analisis framing pesan moral film get married

advertisement
ANALISIS FRAMING
PESAN MORAL FILM GET MARRIED
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh:
YAYU RULIA SYAROF
NIM: 104051001809
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
ANALISIS FRAMING
PESAN MORAL FILM GET MARRIED
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
YAYU RULIA SYAROF
NIM: 104051001809
Pembimbing,
Drs. Wahidin Saputra, MA
NIP: 150276299
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi
berjudul ANALISIS FRAMING PESAN MORAL FILM GET
MARRIED, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 09 Juni 2008, Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam pada
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Program Studi Strata 1.
Jakarta, 18 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Murodi, MA
NIP: 150254102
Umi Musyarofah, MA
NIP: 150281980
Anggota,
Penguji I,
Penguji II,
Rubiyanah, MA
NIP: 150286373
Drs. Sunandar Ibnu Nur, M.Ag
NIP: 150273477
Pembimbing,
Drs. Wahidin Saputra, MA
NIP: 150270810
ABSTRAK
Nama
: Yayu Rulia Syarof
NIM
: 104051001809
Fakultas
: Dakwah dan Komunikasi
Jurusan
: Komunikasi Penyiaran Islam
ANALISIS FRAMING PESAN MORAL
FILM GET MARRIED
Film merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam
penyampaian pesan, karena film dapat memberikan efek baik dari aspek edukatif,
afektif maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Dalam penyampaian
pesannya media film tidak hanya sekedar bercerita akan tetapi juga memberikan
gambaran dalam kehidupan sosial sebuah komunitas. Begitu juga dengan film Get
Married yang menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia dan dan kebudayaan
masyarakat itu sendiri. Film Get Married adalah buah karya Hanung Bramantyo yang
berhasil menarik perhatian banyak penonton, dan juga berhasil menjadi film untuk
kategori nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2007. Dengan
berbagai keunggulan film ini, maka penulis melakukan penelitian mendalam pada
aspek cerita film ini, guna memahami isu dan pesan apa yang sebenarnya hendak
disampaikan.
Permasalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah ingin melihat
bagaimana isi cerita film yang dibingkai oleh Hanung Bramantyo sebagai sutradara
film Get Married ini. Dengan menggunakan teori analisis framing model Pan dan
Kosicki, dapat ditelaah bagaimana proses penyampaian pesan dan pengemasan pesan
oleh sutradara melalui elemen sintaksis, skrip, tematik dan retoris sesuai isu pesan
yang ditonjolkan dalam frame-frame yang terdapat dalam cerita film tersebut.
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam
pelaksanaannya lebih dilakukan pada pemaknaan teks, dari pada penjumlahan
katagori. Pengumpulan data melalui research document, kemudian data-data
dianalisis melalui struktur framing model Pan dan Kosicki.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa dengan menganalisa film melalui
pendekatan teori framing dan strukturnya, dapat mengungkap isu pesan yang ingin
disampaikan oleh sutradara kepada penonton.Hasil dari analisis framing film Get
Married ini juga ditemukan pesan-pesan yang mengandung unsur kebaikan (pesan
moral).
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Segala panjatan syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan taufiqNya yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berkesempatan
menyelasaikan skripsi saya yang berjudul “Analisis Framing Pesan Moral Film Get
Married”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial program
studi SI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita memperoleh
syafa’at-nya di akhir zaman nanti.
Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Siddik Muztaba dan ibunda Masanih atas
keikhlasan dukungan dan do’a dan kasih sayang sepanjang masa yang telah
mereka berikan. Juga kakak-kakak tercinta Hendi Hidayat beserta istri, Aas
Nurhasana beserta suami dan Subki Hasan beserta istri yang senantiasa
mencurahkan perhatian.
2. Dr. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
3. Drs. Wahidin Saputra, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan dan ilmu yang sangat berharga.
4. Umi Musyarofah, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
yang tidak pernah bosan memberikan dukungan dan memberikan nasihat.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu
pengetahuan. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat. Juga kepada
seluruh staf bagian Akademik, dan seluruh staf bagian Perpustakaan Fakultas
Dakwah dan Komunikasi.
6. Mulyadi, A.Md., selaku guruku yang selalu memberi insipirasi dan dorongan
untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu sampai akhir masa.
7. Sahabat-sahabatku di UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2004, khususnya kelas
KPI B yang telah memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini, dan telah
memberikan ribuan kenangan manis yang tak kan terlupakan.
8. Rekan-rekan yang tergabung dalam Ikatan Remaja Nahdlatul Ulama (IRENA)
Cinangka, yang telah memberikan semarak dan semangat hidup, sehingga selalu
tercipta senyuman bahagia.
9. Sahabat-sahabat terdekat, Ashabul Kahfi, Nurmansyah, Agus Muharom, Dede
Taufik Kurnia, Lisah Fauziah, Dewi Erian, Meriska, Nyla, Maulana, Cipto, Nani,
Nasrul Ulum, dan Aan.
10. Adik-adikku Noor Wulandari dan Hamzah yang bersedia menjadi asisten.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan dalam
menyusun skripsi ini. Oleh karenanya sangat diharapkan saran dan kritik dan juga
ralat demi kemajuan bersama di masa depan. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
menjadi motivasi dan inspirasi serta bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca
sekalian.
Jakarta, 25 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………… vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………… 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………. 4
D. Metodologi Penelitian……………………………………... 5
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………… 8
F. Sistematika Penulisan…………………………………….... 9
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Moral, Etika dan Akhlak……………………… 11
B. Teori Framing……………………………………………..
16
C. Film Sebagai Media Komunikasi dan Dakwah…………… 22
D. Perkawinan Menurut Islam................................................... 32
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED
A. Latar Belakang Pembuatan Film………………………….. 36
B. Sinopsis Film Get Married………………………………… 39
C. Tim Produksi dan Pemeran Film Get Married……………. 40
BAB IV
PESAN MORAL FILM GET MARRIED
A. Pengemasan Pesan Film Get Married……………………… 44
B. Pesan Moral Film Get Married…………………………….. 59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………… 69
B. Saran-saran.………………………………………………… 70
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 01
Frame: Menikah Untuk Meneruskan Riwayat
Keluarga………………………………………………………. 47
Tabel 02
Frame: Menikah karena Perjodohan………………………….. 51
Tabel 03
Frame: Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera
Menikah………………………………………………………. 54
Tabel 04
Frame: Memilih Pasangan yang Tepat……………………….. 58
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta,
HAIZA RONI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi dewasa ini sudah merasuk ke segala sendi kehidupan manusia
dapat dilihat dari semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Begitu juga dengan kemajuan dibidang teknologi komunikasi massa.
Perkembangan globalisasi ini menjadikan media massa naik pada suatu
tingkat yang lebih bermanfaat dan lebih dipilih orang banyak untuk melakukan
komunikasi dengan seluruh manusia yang ada di seantero mayapada ini secara
serentak. Dalam bahasa Dovifat (1967), teknologi komunikasi mutakhir ini
telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia”.1
Dewasa ini media tumbuh semakin pesat, sebagai media informasi, radio
dan televisi unggul dalam menyampaikan informasi secara dini yang
dilengkapi dengan ulasan penjelas. Manusia merupakan sasaran dari media
tersebut, semua pesan media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi
bahan informasi dan referensi mereka.2
Disamping surat kabar, majalah, radio dan televisi, film juga menjadi
bagian dari salah satu media komunikasi massa.3 Sebagai media komunikasi
massa film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya tersebut
ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat. Karakter psikologisnya
khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal yaitu film
1
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), Cet.
ke-21, h. 186.
2
Aep Kusnawan et.al, Komunikasi Penyiaran Islam (Bandung; Penerbit Benang Merah Press,
2004), Cet. 1, hal. 23.
3
Adi pranajaya, Film dan Masyarakat : Sebuah Pengantar (Jakarta; BP SDM Citra Pusat
Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 11.
bersifat satu arah. Jadi bila dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya,
film dianggap jenis yang paling efektif.
Film merupakan sesuatu yang unik dibandingkan dengan media lainnya,
karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya
melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki
kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.4
Berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang
banyak diminati masyarakat, karena dengan mengamati secara seksama apa
yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada
dibalik ceritanya, film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah
kebudayaan, serta mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadangkadang kurang jelas terlihat dalam masyarakat.5
Film indonesia bangkit lagi setelah meledaknya film Ada Apa Dengan
Cinta karya sutradara muda Rudi Sudjarwo pada tahun 2002. Kebangkitan itu
terus diperlihatkan oleh para sineas handal melalui karya-karya mereka yang
semakin diminati penonton.
Di penghujung tahun 2007 Hanung Bramantyo mencoba mengangkat
kembali pamor film komedi yang sempat jaya pada masa Warkop DKI atau
Didi Petet dengan Kabayan-nya. Melalui filmnya yang berjudul Get Married,
Hanung mencoba bersaing dengan film-film horor yang sedang ramai disuguhi
kepada penonton.
4
Joseph M. Boggs, The Art of Watching Film, (Terj) Asrul Sani (Jakarta; Yayasan Citra
Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986), h. 5.
5
Adi pranajaya, Film dan Masyarakat : Sebuah Pengantar (Jakarta; BP SDM Citra Pusat
Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 6.
Dunia perfilman Indonesia memang sedang diwarnai oleh sederet film
yang bernuansa mistis dan romantis, Hanung dengan cerdas memberikan
kesegaran baru bagi penonton yang penat dari kegiatan sehari-hari mereka,
dengan memberikan sentuhan komedi dengan bahasa yang ringan pada
filmnya kali ini, film Get Married-pun menambah keceriaan penonton dalam
merayakan hari raya ‘Idul Fitri.
Film Get Married adalah buah karya Hanung Bramantyo yang berhasil
menarik perhatian banyak penonton, dan juga berhasil menjadi film untuk
kategori nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2007.
Dengan berbagai keunggulan film ini, maka penulis melakukan penelitian
mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami isu dan pesan apa yang
sebenarnya hendak disampaikan. Oleh karenanya judul yang diambil adalah
Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari terlalu luas dan melebarnya pembatasan maka
penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya pada analisis
tekstual dalam naskah film Get Married karya Hanung Bramantyo.
Sedangkan perumusan masalah yang diangkat adalah :
1. Bagaimana pengemasan pesan yang disampaikan Hanung Bramantyo
dalam film Get Married?
2. Pesan moral apa yang terdapat pada film Get Married?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui
pengemasan pesan yang disampaikan Hanung
Bramantyo dalam film Get Married.
b. Untuk Mengetahui pesan moral yang terdapat pada film Get Married.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
perkembangan kajian dakwah tentang media dan komunikasi massa, serta
memberikan pandangan baru tentang analisis framing sebagai sebuah metode
penelitian dalam analisis teks media.
b. Manfaat Praktis
Semoga dapat menjadi informasi bagi penelitian serupa di masa
mendatang dalam melakukan telaah film terutama dilihat dari analisis framing.
D. Metodologi penelitian
1. Metode Penelitian
Metodologi
memusatkan
penelitian
perhatian
ini
pada
menggunakan
prinsip-prinsip
pendekatan
umum
yang
kualitatif,
mendasari
perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek
analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan
budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan
untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.6 Dan penelitian
ini bersifat kualitatif karena dalam pelaksanaannya lebih dilakukan pada
pemaknaan teks, dari pada penjumlahan katagori.
Pendekatan analisis kualitatif menggunakan pendekatan logika induktif,
silogismenya dibangun berdasarkan hal khusus atau data di lapangan dan
bermuara pada hal-hal umum. Analisis ini tidak digunakan untuk mencari data
frekuensi, akan tetapi untuk menganalisis dari data yang tampak, maka analisis
ini digunakan untuk memahami fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta
tersebut.7
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan dari tujuannya ini menggunakan jenis penelitian eksplanatif.
Yaitu bertujuan untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang telah memiliki
gambaran yang jelas, dan bermaksud menggali secara lebih dalam.8 Peneliti
mencoba mencari tahu sebab dan alasan mengapa peristiwa bisa terjadi,
diantaranya menjelaskan secara akurat mengenai satu topik masalah,
menghubungkan topik-topik yang berbeda namun memiliki keterkaitan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh datanya, penulis melakukan document research artinya
penulis hanya meneliti script atau naskah yang terdapat pada film Get Married
sebagai data primer atau sasaran utama dalam analisis, tanpa melakukan
wawancara.
Selain melakukan research pada script tersebut, document research juga
sebagai teknik pengumpulan data-data atau teori-teori melalui telaah dan
6
Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 302.
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta
dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 33-34.
8
Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006).
7
mengkaji dari buku, majalah, internet dan literatur-literatur lainnya yang ada
relevansi dengan materi penelitian ini.
4. Teknik Pengolahan Data
Data diolah dengan menggunakan penjelasan tabel-tabel dan teori analisis
framing yang merujuk pada model Pan dan Kosicki, sehingga dengan
penyajian dan penjelasan tabel serta teori itu akan terlihat lebih jelas pesan
yang ingin diangkat atau ditonjolkan oleh sutradara.
5. Unit Analisis
Subjek yang akan diteliti adalah film Get Married, sedangkan objek
penelitiannya sendiri adalah pesan tekstual dalam skenario film Get Married.
6. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis framing. Framing
didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol,
menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih
tertuju pada tersebut.
Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk
mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)
dibingkai oleh media.9 Analisis framing juga membuka peluang bagi
implementasi
konsep-konsep
sosiologis,
politik
dan
kultural
untuk
menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat
diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politik, atau kultural
yang meliputinya (Sudibyo, 1999b : 176).10
9
Eriyanto, Analisis Framing (Yogyakarta : LKiS, 2002).
Ibid
10
Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu
persepsi dan representasi realitas – membongkar ideologi dibalik penulisan
informasi,11
menjelaskan
bahwa
latar
belakang
budaya
membentuk
pemahaman terhadap sebuah peristiwa.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis framing Model
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang merupakan salah satu dari empat
teori alternatif dari analisis framing terpopuler yang digunakan untuk
memperoleh gambaran isi pesan yang disampaikan. Model analisis ini dibagi
dalam empat struktur besar, yakni meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik,
dan retoris.
STRUKTUR
SINTAKSIS
PERANGKAT FRAMING
1. Skema Cerita - Skematik
Cara penulis
UNIT YANG DIAMATI
Judul, latar informasi,
pelaku dan dialog.
menyusun cerita
SKRIP
Cara penulis
2. Kelengkapan Cerita
(Unsur-unsur skenario film)
konstruksi dramatik, narasi,
dan scene.
Mengisahkan
cerita
TEMATIK
Cara penulis
menulis cerita
RETORIS
3. Detail
4. Koherensi
5. Bentuk Kalimat
6. Kata Ganti
7. Leksikon
Tema, proposisi, kalimat,
hubungan antar kalimat.
Kata, idiom dan citra.
Cara penulis
menekankan
8. Metafora
cerita
E. Tinjauan Pustaka
11
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta
dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 92.
Dalam penelitian Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married ini,
penulis terinspirasi pada skripsi-skripsi terdahulu. Diantaranya Analisis Framing
Film Berbagai Suami Karya Nia Dinata yang ditulis oleh Junaidi dan Analisis
Framing Berita Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi
Publik (RUU KMIP) di www.bipnewsroom.info Badan Informasi Publik
Departemen Komunikasi dan Informatika oleh Untung Sutomo pada tahun 2007.
Junaidi dalam penelitiannya menjelaskan masalah pengemasan pesan yang
disampaikan Nia Dinata dalam film Berbagi Suami dan mengungkap nilai-nilai
yang melatar belakangi konstruksi sosial dalam pengemasan pesannya. Adapun
Untung Sutomo meneliti RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, dalam
analisis framingnya ia mendapatkan hasil konstruksi berita seputar RUU KMIP
tersebut.
Kedua penelitian tersebut sama-sama menggunakan teori dan model yang
sama seperti peneliti kali ini. Namun, penelitian kali peneliti tidak hanya
mengungkap pengemasan pesan oleh sutradara, tetapi juga mengungkap pesan
moral yang terdapat dalam film Get Married.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika
penulisan yang terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki beberapa
sub-bab yaitu :
BAB I
PENDAHULUAN yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Batasan
dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORITIS yang terdiri dari, Pengertian Moral, Etika
dan Akhlak, Teori Framing, Film Sebagai Media Dakwah, dan
Perkawinan Menurut Islam.
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED yang terdiri dari
Latar Belakang Pembuatan Film Get Married, Sinopsis Film Get
Married dan Tim Produksi Film Get Married.
BAB IV
PESAN MORAL FILM GET MARRIED membahas hasil penelitian
yang terdiri dari, Pengemasan Pesan Dalam Film Get Married, dan
Pesan Moral Dalam Film Get Married.
BAB V
PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Moral, Etika dan Akhlak
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baikburuk terhadap perbuatan dan kelakuan.12Kata moral sendiri berasal dari
bahasa latin yaitu mos atau mores yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
kelakuan, tabiat, watak, dan cara hidup. Sedangkan secara etimologi moral
adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,
kehendak pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik atau buruk.13
Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,
patokan-patokan kumpulan peraturan dan ketetapan lisan atau tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang
baik. Sumber dasar ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajaran
agama dan ideologi-ideologi tertentu.14
Beberapa pengertian moral juga dituliskan dalam buku The Advanced
Leaner’s Dictionary of Current English, sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.15
12
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
cet. XII, h. 278.
13
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), cet. 5, h. 94.
14
Sudirman Tebba, Etika dan Tasawuf Jawa, (Jakarta: Pustaka irVan, 2007), h. 11-12.
15
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 93.
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan
nilai atau ketentuan baik atau buruk, benar atau salah.
Dalam buku Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa moral adalah
kesusilaan atau kebiasaan yang dapat mencakup:
a.
Seluruh kaidah kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku pada suatu
kelompok tertentu.
b.
Ajaran kesusilaan yang dipelajari secara sistematis di dalam etika,
falsafah moral dan teologi moral.
Menurut Zakiah Darajat, moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran
(nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar
yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut.16
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di
antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia
sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup
supaya menjadi baik sebagai manusia.17 Adapun kategori berdasarkan pesan
moral ada tiga macam:
1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan.
2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri. Menjadi sub; ambisi,
harga diri, takut dan lain-lain.
3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan
sosial, termasuk hubungannya dengan alam. Dibagi menjadi sub kategori;
persahabatan, kesetiaan, penghianatan, permusuhan dan lain-lain.
16
Zakiah Darajat, Peranan Agama Islam Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung,
1993) h. 63.
17
Yadi Purwanto, Etika Profesi, (Bandung, PT. Repika Aditama, 2007), h. 45.
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau
adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini
terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku
manusia.18
Menurut Franz Magnis Susesno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha
manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang
bagaimana manusia harus bertindak.19 Etika bukan sumber tambahan bagi
ajaran moral, melainkan suatu filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Jadi, etika merupakan sebuah
ilmu dan bukan ajaran.
Kata moral lebih mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia,
menuntun manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan
apa yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan etika adalah ilmu, yakni pemikiran
rasional, kritis dan sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika menuntun
seseorang untuk mengapa atau atas dasar apa ia harus mengikuti ajaran moral
tertentu. Dalam artian ini etika dapat disebut filsafat moral (E. Y. Kanter,
2002:2).20
Jadi, ajaran moral dapat diibaratkan dengan buku petunjuk bagaimana kita
harus memperlakukan kendaraan kita dengan baik, sedangkan etika
memberikan pengertian tentang struktur dan teknologi kendaraan itu.
Dari beberapa definisi di atas tentang moral, maka peneliti menyimpulkan
bahwa moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok tertentu dalam mengatur segala tingkah
18
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 90.
Ibid., h. 11.
20
http://anggara.org/2006/06/14/dimensimoral
19
lakunya. Sedangkan etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan upaya menentukan baik dan buruknya sikap dan tingkah laku manusia,
atau aturan tentang tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Selain etika, akhlak juga punya makna yang sama dengan moral. Menurut
bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, kelakuan,
tabi’at, watak dasar, kebiasaan, kelaziman.
Sedangkan pengertian akhlak berdasarkan terminologi adalah suatu ilmu
yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka yang menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat.21
Ibn Miskawaih yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak terdahulu,
secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang mendoronganya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.22
Sementara itu Imam al-Ghazali mengatakan sebagaimana yang dikutip
oleh Abudin Nata bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.23
Menurut Hamka, akhlak bersumber pada empat perkara yaitu:
1. Hikmat, ialah keadaan nafi (batin) yang dengan hikmat dapat
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah segala
perbuatannya yang berhubungan dengan ikhtiar.
21
Mohammad Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 117.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3.
23
Ibid.,
22
2. Syuja’ah, ialah kekuatan ghabah (marah) itu dituntun oleh akal baik
maju dan mundurnya.
3. Iffah, ialah mengekang kehendak nafsu dengan akal dan syara.
4. ‘Adalah, ialah keadaan nafs yaitu suatu kekuatan batin yang dapat
mengendalikan diri ketika marah atau ketika syahwat naik.24
Akhlak terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Akhlak Mahmudah; yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama
manusia dan makhluk-makhluknya.
2. Akhlak Madzmumah; yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama
manusia dan makhluk-makhluknya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa etika dan moral berasal dari akal
manusia dan budaya masyarakat. Sementara akhlak berasal dari wahyu Tuhan,
yakni ketentuan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadits.
B. Teori Framing
Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,
khususnya dalam menganlisis teks media. Gagasan mengenai framing diawali
oleh Beterson pada tahun 1995, awalnya frame dimaknai sebagai stuktur
konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik,
kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar
untuk mengapresiasikan realitas.25
Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk
dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu,
24
25
161-162.
Hamka, Akhlak Karimah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), h.5.
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h.
hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari relitas yang lebih menonjol
dan lebih mudah dikenal.26
Penonjolan yang dimaksud adalah mempertinggi probabilitas penerima
akan informasi, sehingga dapat melihat pesan tersebut dengan lebih tajam dan
dapat tersimpan dalam ingatan penerima pesan.
Media massa – khususnya film menghadirkan sebuah cerita dengan
mengemas atau membingkai (framing) cerita tersebut dari realitas suatu
peristiwa. Karena media apapun tidak terlepas dari bias-bias yang berkaitan
dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama.27
Menurut Dedy N. Hidayat yang dikutip Racmah Ida, menjelaskan bahwa
analisis framing dapat digunakan untuk melihat bagaimana upaya media
menyajikan sebuah event yang mengesahkan obyektifitas, keseimbangan dan
nonpartisan dan mengemasnya sedemikian rupa, sehingga khalayak mudah
tergiring ke dalam kerangka framing pendefinisian realitas dan tertentu yang
dilakukan oleh media melalui pemilihan kata, bahasa, penggunaan simbol dan
sistem logika tertentu.28
Dalam mendefinisikan framing, Gamson menggunakan dua pendekatan,
pertama pendekatan kultural yang menghasilkan framing dalam level kultural,
dan kedua menggunakan pendekatan psikologis yang menghasilkan framing
dalam level individual.29
Analisis framing berusaha menemukan kunci-kunci tema dalam sebuah
teks dan menunjukkan bahwa latar budaya membentuk pemahaman terhadap
sebuah peristiwa.
26
Eriyanto, Analisis Farming, h. 66.
Ibid., h. 5.
28
Rachmah Ida, Ragam Penelitian Isi Media Kuantitatif, dalam Burhan Bungin, h. 150.
29
Sobur, Analisis Teks Media, h. 172.
27
Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story
telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat”
terhadap realitas yang dijadikan berita atau cerita, “cara melihat” ini
berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.30
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mendefinisikan framing sebagai
strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan
dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan
rutinitas dan konvensi pembentukan berita.31 Perangkat framing atau struktur
analisis tersebut adalah sintaksis, skrip, tematik dan retoris.
1. Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana penulis menyusun
gagasan dalam sebuah cerita. Bagian-bagian yang diamati adalah judul, latar
dan lainnya. Bagian ini disusun dalam bentuk tetap dan teratur sehingga
membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana cerita hendak disusun.
Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita
yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan
adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat
ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas
dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi.32
30
Eriyanto, Analisis Framing, h. 10.
Ibid., h. 69.
32
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2005), h. 113.
31
Peristiwa dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu: peristiwa fungsional,
kaitan dan acuan.33 Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang
menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan
peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang
bersangkutan.
Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan
peristiwa-peristiwa penting (baca: peristiwa fungsional) dalam pengurutan
penyajian cerita (atau: secara plot).
Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh
dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada
unsur-unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau
suasana yang melingkupi batin seorang tokoh. Dalam hal ini bukannya alur
dan peristiwa-peristiwa penting yang diceritakan, melainkan bagaimana
suasana alam dan batin dilukiskan.
Selain peristiwa dalam sebuah plot cerita dikenal juga adanya konflik.
Konflik menyarankan pada sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang
terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang, jika tokoh (-tokoh) itu
mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih
peristiwa itu menimpa dirinya.34
Bentuk konflik sebagai bentuk kejadian, dapat dibedakan dalam dua
kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.
Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi dengan sesuatu yang diluar
dirinya – dengan lingkungan alam – dengan lingkungan manusia. Sedangkan
33
34
Ibid., h. 118.
Ibid., h. 122.
konflik internal (atau: konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati,
jiwa seseorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita.35
Ada satu hal lagi yang sangat menentukan (arah) perkembangan plot
adalah klimaks. Menurut Stanton, klimaks adalah saat konflik telah mencapai
tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan
cerita, perisatiwa dan saat itu memang harus terjadi tidak boleh tidak.36
2. Struktur Skrip
Struktur skrip melihat bagaimana strategi penulis cerita mengisahkan atau
menceritakan peristiwa sesuai dengan plotnya, dan berdasarkan nilai
konstruksi dramatik sebuah cerita dalam skenario.
Dalam berita, wartawan menggunakan beberapa perangkat dalam struktur
skrip ini yaitu What (apa), When (kapan), Who (siapa), Where (di mana), Why
(mengapa) dan How (bagaimana). Begitu juga dengan penulis cerita tetap
menggunakan unsur-unsur tersebut dalam mengisahkan cerita, namun sudah
dikemas dalam unsur-unsur skenario film.
Cerita adalah perjuangan protagonis dalam mengatasi problema tama dan
untuk bisa mencapai goal. Lintasan perjuangan terssebut berupa rangkaian
adegan, yakni adegan yang merupakan pokok-pokok cerita, adegan-adegan
yang indah dan memiliki nilai dramatik, yakni yang mengandung konflik,
suspense, ketakutan dan sebagainya.37
3. Struktur Tematik
35
Ibid., h. 124.
Ibid., h. 127.
37
Misbach Yusa Biran, Teknik Menulis Skenario Film Cerita (yogyakarta: Pustaka Jaya,
2006), h. 128.
36
Struktur tematik berhubungan dengan cara penulis cerita mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan
antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
Perangakat framing yang digunakan adalah detail, koherensi, bentuk
kalimat dan kata ganti. Melalui perangkat-perangkat ini membantu melihat
bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.
Detail merupakan strategi komunikator mengekspresikan sikapnya dengan
cara yang implisit. Komunikator detail dalam mengemas pesan, mana yang
dikembangkan dan mana yang diceritakan dengan detail yang besar, akan
menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.38
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi, atau kalimat.
Sehingga cerita yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan
ketika seseorang menghubungkannya.
Koherensi memiliki beberapa macam kategori: pertama, koherensi sebabakibat, yaitu proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari
proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas, yakni proposisi atau satu kalimat
sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda, yakni
proposisi atau kalimat satu dipandang menjadi kebalikan atau lawan dari
proposisi atau kalimat lain.39
Adapun kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau
tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Gagasan yang tunggal
38
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2006), cet.
Ke-6, h. 238.
39
Eriyanto, Analisis Framing, 2. 263.
dinyatakan dalam kalimat tunggal, dan gagasan yang bersegi dinyatakan
dalam kalimat majemuk.40
Perangkat lain adalah proposisi, menurut Poespoprodjo proposisi adalah
suatu penuturan yang utuh, atau ungkapan keputusan dalam kata-kata atau
juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.41
Kata ganti adalah elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan
suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh
komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.42
4. Struktur Retoris
Retoris berhubungan dengan bagaimana penulis cerita menekankan arti
tertentu ke dalam cerita. Struktur ini akan melihat bagaimana penulis cerita
memakai pilihan kata, idiom, bentuk citra yang ditampilkan sebagai
penekanan arti tertentu kepada pembaca atau penonton.
Leksikon adalah pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk
menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai
menunjukkan sikap dan ideologi tertentu.43
Sedangkan metafora, dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
cerita. Pemakaian metafora ini bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti
makana suatu teks. Penulis cerita menggunakan kepercayaan masyarakat,
ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno,
bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci untuk
40
E. Zaenal Arifin, dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), Ed. Baru, cet. Ke-1, h. 78.
41
Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung: Pustaka
Grafika, 1999), h. 170.
42
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 253.
43
Eriyanto, Analisis Framing, h. 257-226.
memperkuat pesan utama. Penggunaan metafora ini sebagai landasan berpikir
atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.44
C. Film Sebagai Media Komunikasi dan Dakwah
1. Pengertian Film
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2003), film diartikan
sebagai: (1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar
negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan
dimainkan di bioskop); (2) Lakon (cerita) gambar hidup.45
Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang
bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak
(baca: statis), sedangkan film meberikan ilusi gerak (moving camera).
Film adalah gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar
hidup adalah bentuk seni, bentuk popular dari hiburan dan juga bisnis. Film
merupakan teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi
dan berbagai pesan dan skala luas disamping pers, radio, dan televisi.46
Sebagai media rekam film menyajikan gambar figuratif dalam bentuk objekobjek fotografis yang dekat dengan kehidupan manusia (Andre Garcies).47
Berdasarkan Undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah
karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam
pada seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan
44
Ibid., h. 259.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), Edisi Ke-3, h. 316.
46
Sean McBride, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara Satu
Dunai, (Terj) (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), h. 20.
47
Muslikh Madiyant, Sinema Sastra: Mencari Bahasa di Dalam Teks Visual, Jurnal
Humaniora, Volume XV, No.2/2003.
45
teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses
kimiawi, elektronik, atau lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat
dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik, dan/atau lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa, teknik, pengeksporan,
pengimporan, pengedaran, pertunjukkan, dan/atau penayangan film.48
Film tidak hanya sekedar cerita semata melainkan sebuah gambaran dalam
kehidupan sosial sebuah komunitas. Film memiliki realitas kelompok
masyarakat baik realitas dalam bentuk imajinasi atau realitas dalam arti
sebenarnya.
Film adalah fenomena sosial, psikologi dan estetika yang kompleks. Film
adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar diiringi kata-kata dan
musik. Jadi, film adalah produksi yang multi-dimensional dan sangat
kompleks.49 Sehingga film dapat memberikan pengaruh bagi jiwa manusia,
karena dalam suatu proses menonton film terjadi suatu gejala yang disebut
oleh ilmu jiwa sosial sebagai identifikasi sosiologi sesuai dengan karakteristik
dan keunikan yang ada pada film, dan ini adalah salah satu kelebihan film
sebagai media massa dibanding dengan media massa lainnya.
Film tidak hanya memberikan hiburan semata tetapi lebih dari itu film
sudah masuk ke dalam sebuah kebudayaan yang tidak hanya sekedar objek
estetika.
Dari banyak penjelasan di atas tentang film, maka penulis menyimpulkan
bahwa pengertian film adalah cerita atau gambaran realita kehidupan sehari-
48
49
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32.
Ibid., h. 121.
hari yang digambarkan melalui media elektronik audio-visual untuk
disampaikan kepada khalayak ramai.
a. Perkembangan Film
Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang baru dimulai
pada tahun 1906, ketika Ferdinand Zecca da Prancis membuat film yang
berjudul The Story of Crime, dan Edward S. Porter membuat
film yang
berjudul The life of an American Fireman pada tahun 1902. Akan tetapi karya
yang dianggap sebagai film cerita yang pertama adalah karya Edward S. Porter
yang berjudul The Great Train Roberry50, karena film yang hanya berdurasi
sebelas menit ini sudah memiliki teknik pembuatan film yang mengagumkan
pada saat itu.
Setelah film ditemukan pada akhir abad ke-19, film mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi yang mendukung.
Pada awalnya hanya dikenal film hitam-putih dan tanpa suara.
Adapun menurut sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang
diprodusir di Negeri ini adalah film yang berjudul Lady Van Java oleh seorang
yang bernama David pada tahun 1926 di kota Bandung. Sehingga pada tahun
1930 masyarakat Indonesia telah disajikan dengan film-film yang semakin
merebak seperti film Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Namun film yang
disajikan masih merupakan film bisu.51
50
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Alumni, 1978), h.
201-202.
51
Elvianaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004), Cet. Ke-1. h. 135.
Peralatan produksi film telah mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu, pada akhir tahun 1920-an mulai dikenal film bersuara, dan menyusul
film warna pada tahun 1930-an.52
Lebih lanjutnya Onong Uchjana effendy juga menjelaskan bahwa :
“Pada tahun 1953 diketengahkan sistem tiga dimensi, yaitu suatu
sistem yang benar-benar menimbulkan kesan yang mendalam, karena
apa yang dilihat penonton tidak lagi latar, sehingga terlihat tampak
benar-benar seperti kenyataan. Pada tahun yang sama, perusahaan film
20 Century Fox memperkenalkan cinemascope dengan layarnya yang
lebar. Sementara itu perusahaan film Paramount berhasil
menampilkan sistem vista vision yang meskipun layarnya tidak
selebar cinemascope tetapi gambar yang ditampilkan sangat tajam.”53
Dalam The Art of Film, Ernest Lindgren menyatakan, adalah mustahil
untuk membayangkan sesuatu yang dapat dilihat oleh mata atau didengar oleh
telinga, baik sesuatu yang benar-benar ada maupun sesuatu yang ada dalam
khayalan, yang tidak dapat disajikan dalam media film.54
b. Jenis-jenis Film
Dewasa ini terdapat pelbagai ragam film. Meskipun cara pendekatan
berbeda-beda, semua film dapat dikatakan mempunyai satu sasaran, yaitu
menarik perhatian orang terhadap muatan masalah-masalah yang dikandung.
Selain itu film dapat dirancang untuk melayani keperluan publik terbatas
maupun publik yang seluas-luasnya.
Pada dasarnya film dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni film
cerita dan film noncerita. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan
cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film
cerita bersifat komersial, artinya dipertunjukkan di bioskop dengan harga
52
53
Marseli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film (Jakarta: Grasindo, 1996), h. 9.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat komunikasi, Opcit, h. 58.
54
Pranajaya, Film dan Masyarakat, h. 9-10.
karcis tertentu atau diputar di televisi dengan dukungan sponsor iklan
tertentu.55
Film cerita memiliki pelbagai jenis, diantaranya sebagai berikut:
a. Film Drama; adalah suatu kejadian atau peristiwa hidup yang hebat,
mengandung konflik pergolakan, clash atau benturan antara dua orang
atau lebih. Sifat drama antara lain romance, tragedy dan comedy.
b. Film Realisme; adalah film yang mengandung relevansi dengan
kehidupan sehari-hari.
c. Film Sejarah; melukiskan kehidupan tokoh tersohor dan peristiwanya.
d. Film
Horor/Misteri;
mengisahkan
cerita
yang
menyeramkan,
mengupas terjadinya fenomena supranatural yang menimbulkan rasa
wonder, heran, takjub dan takut.
e. Film Perang; menggambarkan peperangan atau situasi di dalamnya
atau setelahnya.
f. Film Anak; mengupas kehidupan anak-anak.
Dalam pembuatan film-film cerita ini dibutuhkan proses pemikiran dan
proses teknis. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang
akan digarap. Sedangkan proses teknis berupa keterampilan artistik untuk
mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton.
Oleh karena itu film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilainilai.56
Sedangkan film non-cerita merupakan kategori film yang mengambil
kenyataan sebagai subjeknya. Jadi merekam kenyataan daripada fiksi tentang
55
56
Ibid.
Ibid., h. 13.
kenyataan.57 Yang termasuk film noncerita adalah film dokumenter dan film
faktual.
Film dokumenter adalah film yang hanya merekam kejadian tanpa diolah
lagi, misalnya dokumentasi upacara kenegaraan. Selain mengandung fakta,
film dokumenter juga mengandung subjektifitas pembuat.58 Subjektivitas
diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa. Adapun film faktual
pasa umumnya hanya menampilkan fakta – sekedar merekam peristiwa.
Dengan kata lain, film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan,
melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si
pembuat film dokumenter.59
Adapun film faktual disebut juga dengan film berita (newsreel), yakni film
mengenai fakta dan peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi yang disajikan
melalui media televisi, dengan dipandu gambar film dan berita yang pesannya
lebih bersifat penerangan atau informasi atau pengetahuan bagi penonton.
c. Unsur-unsur Film
Menurut Adi Pranajaya dalam bukunya yang berjudul Film dan
Masyarakat menuliskan bahwa film mempunyai beberapa unsur sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.
Tittle adalah judul dari film.
Crident Tittle, meliputi produser, crew, aktor/artis, dan lain-lain.
Tema Film, merupakan inti cerita yang terdapat dalam sebuah film.
Intrik, usaha pemeran oleh pemain dalam menceritakan adegan yang telah
disiapkan dalam naskah untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh
sutradara.
e. Klimaks, yaitu puncak dari inti cerita yang disampaikan. Klimaks dapat
berbentuk komflik atau benturan antar pemain.
57
Ibid., h. 10.
Ibid., h. 14.
59
Ibid., h. 14.
58
f. Plot, yaitu alur atau jalan cerita dalam film. Alur terdapat dua macam
yakni alur maju yang disampaikan pada masa sekarang atau mendatang,
dan alur mundur adalah cerita yang disampaikan tentang cerita masa lalu.
g. Suspen, keterangan pada masalah yang terkatung-katung.
h. Million Setting, latar kejadian dalam sebuah film baik berupa waktu,
tempat, perlengkapan, aksesoris atau fashion yang disesuaikan.
i. Sinopsis, gambaran cerita yang disampaikan dalam sebuah film dan
berebentuk naskah.
j. Trailer, merupakan bagian film yang menarik.
k. Character, karakteristik dari para pelaku dalam sebuah film.
d. Stuktur-struktur Film
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pembagian cerita.
Pembagian adegan (squence).
Penganbilan gambar (shoot).
Pemilihan adegan pembuka (opening).
Alur cerita dan continuity.
Intrique yang meliputi jealousy, penghianatan, rahasi bocor, tipu muslihat
dan lain-lain.
g. Anti klimaks, penyelesaian masalah – dilakukan setelah klimaks.
h. Ending, akhir cerita dari sebuah film, bisa berakhir bahagia (happy
ending) atau berakhir menyedihkan (sad ending).60
2. Pendekatan Menganalisa Film
Menurut James Monaco dalam How to Read a Film, mengatakan bahwa
memahami film adalah memahami bagaimana setiap unsur, baik sosial,
ekonomi, politik, budaya, psikologi dan estetis film masing-masing mengubah
diri dalam hubungannya yang dinamis.61
Menilai sebuah film pada hakikatnya dalah menganalisis unsur-unsur
sebuah film tanpa terlepas dari kebulatannya. Baik sifat, proporsi, fungsi, dan
saling hubungan dari unsur-unsurnya. Kalaupun kemudian terjadi sudut
pandang dan hasil penilaian yang berbeda karena film memiliki keunikan dan
kompleksitasnya sendiri. Yaitu memiliki dimensi etis, politis, psikologis,
sosiologis dan estetis. Namun, film juga mengadaptasi nilai-nilai seni lainnya,
seperti musik, drama, sastra dan lain-lain. Selain itu film tidak selalu memiliki
struktur yang jelas, yang bisa didekati dengan formal, sistematis, rasional dan
teratur. Akan tetapi jika sebuah film cukup efektif, maka ia dapat didekati
dalam tanggapan emosional, intuitif, dan lewat pengalaman-pengalaman
kehidupan.62
60
61
Ibid., h. 103.
Garin Nugroho, Kekuasaan dan Hiburan (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1998), h.
76.
62
Ibid., h. 83-85.
Apresiasi
terhadap
film
dapat
dikatakan
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan daya persepsi seseorang terhadap film-film yang disaksikan
setiap hari melalui televisi, bioskop umum dan tempat pertunjukkan lainnya.
Dengan demikian penonton dapat membedakan antara film yang berkesan
dangkal dan yang berkesan mendalam.
Analisa tidak menuntut, atau bahkan berusaha untuk menjelaskan
segalanya tentang suatu bentuk karya seni. Gambar-gambar yang mengalir
lincah, akan selalu menghindar dari analisa yang sempurna dan tidak ada
jawaban final yang tersedia buat setiap karya seni. Jadi, film tidak sepenuhnya
dapat ditangkap oleh sebuah analisa.63
Menganalisa sebuah film merupakan bentuk latihan mempersepsi dan
memahami film. Dengan menganalisa sebuah film kita akan memperoleh
manfaat yang maksimal dari pertunjukkan film, menghargai film yang
berkualitas baik dan mengesampingkan film yang buruk, serta kita dapat
menjaga diri dari pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin timbul dari film.64
3. Film Sebagai Media Dakwah
Era informasi yang ditandai dengan maraknya berbagai macam media
massa sebagai sarana komunikasi sudah seharusnya umat Islam mampu
memanfaatkan media massa tersebut untuk berdakwah. Tentu saja dakwah
melalui media massa ini yang harus berjalan seiring dengan pelaksanaan
format dakwah lainnya.
Media komunikasi (radio, televisi, internet, buku, koran dan majalah)
memiliki nilai strategis sebagai media dakwah, karena media-media tersebut
mempunyai banyak keutamaan:65
1. Program yang dipersiapkan oleh seorang ahli, sehingga materi yang
disampaikan benar-benar bermutu.
63
Sumarno, Apresiasi Film, h. 46.
Ibid., h. 28.
65
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1983), h.176.
64
2. Media komunikasi tersebut merupakan bagian dari budaya masyarakat.
3. Mudah dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat.
4. Media tersebut memiliki barbagai fungsi positif bagi kebaikan kehidupan
sosial manusia yang antara lain menyampaikan kebijakan, informasi
secara tepat dan akurat.
Pada perkembangan zaman sekarang ini pemanfaatan berbagai macam
sarana komunikasi dan informasi yang semakin canggih, media cetak maupun
elektronik, audio atau audio visual dan internet adalah merupakan sarana
penunjang untuk berdakwah agar ajaran Islam dapat diterima di masyarakat.
Dari sekian banyak media yang digunakan salah satunya adalah film yang
mempunyai daya tarik tersendiri dengan keragaman cerita serta aktor dan artis
yang tidak membosankan bagi audiensnya.
Dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks ini, dakwah Islam
memerlukan sebuah strategi baru yang mampu mengantisipasi perubahan
zaman yang semakin dinamis. Oleh sebab itu, dalam rekayasa peradaban Islam
sekarang ini guna menyongsong kebangkitan umat di zaman modern saat ini
diperlukan formasi strategi yang tepat.
Salah satu di antara unsur penting dalam sistem kebudayaan adalah
kesenian. Melalui kesenianlah manusia mampu memperoleh saluran untuk
mengekspresikan pengalaman serta ide yang mencerdaskan kehidupan
batinnya. Di antara jenis kesenian yang diciptakan manusia adalah film.
Sebagai komunikasi massa, film dapat memainkan peran dirinya sebagai
saluran menarik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk
manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan yang lazimnya disebut dengan
dakwah.66 Karena kelebihan film adalah memiliki pengaruh terhadap penonton
66
Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, (Bandung:
Pusdai Press, 2000), Cet. Ke-1, h. 93.
mulai dari gaya hidup bahkan sampai karakter diri sang penonton. Dengan
begitu film juga dapat berfungsi sebagai media dakwah yang efektif.
D. Perkawinan Menurut Islam
1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan merupakan pranata sosial yang telah ada sejak manusia
diciptakan oleh Allah SWT, yakni antara Adam a.s. dan Siti Hawa. Sehingga
dapat dikatakan bahwa sudah menjadi fitrah manusia untuk hidup berpasangpasangan.
Menurut bahasa perkawinan adalah pengumpulan, sedangkan menurut
syar’i (hukum) perkawinan adalah suatu akad yang mengandung kebolehan
untuk bersenang-senang bagi masing-masing pasangan (suami-istri) atas dasar
yang disyariatkan.67 Sedangkan dalam UU No. 1/1974 pasal 1 disebutkan
bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami-istri.68
Di kalangan bangsa Arab, lafadz nikah (perkawinan) dipergunakan untuk
arti akad, senggama dan bersenang-senang. Akan tetapi secara hakikat lafadz
nikah dikhususkan untuk akad dan secara kiasan dipergunakan sebagai arti
senggama. Secara umum penggunaan lafadz nikah dalam al-Qur’an hanya
dipergunakan dalam arti akad, bukan senggama.69
Perkawinan dalam Islam dinamakan “zawaj” atau “nikah”. Zawaj berasal
dari kata zaujun yang berarti pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi zawaj
adalah pasangan dalam arti dua makhluk dijadikan pasangan hidup.70
Sedangkan nikah membawa arti lebih sempit, yakni menghubungkan dua jenis
67
Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita (Tangerang: CV Pamulang,
2005), h. 1-2.
68
Ibid., h. 1.
69
Ibid., h. 2.
70
Fuad Mohd. Fachrudin, Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam (Jakarta: Penerbit
Pedoman Ilmu Jaya,1992), h. 6.
manusia untuk hidup bersama dan menghalalkan – menggunakan tubuh
masing-masing untuk apa yang telah dihalalkan oleh Allah.71
Perkawinan dalam Islam memiliki lima rukun yang harus dipenuhi secara
kumulatif. Pemenuhan lima rukun ini dimaksudkan agar perkawinan yang
merupakan perbuatan hukum ini dapat berakibat hukum, yakni timbulnya hak
dan kewajiban. Lima rukun tersebut meliputi calon suami, calon istri, wali
nikah, dua orang saksi dan ijab - kabul.72
2. Tujuan Perkawinan
Allah telah menciptakan lelaki dan perempuan sehingga mereka dapat
berhubungan satu sama lain, saling mencintai dan menghasilkan keturunan
serta dapat hidup dalam kedamaian sesuai dengan perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya. Sebagaimana tersebut dalam Q.S. ar-Rum ayat 21.
☯
☺
⌧
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.”
Dengan memahami tujuan ini, maka pasangan yang hendak mewujudkan
sebuah rumah tangga haruslah mempunyai komitmen bahwa “penyatuan”
antara mereka berdua bukanlah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
biologis, tetapi juga untuk saling memahami, saling menghormati dan saling
menghargai antar kedua belah pihak.
Bahkan dituliskan pula oleh Abdur Rahman dalam bukunya yang bertajuk
Perkawinan Dalam Syariat Islam, bahwa Nabi Muhammad memerintahkan
71
72
Ibid., h. 9.
Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, h. 5.
umatnya
untuk
memasuki
ikatan
perkawinan,
karena
itu
berarti
melaksanankan “separuh dari agamanya”.73 Karena seperti sudah dipaparkan
bahwa dengan menikah dapat melindungi dari kekacauan baik itu zinah,
fitnah, pertikaian dan sebagainya yang akhirnya dapat mengakibatkan
rusaknya tatanan kekeluargaan ideal.
3. Hukum Perkawinan
Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan Malik bin Anas
sebagaiman dikutip Abdur Rahman mengatakan bahwa meskipun menikah
pada mulanya mungkin dianggap sebagai kebolehan/hal yang dianjurkan,
namum bagi beberapa pribadi tertentu, hukumnya dapat menjadi wajib.74
Lebih jelasnya Adur Rahman menjelaskan secara gambalang bahwa:
“Apa yang keluar dari pertimbangan seksama perintah al-Qur’an dan alHadits adalah bahwa perkawinan diwajibkan bagi seseorang lelaki yang
memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar mahar, menafkahkan
istri dan anak-anak, sehat jasmani dan dikhawatirkan bila tidak menikah
dia akan melakukan zina. Nikah juga diwajibkan bagi wanita yang tidak
memiliki kekayaan apapun untuk membiayai hidupnya, dan dikhawatirkan
kebutuhan seksnya akan menjerumuskannya ke dalam perzinaan. Namun
akan bersifat sunah bagi seseorang yang memiliki daya yang kuat untuk
mengendalikan tuntutan seksnya, sehingga tidak akan terjerumus ke dalam
bujukan syaitan, namun berkeinginan memperoleh keturunan dan orang
yang merasa bahwa dengan menikah tidak akan menjaukannya dari
pengabdiannya kepada Allah. Menikah diharamkan kepada seorang lakilaki yang tidak memiliki kekayaan untuk membiayai istri dan anak-anak,
atau dia menderita suatu penyakit yang cukup gawat dan akan menular
kepada istrinya atau keturunannya. Menikah akan menjadi makruh bagi
seorang laki-laki yang tidak memiliki keinginan seksual sama sekali, atau
diyakini akan mengakibatkannya lalai dalam berbagai kewajiban
agamanya karena menikah itu.”75
73
Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1992), h. 9.
Ibid., h. 7.
75
Ibid., h. 7-9.
74
Masih dikutip dari buku yang sama, menurut mazhab Maliki menikah
humnya fardhu/wajib bagi orang muslim sekalipun mungkin dia tidak mampu
memperoleh nafkah hidup.76
Namun, beberapa ulama tidak sepakat dengan hal itu dan mengingatkan
bahwa jika seorang laki-laki tidak mampu memperoleh nafkah hidup halal
maka dia tidak dianjurkan/diperbolehkan menikah.77
Dari banyak pernyataan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa hukum menikah bagi setiap individu bersifat kondisional sesuai dengan
kondisi dan keadaan individu tersebut.
76
77
Ibid., h. 9.
Ibid.,
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED
A. Latar Belakang Pembuatan Film Get Married
Diantara pertarungan sekuel-sekuel horor yang disebut sineas Rizal
Mantovani dengan “Lebaran Blockbusters” tahun 2007 lalu, terselip satu film
komedi-romantis yang semenjak promonya sudah mengundang perhatian
banyak masyarakat karena sebarisan cast-nya. Get Married, produksi terbaru
PT. Kharisma Starvision kembali mengeluarkan film yang berhasil memikat
banyak penonton, dan berhasil meraih banyak penghargaan di ajang perfilman
di penghujung tahun 2007.
Film ini disutradarai oleh sineas muda dan berbakat yang akhir-akhir ini
cukup produktif dengan karya-karyanya yang gemilang, yaitu Hanung
Bramantyo, namanya kembali menyeruak di jagad raya Indonesia karena
karya film teranyarnya “Ayat-ayat Cinta”. Selain disutradarai oleh Hanung
film Get Married ini juga mencantumkan nama Musfar Yasin sebagai penulis
skenario.
Sejak kesuksesan Nagabonar Jadi 2, nama penulis skenario Musfar Yasin
yang sebelumnya menulis Kiamat Sudah Dekat memang jadi sangat terangkat,
namun sedikit berbeda dengan dua komedi yang kental dakwahnya itu, disini
Musfar justru menghadirkan segudang dialog berisi sindiran demi sindirannya
terhadap berbagai aspek sosial, idealisme nyeleneh bangsa kita termasuk
dalam hal religi, dan memang, disinilah letak kekuatan utama Get Married
sebagai komedi yang bisa digolongkan dalam genre sitkom satir, bersama nilai
plus penyutradaraan Hanung.
Mengandalkan tema komedi dengan kandungan persilangan budaya
didalamnya, maka Get Married berusaha menaikkan kembali pamor film
komedi yang sempat jaya di masa Warkop DKI, duet Kadir-Doyok ataupun
Didi Petet dengan Kabayan-nya.78
Mengikuti gaya satir sosialnya setelah film Kamulah Satu-satunya, kiprah
Hanung terlihat semakin berkualitas. Atmosfer dan kekuatan komedi dalam
film Get Married ini dapat disejajarkan dengan sineas senior yaitu Abas Akup
yang dulu sangat terkenal dengan filmnya Inem Pelayan Seksi dan Cintaku di
Rumah Susun yang dimainkan oleh duo Kadir-Doyok.79 Get Married bisa jadi
pilihan yang tak hanya luar biasa menghibur, namun juga mengandung sejuta
makna lewat pesan bijaknya tanpa harus membawa beban berat.
Menurut Chand Parwez sang Produser dalam kesempatan Press
Conference film ini di Planet Hollywood Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2007
lalu mengatakan bahwa film persembahan Starvision ini sangat bisa
menghibur dan bisa dinikmati oleh semua kalangan dan semua umur. Dan
sang produserpun menyatakan bahwa Get Married ini memang dipersiapkan
untuk mengisi dan dapat menjadi sebuah hiburan di hari kemenangan yakni
hari raya ‘Idul Fitri tahun 2007 lalu.
Menurut Hanung cerita dalam film ini sangat tepat menggambarkan
kondisi ibu kota negara kita tercinta – Jakarta, banyaknya pengangguran,
sistem kepemerintahan yang kurang rapi, dan termasuk juga culture orang tua
yang menginginkan anaknya segera menikah.80 Adapun tema yang dikisahkan
dari film ini adalah tentang persahabatan, solidaritas, dan pernikahan budaya
diantara jepitan modernitas.
78
http://ruangfilm.com
Ibid.,
80
http://detik.com
79
Beberapa artis senior juga meramaikan dalam film ini, seperti Meriam
Bellina, Jaja Mihardja, Ira wibowo, Inggrid Widjanarko, Deby Debora, Iga
Mawarni, dan Epi Kusnandar.
Film ini pun telah menjadi film tersukses di tahun 2007 dengan
pencapaian penonton sekitar 1,4 juta penonton. Selain itu film Get Married
juga mendapatkan beberapa nominasi di Festival Film Bandung (FFB) yang
akan berlangsung tanggal 29 April 2008. nominasi tersebut adalah kategori
film terpuji, penulis skenario terpuji, editing terpuji, penata musik terpuji,
pemeran utama pria dan wanita terpuji, pemeran pembantu pria dan wanita
terpuji dan sutradara terpuji.81 Selain itu film ini juga berhasil mendapatkan
Piala Citra Festival Film Indonesia 2007, dengan kategori sutradara terbaik,
editing terbaik dan pemeran pendukung terbaik.
Salah satu yang menarik adalah keikutsertaan SLANK dalam menggarap
soundtrack film ini yang memuat sepuluh lagu. Dalam album ini ada satu lagu
lama ciptaan A. Rafiq yang berjudul “Pandangan Pertama” sebagai theme
song film yang diaransemen ulang dengan featuring Nirina Zubir yang
merupakan bintang utama film Get Married, satu lagu baru yaitu “Kuil Cinta”,
dan delapan lagu lainnya diambil dari album lawas SLANK seperti “Orkes
Sakit Hati”, “Sosial Betawi Yoi (SBY)”, “Loe Harus Pulang dan lain-lain.
B. Sinopsis Film Get Married
Film yang bertajuk Get Married yang mengangkat sosok empat anak muda
yang bersahabat sejak kecil yang mengakui diri mereka sebagai anak muda
paling frustrasi se-Indonesia. Mae (Nirina Zubir) ingin menjadi Polisi Wanita
akan tetapi dimasukkan ke Akademi Sekretaris oleh orang tuanya. Beni
81
http://pikiranrakyat.com
(Ringgo Agus Rahman) yang bercita-cita jadi Petinju malah masuk Sekolah
Pertanian. Eman (Aming) yang ingin mengabdikan dirinya di dunia politik –
jadi Politikus, dimasukkan ke Pesantren oleh orang tuanya. Dan Guntoro
(Desta ‘Club Eighties’) yang berangan-angan jadi pelaut biar bisa keliling
dunia, malah bisa merasakan kursus komputer.
Jadilah mereka anak-anak muda yang frustrasi, yang mengisi hari-hari
mereka dengan bermain gaple bersama, dan sesekali menyerobot tugas polisi
sebagai pengatur lalu lintas di pertigaan.
Tiba-tiba saja ada kesadaran pada orang tua Mae (Jaja Miharja dan
Meriam Bellina), bahwa setiap manusia mestilah berkembang biak, anak
beranak cucu bercucu. Satu-satunya penerus mereka adalah Mae. Tapi Mae
yang tomboy yang tak pernah merawat diri sebagai perempuan sejati, tak
tersentuh kosmetik. Apalagi sehari-harinya bergaul dengan tiga pemuda tidak
jelas.
Mae pun dicarikan jodoh di luar kampungnya. Ternyata yang berminat,
hanya anak muda yang cuma bermotor bebek. Sementara selera Mae ternyata
tinggi. Ingin punya suami yang gagah dan mentereng. Lelah? Begitulah
akhirnya yang dialami kedua orang tua Mae. Sampai akhirnya muncullah sang
pangeran, Rendy (Richard Kevin) seorang pemuda yang tampan lagi pula
kaya yang mampu membuat Mae jatuh cinta pada pandangan pertama.
Rendy yang sedang mencari gadis unik, beda dengan gadis-gadis lain yang
seragam, pun juga jatuh cita pada Mae. Tapi ulah ketiga sahabatnya, Eman,
Beni, dan Guntoro, yang belum sanggup berpisah dengan Mae membuat harihari bahagia yang ada di depan mata Mae hancur berantakan.
Ibu Mae jatuh sakit karena memikirkan anaknya yang tak juga berjodoh.
Bila ia meningggal dan Mae belum juga kawin, maka ia mengancam akan
mati penasaran.
Mae kelimpungan, dan akhirnya ia memutuskan untuk kawin dengan salah
seorang dari tiga sahabatnya tersebut. Kabar ini membuat Bu Mardi sembuh
total dari sakitnya. Setelah pengundian berkali-kali, siapakah yang beruntung
mendapatkan Mae?
C. Tim Produksi dan Pemeran Film Get Married
Tim Produksi:
Sutradara
: Hanung Bramantyo
Penulis Skenario
: Musfar Yasin
Produser
: Chand Parwez Servia
Executif Produser
: Bustal Nawawi dan Fiaz Servia
Line Produser
: Tika Ansela Sandy
Director of Photography
: Faozan Rizal
Casting Director
: Amelia Octavia
Art Director
: Alan Sebastian
Make up & Costume Design
: Retno dan Damayanti
Sound Design
: Adityawan Susanto dan Adi Maulana
Music Director
: SLANK
Editor
: Cesa David Lukmansyah
Still Photographer
: Erik Wira Sakti
Post Production Coordination
: Saleem dan Irwan Kurniawan
Acting Coach
: Whani Dharmawan
Narator
: Arie Dagienkz
1st Assistant Director
: Fajar GBI
2nd Assistant Director
: Emil Heraldi, Andreas Sullivan dan
Indra Gunawan
Script Continuity
: Pritha Githa, Septi Nitaria, Hestu Saputra,
Dwi Agus, Andi dan Raymond
Talent Coordinator
: Karin Binanto
Produksi Manager
: Daim Pohan
Produksi Unit
: Koko Permana, Sony Trisnanto dan Buchori
Muslim
Finance Unit
: Amir Jumandi
Equipment Unit
: Adit Hadi Suryadi
Cameraman
: Kasnan
2nd Cameraman
: Agung P.
2nd Assistant Cameraman
: Gandang
3rd Cameraman
: Boang
3rd Assistant Cameraman
: A’inudin dan Teguh
Loader
: Wanda
Clapper
: Resa dan Breges
Gaffer
: Tarmidji
Lighting man
: Soni Wibisono, Barok, Ijal, Firman, Dede,
Budi, Purwanto dan Asep
Dolly Operator
: Ebo
Boomer
: Eko Bareko, Caca
2nd Sound Department
: Suhadi dan Aik
Art Director Assistant
: Kohar
Prop Master
: Donny
Property man
: Ary Usu, Doblem, Arek, Heru, dan Pa’i
Set Builder
: Mudin Bubun, Cecep, Pendi dan Dedi
Start Coordinator
: Dedy Ilyas
Main Cast Stunt
: Dedy Andovi
Make up Assistant
: Tweety dan Shanty
Wardrobe
: Minto
Post Runner
: Ary Muryanto
Editor Assistant
: Ariva Nuryani
Graphic Design
: Arsianto Fahri
Titling Design
: Capluk
Office man
: Hadi Sunaryanto
Office Secretary
: Maghda Obata
Film Distribution
: Adi Kurniawan
Pemeran Tokoh:
Mae
: Nirina Zubir
Beni
: Ringgo Agus Rahman
Guntoro
: Desta “Club 80’s”
Eman
: Aming
Rendi
: Richard Kevin
Pak Mardi
: Jaja Mihardja
Bu Mardi
: Meriam Bellina
Ibunya Rendi
: Ira Wibowo
Ibunya Eman
: Inggrid Widjanarko
Ibunya Beny
: Debdy Debora
Ibunya Guntoro
: Iga Mawarni
Penghulu
: Epi Kusnandar
Dukun
: Saiful Anwar
Dokter
: Bagus Gustomo dan Sony Gunawan
Mantri
: Wahyu Hidayat
Kakek Kembar
: Kreshna Brothers
BAB IV
PESAN MORAL DALAM FILM GET MARRIED
A. Pengemasan Isu Pesan dalam Film Get Married
Dalam film Get Married ini ditemukan beberapa fakta tentang beberapa
pemikiran yang dijadikan alasan sebagian besar masyarakat melakukan
pernikahan. Paradigma atau pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam film
itulah yang akan diangkat dalam frame atau bingkai isu yang ditonjolkan
dalam film ini.
Pesan-pesan yang akan dikemukakan berikut ini menggunakan pendekatan
analisis framing yang dikembangkan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
(model Pan dan Kosicki).
1. Frame : Menikah Untuk Meneruskan Riwayat Keluarga
Dengan judul Get Married semakin terlihat jelas skema cerita ini sangat
menekankan frame tentang perintah untuk seseorang agar segera menikah.
Dalam pengenalan tokoh, film ini sudah memulai dengan inti dari tema film
yang bertajuk “Get Married” ini. Karena, masih dalam adegan-adegan
pembuka atau awal, sutradara sudah menyuguhkan inti dari isi cerita di mana
Mae (pemeran utama) diminta untuk segera menikah oleh orang tuanya karena
Mae telah selesai merampungkan kuliahnya, namun Mae belum juga
mengenyam dunia kerja (sequence 1).
Seperti orang tua pada umumnya, Bapak dan Ibu Mardi sebagai orang tua
Mae ingin puteri tunggalnya itu bisa menjadi kebanggan bagi mereka, akan
tetapi kenyataan puterinya malah merepotkan, terlebih lagi dengan tingkah
lakunya yang seperti anak laki-laki. Keadaan seperti itu ternyata membuat
Bapak dan Ibu Mardi berpikir bahwa sebaiknya Mae segera menikah saja,
dengan tujuan melepaskan tanggung jawab mereka terhadap Mae.
Untuk itu orang tua Mae punya rencana untuk mencarikan jodoh buat Mae
di luar kampung mereka. Bapak dan Ibu Mardi membicarakan hal ini pada
puterinya, dengan penekanan kalimat “meneruskan riwat keluarga” mereka
meminta Mae agar menyetujui rencananya tersebut. Untuk lebih jelas lihat
dialog berikut:
“Bu Mardi : Mae bagaimanapun keadaan kamu, kami menyayangi
kamu.
Pak Mardi: Mangkenye, lu ini anak satu-satunye, lu punya
kewajiban sejarah untuk nerusin riwayat keluarga
kita.”
Dalam Bab 11 telah dijelaskan bahwa tujuan dari pernikahan sendiri
adalah agar laki-laki dan perempuan dapat berhubungan satu sama lain, saling
mencintai dan menghasilkan keturunan serta dapat hidup dalam kedamaian.
Begitu juga dengan keinginan orang tua Mae yang sangat berharap agar
Mae dapat meneruskan riwayat keluarga mereka. Karena Mae adalah anak
tunggal, Bapak dan Ibu Mardi merasa khawatir kalau-kalau Mae tidak bisa
meneruskan keturunan mereka. Alasan ‘meneruskan generasi’ adalah
penekanan ungkapan yang digunakan untuk meluluhkan hati Mae agar mau
segera menikah.
“Pak Mardi
Mae
Pak Mardi
: Ya.. ini ikhtiar orang tua. Jangan merasa
terhina, jangan merasa ditawar-tawarin!
: Nggak ko Pak, kan seperti kata bapak, itu kan
kewajiban sejarah.
: Ya bener itu bener. Asal lu tau manusia itu
mesti berkembang biak.”
Pada sequence pertama, sebuah konflik berani diperlihatkan oleh
sutradara, yaitu konflik yang berupa tekanan bagi Mae sebagai tokoh utama
dari kedua orang tuanya untuk mengikuti keinginan dan cita-cita mereka.
Penulis mengatakan ini sebuah konflik karena keegosian orang tua terhadap
anaknya tanpa memikirkan hak anaknya sendiri, yaitu hak menentukan pilihan
untuk segera berumah-tangga atau tidak.
Sebetulnya dalam frame ini sutradara memberi pesan pada penonton,
bahwasanya sesuatu yang kita anggap baik belum tentu akan baik pula bagi
orang lain. Begitu juga halnya orang tua, anak memang suatu amanat yang
diberikan oleh Tuhan akan tetapi bukan berarti hak seorang anak adalah hak
orang tuanya juga.
Pada scene 20 mulai menjelaskan tugas Mae sebagai anak yang mempunya
kewajiban sejarah yakni untuk meneruskan riwayat keluarga mereka karena
Mae adalah anak satu-satunya. Mae tidak ingin menyakiti kedua orang tuanya,
sehingga ia tidak menolak rencana apapun dari orang tuanya. Akan tetapi
sikap Mae tersebut bukan berarti Mae langsung setuju untuk menikah, akan
tetapi Mae melihat dan menyeleksi calon-calon jodoh yang dicarikan Bapak
dan Ibunya terlebih dahulu (sequence 3).
Menarik dan menggelitik, adegan-adegan pada saat datangnya para calon
jodoh buat Mae sangat cerdas dikemas oleh sang sutradara. Dengan ide-ide
kreatifnya, Hanung menampilkan karakter laki-laki yang unik dan berbeda
pada umumnya, sehingga menabah warna humor dari film ini.
Konflik film semakin bertambah ketika Mae menolak semua calon yang
dicarikan oleh Bapak dan Ibunya. Ganre drama pada film ini terasa pada saat
scene yang menggambarkan kekecewaan Bapak dan Ibu Mardi kepada
putrinya - Mae. Seperti dialog pada scene 47 ini:
“Bu Mardi : Kata si Mae calon-calonnya ga mutu, tapi kan
kita nggak punya kerabat orang kaya Pak.
(menagis)
Pak Mardi : Ya udah, emang nasibnya si Mae jadi perawan tua
mao apa lagi
Bu Mardi
: Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?!
…”
Konflik dalam film ini terus terlihat ketika tokoh orang tua Mae mulai
memperlihatkan keegoisan mereka dengan perintahnya terhadap Mae untuk
segera menikah, dengan alasan mereka merasa terbebani dan merasa
direpotkan oleh Mae, yang padahal itu sudah kewajiban mereka sebagai orang
tua untuk merawat dan menjaga anak mereka sampai Mae bisa mendapatkan
seorang suami yang bisa mengayomi Mae, dan bergantilah tanggung jawab itu
kepada suaminya.
Elemen
Strategi Penulisan
Sintaksis Penulis cerita menempatkan karakter tokoh Bapak dan Ibu Mardi
sebagai orang tua yang memberikan kewajiban atas puterinya untuk
segera menikah.
Skrip
Penekanan cerita lebih dikedepankan pada persoalan keinginan
Bapak dan Ibu Mardi agar Mae menikah untuk meneruskan riwayat
keluarga mereka.
Tematik
(1) Orang tua yang ingin puteri tunggalnya bisa meneruskan
keturunan. (2) Keegoisan orang tua Mae akan keinginan menikahi
Mae untuk mengakhiri tanggung jawab sebagai orang tua.
Retoris
Bapak dan Ibu Mardi ingin menikahi Mae, karena Mae anak yang
gagal – punya pendidikan yang tinggi namun masih juga
pengangguran yang hanya merepotkan orang tua.
2. Frame : Menikah Karena Perjodohan
Di sini cerita film mulai menarik dan dapat membuat penonton tertawa
lepas. Pada frame ini juga ditemukan fenomena yang sering terjadi di
kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Dahulu memang banyak pernikahan
yang terjadi karena perjodohan seperti yang pernah diperlihatkan dalam film
Siti Nurbaya. Akan tetapi bukan berarti zaman yang sudah semakin canggih
dan semakin penuh ilmu ini masyarakat meninggalkan budaya tersebut.
Karena banyak juga praktik perjodohan yang masih dijalankan sebagian orang
tua di masa kini.
Perjodohan biasanya dilakukan karena orang tua melihat latar belakang
bibit-bebet dan bobot calon besan, biasanya dilakukan dengan kerabat dekat
orang tua. Guna mempererat hubungan dan dengan tujuan agar si anak
mendapatkan jodoh yang terbaik. Namun alasan orang tua Mae mencari calon
suami untuk Mae adalah lantaran Mae yang belum pernah menjalankan
hubungan serius dengan laki-laki lain lantaran sikap dan sifatnya yang seperti
laki-laki. Sehingga mengaharuskan Bapak dan Ibu Mardi mencarikan jodoh
buat Mae untuk tujuan mendapatkan keturunan dari darah daging mereka.
“Bu Mardi
: Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar
lepas tanggungjawab kita.
Pak Mardi : Siapa yang mao ama die?!
Bu Mardi : Kita cari di luar kampung.”
Karakter Mae yang tomboy dan terkesan kasar membuat mereka harus
berikhtiar mencarikan jodoh buat puteri mereka. Karena mereka merasa lelah
melihat Mae yang tidak pernah bisa berubah menjadi dewasa, padahal Mae
sudah menyandang predikat sarjana, namun belum juga bisa membahagiakan
orang tuanya malah merepotkan.
Hal ini sering terjadi dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia
khususnya penduduk yang tinggal di perkampungan, di mana orang tua
merasa khawatir jika anaknya (khususnya perempuan) belum mendapat jodoh
sampai mereka sudah menjadi sarjana. Padahal dalam memutuskan menikah
atau tidaknya adalah hak si anak sendiri, orang tua tidak berhak memaksa
karena yang akan mejalankan adalah si anak. Ketakutan orang tua akan
predikat ‘perempuan tua’ itu yang menjadikan orang tua turut campur dalam
mencarikan jodoh bagi anak-anak mereka. Inilah yang dilakukan oleh kedua
orang tua Mae.
Cerita semakin menarik ketika pencarian jodoh untuk Mae oleh kedua
orang tuanya penuh warna-warni kelucuan. Bapak dan Ibu Mardi benar-benar
merasa kesulitan dalam mencarikan jodoh untuk Mae. Seperti dialog berikut:
“Bu Mardi
Pak Mardi
: Saya cuma dapet satu. Bapak?
: Pemuda yang bae-bae udah abis. Saya
dapet satu, Cuma kayaknya sisa-sisa.”
juga
Dari pernyataan di atas terlihat betapa egoisnya Bapak dan Ibu Mardi
terhadap Mae, mereka tahu bahwa laki-laki yang berkualitas baik tidak
didapatkan namun mereka tetap nekat menjodohi Mae dengan pemuda yang
belum jelas mutunya – “pemuda sisa-sisa”.
Walaupun niat perjodohan itu akan dilakukan, Pak Mardi beserta Ibu
tidak semena-mena memaksa Mae, mereka tetap bermusyawarah dan
menghargai keputusan Mae. Karena kedua pasang suami-istri itupun tidak
mau kalau Mae merasa terhina dan merasa ditawar-tawarkan, mereka hanya
ingin Mae dapat menghargai usaha mereka (scene 23).
Mae sudah menceritakan niat perjodohan itu kepada tiga orang temannya,
dan sudah mempunyai rencana untuk membantu Mae. Sebagai seorang anak,
Mae bersikap baik di depan orang tuanya seolah-olah menyetujui akan
perjodohan tersebut. Namun di sisi lain Mae telah membuat rencana gila
bersama teman-temannya. Mae memberi isyarat dengan sapu tangan berwarna
merah tanda ia tidak suka dengan calon jodohnya, melalui isyarat itu, ketiga
temannya melakukan aksi selanjutnya yaitu mengancam dan menghajar calon
jodoh Mae agar tidak datang lagi untuk menemui Mae (sequence3).
Semakin membuat penonton enggan meninggalkan film ini ketika caloncalon jodoh Mae mulai datang ke rumah. Mulai dari Ramlan dengan profesi
gurunya, dengan gaya kunonya bermodal motor bebek (scene 24-27). Calon ke
dua adalah Kamin, pemuda yang tidak jauh beda dengan Ramlan, dengan
aksen bicaranya yang selalu menggunakan kata ‘dari pada’, juga bermodal
sepeda motor model lama (scene 28-31) . Calon jodoh ke tiga adalah seorang
body guard, bertubuh kekar dan punya tampang yang sangar (scene 37-41).
Namun dari ketiga calon tersebut, tidak ada satupun yang membuat Mae
terpikat. Konflik cerita semakin terlihat ketika Ibunya Mae jatuh sakit karena
Mae tidak juga menikah.
Elemen
Sintaksis
Strategi Penulisan
Penulisan cerita menempatkan tokoh Mae sebagai korban dari
perjodohan dari orang tuanya.
Skrip
Penekanan cerita jelas pada praktik perjodohan yang ternyata
menimbulkan dampak negatif terhadap para calon jodoh Mae
tersebut. Karena calon-calon tersebut harus menerima ancaman
dan bogem mentah dari sahabat-sahabat Mae. Dampak negatifpun imbas pada Ibunya yang harus jatuh sakit karena kecewa
Mae tidak juga menikah.
Tematik
(1) Orang tua Mae mencarikan jodoh buat Mae. (2) Mae tidak
meyukai calon-calon yang dicarikan kedua orang tuanya. (3)
Mae meminta bantuan ketiga sahabatnya untuk memberi
pelajaran bagi calon-calon yang tidak ia sukai agar tidak
kembali lagi.
Retoris
Keadaan Mae yang
tomboy, dan profesi penganggurannya
yang tidak dapat dibanggakan serta ketakutan orang tua akan
predikat “perawan tua” terhadap anaknya, dijadikan alasan bagi
orang tua Mae untuk menjodohkan Mae.
3. Frame : Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera Menikah
Kebanyakan masyarakat primitif masih dan sangat kental dengan
kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang dimiliki seseorang yang ahli dalam
bidang ini – Paranormal, Dukun, ‘orang pintar’ dan sebagainya. Biasanya
orang-orang yang menemui ahli tersebut sebagai ikhtiar terakhir setelah
melakukan ikhtiar sebelumnya guna mencapai tujuan atau keinginan mereka.
Isu ini pula yang ditonjolkan dalam frame kali ini. Walaupun mereka hidup
di tengah kota Jakarta yang sudah banyak high technology, mereka tidak
meninggalkan tradisi nenek moyang yaitu percaya akan kekuatan gaib yang
dipunyai sebagian orang (berdukun). Kedua orang tua Mae meminta bantuan
dukun sakti agar Mae mau segera menikah. Lihat dialog di bawah ini:
“Bu Mardi
Dukun
Pak Mardi
Dukun
: Calon-calonnya selalu mudur.
: Saya akan diagnosa dulu masalahnya. (mulai
dengan mantra-mantra gunanya) Berat, ada tiga
makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu
kawin. Tiga makhluk halus itu akan saya jodohin
sama jin-jin peliharaan saya. Untuk jodohin jin
itu saya perlu biaya.
: Ade-ade saya udah siapin.
: Trus bawa puteri ibu ke mari, nanti saya
sarati, akan saya mandiin dengan air kembang
supaya makhluk halusnya ga nempel lagi.”
Sikap seperti ini sebetulnya sangat bertentangan dengan ajaran agama
Islam yang mereka anut. Karena dalam agama Islam, masalah jodoh adalah
urusan Tuhan. Maksudnya setelah melalui ikhtiar seharusnya sepenuhnya
diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tentu dengan ibadah sebagai
solusinya. Akan tetapi ini lah cermin nyata yang dilakukan banyak masyarakat
primitif dalam berbagai urusan atau masalah yang mereka hadapi.
Namun dengan sentuhan komedi dalam film ini, dunia mistik yang
biasanya kental dengan bayangan angker diubah menjadi kekonyolankekonyolan karakter dukun di sini, di mana sang dukun mengikuti
perkembangan zaman, sarana yang digunakan dalam praktiknya salah satunya
adalah lap top. Akan tetapi si paranormal ini menggunakan lap top untuk
membuka situs porno, dari sini kelucuan film yang ber-ganre komedi ini
benar-benar terlihat. Walaupun mengikuti perkembangan zaman tetap
diperlihatkan nuansa perdukunan yang biasa dilakukan Dukun-dukun pada
umumnya yakni mantra-mantra dan bakaran kemenyan.
Pernyataan dari scene 32 tersebut, memperlihatkan ketidaklogisan di mana
adanya ritual mandi kembang sebagai syarat mempermudah mendapatkan
jodoh. Selanjutnya dijelaskan pada scene 35.
“Mae
Dukun
Mae
Dukun
: Hah, dimandiin?
: Itu syaratnya.
: Udah sini ramuannya, mandi sendiri aja dah
di rumah dah.
: Dukun yang mesti mandiin.”
Sesuai diolag tersebut, ritual mandi kembang yang akan dilakukan ini
sebetulnya sudah dapat ditebak oleh penonton akan sisi negatif dari dukun
tersebut, terlebih lagi pada scene sebelumnya ada adegan Dukun yang senang
dengan browsing situs porno lewat lap top-nya itu. Dari pernyataan dialog
tersebut juga membuat penonton penasaran dengan ritual mandi yang akan
dilakukan dukun tersebut, walaupun penonton bisa menebak akan ada
tindakan amoral yang dilakukan dukun tersebut.
Penonton lagi-lagi diperlihatkan pesan dari film ini, bahwa tidak sedikit
kejadian penyalahgunaan praktik Dukun yang seharusnya menolong atau
mengobati pasien dengan benar, karena kalaupun jika dalam praktik
pengobatan oleh Dukun harus diadakan ritual mandi, maka harus dilakukan
dengan benar. Akan tetapi di sini dengan dalih syarat mandi kembang itu
harus dilakukan oleh dukun hanya berdua dengan Mae sebagai pasien di
kamar mandi menjadikan si Dukun mendapat predikat baru yaitu “Dukun
Cabul”. Dialog berikut ini akan menjadi penjelasan maksud dari “Dukun
Cabul”.
“Dukun
Mae
Dukun
Mae
: Astaga. Kamu cantik sekali, bagaimana bisa
kamu tidak dapat jodoh.
: Buruan kerjain deh, biar cepet pulang nich!
: Dasar rejekiku, kamu jadi istri ku aja ya?!
(mulai kurang ajar)
: Eh, kamu ngapain sie, Eman, Guntoro, Beni!
(teriak)”
Hal ini sudah banyak terjadi, melalui penonjolan frame ini setidaknya
membuka pikiran masyarakat agar lebih logis, dan lebih realistis dalam
mengahadapi masalah dan dalam mencari solusi pemecahan masalah tersebut.
Elemen
Sintaksis
Strategi Penulisan
Penulis cerita menempatkan karakter tokoh kedua orang tua
Mae yang percaya kepada Dukun dalam mempermudah urusan
perjodohan buat Mae. Sedangkan tokoh Dukun sendiri
dicitrakan sebagai Dukun cabul dengan melakukan mall-praktik
terhadap pasien (penyalahgunaan kode etik profesi sebagai
Dukun).
Skrip
Penekanan cerita lebih ditujukan kepada kepercayaan Bapak
dan Ibu Mardi terhadap kekuatan Dukun dalam membantu
mensukseskan rencana perjodohan Mae dengan calon pilihan
mereka.
Tematik
(1) Meminta pertolongan Dukun dalam urusan perjodohan. (2)
Ritual mandi kembang sebagai syarat pengobatan.
Retoris
Orang tua Mae merasa kalau calon-calon jodoh Mae yang
mundur akibat ada sisi jahat atau negatif yang masuk dalam diri
Mae. Sehingga harus dihilangkan melalui pengobatan yang
Dukun sakti.
4. Frame : Memilih Pasangan yang Tepat
Menikah adalah bergaul sebagai suami-istri dengan membina rumah
tangga sejahtera, maksud dari sejahtera adalah bukan dengan tempo yang
singkat akan tetapi perkawinan/pernikahan di sini di harapkan menjadi
perkawinan yang permanen.
Sesuai tujuan tersebut, maka seseorang yang akan menikah haruslah sudah
menimbang dan memutuskan seseorang yang memang sudah dikenal baik itu
sikap dan sifatnya, latar belakang keluarganya dan culture-nya agar tidak ada
penyesalan di waktu yang akan mendatang.
Hal itu pula yang terdapat dalam karakter Mae dan Rendi sebagai pemeran
utama dalam film Get Married ini. Mae tidak ingin salah pilih dalam
menentukan calon suaminya, penolakan terhadap calon-calon jodoh yang telah
dicarikan kedua orang tuanya bukan bentuk penolakan yang tanpa alasan.
Selain itu, faktor internal “perasaan” juga menjadi alasan dari penolakan
tersebut. Pada scene 29 terdapat dialog yang turut menjelaskan hal ini.
“Mae
Guntoro
: Tampang sie rata-rata. Sama ama yang
kemaren, naek motor bebek. Palingan tukang
service aki, mentok-mentok tukang ojek.
Ya udah lah gua jajakin dulu.
: Inget ya Mae jangan sampe lo jual murah,
kita yang tersinggung.”
Seperti halnya gadis-gadis pada umumnya akan memilih calon suami yang
mapan lahir dan batin. Mae bukan gadis yang buruk rupa, Mae juga punya
izasah sarjana di tangannya, jadi pantas kalau Mae memilih seseorang yang
terbaik untuk jadi pendamping hidupnya selamanya. Ada sebagian orang
mengatakan bahwa takdir perempuan adalah dipilih bukan memilih.
Pernyataan tersebut justru bertentangan dengan ajaran Islam, di mana
Rasulullah menganjurkan agar umatnya dapat memilih seseorang yang baik
budi, baik ekonomi, baik rupa, maupun baik latar belakang keluarga.
Guntoro sebagai sahabat dekat Maepun mengingatkan Mae bahwa Mae
harus mendapat jodoh yang bermutu dan berkualitas tinggi. Begitu juga
dengan keinginan Mae akan pria matang yang gagah, tampan dan kaya.
“Bu Mardi
Pak Mardi
Mae
Bu Mardi
Mae
Bu Mardi
: Mae,,Mae,, sini Mae! Gimana?
: Ada lagi syarat dari dukun ga?
: Katanya calon-calonya kurang bermutu.
: Maksudnya?
: yak kan yang selama ini bapak ama ibu
undang kan orang yang sama-sama satu tipe,
naek motor bebek. Palingan juga kalo nggak
guru, palingan tukang ojek. (Mae berlalu
meninggalkan orang tuanya)
: Pak,pak,, si Mae itu seleranya tinggi Pak.
Kali Ibu ga salah inget Bapak kan punya temen
yang
itu-tu,
yang
anaknya
olahragawan.
Mending itu pak!”
Penjelasan dialog di atas menambah kekuatan karakter Mae yang ingin
mendapatkan pria terbaik untuk dirinya selamanya, baik itu dari segi lahir
maupun batinnya. Mae yang punya titel sarjana, tidak mau ‘jual murah’
dengan menikahi pria yang hanya berprofesi guru, tukang ojek atau tukang
service aki.
Lain hal dengan Rendi yang sebagai putera konglomerat, mencari gadis
sebagai pendampingnya yaitu gadis natural, sederhana, apa adanya dan penuh
tantangan. Rendi ingin mendapatkan gadis dengan ketulusan hatinya bukan
karena status sosialnya.
“Mama Rendi : Rendi! (memanggil Rendi yang baru pulang) Itu
barusan Kania, cewe ke dua belas yang telepon
kamu berturut-turut selama tiga bulan terakhir
ini. Kamu itu maunya apa sih? Apa harus tunggu
cewe ke dua puluh delapan?
Rendi
: Bukan itu mah. Mereka semuanya sama. Heran,
orang tua sekarang mendidik anaknya dengan cara
yang sama. Jangan-jangan mereka membaca buku
cara mendidik anak dengan pengarang yang sama
lagi.
Mama Rendi : Kamu tuh maunya yang kaya apa?
Rendi
: Yang original, yang beda, yang penuh tantangan
tapi berkualitas. Ya,, pokoknya gitulah!”
Zaman sekarang banyak orang yang mencari harta, kekuasaan, atau status
sosial melalui berbagai macam hal, pernikahan termasuk juga sebagai alat
untuk mendapat tujuan tersebut. Banyak perempuan dan laki-laki yang
menikah karena kekayaan atau status sosial yang dimiliki si calon. Hal itu
memang bukan sesuatu yang dilarang, akan tetapi jika hanya dilihat dari satu
sisi ini saja ditakutkan pernikahan dan perkawinan yang dijalani tidak berjalan
selamanya.
Pada scene 41 terlihat jelas sikap kehati-hatian Rendi dalam menentukan
pilihan seorang pendamping bagi hidupnya. Dengan tampang dan kekayaan
yang dimiliki, membuat Rendi menjadi super start bagi kaum hawa pada
umumnya. Akan tetapi walaupun begitu, Rendi tidak menyalahgunakan
kelebihan yang ia miliki untuk memanfaatkan keadaan tersebut.
Sama halnya dengan Mae, Rendi juga diperintah untuk segera mengakhiri
masa lajangnya. Jika Mae diperintah menikah agar lepas tanggung jawab
orang tuanya, maka Rendi sebaliknya, Orang tuanya Rendi ingin Rendi segera
menikah agar perusahaan yang dipegang ayahnya dapat berpindah tanggung
jawab ke putera tunggalnya tersebut. Karena menurut orang tuanya dengan
menikah Rendi bisa menjadi dewasa dan lebih bertanggung jawab(scene 65).
Seperti dialog berikut ini:
“Mama Rendi
Rendi
Mama Rendi
: Jadi udah yakin nih kamu mau balik ke
Amerika?
: Iya mah. Lagian mau ngapain lagi di sini?
Lagian kan mama yang bilang kalo aku belum
siap pegang perusahaan.
:
Ya
habisnya
kamu
belum
bisa
bertanggungjawab. Coba kalo udah berumah
tangga? Pasti beda.”
Kesimpulan pada frame ini adalah sikap dewasa yang dicontohkan dalam
film ini berupa pelajaran tentang mencari dan menentukan seseorang menjadi
pilihan pendamping hidup yang tepat.
Elemen
Sintaksis
Strategi Penulisan
Penulis menempatkan karakter tokoh Mae dan Rendi sebagai
orang yang dewasa dalam menentukan pendamping hidupnya
untuk berumah tangga. Kedua tokoh ini diibaratakan sebagai
tokoh protagonis yang sama-sama dipaksa untuk segera
menikah.
Skrip
Penekanan cerita lebih dikedepankan pada sikap positif yang
dilakukan Mae dan Rendi terhadap penentuan pilihan
pendamping.
Tematik
(1) Perintah menikah terhadap Mae dan Rendi dari orang tua
mereka masing-masing. (2) Penolakan untuk segera menikah
yang dilakukan Mae dan Rendi.
Retoris
Untuk mencapai kebahagiaan selamanya, maka mereka
memilih pasangan hidup dengan penuh pertimbangan.
B. Pesan Moral Film Get Married
Setelah penulis mengamati dan menemukan data-data framing tersebut,
maka penulis mendapatkan hasil analisa pesan moral yang terdapat dalam film
Get Married. Analisa pesan moral ini dilakukan sesuai dengan kategorikategori yang terdapat dalam pesan moral.
1. Pesan Moral pada Frame: Menikah Untuk Meneruskan Riwayat
Keluarga
a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan
Seperti telah diketahui, bahwa hukum menikah itu boleh bahkan bisa
menjadi kewajiban bagi beberapa pribadi tertentu, seperti yang telah
dijelaskan pada Bab II.
Namun, dalam konteks film ini dapat dikatakan menjadi sunah hukum
bagi Mae untuk menikah. Karena Mae memiliki daya untuk mengendalikan
kebutuhan biologisnya, akan tetapi ada keinginan untuk memperoleh
keturunan. Jadi, menikah sebagai tujuan meneruskan riwayat keluarga adalah
termasuk bentuk pesan moral – hubungan manusia dengan Tuhan, karena
dengan menikah berarti manusia menjauhkan diri dari zinah dan fitnah, yang
demikian itu termasuk ibadah atau telah menjalankan perintah Allah dan
Rasul-Nya.
b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri
Suatu pernikahan pada prinsipnya mempunyai banyak kebaikan. Melalui
film ini pesan moral juga dikemas dengan ringan namun berisi – penuh
makna. Pada frame ini, terkandung pesan moral yang paling sinkron dengan
judul film sendiri yaitu Get Married. Agama apapun senantiasa menghendaki
dicapainya suatu perkawinan/pernikahan untuk tujuan yang mulia yakni saling
mencintai dan menghasilkan keturunan serta dapat hidup dalam kedamaian.
Karena dengan menikah berarti telah menjaga dari perzinahan dan
menciptakan wadah yang bersih sebagai tempat lahirnya generasi.
Pesan yang menunjukkan hal ini ada pada skenario scene 23 yang
dikatakan oleh pak Mardi yaitu “Asal lu tau manusia itu mesti
berkembang biak”. Kalimat ini sangat sederhana namun terkandung makna
mendalam tentang moral. Ketika suatu individu menikah berarti telah
melakukan kebaikan, karena menikah adalah fitrah manusia, pun karena
dengan menikah akan tercipta sebuah keluarga yang jelas nasabnya.
c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial
Pada scene 20 terdapat dialog antara Mae si pemeran utama dengan kedua
orang tuanya, yang pada intinya orang tua Mae menginginkan keturunan –
darah daging dari Mae. Dari scene ini penulis melihat terdapat pesan moral
yang ingin disampaikan oleh sineas yaitu ‘menjaga keturunan’.
Tanpa perkawinan yang sah, tidak akan langgeng wujud manusia di muka
bumi ini, sedangkan dengan perkawinan manusia berkembang biak melaui
lahirnya nak laki-laki dan perempuan. Hal ini yang diinginkan kedua orang
tua Mae terhadap dirinya. Rasa keinginan yang besar itu diperlihatkan dalam
scene 47, sebagai berikut:
“Pak Mardi : Ya udah, emang nasibnya si Mae jadi perawan tua
mao apa lagi
Bu Mardi
: Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?!
…”
Pernyataan tersebut bukan berarti sebatas keinginan biasa, karena kalimat
yang maknanya ‘menjaga keturunan’ dilakukan berulang-ulang (khususnya
pada sequence 1), berarti ada makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh
sutradara pada penonton berupa moral-sosial, karena pernikahan merupakan
pranata sosial dan sudah menjadi fitrah setiap manusia untuk hidup berpasangpasangan.
Adanya sebuah keluarga dapat menyambung keturunan, memperkokoh
kesatuan dan meningkatkan solidaritas, sehingga keberadaan mereka bagaikan
bangunan bertingkat di mana bagian yang satu memperkuat bagian yang
lainnya.
2. Pesan Moral pada Frame
: Menikah Karena Perjodohan
a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan
Secara umum, perkawinan yang diatur oleh ayah atau wali itu tampak
lebih baik, karena dalam islam pemilihan pasangan oleh seorang wanita
tergantung pada kuasa yaitu ayah atau wali.
“Bu Mardi
: Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar
lepas tanggung jawab kita.”
Maksud dari kalimat di atas adalah, saran atas Ibu Mardi kepada suaminya
yaitu ayah Mae untuk segera melakukan pemilihan jodoh buat Mae. Akan
tetapi harus digaris bawahi bahwa dalam film ini bukan berarti
memperlihatkan keegoisan orang tua, namun ada kepedulian dan kewajiban
orang tua untuk mencarikan putrinya lelaki yang baik dan cocok untuk
menjadi suaminya lalu menikahkannya dengan si lelaki tersebut.
Penulis merasa bahwa yang demikian juga termasuk pesan moral terhadap
penonton, bahwa seorang anak adalah amanat dari Allah yang harus dijaga
dan dididik dengan baik. Karena ini merupakan bentuk ibadah manusia
terhadap Tuhannya dengan menunaikan amanat tersebut.
Namun perlu diingat juga bahwa perkawinan dalam agama Islam hanya
dapat dilakukan dengan persetujuan bebas (kerelaan) dari kedua pihak. Pada
film ini, Mae sebagai korban perjodohan sangat terpaksa untuk memutuskan
siap menikah (sequence 3).
Kondisi seperti inilah yang harus dilihat dan diperhatikan oleh masyarakat
atau orang tua yang ingin menjodohkan anaknya. Walaupun niat dan tujuan
orang tua adalah demia kebaikan putrid dan putra mereka, akan tetapi keadaan
yang demikian akan menjadi boomerang bagi kehidupan anak mereka, dalam
konteks ini adalah Mae. Karena tidak ada keinginan Mae untuk menikah, dan
tidak ada rasa cinta diantara mereka, sehingga ditakutkan akan mengakibatkan
keburukan di kehidupan rumah tangganya nanti.
b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri
Sikap Mae dalam menghadapi perjodohan yang dilakukan kedua orang
tuanya dalam film ini bukan pesan yang ingin disampaikan, akan tetapi sikap
yang melanggar norma nilai moral itu semata-mata sebagai bumbu komedi
dalam film ini (sequence 3). Namun secara tidak langsung ada pesan
terselubung yang ingin disampaikan berupa sikap keterbukaan dan penonton
juga dihimbau melalui frame ini agar mengambil keputusan dengan hati dan
pikiran.
Untuk mendapatkan rasa ketenangan dan kedamaian dalam hidup
berumah-tangga, maka senantiasa tidak ada keterpaksaan dalam memutuskan
untuk menikah, sehingga akan terciptalah pernikahan yang indah dan
harmonis.
c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial
Frame Menikah karena Perjodohan mengandung pesan moral berupa
sikap mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan baik itu dalam
masalah sosial maupun masalah keluarga sekalipun. Sesuai dengan paham
negara kita yaitu demokrasi, maka adanya kewajiban seseorang untuk
menghormati orang lain dalam berpendapat. Hal ini terbukti pada dialog yang
tercantum pada scene 26 sebagai berikut:
“Bu Mardi
: Gimana, kamu suka?”
Tidak sedikit orang tua yang menganggap bahwa kehidupan anaknya
adalah hak dari orang tuanya. Akan tetapi film ini mengingatkan bahwa hak
seseorang sejak lahir itu sama. Jadi seorang putera atau puteri punya pilihan
sendiri dalam menentukan jalan hidupnya, namun bukan berarti bebas dan
tanpa pengawasan orang tua. Orang tua tetap punya wewenang untuk
memberikan nasihat atau gambaran yang baik bagi anaknya. Film Get
Married ini berhasil menciptakan iklim tersebut, di mana seorang anak
menghormati dan menghargai pendapat orang tua dan sebaliknya.
Menikah adalah ibadah, menikah dengan terpaksa berarti ibadah dengan
terpaksa. Karena menikah bukanlah untuk sementara akan tetapi diharapkan
untuk selamanya. Film ini memperlihatkan bahwa keikhlasan dalam beribadah
membuahkan kemanisan, dan ibadah yang dipaksakan akan membuahkan
kepahitan bagi diri sendiri.
3. Pesan Moral pada Frame
: Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera
Menikah
a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan
Pesan moral yang terdapat pada frame kali ini menyangkut masalah
akidah. Dalam agama Islam diajarkan bahwa tidak ada kekuatan dan
kekuasaan yang bisa mengalahkan keukuatan dan kekuasaan Allah SWT.
Film yang berganre drama-komedi ini bukan hanya menyajikan
kekocakan yang bisa membuat audience tertawa lepas, akan tetapi film yang
ringan ini juga menyajiakan pesan moral bagi masyarakat khususnya
masyarakat islam. Lebih jelas pada dialog sebagai berikut:
“Bu Mardi
Dukun
: Calon-calonnya selalu mudur.
: Saya akan diagnosa dulu masalahnya. (mulai
dengan mantra-mantra gunanya)Berat, ada tiga
makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu
kawin. Tiga makhluk halus itu akan saya jodohin
sama jin-jin peliharaan saya. Untuk jodohin jin
itu saya perlu biaya.”
Kutipan dialog tersebut, adalah dialog yang terjadi pada scene 32 dan
pada sequence 4. Adegan ini memperlihatkan rusaknya akidah atau moral
masyarakat islam, ketika datang suatu masalah bukan kembali pada yang
Maha Besar akan tetapi malah meminta bantuan dari orang yang tidak punya
kekuatan atau kekuasaan apapun. Inti dari pesan moral pada frame ini adalah
menjadikan ibadah sebagai solusi dalam menghadapi masalah.
b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri
Banyak orang yang percaya pada kekuatan/ilmu manusia selain percaya
dengan kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Mempercayai akan hal yang gaib
adalah termasuk rukun iman, akan tetapi jika melebihi kepercayaan terhadap
ilmu Tuhan dalam agama Islam disebut musyrik.
Film ini memang memperlihatkan realitas masyarakat Indonesia pada
umumnya yang masih menggeluti dunia perdukunan sebagai kepercayaan dan
usahanya untuk mencapai tujuannya. Akan tetapi lewat film ini Hanung
mengangkat pesan moral berupa ikhtiar semaksimal mungkin dalam
menghadapi masalah seberat apapun tanpa adanya bantuan mistik.
Ada adegan ketika Mae harus disyarati dengan ritual mandi oleh dukun
untuk mempermudah pencarian jodohnya, dari adegan ini saja sudah
mengungkap pesan agar masyarakat dapat melakukan hal atau usaha yang
logis dalam memecahkan masalahnya. Adapun usaha yang berbentuk abstrak
adalah do’a yaitu dengan beribadah kepada Allah.
c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial
Akidah merupakan pokok dari segalanya, kerusakan akidah dapat
menyebabkan rusaknya akhlak atau moral seseorang. Dalam film ini terdapat
dialog yang dikatakan oleh sang Dukun kepada orang tua Mae yaitu “ada
tiga makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu kawin” –
pengaruh buruk dari kerusakan akidah diantaranya timbul prasangka buruk
terhadap orang lain. Hal ini sering menjadi penyebab pertikaian seseorang
dengan orang yang di prasangkai, kerusakan moral yang berawal dari
kemusrikan merambah menjadi kerusakan moral di kehidupan masyarakat.
4. Pesan Moral pada Frame: Memilih Pasangan yang Tepat
a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan
Secara jelas memang film ini tidak memperlihatkan sesuatu yang buruk
dalam sebuah pernikahan. Namun, film ini memberikan pesan berupa anjuran
memilih, menimbang dan memutuskan seseorang sebagai pilihan menjadi
pendamping hidup. Pemilihan jodoh pada film ini secara keseluruhan ada
pada sequnce 3 dan 4 yaitu ketika Mae menolak dan menentukan pilihan yang
ia anggap baik.
Pesan moral pada frame ini tidak begitu terlihat, namun tetap ada pesan
prinsip
kebaikan.
Dalam
mengarumi
bahtera
rumah
tangga
yang
sempurna/sakinah dibutuhkan suami yang baik dan istri yang baik. Baik disini
adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan.
Berarti seorang suami atau istri yang baik adalah mereka yang bisa
memberikan suatu kebenaran sesuai dengan tujuan pernikahan yang
diharapkan.
Hal tersebut di atas akan menjadikan seseorang lebih nyaman beribadah.
Jika memilih pasangan yang baik maka akan terjalin keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmat Karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa menikah
adalah menyempurnakan ‘separuh dari agama’.
b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri
Untuk menghasilkan keturunan yang baik maka dibutuhkan suami/istri
yang baik sebagai orang tua. Karena pepatahpun mengatakan buah jatuh tidak
jauh dari pohonnya. Oleh karena itu Nabi juga mengajarkan untuk mencari
seseorang yang baik agamanya, ekonominya, pendidikan dan keluarganya.
Dengan kriteria-kriteria tersebut, senantiasa dapat memperbaiki keturunan dan
menciptakan generasi yang lebih baik.
“Mae
: Cowo tadi. Udah
kelihatannya kaya.”
kelihatannya
cakep
dan
juga
Pernyataan Mae diperkuat dengan pernyataan Rendi kepada Ibunya dalam
dialog ini:
“Mama Rendi : Kamu tuh maunya yang kaya apa?
Rendi
: Yang original, yang beda, yang penuh tantangan
tapi berkualitas. Ya,, pokoknya gitulah!
Mama Rendi : Mama ga ngerti, ngomongin calon isteri ko kaya
ngomongin teka teki silang.”
Inti dari dialog dalam naskah tersebut adalah pesan untuk mencapai
seseorang yang tepat untuk dijadikan sebagai pasangan hidup. Seorang wanita
sewajarnya mencari suami yang dapat mengayominya seperti keinginan Mae
terhadap laki-laki dewasa dan kaya. Adapun Rendi sebagai laki-laki haruslah
mencari calon istri yang baik dan berkualitas.
c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial
Ending dari film ini adalah memeperlihatkan perkawinan Mae dan Rendi,
mereka menikah tanpa perjodohan, tanpa paksaan satu sam lain, tetapi mereka
menikah sesuai pilihan mereka sendiri – dan mereka saling mencintai.
Dalam ending juga di perlihatkan kehidupan bahagia keluarga mereka
setelah pernikahan itu. Jadi pesan yang paling utama dari frame ini adalah
memilih pasangan yang tepat akan tercipta keluarga yang ideal dan akan
terlahir keturunan-keturunan yang baik pula.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sasaran akhir dari sebuah penelitian adalah berusaha menjawab dari rumusan
masalah penelitian dan membuktikan tujuan penelitian. Berdasarkan dari analisa
yang didapatkan baik dari analisa pembingkaian isu maupun dari analisa pesan
dari frame tersebut, maka diperoleh kesimpulan:
1. Pengemasan pesan dalam film Get Married oleh Hanung Bramantyo, pada
isu-isu positif dan negatif tentang pernikahan. Akan tetapi pengemasan isu-isu
ini dikemas dengan komedi berupa lawakan-lawakan segar yang turut
membuka pikiran masyarakat. Pembingkaian isu tersebut diperlihatkan dalam
banyak scene. Secara garis besar, tema utama dari film ini adalah keinginan
orang tua terhadap putrinya untuk segera menikah. Dari film ini penulis
menghasilkan isu-isu utama yang dibingkai dalam struktur framing model Pan
dan Kosicki.
2. Hasil dari analisis framing film Get Married ini juga ditemukan pesan-pesan
yang mengandung unsur kebaikan (pesan moral). Pesan moral ini berupa
moral terhadap Tuhan, moral terhadap diri sendiri, dan moral terhadap orang
lain dan lingkungan sekitar. Melalui pemberian pesan moral ini, menunjukkan
bahwa film ini adalah film yang tidak hanya menghibur, akan tetapi juga
memberi pengetahuan bagi penonton.
B. Saran-saran
Dari kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang disampaikan agar
dapat dijadikan bahan pertimbangan serta evaluasi terhadap film Get Married.
Saran-saran ini ditujukan oleh penulis kepada:
1. Penulis Skenario dan Sutradara
Dalam proses pengemasan pesan dalam bentuk skenario, sebaiknya dilakukan
berdasarkan format standar penulisan skenario pada umumnya, dan dengan
perencanaan lebih baik dan sistematis. Sehingga pesan yang ingin disampaikan
dapat muncul atau terlihat dengan jelas
Selain itu penting juga memperhatikan bahasa yang digunakan walaupun film
ini sudah menyesuaikan bahsa dengan latar informasinya, akan tetapi perlu diingat
bahwa film ini disaksikan oleh beragam macam masyarakat. Bahasa keseharian
memang lebih ringan didengar, dan lebih mudah dicerna, namun untuk
menguatkan pesan moral yang ingin disampaikan sebaiknya bahasa-bahasa yang
digunakan harus mendukung penonjolan pesan tersebut.
2. Masyarakat
Masyarakat khususnya pencinta film harus lebih jeli dengan kualitas film yang
yang ditonton. Agar masyarakat dapat menjadikan tonotonan itu sebagai pelajaran
bukan sebagai tuntunan. Masyarakat diharapkan dapat lebih kritis dengan film
yang disuguhkan – menjadi komunikan yang aktif.
3. Universitas
Melihat perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi, diharapakan
universitas menyediakan sarana berupa mata kuliah yang lebih mendalam
mengenai dunia komunikasi, film atau broadcast bagi mahasiswa/i khususnya
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Agar dapat menciptakan sumber daya
manusia yang dapat bersaing di masyarakat global khususnya di bidang
komunikasi, perfilman dan broadcast.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvianaro, Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004.
Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo, 1995.
Azis, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Boggs, Joseph M. The Art of Watching Film. (Terj) Asrul Sani, Jakarta; Yayasan
Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986.
Darajat, Zakiah. Peranan Agama Islam Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Haji
Masagung, 1993.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Alumni,
1978.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta:
LKiS, 2005.
_______ Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, 2006.
Fachrudin, Fuad Mohd. Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam. Jakarta: Penerbit
Pedoman Ilmu Jaya,1992.
Faridl, Miftah. Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televis.,
Bandung: Pusdai Press, 2000.
Farihah, Ipah. Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.
Haikal, Abduttawab. Rahasia Perkawinan Rasulullah saw. Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1993.
Hamka. Akhlak Karimah. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992.
Jumroni. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.
Kusnawan, Aep. et.al, Komunikasi Penyiaran Isla., Bandung: Penerbit Benang Merah
Press, 2004.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32.
Madiyant, Muslikh. Sinema Sastra: Mencari Bahasa di Dalam Teks Visual. Jurnal
Humaniora, Volume XV, No.2/2003.
McBride, Sean. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka
Suara Satu Dunai (Terj). Jakarta: Balai Pustaka, 1983.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press, 2003.
Nugroho, Garin. Kekuasaan dan Hiburan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya,
1998.
Nurgiyantoro. Burhan, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005.
Poespoprodjo. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka
Grafika, 1999.
Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat : Sebuah Penganta. Jakarta: BP SDM Citra
Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999.
Rahman, Abdur. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta,1992.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2004.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Sumarno, Marseli. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo, 1996.
Surkalam, Luthfi. Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita. Tangerang: CV
Pamulang, 2005.
Tebba, Sudirman. Etika dan Tasawuf Jawa. Jakarta: Pustaka irVan, 2007.
Purwanto, Yadi. Etika Profesi. Bandung: PT. Repika Aditama, 2007.
Tobing, Melati. Modul Teori Komunikasi Susdape XIV. Jakarta: Lembaga Pelatihan
Jurnalistik Antara, 2006.
Yusa Biran, Misbach, Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Yogyakarta: Pustaka
Jaya, 2006.
INTERNET
http://ruangfilm.com
http://detik.com
Prolog
01.
INT. RUMAH SAKIT – SIANG
Ini
kejadian
dua
puluh
tahun
lalu,
kampung
besar
Jakarta
ketambahan beban empat penduduk yang nantinya harus dibikinkan
KTP, dan disediakan lowongan kerja.
(Empat orang Ibu sedang melahirkan di tempat dan waktu yang
sama)
02.
EXT. POSYANDU – SIANG
Keempat
anak
itu
kini
sudah
bisa
merangkak,
sedang
lucu-
lucunya. Berkat air susu ibu, mereka tumbuh dengan cepat. Dari
sisa anggaran korupsi pejabat, mereka masih bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis.
(Ibu-ibu sedang sibuk dengan balita-balitanya)
03.
INT. RUANG KELAS SD – SIANG
Mereka selalu kompak bersama. Sekarang ini mereka menikmati
pendidikan gratis wajib belajar sembilan tahun, walaupun yang
disediakan pemerintah sangat terbatas. Walaupun kadang-kadang
masih juga dimintai sumbangan di sekolah.
(Anak-anak SD memberikan uang di kotak amal sekolah)
04.
EXT. SUNGAI KOTOR – SORE
Walaupun fasilitas tempat bermain yang disediakan pemerintah
sangat terbatas. semuanya habis buat jatah bisnis konglomerat.
Diharapkan mereka dapat menjadi anak-anak yang sehat jasmani
dan rohani.
(Anak-anak sedang mandi di sungai kotor yang terletak persis
di belakang gedung-gedung pencakar langit)
05.
INT. KANTOR POLISI – SIANG
Pada suatu hari sebuah bis dibajak anak-anak SMP untuk tauran.
Tapi itu bukan mereka.
(Empat orang anak SMP ditangkap polisi)
Selanjutnya
tidak
ada
yang
pantas
dicatat
dari
kehidupan.
Koran-koran lebih banyak menulis berita tentang korupsi dan
KKN
para
pejabat,
serta
anggota
DPR
yang
rame-rame
study
banding nggak jelas ke luar negeri.
Perkenalan Tokoh
06.
INT. GEDUNG WISUDA – SIANG
Setelah beberapa tahun kemudian si gadis yang bernama Mae
lulus sekolah sekretaris. (Mae mengikuti upacara wisuda)
07.
EXT. PINGGIR JALAN RAYA - SIANG
Padahal cita-cita sebenarnya adalah menjadi Polisi Wanita,
maksudnya wanita polisi.
(Mae dan kedua orang tuanya menunggu mobil lalu lalang untuk
menyebrang jalan, Mae melihat ada Polwan yang sedang membantu
anak-anak kecil menyebrang. Mae berkhayal menjadi Polwan yang
sedang
memarahi
para
sopir
bajaj
yang
parkir
bukan
pada
tempatnya)
08.
EXT. KAPAL LAUT – SORE
Guntoro selesai kursus komputer, tapi cita-citanya menjadi
pelaut. (Berdiri gagah di atas kapal laut sedang menggunakan
teropong)
09.
EXT. KEBUN – PAGI
Beni selesai kusus singkat budi daya pisang, tapi sebenarnya
bercita-cita
menjadi
petinju.
(Beni
sedang
menanam
pohon
pisang di kebun)
10.
EXT. PESANTREN – MALAM
Dan Eman yang diharapkan menjadi kiayi oleh orang tuanya,
hanya tahan nyantri satu tahun. Karena cita-cita sebenarnya
jadi politikus. (Eman kabur dari pesantren)
11.
EXT. JALANAN – SORE
Dan
jadinya
frustrasi,
kini
menjadi
mereka
bagian
menjadi
anak-anak
menjadi makin besar di dunia.
anak-anak
frustrasi
muda
yang
se-Indonesia
SEQUENCE 1
12.
INT. RUANG MAKAN – SIANG
Mae dan kedua orang tuanya (Pak Mardi dan Bu Mardi) sedang
makan siang di ruang makan
Bu Mardi
:
Mae,
kamu
tuh
perempuan…
duduk
jangan
kaya
begini!(Tangan Bu Mardi memukul kaki Mae)
Mae
: Biarin aja napa sie..!
Pak Mardi
:
Hey,,
hey,,
hey,,
apa
yang
diributin
sie?
Ngomong-ngomong terus ga ada habisnya!
Bu Mardi
: Ijazah sekretaris udah di tangan pak, tapi tetep
aja ngotot mao jadi Polwan.
Mae
13.
: Ibu nggak ngerti sih yang namanya cita-cita!!
EXT. BASE CAMP – SIANG
Beni, Guntoro, dan Eman sedang menunggu Mae di base camp
mereka samping sungai/kali.
Eman
: Satu mendatar lima kotak, nama lain jablay apa
ya nyet ya.. (mengisi TTS, tapi Guntoro dan Beni
tak menghiraukan) Ben, Gun, jawab dong!
Beni
: Ga’ rame ya ga’ da Mae?!
Guntoro
: Lu ke rumahnya gih..
Kemudian Mae datang
Beni
: Tuch dia kekasih kita dateng.
Eman
: Sini cantik sini.. sini..
Ciyee…
geulis
pisan
si
Mae
hari
ini
pake baju
merah. (Padahal Mae pake baju abu-abu)
Mae
: Mata lu merah! Buruan bagiin! (Mae
nyuruh Eman
untuk membagikan kartu gaple)
Eman
:
Maksud
gua
si
Mae
pake
baju
apa
aja
tetep
cantik.
Mae
14.
: Jangan ngeledekin mulu napa… udah cepet bagiin!
INT. RUANG TENGAH – SIANG
Pak Mardi : Bu, si Mae kemane?
Bu Mardi
: Biasalah Pak, paling juga di kali.
Pak mardi : Di kali?
Heran gua udah lulus kuliah malah ke
bukan nyari kerja.
kali
15.
EXT. BASE CAMP – SIANG
Mae
: Setiap hari bokap nyokap gua ngingetin mulu kalo
gua
itu
anak
yang
gagal.
(Muka
kesal
dengan
membanting kartu gaple gilirannya)
Eman
: Denger yee.. kenapa setiap hari gua ngumpul ama
lu
pada
di
sini
maen
gaple..
gua
kabur
dari
pesantren men! Stress… pusing!
Guntoro
: Lu tau ga.. seharusnya sekarang ini
gua lagi
ngelawan
harapan.
ombak
besar
di
tanjung
(memeragakan gaya seorang pelaut)
Beni
: kalo gua sekarang seharusnya di Olympic Piade
jadi juara tinju.
16.
INT. RUANG TENGAH – SIANG
Pak Mardi : Gelas gua mane?
Bu Mardi
: Disamber si Mae!
Ngarepin
malah
punya
jadi
anak
begini
yang
sih
bisa
Pak?..
dibanggain
malah
ank
ko
atu-
atunya lagi!
Pak Mardi : Eh… asal lu tau ye! Waktu dia umur sepuluh tahun
gua demen ngeliat dia berantem ama laki-laki dia
menang. Harapan gua ini sebagai orang tua, gua
pengennya kaya perempuan laen nie.. eh keterusan
jadi jagoan.
17.
EXT. BASE CAMP – SIANG
Eman
: Mae, kenapa sih lu ngotot banget jadi Polwan?
Mae
: Karena gua nggak bisa jadi Polisi laki-laki.
Guntoro
: Eh, kalo gua nih, gua pengen jadi
pelaut karena
panggilan jiwa.
Mae
18.
: Tu dia.. panggilan jiwa!! (menyetujui)
INT. RUANG TENGAH – SIANG
Bu Mardi
: Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar
lepas tanggung jawab kita.
Pak Mardi : Siapa yang mao ama die?!
Bu Mardi
19.
: Kita cari di luar kampung.
EXT. BASE CAMP – SIANG
Terdengar suara Adzan Zuhur
Eman
: Balik yuk, shalat, sekalian makan siang!
Guntoro
: Eh, lu giliran kalah jadi alim lu.
Mae
: Ada gunanya juga lu yee masuk pesantren… jadi
inget shalat ye?!
Eman
: Men, dengerin yee.. hidup gua di dunia ini
nggak ada yang bisa gua banggain, satu-satunya
harapan gua akhirat, siapa tau gua bisa bahagia,
insya
Allah.(Mae,
Beni
dan
Guntoro
mengangkat
kedua tangan mereka dan mengamini)
20.
INT. RUANG TENGAH – SORE
Bu Mardi
: Mae bagaimanapun keadaan kamu, kami menyayangi
kamu.
Pak
Mardi:
Mangkenye,
lu
ini
anak satu-satunye,
lu
punya
kewajiban sejarah untuk nerusin riwayat keluarga
kita.
SEQUENCE 2
21.
EXT. BASE CAMP – PAGI
Mae
: Eh, lu pada bantuin gua ye!!
Eman
: Jangan khawatir neng! Ye…?!
Mae
: iya. Tapi gua harus gimana?
Beni
: Ya.. Mae gua juga udah tau, kalo kita sih ga
bakal kawin kalo lu belum laku.
22.
EXT. TROTOAR - SIANG
Sementara Bapak dan Ibu Mardi sedang sibuk mencarikan jodoh
untuk Mae ke rumah kerabat mereka di luar kampung tempat
mereka tinggal. Lelah mencari, Bu Mardi istirahat sejenak di
trotoar sambil minum es, kemudian bertemu dengan Pak Mardi.
Bu Mardi
: Saya cuma dapet satu. Bapak?
Pak Mardi
:
Pemuda
yang
bae-bae
udah
abis.
Saya
juga
dapet satu, cuma kayaknya sisa-sisa.
23.
INT. RUANG TENGAH – SORE
Bu Mardi
:
Mae,,
Mae,,
duduk
dulu
(menyuruh
sambil
mempersilahkan duduk) besok calon pertama akan
datang.
Pak Mardi
: Ya.. ini ikhtiar orang tua. Jangan merasa
terhina, jangan merasa ditawar-tawarin!
Mae
: Nggak ko Pak, kan seperti kata bapak, itu kan
kewajiban sejarah.
Pak Mardi
: Ya bener itu bener. Asal lu tau manusia itu
mesti berkembang biak.
SEQUENCE 3
24.
INT. RUANG TAMU – PAGI
Pak Mardi dari dalam rumahnya melihat ada anak muda yang
mengendarai motor bebek zaman dulu dan mengenakan seragam
batik guru dengan kaca mata kunonya menghampiri rumah Pak
Mardi.
Pak Mardi
:
Nak
Ramlan
ya…
babeh
tunggu-tunggu
(Menyodorkan tangannya untuk bersalaman)
Ramlan
: Tapi belum tentu jadi loh Pak!
Pak Mardi
: Ga apa-apa, namanya juga ikhtiar. Silakan
duduk. (mengajak Ramlan masuk dan duduk)
25.
INT. KAMAR MAE – PAGI
Bu Mardi
: Mae,, Mae,, pake bedak ibu nih.
Mae
: Bedak apaan bu, ini kan bedak bayi.
Bu Mardi
: Gincu nih gincu, duduk jangan ngangkang pake
rok
(sambil
membenarkan
cara
duduk
Mae)ayo
buruan!
Mae
26.
: Iya bu!
INT. RUANG TAMU – PAGI
Pak Mardi
: Nah, nak Ramlan ini Mae anak Babeh.
Ya udah ngobrol-bgobrol ya, Babeh ke belakang dulu.
Mae
: Bang Ramlan kerja apa?
Ramlan
: Guru SMP
(Mae membayangkan jadi istrinya Ramlan yang hanya diberi uang
bulanan lima ribu rupiah)
Ramlan
:
Tapi
jangan
khawatir,
gaji
saya
emang
sedikit tapi saya rajin ngasih les.
(bapak dan Ibu mengintip dari anak tangga)
Bu Mardi
:
Pak,
sepertinya
nak
Ramlan
suka
sama
si
Mae.
Pak Mardi
: Mudah-mudahan aja bu.
Bu Mardi
:
bentar
lagi
tanggung
beralih ke nak Ramlan.
jawab
kita
akan
Pak Mardi
: Bu kok nggak pegangan sie…
Bu Mardi
: Belum, bentar lagi.
Mae
: sebentar dulu ya bang ya. (Mae naik tangga
menuju kamarnya)
(Mae memberi isyarat dengan sapu tangan merah kepada Beni
yang ada di sebrang jalan samping kamarnya. Tiba-tiba ibunya
Mae masuk ke kamarnya)
Bu Mardi
: Gimana, kamu suka?
Mae
:(dengan gugup menjawab) yaa.. Mae sie kalo
ibu sama Bapak seneng Mae juga seneng ko.(Ibu
puas dengan jawaban Mae)
27.
EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – PAGI
Beni, Guntoro dan Eman menutup jalan ke luar kampung dengan
rantai besi.
Ramlan
: Mas misi mas mau lewat.
(namun mereka tak bergeming)
Ramlan
: Mas…
(Ramlan ditarik ke lorong jalan sempit oleh Buntoro, Beni dan
Eman)
Eman
: gua nggak akan biarin si Mae kawin sama
orang seperti loe!
Ramlan
:
Denger-denger
di
sini
ga
ada
yang
mau
sama dia.
Beni
Guntoro
Eman
Ramlan
28.
: (marah) sembarangan lu, lu menghina lu. Eh,
denger ye.. si Mae itu primadonanya kampung
ini.
: Ratu kecantikannya kita
: Anak raja dari mana lu, anak sultan dari
mana lu?
: Bukan saya bukan anak raja
Eman
: Kita ga bakal biarin
dipersunting sama lu.
Beni
: Karena lu bukan anak raja makanya lu
pulang sekarang ya.. jangan pernah balikbalik kesini ngerti nggak?!
INT. RUANG MAKAN – PAGI
Bu Mardi
: Pak kopinya pak (teriak)
anak
gadis
kami
(Ibu
kembali
ke
dapur,
tiba-tiba
Mae
turun dari
kamarnya
langsung nyamber kopi bapaknya dan pergi ke luar menuju base
camp. Namun di depan rumah Mae bertemu dengan orang yang
bernama
Kamin
yang
berkendaraan
motor
bebek
yang
setipe
seperti motornya Ramlan, Mae menyapa tetangganya dan pria itu
bertanya pada Mae)
Kamin
:
Mbae,,
mbae,,
sebentar,
mbae
saya
sedang
mencari rumah dari pada bapak Mardi, yang punya
dari pada puteri yang bernama Maemun, ada?
Mae
: Itu..tu.. rumahnya tuh. Masuk aja. (Mae sambil
berlalu) dari pada…?
29.
EXT. BASE CAMP – PAGI
Mae
: Pagi-pagi gini calon jodoh gua yang kedua udah
dateng.
Guntoro
: yang ini lo suka nggak?
Mae
: Tampang sie rata-rata. Sama ama yang kemaren,
naek motor bebek. Palingan tukang service aki,
mentok-mentok
tukang
ojek.
Ya
udah
lah
gua
jajakin dulu.
Guntoro
: Inget ya Mae jangan sampe lo jual murah, kita
yang tersinggung.
Mae
:
Eh,
liat-liat
kode
dari
gua
ya!
(sambil
berlalu)
30.
INT. RUANG TAMU – PAGI
(Mae
datang
menemui
calon
keduanya
dengan
pakaian
perempuannya)
Kamin
Mae
: yang tadi?
: Yang bawa kopi… (pria itu mengangguk) Oh, itu sie
sepupu saya.
Kamin
: syukur
(Bu Mardi dan Bapak kembali mengintip di anak tangga)
Pak Mardi
: Saya punya firasat kalo si Kamin ini jodoh si
Mae.
Bu Mardi
31.
: Saya juga pak.
EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – PAGI
Guntoro
: Enak aja lu ye, si Mae ga akan kawin sama
model pelawak kaya lu gini, tau nggak!
Kamin
: Kalo dia mau dari pada saya?
Eman
: Eh, ngaca lu pake kaca mata spion. Denger
ya,
kalo
bukan
anak
raja,
kalo
bukan
anak
sultan, kampung ini baru mao ngelepas si Mae,
si Mae itu primadona kampung kami.
Guntoro
: Ratu kecantikan kita.
Beni
: Lu anak sultan dari mana, lu ana raja dari
mana?
Eman
: Jawab.
Kamin
: Bukan, saya hanya orang dari pada biasa.
Beni
:
Dari
pada-dari
pada…!(Kemudian
Beni
langsung memukul Kamin yang didikuti Guntoro
dan Eman)
Kamin
pun
pulang
dengan
menuntun
motor
bututnya
dengan
terbirit-birit.
Guntoro
: Makan tai.
Beni
: tampang kaya bakpau mau kawin ama si Mae.
Kawin ama kambing.
SEQUENCE 4
32.
INT. RUMAH DUKUN – SIANG
Karena calon yang datang untuk Mae tidak pernah kembali, Pak
Mardi
dan
Bu
Mardi
mengambil
ikhtiar
lain
dengan
jalan
meminta pertolongan dukun.
Bu Mardi
: Calon-calonnya selalu mudur.
Dukun
: Saya akan diagnosa dulu masalahnya. (mulai
dengan
mantra-mantra
gunanya)Berat,
ada
tiga
makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu
kawin. Tiga makhluk halus itu akan saya jodohin
sama jin-jin peliharaan saya. Untuk jodohin jin
itu saya perlu biaya.
Pak Mardi
: Ade-ade saya udah siapin.
Dukun
: Trus bawa puteri ibu ke
mari, nanti saya
sarati, akan saya mandiin dengan air kembang
supaya makhluk halusnya ga nempel lagi.
33.
INT. RUANG MAKAN – PAGI
Mae dan ketiga temannya sedang sarapan di ruang makan rumah
Mae, dan bersiap-siap untuk perjalanan jauh menuju rumah
dukun tersebut.
Bu Mardi
: Beni, Gun sama Eman makasih ya, udah mau
nemenin si Mae, soalnya Bapak sama Ibu udah
cape.
Beni
: Tenang aja bu, serahin aj ke kita.
Pak Mardi
:(sambil memperlihatkan photo dan rute jalan
rumah
dukun
minta
hati-hati.
ngelewatin
tersebut)
jalan
Ni
Sekali
petanya
yang
lagi
ni,
susah,
lu
lu
rawa,
gua
bakal
hutan-
hutan dan ini rumahnya.
Mae
34.
: Ya udah, pamit Bu, Pak.
EXT. PEGUNUNGAN – PAGI, SIANG, SORE.
(di tengah perjalanan)
Guntoro
: kita lewat hutan pinus dulu (sambil melihat
peta)
Eman
: kita istirahat dulu ye…!
Mae
: Depan aja depan
(lalu mereka istirahat)
Eman
: Mae, lu serius banget ya untuk urusan jodoh
ini?
Mae
: Gimana ya Man ya.. sebenernya sih gua masih
pingin lebih lama ama lu-lu pada. Cuman di satu
sisi gua ngebebanin nyokap gua.
Beni
: oo, jadi lu ngerasa ngebebanin nyokap lu Mae?
Mae
: ya iyalah, udah seumuran gini gua masih juga
belum jadi orang yang berguna, sarjana lagi!
Guntoro
:
Ah,
sarjana?
Mae-mae,
sarjana
nganggur
ga
berguna kaya kita gini banyak Mae.
Beni
: Banyak Mae.
Eman
:
Sorry
ya,
gua
bukan
nggak
berguna,
gua
frustrasi. Mustinya teh gua kuliah politik. Eh
malah dimasukin pesantren ma bonyok gua. Syaraf
ga?
Beni
: Eh, artinya lu tetep aja ga berguna. Arwah
pahlawan udah nangis ngelihat muka lu nyet!
Eman
: Arwah pahlawan ngakak ngelihat muka lu tuh,
pingin jadi petinju malah kuliah pertanian.
(mereka melanjutkan perjalanan mereka)
Guntoro
: nah, tuh dia tuh rumahnya nih. (mencocokan
rumah
yang
diberikan
mereka
Bapaknya
lihat
Mae,
dengan
photo
setelah
itu
yang
mereka
melihat ada bus Jakarta melintas…)
Guntoro
: Peta bokap lu ini peta tahun kapan
Wah
gawat
nih
dukun
super,
sie Mae?
asmara,
jodoh,
karir, santet. (membaca papan bacaan di rumah
dukun tersebut).
Beni
: Belum tentu lua dapet jodoh.
Guntoro
: Wah, liat tuh yang dateng tajir-tajir Mae.
(melihat
sekeliling
yang
ada
di
rumah
dukun
itu)
35.
INT. RUMAH DUKUN – SORE
Mae
: Hah, dimandiin?
Dukun
: Itu syaratnya.
Mae
: Udah sini ramuannya, mandi sendiri aja dah di
rumah dah.
Dukun
(lalu
: Dukun yang mesti mandiin.
mae
pun
menyetujui,
akan
tetapi
setelah
di
kamar
mandi…)
Dukun
:
Astaga.
Kamu
cantik
sekali,
bagaimana
bisa
kamu tidak dapat jodoh.
Mae
: Buruan kerjain deh, biar cepet pulang nich!
Dukun
: Dasar rejekiku, kamu jadi istri ku aja ya?!
(mulai kurang ajar)
Mae
:
Eh,
kamu
ngapain
sie,
Eman,
Guntoro,
Beni!
(teriak)
(masuk mereka bertiga dengan mendobrak pintu kamar mandi)
Guntoro
: Woy, kenapa lu Mae?
Mae
: ini dukun mau ngegagahin gua.
(dan dukunpun dihajar mereka)
36.
INT. RUANG TENGAH – MALAM
Bu Mardi
: Mae,,Mae,, sini Mae! Gimana?
Pak Mardi
: Ada lagi syarat dari dukun ga?
Mae
: Katanya calon-calonya kurang bermutu.
Bu Mardi
: Maksudnya?
Mae
: yak kan yang selama ini bapak ama ibu undang
kan orang yang sama-sama satu tipe, naek motor
bebek. Palingan juga kalo nggak guru, palingan
tukang
ojek.
(Mae
berlalu
meninggalkan
orang
tuanya)
Bu Mardi
:
Pak,pak,,
si
Mae
itu
seleranya
tinggi
Pak.
Kali Ibu ga salah inget Bapak kan punya temen
yang itu-tu, yang anaknya olahragawan. Mending
itu pak!
37.
EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – SIANG
Calon ketiga untuk Mae datang, namun kali ini pemuda yang
bertubuh gegap gempita.
Bobi
: Eh, sini-sini… sini! (memanggil Eman)
(Eman mendekati)
Bobi
Eman
: Lu tahu rumah Pak Mardi?
38.
: Oh, Pak Mardi, yang anak cewenya geulis –
Bobi
: Cakep ya?
Eman
: Primadona Nyet,
Bobi
: Apa lu bilang?
Eman
: Mas,, primadona, direbutin…
cakep.
INT. RUMAH MAE – SIANG
Mae
: Pemain bulu tangkis ya bu?
Bu Mardi
: Tau, yang penting olahragawan. Pembalap kali.
Mae
: Pembalap?
(Mae ditarik Ibu untuk segera menemui Bobi. Sementara itu
Bapak berbincang-bincang dengan Bobi di ruang tamu sambil
menunggu Mae)
Pa Mardi
:
Nak
Bobi,
maaf
ya..
makan
apa
aja
nih?
(memegang tangan Bobi yang berotot)
Bobi
: Sama aja sam yang lain. Cuma porsinya aja yang
banyak. Telur selusin sehari, tapi putihnya aja
beh.
Pak Mardi
: Kalo gitu kuningnya buat si Mae ya?
Bobi
: Kalo daging itu dua kilo, bener-bener daging
tapi nggak pake lemak.
Pak Mardi
:
Bisa
gemuk
si
Mae,
tapi
ga
apa-apa
deh
(pelan). Kalo tulangnya pegimana?
Bobi
: Kalo lagi ga ada dana sie ceker ayam juga saya
makan beh.
Pak Mardi
: Bobi seleranya oke juga sampe ke ceker-ceker,
berarti rakus ya?
39.
EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – SIANG
Guntoro
: Terus terang gua ga suka si kingkong itu jadi
calonnya si Mae tuh,. Bis badanya gedean dia.
(Sambil berlaga memamerkan otot tangannya)
Eman
: Kasihan si Mae ya…
Beni
: tapi kalo si Mae’nya suka gimana?
Guntoro
: Nggak akan suka, yakin gua si Mae ga akan
suka.
40.
Beni
: Iya sih gua juga yakin sih.
Eman
: Ya iyalah.
INT. RUANG TAMU – SIANG
Mae
: Atlit ya?
Bobi
: iya
(Seperti biasa bapak dan Ibunya Mae sibuk mengintip di anak
tangga)
Bu Mardi
:
Itu badan gede banget!
Pak Mardi
:
Makannya
bu
telur
terus
setiap
hari,
tapi
putihnya doang, kuningnya si Mae yang makan.
Bu Mardi
: Aduh pak, pegimana nih?
Pak Mardi
: dari pada die ga kawin mendingan dia makan
kuning telur terus setiap hari.
(Mae
kembali
memberikan
isyarat
dengan
sapu
tangan
merah
kepada Beni yang sudah stanby dan kembali ke ruang tamu)
Bobi
: Saya pamit dulu ya, biasa da tugas ngawal bos.
Minggu depan saya kesini lagi.
Pak Mardi
:
Babeh
Cuma
pesen
jangan
telor
ayam,
telor
soang.
(Bobi salaman dengan erat dengan pak Mardi, sampai-sampai pak
Mardi kesakitan dan hendak bersalaman dengan Ibu dan Mae)
Bu Mardi
: Bukan mukhrim
Mae
: Mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya
(peace)
41.
EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – PAGI
Bobi
: Ada apa nih?
Beni
: Ngobrol sebentar bos. Kita anak-anak sini mas,
ga suka kalo ada anak-anak kampung luar ngacakngacak kampung kita.
Eman
: Ya benar!
Boby
: Maksud lu?
(Kembali terjadi keributan, namun kali ini mereka bertiga
terkapar kemudian Bobi diserang warga kampung itu)
SEQUENCE 5
42.
INT. KANTOR POLISI – SORE
Polisi
: Saudara Bobi, keluar!
Bobi
: Saya ini jadi korban pak, kenapa saya yang di
sel pak?
Polisi
: Yang mukulin kamu itu ada banyak orang, ga
bakal muat di sini. Dah sana keluar kamu.
Bobi
: Bos,
Rendi
: Ini yang gua ga suka, mentang-mentang badan
gede, trus ga pake otak…
Bobi
: Gua dihina bos, sama orang kampong lagi bos.
Rendi
: Lu sie mennya di kampung!
Bobi
: Ya saya nyamperin cewe ke kampyng itu bos.
Rendi
: Urusan cewe lagi!
Bobi
: Anak-anak kampong itu keberatan bos. Anak raja
dari
mana
saya,
berani-beraninya
anak
sultan
nyunting
si
dari
Mae.
mana
Saya
saya
kesel
banget bos! Saya kesel banget bos! Saya hajar
mereka bos (masih emosi lalu memecahkan meja)
Rendi
: Tenang Pak, nanti mejanya saya yang ganti Pak.
Mereka Tanya lu anak raja dari mana, anak sultan
dari mana gitu?
43.
Bobi
: ia bos.
Rendi
: Pasti dia gadis yang istimewa ya?
INT. RUMAH SAKIT – PAGI
Mae menjenguk tiga sahabatnya di Rumah Sakit, akibat dipukuli
Bobi kemarin.
Mae
: Gun-gun apa yang sakit?
Guntoro
: Aduh Mae, tangan gua remuk Mae.
Mae
: sorry-sorry ya…
Beni
: Mae,
Mae
: Beni… sebentar ya Gun ya! Aduh Beni kenapa?
Beni
:
Gua
ga
bisa
nengok
lu
sebelah
sini
Mae
(menyuruh Mae pindah posisi)
Eman
: Mae,
Mae
: Aduh, gua lupa kalo punya temen satu lagi.
Eman
: Mae, ko gua dilewat sie Mae…, aw pinggang gua
sakit nih. (saat mae memegang pinggangnya)
Mae
: Nie,nie, gua bawain buat lu. Gua kupasin ya..
(mengupas jeruk)
Beni
: Mae, Mae, gua duluan tadi yang mau jeruk Mae..
Guntoro
: Mae, Mae, tangan gua juga butuh jeruk Mae!
(Mae repot)
44.
INT. RUMAH RENDI – SORE
Mama Rendi
:
(Menerima
Rendinya
telepon)
masih
belum
Aduh,
ia
pulang.
tuh
darling
Katanya
sih
ke
kantor polisi, kamu udah coba telepon ke HPnya.
Eh, kenapa-kenapa.., enggak bukan kamu sayang.
Ya,,ya,, nanti kamu coba telpon aja lagi, iyaiya
nanti
tante
sampaikan.
(telepon
ditutup)
Rendi! (memanggil Rendi yang baru pulang) Itu
barusan Kania, cewe ke dua belas yang telepon
kamu berturut-turut selama tiga bulan terakhir
ini. Kamu itu maunya apa sih? Apa harus tunggu
cewe ke dua puluh delapan?
Rendi
: Bukan itu mah. Mereka semuanya sama. Heran,
orang tua sekarang mendidik anaknya dengan cara
yang
sama.
Jangan-jangan
mereka
membaca
buku
cara mendidik anak dengan pengarang yang sama
lagi.
Mama Rendi
Rendi
: Kamu tuh maunya yang kaya apa?
:
Yang
tantangan
original,
tapi
yang
beda,
berkualitas.
yang
Ya,,
penuh
pokoknya
gitulah!
Mama Rendi
: Mama ga ngerti, ngomongin calon isteri ko kaya
ngomongin teka teki silang.
Rendi
Mama Rendi
: Udah lah mah.
: Kamu itu kan mau balik ke Amerika. Pokoknya
mama nggak mau ya kalo kamu sampe kawin sama
bule!
45.
EXT. BASE CAMP – SIANG
Mae
: Man, lu masih pucet lagi.. ngapain sie buru-buru
keluar dari rumah sakit
Eman
: Ya.. habis Beni ama Guntoro keluar duluan, gua
nggak betah euy!
Mae
: Lu juga Gun, Ben masih pucet. Lu berdua ngapain
sie buru-buru pulang, kenapa nggak nungguin Eman?
Guntoro
: Yailah Mae, kalo duit gua banyak, gua juga mao
lama-lama di rumah sakit. Orang susternya cakepcakep.
Beni
: Sari… sari… (dengan buah dada besar)
Eman
: Sari? Sari siapa ya?
Mae
: Stok jodoh gua udah abis tuh. Berarti lu semua
ga bakal kawin.
46.
EXT. JALAN DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – SIANG
Rendi
: Bob,, Bob,, yang soal
Bobi
: Rumanya lewat gang situ bos.
Rendi
: Namanya May kan?
Bobi
: Mae
Rendi
: Nama Bapaknya?
Bobi
: Pak Mardi Bos.
Rendi
: Cakep nggak bob?
Bobi
: Belum pernah saya ngeliat cewe secakep itu
Bos.
Rendi
: Bob, sebenernya kan lu yang suka, kalo
ternyata gua suka sama dia dan dia suka sama
gua, lu ikhlas ga?
Bobi
:
Ikhlas
banget
bos.
Tapi
yang
saya
khawatirin keselamatan Bos.
beginian mah ga pake otot, tapi pake otak
dan pake seni. Udah lah pulang sana.
Bobi
47.
: Pulang? Serius Bos?!
INT. RUANG TAMU – SIANG
Bu Mardi
: Kata si Mae calon-calonnya ga mutu, tapi kan
kita nggak punya kerabat orang kaya Pak. (menagis)
Pak Mardi
: Ya udah, emang nasibnya si Mae jadi perawan tua
mao apa lagi
Bu Mardi
: Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?!
…
(tiba-tiba ada yang datang)
Rendi
: Permisi. (Bu Mardi dan Bapak menghampiri) Bu
Mardi, dan tentu ini Pak Mardi? (bersalaman)
Pak Mardi
: Iya saya pak Mardi, tapi maaf saya nggak mao
jual tanah saya, saya masih punya tabungan.
Rendi
: Apakah penampilan saya seperti makelar tanah?
Bu Mardi
: Jadi anak ini?
Rendi
: Begini, saya dengar kampung ini menyimpan harta
karun yang berharga, semacam permata yang belum
digosok.
Pak Mardi
: Ooh ngert-ngerti, dia nyari barang antik. Tapi
saya nggak punya, dulu saya punya keris tapi saya
udah jual.
Rendi
:
Oh
bukan.
Maksudnya
sesuatu
yang
hidup
dan
sesuatu yang bernyawa.
Bu Mardi
: Peliharaan juga nggak punya.. nggak ada.
Pak Mardi
: Iya nggak punya saya…
Rendi
:
Bukan-bukan,
makhluk
yang
diciptakan
Tuhan
paling sempurna, yang sejak kecil Bapak dan Ibu
asuh
dengan
penuh
kasih
sayang.
Yang
waktu
kecilnya lucu dan menggemaskan, lalu setelah besar
menjelma menjadi gadis cantik indah dan mempesona.
Pak Mardi
:
Oh
maksudnya
anak,
saya
punya
ank
perempuan
satu-satunya tapi nggak begitu-begitu amat!
Bu Mardi
:
Nggak
hebat-hebat
banget
malah
sering
ngerepotin.
Rendi
: Saya suka ini, saya suka sikap rendah hati dan
humor seperti ini. Di lingkungan saya nggak ada
yang seperti ini, hanya di kampung seperti ini.
Pak Mardi
: Ni maaf nie, ngomong-ngomong maksud sodara apa
nih?
Rendi
: Nama saya Rendi, mohon diperkenankan untuk kenal
putri Bapak dan Ibu Primadona kampong ini.
Bu Mardi
: Salah ini mungkin salah…
Pak Mardi
: saya rasa anak bang jali kali?
Rendi
: Semua sudah saya tanya, hanya bapak dan Ibu yang
punya gadis bernama Mae, pasti nggak salah lagi.
Setelah itu Ibu menyuruh Mae pulang dari Base Camp-nya, Ibu
menarik tangan Mae agar jalan Mae lebih cepat.
Bu Mardi
: Buruan Mae!!!
Mae
: Siapa sie Bu, anak temen Ibu ya…
Mae
terkejut
depannya.
ketika
Begitu
melihat
juga
pria
dengan
tampan
Rendi,
yang
sudah
ada
takjub
di
dengan
kesederhanaan Mae. Mae salah tingkah karena kegirangan.
48.
EXT. BASE CAMP – SIANG
Eman
: Eh, kayaknya ga perlu ngelihat isyarat ya…
Beni
: Buat formalitas aja Man, Udah gih sana gih!
Eman
: Kan biasanya lu Nyet.
Beni
: Dibilang buat formalitas doang Man, biar sie Mae
nggak kecewa.
49.
Eman
: Tapi kali ini lu yakin kalo warnanya merah ya?
Guntoro
: Berisik amat sie, udah sana cepetan
Beni
: Bawel!
INT. RUANG TAMU – SIANG
Mae membawakan secangkir minuman buat Rendi, dengan malu-malu
Mae berkata:
Mae
: Diminum bang!
Rendi
: Iya terima kasih
Tiba-tiba Mae ingat kalau dia harus memberikan isyarat pada
temannya, dan Eman sudah stanby di tempat biasa Beni menunggu
isyarat. Namun kali ini Mae akan memberikan simbol berwarna
hijau tanda setuju. Mae mencari seseuatu yang berwarna hijau,
tetapi cuma ada pada taplak meja yang ada di ruang tamu.
Mae
: Diminum lagi bang!
Rendi
: Udeh-udeh.
Mae
: Diminum lagi aja bang, makan juga nggak apa-apa.
(sembari menyodorkan cangkir dan toples-toples yang
berisi makanan kepada Rendi)
Rendi
: iya-iya…
Mae
: Ini taro di sini ya Bang, biar deket. Pinjem ya
bang ya! (membawa lari taplak meja untuk ditunjukkan
kepada Eman)
Mae
: ijo,, ijo,, ijo,, Eman.
Eman
: Aduh, ah goblok ih! (penglihatan Eman berwarna
merah). Yee.. Pasti merah!
Rendi
:
Dua
hari
pertandingan
lagi
saya
tinju.
jemput
Sampe
lusa
ya,.
Kita
nonton
kalo
gitu.
(Rendi
pamit)
50.
EXT. BASE CAMP – SIANG
Eman
: Merah-merah,, yakin gua!
Beni
: Ah, kita juga udah tau Man!
Eman
: tapi, merah apa ijo ya?!
Guntoro
: Eh, lu jangan macem-macem. Si Mae belum mau kawin,
dia itu masih mau main sama kita! Udeh..
51.
EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – SIANG
Guntoro
: Eh, itu dia tuh orangnya!
Rendi
: Misi,,
Guntoro
: Eh pecun, ikut bentar yu!
Rendi
: Ada apa nich?
Beni
: Eh, dari mana lu?
Rendi
: Ada aja…
Eman
: Kita tau lu ngincer anak sini, iya kan?!
Rendi
: Iya betul. Gua suka sama dia dan dia juga suka
sama gua, itu fare kan,, nggak ada yang dirugiin.
Guntoro
: Bukan itu soalnya, masalahnya lu pantes nggak?
Beni
: Ngaca!
Rendi
: Oh,
Eman
: Eh, anak raja mana sia teh?
Beni
: Anak sultan dari mana lo berani-beraninya nyunting
si Mae?
Rendi
: Men, gua bukan anak raja, gua juga bukan anak
sultan. Tapi gua cinta.
Eman
:
Eh
kentut
lu
ye,,
kampung
ini
nggak
bakal
ngelepasin si Mae. Pergi sana!
Rendi
: Tapi ini urusan dua orang mencinta, bukan urusan
kampung!
Guntoro
: Eh.. ini urusan kampung dong. Dia itu primadona
kampung
ini,
dia
juga
ratu
kecantikan
kita.
Dia
harus dapet jodoh yang baik.
Rendi
: Ya.. saya lah orangnya.
Beni
: Belagu ya lu! Mendingan lu pulang cepet sono, dari
pada kita pake bahasa kekerasan.
Rendi
: Dah nggak zaman pake kekerasan. Mari kita bicara
dengan akal sehat!
(Beni dan yang lain sewot)
Rendi
:
Sabar
dulu
dong,
santai,
tenang.
Yang
pake
kekerasan itu cuma orang primitif. Mari kita bicara
nilai tambah kampung ini kalo gua kawin sama Mae.
Guntoro
: Maksud lu apa? (menarik kerah baju Rendi)
Rendi
: Gua ngerti kenapa anak-anak sini gampang emosi,
sedikit-sedikit
mau
pake
kekerasan,
nganggur
frustrasi ga ada lapangan kerja.
Beni
: Eh lu ngehina ya…
Rendi
: Eh men kalo ku punya masa depan yang bagus, lu
nggak akan suka sama kekerasan. Bener ga?.. Gua bisa
tampung anak-anak pengangguran di sini di perusahaan
gua.
(Beni, Guntoro dan Eman mulai percaya)
Guntoro
: Lu tunggu di sini sebentar ye, jangan kemana-mana
ye! Jangan pergi!
Eman
: Jangan kabur ye!
Beni
: Gua rasa ada lowongan kerjaan nie buat kita.
Guntoro
: Eh, setan bener nggak benderanya merah?!
Eman
: yaelah lu lagi nanya gua, khan dia yang bilang itu
Cuma formalitas (menunnjuk Beni)
Guntoro
: Gini aja deh, kita bilang sama si Mae kalo lakilaki ini cukup berbobot.
Beni
: Aduh kenapa gua nyuruh lu ya…
Eh, lu serius mau menampung, menyalurkan bakatbakat kita? (kepada Rendi)
Rendi
: Iya
Beni
: Wah, tapi si Mae suka nggak ya???
Guntoro
: Kita biarin pergi aja deh..!
Eman
: Eh, kalo kita abiarin dia pergi karena si Mae
nggak suka itu wajar, tapi kalo dia datang lagi
kesini nawarin kerjaan buat kita trus kita mao dan
si Mae tau, muka kita mao ditaro di mana?
Beni
: Bener juga sie…
Rendi
: Guys, gimana… berundingnya jangan kelamaan!
Beni
: Ok, kita udah kelar nih! Gini aja deh, mendingan
lu pulang sekarang sebelum kita pake kekerasan!
Rendi
: Tapi kalian juga harus tau, kalo gua nggak takut
mati!
Eman
:
Eh
pecun,
orang
kayak
lu
masyarakat. Balik sono balik!
ye
masih
dibutuhin
Rendi
: Gua udah bilang gua nggka takut mati. Gua baru
aja ketemu sama orang yang istimewa, gua nggak
rugi mati. Bunuh gua!
Guntoro
: Bunuh lu? Nggak perlu. Soalnye kita juga takut
dosa ye… (langsung memukul Rendi)
52.
EXT. BASE CAMP – SORE
Guntoro
: Mae, kenapa lu?
Mae
: Gua mau nonton tinju. Lu mau ikut khan… gua bakal
dijemput cowo.
Beni
: Ama siapa Mae?
Mae
:
Cowo
tadi.
Udah
kelihatannya
cakep
dan
juga
kelihatannya kaya.
Beni
: Mae, dia emang kelihatannya sie kaya sie Mae,
cuman kalo…
Mae
: Ssssttt,, gua kayaknya nggak bisa ngarepin lebih
dari ini deh. Kayaknya gua bener-bener jatuh cinta.
Ssstttt,,, denger-denger (tangan guntoro diletakan
di
dada
Mae),
dengerin
gal
u?
jantung
gua
tuh
berdebar. Saking kencenganya.
Guntoro
: Mae tapi Mae…
Mae
: Ssssttt,, seandainya miskinpun gua nggak peduli.
Inilah yang namanya jatuh cinta!
Guntoro
: Dia kaya sie Mae, tapi gini Mae,,
Mae
: Lu pada kenapa sih? Hah… kan kalo gua juga nikah,
lu, lu dan lu juga bisa nikah. Trus masalahnya apa?
Beni
: Enggak gini e,,, kalo menurut gua sih Mae, gimana
ya Mae… anak itu nggak cocok ama lu Mae.
Guntoro
: Iya-iya betul ga cocok!
Mae
: Heh, yang nentuin gua jatuh cinta itu gua. Dan gua
tuh ga bisa hidup tanpa dia!
(Situasi mencekam)
Eman
: Demi Allah E (Panggilan Mae oleh Eman) gua kirain
benderanya
merah
E,
demi
Allah
gua
ga
boong
E,
sumpah!
Mae
: Lu emang nggak pengen kan, lu emang ga pengen kalo
gua pengen punya jodoh. (Mae menangis)
Beni
: Lu sie Man, kalo ijo bilang ijo.. kenapa lu bilang
merah.
Guntoro
: Tau lu!
Eman
: Biasanya lu ye… biasanya lu yang lihat isyarat.
Bukan gua ya njing. Lu jangan mojokin gua depan si
Mae ya! Si tai ini yang bilang sama gua itu cumin
buat formalitas. Si tai ini yang bilang ama gua kalo
warnanya pasti merah.
Guntoro
: Tapi kalo ijo, lu bilang ijo jangan merah donk.
Gampang kan!?
Beni
: yang buat kita bingung itu…
Eman
: Aaaahh,, anjing kalian semua anjing tau nggak! Gua
tau lu semua pingin gua ngaku kalo gua buta warna
khan?!
Beni
: astaga! Lu tuh buta warna Man?
Guntoro
: Lu buta warna?
Beni
: Gua nggak akan nyuruh lu Man kalo yau lu buta
warna.
Eman
: Gebleg ye,, lu tau Ben, lu tau kalo gua buta warna
dan
lu
juga
(Guntoro).
Kurang
ajar
lu
ye
temen
sendiri digituin?! Gua tuh tau kenapa kalian jadi
gini, kalian tuh Cuma nggak siap untuk ditinggalin
ama si Mae. Iya khan…?
Beni
: Iya Mae, gua emang ga mau kehilangan lu.
Guntoro
: Mae sorry Mae, gua juga nggak kebayang kalo lu
kawin gua Cuma tinggal ama dua lonte ini Mae.
Eman
: Gua nggak peduli, benderanya mau merah, mau hitam
gua akan tetep bilang merah (menagis), karena gua
sayang ama si Mae. Gua sayang ama lu Mae, gua nggak
mau kehilangan ama lu Mae! (Memeluk Mae dan akhirnya
mereka berempat berpelukan)
53.
INT. RUMAH RENDI – PAGI
Rendi
: Kata mereka ini akan jadi urusan kampung, mereka
bilang Mae cuma akan kawin dengan anak Sultan atau
anak Raja.
Mama Rendi : Kamu ga bilang kalo kita masih keturunan keraton.
Rendi
: Hah, keraton mana? Kok Mama nggak pernah cerita?
Mama Rendi : Haah, kamu ngarang-ngarang aja sendiri!
(Bobi datang)
Bobi
: Bos,
Rendi
: Ada apa?
Bobi
: Anak-anak di sini bos.
Rendi
: Siapa?
Bobi
: Anak-anak sini bos.
Rendi
: Anak-anak komplek?
Bobi
: Iya bos.
Rendi
: Ngapain mereka kemari?
Bobi
: Loyalitas bos.
Rendi
: Apa? Lu ngasih tau anak-anak? Malu-maluin aja lu
Bob, dasar gila!
SEQUENCE 6
54.
EXT. RUMAH RENDI – PAGI
Di
depan
rumah
Rendi
sudah
kumpul
teman-temannya
siap
menyerbu anak Kampung Jakarta.
Orlit 1
: Ren, si Bobi udah cerita semuanya mengenai hal
ini. Ini ga bisa dibiarin sob. Bener nggak Bob? Kita
harus bale, tau ga!
Orlit 2
: Ren,, Ren,, ini udah jadi persoalan buat kita
semua. Bener nggak?
Orlit 3
:
Betul,
orang-orang
kampong
itu
harus
dikasih
pelajaran.
Orlit 1
: Pukul aja, kita pukul tau ga!
Rendi
: Tenang-tenang… ini persoalan kecil
Orlit 4
: Ini namanya udah penghinaan Ren.
Rendi
: Sebenernya ini masalah pribadi.
Orlit 4
: Ga bisa gitu sob, ini udah jadi masalah kita,
masalah
komplek
kita
ya
nggak?
Udah
hajar
aja
sekarang.
Rendi
: Kita orang beradab. Kita harus pake otak, gua
nggak perlu yang kaya gini.
55.
INT. RUMAH SAKIT – SIANG
Bu Mardi : Mae harus dapet jodoh Pak, kalo saya mati bapak
harus meneruskan ikhtiar kita ya Pak!
Pak Mardi : Bu jangan ngomongin mati deh. Saya nggak enak
dengernya. Mau bae ga sie… mati disebut-sebut!
Mae
: Pak ini airnya ya…
Bu Mardi : Mae, kalo Ibu mati, sementara kamu belum dapet
jodoh, Ibu pasti mati penasaran Mae.
Pak Mardi :
Eh
bu
denger
ye,
yang
udah
mati
ya
mati,
penasaran-penasaran. Kalo mati penasaran kaga matimati! Lu mao ga mati-mati.
Mae
: Ssstt,, Pak!
Pak Mardi : Mati disebut-sebut, kalo Death.
Setelah
mendengar
pernyataan
dari
Ibunya
itu,
Mae
jadi
kepikiran terus dan kelimpungan.
56.
EXT. TAMAN KOMPLEK – SORE
Orlit 4
: Bob, sie Rendi kenapa jadi kayak ayam sayur gitu
sih?
Bobi
: Gua juga heran, tapi kalo kita bawa masa lebih
banyak lagi dia pasti mau. Ya nggak?
Orlit 4
: Kita serbu aja tuh kampung, tanpa Rendi.
Orlit 1
: Jangan sob, tauran kita jadi ga legitimate ntar.
Orlit 3
: Bener-bener gua piker juga gitu.
SEQUENCE 7
57.
EXT. BASE CAMP – SORE
Beni, Guntoro dan Eman sibuk mencari jodoh buat Mae lewat
Koran.
Beni
: Kebetulan Mae,
Mae
: Gua harus nikah nih.
Guntoro
: Ya pasti Mae, ada loh, mayan banyak nih Mae.
Eman
: Salah satunya neng Mae pasti suka.
Beni
: Itu kita cari di iklan jodoh di Koran. (memberikan
list nama-nama jodoh kepada Mae)
Mae
: Gua ga butuh kayak ginian. Gua harus nikah sama
salah satu dari kalian.
Guntoro
: Lu becanda lu Mae.
Beni
: yang bener lu Mae?
Mae
: jadi lu pikir gua becanda…
Guntoro
: Mae bukan begitu Mae, kalo gua kawin ama lo, lah
kan kita temenan dari kecil, ntar kalo gua kawin ama
lo, rusak persahabatan kita.
Eman
: Bener kata si Gun, gua mah nggak kebayang nikah
sama lu. Kebayang ga sie malam pertama dia sama gua,
kaga tega.
Beni
: Kalo gua sie urusannya soal nafkah Mae, lu kan tau
kalo laki itu kewajibannya buat cari nafkah.
Mae
: Lu nggak usah ngomongin tentang nafkah, lu nikah
sama gua, gua beliin motor.
Eman
:
Ini
merupakan
kehormatan
gua
ye,
gua
sie
tersanjung apa lagi ini buat nyelametin orang tuanya
bener
ga,
ibadah
juga,
cumin
kawin
ama
Mae…
(ngeledek)
Mae
: Berengsek (Marah dan meninggalkan mereka)
Akhirnya demi solidaritas pertemanan mereka sekaligus untuk
menebus kesalahan mereka terhadapa Mae, mereka meminta izin
untuk menikah kepada ibu mereka masing-masing.
58.
EXT. RUMAH EMAN – SIANG
Eman
: Eman mao kawin mak.
Ibu Eman
: Nikah jeung saha?
Eman
: Ya,, Mae.
Ibu Eman
: Hah, Mae? Lu gelo maneh teh mah Mae, Man
Emak teh tau Eman teh sayang pisan jeung Ema,
Ame, saha eta…
Eman
: Mae
Ibu Eman
: Iya Mae, sami. Apa nggak terlalu kasar tuh
Man? Cari ke’ yang sedikit lembut gitu!
59.
EXT. RUMAH BENI – SIANG
Ibu Beni
: Jadi lu mao kawin? Ya udah kawin aja. Kan
lu udah dewasa.
Beni
: jadi,,
Ibu Beni
: Jadi tunggu apa lagi sie? Emang siapa?
Beni
: Mae
(Ibunya Beni kaget sampai hampir menjatuhkan toples permen
dagangannya yang sedang dibersihkan)
60.
INT. RUMAH GUNTORO – MALAM
Ibu Guntoro
: Ibu sie seneng kalo kamu berumah tangga,
mungkin
kamu
malah
jadi
rajin
cari
kerja,
terus kamu lupa jadi pelaut cita-cita kamu
itu. Tapi kalo mao cari isteri jangan kaya si
Mae
temenmu
itu.
Emang
sie
dia
anak
baik,
tapi untuk jadi calon isteri… eh, siapa nama
calonmu itu?
Guntoro
61.
: Nggak bu nggak,
EXT. BASE CAMP – SIANG
Mae
: Nyokap gua semakin parah.
Guntoro
: Mae,, Mae,, situ dulu ya! Kita mao ini, ya
gitu deh. Nanti kita kasih tau hasilnya.
(Guntoro, Beni dan Eman melakukan gambreng mereka yang kalah
berarti
mereka
Guntoro
yang
yang
harus kawin
kedapatan
harus
dengan
menikahi
Mae.
Dan
akhirnya
Mae,
tetapi
wajah
Guntoro kelihatan tidak senang)
Beni
Guntoro
: Eh, lug a ikhlas lu (Marah)
: Bukan gitu maksud gua.
Beni
: Panggil si Mae!
Mae
: Siapa yang jadi pendamping gua?
(Beni dan Eman menunjuk Guntoro)
Mae
: Ga mau gua kawin sama orang lemes ga ikhlas
kaya gitu! (Mae hendak pergi namun dicegah
oleh Beni dan Eman). Apaan… Lu liat ga, kalo
dia ga ikhlas kaya gitu!
Eman
Guntoro
: Ikhlas E ikhlas, Insyaallah ikhlas ye…
: Ikhlas Mae, gua ikhlas. Gua Cuma lagi pilek
Mae, lagi pilek.
Eman
: Tuh kan,,
Mae
: Bagus deh kalo gitu. Ini berita bagus buat
nyokap gua.
Guntoro
: Mudah-mudahan ini juga berita bagus buat
nyokap gue.
62.
INT. RUMAH GUNTORO – MALAM
Guntoro
: Ibu setuju?
Ibu Guntoro
: Kamu kan udah cerita semuanya sama ibu Gun,
ya
ibu
setuju.
Apalagi
kan
ibunya
si
Mae
sahabat ibu juga.
63.
INT. RUMAH SAKIT – PAGI
Dokter
:
Luar
biasa
kondisi
ibu
membaik
drastis.
Betulkan saya bilang obat terbaru yang saya
berikan kepada ibu betul-betul manjur.
Bu Mardi
: Salah, dokter salah. Anak saya Mae dokter,
dia
bawa
kabar
berita
yang
sangat
menyenangkan. Ini yang bikin saya bae.
Ibunya Mae dibawa pulang, tapi di sisi lain kondisi Guntoro
tiba-tiba sakit, dan harus di opname. Guntoro meminta Beni
atau Eman untuk menggantikan dia untuk menikahi Mae. Beni dan
Eman suit dan yang harus menggantikan Guntoro adalah Eman.
Pak Mardi
: Ibu sekarang ga usah mikir apa-apa lagi,
sekarang udah tenang, udah aman.
Beni
: Bu, mau ngomong sama Mae sebentar. Mae si
Guntoro sakit, Eman yang gantiin.
Mae
64.
: ya udah deh.
INT. RUMAH EMAN – PAGI
Ibu Eman
:
Mulanya
sie
mimpi
buruk
Pak
Mantri,
eh
mencret-mencret, muntah-muntah.
Mantri
: Ini harus di opname bu, permisi bu.
Ibu Eman
: Opname, eleuh-eleuh Man, Eman opname Man.
Opname
teh
tidur
di
rumah
sakit.
Lah
yang
bayar siapa Man?! Lier,,lier,, Ben urus tuh.
65.
Beni
: Lu kenapa lagi Man? Lu sakit banget Man?
Eman
: Lebih dari sakit Ben.
INT. RUMAH RENDI – SIANG
Mama Rendi
:
Jadi
udah
yakin
nih
kamu
mau
balik
ke
Amerika?
Rendi
: Iya mah. Lagian mau ngapain lagi di sini?
Lagian kan mama yang bilang kalo aku belum
siap pegang perusahaan.
Mama Rendi
:
Ya
habisnya
bertanggungjawab.
Coba
kamu
kalo
belum
udah
bisa
berumah
tangga? Pasti beda. Ya udah, mama ga apa-apa
kamu cari cewe bule, dari pada ga ada satupun
gadis di sini yang nyantol di hati kamu.
Rendi
: Nyantol mah nyantol. Tapi direbut orang.
Mama Rendi
: Ah gitu aj,, masa mu balik ke Amerika.
Emang bener direbut?
66.
EXT. JALAN DEPAN RUMAH MAE – MALAM
Rendi dan Bobi meneropong situasi rumah Mae dari atas pohon
dan melihat segerombolan orang.
Pak Mardi
:
Oh
iya
Beni,
Babeh
mesen
nih,
mulai
sekarang jangan banyak begadang. Asal lu tau
ya, Babeh ga nyangka kalo lu bakal jadi mantu
Babeh.
67.
Ibu Beni
: Calon besan, kita-kita mau permisi dulu.
Pak Mardi
: Terima kasih
Ibu Beni
: Sama-sama. Assalamu’alaikum
Pak Mardi
: Wa’alaikumsalam. Makasih ya Ben.
INT. RUMAH RENDI – MALAM
Rendi
: Salah satu cecunguk itu yang ngehajar gua
waktu itu ternyata ngincer si Mae. Ini ga fare, orang si Mae
suka ama gue. Lu tau Bob gua itu terpelajar, bertindak,,,
Bobi
: Pake otak,
Rendi
: Iya pake otak, nyatanya lu yang bener.
Bobi
: Kelamaan di satate bos. Jadi lu lupa cara
yang berlaku di Indonesia.
Rendi
68.
: Cara yang bagaimana?
EXT. RUMAH RENDI – PAGI
Rumah rendi telah dipenuhi oleh teman-teman kompleknya yang
siap
bertempur.
Kali
ini
masanya
lebih
banyak
dari
sebelumnya.
Bobi
: Inilah cara Indonesia Bos. Sahabat-sahabat
terbaik lu nunjukkin solidaritas mereka.
Orlit 4
: Eh Ren kalo lu duel waktu itu lawan anak
kampung satu-satu itu sie ok – fare, tapi lu
dikeroyok men, itu harus dibales.
Bobi
: Masalah lu masalah kita juga.
SEQUENCE 7
69.
INT. RUMAH BENI – PAGI
Akhirnya hari pernikahan puteri Pak Mardi beserta Ibu yang
telah lama dinantikan datang juga.
Eman
: Ciye kawin euy si Beni euy! Ternyata lu nggak
jelek-jelek amat ya Ben,,
Guntoro
: Nasib lu baik banget sie,, anak raja bukan, anak
sultan bukan, eh lu kawin ama si Mae.
Beni
: Lu juga sih pake sakit segala, jadi gua yang
ketiban pulun.
Eman
: Eh kualat sia.
Guntoro
: Eh, tapi gua jamin ya malam pertama lu pasti seru
abis!
Beni
: Gua sie ga balk tidur ampe pagi, gua bakal ketawa
terus.
70.
Guntoro
: Kalo lu bingung lu ajak aja main gaple.
Beni
: Atau nggak lu bisa join ama gua, berempat kita…
Guntoro
: Emang boleh?
INT. RUMAH MAE – PAGI
Bu Mardi
: Sebetulnya sayang si Mae kawin sama si Beni,
Pak Mardi
: Jangan ngomong begitu dong! Perkawinan ini yang
buat lu bae dari sakit lu. Itu namanya perkawinan
penuh berkah. Lu gimana sie? Anak ga ada jodoh
nangis, ada jodoh salah, cengeng lu!
Rombongan
keluarga
Benipun
datang,
dan
keluarga
Mae
siap
menyambut besan.
Beni
: Ini lu Mae?
Eman
: Geulis pisan si Mae pake kebaya merah. (padahal
kebaya putih)
Pak Mardi
: Ga’ nyangka gua Ben kalo lu bakal jadi mantu
gua. Kalo gua pikir-pikir bisa gila gua Ben. Tapi
ga ape-ape. Duduk!
Beni
: Saya juga nggak nyangka Beh bisa jadi menantu.
Pak Mardi
: Pak penghulu, Pak Sini pak!
Penghulu
: Ya saya,, saya,, saya tunggu dari tadi nie.
Mae
: Udah apal belom lu?
Beni
: Udah tenang aja.
Guntoro
: Eh sekarang jangan lu-gua,lu-gua dong… kang mas.
Beni
: kang mas pale lu. Emang gua jawa.
Penghulu : Pada hari yang baik dan penuh barkah ini, kita
akan
Mamat
laksanakan
Soleh
Sebagaimana
pernikahan
dengan
kita
saudara
Maemun
ketahui
binti
bersama,
kita
Beni
Sumardi
rukun
syahnya nikah. Rukun nikah itu ada lima,,,
bin
ya…
syarat
71.
EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – PAGI
Di rumah Mae akan dilangsungkannya pernikahan namun di sela
waktu
itu
anak-anak
komplek
tempat
Rendi
tinggal
datang
menyerbu anak-anak kampung Jakarta.
Orlit 4
: Apaan nih, jadi Cuma segini doang!
Orkam 1
: Ada apa Bapak-bapak.
Orkam 2
:
Tenang-tenang,,
bentar
dulu,
soal
perang
itu
gampang, tapi kita mau tau persoalan ini apa?
Orlit 5
: Anak komplek gua udah dihina ama anak kampung lu.
Orkam 3
: Eh siapa yang ngehina anak komplek lu?
Orlit 2
: Saudara Rendi telah dihina dan telah dipermalukan
oleh anak akmpung sini. Kami datang ke sini mau
nuntut balas.
Orkam 3
: Kaga mungkin. Anak-anak kampung sini pada sopansopan. Semuanya budi pekertinya baik, etikanya bener
PKK-nya apalagi! Bener ga temen-temen?!
Orlit 3
: Eh lu semua emang orang ga berpendidikan ye, ga
punya
otak.
PKK
sampe
dibawa-bawa
segala.
Dasar
kampungan!
Orkam 1
: Pendidikan anak-anak sini emang gad a yang tinggi
cing, tapi di sini ga ada yang nyolong, ngerampok,
apalagi korupsi.
Orkam 2
72.
: Pake sabu apalagi jadi Bandar narkoba.
INT. RUMAH MAE – PAGI
(Dan akhirnya pertempuranpun terjadi sedangkan di rumah Mae
sedang berlangsung pernikahan Mae dan Beni)
Beni
: Saya terima nikahnya teman saya ini…
Penghulu
: Astagfirullah, stop… stop… bukan, aduh!!!
Pak Mardi : Lu pagimana sih, itu bakal bini lu.
Beni
Penghulu
: Tapi dia kan emang teman saya pak?!
: Iya,, iya,, tapi nggak usah disebut-sebut di
dalam redaksi ini, dalam ijab-qabul nggak ada itu.
Guntoro
: Eh kalo ga bisa biar gue aja deh!
Bu Mardi
: Gun nggak maen-maen ini.
Guntoro
: Udah tiga kali loh…
Pak Mardi : Ulang, ulang ya pak…
Beni
Penghulu
: ya… ya… diulang ye?!
:
Saudara
datang)
Beni
bin…
(berhenti
karena
ada
yang
Orkam 3
: Eh gawat-gawat!! Kampung kita diserang komplek
sebelah. Yang laki-laki bantuin, cepet, tolong!
(Mae, Beni, Guntoro dan Eman langsung bergegas untuk ikut
bertempur membela kampungnya).
Penghulu
: Kacau… kacau…!
Pak Mardi : Pak sabar, sabar, dia lagi bela kampong kita.
Penghulu
: Saya mau menikahkan tiga tempat lagi.
Pak Mardi : Sabar pak, anak saya jagoan dia pasti menang
ngelawan musuhnya, apalagi anak saya laganya kayak
anak laki.
Penghulu
: Iya Pak, saya menikahkan dulu di tempat lain,
baru datang ke sini kalo berantemnya udah selesai.
Pak Mardi : Lima menit lagi (merayu)
73.
EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – PAGI
Di tengah-tengah pertempuran itu Mae bertemu dengan Rendi,
mereka berdua saling menatap.
Mae
: Stop! Stop! Berhenti. Stop berhenti semuanya!
(teriak)
Rendi
: Stop! Berhenti! Semuanya berhenti! (teriak)
Eman
: Ada apa E?
Guntoro
: Kenapa sie Mae?
(Kemudian Mae memanggil Guntoro dan Beni)
Guntoro
Beni
: Ini salah paham woy, ini salah paham.
:
Semuanya!
Atas
permintaan
dua
belah
pihak,
tauran kita hentikan.
Orkam 3
: Kaga bisa. Temen gua udah pada nih gara-gara
dia.
Rendi
:
Semua
kerugian
dan
yang
luka-luka
akan
saya
tanggung pengobatannya semuanya sampai sembuh.
Beni
: Sebenernya lu calon mempelai pria yang ditunggu
sama si Mae (kepada Rendi). Dia calon penganten
sebenernya
(teriak).
Gua
minta
maaf,
gua
yang
salah sama temen-temen gua. Ini semua salah paham.
Sorry
ya
kemaren
kita
emang
ga
pake
otak.
Sekarang, kalo lu emang cinta ama si Mae lu bisa
nikah sama dia sekarang.
Rendi
:
Mah
buruan
Mamanya).
mah
Rendi
mau
nikah
(menelepon
Guntoro
: Saudara-saudara yang saya hormati, tauran kita
stop. Sekarang kita pindah ke rumah si Mae, kita
saksikan pernikahan saudara Mae dan Saudara Rendi.
Ending
Akhirnya Mae berbahagia bersama Rendi. Mae tidak lupa pada
sahabat-sahabatnya.
Guntoro
ikut
berlayar
di
kapal
milik
Rendi dan dia dapat jodoh di sana. Beni yang sudah terlelu
tua
untuk
bodyguard
jadi
dan
petinju,
dia
dapat
dilatih
jodoh
oleh
di
Boby
sana.
untuk
Hanya
menjadi
Eman
yang
memilih jalannya sendiri. Mengawali karir di dunia politik
dengan
menjadi
satgas
di
secretariat
salah
satu
partai
politik, dan dia juga dapat jodoh di sana. Dan soal cita-cita
Mae untuk jadi Polwan, dia sudah lupa.
Download