Hukum Islam Seputar Tanah `Usyriyyah dan Kharajiyyah

advertisement
4sidis.blogspot.com
Hukum Islam Seputar Tanah ‘Usyriyyah
dan Kharajiyyah
Tanah adalah merupakan salah satu faktor produksi penting yang harus dimanfaatkan secara
optimal. Setiap jenis tanah selain mempunyai zat yakni tanah atau lahan itu sendiri, ia juga
mempunyai manfaat atau kegunaan tertentu misalnya untuk pertanian, perumahan atau
industri. Islam telah memperbolehkan seseorang memiliki lahan dari segi zat tanah itu sendiri
sekaligus juga memiliki lahan dari segi memanfaatkannya. Kalau kita cermati secara lebih
mendalam maka nash-nash syara’ yang berkaitan dengan kepemilikan lahan, maka akan kita
temukan Islam mempunyai ketentuan-ketentuan hukum yang berbeda dengan kepemilikan
benda-benda lainnya.
Kepemilikan lahan di dalam Islam sangat tergantung dengan status tanah yang bersangkutan
apakah tanah yang diperoleh karena penaklukan atau tidak. Kepemilikan atas tanah juga
tergantung dengan status pemanfaatannya apakah untuk pertanian atau untuk selain pertanian.
Juga status lahan tersebut apakah tanah yang mati ataukah tanah yang sudah pernah
dihidupkan. Serta tanah tersebut apakah dimiliki oleh individu ataukah oleh negara.
Dengan meneliti hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah tanah di dalam Islam Islam
akan kita temukan bahwa hukum-hukum tersebut ditetapkan agar tanah yang ada dapat
dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan rakyat atau masyarakat keseluruhan, serta
dalam rangka menjamin tercapainya tujuan politik ekonomi Islam yakni adanya jaminan
kebutuhan pokok bagi setiap anggota masyarakat sekaligus menjamin adanya peluang untuk
memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) mereka.
Dari sinilah kita akan temukan pokok-pokok bahasan tentang status tanah dalam pandangan
Islam, pengelolaan lahan, cara-cara kepemilikan lahan, pemanfaatan lahan khususnya lahan
pertanian yang terkaita dengan politik pertanian menurut Islam sera beberapa hukum khusus
yang berkaitan dengan masalah lahan seperti menghidupkan tanah mati, larangan melakukan
bagi hasil (muzaraah dan mukhabarah) dalam masalah pertanian, serta larangan menyewakan
lahan pertanian.
Status Tanah Menurut Pandangan Islam
Tanah menurut hukum Islam dari segi statusnya dapat dikelompokkan sebagai tanah
kharajiyah dan tanah ‘usyriyah. Suatu tanah dikategorikan sebagai tanah kharajiyah adalah
jika tanah di daerah tersebut diperoleh karena daerah atau negara tersebut ditaklukkan oleh
negara Islam (Ad-Daulah Al-Islamiyah) melalui peperangan. Status tanah yang demikian
misalnya status tanah yang ada di daerah Mesir, Irak, Turki, Spanyol (Andalusia), Ukraina,
Albania, India, Yugoslavia dan sebagainya. Suatu daerah atau negara yang ditaklukkan
dengan peperangan, maka kepemilikan atas seluruh tanah yang ada di daerah tersebut adalah
menjadi milik negara Islam. Dan tanah yang seperti ini disebut dengan tanah kharajiyah.
Tanah kharajiyah dari segi faktanya dapat dibedakan menjadi tanah yang terdapat di daerah
yang taklukan dengan peperangan fisik, serta tanah yang terdapat di daerah yang ditaklukan
tanpa peperangan fisik namun penduduknya takluk melalui perjanjian damai yang disepakati.
Jika statusnya sebagai tanah kharajiyah dari penaklukan dengan peperangan fisik, maka
status tanah tersebut dimiliki oleh negara sampai hari kiamat. Adapun jika statusnya adalah
4sidis.blogspot.com
sebagai tanah kharajiyah yang diperoleh karena perdamaian maka status kepemilikan atas
tanah tersebut tergantung pada isi perjanjian damai antara negara Islam dengan penduduk
setempat.
Jika perjanjian damai yang disepakati menetapkan bahwa tanah tersebut menjadi milik kaum
muslimin (milik negara) dan sementara penduduknya tetap dibiarkan untuk menempatinya,
maka kepada mereka dikenakan kewajiban untuk membayar kharaj sebagai kompensasi.
Status tanah seperti ini tetap menjadi tanah kharajiyah hingga hari kiamat. Dan meskipun
tanah tersebut telah ditransfer kepada kaum muslimin karena penduduknya masuk Islam atau
karena dibeli oleh kaum muslimin atau dengan cara lainnya maka statusnya tidak berubah
dan tetap harus dikeluarkan kharaji-nya.
Namun jika perjanjian damai telah menyepakati bahwa tanah tersebut sebagai milik orangorang kafir yang ditaklukan, maka tanah tersebut statusnya tetap menjadi milik mereka. Dan
kepada mereka diwajibkan untuk membayar kharaj. Dan kharaj yang telah mereka keluarkan
tersebut statusnya sama dengan jizyah. Dimana kharaj tersebut akan gugur jika mereka
masuk Islam, atau menjual tanah tersebut kepada orang Islam. Akan tetapi jika tanah tersebut
mereka jual kepada orang kafir maka kharaj tersebut tetap berlaku dan tidak gugur sebagai
kewajiban mereka. Sebab orang kafir yang tunduk di bawah kekuasaan Islam memang layak
untuk membayar kharaj dan jizyah.
Alasan status hukum atas tanah kharajiyah tersebut adalah karena status tanah itu sama
dengan harta, sehingga dapat dianggap sebagai ghanimah yang didapatkan dalam
peperangan. Jadi hukumnya halal dan menjadi milik baitul mal. Hal ini didasarkan pada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hafash bin Ghuyats dari Abu Dza’bi dari Az-Zuhri
yang mengatakan :
“Rasulullah saw telah menerima jizyah dari orang Majusi Bahrain.”
Az-Zuhri mengatakan :
“Siapa saja diantara mereka memeluk Islam, maka ke-islamannya bisa diterima dan
keselamatan dirinya serta hartanya akan dilindungi, selain tanah. Sebab tanah adalah harta
rampasan (yang menjadi hak) bagi kaum muslimin, apabila sejak awal dia tidak memeluk
Islam, maka ia tetap dilarang (memilikinya).”
Namun demikian terdapat perbedaan antara rampasan berupa tanah dengan harta ghanimah
yang lain. Perbedaannya adalah bahwa harta ghanimah selain tanah dapat dibagi, dikelola dan
dan diberikan kepada seseorang, sedangkan tanah secara de jure tetap dikelola oleh baitul
mal. Meskipun demikian secara de facto tanah tersebut tetap dapat dimanfaatkan oleh
penduduk setempat. Tentang status tanah yang tetap menjadi milik baitul mal dan lahannya
tidak dapat dibagi, selain dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat, ini nampak dari status
tanah tersebut sebagai harta rampasan yang menjadi milik umum bagi kaum muslimin yang
hidup pada masa penaklukan ataupun bagi generasi susudahnya.
Adapun suatu tanah dikategorikan sebagai tanah ‘usyriyah adalah jika daerah atau suatu
negeri penduduknya telah masuk Islam, maka tanah tersebut statusnya sebagai tanah
‘usyriyah. Tanah yang seperti ini kepemilikan tanahnya adalah milik penduduk setempat.
Tanah seperti ini misalnya tanah yang ada di Indonesia termasuk jazirah arab. Adapun status
jazirah arab dimasukkan ke dalam tanah usyriyah adalah meskipun tanah tersebut ditaklukan
4sidis.blogspot.com
secara paksa –misalnya penaklukan Makkah—namun Rasulullah saw tetap membiarkan
tanahnya untuk penduduknya tanpa dibebani untuk membayar kharaj. Sementara status
kharaj tanah tersebut sama dengan jizyah yang dibebankan kepada setiap orang. Dan
kenyataannya kharaj untuk tanah jazirah arab tidak ditetapkan sebagimana tidak dipungut
jizyah untuk lahan-lahan mereka.
Menurut ketentuan hukum Islam jika kharaj diberlakukan atas suatu negeri, maka penduduk
negeri setempat, berikut apa yang menjadi keyakinan mereka serta apa yang menjadi
sembahan mereka akan tetap dibiarkan. Hal seperti pernah terjadi di daerah Sawad-Irak.
Namun pada kenyataannya kharaj tidak ditetapkan atas jazirah arab dan kepada orang-orang
musyrik arab tidak dibiarkan untuk tetap menyembah keyakinan mereka, bahkan kepada
mereka tidak diberikan pilihan kecuali memeluk Islam atau diperangi. Hal ini dapat kita
pahami dari firman Allah SWT :
ُ ‫ُﻮا َاﻟﺷ ْْﻤﮭ ُ ﺸ ْﺮ ِ ﻛ ِﯿﻦ َ ﺣ َ ﯿ ْﺚ ُ و َ ﺟ َ ﺪ ْ ﺗ ُﻤ ُﻮھُﻢ ْ و َ ﺧ ُ ﺬ ُوھُﻢ ْ و َ اﺣ ْ ﺼ ُﺮ ُوھُﻢ ْ و َ اﻗ ْ ﻌ ُﺪ‬
ْ ‫ﺻ َْﺤاُﺪ ٍﺮاﻧ ُْم ُﺴ َﻓﻠ َﺦَﺎﻗ َ ْ ﺘ ُﻠاﻷ‬
‫وا ﻟ َﮭ ُﻢ ْ ﻛ ُﻞ ﱠ ﻣ َﺮ ُﻓﺮ ْ َﺈاﻟِذ‬
‫ﺑ ُﻮا و َ أ َﻗ َﺎﻣ ُ ﻮا اﻟﺼ ﱠ ﻼ َ ة َ و َ آﺗَﻮ ُ ا اﻟﺰ ﱠ ﻛ َﺎة َ ﻓ َﺨ َ ﻠ ﱡﻮا ﺳ َﺒ ِﯿﻠ َﮭ ﻓُﻢ َْﺈ ِن ْ ﺗَﺎ‬
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu
dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah
di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat,
maka berikanlah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.” (QS. At-Taubah : 5)
Juga firman-Nya :
َ ‫ﺳ َ ﺘُﺪ ْ ﻋ َ ﻮ ْ ن َ إ ِﻟ َﻰ ﻗ َﻮ ْ م ٍ أ ُوﻟ ِﻲ ﺑ َﺄ ْس ٍ ﺷ َﺪ ِﯾﺪ ٍ ﺗُﻘ َﺎﺗ ِﻠ ُﻮﻧ َﮭ ُﻢ ْ أ َو ْ ﯾ ُﺴ ْ ﻠ ِﻤ ُﻮن‬
“Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan besar, kamu akan
memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam).” (QS. At-Fath : 16)
Jadi selama kepada mereka orang-orang muyrik Arab tidak dipungut jizyah, maka tanah
mereka juga tidak akan dipungut kharaj. Dengan demikian karena tanah arab tidak dipungut
kharaj yang merupakan keharusan bagi tanah kharajiyah, maka status tanahnya tentunya
bukan kharajiyah melainkan tanah ‘Usyriyah. Dan terhadap tanah ‘usyriyah tidak dikenakan
kharaj melainkan dikenakan ‘usyur yang merupakan zakat atas tanah pertanian.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap lahan yang terdapat di setiap negeri
yang ditaklukan oleh Islam dengan paksa atau dengan damai –dengan perjanjian bahwa tanah
tersebut menjadi milik kaum muslimin– , maka tanah tersebut statusnya dimiliki oleh negara
dan dianggap sebagai tanah kharajiyah meskipun tanah itu sekarang ini dikuasai oleh kaum
muslimin seperti tanah di daerah Mesir, Irak dan Turki. Ataupun tanah tersebut sekarang ini
dikuasai oleh orang kafir seperti tanah di Spanyol, Ukraina, Albania, India, Yugoslavia dan
sebagainya sebab seluruh daerah itu semuanya pernah ditaklukan kaum muslimin sehingga
statusnya sebagai tanah kharajiyah berlaku hingga kiamat. Sedangkan tanah di mana
penduduknya terlebih dahulu memeluk Islam seperti Indonesia, Malaysia, dan seluruh jazirah
Arab maka statusnya sebagai tanah ‘Usyriyah yang juga berlaku hingga hari kiamat.
Sehingga bagi kedua jenis tanah tersebut berlaku hukum-hukum Islam sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Sumber : An Nidzomul Iqtishody Fil Islam, Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dan berbagai
sumber lain
4sidis.blogspot.com
Download