatan yang baik adalah dari gusi ke permukaan gigi, sehingga selain
membersihkan gigi juga dapat melakukan pengurutan terhadap gusi.
Disamping itu, dalam menggosok gigi dapat pula dikombinasikan
dengan gerakan maju mundur dan penggosokan dilakukan sampai
dirasakan bahwa semua bagian gigi telah bersih atau sudah tersikat.
Setelah selesai disikat kemudian berkumur-kumur dengan air bersih.
Lebih baik lagi bila menggunakan air yang sudah dimasak pada saat
2-24 Kesehatan
berkumur. Menggosok gigi sebaiknya dilakukan pada saat setelah selesai
makan (makan pagi) dan pada waktu malam ketika akan tidur dengan
menggunakan sikat pribadi dan jangan menggunakan sikat gigi orang lain.
Karakteristik sikat gigi yang baik adalah yang bulu sikatnya tidak terlalu
keras dan tidak terlalu lunak; permukaan bulu sikat gigi rata, kepala sikat
gigi kecil, dan tangkai sikat gigi lurus.
f) Memakai Pakaian yang Bersih dan Serasi
Pakaian
yang
dimaksud
disini
mengikuti
pakaian
yang
erat
hubungannya dengan kesehatan seperti kemeja, baju, celana, rok
termasuk pakaian dalam, kaos kaki, sepatu, sandal dan lain-lain.
Kegunaan pakaian adalah untuk melindungi kulit dari kotoran yang
berasal dari luar dan juga untuk membantu mengatur suhu tubuh,
misalnya pakaian yang tebal dapat menahan, menghalangi atau
mengurangi tubuh dari udara dingin, sehingga orang yang bersangkutan
tetap merasa hangat meskipun udara di sekitarnya dingin. Disamping itu,
dapat pula mencegah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh, misalnya
cacing tambang yang berada ditanah lembab akan dapat masuk ke dalam
tubuh melalui kulit telapak kaki. Hal ini dapat dicegah apabila kita
memakai alas kaki (sepatu atau sandal).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pakaian ini antara lain
sebagai berikut.
(2) Pakaian hendaknya diganti
(a) setiap selesai mandi, dan
(b) bila kotor atau basah karena keringat atau kena air hujan.
(3) Kenakan pakaian yang sesuai dengan ukuran tubuh.
(4) Pakaian hendaknya dibedakan sesuai dengan keperluan antara lain;
a. pakaian rumah,
b. pakaian sekolah,
c. pakaian untuk keluar rumah,
d. pakaian olah raga,
Kesehatan 2-25
e. pakaian untuk rekreasi, resepsi atau pesta, dan
f. pakaian tidur.
(5) Pakaian yang telah dipakai keluar rumah hendaknya jangan dipakai
untuk tidur karena kemungkinan telah terkena debu atau kotoran.
(6) Jangan dibiasakan memakai pakaian orang lain untuk mencegah
tertularnya penyakit (terutama penyakit kulit).
b. Makanan Bergizi
Masa anak-anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan.
Istilah pertumbuhan dan perkembangan sifatnya berbeda tetapi saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan. Adapun definisi pertumbuhan dan
perkembangan adalah sebagai berikut.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang
biasanya diukur dengan ukuran berat (kilogram), ukuran panjang ( cm,
meter), umur tulang dan keseimbangan. Pertumbuhan mempunyai
dampak terhadap aspek fisik.
Perkembangan adalah berkembangnya kemampuan dalam struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diperkirakan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan
berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu.
Pertumbuhan
pada
masa
anak-anak
secara
langsung
dapat
dipengaruhi antara lain oleh faktor makanan yang cukup dan keadaan
kesehatan, sedangkan penyebab tak langsung adalah kecukupan
makanan dalam keluarga, asuhan orangtua, dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan dan sistem sanitasi lingkungan.
Faktor langsung yang mempengaruhi pertumbuhan anak adalah gizi
seimbang, yaitu makanan yang banyak mengandung zat gizi. Adapun zat
gizi dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu sebagai berikut:
2-26 Kesehatan
1. Zat Tenaga (hidrat arang/zat tepung, lemak)
Zat tenaga disebut juga zat kalori karena zat ini diperlukan oleh tubuh
untuk menghasilkan tenaga atau energi dalam bentuk kalori. Tenaga
sangat dibutuhkan tubuh untuk menggerakkan alat atau organ-organ
dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, otot dan lain-lain. Sumber zat
tenaga adalah makanan yang mengandung hidrat arang atau zat tepung,
zat pati atau karbohidrat. Adapun jenis makanan zat ini misalnya: tepung,
biji-bijian, beras, ubi, umbi-umbian, ketela, roti, sagu, jagung dan gula.
2. Zat Pembangun (protein, mineral, air)
Zat pembangun adalah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk
membangun atau untuk melakukan pertumbuhan. Tubuh manusia terdiri
dari
bagian-bagian
yang
kecil-kecil
berupa
sel-sel
yang
hidup
berkelompok membentuk organ-organ tubuh dan bekerja melakukan
fungsinya. Oleh karenanya, sel-sel tersebut tumbuh dan sebagian akan
menjadi aus, rusak atau mati, misalnya sewaktu terkena luka pada kulit,
terkena panas yang menyengat atau karena infeksi kuman penyakit. Selsel yang mati dapat berupa kulit kering mengelupas atau bernanah. Sel
yang rusak perlu diganti dengan yang baru, agar fungsi tubuh tetap
berjalan normal. Sumber zat pembangun yang utama dikenal dengan
protein atau zat putih telur. Sumber makanan zat pembangun dibagi dua
yaitu, dari sumber nabati seperti kacang-kacangan (tempe, tahu dan lainlain), dan sumber hewan seperti daging sapi, ayam, kambing dan ikan.
3. Zat Pengatur (vitamin, mineral, air
Zat pengatur adalah zat gizi yang berfungsi mengatur metabolisme
(proses kerja tubuh). Metabolisme bisa diibaratkan ramainya lalu lintas di
jalan raya, yang jika tidak ada polisi atau rambu-rambu lalu lintas tentu
akan menimbulkan kemacetan, karena semua ingin mendahului. Demikian
pula dengan organ-organ tubuh, dengan adanya zat pengatur, maka akan
terjadi sinkronisasi tugas-tugas dalam proses metabolisme tubuh. Kalau
Kesehatan 2-27
tubuh kekurangan air, akan terasa haus dan otak akan menyuruh tangan
mencari air. Kelompok zat pengatur adalah air, vitamin dan mineral.
Sumber gizi ini banyak diperoleh dari makanan berupa sayuran dan buahbuahan.
Zat-zat gizi tersebut sangat dibutuhkan tubuh, khususnya untuk anakanak. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mengonsumsi gizi seimbang
atau yang sering kita kenal dengan empat sehat lima sempurna dengan
contoh menu untuk sekali makan sebagai berikut.
1. Sepiring nasi sebagai sumber zat tenaga;
2. Sepotong daging atau ikan;
3. Sepotong tempe,sebagai sumber zat pembangun;
4. Semangkuk sayur;
5. Sepotong buah sebagai sumber zat pengatur. Contoh diatas
merupakan menu makanan seimbang yang terdiri dari : makanan
pokok, lauk pauk, dan sayur dan buah. Dengan jumlah kalori atau
tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh; dan
6. Segelas susu setiap hari.
Pengukuran pertumbuhan
Pengukuran pertumbuhan perlu dilakukan untuk menentukan apakah
tumbuh kembang seseorang berjalan normal atau tidak. Anak yang sehat
akan menunjukan pertumbuhan yang optimal. Manfaat pengukuran
pertumbuhan adalah sebagai berikut.
a)
Sebagai bahan informasi untuk menilai keadaan kekurangan gizi baik
yang akut maupun yang kronis.
b)
Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengabatan penyakit.
c)
Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
Untuk
mengikuti
pertumbuhan
anak-anak
sekolah
dasar
dan
madrasah ibtidaiyah dapat digunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) anak
sekolah SD/MI berdasarkan jenis kelamin, dimana pengukuran dilakukan
secara rutin sekali dalam empat bulan, adapun petugas yang melakukan
2-28 Kesehatan
pengukuran adalah murid (dokter kecil) dan guru pembina UKS sebagai
pengawas kesehatan.
c. Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Bereproduksi artinya berkembang biak, yaitu proses terbentuknya
makhluk baru yang sejenis dengan induknya. Makhluk hidup berkembang
biak atau memiliki keturunan agar dapat mempertahankan jenisnya.
Penyampaian pendidikan kesehatan reproduksi pada murid sekolah
dasar lebih difokuskan pada pengenalan tubuh, organ reproduksi dan
proses tumbuh kembang atau perkembangan manusia secara umum.
Selain pada manusia, dilakukan juga pengenalan proses perkembang
biakan pada hewan dan tumbuhan. Misalnya, mengenai perkembang
biakan tumbuhan secara generatif atau perkawinan yang dikenal juga
dengan penyerbukan sehingga membentuk biji dan buah, sedangkan
pada hewan ada yang berkembang secara generatif dan ada yang
dengan cara beranak atau melahirkan.
Dengan
demikian,
para
murid
dapat
membedakan
proses
perkembangbiakan pada hewan, tumbuhan, dan manusia.
1) Arti Reproduksi pada Manusia
Kesehatan Reproduksi berkaitan dengan masalah biologis yang
menyangkut manusia dan hubungan antar manusia itu sendiri serta
hubungan manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya. Bereproduksi
berarti
menghasilkan
generasi
berikutnya,
yaitu
anak.
Proses
menghasilkan keturunan/reproduksi di antara manusia diatur oleh
berbagai rambu hukum, agama, etika dan moral.
2) Haid dan Mimpi Basah
Haid merupakan proses luruhnya lapisan dinding bagian dalam rahim
yang banyak mengandung pembuluh darah, sehingga haid ditandai oleh
keluarnya darah dari vagina/kemaluan perempuan. Haid terjadi apabila sel
telur yang dilepaskan oleh indung telur tidak dibuahi oleh sperma laki-laki,
Kesehatan 2-29
maka sel telur tersebut bersama-sama lapisan dinding rahim yang banyak
mengandung pembuluh darah tersebut akan luruh atau gugur dan keluar
melalui vagina. Haid tidak akan terjdi apabila kehamilan berlangsung.
Masa akil baliq pada anak perempuan yang umumnya terjadi pada
usia 11 atau 12 tahun ditandai dengan haid atau menstruasi yang
pertama. Selain itu, haid juga menandakan bahwa telah terjadi
kematangan organ reproduksi pada perempuan, namun hal ini bukan
berarti
mereka
sudah
dapat
melakukan
hubungan
seks
untuk
bereproduksi di usia muda (hamil) karena hubungan seks dan kehamilan
bukan hanya ditentukan oleh kematangan organ reproduksi semata tetapi
juga harus mempertimbangkan kematangan psikologis, sosial, ekonomi,
hukum, agama dan etika.
Mimpi basah adalah pengeluaran air mani atau sperma (ejakulasi)
yang terjadi pada saat tidur karena testis dan salurannya sudah penuh
berisi sperma. Mimpi basah ini merupakan cara alamiah tubuh laki-laki
untuk mengeluarkan timbunan sperma yang dibentuk terus menerus.
Terjadinya mimpi basah menandakan organ reproduksi laki-laki telah
matang.
d. Pengukuran Tingkat Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah kondisi jasmani yang berkaitan dengan
kemampuan dan kesanggupan dalam menjalankan fungsinya secara
optimal dan efisien.
Untuk mengetahui dan menilai tingkat kesehatan jasmani seseorang
dapat
dilakukan
dengan
melaksanakan
pengukuran.
Pengukuran
kesegaran jasmani dilakukan dengan tes kesegaran jasmani. Untuk
melaksanakan tes diperlukan adanya alat /instrumen. Tes Kesegaran
Jasmani Indonesia (TKJI) merupakan salah satu instrumen untuk
mengukur tingkat kesegaran jasmani.
2-30 Kesehatan
TKJI untu kelompok umur 6 – 9
TKJI untuk kelompok umur
tahun
10 – 12 tahun
1. Lari
30
meter
(mengukur 1. Lari
40
meter
(mengukur
kecepatan)
kecepatan)
2. Gantung siku tekuk (mengukur 2. Gantung siku tekuk (mengukur
kekuatan dan ketahanan otot
kekuatan dan ketahanan otot
lengan dan bahu)
lengan dan bahu)
3. Baring
duduk,
(mengukur
30
kekuatan
detik 3. Baring
dan
tegak
(mengukur 4. Loncat
600
meter
kekuatan
detik
dan
tegak
(mengukur
tenaga explosif)
tenaga explosif)
5. Lari
(mengukur
30
ketahanan otot perut)
ketahanan otot perut)
4. Loncat
duduk,
(mengukur 5. Lari
600
meter
(mengukur
daya tahan jantung dan paru-
daya tahan jantung dan paru-
paru)
paru)
Cara Melaksanakan Pendidikan Kesehatan
Cara melaksanakan Pendidikan Kesehatan di tingkat sekolah dasar
dan madrasah ibtidaiyah pada prinsipnya adalah penanaman kebiasaan
hidup bersih dan sehat, yang dititik beratkan pada kebersihan pribadi dan
lingkungan.
Adapun cara untuk melaksanakan Pendidikan kesehatan adalah
melalui;
e. Penyajian/ceramah
Penyajian materi menggunakan metode ceramah, diskusi, demonstrasi,
pembimbingan,
permainan
dan
penugasan
mengikutsertakan peran aktif pesertaa pelatihan.
oleh
guru
dengan
Kesehatan 2-31
f. Penanaman Kebiasaan
Penanaman kebiasaan dilakukan dengan penugasan untuk melakukan
cara hidup sehari-hari dan diadakan pemeriksan serta pengamatan yang
terus menerus dan berkelanjutan oleh guru dan kepala sekolah.
4. Faktor yang Menentukan Keberhasilan Pendidikan Kesehatan
a. Keteladanan dan Dorongan
Faktor keteladanan dan dorongan dari tenaga kependidikan (kepala
sekolah, guru dan pegawai sekolah) di sekolah, orang tua di rumah
maupun masyarakat mempunyai dampak positif terhadap keberhasilan
pendidikan kesehatan. Contoh keteladanan dari guru dengan berpakaian
rapi, tingkah laku yang baik, di lingkungan sekolah tidak merokok, dengan
demikian diharapkan peserta didik akan mencontohnya.
b. Hubungan guru dan orang tua peserta didik
Kesinambungan hubungan antara guru dan orang tua peserta didik
hendaknya harus tetap terjaga dengan baik dalam pengertian apa yang
diberikan oleh guru di sekolah, hendaknya juga ditunjang oleh orang tua di
rumah.
5. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa
(termasuk kegiatan pada waktu libur) yang dilakukan di sekolah ataupun
di
luar
sekolah
denbgan
tujuan
antara
lain
untuk
memperluas
pengetahuan dan ketrampilan siswa serta serta melengkapi upaya
pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.
Kegiatan ekstra kurikuler mencakup kegiatan yang berkaitan dengan
pendidikana
kesehatan,
pelayanan
kesehatan
dan
poembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat (UKS).
a. Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan
antara lain sebagai berikut :
2-32 Kesehatan
1. Kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan isi buku paket yang
berkaitan dengan pendidikan kesehatan.
2. Wisata siswa.
3. Kemah (Persami).
4. Ceramah dan diskusi.
5. Lomba-lomba antarkelas maupun antarsekolah.
6. Bimbingan hidup sehat
7. Warung sehat sekolah.
8. Apotek hidup.
9. Kebun sekolah.
b. Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
(sekaligus merupakan upaya pendidikan) dapat dilakukan dengan
diadakannya bimbingan hidup sehat yang berupa penyuluhan
kesehatan, latihan keterampilah hidup sehat, dan aplikasi dari
keterampilan tersebut.
Penyuluhan kesehatan dan latihan ketrampilan hidup sehat antara lain
berupa :
1) Dokter Kecil.
2) Palang Merah Remaja.
3) Saka Bakti Husada/Pramuka/Santri Husada.
c.
Kegiatan
ekstrakurikuler
yang
berkaitan
dengan
pembinaan
lingkungan kehidupan sekolah sehat.
1. Kerja Bakti Kebersihan.
2. Lomba Sekolah Sehat.
3. Lomba yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan.
4. Pembinaan kebersihan lingkungan mencakup pemberantasan
sumber penularan penyakit.
5. Piket sekolah seperti dalam pelaksanaan 7 K.
Catatan :
Kesehatan 2-33
OSIS mempunyai peran yang sangat besar dalam pelaksanaan program
UKS yang dilakukan secara ekstrakurikuler di SLTP dan SLTA. Dalam
pelaksanaan program UKS, OSIS dapat mengamati adanya masalah yang
berkaitan dengan kesehatan melaporkannya kepada guru pembina OSIS,
agar sama-sama mencari cara penanggulangannya antara lain berupa
kegiatan yang berdasarkan konsep 7K.
6. Pendekatan dan Metode
a. Pendekatan
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka
melaksanakan pendidikan kesehatan antara lain ialah :
1. pendekatan individual;
2. pendekatan kelompok;
3. kelompok kelas;
4. kelompok bebas, dan
5. lingkungan keluarga
Agar tujuan pendidikan kesehatan bagi para peserta didik dapat
tercapai
secara
optimal,
dalam
pelaksanaannya
hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Sesuai dengan tingkat kemampuan dan perbedaan individual
peserta didik.
2) Diupayakan sebanyak-banyaknya melibatkan peran aktif peserta
didik.
3) Sesuai dengan situasi dan kondisi ditempat.
4) Selalu mengacu pada tujuan pendidikan kesehatan termasuk
upaya alih teknologi.
5) Memperhatikan kebutuhan pembangunan nasional.
6) Mengikuti/memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2-34 Kesehatan
b. Metode
Dalam
proses
belajar
mengajar,
guru
dan
pembina
dapat
menggunakan metode :
1. belajar kelompok;
2. kerja kelompok/penugasan;
3. diskusi;
4. belajar perorangan;
5. pemberian tugas;
6. pemeriksaan langsung;
7. karyawisata;
8. bermain peran;
9. ceramah;
10. demonstrasi;
11. tanya jawab;
12. simulasi;
13. dramatisasi, dan
14. bimbingan (konseling)
B. PELAYANAN KESEHATAN
Penekanan utama pada, pelayanan kesehatan di Sekolah/Madrasah
adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan
(kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan secara serasi dan
terpadu terhadap peserta didik pada khususnya dan warga sekolah pada
umumnya. Di bawah koordinasi guru pembina UKS dengan bimbingan
teknis dan pengawasan puskesmas setempat.
Pelayanan
kesehatan
di
sekolah/madrasah
pada
dasarnya
dilaksanakan dengan kegiatan komprehensif yaitu kegiatan peningkatan
kesehatan
(promotiof)
berupa
penyuluhan
kesehatan
dan
latihan
keterampilan memberikan pelayanan kesehatan, kemudian kegiatan
Kesehatan 2-35
pencegahan (preventif) berupa kegiatan peningkatan daya tahan tubuh,
kegiatan pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan
pemberhentian proses penyakit sedini mungkin; serta melanjutkannya
adalah kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitasi)
berupa kegiatan mencegah cedera/kecacatan akibat proses penyakit atau
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar
dapat berfungsi optimal. Namun demikian, upaya pelayanan kesehatan
dan upaya pencegahan penyakit terutama dilaksanakan melalui kegiatan :
penjaringan kesehatan siswa kelas I atau baru masuk sekolah,
pemeriksaan berkala seluruh siswa, PENYULUHAN KESEHATAN DAN
IMUNISASI (bias ATAU Bulan Imunisasi Anak Sekolah pada setiap bulan
November).
1. Tujuan Pelayanan Kesehatan
a. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan peserta didik dan seluruh warga
masyarakat sekolah secara optimal.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan melakukan tindakan
hidup sehat dalam rangka membentuk perilaku hidup sehat.
2) Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit
dan mencegah terjadinya penyakit; kelainan dan cacat.
3) Menghentikan proses penyakit dan pencegahan komplokasi akibat
penyakit/kelainan,
pengembalian
fungsi
dan
peningkatan
kemampuan peserta didik yang cedera agar dapat berfungsi
optimal.
4) Meningkatkan pembinaan kesehatan, baik fisik, mental sosial
maupun lingkungan.
2. Tempat Melaksanakan Pelayanan Kesehatan
a. Di sekolah/madrasah dilakukan melaui kegiatan ekstrakurikuler.
2-36 Kesehatan
b. Di Puskesmas dan tempat pelayanan kesehatan (misal dokter
praktik) yang ada di sekitar sekolah/madrasah sesuai kebutuhan.
a. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dilakukan melalui :
1. kegiatan peningkatan (promotif);
2. kegiatan pencegahan (preventif); dan
3. kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitasi)
1) Kegiatan Peningkatan (Promotif)
Kegiatan peningkatan adalah kegiatan penyuluhan kesehatan yang
dilaksanakan secara ekstrakurikuler.
a. Latihan ketrampilan teknis dalam rangka pemeliharaan kesehatan
dan pembentukan peran serta aktif peserta didik dalam pelajaran
kesehatan, anatara lain sebagai berikut :
(1)
Dokter Kecil.
(2)
Kader Kesehatan Remaja.
(3)
Palang Merah Remaja
(4)
Saka Bakti Husada/Pramuka.
b. Pembinaan sarana keteladanan yang ada di lingkungan sekolah
antara lain seperti di bawah ini:
(1)
Pembinaan warung sekolah sekolah.
(2)
Lingkungan sekolah yang terpelihara dan bebas dari faktor
pembawa penyakit.
c. Pembinaan keteladanan berperilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
2) Kegiatan Pencegahan (Preventif)
a) Pemeliharaan kesehatan yang bersifat umum maupun yang khusus
untuk penyakit-penyakit tertentu, antara lain demam berdarah,
cacingan, muntaber.
Kesehatan 2-37
b) Penjaringan (screening) kesehatan bagi anak yang baru masuk
sekolah.
c) Mengikuti (monitoring/memantau) peretumbuhan peserta didik.
d) Immunisasi peserta didik kelas I dan kelas VI di sekolah dasar dan
madrasah ibtidaiyah.
e) Untuk pencegahan penularan penyalit dengan jalan memberantas
sumber
infeksi
dan
pengawasan
kebersihan
lingkungan
sekolah/madrasah dan perguruan agama.
f) Konseling kesehatan remaja di sekolah/madrasah dan perguruan
agama oleh guru BP dan guru agama dan Puskesmas oleh Dokter
Puskesmas.
3) Kegiatan penyembuhan dan pemulihan (Kuratif dan Rehabilitasi)
a) diagnosa dini;
b) pengobatan ringan;
c) pertolongan pertama pada kecelakaan dan pertolongan pertama
pada penyakit; serta
d) rujukan medik.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan dilakukan secara terpadu, baik
secara antarkegiatan pokok dari Puskesmas, maupun secara terpadu
bersama para tenaga pendidik, dengan peran peserta didik dan orang tua
mereka.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan unit
organisasi kesehatan yang langsung memberi pelayanan kepada
masyarakat secara menyeluruh dan integrasi di wilayah kerja tertentu
dalam bentuk usaha-usaha kesehatan. Berdasarkan ketentuan tersebut,
maka pembinaan kesehatan dalam mengupayakan kesehatan sekolah
merupakan salah satu kegiatan pokok Puskesmas.
Tugas
dan
fungsi
Puskesmas
adalah
melaksanakan
kegiatan
pembinaan kesehatan dalam rangka meningkatkan usaha kesehatan di
sekolah/madrasah dan perguruan agama yang mencakup :
2-38 Kesehatan
1) Memberikan pencegahan terhadap suatu penyakit dengan imunisasi
dan lainnya yang dianggap perlu;
2) Merencanakan pelaksanaan kegiatan dengan pihak yang berhubungan
dengan peseerta didik (kepala sekolah, guru, orang tua peserta didik
dan lain-lain);
3) Memberikan bimbingan teknis medis kepada kepala sekolah dan guru
dalam melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah;
4) Memberikan penyuluhan tentang kesehatan pada umumnya dan UKS
pada khusunya kepada kepala sekolah, guru, pihak lain dalam rangka
meningkatkan peran serta dalam pelaksanaan UKS;
5) Memberikan pelatihan/penataran kepada guru UKS dan kader UKS
(Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja);
6) Melakukan penjaringan dan memberikan rujukan terhadap kasuskasus tertentu yang diperlukan;
7) Memberikan pembinaan dan pelaksanaan konseling;
8) Menginformasikan kepada kepala sekolah tentang derajat kesehatan
dan tingkat kesegaran jasmani peserta didik dan cara peningkatannya;
dan
9) Menginformasikan secara teratur kepada Tim Pembina UKS setempat,
meliputi :
a) segala kegiatan pembinaan kesehatan yang telah, sedang, dan
akan dilakukan.
b) Permasalahan
yang
dialami
pembinaan
kesehatan
di
dan
lain-lain
sekolah
dan
penyelenggaraan
saran
untuk
menaggulanginya.
b. Pendekatan dan Metode
Pendekatan pelayanan kesehatan dikelompokkan sebagai berikut :
1) Intervrensi yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi
masalah perorangan, antara lain pencarian, pemeriksaan, dan
pengobatan penderita.
Kesehatan 2-39
2) Intervensi yang ditujukan untuk menyelesaikan atau mengurangi
masalah lingkungan di sekolah, khususnya masalah lingkungan
yang tidak mendukung tercapainya derajat kesehatan optimal.
3) Intervensi yang ditujukan untuk membentuk perilaku hidup sehat
masyarakat sekolah.
a) pelajaran dan pelatihan;
b) bimbingan kesehatan dan bimbingan khusus (konseling);
c) penyuluhan kesehatan;
d) pemeriksaan langsung; dan
e) pengamatan (observasi).
3. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
Pelaksanaan kesehatan kesehatan dalam UKS adalah mereka yang
langsung melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu
sebagai berikut :
a. Guru yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk kegiatan
pelayanan kesehatan di sekolah.
b. Petugas kesehatan dari Puskesmas.
c. Juga diikut sertakan orang tua dari peserta didik terutama ibu dari
peserta didik itu sendiri.
Pada guru dan ibu peserta didik diberi bimbingan secara khusus agar
mampu melakukan tindakan sederhana tetapi bermanfaat sesuai prioritas
dan kondisi serta kebutuhan peserta didik. Sementara bagi peserta didik
dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler berupa penyuluhan kesehatan dan
latihan keterampilan hidup sehat.
4. Cara Melakukan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan di sekolah/madrasah dilakukan sebagai berikut :
a. Sebagian
kegiatan
pelayanan
kesehatan
di
sekolah
perlu
didelegasikan kepada guru, setelah guru ditatar atau dibimbing oleh
petugasa Puskesmas.
2-40 Kesehatan
Kegiatan tersebut adalah kegiatan peningkatan (promotif), pencegahan
(Preventif) dan dilakukan pengobatan sederhana pada waktu terjadi
kecelakaan atau penyakit sehingga selain menjadi kegiatan pelayanan,
juga menjadi kegiatan pendidikan.
b. Sebagaian lagi kegiatan pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan
oleh petugas Puskesmas dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan secara terpadu (antar Kepala Sekolah/Madrasah
dan Petugas Puskesmas). Sebagian pegangan dalam pendelegasian
wewenang kepada guru dalam pelayanan kesehatan sesuai strata
minimal pelayanan kesehatan di SD adalah sebagai berikut :
No
Uraian Kegiatan
Tenaga
Guru
Puskesmas
1.
Membina sarana keteladanan gizi
a. Pengorganisasian dan Pemeliharaan
⎯
√
√
⎯
⎯
√
⎯
√
√
⎯
kantin/warung sekolah.
b. Pembinaan teknis dan pemantauan
2..
Membina sarana keteladanan kebersihan
lingkungan
a. Menggerakkan
pemeliharaan
dan
mengawasi kebersihan lingkungan di
sekolah/madrasah.
1. Pengelolaan sampah
2.
Saluran
air
limbah
dan
sebagainya.
b. Mencegah
terbentuknya
pembiakan
penyakit,
di
tempat
binatang
penyebar
antaranya
pembasmi
sarang nyamuk (PSN).
c. Pembinaan teknis dan pemantauan.
3.
Kesehatan 2-41
Membina kebersihan perorangan peserta
didik.
1) Melakukan
pemeriksaan
rutin
⎯
√
⎯
√
Tenaga
Guru
kebersihan kuku, rambut, telinga, gigi,
kulit dan sebagainya.
2) Mengadakan kegiatan menggosok gigi
rutin di sekolah, sekali setiap bulan.
No
Uraian Kegiatan
Puskesmas
4.
Mengembangkan
kemampuan
peserta
didik berperan aktif dalam pelayanan
kesehatan
(kader
kesehatan
sekolah/dokter kecil).
⎯
√
√
⎯
√
√
√
√
1. Mengukur tinggi dan berat badan,
⎯
√
2. Mengukur
√
√
a. Koordinasi dan membantu latihan
keterampilan
b. Membimbing latihan teknis pelayanan
kesehatan dan pengawasan materi
teknis pelayanan kesehatan yang
dilatihkan.
c.
Memantau peran peserta didik yang
sudah dilatih
5.
Penjaringan kesehatan pada peserta didik
baru kelas I
6.
Pemeriksaan kesehatan periodik
a. Untuk kesehatan periodik, berupa :
ketajaman
penglihatan
2-42 Kesehatan
dan pendengaran,
3. Pemeriksaan Hb.
√
⎯
⎯
√
Tenaga
Guru
b. Untuk guru
7.
Imunisasia
a. Identifikasi peserta didik yang perlu
diimunisasi
No
Uraian Kegiatan
Puskesmas
√
⎯
A. Menjaga kebersihan sumber air
⎯
√
b. Memeriksa keadaan/kondisi fisik air
√
⎯
⎯
√
√
⎯
b. Memberi imunisasi sesuai ketentuan
Depkes
8.
9.
Pengawasan terhadap keadaan air
Pengobatan
ringan
dan
pertolongan
pertama di sekolah
10.
Rujukan medis untuk mengurangi derita
sakit, kasus kecelakaan, keracunan atau
masalah
kesehatan
lainnya
yang
membahayakan nyawa dan untuk penyakit
khusus
yang
juga
memerlukan
penanganan khusus :
a. Pengenalan dini kondisi yang perlu
dirujuk
b. Pengobatan kasus dan rujukan spesifik
bila diperlukan.
Kesehatan 2-43
11.
Penanganan kasus anemi
a.
Pengenalan
dini
dan
rujukan
ke
⎯
√
√
⎯
√
⎯
Tenaga
Guru
puskesmas
B.
12.
Tindakan medis
Forum komunikasi terpadu
a. Antar kegiatan pokok Puskesmas
No
Uraian Kegiatan
Puskesmas
b. Antar
Puskesmas
dan
sekolah/madrasah
13.
1. Koordinasi dan pelaksanaan.
⎯
√
2. Bimbingan dan pembinaan teknis
√
⎯
⎯
√
√
⎯
Pencatatan dan Pelaporan
a. Pencatatan sederhana data kesehatan
dan pelayanan kesehatan
b. Pemantauan dan pelaporan sesuai
sistem yang berlaku.
c.
Pelayanan Kesehatan di Pukesmas adalah bagi peserta didik yang
dirujuk dari sekolah/madrasah (khusus untuk kasus yang tidak dapat
diatasi di sekolah/madrasah). Untuk itu, perlu diadakan kesepakatan
dalam rapat perencanaan tentang pembiayaan peserta didik yang
dirujuk ke Puskesmas. Sekolah/madrasah sebaiknya mengupayakan
dana
UKS
untuk
pembiayaan
yang
diperlukan
agar
masalah
pembiayaan tidak menghambat pelayanan kesehatan atau pengobatan
yang diberikan.
2-44 Kesehatan
Untuk ini, setiap peserta didik sejak kelas I harus memiliki buku atau
kartu rujukan yang dapat dipakai sampai kelas VI dan minimal pelayanan
kesehatan dapat dilaksanakan sesuai strata minimal yang ada di SD/MI
5. Kegiatan Utama Pelayanan Kesehatan di Sekolah Dasar
Pelayanan kesehatan di sekolah diutamakan pada upaya peningkatan
kesehatan (promotif) dan upaya pencegahan penyakit (preventif), serta
upaya penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) yang
dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut :
a. Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan
intrakurikuler
dan
penyuluhan
kesehatan
serta
latihan
keterampilan oleh tenaga kesehatan di sekolah. Misalnya :
kegiatan penyuluhan gizi, cara menggosok gigi yang benar, cara
mengukur tinggi badan dan berat badan, serta cara memeriksa
ketajaman penglihatan.
b. Pencegahan
(preventif)
dilaksanakan
melalui
kegiatan
peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan mata rantai
penularan penyakit dan kegiatan pemberhentian proses penyakit
pada tahap dini sebelum timbul penyakit. Misalnya : Iunisasi yang
dilakukan oleh petugas Puskesmas, pemberantasan sarangsarang nyamuk, pengobatan sederhana oleh dokter kecil, kegiatan
penjaringan kesehatan (skrining kesehatan) bagi siswa SD kelas I
yang baru masuk dan pemeriksaan berkala setiap 6 bulan bagi
seluruh siswa.
c. Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan
melalui kegiatan mencegah komplikasi dan kecacatan akibat
proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi normal kembali.
Kegiatan dapat berupa pengobatan ringan dan pertolongan
pertama di sekolah seta rujukan medis ke puskesmas untuk
Kesehatan 2-45
mengurangi derita sakit, kasus kecelakaan, keracunan atau lain
kondisi yang membahayakan nyawa dan kasus penyakit khusus.
Kegiatan pokok pelayanan kesehatan di SD atau MI pada dasarnya
mengacu pada standar pelayanan kesehatan sebagaimana disebutkan
terdahulu. Adapun garis-garis besar kegiatan pelayanan kesehatan di SD
dan MI adalah sebagai berikut :
a. Penyuluhan Kesehatan
Penyelenggaraan penyuluhan kesehatan adalah secara intergrasi baik
lintas program maupun lintas sektor, yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan praktis dlam
rangka pemutusan mata rantai penularan penyakit, upaya pemeliharaan
kesehatan pribadi siswa dan guru yang ditekankan pada upaya
pembentukan perilaku hidup bersih dan sehat, maupun lingkungan fisik
sekolah untuk mendukung terciptanya suasana yang sehat dalam proses
pembelajaran.
Contoh:
Pemberantasan
Sarang
Nyamuk
(PSN),
pemberantasan
cacingan, pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan zat adiktif).
b. Imunisasi
Setiap tahun Imunisasi dilakukan pada bulan November yang dikenal
dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Tujuan pemberian
imunisasi adalah untuk memberikan perlindungan jangka panjang
terhadap penyakit Difteri dan Tetanus melalui imunisasi Difteri Tetanus
Toxoid I menerima imunisasi DT, sedangkan siwa kelas VI menerima
imunisasi TT.
c. Dokter Kecil
Adalah peserta didik yang ikut melaksanakan sebagian usaha
pelayanan kesehatan serta berperan aktif dalam kegiatan kesehatan
yang diselenggarakan di sekolah.
2-46 Kesehatan
Peserta didik yang dapat menjadi Dokter Kecil harus menduduki kelas
IV dan atau kelas V, berprestasi di kelas, berwatak pemimpin,
bertanggung jawab, bersih, berperilaku sehat serta telah mendapatkan
pelatihan dari petugas puskesmas/Tim Pembina UKS.
Kegiatan yang dilakukan oleh Dokter Kecil di antaranya sebagi berikut.
1. Mengamati kebersihan dan kesehatan pribadi,
2. Mengenali penyakit secara awal,
3. Melakukan pengobatan sederhana,
4. Menimbang dana mengukur tinggi badan,
5. Memeriksa ketajaman penglihatan,
6. Memeriksa kebersihan gigi.
d. P3K dan P3P
Kegiatan yang dilakukan pada P3K (Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan) dan P3P (Pertolongan Pertama Pada Penyakit) adalah
melakukan pengobatan sederhana dan pertolongan pertama pada
penyakit dan kecelakaan di sekolah khususnya pada penanganan diare.
e. Penjaringan Kesehatan
Kegiatan penjaringan kesehatan dilakukan bagi siswa kelas I yang
baru masuk dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk perencanaan,
pemantauan dan evaluasi kegiatan UKS. Inti dari kegiatan ini adalah untuk
mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah, antara
lain status gizi anak, kesehatan indera penglihatan dan pendengaran yang
merupakan faktor penting bagi anak dalam proses pembelajaran.
Penjaringan kesehatan dilakukan secara bertahap pada siswa sekolah
yang baru masuk yaitu :
1) Pada tahap awal penjaringan kesehatan akan dilakukan di sekolah
oleh guru dan dibantu oleh Dokter Kecil, meliputi pengenalan gejala
sederhana penyakit, baik melaui pengamatan maupun dengan cara
wawancara dengan peserta didik dan orang tua mereka.
Kesehatan 2-47
2) Pada tahap selanjutnya penjaringan kesehatan dilakukan oleh
tenaga paramedis dengan prosedur cara pengamatan.
3) Pada tahap ketiga, penjaringan kesehatan dilakukan oleh dokter
dan akan jelas memisahkan kasus yang telah dideteksi pada tahap
pertama dan kedua, untuk kemudian menetapkan tindak lanjut
penanganan kasus tersebut.
f. Pemeriksaan Berkala
Pemeriksaan berkala dilakukan oleh petugas kesehatan guru UKS dan
Dokter Kecil kepada seluruh siswa dan guru setiap 6 bulan, untuk
memantau, memelihara serta meningkatkan status kesehatan mereka.
Kegiatan yang dilakukan berupa penimbangan BB dan pengukuran TB,
pemeriksaan ketajaman penglihatan dan pendengaran oleh guru UKS
dibantu oleh Dokter Kecil, serta pemeriksaan kesehatan oleh petugas
kesehatan.
g. Pengawasaan Warung Sekolah
Untuk dapat menyelenggarakan warung sekolah/kantin yang sehat
tentunya harus didukung oleh pengetahuan dan keterampilan mengenai
gizi, kebersihan dan lain-lain dan pembinaan ini dilakukan baik oleh
tenaga kesehatan, guru maupun dokter kecil.
h. Dana Sehat
Dana Sehat atau Dana UKS pada dasarnya adalah dana yang
diperuntukkan
untuk
kegiatan-kegiatan
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan UKS di Sekolah atau Madrasah. Ada 2 (dua) komponen
pokok dari dana UKS, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan dana itu
sendiri dan pengelolaannya.
1) Dana
Yang dimaksud dana di sini adalah uang atau barang yang diterima
atau dikumpulkan oleh Tim Pelaksana UKS baik dari peserta didik,
2-48 Kesehatan
Komite
Sekolah,
pemerintah
maupun
dari
masyarakat
untuk
pelaksanaan program UKS di Sekolah/Madrasah.
2) Pengelola
Pada organisasi Tim Pelaksana UKS harus ada bendahara yang
bertugas melakukan pembukuan atau pengelolaan dana UKS yang
dicatat dalam buku khusus untuk pendanaan UKS dengan format
seperti terlampir.
3) Pengelolaan Dana UKS
Dana yang diperoleh dan digunakan oleh Tim Pelaksanaan UKS
harus dikelola dengan baik. Untuk keperluan tersebut maka harus
ditetapkan bendahara (guru atau anggota Komite sekolah) untuk
menyiapkan pembukuan yang meliputi pencatatan alihan dana dan
barang, bagaimana cara pertanggungjawabannya dan bagaimana
pelaporannya.
i. UKGS
UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) adalah pelayanan kesehatan
gigi yanga dikerjakan oleh petugas kesehatan (petugas Puskesmas) yang
terdiri dari 3 macam pelayanan yaitu :
1) UKGS tahap I berupa pendidikana dan penyuluhan kesehatan gigi
mengadakan kegiatan menggosok gigi massal untuk kelas I, II, III
dibimbing oleh guru dan memakai pasta gigi mengandung fluoride
minimal 1 kali sebulan.
2) UKGS tahap II berupa UKGS tahap I ditambah penjaringan
kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi
sulung yang sudah waktunya tanggal. Pengobatan darurat untuk
menghilangkan rasa sakit (oleh guru), pelayanan medis gigi dasar
atas permintaan dan rujukan bagi yang memerlukan.
3) UKGS tahap III berupa UKGS tahap II ditambah dengan pelayanan
medik dasar pada kelas terpilih sesuai kebutuhan tiap kelas.
Kesehatan 2-49
C. PEMBINAAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEHAT
Program pembinaan lingkungan sekolah sehat mencakup hal-hal
berikut :
1. Program Pembinaan Lingkungan Sekolah
a. Lingkungan Fisik Sekolah
a. penyediaan air bersih;
b. pemeliharaan tempat penampungan air bersih;
c. pengadaan dan pemeliharaan tempat pembuangan sampah;
d. pengadaan dan pemeliharaan air limbah;
e. pemeliharahan WC/kakus/urinoir;
f. pemeliharaan kamar mandi;
g. pemeliharaan kebersihan dan kerapihan ruangan kelas, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, dan tempat ibadah;
h. pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan kebun
sekolah (termasuk penghijauan sekolah);
i.
pengadaan dan pemeliharaan warung/kantin sekolah;dan
j.
pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah.
b. Lingkungan Mental dan Sosial
Program pembinaan lingkungan mental dan sosial yang sehat
dilakukan melalui usaha pemantapan sekolah sebagai lingkungan
pendidikan (Wiyatamandala) dengan meningkatkankan pelaksanaan
konsep ketahanan sekolah (5K), sehingga tercipta suasana dan hubungan
kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah. Selain
peningkatan pelaksanaan konsep 5K, program pembinaan dilakukan
dalam bentuk kegiatan antara lain :
1) konseling kesehatan;
2) bakti sosial masyarakat sekolah di lingkungan dan sekitarnya;
3) perkemahan;
4) penjelajahan/hiking/darmawisata;
2-50 Kesehatan
5) teater, musik, olahraga;
6) kepramukaan, PMR, Dokter Kecil dan Kader Kesehatan Remaja;
dan
7) karnaval, bazar, lomba.
2. Pembinaan Lingkungan Keluarga
Pembinaan lingkungan keluarga bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pengetahuan orang tua peserta didik tentang hal-hal
yang berhubungan dengan kesehatan; dan
b. Meningkatkan kemampuan dan partisipasi orang tua peserta didik
dalam pelaksanaan hidup sehat.
Pembinaan lingkungan keluarga dapat dilakukan antara lain dengan :
a. Kunjungan rumah yang dilakukan pelaksana UKS;
b. Ceramah kesehatan yang dapat diselenggarakan di sekolah dengan
bekerja sama dengan dewan sekolah, atau dipadukan dengan
kegiatan di masyarakat dengan koordinasi LKMD.
3. Pembinaan Masyarakat Sekitar
a. Pembinaan dilakukan dengan cara pendekatan kemasyarakatan dapat
dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah dan pondok pesantren, guru,
ataupun pembina UKS. Misalnya dengan jalan membina hubungan
baik atau kertjasama dengan masyarakat/LKMD/dewan kelurahan,
ketua RT/RW, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.
b. Penyelenggaraan penyuluhan tentang kesehatan dan pentingnya arti
pembinaan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang sehat.
Untuk ini, masyarakat bisa diundang ke sekolah. Pembicaraan dapat
dimintakan dari Puskesmas, pemerintah daerah setempat, dan
narasumber lainnya misalnya dari LSM.
c. Penyuluhan massa baik secara tatap muka maupoun melaui media
cetak dan audio visual.
Kesehatan 2-51
d. Menyelenggarakan proyek panduan di sekolah/madrasah dan pondok
pesantren.
4. Program Pembinaan Unsur Penunjang
Untuk mencapai 2 (tiga) tujuan pokok UKS di atas, perlu pula dilakukan
upaya pembinaan terhadap unsur penunjang yang terdiri dari hal-hal
berikut :
a. Pembinaan Ketenagaan
Pengertian ketenagaan meliputi :
1. pembinaan teknis (guru petugas kesehatan)
2. pembinaan non-teknis (pengelola pendidikan, pengawas sekolah,
anggota Tim Pembina UKS, karyawan sekolah dan sebagainya).
Pembinaan ketenagaan untuk pembina teknis dan non teknis meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1) Peningkatan jumlah (kualitas) meliputi kegiatan :
a. pendidikan formal untuk tenaga kependidikan;
b. pendidikan formal untuk tenaga kesehatan;
c. menambah tenaga guru dan pendidikan jasmani dan kesehatan,
bimbingan dan penyuluhan, tenaga Puskesmas (medis dan
paramedis);
d. menambah tenaga di sekolah seperti penjaga sekolah, petugas
kebersihan dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan, dimana
penambahan tenaga ini dapat diusahakan secara bersama-sama
dengan dewan sekolah;
e. menatar guru yang sudah ada dalam bidang kesehatan sehingga
mereka dapat ditugaskan mengajar pendidikan kesehatan;
2) Peningkatan mutu (kualitas) melalui kegiatan :
a) pendidikan formal;
b) penataran/kursus singkat;
c) forum diskusi;
d) ceramah;
2-52 Kesehatan
e) rapat kerja;
f) lokakarya;
g) seminar;
h) supervisi dan bimbingan teknis; dan
i) studi banding.
b. Pembinaan Sarana dan Prasarana
Pembinaan sarana dan prasarana; baik untuk pendidikan kesehatan
maupun untuk pelayanan kesehatan, mencakup perangkat lunak (antara
lain alat peraga pendidikan kesehatan, alat peraga pelayanan kesehatan),
untuk ini perlu dilakukan pembakuan.
Pembinaan
sarana
dan
prasarana
pendidikan
kesehatan
dan
pelayanan kesehatan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1) Pengadaan :
a) pengadaan buku;
b) pengadaan alat peraga;
c) pengadaan ruang khusu untuk UKS, beserta perabotannya, alat
kesehatan, bahan dan obat; dan
d) alat adminstrasi.
2) Pemeliharaan, termasuk pengadaan dana untuk pemeliharaan sarana
dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan, baik
melaui anggaran rutin, anggaran pembangunan, maupun bantuan lain
yang tidak mengikat.
3) Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan dan pelayanan
kesehatan melalui teknologi tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat. 2003. Materi Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Untuk
Tenaga Kesehatan, Usaha Kesehatan Sekolah Di Tingkat Sekolah
Dasar, Jakarta
Departemen Kesehatan RI Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1995. Panduan 13 Pesan Dasar
Gizi Seimbang. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas
Jasmani. 2003. Pedoman Pelatihan dan Modul Pendidikan
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kulaitas
Jasmani. 2003. Pedoman Penyelenggaraan dan Modul Kesehatan
Reproduksi Remaja. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas
Jasmani. 2003. pedoman dan Modul Pelatihan Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) bagi guru Sekolah Dasar
(SD). Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Pengembangan Kualitas
Jasmani. 2003. pedoman dan Modul Pendidikan Keterampilan
Hidup Untuk Kesehatan Reproduksi Remaja bagi Pendidik Sebaya
di SMP, SMA dan yang sederajat. Jakarta.
Djayadiningrat s, 5KM. 1989. makanan Kesehatan dan Catering. Jakarta:
CV. Miswar.
Silberg J. 2002. The Value Book For Children 500 Permainan 5 Menit
Permainan yang mudah dan cepat untuk anak usia 3 – 6 tahun.
Jakarta: PT Alex Media Komputer di Kelompok Gramedia.
Soetjiningsih, Ranuh IGN. Gde. 1995. tumbuh Kembang Anak. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Tim Pembina UKS Pusat. 1996. Pedoman Pembinaan Pengembangan
UKS. Jakarta.
2-54 Kesehatan
Tim Pembina UKS Pusat. 1992. Cara melaksanakan UKS di Sekolah
Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta.
Tim Pembina UKS Pusat. 1992. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dana
UKS bagi Tim Pembina UKS. Jakarta.
Tim Pembina UKS Pusat. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Monitoring,
Evaluasi dan Pelaporan bagi Tim Pembina dan Tim Pelaksana
UKS. Jakarta.
United Nation Children’s Fund. 2002. Pedoman Hidup Sehat diadaptasi
dari fach for life third edition. New York
BUKU AJAR
Paradigma Penjas
BAB I PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI
Buku ajar ini memaparkan mengenai Asas dan landasan
Pendidikan Jasmani,
Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani, dan
Pendidikan Jasmani berbasis masalah gerak.
Setelah mempelajari buku ajar ini diharapkan peserta pelatihan
akan menguasai mengenai Pengertian pendidikan jasmani, Filsafat
pendidikan jasmani, Sikap dan Motivasi dalam Pendidikan Jasmani,
Dampak Psikologis dari Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Pendidikan
jasmani berbasis masalah gerak, modifikasi permainan
B. PRASYARAT
Tidak ada
C. PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempelajari materi ini peserta pelatihan harus membaca
materi pendidikan jasmani secara keseluruhan. Menyelesaikan semua
tugas-tugas yang diberikan oleh instruktur dan aktif dalam diskusi kelas.
D. KOMPETENSI DAN INDIKATOR
Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai oleh peserta
pelatihan setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar dalam buku ajar
adalah
peserta
pelatihan
dapat
menguasai
mengenai
Pengertian
pendidikan jasmani, Filsafat pendidikan jasmani, Sikap dan Motivasi
dalam Pendidikan Jasmani, Dampak Psikologis dari Pembelajaran
Pendidikan Jasmani, Pendidikan jasmani berbasis masalah gerak,
modifikasi permainan
BAB II KEGIATAN BELAJAR I
A. Kompetensi dan indikator
Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai peserta
pelatihaan setelah menyelesaikan kegiatan belajar adalah:
1. Peserta pelatihan dapat Memahami pengertian pendidikan
jasmani
2. Peserta pelatihan dapat Menyusun bahan ajar pendidikan
jasmani
3. Peserta pelatihan dapat memahami tujuan pendidikan jasmani
4. Peserta pelatihan memahami filsafat pendidikan jasmani
B. Uraian Materi
1. PENGERTIAN PENDIDIKAN JASMANI
Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan
menggunakan aktivitas otot-otot besar hingga proses pendidikan yang
berlangsung
tidak
terhambat
oleh
gangguan
kesehatan
dan
pertumbuhan badan. Sebagai bagian integral dari proses pendiidkan
keseluruhan, pendidikan jasmani merupakan usaha yang bertujuan
untuk mengembangkan kawasan organik, neuromuskuler, intelektual
dan sosial.
2. BAHAN AJAR PENDIDIKAN JASMANI
Guru pendidikan jasmani merealisasikan tujuannya dengan
mengajarkan dan meningkatkan aktivitas jasmani, dengan bimbingan
tujuan
pendidikan.
Kegiatan
pekerjaan
sehari-hari
berwujud
mengajarkan aktivitas jasmani, meskipun tugas yang sesungguhnya
adalah usaha bantuan mengembangkan keselluruhan pribadi anak.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-3
Hal itu berarti bahwa murid-muridnya harus belajar sesuatu
dari padanya. Mereka harus memperoleh kemajuan dalam aktivitas
fisiknya dengan nyata. Tidak dapat hanya asal merka senang dalam
kesibukannya. Mengajar berarti membuat kemajuan. Guru pendidikan
jasmani gagal dalam tugasnya bila murid-muridnya tidak mendapat
kemajuan dalam penguasaan aktivitas jasmani yang diajarkan:
kemajuan dalam memperhalus gerakan atau kemajuan dalam
prestasi.
Bahan ajar yang dipergunakan dalam pengajarannya adalah
aktivitas jasmani. Itu dapat berupa permainan, tari-tarian dan latihanlatihan. Bagaimana dia mendapatkan aktivitas jasmani tersebut,
terdapat perbedaan-perbedaan yang besar dalam tiap lingkungan
budaya.
Bagaimana guru pendidikan jasmnai memilih aktivitas yang
cocok untuk melaksanakan tugasnya dari sekian banyak aktivitas
tersebut?
Jelas
dia
tidak
dapat
mempergunakan
semuanya.
Penggunaan yang terlalu banyak akan membawa kedangkalan
pengajarannya. Terlalu sedikit akan merugikan kebutuhan yang
menyeluruh. Mengikuti mode menyebabkan dia terbawa arus,
sedangkan sebenarnya dia hahrus menjadi petunjuk jalan. Berpegang
teguh kepada yang sudah ada, dengan tidak memperdulikan kepada
pandangan-pandangan baru, akan menyebabkan kekauan.
Kriteria untuk mengadakan seleksi bahan ajar adalah
sebagai berikut:
a. Dimulai dengan pertanyaan. Apakah tujuan anda dengan
pendidikan jasmani? Khususnya apakah tujuan pendidikan anda?
b. Apakah aktivitas-aktivitas yang anda pilih itu berguna bagi tujuan
itu?
c. Aktivitas harus sesuai dengan keadaan lingkungan geografik,
iklim dan keadaan lingkungan, dan seharusnya harus sesuai
dengnan adat istiadat masyarakat
3-4 Paradigma Pendidikan Jasmani
d. Guru pendidikan jasmani harus memeriksa apakah aktivitasaktivitas yang dipilih sesuai dengan penghayatan gerak dan
pengalaman jsmnai anak.
e. Harus
dipertimbangkan
aktivitas
yang
dilakukan
harus
membangkitkan motivasi siswa
f. Guru harus menguasai betul metodik dan katiivtas yang akan
diajarkan.
3. TUJUAN PENDIDIKAN JASMANI
Tujan pendidikan jasmani adalah:
a. Memberikan bantuan kepada siswa untuk mengenal dunianya
dengan kualitas-kualitasnya serta tempat dirina di dalamnya
b. Meningktkan kesenangan gerak, kepastian gerak dan kekayaan
gerak
c. Meningkatkan kesehatan jasmnai, rohani dan sosial serta
kegairahan hidup
d. Mensiagakan menghadapi tugas dan waktu senggang
e. Membimbing ke arah penguasaan kewajiban dengan matang
sebagai pribadi yang kreatif
Tidak
ada
pendidikan
jasmani
yang
tidak
bertujuan
pendidikan. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan
jasmani, sebab gerak adalah dasar untuk belajar mengenal dunia
dan dirinya sendiri.
4. FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI
Aplikasi filsafat dalam pendidikan jasmani merupakan suatu
hal yang sangat fital. Dengan filsafat yang diyakini, fakta-fakta yang
akan dosoroti, terutama fakta-fakta dari llmu pengetahuan yang
teruji dan kemudian mencoba melahirkan asas-asas yang akan
dipakai sebagai dasar program pendidikan jasmani. Asas-asas
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-5
adalah ketentuan dasar atau sumber yang menjadi pedoman dalam
proses langkah-langkah selanjutnya serta arah yang menunjukkan
tujuan yang akan dicapai. Asas-asas dipandang pula sebagai
hukum-hukum dasar yang menentukan potensi pengembangnan
seterusnya. Karena fakta-fakta yang membentuk asas-asas dapat
berubah maka asas-asaspun tidak luput dari perubahan.
C. Latihan
Carilah pada pagi hari, pada hari libur, orang-orang yang sedang
giat melakukan kegiatan fisik, biasanya di tempat terbuka. Menurut
penglihatan nanda, apakah yang sedang mereka kerjakan:
berolahraga, pendidikan jsmnai atau bermain? Berikan alasannya!
D. Lembar Kegiatan
1. Alat dan Bahan
a. Bahan ajar pendidikan jasmani
b. Beberapa contoh kartu tugas yang dapat digunakan untuk
penyajian materi
c. Buku sumber azas dan landasan pendidikan jasmani
2. Keselamatan dan kesehatan kerja
Peserta pelatihan harus mengikuti dan mematuhi prosedur yang
dibuat bersama agar terhindar dari kecelakaan
3. Prasyarat
Tidak ada
4. Langkah Kegiatan
a. Peserta pelatihan melakukan analisis berbagai pengertian
pendidikan jasmani
3-6 Paradigma Pendidikan Jasmani
b. Peserta pelatihan memahami pengertian pendidikan jasmani
c. Peserta pelatihan melakukan analisis terhadap penyusunan
bahan ajar pendidikan jasmani
d. Peserta pelatihan mampu menyusun bahan ajar pendidikan
jasmani
e. Peserta pelatihan memahami tujuan pendidikan jasmani
f. Tanya jawab tentang pengembangan bahan ajar pendidikan
jasmani.
g. Peserta pelatihan melakukan analisis mengenai bahan ajar
pendidikan jasmani
h. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
mengenai
filsafat
pendidikan jasmani
i.
Instruktur meminta peserta pelatihan mendiskusikan hasil
penyusunan bahan ajar pendidikan jasmani.
j. Diskusi kelas
5. Hasil
Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
E. Rangkuman
Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan
menggunakan aktivitas otot-otot besar hingga proses pendidikan yang
berlangsung
tidak
terhambat
oleh
gangguan
kesehatan
dan
pertumbuhan badan. Sebagai bagian integral dari proses pendiidkan
keseluruhan, pendidikan jasmani merupakan usaha yang bertujuan
untuk mengembangkan kawasan organik, neuromuskuler, intelektual
dan sosial.
Bahan ajar yang dipergunakan dalam pengajarannya adalah
aktivitas jasmani. Itu dapat berupa permainan, tari-tarian dan latihan-
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-7
latihan. Bagaimana dia mendapatkan aktivitas jasmani tersebut,
terdapat perbedaan-perbedaan yang besar dalam tiap lingkungan
budaya.
Tidak
ada
pendidikan
jasmani
yang
tidak
bertujuan
pendidikan. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan
jasmani, sebab gerak adalah dasar untuk belajar mengenal dunia dan
dirinya sendiri.
Asas-asas adalah ketentuan dasar atau sumber yang
menjadi pedoman dalam proses langkah-langkah selanjutnya serta
arah yang menunjukkan tujuan yang akan dicapai. Asas-asas
dipandang pula sebagai hukum-hukum dasar yang menentukan
potensi
pengembangnan
seterusnya.
Karena
fakta-fakta
yang
membentuk asas-asas dapat berubah maka asas-asaspun tidak luput
dari perubahan.
F. Tes Formatif 1
1. Jelaskan bahwa pendidikan jasmani bukan pendidikan untuk
jasmani melainkan pendidikan melalui jasmani
2. Mengapa tarian sebagai kesenian dapat dipakai sebagai aktivitas
pendidikan jasmani?
3. Apa yang dimaksud dengan kawasan-kawasan:
a. Organik
b. Motorik
BAB III KEGIATAN BELAJAR 2
A. Kompetensi dan Indikator
Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai oleh peserta
pelatihan adalah:
1. Sikap dan Motivasi dalam Pendidikan Jasmani
2. Dampak Psikologis dari Pembelajaran Pendidikan Jasmani
B. Uraian Materi
1. SIKAP DAN MOTIVASI DALAM PENDIDIKAN JASMANI
Sikap merupakan kesiapan mental untuk berbuat, dan karena
itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Sikap mencerminkan
kecenderungan senang dan tidak senang berkenaan dengan suatu
obyek.
Sikap berkaitan erat dengan pikiran dan perasaan, sikap dapat
digunakan untuk memprediksi perilaku selanjutnya meskipun tidak
selalu sempurna. Sikap hanya merupakan suatu rumusan yang
bersifat jawaban sementara, yang masih memerlukan pembuktian,
sikap tidak dapat diamati secara langsung, kendatipun kesimpulan
mengenai sikap itu dapat ditarik melalui pengamatan.
Sikap
berkembang
melalui
pengalaman
langsung
dan
komunikasi antar perseorangan. Melalui proses demikian keyakinan
berkembang atau berubah, dan disimpan dalam memori. Anak
mengembangkan dan mengubah kerangka keyakinan mereka,
disamping mengembangkan penilaian tentang hal yang dicapai. Anak
merasa senang atau tidak senang, gembira atau tidak gembira,
berkesan
bermanfaat
atau
tidak
bermanfaat.
Pikiran
tersebut
tersimpan dalam ingatan yang tersusun dalam urutan tertentu. Ada
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-9
yang terkesan kuat ada yang hanya sekilas. Kesan dan keyakinan
yang kuat akan lebih berpengaruh daripada kesan dan keyakinan
yang lemah terhadap perilaku.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap dan keyakinan
terhadap pendidikan jasmani adalah:
a. Pengetahuan
tenang
manfaat
kegiatan untuk meningkatkan
kesehatan
b. Kegunaan kegiatan untuk mengisi waktu luang
c. Pengaruh kegiatan terhadap kelelahan
d. Pengaruh kegiataan untuk meningkatkan perasaan sejahtera
e. Kegiatan yang menimbulkan kegembiraan
f. Kegiatan untuk peningkatan kebugaran jasmani
g. Penampilan fisik yang dianggap bagus.
Maksud dan tujuan positif bagi anak terhadap pendidikan
jasmani merupakan faktor penentu yang penting dalam pengambilan
keputusan, apakah anak anak-anak tersebut akan terlibat aktif secara
aktif dalam aktivitas jasmani. Tujuan dan maksud tersebut dipengaruhi
oleh sikap dan norma-norma sosial masyarakat. Sikap yang positif
dapat berkembang melalui keyakinan dan nilai-nilai positif terhadap
kegiatan jasmani tersebut. Norma-norma sosial juga mempengaruhi
keinginan anak untuk mematuhi keyakinan, dan meniru perbuatan
tokoh-tokoh kunci atau idola yang ada di sekitar mereka.
2. DAMPAK PSIKOLOGIS DARI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
JASMANI
Ada beberapa dampak yang diperkirakan muncul pda diri siswa
sebagai akibat dari pendidikan jasmani antara lain adalah:
a. Adanya perubahan sikap dari negatif menjadi positif terhadap
aktivitas jasmani
3-10 Paradigma Pendidikan Jasmani
b. Adanya perbaikan dalam hal efisiensi keterampilan hubungan
sosial
c. Adanya perbaikan dalam daya tanggap panca indera dan responrespon yang diberikan
d. Adanya perkembangan positif dalam hal perasaan sehat sejahtera
dan kesehatan psikologis atau kesehatan mental
e. Adanya peningkatan dalam hal relaksasi
f. Memberikan kelegaan dan mengurangi gejala dalam aspek
gangguan psikosomatis
g. Adanya penguasaan keterampilan gerak
Guru memainkan peran dalam menciptakan lingkungan dan
iklim belajar mengajar yang kondusif, atau suasana yang dapat
mempengaruhi kesadaran siswa secara positif terhadap kegiatan
pendidikan jasmani. Seperti menegakkan aturan permainan yang
memuaskan semua pihak, menggunakan peralatan dan perlengkapan
yang memadai, dan menggugah semangat juang siswa. Dengan
demikian perubahan dapat memberikan pengalaman yang berharga,
dan pada akhirnya dapat menimbulkan dampak psikologis yang
berarti pada diri siswa.
Dampak psikologis dari pembelajaran pendidikan jasmanid
alam spek motivasi dan sikap sebagai berikut:
a. Perubahan dalam aspek perilaku bermotivasi, meiputi strategi
penyesuaian diri untuk mencapai prestasi, sepetrti usaha keras,
ketekunan, tanggung jawab setiap saat dan melaksanakan tugas
secaraa optimal sesuai dengan tantangan yang dipilih
b. Perubahan
dalamaspek
kesadaran
meliputi
kesadaran
dan
keyakinan tentang sebab-sebab keberhsilan dan kegagalan
c. Perubahan dalam aspek yang berkaitan dengan sikap atau sifat
optimis seperti kepuasan pribadi, kesenangan dan kegembiraan,
pemulihan tenaga kerja, ketenangan dan ketentraman batin.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-11
Termasuk juga perubahan sikaap dari negatif menjadi lebih positif
terhadap aktivitas pendidikan jsmani, dan kian meyakini dan
manfaat yang ditimbulkannya.
C. Latihan
Amati perilaku siswa pada saat proses pembelajaran pendidikan
jasmani berlangsung. Analisis perilaku siswa yang responnya positif
maupun negatif pada saat pembelajaran berlangsung!
D. Lembar kegiatan
1. Alat dan Bahan
a. Bahan ajar
b. Beberapa contoh kartu tugas yang dapat digunakan untuk
penyajian materi
c. Buku sumber Landasan psikologis pendidikan jsmani di Sekolah
Dasar
2. Keselamatan dan kesehatan kerja
Peserta pelatihan harus mengikuti dan mematuhi prosedur yang
dibuat bersama agar terhindar dari kecelakaan
3. Prasyarat
Tidak ada
4. Langkah Kegiatan
a. Peserta pelatihan mempelajari sikap dan motivasi dalam
pendidikan jasmani
b. melakukan analisis mengenai sikap dan motivasi dalam
pendidikan jasmani
c. Peserta
pelatihan
mempelajari
pembelajaran pendidikan jasmani
dampak
psikologis
dari
3-12 Paradigma Pendidikan Jasmani
d. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
terhadap
dampak
psikologis dari pembelajaran pendidikan jamani
e. Instruktur meminta peserta pelatihan mendiskusikan dampak
psikologis dari pembelajaran pendidikan jasmani
f. Diskusi kelas
5. Hasil
Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
E. Rangkuman
Maksud dan tujuan positif bagi anak terhadap pendidikan
jasmani merupakan faktor penentu yang penting dalam pengambilan
keputusan, apakah anak anak-anak tersebut akan terlibat aktif secara
aktif dalam aktivitas jasmani. Tujuan dan maksud tersebut dipengaruhi
oleh sikap dan norma-norma sosial masyarakat. Sikap yang positif
dapat berkembang melalui keyakinan dan nilai-nilai positif terhadap
kegiatan jasmani tersebut. Norma-norma sosial juga mempengaruhi
keinginan anak untuk mematuhi keyakinan, dan meniru perbuatan
tokoh-tokoh kunci atau idola yang ada di sekitar mereka.
Ada beberapa dampak yang diperkirakan muncul pda diri siswa
sebagai akibat dari pendidikan jasmani antara lain adalah:
a. Adanya perubahan sikap dari negatif menjadi positif terhadap
aktivitas jasmani
b. Adanya perbaikan dalam hal efisiensi keterampilan hubungan
sosial
c. Adanya perbaikan dalam daya tanggap panca indera dan responrespon yang diberikan
d. Adanya perkembangan positif dalam hal perasaan sehat sejahtera
dan kesehatan psikologis atau kesehatan mental
e. Adanya peningkatan dalam hal relaksasi
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-13
f. Memberikan kelegaan dan mengurangi gejala dalam aspek
gangguan psikosomatis
g. Adanya penguasaan keterampilan gerak
F. Tes Formatif 2
1. Jelaskan pengaruh sikap dalam pembelajaran pendidikan jasmani
2. Jelaskan faktor yang mempengaruhi tingkat aktivitas anak dalam
pendidikan jasmani
3. Jelaskan dampak positif dari pembelajaran pendidikan jasmani
BAB IV KEGIATAN BELAJAR 3
A. Kompetensi dan Indikator
1. Konsep teoritis pendidikan jasmani berbasih masalah gerak
2. Perubahan paradigma pendidikan jasmani
3. Konsep praktis permainan
B. Uraian Materi
Pendidikan
nasional
harus
mampu
menjamin
pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi
manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan
dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya
melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya
saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi
pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan global perlu disiapkan sumber daya
manusia yang handal dengan memiliki kemampuan profesional dalam
bidangnya. Untuk menciptakan sumber daya tersebut diperlukan sistem
pendidikan nasional yang mantap dan konsisten dengan mengikuti
perkembangan IPTEK terkini. Pengembangan kurikulum merupakan salah
satu upaya pemerintah dalam menghadapi perubahan IPTEK yang terus
melaju dengan cepat, sehingga kualitas lulusan dari semua jenjang
pendidikan yang ada diharapkan akan mampu bersaing sesuai tuntutan
perkembangan yang ada.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan
secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-15
jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan
sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup
sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani,
olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media
untuk medorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan
motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap
mental emosional-sportivitas-spiritual-sosial) serta pembiasaan pola hidup
sehat
yang
bermuara
untuk
merangsang
pertumbuhan
dan
perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Pendidikan
jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di
setiap
tingkat
satuan
pendidikan
yang
juga
telah
mengalami
penyempurnaan dan perubahan pada beberapa bagian tertentu.
Jurusan Pendidikan Jasmani sebagai lembaga kependidikan yang
memproduk calon guru pendidikan jasmani mempunyai relevansi dan
tanggung jawab secara moral untuk menyiapkan lulusan yang handal dan
tanggap terhadap perubahan dan perkembangan kurikulum. Agar produk
Jurusan Pendidikan Jasmani memiliki akuntabilitas yang memadai, perlu
untuk senantiasa menyegarkan pengetahuan dan pemahaman para
dosen terhadap berbagai perubahan termasuk di antaranya adalah
mengakomodasi paradigma baru dalam pendidikan jasmani
KOMITMEN PENGAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Dalam pandangan DR. Bart Crum esensi masalah dalam
pendidikan jasmani bukanlah pada pengajaran yang buruk (diindikasikan
dengan rendahnya jumlah waktu akktif mengajar, pengajaran yang tidak
tepat, umpan balik tidak tepat, akuntabilitas dsb). Keadaan yang
sebenarnya terjadi adalah pada keadaan yang tidak stabil, bergantung
pada kesempatan adn peluang, dan tidak konsisten. Guru pendidikan
3-16 Paradigma Pendidikan Jasmani
jasmani tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk memfungsikan diri
sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.
Banyak guru pendidikan jasmani yang tidak sungguh-sungguh
berupaya dan memahami bahwa pendidikan jasmani adalah merupakan
pendidikan yang penting untuk siswa. Istilah pengajaran sering tidak
nampak atau hilang dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Banyak
guru pendidikan jasmani yang berbicara mengenai ”pengajaran” dalam
pendidikan
jasmani
tanpa
ada
bukti
konkrit
telah
terjadi
suatu
”pembelajaran” pada diri siswa. Sebagai akibat ketiadaan komitmen
mengajar di kalangan guru pendidikan jasmani menyebabkan lemahnya
proses ajar dalam pendidikan jasmani. Sebagai akibatnya pendidikan
jasmani di sekolah tidak mencapai profil aktivitas belajar mengajar, dan
bahkan
akibat
selanjutnya
pendidikan
jasmani
tidak
memberikan
keuntungan penting bagi siswa dan pendidikan.
Keadaan tersebut menurut Bart Crum merupakan akibat dari
kekuatan ideologikal yang sangat dominan dalam pelaksanaan profesi
pendidikan jasmani. Kedua ideologi tersebut sangat berpengaruh pada
pandangan dan pemikiran para guru pendidikan jasmani di sekolah.
Ideologi pertama, mengambil dasar pada paham ”biologikal”
reduksionisme yang kemudian dikualifikasikan pada ”ideologi biologitik”.
Ideologi ini berawal dari sistem senam ”swedia”. Tokohnya adalah Per
Henrik Ling, terutama putranya yang memandang tubuh sebagai alat
gerak yang baik sebagai sistem tujuan. Sistem swedia ini berkembang di
daerah Eropa Barat dan Amerika Utara. Wawasan ini didorong oelh
berkembangnya beragam penyakit dari waktu ke waktu. Ide dasar ideologi
ini adalah bahwa tubuh manusia diibaratkan sebagi mesin. Pendidikan
jasmani dipandang sebagai ”pelatihan fisik” , sebagai alat, dan pelatihan
gerak dan dapat meningkatkan status tubuh sebagai sebuah mesin.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-17
Pendidikan jasmani dipandang sebagai pelatihan jasmani dan dipandang
penting untuk mencegah penyakit.
Pendidikan jasmani dalam konsep tersebut memiliki karakteristik:
•
Tujuan dirumuskan dalam bentuk efek pelatihan (mis: peningkatan
daya tahan jantung dan paru-paru, kelentukan, power otot, dsb)
•
Deskripsi isi diterjemahkan dalam bentuk ”training exercise” (sering
diklasifikasikan sesuai bagian-bagian tubuh).
•
Tujuan prinsisp metodelogikal: memelihara tubuh sesuasi dengan
bagian tubuh
•
Deskripsi isi diterjemahkan pada tema-tema pelatihan (sering
dikelompokkan kepada bagian-bagian tubuh)
•
Prinsip utama metodologis adalah memelihara siswa bergerak
(sibuk) dengan intensitas tinggi dan pengulangan latihan yang rapat
•
Tugas siswa dirumuskan dalam tugas-tugas pelatihan (yaitu: tugas
yang diarahkan pada adaptasi biologis tubuh sebagai mesin)
daripada tugas belajar (yaitu: tugas gerak diarahkan pada
peningkatan kompetensi)
Ideologi kedua, diambil dari pandangan idealisme pedagogikal
yang dapat dikatagorikan kepada ”ideologi pedagogistik”. Di Amerika
Utara ideologi ini disebut sebagi ”pendidikan melalui jasmani” yang
diajukan oleh Thomas Wood dan Clark Hetherington. Ide dasar ideologi ini
adal;ah
gerak
sebagai
suatu
media
ekslporasi,
komunikasi,
perkembangan umum pribadi, dan secara khusus pada perkembangan
kognitif, aestetik, sosial dan perkembangan utuh generasi muda. Dalam
pandangan ini pendidikan jasmani bukan dalam upaya ”bergerak dalam
upaya belajar” tetapi ”belajar untuk bergerak”.
Sebagai dampaknya, tujuan pendidikan jasmani yang dirumuskan
menjadi semakin abstrak, seperti sebuah konsep yang tidak realistis.
3-18 Paradigma Pendidikan Jasmani
Sering ide tersebut disebut sebagai ”pndidikan fungsional”. Ide dasarnya
diambil dari dampak kependidikan secara automatis dengan cara
mengambil bagian ari segala aktivitas kependidikan yang ada. Ide seperti
ini terjadi dan berkembang menjadikan guru pendidikan jasmani hanya
mengorganisasikan kegiatan gerak dengan dukungan motivasi instrinsik
siswa .
Kedua ideologi tersebut menurut pandangan Bart Crum mengarah
pada praktik tidak ada ”proses ajar”. Kedua ideologi memandang asumsi
yang berbeda antara tubuh, gerak, siswa dan pendidikan. Namun
keduanya memiliki kesamaan yaitu kedua konsepsinya didasarkan pada
dualisme tubuh-pikiran.
Kedua konsepsi memandang gerak bukan suatu tujuan tetapi alat
mengintervensi tindakan. Pada ideologi pertama, gerak digunakan
sebagai alat untuk membangun dan membentuk tubuh. Pada ideologi
kedua, memandang gerak digunakan sebagai alat pengembangan
karakter dan pembentukan kepribadian.
Pada kedua konsepsi, terdapat predominansi ”kompensasi”. Pada
ideologi pertama memandang pada kompensasi kurangnya gerak di
lingkungan sekolah sehari-hari. Pada ideologi kedua, kompensasi
mengarah pada lemahnya ”realita pendidikan” dalam proses belajar
mengajar mata opelajaran pendidikan jasmani.
Kedua
konsepsi
memicu
praktik
pendidikan
jasmani
tidak
mencirikan ”proses ajar”. Ideologi biologistik mengarah pada pendidikan
jasmani sebagai pelatihan kebugaran. Ideologi pedagogistik mengarah
pada pendidikan jasmani sebagai upaya mengembangkan karakter dari
suatu penyajian yang terkendali.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-19
PARADIGMA BARU PENDIDIKAN JASMANI
Pandangan bahwa pendidikan jasmani dapat berkontribusi pada
pembentukan karakter, berpikir logis, mengembangakan interaksi sosial
dan sebagainya, akan selalu lemah dan bahkan mungkin tidak terjadi
sama sekali. Pendidikan
jasmani perlu dipandang memiliki dua kutub
yang saling berlawanan. Hal terpenting menurut Bart adalah meyakinkan
pada setiap diri individu dan masyarakat bahwa berpertisipasi dalam
”budaya gerak” atau pendidikan jasmani dan olahraga merupakan suatu
upaya untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih sejahtera baik fisik
maupun psikis.
Bart mengajukan tiga pendapat sehubungan dengan budaya gerak:
•
Pada masyarakat kontemporer (modern) partisipasi dalam budaya
gerak berkontribusi kepada kualitas hidup seseorang
•
Keberlangsungan dan kepuasan berpartisipasi dalam budaya gerak
bergantung
pada
sejumlah
kompensasi,
pemerolehannya
membutuhkan proses belajar mengajar
•
Fakta menunjukkan bahwa setiap generasi muda pergi ke sekolah
selama 12 tahun dan sekolah dapat menyelenggarakan spektrum
pendidikan jasmani sebagai suatu syarat untuk memenuhi budaya
gerak di sekolah.
Konsep
budaya
gerak
mengacu
pada
bentuk
kehidupan,
konfigurasi nilai-nilai, keyakinan, konvensi, aturan perilaku, pemahaman,
pengetahuan dan keterampilan. Sebagai contoh: sekelompok orang yang
sedang merancang sebuah bangunan rumah, maka sangat mungkin
disebut memiliki ”budaya rumah”. Di Indonesia terkenal dengan kain batik,
maka sangat mungkin dikenal ”budaya batik”. Demikian pula dengan
gerak sebagai suautu fenomena di masyarakat akan dikenal dengan
”budaya gerak”.
3-20 Paradigma Pendidikan Jasmani
Budaya gerak mengacu pada cara kelompok masyarakat berkaitan
dengan isu dan pengenalan tubuh dan kebutuhan atau keinginan gerak
sebagai bagian perilaku manusia dalam konteks kerangka kerja dan
istirahat. Dengan demikian budaya gerak terdiri dari seperangkat aksi dan
interaksi gerakan (mis: olahraga, permainan dan aktivitas kebugaran)
yang lebih dikenal sebagai kegiatan di waktu luang.
Partisipasi dalam budaya gerak merupakan faktor penting untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Partisipasi dalam budaya gerak perlu
menunjukkan diri-sendiri”. Kompetensi tidak datang dengan sendirinya,
perlu ada upaya sengaja melalui pembelajaran.
Kompetensi menurut Brat dikelompokkan menjadi empat kategori
yaitu:
•
Techno-motor
competence
(kemampuan
untuk
memecahkan
keragaman masalah gerak) seperti: keterampilan untuk menangkap
bola, mengoper bola, berenang menyeberangi sungai, atau
menirukan gerakan tarian
•
Socio-motor competence (kemampuan yang berkaitan dengan
hubungan personal dan interpersonal, dan konflik yang terjadi
dalam situasi masalah gerak). Contoh: menerima kemenangan
atau
kekalahan,
mengenali
kemampuan
dirinya,
mengenali
bakatnya, berempati dengan sesama temannya, dan mengawali
kemampuan lawannya
•
Cognitve-reflective
competence
(kemampuan
untuk
mengembangkan pengetahuan dan wawasan untuk memahami
aturan budaya gerak dan mampu mengubahnya sesuai dengan
kebutuhan) seperti: mengetahui kaitan antara latihan dengan
kebgaran,
memahami
aturan
bermain,
memiliki
wawasan
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-21
kemungkinan adaptasi aturan untuk mengubah keperluan dan
situasi
•
Affective competence (kemampuan untuk mengembangkan sikap
posiiitif dalam permainan, olahraga atau situasi gerak)
PENDIDIKAN JASMANI: SEBUAH KONSEP BARU
Pendidikan jasmani di sekolah bukanlah hanya sekedar mendidik
jasmani atau mendidik melalui aktivitas jasmani, atau mengibaratkan
tubuh sebagaimesin bagi sebuah jasmani. Tetapi, tentang gerak siswa
dan mengajar siswa untuk bergerak, untuk memecahkan masalah. Misi
pendidikan jasmani adalah memperkenalkan para generasi muda pada
cakrawala dunia makna gerak, mengantarkan siswa menjadi terbiasa
dalam situasi gerak.
Manakala guru pendidikan jasmani mengajar dengan baik, maka
cirinya adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mendapatkan
identitas gerak personalnya dan menjadi suatu kebiasaan di rumah dan
masyarakat. Dengan demikian, guru memberikan kepada siswa untuk
memiliki kompetensi dan berpartisipasi dalam budaya gerak.
Tubuh dalam hubungan dengan pendidikan jasmani adalah subjek.
Tubuh diundang untuk berpartisipasi dalam pendidikan jasmani, dan
sekaligus pula diundang untuk berpartisipasi dalam cakrawala dunia.
Gerak insani merupakan bentuk dialogis antara manusia yang bergerak
dengan lingkungan. Tubuh diundang untuk berkomuniasi dengan alam
semesta dalam bentuk gerak. Dalam kaitan ini bentuk keber-upaya-an
siswa untuk berdialog dengan lingkungan. Pendidikan jasmani merupakan
pengantar siswa kedalam cakrawala dunia gerak. Ini berarti membuat
situasi gerak menjadi terbiasa tertanam dalam diri siswa. Dengan
demikian, pendidikan jsmani merupakan media kedalam budaya gerak.
3-22 Paradigma Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah bentuk pendidikan gerak untuk kualitas
kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan gerak perlu menjadi referensi
dalam penyelenggaraan pendidikan jasmani. Dalam penyelenggaraan itu,
budaya gerak adalah bentuk reaksi masyarakat untuk dapat memahami
dan mengenali serta sekaligus ber-satu-tubuh dalam kegiatan hidup
sehari-hari. Dan karena itu pula, partisipasi dalam buday gerak
berkontribusi pada kualitas hidup.
Pengajaran pendidikan jasmani di sekolah sangat bergantung pada
kriteria keputusan guru dalam melaksanakan tugas pengajarannya.
Terjadi atau tidaknya proses ajar sangat bergantung pada keputusan guru
itu sendiri. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa budaya
gerak perlu menjadi titik akhir dari semua referensi penyelenggaraan
pendidikan jasmani di sekolah. Dan perlu diingat bahwa dari semua
paparan diatas pendidikan jasmani perlu mendapatkan pengaturan yang
cermat. Pengaturan itu perlu dilakukan mulai dari tataran kurikulum, isi
kegiatan, sarana prasarana dan peralatan, kualifikasi guru, keterkaitan
diantara kegiatan, dan makna utuh dari pendidikan jasmani itu sendiri.
Beberapa
alasan
penting
perlunya
paradigma
baru
dalam
penyelenggaraan pendidikan jasmani adalah: adanya bukti keterkaitan
tubuh sebagai subjek, jendela masuk ke dalam lingkungan dunia. Manusia
hadir di dunia ketika tubuh juga diakui keberadaanya di dunia, dan bahkan
tubuhlah sebagai pemicu pengenalan terhadap dunia.
Gerak sebagai bentuk dialogis dengan dunia dan lingkungan yang
mengundang manusia untuk bergerak. Gerak diinterpretasikan sebagai
bentuk perilaku yang bermakna. Contohnya belajar menangkap bola
bukanlah belajar untuk memisahkan diri manusia dari lingkungan dunia,
tetapi belajar untuk memecahkan masalah lingkungan yang dihadapi
manusia.
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-23
MENCIPTAKAN SITUASI BELAJAR
Gerak insani adalah upaya sengaja, gerak insani terjadi pada
dimensi temporal, spasial dan sosial. Secara teoritis, gerak insani pada
sistuasi belajar terjadi pada seperangkat lingkungan yang sengaja
diciptakan. Oleh karena itu peran tugas belajar menjadi turut menentukan.
Tidak adanya hubungan tugas belajar dengan konteks yang diberikan
akan selalu menimbulkan masalah, artinya tidak akan memunculkan
terjadinya proses ajar. Belajar melibatkan keterlibatan aktif siswa dengan
lingkungannya. Para siswa tidak selalu harus mendapatkan informasi dari
gurunya tetapi para siswa secara aktif mengumpulkan informai
dari
berbagai sumber yang terlibat didalamnyha. Upaya penciptaan lingkungan
belajar ini selanjutnya disebut sebagai konstruktivis pedagogi.
Prinsip-prinsip konstruktivis pedagogi adalah:
•
Unit analisis sebagai pokok kajiannya menfokuskan diri pada
hubungan individu dengan lingkungan
•
Asumsi dasar yang diyakini menekankan pada keaktifan siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuan dari pada siswa yang pasif
menerima informasi dari gurunya
•
Para siswa memiliki pemahaman dan pengalaman
•
Secara
sosial
dan
kultural,
para
siswa
mengkontruksi
pengetahuannya sendiri
•
Belajar adalah sesuatu yang terus berkembang, termasuk cara
siswa belajar, tumbuh matang dan berpengalaman
•
Belajar adalah bentuk kompilasi dari aspek kompetensi teknomotor, sosiomotor, kognitif-reflektif, dan afektif
•
Dan belajar adalah bentuk konseptual dari hubungan individu
dengan lingkungannya
3-24 Paradigma Pendidikan Jasmani
PRINSIP-PRINSIP DIDAKTIK
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengarahkan
keterjadian proses ajar secara didaktikal, yaitu: pertama adanya orientasi
masalah. Dan kedua, adanya orientasi pada siswa. Beberapa panduan
didaktik yang terkait orientasi masalah adalah:
•
Mengorganisasikan proses belajar mengajar pada landasan
kejelasan masalah gerak yang jelas
•
Menciptakan tugas belajar dalam konteks untuk memecahkan
suatu masalah gerak
•
Menstrukturisasi lingkungan belajar sedemikian rupa sehinga
masalah gerak dapat dilihat, dipahami, dan dialami oleh siswa
•
Mensyaratkan
siswa
mendapatkan
informasi
dengan
mengubah/memodifikasi konteks belajar
Panduan didaktik terkait orientasi siswa adalah:
•
Kenali dan pahami perbedaan setiap individu siswa (termasuk
identitas gerak, identitas belajar siswa)
•
Beri siswa tanggung jawab untuk belajar dengan caranya sendiri
•
Libatkan siswa dalam perencanaan, pengorganisasian
C. Latihan
Buatlah satu bentuk modifikasi permainan untuk pembelajaran pendidikan
jasmani
D. Lembar Kegiatan
1. Alat dan Bahan Ujian
a. Bahan ajar
b. Diktat pendidikan jasmani berbasis masalah gerak
2. Keselamatan dan kesehatan kerja
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-25
Peserta pelatihan harus mengikuti dan mematuhi prosedur yang dibuat
bersama agar terhindar dari kecelakaan.
3. Prasyarat
Tidak ada
4. langkah-langkah kegiatan
a. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
berbagai
pengertian
pendidikan jasmani berbasis masalah gerak
b. Peserta pelatihan memahami pengertian pendidikan jasmani
berbasis masalah gerak
c. Peserta pelatihan melakukan analisis terhadap penyusunan bahan
ajar pendidikan jasmani berbasis masalah gerak
d. Peserta pelatihan mampu menyusun bahan ajar pendidikan
jasmani berbasis masalah gerak
e. Peserta pelatihan memahami tujuan pendidikan jasmani berbasis
masalah gerak
f.
Tanya jawab tentang pengembangan bahan ajar pendidikan
jasmani berbasis masalah gerak
g. Peserta pelatihan melakukan analisis mengenai bahan ajar
pendidikan jasmani berbasis masalah gerak
h. Instruktur
meminta
peserta
pelatihan
mendiskusikan
hasil
penyusunan bahan ajar pendidikan jasmani berbasis masalah
gerak
i.
Diskusi kelas
5. Hasil
Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
E. Rangkuman
3-26 Paradigma Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani di sekolah bukanlah hanya sekedar mendidik
jasmani atau mendidik melalui aktivitas jasmani, atau mengibaratkan
tubuh sebagai mesin bagi sebuah jasmani. Tetapi, tentang gerak siswa
dan mengajar siswa untuk bergerak, untuk memecahkan masalah. Misi
pendidikan jasmani adalah memperkenalkan para generasi muda pada
cakrawala dunia makna gerak, mengantarkan siswa menjadi terbiasa
dalam situasi gerak.
Guru pendidikan jasmani mengajar dengan baik, maka cirinya
adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk mendapatkan identitas
gerak personalnya dan menjadi suatu kebiasaan di rumah dan
masyarakat. Dengan demikian, guru memberikan kepada siswa untuk
memiliki kompetensi dan berpartisipasi dalam budaya gerak.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengarahkan
keterjadian proses ajar secara didaktikal, yaitu: pertama adanya orientasi
masalah. Dan kedua, adanya orientasi pada siswa. Beberapa panduan
didaktik yang terkait orientasi masalah adalah:
•
Mengorganisasikan proses belajar mengajar pada landasan
kejelasan masalah gerak yang jelas
•
Menciptakan tugas belajar dalam konteks untuk memecahkan
suatu masalah gerak
•
Menstrukturisasi lingkungan belajar sedemikian rupa sehinga
masalah gerak dapat dilihat, dipahami, dan dialami oleh siswa
•
Mensyaratkan
siswa
mendapatkan
informasi
dengan
mengubah/memodifikasi konteks belajar
F. Tes Formatif 3
1. Jelaskan proses pembelajaran pendidikan jasmani yang berbasis
masalah gerak!
2. Jelaskan konsep pendidikan jasmani menurut Bart Crum!
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-27
3. Jelaskan maksud dari pendidikan jsmani adalah sistem hubungan
individu dengan lingkungan!
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Ateng. 1992. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani.
Jakarta: Depdikbud
Agus Mahendra. 2006. Pendidikan Jasmani Berbasis Masalah Gerak
(disampaiakan dalam lokakarya Pembelajaran Penjas Berbasis
Masalah Gerak). Bandung
Rusli Lutan. 2001. Asas-asas Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas
--------------. 2001. Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani di Sekolah
Dasar. Jakarta: Depdiknas
--------------. 2004. Pembaharuan Pendidikan Jasmani di Indonesia.
Jakarta: Depdiknas
Paradigma Pendidikan Jasmani 3-29
KUNCI JAWABAN:
Tes Formatif 1
1.
Teknik penskoran:
Soal nomor 1, bila mahasiswa memberikan jawaban benar nilainya 20,
sedang bila tidak
benar diberi nilai 10.
Soal nomor 2, bila mahasiswa memberikan jawaban benar nilaianya 50,
sedang bila
jawabannya salah diberi nilai 50.
Soal nomor 3, bila mahasiswa memberikan jawaban benar nilainya 30,
sedang bila
jawabannya tidak benar diberi nilai 15.
BUKU AJAR
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
BAB I PENDAHULUAN
Lingkungan alam terbuka yang terbentang luas di bumi nusantara,
sebenarnya dapat didayagunakan secara kreatif sebagai media yang
esensial bagi pengembangan diri siswa. Alam menyediakan peluang yang
besar bagi siswa untuk belajar tentang berbagai hal, seperti nilai
kejujuran, kepercayaan diri,kemampuan dan keterbatasan diri, serta
aspek-aspek psikososial. Melalui lingkungan alam pula, siswa dapat
berinteraksi dengan berbagai masalah yang tertata dialam bebas itu
sendiri dalam suasana yang menyenangkan.
Kegiatan “Jelajah Alam” merupakan salah satu model pembelajaran
yang memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berekspresi secara fisik
mental dan emosional di alam bebas. Kegiatan ini memanfaatkan
lingkungan alam bagi pengembangan pribadi anak secara utuh, melalui
kegiatan jasmani yang memadukan rasa senang dalam bertualang,
keinginan untuk mengatasi tantangan, dan kepuasan dalam memecahkan
masalah bersama orang lain.
Pada intinya model kegiatan “Jelajah Alam” dirancang agar peserta
bisa merasakan kesenangan dan kepuasan dalam melakukan sesuatu
kegiatan
yang
baru
pertama
kali
dilakukannya,
dimana
saat
melakukannya mendapat semangat dari orang-orang lain. Situasi ini dapat
menumbuh kembangkan aspek-aspek psikososial seperti : kerjasama,
menghargai orang lain, tangung jawab, dan empati.
Semua kegiatan yang ada dalam model kegiatan “Jelajah Alam”
merupakan hal baru bagi peserta yang sarat dengan situasi-siatuasi yang
belum diprediksi sebelumnya, dan memerlukan adanya pemecahan
masalah. Karena itu dalam melakukan kegiatan akan melibatkan resiko
secara fisik dan emosional (phusical & emotional risks) dari para
pesertanya.
Peserta
akan
merasakan
baik
keberhasilan
maupun
kegagalan dalam melakukan kegiatan-kegiatan didalam atmosfir kelompok
yang menunjang (a supportive group atmoshpere). Situasi yang demikian
4-2 Pendidikan Luar Sekolah
sangat baik bagi pembinaan dan pengembangan harga diri (self esteem)
yang utuh. Dengan
kata lain
peserta dapat mengembangkan rasa
menghargai diri sendiri, yakin akan kemampuan yang ada pada dirinya
maupun keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, serta rasa percaya diri
yang semakin baik/tinggi. Kesemuanya ini merupakan langkah awal
menuju kedewasaan seseorang.
A. Tujuan Model Kegiatan Jelajah Alam
Memanfaatkan
lingkungan alam bagi pengembangan pribadi anak
secara utuh, melalui kegiatan jasmani yang memadukan rasa senang
dalam
bertualang,
keinginan
untuk
mengatasi
tantangan,
dan
kepuasan dalam memecahkan masalah bersama orang lain.
B. Sasaran Pembelajaran
Melalui beberapa aktivitasnya, model kegiatan jelajah alam ini
mempunyai sasaran pembelajaran :
1. Meningkatkan rasa percaraya diri
2. mengembangkan rasa saling mendukung didalam kelompok
(“mutual support”)
3. mengembangkan agilitas dan koordinasi gerak
4. menumbuhkan rasa kepuasan terhadap diri sendiri dan keberadaan
hidup bersama orang lain.
5. menumbuhkan rasa kebersamaan/menyatu dengan lingkungan
alam bebas.
BAB II PENYELENGGARAAN
Bagian penyelenggaraan ini perlu diutarakan agar hasil aktif darii
kegiatan “Jelajah Alam mendekati tujuan kegiatan. Pada bab ini empat
tahapan penyelenggaraan yang harus atau biasanya dilalui oleh suatu
kegiatan, termasuk dalam kegiatan “Jelajah Alam”. Empat tahapan
tersebut adalah persiapan, pelaksanaan, administrasi dan evaluasi.
Hal ini penting, karena jangan sampai suatu kegiatan yang sudah
menghabiskan banyak tenaga, dana dan waktu menjadi tidak bermakna
karena penyelenggaraannya tidak diatur atau direncanakan secara
matang. Jadi bukan hanya materi kegiatan yang penting, namun lebih dari
itu bagaimana penyelenggaraan keseluruhan kegiatan juga memerlukan
suatu perencanaan.
A. Tahap Persiapan
Pada tahapan ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
1. Waktu yang tersedia
Rentang waktu yang tersedia, Ini penting bagi Pembina untuk
menentukan dan memilih jenis kegiatan yang aan dilaksanakan.
Hitung waktu efektif kegiatan, waktu perjalanan, persiapan setelah
tiba di lokasi serta ketika hendak kembali ke sekolah. Dari
perhitungan waktu ini Pembina dapat menyusun jadwal mulai
berangkat ke lokasi sampai tiba kembali ke sekolah.
2. Karakteristik Peserta
Yang dimaksud disini adalah usia, jenis kelamin, dan jumlah serta
asal sekolah peserta, peserta berasal dari satu sekolah yang sama
atau dari sekolah yang berbeda. Karakteristik peserta ini akan
mempengaruhi dalam pemilihan jenis kegiatan.
4-4 Pendidikan Luar Sekolah
3. Pemilihan Lokasi
Dalam pemilihan lokasi, harus diadakan survai terlebih dahulu.
Dalam pemilihan lokasi ini, harus diperhatikan :
a. Faktor keamanan dan keselamatan lokasi perkemahan (base
camp)
b. Berat ringgannya medan yang akan dijadikan route kegiatan
penjelajahan.
c. Tersedianya air bersih.
d. Tempat mandi, cuci, kakus (MCK)
e. Jarak dari rumah penduduk
f. Puskesmas terdekat.
4. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan
Data
tentang sarana dan rasarana yang dibutuhkan ini dapat
disusun setelah Pembina menentukan jenis kegiatan yang akan
dilaksanakan. Usahakan data ini lengkap dan terinci, agar proses
pelaksanaan berjalan lancar.
B. Tahap Pelaksanaan
Hal yang paling penting dalam pelaksanaan kegiatan adalah
terjalinnya kerjasama yang baik dan koordinasi. Para Pembina harus
dapat menunjukkan bagaimana menyelenggarakan kegiatan dengan
baik, paling tidak Pembina harus dapat menunjukkan kemampuan
kerjasama, dan keterampilan psikososial lainnya kepada peserta.
Dalam pelaksanaan ini para Pembina dan peserta harus menyadari
bahwa mereka merupakan bagian dari kerjasama tim (Team Work),
sehingga diantara mereka harus saling memiliki keterkaitan dalam
sebuah sinergi. Masing-masing individu harus menyadari tanggung
jawab dan tugasnya secara proposional.
Pendidikan Luar Sekolah 4-5
C. Administrasi
Fungsi administrasi dalam penyelesaian ini adalah hal-hal yang
berkaitan dalam kepanitiaan. Beberapa yang harus diperhatikan pada
fungsi administrasi ini adalah sebagai berikut :
1. Membentuk kesekretariatan
Tim
kesekretariatan
merupakan
cikal
bakal
dari
kegiatan
keseluruhan. Tim ini bertugas untuk :
a. Menyusun proposal
b. Mencatat tiap tahap kegiatan, termasuk evaluasi pelaksanaan
tiap jenis kegiatan.
c. Membuat laporan penyelenggaraan secara keseluruhan.
2. Pembentukan
Panitia
Penyelenggara,
dengan
struktur
kepengurusan kurang lebih sebagai berikut :
a. Penanggung jawab
b. Ketua
c. Wakil Ketua
d. Sekretaris
e. Bendahara
f. Seksi Acara (tiap jenis kegiatan ada satu penanggungjawab)
g. Seksi Perlengkapan
h. Seksi-seksi lainnya yang dibutuhkan seperti : Konsumsi,
Transportasi, Survei, P3K.
3. Pengurusan surat-surat ijin, antara lain :
a. Surat ijin orang tua
b. Surat ijin pemakaian lokasi
c. Surat ijin kepolisian, dll
D. Kontrol
Fungsi kontrol dalam penyelenggaraan “Jelajah Alam” ini
adalah agar keseluruhan penyelenggaraan dapat berjalan sesuai
rencana / perencanaan. Bila dimungkinkan, ada /tunjuk seseorang
4-6 Pendidikan Luar Sekolah
guru yang bertugas sebagai pengontrol jalannya kegiatan, sehingga
bila kegiatan mulai keluar dari rencana dapat secara langsung
dikembalikan ke jalur perencanaannya yang telah ditentukan
BAB III MODEL JELAJAH ALAM
Model Jelajah Alam ini disusun sebagai pengisi waktu luang siswa
yang berisikan kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan
dan mengembangkan keterampilan psikososial siswa. Pada tiap kegiatan
termuat
nilai-nilai
yang
dapat
dipergunakan
untuk
membangun
keterampilan psikososial seperti bersaing dengan sehat, percaya diri,
kerjasama, tanggung jawab, demokrasi, asetif dan empati.
Dengan ketrampilan psikososial tersebut siswa diharapkan dapat
menemukan jati dirinya, mengetahui kelemahan dan kelebihannya dan
terjadi perubahan sikap dan perilakunya untuk menjadi manusia yang
lebih baik setelah mengikuti kegiatan ini.
Untuk mencapainya model Arung Alam bukanlah suatu kegiatan
yang dapat dilakukan hanya sepotong-potong, tetapi tiap siswa harus
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir untuk mendapatkan nilai-nilai
yang diinginkan. Untuk itu maka ruang lingkup model disusun dengan
skenario/tahapan sebagai berikut :
A. Bina Suasana (Orientasi)
Tahapan ini dimaksudkan sebagai tahao pengenalan antar
satu peserta dengan peserta yang lain. Kekakuan atau keasingan yang
diragukan dalam perjalanan menuju lokasi dicairkan dalam tahapan ini.
Diharapkan siswa dapat mengenal sesama peserta, terjalin keakraban,
dan juga mengenal lingkungan dimana nantinya peserta akan
melaksanakan kegiatan. Dalam tahapan ini, termuat kegiatan :
1. Pencairan suasana
2. Perkenalan
3. Penjelasan pelaksanaan kegiatan
B. Inti kegiatan
Sesuai dengan namanya, maka tahapan ini adalah tahapan
dimana peserta sedikit demi sedikit, dari kegiatan yang paling mudah
4-8 Pendidikan Luar Sekolah
sampai kegiatan yang paling berat ditempa dengan kegiatan-kegiatan
yang bertujuan untuk :
1. Motivasi
keberanian, tantangan berprestasi.
2. Percaya diri
kemandirian
3. Sikap demokrasi
memimpin dan dipimpin
4. Kerjasama dan toleransi
5. Tanggung jawab
diri sendiri, orang lain/lingkungan
6. Rasa harga diri
7. Sportivitas/fair play
8. Komunikasi
9. Esertivitas
10. Empathi
11. Pengambilan keputusan
12. Pemecahan masalah
C. Evaluasi
Tahapan ini adalah tahap pendinginan, dimana siswa setelah
melewati beberapa pengalaman dan petualangan, mereka diajak untuk
berkonsentrasi pada dirinya. Pada tahapan ini siswa diajak untuk :
1. Relaksasi
2. Refleksi diri
Untuk mencapai tujuan/nilai-nilai yang akan dibangun, model
ini memberikan alternatif kegiatan yang dapat dipilih dalam menu
kegiatan.
Menu kegiatan telah disusun menjadi beberapa pilihan
kegiatan yang dapat dilaksanakan seperti skenario yang dapat dilalui
oleh setiap siswa. Dalam menu kegiatan terdapat rangkaian kegiatan
dari base camp (orientasi/bina suasana), route A (inti), Pos I (inti),
route B (inti), Pos II (inti), route C (inti)i dan kembali ke base camp
(evaluasi).
Pendidikan Luar Sekolah 4-9
Jenis kegiatan yang harus dipilih, disesuaikan dengan jumlah
dan keadaan peserta, dan kondisi sarana dan prasarana yang
tersedia.
Untuk selanjutnya, setelah menu kegiatan dipilih/ditentukan,
maka petunjuk pelaksanaan termuat dibagian lampiran jenis-jenis
kegiatan.
D. Keselamatan
Kegiatan ini mempunyai resiko yang relatif kecil
Tolak ukur Keberhasilan
Kegiatan ini dapat dikatakan berhasil apabila peserta dapat berdiri
tegak bersama-sama dengan saling terkait dan menunjang.
E. Penugasan
Sampaikan pada peserta bahwa apabila suatu masalah diselesaikan
secara bersama-sama dengan penuh tanggung jawab, maka akan
didapat suatu keberhasilan.
1. Tembok Runtuh
Permainan tembok runtuh dimaksudkan untuk menumbuhkan
keakraban diantara peserta. Melalui permainan ini peserta akan
menampilkan sikap-sikap tertentu seperti keberanian, kepercayaan
pada orang lain, tanggung jawab terhadap orang lain, serta kerjasama.
a. Alat/perlengkapan :
Dalam permainan ini tidak diperlukan peralatan khusus
b. Pelaksanaan :
1). Peserta diminta untuk membuat dua barisan.
2). Dua barisan tersebut diminta untuk saling berhadapan dan
berusaha
mengenali pasangan
yang
ada dihadapannya.
Usahakan setiap pasangan adalah pasangan yang berjenis
kelamin sama.
4-10 Pendidikan Luar Sekolah
3). Setelah setiap pasangan saling mengenal satu sama lain,
selanjutnya barisan yang satu diminta untuk membelakangi
barisan yang lainnya.
4). Tugas yang harus dilakukan peserta pada barisan depan adalah
memejamkan mata, kemudian menjatuhkan badan ke belakang
dengan posisi badan tegap, kedua tangan rapat disamping
badan.
5). Tugas peserta pada barisan belajang adalah menolong
peserta/pasangan
dibarisan
depan,
agar
tidak
jatuh
ke
belakang.
6). Pembinaan memberi aba-aba agar barisan depan mulai
memejamkan mata, kemudian barisan belakang agar mundur
“dua langkah ..... tambah satu langkah .....
7). Pembina memberi aba-aba kepada peserta agar bersiap-siap
pada hitungan ketiga, peserta barisan depan mulai menjatuhkan
badan ke belakang dan barisan belakang segera menolong
pasangannya.
8). Lakukan kegiatan ini secara bergantian antara peserta yang
menjatuhkan badan dan peserta yang akan menolong.
Pendidikan Luar Sekolah 4-11
c. Keselamatan :
Permainan ini relatif aman apabila ada saling kerjasama,
kepercayaan dan tanggung jawab pada tiap pasangan.
d. Tolak ukur keberhasilan
Keberhasilan
memahami
permaina
maksud
ini adalah
dari
permainan,
apabila
peserta dapat
yaitu
menumbuhkan
kepercayaan dan tanggung jawab pada orang lain.
e. Penegasan :
Tanyakan kepada peserta apa yang dirasakan ketika teman
didepannya menjatuhkan badan. Jika masih ragu-ragu dan belum
percaya pada temannya, maka pada saat menjatuhkan badan ke
belakang ia akan tidak seimbang dan terjatuh. Tekankan bahwa
melalui permainan ini akan menumbuhkan adanya kepercayaan
kepada orang lain, kerjasama dan tanggung jawab.
2. MENITI TALI
Meniti tali merupakan salah satu variasi kegiatan penjelajahan,
apabila siswa sedang melaksanakan kegiatan tersebut dan ditengah
perjalanan menemui sungai atau rawa yang tidak mungkin dilalui tanpa
penggunaan alat tertentu, maka tali inilah yang kita fungsikan atau
pergunakan sebagai jembatan penyeberangan. Kegiatan ini melatih para
siswa dalam mengatasi segala hambatan atau rintangan yang dijumpai,
disamping melatih keterampilan, keberanian, dan keuletan.
Didalam kegiatan ini terkandung beberapa potensi diri yang dapat
dikembangkan antara lain, kepercayaan diri, kepercayaan pada orang
lain, kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab, berani menghadapi
tantangan, komunikasi dan pengambilan keputusan.
4-12 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat/Perlengkapan
•
2 buah tali / tambang besar dengan panjang + 20 m.
•
2 batang balok atau pohon hidup yang cukup besar.
•
Perlengkapan P3K
2. Pelaksanaan
•
Tali/tambang direntangkan diatas parit/sungai yang tidak terlalu
lebar
•
Tinggi rentangan I + 1 m dari pemukaan sungai dan rentangan II 1
m di atas rentangan I
•
Panjang titian tali + 8 m
•
Seluruh peserta harus melintasi rentangan tali tersebut (rentangan
I diinjak, rentangan II sebagai pegangan)
•
Untuk peserta perseorangan, penyeberangan dilakukan satu per
satu.
•
Untuk peserta beregu, penyeberangan dilakukan oleh setiap
anggota regu secara serentak.
Pendidikan Luar Sekolah 4-13
a. Waktu
Î Waktu yang dicatat bagi peserta perseorangan dimulai dari saat
peserta berdiri di atas tali sampai turun kembali ke tanah.
Î Pencatatan waktu bagi peserta beregu dimulai dari saat seluruh
anggota regu berdiri diatas tali sampai anggota terakhir turun
kembali ke tanah.
3. Penilaian
•
Wasit / juri kegiatan ini terdiri atas satu orang juri pengawas dan
satu orang juri pencatat hasil.
•
Pelanggaran
-
Peserta terjatuh sebelum sampai di seberang
-
Mengganggu peserta lain.
-
Tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.
-
Melanggar peraturan dikenakan sanksi nilai.
3. Aspek penilaian meliputi :
•
Kecepatan
•
Keutuhan regu / kerjasama regu
•
disiplin
4. Keselamatan
Ikatan tali harus kuat (tidak mengedur) untuk diinjak/dititi oleh
beberapa orang sekaligus.
3. MEMBERI BENDA
Kegiatan
ini menarik untuk dilakukan dalam rangka perkenalan
diantara peserta kegiatan Jelajah Alam. Kegiatan ini ditunjuk untuk
mengingat nama dan peserta dalam satu kelompok, juga kecepatan
berkomunikasi dan kecepatan menyelesaikan tugas dengan baik.
4-14 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat/perlengkapan
•
Satu buah benda apa saja (contohnya bola tenis)
•
Stop watch
2. Pelaksanaan :
Peserta diberikan pengarahan oleh panitia tentang aturan main ini
dengan cara :
¾ Pembinaan memberikan bola kepada peserta pertama (Adi)
¾ Adi berkata “Terimakasih” Pembina, bola akan saya berikan
kepada : (Fuji).
¾ Fuji berkata “Terimakasih Adi”. Bola akan saya berikan kepada
Udin dan seterusnya.
¾ Dilakukan sampai kepada peserta terakhir dan peserta yang sudah
diberikan tidak boleh diberikan lagi.
¾ Apabila ada kesalahan atau salah sebut, maka diberikan sanksi
dalam bentuk ang disepakati bersama.
3. Keselamatan :
Kegiatan ini dapat dilakukan diruangan atau diluar ruangan, tidak
membahayakan peserta.
Pendidikan Luar Sekolah 4-15
4. Tolak ukur keberhasilan.
Setiap regu dapat menyelesaikan kegiatan ini dengan waktu yang
tercepat tanpa adanya kesalahan (komunikasi yang jelas dan tegas).
5. Penegasan :
• Komunikasi dengan cepat dan tegas
• Mengenal teman dalam grupnya.
• Mengenal cara bicara.
6. Penilaian
•
Penyelesaian
tugas
diambil
waktunya
untuk
mengetahui
produktivitas kerja kelompok.
•
Berapa kali faktor kesalahan dalam melaksanakan tugas.
4. MASUK LINGKARAN
Permainan ini bertujuan untuk menambah keakraban diantara
peserta dan dapat menimbulkan rasa kebersamaan dan kehangatan
suasana.
1. Alat/Perlengkapan
Alat yang dibutuhkan hanya sebuah alat tulis untuk membuat
lingkaran-lingkaran yang dibuat sesuai jumlah kelompok yang ada.
Besarnya lingkaran disesuaikan dengan jumlah anggota kelompok,
tetapi diusahakan lebih kecil dari jumlah anggota apabila mereka
berdiri bergabung bersama.
f.
Pelaksanaan
•
Pembina menyampaikan bahwa peserta diminta masuk ke dalam
lingkaran.
•
Sebagai tanda, pembina akan membunyikan peluit dan segera
semua anggota masuk ke dalam lingkaran.
•
Kegiatan dapat diulang-ulang dan dilombakan antar kelompok.
5. EVERYBODY UP
Kegiatan ini sebenarnya sangat sederhana, tapi nilai-nilai yang
dapat dipetik sangat besar. Dari kegiatan ini peserta jadi tahu, apa itu
tanggung jawab, kebersamaan, kerjasama, dan demokrasi.
4-16 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat /Perlengkapan.
Tanpa peralatan
2. Pelaksanaan
) Dua orang yang mempunyai bangun dan tinggi tubuh yang kira-kira
sama duduk berhadapan di tanah,
) Telapak kaki berhadapan, lutut ditekuk, tangan saling berpegangan
dengan kuat.
) Dari posisi duduk ini minta keduanya untuk berdiri tegak dengan
saling menunjang.
) Jika usaha ini berhasil, minta mereka mencari pasangan lain dan
mencobanya kembali.
) Besarkan kelompok menjadi 3 – 4 orang, dan akhirnya seluruh
peserta menjadi satu lingkaran besar yang mencoba berdiri
bersamaan dari posisi duduk awal.
) Cobalah dengan cara lain, yaitu saling membelakangi dan tangan
saling mengkait disiku tangan. Untuk cara ini posisi awal adalah
jongkok kemudian secara bersamaan berdiri.
) Kegiatan
ini
tidak
banyak
mengandung
resiko
cedera.
Kemungkinan yang terjadi adalah luka lecet akibat merayap.
Pendidikan Luar Sekolah 4-17
) Mengingat beban cukup berat sebaiknya sudah melakukan aktifitas
fisik lainnya (pemanasan) sebelum melakukan kegiatan ini.
3. Tolak ukur keberhasilan :
Suksesnya permainan ini dapat dilihat dari kompaknya suatu regu
dalam membuat keputusan dan meakukan praktik, yang ditandai
dengan
cepatnya
waktu
menyelesaikan
tugas
dan
sedikitnya
melakukan kesalahan.
4. Penegasan :
•
Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan kunci
sukses dari suatu kerja tim.
•
Untuk bisa mengambil keputusan itu anda harus mampu
menghargai pendapat orang lain.
•
Jika keputusan telah ditetapkan, maka anda harus mendukung
keputusan itu.
•
Pimpinan regu, hendaknya memimpin regunya untuk menjalankan
keputusan yang telah disepakati.
6. Merayap Dengan Beban
4-18 Pendidikan Luar Sekolah
1. Alat/Perlengkapan :
1. Pancang / patok dari bambu / kayu
2. Tali rafia
3. Karung berisi pasir seberat + 25 kg sebanyak plus satu dari jumlah
anggpota kelompok.
2. Pelaksanaan :
1. Dengan menggunakan tali rafia dibuat lorong sepanjang + 10 m,
lebar lorong + 1 m, dan tinggi atapnya hanya cukup untuk dimasuki
dalam posisi merayap. Seluruh karung dan peserta berada di
depan lorong.
2. Peserta bertugas memindahkan seluruh karung keseberang lorong
melalui dalam lorong.
3. Setiap peserta hanya dibolehkan memasuki lorong satu kali, tetapi
seluruh karung harus bisa diseberangkan.
4. Setiap
peserta
bebas
memilih
teknik
dan
strategi
sesuai
kesepakatan kelompoknya.
5. Jika akan dilombakan, maka penilaian didasarkan kepada waktu
tempuh dan ketelitian. Waktu yang tercepat adalah yang terbaik,
dan setiap kali menyentuh tali rafia (dinding dan atap lorong) nilai
dikurangi satu.
7. PENYEBERANGAN BASAH
Kegiatan penyeberangan basah merupakan salah satu variasi
penjelajahan. Kegiatan ini banyak memberikan manfaat untuk pembinaan
siswa, terutama siswa tingka pemula atau dasar sebagai fondasi
semangat juang yang tinggi untuk mencapai cita-cita di masa yang akan
datang.
Aspek yang terkandung dalam kegiatan penyeberangan basah ini,
diantaranya ialah
melatih sikap keberanian, keuletan, kedisiplinan,
berjiwa tegar, dan teliti dalam persiapan serta pelaksanaanya.
Penyeberangan basah ini merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
membutuhkan keterampilan khusus yang perlu dimiliki oleh seseorang
Pendidikan Luar Sekolah 4-19
dalam kegiatan di alam terbuka dan sebagai pengisi waktu luang diliburan
sekolah.
Didalam kegiatan ini terkandung beberapa potensi diri yang dapat
dikembangkan antara lain : kepercayaan diri, kepercayaan pada orang
lain, kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab, berani menghadapi
tantangan, komunikasi dan pengambilan keputusan.
1. Alat / Perlengkapan.
♣ Tali tambang berukuran panjang 15 dan 20 m
♣ Patok dari bambu atau kayu
♣ Tali tambang 3 m untuk mengikat pinggang
♣ Carabiner
♣ Palu
♣ Perlengkapan P3K
♣ Perlengkapan lain yang dibutuhkan
2. Pelaksanaan
♣ Pilihlah sungai yang tidak berbahaya (arus tidak deras), yang lebar
antara 5 dan 7 m, serta kedalaman tidak boleh dari 0,75 m.
♣ Siswa diberi penjelasan mengenai tata cata pelaksanaan kegiatan
penyeberangan.
♣ Setiap peserta yang akan melaksanakan penyeberangan harus
memakai perlengkapan (Carabiner)
♣ Setelah siap dengan perlengkapan masing-masing, kemudian tali
pengikat pinggang ditautkan pada tambang yang melintasi sungai
4-20 Pendidikan Luar Sekolah
dengan alat carabiner. Hal ini sangat berguna bagi keselamatan.
Apabila tangan yang memegang tali tambang terlepas, pelaku tidak
hanyut.
♣ Posisi badan pada saat penyeberangan menghada ke arah hilir.
♣ Pada
saat
pelaksanaan
penyeberangan,
disarankan
untuk
membentuk tim penyelamat, yang terdiri atas guru / pembina, yang
berada kurang lebih 10 m dari lokasi penyeberangan ke arah hilir.
3. Keselamatan.
¾ Benar-benar harus diperhatikan akan datangnya arus deras yang
tiba-tiba.
¾ Peralatan penyelamat / carabiner baru dilepas setelah berada di
daratan.
4. Penilaian
1. Juri pada kegiatan ini terdiri atas 3 orang
2. Aspek penilaian meliputi :
Î Kesempurnaan teknik penyeberangan
Î Kesempurnaan penggunaan /pemakaian perlengkapan.
Î Kecepatan
8. NAIK TURUN TEBING
Kegiatan ini dilakukan pada daerah-daerah bertebing yang tidak
terlalu tinggi ( + 7 meter). Permainan ini banyak mengandung unsur
tantangan untuk mendaki tebing yang dilakukan secara beregu. Setelah
berhasil menaiki tebing maka setiap peserta harus dapat menuruni tebing
dengan ketinggian + 7 meter. Kegiatan ini menggali teknik dan strategi
pemanjatan dan penurunan tebing. Tujuan kegiatan ini : membangun
percaya
diri,
membangun
demokrasi,
membangun
kerjasama,
membangun tanggung jawab, membangun tantangan, membangun
sportifitas, mengembangan komunikasi, mengembangkan problem solving
(pemecahan masalah) dan mengembangkan pengambilan keputusan.
1. Alat dan perlengkapan :
1. Tambang dengan panjang + 10 meter.
2. Stop watch
Pendidikan Luar Sekolah 4-21
3. Lokasi tebing dengan kemiringan + 700.
2. Pelaksanaan :
1. Setiap regu diberikan pengarahan kepada panitia tentang rintangan
yang akan dihadapi.
2. Setelah regu siap maka acara dimulai dimana sikap peserta harus
sanggup menaiki tebing tersebut sampai semuana dapat menaiki
tebing.
3. Setelah semua dapat menaiki tebing maka regu tersebut harus
menuruni tebing yang sama.
3. Keselamatan :
1. Kegiatan ini cukup berbahaya, dan dapat diantisipasi dengan
mencari daerah yang tidak berbahaya tetapi menantang.
2. Menggunakan peralatan yang cukup
3. Diberikan pengarahan yang cukup.
4. Tolak ukur keberhasilan
* Mengukur kemampuan memanjat tebing
* Kerjasama tim
4-22 Pendidikan Luar Sekolah
9. MELUNCUR DUDUK
Didalam kegiatan ini terkandung beberapa potensi diri yang dapat
dikembangkan antara lain kepercayaan diri, kepercayaan pada orang lain,
kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab, berani menghadapi
tantangan, dan pengambilan keputusan.
1. Alat / Perlengkapan :
♣ Tambang berdiameter 5 cm sepanjang 30 m
♣ 5 utas tambang berdiameter 5 cm panjang 5 m
♣ 10 bh carabiner
♣ Tambang plastik diameter 1 s/d 2 cm panjang 30 m dan 50 m
♣ 5 stel sarung tangan kulit (gloves)
♣ Megaphone .
2.
Pelaksanaan
♣ Carilah lokasi bukit dengan ketinggian + 10 m yang diatasnya
terdapat pohon agak besar untuk mengikat salah satu ujung
tambang. Ikatlah ujung tambang lainnya dibawah pada pangkal
pohon yang sedang atau pada pasak.
♣
Ikatan tambang plastik panjang 5 m pada tambang peluncur
bagian bawah (berfungsi sebagai rem)
♣ Buatlah ikatan pada pinggang yang melalui selangkangan peserta
dengan tambang pendek.
♣ Pakailah sarung tangan kulit untuk berpegangan pada tambang.
♣ Sangkutlah carabiner pada tambang luncur dan tambang pengikat
tubuh peserta didepan perut.
♣ Sangkutkan tambang plastik pada carabiner untuk menarik jika
terlalu deras meluncur.
♣ Meluncurkan dengan menghadap tambang dan berpegangan pada
tambang dalam sikap duduk / jongkok.
♣ Setelah sampai dibawah, berdirilah dan lepaskan carabiner dari
tambang peluncur.
3. Tolak ukur keberhasilan
Bila peserta dapat meluncur dengan terampil, percaya diri serta
keberanian.
Pendidikan Luar Sekolah 4-23
4. Keselamatan :
Perlu adanya kehati-hatian dalam melaksanakan serta kesempurnaan
peralatan keselamatan, agar tidak terjadi kecelakaan. Kemungkinan
resiko cedera yang dapat terjadi adalah terkilir dan luka lecet saat
mendarat.
5. Penegasan :
Melalui kegiatan ini dapat dikembangkan potensi diri antara lain
keberanian percaya diri dan pengendalian emosi dalam melaksanakan
tindakan.
10. LOMPAT TARZAN
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan dan mengembangkan sikap
semangat
berkompetisi,
kerjasama,
tanggungjawab,
menghadapi
tantangan, sportivitas dan kemampuan berkomunikasi.
1. Alat dan perlengkapan :
♣ Tambang yang bergaris tengah 3 s.d. 5 cm, sepanjang + 10 m
♣ Pohon yang memiliki cabang yang kuat.
♣ Cangkul untuk membuat kubangan / lumpur.
♣ Air untuk membasahi tanah
♣ Dibuat rintangan berupa tanah berlumpur yang panjangnya 2 – 4
m
♣ Rintangan berada dibawah tali yang menggantung.
2. Pelaksanaan :
♣ Tali menggantung pada cabang / ranting pohon di atas rintangan
(misalnya tanah berlumpur).
♣ Peserta berdiri diatas titik tumpu (dipangka rintangan)
♣ Dengan tongkat atau ranting seadanya peserta berusaha meraih
tali
♣ Peserta berusaha melompat (dengan caa menggantung pada tali)
menuju ke sasaran melewati rintangan.
♣ Untuk lebih cepat setiap kali lompat boleh lebih dari satu orang
♣ Jika ingin dilombakan, maka dicatat waktu yang diperlukan oleh
seluruh anggota (bila terkena lumpur maka nilai dikurangi satu).
4-24 Pendidikan Luar Sekolah
3. Keselamatan
¾ Gunakan sarung tangan (glove) untuk mencegah lecet pada
telapak tangan.
¾ Pastikan bahwa cabang pohon dan tali cukup kuat untuk
menggantung.
4. Tolak ukur Keberanian :
Keberhasilan permainan ini dapat dilihat dari cepatnya regu melewati
pantangan.
5. Penegasan
¾ Pengambilan keputusan yang tepat merupakan kunci sukses dari
satu kerja tim.
¾ Untuk bisa mengambil keputusan itu anda harus mampu
menghargai pendapat orang lain.
¾ Jika keputusan telah ditetapkan, maka anda harus mendukung
keputusan itu.
¾ Pimpinan regu, hendaknya memimpin regunya untuk menjalankan
keputusan yang telah disepakati.
Pendidikan Luar Sekolah 4-25
11. PANJAT TALI
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun : keberanian, konsentrasi,
pengendalian emosi, rasa percaya diri dan kemampuan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan.
1. Alat / Perlengkapan
¾ Tiga utas tali kapal yang panjangnya masing-masing + 5 m
¾ Dua buah tiang yang tingginya masing-masing + 4 meter (dua
pohon)
¾ Satu buah bambu yang panjangnya + 6 m
¾ Carabiner dan satu utas tali untuk pengaman.
¾ Bambu dipasang melintang dari tiang / pohon satu ke pohon ke
tiang / pohon lainnya membentuk jembatan tinggi jembatan + 4 m
di atas permukaan tanah.
¾ Dua utas tali kapal diikat menggantung masing-masing pada ujung
bambu / jembatan
¾ Satu utas tali dipasang melintang atas jembatan dari tiang satu ke
tiang lainnya.
¾ Cacabiner dipasang pada tali kapal yang melintang diatas
jembatan.
2. Pelaksanaan
¾ Tali pengaman dipasang pada tubuh peserta yang akan memanjat
¾ Satu orang peserta memegang tali pengaman
4-26 Pendidikan Luar Sekolah
¾ Satu orang yang telah mengenakan tali pengaman memanjat tali
yang menggantung pada salah satu sisi
¾ Setelah sampai diatas ujung atas tali, dilanjutkan menyeberangi
jembatan bambu, kemudian menuruni tali yang tergantung pada
sisi lain.
¾ Seluruh peserta melakukan hal serupa.
3. Keselamatan
¾ Tali pengamanan harus selalu dikenakan pada saat memanjat
¾ Bambu harus kuat untuk diseberangi
4. Tolak Ukur :
Bila seluruh peserta dapat melakukan kegiatan ini dengan rasa senang
mulai dari memanjat tambang / tali, meniti bambu dan turun dengan
tali.
5. Penegasan :
Makna yang diperoleh dari kegiatan ini perlu disampaikan kepada
peserta. Bahwa mereka telah meakukan suatu kegiatan yang dapat
membangun keberanian, melatih konsentrasi, pengendalian emosi,
percaya diri, kemampuan memecahkan masalah dan pengambilan
keputusan.
Pendidikan Luar Sekolah 4-27
12. Berkemah
13. Naik Gunung
4-28 Pendidikan Luar Sekolah
14. Arung Jeram
15. Out Bond
Pendidikan Luar Sekolah 4-29
BAB IV. PPPK
Kegiatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, merupakan
usaha perawatan darurat yang pertama diberikan kepada korban
kecelakaan atau cedera sebelum dokter datang atau dibawa ke rumah
sakit terdekat. Kegiatan ini merupakan kegiatan kasus kecelakaan dialam
terbuka, yang membutuhkan pengetahuan tentang Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan dan (PPPK) teknik tntang membuat tandu darurat.
Tujuan kegiatan ini meliputi : kompetisi, demokrasi, kerjasama, tanggung
jawab,
komuniksi, asertif, empati, problem solving dan pengambilan
keputusan.
1. Alat dan Perlengkapan :
¾ 2 buah bambu tandu
¾ 2 buah tali tandu
¾ 2 buah kain segi tiga
¾ Pembalut cepat
¾ 1 set spalek, Bidai
2. Pelaksanaan :
¾ Setiap regu diberikan pengarahan tentang kegiatan ini, dengan
membahas kasus PPPK tentang adanya 1 orang yang mengalami
patah tulang tertutup pada paha kaki kanan.
¾ Peserta regu berdiskusi untuk membahas kasus ini. Setelah regu
siap maka kegiatan dimulai.
¾ Pembina mengawasi kegiatan dan mengambil waktu untuk
pembuatan tandu darurat dan penangan pasien dengan patah
tulang tertutup paha kaki kanan.
3. Keselamatan :
Kegiatan ini dilakukan dialam terbuka dengan lokasi yang datar, aman
dari binatang buas, dan memilih jalur yang tidak terlalu berbahaya.
4. Tolak ukur :
Peserta
dapat menyelesaikan
tugas
dengan
baik
dan
benar
berdasarkan prosedur yang standar pertolongan pertama pada
kecelakaan.
4-30 Pendidikan Luar Sekolah
5. Penegasan :
•
Dengan melakukan permainan ini peserta digugah untuk dapat
melakukan P3K terhadap diri sendiri.
•
Menanamkan empati terhadap korban kecelakaan.
6. Penilaian
•
Setelah selesai maka petugas menanyakan tentang Prosedur
penanganan luka patah tulang terbuka.
•
Kelayakan, kerapihan membuat tandu darurat.
•
Kekompakan menangani kasus patah tulang tertutup.
MENOLONG KORBAN
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun : kepercayaan diri, demokrasi,
kerjasama, tanggung jawab, kesunggupan menghadapi tantangan,
asertivitas,
kemampuan
memecahkan
masalah
dan
mengambil
keputusan.
1. Alat/Perlengkapan
¾ Tali panjang untuk menuruni tebing bagi korban (tidak untuk
menolong)
¾ Dilaksanakan ditebing yang curam dengan ketinggian 3 – 5 m
¾ Jika tidak ada tebing maka dibuat tebing buatan dari bambu yang
diikat pada kedua pohon membentuk dinding.
Pendidikan Luar Sekolah 4-31
2. Pelaksanaan :
¾ Satu orang peserta berada di dasar jurang / tebing berperan
sebagaii korban, untuk sampai dasar bisa menggunakan tali.
¾ Peserta yang lainnya berada diatas tebing berperan sebagai regu
penolong.
¾ Regu penolong menuruni tebing tanpa alat.
¾ Setelah
sampai didasar tebing, regu penolong berusaha
mengangkat / membawa korban ke atas tebing.
¾ Setelah korban berada diatas tebing dibawa ke Posko dengan
tandu
¾ Jika ingin dilombakan, maka dicatat waktu yang diperlukan untuk
mengangkat korban hingga diatas tebing.
3. Keselamatan :
¾ Peserta harus bertanggungjawab terhadap dirinya dan korban agar
tidak terjerembab ke dasar jurang.
¾ Penolong yang dibawah tidak melepas korban sebelum benarbenar aman.
4. Tolak ukur keberhasilan
Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari kekompakan, kecepatan
dan kehati-hatian tim dalam mengangkat korban.
5. Penegasan :
¾ Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat merupakan kunci
sukses dari satu kerja tim.
¾ Untuk bisa mengambil keputusan itu anda harus mampu
menghargai pendapat orang lain.
¾ Jika keputusan telah ditetapkan, maka anda harus mendukung
keputusan itu.
¾ Pimpinan regu, hendaknya memimpin regunya untuk menjalankan
keputusan yang telah disepakati.
4-32 Pendidikan Luar Sekolah
LAMPIRAN SANDI DALAM JELAJAH ALAM
DAFTAR PUSTAKA
Direktur Bina Perjalanan Wisata, Direktorat Jenderal Pariwisata, Pedoman
Wisata Alam, Jakarta, 1984.
Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Buku Pedoman Berolahraga Panjat Tebing, Jakarta.
Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kegiatan Wisata Alam untuk siswa SLTA, Jakarta.
1999.
Markas Besar Palang Merah Indonesia (PMI). Pedoman Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) - I Jakarta, 1990.
Rohn ke Karl, Cowstails & Cobras, A. Quide to repes courses, initiative
games, and other adventure activities. Project adventure inc.
Hamilton, 1977.
BUKU AJAR
PEMBELAJARAN INOVATIF
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi
Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif Pendidikan Jasmani
Sekolah Dasar menjelaskan materi tentang teori pendidikan jasmani,
model pembelajaran pendidikan jasmani model pembelajaran inovatif
pendidikan jasmani, bagaimana menyusun model pembelajaran inovatif di
SD kelas I dan II, kelas III dan IV, dan kelas V dan VI
B. Prasyarat
Model Pembelajaran inovatif di Sekolah dasar mensyaratkan
penguasaan materi tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik, strategi belajar mengajar dan evaluasi dalam pendidikan jasmani
C. Petunjuk Belajar
Langkah-langkah dalam mempelajari atau mengunakan buku ajar
ini adalah sebagai berikut.
1. baca dan pahami standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
harus dicapai
2. baca dan pahami indikator keberhasilan dari kompetensi yang
harus dicapai
3. baca dan pahami standar kompetensi dan kompetensi dasar dari
tiap-tiap pokok bahasan
4. baca dan pahami materi tiap-tiap pokok bahasan
5. kerjakan latihan yang ada pada tiap pokok bahasan
6. kerjakan tes formatif untuk mengukur ketercapaian kompetensi
yang diharapkan
5-2 Pembelajaran Inovatif
D. Kompetensi dan Indikator
Standart Kompetensi
Peseta pendidkan dan pelatihan profesi guru mampu mengembangkan
dan
mengimplementasikan
model
pembelajaran
inovatif
dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah dasar
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru, peserta
mampu:
1. mendeskripsikan tentang pendidikan jasmani
2. menjelaskan model pembelajaran pendidikan jasmani
3. mengembangkan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani
untuk kelas 1 dan 2 Sekolah dasar
4. mengembangkan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani
untuk kelas 3 dan 4 Sekolah dasar
5. mengembangkan model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani
untuk kelas 5 dan 6 Sekolah dasar
E. Evaluasi
Assesmen kinerja dalam bentuk:
1. Individual performance assessment
Assesmen terhadap kinerja individu peserta pendidikan dan
pelatihan dalam penelusuran informasi, pemecahan masalah
yang dihadapi dan kinerja dalam diskusi
2. Group performance assessment
Assesmen terhadap kinerja peseta pendidikan dan latihan
dalam kegiatan diskusi, pemecahan masalah dan penyajian
hasil diskusi, baik dalam bentuk lisan, tulisan dan kinerja
mahasiswa selama diskusi
Pembelajaran Inovatif 5-3
3. Paper and pencil test
Dalam bentuk tugas tertulis, pre dan post test untuk menguji
kesiapan dan keterserapan materi yang dipelajari oleh peserta
pelatihan dalam bentuk test uraian
BAB II PEMBELAJARAN INOVATIF
A. KOMPETENSI
Standart Kompetensi
Memahami pengertian pembelajaran dan model pembelajaran inovatif
pendidikan jasmani
Komptensi Dasar
Setelah mengikuti pendidikan latihan peserta dapat:
1. Menjelaskan pengertian pembelajaran
2. Menyebutkan ciri-ciri proses interaksi edukatif
3. Menjelaskan pengertian model pembelajaran inovatif
B. URAIAN MATERI
Pembelajaran
Aktivitas
proses
pembelajaran
merupakan
inti
dari
proses
pendidikan. Dalam proses pendidikan tersebut guru mempunyai peran
yang sangat besar dalam menggerakkan kemajuan dan perkembangan
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan.
Tugas
utama
guru
adalah
membimbing, mengajar, mendidik dan melatih. Oleh sebab itu guru
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kebehasilan pendidikan.
Pembelajaran adalah bagaimana guru mengajarkan sesuatu
kepada peserta didik dan juga bagaimana peserta didik mempelajarinya.
Jadi dalam peristiwa pembelajaran terjadi dua kejadian secara bersamaan
yaitu satu pihak memberi dan pihak kedua menerima. Oleh sebab itu
dapat dikatakan terjadi proses interaksi edukatif. Proses interaksi edukatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Ada tujuan yang jelas yang harus dicapai
2. Ada bahan yang menjadi isi proses
3. Ada peserta didik yang aktif mengikuti
4. Ada guru yang melaksanakan
Pembelajaran Inovatif 5-5
5. Ada metode tertentu untuk mencapai tujuan
6. Proses
interaksi
tersebut
berlangsung
dalam
ikatan
situasional
7. Ada penilaian hasil interaksi
Agar
proses
pembelajaran
berhasil
dan
mutu
pendidikan
meningkat, diperlukan ketrampilan untuk mengolah dan mengembangkan
komponen-komponen dalam proses pembelajaran sehingga menjadikan
pembelajaran menarik, menyenangkan namun berhasil mencapai tujuan
pendidikan. Guru sebagai juru mudi dalam proses pembelajaran dituntut
untuk memiliki wawasan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengolah
dan mengembangkan proses pembelajaran secara kreatif dan inovatif.
Guru dalam proses pembelajaran bertindak sebagai fasilitator yang
bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan
peserta didik ssebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi
menuju tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru dihadapkan pada
berbagai tantangan seperti bagaimana cara bertindak atau bersikap yang
tepat, apa bahan belajar yang paling sesuai, apa metode penyajian yang
paling efektif, alat bantu apa yang bisa dipakai, apa langkah-langkah yang
paling efisien, sumber belajar mana yang bisa diakses dan bagaimana
sistem evaluasi yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
Guru sebagai pelaksana tugas otonom memiliki keleluasaan untuk
mengelola pembelajaran. Guru harus tahu apa yang akan dikerjakan, guru
harus dapat menentukan pilihan dengan mempertimbangkan semua
aspek yang relevan atau menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Guru sebagai pihak yang berkepentigan secara operasional dan mental
harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalitasnya sehingga mampu
mencapai kinerja yang efektif. Kinerja guru yang efektif merupakan kunci
utama keberhasilan mencapai tujuan pendidikan.
5-6 Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran Inovatif
Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction,
yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini
banyak
dipengaruhi
oleh
aliran
psikologi
kognitif
menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.
holistic
yang
Istilah ini banyak
dipengaruhi oleh perkembangan tehnologi yang diasumsikan dapat
mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagi macam
media seperti bahan-bahan cetak , internet televisi, gambar audio, dan
sebagainya. Perkembangan ini mendorong terjadinya perubahan peran
guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber
belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini
seperti diungkapkan oleh Gagne (1992:3) bahwa “instruction is a set of
event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Oleh
karena itu mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, dengan
konsekuensi peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang
atau mengaransemen berbagi sumber dan fasilitas yang tersedia untuk
digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.
Kata inovatif berasal kata innovative, merupakan kata sifat dari to
innovate, yang mempunyai arti menemukan (sesuatu yang baru). Oleh
karena itu, pembelajaran inovatif dapat diartikan sebagai pembelajaran
yang dirancang oleh guru, yang sifatnya baru, tidak seperti yang biasa
dilakukan, dan bertujuan untuk memfasilitasi siswa dalam membangun
pengetahuan sendiri dalam rangka proses perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa.
Dalam konteks belajar mengajar, program pembelajaran inovatif
dapat berarti program yang dibuat sebagai upaya mencari pemecahan
suatu masalah. Hal ini dapat terjadi karena program tersebut belum
pernah dilakukan atau program pembelajaran yang sejenis yang sedang
dijalankan
memerlukan
perbaikan.
Secara
garis
besar
program
pembelajaran inovatif adalah program pembelajaran yang langsung
memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.
Pembelajaran Inovatif 5-7
C. LATIHAN
Buatlah contoh model pembelajaran inovatif dengan membuat suatu
paparan
yang
dimulai
dengan
kondisi
pembelajaran
di
sekolah,
permasalahan yang dihadapi, serta bagaimana pemecahan masalah
melalui pembelajaran inovatif.
D. TES FORMATIF
1. Jelaskan apa cirri-ciri suatu interaksi edukatif!
2. Jelaskan peran guru dalam pembelajaran !
3. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran inovatif?
BAB III MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF DALAM
PENDIDIKAN JASMANI
A. KOMPETENSI
Standar Kompetensi
Peserta pendidikan dan latihan profesi guru memahami model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
pengembangan
model
pembelajaran inovatif dalam pendidikan jasmani
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pendidikan dan latihan peserta mampu:
1. Menjelaskan komponen-komponen dalam pembelajaran pendidikan
jasmani
2. Menjelaskan model pembelajaran dalam pendidikan jasmani
3. Menjelaskan model pembelajaran inovatif dalam pendidikan
jasmani
B. URAIAN MATERI
Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Pada awalnya pendidikan jasmani dianggap tidak memenuhi syarat
sebagai ilmu yang berdiri sendiri oleh karena isi dan proses pendidikan
yang belum dirumuskan secara jelas. Hal ini bisa dimengerti bila hanya
dilihat dari waktu guru pendidikan jasmani mengajar. Mereka hanya
mengajar olahraga seperti senam, sepakbola, bola voli atau permainan
lainya. Dengan demikian pendidikan jasmani dianggap tidak memiliki
obyek ilmu pengetahuan dan tidak mempunyai dasar tujuan yang jelas.
Pemahaman tentang pendidikan jasmani mengalami perubahan
sehingga pendidikan jasmani bukan lagi dianggap sebagai pendidikan
yang tidak memiliki obyek, melainkan suatu pendidikan dengan obyek,
tujuan dan rumusan yang jelas. Di Amerika Serikat, pendidikan jasmani
terdiri dari kondisi fisik dan merupakan bagian dari profesi kedokteran dan
Pembelajaran Inovatif 5-9
kesehatan.
Selanjutnya
pendidikan
jasmani
memasukkan
unsure
pembelajaran olahraga, permainan, unsure social dan emosional.
Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran inovatif dalam
pendidikan jasmani, maka harus melihat pada model pembelajaran
pendidikan jasmani dan kesehatan. Dalam pendidikan jasmani model
pembelajaran digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
JASMANI
• Kekuatan otot
• Daya tahan
otot
• Daya tahan
kardiovaskuler
• Kelentukan
GERAK
ANAK
PENJAS
SIKAP
PERILAKU
BAHAN
METODE
GURU
PSIKOMOTORIK
• Persepsi
gerak
• Gerak dasar
• Ketrampilan
• Olahraga dan
tari
PEMBANGUNAN
MANUSIA
SEUTUHNYA
KOGNITIF
• Pengetahuan
• Ketrampilan
intelektual
• Kemampuan
intelektual
AFEKTIF
• Sehat, respek
gerak
• Aktualisasi diri
• Menghargai
diri
• Konsep diri
INPUT
Gambar 1. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani
5-10 Pembelajaran Inovatif
Dalam
model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
input
dari
pembelajaran adalah anak didik. Pendidikan jasmani merupakan suatu
proses pembelajaran sehingga terjadi perubahan dalam gerak, sikap dan
perilaku
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
Melihat
model
pembelajaran di atas, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan jasmani
terdiri dari empat ranah yaitu 1) jasmani, 2)psikomotorik, 3) kognitif dan 4)
afektif. Keempat ranah tersebut bukan merupakan tujuan akhir melainkan
hanya tujuan sementara. Tujuan akhir dari pendidikan jasmani sendiri
adalah pembangunan manusia seutuhnya. Jadi, tujuan pendidikan
jasmani merupakan pelengkap atau penguat tujuan pendidikan.
Komponen-komponen dalam proses pembelajaran pendidikan
jasmani tidaklah berbeda dengan komponen pada pembelajaran lain.
Dalam
model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan,
komponen dari proses pembelajaran berupa:
1. Bahan atau materi pembelajaran
2. Metode pembelajaran
3. Media pembelajaran
4. Evaluasi pembelajaran
Bagaimana
mengembangkan
pembelajaran
inovatif
dalam
pendidikan jasmani ?
Pada prinsipnya pengembangan pembelajaran berusaha untuk
mengatasi
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pembelajaran.
Permasalahan dapat berasal dari potensi siswa, sarana belajar yang
kurang memadai atau keterbatasan wawasan guru dalam melakukan
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Pembelajaran inovatif dapat
dikembangkan dari komponen-komponen proses pembelajaran. Misalnya
pengembangan pada materi pembelajaran, pengembangan pada metode
pembelajaran,
penggunaan media pembelajaran yang sesuai atau
pengembangan dalam evaluasi pembelajaran. Kreativitas guru sebagai
Pembelajaran Inovatif 5-11
perencana dalam pembelajaran sangat diperlukan dalam pengembangan
ini.
Bagaimana materi atau bahan pembelajaran dikembangkan?
Bukankan materi pembelajaran sudah ditentukan dalam kurikulum? Tentu
saja bisa. Misalnya mengembangkan gerakan senam sesuai dengan tren
yang sedang popular untuk siswa saat itu sehingga siswa merasa senang
dengan pembelajaran yang berlangsung. Atau menggunakan musik
pengiring
yang
menimbulkan
minat
siswa
untuk
bergerak,
dan
sebagainya.
Inovasi dalam pengembangan metode pembelajaran bukan hal
yang asing lagi. Banyak cara
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran paling banyak dikembangkan pada
mata ajar yang relatif sulit atau mata ajar dianggap membosankan seperti
matematika, fisika, bahasa dan lain-lain. Namun bukan berarti metode
pembelajaran yang inovatif dan kreatif tidak bisa dikembangkan dalam
pendidikan jasmani.
Untuk sekolah dasar kelas rendah inovasi pembelajaran dapat
dikembangkan melalui penyajiannya. Bentuk penyajian dapat berupa:
1. Bentuk cerita. Misalnya senam si buyung untuk siswa TK dan
SD, dimana tahap ini merupakan tahap fantasi kuat
2. Bentuk bermain untuk semua tahap perkembangan dan
pertumbuhan
3. Bentuk tugas, mengembangkan tanggung jawab dan berpikir
sendiri akan lebih baik bila anak sudah mampu membaca
dengan baik mulai kelas IV SD
4. Bentuk pelajaran dan latihan
5. Bentuk lomba, setelah anak mengenal ‘aku’nya dan mampu
membedakan ‘aku’ orang lain, anak menghendaki untuk
menampilkan identitasnya
6. Bentuk komando, sangat baik untuk pembiasaan dan kerapian,
namun akan mematikan kreativitas dan aktivitas
5-12 Pembelajaran Inovatif
Keterbatasan
sarana
dan
prasarana
yang
dimiliki
sekolah
merupakan permasalahan yang banyak dialami oleh sekolah, dan sangat
membutuhkan pemecahan dengan metode pembelajaran yang kreatif.
Bukankan berkembangnya permainan bola basket three on three dan
permainan futsal adalah hasil inovasi dalam mengatasi keterbatasan
lahan/lapangan?
C. LATIHAN
.Buatlah contoh penyajian (gerak, permainan, lomba atau lainya) yang
merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran.
D. TES FORMATIF
1. Jelaskan tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan jasmani!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model pembelajaran dan
model pembelajaran inovatif!
3. Jelaskan beberapa bentuk penyajian materi pembelajaran yang
dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pengembangan model
pembelajaran inovatif
BAB IV PENYUSUNAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
A. KOMPETENSI
Standar kompetensi
Peserta mampu menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan
jasmani dan kesehatan
Kompetensi Dasar
Peserta pendidikan dan latihan profesi guru mampu:
1. Menjelaskan
langkah-langkah
dalam
pengembangan
model
pembelajaran inovatif
2. Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani
B. URAIAN MATERI
Pengembangan model pembelajaran inovatif sebenarnya bukanlah
hal yang sulit untuk dilakukan. Di sini hanya dibutuhkan kreativitas dan
kemauan untuk berkembang. Membuka sedikit wawasan, pengetahuan
dan meningkatkan kepekaan terhadap permasalahan akan mendukung
dalam pengembangan model pembelajaran yang dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
Bagaimana langkah-langkah mengembangkan pembelajaran inovatif?
1. Lakukan analisa untuk menentukan permasalahan yang dihadapi
dalam pembelajaran pendidikan jasmani, apakah potensi siswa
yang kurang, apakah sarana dan prasarana yang tidak memadai
ataukah minat belajar siswa yang rendah, dan lain-lain.
2. Apabila permasalahan lebih dari satu, maka tentukan prioritas
masalah
3. Lihat potensi yang dimiliki, baik dari segi siswa maupun sarana dan
pasarana
4. Barulah disusun dan dikembangkan suatu model pembelajaran
yang kreatif dan inovatif berdasar pada masalah yang dihadapi dan
5-14 Pembelajaran Inovatif
potensi yang dimiliki, serta tidak lupa kesesuaian dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan siswa.
5. Susunlan model pembelajaran inovatif tersebut dalam suatu
Rencana Pembelajaran dan Pengajaran (RPP)
Apabila model pembelajaran inovatif telah tersusun dalam suatu
rencana pembelajaran dan pengajaran, maka model pembelajarn tersebut
telah siap untuk dilaksanakan dalam pembelajaran.
C. LATIHAN
1. Bentuklah
kelompok kecil dengan masing-masing anggota 3-5
orang peserta
2. Masing-masing kelompok mendapat tugas untuk menyusun model
pembelajaran inovatif dalam pendidikan jasmani sesuai dengan
kondisi yang dihadapi dalam tugas sebagai guru penjaskes
3. Tips:
Mulailah
menyampaikan
dengan
masing-masing
permasalahannya
melalui
anggota
kelompok
curah
pendapat,
kemudian tentukan salah satu masalah sebagai prioritas masalah!
D. TES FORMATIF
1. Jelaskan permasalahan yang mungkin timbul dalam pembelajaran
pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah dasar
2. Jelaskan bagaimana cara menentukan prioritas masalah!
3. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam mengembangkan
suatu model pembelajaran
BAB V PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK
A. KOMPETENSI
Standar kompetensi
Memahami tahapan kerja motorik pada anak usia SD dan macammacam gerak yang harus dikembangkan sebagai dasar dalam
pengembangan
model
pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan
Kompetensi dasar
Setelah mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru peserta dapat :
1. Menjelaskan tahapan kerja motorik untuk berbagai tahapan umur
2. Menjelaskan macam-macam gerak yang dapat dilatih untuk
berbagai tahapan umur
3. Menjelaskan tentang pengertian menyadar gerak dan gerak dasar
4. Memberikan contoh berbagai macam gerak dasar
B. URAIAN MATERI
Pengembangan model pembelajaran yang inovatif harus selalu
mengingat dan menyesuaikan dengan tahapan perkembangan motorik
anak. Anak bukanlah makhluk dewasa kecil, namun anak memiliki
kemampuan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Anak
yang melakukan aktivitas fisik atau bermain dalam kegiatan sehari-hari,
akan memperoleh manfaat terhadap kekuatan, kelentukan, daya tahan
otot dan daya tahan kardiovaskuler. Namun manfaat tersebut tidak
maksimal apabila dilakukan tanpa perencanaan yang baik. Aktivitas anak
yang direncanakan dan disesuaikan dengan tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak akan memberikan hasil yang lebih optimal. Untuk
menyusun suatu perencanaan harus diketahui tentang perbedaan anak
perempuan dengan laki-laki dalam kekuatan dan kemampuan fisik yang
5-16 Pembelajaran Inovatif
lain, pertumbuhan dan perkembangannya, kecepatan tumbuh dalam tinggi
badan dan berat badan, perkembangan sikap maupun perkembangan
kognitif. Gabbard, LaBlanc dan Lowy (1987) menyusun tabel mengenai
tahapan untuk kerja motorik (motor behavior) sebagai berikut.
Tabel 1. Tahap Untuk Kerja Motorik (Motor behavior)
Tahapan usia
Tahapan gerak
Aktivitas karakteristik
0-2 tahun
Gerak tak
Berguling, duduk, merayap,
Masa kanak-kanak
sempurna
merangkak, berdiri, berjalan
dan memegang
Kesadaran gerak lokomotor,
2-7 tahun
Masa anak-anak
Gerak dasar dan
awal
Pemahaman
efisien
Penghalusan ketrampilan dan
penyadaran gerak,
8-12 tahun
Masa anak-anak
nirlokomotor dan manipulasi
Khusus/khas
mengguna-kan gerak
dasar,dalam tari,
permainan/olahraga, senam
dan kegiatan olahraga air
Bersifat kompetisi dan
12-dewasa
Masa remaja dan
spesialisasi
rekreasi
masa dewasa
Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat kemampuan motorik yang
dimiliki oleh anak Sekolah Dasar dan kemampuan motorik apakah yang
harus dikembangkan oleh guru pendidikan jasmani. Anak sekolah dasar
berusia antara 6-12 tahun merupakan tahap untuk pengembangan gerak
dasar dan gerak khusus dimana pada tahap ini anak memasuki tahap
penghalusan ketrampilan gerak dari gerak dasar yang sudah dikuasai,
Pembelajaran Inovatif 5-17
selanjutnya menggunakan penyadaran dan ketrampilan gerak tersebut
untuk gerakan tari, olahraga, senam dan kegiatan olahraga air.
MENYADARI GERAK
• Dengan dasar: dilihat, didengar dan
dirasakan
• Bersifat kinestetik, bidang, ruang,
lurus, berkesinambungan dan
temporer
Gerak dasar
Lokomotor
Jalan kombinasi
Lari
Bercongklang
Loncat
Meluncur
Jengket
Meloncat-loncat
Memanjat
Mengguling
Nirlokomotor
Mengukur
Berputar
Menekuk
Melilit
Mengayun
Mendorong
Bergoyang
Mengangkat
Berbelok
Mendarat berputar
Meliuk
Ketiga jenis gerak ini saling berkaitan atau
saling menunjang. Juga ketiga jenis gerak ini
akan diilakukan baik secara gabungan dalam
tari (rythm), permainan atau sport dan
senam. Semua gerak ini mulai dari yang
sederhana.
Gambar 2. Menyadari gerak dan gerak dasar
Manipulasi
Mendorong
Menerima
Lurus
Menangkap
Memantul
Menyepak
5-18 Pembelajaran Inovatif
Penyadaran gerak yang mulai berkembang pada masa anak-anak
awal diperoleh dari dasar melihat, mendengar dan merasakan gerak.
Termasuk
di
dalam
menyadari
gerak
adalah
kemampuan
untuk
mengkonsep dan mengadakan reaksi yang efektif terhadap informasi
saraf yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas gerak yang diinginkan.
Ketrampilan lokomotor merupakan aktivitas jasmani dengan
melakukan perpindahan kaki berpijak dari satu tempat ke tempat lain atau
aktivitas fifik dengan meninggalkan tempat berpijaknya. Sebagian besar
ketrampilan berkembang sebagai hasil dari beberapa tahap kematangan,
namun berlatih dan memperoleh pengalaman merupakan sesuatu yang
penting untuk mencapai kematangan.
Ketrampilan nirlokomotor merupakan gerak yang sedikit sekali atau
bahkan terlihat tidak bergerak sebab sama sekali tidak meninggalkan
tempat berpijaknya kaki. Contoh gerak nirlokomotor antara lain meliuk,
menekuk badan, mengayukan lengan atau tungkai.
Ketrampilan manipulasi melibatkan kontrol obyek yang berkait
terutama dengan lengan dan tungkai. Ada dua klasifikasi dalam
ketrampilan manipulasi yaitu: 1) menerima (receptive) dan 2) memberi
kuat (propolsive). Menerima merupakan ketrampilan menerima obyek
misalnya
gerakan
menangkap
atau menghentikan.
Memberi
kuat
merupakan ketrampilan karakteristik untuk memberi kuat kepada obyek,
misalnya melempar, memukul dan menyepak.
C. LATIHAN
1. Buat kelompok kecil dengan masing-masing kelompok terdiri 3-5
orang, dengan jumlah kelompok kecil kelipatan tiga
2. Kemudian bagi kelompok-kelompok tersebut menjadi tiga kelompok
besar yaitu kelompok lokomotor, nirlokomotor dan manipulasi
3. Masing-masing kelompok kecil mencontohkan satu macam gerakan
sesuai nama kelompok besarnya
Pembelajaran Inovatif 5-19
4. Masing-masing kelompok tersebut kemudian diminta membuat kreasi
penyajian gerakan tersebut sehingga menjadi gerakan yang menarik.
D. TES FORMATIF
1.
Jelaskan mengapa pengetahuan tentang tahapan perkembangan
anak penting dalam menyusun suatu model pembelajaran
2.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan gerak dasar lokomotor!
3.
Jelaskan perbedaan gerak lokomotor dan gerak nirlokomotor!
BAB VI. MODEL PEMBELAJARAN UNTUK KELAS I DAN II
A. KOMPETENSI
Standar kompetensi
Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan
kesehatan kelas I dan II sekolah dasar
Kompetensi Dasar
Peserta pendindikan dan latihan profesi guru mampu menyusun model
pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas I dan II sekolah
dasar
B. URAIAN MATERI
Tahapan Perkembangan Kemampuan Anak kelas I dan II (umur 6-8
tahun)
Untuk menyusun pembelajaran inovatif anak didik kelas I dan II
sekolah
dasar,
maka
harus
diperhatikan
tahapan
perkembangan
kemampuan anak pada usia tersebut. Perkembangan tersebut meliputi
aktivitas rekreasi, kemampuan aquatik, kemampuan permainan, aktivitas
ritmik, kemampuan pengembangan, dan tes terhadap diri sendiri.
Aktivitas rekreasi
1. Perkembangan kemampuan dalam menggunakan ketrampilan yang
telah dipelajari sebelum dan sesudah bersekolah
2. Mempunyai sumber tenaga pribadi dan juga ketrampilan dalam
menyibukkan diri dan membahagiakan diri
3. Terdapat keseimbangan daya tahan untuk dikembangkan
Aquatics
1. Belajar dasar-dasar gaya renang secara cermat
2. Pengembangan cara bernapas
3. Mampu menempatkan irama atau ritme gerak dalam renang
4. Ada kemajuan dalam daya tahan
Pembelajaran Inovatif 5-21
5. Perkembangan dalam mengapung
Permainan
1. Belajar koordinasi mata dengan tangan dan mata dengan tungkai
2. Mengetahui penambahan aktivitas otot yang terdapat pada
kecepatan dan kelincahan
3. Perkembangan ketrampilan dalam penentuan gerak dasar
4. Perkembangan persepsi terhadap kemampuan motorik
Aktivitas Ritmik
1. Memperoleh dasar penambahan tentang irama
2. Memperoleh kemampuan langsung tentang gerak jasmani sesuai
dengan petunjuk guru
3. Belajar menampilkan gerak seperti temannya
4. Belajar merespon perubahan petunjuk atau dinamika seperti
terhadap suara lembut atau tinggi, dan cahaya kuat atau lemah
5. Belajar menentukan waktu dalam lari, berjalan, lompat, lempar dan
skiping
6. Membuat pola irama sederhana
Aktivitas pengembangan
1. Belajar ketrampilan dalam penampilan mekanika tubuh dalam
berbaring,duduk, berdiri dan berjalan
2. Ketrampilan untuk rileks
3. Ada perkembangan antara tendo otot dengan kekuatan otot untuk
mengatur kelayakan keselarasan tubuh
4. Pengembangan tingkat kekuatan,kecepatan, kelincahan dan daya
tahan untuk berpartisipasi secara aktif
Tes Terhadap Diri Sendiri
1. Mempunyai kemampuan membuat sikap untuk menarik perhatian
(stunt)
2. Menggunakan alat dengan membayangkan sesuatu sebagai
pohon, sepotong kayu atau air mengalir (fantasi)
5-22 Pembelajaran Inovatif
3. Mempunyai kemampuan menentukan irama lari untuk pendekatan
irama awalan untuk lompat
4. Pengembangan kekuatan otot, kelincahan, daya lenting dan daya
tahan
Cabang Olahraga yang Mulai Diajarkan
Beberapa cabag olahraga sudah bisa diperkenalkan kepada anak
sejak
usia
sekolah
dasar.
Cabang
renang
bahkan
sudah
bisa
diperkenalkan kepada anak sejak usia 3 tahun. Memasuki usia 6 tahun
loncat indah bisa mulai diajarkan. Hal ini karena perkembangan aquatik
anak sudah memasuki pada tahap yang cukup baik dimana anak mulai
bisa mengembangkan dasar-dasar gerakan berenang, cara bernapas dan
cara mengapung.
Selain renang, senam mulai bisa diajarkan pada anak kelas I SD
atau sekitar usia 6 tahun. Baik putra maupun putri dapat memulai pada
usia yang sama. Meskipun prestasi puncak untuk cabang olahraga senam
baru tercapai pada usia 14-18 tahun untuk putrid dan 22-24 tahun untuk
putra, namun latihan kelentukan pada senam sangat penting untuk dimulai
pada usia dini.
Selain renang dan senam, cabang olahraga yang dapat mulai
diajarkan
adalah
permainan
tennis
meja.
Permainan
ini
belum
memerlukan kekuatan otot yang tinggi sehingga anak usia 7 tahun dapat
mulai dikenalkan. Memasuki usia 8 tahun beberapa cabang lagi dapat
dikenalkan kepada siswa, antara lain: anggar, bola basket, bulu tangkis
dan tennis.
C. LATIHAN
Mari bermain menjala ikan!
1.
Bentuk dua kelompok penjala ikan yang masing-masing terdiri dari
5 peserta
2.
Peserta sisa lainnya berperan sebagai ikan yang harus dijala
Pembelajaran Inovatif 5-23
3.
Tentukan kotak/kolam sebagai tempat penyimpanan ikan yang
telah dijala
4.
Masing-masing kelompok penjala ikan saling berpegangan tangan
dan menjaga agar pegangan tidak lepas.
5.
Permainan dimulai dengan memberi aba-aba mulai atau dengan
meniup peluit
6.
Setiap kelompok penjala ikan berusaha bergerak secara serempak
untuk
memerangkap
ikan
dan
kemudian
membawanya
ke
kotak/kolam penyimpanan. Masing-masing anggota kelompok
harus berusaha secara sungguh-sungguh untuk menjaga untuk
bermain dan bergerak dalam satu kesatuan. Bila salah satu
anggota dinilai lemah, maka anggota yang lain harus memberi
motivasi dan berusaha membantu sehingga kekompakan dalam
kelompok tetap terjaga
XX X
X X
X X
X X
X
X
X X
X X X X
XXX
X
K
O
L
A
M
P
E
N
Y
I
M
P
A
N
A
N
Gambar 3. Permainan menjala ikan
Setelah melakukan praktek permainan menjala ikan, jelaskan ranah apa
saja yang dicapai dalam kegiatan/permainan tersebut
5-24 Pembelajaran Inovatif
E. TES FORMATIF
1. Mengapa pengetahuan tentang perkembangan motorik anak
diperlukan dalam menyusun model pembelajaran inovatif?
2. Ranah apa saja yang terkandung dalam permainan menjala ikan di
atas?
3. Apakah permainan tersebut di atas dapat menjadi model
pembelajaran inovatif? Jelaskan !
BAB VII. MODEL PEMBELAJARAN UNTUK KELAS III DAN
IV
A. KOMPETENSI
Standar kompetensi
Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan
kesehatan kelas III dan IV sekolah dasar
Kompetensi Dasar
Peserta pendindikan dan latihan profesi guru mampu menyusun model
pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas III dan IV
sekolah dasar
B. URAIAN MATERI
Tahapan Kemampuan Anak Kelas III dan IV ( umur 8-10 tahun)
Selain mengacu pada kurikulum, menyusun rencana pembelajaran
juga harus memperhatikan tahapan pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik. Tahapan kemampuan anak usia 8 sampai 10 tahun
merupakan
dasar
dalam
penyusunan
dan
pengembangan
model
pembelajaran pada siswa kelas 3 dan 4 sekolah dasar. Berikut adalah
perkembangan kemampuan pada anak usia 8-10 tahun.
Aktivitas Rekreasi
1. Menggunakan situasi hidup sehari-hari
2. Rasa dalam rumah seperti suasana bermain
3. Mengembangkan secara cukup ketrampilan agar layak bergabung
dalam sebuah kelompok
4. Menilai ketrampilan diri dengan cara membandingkan dengan
anggota lainnya
5. Memperbaiki ketrampilan berekreasi
6. Berkeinginan mempelajari ketrampilan sosial yang baru dan
meningkatkannya
5-26 Pembelajaran Inovatif
Aquatics
1. Pengembangan kemampuan yang berkaitan dengan air
2. Mengkoordinasi pernapasandengan gerak yang layak
3. Perkembangan daya tahan
4. Mampu menyelam ke dalam air
5. Mengembangkan bentuk gerak yang layak
6. Mengetahui secara layak masuk ke dalam air
7. Perkembangan kemampuan berenang dalam garis lurus dan dapat
mengetahui bahwa ia tidak berubah arah
Permainan
1. Mengembangkan daya tahan melalui aktivitas yang intensif
2. Bahwa aktivitas itu menolong individu dalam meningkatkan
kemampuan ketrampilan motorik
3. Belajar bila tulang dan otot berkembang, maka aktivitas dapat
dibentuk lebih siap dengan ketrampilan yang lebih baik karena
kematangan syaraf dan berlatih
4. Mengetahui bahwa penambahan ketrampilan biasanya akan
menambah kesenangan
5. Belajar menuruti kelelahan badan untuk istirahat dan rileks
Aktivitas ritmik
1. Mempunyai ketrampilan penampilan langkah lari secara sederhana
2. Mengembangkan koordinasi badan
3. Belajar kehalusan gerak dan kesenangan
4. Mengembangkan kemampuan dalam mengatur irama
5. Mengembangkan keseimbangan dan ketepatan waktu/timing dalam
setiap kesempatan
6. Mengembangkan kekuatan dan daya tahan, khususnya pada otot
perut dan tungkai
7. Mengembangkan koordinasi mata dengan tangan dan mata
dengan tungkai
Aktivitas Pengembangan
Pembelajaran Inovatif 5-27
1. Belajar rileks kalau merasa lelah
2. Mengembangkan pembiasaan mengkonsumsi nutrisi yang baik
3. Mampu menggunakan mekanika tubuh secara baik
4. Mengatasi perbedaan sebanyak mungkin
5. Pembiasaan hidup sehat
6. Menentukan ketrampilan sebanyak mungkin
7. Aktif berlatih latihan dasar bagi tubuh
8. Mengembangkan kekuatan, daya tahan dan kelentukan
Tes Terhadap Diri Sendiri
1. Belajar melatih otot-otot
2. Mempelajari bahwa latihan sehari-hari akan menolong memperbaiki
dan mengembangkan ketrampilan
3. Mengetahui bahwa ketrampilan yang memuaskan dalam suatu
gerak dapat di tes dengan suatu tes pencapaian
4. belajar bahwa ketertiban, ketenangan dan koordinasi
Cabang Olahraga yang Mulai Diajarkan
Anak usia 8-10 tahun dapat mulai dikenalkan dengan olah raga
anggar, bola basket, bulu tangkis, tennis lapangan, pencak silat, atletik
dan sepak bola. Cabang-cabang olahraga tersebut merupakan cabang
olahraga yang menggunakan kekuatan otot tertentu. Untuk itu pengenalan
cabang-cabang
olahraga
tersebut
harus
selalu
mengingat
pada
perkembangan kemampuan motorik dan otot.
Pada umumnya cabang-cabang olahraga permainan belum
diberikan secara penuh dengan menggunakan peralatan yang standar
seperti yang dipergunakan untuk pertandingan resmi/internasional.
Demikian juga dalam peraturan permainannya. Modifikasi beberapa
peralatan sangat penting untuk menghindari cedera. Misalnya ukuran dan
berat bola sepak, ukuran dan berat raket tennis dan lain-lain. Penyesuaian
peralatan dan peraturan permainan dengan tahapan perkembangan anak
5-28 Pembelajaran Inovatif
merangsang timbulnya kreativitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani
dan kesehatan.
C. LATIHAN
Buatlah
sebuah
rencana
pembelajaran
dan
pengajaran
yang
mencerminkan suatu model pembelajaran inovatif untuk siswa kelas III
dan IV SD. Susunlah lengkap dengan alokasi waktu untuk tiap kegiatan.
Tekankan bagian yang merupakan inovasi pembelajaran. Jangan lupa
untuk selalu berpedoman pada kurikulum dan perkembangan kemampuan
peserta didik
D. TES FORMATIF
1.
Jelaskan bagaimana perkembangan otot pada anak usia 8 –10
tahun!
2.
Apa saja yang harus diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran
inovatif suatu permainan?
3.
Bagaimana anda membuat suatu pembelajaran inovatif untuk
materi permainan sepabola ?
BAB VIII MODEL PEMBELAJARAN UNTUK KELAS V DAN
VI
A. KOMPETENSI
Standar Kompetensi
Menyusun model pembelajaran inovatif pendidikan jasmani dan
kesehatan kelas V dan VI sekolah dasar
Kompetensi Dasar
Peserta pendidikan dan latihan profesi guru mampu menyusun model
pembelajaran inovatif pendidikan jasmani untuk kelas V dan VI sekolah
dasar
B. URAIAN MATERI
Tahapan Perkembangan Anak Usia 10-12 tahun
Anak usia 10-12 tahun sudah mulai mengenal permainan
Tahapan kemampuan anak usia 10 sampai 12 tahun merupakan
dasar dalam penyusunan dan pengembangan model pembelajaran pada
siswa kelas V dan VI sekolah dasar. Berikut adalah perkembangan
kemampuan pada anak usia 10-12 tahun.
Aktivitas Rekreasi
1.
Mengembangkan pengetahuan ketrampilan dalam permainan
masyarakat dan aktivitasnya
2.
Mengembangkan ketrampilan social yang berguna bagi hidup di
kemudian hari
3.
Menunjukkan aktivitas kepemimpinan social agar menjadi
contoh yang baik, baik dalam pergaulan sehari-hari, saat pesta,
rapat-rapat dan permainan
5-30 Pembelajaran Inovatif
Aquatics
1.
Bertambahnya ketrampilan menyelam dan berenang dalam
macam-macam gaya
2.
Daya tahan bertambah
3.
Ada penambahan koordinasi antara lengan dan tungkai
4.
Mampu mengambang dan menguasai air
5.
Ada perbaikan dalam pernapasan
Permainan dan Olahraga
4.
Mengembangkan dasar bermain dan ketrampilan gerak
5.
Bertambahnya daya tahan otot, kekuatan otot dan koordinasi
6.
Ada perbaikan pada kecepatan dan ketepatan
7.
Berkembangnya
pengertian
tentang
cedera
yang
dapat
ditanggulangi dengan penambahan latihan yang intensif
8.
Mengetahui bagaimana rileks dan penggunaan saat istirahat
Aktivitas ritmik
1.
Pengembangan ketenangan dan keseimbangan
2.
Mampu menampilka langkah dasar
3.
berkembangnya ketrampilan , sopan santu dan kemampuan
jasmani
4.
Berkembangnya koordinasi tungkai, lengan, mata dan telinga
Aktivitas Pengembangan
1.
Perbaikan kekuatan lengan, bahu, punggung dan tungkai
2.
Mengoreksi kekurangan kekuatan otot bilaman mungkin dengan
frekuensi latihan yang banyak
3.
Koreksi yang kuat pada bentuk tubuh melalui kebiasaan seharihari
4.
Perbaikan parameter kebugaran fisik
Tes Terhadap Diri Sendiri
1.
Bentuk dan kekuatan tubuh menjadi lebih baik
2.
Koordinasi otot berkembang
3.
Mengerjakan senam awal dengan baik
Pembelajaran Inovatif 5-31
4.
Perlindungan waktu reaksi dan refleks menjadi baik
5.
Kemampuan, keberanian dan jaminan diri menjadi baik
Cabang Olahraga yang Mulai Diajarkan
Usia 10 –12 tahun merupakan usia yang sangat tepat untuk mulai
bermain beberapa cabang olahraga. Hal ini disebabkan karena pada usia
ini perkembangan otot, daya tahan dan ketrampilan gerak sudah cukup
bagus untuk memulai suatu permainan. Kekuatan otot dan kecepatan
gerak juga berkembang dengan baik. Dalam tahap ini juga sudah timbul
kesadaran untuk menghindari cedera dalam olahraga secara intensif.
Berikut adalah acuan mulai berolahraga anak usia 10-12 tahun untuk
beberapa cabang olahraga.
Tabel 2. Acuan umur anak mulai berolahraga, spesialisasi dan prestasi
puncak
No Cabang
Olahraga
Permulaan
olahraga
Spesialisasi
Prestasi
(th)
(th)
(th)
1
Tenis lapangan
8-10
12-14
16-18
2
Pencak silat
10-11
15-16
18-22
3
Atletik
10-12
13-14
18-23
4
Sepak bola
10-12
14-15
18-24
5
Bola voli
11-12
14-15
20-25
6
Kano
11-12
16-18
23-24
7
Panahan
11-12
16-18
18-22
8
Ski air
12
15-16
18-24
9
Softball
11-12
16-18
18-22
10 Bola tangan
12-13
15-16
18-24
11 Judo
12-13
15-16
18-25
12 Karate
12-13
15-16
18-25
5-32 Pembelajaran Inovatif
13 Layar
12-13
15-16
18-24
14 Polo air
12-13
15-16
18-24
15 Dayung
12-14
16-18
22-24
16 Hoki
12-14
16-18
22-25
C. LATIHAN
Dengan diberlakukannya sistem ujian nasional sebagai standart kelulusan
siswa, banyak siswa, orang tua dan bahkan guru menganggap bahwa
pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
bukan pelajaran yang
penting karena tidak masuk dalam mata pelajaran yang diujkan dalam
ujian
nasional.
Beberapa
sekolah
bahkan
mengurangi
atau
menghilangkan pelajaran ini untuk kelas VI, dan mengalokasikan waktu
untuk mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Sistem ini juga
berdampak pada menurunnya minat siswa kelas VI dalam mengikuti
pembelajaran pendidikan jasmani
dan kesehatan.
Beberapa anak
bahkan takut mengikuti pembelajaran karena khawatir akan mendapat
cedera saat berolahrag. Anda sebagai guru pendidikan jasmani,
bagaimana anda mengatasi permasalan ini?
`
D. TES FORMATIF
1. Buatlah model pembelajaran yang inovatif untuk mengenalkan
anak pada cabang olahraga bola voli!
2. Model pembelajaran apa yang sesuai untuk anak kelas VI SD?
Jelaskan jawaban anda!
3. Menurut
anda
apakah
unsur
rekreasi
penting
mengembangkan pembelajaran inovatif? Jelaskan !
untuk
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Pemanduan dan Pembinaan Bakat Usia Dini Buku 1.
Jakarta: KONI
Anonim. 2000. Pemanduan dan Pembinaan Bakat Usia Dini Buku 3.
Jakarta: KONI
Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani, Filosofi Pembelajaran dan
Masa Depan. Bandung: Nuansa
Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
BUKU AJAR
EVALUASI PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Evaluasi pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangat
penting bagi para pelaku pendidikan, khususnya guru harus memiliki
pemahaman tentang konsep evaluasi pembelajaran dan memiliki
kemampuan untuk memilih instrumen atau alat-alat tes, mampu membuat
alat-alat
tes
tersebut,
kemudian
juga
mampu
merancang
serta
melaksanakan tes sesuai dengan fungsi dari evaluasi itu sendiri, sebab
dengan evaluasi pembelajaran dapat dijadikan alat untuk melihat prestasi
siswa maupun secara tidak langsung dapat juga digunakan sebagai alat
untuk melihat prestasi guru maupun lembaga sekolah itu sendiri.
Hal yang menjadi sebuah pertanyaan adalah apakah setiap guru
sudah tepat dalam menentukan alat, cara / metode yang akan
dipergunakan, maupun sarana evaluasi yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Evaluasi
pembelajaran
pedidikan
jasmani
merupakan
suatu
rangkaian yang penting dalam proses pembelajaran, sebab sesederhana
tugas yang telah dilakukan, tanpa adanya proses evaluasi hasilnya tidak
akan dapat untuk dikategorikan, baik, buruk, berhasil ataupun tidaknya.
Namun apabila dilakukan proses pembelajaran, akan sangat
banyak manfaaat atau keuntungan yang dapat kita peroleh, misalnya,
untuk prestasi peserta didik, guru maupun lembaga penyelenggara
pendidikan itu sendiri.
6-2 Evaluasi Pembelajaran
2. Penyajian
2.1. Konsep Dasar Pengukuran dan Evaluasi
2.1.1. Keputusan Pendidikan
Masyarakat memandang pendidikan sedemikian penting untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap. Dan
bahkan lebih konkret lagi, pendidikan dianggap semacam investasi
sehingga kelak seseorang dapat memetik hasilnya, terutama berupa
peningkatan hidup yang layak. Pendidikan itu sendiri berlangsung melalui
proses yang cukup panjang yang diorganisasi sedemikian rupa dalam
lingkungan sekolah atau luar sekolah menurut pola-pola tertentu yang
dianggap terbaik, paling tidak menurut mereka yang membuat keputusan
tentang pendidikan.
Kebanyakan pendidik berpendapat, tugas lembaga pendidikan ialah
mendorong pertumbuhan seseorang ke arah tujuan yang diharapkan oleh
individu dan masyarakat sekitarnya. Tak mengherankan, jika seluruh
upaya dipusatkan untuk memacu siswa atau peserta didik untuk dapat
mencapai
tujuan
yang
diharapkan.
Berkaitan
dengan
itu,
dapat
dikemukakan beberapa pertanyaan, sudah berapa jauh tujuan pendidikan
Evaluasi Pembelajaran
berhasil
dicapai?
mencapai
Bagaimanakah
tingkat
kemampuan
kemajuan
yang
lebih
siswa,
baik
apakh mereka
daripada
waktu
sebelumnya? Untuk menjawab pertanyaan itu, maka pengukuran dan
evaluasi perlu diselenggarakan.
Yang menjadi masalah ialah, apakah guru-guru telah memiliki sikap
positif
terhadap
evaluasi
dan
apakah
mereka
dibekali
dengan
keterampilan yang memadai untuk melaksanakan tugas itu. Faktor yang
sangat penting ialah, guru-guru itu sendiri harus memiliki sikap dasar
yakni
memahami
dilaksanakan
evaluasi
sebagai
sebaik-baiknya,
tahap
sehingga
kegiatan
yang
pelaksanaan
perlu
evaluasi
berlangsung menurut prosedur yang dapat dipertanggung jawabkan dan
hasilnya relatif objektif dan fair. Hanya sayangnya, guru-guru kebanyakan
kurang siap dan terampil dala melaksanakan evaluasi yang baik. Bahkan
ada
kesan
umum
yaitu
kurangnya
kepedulian
tentang
perlunya
pelaksanaan evaluasi terutama karena jumlah siswa terlampau banyak
dan bahkan ada pula yang mengatakan, evaluasi hanya dilakukan oleh
guru-guru yang memahami statistik (Rusli, 1989).
2.1.2. Konsep-konsep Dasar
Sebelum kita maju ke pembahasan lebih lanjut, terdapat tiga macam
istilah pokok yang perlu dijelaskan. Ketiga istilah itu –tes, pengukuran, dan
evaluasi- sering dipakai dengan pengertian yang kurang tepat atau rancu
satu sama lain. Ketiga istilah itu memang saling berkaitan, tapi masingmasing memiliki pengertian yang khas.
1. Tes
Sebuah tes adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk memperoleh
informasi tentang seseorang atau objek. Yang ingin kita peroleh biasanya
tentan atribut atau sifat-sifat yang terdapat pada individu atau objek yang
bersangkutan. Informasi yang akan dihimpun itu bisa dijaring dengan
observasi, wawancara, angket atau bentuk lain yang sesuai.
6-3
6-4 Evaluasi Pembelajaran
2. Pengukuran
Pengukuran
ialah
proses
pengumpulan
informasi.
Biasanya
kita
menganggap, pengukuran merupakan penentuan skor secara objektif
berdasarkan performa. Memang, melalui pengukuran kita menentukan
kemampuan atau prestasi seseorang pada saat sekarang. Pemanfaatan
tes merupakan bagian dari proses pengukuran. Selain itu, hasil
pengukuran itu perlu dijabarkan dalam istilah waktu, jarak, jumlah atau
banyaknya tugas yang dikerjakan dengan sempurna. Sebagai contoh,
hasil pengukuran lari 100m kita nyatakan dalam detik (misalnya 11 detik)
atau bagaimana kemampuan seseorang melakukan gerakan sits-ups
yang dianggap mencerminkan daya tahan otot perutnya dinyatakan dalam
beberapa kali yang bersangkutan melakukan gerakan duduk-berbaring
secara berkelanjutan (misalnya si A 30x, si B 25x).
3. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses penentuan nilai atau kelayakan data yang
terhimpun. Karena itu, evaluasi mencakup pemanfaatan tes dan
pengukuran. Pengertian
evaluasi juga
dapat dikemukakan
dalam
ungkapan lainnya yakni sebagai proses penilaian secara kualitatif data
yang telah diperoleh melalui pengukuran. Sebagai conto, seorang guru
memperoleh gambaran dari hasil pengetesan, bahwa si Ahmad
memperoleh skor 50 dalam pelajaran matematik. Yang menjadi persoalan
ialah, apalah artinya skor 50 itu? Dengan membandingkan skor 50 dengan
skor rata-rata kelas. Misalnya 60, maka prestasi belajar si Ahmad dalam
matematik dapat ditafsirkan. Yakni masih berada di bawah prestasi belajar
rata-rata kelasnya. Proses pemberian makna skor 50 tersebut tadi disebut
evaluasi.
Berdasarkan definisi yang telah diutarakan di atas, maka jelaslah
bagi kita kaitan antara ketiga istilah itu tadi. Evaluasi mencakup kesemua
pengertian
dalam
tes
dan
pengukuran.
mencerminkan falsafah dan tujuan si penilai.
Evaluasi
juga
malah
Evaluasi Pembelajaran
Dalam situasi lainnya, guru yang bersangkutan dapat memanfaatkan
patokan berupa perbandingan kemampuan individu dengan individu
lainnya dalam satu kelompok. Sebagai contoh, seorang pelatih olahraga
yang bertujuan untuk memilih anggota tim bola voli dapat menentukan
pilihannya berdasarkan pada performan seorang calon yang dibandingkan
dengan calon-calon pemain lainnya. Penilaian semacam itu disebut
penilaian acuan norma. Tentu saja, mana kriteria yang akan diterapkan
akan mempengaruhi keputusan seseorang, dan tipe evaluasi itu juga
berkaitan dengan tes yang akan dipakai atau yang dengan sengaja harus
disusun oleh guru atau pelatih yang bersangkutan.
2.1.3. Pengetahuan dan Keterampilan yang Penting bagi Penilai
Apa yang harus diketahui oleh para guru, pendidik, atau petugas di
lembaga pendidikan tentang pengukuran dan evaluasi merupakan
seperangkat kompetisi yang harus dimiliki oleh para calon guru.
Bagaimana kaitan antara tujuan pendidikan, pengalaman belajar, proses
belajar dan prosedur evaluasi, terungkap melalui skema di bawah ini :
6-5
6-6 Evaluasi Pembelajaran
Keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan, tergantung pada
posisi guru yang melakuakannya. Keterampilan untuk guru Taman Kanakkanak atau guru SD tentu berbeda dengan keterampilan yang dibutuhkan
oleh guru pendidikan jasmani di SLTP atau SMU. Para penilik, penyuluh
dan psikolog di sekolah, juga membutuhkan kompetensi tertentu,
disamping kompetensi yang penting bagi guru-guru.
Persamaan umum bagi semua profesi ialah konsep dasar evaluasi,
prinsip dan keterampilan tertentu (misalnya, bagaimana cara mengolah
data dengan statistik deskriptif) bermanfaat bagi setiap tingkat. Bahkan
orang tua atau kalangan awam sekalipun mempunyai kepentingan dengan
pengukuran.
Penjelasan Ebel (1961) mungkin bermanfaat untuk diperhitungkan,
bahkan dapat diterapkan di Indonesia; dia mengemukakan faktor penting
bagi
semua guru dalam melaksanakan evaluasi seperti pada tabel berikut :
Evaluasi Pembelajaran
Selain memiliki sifat positif terhadap tes dan pengukuran, guru harus
mengetahui bagaimana melaksanakan beberapa aspek dari pengukuran
dan evaluasi itu sendiri, termasuk menyusun tes, dan menafsirkan
hasilnya.
Barangkali masih agak sulit bagi para guru untuk menyelenggarakan
tes yang bertujuan untuk mengukur potensi para siswa, termasuk aspek
lainnya seperti kondisi emosional. Namun yang paling dituntut ialah
mereka harus mampu mengukur dan mengevaluasi tingkat perkembangan
prestasi belajar para siswanya.
Selain itu, meraka harus tahu bagaimana memilih tes yang telah
tersedia, menerapkan inventori, skala rating atau daftar cek sebagai
instrumen pengumpulan data. Mereka juga harus mampu memahami
petunjuk pelaksanaan tes, penentuan skor, dan menafsirkan hasil tes.
6-7
6-8 Evaluasi Pembelajaran
Tentu saja kesemua kompetisi itu menentukan pembinaan yang
diantaranya ialah melalui kegiatan membaca sumber-sumber bacaan
tentang tes dan pengukuran. Sumber informasi dapat diperolah dari buku
ajar, review, dan laporan penelitian tentang suatu tes.
2.1.4. Tujuan dan Fungsi Suatu Tes
Findley (1936) mengemukakan tiga fungsi utama dari tes, yaitu untuk
kebutuhan pengajaran, administrasi, dan bimbingan. Ketiga fungsi ini
nampaknya masih relevan untuk diterapkan dalam kondisi pendidikan
dewasa ini di Indonesia.
Pengukuran yang baku bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan
administrasi dan bimbingan, sedangkan pelaksanaan pengukuran dengan
tes yang dibuat oleh guru itu sendiri sangat berguna untuk memenuhi
kebutuhan pengajaran.
Dari sudut fungsi pengajaran, tes bermanfaat :
a. merangsang guru untuk memahami makna tujuan pengajaran;
b. merupakan umpan balik bagi guru dan siswa;
c. membangkitkan motivasi belajar;
d. merangkum atau menata kembali bahan-bahan yang telah diajarkan
atau
yang telah dikuasai oleh siswa, hal mana sejalan dengan konsep
relearning.
Dari sudut administrasi, tes bermanfaat untuk :
a. dimanfaatkan sebagai mekanisme mengontrol kualitas suatu sekolah
atau
sistem sekolah;
b. memenuhi kebutuhan program evaluasi dan penelitian;
Evaluasi Pembelajaran
c.
membuat
keputusan
yang
lebih
baik
tentang
klasifikasi
dan
pengelompokan siswa;
d. meningkatkan kualitas pemilihan dalam membuat keputusan;
e. dipakai sebagai alat guna menentukan apakah seseorang kualifai atau
telah menguasai suatu pengetahuan (misal lulus masuk ke PT,
mendapat izin mengendarai kendaraan dan sebagainya).
Dari fungsi bimbingan, tes yang baik bermanfaat untuk melakukan
diagnosis terhadap bakat dan kemampuan khusus seseorang. Sebagai
contoh,
hasil
pengukuran
terhadap
prestasi
belajar,
minat
dan
kepribadian, sering dipergunakan sebagai informasi yang penting bagi
pelaksanaan bimbingan. Pemanfaatan informasi dan hasil tes baku
misalny jua berguna untuk memberikan bimbingan bagi seseorang ketika
dia harus menentukan pilihan mengenai program studi atau perguruan
tinggi.
Tes memerankan peranan yang vital dalam berbagai kegiatan,
termasuk dalam pembinaan olahraga dan penyelenggaraan pendidikan,
baik di sekolah maupun luar sekolah. Karena itu para pembina, guru, atau
apapun
namanya
harus
mengetahui
bagaimana
melaksanakan
pengetesan dan menafsirkan hasilnya secara tepat.
Dengan mempergunakan tes maka memungkinkan kita untuk
memperoleh pengukuran yang objektif (mendekati objektif). Berkaitan
dengan masalah pokok dalam dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini –
peningkatan mutu pendidikan- tes berguna untuk memperlancar kontrol
mutu, program evaluasi dan penelitian, pengelompokan siswa, pemilihan,
akreditasi tingkat penguasaan keterampilan dan pemberian sertifikat. Dari
sudut pengajaran, tes memberikan umpan balik, membangkitkan motivasi
dan sebagai relearning. Dari sudut bimbingan, tes berguna sebagai
diagnosis terhadap bakat dan kemampuan khusus.
6-9
6-10 Evaluasi Pembelajaran
2.2. Kriteria untuk Memilih dan Menyusun Tes
2.2.1. Kriteria Teknis-Validitas, Reliabilitas, Objekvitas
Terdapat tiga karakteristik utama dari sebuah tes, yakni validitas,
reliabilitas dan objekvitas. Ketiga kriteria ini sering disebutkan sebagai
persyaratan bagi setiap tes yang akan dipilih atau yang akan disusun.
Coba kita bahas satu persatu konsep tersebut.
1. Validitas
Validitas didefinisikan dalam pengertian, seberapa baik sebuah tes
mengukur apa yang ingin diukur ( Kirkendal, 1987 ).Dengan perkataan
lain, validitas sebuah tes menunjukkan seberapa baik tes tersebutdapat
memenuhi fungsi sesuai dengan penggunaannya.Jika suatu tes kurang
valid, informasi yang diperoleh juga kurang berguna.Sebagai contoh,
orang awam sekalipun mengetahui jika kita ingin mengukur kecepatan lari
seseorang, yang tepat untuk dipakai adalah jam tangan atau yang lebih
teliti lagi menggunakan stop watch.Hanya orang ‘ bego ‘ yang mengatakan
gunakanlah timbangan.Menga pa ? Karena yang paling sesuai untuk
Evaluasi Pembelajaran
memenuhi fungsinya adalah stop watch.Jika kita ingin mengetahui berapa
berat anak-anak balita dari sebuah Posyandu di desa “ Gunung Halu “
setelah memperoleh tambahan menu berupa susu bubuk “ Cap Nona “,
maka kita menggunakan timbangan atau dacing.
Akan lebih rumit persoalannya, jika yang ingin kita ukur yaitu sifatsifat psikologis yang lebih abstrak, seperti IQ, prestasi belajar dan sifatsifat lainnya.Kita akan bertanya, apakah tes yang akan kita pergunakan
benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur. Karena itu,
terkandung dalam istilah validitas ialah istilah relevansi. Seperti contoh di
atas, timbangan adalah relevan untuk hanya pengukuran sikap seseorang
terhadap objek tertentu (misalnya, sikap terhadap agama, politik, dan
sebagainya). Jadi, konsep validitas ini adalah kesesuaian fungsi dan
kemampuan instrumen untuk memperoleh informasi atau mengukur
atribut yang ingin diukur. Berkenaan dengan konsep validitas, ada
beberapa tipe :
6-11
6-12 Evaluasi Pembelajaran
1.1. Validitas Isi atau Validitas Logis
Salah satu cara untuk menilai validitas sebuah tes yaitu dengan
pertimbangan logis atau profesional. Prosedur ini biasanya digunakan
sebagai langkah awal menilai sebuah tes. Bila sebuah tes mengandung
butir yang dinilai logis untuk mengukur atribut yang ingin diukur (misalnya,
untuk mengukur keterampilan), maka tes itu disebut memiliki validitas logis
atau validitas isi.
Untuk
keterampilan
memukul
bola,
adalah
logis
bila
kita
menggunakan tes memukul bola. Demikian bola untuk mengukur
keterampilan memasukkan bola ke dalam keranjang dalam permainan
bola basket, maka yang digunakan adalah tes melempar bola ke dalam
keranjang itu.
Bila seorang guru ingin mengetes pengetahuan siswa dalam
penguasaan peraturan permainan misalnya, maka ia dapat menyusun tes
pengetahuan. Persoalan pertama adalah bahwa ia perlu memeriksa
kembali cakupan bahan yang menjadi sumber, misalnya dari GBPP atau
buku-buku ajar. Rancangan soal merupakan cuplikan yang dapat mewakili
cakupan seluruh bahan. Bila hal itu terpenuhi, maka tes pengetahuan itu
disebut memiliki validitas isi. Maksudnya, tes itu benar-benar dimaksudkan
dan berfungsi untuk mengukur materi pelajaran yang mesti dikuasai oleh
para siswa. Bila tidak terpenuhi syarat itu, maka kualitas tes adalah
sebaliknya yakni tidak sahih ditinjau dari cakupan dan keterwakilan isinya.
Meskipun prasyarat ini sangat penting, namun penilaian terhadap mutu
tes tidak hanya cukup sampai di situ. Sebab, masih dapat dianalisis lebih
lanjut dengan pendekatan yang lebih lengkap.
Andaikan dalam soal itu muncul topik yang relevan, misalnya tentang
sejarah permainan (bukan perkembangan peraturan), maka soal ujian itu
tidak valid. Demikian pula, jika yang ingin dicapai ialah kemampuan siswa
dalam menerapkan peraturan, maka manakala yang diukur hanya sampai
taraf mengetahu (misalnya hanya sampai mampu menyebutkan isi
Evaluasi Pembelajaran
peraturan sesuai dengan pasalnya), soal itu juga disebut tidak valid.
Dalam hal penyusunan tes kemampuan kognitif (tes kemampuan prestasi
akademis), maka relevansi topik dan jenjang kemampuan kognitif
merupakan unsur utama dari validitas isi.
Penentuan validitas isi dilakukan berdasarkan proses analisis yang
logis. Dengan menentukan butir tes secara secara cermat dalam
kaitannya dengan tujuan pengajaran, kita dapat membuat pertimbangan
sebagai berikut :
•
Apakah isi tes paralel dengan tujuan kurikulum, baik dalam hal isi
maupun proses?
•
Apakah terdapat kesinambungan antara tes dan tekanan dari
kurikulum?
•
Apakah tes bebas dari suatu keharusan yang tidak relevan?
Ketiga pertanyaan itu perlu dikemukakan untuk menilai suatu tes,
apakah memenuhi syarat validitas atau tidak.
Persoalan lainnya yang penting diperhatikan ialah, validitas isi jangan
dikacaukan dengan face validity yang kurang sistematik dalam hal analisis
secara logika. Suatu tes disebut mempunyai kualitas face validity jika
dalam kesan pertama tes itu nampak mengukur isi atau sifat-sifat yang
diharapkan. Padahal, jika ditelaah secara mendalam, yang ingin diukur
tidak terwakili dalam isi tes yang bersangkutan.
1.2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk (construct validity), seperti terlukis dalam bagan di
atas merupakan satu bentuk pengujian validitas dengan menggunakan
statistika. Sebuah konstruk adalah sebuah sifat psikologis atau atribut
kemampuan yang melekat pada seseorang, misalnya sikap ilmiah,
prestasi belajar atau stabilitas emosi. Dan banyak lagi contoh lainnya.
6-13
6-14 Evaluasi Pembelajaran
Semakin mampu sebuah tes mengukur sifat-sifat psikologis yang
ingin diukur, maka semakin tinggi kualitas validitas konstruk tes itu. Hal ini
sehubungan dengan kemampuan suatu tes yakni ia tidak dapat mengukur
sifat psikologis yang bersifat abstrak. Yang diukur adalah indikator yang
teramati yang dijabarkan dari konsep yang abstrak itu. Misalnya, apakah
yang disebut stabilitas emosi? Definisi operasional yang menunjukkan
perilaku teramati yang disimpulkan sebagai pertandat kestabilan emosi,
merupakan rujukan untuk merancang butir dan cakupannya.
Dari sudut analisis statistika, tiga prosedur yang lazim dipakai untuk
menguji validitas konstruk yakni analisis faktor, analisis regresi majemuk,
dan pengujian makna perbedaan skor rata-rata dua kelompok yang
ekstrim.
Dalam
buku
ini
akan
disinggung,
hanya
tentang
cara
menganalisis dua kelompok ekstrim, apakah berbeda secara nyata dalam
hal atribut tertentu.
Prosedur
yang
lazim
ditempuh,
pertama-tama
dengan
cara
menentukan 27% kelompok atas dengan skor tinggi-tinggi dan kelompok
bawah dengan skor rendah-rendah. Dari masing-masing kelompok
dihitung rata-rata dan simpangan baku. Dengan mempergunakan analisis
distribusi t maka kita dapat mengetahui apakah kedua skor rata-rata
memang berbeda secara nyata atau tidak (biasanya kita pergunakan
tingkat kepercayaan tertentu, 0,05 atau 0,01 sesuai dengan kebutuhan;
tingkat kepercayaan tersebut merupakan konsensus dalam statistika).
1.3. Validitas Konkuren
Pendekatan lainnya dibuat berdasarkan fakta empirik, yakni
pengujian validitas konkuren. Disebut demikian, karena akan menjadi
kriteria bagi tes yang akan disusun ialah tes yang telah ada. Beberapa
kriteria yang sering dipakai, seperti misalnya dalam penyusunan tes
kemampuan atau keterampilan olahraga ialah sebagai berikut.
Evaluasi Pembelajaran
(1) Pendapat para ahli; sekelompok ahli menilai secara subjektif
kemampuan
siswa yang bersangkutan, dan kemudian hasilnya dikorelasikan dengan
kor yang diperoleh dari pengikuran dengan mempergunakan tes yang
baru disusun; koefisien korelasinya menunjukkan seberapa besar
koefisien
validitas konkuren;
(2) Hasil pertandingan dalam cabang atau nomor yang bersangkutan; skor
yang diperoleh dari tes baru dalam bulutangkis misalnya, kemudian
korelasinya dengan point atau urutan kedudukannya hasil turnamen
setengah kompetisi; dan
(3) Tes lama yang telah dianggap valid. Contoh ketiga ini misalnya
tentang
tes lari 12menit, apakh valid untuk meramalkan VO2 mx seseorang.
Dari
hasil pengukuran diperoleh persamaan :
VO2 = -11,2878 + 35,9712 (jarak dalam mil yang ditempuh
seseorang selama lari-jalan kaki 12 menit)
1.3. Validitas Prediktif
Suatu tes memiliki kualitas validitas prediktif jika tes itu mampu
menggambarkan seberapa cocok prediksi dengan hasil nyata. Misalnya,
tes saringan masuk ke suatu perusahaan mempersoalkan seberapa
mampu tes itu merupakan tes atau alat menunjukkan indikator dari sifatsifat psikologis atau kemampuan yang diharapkan bagi suatu pekerjaan
(misalnya sebagai sekretaris, penjual yang sukses atau penjaga
keamanan). Soal-soal ujian masuk perguruan tinggi akan disebut memiliki
6-15
6-16 Evaluasi Pembelajaran
validitas prediktif yang baik jika hasil ujian mahasiswa yang bersangkutan
memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil-hasil perkuliahan.
Dengan perkatan lain, hingga mana skor tes itu berkaitan dengan
keberhasilan seseorang di perguruan tinggi menggambarkan seberapa
jauh kemampuan tes itu untuk memenuhi fungsinya guna meramalkan
prestasi belajar seseorang. Kecermatan prediksi itu biasanya tergambar
dari besarnya koefisien korelasi antara skor tes dengan kriteria.
Validitas prediktif selalu berhubungan dengan kriteri tertentu. Bagi
para pemakai tes, yang menjadi persoalan adalah apakah kriteri yang
tepat
untuk
dipakai.
Seperti
halnya
contoh
tadi,
apakah
yang
dipergunakan keseluruhan hasil kuliah mahasiswa yang bersangkutan
sejak tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya? Bukti-bukti empirik
(silahkan teliti lebih lanjut) menunjukkan tak begitu erat kaitan antara hasil
ujian ke perguruan tinggi dengan prestasi akademis mahasiswa. Yang
menjadi masalah ialah, bahwa ada faktor penyela lainnya yang ikut
mencampuri proses perkuliahan (misalnya motivasi belajar, keteraturan
kuliah, dan sebagainya).
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan syarat penting bagi suatu tes, tapi tidak
menjamin tercapainya validitas. Yang perlu kita tekankan ialah, konsep
validitas dan reliabilitas merupakan konsep sentral dalam tes pendidikan
dan tes aspek psikologis.
Reliabilitas suatu
tes
menggambarkan
konsistensi
dari hasil
pengukuran terhadap orang yang sama dengan alat ukur atau tes yang
sama. Reliabilitas suatu tes dinyatakan dakam koefisien reliabilitas yang
diperoleh berdasarkan perhitungan korelasi.
Dalam
konsep
reliabilitas
terkandung
kesalahan
pengukuran,
sehingga skor yang diperoleh adalah skor yang sebenarnya plus
kesalahan atau galat (error).
Evaluasi Pembelajaran
Kesalahan sistematik (systematic error) ialah perubahan dalam
performa atau perilaku seseorang disebabkan karena faktor biologis.
Seseorang akan menampilkan kemempuan yang berbeda dari hari ke hari
atau antara usaha yang pertama dan seterusnya, karena kemampuan
seseorang dalam suatu bidang bukan sebagai perilaku alamiah. Sebagai
contoh, tinggi badan si Ani memiliki variasi yaitu 160 cm, 160,5 cm dan
161 cm. Variasi tersebut mungkin karena alat yang dipakai berbeda-beda
kecermatannya, dan si pengukur itu sendiri melakukan kesalahan dalam
membaca skala.
Yang pertama disebut kesalahan pengukuran dan yang kedua
disebut kesalahan sistematik. Dalam tes kemampuan atau keterampilan
misalnya, justru kesalahan sistematik inilah yang lebih sulit untuk
dikontrol. Sebaliknya dalam tes tertulis (misalnya tes pengetahuan dalam
olahraga, kesehatan) kesalahan sistematik ini kurang begitu kuat
dibandingkan dengan tes kemampuan fisik atau keterampilan dalam suatu
cabang olahraga.
Bagaimana
menentukan
Bagaimana
menentukan
kesalahan,
membutuhkan penerapan statistika seperti teknik analisis variasi yang
tidak akan dibahas dalam buku ini. Yang akan dibahas ialah pendekatan
dalam pengujian reliabilitas suatu tes adalah :
2.1. Reliabilitas Tes-Retes
Istilah koefisien tes-retes dapat pula disebut koefisien stabilitas.
Istilah stabilitas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa seseorang dapat
berubah dari waktu ke waktu. Hal itu bukan karena perubahan dalam tes,
tapi fluktasi dalam beberapa aspek dan karakteristik yang diukur. Variasi
yang terjadi di dalam individu itu sendiri dan variasi antar individu yang
diukur.
Realibilitas
tes-retes
diperoleh
dengan
cara
melaksanakan
pengetesan dua kali terhadap sekelompok subjek dengan memakai tes
yang sama. Koefisien reliabilitas tes-retes lebih tinggi daripada koefisien
6-17
6-18 Evaluasi Pembelajaran
tes berbentuk paralel, karena dalam bentuk paralel mungkin saja isinya
berbeda.
Yang menjadi persoalan dalam pengujian reliabilitas tes-retes ini
ialah berapa lama selang waktu antara tes pertama dan kedua?
Keberatan dari pendekatan tersebut ialah, skor subjek pada pengetesan
kedua mungkin meningkat karena dia masih ingat atau hafal akan tugastugas/soal-soal yang harus dikerjakan. Dan mungkin saja selama selang
waktu antara tes pertama dan tes kedua subjek yang bersangkutan
melakukan latihan. Kirkendall, dkk (1987) mengemukakan, selang
waktunya sebaiknya cukup lama agar subjek yang bersangkutan tidak
mengulang
kesalahan,
atau
jangan
terlalu
lama
sehingga
yang
bersangkutan dan kesempatan untuk berlatih selama selang waktu tes
pertama dan kedua, termasuk lupa bagaimana cara melaksanakan atau
menyelesaikan
tes.
Baumgartner
(1969)
melaporkan,
perhitungan
reliabilitas tes-retes yang dilaksanakan pada hari pertama cenderung
menghasilkan koefisien reliabilitas yang terlampau tinggi. Karena itu
disarankan, pengetesan sebaiknya dilaksanakan pada hari yang berbeda.
2.2. Reliabilitas Tes Bentuk Paralel (Bentuk Kembar)
Sejak tahun 1910, pendekatan tes berbentuk paralel (tes kembar)
disukai sebagai metode untuk menafsirkan koefisien reliabilitas suatu tes.
Koefisien tersebut diperoleh dengan cara memberikan tes yang isinya
dianggap serupa. Bentuknya dianggap atau disebut paralel jika skor
seseorang sama untuk kedua bentuk tes itu. Jika kesalahan standar dari
pengukuran bentuk pertama sama dengan bentuk tes kedua.
Kerugiannya, bagi beberapa tes pendekatan tersebut kurang praktis,
umpamanya jika si pemakai hanya membutuhkan satu bentuk atau tidak
untuk mengembangkan bentuk lain. Selain itu, betapa sulit untuk
menyusun tes yang isinya sama tapi bentuknya (butir-butirnya) nampak
berbeda. Karena tes kembar juga memerlukan waktu pelaksanaan tes
sebanyak dua kali (seperti halnya tes-retes), maka skor tes kedua dapat
Evaluasi Pembelajaran
dipengaruhi oleh faktor tertentu seperti motivasi siswa, kelelahan,
kebiasaan, dan kebosanan. Faktor-faktor tersebut merupakan hambatan
bagi pengguna tes semacam itu.
2.3. Reliabilitas Belah Dua (Split-Half)
Untuk
menghindari
kelemahan
pelaksanaan
tes-tes
atau
penggunaan bentuk paralel, maka tes dapat dibagi menjadi dua bagian
yang sama. Total skor dari butir-butir testesnomor gasal dikorelasikan
dengan total skor tes bernomor genap. Hasil korelasi tes yang dipecah
menjadi dua ini, selanjutnya diramalkan dengan rumus Spearman-Brown,
guna memperoleh reliabilitas keseluruhan tes :
Reliabilitas = 2 (reliabilitas ½ tes)
seluruh tes 1+ (reliabilitas dari ½ tes)
3. Objektivitas
Objektivitas suatu tes didefinisikan sebagai derajat kesepakatan di
antara beberapa orang pengetes. Suatu tes dikatakan objektif, manakala
terdapat kesamaan skor yang diberikan oleh beberapa orang penilaian.
Sebagai contoh, tes pilihan berganda dikatakan objektif, karena skor yang
diberikan oleh dua orang penilai atau lebih akan serupa satu dengan
lainnya. Namun pemberian nilai terhadap penampilan siswa dalam loncat
indah, senam atau tes esai misalnya, tentu akan lebih rendah
objektivitasnya ketimbang skor tes objektif tersebut tadi.
Istilah lain bagi objektivitasnya ialah reliabilitas penilai, yakni
konsistensi skor yang diberikan oleh beberapa penilai terhadap suatu
performa. Sebagai contoh, kita dapat menghitung seberapa besar
objektivitas 2 orang penilai (misalnya, penilaian terhadap keterampilan
dalam melakukan loncatan dalam loncat indah) dengan cara menghitung
korelasi pasangan skor yang diberikan oleh masing-masing penilai
terhadap beberapa peloncat.
6-19
6-20 Evaluasi Pembelajaran
2.2.2. Kriteria Pelengkap
Validitas, reliabilitas dan objektivitas merupakan persyaratan utama
dalam memilih atau menyusun tes baru. Syarat-syarat lainnya seperti
pada halaman berikut.
Apa Kriteria Pelengkap Lainnya ?
1. Ekonomis : Bagi kepentingan pengajaran (relatif mengalami kelangkaan
sumber daya) sebaiknya tes dipakai tergolong murah
(misalnya dalam biaya perlengkapan atau pengadaannya).
2. Mudah diselenggarakan : Tes sebaiknya mudah dilaksanakan dan
petunjuk pelaksanaanya dapat dengan mudah dipahami,
termasuk kriteria penafsiran hasilnya.
3. Pengembangan proses belajar : Tes juga harus dapat membangkitkan
motivasi belajar dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Sehubungan dengan hal ini, tes sebainya menarik minat
siswa.
4. Pengembangan norma : Hasil tes baru akan bermakna jika ditafsirkan
Karena
itu,
norma
perlu
ditetapkan,
apakah
memakai nama kelompok atau nama absolut.
2.3. Pengetesan Keterampilan Olahraga
Persoalan
berikutnya
yang
sering
diperbincangkan
adalah
bagaimana mengevaluasi keterampilan berolahraga. Sudah banyak
dikembangkan tes objektif untik keterampilan. Pengujian validitas dan
reliabilitasnya juga dilakukan. Namun yang menjadi persoalan adalah
penerapan tes itu memakan waktu dan tenaga sehingga akhirnya sukar
Evaluasi Pembelajaran
untuk diterapkan. Bab ini membahas alternatif lainnya dalam pelaksanaan
tes keterampilan dengan lebih menekankan aspek kependidikannya.
Alternatif yang dikembangkan adalah evaluasi deskriptif, tidak dalam
bentuk tes objektif yang sebenarnya kehilangan konteks, sebab suasana
penampilan keterampilan tidak seperti keadaan yang sesunggunhnya.
2.3.1. Pengembangan Instrumen
Ada kemungkinan bahwa instrumen yang dibutuhkan tidak tersedia,
dan karena itu guru perlu menyusun sendiri instrumen yang dimaksud.
Beberapa rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
tes keterampilan adalah sebagai berikut :
•
Identifikasi kemampuan atau keterampilan yang ingin diukur.
•
Pilihlah atau kembangkan butir keterampilan yang dapat mengetes
kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kriteria.
•
Berikan jaminan bahwa alat-alat yang digunakan aman, bebas dari
potensi mencelakakan siswa
•
Buatlah percobaan dalam skala kecil untuk mengkaji keterpakaian tes.
•
Buat revisi dan petunjuk penggunaan
•
Kembangkan norma
•
Susun pedoman pelaksanaan tes
•
Secara periodik tes itu disempurnakan
Penentuan Tujuan Tes
Berkenaan dengan tujuan tes, ada beberapa pertimbangan yang
harus diputuskan secara masak. Perimbangan itu berkenaan dengan hal
sebagai berikut.
•
Apakah tes itu untuk tujuan menilai keberhasilan setelah program
selesai (sumatif) atau untuk memantau kemajuan belajar (formatif)?
6-21
6-22 Evaluasi Pembelajaran
Tes
keterampilan
dapat
diterapkan
untuk
membentuk
kedua
kebutuhan tersebut. Bila tujuannya ditekankan pada tes normatif, maka
keterampilan yang diukur adalah keterampilan yang fundamental yang
sering dilakukan sehari-hari.
Sehubungan dengan kebutuhan itu, maka rumuskan secara jelas
definisi operasional keterampilan yang ingin diukur.
•
Apakah kriteria yang diterapkan. Acuan Patokan atau Norma
Bila yang diinginkan adalah penguasaan tuntas, maka yang diterapkan
adalah acuan patokan, dan persoalannya, berapa persen penguasaan
yang
dimaksud?
80%
atau
70%
tentu
bergantung
pada
keterampilannya.
Acuan patokan membutuhkan
skors batas
penentuan
sukses,
sementara
acuan norma lebih mengutamakan gambaran kemajuan belajar dan
status
siswa dibandingkan dengan siswa lainnya.
Pencapaian hasil berupa penguasaan keterampilan hingga sekitar 80%
saudara cukup baik dan cocok untuk siswa SLTP. Dalam kasus tertentu,
misalnya berenang keterampilan itu harus tuntas
•
Apakah yang diutamakan proses atau hasil?
Pendidikan jasmani memang lebih mengutamakan proses, sebab hasil
itu merupakan tujuan kedua, yang akan dicapai bila proses berjalan
dengan baik. Lagipula, dalam pendidikan jasmani ada keterampilan yang
memang baru bisa dicapai setelah ditempuh waktu yang cukup lama.
Evaluasi Pembelajaran
Identifikasi Keterampilan
Apa keterampilan yang akan diukur harus diidentifikasi secara
cermat. Hal ini ada kaitannya dengan cara mengukurnya. Sehubungan
dengan hal ini kita dapat membagi dua macam tipe keterampilan : diskrit
dan kontinus, yang variasinya adalah keterampilan serial.
Tipe lainnya yaitu berdasarkan pada pelaksanaannya, apakah
keterampilan itu sepenuhnya dikendalikan oleh si pelaku (self paced)
seperti penahan, bowling, golf. Atau keterampilan yang dikendalikan oleh
faktor luar seperti sepakbola, bola basket, bola voli, dll.
Sesuai dengan kaidah pengajaran yang disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan siswa, penentuan keterampilan itu juga
mempertimbangkan kemampuan siswa dalam memproses informasi.
Pada tahap awal, fungsi kemampuan kognitif dalam memproses informasi
ini sangat penting dan kian berkurang setelah keterampilan itu semakin
otomatis. Jadi, keterampilan diskrit lebih cocok untuk pemula, sedangkan
keterampilan serial (kontinous) cocok untuk pelajar yang sudah lebih maju
kemampuannya.
Faktor usia dapat menjadi bahan pertimbangan. Anak-anak usia
muda seperti SD lebih cocok untuk memperoleh tes penguasaan
keterampilan dasar, sedangkan siswa SLTP yang makin matang, sudah
dapat memperoleh tugas yang lebih kompleks. Karena itu, corak tes
keterampilan untuk anak usia muda adalah keterampilan diskrit, seperti
melompat, melempar, menangkap, berputar, berguling, yang kemudian
dapat meningkat kesulitannya terutama bagi anak yang sudah lebih maju
kecakapannya.
Memilih dan Mengembangkan Butir
Kriteria pertama adalah analisis keseluruhan keterampilan yang
terkait dengan suatu cabang olahraga, bila yang dites keterampilan.
Selanjutnya, tugas penting adalah memilih keterampilan yang dianggap
paling esensial.
6-23
6-24 Evaluasi Pembelajaran
Yang dianalisis adalah tugas gerak yang dikaitkan dengan kriteria
penguasaan bila diutamakan pengausaan tuntas. Pertanyaannya, sejauh
mana tes itu dapat menggambarkan taraf penguasaan tugas dengan
kriteria tuntas?
Demikian pula jika dikaitkan dengan acuan norma, maka tes
keterampilan itu dapat membedakan kemampuan satu siswa dengan
siswa lainnya.Maksudnya, daya pembedanya harus dapat diandalkan.
Bila sudah disusun butir tes dan orientasi penguasaannya, maka
perlu disusun pedoman ppelaksanaannya.
Penyediaan Fasilitas yang Aman
Ketersediaan alat yang menjamin keselamatan dalam pelaksanaan
tes harus dipertimbangkan dan disiapkan.Lapangan tidak licin dan becek,
atau permukaannya tidak kasar ( banyak batu, dll ).Kondisi terbaik yang
ada di sekolah, itulah yang dimanfaatkan.Gunakan semaksimal mungkin
potensi lingkungan untuk melaksanakan tes.
Pengkajian Uji Coba dan Revisi
Uji coba lapangan, dimakssudkan untuk memperoleh informasi
tentang
kekurangan
tes,
termasuk
keunggulannya.Berdasarkan
kekurangan itu maka kita dapat membuat perbaikan yang diperlukan,
misalnya tentang prosedur pelaksanaan yang memungkinkan siswa
menampilkan kemampuan terbaik.Tata cara perekaman performa siswa
juga menjadi bahan pengamatan, apakah praktis atau terlampau rumit ?
Penentuan Validitas Internal dan Eksternal
Seperti halnya penentuan tata cara pelaksanaan tes, persoalan
penting adalah, apakah ada prosedur yang memadai untuk menjamin
validitas internal ? Para ahli atau teman sejawat dapat membantu untuk
mengumpulkan data hingga kemudian dapat diperhitungkan korelasi
Evaluasi Pembelajaran
antara skors butir dengan skors keseluruhan.Hasilnya menunjukkan
validitas internal.Makin tinggi koefisien korelasinya ( mendekati 1, 00 )
maka makin bagus validitas internal itu.Maksudnya tes itu makin
memperkirakan kemampuan siswa.
Namun harus diingat, korelasi antara sesama butir itu sebaiknya
rendah, dan tinggi korelasi butir dengan skors dengan skors keseluruhan
yang yang telah diubah berdasarkan skors T ( pelajari kembali cara
menghitung skors T ).Pada umumnya korelasi majemuk antara butir dan
kriteria internal itu adalah 0, 80 atau lebih dan hal itu dipandang
memuaskan.
Dalam konteks evaluasi acuan patokan, maka validitas konstruk
diartikan sebagai seberapa mampu tes itu dapat menempatkan siswa
dalam kategori atau taraf penguasaan keterampilan.
Penentuan Norma
Data yang diperoleh tidak akan bermakna jika tidak ditafsirkan
terlebih dahulu dan untuk itu diperlukan norma kelompok atau acuan
patokan.Pengumpulan data yang diperoleh dari beberapa kelompok siswa
dapat
dipakai
untuk
menetapkan
norma.Sekurangnya
200
orang
digunakan untuk memperoleh data untuk menyusun norma.
Menulis Manual
Bagaimana tes dilaksanakan ?
Bagaimana mengadministrasinya ?
Untuk itu perlu disusun manual atau buku pegangan petunjuk
pelasksanaan tes.Dengan demikian, siapa saja, bila mengikuti prosedur
yang telah disusun akan dapat menghasilkan data dengan mutu yang
setara.
6-25
6-26 Evaluasi Pembelajaran
Mengevaluasi Tes
Tidak ada satupun tes yang mampu memenuhi kebutuhan dengan
mutu terjamin, apalagi jika tes tersebut baru disusun.Untuk meningkatkan
mutu pengetesan, tes tersebut perlu dikaji ulang.
2.3.2 Penilaian Berskala ( Rating Scale )
Penilaian berskala merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan untuk merekam performa siswa.Tes objektif mengukur
penguasaan kecakapan siswa melakukan butir-butir tes di luar konteks
kegiatan yang sesungguhnya.Dengan memakai penilaian berskala,
pengukuran
berlangsung
dalam
situasi
yang
sebenarnya.Misalnya
pengukuran keterampilan bermain bola voli ( bisa dimodifikasi )
dilaksanakan dalam permainan bola voli, begitu pula dalam renang,
sepakbola, bola basket, dan cabang-cabang olahraga lainnya.
Setelah diidentifikasi komponen keteranpilan essensial untuk satu
cabang, kita tetapkan rentang penilaian.Biasanya digunakan skala 15.Penampilan terbaik diberi skors 5 dan yang terendah ( belum menguasai
) diberi skors 1.Contoh pada cabang olahraga renang.Dalam contoh itu
tertuang beberapa komponen gerak yang kemudian dirinci, sesuai dengan
struktur gerak.Acuan yang digunakan adalah penguasaan gerak tuntas,
maksudnya,
keterampilan
yang
diperagakan
mendekati
standart
penampilan yang dapat diterima.
Dari setiap komponen tersebut kemudian dipecah menjadi
beberapa sub komponen.Misalnya, dari struktur gerak, gerakan badan
meluncur dan koordinasi ayunan lengan, dirinci pelaksanaan tugas gerak
dengan kriteria penilaian, dari keadaan belum mengusai sampai akhirnya
dapat menguasainya.
Evaluasi Pembelajaran
Contoh Penilaian untuk senam :
Modifikasi penilaian resmi yang ditetapkan oleh Persatuan Senam
Seluruh Indonesia ( Persani ), dapat diterapkan untuk setiap nomor :
senam lantai, kuda lompat, palang tunggal, palang sejajar dan kuda
berpelana.Penilaiannya, maksimum 10 untuk gerakan terbaik ( dapat
dipakai acuan patokan, dan acuan norma ).
Komponen penilaian meliputi :
- Kesan umum
: 0,5
- Pelaksanaan
: 4,0
- Kesukaran
: 3,0
6-27
6-28 Evaluasi Pembelajaran
- Kombinasi
: 2,0
- Komponen gerak
: 0,5
Jumlah
: 10
Dapat juga dikembangkan penilaian untuk setiap komponen gerak atau
teknik, seperti dalam senam lantai.Misalnya, penilaian guling ke depan,
guling ke belakang, hand stand, dan lain-lain.
Pengukuran teknik cabang olahraga melibatkan teknik-teknik dasar
yang essensial sesuai dengan kecabangannya.Penilaian keterampilan
dasar
juga
dapat
dilaksanakan
terlebih
dahulu
mengidentifikasi
keterampilan dasar yang pokok dan perlu dikuasai oleh siswa.Asas
pengajaran sesuai pertumbuhan dan perkembangan tetap sebagai
pegangan utama dalam pengukuran.
Hal ini ada kaitannya dengan penggunaan acuan patokan.Kriteria
yang terlampau tinggi dan berat, memungkinkan akan banyak siswa yang
dinilai gagal menguasai kecakapan yang telah diajarkan.
Tidak
ada
teknik
pengukuran
yang
benar-benar
mampu
menggambarkan kemampuan yang sesungguhnya.Pemakaian tes objektif
cenderung tidak sesuai dengan situasi yang sebenarnya.Penilaian
berskala dapat disusun untuk mengukur penguasaan keterampilan, baik
yang tertuju pada komponen keterampilan maupun penguasaannya
secara
menyeluruh
dan
diterapkan
dalam
permainan
yang
sesungguhnya.Hal ini misalnya untuk cabang permainan seperti sepak
bola, bola basket dan lain-lain.
2.4 Penentuan Nilai
Kita membedakan evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.Dalam
evaluasi formatif, hasil tes disampaikan kembali kepada peserta sebagai
umpan balik bagi penyempurnaan penampilan mereka.Evaluasi sumatif
merupakan pengukuran data tentang prestasi atau kemampuan siswa dan
penyempurnaan program, formatif sangat bernilai.Namun, demikian hasil
Evaluasi Pembelajaran
evaluasi sumatif juga sangat penting, terutama untuk menentukan nilai
seseorang.Dalam bab ini penentuan nilai akan kita bicarakan secara lebih
terinci.
Penentuan nilai pada setiap akhir caturwulan atau semester sangat
penting artinya dalam pengajaran dengan beberapa alasan, yakni :
1. Nilai memberikan gambaran tentang kemampuan siswa yang
bersangkutan
baik bagi dirinya maupun bagi orng tuanya.
2.
Nilai
dapat
digunakan
untuk
membangkitkan
motivasi
untuk
menyempurna
kan penampilan
3. Nilai merupakan dasar untuk penentuan kenaikan kelas atau kenaikan
ting
kat.
Dengan kata lain, skor yang diperoleh para siswa tak akan ada
artinya apabila tidak diubah ke dalam bentuk nilai.Pemaparan kemajuan
belajar siswa itu juga dapat disajikan dalam bentuk deskriptif.Gambaran
kemajuan itu juga dapat diubah ke dalam bentuk nilai, bila lembaga
pendidikan atau sekolah menginginkannya.
2.4.1 Kritik Terhadap Penilaian
Beberapa masalah dilontarkan sehubungan dengan penentuan
nilai, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Penentuan nilai tidak cermat
Pada sebagian besar perguruan tinggi, kebanyakan siswa atau
mahasiswa memperoleh nilai C.Pemberian nilai tidak lepas dari faktor
subjektif.Atau di sekolah dasar dan jenjang yang lebih lanjut,pemberian
nilai tengah-tengah,seperti 6 dianggap lazim dan pantas, sementara guru
pendidikan jasmani bersikap kikir untuk berani memberikan nilai 8 atau 9.
6-29
6-30 Evaluasi Pembelajaran
2. Para siswa yang memperoleh nilai rendah cenderung kurang
termotivasi dalam kegiatan belajar.
3. Penentuan nilai cenderung membeda-bedakan seseorang
suatu hal yang dianggap bertentangan dengan asas demokrasi, dan
jika tidak cermat pelaksanaannya dapat menimbulkan masalah sosial
psikologis seperti persepsi diri yang rendah atau siswa merasa
sebagai orang yang berstatus rendah dan hilang percaya diri.
4. Dengan segala kebenarannya, penilaian perlu kita lakukan, dan hal ini
biasanya kita nyatakan dalam nilai A, B, C, D dan G untuk jenjang
perguruan tinggi, atau dinyatakan dalam skala 1-10
untuk jenjang
pendidikan SD, SLTP, dan SMU.Untuk meningkatkan kecermatan
penilaian, kita perlu memahami beberapa prinsip sebagai pegangan.
2.4.2 Patokan Bagi Penilaian
Seperti yang telah disinggung pada awal bab ini, penilaian
ditentukan dengan memperhatikan kriteria tertentu : penilaian acuan
norma
atau
penilaian
acuan
patokan.Pendekatan
acuan
norma
dipergunakan untuk membedakan kemampuan seseorang dengan lainnya
dalam suatu kelompok.Dengan kata lain, penampilan seseorang apabila
dibandingkan dengan yang lain untuk mengetahui seberapa baik yang
bersangkutan dalam kelompok.Sebaliknya, pendekatan acuan patokan
akan
membandingkan
kemampuan
seseorang
dengan
tingkat
penguasaan tertentu.Karena itu, teka
nan dari penerapan acuan patokan adalah penetapan tingkat penguasaan
( misalnya, pengetahuan atau keterampilan ) pada diri seseorang : acuan
norma
kelompok
menitikberatkan
seseorang dari rata-rata kelompoknya.
seberapa
jauh
penyimpangan
Evaluasi Pembelajaran
2.4.3 Tipe Penilaian
Penilaian atau pemberian angka dapat dilakukan dalam berbagai
cara.Beberapa cara secara umum dikemukakan sebagai berikut :
- Skor sebenarnya yang diperoleh dari tes
Hasil tes kebugaran jasmani, penguasaan keterampilan, dan aspek
pengukuran
lainnya
dilaporankan
sesuai
dengan
hasil
yang
sebenarnya.Namun cara ini tidak lazim diterapkan di Indonesia
- Persentase ( misalnya 65 persen, dan 90 persen )
Cara ini kurang lazim untuk dipergunakan di Indonesia.Meskipun bisa
dipakai, tapi kritik terhadap penilaian ini adalah penilaian tersebut tidak
realistik
- Skor standart ( misalnya skor T dan urutan-urutan persentil )
Skor standart bisa dipakai jika diterapkan penilaian acuan norma.Jika
diterapkan penilaian acuan patokan, skor standart tak dapat dipakai
- Nilai dengan huruf ( yakni, A, B, C, D, dan G )
Cara ini paling lazim dipakai seperti yang diterapkan di perguruan tinggi
di Indonesia dewasa ini.Huruf itu dapat diartikan :
A
: baik sekali
B
: baik atau di atas rata-rata
C
: rata-rata
D
: di bawah rata-rata atau buruk
G
: gagal ( biasanya diberi kesempatan untuk mengulang )
Di jenjang pendidikan yang lebih rendah lazimnya kita menggunakan
skala 1 – 10
- Dikhotomi ( misalnya berhasil / gagal )
Dengan cara ini hanya ada dua kategori penilaian.Cara ini jarang
dipakai, terutama untuk menyatakan nilai atau prestasi akademis, seperti
berhasil atau kurang berhasil; menguasai / belum menguasai dan lainlain.
6-31
6-32 Evaluasi Pembelajaran
2.4.4 Sistem Penilaian
Kecenderungan yang lazim kita pakai dalam penilaian adalah
mempergunakan huruf untuk perguruan tinggi atau skala 1 -10 untuk
jenjang pendidikan yang lebih rendah, seperti di SD, SLTP, atau di
SMU.Bagaimana menerapkannya dapat dilakukan dalam beberapa cara,
seperti berikut ini :
1. Metode Kesenjangan dalam Distrubusi
Sebuah distribusi skor tes biasanya memiliki kesenjangan skor;
maksudnya tak ada skor.Beberapa guru memanfaatkannya untuk
menentukan nilai siswa mereka.Sebagai contoh perhatikan tabel berikut
ini :
Penentuan nilai berdasarkan kesenjangan skor dapat berbedabeda bagi setiap kelas yang berbeda penyebaran skornya.Karena itu, cara
tersebut kurang disukai, karena nilai tergantung pada kesenjangan skor
yang terjadi.Dengan demikian, cara pertama ini sebaiknya jangan
dipakai.Sebagai contoh, perhatikan tabel berikut :
2. Metode Persentase
Cara kedua dapat juga diterapkan di lingkungan perguruan tinggi,
atau di SMU dalam kaitannya dengan penguasaan materi secara
tuntas.Sebagai contoh, seorang mahasiswa memperoleh A jika mampu
Evaluasi Pembelajaran
menjawab butir tes sebanyak 90 % yang benar, akan mendapat B jika
menjawab benar 80 %, akan mendapat C jika benar 70 – 79 %, akan
mendapat D jika benar 60 - 69 %, dan akan memperoleh G jika jawaban
benar kurang dari 60 %.Penggunaan metode persentase seperti tersebut
merupakan acuan patokan.Dengan kata lain, berapa persen materi yang
terkuasai oleh para mahasiswa.
Guru atau dosen yang tertarik untuk menerapkan metode itu, tentu
dihadapkan dengan tugas terutama menentukan batas lulus atau batas
penguasaan materi.Misalnya, untuk penilaian A, atau nilai 10 apakah
disyarat
kan penguasaan bahan sekurangnya 80 – 85 % atau lebih rendah
lagi.Penetapannya dapat dilakukan berdasarkan pengalaman yang sudahsudah.Karena tak ada patokan yang tegas, maka batas yang persentase
penguasaan bahan harus dipertimbangkan dengan cermat.
3. Metode Himpunan Angka atau Nilai
Cara ketiga yang dapat diterapkan adalah dengan menjumlahkan
beberapa angka atau nilai itu diperoleh berdasarkan komponen penilaian
yang telah direncanakan dan bahkan telah dikomunikasikan kepada
siswa.Komponen itu misalnya, penguasaan pengetahuan, penguasaan
keterampilan, kerajinan mengikuti program dan lain-lain sesuai dengan
pertimbangan guru yang bersangkutan mengenai unsur penilaian yang
dianggap
amat
penting
untuk
menggambarkan
kemajuan
siswanya.Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut ini :
belajar
6-33
6-34 Evaluasi Pembelajaran
Pendekatan seperti itu tidak begitu sukar untuk diubah ke dalam
skala 1 – 10.Guru dapat menetapkan batas-batas skors untuk setiap nilai
dengan memperhitungkan interval dan tingkat penguasaan tuntas.Sebagai
contoh, bila diperoleh skor maksimal 200 dari 4 macam hasil tes, maka
skor tersebut dapat dikonversi menjadi nilai dalam skala 1 -10 seperti
contoh di bawah ini :
Evaluasi Pembelajaran
4. Metode Kurva Normal
Pendekatan yang paling lazim dalam penentuan nilai adalah
metode kurva normal.Dalam metode ini, sebuah distribusi normal
dijadikan landasan penentuan nilai.Untuk lebih jelasnya lagi, bacalah
kembali ciri dari kurva normal, cara menghitung rata-rata dan simpangan
baku, dan luas kurva normal.Agar lebih jelas, perhatikan contoh tabel
berikut ini :
Apabila sudah diperoleh nilai rata-rata dan simpangan baku, maka
tak begitu sukar bagi kita untuk mengetahui batas skor bagi masing-
6-35
6-36 Evaluasi Pembelajaran
masing kategori nilai sesuai dengan luas kurva normal seperti tertera
dalam tabel di
atas.Sehubungan dengan skor z, dapat pula dilakukan modifikasi tentang
luas kurva ( misalnya, nilai A, 1, 28 simpangan baku ke atas )
5. Penilaian berdasarkan Kontrak
Penerapan penilaian acuan patokan lainnya yang sering dilakukan
oleh guru atau dosen adalah penilaian berdasarkan kontrak.Maksudnya,
guru dan siswa yang bersangkutan mengikat kesepakatan tentang apa
yang harus dilakukan oleh siswa untuk memperoleh nilai tertentu.Sebagai
contoh, dalam pelajaran atletik di SMA misalnya, seorang siswa akan
memperoleh nilai A jika dia mampu menempuh jarak 100 m selama 12
detik ( untuk putera ), lompat jauh 5 m, tolak peluru 7 m, membaca tiga
artikel tentang atletik, dan menyusun makalah singkat ( 3 – 4 halaman )
tentang atletik.Untuk memperoleh nilai
B, tentu beban tugasnya lebih
rendah dari beban tugas untuk memperoleh nilai A.Penentuan tugas
semacam itu sering diterapkan di lingkungan perguruan tinggi di AS dan
mungkin belum pernah diterapkan di Indonesia.
6. Pendekatan Portofolio
Pendekatan portofolio, akhir-akhir ini mulai dikembangkan, dan
bahkan
di
AS
telah
berkembang
sekitar
10
tahun
yang
lalu.Perkembangannya didorong oleh kenyataan bahwa pendekatan tes
objektif kehilangan konteks.Pengalaman dan kegiatan siswa di luar situasi
persekolahan, tidak terekam dan tidak memperoleh penghargaan.Yang
diandalkan hanya himpunan prestasi belajar yang terukur pada saat tes
dan pengukuran di sekolah.
Pendekatan portofolio pada dasarnya menekankan penghargaan
kepada seluruh pengalaman dan kemajuan siswa baik yang diperagakan
di sekolah maupun di luar sekolah.Pendekatan ini tampaknya cocok
dengan ide pendidikan jasmani yang bertujuan untuk membentuk
Evaluasi Pembelajaran
kebiasaan melaksanakan budaya atau gaya hidup aktif.Dengan demikian
seluruh aktifitas siswa memperoleh penghargaan, seperti misalnya,
kegiatannya di klub, latihan mandiri secara teratur untuk membina
kebugaran jasmani, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, mengikuti
pertandingan resmi, dan pengalaman lainnya.
Pengalaman itu dapat diklasifikasi sesuai dengan lingkup dan
tujuannya, diselaraskan dengan komponen tujuan pendidikan jasmani,
meliputi :
- kegiatan untuk pengembangan pengetahuan, seperti mengikuti seminar,
diskusi, studi klub
- kegiatan untuk pengembangan keterampilan motorik, seperti latihan
mandiri mengikuti kompetisi resmi, latihan kebugaran pada setiap hari
Minggu, camping, kepramukaan, dll
- rekaman kegiatan yang mengandung nilai bagi pembinaan aspek afektif
Informasi itu semuanya dilaporkan oleh siswa itu sendiri untuk
kemudian
dinilai
oleh
gurunya.Ada
dua
pendekatan
yang
dapat
diterapkan, tentunya disesuaikan dengan kematangan siswa, yaitu :
Pertama : Berbentuk laporan essai tertulis untuk setiap kegiatan yang
kemudian disimpan dalam sebuah file untuk setiap siswa.Pekerjaan ini cu
kup banyak dan guru juga akan memperoleh pekerjaan tambahan
Kedua : Laporan dalam bentuk pengisian formulir yang disediakan.Bentuk
ini memang tidak lazim untuk laporan portofolio, karena sudah di batasi
lingkup
dan
kepanjangan
isinya.Namun
seperti
dapat
juga
dipergunakan sebagai alternatif, meskipun bukan laporan portofo
lio yang sebenarnya.
Rangkuman masukan informasi pengalaman siswa itu selanjutnya
dinilai oleh gurunya.Untuk itu, perlu disusun kerangka penilaian.Hasilnya
digunakan untuk melengkapi prestasi belajar yang direkam secara formal
pada waktu pelaksanaan tes dan pengukuran.
6-37
6-38 Evaluasi Pembelajaran
2.4.5 Penentuan Komponen Nilai
Yang sering menjadi masalah bagi guru atau dosen adalah
bagaimana menentukan nilai dari suatu mata pelajaran atau kuliah yang
terdiri dari beberapa unsur ( misalnya, ada teori, praktek, dan lain-lain
yang terkait ).Untuk memecahkan masalah itu, pertama-tama harus
ditentukan bobot bagi setiap unsur yaitu :
50 % : kehadiran
20 % : hasil-hasil tes kebugaran
20 % : hasil tes keterampilan olahraga
10 % : peningkatan sikap terhadap pendidikan jasmani
Penentuan bobot membutuhkan pertimbangan dari guru atau
dosen yang bersangkutan.Penetapannya dapat dibuat berdasarkan
pengalaman
atau
rujukan
tertentu
berupa
acuan
patokan
bagi
penguasaan suatu materi dihubungkan dengan pencapaian tujuan
instruksional.Agar lebih jelas bagaimana menentukan penilaian akhir,
perhatikan contoh di bawah ini :
Evaluasi Pembelajaran
Penilaian
harus
dilakukan
karena
jika
skor
mentah
yang
ditampilkan sama sekali tidak mempunyai makna.Meskipun banyak
kelemahan dalam penilaian ( misalnya, subjektif, tidak ajeg / tidak tetap,
dan lain-lain ), tapi penilaian dapat ditingkatkan mutunya dengan
memperhatikan beberapa cara yang lazim sehingga diperoleh nilai yang
dianggap cukup adil dan mencerminkan kemampuan siswa.Sehubungan
dengan hal itu, perlu dipertimbangkan masak-masak acuan yang dipakai (
misalnya, acuan norma atau acuan kepatokan ).Penggabungan beberapa
nilai dapat dilakukan dengan memakai bobot bagi setiap komponen.
3. Penutup
Tes :
Soal Pilihan Ganda
1. Prinsip evaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut ini kecuali :
a. objektivitas
b. kontinuitas
c. integritas
d. keefektifan
2. Ciri-ciri evaluasi yang baik adalah :
a. keefektifan dan efisiensi
b. objektifitas dan integritas
c. keshahihan dan keandalan
d. komprehensif dan kooperatif
3. Pernyataan yang benar adalah :
a. kedua pernyataan di bawah salah
b. evaluasi acuan patokan unggul dalam pemaparan penguasaan
tuntas
c. kekurangannya yakni pada patokan yang digunakan dan hal itu
tergantung pada pertimbangan guru yang bersangkutan
d. pernyataan di atas semuanya benar
6-39
6-40 Evaluasi Pembelajaran
4. Pernyataan yang salah di bawah ini adalah :
a. antara PAP dan PAN, masing-masing memiliki kelebihan
b. antara PAP dan PAN, masing-masing memiliki kelemahan
c. pernyataan keduanya benar
d. pernyataan keduanya salah
5. Berikut ini pernyataan yang benar adalah :
a. mutu evaluasi bergantung pada mutu asesmen, termasuk tes dan
pengukuran
b. mutu evaluasi bergantung pada mutu asesmen
c. mutu evaluasi bergantung pada tes dan pengukuran
d. pernyataan a, b dan c salah
6. Berikut ini pernyataan yang benar adalah :
a. tes adalah awal dari evaluasi
b. tes adalah bagian dari pengukuran
c. tes adalah sebuah instrumen
d. ketiga pernyataan benar
7. Diantara bentuk soal berikut, mana yang paling menguntungkan untuk
mengukur sasaran yang meminta siswa mengingat informasi, tidak
hanya mengenalinya :
a. jawaban pendek
b. menjodohkan
c. benar salah
d. pilihan ganda
8. Diantara jenis soal ini, mana yang paling cocok untuk mengukur
perilaku
kreatif :
a. penilaian produk
b. benar salah
c. pilihan ganda
d. menjodohkan
Evaluasi Pembelajaran
9. Dari jenis soal ini, mana yang paling dihindari sebagai tes satu soal :
a. penilaian produk
b. benar salah
c. pilihan ganda
d. menjodohkan
10. Kalau tes sudah dibakukan, maka tes itu :
a. sudah diuji lapangan
b. absah
c. mahal
d. merupakan ukuran bakat
Kunci Jawaban :
1. b
6. d
2. d
7. c
3. d
8. d
4. d
9. b
5. d
10. d
Soal Essai :
1. Apa fungsi evaluasi secara psikologis ?
2. Apa alasannya statistika merupakan alat penting dalam proses
pengukuran
dan evaluasi ?
3. Pelaksanaan evaluasi bertitik tolak dari kooperatif, jelaskan maksudnya
!
6-41
6-42 Evaluasi Pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
AAHPERD. 1999. Physical Education for Lifelong Fitness. Champaign, III.
: Human Kinetics
Anastasi, Anne. 1978. Phsycological Testing. New York : Macmillan
Publishing Co.
Bloom, Benyamin S. et. al. 1956. Taxonomy of Educational Objective :
Handbook I. Cognitive Domain. Toronto : David McMay Company,
Inc.
Kirkendal, Don R. et. al. 1987. Measurement and Evaluation for Physical
Educator. Champaign, III.: Human Kinetics.
Isaac, Stephen & Michael, Wiliam E. 1978. Handbook of Research &
Evaluation. San Diego : Edits Publishing.
BUKU AJAR
MEDIA PEMBELAJARAN
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang
lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut
menyangkut
baik
perubahan
yang
bersifat
pengetahuan
(Kognitif),
Keterampilan (Psikomotor) maupun menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan
kurikulum suatu lembaga pendidikan,agar dapat mempengaruhi siswa
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada
dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan-perubahan tingkah
laku yang bersifat Kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam mencapai tujuan
siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru melalui
proses pembelajaran.
Lingkungan
belajar
yang
diatur
oleh
guru
mencakup
tujuan
pembelajaran, bahan pembelajaran, metodologi pembelajaran dan penilaian
pembelajaran. Unsur-unsur tersebut biasa dikenal dengan komponenkomponen pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah rumusan kemampuan
yang
diharapkan
dimiliki
para
siswa
setelah
menempuh
berbagai
pengalaman belajarnya.
Bahan pembelajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri
atas fakta, konsep, prinsip generalisasi suatu ilmu pengetahuan, yang
bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan
pembelajaran. Metodologi pembelajaran adalah metode dan teknik yang
digunakan guru dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan
7-2 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
pembelajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuang
pembelajaran.
Aspek yang paling menonjol dalam proses pembelajaran adalah
metode pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek ini merupakan
perangkat penting dalam menentukan keberhasilan mencapai tujuan
pembelajaran. Bermacam-macam metode pembelajaran dapat digunakan
guru dalam membelajarkan siswa. Agar pembelajaran lebih bervariasi, lebih
kreatif, dan lebih menyenangkan diperlukan media pembelajaran yang tepat.
Guru dapat mempergunakan berbagai peralatan untuk menyampaikan
pesan
kepada
siswa
melalui
penglihatan
dan
pendengaran
untuk
menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi bila hanya digunakan
alat bantu visual saja. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat,
didengar dan dibaca. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
B. DISKRIPSI MATERI MEDIA DALAM PEMBELAJARAN PENJASKES
Buku ajar ini disusun dalam bentuk sederhana dan diusahakan
sesingkat dan sepraktis mungkin. Hal-hal yang lebih luas, misalnya hasil-hasil
penelitian tentang media, tidak dibahas secara khsus dalam buku ajar ini.
Pembahasan diarahkan khusus ke masalah-masalah pembelajaran dengan
harapan dapat memberi inspisrasi yang langsung dapat dihubungkan dengan
keperluan praktis di lapangan (khususnya pendidikan jasmani).
Pada garis besarnya buku ajar ini berisi macam-macam media dan
prinsip pemakaiannya. Materi ini dipersiapkan sebagai bahan Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru (PLPG), yang merupakan bagian dari Program
sertifikasi guru. Media pembelajaran pada buku ajar ini diberikan kepada para
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-3
guru Sekolah menangah Pertama dan Sekolah menengah Atas peserta
PLPG dari mata pelajaran Pendidikan Jasmani kesehatan dan Olahraga.
Secara rinci buku ajar ini mencakup penjelasan tentang Pengertian
dan
mannfaat media
pembelajaran,
khususnya
media
pembelajaran
Pendidikan Jasmani dan kesehatan, Macam-macam media, Prinsip pemilihan
media dan Pengembangan dan Media dalam Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan
Sesuai dengan profil buku ajar ini media pembelajaran Pendidikan
jaskani dan Kesehatan ini dipersiapkan dalam lima topic inti. Topik pertama
berkenaan dengan Latar belakang dan Pengertian media pembelajaran,
Topik kedua menyangkut peran dan manfaat media pembelajaran, Topik
ketiga jenis dan karakteristik media pembelajaran, Topik keempat berkenaan
dengan prinsip pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran dan topic
kelima berisi Media dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
Topik-topik diatas dinilai mempunyai relevansi yang cukup besar
dengan kepentingan pembelajaran karena paling tidak guru dapat memahami
makna dan manfaat media dalam peruses pembelajaran khususnya
pembelajaran
pendidikan
jasmani
dan
kesehatan.
Kemudian
dapat
mengembangkan, memilih dan membuat seniri jenis media sederhana
dengan memanfaatkan bahan seadanya yang tersedia. Dengan demikian
proses pembelajara menjadi hidup, menarik dan diharapkan dapat lebih
efektif dan efisien dalam emncapai tujuan.
Settelah selesai mempelajari buku ajar ini peserta Pendidikan dan
Latihan Profesi guru memahami dan memiliki pengetahuan dan keterampilan
tentang media pembelajaran dan diharapkan dapat :
C. KOMPETENSI DAN INDIKATOR YANG INGIN DICAPAI
1. Menjalaskan pengertian media dan makna media dalam proses
pembelajaran
7-4 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2. Menjelaskan peran dan manfaat media dalam proses pembelajaran
3. Menyebutkan macam-macam dan karakteristik media dalam proses
pembelajaran
4. Menyebutkan
pertimbangan
memilih
media
yang
tepat
guna
membantu mencapai tujuan pembelajaran
5. Mengembangkan sendiri mdia pembelajaran pendidikan jasmani
dengan bahan sederhana yang ada di sekolah.
BAB II. KEGIATAN BELAJAR I
LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN
MEDIA PEMBELAJARAN
Standar Kompetensi
1. Mengenal latar belakang dan pengertian media pembelajaran
Indikator dasar
1. Mengenal dan mampu menguraikan latar belakang pentingnya media
pembelajaran
2. Mengenal dan mampu menjelaskan pengertian media pembelajaran
3. Mengetahui dan mampu menjelaskan pengertian media pembelajaran
penjaskes
Dalam buku ajar ini peserta pelatihan latihan profesi guru diarahkan
untuk membahas masalah-masalah pembelajaran, dengan harapan dapat
memberi inspirasi yang langsung dapat dihubungkan dengan keperluan
praktis di lapangan, khususnya pada bidang pendidikan jasmani dan
kesehatan. Masalah-masalah tentang hasil peneliaitan, dan paradigmaparadigma baru tidak dibahas pada buku ajar ini.
A. LATAR BELAKANG PERLUNYA MEDIA PEMBELAJARAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat
melahirkan
teknologi
di
bidang
pendidikan
pula.
Perkembangan
berdampak pada penemuan-penemuan baru pada media pendidikan.
ini
7-6 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
Penyampaian pelajaran secara lisan (verbal) dianggap sudah tidak
dianggap tidak efektif lagi. Agar penyampaian pelajaran lebih efektif dan
efisien diperlukan alat Bantu pengajaran. Alat Bantu pembelajaran dapat
berupa alat bantu dengar (audio), alat bantu pandang (visual) dan gabungan
dari keduanya yaitu alat Bantu pandang dan dengar (audio visual aid).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pula
terhadap penemuan-penemuan di bidang teknologi pendidikan. Pesatnya
perkembangan iptek melahirkan penemuan-penemuan di bidang media
pendidikan. Banyak penemuan-penemuan yang dapat dimanfaatkan oleh
pendidik dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa agar lebih efektif dan
efisien.
Proses belajar mengajar adalah istilah yang tidak asing begi orangorang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Istilah lain yang dipakai
adalah Kegiatan Belajar Mengajar dan Proses Pembelajaran. Kedua istilah
tersebut dapat kita simpulkan adanya dua proses atau kegiatan, yaitu
proses/kegiatan belajar dan proses/kegiatan mengajar. Kedua proses
tersebut seolah-olah dua istilah yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kebanyakan orang menganggap ada prose belajar tentu ada proses
mengajar.
Pada hakekatnya proses belajar pada diri seseorang dapat terjadi
kapan saja dan dimana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak.
Proses
belajar
terjadi
karena
adanya
interaksi
individu
dengan
lingkungannya.
B. PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN
Guru dalam mengajar pada prinsipnya adalah menyampaikan
informasi kepada anak didiknya. Agar informasi dapat tersampaikan dengan
tepat diperlukan alat bantu penyampaian informasi tersebut. Ada empat pola
pengajaran yang dipakai type pengajaran.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-7
Media secara harafiah merupakan kata jamak, dari kata medium.
Medium berasal dari bahasa latin yang beranti perantara atau pengantar.
Beberapa pihak mendefinisikan media dari sudut pandang yang berbeda.
AECT (Association for Education and communication) mendefinisikan media
sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran
informasi. Sedangkan NEA (National Education Association) mendefinisikan
media adalah segala hal yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar,
dibaca atau dibicarakan beserta pirantinya untuk kegiatan tersebut.
Media sering juga disebut sebagai perangkat lunak yang bukan saja
memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui alat tertentu tetapi
juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Dengan demikian
media harus digunakan secara kreatif dalam arti dosen harus menyiapkan
dan merancang dengan teapat agar memungkinkan mahasiswa belajar lebih
banyak, mencamkan lebih baik apa yang dipelajari dan meningkatkan
performa mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Disinilah guru
dituntut lebih hati-hati dalam memilih dan menetapkan media yang tepat.
BAB III. KEGIATAN BELAJAR 2
PERAN DAN MANFAATNYA MEDIA DALAM
PROSES PEMBELAJARAN
Standar Kompetensi
1. Peran dan Manfaat media dalam proses pembelajaran
Indikator
1. Mengenal peran media Pembelajaran
2. Menyebutkan manfaat media pembelajaran
A. PERAN MEDIA PEMBELAJARAN
Peran media dalam proses pembelajaran sangat penting dalam
rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan
sebelumnya.
Media
pembelajaran dapat mempertinggi proses pembelajaran yang pada giliranya
diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.
Ada tiga alasan mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi
proses belajar siswa. Manfaat media dalam proses pembelajaran siswa yaitu
:
1. Pengajaran
akan
lebih
menarik
perhatian
siswa
sehingga
menumbuhkan motivasi belajar siswa
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
mudah
dipahami
oleh
para
siswa
dan
memungkinkan
siswa
menguasai tujuan pengajaran lebih baik
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi bila guru mengajar
untuk setiap mata pelajaran.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-9
4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan
uraian
guru,
tetapi
juga
aktivitas
lain
seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dll.
5. Media pengajaran dapat membuat hal-hal yang abstrak menjadi
kongkrit.
B. MANFAAT MEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi
penyimpangan-penyimpangan sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan
efisien. Penyebab penyimpangan dalam komunikasi pembelajaran antara lain
adalah adanya kecenderungan verbalisme dalam proses pembelajaran,
ketidak siapan siswa, kurangnya minat, kegairahan siswa dll.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas adalah
penggunaan media dalam proses pembelajaran. Ini disebabkan karena
fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai penyaji stimulus
dan untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Juga
dalam hal-hal tertentu media mempunyai nilai-nilai praktis yang sangat
bermanfaat baik bagi siswa maupun bagi guru.
Bagi siswa media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan
digambar dengan warna-warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk
berkonsentrasi pada materi yang sedang disajikan sehingga membangkitkan
keinginan dan minat baru untuk belajar. Dengan media guru dapat mengatur
kelas sehingga waktu belajar dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat
lain ialah media dapat dirancang sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa tergantung
pada keberadaan seorang guru. Saat ini banyak tersedia contoh-contoh
media pendidikan yang memungkinkan mahasiswa belajar secara mandiri.
Manfaat media pembelajaran bagi guru banyak sekali, Media dapat
meningkatkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran maupun terhadap
7-10 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
proses pembelajarannya. Media dapat mereduksi penafsiran yang beraneka
ragam terhadap sesuatu. Melalui media materi dapat disampaikan dan
diterima oleh mahasiswa secara beragam. Peranan guru meningkat lebih
positif karena dengan menggunakan media guru tidak perlu mengulang-ulang
penjelasannya sehingga dapat memberi perhatian lebih kepada aspek
pembelajaran yang lain.
Sesungguhnya manfaat media bagi guru dan manfaat bagi siswa
terjadi secara timbale balik. Manfaat media bagi guru sama juga manfaat bagi
siswa. Oleh karena itu keduanya tidak dibahas secara terpisah.
Manfaat media dalam proses pembelajaran secara umum adalah
memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa untuk membantu
siswa belajar secara optimal. Lebih khusus manfaat media adalah sebagai
berikut :
a. Penyampaian materi perkuliahan dapat diseragamkan
b. Proses instruksional menjadi lebih menarik
c. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
d. Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi
e. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
f. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.
g. Sikap positif siswa terhadap materi belajar maupun terhadap proses
belajar itu sendiri dapat ditingkatkan
h. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif dan lebih
produktif.
BAB IV. KEGIATAN BELAJAR 3
MACAM-MACAM DAN KARAKTERISTIK MEDIA
PEMBELAJARAN
Kompetensi Dasar
1. Mengenal macam-macam media pembelajaran dan karakteristik media
Indikator
1. Mengenal macam-macam Media pembelajaran
2. Mengenal karakteristik masing-masing media pembelajaran
3. Mengenal media Grafis dalam proses pembelajaran
4. Mengenal media Audio dalam proses pembelajaran
5. Mengenal media proyeksi dalam proses pembelajaran
Pengertian dalam teknologi pendidikan, media atau bahan sebagai
sumber belajar merupakan komponen dari system instruksional di samping
pesan, orang teknik dan peralatan. Pengertian media ini masih sering
dikacaukan dengan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak
(software) berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan
dengan
mempergunakan
peralatan.
Peralatan
atau
perangkat
keras
(hardware) merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang
terkandung pada media tersebut (AECT, 1977).
Dengan masuknya berbagai pengaruh ke dalam khazanah pendidikan
seperti ilmu cetak-mencetak, tingkah laku (behviorisme), komunikasi dan laju
perkembangan teknologi elektronik, media dalam perkembangan teknologi
elektronik, media dalam perkembangannya tampil dalam berbagai jenis dan
format (modul cetak, film, televisi, film bingkai, filem rangkai program radio,
7-12 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
computer,
dan
seterusnya).
Masing-masing
dengan
ciri-ciri
dan
kemampuannya sendiri.
Media sangat penting untuk memperlancar proses pembelajaran dari
guru kepada siswa. Berkat berkembangnya teknologi komunikasi maka
berkembang pula teknologi di bidang pendidikan.Jenis dan macam media
dalam pembelajaran makin banyak macamnya. Contoh-contoh media
pembelajaran yang sering dipakai dalam proses belajar-mengajar adalah
Untuk tujuan-tujuan praktis di bawah ini dibahas beberapa jenis media
yang lazim dipakai dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia.
A. MEDIA GRAFIS
Media grafis termasuk media visual. Sebagaimana halnya media yang
lain media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dan dari sumber ke
penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan.
Pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam symbol-simbol komunikasi
visual.
Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses
penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien. Selain fungsi umum tersebut
secara grafis berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide,
mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan
atau diabaikan bila tidak digrafiskan.
Selain sederhana dan mudah pembuatannya media grafis termasuk
media yang relative murah ditinjau dari segi biayanya. Banyaknya jenis media
grafis, beberapa diantaranya akan dibicarakan di bawah ini :
1. Gambar/foto
Diantara media pendidikan yang lain, gambar/foto adalah media
yang paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang
dpat
dimengerti
dan
dinikmati
dimana-mana.
Pepatah
China
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-13
mengatakan sebuah gambar dapat berbicara lebih banyak daripada
seribu kata.
Beberapa kelebihan gambar /foto dapat diuraikan di bawah ini :
1). Sifatnya kongkrit : yaitu lebih menunjukkan pokok masalah yang
sebenarnya dibandingkan dengan media verbal semata
2). Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Benda-benda
atau obyek tertentu tidak semua dapat dibawah ke dalam ruang
kelas, sebaliknya tidak selalu siswa dapat dibawa dibawa ke obyek
atau peristiwa tersebut. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau
atau yang terjadi beberapa saat yang lalu tidak dapat kita lihat
seperti apa adanya.
3) dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau
penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata
telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar atau
foto.
4). Memeperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk
tingkat usai berapa saja, sehingga dapat mencegah atau
membetulkan kesalah pahaman
5). Harganya muhar dan dampang didapat serta digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.
Disamping
kelebihan-kelebihan
seperti
diuraikan
di
atas
gambar/foto mempunyai beberapa kelemahan yaitu :
1). Hanya menekankan persepsi indera mata
2). Gambar/foto yang terlalu komplek kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran
3). Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok siswa dalam jumlah
yang
besar
7-14 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2. Sketsa
Sketsa adalah gambar sederhana, atau draft kasar yang
melukiskan bagian-bagian pokoknya tanpa detail. Karena setiap orang
yang normal dapat belajar menggambar, setiap guru yang baik
haruslah dapat menuangkan ide-ide ke dalam bentuk sketsa. Sketsa
selain dapat menarik perhatian murid, menghindari verbalisme dan
dapat memperjelas penyampaian pesan, harganya pun tak perlu
dipersoalkan sebab media ini dibuat langsung oleh guru.
Seorang guru dapat menerangkan cara-cara menendang bola
yang benar secara lisan. Kalau mau jelas harus dilapangan yang
sebenarnya dengan mempergunakan bola dan lapangan yang
sebenarnya. Namun ketika ini adalah pelajaran teori di dalam ruangan
maka sketsa dapat dipergunakan untuk membantu memperjelas uruturutan cara menendang bola dalam permainan sepakbola.
Sketsa
dapat
dibuat
secara
cepat
sementara
guru
menerangkan sambil membuat sketsa untuk tujuan tersebut.
3. Diagram
Sebagai suatu gambar sederhana yang menggunakan garisgaris dan symbol-simbol, diagram atau skema menggambarkan
struktur dari obyek secara garis besar. Diagram menunjukkan
hubungan yang ada antar komponen atau sifat proses yang ada di
dalamnya. Diagram pada umumnya berisi petunjuk-petunjuk yang
berhubungan dengan pesan yang akan disampaikan. Diagram
menyederhanakan hal yang komplek sehingga dapat memperjelas
penyajian pesan.
Di bawah ini adalah cirri-ciri diagram yang perlu diketahui :
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-15
1). Diagram bersifat simbolis dan abstrak sehingga kadang-kadang
sulit dimengerti.
2). Untuk dapat membaca diagram seseorang harus mempunyai latar
belakang tentang apa yang didiagramkan
3). Walaupun sulit dimengerti karena sifatnya yang padat, diagram
dapat memperjelas arti.
Contoh diagram adalah dokumen yang menyertai pesawat
televise yang menjelaskan cara kerja atau cara menggunakan
pesawat tersebut. Contoh lain adalah denah sebuat rumah. Pada
denah tersebut dapat kita lihat berapa ukuran rumah, jumlah kamar,
susunan kamar-kamarnya, letak pintu, jendela, perabot rumah
tersebut.
4. Bagan / Chart
Seperti halnya media grafis yang lain, bagan atau chart
termasuk media visual. Fungsinya yang pokok adalah menyajikan
ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya disampaikan
secara tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga
mampu
memberikan ringkasan butir-butir dari suatu presentasi.
Pesan yang akan disampaikan biasanya berupa ringkasan
visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan
penting. Di dalam bagan sering kita jumpai media grafis lainya
seperti gambar, diagram, kartun dan lambing-lambang verbal.
Bagan hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan agar
dapat dianggap sebagai media pendidikan yang baik :
1). Dapat dimengerti anak
2). Sederhana dan lugas, tidak rumit atau berbelit-belit
3). Diganti pada waktu-waktu tertentu agar selain tetap sesuai perkembangan juga tidak kehilangan daya tarik.
7-16 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
Bagan/chart yang dapat menyajikan pesan sekaligus ada
beberapa macam, yaitu : Bagan pohon (tree chart) bagan arus
(flow chart), bagan garis waktu (time line chart). Bagan pohon
ibarat sebuah pohon yang terdiri dari batang, cabang-cabang dan
ranting-ranting. Biasanya bagan pohon dipakai untuk menunjukkan
sifat, komposisi atau hubungan antar kelas/keturunan. Silsilah
termasuk bagan pohon.
Bagan arus (flow chart) menggambarkan arus suatu
proses atau dapat pula menelusuri tanggungjawab atau hubungan
kerja antar berbagai bagian atau seksi suatu organisasi. Tanda
panah sering kali untuk menggambarkan arah arus tersebut. Bagan
garis waktu (time line chart) bermanfaat untuk menggambarkan
hubungan antara peristiwa dan waktu. Pesan-pesan tersebut
disajikan dalam bagan secara kronologis.
5. Grafik (graphs)
Sebagai
suatu
media
visual,
grafik
adalah
gambar
sederhana yang menggunakan titik, garis atau gambar. Untuk
melengkapinya seringkali simbo-simbol verbal digunakan pula
disini.
Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data kuantitatif
secara teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan
sesuatu obyek atau peristiwa yang saling berhubungan secara
singkat dan jelas. Berbeda dengan bagan, grafik disusun
berdasarkan prinsip matetamik dan menggunakan data-data
komparatif.
Beberapa kelebihan grafik sebagai media pembelajaran adalah :
1) Grafik bermanfaat sekali mempelajari dan mengingat data-data
kuantitatif dan hubungan-hubungannya.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-17
2) Grafik dengan cepat memungkinkan kita mengadakan analisis
inteprestasi dan perbandingan antara data-data yang disajikan
baik dalam hal ukuran, jumlah, pertumbuhan dan arah.
3). Penyajian data grafik dapat lebih jelas, cepat, menarik, ringkas,
dan logis. Semakin ruwet data yang akan disajikan semaik baik
grafik menampilkannya dalam bentuk statistic yang cepat dan
sederhana.
Ada beberapa macam grafik yang dapat kita gunakan
diantaranya adalah grafik garis (line graphs) grafik batang
(bargraphs) penjelasan macam grafik tersebut diuraikan di bawah
ini.
Grafik Garis atau line graphs termasuk dalam kelompok
grafik dua skala atau dua proses yang dinyatakan dalam garis
vertical dan garis horizontal yang saling bertemu. Baik pada garis
horizontal maupun vertical dicantumkan angka-angka yang akan
menyampaikan informasi tertentu dan pesan yang akan disajikan.
Selain membandingkan dua data grafik garis dapat menunjukkan
perkembangan dengan jelas penggambarannya bias dengan
menggunakan garis lurus, garis patah, dimulai dari kiri ke kanan,
naik, turun atau mendatar.
Grafik batang adalah grafik yang juga menggunakan
proses vertical dan horizontal. Grafik jenis ini bermanfaat untuk
membandingkan sesuatu obyek, atau peristiwa yang sama dalam
waktu yang berbeda, atau menggambarkan berbagai hal/topik yang
berbeda tentang sesuatu yang sama.
Grafik lingkaran adalah grafik yang dimaksudkan untuk
menggambarkan bagian-bagian dari suatu keseluruhan serta
perbandingan bagian-bagian tersebut. Penggambaran bagianbagian tersebut dialkukan dengan pecahan atau prosentase.
7-18 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
Grafik gambar (pictorial graphs) adalah grafik yang
menggunakan symbol-simbol gambar sederhana. Jumlah symbol
gambar tersebut menggambarkan dara kuantitatif. Selain dapat
menunjukkan perbandingan dalam bentuk yang jelas dan singkat
grafik gambar mudah dibaca karena menggunakan gambargambar yang mudah dimengerti.
6. Kartun
Kartun sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis
adalah sautu gambar interpretative yang menggunakan symbolsimbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas
atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi atau kejadian-kejadian
tertentu. Kemampuannya besar sekali untuk menarik perhatian,
mempengaruhi sikap maupun tingkah laku.
Kartun biasanya hanya menangkap esensi pesan yang
harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar
sederhana. Kartun tanpa digambar detail dengan menggunakan
symbol-simbol serta karakter yang mudah dikenali dan dimengerti
dengan cepat. Kalau makna kartun mengena, pesan yang besar
bisa disajikan secara ringkas dan kesannya akan tahan lama di
ingatan.
7. Poster
Poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesankesan tertentu tetapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan
memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Poster berfungsi
untuk mempengaruhi orang-orang untuk membeli produk baru dari
suatu perusahaan, untuk mengikuti program keluarga Berencana
atau untuk menyayangi benatang dapat dituangkan lewat poster.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-19
Poster dapat dibuat di atas kertas, kain, batang kayu,
seng dan semacamnya. Pemasangannya bisa di kelas, diluar
kelas, di pohon ditepi jalan, dan di majalah. Ukurannya bermacammacam, tergantung kebutuhan. Namun secara umum poster yang
baik hendaklah :
1). Sederhana,
2). Menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok,
3). Berwarna
4). Slogannya ringkas dan jitu, tulisannya jelas
5). Motif dan desainya jelas
8. Peta dan Globe
Pada dasarnya peta dan globe berfungsi untuk menyajikan
data-data lokasi. Secara khusus peta dan globe tersebut
memberikan informasi tentang. Keadaan bumi, daratan, sungai,
gunung, dan bentuk daratan serta perairan lainya. Tempat-tempat
serta arah dan jarak dengan tempat yang lain, data-data budaya
dan kemasyarakatan, ekonomi, industri atau perdagangan.
Kelebihan dari peta atau globe untuk dipakai sebagai media
pembelajaran adalah : 1). Memungkinkan siswa mengerti posisi
dari kesatuan politik daerah kepulauan. 2). Merangsang minat
siswa terhadap penduduk dan pengaruh-pengaruh geografis. 3).
Memungkinkan siswa memperoleh gambaran tentang imigrasi dan
distribusi penduduk, tumbuh-tumbuhan dan kehidupan hewan,
serta bentuk bumi yang sebenarnya. Sehingga dapat disimpulkan
peta dan globe dapat mengkongkritkan hal-hal yang bersifat
abstrak.
7-20 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
9. Papan Buletin (Bulletin Board)
Papan bulletin yang terbuat dari white board dan ada yang
permukaanya terbuat dari karpet yang mudah untuk ditempeli
gambar
atau
menerangkan
tulisan.
Fungsi
sesuatu,
papan
papan
bulletin
bulletin
adalah
untuk
dimaksudkan
memberitahukan kejadian dalam waktu tertentu.
Berbagai jenis media grafis lainya seperti poster, sketsa,
diagram, chart dapat dipakai sebagai bahan pembuatan papan
bulletin. Selain papan bulletin dapat dibuat dari pesan-pesan verbal
tertulis seperti karangan-karangan, berita dan sebagainya.
B. MEDIA AUDIO
Berbeda dengan media grafis, media audio berkaitan dengan indera
pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam lambinglambang auditif, baik verbal (ke dalam kata-kata/bahasa lisan) maupun non
verbal. Ada beberapa jenis media dapat kita kelompokkan dalam media
audio, antara lain radio, alat perekam pita magnetic, piringan hitam dan
laboratorium bahasa.
1. Radio
Sebagai suatu media, radio mempunyai beberapa kelebiha jika
dibandingkan dengan media yang lain, yaitu :
1). Harganya relative murah dan variasi programnya lebih banyak
daripada TV.
2). Sifatnya mudah dipindahkan dari satu ruangan ke ruangan lain/satu
tempat
ke tempat lain
3). Jika digunakan bersama dengan alat perekam radio bisa mengatasi
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-21
problem jadwal karena program dapat direkam dan diputar lagi
sesuka kita.
4). Radio dapat mengembangkan daya imajinasi anak,
5). Dapat merangsang partisipasi aktif pendengar siswa dapat
menggambar
atau menulis, melihat peta dll
6). Radio dapat memusatkan perhatian siswa pada kata-kata yang
digunakan.
7). Siaran lewat suara terbukti amat tepat untuk mengajarkan musik dan
bahasa
8. Radio dapat mengerjakan hal-hal yang lebih baik bila dibandingkan
dengan
dikerjakan oleh guru.
9).
Radio
dapat
mengatasi
batasan
ruang
dan
waktu
serta
jangkauannya luas.
Namun selain kelebihan-kelebihan media radio sebagai medi
pembelajaran ada beberapa kekurangan media radio yaitu :
1). Sifat komunikasi hanya satu arah
2).
Siarannya
bersifat
sentralisasi
sehingga
guru
tidak
dapat
mengontrolnya.
3). Penjadwalan pelajaran dan siaran sering menimbulkan masalah
integrasi
siaran
radio
ke
dalam
kegiatan
belajar
seringkali
menyulitkan.
2. Alat Perekam Pita Magnetik
Alat perekam pita magnetic (magnetic tape Recording) atau lazimnya
orang menyebut tape recording adalah salah satu media pendidikan yang tak
dapat
diabaikan
untuk
menyampaikan
informasi,
karena
mudah
7-22 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
menggunakannya. Kelebihan alat perekam sebagai media pembelajaran
adalah :
1). Mempunyai fungsi ganda, merekam, menampilkan rekaman dan
menghapusnya.
2) pita rekaman dapat diputar berulang-ulang, dapat diputar sesuai jadwal
dan dapat dikontrol oleh guru.
3). Dapat menampilkan hal-hal diluar kelas, menimbulkan berbagai kegiatan
dan memberikan efisiensi dalam pengajaran bahasa.
Kelemahan dari pita rekaman ini adalah jangkauanya terbatas dan
biaya pengadaan jika dalam jumlah besar akan sangat mahal.
3. Laboratorium Bahasa
Laboratorium bahasa adalah alat untuk melatih siswa mendengar dan
berbicara dalam bahasa asing dengan cara menyajikan materi pelajaran
yang disiapkan sebelumnya. Media yang dipakai termasuk alat perekam.
Dalam raboratorium bahasa, murid duduk sendiri-sendiri di dalam
kotak bilik akustik dan kotak suara. Siswa mendengar suara guru yang duduk
di ruang control lewat headphone. Pada saat dia menirukan ucapan guru dia
juga mendengar lewat suara sendiri lewat headphone. Sehingga bisa
membandingkan ucapanya dengan ucapan guru. Dengan demikian dia bisa
segera memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuatnya.
C. MEDIA PROYEKSI
Media proyeksi mempunyai persamaan dengan media grafik dalam arti
menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Selain itu bahan-bahan grafis
banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam. Perbedaan jelas diantara
kedua media tersebut adalah media grafis dapat berinteraksi secara
langsung dengan pesan media yang bersangkutan pada media proyeksi
pesan tersebut harus diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-23
sasaran. Adakalannya media jenis ini disertai rekaman audio tapi ada pula
yang hanya visual saja.
Beberapa jenis media proyeksi antara lain film bingkai, film rangkai,
overhead proyektor, proyektor Opaque, tathiocope, microproyektion dengan
micro film.
A. Film Bingkai
Film bingkai adalah suatu film berukuran 35 mm yang biasanya
dibungkus bingkai berukuran 2 x 2 inci dari karton atau plastic. Selain ukuran
tersebut masih ada lagi ukuran yang lebih besar, oversized slides (21/4x21/2
Inc) dan lantern slide (31/4X4 Inc), namun demikian film bingkai yang lazim
dikenal adalah yang berukuran 2X2 inci.
Sebagai suatu program film bingkai sangat bervariasi. Panjang pendek
film bingkai tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Ada program yang
selesai dalam satu menit tetapi ada juga yang sampai satu jam atau lebih.
Namun yang lazim film bingkai bersuara lamanya berkisar antara 10 – 30
menit. Jumlah gambar dalam satu programpun bervariasi ada yang hanya 10
buah dan ada yang sampai 1600 buah atau lebih.
Lamanya tiap gambar yang disorotkan ke layer tergantung pada
kebutuhan, mulai dari satu detik hingga selama waktu yang diperlukan untuk
mengkomuni-kasikan pesan yang bersangkutan. Bila program tersebut
disertai suara yang direkam, biasanya waktu waktu proyeksinya tertentu. Bila
tidak lama proyeksi tergantung berapa gambar tersebut perlu dilihat. Dilihat
dariada tidaknya rekaman suara yang menyertai, program film bersuara
termasuk media audio visual, sedangkan program tanpa suara termasuk
dalam kelompok media visual.
Keuntungan menggunakan film bingkai sebagai media pembelajaran
adalah :
1). Materi yang sama dapat disebarkan ke seluruh siswa secara serentak
7-24 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2). Perhatian anak-anak dapat dipusatkan pada satu butir tertentu sehingga
dapat
dihasilkan keseragaman pengamatan
3). Fungsi berpikir penonton dirangsang dan dikembangkan secara bebas
4). Film bingkai berada di bawah control guru
5). Film bingkai baik untuk menyajikan berbagai bidang studi tertentu
6). Penyimpanan film bingkai sangat mudah
7). Dapat mengatasi keterbatasan ruang waktu dan indera
Disamping
kelebihan-kelebihan
tersebut
di
atas
film
bingkai
mempunyai kekurangan yaitu :
1). Karena gambar satu dengan lainya lepas maka gambar tersebut mudah
hilang
atau tertukar dengan yang lain.
2). Hanya mampu menyajikan obyek secar diam
3). Pembuatannya jauh lebih mahal disbanding, gambar, foto dan papan
flannel
2. Film Rangkai
Berbeda dengan film bingkai, gambar pada film rangkai berurutan
merupakan satu kesatuan. Ukuran filmnya sama dengan film bingkai yaitu
35 mm. Jumlah gambar satu rol film rangkai antara 50 sampai dengan 75
gambar dengan panjang antara 100 sampai dengan 130 cm, tergantung
isi film tersebut.
Sebagaimana halnya film bingkai film rangkai bisa tanpa suara
bisa pula dengan suara.Suara yang menyertai film rangkai tersebut
dimaksudkan untuk menjelaskan isi. Selain dengan suara yang direkam
penjelasan dapat disampaikan dalam bentuk buku pedoman atau narasi
tulis di bawah gambar yang dibacakan oleh guru atau dibaca sendiri oleh
siswa
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-25
Sebagai media pendidikan film rangkai mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu :
(1)
Film rangkai kecepatannya bisa diatur, dapat ditambah narasi
dengan kontrol oleh guru.
(2)
Dapat mempersatukan berbagai media pendidikan yang berbeda
dalam satu rangkai
(3)
Cocok untuk mengajarkan keterampilan, urutan gambar sudah pasti,
penyimpanan mudah
(4)
Dapat dijadikan untuk belajar individual dan belajar kelompok.
Kelemahan pokok film bingkai adalah sulit diedit atau direvisi
dibandingkan film bingkai karena sudah merupakan satu kesatuan, sukar
untuk dibuat sendiri secara lokal.
3. Media Trasnparansi
Media
transparansi
atau
overhead
Transparansi
(OHT)
seringkali disebut dengan perangkat kerasnya yaitu OHP (Overhead
Proyector). Media transparansi adalah media visual proyeksi yang
dibuat di atas bahan transparan, biasanya film acetate atau plastic
berukuran 8,5 Inci X 11 Inci. Sebagai perangkat lunak bahan
transparansi yang berisi pesan-pesan tersebut memerlukan alat
khusus untuk memproyeksikannya, yaitu OHP.
OHP adalah alat yang dirancang sedemikian rupa sehingga
memproyeksikan transparansi ke layer lewat atas atau samping kepala
orang yang menggunakannya. Berbagai obyek atau pesan yang
dituliskan atau digambarkan pada transparansi bisa diproyeksikan
lewat OHP, misalnya diagram, peta, grafik, batasan dsb.
Sebagai media Pembelajaran media trasnparansi memiliki
beberapa kelebihan yaitu :
1) Gambar yang diproyeksikan lebih jelas daripada gambar di papan.
7-26 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2) Guru sambil mengajar dapat berhadapan dengan siswa
3) Memungkinkan penyajian diskriminasi warna yang menarik, tak
memerlukan tenaga operator, dan lebih sehat daripada papan tulis
4) Praktis, dapat dipergunakan di semua ukuran ruangan, mempunyai
variasi teknik penyajian yang menarik dan tidak membosankan.
5) Menghemat tenaga, waktu dan dapat dipakai berulang-ulang, serta
sepenuhnya dibawah control guru.
6) Dapat dipakai sebgaai petunjuk sistematika guru, dan apabila
menggunakan bingkai catatan tambahan dapat dibuat di atasnya.
Sekalipun banyak kelebihan media transparansi memiliki beberapa
keterbatasan/kelemahan antara lain :
1) Transaparansi memerlukan alat khusus yaitu OHP sedangkan OHP
seringkali sulit dicari suku cadangnya.
2) Trasnparansi memerlukan waktu, usaha dan persiapan yang baik,
kalau lepas trasnparansi menuntut cara kerja yang sistematis
dalam penyajiannya
3) Jika teknik pemanfaatan serta potensinya kurang dikuasai ada
kecenderungan OHP diapakai sebagai pengganti papan tulis dan
siswa cenderung pasif.
4. Proyektor Tak Tembus Pandang
Proyektor tak tembus pandang adalah alat untuk memproyeksikan
bahan bukan trasnparan, tetapi bahan-bahan tidak tembus pandang.
Benda-benda tersebut adalah datar tiga dimensi seperti mata uang, model
serta warna dan anyaman dapat diproyeksikan.
Kelebihan
proyektor
tak
tembus
pandang
sebagai
media
pembelajaran adalah bahan-bahan cetak seperti buku, majalah, foto
grafis, bagan diagram dan peta dapat diproyeksikan secara langsung
tanpa dipindahkan ke dalam trasnparan terlebih dahulu. Jadi benda
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-27
tersebut sangat memudahkan kita. Namun kelemahannya adalah ruangan
harus gelap dan biaya membeli alat tersebut sangat mahal.
Selain kelebihan tersebut kelebihan proeyktor tak tembus pandang
adalah :
1) dapat digunakan untuk hamper semua bidang studi yang ada di
kurikulum
2) dapat memperbesar benda kecil menjadi sebesar papan, sehingga
bahn yang semula hanya untuk individu jadi untuk seluruh kelas.
5. Film
Film merupakan media kemampuanya dalam membantu prose
belajar mengajar. Ada tiga macam ukuran film, yaitu 8 mm, 16 mm, dan
35 mm. Film 8 mm biasanya untuk keluarga, 16 mm tepat untuk diapakai
di sekolah, sedang yang terakhir bisa dipakai untuk komersial.
Bentuk yang lama biasanya bisu, rekaman disiapkan tersendiri
dalam rekaman yang terpisah. Sebagai media pembelajaran film memiliki
keunggulan-keunggulan antara lain :
1) Film merupakan media belajar yang umum, artinya baik yang cerdas
maupun yang lamban akan memperoleh sesuatu dari film yang sama.
2) Akan sangat bagus untuk menerangkan suatu proses gerakan yang
lambat dan gerakan pengulangan akan memperjelas uraian dan
ilustrasi.
3) Dapat menampilkan kembali masa lalu dan menyajikan kembali
kejadian-kejadian sejarah yang lampau.
4) Film dapat mengajak penonton mengembara dari satu Negara ke
Negara lain dan duni luar dapat dibawa masuk ke dalam kelas.
5) Film dapat menjadikan baik teori maupun praktik dari yang bersifat
umum
ke
khusus,
dapat
mendatangkan
memperdengarkan suaranya di kelas.
seorang
ahli
dan
7-28 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
6) Film dapat memikat perhatian anak, menggunakan teknik teknik
warna, gerak lambat, animasi, lebih realistic sesuai kebutuhan dan hal
yang abstrak menjadi kongkrit.
Sedangkan kekurangan film adalah biaya pembuatan yang
mahal,
tidak
dapat
mencapai
semua
tujuan
pembelajaran,
dan
penggunaanya harus di tempat gelap.
6. Televisi
Selain film televise adalah media yang menyampaikan pesanpesan pembelajaran secara audio visual dengan disertai unsure gerak.
Dilihat dari sudut jumlah penerima pesannya televise tergolong ke dalam
media massa.
Sebagai media pendidikan televise memiliki kelebihan-kelebihan :
1) Televisi
dapat
menerima,
menggunakan
dan
mengubah
atau
membatasi semua bentuk media yang lain, menyesuaikan dengan
tujuan-tujuan yang akan dicapai.
2) Merupakan medium yang menarik, modern dan selalu siap diterima
oleh anak-anak karena mereka mengenalnya sebagai bagian dari
kehidupan luar sekolah mereka.
3) Dapat memilkat perhatian dari penonton, karena menyajikan informasi
visual dan lisan secara simultan.
4) Sifatnya langsung dan nyata, sehingga siswa dapat melihat kejadiankejadian terakhir, mengadakan kontak dengan orang-orang terkenal di
bidangnya.
5) Televisi dapat mengatasi batasan waktu dan ruang, semua mata
pelajaran dapat ditelevisikan serta dapat meningkatkan pengetahuan,
dan kemampun dalam hal belajar.
Selian kelebihan kekurangan televisi
adalah :
sebagai media pendidikan
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-29
1) Sifat komunikasinya hanya satu arah
2) Jika dimanfaatkan di kelas jadwal siaran dan jadwal pelajaran sulit
disesuaikan
3) Program dilur control guru
4) Besanya gambar tidak memungkinkan untuk satu ruang kelas yang
besar.
7. Video
Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak
semakin lama semakin populer di masyarakat. Pesan yang disampaikan
bisa bersifat fakta, maupun fiktif, bisa bersifat informasi edukatif maupun
instruksional. Sebagian tugas film dapat digantikan video. Video sebagai
media pembelajaran memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
1) Menarik perhatian penanton untuk periode yang singkat.
2) Dengan alat perekamnya sejumlah penonton dapat memperoleh
informasi dari para ahli
3) Demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan sebelumnya sehingga
waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian pada penyajian.
4) Dapat mengamati obyek yang bergerak dan obyek yang berbahaya,
dan menghemat waktu karena rekaman dapat diputar berulang-ulang.
5) Keras dan lemah suara dapat diatur, dan ruangan tak perlu
digelapkan.
Sedangkan kelemahan video sebagai media pendidikan adalah :
1) Perhatian
penonton
sulit
dikuasai,
partisipasi
mereka
jarang
dipraktekkan, komunikasinya hanya satu arah
2) Kurang mampu menampilkan detail dari obyek yang disajikan secara
sempurna dan memerlukan peralatan yang mahal dan komplek.
7-30 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
8. Permainan Simulasi
Yang disebut permainan adalah setiap kontes antara para
pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-pemain
yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan tertentu untuk
mencapai tujuantertentu pula. Setiap permainan harus memiliki 4
komponen utama yaitu :
1) adanya pemain
2) adanya lingkungan dimana para pemain berinteraksi
3) adanya aturan main
4) adanya tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai
Simulasi adalah suatu model hasil penyederhanaan suatu
realitas. Selain harus mencerminkan situasi yang sebenarnya simulasi
harus bersifat operasional. Artinya simulasi menggambarkan proses yang
sedang berlangsung. Simulasi dapat bersifat fisik, verbal, ataupun
matematis.
Sebagai media pembelajaran permainan peran mempunyai
kelebihan antara lain :
1) Permainan merupakan sesuatu yang menyenangkan dan menghibur.
2) Memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar
3) Dapat memberikan umpan balik langsung
4) Memungkinkan menerapkan konsep-konsep ataupun peran-peran ke
dalam situasi dan peranan yang sebenarnya di masyarakat.
5) Permainan dapat dengan mudah dibuat dan dperbanyak serta bersifat
luwes.
Selanjutnya seperti media lain media permainan peran
mempunyai kelemahan dan keterbatasan sebagai berikut :
1) Sulit dilaksanakan tanpa kesungguhan siswa
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-31
2) Permainan cenderung menyederhanakan kontek socialnya sehingga
siswa terkadang memperoleh kesan yang salah
3) Kebanyakan permainan hanya melibatkan beberapa orang siswa saja
padahal keterlibatan seluruh siswa sangat penting.
BAB V. KEGIATAN BELAJAR IV
PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN
Kompetensi dasar
1. Mengenal cara memanfaatkan media pembelajaran
Indikator
1. Mengenal pola pemanfaatan Media Pembelajaran
2. Menjelaskan Strategi Pemanfaatan Media Pembelajaran
Media pembelajaran betapapun bagusnya jika tidak dimanfaatkan
untuk pembelajaran maka tidak ada manfaatnya bagi dunia pendidikan. Oleh
karena itu, yang perlu dirancang dengan baik bukan hanya pembuatan media
itu sendiri. Pemanfaatan media itupun juga perlu diatur dan dirancang sebaikbaiknya. Supaya media pembelajaran itu efektif pemanfaatan media harus
direncanakan dan dirancang secara sistematis.
A. POLA PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN
Ada beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran. Berikut ini polapola pemanfaatan media pembelajaran yang dapat dilakukan.
1. Pemanfaatan Media dalam Situasi Kelas (Classroom setting)
Di dalam ruang kelas, media pembelajaran dimanfaatkan untuk
menunjang tercapainya tujuan tertentu. Pemanfaatannyapun dipadukan
dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas.
Dalam merencanakan pemanfaatan media itu guru harus
melihat tujuan yang akan dicapai, meteri pembelajaran yang mendukung
tercapainya tujuan itu, serta strategi belajar mengajar yang sesuai untuk
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-33
mencapai tujuan itu. Media pembelajaran yang dipilih haruslah sesuai
dengan ketiga hal tersebut, yang meliputi tujuan, materi, dan strategi
pembelajarannya.
2. Pemanfaatan Media di Luar Situasi Kelas
Pembelajaran media pembelajaran di luar situasi dapat dibedakan
menjadi dua kelompok utama yaitu :
a. Pemanfaatan secara bebas
Pemanfaatan secara bebas adalah bahwa media itu digunakan
tanpa control atau diawasi. Pembuat program media mendistribusikan
program media, itu dimasyarakat pemakai media, baik dengan cara
diperjualbelikan
maupun
didistribusikan
secara
bebas.
Hal
itu
dilakukan dengan harapan media itu akan digunakan orang dan cukup
efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
Pemakai media menurut kebutuhan masing-masing. Biasanya
pemakai
media
menggunakan
secara
perorarang.
Dalam
menggunakan media ini pemakai tidak dituntut untuk mencapai tingkat
pemahaman tertentu. Mereka juga tidak diharapkan untuk memberikan
umpan balik kepada siapapun dan juga tidak perlu mengikuti tes atau
ujian.
Contoh pemanfaatan media secara bebas adalah sebagai berikut
:
1) Pemakaian kaset pelajaran bahasa Inggris
Di toko banyak dijual kaset pelajaran bahasa Inggris untuk
melengkapi pelajaran bahasa inggris tertentu. Orang-orang yang
memerlukan
dapat
membeli
secara
bebas
dan
dapat
menggunakanya secara bebas pula.Artinya kaset tersebut dapat
dipakai kapan saja, dimana saja, dan untuk keperluan apa saja
tergantung pemilik kaset tersebut. Hasil yang dicapai pun
tergantung pada orang itu sendiri.
7-34 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2). Pemanfaatan program Siaran radio Pendidikan
Siaran radio pendidikan dimaksudkan untuk menyampaikan
pesan yang bersifat pendidikan. Misalnya pelajaran bahasa Inggris,
Matematika, Bahasa Indonesia dan lain-lain. Pemanfaatan program
ini kebanyakan tidak dikontrol oleh penyelenggara siaran. Program
tersebut disiarkan dengan harapan didengarkan dan dimanfaatkan
oleh orang. Dalam hal ini penyelenggara siaran tidak mengatur
bagaimana
program
itu
di
dengarkan
dan
dimanfaatkan.
Penyelenggara siaran juga tidak mengevaluasi hasil pemanfaatan
program. Artinya penyelenggara siaran tidak menilai sampai
seberapa jauh pesan yang telah disampaikan kepada pendengar
itu dapat diterima oleh pendengar dan apa pengaruhnya terhadap
kemampuan keterampilan dan sikap pendengar.
b. Pemanfaatan Media secara Terkontrol
Pemanfaatan media secara terkontrol ialah bahwa media itu
digunakan dalam sautu rangkaian kegiatan mengevaluasi hasil
pemanfaatan program. Artinya penyelenggara siaran tidak menilai
sampai seberapa jauh pesan yang telah disampaikan kepada
pendengar itu dapat diterima oleh pendengar dan apa pengaruhnya
terhadap kemampuan keterampilan dan sikap pendengar.
Media digunakan dalam sautu rangkaian kegiatan yang diatur
secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila media itu
berupa media pembalajaran, sasaran didik diorganisasikan dengan
baik. Dengan begitu mereka dapat menggunakan media itu secara
teratur, berkesinambungan dan mengikuti tujuh pola belajar mengajar
tertentu.
Biasanya sasaran didik diatur dalam kelompok-kelompok
belajar. Setiap kelompok diketuai oleh seorang tutor. Sebelum
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-35
memanfaatkan media, tujuan pembelajaran yang akan dicapai dibahas
atau ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya, mereka dapat belajar dari
media itu secara berkelompok atau secara perorangan. Anggota
kelompok diharapkan dapat berinteraksi baik dalam diskusi maupun
dalam bekerja sama untuk memecahkan masalah, memperdalam
pemahaman, atau menyelesaikan tugas-tugas terttentu.
Hasil belajar mereka dievaluasi secara teratur. Untuk keperluan
evaluasi ini pembuat program media perlu menyediakan alat evaluasi
tersebut. Pelaksanaan evaluasi dapat diatur oleh para tutor. Penilaian
juga dapat dilakukan oleh tutor menggunakan kunci jawaban yang
telah disediakan oleh pembuat program.
3. Pemanfaatan media secara perorangan, kelompok atau masal
1). Media dapat digunakan secara perorangan. Artinya media itu
digunakan oleh orang saja. Banyak media yang memang dirancang
untuk digunakan secara perseorangan. Media seperti ini biasanya
dilangkapi dengan petunjuk pemanfaatan yang jelas sehingga orang
dapat menggunakannya dengan mandiri. Artinya orang itu tidak perlu
bertandya
kepada
menggunakannya,
orang
alat
apa
lain
yang
tentang
diperlukan,
bagaimana
dan
cara
bagaimana
mengetahui bahwa ia telah berhasil dalam belajar. Buku petunjuk itu
biasanya mengandung keterangan tentang tujuan pembelajaran yang
akan dicapai, garis besar isi urutan pelajarannya, komponenkomponen media itu, alat yang diperlukan untuk menggunakannya dan
alat evaluasi yang biasanya terdiri dari soal tes.
2) Media dapat digunakan secara berkelompok. Kelompok itu dapat
berupa kelompok kecil dengan anggota 2 s/d 8 orang. Atau berupa
kelompok besar yang beranggotakan 9 s/d 40 orang. Media yang
dirancang untuk digunakan secara berkelompok juga memerlukan
7-36 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
buku petunjuk. Buku petunjuk ini biasanya ditujukan kepada pimpinan
kelompok, tutor atau guru. Keuntungan belajar dengan menggunakan
media secara berkelompok ialah bahwa kelompok itu dapat melakukan
diskusi tentang bahan yang sedang dipelajari. Diskusi dapat dilakukan
baik sebelum maupun sesudah baik sebelum maupun sesudah
mereka menggunakan media itu. Media yang disajikan secara
berkelompok harus memenuhi beberapa persyaratan :
a) Suara yang disajikan oleh media itu harus cukup keras sehingga
semua
anggota kelompok dapat mendengarnya.
b) Gambar atau tulisan dalam media itu harus cukup besar sehingga
dapat
dilihat oleh semua anggota kelompok itu.
c). Perlu ada alat penyaji yang dapat memperkeras suatu dan
membesarkan
gambar.
3). Media dapat juga digunakan secara massal. Orang yang jumlahnya
puluhan, ratusan, bahkan ribuan dapat menggunakan media itu
bersama-sama. Media yang dirancang seperti ini biasanya disiarkan
melalui pemancar, seperti radio, televise atau digunakan dalam ruang
yang besar seperti film 35 mm. Untuk memudahkan orang yang belajar
dengan menggunakan media seperti ini sebaiknya kepada para
peserta diberikan bahan tercetak sebelumnya. Bahan cetakan itu
setidak-tidaknya harus memuat tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, garis besar isi, petunjuk tindak lanjut dan bahan sumber lain
yang dapat dipelajar untuk memperdalam pemahaman. Bahan
cetakan ini diberikan jauh sebelum saat penggunaan media dilakukan.
Dengan demikian para peserta dapat menyiapkan diri dalam mengikuti
program media itu.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-37
B. STRATEGI PEMANFAATAN
Pada bahasan sebelumnya telah dibicarakan bahwa media ini
seharusnya digunakan dengan perencanaan yang sistematis. Media
digunakan jeka media itu mendukung tercapainya tujuan isntruksional
yang telah dirumuskan serta sesuai dengan sifat materi instruksionalnya
yang telah dirumuskan.
1. Persiapan Sebelum Menggunakan Media
Supaya penggunaan media dapat berjalan dengan baik, kita
perlu membuat persiapan yang baik pula. Pertama tama pelajari buku
petunjuk yang telah disediakan. Kemudian kita ikuti petunjuk-petunjuk
itu. Apabila pada petunjuk kita disarangkan untuk membaca buku atau
bahan ajar lain yang sesuai dengan tujuan yang akan capai,
seyogyanya hal tersebut dilakukan. Hal tersebut akan memudahkan
dalam belajar dengan media itu.
Peralatan yang diperlukan untuk menggunakan media itu juga
perlu
disiapkan
sebelumnya.
Dengan
demikian,
pada
saat
menggunakan nanti kita tidak akan diganggu dengan hal-hal yang
mengurangi kelancaran penggunaan media itu. Jika media itu
digunakan secara berkelompok, sebaiknya tujuan yang akan dicapai
dibicarakan terlebih dahulu dengan semua anggota kelompok. Hal ini
penting supaya perhatian dan pikiran terarah ke hal yang sama.
Peralatan media itu ditempatkan dengan baik sehingga kita
dapat melihat atau mendengar programnya dengan enak. Lebih-lebih
aabila media itu digunakan secara berkelompok. Sedapat mungkin
semua anggota kelompok dapat memperoleh kesempatan yang sama
dalam mendengarkan dan atau melihat program media itu. Layar dan
atau pesawat radio atau tape recorder harus ditempatkan begitu rupa
sehingga semua dapat melihat dan mendengarkan dengan jelas.
7-38 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
2. Kegiatan Selama Menggunakan Media
Selama penggunaan media yang perlu dijaga adalah suasana
ketenangan. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu perhatian
dan konsentrasi siswa harus dihindarkan. Kalau mungkin ruangan
jangan digelapkan sama sekali. Hal itu supaya kita masih dapat
menulis jika menjumpai hal-hal penting yang perlu diingat. Kita pu
dapat menulis pertanyaan jika ada bagian yang tidak jelas atau sulit
dipahami.
Jika menulis atau membuat gambar atau membuat catatan
singkat, usahakan hal tersebut tidak mengganggu konsentrasi. Jangan
sampai perhatian kita terlalu banyak tercurah pada apa yang ditulis
sehingga kita tidak dapat memperhatikan sajian media yang sedang
berjalan. Media yang digunakan secara berkelompok harus kita jaga
benar-benar supaya kita tidak berbicara. Kalau kita berbicara, tentu hal
tersebut akan mengganggu teman bicara kita.
Ada kemungkinan selama sajian media berjalan, kita diminta
melakukan sesuatu, misalnya menunjuk gambar, membuat garis,
menyusun sesuatu, menjawab pertanyaan dan sebagainya. Perintahperintah itu sebaiknya dijalankan dengan tenang jangan sampai
mengganggu teman lain.
3. Kegiatan Tindak Lanjut
Maksud kegiatan tindak lanjut ini ialah untuk menjajagi apakah
tujuan telah tercapai. Selain itu, untuk memantapkan pemahaman
terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui media
bersangkutan. Untuk itu soal tes yang disediakan perlu kita kerjakan
dengan segera sebelum kita lupa isi program media itu. Kemudian kita
cocokkan jawaban itu dengan kunci yang disediakan . Bila kita masih
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-39
banyak
berbuat
kesalahan,
sebaiknya
sajian
program
media
bersangkutan diulangi lagi.
Apabila kita belajar secara berkelompok, perlu diadakan diskusi
kelompok. Hal itu dilakukan untuk membicarakan jawaban soal tes
atau untuk membicarakan hal-hal yang kurang jelas atau sulit
dipahami. Ada kemungkinan kita dianjurkan melakukan tindak lanjut
lain,
misalnya
melakukan
percobaan,
melakukan
observasi,
menyususn sesuatu dan sebagainya. Bila hal ini dapat dilakukan
sebaiknya petunjuk itu diikuti dengan baik.
BAB VI. KEGIATAN BELAJAR V
MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Kompetensi Dasar
1. Mengenal Media Pembelajaran Penjaskes
Indikator
1. Mengenal macam-macam media pembelajaran penjaskes
2. Dapat mempergunakan media pembelajaran penjaskes
3. Dapat membuat media pembelajaran penjaskes sederhana
Media pembelajaran untuk teori di dalam kelas telah disampaikan di
depan. Yang dimaksud dengan media pembelajaran pendididkan jasmani
dalam bagian yang sedang dibicarakan ini adalah media untuk pembelajaran
praktek di lapangan. Tentang media ini masih belum banyak ditulis para ahli.
Oleh karena itu masih terasa sulit untuk mendapatkan buku-buku sumbernya.
Sebenarnya banyak ditulis oleh para ahli dalam kontek melatih
olahraga pada cabang masing-masing. Media ini dapat dimanfaatkan guru
Penjaskes dalam proses pembelajaran penjaskes. Sebagai contoh tes ball.
Yang digunakan untuk latihan memukul softball. Hal ini wajar saja karena alat
ini serta alat lainya diciptakan dalam kaitannya dengan melatih olahraga
tertentu.
Berikut ini media untuk pendidikan jasmani yang akan digolongkan
menjadi tiga kelompok dan akan dibahas satu persatu. Ketia media tersebut
adalah media mekanik, media kinestetik dan media sederhana yang dibuat
dari bahan-bahan yang ada disekitar kita.
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-41
A. MEDIA MEKANIK
Media mekanik adalah alat-alat diluar ketentuan dalam peraturan
pertandingan cabang olahraga tertentu yang diciptakan untuk membantu
membelajarkan gerak si pemakainya. Tidak ada ketentuan tentang model
dan ukuran untuk alat ini. Macam-macam media mekanik dapat disebutkan di
bawah ini :
1. Mesin pelontar bola
Mesin ini digunakan dalam berbagai cabang olahraga yang
menggunakan bola contohnya : tenis, soft ball, bola voli dan bulu
tangkis. Alat ini dapat menembakkan bola dan dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan.
Mesin pelontar bola dapat digunakan untuk pengumpan
berbagai macam gerakan memukul bola. Pemain tenis dan cabang lain
dapat berulang-ulang melakukan gerakan smash dengan umpan yang
sama dari mesin bola sampai akhirnya ditentukan gerakan yang paling
sesuai untuk dirinya. Dengan cara yang sama dapat pula dilakukan
untuk gerakan backhand, forehand dan lain-lain teknis gerak.
2. Tiang Pukulan
Tiang pukulan digunakan terutama untuk olahraga yang
menggunakan tongkat pemukul seperti soft ball dan bisboll. Namun
kadang-kadang juga digunakan untuk melatih gerakan memukul dengan
bad.
Media seupa untuk latihan memukul dengan dua tangan
maupun memukul dengan satu tangan, dapat tidak menggunakan tiang.
Tetapi menggunakan turbin bola dengan prinsip turbin air yang dapat
menyalurkan bola berturut-turut sehingga dapat dipukul secara berturutturut pula.
7-42 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
3. Dinding atau Tembok
Dinding atau tembok digunakan untuk latihan olahraga tenis,
soft ball dan olahraga lain. Media tembok juga media yang bagus untuk
berlatih bola basket, volley ball dan olahraga lain yang menggunakan
bola. Sifatnya yang dapat memantulkan bola sesuai dengan keras
tidaknya tenaga yang kita berikan membuat dinding efektif untuk latihanlatihan olahraga menggnuakan bola.
B. MEDIA KINSETETIK
Media
kinestetik
berkaitan
dengan
informasi
tentang
kedudukan/posisi badan dalam ruang dari hbungan dengan bagianbagiannya. Hal ini menyangkut upaya peningkatan kesadaran dan persepsi
kinestetik seseorang.
Persepsi kinestetik adalah perasaan yang memberikan kesadaran
akan posisi tubuh atau bagaian-bagian tubuh pada waktu bergerak (di dalam
ruang gerak) sehingga akan dapat mengontrol gerakan-gerakan yang lebih
akurat. Upaya untuk meningkatkan kemampuan kinestetik ini dapat dibantu
degan menggunakan media antara lain :
1. Alat Penutup Mata
Apapun jenisnya alat penutup mata dapat digunakan untuk
menghelangkan rangsangan mata dan lebih memutuskan diri pada
perasaan geraknya. Dalam hal ini perasaan gerak sebagai suatu proses
lebih penting dari pada hasilnya.
2. Tali Penolong.
Media ini sering digunakan pada saat melakukan gerakan-gerakan
tidak stabil atau berakan berbahaya. Gerakan demikian ini banyak
dijumpai pada cabang olahraga senam. Tali digunakan untuk membantu
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-43
siswa belajar latihan salto. Meski fungsi tali sebenarnya bukan sebagai
penolong namun lebih berfungsi menambah konsentrasi siswa pada
perasaan gerak tanpa takut jatuh.
3. Alat-alat pemberat
Yang dimaksud alat pemberat adalah alat-alat pada semua
cabang olahraga namun ukuran dan beratnya ditambah dari berat yagn
sebenarnya. Raket, glove untuk petinju, rompi pemberat adalah beberapa
contoh pemberat untuk latihan daya kinstetik.
C. MEDIA PEMBELAJARA PENJASKES SEDERHANA
Media berarti pengantar atu apa saja yang digunakan untuk proses
penyaluran informasi. Pendidikan jasmani adalah pendidikan melalui gerak.
Jadi media untuk pendidikan jasmani adalah apa saja yang dapat
merangsang siswa untuk bergerak, bukan hanya alat-alat olahraga yang
standard tetapi apa saja di sekitar kita dapat dimanfaatkan sebagai media
dalam pendidikan jasmani. Contoh : rintangan alam dan parit dapat
merangsang siswa untuk melompat, bola bekas, batu, tongkat, benda-benda
bulat, semuanya merangsang sisw auntuk melempar, bahkan tongkat dan tali
dapat merangsang siswa untuk alat menyeberang parit.
Di sekolah guru sering mengeluh kekurangan alat untuk mengajar
pendididkan jasmani. Padahal didalam gudangnya tersimpan banyak bola
tenis bekas, bola-bola plastic berbagai ukuran, simpai dan disekitar sekolah
banyak dibuang kardus-kardus bekas. Benda-benda tersebut sebenarnya
dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang efektif.
Materi pendidikan jasmani belum mengutamakan teknik standard yang
menunjang peningkatan prestasi cabang olahraga tertentu. Materi pendidikan
jasmani, sebaiknya berupa tugas-tugas gerak yang bersifat koordinatif yang
menunjang proses belajar motorik. Keberhasilan pendidikan jasmani
7-44 Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran
tergantung kepada bagaimana guru merancangnya. Materi harus konkrit
dalam arti mengandung unsure-unsur kemampuan dasar koordinatif seperti ;
daya reaksi ritme, keseimbangan, orientasi ruang kemampuan kinestetik dan
tidak boleh ada anggota kelas yang tidak mampu melaksanakannya.
Mempersiapkan materi yang demikian ternyata menggunakan media alat-alat
seadanya disekitar kita lebih fleksibel dan hasilnya lebih efektif.
Berikut disebutkan beberapa alat-alat sederhana dan barang bekas
yang dapat dimanfaatkan atau dapat dibuat sendiri oleh guru untuk media
dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Guru dapat membuat sendiri
berbagai model permainan menggunakan setiap jenis alat di atas atau
dengan mengkombinasikan beberapa alat tersebut.
1. Bangku Swedia : alat ini untuk duduk, juga dapat diinjak, dilompati
dan sebagai pembatas dalam pembelajaran
2. Bola bekas dan bola plastik : banyak sekali model-model permaianan
yang dapat disusun menggunakan bola bekas atau bola plastic, baik
yang menyangkut keterampilan dasar lari, lompat atau lempar.
3. Simpai dan ban sepeda bekas
: jika tidak ada simpai dapat
digunakan ban bekas, atau dibuat sendiri dari slang air diisi tali
plastic atau dari bahan lain.
4. Gawang kecil-kecil : alat ini dapat dibuat sendiri oleh guru dari kayu
bekas
5. Kardus : kardus merupakan barang bekas yang mudah diperoleh
dimana-mana, padahal kardus merupakan media pembelajaran
jasmani yang efektif karena mudah dipindah-pindah dan banyak
sekali varian permainan yang dapat disusun menggunakan kardus.
6. Bukan hanya alat-alat sederhana seperti yang disebutkan di atas itu
saja yang bisa dipakai media pembelajaran pendidikan jasmani.
Kondisi lingkungan/alam juga bisa dimanfaatkan. Bukit-bukit yang
mempunyai hutan perdu, sungai kecil dan parit-parit yang melintasi
Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran 7-45
juga
baik
untuk
bermain-maian.
Demikian
merupakan daerah yang bagus untuk bermain.
pula
perkebunan
DAFTAR PUSTAKA
AECT “ The Definition of Educational Technomogy” 1977. Jakarta. CV
Rajawali.
Arief s. Sadiman Dkk. 2008. Media Pendidikan Pengertian,
Pengembangan dan pemanfaatannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Heinich, et. Al 1989. Instructional Media. New York : Mac-Melalan
Publishing Company
Nana Sudjana. Dan ahmad rivai. 2005. Media Pengajaran. Bandung :
Sinar Baru Algensindo.
Program Akta Mengajar V.B. 1983. Komponen Dasar kependidikan.
Jakarta : Proyek pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Prasetya Irawan. 1977. Media Instruksional Program Applied Approach.
Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Soepartono. 2000. Media Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas
Supandi. 1992. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan. Jakarta : Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan
Dirjen Dikti.
Supandi, Hamit Tjatjo, A. 1991. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan. Jakarta. Bahan Penataran Dosen
Program D-II PGSD.
BUKU AJAR
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
BAB I PENDAHULUAN
DESKRIPSI
Buku ajar ini memaparkan mengenai langkah-langkah penelitian
tindakan kelas. Setelah mempelajari buku ajar ini diharapkan peserta
pelatihan akan memahami mengenai prinsip dasar penelitian tindakan
kelas, memahami konsep dasar dan karakteristik penelitian tindakan
kelas, bisa mengidentifikasi dan membuat perumusan masalah yang
aktual dalam penelitian tindakan kelas, mampu menyusun proposal
penelitian tindakan kelas, memahami monitoring dalam penelitian tindakan
kelas.
PRASYARAT
Tidak ada
PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempelajari materi ini peserta pelatihan harus membaca materi
pendidikan jasmani secara keseluruhan. Menyelesaikan semua tugastugas yang diberikan oleh instruktur dan aktif dalam diskusi kelas.
KOMPETENSI DAN INDIKATOR
Kompetensi dan indikator yang diharapkan dikuasai oleh peserta
pelatihan setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar dalam buku ajar
adalah peserta pelatihan dapat memahami mengenai prinsip dasar
penelitian tindakan kelas, memahami konsep dasar dan karakteristik
penelitian tindakan kelas, bisa mengidentifikasi dan membuat perumusan
masalah yang aktual dalam penelitian tindakan kelas, mampu menyusun
proposal
penelitian
tindakan
penelitian tindakan kelas.
kelas,
memahami
monitoring
dalam
BAB II KEGIATAN BELAJAR I
A. Kompetensi dan indikator
1. Peserta pelatihan memahami prinsip dasar penelitian tindakan
kelas
2. Peserta pelatihan memahami konsep dasar penelitian tindakan
kelas
3. Peserta pelatihan memahami karakteristik penelitian tindakan
kelas
4. Peserta pelatihan melakukan identifikasi penelitian tindakan
kelas
5. Peserta pelatihan dapat membuat rumusan masalah yang
aktual dalam penelitian tindakan kelas
6. Peserta pelatihan mampu menyusun proposal penelitian
tindakan kelas
7. Peserta pelatihan memahami monitoring dalam penelitian
tindakan kelas.
B. Uraian Materi
Apa Penelitian Tindakan Kelas? Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
atau disebut juga dengan Classroom Action Research (CAR) adalah
penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu
praktik pembelajaran di kelas. Fokus PTK adalah pada siswa atau pada
proses belajar mengajar yang terjadi di kelas. Hasil dari PTK ini dapat
ditulis
sebagai
karya
tulis
ilmiah.
Apa Tujuan PTK? Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan
permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan
nyata Guru dalam pengembangan profesionalnya.
Penelitian Tindakan Kelas 8-3
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang
dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
PTK memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Masalah berawal dari guru
2. Tujuannya memperbaiki pembelajaran
3. Metode utama adalah refleksi diri dengan tetap mengikuti kaidah-kaidah
penelitian
4. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran
5. Guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti.
Mengapa guru dianggap paling tepat untuk melakukan PTK ?
1. Guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya
2.Temuan
penelitian
tradisional
sering
sukar
diterapkan
untuk
memperbaiki pembelajaran
3. Guru merupakan orang yang paling akrab dengan kelasnya
4. Interaksi guru-siswa berlangsung secara unik
5. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan inovatif yang bersifat
pengembangan mempersyaratkan guru untuk mampu melakukan PTK di
kelasnya.
Bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas?
z Mulai dari permasalahan kecil dan nyata
z Identifikasi permasalahan yang signifikan
z Permasalahan tersebut benar-benar eksis
z Sering ditemui dilingkup sekolah
z Koordinasikan dengan rekan guru
z Sepengetahuan kepala sekolah
8-4 Penelitian Tindakan Kelas
z Dokumentasi semua data sejak proposal penelitian hasil penelitian
secara sistematis.
Permasalahan bisa diidentifikasi dengan merumuskan pertanyaanpertanyaan sebagai berikut:
z Apakah kompetensi awal siswa untuk mengikuti pembelajaran
cukup memadai?
z Apakah pembelajaran yang dilakukan cukup efektif?
z Apakah siswa cukup aktif dalam mengikuti pembelajaran?
z Apakah sarana/prasarana pembelajaran cukup memadai?
z Apakah pemerolehan hasil pembelajaran cukup tinggi?
z Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas?
z Apakah ada unsur inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran?
z Bagaimana
melaksanakan
pembelajaran
dengan
strategi
pembelajaran inovatif tertentu?
Langkah Mengidentifikasi masalah:
z Menulis semua hal terkait dengan pembelajaran yang dirasakan
perlu memperoleh perhatian untuk menghindari dampak yang tidak
diharapkan
z Memilah dan mengklasifikasikan masalah sesuai dengan jenisnya,
mencatat jumlah siswa yang mengalaminya, dan mengidentifikasi
frekuensi timbulnya masalah
z Mengurutkan masalah sesuai dengan tingkat urgensinya untuk
ditindaklanjuti (kemudahannya, keseringannya, dan jumlah siswa
yang mengalaminya)
z Memilih permasalahan yang urgen untuk dipecahkan
z Mengkaji kelayakan, signifikansi, dan kontribusinya terhadap
perbaikan pembelajaran apabila berhasil dipecahkan
Penelitian Tindakan Kelas 8-5
Menganalisis masalah:
| Bagaimana konteks, kondisi, situasi atau iklim dimana masalah
terjadi?
| Apa kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah?
| Bagaimana keterlibatan masing-masing komponen pembelajaran
dalam terjadinya masalah?
| Bagaimana alternatif pemecahan yang dapat diajukan?
| Bagaimana perkiraan waktu yang diperlukan untuk pemecahan
masalah?
Memilih masalah:
† Merupakan masalah pembelajaran yang aktual, yang benar-benar
ada di dalam pembelajaran di sekolah
† Dapat dicari dan diidentifikasi faktor penyebabnya, sebagai dasar
untuk menentukan alternatif tindakanyang akan diberikan
† Ada alternatif tindakan yang dipilih untuk dilakukan peneliti
† Memiliki nilai strategis bagi peningkatan atau perbaikan proses dan
hasil pembelajaran
Apa manfaat PTK bagi guru?
1. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran
2. Meningkatkan profesionalitas guru
3. Meningkatkan rasa percaya diri guru
4.Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan
Keterampilannya
8-6 Penelitian Tindakan Kelas
PTK sebagai salah satu metode penelitian terdapat beberapa
keterbatasan, antara lain:
1. Validitasnya yang masih sering disangsikan
2. Tidak mungkin melakukan generalisasi karena sampel sangat terbatas
3. Peran guru yang bertindak sebagai pengajar dan sekaligus peneliti
sering membuat sangat repot.
Empat langkah dalam Siklus PTK:
z Plan: perencanaan tentang elemen, tindakan, observasi, refleksi
dan laporan penelitian, dibuat secara tertulis
z Action: tindakan
nyata (usaha perbaikan/praktis) terhadap
responden
z Observation: pengamatan terhadap implikasi treatment yang telah
dilakukan pada responden
z Reflection, merupakan kajian kembali ( evaluasi, mendokumentasi,
dan mencatat) fenomena yang muncul sebagai akibat diberikannya
tritmen
PTK dimulai dengan adanya masalah yang dirasakan sendiri oleh
guru dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang
berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai
dengan harapan guru atau hal-hal lain yang berkaitan dengan perilaku
mengajar guru dan perilaku belajar siswa. Langkah menemukan masalah
dilanjutkan dengan menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian
merencanakan PTK dalam bentuk tindakan perbaikan, mengamati, dan
melakukan refleksi.
Empat langkah utama dalam PTK yaitu merencanakan, melakukan
tindakan perbaikan, mengamati, dan refleksi merupakan satu siklus dan
dalam PTK siklus selalu berulang. Setelah satu siklus selesai, barangkali
guru akan menemukan masalah baru atau masalah lama yang belum
tuntas dipecahkan, dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang
Penelitian Tindakan Kelas 8-7
sama seperti pada siklus pertama. Dengan demikian, berdasarkan hasil
tindakan atau pengalaman pada siklus pertama guru akan kembali
mengikuti langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi
pada siklus kedua.
Tahap perencanaan PTK terdiri atas mengidentifikasi masalah,
menganalisis dan merumuskan masalah, serta merencanakan perbaikan.
a. Mengidentifikasi dan menetapkan masalah
Selama
mengajar
kemungkinan
guru
menemukan
berbagai
masalah, baik masalah yang bersifat pengelolaan kelas, maupun yang
bersifat instruksional. Meskipun banyak masalah, ada kalanya guru tidak
sadar kalau dia mempunyai masalah. Atau masalah yang dirasakan guru
kemungkinan masih kabur sehingga guru perlu merenung atau melakukan
refleksi agar masalah tersebut menjadi semakin jelas. Oleh karena itu,
supervisor perlu mendorong guru menemukan masalah atau dapat juga
guru memulai dengan suatu gagasan untuk melakukan perbaikan
kemudian mencoba memfokuskan gagasan tersebut. Untuk melakukan
hal ini, guru dapat merenungkan kembali apa yang telah dilakukan. Jika
guru rajin membuat catatan pada akhir setiap pembelajaran yang dikelolanya, maka ia akan dengan mudah menemukan masalah yang dicarinya.
Atau agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah,
maka seorang guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat
pembelajaran yang dikelolanya sebagai bagian penting dari dunianya.
Setelah mengetahui permasalahan, selanjutnya melakukan analisis dan
merumuskan masalah agar dapat dilakukan tindakan.
Contoh permasalahan yang dihadapi oleh Pak Anton, yaitu rendahnya
motivasi sebagian besar siswa untuk menjawab pertanyaan atau siswa
sering tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
8-8 Penelitian Tindakan Kelas
b. Menganalisis dan merumuskan masalah
Sebenarnya secara tidak sadar guru telah melakukan PTK, yakni
ketika guru melakukan evaluasi, menganalisis hasil evaluasi, dan tindak
lanjutnya. Jika masalah sudah ditetapkan, maka masalah ini perlu
dianalisis dan dirumuskan. Tujuannya adalah agar paham akan hakikat
masalah yang dihadapi, terutama apa yang menyebabkan terjadinya
masalah tersebut. Untuk mengetahui penyebabnya, masalah ini harus
dianalisis, dengan mengacu kepada teori dan pengalaman yang relevan.
Misalnya, untuk menganalisis penyebab permasalahan yang dihadapi oleh
Pak Anton, guru dapat mengacu kepada teori keterampilan bertanya, dan
mencari penyebabnya dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut.
1) Apakah rumusan pertanyaan yang dibuat guru cukup jelas dan singkat?
2) Apakah guru memberikan waktu untuk berpikir sebelum meminta siswa
menjawab ?
Jika setelah dianalisis, kedua pertanyaan di atas dijawab dengan ya, tentu
harus dicari penyebab lainnya, misal :
apakah penjelasan guru cukup jelas bagi siswa, apakah bahasa yang
digunakan guru mudah dipahami, dan apakah ketika menjelaskan guru
memberikan contoh-contoh. Jika umpamanya kedua pertanyaan di atas
dijawab tidak, maka kita sudah dapat jawaban sementara, yaitu penyebab
siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru adalah karena pertanyaan
yang diajukan guru tidak jelas dan sering panjang dan berbelit-belit, serta
guru tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir. Jika ini yang
dianggap sebagai penyebab, maka guru dapat merencanakan tindakan
perbaikan, yaitu dengan menyusun pertanyaan tersebut secara cermat,
serta berusaha memberikan waktu untuk berpikir sebelum meminta siswa
menjawab pertanyaan.
c. Merencanakan tindakan perbaikan
Berdasarkan rumusan masalah (juga mencakup penyebab timbulnya
masalah), guru mencoba mencari cara untuk memperbaiki atau mengatasi
Penelitian Tindakan Kelas 8-9
masalah tersebut. Dengan perkataan lain, dalam langkah ini, guru
merancang tindakan perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut. Untuk merancang suatu tindakan perbaikan, guru dapat
: (1) mengacu kepada teori yang relevan, (2) bertanya kepada ahli terkait,
dan (3) berkonsultasi dengan supervisor. Ahli terkait mungkin ahli
pembelajaran, mungkin pula ahli bidang studi atau pembelajaran bidang
studi.
Rencana
tindakan
perbaikan
dituangkan
dalam
rencana
pembelajaran.
Mari kita ambil kasus Pak Anton, yaitu masalah pertanyan guru yang tidak
terjawab oleh siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertanyaan yang
disusun guru terlampau panjang dan kurang jelas. Di samping itu, guru
sering langsung meminta jawaban setelah mengajukan pertanyaan, dan
kadang-kadang langsung mengarahkan pertanyaan ini pada siswa
tertentu, sehigga siswa yang lain tidak memperhatikan pertanyaan
tersebut. Akibatnya, hampir selalu pertanyaan tidak terjawab dan Pak
Anton sering harus menjawab pertanyaannya sendiri atau melupakan
pertanyaan tersebut. Dari hasil analisis tersebut, penyebab pertanyaan
Pak Anton yang tidak terjawab adalah:
a. Pertanyaan Pak Anton terlampau panjang dan tidak jelas
b. Pak Anton tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan
c. Pak Anton sering mengajukan pertanyaan dengan menunjuk kepada
siswa tertentu.
Apabila dikaji secara cermat ternyata ketiga penyebab tersebut berkaitan
dengan pembelajaran, dalam hal ini keterampilan dasar mengajar, yaitu
keterampilan bertanya. Oleh karena itu, tindakan perbaikan yang harus
dilakukan guru adalah meningkatkan keterampilan bertanya. Tindakan
perbaikan ini kita cantumkan dalam rencana pembelajaran yang kita
gunakan dalam mengajar. Satu hal yang sangat perlu kita perhatikan
adalah bahwa PTK dilakukan dalam pembelajaran biasa, tidak ada kelas
khusus untuk melakukan PTK karena pada hakikatnya PTK dilakukan oleh
guru sendiri di kelasnya sendiri. siswa tidak dapat menjawab pertanyaan
8-10 Penelitian Tindakan Kelas
guru adalah karena pertanyaan yang diajukan guru tidak jelas dan sering
panjang dan berbelit-belit, serta guru tidak memberi kesempatan kepada
siswa untuk berpikir. Jika ini yang dianggap sebagai penyebab, maka guru
dapat merencanakan tindakan perbaikan, yaitu dengan menyusun
pertanyaan tersebut secara cermat, serta berusaha memberikan waktu
untuk berpikir sebelum meminta siswa menjawab pertanyaan.
Bagaimana melaksanakan PTK?
a. Siklus I
1) Perencanaan I
Seperti uraian di atas
2) Tindakan I
Dengan melihat kasus Pak Anton, tindakan I adalah implementasi
serangkaian kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan untuk
mengatasi masalah. Karena penyebab pertanyaan Pak Anton yang sering
tidak terjawab sudah diketahui, maka tindakan yang harus dilakukannya
adalah :
1. Membuat pertanyaan secara jelas dan tidak terlampau panjang.
2. Pertanyaan ditujukan kepada seluruh siswa
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dulu sebelum
menjawab.
3) Pengamatan I
Dalam tahap pelaksanaan tindakan, guru berperan sebagai pengajar dan
pengumpul data, baik melalui pengamatan langsung, maupun melalui
telaah dokumen, bahkan juga melalui wawancara dengan siswa setelah
pembelajaran selesai. Guru juga dapat meminta bantuan kolega guru
lainnya untuk melakukan pengamatan selama guru melakukan tindakan
perbaikan. Selama proses belajar akan dilakukan observasi menyangkut
aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Antara lain,
bagaimana kualitas jawaban siswa dan apakah motivasi siswa menjawab
pertanyaan guru meningkat?. Apakah hasil belajar siswa meningkat?
Penelitian Tindakan Kelas 8-11
4) Refleksi I
Data
yang
dikumpulkan
selama
tindakan
berlangsung
kemudian
dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini guru melakukan refleksi, yaitu
guru
mencoba
merenungkan
atau
mengingat
dan
menghubung-
hubungkan kejadian dalam interaksi kelas, mengapa itu terjadi, dan
bagaimana hasilnya. Hasil refleksi akan membuat guru menyadari tingkat
keberhasilan dan kegagalan yang dicapainya dalam tindakan perbaikan.
iHasil refleksi ini merupakan masukan bagi guru dalam merencanakan
dan
melaksanakan tindakan perbaikan berikutnya. Refleksi I dapat dilakukan
oleh guru bersama siswa bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis
pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan jalan mengidentifikasi baik
kemajuan-kemajuan
yang
telah
diperoleh
maupun
kekurangan-
kekurangan atau hambatan hambatan yang masih dihadapi. Kemudian,
setelah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil refleksi
tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus II.
b. Siklus II
1) Perencanaan II
Refleksi
yang
dilakukan
pada
akhir
siklus
I
bertujuan
untuk
mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun
kekurangankekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi.
Hasil refleksi ini kemudian digunakan untuk memperbaiki rencana
tindakan pada siklus II.
2) Tindakan II
Tindakan II berupa implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran
yang telah direvisi untuk mengatasi masalah pada siklus I yang belum
tuntas.
8-12 Penelitian Tindakan Kelas
3) pengamatan II
Selama proses belajar pada siklus kedua ini juga akan dilakukan
observasi
menyangkut
aktivitas
siswa
dalam
mengikuti
kegiatan
pembelajaran.
4) Refleksi II
Refleksi II juga dilakukan oleh guru bersama siswa bertujuan untuk
mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus II dengan
jalan mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh
maupun kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih
dihadapi.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan berhasil
tidaknya keseluruhan tindakan implementasi pembelajaran di dalam kelas
terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Apabila pada siklus II tujuan
PTK sudah dapat tercapai, maka tidak perlu dilanjutkan siklus berikutnya.
Tetapi apabila tujuan belum tercapai, maka perlu dilanjutkan siklus
berikutnya. Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari kedua belah
pihak hasil refleksi tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana
tindakan pada siklus III. Guru dapat membuat jurnal atau catatan seluruh
kegiatan PTK yang telah dilakukannya. Catatan tersebut dapat digunakan
untuk menyusun suatu karya ilmiah yang dapat disebarluaskan menjadi
suatu inovasi, dan dapat dimanfaat-kan oleh guru-guru lainnya dalam
melaksanakan PTK
C. Latihan
Identifikasi
pembelajaran
permasalahan-permasalahan
yang
terjadi
dalam
Penelitian Tindakan Kelas 8-13
D. Lembar Kegiatan
1. Alat dan Bahan
a. Bahan ajar penelitian tindakan kelas
b. Beberapa contoh kartu tugas yang dapat digunakan untuk
penyajian materi
2. Buku sumber penelitian tindakan kelas
3. Prasyarat
Tidak ada
4. Langkah Kegiatan
a. Peserta memahami pengertian penelitian tindakan kelas
b. Peserta pelatihan memahami tujuan penelitian tindakan
kelas
c. Peserta mempelajari langkah-langkah penelitian tindakan
kelas
d. Peserta
pelatihan
melakukan
analisis
berbagai
identifikasi
mengenai
permasalahan dalam pembelajaran
e. Peserta
pelatihan
melakukan
permasalahan dalam proses pembelajaran
f. Peserta pelatihan merumuskan masalah yang terjadi
dalam proses pembelajaran
g. Tanya
jawab
mengenai
langkah-langkah
tindakan kelas
5. Hasil
Peserta pelatihan menguasai materi yang diberikan
penelitian
8-14 Penelitian Tindakan Kelas
E. Rangkuman
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan
Classroom Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas.
Fokus PTK adalah pada siswa atau pada proses belajar mengajar yang
terjadi di kelas. Hasil dari PTK ini dapat ditulis sebagai karya tulis ilmiah.
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang
terjadi
di
kelas
dan
meningkatkan
kegiatan
nyata
Guru
dalam
pengembangan profesionalnya.
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang
dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang,
melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan
partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Empat langkah dalam Siklus PTK:
z Plan: perencanaan tentang elemen, tindakan, observasi, refleksi
dan laporan penelitian, dibuat secara tertulis
z Action: tindakan
nyata (usaha perbaikan/praktis) terhadap
responden
z Observation: pengamatan terhadap implikasi treatment yang telah
dilakukan pada responden
z Reflection, merupakan kajian kembali ( evaluasi, mendokumentasi,
dan mencatat) fenomena yang muncul sebagai akibat diberikannya
tritmen
F. Tes Formatif 1
1. Bagaimana langkah-langkah dalam mengidentifikasi masalah
2. Jelaskan empat langkah dalam siklus PTK
DAFTAR PUSTAKA
Suharsimi Arikunto, 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi
Aksara
BUKU AJAR
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
Penulisan Karya Ilmiah
BAB I. PENDAHULUAN
A. Deskripsi
Buku Ajar mengenai “Penulisan Karya Tulis Ilmiah” ini meliputi
materi pembelajaran tentang penulisan artikel ilmiah, jenis dan struktur
artikel ilmiah, artikel hasil pemikiran, artikel hasil penelitian, format
tulisan, serta praktik penulisan artikel ilmiah. Secara garis besar, buku
ajar ini mengantarkan peserta PLPG untuk memahami materi-materi
tersebut di atas, namun demikian peserta juga diminta untuk
menyusun draft penulisan artikel ilmiah di bidang kompetensi masingmasing. Hal ini mempunyai tujuan agar setelah pelaksanaan
matapelajaran ini peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam
menyusun artikel ilmiah yang siap dimasukkan ke dalam jurnal ilmiah
yang tidak maupun terakreditasi.
Buku ajar “Penulisan Karya Tulis Ilmiah” ini mempunyai
standar kompetensi dasar (1) mengenal penulisan artikel ilmiah; (2)
mengenal perbedaan penulisan artikel ilmiah yang konseptual dan
yang non konseptual; (3) mengenal format penulisan artikel ilmiah; dan
(4) menyusun draft artikel ilmiah. Buku ajar ini mempunyai hubungan
dengan buku ajar yang terutama adalah penelitian tindakan kelas.
Karena standar kompetensi penelitian tindakan kelas adalah (1)
mengenal metode penelitian tindakan kelas; (2) mengenal format
laporan penelitian tindakan kelas, (3) menyusun draft proposal
penelitian tindakan kelas. Jelas bahwa kompetensi dasar kedua mata
pelajaran ini akan bersngkut paut, pada saat peserta PLPG
berkeinginan untuk menuliskan hasil penelitian tindakan kelas ke
dalam jurnal penelitian pendidikan.
9-3
9-4 Penulisan Karya Ilmiah
B. Petunjuk Pembelajaran
Peserta
PLPG
harus
selalu
aktif
mengikuti
proses
pembelajaran di kelas. Peserta PLPG aktif berdiskusi dengan pelatih,
menanyakan hal-hal yang belum dipahami, selanjutnya mendiskusikan
dengan teman lainnya. Di samping itu, peserta pelatihan mencermati
contoh-contoh yang telah disajikan oleh pelatih dan yang tersaji di
dalam buku ajar ini. Kemudian peserta PLPG harus belajar menyusun
suatu draft artikel ilmiah yang selaras dengan format yang tersaji di
dalam buku ajar ini. Hasil draft itu selanjutnya digunakan untuk
memenuhi tugas mata pelajaran ini, serta dimintakan pendapat dari
pelatih.
Saran-saran
dari
pelatih
yang
belum
dipahami
perlu
ditanyakan kembali kepada pelatih jika perlu meminta perbandingan
dengan artikel yang telah termuat di dalam jurnal.
C. Kompetensi dan Indikator
1. Peserta
mempunyai
kemampuan
dalam
memahami
kriteria
penulisan artikel ilmiah;
2. Peserta mempunyai kemampuan dalam memahami jenis dan
struktur artikel ilmiah;
3. Peserta
mempunyai
kemampuan
dalam
memahami
artikel
dalam
memahami
artikel
kemampuan
dalam
memahami
format
kemampuan
dalam
memahami
format
kemampuan
dan
keterampilan
dalam
penulisan hasil pemikiran konseptual;
4. .Peserta
mempunyai
kemampuan
penulisan hasil penelitian;
5. Peserta
mempunyai
penulisan enumeratif;
6. Peserta
mempunyai
penulisan esai;
7. Peserta
mempunyai
menyusun draft artikel ilmiah.
BAB II. KEGIATAN BELAJAR I
JENIS DAN STRUKTUR ARTIKEL ILMIAH
A. KOMPETENSI DAN INDIKATOR
Karya ilmiah tentu sudah merupakan bacaan yang sangat
akrab dengan peserta PLPG. Sebagai guru, bapak dan ibu sudah
sering membaca berbagai artikel, baik yang bersifat populer, ilmiah
populer maupun yang memang benar-benar merupakan karya ilmiah.
Berbekal pengalaman bapak dan ibu dalam memahami artikel ilmiah,
bapak dan ibu akan mengkaji bentuk, sifat dan struktur karya tulis
ilmiah. Berkaitan uraian di atas, maka setelah menyelesaikan kegiatan
berlajar
pertama
ini,
bapak
dan
ibu
diharapkan
mempunyai
kemampuan dalam:
1. Menjelaskan sifat artikel ilmiah;
2. Menjelaskan sikap ilmiah;
3. Menjelaskan bentuk, struktur dan sifat-sifat artikel ilmiah
4. Menjelaskan perbedaan artikel hasil pemikian konseptual dengan
hasil penelitian
B. URAIAN MATERI
Sesuai dengan namanya, artikel ilmiah yang dimuat dalam
jurnal diharapkan memenuhi kriteria sebagai sebuah karya ilmiah.
Kriteria ini adalah cerminan sifat karya ilmiah yang berupa norma dan
nilai yang berakar pada tradisi ilmiah yang diterima secara luas dan
diikuti secara sungguh-sungguh oleh para ilmuwan. Oleh karena itu,
penerbitan ilmiah secara inherent harus menampilkan sifat-sifat dan
ciri-ciri khas karya ilmiah tersebut yang mungkin tidak selalu harus
dipenuhi di dalam jenis penerbitan yang lain. Pertama, penerbitan
ilmiah bersifat objektif, artinya isi penerbitan ilmiah hanya dapat
dikembangkan dari fenomena yang memang exist, walaupun kriteria
9-2 Penulisan Karya Ilmiah
eksistensi fenomena yang menjadi fokus bahasannya dapat berbeda
antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu yang lain.
Selain objektif, sifat lain karya ilmiah adalah rasional. Rasional
menurut Karl Popper adalah tradisi berpikir kritis para ilmuwan. Oleh
karena itu, penerbitan ilmiah juga membawa ciri khas ini yang
sekaligus berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik timbal-balik
yang berkaitan dengan masalah yang dipersoalkan. Lain daripada itu,
karena jurnal merupakan sarana komunikasi yang berada di garis
depan dalam pengembangan IPTEKS, ia juga mengemban sifat
pembaharu dan up-to-date atau tidak ketinggalan jaman.
Selanjutnya, dalam menulis artikel ilmiah penulis hendaknya
juga tidak mengabaikan komponen sikap ilmiah yang lain seperti
menahan diri (reserved), hati-hati dan tidak over-claiming, jujur, lugas,
dan
tidak
menyertakan
motif-motif
pribadi
atau
kepentingan-
kepantingan tertentu dalam menyampaikan pendapatnya. Semua
sikap di atas, dilengkapi dengan keterbukaan dalam menyebutkan
sumber bahan yang menjadi rujukannya, juga dipandang sebagai
upaya penulis untuk memenuhi etika penulisan ilmiah.
Artikel ilmiah mempunyai bentuk, struktur, dan sifat-sifat
tertentu. Oleh karena itu, penulisannya harus mengikuti pola, teknik,
dan kaidah-kaidah tertentu juga. Pola dan teknik penulisan artikel
ilmiah ini relatif konsisten diikuti oleh penerbitan ilmiah pada umumnya
yang biasa dikenal sebagai jurnal atau majalah ilmiah. Walaupun
demikian, setiap majalah ilmiah biasanya memiliki gaya selingkung
yang berusaha dipertahankan konsistensinya sebagai penciri dan
kriteria kualitas teknik dan penampilan majalah yang bersangkutan.
Gaya selingkung itu secara rinci mungkin berbeda antara satu majalah
ilmiah dan majalah ilmiah yang lain, tetapi biasanya semuanya masih
mengikuti semua pedoman yang berlaku secara umum. Sementara itu
kaidah-kaidah penulisan artikel ilmiah diharapkan diikuti oleh para
penulis artikel sebagaimana sikap ilmiah diharapkan diikuti oleh para
Penulisan Karya Ilmiah
ilmuwan atau kode etik profesi oleh para profesional dalam bidangnya
masing-masing. Dalam perspektif tertentu pemenuhan kaidah-kaidah
penulisan artikel ilmiah ini dapat dipandang sebagai etika yang harus
dipenuhi oleh para penulis artikel.
Sesuai dengan tujuan penerbitannya, majalah ilmiah pada
umumnya memuat salah satu dari hal-hal berikut: (1) kumpulan atau
akumulasi pengetahuan baru, (2) pengamatan empirik, dan (3)
gagasan atau usulan baru (Pringgoadisurjo, 1993). Dalam praktik halhal tersebut akan diwujudkan atau dimuat di dalam salah satu dari dua
bentuk artikel, yaitu artikel hasil pemikiran atau artikel non penelitian
dan artikel hasil penelitian. Ada beberapa jurnal yang hanya memuat
artikel hasil penelitian, misalnya Journal of Research in Science
Teaching yang terbit di Amerika Serikat dan Jurnal Penelitian
Kependidikan terbitan Lembaga Penelitian Unversitas Negeri Malang.
Akan tetapi sebagian jurnal biasanya memuat kedua jenis artikel: hasil
pemikiran dan hasil penelitian. Selain itu, seringkali majalah ilmiah juga
memuat resensi buku dan obituari. Pemuatan artikel hasil penelitian,
artikel hasi pemikiran, resensi dan obituari ini sejalan dengan
rekomendasi
Direktorat
Pembinaan
Penelitian
dan
Pengabdian
Kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (2000). Di
dalam tulisan ini pembahasan akan dibatasi pada struktur dan anatomi
dua jenis artikel saja yaitu artikel hasil pemikiran dan artikel hasil
penelitian.
C. LEMBAR KEGIATAN
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis;
b. Laptop
c. LCD proyektor;
d. Buku teks tentang teknik menulis karya ilmiah.
9-3
9-4 Penulisan Karya Ilmiah
2. Langkah Kegiatan
No.
1.
Kegiatan
Waktu
Metode
5 menit
Mempersiapkan
Persiapan
Sebelum pembelajaran dimulai,
alat dan bahan
Fasilitator perlu melakukan persiapan
yaitu mempersiapkan semua
peralatan dan bahan yang diperlukan
dalam pembelajaran
2.
Kegiatan Awal/Pendahuluan
2.1 Berdoa bersama untuk
5 menit
Curah
pendapat,
mengawali pembelajaran;
ceramah
2.2 Presensi peserta pelatihan,
jika ada yang tidak masuk
pemecahan
karena sakit misalnya, maka
masalah
peserta diajak berdoa kembali
agar teman yang sakit dapat
segera sembuh dan
berkumpul untuk bersekolah
kembali;
2.3 Fasilitator menyampaikan
tujuan pembelajaran yang
akan dikembangkan;
2.4 Selanjutnya fasilitator
menyajikan bentuk, struktur
dan sifat karya tulis ilmiah.
3.
Kegiatan Inti
3.1 Fasilitator memberikan ceramah
tentang pengertian sifat artikel
ilmiah;
35
Metode
menit
pemberian
tugas dan
Penulisan Karya Ilmiah
pendampingan
3.2 Fasilitator memberikan ceramah
tentang sikap ilmiah;
3.3 Fasilitator memberikan ceramah
tentang bentuk dan struktur artikel
ilmiah
3.4 Fasilitator berdiskusi dengan
peserta pelatihan;
3.5 Sharing dalam kelas mengenai
sikap ilmiah, sifat, bentuk, dan
struktur artikel ilmiah;
3.6 Fasilitator menekankan kembali
kesimpulan yang tepat.
4.
Kegiatan Akhir
4.1 Fasilitator bersama-sama
dengan peserta mengadakan
refleksi terhadap proses
pembelajaran hari itu, tentang
beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian dari sikap
ilmiah, sifat, bentuk, dan
struktur artikel ilmiah;
4.2 Fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk
mengungkapkan pengalaman
setelah dilakukan sharing;
4.3 Berdoa bersama-sama
sebagai menutup pelatihan
10
menit
Refleksi
9-5
9-6 Penulisan Karya Ilmiah
3. Hasil
a. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan
kembali secara terurai mengenai sifat artikel ilmiah;
b. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan
kembali secara terurai mengenai karakter sikap ilmiah; yang
selanjutnya mempunyai kecenderungan positif jika dihadapkan
pada kasus plagiariasme misalnya;
c. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan
kembali secara terurai mengenai bentuk, dan struktur karya tulis
ilmiah.
D. RANGKUMAN
Artikel ilmiah mempunyai bentuk, struktur, dan sifat-sifat
tertentu. Oleh karena itu, penulisannya harus mengikuti pola, teknik,
dan kaidah-kaidah tertentu juga. Pola dan teknik penulisan artikel
ilmiah ini relatif konsisten diikuti oleh penerbitan ilmiah pada umumnya
yang biasa dikenal sebagai jurnal atau majalah ilmiah. Walaupun
demikian, setiap majalah ilmiah biasanya memiliki gaya selingkung
yang berusaha dipertahankan konsistensinya sebagai penciri dan
kriteria kualitas teknik dan penampilan majalah yang bersangkutan.
Gaya selingkung itu secara rinci mungkin berbeda antara satu majalah
ilmiah dan majalah ilmiah yang lain, tetapi biasanya semuanya masih
mengikuti semua pedoman yang berlaku secara umum. Sementara itu
kaidah-kaidah penulisan artikel ilmiah diharapkan diikuti oleh para
penulis artikel sebagaimana sikap ilmiah diharapkan diikuti oleh para
ilmuwan atau kode etik profesi oleh para profesional dalam bidangnya
masing-masing. Dalam perspektif tertentu pemenuhan kaidah-kaidah
penulisan artikel ilmiah ini dapat dipandang sebagai etika yang harus
dipenuhi oleh para penulis artikel.
Penulisan Karya Ilmiah
F. TES FORMATIF
1. Tes Obyektif
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1.
Aspek-aspek yang menentukan karakteristik karya tulis, kecuali
a. sikap penulis
b. panjang tulisan
c. struktur sajian
d. penggunaan bahasa
2.
Struktur sajian suatu karya tulis ilmiah pada umumnya terdiri dari
a. pendahuluan, inti (pokok pembahasan), dan penutup
b. pendahuluan, abstrak, bagian inti, simpulan
c. abstrak, pendahuluan, bagian inti, simpulan
d. abstrak, bagian inti, penutup
3.
Bagian penutup suatu karya tulis ilmia, pada umumnya menyajikan
tentang
a. rangkuman dan tindak lanjut
b. simpulan umum
c. rekomendasi penulis
d. simpulan dan saran
4.
Substansi suatu karya tulis ilmiah dapat mencakup berbagai hal,
dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks.
Berikut ini adalah contoh-contoh subatansi karya tulis ilmiah, kecuali
a. pendidikan
b. kebudayaan
c. pemulung
d. informatika
5.
Dalam karya tulis ilmiah, penulis bersikap netral, obyektif, dan tidak
memihak. Sikap ini sesuai dengan hakikat karya tulis ilmiah yang
merupakan kajian berdasarkan pada, kecuali
a. fakta atau kenyataan
b. argumentasi
9-7
9-8 Penulisan Karya Ilmiah
c. teori yang diakui kebenarannya
d. data empirik/hasil penelitian
6.
Keobyektifan penulis karya tulis ilmiahdicerminkan dalam gaya
bahasa yang bersifat
a. resmi
b. baku
c. impersonal
d. personal
7.
Komponen suatu karya tulis ilmiah bervariasi sesuai dengan jenis
karya tulis ilmiah dan tujuan penulisannya, namun pada umumnya
semua karya tulis ilmiah mempunayi komponen
a. daftar pustaka
b. abstrak
c. daftar tabel
d. lampiran
8.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu karya tulis ilmiah, kecuali
a. memaparkan bidang ilmu tertentu
b. merupakan deskripsi suatu kejadian
c. menggunakan gaya bahasa resmi
d. disajikan secara sistematis
9.
Di antara judul berikut, yang manakah yang paling sesuai untuk
judul karya tulis ilmiah?
a. senjata makan tuan
b. kumbang cantik pengisap madu
c. pengaruh gizi pada pertumbuhan anak
d. pengaruh obat bius yang menghebohkan
10
Untuk membedakan karya tulis ilmiah dan karya tulis bukan ilmiah,
.
seseorang dapat mengkaji berbagai aspek tulisan. Salah satu aspek
yang dapat digunakan sebagai pembeda adalah
a. sistematika tulisan
b. panjang tulisan
Penulisan Karya Ilmiah
c. ragam bahasa yang digunakan
d. pengarang
2. Tes Uraian
1.
Setelah membaca uraian di atas, coba bapak dan ibu simpulkan
bagaimana caranya mengenal karakteristik karya tulis ilmiah.
Jelaskan mengapa bapak dan ibu menyimpulkan seperti itu?
2.
Sebutkan aspek-aspek yang dapat menggambarkan karakteristik
suatu karya tulis ilmiahdan berikan penjelasan singkat untuk setiap
aspek. Berdasarkan uraian itu, coba simpulkan karakteristik karya
tulis ilmiah!
3.
Secara umum, struktur sajian suatu karya tulis ilmiah terdiri dari
bagian awal, inti, dan bagian penutup. Coba jelaskan deskripsi
masing-masing bagian dan apa bedanya dengan struktur sajian
karya non ilmiah?
9-9
BAB III. KEGIATAN BELAJAR II
ARTIKEL HASIL PEMIKIRAN DAN HASIL PENELITIAN
A. KOMPETENSI DAN INDIKATOR
Pada kegiatan belajar yang kedua ini akan dibahas bagaimana
menentukan kelayakan ide untuk dituangkan ke dalam tulisan serta
struktur tulisan konseptual. Pembahasan mengenai materi ini akan
bermanfaat pada saat bapak dan ibu menulis artikel konseptual. Di
samping itu akan dibahas juga teknik menulis karya tulis ilmiah atas
dasar hasil penelitian. Berkaitan uraian di atas, maka setelah
menyelesaikan kegiatan berlajar kedua ini, bapak dan ibu diharapkan
mempunyai kemampuan dalam:
1. Menjelaskan pembuatan judul karya tulis yang bersifat konseptual
maupun atas dasar hasil penelitian;
2. Menjelaskan abstrak dan kata kunci karya tulis yang bersifat
konseptual maupun atas dasar hasil penelitian;
3. Menjelaskan penulisan pendahuluan karya tulis yang bersifat
konseptual maupun atas dasar hasil penelitian
4. Menjelaskan penulisan metode karya tulis yang bersifat konseptual
maupun atas dasar hasil penelitian;
5. Menjelaskan penulisan hasil penelitian karya tulis yang bersifat
konseptual maupun atas dasar hasil penelitian;
6. Menjelaskan penulisan pembahasan karya tulis yang bersifat
konseptual maupun atas dasar hasil penelitian
7. Menjelaskan penulisan simpulan dan saran karya tulis yang bersifat
konseptual maupun atas dasar hasil penelitian;
8. Menjelaskan penulisan daftar pustaka karya tulis yang bersifat
konseptual maupun atas dasar hasil penelitian
Penulisan Karya Ilmiah
B. URAIAN MATERI
1. Atikel Hasil Pemikiran
Artikel hasil pemikiran adalah hasil pemikiran penulis atas suatu
permasalahan, yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Dalam upaya
untuk menghasilkan artikel jenis ini penulis terlebih dahulu mengkaji
sumber-sumber yang relevan dengan permasalahannya, baik yang
sejalan maupun yang bertentangan dengan apa yang dipikirkannya.
Sumber-sumber
yang
dianjurkan
untuk
dirujuk
dalam
rangka
menghasilkan artikel hasil pemikiran adalah juga artikel-artikel hasil
pemikiran yang relevan, hasil-hasil penelitian terdahulu, di samping
teori-teori yang dapat digali dari buku-buku teks.
Bagian paling vital dari artikel hasil pemikiran adalah pendapat
atau pendirian penulis tentang hal yang dibahas, yang dikembangkan
dari analisis terhadap pikiran-pikiran mengenai masalah yang sama
yang telah dipublikasikan sebelumnya, dan pikiran baru penulis
tentang hal yang dikaji, jika memang ada. Jadi, artikel hasil pemikiran
bukanlah sekadar kolase atu tempelan cuplikan dari sejumlah artikel,
apalagi pemindahan tulisan dari sejumlah sumber, tetapi adalah hasil
pemikiran analitis dan kritis penulisnya.
Artikel hasil pemikiran biasanya terdiri dari beberapa unsur
pokok, yaitu judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan,
bagian inti atau pembahasan, penutup, dan daftar rujukan. Uraian
singkat tentang unsur-unsur tersebut disampaikan di bawah ini.
a. Judul
Judul artikel hasil pemikiran hendaknya mencerminkan dengan
tepat
masalah
yang
dibahas.
Pilihan
kata-kata
harus
tepat,
mengandung unsur-unsur utama masalah, jelas, dan setelah disusun
dalam bentuk judul harus memiliki daya tarik yang kuat bagi calon
pembaca. Judul dapat ditulis dalam bentuk kalimat berita atau kalimat
tanya. Salah satu ciri penting judul artikel hasil pemikiran adalah
9-11
9-12 Penulisan Karya Ilmiah
bersifat ”provokatif”, dalam arti merangsang pembaca untuk membaca
artikel yang bersangkutan. Hal ini penting karena artikel hasil pemkiran
pada
dasarnya
bertujuan
untuk
membuka
wacana
diskusi,
argumentasi, analisis, dan sintesis pendapat-pendapat para ahli atau
pemerhati bidang tertentu. Perhatikan judul-judul artikel di bawah ini,
dan lakukan evaluasi terhadap judul-judul tersebut untuk melihat
apakah kriteria yang disebutkan di atas terpenuhi.
¾ Membangun Teori melalui Pendekatan Kualitatif (Forum Penelitian
Kependidikan Tahun 7, No. 1)
¾ Repelita IV: A Cautious Development Plan for Steady Growth
(Kaleidoscope International Vol. IX No.1)
¾ Interpreting Student’s and Teacher’s Discourse in Science Classes:
An Underestimated Problem? (Journal of Research in Science
Teaching Vol. 33, No.2.)
Di dalam contoh-contoh judul di atas seharusnya tercermin ciriciri yang diharapkan ditunjukan oleh artikel hasil pemikiran seperti
provokatif, argumentative, dan analitik.
b. Nama Penulis
Untuk menghindari bias terhadap senioritas dan wibawa atau
inferioritas penulis, nama penulis artikel ditulis tanpa disertai gelar
akademik atau gelar profesional yang lain. Jika dikehendaki gelar
kebangsawanan atau keagamaan boleh disertakan. Nama lembaga
tempat penulis bekerja sebagai catatan kaki di halaman pertama. Jika
penulis lebih dari dua orang, hanya nama penulis utama saja yang
dicantumkan disertai tambahan dkk. (dan kawan-kawan). Nama
penulis lain ditulis dalam catatan kaki atau dalam catatan akhir jika
tempat pada catatan kaki atau di dalam catatan akhir jika tempat pada
catatan kaki tidak mencukupi.
Penulisan Karya Ilmiah
c. Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak artikel hasil pemikiran adalah ringkasan dari artikel yang
dituangkan secara padat; bukan komentar atau pengantar penulis.
Panjang abstrak biasanya sekitar 50-75 kata yang disusun dalam satu
paragraf, diketik dengan spasi tunggal. Format lebih sempit dari teks
utama (margin kanan dan margin kiri menjorok masuk beberapa
ketukan).
Dengan membaca abstrak diharapkan (calon) pembaca segera
memperoleh gambaran umum dari masalah yang dibahas di dalam
artikel. Ciri-ciri umum artikel hasil pemikiran seperti kritis dan provokatif
hendaknya juga sudah terlihat di dalam abstrak ini, sehingga (calon)
pembaca tertarik untuk meneruskan pembacaannya.
Abstrak hendaknya juga disertai dengan 3-5 kata kunci, yaitu
istilah-istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasar yang
terkait dengan ranah permasalahan yang dibahas dalam artikel. Jika
dapat diperoleh, kata-kata kunci hendaknya diambil dari tresaurus
bidang ilmu terkait. Perlu diperhatikan bahwa kata-kata kunci tidak
hanya dapat dipetik dari judul artikel, tetapi juga dari tubuh artikel
walaupun ide-ide atau konsep-konsep yang diwakili tidak secara
eksplisit dinyatakan atau dipaparkan di dalam judul atau tubuh artikel.
Perhatikan contoh abstrak dan kata-kata kunci berikut ini.
Abstract: Theory Generation through Qualitative Study. A
qualitative study is often contrasted with its quantitative
counterpart. These two approaches are more often inappropriately
considered as two different schools of thought than as two
different tools. In fact these two approaches serve different
purposes. A qualitative study takes several stage in generating
theories. Business transaction pattern and market characteristic,
for example, can be investigated through qualitative study, while
their tendencies, frequencies, and other related quantitative
values can be more appropriately investigated through
quantitative study.
Key words: qualitative study, quantitative study, theory development
9-13
9-14 Penulisan Karya Ilmiah
d. Pendahuluan
Bagian ini menguraikan hal-hal yang dapat menarik perhatian
pembaca dan memberikan acuan (konteks) bagi permasalahan yang
akan
dibahas,
misalnya
dengan
menonjolkan
hal-hal
yang
kontroversial atau belum tuntas dalam pembahasan permasalahan
yang terkait dengan artikel-artikel atau naskah-naskah lain yang telah
dipublikasikan terdahulu. Bagian pendahuluan ini hendaknya diakhiri
dengan rumusan singkat (1-2 kalimat) tentang hal-hal pokok yang akan
dibahas dan tujuan pembahasan. Perhatikan tiga segmen bagian
pendahuluan dalam contoh di bawah ini.
Partisipasi masyarakat merupakan unsur yang paling
penting sekali bagi keberhasilan program pendidikan. Catatan
sejarah pendidikan di negara-negara maju dan dikelompokkelompok masyarakat yang telah berkembang kegiatan
pendidikan menunjukan bahwa keadaan dunia pendidikan
mereka sekarang ini telah dicapai dengan partisipasi
masyarakat yang sangat signifikan di dalam berbagai bentuk.
Di Amerika Serikat dalam tingkat pendidikan tinggi dikenal
apa yang disebut “Land-Grant Universities...”dst.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli yang
berkaitan dengan menurunnya partisipasi masyarakat dalam
pengembangan pendidikan. Sebagian ahli berpendapat
bahwa sistem politik yang kurang demokratis dan budaya
masyarakat paternalistik telah menyebabkan rendahnya
partisipasi. Sementara itu penulis-penulis lain lebih memfokus
pada faktor-faktor ekonomi...
Dari kajian terhadap berbagai tulisan dan hasil penelitian
disebutkan di muka terlihat masih terdapat beberapa hal yang
belum jelas benar atau setidak-tidaknya masih menimbulkan
keraguan mengenai sebab-sebab menurunnya mutu
partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
Dalam artikel-artikel ini akan dibahas kemungkinankemungkinan menurunnya partisipasi masyarakat tersebut
berdasarkan analisis ekonomi pendidikan. Diharapkan,
dengan analisis ini kekurangan analisis terdahulu dapat
dikurangi dan dapat disusun penjelasan baru yang lebih
komprehensif.
Penulisan Karya Ilmiah
Di dalam petikan bagian pendahuluan di atas dapat dilihat alur
argumentasi yang diikuti penulis untuk menunjukan masih adanya
perbedaan pandangan tentang menurunnya partisipasi masyarakat di
dalam pengembangan pendidikan. Tinjauan dari berbagai sudut
pandang telah menghasilkan kesimpulan yang beragam, yang
membuka kesempatan bagi penulis untuk menampilkan wacana
penurunan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan
dari sudut pandang yang lan.
e. Bagian Inti
Isi bagian ini sangat bervariasi, lazimnya berisi kupasan,
analisis, argumentasi, komparasi, keputusan, dan pendirian atau sikap
penulis mengenai masalah yang dibicarakan. Banyaknya subbagian
juga tidak ditentukan, tergantung kepada kecukupan kebutuhan
penulis untuk menyampaikan pikiran-pikirannya. Di antara sifat-sifat
artikel terpenting yang seharusnya ditampilkan di dalam bagian ini
adalah kupasan yang argumentatif, analitik, dan kritis dengan
sistematika yang runtut dan logis, sejauh mungkin juga berciri
komparatif dan menjauhi sikap tertutup dan instruktif. Walaupun
demikian, perlu dijaga agar tampilan bagian ini tidak terlalu panjang
dan menjadi bersifat enumeratif seperti diktat. Penggunaan subbagian
dan sub-subbagian yang terlalu banyak juga akan menyebabkan
artikel tampil seperti diktat. Perhatikan contoh-contoh petikan bagian
inti artikel berikut ini.
Science earns its place on the curriculum because there is
cultural commitment to the value of the knowledge and the
practices by which this body of ideas has been derived.
Hence, any consideration of the theoretical implementation
must start by attempting to resolve the aims and intentions of
this cultural practice…(Dari Osborne, 1996:54).
9-15
9-16 Penulisan Karya Ilmiah
Dalam situasi yang dicontohkan di atas perubahan atau
penyesuaian paradigma dan praktik-praktik pendidikan
adalah suatu keharusan jika dunia pendidikan Indonesia tidak
ingin tertinggal dan kehilangan perannya sebagai wahana
untuk menyiapkan generasi masa datang ironisnya, kalangan
pendidikan sendiri tidak dengan cepat mengantisipasi,
mengembangkan dan mengambil inisiatif inovasi yang
diperlukan, walaupun kesadaran akan perlunya perubahanperubahan tertentu sudah secara luas dirasakan. Hesrh dan
McKibbin (1983:3) menyatakan bahwa sebenarnya banyak
pihak telah menyadari perlunya inovasi…(Dari Ibnu, 1996:2)
John Hassard (1993) suggested that, ‘Unlike modern
industrial society, where production was the cornerstone, in
the post modern society simulation structure and control
social affairs. We, at witnesses, are producing simulation
whitin discorses. We are fabricating words, not because we
are “falsyfaying” data, or “lying” about what we have learned,
but because we are constructing truth within a shifting, but
always limited discourse.’ (Dari Ropers-Huilman, 1997:5)
Di dalam contoh-contoh bagian inti artikel hasil pemikiran di atas
dapat dilihat dengan jelas bagian yang paling vital dari jenis artikel ini
yaitu posisi atau pendirian penulis, seperti terlihat di dalam kalimatkalimat: (1) Hence, any consideration of the theoretical base of science
and its practical implementation must start by…, (2) Dalam situasi yang
dicontohkan di atas perubahan atau penyesuaian paradigma dan
praktek-praktek pendidikan, adalah suatu keharusan jika…, (3)…We
are fabricating words not because …, or ‘lying’ about…, but…dan
seterusnya.
f. Penutup atau Simpulan
Penutup biasanya diisi dengan simpulan atau penegasan
pendirian
penulis
atas
masalah
yang
dibahas
pada
bagian
sebelumnya. Banyak juga penulis yang berusaha menampilkan segala
apa yang telah dibahas di bagian terdahulu, secara ringkas. Sebagian
penulis menyertakan saran-saran atau pendirian alternatif. Jika
memang dianggap tepat bagian terakhir ini dapat dilihat pada berbagai
Penulisan Karya Ilmiah
artikel jurnal. Walaupun mungkin terdapat beberapa perbedaan gaya
penyampaian, misi bagian akhir ini pada dasarnya sama: mengakhir
diskusi dengan suatu pendirian atau menyodorkan beberapa alternatif
penyelesaian. Perhatiakan contoh-contoh berikut.
Konsep pemikiran tentang Demokrasi Ekonomi pada
prinsipnya adalah khas Indonesia. menurut Dr. M. Hatta
dalam konsep Demokrasi Ekonomi berlandaskan pada tiga
hal, yaitu: (a) etika sosial yang tersimpul dalam nilai-nilai
Pancasila; (b) rasionalitas ekonomi yang diwujudkan dengan
perencanaan ekonomi oleh negara; dan (c) organisasi
ekonomi yang mendasarkan azas bersama/koperasi.
Isu tentang pelaksanaan Demokrasi Ekonomi dalam
sistem perekonomian Indonesia menjadi menarik dan ramai
pada era tahun 90-an. Hal tersebut terjadi sebagai reaksi atas
permasalahan konglomerasi di Indonesia. Perlu diupayakan
hubungan kemitraan yang baik antara pelaku ekonomi dalam
sistem perekonomian Indonesia. Pada saat ini nampak sudah
ada political will dari pemerintah kita terhadap kegiatan
ekonomi berskala menengah dan kecil. Namun demikian
kemampuan politik saja tidak cukup tanpa disertai keberanian
politik. Semangat untuk berpihak pada pengembangan usaha
berskala menengah dan kecil perlu terus digalakkan,
sehingga tingkat kesejahteraan seluruh msyarakat dapat
ditingkatkan.
(Dari Supriyanto, 1994:330-331)
if, as has been discussed in this article, argumentation
has a central role play in science and learning about science,
then its current omission is a problem that needs to be
seriously addressed. For in the light of our emerging
understanding of science as social practice, with rhetoric and
argument as a central feature, to continue with current
approaches to the teaching of science would be to
misrepresent science and its nature. If his pattern is to
change, then it seems crucial that any intervention should pay
attention not only to ways of enhancing the argument skills of
young people, but also improving teachers’ knowledge,
awareness, and competence in managing student
participation in discussion and argument. Given that, for good
or for ill, science and technology have ascended to ascended
to a position of cultural dominance, studying the role of
9-17
9-18 Penulisan Karya Ilmiah
argument in science offers a means of prying open the black
box that is science. Such an effort would seem well advisedboth for science and its relationship with the public, and the
public and its relationship with science.
(Dari Driver, Newton & Osborne, 2000:309)
g. Daftar Rujukan
Bahan rujukan yang dimasukan dalam daftar rujukan hanya
yang benar-benar dirujuk di dalam tubuh artikel. Sebaliknya, semua
rujukan yang telah disebutkan dalam tubuh artikel harus tercatat di
dalam daftar rujukan. Tata aturan penulisan daftar rujukan bervariasi,
tergantung gaya selingkung yang dianut. Walaupun demikian, harus
senantiasa diperhatikan bahwa tata aturan ini secara konsisten diikuti
dalam setiap nomor penelitian.
2. Artikel Hasil Penelitian
Artikel hasil penelitian sering merupakan bagian yang paling
dominan dari sebuah jurnal. Berbagai jurnal bahkan 100% berisi artikel
jenis ini. Jurnal Penelitian Kependidikan yang diterbitkan oleh
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang, misalnya, dan Journal
of Research in Science Teaching; termasuk kategori jurnal yang
semata-mata memuat hasil penelitian. Sebelum ditampilkan sebagai
artikel dalam jurnal, laporan penelitian harus disusun kembali agar
memenuhi tata tampilan karangan sebagaimana yang dianjurkan oleh
dewan penyunting jurnal yang bersangkutan dan tidak melampaui
batas panjang karangan. Jadi, artikel hasil penelitian bukan sekadar
bentuk ringkas atau ”pengkerdilan” dari laporan teknis, tetapi
merupakan hasil kerja penulisan baru, yang dipersiapkan dan
dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap menampilkan secara
lengkap semua aspek penting penelitian, tetapi dalam format artikel
yang jauh lebih kompak dan ringkas daripada laporan teknis aslinya.
Penulisan Karya Ilmiah
Bagian-bagian artikel hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal
adalah judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, bagian
pendahuluan, metode, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan dan
saran, dan daftar rujukan.
a. Judul
Judul artikel hasil penelitian diharapkan dapat dengan tepat
memberikan gambaran mengenai penelitian yang telah dilakukan.
Variabel-variabel penelitian dan hubungan antar variabel serta
informasi lain yang dianggap penting hendaknya terlihat dalam judul
artikel. Walaupun demikian, harus dijaga agar judul artikel tidak
menjadi terlalu panjang. Sebagaimana judul penelitian, judul artikel
umumnya terdiri dari 5-15 kata. Berikut adalah beberapa contoh.
¾ Pengaruh Metode Demonstrasi Ber-OHP terhadap Hasil Belajar
Membuat Pakaian Siswa SMKK Negeri Malang (Forum Penelitian
Kependidikan Tahun 7, No.1).
¾ Undergraduate Science Students’ Images of the Nature of Science
(Research presented at the American Educational Research
Association Annual Conference, Chicago, 24-28 March 1997).
¾ Effect of Knowledge and Persuasion on High-School Students’
Attitudes towards Nuclear Power Plants (Journal of Research in
Science Teaching Vol.32, Issue 1).
Jika dibandingkan judul-judul di atas, akan sgera tampak
perbedaannya dengan judul artikel hasil pemikiran, terutama dengan
terlihatnya
variabel-variabel
utama
yang
diteliti
diperlihatkan pada judul yang pertama dan ketiga.
seperti
yang
9-19
9-20 Penulisan Karya Ilmiah
b. Nama Penulis
Pedoman penulisan nama penulis untuk artikel hasil pemikiran
juga berlaku untuk penulisan artikel hasil penelitian.
c. Abstrak dan Kata Kunci
Dalam artikel hasil penelitian abstrak secara ringkas memuat
uraian mengenai masalah dan tujuan penelitian, metode yang
digunakan, dan hasil penelitian. Tekanan terutama diberikan kepada
hasil penelitian. Panjang abstrak lebih kurang sama dengan panjang
artikel hasil pemikiran dan juga dilengkapi dengan kata-kata kunci (3-5
buah). Kata-kata kunci menggambarkan ranah masalah yang diteliti.
Masalah yang diteliti ini sering tercermin dalam variable-variabel
penelitian dan hubungan antara variable-variabel tersebut. Walaupun
demikian, tidak ada keharusan kata-kata kunci diambil dari variabelvariabel penelitian atau dari kata-kata yang tercantum di dalam judul
artikel.
Contoh abstrak:
Abstract: The aim of this study was to asses the readiness of
elementary school teachers in mathematic teaching, from the
point of view of the teacher mastery of the subject. Forty two
elementary school teachers from Kecamatan Jabung,
Kabupaten Malang were given a test in mathematic which
was devided in to two part, arithmatics and geometry. A
minimum mastery score of 65 was set for those who would be
classified as in adequate readiness as mathematics teachers.
Those who obtained scores of less than 65 were classified as
not in adequate readiness in teaching. The result of the study
indicated that 78,8% of the teachers obtained scores of more
than 65 in geometry. Sixty nine point five percent of the
teachers got more than 65 arithmetic, and 69,5% gained
scores of more than 65 scores in both geometry and
arithmetics.
Key words: mathematic teaching, teaching readiness,
subject mastery.
Penulisan Karya Ilmiah
d. Pendahuluan
Banyak
jurnal
tidak
mencantumkan
subjudul
untuk
pendahuluan. Bagian ini terutama berisi paparan tentang permasalaha
penelitian, wawasan, dan rencana penulis dalam kaitan dengan upaya
pemecahan masalah, tujuan penelitian, dan rangkuman kajian teoretik
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kadang-kadang juga
dimuat harapan akan hasil dan manfaat penelitian.
Penyajian bagian pendahuluan dilakukan secara naratif, dan
tidak perlu pemecahan (fisik) dari satu subbagin ke subbagian lain.
Pemisahan dilakukan dengan penggantian paragraf.
e. Metode
Bagian ini menguraikan bagaimana penelitian dilakukan. Materi
pokok bagian ini adalah rancangan atau desain penelitian, sasaran
atau target penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data
dan pengembangan instrumen, dan teknik analisis data. Subsubbagian di atas umumnya (atau sebaiknya) disampaikan dalam
format esei dan sesedikit mungkin menggunakan format enumeratif,
misalnya:
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pendekatan
kualitatif
dengan
rancangan
observasi
partisipatori. Peneliti terjun langsung ke dalam keidupan
masyarakat desa, ikut serta melakukan berbagai aktivitas
sosial sambil mengumpulkan data yang dapat diamati
langsung di lapangan atau yang diperoleh dari informan
kunci. Pencatatan dilakukan tidak langsung tetapi ditunda
sampai peneliti dapat ”mengasingkan diri” dari anggota
masyarakat sasaran. Informasi yang diberikan dari informan
kunci diuji dengan membandingkannya dengan pendapat
nara sumber yang lain. Analisis dengan menggunakan
pendekatan...
Rancangan eksperimen pretest-posttest control group
design digunakan dalam penelitian ini. Subjek penelitian
dipilih secara random dari seluruh siswa kelas 3 kemudian
9-21
9-22 Penulisan Karya Ilmiah
secara random pula ditempatkan ke dalam kelompok
percobaan dan kelompok control. Data diambil dengan
menggunakan tes yang telah dikembangkan dan divalidasi
oleh Lembaga Pengembangan Tes Nasional. Analisis data
dilakukan dengan...
f. Hasil Penelitian
Bagian ini memuat hasil penelitian, tepatnya hasil analisis data.
Hasil yang disajikan adalah hasil bersih. Pengujian hipotesis dan
penggunaan statistik tidak termasuk yang disajikan.
Penyampaian
hasil
penelitian
dapat
dibantu
dengan
penggunaan tabel dan grafik (atau bentuk/format komunikasi yang
lain). Grafik dan tabel harus dibahas dalam tubuh artikel tetapi tidak
dengan cara pembahasan yang rinci satu per satu. Penyajian hasil
yang cukup panjang dapat dibagi dalam beberapa subbagian
Contoh:
Jumlah tulisan dari tiga suku ranah utama yang dimuat di dalam
berbagai jurnal, dalam kurun waktu satu sampai empat tahun dapat
dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Jumlah Tulisan dari Tiga Suku Ranah Pendidikan
Sains yang Dimuat dalam Berbagai Jurnal antara Januari
1994-Juli 1997
Suku ranah
1994
1995
1996
1997
Jumlah
Konsep
7
7
13
6
32
Sci. Literacy
5
3
14
6
28
Teori & Pengaj.
2
12
1
5
20
Jumlah
3
suku
80
ranah
Lain-lain
46
Penulisan Karya Ilmiah
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa frekuensi pemunculan artikel
dari tiga suku ranah tersebut di atas jauh melebihi suku-suku ranah
yang lain, yaitu 80:46. hal ini menunjukan bahwa...dst.
g. Pembahasan
Bagian ini merupakan bagian terpenting dari artikel hasil
penelitian. Penulis artikel dalam bagian ini menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian dan menunjukan bagaimana temuan-temuan
tersebut diperoleh, mengintepretasikan temuan, mengaitkan temuan
penelitian dengan struktur pengetahuan yang telah mapan, dan
memunculkan ”teori-teori” baru atau modifikasi teori yang telah ada.
Contoh:
Dari temuan penelitian yang diuraikan dalam artikel ini
dapat dilihat bahwa berbagai hal yang berkaitan dengan
masalah kenakalan remaja yang selama ini diyakini
kebenarannya menjadi goyah. Kebenaran dari berbagai hal
tersebut ternyata tidak berlaku secara universal tetapi
kondisional. Gejala-gejala kenakalan remaja tertentu hanya
muncul apabila kondisi lingkungan sosial setempat
mendukung akan terjadinya bentuk-bentuk kenalan terkait.
Hal ini sesuai dengan teori selektive cases dari Lincoln
(1987:13) yang menyatakan bahwa...
h. Simpulan dan Saran
Simpulan menyajikan ringkasan dari uraian mengenai hasil
penelitian dan pembahasan. Dari kedua hal ini dikembangkan pokokpokok pikiran (baru) yang merupakan esensi dari temuan penelitian.
Saran hendaknya dikembangkan berdasarkan temuan penelitian.
Saran dapat mengacu kepada tindakan praktis, pengembangan teori
baru, dan penelitian lanjutan.
9-23
9-24 Penulisan Karya Ilmiah
i. Daftar Rujukan
Daftar rujukan ditulis dengan menggunakan pedoman umum
yang juga berlaku bagi penulis artikel nonpenelitian.
3. Penutup
Perbedaan dasar antara artilkel hasil pemikiran dan artikel hasil
penelitian terletak pada bahan dasar yang kemudian dikembangkan
dan dituangkan ke dalam artikel. Bahan dasar artikel hasil pemikiran
adalah hasil kajian atau analisis penulis atas suatu masalah. Bagian
terpenting dari artikel jenis ini adalah pendirian penulis tentang
masalah yang dibahas dan diharapkan memicu wahana baru
mengenai masalah tersebut. Artikel hasil penelitian, dilain pihak,
dikembangkan dari laporan teknis penelitian dengan tujuan utama
untuk memperluas penyebarannya dan secara akumulatif dengan hasil
penelitian
peneliti-peneliti
lain
dalam
memperkaya
khasanah
pengetahuan tentang masalah yang diteliti.
Perbedaan isi kedua jenis artikel memerlukan struktur dan
sistematika penulisan yang berbeda untuk menjamin kelancaran dan
keparipurnaan komunikasi. Walaupun demikian, dipandang tidak perlu
dikembangkan
sehingga
aturan-aturan
gaya
yang
selingkung
terlalu mengikat
masing-masing
dan
jurnal
baku,
dapat
terakomodasikan dengan baik di dalam struktur dan sistematika
penulisan yang disepakati.
Satu hal yang harus diupayakan oleh penulis, baik untuk artikel
hasil pemikiran ataupun artikel hasil penelitian, adalah tercapainya
maksud penulisan artikel tersebut, yaitu komunikasi yang efektif dan
efisien tetapi tetap mempunyai daya tarik yang cukup tinggi. Selain itu,
kaidah-kaidah komunikasi ilmiah yang lain seperti objektif, jujur,
rasional, kritis, up to date, dan tidak arogan hendaknya juga
diusahakan sekuat tenaga untuk dapat dipenuhi oleh penulis.
Penulisan Karya Ilmiah
C. LEMBAR KEGIATAN
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis;
b. Laptop
c. LCD proyektor;
d. Buku teks tentang teknik menulis karya ilmiah.
2. Langkah Kegiatan
No. Kegiatan
1.
Waktu
Metode
5 menit
Mempersiapkan
Persiapan
Sebelum pembelajaran dimulai,
alat dan bahan
Fasilitator perlu melakukan persiapan
yaitu mempersiapkan semua
peralatan dan bahan yang diperlukan
dalam pembelajaran
2.
Kegiatan Awal/Pendahuluan
2.1 Berdoa bersama untuk
mengawali pembelajaran;
2.2 Presensi peserta pelatihan,
5 menit
Curah
pendapat,
ceramah
jika ada yang tidak masuk
pemecahan
karena sakit misalnya, maka
masalah
peserta diajak berdoa kembali
agar teman yang sakit dapat
segera sembuh dan
berkumpul untuk bersekolah
kembali;
2.3 Fasilitator menyampaikan
tujuan pembelajaran yang
akan dikembangkan;
9-25
9-26 Penulisan Karya Ilmiah
2.4 Selanjutnya fasilitator
menyajikan artikel ilmiah
dalam bentuk hasil pemikiran
konseptual dan hasil
penelitian.
3.
Kegiatan Inti
3.1 Fasilitator memberikan ceramah
tentang pengertian penulisan
35
Metode
menit
pemberian
karya tulis ilmiah hasil pemikiran
tugas dan
konseptual
pendampingan
3.2 Fasilitator memberikan ceramah
tentang penulisan karya tulis
ilmiah hasil penelitian;
3.3 Fasilitator berdiskusi dengan
peserta pelatihan;
3.4 Sharing dalam kelas mengenai
karya tulis ilmiah hasil pemikiran
konseptual;
3.5 Sharing dalam kelas mengenai
karya tulis ilmiah hasil penelitian
3.6 Fasilitator menekankan kembali
kesimpulan yang tepat.
4.
Kegiatan Akhir
Fasilitator bersama-sama dengan
peserta mengadakan refleksi
terhadap proses pembelajaran
hari itu, tentang beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian;
Fasilitator memberi kesempatan
peserta untuk mengungkapkan
10
menit
Refleksi
Penulisan Karya Ilmiah
pengalaman setelah dilakukan
sharing;
Berdoa bersama-sama sebagai
menutup pelatihan
3. Hasil
a. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan
kembali secara terurai mengenai penulisan karya tulis ilmiah
hasil pemikiran;
b. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam menjelaskan
kembali secara terurai mengenai penulisan karya tulis ilmiah
hasil penelitian;
D. RANGKUMAN
Perbedaan dasar antara artilkel hasil pemikiran dan artikel hasil
penelitian terletak pada bahan dasar yang kemudian dikembangkan
dan dituangkan ke dalam artikel. Bahan dasar artikel hasil pemikiran
adalah hasil kajian atau analisis penulis atas suatu masalah. Bagian
terpenting dari artikel jenis ini adalah pendirian penulis tentang
masalah yang dibahas dan diharapkan memicu wahana baru
mengenai masalah tersebut. Artikel hasil penelitian, dilain pihak,
dikembangkan dari laporan teknis penelitian dengan tujuan utama
untuk memperluas penyebarannya dan secara akumulatif dengan hasil
penelitian
peneliti-peneliti
lain
dalam
memperkaya
khasanah
pengetahuan tentang masalah yang diteliti.
Perbedaan isi kedua jenis artikel memerlukan struktur dan
sistematika penulisan yang berbeda untuk menjamin kelancaran dan
keparipurnaan komunikasi. Walaupun demikian, dipandang tidak perlu
dikembangkan
sehingga
aturan-aturan
gaya
yang
selingkung
terlalu mengikat dan
masing-masing
jurnal
baku,
dapat
9-27
9-28 Penulisan Karya Ilmiah
terakomodasikan dengan baik di dalam struktur dan sistematika
penulisan yang disepakati.
Satu hal yang harus diupayakan oleh penulis, baik untuk artikel
hasil pemikiran ataupun artikel hasil penelitian, adalah tercapainya
maksud penulisan artikel tersebut, yaitu komunikasi yang efektif dan
efisien tetapi tetap mempunyai daya tarik yang cukup tinggi. Selain itu,
kaidah-kaidah komunikasi ilmiah yang lain seperti objektif, jujur,
rasional, kritis, up to date, dan tidak arogan hendaknya juga
diusahakan sekuat tenaga untuk dapat dipenuhi oleh penulis.
F. TES FORMATIF
1. Tes Obyektif
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat
1.
Artikel dapat dikelompokkan menjadi
a. artikel laporan dan artikel rujukan
b. artikel konseptual dan artikel teoritis
c. artikel hasil telaahan dan artikel teoritis
d. artikel hasil laporan dan artikel hasil telaahan
2.
Dari sudut ide, salah satu dari empat faktor yang harus
diperhatikan untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang berkualitas
tinggi adalah
a. kelayakan ide untuk dipublikasikan
b. wacana tentang ide yang sedang berkembang
c. kesiapan ide untuk didiskusikan
d. persamaan persepsi para ahli di bidang yang sama
3.
Tulisan analisis konseptual terdiri dari
a. judul, abstrak, data, pembahasan, dan referensi
b. judul, abstrak, pendahuluan, diskusi, referensi
c. judul pendahuluan, diskusi, kesimpulan referensi
Penulisan Karya Ilmiah
d. judul, pendahuluan, temuan, pembahasan, referensi
4.
Dalam suatu artikel konseptual, bagaimana teori/konsep yang
ditawarkan dapat berkontribusi dalam peta pengetahuan dimuat
pada bagian
a. abstrak
b. pendahuluan
c. diskusi
d. referensi
5.
Referensi memuat semua rujukan yang
a. pernah dibaca penulis
b. perlu dibaca pembaca
c. dimuat dalam badan tulisan
d. diperlukan dalam pengembangan tulisan
6.
Salah satu dari tiga pertanyaan yang harus dijawab di bagian
pendahuluan adalah berikut ini
a. apa inti teori/konsep yang dibahas?
b. mengapa konsep itu dibahas?
c. Apa kesimpulan yang dapat ditarik?
d. Apa tindak lanjut yang perlu dilakukan?
7.
Salah satu hal yang harus dihindari pada saat menulis hasil
penelitian adalah
a. menjelaskan partisipan
b. menulis masalah yang sudah pernah dibahas
c. memecah satu penelitian menjadi beberapa artikel
d. melaporkan korelasi yang dibahas dalam penelitian
8.
Pemilihan penggunaan kata dan kalimat yang tidak provokatif
dalam laporan atau artikel merupakan salah satu contoh upaya
untuk menjaga kualitasdari aspek
a. panjang tulisan
b. nada tulisan
c. gaya tulisan
9-29
9-30 Penulisan Karya Ilmiah
d. bahasa tulisan
9.
Rekomendasi untuk judul adalah
a. 8-10 kata
b. 10-12 kata
c. 12-15 kata
d. 15-30 kata
10.
Dalam suatu laporan atau artikel hasil penelitian, kontribusi
penelitian dapat dilihat di bagian
a. pendahuluan
b. metode
c. hasil
d. diskusi
2. Tes Uraian
1.
Jelaskan mengapa abstrak merupakan bagian terpenting dalam
laporan dan artikel penelitian
2.
Sebut dan jelaskan perbedaan karya tulis ilmiah hasil pemikian
dan hasil penelitian!
3.
Carilah salah satu artikel hasil penelitian, telaah unsur-unsur yang
terdapat pada artikel itu!
BAB IV. KEGIATAN BELAJAR III
PRAKTIK PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
A. KOMPETENSI DAN INDIKATOR
Pada kegiatan belajar kedua telah disajikan bagaimana teknik
menulis karya tulis ilmiah yang bersifat hasil pemikiran dan hasil
penelitian. Pada kegiatan belajar yang ketiga ini berisi mengenai
latihan peserta PLPG dalam menulis karya tulis ilmiah baik yang
bersifat hasil pemikiran maupun hasil penelitian. Dengan demikian
peserta PLPG diharapkan mempunyai keterampilan dalam menyusun
karya tulis ilmiah yang dapat dikirimkan kepada pengelola jurnal
penelitian pendidikan (JIP). Pada kesempatan ini akan dicontohkan
beberapa petunjuk bagi penulis ilmu pendidikan. Oleh karena itu,
indikator kegiatan belajar ketiga ini adalah:
1. mengenal format penulisan enumeratif;
2. mengenal format penulisan esay;
3. membuat karya tulis ilmiah baik yang bersifat hasil pemikiran
maupun hasil penelitian.
B. URAIAN MATERI
1. Mengenai Format Tulisan
Semua bagian artikel yang dibicarakan di atas ditulis dalam
format esai. Penggunaan format esai dalam penulisan artikel jurnal
bertujuan untuk menjaga kelancaran pembacaan dan menjamin
keutuhan ide yang ingin disampaikan. Dengan digunakannya format
esai
diharapkan
pembaca
memperoleh
kesan
seolah-olah
berkomunikasi langsung, dan secara aktif berdialog dengan penulis.
Bandingkan dua format petikan berikut:
9-32 Penulisan Karya Ilmiah
Format Enumeratif
Sesuai
dengan
lingkup
penyebaran
jurnal
yang
bersangkutan maka record ISSN dilaporkan kepada pihak-pihak
berikut:
(a) International Serials Data System di Paris untuk jurnal
internasional
(b) Regional Center for South East Asia bagi wilayah Asia
Tenggara, dan
(c) PDII-LIPI untuk wilayah Indonesia.
Format Esei
Setiap record ISSN dilaporkan kepada internasional
Serial Data System yang berkedudukan di Paris. Untuk
kawasan Asia Tenggara dilaporkan melalui Regional Center
for South East Asia dan untuk wilayah Indonesia dilaporkan
kepada PDII-LIPI.
Di dalam hal-hal tertentu format enumeratif boleh digunakan,
terutama apabila penggunaan format enumeratif tersebut benar-benar
fungsional dan tidak tepat apabila diganti dengan format esei seperti
dalam menyatakan urutan dan jadwal. Jika format esai masih dapat
digunakan “penandaan” sejumlah elemen dapat dilakukan dengan
format esei bernomor, seperti (1)…, (2)…, (3)…., dan seterusnya.
2. Petunjuk bagi Penulis Ilmu Pendidikan
a.
Naskah diketik spasi ganda pada kertas kuarto sepanjang
maksimal 20 halaman, dan diserahkan dalam bentuk cetakan
(print out) komputer sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya.
Berkas (file) pada naskah pada disket dibuat dengan program olah
kata WordStar, WordPerfect atau MicroSoft Word.
b.
Artikel yang dimuat meliputi hasil penelitian dan kajian analitiskritis setara dengan hasil penelitian di bidang filsafat kependidikan,
teori kependidikan, dan praktik kependidikan.
c.
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format
Penulisan Karya Ilmiah
esai, disertai judul (heading), masing-masing bagian, kecuali
bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Peringkat
judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua
judul bagian dicetak tebal atau tebal miring), dan tidak
menggunakan angka/nomor bagian.
PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, RATA DENGAN TEPI
KIRI)
Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Rata dengan Tepi Kiri)
Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Miring, Rata dengan tepi Kiri)
d.
Sistematika artikel setara hasil penelitian: judul; nama penulis
(tanpa gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata); kata-kata
kunci; pendahuluan (tanpa sub judul) yang berisi latar belakang
dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasan utama (dibagi ke
dalam subjudul-subjudul); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan
(berisi pustaka yang dirujuk saja).
e.
Sistematika artikel hasil penelitian: judul, nama penulis (tanpa
gelar akademik); abstrak (maksimum 100 kata) yang berisi tujuan,
metode, dan hasil penelitian; kata-kata kunci; pendahuluan (tanpa
sub judul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan
tujuan penelitian; metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan
saran; daftar rujukan (berisi pustaka yang dirujuk saja).
f.
Daftar Rujukan disusun dengan mengikuti tata cara seperti contoh
berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.
Anderson, D.W., Vault, V.D. & Dickson, C.E. 1993. Problems and
Prospects for the Decades Ahead: Competency based Teacher
Education. Berkeley: McCutchan Publishing Co.
Hanurawan, F. 1997. Pandangan Aliran Humanistik tentang Filsafat
Pendidikan Orang Dewasa. Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat,
Teori, dan Praktik Kependidikan, Tahun 24, Nomor 2, Juli 1997,
hlm. 127-137.
9-33
9-34 Penulisan Karya Ilmiah
Huda, N. 1991. Penulisan Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah
disajikan dalam Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen
PTN dan PTS di malang Angkataan XIV, Pusat Penelitian IKIP
MALANG, Malang, 12 Juli.
g.
Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti
ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,
Disertasi, Makalah, Artikel dan Laporan Penelitian (Universitas
Negeri Malang, 200). Artikel berbahasa Indonesia mengikuti
aturan tentang penggunaan tanda baca dan ejaan yang dimuat
dalam
Pedoman
Umum
Ejaan
bahasa
Indonesia
yang
Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel berbahasa Inggris
menggunakan ragam baku.
h.
Pemeriksaan
dan
penyuntingan
cetak-coba
dilakukan
oleh
penyunting dan/atau melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam
bentuk cetak-coba tidak dapat ditarik kembali oleh penulis.
i.
Penulis yang artikelnya dimuat wajib memberi kontribusi biaya
cetak minimal sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
perjudul. Sebagai imbalannya, penulis menerima nomor bukti
pemuatan sebanyak 2 (dua) eksemplar dan cetak lepas sebanyak
5 (lima) eksemplar yang akan diberikan jika kontribusi biaya cetak
telah dibayar lunas.
C. LEMBAR KEGIATAN
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis;
b. Laptop
c. LCD proyektor;
d. Buku teks tentang teknik menulis karya ilmiah
e. Kamera digital
Penulisan Karya Ilmiah
2. Langkah Kegiatan
No. Kegiatan
1.
Waktu
Metode
5 menit
Mempersiapkan
Persiapan
Sebelum pembelajaran dimulai,
alat dan bahan
Fasilitator perlu melakukan persiapan
yaitu mempersiapkan semua
peralatan dan bahan yang diperlukan
dalam pembelajaran
2.
Kegiatan Awal/Pendahuluan
2.1 Berdoa bersama untuk mengawali 5 menit
Curah
pendapat,
pembelajaran;
ceramah
2.2 Presensi peserta pelatihan, jika
ada yang tidak masuk karena
pemecahan
sakit misalnya, maka peserta
masalah
diajak berdoa kembali agar teman
yang sakit dapat segera sembuh
dan berkumpul untuk bersekolah
kembali;
2.3 Fasilitator menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan
dikembangkan;
2.4 Selanjutnya fasilitator menyajikan
petunjuk bagi penulis ilmu
pendidikan
3.
Kegiatan Inti
Fasilitator memberikan
ceramah tentang format
penulisan karya tulis ilmiah;
Fasilitator memberikan
130
Metode
menit
pemberian
tugas dan
pendampingan
9-35
9-36 Penulisan Karya Ilmiah
ceramah tentang salah satu
contoh petunjuk bagi penulis ilmu
pendidikan ;
Fasilitator berdiskusi dengan
peserta pelatihan;
Sharing dalam kelas mengenai
karya tulis ilmiah hasil pemikiran
konseptual;
Sharing dalam kelas mengenai
karya tulis ilmiah hasil penelitian;
Fasilitator memberikan tugas
menyusun karya tulis ilmiah baik
dalam bentu pemikiran maupun
hasil penelitian.
4.
Kegiatan Akhir
4.1 Fasilitator bersama-sama dengan
peserta mengadakan refleksi
10
Refleksi
menit
terhadap proses pembelajaran
hari itu, tentang beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian;
4.2 Fasilitator memberi kesempatan
peserta untuk mengungkapkan
pengalaman setelah dilakukan
sharing;
4.3 Berdoa bersama-sama sebagai
menutup pelatihan
3. Hasil
a. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam dalam menyusun
karya tulis ilmiah dalam bentuk hasil pemikiran;
Penulisan Karya Ilmiah
b. Peserta PLPG mempunyai kemampuan dalam dalam menyusun
karya tulis ilmiah dalam bentuk hasil penelitian.
D. RANGKUMAN
1.
Artikel (hasil penelitian) memuat:
Judul
Nama Penulis
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan (tanpa sub judul, memuat latar belakang masalah
dan sedikit tinjauan pustaka, dan masalah/tujuan penelitian)
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Rujukan (berisi pustaka yang dirujuk dalam uaraian saja)
2.
Artikel (setara hasil penelitian) memuat:
Judul
Nama Penulis
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan (tanpa subjudul)
Subjudul
Subjudul
sesuai dengan kebutuhan
Subjudul
Penutup (atau Kesimpulan dan Saran)
Daftar Rujukan (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja)
9-37
9-38 Penulisan Karya Ilmiah
E. TES FORMATIF
Peserta PLPG ditugasi menyusun karya tulis ilmiah dengan cara
memilih salah satunya yaitu hasil pemikiran konseptual atau hasil
penelitian. Tugas ini sifatnya individual. Fasilitator memberikan
bimbingan dan pendampingan pada saat peserta PLPG menyusun
karya tulis ilmiah. Tugas dapat ditulis menggunakan komputer atau
tulis tangan. Ruangan bebas, tidak harus terkekang di dalam kelas.
Penulisan Karya Ilmiah
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF
Kegiatan Belajar 1
Kegiatan Belajar 2
1. b
1. c
2. a
2. a
3. d
3. b
4. c
4. c
5. b
5. c
6. b
6. a
7. a
7. c
8. b
8. b
9. c
9. b
10. a
10. d
9-39
DAFTAR PUSTAKA
Ditbinlitabmas Ditjen Dikti Depdikbud. 2000. Instrumen Evaluasi untuk
Akreditasi Berkala Ilmiah. Ditbinlitabmas Dikti, LIPI, Ikapindo, dan
Kantor Menristek: Jakarta.
Direktorat Profesi Pendidik, 2008. Sistematika Penulisan Laporan KTI Online. Depdiknas: Jakarta.
Saukah, A. dan Waseso, G.M. 2001. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah.
Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press): Malang.
Wardani, I.G.A.K. 2007. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Penerbit Universitas
Terbuka: Jakarta.
Download