Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. U DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK) DI RUANG KENANGA RSUDCIAMIS
TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Program Studi Diploma III Keperawatan
di STIKes Muhammadiyah Ciamis
Disusun oleh :
IKEU SRI RAHAYU
NIM : 13DP277029
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. U DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK)
DI RUANG KENANGA RSUD CIAMIS
TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 2016 1
Ikeu Sri Rahayu 2, Asep Gunawan. S.Kep., Ners., M.Pd.3
ABSTRAK
Studi kasus ini berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. U Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Ruang
Kenanga RSUD Ciamis pada tanggal 17-21 Juni 2016. Alasan penulis melakukan
asuhan keperawatan ini karena penyakit ini berlangsung seumur hidup dan
semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Tujuannya mampu
melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komfrehensif meliputi
aspek bio-psiko-sosial dan spiritual pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) dengan pendekatan proses keperawatan. Metode penulisan yang
digunakan adalah metode deskriptrif yang berbentuk studi kasus. Tehnik
pengumpulan data secara observasi,wawancara, pemeriksaan fisik, studi
dokumentasi dan studi kepustakaan. Hasil Asuhan Keperawatan didapatkan
diagnosa, bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan kebutuhan istirahat dan
tidur, intoleransi aktivitas, rasa aman nyaman, dan defisit pengetahuan.
Perencanaan tindakan keperawatan dapat disusun berdasarkan masalahyang
dihadapi klien dengan berpedoman pada kriteria tujuan dan memperhatikan
sarana dan prasarana yang ada. Pelaksanaan tindakan pada klien dengan PPOK
yang penulis lakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun
tetapi aplikasi disesuaikan dengan kondisi klien, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan dapat menilai pembahasan yang terjadi
pada klien, yaitu kesenjangan antara teori dan kenyataan serta menemukan
pemecahan masalah. Kesimpulan dalam asuhan keperawatan penulis menemukan
hambatan, namun berkat adanya kerjasama penulis, keluarga, perawat ruangan,
serta tim kesehatan lain, sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai rencana untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang
optimal.
Kata kunci
: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Asuhan
Keperawatan, Perencanaan
Kepustakaan
: 15 Sumber (2008 – 2013)
1. Judul Karya Tulis Ilmiah
2. Mahasiswa Program D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis
3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian
PPOK tahun 2010 di perkirakan menduduki peringkat ke -4 bahkan dekade
mendatang menjadi peringkat ke-3. Semakin banyak jumlah batang roko yang
di hisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, maka semakin besar
resiko dapat mengalami PPOK. Mengamati data tersebut tanpa disadari angka
kematian yang disebabkan PPOK terus mengalami peningkatan (Hulwaanah,
2013).
Di indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI menunjukan
angka kematian karena asma, bronkhitis kronik, dan emfisema menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di indonesia (PDPI,
2003). Data pada tahun 2007 di indonesia menunjukan bahwa PPOK dan
asma mengenai 10.230.000 jiwa pada pria dan 5.240.000 jiwa pada wanita
(WHO, 2007)
Di Jawa barat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai
penyebab kematian ke-6 pada tahun 1990 dan akan meningkat menjadi
penyebab ke-3 pada tahun 2020 di seluruh dunia (Maranata, 2010)
1
2
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin
memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini
terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan
penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau
memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi
lingkungan, insfeksi, genetik dan perubahan cuaca. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering di gunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang di kenal
dengan PPOK adalah : Bronkhitis kronis, Emfisema paru-paru dan asthma
bronchiale (Smeltzer, 2011).
RSUD Ciamis sebagai tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai
tujuan
memberikan
pelayanan
semaksimal
mungkin
yaitu
dengan
memberikan perawatan secara intensif begitu juga pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronik.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit yang harus
segera mendapatkan perawatan karena apabila tidak segera di tangani dapat
menyebabkan kematian.
Data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Umum Daerah
Ciamis didapatkan 10 penyakit terbanyak khususnya di Ruang Kenanga pada
periode Januari sampai dengan Mei 2016 tertera dalam tabel berikut ini ;
3
Tabel 1
Distribusi Penyakit Terbanyak Di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis 10
besar periode januari – mei 2016
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
JENIS PENYAKIT
Thypus abdominalis
Gastritis
CHF
Diare
CKD
PPOK
Pnemonia
DM
Hepatitis
Dispepsia
JUMLAH
126
125
112
64
60
38
34
34
32
30
697
Menurut tabel di atas penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
yang dirawat di Ruang Kenanga pada tahun 2016 yaitu sebanyak 38
penderita. Secara persentase penyakit PPOK menempati urutan ke 6 dari 10
penyakit di ruang Kenanga RSUD Kabupaten Ciamis.
Dampak dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) jika di biarkan
bisa mengganggu aliran udara ke paru – paru, dan bisa mengganggu
kebutuhan dasar manusia (KDM), klien yang mengalami penyakit tersebut
bisa sering kelelahan karna batuk dan sesak nafas, sehingga ADL klien
dapat terganggu, klien juga bisa mengalami gangguan istirahat tidur juga
nutrisi. Dan penyakit ini jika terus di biarkan bisa menyebabkan kematian.
Hasil pengkajian di ruang kenanga pada tanggal 17 juni 2016 klien
mengatakan sesak disertai batuk berdahak dan dahak susah keluar, pola
nafas klien terlihat cepat, dengan respirasi 32 x/menit, sesak di rasakan
4
pada daerah dada, dan tidak ada penyebaran, dan sesak meningkat bila
klien banyak bergerak dan melakukan aktivitas serta kedinginan pada
malam dan pagi hari.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
membuat Karya Tulis Ilmiah yang brjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Tn.U Dengan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Daerah Ciamis Dari
Tanggal 17 – 21 juni 2016”
B. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam aplikasi
asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek
bio-psiko-sosial-spritual dengan pendekatan proses
keperawatan serta
menentukan prioritas masalah.
2. TujuanKhusus
a. Penulisan mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif pada
klien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) secara bio-psiko-sosialspritual,dan analisis data.
b. Menegakan diagnosa keperawatan serta menentukan prioritas masalah.
c. Penulis mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan terhadap
semua permasalahan yang di timbulkan oleh Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK)
5
d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah di tetapkan dan di susun.
e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan asuhan keperawatan pada
pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada kasus
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
C. Metode Telaahan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah
metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan, dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Adalahpenulisan
secara
langsung
melihat
,mengamati
dan
mencatat masalah yang berhubungan dengan materi pembahasan.
2. Wawancara
Pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung
terhadap klien dan perawat dan keluarga untuk memperoleh data yang
lengkap dari tim kesehatan yang terkait dalam memberikan asuhan
keperawatan.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari catatan- catatan
medik yang ada di rumah sakit.
4. Studikepustakaan
6
Penulis mempelajari buku- buku yang berhubungan dengan kasus
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) melalui buku kepustakaan
maupun materi perkuliahan yang di dapat selama pendidikan.
D. SistematikaPenulisan
Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini terdiri dari empat BAB
yaitu:
BAB I
: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan
penulisan, metode serta sistematika penulisan.
BAB II
: Meliputi tinjauan toeritis tentang Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) dan konsep keperawatan yang mencakup
Pengertian, Etiologi, anatomifisiologi, patofisiologi tanda dan
gejala, manajemen medik, data penunjang, komplikasi,
dampak penyakit terhadap kebuuhan dasar manusia, serta
tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, kemungkinan diagnosa yang muncul, intervensi
dan rasional, implementasi serta evaluasi.
BAB III
: Tinjauan Kasus dan Pembahasan yang terdiri dari proses
asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan
,implementasi,
evaluasi
dan
catatan
perkembangan. Sedangkan pembahasan berisikan ulasan narasi
dari setiap tahap keperawatan yang di lakukan.
BAB IV
: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpulan yang mengarah pada tujuan studi
7
kasus dari pelaksanaan asuhaan keperawatan dan formulasi
saran atau rekomendasi yang operasional terhadap masalah
yang di temukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar penyakit
1. Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya ( Irman, 2008 )
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas
dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis,
emfisema dan asma yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispne saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah suatu penyakit
yang menimbulkan obstruksi saluran nafas, termasuk di dalamnya
adalah asma , bronkitis kronis dan emfisema pulmonum ( Halim, 2008 )
Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah kelainan paru yang di
tandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode
ekspirasi yang di sebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan
tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa
waktu. Penyakit Paru-paru Obstruktif menahun merupakan suatu istilah
yang di gunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan risistensi terhadap
8
9
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya ( Fauci et al,
2009 )
2. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah sebagai berikut (Halim, 2008) :
a. Bronkhitis Kronik
Bronkhitis merupakan definisi klinis batuk – batuk hampir
setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang – kurangnya 3
bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut – turut
b. Emfisema Paru
Emfisema Paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu
suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis,
yang di sertai kerusakan dinding alveolus
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas
cabang
–
cabang
trakeobronkial
terhadap
berbagaijenis rangsangan. Keadan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran – saluran nafas secara periode dan reversible
akibat bronkospasme
d. Bronkiektasis
10
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik
yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi
paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau
benda – benda dari saluran pernafasan atas, dan tekanan terhadap
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus
limfe.
3. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Anatomi sistem pernafasan
Gambar 2.1 Anatomi Pernafasan ( Muttaqqin, 2008;4 )
11
Sistem pernafasan terdiri dari saluran pernafasan atas
yaitu : hidung, paring sedangkan saluran pernafasan bagian bawah
yaitu : laring, trakea, bronkus dan alveoli yang akan diuraikan
dibawah ini yaitu
1) Rongga Hidung
Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang salah satu
sama lainnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung
dilapisi
semu. Mukosa
respirasi
serta
sel
epitel
batang,
menghangatkan dan melembapkan udara yang masuk melalui
hidung ( Mutaqqin, 2008:4 )
2) Faring
Faring (tekak) adalah pipa yang bermula dari dasar
tengkorak dan berakhir sampai persembuhannya dengan esophagus
dan batang tulang rawan trikoid. Faring terdiri atas tiga bagian
yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring letaknya di
belakang hidung, orofaring letaknya di belakangmulut dan
larifaring letaknya di belakang faring ( Mutaqqin,2008:5 )
3) Laring
Laring (tenggorokan) terletak diantara faring dan trakhea
berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4
disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligment dan otot
rangka pada tahun hyoid dibagian atas dan trakhea di bawahnya (
mutqqin, 2008:5 ).
12
4) Trakhea
Trakhea sebuah tabung yang berdimeter 2,5 cm dengan
panjang 11 cm,trakea terletak setelah laring dan memanjang ke
bawah setara dengan vertebra trakalis ke-5. Ujung trakea
bercabang menjadi dua bronchus kiri dan bronchus kanan yang
memisahkan trakhea menjadi bronkhus kiri dan bronchus kanan
disebut karina ( carina ). Trakhea tersusun atas 16-20 kartilago
hialin berbentuk huruf c yang melekat pada dinding trakhea dan
berfungsi untuk melindungi jalan nafas ( Mutaqqin,2008:7 ).
5) Bronkhus
Bronchus mempunyai bentuk serupa dengan trakhea.
Bronkhus kanan dan kiri tidak simetris, bronchus kanan lebih
pendek, lebih besar dan arahnya hampir vertical dengan trakhea.
Sebaliknya, bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan
sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini
memiliki aplikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda di
bronkhus kanan dibandingkan berada di bronkhus kiri karena arah
dan lebarnya ( mutaqqin,2008:7 ).
6) Paru-paru
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut
dan terletak dalam rongga thoraks, kedua paru dipisahkan oleh
mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar.Paru kanan lebih besar dari pada paru kiri.Selain itu,
13
paru juga dibagi menjadi tiga lobus, satu lobus pada paru kanan,
dan dua lobus di paru kiri. Lobus tersebut dibagi menjadi
beberapa segmen, yaitu 10 segmen pada paru-paru kanandan 9
segmen pada paru-paru kiri. Proses patologis seperti etalaktasis
dan pneumonia sering kali terbatas pada satu lobus atau satu
segmen satu saja ( Mutaqqin, 2008:13 ).
7) Pleura
Pleura merupakan kantung tertutup yangyang terbuat dari
membrane serosa ( masing-masing untuk setiap paru ) yang
didalamnya mengandung cairan serosa. Paru terinvaginasi (
tertekan yang masuk kedalam ) lapisan ini,sehingga menutup
cairan tertutup. Satu bagian melekat pada paru didebut pleura
viselaris dan lapisan paru yang membatasi rongga thoraks disebut
pleura parietalis. Pleura viresalis adalah pleura yang menempel
pada paru, menutup masing-masing lobus paru dan melewati
fisura yang memisahkan keduanya. Pleura parietalis melekat pada
dinding dada dan permukaan thoraks diafragma. Pleura parietalis
juga melekat pada media stenum dan disambung dengan pleura
viseralis di sekelilingi perbatasan hilum.
14
4. Etiologi
Menurut Arif Mutaqin (2008), Penyebab dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronik adalah :
a. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronkhitis
kronik dan emfisema
b. Adanya infeksi : Haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumonia.
c. Polusi oleh zat-zat pereduksi
d. Faktor keturunan
e. Faktor sosial – ekonomi : keadaan lingkungan dan ekonomi yang
memburuk
5. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot
pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas, fungsi paru – paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru – paru untuk di gunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya
fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru (Anderson, 2007).
Faktor – faktor resiko tersebut di atas mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding
15
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal ini lah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi –
fungsi paru : ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah
akan mengalami gangguan. ( Anderson, 2007)
16
Intoleransi aktifitas
Bagan 2.2 Patofisiologi PPOK ( Arif Muttaqin, 2009 )
17
6. Tanda Dan Gejala
Gejala – gejala awal Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), yang bisa muncul setelah 5 – 10 tahun merokok, adalah
batuk yang berlendir. Batuk biasanya ringan dan sering dianggap
sebagai batuk normal seorang perokok.
Selain itu, sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek dahak
menjadi kuning atau hijau karena ada nanah akibat insfeksi
sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala tersebut akan
semakin sering dirasakan. Mengi / bengek pun bisa timbul sebagai
salah satu gejala PPOK.
Pada usia sekitar 60 tahun sering timbul sesak nafas ketika
bekerja dan bertambah parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas
akan dirasakan ketika melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti
di kamar mandi, mencuci pakaian, berpakaian, dan menyiapkan
makanan. Sekitar 30% penderita mengalami penurunan berat badan
karena setelah selesai mereka sering mengalami sesak napas yang
berat sehingga penderita sering tidak mau makan.
Gejala lain yang mungkin menyertai adalah pembengkakan
pada kaki akibat gagal jantung. Pada stadium akhir bisa terjadi
sesak nafas berat, yang bahkan timbul ketika penderita tengah
beristirahat, yang mengindikasikan adanya kegagalan pernapasan
yang akut. (dr. Iskandar junaidi, 2010)
18
7. Penatalaksaan Medis
a. Penatalaksaan Medis bertujuan untuk :
-
Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan
spasme
bronkhus
dan
membersihkan
sekret
yang
berlebihan.
-
Memelihara keefektifan pertukaran gas
-
Mencegah dan mengobati insfeksi saluran pernapasan
-
Meningkatkan toleransi latihan
-
Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status
asmitikus).
-
Mencegah alergen / iritasi jalan napas
-
Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi
yang sering menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis
b. Manajemen medis yang di berikan berupa :
1) Pengobatan farmakologi
-
Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan
lain-lain
-
Bronkodilator.
Adrenergik : efedrin, epineprin, dan beta adrenergik
agonis selektif.
Nonadrenergik : aminofilin, teofilin.
-
Antihistamin
-
Steroid
19
-
Antibiotik
-
Ekspektoran
Oksigen digunakan 31/menit dengan nasal kanul
2) Higiene Paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan secret dari
paru, meningkatkan kerja silia, dan menurunkan risiko
infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada,
dan postural drainase.
3) Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan
melatih pungsi otot skeletal agar lebih efektif. Di
laksanakan dengan jalan sehat.
4) Menghindari bahan iritan
Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari
diantaranya asap rokok dan perlu juga mencegah adanya
alergen yang masuk tubuh.
5) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena
adanya dispne. Pemberian porsi yang kecil namun sering
lebih
baik
dari
pada
(Arief.Mutaqqin 2009)
makan
sekaligus
banyak.
20
8. Pemeriksaan Fisik Fokus Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) menurut (Arif Mutaqin, 2009)
a) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
napas ( sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya
dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat
udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernapas
dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang
tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat
beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti
makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum
purulen disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda
pertama infeksi pernapasan.
b) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi, di dapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diagfragma mendatar / menurun.
d) Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus
21
9. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pengukuran Fungsi Paru
-
Kapasitas inspirasi menurun
-
Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis,
dan asma.
-
FEV1selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit
paru obstruktif kronik
-
FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma.
-
TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada
emfisema)
b) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada
asma. Nilai pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan
sekunder.
c) Pemeriksaan Laboratorium
-
Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada
polisetimia sekunder.
-
Jumlah darah merah meningkat
-
Eosinofil dan total IgE serum meningkat
-
Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
-
Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik
22
d) Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran.
Kuman patogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus
pneumoniae, hemophylus influenzae, dan moraxella catarrhalis
e) Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung,
dan bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan
diagpragma dengan letak yang rendah dan mendatar, ruang
udara retrosternal ˃ (foto lateral), jantung tampak bergantung,
memanjang dan menyempit.
f) Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada
ekspirasi kuat.
g) EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat
deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebi dari 1 dan
di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet (Arif Mutaqin, 2009)
23
10. Dampak Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Terhadap
Kebutuhan Dasar Manusia, menurut ( Ngastiyah, 2008 : 61 )
a. Kebutuhan Oksigen
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), bisa
mempengaruhi
kebutuhan
oksigen, dimana
pertukaran
oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding
alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara ke
dalam paru.
b. Ketidak Efektifan Jalan Nafas
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) juga
menyebabkan ketidak efektifan jalan nafas pasien. Yang
penyebab utamanya adalah merokok dan faktor lingkungan
yang menyebabkan respon inflamasi, sehingga terjadi
Hipersekresi
mukus,
dan
terjadilah
Bronkhitis,
yang
menyebabkan penumpukan lendir dan sekresi berlebih
sehingga menempel dan menutupi jalan nafas, sehingga
merangsang reflek batuk, dan menimbulkan sesak nafas.
c. Ketidak Efektifan Pola Nafas
Pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
juga terjadi ketidak efektifan pola nafas, karna penumpukan
lendir dan sekresi berlebih mengakibatkan obstruksi jalan
nafas, sehingga terjadi penurunan asupan oksigen, dan terjadi
24
Hipoksemia
juga
konpensasi
tubuh
dan
peningkatan
Respirasi.
d. Gangguan Pertukaran Gas
Kerusakan Alveolar pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) mengakibatkan kolaps saluran
nafas kecil saat ekspirasi dan terjadilah Empisema, dan saat
itu juga terjadi obstruksi pada pertukaran oksigen dan
karbondioksida
dari
dan
ke
paru-paru,
sehingga
mengakibatkan penurunan asupan oksigen dan hipoksemia.
e. Nutrisi
Penumpukan secret di alveolus dan peradangan paru
pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), menyebabkan
tubuh
memerlukan
energi
yang
banyak
untuk
mempertahankan kebutuhan jaringan tubuh. Bahan makanan
yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh bertambah
untuk memenuhi metabolisme sel yang meningkat, tubuh
akan menggunakan jaringan disekitarnya yang sehat dalam
pemenuhan perbaikan jaringan yang rusak. Apabila dalam
tubuh sudah kehilangan bahan makanan siap pakai, maka
tubuh akan menggunakan cadangan makanan yang tersimpan
dalam hati, hingga terjadilah katabolisme glikogen, lemak
dan protein tubuh sehingga tubuh akan kehilangan cadangan
makanan akibatnya terjadi penurunan berat badan.
25
f. Aktifitas
Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK),
terjadinya gangguan dalam mengakibatkan pemasukan
oksigen berkurang, kekurangan suplai O2 didalam tubuh
menyebabkan
pembentukan
metabolisme
ATP
sel
menurun,
terganggu
terjadi
akibatnya
kelemahan
dan
kelelahan.
g. Rasa Aman dan Nyaman
produksi
sekret
yang
berlebih
menyebabkan
terjadinya iritasi pada paru dan menyebabkan insfeksi paru.
sehingga menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan dan
membuat ketidak nyamanan pada penderita.
h. Istirahat dan Tidur
Peningkatan produksi mucus disaluaran nafas
menyebabkan kompensasi tubuh untuk mengeluarkan dahak
dengan adanya rangsang batuk. Terjadinya peningktana PC0 2
dan H+ dalam arteri yang merangsang pusat nafas di medulla
oblongata, rangsang neuron pernafsan pada lateral dan
ventral medulla spinalis.
Dikedua mediator ini batuk terus menerus dan
adanya tachipnea dapat merangsang RAS di formatio
26
retikularis sebagai pusat tidur jaga yang mengakibatkan tubuh
waspada.
i. Cairan dan Elektrolit
Peningkatan suhu tubuh sampai 400 terjadi akibat
peradangan yang menyebabkan peningkatan pengeluaran
cairan tubuh akibat penguapan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada klien Dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK)
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah
yang digunaka perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai
atau
mempertahankan
keadaan
bio,psiko,socialdan
spiritual
yang
optimal,melalui tahap pengkajian,identifikasi diagnosa keperawatan,penentu
rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi
tindakan keperawatan. ( S.Suarli dan Bachtiar, 2009:100 )
1. Pengkajian
a . Pengumpulan Data
1) Identitas
Pengkajian
merupakan
tahap
awal
proses
keperawatan,tahap pengkajian diperlukan kecermatan dan ketelitian
untuk
mengenal
masalah.keberhasilan
proses
keperawatan
berikutnya sangat tergantungnya pada tahap ini. (S.Suarli dan
Bachtia, 2009:102)
27
a) Biodata klien
Nama, umur, jenis kelamin, no.med.rec, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, ruangan dan diagnosa medis.
b) Biodata penanggung jawab
Nama ayah dan ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, suku I bangsa,
agama, alamat, hubungan dengan anak (kandung atau adopsi).
2)
Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan pada orang yang
mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak,
batuk, nyeri dada, kesulitanbernafas, demam, terjadinya kelemahan.
(Rohmad Walid, 2009:35 )
b. Riwayat kesehatan sekarang
Di kembangkan dari keluhan utama melalui PQRST :
P
:
Palliative/provokatif
yangmemperberat
yaitu
atau
faktor-faktor
memperingan
apa
keluhan
saja
utama.
Padapasien PPOK tanyakan tentang keluhan sesak napas, hal
yang memperberat sesak, hal yang memperingan sesak.
Q
:
Qualitatif/Quantitatif, yaitu berupa gangguan atau keluhan
yang dirasakan seberapa besar. Tanyakan tentang akibat
sesak, dapat mempengaruhi aktivitas klien, pola tidur klien
dan seberapa berat sesak yang terjadi.
28
R
: Region/radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan atau apakah
keluhan mengalami penyebaran.
S
: Skala berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan.
Tanyakan tingkat sesak yang dialami klien.
T
: Timing, yaitu waktu gangguan dirasakan apakah terus menerus
atau tidak. Sesak yang dialami klien sering atau tidak. (rohmad
dan walid,2009:36)
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang mungkin
dapat dipengaruhi atau memengaruhi penyakit yang diderita klien saat
ini.(rohman dan walid,2009:37).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat
kesehatan
keluarga
dihubungkan
dengan
kemungkinan adanya penyakit keturunan,kecenderungan alergi dalam
satu keluarga,penyakit yang menular akibat kontak langsung antara
anggota keluarga. .(rohman dan walid,2009:37)
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dengan pendekatan persistem dimulai dari
kepala sampai ujung kaki dapat lebih mudah.Dalam melakukan
pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan dalam melakukan
pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional. Teknik pemeriksaan
29
fisik perlu modalitas dasar yang digunakan meliputi: inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin,2010:12)
a) Penampilan umum yaitu penampilan klien dimulai pada saat
mempersiapkan klien untuk pemeriksaan.
b) Kesadaran
Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu
kualitatif dan kuantitatif,secara kualitatif dapat dinilai antara lain
yaitu compos mentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh
dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan,apatis yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap lingkungan
sekitarnya,samnolen yaitu mengalami kesadaran yang lebih rendah
dengan ditandai tampak mengai bahwa untuk, sopor mempunyai arti
bahwa klien memberikan respon dengan rangsangan yang kuat dan
refleks pupil terhadap cahaya tidak ada. sedangkan penilaian
kesadaran terhadap kuantitatif dapat diukur melalui penilaian (GCS)
Glasgow Coma Scale dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon
verbal
yaitu
5dan
respons
motorik
yaitu
nilai
6
(Aziz
alimul,2009:116).
c) Tanda Tanda Vital
tanda tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin
dilakukan dalam berbagai kondisi klien.pengukuran yang paling
30
sering dilakukan adalah pengukuran suhu, dan frekuensi pernafasan.
(Mutaqqin,2010:35)
d) Sistem neurologi
Pada sistem neurologi kaji tingkat kesadaran dan refleks (rohman
dan walid,2009:51)
e) Sistem pendengaran
Pada sistem pendengaran kaji tingkat ketajaman klien dalam
mendengarkan kata kata, palpasi bentuk telinga, adanya cairan atau
tidak, adanya tekan ataupun lesi kulit ( Mutaqqin , 2010: 117-119 )
f) Sistem pernafasan
Pada sistem pernafasan kaji bentuk dada, gerakan pernafasan,
adanya nyeri tekan atau tidak, adanya penumpukan cairan atu tidak
dan bunyi khas nafas serta bunyi paru-paru (Mutaqqin, 2010:149155).
g) Sistem kardiovaskular
Pada sistem kariovaskular kaji adanya sianosis atau tidak, oedema
pada ektremitas, adanya peningkatan JVP atau tidak , bunyi jantung
(Mutaqqin;2010:173)
h) Sistem gastrointestinal
Pada sistem gastrointesnital kaji bentuk abdomen, frekuensi bising
usus, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya masa benjolan atau tidak,
bunyi yang dihasilkan saat melakuka perkusi ( Rohman dan Walid,
2009:50 )
31
i)
Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan kaji adanya nyeri atau tidak adanya
keluhan saat miksi, adanya oedema atau tidak, adanya masa atau tidak
pada ginjal ( Mutaqqin; 2010: 269 )
j)
Sistem integumen
Pada sistem integumen dilakukan secara anamnesis pada klien
untuk menemukan permasalahan yang dikeluhkan oleh klien meliputi:
warna kulit, tekstur kulit, turgor kulit, suhu tubuh, apakah ada oedema
atau adanya trauma kulit ( Mutaqqin, 2010:77 )
k) Sistem musculoskeletal
Kaji adnya deformitas atau tidak, adanya keterbatasan gerak atau
tidak ( Mutaqqin, 2010:287 )
l)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang diantaranya:
pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam kardiografi, dan lainlain (Rohman dan Walid;2009:55)
m) Therapy
Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi pemberian
dan cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain (rohman dan
walid,2009: 55)
32
4) Analisa data
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori
yang dihubungkan dengan data-data yang ditemukan saat pengkajian.
Menginter pretasikan data atau membandingkan dengan standar fisiologis
setelah dianalisa, maka akan didapatkan penyebab terjadinya masalah
pada klien. ( Wong donna L,2009:21 )
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronik ( PPOK) menurut Donna L. Wong, 2009-455 adalah
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
bronkhonstriksi dan peningkatan produksi sekret.
3) Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
retensi
CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan, dan proses penyakit.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay
dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
5) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolik, : anoreksia.
6) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan yang berlebihan ( demam, berkeringat banyal,
muntah), penurunan masukan oral.
7) Pola tidur tidak efektif berhubungan dengan kelemahan karna batuk.
33
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kuarng informasi mengenai
penyakitnya.
3. Perencanaan dan Rasional
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek (doengoes et
al 2009).
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ketidak efektifan pola nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil
: - Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam
batas normal.
- Bunyi nafas terdengar jelas
Tabel 2.3
Intervensi
a. Kaji
kualitas,
Rasional
frekuensi
dan -
Dengan
mengkaji
dan
kualitas,
kedalaman pernafasan, laporkan
frekuensi
kedalaman
setiap perubahan yang terjadi
pernafasan,
kita
dapat
mengetahui
sejauh
mana
perubahan kondisi pasien.
b. Baringkan pasien dalam posisi yang
nyaman,
dalam
posisi
Penurunan
memperluas
diagfragma
daerah
dada
duduk, dengan kepala tempat
sehingga ekspansi paru bisa
tidur di tinggikan 60 – 90 derajat.
maksimal.
c. Observasi tanda – tanda vital -
Peningkatan
respirasi
dan
34
(suhu,
nadi,
tekanan
darah,
respirasi, dan respon pasien)
tachicardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru.
d. Bantu dan ajarkan pasien untuk -
Menekan daerah yang nyeri
batuk dan nafas dalam yang
ketika batuk atau nafas dalam.
efektif.
Penekanan otot – otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
e. Kolaborasi dengan tim medis lain -
Pemberian
oksigen
dapat
untuk pemberian oksigen dan
menurunkan beban pernafasan
obat – obatan.
dan
mencegah
terjadinya
sianosis akibat hiponia.
(doengoes et al 2009)
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
bronkhonstriksi dan
peningkatan produksi sekret
(doengoes et al
2009).
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan
nafas efektif
Kriteria hasil : - Menunjukan jalan nafas yang paten
-
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor
yang dapat menghambat jalan nafas
-
Suara nafas bersih tidak ada sianosis dan dipsne
(mampu bernafas dengan mudah)
35
Tabel 2.4
Intervensi
Rasionalisasi
a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas -
Mencegah terjadinya dehidrasi
cairan / hari kecuali terdapat kor
pulmonal
b. Ajarkan dan berikan dorongan
-
Mengajarkan cara batuk efektif.
-
Mengatasi sesak yang dialami
penggunaan teknik pernafasan
diagfragmatik dan batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan
nebulizer, inhaler dosis terukur,
pasien
atau IPPB
d. Instruksikan
pasien
untuk
-
Mencegah
terjadinya
menghindari iritan seperti asap
kekambuhan sesak nafas yang
roko, aerosol, suhu yang ekstrim,
mendadak.
dan asap.
e. Ajarkan tentang tanda – tanda
dini
infeksi
yang
harus
di
laporkan pada dokter dengan
segera : peningkatan sputum,
perubahan
warna
sputum,
kekentalan sputum, peningkatan
nafas pendek, rasa sesak di dada,
keletihan.
-
Pemberian tindakan pengobatan
selanjutnya.
36
f. Berikan antibiotik sesuai yang
-
Mencegah
diharuskan
terjadinya
infeksi
saluran nafas.
( doengoes et al 2009 )
3) Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
retensi
CO2,
peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan, dan proses penyakit.
(doengoes et al, 2009 )
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil
: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
dengan GDA dalam rentang
normal, tidak ada
tanda distres pernafasan.
Tabel 2.5
Intervensi
Rasionalisasi
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan
-
kemudahan bernafas
Manifestai distres pernafasan
tergantung
pada
derajat
keterlibatan paru dan status
kesehatan umum
b. Observasi
warna
kulit
dan
-
Sianosis
kuku
menunjukkan
membran mukosa, kuku catat
vasokontraksi atau respon tubuh
adanya sianosis perifer
terhadap demam namun sianosis
membran
menunjukkan
mukosa
kulit
hipoksemia
37
sistemik
c. Awasi
frekuensi
dan
irama
-
jantung
Takikardi biasanya ada sebagai
akibat demam atau dehidrasi
atau hipoksia
-
d. Pertahankan istirahat tidur
Mencegah terlalu lelah dan
menurunkan
konsumsi
kebutuhan
oksigen
atau
untuk
memudahkan perbaikan infeksi
e. Kolaborasi dalam pemberian O2
-
Untuk mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg
( doengoes et al, 2009 )
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay
dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum. ( doengoes et al, 2009 )
Tujuan
:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas.
Kriteria hasil
:
Tak adanya dipsnea, tanda-tanda vital kembali
normal.
Tabel 2.6
Intervensi
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasionalisasi
Menetapkan kemampuan atau
kekuatan
pasien
dan
38
memudahkan pilihan
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
rencana
pengobatan
Tirah
baring
selama
menurunkan
dan istirahat
metabolik
pasien
dan
posisi -
memilih
nyaman untuk istirahat tidur
dipertahankan
fase
perlunya keseimbangan aktivitas
d. Bantu
stres
meningkatkan istirahat
c. Beritahu arti pentingnya istirahat dalam
Menurunkan
akut
untuk
kebutuhan
Pasien mungkin nyaman dengan
kepala tinggi, tidur dikursi
e. Bantu aktivitas perawatn diri, yang diperlukan
Meminimalkan kelelahan dan
membantu keseimbangan suplay
kebutuhan oksigen
( doengoes et al, 2009 )
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik, : anoreksia. ( doengoes et al, 2009 )
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
:-
Menunjukkan peningkatan nafsu makan
Mempertahankan berat badan
Tabel 2.7
Intervensi
a. Identifikasi
faktor
Rasionalisasi
yang -
Pilihan intervensi tergantung
39
menimbulkan mual muntah
b. Berikan
sputum
wadah
dan
pada penyebab masalah
untuk -
tertutup
buang
sesering
mungkin
Menghilangkan tanda bahaya,
bau dari lingkungan pasien
yang dapat menurunkan mual
c. Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen
Bunyi usus mungkin menurun,
distensi
abdomen
terjadi
akibat menelan udara
d. Berikan makan porsi kecil dan sering
Tindakan
ini
dapat
meningkatkan
masukan
meskipun
nafsu
makan
mungkin
lambat
untuk
kembali
e. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar
Adanya kondisi kronis dapat
menimbulkan
rendahnya
tahanan terhadap infeksi
( doengoes et al, 2009 )
6) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan yang berlebihan (demam, berkeringat banyal,
muntah), penurunan masukan oral. ( doengoes et al, 2009 )
Tujuan
:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
tidakterjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil
:
Membran mukosa lembab, tugor kulit baik
40
Tabel 2.8
Intervensi
Rasionalisasi
a. Kaji perubahan tanda vital
-
Peningkatan suhu meningkatkan
laju metabolik dan kehilangan
cairan, takikardi menunjukkan
kekurangan cairan sistemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban
-
membran mukosa
Indikator langsung keadekuatan
volume cairan
c. Laporkan jika terjadi mual dan
-
muntah
Adanya gejala ini menurunkan
masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran
-
Memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan pengganti
e. Kolaborasi
dalam
pemberian
-
obat antipiretik dan antiemetik
f. Berikan cairan tambahan IV
sesuai keperluan
Berguna menurunkan kehilangan
cairan
-
Pada adnya penurunan masukan
atau
banyak
penggunaan
kehilangan,
parenteral
dapat
mencegah kekurangan cairan
( doengoes et al, 2009 )
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan karna batuk
(doengoes et al 2009)
41
Tujuan
: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil : -
pasien tidak sesak nafas
Pasien
dapat
tidur
dengan
nyaman
tanpa
mengalami gangguan
-
Pasien dapat tidur dengan mudah dalam waktu 30 –
40 menit
-
Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3 – 8
jam per hari
Tabel 2.9
Intervensi
Rasional
a. Beri posisi senyaman mungkin
-
bagi pasien
Posisi semi fowler atau posisi
yang
menyenangkan
memperlancar
akan
peredaran
O2
dan CO2
b. Tentukan
kebiasaan
motivasi
-
Mengubah pola yang sudah
sebelum tidur malam sesuai
menjadi
dengan
tidur akan mengganggu proses
kebiasaan
pasien
sebelum dirawat
c. Anjurkan pasien untuk latihan
keadaan umum pasien.
sebelum
tidur.
-
relaksasi sebelum tidur
d. Observasi gejala kardinal dan
kebiasaan
Relaksasi
dapat
membantu
mengatasi gangguan tidur.
-
Observasi gejala kardinal guna
mengetahui perubahan terhadap
42
kondisi pasien.
(doengoes et al 2009)
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kuarng informasi mengenai
penyakitnya. ( doengoes et al, 2009 )
Tujuan
: Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil
:-
Menyatakan pemahaman kondisi, proses
penyakit dan pengobatan
-
Melakukan
perubahan
berpatisipasi
pola
hidup
dalam
dan
program
pengobatan
Tabel 2.10
Intervensi
Rasionalisasi
a. Kaji fungsi normal paru, patologi kondisi
Meningkatkan
pemahaman
situasi yang ada dan penting
menghubungkan dengan program
pengobatan
b. Diskusikan
aspek
ketidak -
Informasi dapat meningkatkan
mampuan dari penyakit, lamanya
koping
penyembuhan
menurunkan
dan
harapan
kesembuhan
c. Berikan informasi dalam bentuk -
dan
membantu
ansietas
dan
masalah berlebihan
Kelemahan dan depresi dapat
43
tertulis dan verbal
mempengaruhi
kemampuan
untuk mengasimilasi informasi
pentingnya -
d. Tekankan
Selama awal 6-8 minggu setelah
melanjutkan batuk efektif latihan
pulang, pasien beresiko besar
pernafasan
kambuh
e. Tekankan perlunya melanjutkan -
Penghentian dini antibiotik dapat
terapi antibiotik selama periode
mengakibatkan iritasi mukosa
yang dianjurkan
bronkial
dan
menghambat
makrofag alveolar
( doengoes et al, 2009 )
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik ( S.suali dan bachtiar,2009 : 107 ).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindaakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawataan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakaan dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai
( Rohman dan walid,2009:94 ).
Macam-macam evaluasi yang digunakan dalaam proses keperawataan :
a. Evaluasi proses
1) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan
44
2) Berorientasi pada etiologi
3) Dilakukan terus menerus samapi tujuan yang ditentukan
tercapai.
b. Evaluasi Hasil
1) Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna
2) Berorientasi pada masalah keperawatan
3) Menjelaskan keberhasilan / ketidakberhasilan
4) Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien dengan
kerangka waktu yang ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, 2008.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:EGC
Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika.
Doengoes, et al. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta : EGC
Fauci et al.2009. Harison's manual of medicine:chronic obstruktif pulmonari
disease :Ed Amerika srikat
Halim, Danu Santoso.2008. Ilmu Penyakit Paru: Jakarta
Hulwaanah.2013. Asuhan Keperawatan Emfisema
http://shinichiranmouri.blogspot.com/2013/10/asuhan keperawatan-emfisema
Iskandar Junaedi. (2010). Penyakit Paru dan Saluran Nafas. Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer.
Muttqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Penafasan. Jakarta: Salmba Medika.
Muttaqin. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Ngastiyah, 2008. Asuhan Keperawatan Dan Dokumentasi Keperawatan Indonesia
Pintar. EGC
Rekam Medik RSUD. Ciamis Juni 2016. RSUD Ciamis
Rohmah dan Walid, S. 2009. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jogjakarta
Smaitzar.2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.Jakarta : EGC
Suarli dan Bachtia, 2009. Proses Keperawatan dan Aplikasi. Jogjakarta.
Wong, Donna L. 2009. Keperawatan Pediatrik.(Edisi 4). Jakarta : EGC
Download