BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga
derap pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti
terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik. Oleh karenanya,
dalam penentuan tujuan pembangunan sektor industri jangka panjang, bukan
hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri
saja, tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional.
Kondisi ekonomi dunia yang terus berubah perlu diiringi dengan analisis mengenai
dampak dari situasi tersebut kepada Perekonomian Indonesia.
Perubahan terhadap tatanan ekonomi dunia dengan semakin bertumbuhnya
kekuatan-kekuatan ekonomi baru dan semakin pudarnya kekuatan-kekuatan
ekonomi lama memberikan pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Di samping
itu, tekanan-tekanan yang terjadi terhadap perekonomian dunia seperti naiknya
harga komoditas-komoditas utama dunia perlu untuk mengambil kebijakan yang
tepat.
Untuk itu, Indonesia perlu menyiasati perkembangan-perkembangan tersebut dalam
rangka mewujudkan tujuan-tujuan nasional terutama di bidang industri dan
perdagangan. Untuk meningkatkan daya saing industri yang berkelanjutan perlu
adanya anlisa mengenai dampak perubahan berbagai variabel kinerja makro ekonomi
terhadap perkembangan sektor industri.
Untuk mewujudkan visi industri Indonesia tahun 2014 yaitu Pemantapan daya saing
basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri
andalan masa depan untuk menunjang visi Industri tahun 2025 dengan menjadi
negara industri maju di dunia, Kementerian Perindustrian perlu untuk menyiasati
perkembangan-perkembangan ekonomi dunia maupun regional dalam rangka
merebut peluang-peluang yang ada untuk menunjang perkembangan Industri di
dalam negeri.
Untuk itu diharapkan dengan adanya laporan analisis pengembangan kinerja
industri ini dapat menjadi acuan dalam memahami kondisi ekonomi Indonesia dan
kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasinya.
1.2
Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari analisa ini adalah :
1.
Meningkatkan kemampuan aparatur dalam menganalisa perkembangan ekonomi
dan industri serta memberikan rekomendasi terhadap setiap perkembangannya.
2.
Memberikan masukan kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian untuk
membantu dalam hal pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektor-sektor
industri.
Sasaran yang ingin dicapai dalam hasil analisa laporan makro ekonomi adalah
memberikan gambaran dan informasi tentang perkembangan kinerja sektor industri
terkini kepada para Pimpinan Kementerian Perindustrian dengan harapan dapat
memberikan
masukan
yang
bermanfaat
dalam
pengambilan
kebijakan
pengembangan sektor industri.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
2
BAB II
KINERJA MAKROEKONOMI DAN INDUSTRI INDONESIA
2.1
Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan III-2011, sesuai PDB atas dasar
harga konstan 2000 meningkat sebesar 6,5 persen dibanding triwulan sebelumnya
(q-to-q). Peningkatan tersebut disebabkan oleh Peningkatan di Seluruh Sektor
Ekonomi, data selengkapnya tersaji pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Laju Pertumbuhan PDB Triwulanan Menurut Lapangan Usaha (Q o Q)
(persentase)
Triwulan IV
Triwulan I
Triwulan II
Triwulan III
2010
2011
2011
2011
(2)
(3)
(4)
(5)
-20,3
18,11
2,49
3,4
2. Pertambangan dan Penggalian
0,6
-2,00
0,78
1,7
3. Industri Pengolahan
1,4
-1.16
6,09
5,9
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
1,7
-1.85
3,91
4,5
5. Konstruksi
2,5
-3,58
7,42
6,4
6. Perdagangan, Hotel dan
0,7
8,4
9,57
9,3
7. Pengangkutan dan Komunikasi
3,7
15,5
10,65
11,2
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa
1,3
6,3
6,88
7,0
9. Jasa -jasa
2,5
7,5
5,70
6,8
-1,4
6,9
6,49
6,5
-1,5
7,4
7,00
7,00
Lapangan Usaha
(1)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan
dan
Perikanan
Produk Domestik Bruto
PDB Tanpa Migas
(Sumber : BPS )
Bila dilihat dari pertumbuhan ekonomi untuk triwulan III 2011 telah terlihat adanya
perlambatan ekonomi, kondisi ini dipengaruhi adalah adanya ketidakpastian
terhadap langkah-langkah penyelamatan zona eropa. Situasi ini jelas terlihat pada
kondisi realisasi investasi Indonesia pada Triwulan III Tahun 2011.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
3
Secara kumulatif sebagian besar komponen PDB Indonesia menurut penggunaan
hingga Triwulan III-2011 mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2010. Ekspor barang dan jasa meningkat secara kumulatif
sebesar 16,2 persen, selanjutnya PMTB meningkat sebesar 7,9 persen, pengeluaran
konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 4,6 persen, dan pengeluaran konsumsi
pemerintah meningkat sebesar 3,3 persen. Sementara itu impor barang dan jasa
secara kumulatif meningkat sebesar 14,6 persen.
Pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III-2011 (y-on-y) sebagian besar bersumber
dari komponen ekspor barang dan jasa sebesar 8,3 persen. Sumbangan terbesar
berikutnya bersumber dari pengeluaran konsumsi rumah tangga yang memberi
sumbangan pertumbuhan 2,7 persen, PMTB sebesar 1,7 persen, dan pengeluaran
konsumsi pemerintah sebesar 0,2 persen. Sedangkan impor barang dan jasa
memberikan kontribusi sebesar 5,0 persen. Selengkapnya tersaji pada tabel berikut
Tabel 2.2
Struktur PDB atas dasar penggunaan Triwulan II dan III 2010-2011
(Persen)
Jenis Penggunaan
Triwulan II
2010
2011
Triwulan III
2010
2011
1.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
56,3
54,2
56,1
54,2
2.
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
8,5
8,2
8,8
9,1
3.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
31,5
31,6
32,5
31,8
4.
a. Perubahan Inventori
0,7
1,6
0,8
1,0
b. Diskrepansi Statistik
1,9
2,2
1,4
2,3
5.
Ekspor Barang dan Jasa
23,6
27,3
23,0
26,5
6.
Dikurangi Impor Barang dan Jasa
22,5
25,1
22,6
24,9
Berdasarkan tabel tersebut kita bisa melihat bahwa perekonomian Indonesia masih
didominasi oleh pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, situasi ini sangat
menguntungkan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Artinya
perekonomian Indonesia sangat tergantung pada konsumsi dalam negeri. Untuk itu
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
4
langkah-langkah kebijakan yang dapat ditempuh adalah kebijakan yang dapat
menjamin ketersediaan bahan baku, melancarkan arus barang, sehingga stabilitas
harga dan inflasi yang rendah dapat tercapai.
2.2
Perkembangan Sektor Industri Non Migas Triwulan III 2011
Perkembangan sektor industri non migas sampai dengan Triwulan III Tahun 2011
secara umum bisa kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3
Perkembangan Sektor Industri Non Migas
(persen)
Dari tabel tersebut kita bisa lihat bahwa Pertumbuhan Industri Non Mogas pada
Triwulan III Tahun 2011 (YoY) lebih tinggi dibanding Pertumbuhan Ekonomi,
sementara untuk Pertumbuhan Industri Non Migas secara Kumulatif berada sedikit
dibawah pertumbuhan Ekonomi.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
5
Gambar 2.1
Perkembangan Pertumbuhan Industri Non Migas dan Pertumbuhan Ekonomi
Dari Tabel dan Gambar diatas kita bisa perhatikan bahwa pertumbuhan Industri
Indonesia pada tahun 2005-2010 berada dibawah pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan
pertumbuhan
industri
sampai
dengan
Triwulan
III
2011
memperlihatkan pertumbuhan industri yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan ini dipengaruhi oleh kestabilan ekonomi Indonesia yang secara makro
sangat baik.
Namun bila kita lihat dari trend tersebut, pertumbuhan Industri non migas kita
belum didukung dengan fondasi ekonomi yang cukup. Hal ini bisa terlihat pada
tahun 2009 dimana pertumbuhan Industri Non Migas jatuh ke level 2%. Trend
tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan Indonesia sangat rentan akan
gangguan krisis dari luar Indonesia. Untuk itu program memperkuat struktur
industri manufaktur harus laksanakan secara tepat sasaran agar keseimbangan dari
pertumbuhan Industri bisa tercapai.
Untuk lebih memahami mengenai postur dari pertumbuhan ekonomi Indonesia kita
bisa lihat dari kontribusi dari masing-masing sektor, sebagaimana terlihat pada
tabel 2.4 akan terlihat bahwa Industri Pengolahan memberikan kontribusi terbesar
bagi PDB Indonesia. Akan tetapi berdasarakan tabel tersebut terlihat bahwa
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
6
kontribusi Industri manufaktur secara perlahan mengalami penurunan. Kondisi ini
menunjukkan bahwa Indonesia sudah bergerak menuju perkembangan sektor jasa,
sektor jasa termasuk sektor yang memiliki nilai tambah kecil bagi perekonomian
untuk itu perkembangan menuju sektor jasa harus didukung oleh penguatan
industri manufaktur, sehingga fondasi ekonomi akan lebih kokoh. agar nilai tambah
bagi perekonomian tetap besar.
Tabel 2.4
Kontribusi masing-masing lapangan usaha terhadap PDB
Sementara itu bila kita lihat dari Pertumbuhan masing-masing sektor Industri
sebagaimana tersaji pada Tabel 2.5. Dapat kita lihat bahwa terjadi lonjakan yang
cukup besar pada pertumbuhan Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki.
Pertumbuhan yang besar ini salah satunya karena Program Revitalisasi Industri
Tekstil
yang digulirkan oleh Kementerian Perindustrian. Program ini merupakan
bantuan subsidi bunga yang diberikan kepada pabrik tekstil untuk melakukan
pembelian mesin/peralatan. Sektor Industri lain yang mengalami pertumbuhan
tinggi adalah Logam Dasar, Besi dan Baja.
Lebih lanjut dalam tabel 2.6 kita bisa melihat bahwa kontribusi sektor Industri
Makanan, Minuman dan Tembakau serta Industri Alat Angkut, Mesin dan
Peralatannya masih menjadi yang tertinggi, hal ini disebabkan karena industri ini
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
7
memang industri yang population based. Artinya Industri yang akan tumbuh seiring
dengan tumbuhnya populasi. Tentunya dengan potensi ekonomi yang dimiliki
Indonesia akan membuat Industri-Industri tersebut masih menjadi penopang
tumbuhnya industri di Indonesia.
Tabel 2.5
Pertumbuhan masing-masing sektor Industri terhadap Industri
(persen)
Tabel 2.6
Kontribusi masing-masing sektor Industri terhadap Industri
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
8
2.3
Perkembangan Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2011
Perkembangan
Realisasi
Investasi
pada
Triwulan
III
Tahun
2011
dapat
tergambarkan pada tabel berikut :
Tabel 2.7
Realisasi Investasi PMA dan PMDN Kumulatif Sampai dengan Triwulan III
Tahun 2011
SEKTOR
PMA
PMDN
(US$. Juta)
(Rp. Miliar)
I
Sektor Primer
4.452,4
11.014,4
II
Sektor Sekunder
5.181,8
27.183,6
6
Industri Makanan
782,8
6.209,3
7
Industri Tekstil
373,3
700,4
8
Industri Barang Kulit dan Alas Kaki
175,9
13,2
9
Industri Kayu
44,5
561,2
10
Industri Kertas dan Percetakan
199,2
5.292,4
11
Industri Kimia dan Farmasi
1.243,7
2.138,2
12
Industri Karet dan Plastik
350,9
1.928,6
13
Industri Mineral Non Logam
62
5.604,2
14
Industri Logam, Mesin dan Elektronik
1.427,2
4.247,2
15
Industri Instru. Kedokteran, Presisi & Optik &
0,9
-
467,5
483,8
Jam
16
Industri
Kendaraan
Bermotor
&
Alat
Transportasi Lain
17
Industri Lainnya
53,8
4,8
III
Sektor Tersier
4.710,5
13.780,4
14.344,7
51.978,4
Total
(Sumber : BKPM)
Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai investasi PMA terbesar terletak pada Sektor
Sekunder atau sektor Industri untuk menjaga trend peningkatan investasi ini
Pemerintah perlu mempertahankan terobosan terhadap regulasi dan prioritas
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
9
pembangunan perlu dilakukan untuk meningkatkan investasi di bidang industri.
Investasi PMDN didominasi oleh investasi pada bidang Industri, kondisi ini
menunjukkan bahwa para pelaku industri mulai melakukan ekspansi usaha. Dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia diperlukan dukungan
kebijakan yang yang pro-bisnis sehingga bisa menopang tumbuhnya investasi
terutama yang berasal dari dalam negeri.
Secara umum bisa kita lihat bahwa terjadi perlambatan terhadap peningkatan
investasi pada Triwulan III tahun 2011, diperkirakan pada tahun 2011 akan tetap
terjadi peningkatan pada nilai investasi baik PMA maupun PMDN tetapi peningkatan
tidak akan sebesar pada tahun 2010. Situasi ekonomi dunia sebenarnya masih
dalam
kendali,
tetapi
karena
ketidakpastian
mengenai
langkah-langkah
penyelesaian krisis Eropa dan belum ada terobosan terhadap masalah hambatan
ekonomi di dalam negeri membuat besaran investasi tidak akan secemerlang tahun
2010
2.4
Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Non Migas
Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Non Migas sampai dengan
September 2011 tersaji pada tabel berikut :
Tabel 2.8
Perkembangan Ekspor Industri Non Migas
Perkembangan Ekspor Industri Non Migas
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
10
Tabel 2.9
Tabel Perkembangan Impor Industri Non Migas
2.5 Proyeksi Ekonomi Indonesia Tahun 2011
Tahun 2011 adalah tahun yang menunjukkan bahwa ditengah
ditengah-tengah situasi
yang tidak menentu di Eropa dan pemulihan ekonomi di Amerika Serikat,
Indonesia tetap dapat menjaga momentum pertumbuhannya. Hal ini dapat
terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.10
Proyeksi Pertumbuhan Tahun 2011
Triwulan IV
Triwulan I
2010
2011
PDB
-1,4
6,9
PDB Tanpa Migas
-1,5
7,4
Triwulan II Triwulan III
2011
2011
Proyeksi
2011*
6,49
6,5
6,4-6,6
7,00
7,00
6,9-7,1
Proyeksi dilakukan dengan memperhatikan bahwa pada Triwulan ke IV, ekonomi
cenderung
melambat,
oleh
karena
diperkirakan
pertumbuhan
Indonesia pada tahun 2011 berada pada kisaran 6,4-6,6%.
ekonomi
Pertumbuhan yang tinggi ini didukung oleh beberapa faktor :
a. Kondisi Ekonomi dan Politik Indonesia yang stabil
Stabilnya kondisi ini membuat perekonomian Indonesia dapat berjalan
sebagaimana mestinya, meski masih terhambat pada masalah penyediaan
infrastruktur dasar. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan yang lebih
tinggi Indonesia perlu untuk mengatasi masalah ini, karena pertumbuhan
sebesar tahun 2011 ini tidak akan bergerak lebih tinggi.
b. Kondisi Ekonomi Asia
Pertumbuhan Ekonomi Asia yang diperkirakan akan melambat karena
terjadinya bencana di Jepang, ternyata tidak seburuk yang diperkirakan.
Persiapan Jepang dalam melakukan langkah-langkah penanganan bencana
telah menyelamatkan ekonomi Jepang dari keterpurukan. Selain itu
tingginya pertumbuhan ekonomi di China dan India mendorong penguatan
ekonomi kawasan Asia.
c. Pertumbuhan Kelas Menengah Indonesia
Kondisi terkini dari kelas menengah Indonesia dapat kita lihat pada tabel
berikut :
Tabel : Presentase Populasi berdasar tingkat pengeluaran
Kelas
Low
Middle
High
2003
2010
(%) populasi
(%) populasi
< $ 1,25
21,9
14,0
$ 1,25 – $ 2
40,3
29,3
$2-$4
32,1
36,5
$4-$6
3,9
11,7
$ 6 - $ 10
1,3
5,0
$ 10 - $ 20
0,3
1,3
0,1
0,2
Pengeluaran
> $ 20
Sumber : SUSENAS BPS dan Bank Dunia
Berdasarkan tabel tersebut kita bisa melihat bahwa pada tahun 2003 Komposisi
Penduduk yang berada pada kelompok menengah sebesar 37,6 %, sekitar 81
Juta penduduk. Pada tahun 2010 naik menjadi 54,5 %, sekitar 131 juta
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
12
penduduk, pada tahun 2010, atau dapat disimpulkan selama 7 tahun setiap
tahun rata-rata bertambah 7 juta jiwa. Dengan Pertumbuhan sebanyak 7 juta
jiwa/pertahun maka pada tahun 2025 akan terdapat 235 juta penduduk, atau
mencapai 60% penduduk Indonesia.
Kelas menengah inilah yang menjadi pendorong utama kegiatan ekonomi
Indonesia, faktor inilah yang menjadi faktor utama penguat ekonomi Indonesia
pada tahun 2011.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
13
BAB III
OUTLOOK INDUSTRI TAHUN 2012
3.1
Situasi Ekonomi Eropa
Perekonomian dunia pada tahun 2012 diperkirakan akan berhadapan dengan
masalah krisis di Eropa. Permasalahan krisis di Eropa bukan hanya masalah yang
terjadi di Yunani, tetapi adalah masalah karena pengelolaan utang Negara-negara
yang ada di zona eropa yang tidak hati-hati.Berdasarkan Kesepakatan Maastricht
Negara-negara yang berada di Zona Euro Debt to GDP Ratio maksimal 60%.Namun
saat ini hampir semua Negara di Zona Euro melanggar ketentuan ini. Tentunya
pelanggaran ini tidak akan menimbulkan masalah bila Zona Euro merupakan
sebuah Negara.Tetapi dengan posisi Zona Euro sebagai sebuah kumpulan Negara
tentunya membuat solusi terhadap permasalahan ekonomi mereka tidak lah
sederhana.
Peluang Zona Euro untuk keluar dari krisis sangatlah tipis, dengan eksposure utang
antar Negara di Zona Euro membuat setiap langkah-langkah yang diambil nyaris
tidak dapat memberikan kepastian untuk keluar dari krisis.
Opsi yang tersisa bagi Zona Euro adalah memutuskan default untuk utang
khususnya Yunanai dan melakukan pengetatan Anggaran, lebih lanjut opsi-opsi ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pilihan default artinya beberapa Negara Eropa memutuskan untuk menunda
sementara pembayaran utangnya. Pilihan ini sangat mungkin memukul
perekonomian, tetapi pilihan ini akan memberikan kesempatan bagi Negaranegara yang berada di Zona Euro untuk menata ulang perekonomian mereka,
untuk kembali meraih kepercayaan.
Pilihan default bukan pilihan yang populer, hal ini disebabkan karena opsi ini
akan menjatuhkan kepercayaan investor terhadap Negara-negara tersebut.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
14
Jatuhnya kepercayaan ini akan membuat Negara-negara tersebut untuk
sementara waktu akan berhadapan dengan kondisi krisis likuiditas. Selain itu
opsi default akan mengakibat Negara-negara yang memiliki portfolio utang
tersebut akan mengalami kerugian yang tidak sedikit, dan efek dari kerugian ini
akan menimbulkan efek domino, yaitu timbulnya masalah krisis baru di zona
lain.
2. Pengetatan Anggaran artinya pengelolaan defisit dan belanja Negara serta
peningkatan penerimaan Negara, menjadi agenda utama dalam pemulihan
ekonomi. Pengetatan Anggaran ini memiliki konsekuensi politik yang cukup
besar, karena pengetatan artinya pengurangan terhadap fasilitas-fasilitas public
yang dapat dinikmati oleh masyarakat dan bahkan gaji bagi pegawai
pemerintah. Gelombang demonstrasi dan kekacauan politik dalam negeri akan
terjadi. Tetapi Pengetatan anggaran memiliki segi positif yaitu membangkitkan
kepercayaan kepada pasar bahwa Negara tersebut mampu mengelola anggaran
dengan benar.
Pilihan yang akan diambil memang memiliki trade-off tetapi salah satu harus
diambil demi menumbuhkan kembali ekonomi.
3.2
Situasi Ekonomi Dunia dan dampaknya bagi Indonesia
Bank Dunia pada bulan Oktober 2011 memaparkan laporannya sebagai berikut :
Menurut Managing Director IMF ekonomi dunia saat ini berada pada “tahap baru
yang berbahaya; hampir semua negara mengalami peningkatan risiko, dimana
sebagian besarnya adalah masalah ekonomi, solusinya adalah masalah politis.”
Dimensi politik dan interaksinya dengan sentimen pasar keuangan, terutama yang
berhubungan dengan penyelesaian krisis hutang Eropa dan dampaknya pada
sektor perbankan, menambah ketidakpastian terhadap ramalan ekonomi jangka
pendek manapun. Tak terkecuali untuk Indonesia, walaupun memiliki fundamental
domestik yang kuat.
Dengan paparan (exposure) perdagangan langsung Indonesia dengan Eropa dan
AS yang relatif rendah, pertumbuhan yang didorong oleh permintaan domestik,
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
15
dan posisi fiskal yang kuat, ekonomi Indonesia berada dalam posisi yang lebih baik
dalam menghadapi goncangan eksternal yang berasal dari negara maju. Akan
tetapi, paparan yang tinggi terhadap aliran portfolio asing memberikan resiko
terhadap pasar keuangan domestik dan – jika berkepanjangan – akan berdampak
terhadap riil ekonomi, apabila terjadi sentimen negatif investor yang signifikan,
walaupun semakin besarnya cadangan devisa. Karenanya, kebijakan domestik yang
mendukung kepercayaan investor sangat penting dalam jangka pendek, bersama
dengan kebijakan untuk meningkatkan pemantauan dan kesiagaan krisis dan terus
membangun ketahanan guncangan pasar.
Dalam ketidakpastian global, bagian ini mencoba memberikan beberapa alternative
skenario jangka pendek mengenai kondisi ekonomi global 12-18 bulan ke depan,
serta mempertimbangkan dampaknya bagi Indonesia. Skenario dasar seperti
diuraikan pada Bagian A, yaitu berlanjutnya gejolak pasar keuangan internasional,
yang digabungkan dengan perlambatan pertumbuhan di Uni Eropa dan AS dan
pelemahan harga-harga komoditas. Hal ini dipandang sebagai skenario dengan
kemungkinan yang besar, dan skenario dengan dampak yang lebih rendah bagi
Indonesia.
Akan tetapi, resiko-resiko terhadap outlook internasional cenderung memburuk.
Alternatif skenario kedua, pemicu seperti krisis Lehman, kemungkinan besar
berkaitan dengan kekacauan gagal bayar di zona Eropa; mengakibatkan
pembekuan pasar-pasar keuangan di seluruh dunia, seperti yang terjadi di akhir
triwulan 2008, menghambat pertumbuhan global dan memicu aliran modal keluar
dari
pasar
ekonomi
berkembang
utama.
Skenario
ke
tiga,
mempunyai
kemungkinan terkecil tapi berdampak yang paling besar, yaitu bila perlambatan
pertumbuhan dan krisis pasar keuangan dinegara maju menyebabkan ekonomi
negara berkembang utama mengalami penurunan yang tajam (hard landing);
menyebabkan perlambatan pertumbuhan global dan penurunan drastis harga –
harga komoditas. Tentu saja ada kemungkinan potensi lainnya, tetapi 3 skenario ini
mencakup beragam potensi negatif dari resiko-resiko eksternal.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
16
Gambar 4.1
Skenario Perekonomian Indonesia
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
17
Tabel 4.1
Skenario Perekonomian Indonesia
Indonesia akan berhadapan dengan guncangan .Ada tiga jalur utama yang
menyebabkan guncangan internasional dapat berdampak pada perekonomian
suatu negara – yaitu jalur perdagangan dan harga komoditas, aliran modal
portofolio dan FDI, dan keterkaitan di sektor perbankan. Dampak dari tiga jalur
transmisi
ini
akan
berinteraksi
dengan
guncangan
yang
terjadi
melalui
perekonomian. Juga adanya timbal balik antar dampak tersebut (sebagai contoh,
pengetatan di dalam pembiayaan di sektor perbankan di luar negri dapat
berdampak terhadap arus perdagangan). Sebagai langkah awal pemetaan dampak
memburuknya perekonomian global, maka ada baiknya jika kita memperhatikan
dengan seksama apa pengaruh dari setiap jalur yang telah disebutkan terhadap
perekonomian Indonesia.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
18
Krisis
keuangan
global
tahun
2008-09
menunjukkan
paparan
(exposure)perekonomian Indonesia terhadap goncangan permintaan eksternal
relatif rendah. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan di AS dan zona Eropa
akan mempengaruhi Indonesia melalui lebih rendahnya perdagangan dengan
pasar-pasar tersebut dan juga secara tidak langsung melalui pasar sekunder
(seperti Cina). Dampak perdagangan langsung terhadap Indonesia tampaknya akan
terbatas, dengan ekspor ke AS dan Uni Eropamasing-masing hanya sekitar 9 persen
dari keseluruhan jumlah ekspor Indonesia pada tahun 2010, dibandingkan dengan
16 persen dengan Jepang dan 23 persen dengan ekonomi ASEAN utama lainnya
(Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina). Akan tetapi, permintaan dunia yang
melemah juga akan menurunkan permintaan ekspor dari mitradagang Indonesia
lainnya,
karena posisi barang Indonesia umumnya merupakan bahan baku /
barang setengah jadi dari barang jadi yang akan dikirimkan ke pasar AS dan Uni
Eropa, dan juga secara umum jika pertumbuhan pada mitra-mitra dagang
itu
melemah. Mengambil Cina sebagai contoh, penurunan permintaan dari AS dan Uni
Eropa – yang masing-masing memiliki porsi 18 persen dan 16 persen dari ekspor
Cina tahun 2009 –secara tidak langsung akan menurunkan permintaan ekspor dari
Indonesia ke Cina (sekitar 10 persen dari keseluruhan jumlah ekspor pada tahun
2010)
Tabel 4.2
Ekspor Indonesia ke Beberapa Negara
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
19
Ekspor manufaktur Indonesia tampaknya akan menerima pengaruh yang paling
berat dari perlambatan di yang terjadi AS dan Uni Eropa, karena keduanya
merupakan pasar utama bagi ekspor tekstil, pakaian, alas kaki dan peralatan
transportasi. Ekspor manufaktur juga dapat terpengaruh secara tidak langsung,
karena barang-barang yang dikirimkan ke pasar ketiga (seperti Singapura) juga
pada akhirnya dikonsumsi oleh pasar-pasar negara maju. Sementara ekspor
komoditas umumnya dikirimkan ke Cina, India, Jepang dan Korea, merupakan
input investasi infrastruktur. Didorong oleh pertumbuhan regional yang masih kuat,
volume ekspor tersebut dapat terpengaruh lebih rendah dari perlambatan yang
terjadi di AS dan Uni Eropa. Akan tetapi, seperti dibicarakan di bawah, interaksi ini
meningkatkan kekhawatiran akan skenario ketiga di mana akan terjadinya
pembalikan arah pada pasar-pasar tersebut, yang kemudian diikuti oleh penurunan
pada harga dan permintaan komoditas.
Seperti
diuraikan
sebelumnya,
perlambatan
global
akan
berdampak
pada
perekonomian riil melalui jalur perdagangan langsung maupun tidak langsung. Akan
tetapi ekonomi dengan paparan yang relatif rendah terhadap permintaan eksternal
memberikan sedikit perlindungan. Sebagai contoh, ekspor Indonesia terhadap PDB
adalah kurang dari 25 persen di tahun 2010, dibanding Malaysia yang mendekati
100 persen ataupun Thailand yang melebihi angka 70 persen.
Gejolak permintaan dan harga komoditas internasional tetap merupakan sumber
kerentanan yang harus terus diwaspadai bagi Indonesia, sesuai dengan porsi
ekspor dan kepekaan anggaran terhadap harga minyak. Kejatuhan harga komoditas
yang tajam dapat membawa pengaruh buruk terhadap neraca perdagangan luar
negeri Indonesia. Hal itu juga akan memotong belanja subsidi tetapi pada waktu
yang bersamaan mengurangi pendapatan fiskal dari sektor sumber daya alam
(analisis yang lalu menunjukkan bahwa defisit fiskal berkurang dengan harga
komoditas yang lebih tinggi secara keseluruhan tetapi meningkat mengikuti lebih
tingginya harga minyak). Harga komoditas yang lebih rendah juga dapat
menurunkan profit di sektor komoditas dan industri terkait, yang selanjutnya dapat
menurunkan investasi dalam dan luar negeri, dan melemahkan konsumsi domestik.
Pergerakan harga komoditas internasional juga dapat mempengaruhi inflasi dalam
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
20
negeri yang jalurnya juga akan sangat bergantung pada jalur pergerakan kurs nilai
tukar.
Memperhitungkan kerentanan dan pertahanan tersebut, di luar sulitnya membuat
ramalan pada kondisi yang sedang bergolak, memperkirakan potensi dampak
terhadap ekonomi Indonesia sesuai tiga skenario ekonomi global yang diuraikan
sebelumnya dapat memberikan informasi yang berharga bagi para penyusun
kebijakan.
Proyeksi dasar Bank Dunia yang diuraikan pada Bagian A disusun berdasarkan
Skenario 1. Dalam kondisi ini, pertumbuhan diperkirakan 6,4 persen di tahun 2011,
dan melemah ke 6,3 persen di tahun 2012. Neraca Pembayaran diperkirakan akan
mencatat surplus yang sehat, walaupun sedikit melambat, selama dua tahun. Pada
Skenario 2, dengan skenario krisis keuangan besar, PDB diturunkan hingga 0,8 poin
persentase di tahun 2012, mencerminkan tingkat investasi dan ekspor yang lebih
rendah (Tabel 8). Surplus Neraca Pembayaran juga diperkirakan akan lebih rendah
secara signifikan, karena mengecilnya surplus perdagangan dan lebih rendahnya
aliran masuk modal bersih. Pada Skenario 3, yang paling pesimistis, dengan
perlambatan
pertumbuhan
global
yang
parah,
pertumbuhan
Indonesia
diproyeksikan makin melambat, turun ke 4,1 persen di tahun 2012. Kombinasi
pasar keuangan yang lebih ketat dan harga komoditas yang lebih rendah
tampaknya akan makin memperkecil Neraca Pembayaran, dan dapat berpotensi
menjadi defisit, seperti yang dialami pada waktu krisis tahun 2008. Penting untuk
dicatat bahwa proyeksi pertumbuhan ini menggabungkan skenario eksternal
dengan perlambatan pendorong ekonomi domestik seperti konsumsi dan investasi.
Dalam hal yang mungkin tidak terjadi seperti berhentinya faktor pendorong
pertumbuhan tersebut, maka proyeksi tentu saja akan berbeda.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
21
Tabel 4.3
Skenario Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Memburuknya situasi ekonomi dunia yang begitu, secara tak langsung bermanfaat
kepada Indonesia dalam hal terciptanya kebijakan baru yang mendorong
kepercayaan dan kesiapan, serta terus mencegah kejadian atau tidakan yang
berdampak buruk pada kepercayaan. Beberapa kemajuan diantarnya pada
reformasi kebijakan utama, seperti pada reformasi subsidi, pembebasan lahan dan
pendanaan infrastruktur, dapat mendorong kepercayaan investor, baik dalam
maupun luar negeri. Juga, seperti barubaru ini dimuat di surat kabar, Pemerintah
dapat menyiapkan upaya anggaran antisipatif untuk mendorong permintaan dalam
negeri dalam hal munculnya pengaruh yang lebih merusak. Seperti disinggung
sebelumnya, Pemerintah kini memiliki ruang fiskal untuk mendanai stimulus
seperti itu. Sebagai contoh, percepatan penerapan rencana belanja infrastruktur
pemerintah
yang
dapat
mendukung
permintaan,
meningkatkan
prospek
pertumbuhan jangka panjang, mendorong tingkat kepercayaan investor dan
memanfaatkan potensi lebih rendahnya biaya input global.
Di luar upaya-upaya kebijakan antisipatif tambahan tersebut, fundamental
ekonomi makro Indonesia yang kuat dan kebijakan yang telah ada merupakan
satu dari beberapa pertahanan terkuat untuk menghadapi gejolak yang kini
berlangsung dan yang akan datang. Gejolak yang kini terjadi pada pasar
keuangan makin mendorong penghindaran ketidakpastian kebijakan, terutama
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
22
yang berkaitan dengan perubahan pembatasan dalam investasi asing dan dalam
lingkungan peraturan dan pengelolaan.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Secara umum Tahun 2011 ekonomi berjalan dalam koridor yang relative stabil dan
tidak ada gejolak yang berarti, kondisi ini membuat ekonomi Indonesi berjalan
stabil, sehingga angka pertumbuhan pada tahun 2011 lebih tinggi dari tahun 2010,
diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada pada kisaran 6,4-6,6 %

Kinerja Ekspor dan Impor kita sangat baik pada tahun 2011, Permasalahan yang
dihadapi karena adanya penerapan ACFTA ternyata tidak mengganggu kinerja
Ekpor Industri, hal ini disebabkan karena faktor Investasi pada Industri pada Tahun
2010, yang efeknya baru terasa pada tahun 2011, diperkirakan pada tahun 2011
Nilai Ekspor Indonesia untuk seluruh Sektor akan berada di atas US$ 200 Miliar
Dolar.

Bencana Jepang belum akan mengganggu perekonomian nasional mengingat
besaran ekspor kita ke Jepang tidaklah besar, Namun penanganan terhadap reaktor
nuklir Jepang menjadi kunci utama dari pemulihan perekonomian nasional.

Perekonomian Indonesia diperkirakan akan menghadapi tantangan yang cukup
besar pada tahun 2012. Hal ini disebabkan karena krisis Eropa sudah didepan mata,
Perekonomian Indonesia secara umum akan tetap tumbuh positif, tetapi yang perlu
diwaspadai
adalah
pertumbuhan
industri.
Pertumbuhan
Industri
Indonesia
dipengaruhi oleh Kinerja Ekspor ke beberapa negara penyokong negara maju,
seperti Singapura dan China, bila terjadi pelemahan dari negara maju, maka akan
berdampak pada kinerja ekspor yang menurun dan berakibat pada melambatnya
pertumbuhan Industri Indonesia, diperkirakan Pertumbuhan Industri Indonesia
tahun 2012 akan berada pada angka 2 - 3% dengan Skenario pesimis, dengan
skenario optimis Indonesia masih akan beradap pada angka 4 – 5 %
4. 2 Saran

Perlu dirumuskan kebijakan yang menunjang berkembangnya infrastruktur untuk
meningkatkan daya saing, mengingat kondisi Infrastruktur Indonesia menjadi faktor
besar dalam melemahkan daya saing.
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
24

Pelaksanaan Pembangunan MP3EI harus segera direalisisasikan karena akan
menopang pertumbuhan Indonesia

Kebijakan yang bersifat Insentif fiskal perlu dilanjutkan dengan melakukan
perluasan basis industri yang dapat memperoleh akses. Insentif ini juga perlu
disertai dengan pengawasan terhadap pelaksanaannya.

Pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan penghematan, karena membuat belanja
negara menjadi tidak optimal

Skenario pesimis mengenai pertumbuhan harus diantisipasi sejak dini, melalui
langkah-langkah kebijakan yang dapat segera diimplementasikan seperti revitalisasi
Industri melalui bantuan peralatan atau bantuan subsidi bunga
Laporan Analisis Makro Ekonomi Triwulan III Tahun 2011
25
Download