pengaruh dosis herbisida glifosat dan 2,4 – d terhadap pergeseran

advertisement
ISSN 1411 – 0067Jurnal Ilmu -Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 5, No. 1, 2003, Hlm. 27 - 33
27
PENGARUH DOSIS HERBISIDA GLIFOSAT DAN 2,4 – D
TERHADAP PERGESERAN GULMA DAN TANAMAN
KEDELAI TANPA OLAH TANAH
EFFECTS OF GLYPHOSATE AND 2,4-D DOSAGES ON WEED SUCCESSION AND
NO-TILLAGE SOYBEAN
Uswatun Nurjannah
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
ABSTRACT
The objective of this study was to determine the pattern of weed succession and yield of soybean under no
tillage management. The experiment was arranged factorially in a randomized complete block design with
three replications. Glyphosate was applied at 0,0, 1,00 , 2,00 and 3,00 L ha-1 whilst 2,4-D was applied at 0,0
1,00, 1,25, and 1,50 L ha-1 . Results of the study indicated that the weed composition was changed at the end
of the experiment. Prior to herbicide application, Widelia sp (SDR=40,67%) was the most dominant species
followed by Imperata cylindrica (SDR=39,00). At the end of the experiment, however, Imperata cylindrica
take place the domination and some new other species appeared, i.e. Corton hirtus, Mimosa pudica and
Eleusin indica. The largest weed dry weight was obtained on no herbicide application and 2,4 D at 1,50 L ha-1
, i.e 1,52 g at 14 dap. 2,4-D at 1,5 L ha-1 had resulted the largest leaf area and leaf area index, i.e. 402,67 and
0,531 respectively. The tallest plant (77,66 cm ) was obtained from the application of 2,4-D at 1,5 L ha-1 .
Application of glyphosate at 3,00 L ha-1 had resulted the highest soybean dry weight at 28 dap.
Key words : weed succession , soybean , no-tillage, glyphosate, 2,4-D, summed domiance ratio
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis campuran herbisida glifosat dan 2,4 – D sebagai komponen
sistem tanpa olah tanah terhadap pertumbuhan gulma, pertumbuhan kedelai serta hasil kedelai. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Sebagai faktor pertama adalah dosis glifosat,
terdiri atas 0, 1, 2, dan 3 L ha-1 . Sedangkan faktor kedua adalah dosis 2,4 – D, terdiri atas 0, 1, 1.25,
dan 1.50 L ha-1 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan komposisi gulma sebelum dan
sesudah percobaan. Spesies gulma yang dominan sebelum percobaan adalah Widelia sp. (SDR = 40.67%) dan
Imperata cylindrica (SDR = 39.00 %). Setelah percobaan spesies gulma yang dominan adalah I. cylindrica
serta muncul gulma baru yaitu: Corton hirtus, Mimosa pudica dan Eleusine indica. Perlakuan tanpa herbisida
dan penyemprotan 2,4 – D 1.5 L ha-1 menghasilkan berat kering gulma terberat yaitu 1.52 g pada umur 14 hari
setelah tanam. Perlakuan 2,4 – D 1.25 L ha-1 menghasilkan luas daun dan indeks luas daun terbesar yaitu
402.67 cm2 dan 0.531, perlakuan 2,4 – D 1.5 L ha-1 menghasilkan tinggi tanaman terbesar yaitu 77.66 cm,
serta perlakuan glifosat 3 L ha-1 menghasilkan berat kering kedelai terbesar yaitu 1.54 g; pada umur 28 hari
setelah tanam.
Kata kunci : pergeseran gulma, kedelai, tanpa olah tanah, glifosat, 2,4-D, summed dominance ratio.
PENDAHULUAN
Kebutuhan kedelai Indonesia setiap tahunnya terus meningkat, sementara produksi kedelai nasional masih relatif rendah yaitu 1.1 ton
per hektar (Adisarwanto dan Wudianto, 1999).
Rendahnya hasil tersebut disebabkan oleh
banyak faktor salah satu di antaranya pengelolaan gulma pada saat pembukaan lahan.
Umumnya pemberantasan gulma pada saat
pembukaan lahan dilakukan dengan cara pengolahan tanah. Namun cara tersebut banyak memerlukan tenaga kerja, biaya dan waktu. Pengolahan tanah sempurna (OTS) dapat menye-
Nurjanah, U.
babkan terbentuknya struktur primer sehingga
tanah menjadi padat dan menghambat pertumbuhan akar (Kay, 1995), meningkatkan kehilangan bahan organik karena tanah lebih mudah
tererosi (Champbell dan Jansen, 1995), menurunkan kandungan air tanah (Bruce dan Steiner,
1995), menurunkan kandungan fauna tanah
yang sangat berguna bagi proses-proses biologi
tanah (Zaborski dan Steiner, 1995) yang pada
akhirnya menurunkan kesuburan tanah (Karlen,
1995). Untuk menghindari kerugian-kerugian
akibat OTS, perlu dicari alternatif pembukaan
lahan yang bersahabat terhadap lingkungan.
Salah satu alternatif untuk persiapan lahan
yang ramah terhadap lingkungan adalah sistem
tanpa olah tanah (TOT). Sistem TOT memerlukan herbisida untuk memberantas gulma pada
lahan yang akan ditanami. Penggunaan satu je nis herbisida saja tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Untuk memaksimalkan daya berantas herbisida perlu adanya pencampuran herbisida (Moenandir, 1990a).
Pemakaian campuran herbisida dapat
meningkatkan spektrun pengendalian menurunkan dosis herbisida (Moenandir, 1990a).
Campuran herbisida dengan bahan aktif glifosat
akan mematikan gulma dengan jalan menghambat jalur biosintesa asam amino, sedangkan
herbisida dengan bahan aktif 2,4 – D dapat
menghambat pertumbuhan gulma dengan mempercepat respirasi. Sehingga adanya ke dua
bahan aktif tersebut dapat lebih mempercepat
kematian gulma.
Efektivitas pemberian herbisida antara lain
ditentukan oleh dosis herbisida. Dosis herbisida
yang tepat akan dapat mematikan gulma
sasaran, tetapi jika dosis herbisida terlalu tinggi
maka dapat merusak bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan. Oleh karenanya
perlu dilakukan suatu pengujian terhadap kisaran dosis campuran herbisida yang optimal
agar dapat meningkatkan penekanan gulma pada pertanaman kedelai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pergeseran gulma akibat dosis herbisida glifisat
dan 2,4 – D sebagai komponen sistem tanpa
olah tanah terhadap pertumbuhan gulma, pertumbuhan kedelai dan hasil kedelai. Secara
jangka panjang penelitian ini bertujuan untuk
JIPI
28
mendapat suatu paket teknologi budidaya kedelai tanpa olah tanah yang berpijak pada sistem
pertanian berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian
dilaksanakan
di
lahan
Universitas Bengkulu, Kota Bengkulu pada
ketinggian tempat 10 m dpl dengan jenis tanah
Ultisol. Penelitian dilaksanakan dari bulan
September 2000 sampai dengan Februari 2001.
Penelitan disusun dalam rancangan faktorial dengan rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) . Sebagai faktor pertama adalah dosis
herbisida glifosat (G), terdiri atas 4 taraf yaitu:
glifosat 0 (G0 ), 1 (G1 ), 2 (G2 ), dan 3 L ha -1
(G3 ). Sedangkan faktor kedua adalah dosis
herbisida 2,4 – D (D), yang terdiri atas 4 taraf
yaitu: 2,4 – D 0 (D0 ), 1 (D1 ), 1.25 (D2 ), dan 1.5
L ha -1 (D3 ). Sebagai kontrol adalah G0 D0
(gulma dipotong 5 cm dari permukaan tanah
pada saat tanam).
Pengamatan dilakukan terhadap gulma dan
tanaman kedelai. Pengamatan gulma meliputi
SDR (Summed Dominance Ratio) pada 14 hst
dan berat kering pada 49 hst. Pengamatan tanam
kedelai meliputi tinggi tanaman luas daun,
indeks luas daun, berat kering, jumlah polong
per tanaman, cabang produktif, jumlah polong
isi hasil per petak dan indeks panen. Pengamatan dilakukan pada umur 28 dan saat panen.
Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis ragam (ANOVA). Rata-rata antar perlakuan dibandingkan dengan DMRT pada taraf
5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi dan pertumbuhan gulma
Hasil analisis vegetasi pada lahan percobaan sebelum percobaan dilaksanakan menunjukkan bahwa lahan ditumbuhi oleh 6 spesies
gulma yang terbagi atas 4 spesies berdaun lebar
dan 2 spesies golongan rumput. 87.00% dari la han percobaan didominasi oleh 2 spesies gulma
yang mempunyai SDR di atas 10% yaitu ber
turut-turut Widelia sp. (SDR = 40.67%), dan
Dosis herbisida glifosat dan 2,4 – D
JIPI 29
Imperata cylindrica ( SDR = 39% ). Sedangkan
4 spesies yang lain mempunyai SDR kurang
dari 10%, yaitu Desmodium trifolium (SDR =
7.0%), Paspalum conjugatum (SDR = 4.67%),
Mikania cordata (SDR = 4.23%) dan Borreria
alata (SDR = 4.10%).
Terjadi pergeseran gulma setelah penyemprotan herbisida. Hasil analisis vegetasi gulma
pada umur 14 hari setelah tanam menunjukkan
bahwa dari 2 spesies gulma yang dominan
sebelum percobaan dilaksanakan, ternyata hanya I. cylindrica yang masih mendominasi dalam petak percobaan kecuali perlakuan glifosat
2 L ha -1 .Pada perlakuan glifosat 3 L ha -1 dengan
atau tanpa 2,4 - D gulma belum mampu mengadakan pertumbuhan lagi. Di samping itu gulma yang tumbuh masih berupa kecambah kecilkecil sehingga belum bisa diidentifikasi.
Pada pengamatan 14 hari setelah tanam
terjadi penambahan jenis gulma. Muncul gulma
baru yaitu Corton hirtus, Mimosa pudica dan
Eleusine indica. Sedangkan Borreria alata,
Mikania cordata dan Desmodium trifolium tidak
muncul lagi setelah dilakukan penyemprotan
herbisida (Tabel 1 ).
Dominasi dari I. cylindrica ini diduga sangat erat kaitannya dengan sifat biologi dari
gulma tersebut. Perbanyakan dengan menggunakan biji (generatif) dan risom (vegetatif). Setiap tanaman mampu menghasilkan 3000 biji.
Apabila keadaan lingkungan kurang menguntungkan maka biji dan risom dalam keadaan
dorman (Soerjani et al., 1987). Kemungkinan
pada saat dilakukan penyemprotan herbisida,
biji dan risom I. cylindrica masih berada pada
fase dorman. Glifosat merupakan herbisida yang
mempunyai spektrum luas, namun gulma-gulma
yang pada saat dilakukan penyemprotan berada
pada fase dorman akan menunjukkan resistensi
terhadap glifosat.
Tabel 1. Komposisi dan pertumbuhan gulma saat 14 hari setelah tanam.
No. Perlakuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Go
Go
Go
Go
G1
G1
G1
G1
G2
G2
G2
G2
G3
G3
G3
G3
Do
D1
D2
D3
Do
D1
D2
D3
Do
D1
D2
D3
Do
D1
D2
D3
Wed.
6.50
32.66
60.00
7.33
13.00
-
C.h
24.33
35.00
40.00
11.33
15.00
-
SDR (%)
Mp.
I.c
74.30
43.33
100.00
9.33
71.00
31.33
12.67
45.00
100.00
33.00
8.00
73.00
64.00
38.00
34.00
-
P.c
15.30
24.00
19.66
42.00
67.00
36.00
-
E.i
10.00
-
Wed= Widelia sp.; I.c =I .cylindrica ;M.p.= M. pudica C.h.=C. hirtus; P.c = P. conjugatum; E.i = E. indica
Biji-biji gulma maupun organ-organ vegetatif seperti risom yang dorman dalam tanah
akan melakukan pertumbuhan kembali pada
kondisi yang sesuai. Keadaan ini mengakibat-
kan I. cylindrica unggul dalam persaingan.
Hal
tersebut
sesuai dengan pendapat
Moenandir (1990b), bahwa kekuatan gulma dalam bersaing dipengaruhi oleh sifat gulma
Nurjanah, U.
JIPI
seperti kemampuan dalam regenerasi dan menghasilkan biji potensial dorman yang banyak.
Tidak tumbuhnya B. alata, M. cordata dan
P. trifolium karena biji-biji gulma tersebut terhambat perkecambahannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ashton and Monaco (1991)
bahwa herbisida 2,4–D dapat juga berfungsi sebagai herbisida kontak yang dapat menghambat
perkecambahan biji gulma.
Pada perlakuan glifosat 3 L ha -1 dengan
atau tanpa 2,4 – D gulma belum mampu tumbuh
lagi. Hal tersebut diduga karena racun dari herbisida tersebut masih terakumulasi dalam ja -
30
ringan gulma sehingga gulma belum mampu
mengadakan regenerasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Moenandir (1990a) bahwa glifosat
adalah herbisida sistemik yang mempunyai side
effect pada risom.
Dosis glifosat dan 2,4 – D berpengaruh
terhadap bobot kering gulma. Berdasarkan
analisis pada bobot kering gulma menunjukkan
adanya interaksi pada umur pengamatan 49 hst.
Secara umum peningkatan dosis herbisida
menghasilkan berat kering gulma lebih rendah.
Hasil selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata bobot kering gulma (g) pada umur 49 hst.
No.
1.
2.
3.
4.
Dosis 2,4-D (L ha -1 )
Dosis glifosat (L ha -1 )
Go
G1
G2
G3
(0)
(1)
(2)
(3)
Do (0)
4.09 fg
5.68 bc
4.53 ef
3.00 hi
D1 (1)
4.83 def
4.60 ef
3.58 gh
2.50 i
D2 (1.25)
8.33 a
5.98 b
4.11 fg
2.67 i
D3 (1.5)
5.01 cde
5.53 bcd
3.77 g
1.24 j
Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Duncan 5 %.
Hal ini diakibatkan semakin besar dosis
maka bahan aktif yang diberikan juga semakin
besar. Ini sesuai dengan pendapat Moenandir
(1990a), bahwa besarnya dosis herbisida menentukan besarnya bahan aktif yang digunakan
dalam pengendalian gulma. Bahan aktif herbisida merupakan kandungan bahan kimiawi herbisida yang dapat bekerja sesuai dengan tujuan
herbisida yang dipakai. Semakin meningkat
dosis herbisida yang diberikan semakin meningkat penekanannya dan dapat mengurangi selektifitas (Bangun dan Pane, 1984). Lamite et al.
(1999) dan Sutanto (1997) melaporkan penurunan berat kering gulma pada penyiapan lahan
padi sawah TOT + glifosat 4,5 L ha -1 lebih kecil
(17,1%) bila dibandingkan dengan TOT + glifosat 6 L ha -1 (50,6%). Besarnya penekanan
herbisida ditentukan oleh tingkat herbisida yang
diangkut, ditranslokasikan dan dimetabolismekan.
Pertumbuhan kedelai
Pertumbuhan tanaman kedelai secara
langsung berkaitan dengan keberadaan gulma di
sekitar tanaman yang telah mendapat perla kuan. Gulma pada perlakuan Go Do (tanpa herbisida, kontrol) lebih banyak, sehingga pertumbuhan kedelai pada perlakuan ini lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan herbisida. Pertumbuhannya rendah disebabkan oleh
karena tanaman kedelai yang tumbuh bersama
gulma mengalami persaingan dalam mendapatkan unsur hara, cahaya, air, ruang tumbuh
serta gas (CO2 , O2 ) untuk pertumbuhannya. Terbatasnya unsur-unsur yang diperlukan tanaman
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Moenandir (1990a) bahwa adanya gulma di
sekitar tanaman berpengaruh secara kuantitatif
dan kualitatif yaitu pertumbuhan tanaman
menjadi tertekan dan kecil serta bentuk tanaman
Dosis herbisida glifosat dan 2,4 – D
JIPI 31
menjadi berubah. Hasil analisis ragam pada
umur 28 hari setelah tanam menunjukkan ada
beda nyata terhadap peubah luas daun, indeks luas daun dan berat kering tanaman
(Tabel 3). Perlakuan dosis glifosat maupun do-
sis 2.4 – D berbeda nyata tetapi tidak terjadi
interaksi. Di samping pertumbuhan gulma, pertumbuhan kedelai juga dipengaruhi oleh waktu
(lama) interaksi antara tanaman kedelai dengan
gulma.
Tabel 3. Rata-rata luas daun, indeks luas daun (ILD), tinggi tanaman dan berat kering
pada umur 28 hari setelah tanam.
No.
1.
Perlakuan
Glifosat
Go
Peubah
2
Luas daun (cm )
ILD
Tinggi tanaman (cm)
Berat kering (g)
273.75 a
0.37 a
16.80
0.93 a
2.
3.
4.
G1
G2
G3
385.10 b
388.92 b
383.58 b
0.51 b
0.52 b
0.51 b
18.66
17.45
18.76
1.29 b
1.42 b
1.54 b
1.
2.
3.
2,4-D
Do
D1
D2
324.42 a
311.84 a
402.67 b
0.432 a
0.416 a
0.531 b
16.65
18.20
17.50
1.12 a
1.34 a
1.30 a
4.
D3
392.34 b
0.523 b
19.42
1.43 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada Uji Duncan 5 %.
Gulma yang muncul atau berkecambah lebih
dulu atau bersamaan dengan tanaman yang
dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan
dan hasil panen tanaman. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Murni (1998) yang menunjukkan bahwa pengaruh dosis herbisida campuran glifosat dan 2,4 – D terhadap pertumbuhan kedelai mulai nyata pengaruhnya
pada umur 28 hari setelah tanam sampai umur
56 hari setelah tanam untuk peubah tinggi
tanaman dan umur 28 – 70 hari setelah tanam
untuk peubah jumlah daun dan luas daun.
Komponen hasil dan hasil tanaman
Komponen hasil dan hasil tanaman kedelai
dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang baik disebabkan tercukupinya
segala sarana tumbuh yang dibutuhkannya. Kehadiran gulma pada pertanaman kedelai memungkinkan terjadinya persaingan antara keduanya sehingga akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman
menjadi berkurang. Dari hasil analisis diperoleh
tidak terjadi interaksi antara perlakuan dosis glifosat dan 2,4 – D.
Nurjanah, U.
JIPI
32
Tabel 4. Rata-rata komponen hasil dan hasil kedelai
No.
Perlakuan
Dosis 2,4-D
Do
D1
D2
D3
Glifosat
Go
G1
G2
G3
Cab.pro
(buah)
Jp per tan
(buah)
Jpi
(buah)
B100
(g)
H/P
(kg)
IP
11.063
12.730
12.868
31.313
31.668
33.813
21.813 b
23.043 b
26.395 a
18.165
18.378
18.583
0.605 b
0.577 ab
0.703 ab
0.415
0.458
0.510
12.938
35.430
27.821 a
18.758
0.755 a
0.515
11.513
12.168
12.815
13.095
29.103
32.478
35.080
35.563
21.770 b
23.438 b
26.395 a
27.820 a
17.888
18.375
18.467
19.153
0.580 c
0.623 bc
0.715 ab
0.725 a
0.403 b
0.418 b
0.485 ab
0.583 a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada Uji Duncan 5 %. Cab. pro = cabang produktif, Jp per tan = jumlah polong per tanaman,
Jpi. =
jumlah polong isi, B100 = bobot 100 biji, H/P = hasil per petak, IP = Indek panen
Semakin tinggi dosis maka hasil yang
diperoleh juga semakin tinggi (Tabel 4). Hal ini
sangat erat dengan pertumbuhan gulma. Semakin tinggi dosis maka pertumbuhan gulma
yang tercermin pada peubah bobot kering gulma
semakin tertekan (kecil). Tanaman kedelai yang
tumbuh dalam kondisi lahan yang ditumbuhi
gulma tidak dapat mengakumulasi lebih banyak
fotosintat. Hal ini sesuai dengan pendapat Jumin
(1989) bahwa apabila suatu tanaman stres air,
suhu, cahaya atau hara mengakibatkan terganggunya hubungan antara source dan sink.
Aktivitas source diperlukan selama siklus hidup
tanaman terutama pada fase vegetatif, sedangkan aktivitas sink diperlukan pada fase
pembentukan organ-organ yang menghasilkan
bunga dan polong. Oleh karena itu besarnya
dosis herbisida campuran sangat berpengaruh
terhadap tingkat penekanan gulma yang pada
akhirnya mempengaruhi komponen hasil dan
hasil tanaman kedelai.
KESIMPULAN
Gulma dominan yang tumbuh sebelum
dan sesudah aplikasi herbisida adalah Imperata
cylindrica Terjadi interaksi antara dosis glifosat
dan dosis 2,4 – D. Campuran herbisida glifosat
3L ha -1 + 2,4 – D berbagai dosis (0, 1, 1,25 dan
1.5 L ha -1 ) menghasilkan berat kering gulma
terendah pada pengamatan umur 49 hst. Tidak
terjadi interaksi antara dosis glifosat dan dosis
2,4 – D pada pengamatan 28 hst. Perlakuan 2,4
– D 1.25 L ha -1 menghasilkan luas daun dan
indeks luas daun paling besar (402.67 cm2 dan
0,531), perlakuan 2,4 – D 1.5 L ha -1
menghasilkan tinggi tanaman terbesar (19.24
cm), serta perlakuan glifosat 3 L ha -1
menghasilkan berat kering kedelai paling besar
(1.54 g). Tidak terjadi interaksi antara dosis
glifosat dan dosis 2,4 – D pada peubah
komponen hasil dan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. dan R. Wudianto. 1999.
Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering Pasang-Surut. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Asthon, F.M. and T.J. Monaco. 1990. Weeds
Science Principles and Practices. A Wiley
Interscience Publ. John Wiley & Sons,
Inc. pp. 466.
Bruce, R.R. dan J.L Steinen, 1995. Pengaruh
Pengolahan Tanah pada Air tanah. Dalam
Farming for Better Environment. Diterjemahkan oleh Jody Moenandir. 1998.
Soil and Water Conservation AnkenyIowa. p. 14-17.
Dosis herbisida glifosat dan 2,4 – D
Bangun dan Pane. 1984. Pengendalian Gulma
pada Budidaya Jagung. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Bogor. p. 66.
Champbell, C.A. dan H.H. Jansen. 1995.
Pengaruh pengolahan tanah pada bahan
organic tanah dalam Farming for a Better
Environment. Diterjemahkan oleh Jody
Moenandir. 1998, Soil and Water Conservation Socienty, Ankeny-Iowa p.10 – 13.
Jumin, H.B. 1989. Ekologi Tanaman. Rajawali
Press. Jakarta.
Kay, B.D. 1995. Dampak Dai pengolahan tanah
pada struktur kedalaman tanah dalam
Farming for a Better Environment. Diterjemahkan oleh Jody Moenandir. 1998.
Soil and Water Conservation, AnkenyIowa. p. 5-9.
Lamid, Z., G. Adilis, Harnel dan W.Hermawan.
1999. Efikasi herbisida glifosat terhadap
gulma pada budidaya jagung tanpa olah
yanah pada lahan gambut. Dalam Pengembangan Pengolahan Gulma Secara
Efisien Berwawasan Lingkungan Menuju
Pertanian Berkelanjutan. pp. 402-409.
Prosiding 14 HIGI, Medan.
JIPI 33
Moenandir, J. 1990b. Pengantar Ilmu Pengendalian Gulma. Rajawali Press. Jakarta.
pp.121.
Moenandir, J. 1990a. Fisiologi Herbisida,
Rajawali Press. Jakarta. pp. 143.
Murni, E. 1998. Pengaruh waktu pemberian dan
dosis herbisida campuran terhadap penekanan gulma serta pertumbuhan dan
hasil tanaman kedelai. Tesis. UNIBRAW.
Malang.
Soerjani, M.A., J.G.H. Koestermans and G.
Tjitrosoepomo. 1987. Weed of rice
Indonesia. Balai Pustaka- Jakarta. pp. 716
Sutanto, R. 1997. Studi penyiapan lahan dengan
herbisida glifosat dan tinggi penggenangan air pada budidaya padi sawah tanpa olah tanah. Tesis. UNIBRAW., Malang. p. 101.
Zaborski dan Steiner. 1995. Dampak pengolahan tanah pada fauna tanah dan
proses-proses biologi dalam Farming for
a Better Environment. Diterjemahkan
oleh Jody Moenandir. 1998. Soil and
Water Conservation Society, AnkenyIowa. p.18-22.
Download