BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai penerima pelajaran (siswa), sedangkan mengajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan oleh seorang guru yang menjadi pengajar. Jadi belajarmengajar merupakan proses interaksi antara guru dan siswa pada saat proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan berhasil jika kemampuan guru dalam menentukan model pembelajaran tepat dengan materi dan tujuan pembelajaran tercapai serta ditentukan oleh minat belajar siswa. Guru tidak selamanya menjadi satu-satunya sumber belajar, sumber belajar bisa diperoleh dari buku, lingkungan, pengalaman, dan sumber apapun yang dapat digunakan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru atau teacher center. Pembelajaran yang berpusat pada guru membuat siswa menjadi pasif karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja. Pada pembelajaran teacher center, guru lebih banyak melakukan proses belajar-mengajar dalam bentuk ceramah. Sehingga, siswa kurang aktif dan siswa tidak diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan dan pemahamannya. Pada proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif. Dengan melibatkan siswa pada proses pembelajaran, siswa menjadi lebih aktif dan pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna. Dahar (Trianto, 2007: 25) menjelaskan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. 1 2 Pembelajaran yang melibatkan siswa sering disebut dengan student center atau berpusat pada siswa. Kelebihan dari student center adalah pembelajaran lebih aktif, pembelajaran lebih menyenangkan, melibatkan siswa dengan dunia nyata sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan siswa dituntut untuk mengkonstruksi pengalaman dan pemahaman. Hal ini sejalan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh David Ausubel yaitu tentang belajar bermakna. Teori ini membedakan antara belajar menerima dan belajar menemukan. Pada belajar menerima, bentuk akhir dari yang diajarkan itu diberikan oleh guru. Sedangkan pada belajar menemukan, bentuk akhir dari yang diajarkan itu harus dicari oleh siswa. Ia juga membedakan antara belajar menghafal dan belajar bermakna. Belajar bermakna yang dikemukakan oleh David Ausubel yaitu belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya, kemudian dikaitkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih mengerti (Maulana, 2008b). Dalam teori Konstruktivisme, guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Akan tetapi, siswa harus membangun sendiri pengetahuannya dengan cara menemukan ide-ide mereka sendiri yang diperoleh dari pengalaman mereka. Dalam hal ini, John Dewey (Maulana, 2008b) menjelaskan bahwa guru tidak hanya memberikan konsep begitu saja, namun harus mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut. Teori ini lebih menekankan pada proses daripada hasil. Banyak model-model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah Contextual Teacing and Learning (CTL). Contextual Teaching and Learning (CTL) dilandasi oleh filosofi Konstruktivisme, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, akan tetapi mengkonstruksi pengetahuan dari pengalaman. Dengan menggunakan model pembelajaran CTL, pembelajaran akan lebih bermakna karena materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Sehingga siswa bisa mengkonstruksi pemahamannya dari pengalamannya. Sanjaya (2006: 253) menjelaskan bahwa: 3 CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam kehidupan sehari-hari siswa, siswa banyak menemukan hal-hal yang berkaitan dengan mata pelajaran terutama matematika. Matematika memang memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, karena hampir dalam setiap aktivitas sehari-hari entah disadari atau tidak siswa pasti menggunakan Matematika. Selain memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari, mata pelajaran matematika pun memiliki tujuan yaitu sebagai berikut (Depdiknas, 2006: 30). 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa sering melihat foto yang ukuran besar dan foto yang berukuran kecil. Bahkan mungkin siswa sering menggambar suatu bangun atau benda yang sama dengan ukuran yang berbeda. Tanpa disadari mereka sudah menggunakan konsep kesebangunan. Akan tetapi, foto atau benda yang digambar siswa belum tentu sebangun. Karena untuk menentukan kesebangunan suatu benda, bangun, atau suatu bentuk tertentu kita harus paham terlebih dahulu tentang konsep kesebangunan. Untuk menciptakan suasana belajar yang melibatkan siswa dan pembelajaran menjadi lebih bermakna, maka penulis tertarik melakukan penelitian matematika dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching 4 and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Materi Kesebangunan” (Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri Cimara dan SD Negeri 2 Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan). B. Rumusan dan Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V pada materi kesebangunan secara signifikan? 2. Apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V pada materi kesebangunan secara signifikan? 3. Apakah pemahaman siswa kelas V pada materi kesebangunan yang mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional secara signifikan? 4. Apakah ada perbedaan peningkatan pemahaman siswa kelas V kelompok unggul, papak, dan asor pada materi kesebangunan yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) secara signifikan? 5. Bagaimana aktivitas siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi kesebangunan? 6. Bagaimana respon siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan respon siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi kesebangunan? Penelitian ini difokuskan pada penggunaan model pembelajaran CTL untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi kesebangunan. Penelitian ini dibatasi hanya pada siswa kelas V sekolah dasar di Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan semester genap tahun ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Memahami Sifat-sifat Bangun dan Hubungan Antarbangun dengan subpokok bahasan Menyelidiki Sifat-sifat Kesebangunan. Kemampuan pemahaman yang diukur dalam penelitian ini adalah indiktor kemampuan pemahaman yang 5 dikemukakan oleh Polya yaitu pemahaman induktif dan indikator pemahaman yang dikemukakan oleh Pollatsek yaitu pemahaman fungsional. Dasar pemilihan materi tersebut karena kesebangunan merupakan salah satu materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dalam pembelajarannya cocok menggunakan model pembelajaran CTL dan materi kesebangunan dapat meningkatkan kemampuan tilikan ruang siswa. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian mengenai penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi kesebangunan adalah sebagai berikut ini. 1. Untuk mengetahui peningkatkan pemahaman siswa kelas V secara signifikan pada materi kesebangunan dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). 2. Untuk mengetahui peningkatkan pemahaman siswa kelas V secara signifikan pada materi kesebangunan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. 3. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa kelas V secara signifikan pada materi kesebangunan yang mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 4. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman siswa kelas V secara signifikan pada kelompok unggul, papak, dan asor pada materi kesebangunan yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). 5. Untuk mengetahui aktivitas siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi kesebangunan. 6. Untuk mengetahui respon siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan respon siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi kesebangunan. 6 D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Bagi Penulis Penulis dapat mengetahui adanya pengaruh pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap peningkatan pemahaman siswa kelas V pada materi kesebangunan. 2. Bagi Guru Guru matematika bisa menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai alternatif pembelajaran yang dapat menghadirkan pengalaman baru, dan wawasan yang baru dalam pembelajaran matematika sekaligus dapat mengurangi kejenuhan belajar siswa. 3. Bagi Siswa Siswa memperoleh pengalaman belajar yang baru, menarik, menyenangkan, dan dapat meningkatkan pemahaman siswa karena berkaitan dengan kehidupan nyatanya. 4. Bagi Sekolah Sekolah yang menjadi tempat penelitian akan lebih maju dan memperoleh peningkatan mutu pembelajaran matematika khususnya di kelas V pada materi kesebangunan. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti yang lain terkait dengan pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). E. Batasan Istilah Penjelasan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian agar tidak terjadi salah penafsiran adalah sebagai berikut. 1. Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran 7 yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar (Maulana, 2008b: 89). 2. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Blanchard (Trianto, 2007: 102) mengemukakan bahwa “Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya”. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu model pembelajaran yang menghubungkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL juga menekankan adanya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa dapat mengaplikasikan secara langsung konsep matematika yang mereka pelajari. 3. Kemampuan Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu keadaan dimana siswa mengerti terhadap konsep kesebangunan. Kemampuan pemahaman yang ingin dicapai mengambil dua indikator yakni, salah satu indikator yang dikemukakan oleh Polya yaitu pemahaman induktif dan salah satu indikator yang dikemukakan oleh Pollatsek yaitu pemahaman fungsional. Adapun penjelasan dari indikator yang diambil adalah sebagai berikut (Maulana 2008b: 57). a. Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. b. Pemahaman fungsional, yaitu ditandai dengan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya, atau suatu prinsip atau prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya. 4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam kelas kontrol adalah proses pembelajaran yang sering digunakan atau dilaksanakan oleh guru di sekolah tersebut. Proses pembelajaran yang dilakukan guru pada kelas kontrol sebagian besar berpusat pada guru, dimana guru lebih banyak menerangkan materi, tanya-jawab dan diskusi kelompok.