BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya Timur dan Barat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya Timur dan Barat adalah dua budaya yang ada di dunia. Keberadaanya
dalam masyarakat dapat menciptakan sebuah karya sastra. Timur dan Barat
merupakan dua budaya yang berbeda. Timur mengacu pada Asia, sedangkan Barat
lebih mengacu pada negara-negara yang berada di Benua Eropa dan Amerika.1
Budaya Barat lebih sering diasosiasikan terhadap negara-negara yang mayoritas
penduduk berkulit putih. Selanjutnya penyebutan budaya Bali digunakan sebagai
wakil dari budaya Timur karena Bali (Indonesia) bagian dari Asia (Timur), kemudian
budaya Eropa digunakan untuk mewakili budaya Barat. Salah satu karya sastra yang
kuat unsur budaya Bali di dalamnya adalah novel Liak Ngakak karya Putra Mada.
Novel Liak Ngakak, karya Putra Mada terbit tahun 1978, terdiri atas 155
halaman, diterbitkan oleh Selecta Group. Putra Mada adalah seorang pelaut kelahiran
Sanglah, Denpasar. Setelah lulus SMA, Putra Mada memasuki Akademi Angkatan
Laut (AAL) yang merupakan sekolah pendidikan TNI Angkatan Laut di
Krembangan, Surabaya, Jawa Timur, tamat pada 1968. Karya-karya Putra Mada
berupa cerita-cerita misteri, roman, dan salah satunya adalah novel Liak Ngakak yang
pernah dimuat cerita bersambung dalam majalah Stop. Novel Liak Ngakak adalah
novel pertamanya.
1
https://id.wikipedia.org/wiki/Dunia_Barat
1
2
Novel Liak Ngakak mengisahkan seorang wanita Australia, Catherine Dean yang
datang ke Bali untuk mempelajari ilmu liak. Sebelumnya, ia menuntut ilmu selama
dua tahun di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Cathie nama panggilan dari
Catherine Dean memutuskan untuk mempelajari ilmu hitam karena keinginannya
untuk menulis dan menerbitkan sebuah buku yang akan mengungkapkan rahasia ilmu
hitam di Bali kepada dunia. Selama di Bali, Cathie bertemu dengan seorang pemuda
Bali bernama Pusaka Mahendra yang kemudian mengantarkan Cathie kepada seorang
Guru Liak sakti. Akhirnya, Cathie akhirnya berguru kepada seorang penganut ilmu
hitam di daerah Sanur, Denpasar, Bali.
Pada 1981 novel ini ditransformasikan ke dalam film yang disutradari oleh Tjut
Djalil. Judul internasional film ini adalah Mystics in Bali dan juga dikenal dengan
judul Balinese Mystic di Australia. Film ini populer di Bali, tidak hanya diputar di
bioskop, tetapi juga di banjar-banjar. Adegan dalam film memiliki perbedaan dengan
novel. Misalnya, dalam novel, Guru Liak diceritakan terbunuh di tangan Pusaka
Mahendra dengan bekal keris dari kakeknya. Di dalam film, Guru Liak dibunuh oleh
kakek Pusaka Mahendra sebagai penekun ilmu putih.2
Pada hakikatnya ilmu liak adalah ilmu kerohanian yang bertujuan untuk mencari
pencerahan lewat aksara suci. Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut dengan liak,
yang ada adalah “LIYA, AK” yang berarti lima aksara (memasukkan dan
mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu). Kekuatan
aksara ini disebut panca gni aksara, siapapun manusia yang mempelajari kerohanian
2
https://www.sigilahoror.com/2010/12/24/review-mystic-in-bali-1981/
3
jenis apapun apabila mencapai puncaknya pasti akan mengeluarkan cahaya (aura).
Pada prinsipnya ilmu liak tidak mempelajari cara menyakiti seseorang. Ilmu liak
mempelajari sensasi ketika bermeditasi dalam perenungan aksara tersebut. Seseorang
yang mempelajari ilmu liak bisa ke luar dari tubuhnya melalui ngelekas atau ngerogo
sukmo. Kata ngelekas artinya kontraksi batin agar roh atau badan halus bisa ke luar
pada malam hari khususnya, dibatasi oleh ruang dan waktu.3
Alasan novel Liak Ngakak menjadi objek penelitian, yaitu pertama novel Liak
Ngakak mengandung unsur-unsur budaya Bali di dalamnya. Alasan kedua pemilihan
novel ini sebagai objek kajian karena novel Liak Ngakak menggambarkan proses
interaksi sosial budaya Timur dan Barat yang membaur jadi satu. Pertemuan dua
budaya yang berbeda tersebut menghasilkan kontak sosial sehingga terjadi suatu
interaksi sosial budaya Timur dan Barat. Berdasarkan perbedaan budaya, Timur dan
Barat memiliki ciri khas masing-masing. Budaya Timur bersifat spiritual berbanding
terbalik dengan Barat yang bersifat rasional.
Penelitian terhadap novel Liak Ngakak dilakukan dengan menganalisis struktur
novel serta interaksi sosial Timur-Barat yang terkandung di dalamnya dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Hal ini penting, karena masalah mengenai
interaksi sosial yang tercermin pada novel Liak Ngakak merupakan permasalahan
yang terjadi pada masyarakat dan memiliki budaya yang berbeda. Dasar filosofis
pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan antara karya sastra dengan
masyarakat. Hubungan tersebut disebabkan oleh: (a) karya sastra dihasilkan oleh
3
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Leak
4
pengarang; (b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat; (c) pengarang
memanfaatkan kekayaan yang ada di masyarakat; dan d) hasil karya sastra itu
dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2009: 60).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat dua masalah yang dibahas dalam
penelitian ini. Adapun masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Bagaimanakah struktur novel Liak Ngakak yang meliputi: penokohan,
alur, dan latar?
2) Bagaimanakah interaksi sosial, budaya Timur-Barat novel Liak Ngakak
ditinjau dari sosiologi sastra?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai interaksi sosial budaya Timur-Barat dalam novel Liak
Ngakak karya Putra Mada: kajian sosiologi sastra ini memiliki tujuan tertentu.
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni tujuan
umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya novel.
2) Memberikan informasi kepada pembaca yang ingin mendalami aspek
sosiologi sastra.
5
3) Memberi sumbangan dalam mengembangkan ilmu Sastra Indonesia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara umum penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui struktur novel Liak Ngakak, meliputi: unsur penokohan,
alur, dan latar.
2) Untuk mengetahui interaksi sosial budaya Timur-Barat novel Liak Ngakak
ditinjau dari sosiologi sastra.
1.4 Penelitian Sebelumnya
6
Berdasarkan data yang didapat, novel Liak Ngakak belum pernah dibicarakan
dalam bentuk skripsi kajian sosiologi sastra maupun kajian lainnya di lingkungan
Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. Novel Liak Ngakak hanya pernah
dibicarakan dalam bentuk resensi yang dimuat di jurnal budaya sebagai berikut.
Putra (April 2011) dalam Jurnal Kajian Bali, dengan pembahasan yang berjudul
“Politik Identitas dalam Teks Sastrawan Bali”, membahas cerita yang mengisahkan
persahabatan atau percintaan antara orang Bali dengan orang Barat. Pada kajian
tersebut, Putra memaparkan 14 karya sastra yang melukiskan hubungan Bali dengan
“Bulè” tahun 1969--2007. Dalam pembahasan, Putra memaparkan hubungan Bali
dengan “Bulè” dalam sebuah karya sastra di Bali, termasuk novel Liak Ngakak karya
Putra Mada. Dalam jurnal tersebut, Putra membahas resensi keseluruhan novel,
pendapatnya mengenai novel tersebut dalam kisah holiday romance pada novel Liak
Ngakak dari cinta, magic, hingga berujung kematian. Putra juga memaparkan
mengenai ketertarikannya terhadap novel ini. Ketertarikan Putra terhadap novel karya
Putra Mada ini dikarenakan tokoh yang dilukiskan hendak belajar ilmu liak adalah
orang Barat (Cathie), kisah cinta yang bersifat temporer (sementara), serta struktur
dalam novel ini bersifat naratif yang membuat cerita mengalir, memikat, dan
mendalam.
Ada beberapa review dalam bentuk blog yang membicarakan mengenai film
yang diadaptasi dari novel Liak Ngakak. Adapun beberapa review tersebut, antara
lain:
7
Mondo Macabro (2007), salah satu perusahaan distributor film dari Britania
Raya dalam review mengenai film Mystic in Bali mengatakan bahwa film ini
merupakan genre horror terkenal di Indonesia. Visualisasi film ini sedikit aneh,
namun tidak menghilangkan unsur horror dari film. Penonton disuguhi adeganadegan aneh dan mengejutkan yang merujuk ke legenda-legenda Indonesia, antara
lain Cathie dan guru liak yang berubah menjadi babi, ular, dan Cathie yang mencoba
untuk mencabut tusuk gigi dari lehernya.4
Sigilahoror (2010) dalam blog memaparkan sinopsis film Mystic in Bali yang
merupakan film karya sutradara H. Tjut Djalil merupakan film yang diadaptasi dari
novel Liak Ngakak. Film ini diminati pada saat itu, sampai terkenal di luar negeri.
Terkenalnya film yang aslinya memakai bahasa Indonesia ini membuatnya
mengalami alih bahasa menjadi bahasa Inggris.5
The Ghost Zone (2014) dalam blog memaparkan mengenai mitologi Bali yang
dalam hal ini adalah ilmu liak. Blog ini juga memaparkan sejarah liak, tingkatan ilmu
liak, cara menghadapi liak dan review mengenai film Mystic in Bali. Film ini dinilai
dapat menjatuhkan nama Bali sebagai kota wisata, sehingga pernah dilarang beredar.
Film ini pernah diedarkan dalam bentuk video dan beredar secara luas di masyarakat.
Film ini pun diedarkan di luar negeri dalam bentuk video VHS, dan menjadi film
yang digemari oleh penggemar film horor di seluruh dunia.6
4
https://www.mondo-digital.com/mystics.html
https://www.sigilahoror.com/2010/12/24/review-mystic-in-bali-1981/
6
https://theghost-hunting.blogspot.com/2014/05/mitologi-bali-leak.html
5
8
1.5 Landasan Teori
1.5.1
Teori Struktural
Pendekatan struktural sangat penting bagi sebuah analisis karya sastra. Sebuah
karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya. Unsur tersebut saling
mengisi dan berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan makna.
Pendekatan struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin, keterkaitan dan keterjalinan semua
anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh
(Teeuw, 2015:106).
Analisis struktural dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur fiksi yang bersangkutan. Mulamula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya keadaan peristiwa-peristiwa, plot,
tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Dengan demikian, pada
dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
keterkaitan antarunsur karya sastra.
Penelitian ini membahas unsur alur, penokohan, dan latar yang memiliki
hubungan erat antarunsur pembangunan suatu karya, dalam hal ini novel. Secara
definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu
sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur
yang satu dengan unsur lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur dengan
totalitasnya (Ratna, 2009:91). Antara penokohan dan plot memiliki hubungan yang
9
saling mempengaruhi. Plot menjadi sarana untuk memahami kehidupan tokoh.
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro 2005:165). Penokohan dapat
dilukiskan oleh tokoh utama, sekunder, dan komplementer atau pelengkap (Sukada,
1987:86). Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2005:165).
Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun
sebagai sebuah hubungan fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian
dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, alur merupakan perpaduan unsur-unsur
yang membangun cerita sehingga merupakan kerangka utama cerita. Plot dibangun
dari unsur-unsur cerita yang lebih kecil, disebut insiden (Wellek dan Warren,
1990:285).
Latar memberikan pijakan secara konkret dan jelas. Hal ini penting, untuk
memberikan kesan realistis pada pembaca untuk menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah benar terjadi (Nurgiyantoro, 2005:217). Latar dibedakan menjadi latar
sosial dan latar fisik. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa yang
melatari peristiwa. Latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan
dan daerah (Sudjiman, 1992:48). Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan
terjadinya
peristiwa-peristiwa
yang
diceritakan
dalam
sebuah
karya
fiksi
10
(Nurgiyantoro, 2005:230). Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan
sosial masyarakat mencakup berbagai masalah ruang lingkup yang cukup kompleks
dapat berupa kebiasaan, cara berpikir, dan bersikap lain-lain tergolong latar spiritual
(Nurgiyantoro, 2005:234).
1.5.2
Teori Sosiologi Sastra
Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara
karya sastra dengan masyarakat. Hubungan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, karya sastra dihasilkan oleh pengarang. Kedua, pengarang merupakan
anggota masyarakat. Ketiga, pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam
masyarakat. Keempat, hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat
(Ratna, 2009:60).
Di antara genre karya sastra, yaitu: puisi, prosa, dan drama, genre prosalah,
khususnya novel, yang dianggap dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.
Novel menampilkan unsur-unsur cerita yang lengkap, menyajikan masalah-masalah
kemasyarakatan, serta bahasa novel yang cenderung merupakan bahasa sehari-hari,
bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Liak Ngakak merupakan salah satu
contoh prosa yang parameternya menyajikan informasi umum tentang kebudayaan
Bali khususnya ilmu liak dengan baik, meskipun kandungannya tidak selengkap
catatan historis tentang ilmu liak Bali.
Damono (1979:10) lebih lanjut menjelaskan bahwa pendekatan sosiologi sastra
yang paling banyak dilakukan adalah menaruh perhatian pada aspek dokumenter
11
sastra. Landasannya adalah bahwa sastra merupakan cermin zamannya. Maksud dari
cermin zamannya ialah karya sastra merupakan cermin berbagai segi struktural sosial,
hubungan kekeluargaan, dan pertentangan kelas. Dalam hal ini, sosiologi sastra
menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh dalam khayalan dan situasi ciptaan
pengarang dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya. Dalam penelitian
ini digunakan teori Damono, yakni karya sastra dilihat sebagai cermin proses sosial
ekonomis yang merupakan cermin berbagai segi struktural sosial, hubungan
kekeluargaan, dan hubungan antarbudaya.
Dengan membaca karya sastra, pembaca di suatu tempat kemungkinan mendapat
informasi tentang keadaan masyarakat di tempat lainnya. Misalnya, ketika membaca
Liak Ngakak, pembaca mendapat gambaran tentang hubungan dua budaya yang
berbeda, walaupun tidak secara keseluruhan. Wellek dan Warren (1990:111)
mengklasifikasikan pendekatan dalam sosiologi sastra, meliputi:
1) sosiologi sastra mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial dan lain-lain
yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya;
2) sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri; dan
3) sosiologi pembaca yang berkaitan dengan masalah pembaca dan pengaruh
sosial karya sastra.
Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi yang kedua dari Wellek dan Warren,
yaitu sosiologi karya sastra. Dalam klasifikasi sosiologi karya sastra ini dibahas
mengenai masalah-masalah sosial dan dalam kaitannya dengan isi yang tersirat dalam
12
karya sastra. Jadi, dalam sosiologi sastra yang menjadi pokok bahasan adalah karya
sastra itu sendiri.
1.5.3
Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan
berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat.
Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri dapat
berlangsung jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik.
Jika tidak ada kesadaran pribadi masing-masing, proses sosial itu sendiri tidak dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya
manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya sehingga
perlu mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun
bertukar pikiran.
Menurut Herimanto dan Winarno (2010:52) interaksi sosial dapat diartikan
sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud
dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan
individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai
sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang
menggunakannya.
Hubungan yang terjadi antarwarga masyarakat berlangsung sepanjang waktu.
Rentang waktu yang panjang serta banyaknya warga yang terlibat dalam hubungan
13
antarwarga melahirkan berbagai bentuk interaksi sosial. Kehidupan sosial selalu
diwarnai dua kecenderungan yang saling bertolak belakang. Di satu sisi manusia
berinteraksi untuk saling bekerjasama, menghargai, menghormati, hidup rukun, dan
bergotong royong. Di sisi lain, manusia berinteraksi dalam bentuk pertikaian,
peperangan, tidak adanya rasa saling memiliki, dan lain-lain. Dengan demikian,
interaksi sosial mempunyai dua bentuk, yakni interaksi sosial yang mengarah pada
bentuk penyatuan (proses asosiatif) dan mengarah pada bentuk pemisahan (proses
disosiatif).
Menurut Gillin dan Giliin (dalam Soekanto 2006:308), bentuk-bentuk interaksi
sosial ada dua, yaitu: asosiatif dan disosiatif. Proses asosiatif dapat terbagi atas
bentuk: kooperasi, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Kerjasama merupakan suatu
usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai
satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana
terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompokkelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang
berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu
kestabilan. Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi
mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan
kelompok. Akulturasi merupakan suatu proses yang timbul apabila suatu kelompok
manusia dan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan
asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat
laun diterima tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
14
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas
bentuk: kompetisi, kontravensi, dan konflik. Kompetisi atau persaingan merupakan
suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi
merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan
pertentangan sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu
atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan
disertai ancaman dan kekerasan.
15
1.6 Metode dan Teknik Penelitian
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan (penelitian) guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam pengertian yang
lebih luas metode dianggap sebagai cara, strategi, untuk memahami realitas, langkahlangkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna,
2009:34). Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini melalui tiga
tahapan.
1.6.1
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam tahapan pengumpulan data adalah metode studi
kepustakaan dengan teknik lanjutan berupa teknik catat atau tulis. Sumber tertulis
dapat terdiri atas sumber buku, majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi (Moleong, 2002:113).
Data utama dalam analisis ini adalah novel Liak Ngakak, dan sebagai objek
dibaca secara intensif dan berulang-ulang, kemudian dicatat data yang penting. Data
sebagai penunjang analisis diperoleh dari buku-buku teori yang menunjang penelitian
ini.
1.6.2
Metode dan Teknik Pengolahan Data
16
Dalam tahapan ini metode yang digunakan adalah metode formal dan metode
deskriptif analisis. Metode formal adalah metode yang digunakan dalam analisis
dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsurunsur karya sastra (Ratna, 2009:49). Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Metode
deskriptif
tidak
semata-mata
menguraikan,
melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya mengenai data
yang ada (Ratna, 2009:53).
Dalam teknik pengolahan data dianalisis dengan menggunakan teknik simak dan
catat. Teknik simak dan catat merupakan lanjutan dari teknik membaca sebagai
pengembangan terhadap pemahaman yang didapatkan dari proses membaca.
1.6.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Pengolahan Data
Pada tahapan ini digunakan metode deskripsi, yakni dengan mendeskripsikan
hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Kemudian, disusun ke dalam format
penelitian berupa skripsi dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam ilmiah.
Penyajian hasil pengolahan data menggunakan sistematika sebagai berikut. Bab I
berisi pendahuluan yang merupakan pengembangan rancangan penelitian yang
dilaksanakan. Pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, penelitian sebelumnya, landasan teori, serta metode dan teknik analisis
data. Bab II berisi analisis struktural novel Liak Ngakak. Analisis struktural terdiri
atas penokohan, alur, dan latar. Bab III berisi analisis interaksi sosial budaya Timur-
17
Barat novel Liak Ngakak ditinjau dari aspek sosiologi sastra.Bab IV merupakan
penutup yang berisi simpulan dan saran.
Download