MENINGKATKAN PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA MELALUI METODE BERCERITA PADA ANAK KELOMPOK A TK KARYA THAYYIBAH II SALUMBONE Sapni1 ABSTRAK Permasalahan utama pada penelitian ini yaitu kurangnya penanaman nilai-nilai agama anak di kelompok A TK KT II Salumbone. Sehingga rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah melalui metode bercerita dapat meningkatkan penanaman nilainilai agama anak pada kelompok A TK KT II Salumbone? Penelitian ini dilaksanakan di TK TK KT II Salumbone, melibatkan 20 orang anak terdiri atas 17 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan yang terdaftar pada tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Kemmis dan Mc. Taggart yang terdiri atas dua siklus. Di mana pada setiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan di kelas dan setiap siklus terdiri empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Data yang dikumpulkan melalui observasi dan pemberian tugas, selanjutnya diolah secara deskriptif dengan menggunakan kriteria penilaian dipindahkan ke dalam bentuk kuantitatif, untuk mengetahui Penanaman nilai-nilai agama anak melalui metode bercerita pada kelompok A di TK TK KT II Salumbone. Data yang dikumpulkan sebelum tindakan yaitu aspek nilai-nilai agama anak yang mampu berdoa dengan kategori SB 5%, B 10%, C 35%, dan K 50%, kemudian anak yang berakhlak dengan kategori SB 5%, B 10%, C 49%, K 45%, dan anak yang mampu bersyukur dengan kategori SB 10%, B 10%, C 30%, K 50%. Setelah dilakukan tindakan maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa melalui metode bercerita dapat meningkatkan nilai-nila agama anak, terbukti ada peningkatan nilai-nilai agama anak dari siklus I ke siklus II pada aspek anak yang mampu berdoa dengan kategori sangat baik dan baik dari 55% menjadi 80% (25%), pada aspek anak yang berakhlak dengan kategori sangat baik dan baik dari 60% menjadi 85% (40%), pada aspek anak yang mampu bersyukur kategori sangat baik dan baik dari 60% menjadi 80% (30%). Secara umum terjadi peningkatan rata-rata 33,33% dari siklus satu ke siklus dua, walaupun masih ada anak yang belum meningkat nilai-nilai agamanya tetapi hanya berkisar 6,66% dari masingmasing aspek yang diamati dengan kategori kurang. Kata Kunci : Nilai-Nilai Agama, Metode Bercerita 1 Mahasiswa Program Studi PG PAUD, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako. No. Stambuk A 451 09 010. 693 PENDAHULUAN Semua kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan belajar diTaman Kanak-Kanak bertujuan meningkatkan kemampuan yang dimiliki anak, yang meliputi aspek pengembangan kognitif, sosial emosional, moral agam maupun ketrampilan lainnya. Dalam upaya pengembangan seluruh kemampuan anak ini, guru diharapkan dapat menyelenggarakan kegiatan belajar yang membuat anak-anak merasa, senang, tertarik, nyaman serta mempunyai perhatian terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Dimana setiap kegiatan belajar yang dilakukan guru hendaknya sesuai dengan tema yang akan disampaikan kepada anak, disamping itu juga harus sesuai dengan tingkat pekembanganan kebutuhan serta lingkungan dimana anak tersebut tinggal. Sehingga sesungguhnya proses pembelajaran di TK, itu dbuat agar anak-anak terlibat atau aktif dalam kegiatan belajar dengan baik dan benar untuk meningkatkan kemampuannya atau dapat diperoleh hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu semua proses pembelajaran selalu diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, membangun budi pekerti utamanya dalam kaitannya dengan perkembangan moral yang dimiliki anak. usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut”. Pendidikan anak usia dini sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 14 dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan akan mampu membentuk sikap dan perilaku anak, terutama dalam menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan keseharian anak. Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan yang menyediakan pendidikan dini bagi anak usia 4 sampai dengan 6 tahun, sampai memasuki pendidikan dasar. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial emosional, konsep diri, seni, moral, dan nilai-nilai agama sehingga upaya pengembangan anak tercapai secara optimal. Taman Kanak-kanak yang merupakan lembaga pendidikan yang pertama, keberadaanya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang yang taat, terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya. Dimana pendidikan agama sangat penting bagi anak-anak, sejak lahir dilingkungan keluarga anak-anak sudah harus diperkenalkan dengan nilai-nilai moral agama, 694 sehingga mereka memiliki pemahaman yang benar tentang keharusan mengamalkan nilai-nilai moral agama dalam kehidupan sehari-hari anak. Pengenalan nilai-nilai moral agama terhadap anak-anak di TK memiliki tujuan agar mereka kelak menjadi pribadi yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menjadi pribadi yang memiliki karakter berahlak mulia, rajin belajar, mandiri dan disiplin, sehingga kelak dimasa depan mereka akan menjadi generasi penerus bangsa yang berahlak, cerdas dan tangguh. Di TK guru memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik, membimbing dan mendampingi anak-anak TK serta mengajari mereka tentang nilai-nilai moral agama. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang mulia ini, guru di TK harus dapat menerapkan berbagai metode dan strategi belajar yang dapat membuat anak-anak tertarik untuk mengenal nilai-nilai moral agama. sehingga seorang guru dituntut harus dapat memperkenalkan nilai-nilai moral agama kepada anak-anak dengan cara yang lebih mudah mereka pahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Anak –anak di TK wajib memperoleh pendidikan dalam bentuk pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan mereka, artinya anak-anak di TK semestinya dapat memahami dengan mudah nilai-nilai moral agama. Sehingga guru semestinya dapat menerapkan metode yang tepat untuk memperkenalkan nilai-nilai moral agama yang mudah difahami dan dilaksanakan oleh anak-anak TK. Menurut Abi Atheva (2007 ; 69) nilai-nilai agama anak dapat terwujud dalam perilaku baik sehari-hari, yaitu : 1. Berdoa 2. Mengucap salam dan menjawab salam 3. Bangun Pagi 4. Tekun Belajar 5. Senang bekerja 6. Rajin Menabung 7. Menjaga kesehatan badan 8. Memelihara lingkungan 9. Hidup rukun 10. Saling berbagi 11. Jujur 12. Hemat 13. Disiplin 14. Rendah hati 15. Menyayangi sesama 16. Menyayangi binatang 695 Lebih lanjut Menurut Sholihin (2010 ; 79) bahwa nilai-nilai agama, telah tercermin dalam sikap dan perilaku Nabi Saw, yaitu : 1. Disiplin 2. Suka menolong 3. Pemaaf 4. Suka memberi 5. Menyambung silaturahmi Salah satu metode yang tepat yang didasarkan atas kemampuan, perkembangan dan kebutuhan anak TK adalah melalui metode bercerita. Anak-anak akan mudah memahami dan melaksanakan nilai-nilai moral agama, jika nilai-nilai moral agama tersebut diperkenalkan melalui cerita-cerita yang membuat anak terdorong untuk mempraktekkannya dalam kehidupan keseharian mereka. Melalui metode bercerita dapat mengatasi ketidakmampuan anak dalam mengatahui konsep-konsep agama, apalagi melaksanakannya. Menurut Salha Umar (2007:49) menyatakan bahwa metode bercerita adalah cara menyampaikan atau menyajikan materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak. Selanjutnya Menurut Tadkiroatun Musfiro (2005:65) bahwa metode bercerita adalah salah satu metode pembelajaran moral yang sesuai untuk anak modeling atau contoh bertindak. Menurut Depdiknas (2001:18), metode bercerita adalah cara bertutur kata dan menyampaikan cerita atau memberikan penerangan anak secara lisan. Konsep cerita diketahui anak sejak dini ketika ibu, bapak, atau nenek, mereka menceritakan sebuah cerita. Anak sudah dapat memahami elemen struktur cerita, seperti jalan cerita (alur), pelaku cerita dan tempat erjadinya cerita.anak menguasai konsep cerita tersebut secara berangsur-angsur dengan cara mendengar cerita yang dibacakan kepadanya. Diusia TK, pembelajaran yang efektif adalah dengan memberikan cerita-cerita yang menarik anak untuk mempraktekkan nilainilai agama, karena dengan metode bercerita ini anak-anak menjadi dapat memahami nilai-nilai agama, sehingga dapat tertanam dalam hati mereka. Di TK KT II Salumbone khususnya kelompok A, anak-anak masih kurang memahami dan menerapkan nilai-nilai moral agama yang telah diajarkan misalnya membaca Bismillah sebelum melakukan aktifitas, dan mengucapkan Alhamdulillah ketika telah melakukan sesuatu, dan memiliki ahlak yang baik. Hal ini dikarenakan masih kurangnya metode bercerita diterapkan dalam kegiatan belajar di TK. Berdasarkan uraian ini, maka penulis memilih judul “Meningkatkan penanaman nilai-nilai agama pada anak melalui metode bercerita di TK KT II Salumbone”. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Apakah nilai-nilai 696 agama dapat berhasil ditanamkan pada anak kelompok A melalui metode bercerita di TK KT II Salumbone?”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penanaman nilai-nilai agama pada anak dikelompok A melalui metode bercerita di TK KT II Salumbone. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penulisan tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yang mengacu pada model Kemmis dan MC Taggar yaitu rencana, tindakan, observasi dan refleksi. Stephen Kemmis menggambarkan tahaptahap tersebut dalam siklus sebagai berikut: Keterangan 0 : Pratindakan 1 : Rencana 2 : Pelaksanaan 3 : Observasi 4 : Refleksi : Rencana 6 : Pelaksanaan 7 : Observasi 8 : Refleksi a : Siklus I b : Siklus II 5 Gambar Alur Siklus PTK model Kemmis & Mc Taggart (Depdiknas: 2005) Penelitian ini dilaksanakan di TK KT II Salumbone. dan subjek penelitian adalah anak kelompok A Jumlah anak 20 orang yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 3 orang anak perempuan pada tahun pelajaran 2012/2013. Pelaksanan tindakan ini dilaksanakan dalam siklus berulang. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan desain yang telah dikemukakan di atas yang dengan melihat perubahan yang ingin dicapai dalam tindakan. Rencana tindakan ini meliputi: a). Perencanaan Tindakan, b). Pelaksanaan Tindakan, c). Observasi, dan d). Refleksi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif terkait peningkatan interaksi sosial anak yang diperoleh dari hasil pengamatan berdasarkan lembar observasi siswa serta aktivitas guru (peneliti). Dan data kuantitatif yaitu terkait skor penilaian hasil pengamatan. Untuk mempermudah dalam pelaksanakan penelitian ini, maka dilakukan pengumpulan data. Adapun cara pengumpulan data 2 cara yaitu observasi dan pemberian tugas. 697 Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan selama dan sesudah penelitian dilakukan dikelas dan dilakukan melalui tiga tahap, yatu reduksi data, paparan data dan penyimpulan atau verifikasi data. Data kuantitatif yang merupakan hasil kegiatan belajar anak yang dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan pengelompokan berdasarkan teknik kategori standar (Depdiknas, 2003: 78) = Sangat Baik = Baik = Cukup = Kurang Setelah semua data terkumpul maka akan di lakukan proses identifikasi dan klasifikasi kembali berdasarkan tolak ukur parameter yang diteliti untuk kemudian diolah dan dianalisis kembali dengan menggunakan tabel frekuensi dan persentase dengan rumus sebagai berikut (Sudjiono, 1991:40) : Keterangan : P = Hasil yang dicapai f = Jumlah jawaban dari setiap alternatif jawaban n = Jumlah sampel 100= Angka tetap/pembulatan HASIL PENELITIAN 1. Pra Tindakan Penelitian tindakan kelas ini diawali dengan melakukan observasi di lapangan (Kelompok A TK KT II Salumbone). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kelas sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan memberikan tes pra tindakan untuk menentukan kelompok belajar anak, serta menyiapkan alat dan sumber belajar sebagai penunjang dalam proses pembelajaran. Adapun hasil pengamatan pra tindakan adalah sebagai berikut: 698 Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Pengamatan Pra Tindakan Aspek yang Diamati No Kategori A B C Jumlah % F % F % F % 1. 1 5 1 5 2 10 4 6,66 2. 2 10 2 10 2 10 6 10 3. 7 35 8 40 6 30 21 35 4. 10 50 9 45 10 50 29 48,33 20 100 20 100 20 100 60 100 Jumlah 2. Tindakan Siklus I Adapun hasil pengamatan tindakan siklus I adalah sebagai berikut: Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Pengamatan Tindakan Siklus I Aspek yang Diamati No Kategori A B C Jumlah % F % F % F % 1. 5 25 5 25 6 30 16 26,67 2. 6 30 7 35 6 30 19 31,67 3. 6 30 4 20 4 20 14 23,33 3 15 4 20 4 20 11 18,33 20 100 20 100 20 100 60 100 Jumlah 699 3. Tindakan Siklus II Adapun hasil pengamatan tindakan siklus II adalah sebagai berikut: Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Pengamatan Tindakan Siklus II Aspek yang Diamati No Kategori A B C Jumlah % F % F % F % 1. 7 35 8 40 8 40 23 38,33 2. 9 45 9 45 8 40 26 43,33 3. 3 15 2 10 2 10 7 11,67 4. 1 5 1 5 2 10 4 6,67 20 100 20 100 20 100 60 100 Jumlah PEMBAHASAN Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan mulai dari sebelum tindakan dilakukan sampai siklus I dan siklus II dapat dibahas sevagai berikut : 1. Data Pra tindakan Hasil pengamatan yang telah dilakukan mulai dari pra tindakan sebagian anak menunjukan bahwa nilai-nilai agamanya masih kurang dan belum maksima. Hal itu terbukti karena 1 anak atau 5% yang dapat berdoa dengan kategori sangat baik, ada 2 anak atau 10% yang dapat berdoa dengan baik, ada 7 anak atau 35% yang dapat berdoa dengan kategori cukup, dan terdapat 10 anak atau 50% yang dapat berdoa dengan kategori kurang atau belum menunjukan nilai-nilai agamanya sama sekali. Sementara pada nilai-nilai agama yang diukur pada anak yang berakhlak baru 1 anak atau 5% dengan kategori sangat baik, ada 2 anak atau 10% dengan kategori baik, kemudian ada 8 anak atau 40% dengan kategori cukup, dan terdapat 9 anak atau 45% yang kurang berhasil atau yang belum menunjukan nilai-nilai agamanya dalam berakhlak. Nilai-nilai agama anak yang diamati berikutnya yaitu bersyukur baru 2 anak atau 10% yang bisa dikatakan berhasil dengan kategori sangat baik, begitu pula dengan kategori baik terdapat 2 anak atau 10% yang dapat bersyukur, kemudian terdapat 6 anak atau 30% yang dapat bersyukur dengan kategori cukup, dan hasil pengamatan nilai-nilai agama anak dalam bersyukur dengan kategori kurang terdapat 10 anak atau 50% yang belum menunjukan nilai-nilai agamanya. Dengan demikian pada pra tindakan baru sekitar 16,66% yang bisa dikategori berhasil sangat baik dan baik, masih ada sekitar 700 83,33% yang belum berhasil, kemungkinan hal itu disebabkan karena anak belum terbiasa dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan nilai-nilai agama seperti mampu berdoa, berakhlak dan bersyukur hal ini dilakukan untuk mengukur nilai-nilai agama anak. D isamping itu kurangnya kemampuan guru dalam mengembangkan nilainilai anak sangat berpengaruh terhadap pengembangan nilai-nilai agama anak. Selanjutnya kemungkinan penyebab rendahnya nilai-nilai agama anak pada pra tindakan bisa bersumber dari lingkungan bermain dan juga suasana dalam pembelajaran yang kurang mengenalkan dan memberi contoh dalam kehidupan anak tetang bagaimana agam harus menjadi pedoman hidup. Kemungkinan dalam pembelajaran cenderung hanya kognitif saja yang terus diasah dan dikembangkan tanpa memperhatikan pengembangan nilai-nilai agama anak. Hal-hal itu yang mendorong peneliti untuk melakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dan pada penelitian ini terbukti dapat meningkatkan nilai-nilai agama anak. 2. Tindakan Siklus I Pada siklus 1 yang telah direncanakan dengan dua kali tindakan dengan menggunakan metode bercerita pada tema kebutuhanku. Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu penliti diskusi dengan teman sejawat tentang rencana penelitian meminta kepadanya untuk berkolaborasi membantu untuk menjadi pengamat. Selanjutnya kami bersama-sama merancang pembelajaran dan persiapan yang harus dilaksanakan juga menyiapkan alat-alat sebagai media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dalam tindakan siklus I. Selama proses pembelajaran yang dimulai dari kegiatan awal, inti dan penutup dengan 3 kemampuan yang akan diamati yaitu : berdoa, berakhlak, dan bersyukur. Fokus penelitian tindakan ini adalah dengan menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan nilai-nilai agama anak. Dengan menggunakan metode bercerita yang digunakan dalam pembelajaran tentang tema kebutuhanku yang diharapkan anak bisa memahami nilai-nilai agama dengan baik. Penerapan metode bercerita tersebut berdasarkan tabel 4.5 menunjukan adanya peningkatan meskipun belum maksimal. Ada 5 anak atau 25% yang dapat berdoa dengan kategori sangat baik, ada 6 anak atau 30% yang dapat berdoa dengan kategori baik, ada 6 anak atau 30% yang dapat berdoa dengan kategori cukup, dan terdapat 3 anak atau 15% yang dapat berdoa dengan kategori kurang atau belum menunjukan nilai-nilai agamanya sama sekali. Sementara pada nilai-nilai agama anak yang diukur dalam berakhlak terdapat 5 anak atau 25% dengan kategori sangat baik, ada 7 anak atau 35% yang dapat 701 berakhlak dengan kategori baik, kemudian ada 4 anak atau 20% yang dapat berakhlak dengan kategori cukup, dan terdapat 4 anak atau 20% yang kurang berhasil atau yang belum menunjukan nilai-nilai agamanya dalam berakhlak. Nilai-nilai agama anak yang diamati berikutnya yaitu bersyukur baru 6 anak atau 30% yang bisa dikatakan berhasil dengan kategori sangat baik, begitu pula dengan kategori baik yaitu terdapat 6 anak atau 30% yang dapat bersyukur, kemudian terdapat 4 anak atau 20% yang dapat bersyukur dengan kategori cukup, dan hasil pengamatan nilai-nilai agama anak dalam bersyukur dengan kategori kurang terdapat 4 anak atau 20% yang belum menunjukan nilai-nilai agamanya. Dengan demikian secara umum sudah menunjukan peningkatan jika dibandingkan dengan pra tindakan. Dapat dibahas pada siklus pertama ini sudah menunjukan peningkatan meskipun belum maksimal. Peningkatan dari beberapa aspek yang diamati seperti berdoa, berakhlak, bersyukur, rata-rata sudah mengalami peningkatan dari 3 aspek yang diamati tersebut, diperkirakaan mengalami peningkatan berkisar 10% lebih dari sebelumnya pada pra tindakan. Adapun faktor yang menyebabkan adanya peningkatan nilai-nilai agama anak tersebut dengan menggunakan metode bercerita, dapat menarik minat dan perhatian anak. Dengan peningkatan minat dan perhatian tersebut diasumsikan menjadi pendorong meningkatnya nilai-nilai agama anak. Disisi lain, dapat pula dianalisa masih ada beberapa anak yang belum menunjukan hasil yang maksimal atau belum meningkat kemampuannya. Hal ini masih perlu dianalisa lagi apakah karena anaknya sendiri yang belum termotivasi atau cara guru dalam bercerita belum menarik minatnya. Kemungkinan bisa pula disebabkan karena ada guru lain yang ikut dalam kegiatan belajar anak sehingga sangat mempengaruhi aktifitas anak yang masih malu-malu atau kurang memiliki keberanian. Kemungkinan lain bersumber dari lingkungan dirumahnya yang tidak biasa diajak bermain belajar oleh teman atau anggota keluarganya. Maka peneliti berusaha untuk lebih merefleksi diri agar dapat bercerita sebaik mungkin guna menarik perhatian dan minat siswa dalam memahami cerita yang disampaikan guru. Disamping itu guru akan leih memberi motivasi, dorongan serta semangat agar anak dapat meningkatkan nilai-nilai agamanya. Untuk itu apa yang telah diperbaiki pada siklus kedua dapat diananlisa sebagai berikut. 3. Tindakan Siklus II Pada siklus kedua ini dengan dua kali tindakan menunjukan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan siklus pertama atau pra tindakan. Terdapat 7 anak atau 35% 702 yang dapat berdoa dengan kategori sangat baik, ada 9 anak atau 45% yang dapat berdoa dengan kategori baik, ada 3 anak atau 15% yang dapat berdoa dengan kategori cukup, dan terdapat 1 anak atau 5% yang dapat berdoa dengan kategori kurang atau belum menunjukan nilai-nilai agamanya sama sekali. Sementara pada nilai-nilai agama anak yang diukur dalam berakhlak terdapat 8 anak atau 40% dengan kategori sangat baik, ada 9 anak atau 45% yang dapat berakhlak dengan kategori baik, kemudian ada 2 anak atau 10% yang dapat berakhlak dengan kategori cukup, dan terdapat 1 anak atau 5% yang kurang berhasil atau yang belum menunjukan nilai-nilai agamanya dalam berakhlak. Kemudian nilai-nilai agama anak yang diamati berikutnya yaitu bersyukur, pada kegiatan ini sudah menunjukan jumlah anak berhasil melebihi tindakan siklus 1 yaitu terdapat 8 anak atau 40% yang bisa dikatakan berhasil dengan sangat baik, begitu pula dengan kategori baik yaitu terdapat 8 anak atau 40% yang dapat bersyukur, kemudian terdapat 2 anak atau 10% yang dapat bersyukur dengan kategori cukup, dan hasil pengamatan nilai-nilai agama anak dalam bersyukur dengan kategori kurang terdapat 2 anak atau 10% yang belum menunjukan nilai-nilai agamanya. Kalaupun masih ada anak yang belum berhasil yaitu 1 anak belum dapat berdoa, kemudian ada 1 anak yang belum menunjukkan akhlak yang baik, dan masih ada 2 anak juga yang belum mampu menunjukkan rasa syukur. Jika di rata-ratakan ada sekitar 6,66% yang belum berhasil dari aspek yang diamati. Dapat dikemukakan anak yang belum berhasil tersebut memang anak yang masih sering bermain selama pembelajaran dilaksanakan dan kurang memperhatikan ceritacerita yang disampaikan guru. Hal ini bukan berarti gagal total, namun tetap ada peningkatan kemampuannya namun belum maksimal. Oleh karena itu peneliti dengan teman sejawat memutuskan untuk tidak melanjutkan kesiklus ketiga, karena anak yang belum berhasil persentasenya sangat kecil. Sehingga penelitian tindakan kelas ini bisa dikatakan berhasil dengan baik karena telah dapat memperbaiki proses pembelajaran yang berdampak dengan meningkatnya nilai-nilai agama pada beberapa aspek yang telah diamati. Olehnya itu pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dapat meningkatkan nilai-nilai agama anak dalam berdoa, berakhlak, dan bersyukur. Dari hasil pengamatan tindakan siklus I yang dilakukan pada aktivitas anak yang masuk dalam kategori cukup harus ditingkatkan untuk mencapai kriteria keberhasilan baik. Sedangkan dari hasil pengamatan tindakan siklus II yang dilakukan pada aktivitas anak semua aspek yang diamati telah masuk dalam kategori baik. Di samping perbaikan yang dilakukan guru, faktor yang menyebabkan meningkatnya nilai-nila agama anak 703 adalah karena anak-anak merasa senang dengan cerita-cerita yang disampaikan guru sehingga dengan menerapkan metode bercerita dapat meningkatkan nilai-nilai agama anak di kelompok B TK KT II Salumbone. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui metode bercerita dapat meningkatkan nilai-nilai agama anak di kelompok A TK KT II Salumbone. Kesimpulan tersebut terbukti dengan adanya peningkatan nilai-nilai agama anak pada siklus pertama untuk nilai-nilai agama dalam berdoa menjadi 55% sangat baik dan baik, nilai-nilai agama dalam berakhlak meningkat menjadi 60% kategori sangat baik dan baik, dan yang nilai-nilai agama yang diamati terakhir yaitu nilai-nilai agama anak yang dapat bersyukur terdapat 60% dengan kategori baik dan baik, hasil tersebut diperoleh dari penjumlahan dua kategori yang dimiliki yaitu sangat baik dan baik. Pada siklus kedua menunjukan peningkatan nilai-nilai agama anak dalam berdoa meningkat dari 55% menjadi 80% (25%) kategori sangat baik dan baik, kemudian pada nilai-nilai agama anak yang berakhlak meningkat dari 60% menjadi 85% (25%) dengan kategori sangat baik dan baik, sedangkan kemampuan anak dalam bersyukur meningkat dari 60% menjadi 80% (20%) kategori sangat baik dan baik. Jika dirata-ratakan peningkatan dari siklus I ke siklus II berkisar 23,33%, walaupun masih ada anak yang belum berhasil tetapi tidak perlu lagi di adakan siklus berikutnya karena sudah menunjukan keberhasilan pada siklus II secara maksimal. Adapun saran-saran yang dapat diberikan peneliti yaitu sebagai berikut: 1. Kiranya metode bercerita dapat diterapkan mengingat metode pembelajaran ini dapat menarik perhatian siswa apalagi jika kisah-kisah menraik yang diceritakan, menumbuhkan motivasi dan minat anak untuk belajar sehingga dapat meningkatkan nilai-nilai agama anak. 2. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar, antara lain minat, sikap, dan motivasi. Oleh karena itu guru harus mampu menciptakan situasi yang dapat memungkinkan faktor-faktor tersebut dapat berkembang dengan baik. 3. Kepala Taman Kanak-kanak TK KT II Salombone, agar selalu memberikan kesempatan bagi para guru untuk melakukan perbaikan pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuannya sebagai guru yang profesional. 4. Para guru agar termotivasi untuk selalu melakukan berbagai aktifitas dalam meningkatkan profesionalismenya sebagai upaya memperbaiki proses pembelajaran. 704 5. Murid agar selalu aktif dalam kegiatan kelas dan luar kelas serta memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mengembangkan semua potensi yang dimilikinya terutama untuk menjadi anak berkarakter. 6. Para peneliti lain untuk menjadikannya hasil penelitan ini sebagai bahan acuan atau pertimbangan dalam merancang penelitian yang sama atau berbeda baik fokus. Masalah metode tekhnik pengumpulan data maupun analisanya. DAFTAR PUSTAKA Atheva, Abi. (2007). Perilaku Baik Sehari-hari. Semarang: Aneka Ilmu. Arikunto, Arsini. (1993). Prosedur Penulisan Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. (2001). Metode Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. _________. (2002). Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta. _________. (2002). Konsep Kurikulum Reference Program Diploma II PGTK. Jakarta. _________. (1995). Petunjuk Kegiatan Penilaian di Taman Kanak-Kanak. Jakarta. Falih, Ashadi; Yusuf, Cahyo. (2003). Akhlak Membentuk Pribadi Muslim. Semarang: Aneka Ilmu. M. Ja’far. (1982). Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Surabaya: AL Ikhlas. Mariyana, Rita; Nugraha, Ali; Rachmawati, Yeni. (2010). Pengelolaan Lingkungan Belajar. Jakarta: Prenada Media Group. Musfiro. (2005). Metode Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas. Riyanto, Mulan. (1996). Dasar-Dasar Statistik Deskriptif. Jakarta : Universitas Terbuka. Sudjiono. (1991). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Depdikbud. Sudjono, Anas. (2003). Pengantar Statistik Pandidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Thalib, Muhammad. (2001). Seni dan Sikap Islami Mendidik Anak. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Umar, Salha. (2007). Metode-metode Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Depdiknas. 705