kata pengantar - Kementerian Kesehatan

advertisement
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya telah tersusun Laporan Kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular (Dit.P2PTM) Tahun 2016, Laporan Kinerja ini disusun sebagai pelaksanaan sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP), yang mewajibkan setiap entitas sebagai unsur Kementerian Lembaga
penyelenggara negara mulai entitas satker sampai dengan entitas Kementerian Negara/
Lembaga harus menyampaikan Laporan Kinerja. Penyusunan laporan kinerja disusun sesuai
dengan peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata
Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Laporan Kinerja Dit.P2PTM merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka pencapaian sasaran strategis pada tahun
2016 yang tercermin dalam capaian indikator kinerja, serta merupakan realisasi dari Rencana
Kinerja Tahunan tahun anggaran 2015, yang mengacu pada Rencana Stategis Kementerian
Kesehatan 2015-2019, dan Rencana Aksi Kegiatan Dit.P2PTM tahun 2015-2019. Laporan
Kinerja ini dapat memberikan gambaran obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
pimpinan dan publik tentang kinerja Dit.P2PTM baik keberhasilan maupun kendala pada tahun
2016, dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja Dit.P2PTM yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana kerja tahun berikutnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas keberhasilan program pencegahan
dan pengendalian PTM yang telah dicapai, walaupun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan
dan disempurnakan untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Kami harapkan masukan-masukan
atau saran dan kritik yang membangun dari semua pihak dalam rangka peningkatan kinerja
pada tahun-tahun selanjutnya.
Jakarta, Januari 2017
Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM,
dr. Lily S. Sulistyowati, MM
NIP 1958011319888032001
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
i
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
LAPORAN KINERJA (LAPKIN)
DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2016
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
(P2PTM) Tahun 2016 merupakan laporan pertanggungjawaban atas pencapaian Sasaran
Strategis Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular tahun 2016, yang
tercermin dalam capaian Indikator Kinerja Utama (IKU), yang tertuang dalam dokumen
perjanjian kinerja tahun 2016 serta merupakan realisasi dari Rencana Kerja tahun anggaran
2016, sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015 – 2019, dan Rencana Aksi Kegiatan Dit.P2PTM tahun 2015-2019.
Tugas pokok dan fungsi Dit.PPTM tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64
tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, yaitu mempunyai tugas
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur,
dan krteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya, Direktorat Pengendalian PTM menyusun visi, misi, dan strategi, yang mencerminkan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan program dan kebijakan yang ditetapkan
dalam Rencana Aksi Kegiatan P2PTM Tahun 2015-2019.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan pencegahan pengendalian penyakit tidak
menular, yaitu terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna
dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, ditetapkan 6 (enam) indikator kinerja keberhasilan sasaran pelaksanaan kegiatan
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, yaitu; Persentase penurunan prevalensi
merokok pada usia ≤ 18 tahun, Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM
terpadu sebesar, Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) minimal 50% sekolah, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun
yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara.
Pada tahun 2016, Direktorat P2PTM telah mentapkan indikator keberhasilan yang tertuang
dalam perjanjian kinerja yaitu, Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18
tahun dengan target 6,4% (IKU), dan 4 (empat) indikator kinerja kegiatan yaitu Persentase
Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 20%, Persentase
Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50%
sekolah sebesar 20%, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
ii
ii
Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 20%, dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun
yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 20%.
Hasil dari pengukuran kinerja pada tahun 2016 adalah Persentase penurunan prevalensi
merokok pada usia ≤ 18 tahun sebesar 8,8%, 3 (tiga) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) mencapai
target 100% yaitu Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
(246,5%), dan Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) minimal 50% sekolah (105,8%), Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi
dini dan rujukan katarak sebesar 100,4%. 2 (dua) IKK tidak mencapai target yang diharapkan
adalah Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM (77,4%), dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi
dini kanker serviks dan payudara (25,74%)
Kendala yang dihadapi dalam pencapaian sasaran indikator kinerja tersebut, antara lain
advokasi dan sosialisasi yang belum maksimal di tingkat kab/kota, Koordinasi Lintas Program
dan Lintas Sektor yang belum optimal di tingkat Kab/Kota, dan minimnya anggaran di daerah
yang tersedia.
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
iii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
Halaman
i
RINGKASAN EKSEKUTIF...........................................................................................
ii-iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................
iv
BAB I
: PENDAHULUAN ............................................................................
1
BAB II
PERENCANAAN STRATEGIS DAN PERJANJIAN KINERJA................
8
A. PERENCANAAN KINERJA.........................................................
8
B. PERJANJIAN KINERJA..............................................................
9
AKUNTABILITAS KINERJA..............................................................
10
A. CAPAIAN KINERJA ..................................................................
10
B. REALISASI ANGGARAN ...........................................................
48
PENUTUP......................................................................................
53
52
BAB III
BAB IV
LAMPIRAN
:
| Lapkin Dit.P2PTM
Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
iv
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. VISI DAN MISI
Visi dan misi Direktorat Pengendalian PTM mendukung pelaksanaan Renstra Kemenkes
yang melaksanakan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”.
Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:
1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan
negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional, serta
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin
diwujudkan pada Kabinet Kerja, yakni:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
rasa aman pada seluruh warga Negara.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa.
9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
1
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
1
Kegiatan Pengendalian PTM mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya
seluruh Nawa Cita terutama terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia melalui upaya preventif dan promotif.
Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (PTM) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari program pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia, sehingga setiap individu menjadi produktif,
berdaya saing dan bermanfaat bagi pembangunan nasional. Dengan demikian,
pencegahan dan pengendalian PTM ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan
(morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan disabilitas serta mengurangi beban
ekonomi akibat PTM dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan
pembangunan nasional.
B. LATAR BELAKANG
Penyakit tidak menular (PTM) telah meningkat dengan tajam seiring dengan perubahan
gaya hidup dan perilaku tidak sehat masyarakat. Berbeda dengan penyakit akut, PTM
kerap kali baru dirasakan pada waktu komplikasi sudah terjadi. Hasil Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa lebih dari 70% penduduk yang hipertensi dan
diabetes melitus tidak terdiagnosa (undiagnosed). Fenomena ini mengindikasikan bahwa
beban sistem pelayanan kesehatan sebenarnya jauh lebih besar dari kondisi nyata saat ini.
Penyebab utama timbulnya penyakit tidak menular sangat terkait dengan gaya hidup dan
perilaku tidak sehat, oleh karena itu upaya pencegahan dan pengendaliannya
memerlukan upaya bersama secara lintas sektor didukung dengan keterlibatan
masyarakat, termasuk akademisi, profesional dan dunia usaha, dengan dukungan politis.
Penanggulangan masalah ini perlu dilakukan secara komprehensif mulai dari upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk paliatif. Oleh karena itu disusun
Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian PTM yang bertujuan sebagai peta
jalan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan upaya-upaya untuk menurunkan beban penyakit tidak menular
bagi penduduk di setiap tingkatan administrasi, dan juga menjadi sumber informasi bagi
kementerian/lembaga dan sektor serta stakeholders terkait, sehingga dapat memberikan
dukungan optimal sesuai dengan peran dan tanggung-jawabnya.
Rencana Aksi Kegiatan P2PTM 2015-2019 disusun selaras dengan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan periode 2015-2019 yang merupakan dokumen acuan dalam
pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Kesehatan untuk kurun
waktu lima tahun, yang berkaitan dengan amanah yang di emban oleh Presiden dalam
Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN) khususnya bidang kesehatan.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
201620162 2
Dit. P2PTM
Dalam pengukur keberhasilan kinerja setiap tahunnya Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) sebagai salah satu satuan kerja di
lingkungan Kementerian Kesehatan RI, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 64 tahun 2015 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
memiliki kewajiban dalam menyusun laporan kinerja, sebagai upaya dalam meningkatkan
transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), mewajibkan setiap entitas sebagai unsur
Kementerian Lembaga penyelenggara negara mulai entitas satker sampai dengan entitas
Kementerian Negara/ Lembaga harus menyampaikan Laporan Kinerja. Penyusunan
laporan kinerja disusun sesuai dengan peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat PPTM Tahun 2016 disusun sebagai salah satu
bentuk pertanggungjawaban Direktorat P2PTM sebagaimana yang ditetapkan dalam
perjanjian kinerja tahun 2016. Target kinerja tahun 2016, merupakan penjabaran dari
tujuan dan sasaran yang telah dituangkan dalam Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019, dan sesuai dengan Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015–2019. Diharapkan dengan
tersusunnya laporan kinerja ini dapat memberikan masukan dan umpan balik bagi pihakpihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja Direktorat P2PTM.
C. TUJUAN
Tujuan penyusuan Laporan Kinerja Dit.P2PTM ini adalah sebagai bentuk
pertanggungjawaban kinerja Direktur P2PTM secara tertulis kepada Dirjen P2P atas
pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan juga kinerja Dit.P2PTM Tahun 2016 dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan kesehatan khususnya kegiatan Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian
kinerja tahun 2016 yang selaras dengan Rencana Aksi Kegiatan pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular tahun 2015-2019.
D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan, bahwa Dit.PPTM mempunyai tugas Melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan
krteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular sesuai dengan
| Lapkin Lapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016 20163 3
Dit. P2PTM
ketentuan peraturan perundang undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Dit.
PPTM menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pencegahan pencegahan dan pengendalian
penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker
dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera
dan fungsional;
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit
paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan
kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan
fungsional;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan
dan pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan
pembuluh darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan
metabolik, dan gangguan indera dan fungsional;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh
darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan
gangguan indera dan fungsional;
5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit
paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan
kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan
fungsional; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
E. STUKTUR ORGANISASI
Susunan organisasi Direktorat PPTM berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64
tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan terdiri atas:
Subdirektorat Penyakit Paru Kronik Dan Gangguan Imunologi,
1. Subdirektorat Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah,
2. Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah,
3. Subdirektorat Penyakit Diabetes Mellitus dan Gangguan Metabolik,
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 4 4
Dit. P2PTM
Tahun
4. Subdirektorat Gangguan Indera dan Fungsional;
5. Subbagian Tata Usaha; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
DIREKTORAT
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR
SUBBAGIAN
TATA USAHA
SUBDIREKTOR
AT
PENYAKIT
PARU KRONIK
DAN
SUBDIREKTOR
AT
PENYAKIT
JANTUNG DAN
PEMBULUH
SUBDIREKTOR
AT
PENYAKIT
KANKER DAN
SUBDIREKTOR
AT
PENYAKIT
DIABETES
MELLITUS DAN
GANGGUAN
SUBDIREKTOR
AT
GANGGUAN
INDERA DAN
FUNGSIONAL
SEKSI
PENYAKIT
PARU
KRONIK
SEKSI
PENYAKIT
JANTUNG
SEKSI
PENYAKIT
KANKER
SEKSI
PENYAKIT
DIABETES
MELLITUS
SEKSI
GANGGUAN
INDERA
SEKSI
PENYAKIT
GANGGUAN
IMUNOLOGI
SEKSI
PENYAKIT
PEMBULUH
DARAH
SEKSI
PENYAKIT
KELAINAN
DARAH
SEKSI
PENYAKIT
GANGGUAN
METABOLIK
SEKSI
GANGGUAN
FUNGSIONAL
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
| Lapkin Lapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
201620165 5
Dit. P2PTM
F. SUMBER DAYA MANUSIA
Pada tahun 2016 Direktorat P2PTM memiliki 80 pegawai. Berikut ini gambaran pegawai
Direktorat PPTM tahun 2016 berdasarkan kelompok umur, golongan, dan pendidikan.
Grafik 1.1
Persentase Pegawai berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2016
Berdasarkan kelompok umur, pegawai Direktorat PPTM paling banyak berumur 41-50
tahun sebesar 46,25% (37 orang).
Grafik 1.2
Persentase Pegawai berdasarkan Golongan, Tahun 2016
Sedangkan berdasarkan golongan, proporsi yang terbanyak adalah golongan III sebanyak
72,5% 58 orang.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 6 6
Dit. P2PTM
Grafik 1.3
Persentase Pegawai berdasarkan Pendidikan, Tahun 2016
pegawai berdasarkan tingkat pendidikan, yang terbanyak adalah tingkat pendidikan S2
sebanyak 48,75%.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Berlandaskan pada PermenPAN dan RB No 53 tahun 2014, maka sistimatika penyajian
laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Kesehatan disusun sebagai berikut:
1. Executive Summary (Ikhtisar Eksekutif).
2. Bab I (Pendahuluan), menjelaskan gambaran umum Kementerian Kesehatan dan isu
strategi yang diemban.
3. Bab II (Perencanaan dan Perjanjian Kinerja), menjelaskan tentang ikhtisar beberapa hal
penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja).
4. Bab III (Akuntabilitas Kinerja), menjelaskan tentang pencapaian sasaransasaran
Kementerian Kesehatan dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran
kinerja serta dukungan anggaran dalam pencapaian program/kegiatan.
5. Bab IV (Penutup), berisi kesimpulan atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian
Kesehatan
| Lapkin Lapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
201620167 7
Dit. P2PTM
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
BAB II
A. PERENCANAAN KINERJA
PERENCANAAN
DAN PERJANJIAN KINERJA
1. RENCANA
AKSI
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
A. PERENCANAAN
KINERJA
Pembangunan
Nasional, bahwa setiap Kementerian diwajibkan menyusun Rencana
1. RENCANA
AKSI
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/ Lembaga yang disebut Rencana
Berdasarkan
Nomor 25(Renstra
Tahun 2004
tentang
Sistemlima
Perencanaan
StrategisUndang-Undang
Kementerian/Lembaga
KL) untuk
periode
tahun dan menyusun
Pembangunan Nasional, bahwa setiap Kementerian diwajibkan menyusun Rencana
Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga yang disebut Rencana Kerja
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/ Lembaga yang disebut Rencana
Kementerian/Lembaga (Renja-KL) untuk periode satu tahun.
Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra KL) untuk periode lima tahun dan menyusun
Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga yang disebut Rencana Kerja
Dit.P2PTM sebagai
bagianuntuk
dari Kementerian
Kesehatan telah menyusun Rencana Aksi
Kementerian/Lembaga
(Renja-KL)
periode satu tahun.
Kegiatan Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang selaras dengan Rencana Strategis
(Renstra)
Kementerian
KesehatanKesehatan
Tahun telah
2015-2019.
Aksi Kegiatan
Dit.P2PTM
sebagai
bagian dari Kementerian
menyusunRencana
Rencana Aksi
Pengendalian
Penyakit
Tidak
berisikan
tujuan,
sasaran,
kebijakan, dan
Kegiatan
Pengendalian
Penyakit
TidakMenular
Menular(PPTM)
yang selaras
dengan
Rencana
Strategis
(Renstra)
Kementerian
Kesehatan
2015-2019.
Aksi Kegiatan
rencana
Kegiatan PPTM
yang Tahun
menjadi
pedoman Rencana
untuk menyusun
rencana kinerja
Pengendalian
tahunan.Penyakit Tidak Menular (PPTM) berisikan tujuan, sasaran, kebijakan, dan
rencana Kegiatan PPTM yang menjadi pedoman untuk menyusun rencana kinerja
tahunan.
a.
TUJUAN DAN SASARAN
1) Tujuan
a. TUJUAN DAN SASARAN
Terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna
1) Tujuan
dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan
Terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna
setinggi-tingginya
dan masyarakat
berdaya-gunayang
dalam
mendukung pencapaian derajat kesehatan
2)
Sasaran
masyarakat yang setinggi-tingginya
Sasaran kegiatan pengendalian penyakit tidak menular adalah meningkatnya
2) Sasaran
Sasaran
kegiatan pengendalian
penyakitpenyakit
tidak menular
adalah meningkatnya
pencegahan
dan pengendalian
tidak menular
pada akhir tahun 2019
pencegahan
dan pengendalian
yang ditandai
dengan: penyakit tidak menular pada akhir tahun 2019
yang ditandai dengan:
Tabel 2.1
Tabel
2.1
Sasaran Kegiatan Pengendalian PTM tahun 2015-2019
Sasaran Kegiatan Pengendalian PTM tahun 2015-2019
TARGET
TARGET
SASARAN
INDIKATOR KINERJA
2015
2016
2017 2018
SASARAN
INDIKATOR KINERJA
2015
2016
2017 2018 2019
STRATEGIS
(%)
(%)
(%)
(%)
STRATEGIS
(%)
(%)
meningkatnya
Persentase
penurunan
6,9
meningkatnya
Persentase
penurunan
prevalensiprevalensi
6,9
6,4
pencegahan
merokok
pada
usia
≤
18
tahun
pencegahan
merokok pada usia ≤ 18 tahun
Persentase
Puskesmas
10
dan dan
Persentase
Puskesmas
yang 10 yang 20
pengendalian
melaksanakan
pengendalian
PTM
pengendalian
melaksanakan
pengendalian
PTM
penyakit
tidak tidak
penyakit
terpaduterpadu
menular
Kabupaten/Kota
yang 10 yang 20
menular Persentase
Persentase
Kabupaten/Kota
10
melaksanakan
kebijakan
Kawasan
melaksanakan kebijakan Kawasan
(%)
(%)
5,6 5,95,4 5,6
5,4
3020
40 30 50
40
50
3020
40 30 50
40
50
5,96,4
(%)
2019
(%)
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 8
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 8 8
Dit. P2PTM
(KTR) minimal
50%
Tanpa Tanpa
Rokok Rokok
(KTR) minimal
50%
Tanpa
Rokok
(KTR) minimal
50%
sekolah
sekolah
sekolah
Persentase
Desa/Kelurahan
10
20
50
Tanpa
Rokok
(KTR)
minimal
Persentase
Desa/Kelurahan
yang50%
10yang 20
30
40 30 50 40
Persentase
Desa/Kelurahan
10
20
30
40
50
melaksanakan
melaksanakan
kegiatan kegiatan
Pos yang Pos
sekolah
melaksanakan
kegiatan
Pos
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTM yang
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTM10
Persentase
Desa/Kelurahan
20
30
40
50
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTM
Persentase
perempuan
usia
30
sampai
10
20
30
40
50
melaksanakan
kegiatanusia 30Pos
Persentase perempuan
sampai 10
20
30
40
50
50 Persentase
tahun
dideteksi
dini
perempuan
usiakanker
30 PTM
sampai
10
20
30
40
50
Pembinaan
Terpadu
50 yang
tahun
yang (Posbindu)
dideteksi
dini
kanker
serviks
dan payudara
50
tahun
dideteksi
kanker 10
Persentase
perempuan
usiadini
30 sampai
20
30
40
50
serviksyang
dan
payudara
Persentase
Puskesmas
yang
5
10
20
30
serviks
dan
payudara
50
tahun
yang
dideteksi
dini
kanker
Persentase
yang
5
10
20
30
melaksanakan
deteksi diniPuskesmas
dan rujukan
Persentase
Puskesmas
yang
5
10
20
30
melaksanakan
deteksi dini dan
rujukan serviks
dan payudara
katarak
melaksanakan
deteksi
dini dan rujukan
katarak
Persentase
Puskesmas
yang
b. STRATEGI
5
10
20
30
katarak
melaksanakan
deteksi
dini
dan rujukan
b. STRATEGI
Strategi
yang digunakan untuk mencapai tujuan
dan sasaran dalam pencegahan
b. STRATEGI katarak
Strategi yang penyakit
digunakan
untuk
mencapai
sasaran
dalam pencegahan
dan penanggulangan
tidak
menular
adalah tujuan
sebagai dan
berikut
:
b. Strategi
STRATEGI
yang
mencapai tujuan dan sasaran dalam pencegahan
1) Advokasi
dan digunakan
Kemitraan; untuk
dan penanggulangan
penyakit tidak menular adalah sebagai berikut :
Strategi
yang digunakan
untuktidak
mencapai
tujuan
dansebagai
sasaranberikut
dalam :pencegahan
penanggulangan
penyakit
menular
adalah
2)dan
Promosi
Kesehatan
Penurunan
Faktor
Risiko;
1) Advokasi
dandan
Kemitraan;
dan
penanggulangan
penyakitKesehatan;
tidak menular
adalah sebagai berikut :
Advokasi
dan Kemitraan;
3)1)
Penguatan
Sistem
Pelayanan
danFaktor
2) Promosi
Kesehatan
dan Penurunan
Risiko;
1)
AdvokasiSurveilans,
dan Kemitraan;
4)2)
Penguatan
Monev
dan Riset. Faktor Risiko;
Promosi
Kesehatan
dan Penurunan
3) Penguatan Sistem
Pelayanan Kesehatan;
dan
2) Penguatan
Promosi Kesehatan
dan Penurunan
Faktordan
Risiko;
3)
Sistem Pelayanan
Kesehatan;
4) Penguatan
Surveilans,
Monev dan Riset.
3) Penguatan
Penguatan
Sistem
Pelayanan
B. PERJANJIAN
KINERJA
4)
Surveilans,
MonevKesehatan;
dan Riset. dan
4) Penguatan
Surveilans,
Monev
dan
Riset.
Perjanjian kinerja
merupakan
komitmen
yang
merepresentasikan
tekad dan janji untuk
B. PERJANJIAN
KINERJA
mencapai
kinerja secara
jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun. Perjanjian
B. PERJANJIAN
KINERJA
Perjanjian
merupakan
komitmen
yang
merepresentasikan
tekad
dan
kinerja
ditetapkankinerja
pada awal
tahun antara
Direktur
Pengendalian
PTM dengan
Drjen
PP janji untuk
B.
PERJANJIAN
KINERJA
Perjanjian
merupakan
komitmen
yang
merepresentasikan
tekad dan
janji untuk
dan
PLmencapai
dalamkinerja
menetapkan
targetjelas
kinerja
akanmerepresentasikan
dicapai
pada tahun
berjalan.
kinerja
secara
danyang
terukur
dalam rentang
waktu
satu
tahun.
Perjanjian
Perjanjian
kinerja
merupakan
komitmen
yang
tekad
danTargetjanji untuk
mencapai
kinerja
secara
jelasyang
daningin
terukur
dalam
rentang
waktu
satu tahun.
Perjanjian
target
kinerja
sasaran
program
dicapai
Dit.PPTM
dalam
dokumen
Perjanjian
kinerja
ditetapkan
pada
awal
tahun
antara
Direktur
Pengendalian
PTM
dengan
Drjen PP
mencapai kinerja secara jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun. Perjanjian
kinerjaDit.PPTM
ditetapkan
pada
awal
tahun
antara
Direktur
Pengendalian PTM dengan Drjen PP
Kinerja
Tahun
2016,
adalah
sebagai
berikut
berikut:
dan ditetapkan
PL dalam menetapkan
target
kinerja
yang akan
dicapai pada
kinerja
pada awal tahun
antara
Direktur
Pengendalian
PTM tahun
denganberjalan.
Drjen PPTargetTabel yang
2.2 akan dicapai pada tahun berjalan. Targetdan PL dalam menetapkan target kinerja
kinerja
sasaran program
yangyang
inginakan
dicapai
Dit.PPTM
dalamberjalan.
dokumen
Perjanjian
dantarget
PL dalam
menetapkan
target kinerja
dicapai
pada tahun
TargetPerjanjian
Kinerjaprogram
Program yang
Pengendalian
Penyakit
Tidak Menular
2016 Perjanjian
target kinerja
sasaran
ingin dicapai
Dit.PPTM
dalamTahun
dokumen
Kinerja
Dit.PPTM
2016,yang
adalah
sebagai
berikut:
target
kinerja
sasaranTahun
program
ingin
dicapaiberikut
Dit.PPTM
dalam dokumen Perjanjian
SASARAN
TARGET
Kinerja
Dit.PPTM Tahun 2016, adalah INDIKATOR
sebagai berikut
berikut:
KINERJA
Kinerja
Dit.PPTM Tahun 2016, adalah sebagai berikut
berikut:
Tabel 2.2
STRATEGIS
2016
Tabel2.2
2.2
Tabel
Perjanjian
Kinerja
Program
Pengendalian
Penyakit
Tidak
Menular
Tahun
meningkatnya Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18
6,4 2016
Perjanjian
Kinerja
Program
PengendalianPenyakit
PenyakitTidak
TidakMenular
MenularTahun
Tahun
2016
Perjanjian
Kinerja
Program
Pengendalian
2016
SASARAN
TARGET
pencegahan
tahun
INDIKATOR KINERJA
SASARAN
TARGET
SASARAN
TARGET
dan
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan
pengendalian PTM
20
STRATEGIS
2016
INDIKATOR
KINERJA
INDIKATOR
KINERJA
STRATEGIS
2016
STRATEGIS
2016
pengendalian
terpadu
meningkatnya Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18
6,4
meningkatnya
Persentase
penurunan prevalensi
prevalensi
merokok pada
pada
usia≤ ≤181820 6,46,4
penyakit
tidak Persentase
yang melaksanakan
kebijakan
meningkatnya
Persentase
penurunan
merokok
usia
pencegahan
tahunKabupaten/Kota
menular
pencegahan
tahun
Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah
pencegahan
tahun
dan
Persentase
Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM
20
Persentase
Desa/Kelurahan
yangmelaksanakan
melaksanakanpengendalian
kegiatan Pos PTM
dan
Persentase
Puskesmas yang
yang
melaksanakan
pengendalian
PTM20 2020
danpengendalian
Persentase
Puskesmas
terpadu
Pembinaan
Terpadu (Posbindu) PTM
pengendalian
terpadu
pengendalian
terpadu
penyakit tidak Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan
20
Persentase
perempuan
usia 30 sampai
50 tahun
yang dideteksi
20
penyakit
tidak
penyakit
tidak
Persentase
Kabupaten/Kota
yang
melaksanakan
kebijakan
20
Persentase
Kabupaten/Kota
yang
melaksanakan
kebijakan
20
menular dini kanker
Kawasan
Rokok (KTR) minimal 50% sekolah
serviksTanpa
dan payudara
menular
menular
Kawasan
Rokok (KTR)
(KTR)minimal
minimal50%
50%sekolah
sekolah
Kawasan Tanpa Rokok
Persentase
Desa/Kelurahan
yang melaksanakan
kegiatan 5Pos
20
Persentase
Puskesmas
yang melaksanakan
deteksi dini dan
Persentase
Desa/Kelurahan
yang
melaksanakan
2020
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakankegiatan
kegiatanPos
Pos
rujukanPembinaan
katarak
Terpadu (Posbindu) PTM
Pembinaan Terpadu
Terpadu (Posbindu)
Pembinaan
(Posbindu)PTM
PTM
Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi
20
Persentase perempuan
perempuan usia
2020
Persentase
usia 30
30sampai
sampai50
50tahun
tahunyang
yangdideteksi
dideteksi
dini kanker serviks dan payudara| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 9
dini kanker
kanker serviks
serviks dan
dini
dan payudara
payudara
Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan
5
Persentase Puskesmas
55
Persentase
Puskesmas yang
yang melaksanakan
melaksanakan deteksi
deteksidini
dinidan
dan
rujukan katarak
rujukan katarak
katarak
rujukan
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 92016
| Lapkin
2016
| LapkinDit.P2PTM
Dit.P2PTMTahun
Tahun
2016 9
9
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
9
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. CAPAIAN KINERJA
Pengukuran tingkat capaian kinerja dilakukan dengan cara membandingkan antara
capaian kinerja dengan target yang telah ditetapkan pada dokumen Perjanjian Kinerja.
Pengukuran kinerja pada tahun 2016, ada 6 indikator kinerja yang diukur yaitu :
Tabel 3.1
Pengukuran Kinerja Kegiatan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Tahun 2016
SASARAN
STRATEGI
S
meningk
atnya
pencegah
an dan
pengend
alian
penyakit
tidak
menular
INDIKATOR KINERJA
Persentase
penurunan
prevalensi merokok pada usia
≤ 18 tahun
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan pengendalian
PTM terpadu
Persentase Kabupaten/Kota
yang melaksanakan kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
minimal 50% sekolah
Persentase Desa/Kelurahan
yang melaksanakan kegiatan
Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM
Persentase perempuan usia
30 sampai 50 tahun yang
dideteksi dini kanker serviks
dan payudara
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan deteksi dini
dan rujukan katarak
TARGE
T (%)
REALISASI
(%)
6,9
8,8
20
49,3
(4.773
Puskesmas)
21,2
(109
Kabupaten/Kota
)
15,48
(12.349
Desa/Kelurahan
)
5,2
(1.925.943
orang )
20
20
20
5
5,02
(490
Puskesmas)
PENCAPAI
AN
(%)
62,5
246,5
105,8
77,4
25,74
100,4
Indikator kinerja pengendalian penyakit tidak menular yang di ukur pada tahun 2016, ada
6 (enam) indikator kinerja. Berikut ini akan dijelaskan capaian, upaya yang telah
dilaksanakan, permasalahan, dan rencana tindak lanjut dari masing-masing indikator
kinerja.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 10 10
Dit. P2PTM
1. Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun
a. Penjelasan Indikator
Merokok merupakan salah satu faktor risiko bersama (Common Risk Factor) yang
dapat menyebabkan PTM, dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Sehingga
dengan menurunkan prevalensi merokok diharapkan dapat menurunkan angka
prevalensi PTM.
Berdasarkan Riskesdas 2013 dan hasil sementara Sirkesnas 2016 di Indonesia
jumlah perokok laki-laki dewasa (usia ≥ 15 tahun) meningkat dari 66% menjadi
68.1%. Demikian juga terjadi peningkatan pada perokok pemula laki-laki usia anak
10 – 14 tahun meningkat tajam dari 4.8% (2013) menjadi 6.4% (2016). Namun
demikian terjadi penurunan prevalensi perokok pemula pada perempuan dari 2.5
% (2013) menjadi 0.1% (2016).
Sekitar 78% perokok mengaku mulai merokok sebelum umur 19 tahun dan
sepertiga dari siswa sekolah mengaku mencoba menghisap rokok pertama kali
sebelum umur 10 tahun. Selain itu Indonesia sebagai negara dijuluki “baby
Smoker” karena memiliki 239.000 perokok anak dibawah 10 tahun (GYTS 2014).
Oleh karena itu utuk menggambarkan pengendalian PTM dan faktor risikonya
disusun Indikator ini yang dapat menggambarkan tingkat keparahan kondisi
konsumsi rokok dimasyarakat, karena anak merupakan kelompok masyarakat
yang rentan untuk mencontoh perilaku orang dewasa dan gencarnya paparan
iklan produk di sekitarnya. Selain itu, timbulnya penyakit dampak rokok akan
semakin cepat dengan semakin mudanya seseorang memulai kebiasaan merokok
dan terkena paparan asap rokok.
b. Definisi operasional
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah jumlah
anak di Indonesia yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun yang diketahui sebagai
perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode lainnya,
dibandingkan dengan jumlah semua anak yang berusia 10 sampai dengan 18
tahun di Indonesia yang terdata di tahun tersebut (data BPS).
Pengertian
1) Anak perokok adalah anak yang dalam 1 bulan terakhir kadang-kadang atau
setiap hari merokok.
2) Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang berusia 10
tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216 bulan) pada saat
pengumpulan data dilakukan
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201611 11
Dit. P2PTM
c. Cara perhitungan/rumus
Persentase
penurunan
prevalensi
merokok pada usia =
≤ 18 tahun
jumlah anak di Indonesia yang berusia 10
sampai dengan 18 tahun yang diketahui
sebagai perokok melalui pengambilan data
faktor risiko baik survei atau metode lainnya
x
jumlah semua anak yang berusia 10 sampai 100%
dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di
tahun tersebut (data BPS).
d. Pencapaian Indikator
Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 20152019. Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survei
indikator kesehatan nasional, November 2016, yang dilaksanakan oleh
Balitbangkes. Hasil survei prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun 2016
adalah sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan target pada tahun 2016 adalah
sebesar 6,4% yang berarti terjadi peningkatan prevalensi merokok. Sehingga
pencapaian indikator sebesar 62,5%.
Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survei
indikator kesehatan nasional, November 2016, yang dilaksanakan oleh
Balitbangkes. Hasil sementara survei prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun
tahun 2016 adalah sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan target pada tahun
2016 adalah sebesar 6,4%, terjadi peningkatan prevalensi merokok. Sehingga
pencapain indikator sebesar 62,5%.
Grafik 3.1
Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, tahun 2016
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 12 12
Dit. P2PTM
Tahun
Grafik 3.2
Perbandingan Persentase prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun,
tahun 2013 dan tahun 2016
Jika dibandingkan prevalensi merokok usia ≤ 18 tahun tahun 2016 sebesar 8,8%
dengan baseline tahun 2013 sebesar 7,2% (grafik 3.1). Telah terjadi peningkatan
prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, yang seharusnya terjadi penurunan.
Grafik 3.3
Perbandingan target tahun 2017 dan realisasi tahun 2016 persentase prevalensi
merokok pada usia ≤ 18 tahun,
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201613 13
Dit. P2PTM
Tahun 2017 merupakan tahun mid term dari Renstra Kemenkes 2015-2019, dan
juga RPJMN 2015-2019. Realisasi tahun 2016 sebesar 8,8%, sedangkan target mid
term Renstra sebesar 5,9%. Pada tahun 2016 belum tercapai target mid term
Renstra, sehingga perlu strategi untuk mencapai terget yang diharapkan.
e. Analisa penyebab kegagalan
Prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun diharapkan terjadi penurunan dari
tahun ke tahun, tetapi pada tahun 2015 tidak ada data, karena survei indikator
nasional tidak dilaksanakan. Apabila dibandingkan dengan survei yang
dilaksanakan sebelumnya pada tahun 2013 (baseline data), prevalensi merokok
pada usia ≤ 18 tahun adalah sebesar 7,2% yang seharusnya menurun menjadi
6,4% tidak tercapai bahkan terjadi peningkatan hingga 8.8% (2016). Peningkatan
ini terutama terjadi pada perokok laki-laki sebesar 17.2% sedangkan pada perokok
perempuan sebesar 0.2%
Berdasarkan best practice pengendalian konsumsi rokok strategi yang harus
dilakukan berupa:
1) Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk memberikan perlindungan terhadap
paparan asap rokok melalui penerbitan Perda dan penerapannya di seluruh
Provinsi dan Kabupaten/Kota
2) Layanan Upaya Berhenti merokok dengan melaksanakan layanan konseling
berhenti merokok di FKTP dan FKRTL serta sekolah oleh guru terlatih
3) Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan bahaya rokok melalui iklan
layanan masyarakat, sosialisasi dan pencantuman Pictorial Health Warning
(Peringatan Kesehatan Bergambar) di bungkus rokok
4) Pelarangan iklan, promosi dan sponsor produk tembakau di media massa baik
cetak maupun elektronik, dalam gedung maupun luar gedung terhadap anakanak.
5) Menurunkan akses terhadap produk tembakau dengan meningkatkan pajak
rokok (tax) dengan demikian harga rokok naik sehingga tidak mudah dibeli
oleh anak-anak dan remaja.
Strategi tersebut diatas tidak dapat dilakukan hanya oleh Kementerian Kesehatan,
keterlibatan seluruh unsur Kementerian/Lembaga lain, sektor swasta, serta
masyarakat madani menjadi unsur penting dalam mendukung upaya penurunan
prevalensi perokok di Indonesia. Kementerian kesehatan telah berupaya untuk
melaksanakan strategi tersebut diatas sesuai dengan kewenangannya, namun
keterlibatan kementerian lain dalam mendukung strategi tersebut belum optimal.
Selain itu jika kita melihat capaian indikator komposit yang rutin dipantau dalam
mendukung upaya penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun yaitu
persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang kawasan tanpa rokok
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
14
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
14
sampai dengan tahun 2016 mencapai 46,21% dan indikator Persentase
Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
minimal 50% sekolah mencapai 21,2%. Kedua indikator tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
Grafik 3.4
Persentase Kab/Kota yang Memiliki Peraturan Tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR), Tahun 2015-2016
Jika dilihat dari persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) tahun 2015 dengan 2016, terjadi penambahan jumlah
kab/kota yang memiliki peraturan tentang KTR.
Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) minimal di 50% sekolah merupakan Indikator ini yang
menggambarkan upaya perlindungan terhadap anak usia sekolah yang menjadi
perokok pemula, melalui role model perilaku sehat tanpa merokok dan agent of
change (agen perubahan perilaku) dari kelompok sebaya. Jika dibandingkan
pencapaian tahun 2015 dengan 2016 terjadi peningkatan. Namun baru 20%
kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah,
sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap perilaku merokok pada usia ≤ 18
tahun yang merupakan usia anak sekolah.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201615 15
Dit. P2PTM
Grafik 3.5
Persentase Kab/Kota yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Minimal 50% Sekolah Tahun 2015-2016
f.
Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka penurunan prevalensi
merokok pada usia ≤ 18 tahun disepanjang tahun 2016 sebagai berikut :
 Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Dalam Upaya
Implementasi KTR di Sekolah.

Penyebaran Informasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media cetak
dan elektronik.

Review Implementasi KTR di daerah yang telah memiliki peraturan KTR.

Sosialisasi dan Tindak Lanjut Hasil Review Implementasi KTR.

Pertemuan Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Dalam Rangka Pengendalian
PTM.

Peningkatan kapasitas Layanan Quitline upaya berhenti merokok.

Penyedian Layanan Quit Line (Layanan Konsultasi Jarak Jauh Upaya Berhenti
Merokok)

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Dampak Rokok dan
Implementasi Kawasan Tanpa Rokok.

Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Daerah Yang Telah Memiliki
Peraturan KTR.

Penyusunan Pedoman Surveilans Kawasan Tanpa Rokok.

Penyusunan Buku Pedoman Tentang Penyakit Dampak Rokok.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 16 16
Dit. P2PTM
Tahun
g. Kendala/ Masalah Yang Dihadapi
 Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi
tembakau pada Kab/Kota belum maksimal.

Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di
tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.

Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatasnya jumlahnya,
dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR belum
optimal.

Monitoring faktor risiko Penyakit Tidak Menular termasuk kebiasaan
merokok dilaksanakan melalui kegiatan Pelaksanaan Survey tahunan di
Litbangkes tiap tahunnya mulai tahun 2016, sedang Riset Kesehatan Dasar
dilaksanakan setiap 3 tahun, termasuk Global Youth Tobacco Survey .

Sosialisasi mengenai peraturan KTR di daerah kepada masyarakat dan pihak
terkait dilakukan minimal 1 tahun setelah disahkannya aturan tersebut, agar
masyarakat dapat memahami pentingnya regulasi terkait KTR.

Sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis web PTM belum
optimal. Kesadaran masyarakat yang masih rendah akan bahaya konsumsi
rokok
h. Pemecahan Masalah
Meningkatkan komitmen daerah dalam pengembangan dan implementasi
regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai level pemerintahan.
Meningkatkan dukungan oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai
tatanan melalui berbagai kegiatan:

Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai
dengan peraturan yang berlaku terutama yang telah memiliki kebijakan dan
peraturan di daerah.

Penyebarluasan informasi tentang dampak kesehatan akibat konsumsi rokok
kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk
masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM).

Pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan secara komprehensif,
berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan melalui periode
pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.

Kuatnya komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian
tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya.

Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian
tembakau diberbagai bidang.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 17 17
Dit. P2PTM
Tahun

Mensinergikan kegiatan melalui strategi MPOWER yang meliputi Monitoring
konsumsi produk tembakau; Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok;

Upaya Pelayanan Berhenti merokok ; Peningkatan kewaspadaan masyarakat
akan bahaya produk tembakau ; Eliminasi iklan, promosi dan sponsor produk
tembakau dan Menurunkan akses terhadap produk tembakau.
2. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
a. Penjelasan Indikator
Puskesmas merupakan ujung tombak dan terdepan dalam upaya pelayanan
kesehatan masyarakat. Puskesmas mempunyai wilayah kerja yang luas dan
bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Pengendalian PTM dan faktor risikonya di Puskesmas merupakan upaya utama
dalam pengendalian PTM di masyarakat.
b. Definisi operasional
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu adalah
jumlah Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu di bagi Jumlah
seluruh Puskesmas di Indonesia.
Pengertian
1) Puskesmas yang melaksanakan Pengendalian PTM Terpadu adalah Puskesmas
yang telah melaksanakan minimal tatalaksana penyakit Hipertensi dan DM dan
atau telah melakukan pembinaan Posbindu PTM di wilayahnya.
2) Ruang lingkup pengendalian PTM Terpadu adalah seluruh Puskesmas baik
ditingkat Kecamatan maupun di tingkat Kelurahan atau FKTP yang melakukan
pencegahan dan pengendalian PTM.
c. Cara perhitungan/rumus
Persentase
Puskesmas
yang
melaksanakan
=
pengendalian
PTM
terpadu
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan x 100%
pengendalian PTM terpadu
Jumlah Puskesmas di Indonesia
d. Pencapaian Indikator
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu mencapai
target yang diharapkan. Dari target 20%, realisasi sebesar 49,3% atau sebanyak
4.773 Puskesmas dari 9.679 Puskesmas, sehingga pencapaian sebesar 246,5%.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 18 18
Dit. P2PTM
Grafik 3.6
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu,
Tahun 2016.
Grafik 3.7
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
berdasarkan Provinsi, Tahun 2016.
Provinsi yang memiliki persentase puskesmas yang melaksanakan pengendalian
PTM terpadu tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (100%),
sedangkan yang terendah adalah Provinsi Papua (1,8%). Provinsi yang masih
19 19
| Lapkin Dit.P2PTM
Lapkin Dit. Tahun
P2PTM 2016
Tahun 2016
dibawah target pencapaian ada 3 provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara 17
Puskesmas (13,8%), Sulawesi Barat 12 Puskesmas (13,0%), Papua 7 Puskesmas
(1,8%).
Sebaran Puskesmas yang melaksanakan pengendalian terpadu berdasarakan
Provinsi pada tahun 2016, sbb: Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 61
Puskesmas (100%), Di Yogyakarta 109 Puskesmas (90,1%), Jawa Timur 842
Puskesmas (87,7%), Lampung 212 Puskesmas (75,7%), Jambi 130 Puskesmas
(72,6%), Banten 167 Puskesmas (72,0%), Dki Jakarta 232 Puskesmas (67,6%,
Kalimantan Barat 159 Puskesmas (67,1%), Nusa Tenggara Barat 97 Puskesmas
(61,8%) Sumatera Selatan 187 Puskesmas (58,%), Jawa Tengah 504 Puskesmas
(57,7%), Sumatera Barat 149 Puskesmas (57,1), Kepulauan Riau 38 Puskesmas
(54,3%), Kalimantan Tengah 102 Puskesmas (53,4%), Sulawesi Selatan 209
Puskesmas (47,8%), Sumatera Utara 247 Puskesmas (43,4%), Sulawesi Tengah 77
Puskesmas (42,3%), Sulawesi Utara 75 Puskesmas (41,0%), Kalimantan Selatan 91
Puskesmas (39,9%), Aceh 133 Puskesmas (39,8%), Jawa Barat 406 Puskesmas
(38,5%), Bali 42 Puskesmas (35,6%) Bengkulu 64 Puskesmas (35,6%), Sulawesi
Tenggara 84 Puskesmas (32,4%), Gorontalo 29 Puskesmas (31,5%), Kalimantan
Timur 61 Puskesmas (27,5%), Kalimantan Utara 13 Puskesmas (27,1%), Riau 54
Puskesmas (26,1%), Nusa Tenggara Timur 90 Puskesmas (24,9%), Maluku 43
Puskesmas (23,8%), Papua Barat 30 Puskesmas (21,3%), Maluku Utara 17
Puskesmas (13,8%), Sulawesi Barat 12 Puskesmas (13,0%), Papua 7 Puskesmas
(1,8%).
Grafik 3.8
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu,
Tahun 2015- 2016.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 20 20
Dit. P2PTM
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu mencapai
target yang diharapkan pada tahun 2015 dan tahun 2016 selalu melampaui target
yang ditetapkan. Tahun 2015, dari target 10% dengan realisasi sebesar 34,4,3%
atau sebanyak 3.330 Puskesmas dari 9.679 Puskesmas. Sedangkan tahun 2016,
dari target 20% dengan realisasi sebesar 49,3% atau sebanyak 4.773 Puskesmas
dari 9.679 Puskesmas.
Dari grafik diatas juga terlihat pencapaian tahun 2015 dengan 2016 terjadi
peningkatan persentase puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM
terpadu. Hampir 50% puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
sehingga hal ini juga akan mempengaruhi terhadap pencegahan dan pengendalian
PTM di Indonesia.
Grafik 3.9
Perbandingan Target tahun 2017 dengan Realisasi 2016
Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
Grafik 3.9, menggambarkan perbandingan target mid term Renstra (tahun 2017)
dengan realisasi Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM
terpadu. Pada tahun 2016 realisasi telah mencapai target pertengan Renstra
2015-2019.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 21 21
Dit. P2PTM
e. Analisa Penyebab Keberhasilan
Peningkatan persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM
terpadu dikarenakan meningkatnya jumlah Puskesmas yang melakukan
pembinaan Posbindu PTM. Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan
jumlah pembentukan Posbindu PTM dari tahun 2015 sampai tahun 2016.
f.
Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka peningkatan
Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sepanjang tahun 2016
 Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dalam upaya pencegahan PTM di
Puskesmas melalui “Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT)
Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas.
 Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan PTM terpadu di Puskesmas,
dengan merevisi modul Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT)
Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas.
 Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan bahaya faktor
risiko PTM dan penyakit tidak menular melalui kegiatan :
1. Peringatan Hari Hipertensi Sedunia yang dilaksanakan tanggal 17 mei
dengan tema “Ketahui Tekanan Darahmu”
yang bertujuan untuk
meningkatkna pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
pentingnya mencegah dan mengendalikan hipertensi. Pada peringatan hari
hipertensi ini diselenggarakan kegiatan Bulan Pengukuran Tekanan Darah
yang dimulai tanggal 17 Mei hingga 17 Juni 2016 di seluruh Provinsi di
Indonesia.
2. Peringatan Hari Jantung Sedunia yang dilaksanakan tanggal 29 september
dengan tema “Power Your Life” yang bertujuan untuk meningkatkan
Awareness/ kewaspadaan masyarakat terhadap gejala, faktor risiko dan
penanganan dini serta rehabilitasi dari Penyakit Jantung Koroner.
 Penyusunan Juknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) pencegahan dan
pengendalian PTM
 Penyusunan PERMENKES Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
 Penyusunan Buku Saku Stroke Berbasis Masyarakat
 Penyusunan Petunjuk Teknis Penyakit Jantung Koroner
g. Kendala/ Masalah yang Dihadapi
 Belum tercapainya target “Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer
“(TOT) Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas pada
34 Provinsi karena adanya efisiensi anggaran
 Seringnya pergantian SDM/tenaga pengelola program PTM di daerah yang
menyebabkan tidak ada kesinambungan program.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 22 22
Dit. P2PTM
Tahun
h. Rencana Tindak Lanjut
 Pelaksanaan “Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT) Pelayanan
Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas di 34 provinsi.
 Percepatan pemenuhan SDM petugas kesehatan dalam melaksanakan PANDU
PTM melalui pelatihan PANDU PTM dengan dana dekonsentrasi
 Pemenuhan Sarana Prasarana pelaksanaan PANDU PTM di Puskemas melalui
Dana Alokasi Khusus (DAK)
 Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dalam pencegahan dan pengendalian
PTM di daerah
 Revisi pedoman Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di
Puskesmas.
3. Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
minimal 50% sekolah
a. Penjelasan Indikator
Indikator ini disusun sebagai bagian dari pengendalian faktor risiko PTM (faktor
risiko merokok) khususnya untuk menurunkan prevalensi perokok pemula yang
merupakan indikator RPJMN 2015-2019. Dengan membudayakan perilaku tidak
merokok di sekolah, dapat memberikan lingkugan, informasi, edukasi terhadap
bahaya merokok, sehingga diharapkan dapat menurunkan prevalensi merokok
pada usia ≤ 18 tahun. Indikator ini merupakan bagian dari tanggung jawab
Kemenkes sesuai dengan Permenkes No.40/2013 tentang peta jalan pengendalian
dampak konsumsi rokok bagi kesehatan.
Definisi operasional
Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah telah menerapkan
minimal di 50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang
mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok dibagi dengan jumlah kab/ kota di
Indonesia.
Pengertian
1) Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah telah menerapkan
minimal di 50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan
yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok.
2) Sekolah/madrasah yang dimaksud adalah sekolah/madrasah yang telah
menerapkan aturan peraturan perundangan Kawasan Tanpa Rokok sesuai
kriteria yang ada pada juknis penegakan KTR di level Sekolah Dasar dan
sederajatnya, Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya, Sekolah
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 23 23
Dit. P2PTM
Tahun
b. Definisi operasional
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM adalah jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dibagi Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia
di kali seratus persen.
Menengah Atas dan sederajatnya, baik negeri maupun swasta termasuk
pondok
pesantren dan sekolah berasrama.
Pengertian
3) Ruang
kebijakan
Kawasan
Tanpa Rokok
(KTR)Pos
di tatanan
sekolah
yang
1) lingkup
Desa/Kelurahan
yang
melaksanakan
kegiatan
Pembinaan
Terpadu
diatur (Posbindu)
dalam peraturan
perundangan
Kawasan
Tanpa
Rokok
yang
telah
PTM adalah desa/kelurahan yang menyelenggarakan kegiatan Pos
melakukan
penerapan
sesuai kriteria yaitu ditemukan tanda
Pembinaan Terpaduenforcement
(Posbindu) PTM
dilarang
merokok
di semua
masuk; diseluruh
Tidak
2) Ruang
lingkup
kegiatanpintu
Pos Pembinaan
Terpadulingkungan
(Posbindu) sekolah
PTM meliputi
ditemukan
orang faktor
merokok;
Tidak
ditemukan
ruang pengukuran
khusus merokok;
Tidak
wawancara
risiko dan
riwayat
PTM keluarga,
antropometri,
terciumpengukuran
bau asapIMT,
rokok;
Tidak tekanan
ditemukan
asbak
dan korek
Tidak
pengukuran
darah,
pengukuran
kadar api;
kolesterol
ditemukan
puntung
rokok;fungsi
Tidakparu
ditemukan
penjualan
rokok termasuk
kantin
darah,
pemeriksaan
sederhana
dan pemeriksaan
IVA/SADANIS.
sekolah,Kegiatan
tempatkonseling
tunggudan
penjemput;
Tidak
ditemukan indikasi kerjasama
penyuluhandan
serta
rujukan.
dengan Industri tembakau dalam bentuk sponsor, promosi, iklan rokok
(misalnya:
serbet, tatakan gelas, asbak, poster, spanduk, billboard, dll).
c. Cara perhitungan/rumus
Persentase
b. Cara perhitungan/rumus
jumlah Desa/Kelurahan yang melaksanakan
Desa/Kelurahan
Persentase
kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
yang melaksanakan
x
Kab/ kota ang
kegiatan Pos
= PTM
melaksanakan
jumlah Kab/ Kota yang melaksanakan kebijakan x 100%
=
Pembinaan
100%
kebijakan
KTR
KTR minimal
sekolah
Jumlah50%
Desa/
Kelurahan di Indonesia
minimalTerpadu
50% (Posbindu)
Jumlah kab/ kota di Indonesia
sekolahPTM
c. Pencapaian
d. Pencapaian
Persentase
Kabupaten/Kota
melaksanakanyang
kebijakan
Kawasankegiatan
Tanpa Rokok
Pencapaian
Persentaseyang
Desa/Kelurahan
melaksanakan
Pos
(KTR) Pembinaan
minimal diTerpadu
50% sekolah
wilayahnya.
ini
(Posbindu)yang
PTM, ada
tidak didapat
mencapai Indikator
target yang
menggambarkan
terhadap
anakrealisasi
usia sekolah
menjadi
diharapkan.upaya
Target perlindungan
pada tahun 2016
sebesar 20%,
15,48% yang
(12.349
desa/
perokokkelurahan)
pemula, sehingga
melalui pencapaiannya
role model perilaku
dan agent of
sebesarsehat
77,44%tanpa
(grafikmerokok
3.13)
change (agen perubahan perilaku) dari kelompok sebaya.
Grafik 3.10
Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) minimal di 50% sekolah yang ada di wilayahnya, Tahun 2016
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
29
| Lapkin
Dit.P2PTM
Tahun
2016
Lapkin
Dit. P2PTM
Tahun
2016 2424
Pencapaian Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah, mencapai target yang diharapkan. Dari
target 20%, realisasi sebesar 21,2% atau sebanyak 109 kab/kota dari 515
kab/kota, sehingga pencapaian sebesar 105,8%.
Jika dibandingkan pencapaian tahun 2015 dengan 2016 terjadi peningkatan
jumlah kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR di 50% sekolah
(grafik 3.11). Walaupun pada tahun 2016 telah mencapai target yang ditetapkan,
namun jika dibandingkan dengan target mid term tahun Rentra Kemenkes 20152019 sebesar 30%, belum mencapai target (grafik 3.12). Sehingga perlu upayaupaya dalam mencapai target pada tahun 2017. Pencapaian kab/kota yang telah
mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah sebesar 21,2%,
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku merokok
pada usia ≤ 18 tahun yang merupakan usia anak sekolah.
Grafik 3.11
Persentase Target dan Realisasi Kab/Kota yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah Tahun 2015-2016
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201625 25
Dit. P2PTM
Grafik 3.12
Perbandingan Target 2017 dan Realisasi Tahun 2016 Persenatse Kab/Kota yang
Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah
Jika membandingkan realisasi tahun 2016 Persentase Kab/Kota yang
Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah
dengan target tahun 2017 yang merupakan tahun mid term Renstra Kemenkes
2015-2019
d. Analisis Keberhasilan
Persentase kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50%
sekolah mencapai target yang telah di tetapkan dalam perjanjian kinerja. Hal ini
merupakan pencapaian dari upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain
pemenuhan SDM baik tenaga kesehatan maupun tenaga pendidik pada kab/kota
yang menjadi target. Selain itu, advokasi oleh aliansi bupati dan walikota yang
rutin dilaksanakan dalam memperoleh komitmen kepala daerah. Faktor lain
seperti peraturan Permendikbud RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan
Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah mendukung dalam upaya implementasi
kawasan tanpa rokok.
e. Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka peningkatan
Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) minimal 50% sekolah sebagai berikut :
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
26
26
f.

Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Dalam Upaya
Implementasi KTR di Sekolah.

Penyebaran Informasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media cetak
dan elektronik.

Review Implementasi KTR di daerah yang telah memiliki peraturan KTR.

Sosialisasi dan Tindak Lanjut Hasil Review Implementasi KTR.

Pertemuan Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Dalam Rangka Pengendalian
PTM.

Peningkatan kapasitas Layanan Quitline upaya berhenti merokok.

Penyedian Layanan Quit Line (Layanan Konsultasi Jarak Jauh Upaya Berhenti
Merokok)

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Dampak Rokok dan
Implementasi Kawasan Tanpa Rokok.

Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Daerah Yang Telah Memiliki
Peraturan KTR.

Penyusunan Pedoman Surveilans Kawasan Tanpa Rokok.

Penyusunan Buku Pedoman Tentang Penyakit Dampak Rokok.
Kendala/ Masalah Yang Dihadapi
 Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi
tembakau pada Kab/Kota belum maksimal.

Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di
tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.

Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatasnya jumlahnya,
dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR belum
optimal.

Monitoring faktor risiko Penyakit Tidak Menular termasuk kebiasaan
merokok dilaksanakan melalui kegiatan Pelaksanaan Survey tahunan di
Litbangkes tiap tahunnya mulai tahun 2016, sedang Riset Kesehatan Dasar
dilaksanakan setiap 3 tahun, termasuk Global Youth Tobacco Survey .

Sosialisasi mengenai peraturan KTR di daerah kepada masyarakat dan pihak
terkait dilakukan minimal 1 tahun setelah disahkannya aturan tersebut, agar
masyarakat dapat memahami pentingnya regulasi terkait KTR.

Sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis web PTM belum
optimal. Kesadaran masyarakat yang masih rendah akan bahaya konsumsi
rokok
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 27 27
Dit. P2PTM
g. Pemecahan Masalah
Meningkatkan komitmen daerah dalam pengembangan dan implementasi
regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai level pemerintahan.
Meningkatkan dukungan oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai
tatanan melalui berbagai kegiatan:

Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai
dengan peraturan yang berlaku terutama yang telah memiliki kebijakan dan
peraturan di daerah.

Penyebarluasan informasi tentang dampak kesehatan akibat konsumsi rokok
kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk
masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM).

Pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan secara komprehensif,
berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan melalui periode
pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.

Kuatnya komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian
tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya.

Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian
tembakau diberbagai bidang.

Mensinergikan kegiatan melalui strategi MPOWER yang meliputi Monitoring
konsumsi produk tembakau; Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok;

Upaya Pelayanan Berhenti merokok ; Peningkatan kewaspadaan masyarakat
akan bahaya produk tembakau ; Eliminasi iklan, promosi dan sponsor produk
tembakau dan Menurunkan akses terhadap produk tembakau.
4. Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM
a. Penjelasan Indikator
pencegahan dan penanggulangan terhadap PTM utama dilakukan dengan
pendekatan terhadap pengendalian faktor risiko bersama (Common Risk Factors).
Di tingkat komunitas telah diinisiasi pembentukan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM. Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam
kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut faktor risiko PTM secara
mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk
kewaspadaan dini masyarakat dalam mengendalikan faktor risiko PTM karena
pada umumnya faktor risiko PTM tidak bergejala dan seringkali masyarakat
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam keadaan komplikasi. Melalui
kegiatan ini, diharapkan pencegahan faktor risiko PTM dapat dilakukan sejak dini
dan kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 2828
Dit. P2PTM
Tahun
b. Definisi operasional
b. Definisi operasional
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
Persentase
Desa/Kelurahan
yang
melaksanakan
kegiatan
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTM adalah
jumlah
desa/kelurahan
yang Pos
melaksanakan
kegiatan
Pos
(Posbindu)
PTM adalah
jumlah
desa/kelurahan
melaksanakan
kegiatan
Pos
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTM dibagi yang
Jumlah
Desa/ Kelurahan
di Indonesia
Pembinaan
Terpadu
PTM dibagi Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia
di kali
seratus(Posbindu)
persen.
di kali seratus persen.
Pengertian
Pengertian
1) Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
1) Desa/Kelurahan
melaksanakan
kegiatan
Pos Pembinaankegiatan
Terpadu
(Posbindu)yang
PTM adalah
desa/kelurahan
yang menyelenggarakan
Pos
(Posbindu)
PTM adalah
desa/kelurahan
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu) PTMyang menyelenggarakan kegiatan Pos
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTMPembinaan Terpadu (Posbindu) PTM meliputi
2) Ruang
lingkup
kegiatan Pos
2) Ruang lingkup
kegiatan
Pos Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
PTM
meliputi
wawancara
faktor risiko
dan riwayat PTM
keluarga,
pengukuran
antropometri,
wawancara
faktor risiko
riwayat PTM
keluarga,
antropometri,
pengukuran
IMT,dan
pengukuran
tekanan
darah, pengukuran
pengukuran kadar
kolesterol
pengukuran
IMT,
pengukuran
tekanan
darah, pengukuran
kadarIVA/SADANIS.
kolesterol
darah,
pemeriksaan
fungsi
paru sederhana
dan pemeriksaan
darah, pemeriksaan
fungsi
sederhana
dan pemeriksaan IVA/SADANIS.
Kegiatan konseling
danparu
penyuluhan
serta rujukan.
Kegiatan konseling dan penyuluhan serta rujukan.
c. Cara perhitungan/rumus
c. Cara perhitungan/rumus
Persentase
jumlah Desa/Kelurahan yang melaksanakan
Persentase
Desa/Kelurahan
Desa/Kelurahan
yang Terpadu
melaksanakan
Pos Pembinaan
(Posbindu)
Desa/Kelurahan
yang melaksanakanjumlahkegiatan
x
kegiatan
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
yang melaksanakan
kegiatan Pos
= PTM
x 100%
kegiatan Pembinaan
Pos
= PTM
100%
Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia
Pembinaan
Terpadu (Posbindu)
Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia
Terpadu (Posbindu)
PTM
PTM
d. Pencapaian
d. Pencapaian
Pencapaian Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos
Pencapaian
Persentase
Desa/Kelurahan
yang
kegiatan
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu) PTM,
tidakmelaksanakan
dapat mencapai
target Pos
yang
Pembinaan
TerpaduTarget
(Posbindu)
tidak dapat
mencapai
diharapkan.
pada tahunPTM,
2016 sebesar
20%, realisasi
15,48%target
(12.349 yang
desa/
diharapkan.
Target sehingga
pada tahun
2016 sebesar
20%,
realisasi
15,48%
kelurahan)
pencapaiannya
sebesar
77,44%
(grafik
3.13) (12.349 desa/
kelurahan) sehingga pencapaiannya sebesar 77,44% (grafik 3.13)
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 29
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 29
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
29
Grafik 3.13
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM, Tahun 2016
Grafik 3.14
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu) PTM berdasarkan Provinsi, Tahun 2016.
Provinsi yang memiliki Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta
(87,27%), sedangkan yang terendah adalah Provinsi Papua (1,38%).
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
30
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
30
Sebaran Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM berdasarakan Provinsi pada tahun 2016, sbb: Provinsi DKI Jakarta
233 desa/ kelurahan (87,27%), Kepulauan Bangka Belitung 288 desa/ kelurahan
(75,59%), DI Yogyakarta 235 desa/ kelurahan (53,65%), Sumatera Barat 468 desa/
kelurahan (41,05%), NTB 364 desa/ kelurahan (31,76%), Jawa Timur 2.472 desa/
kelurahan (29,07%), 820 Kepulauan Riau 108 desa/ kelurahan (28,20%), Banten
421 desa/ kelurahan (27,14%), Sulawesi Selatan 820 desa/ kelurahan (27,11%),
Lampung 671 Desa/ Kelurahan (26,05%), Jambi 360 desa/ kelurahan (23,90%),
Kalimantan Barat 328 desa/ kelurahan (16,55%), Jawa Barat 930 desa/ kelurahan
(15,6%), Sulawesi Utara 268 desa/ kelurahan (15,42%), Bengkulu 229 desa/
kelurahan (15,1%), Gorontalo 110 desa/ kelurahan (15,01%), Sumatera Selatan
486 desa/ kelurahan (144,9%), Jawa Tengah 1.152 desa/ kelurahan (13,45%),
Sulawesi Tenggara 265 desa/ kelurahan (11,96%), Kalimantan Tengah 186 desa/
kelurahan (13,45%), Bali 81 desa/ kelurahan (11,31%), Kalimantan Timur 111
desa/ kelurahan (10,96%), Sulawesi Tengah 205 desa/ kelurahan (10,67%), Aceh
677 desa/ kelurahan (10,43%), Kalimantan Selatan 179 desa/ kelurahan (8,92%),
Sumatera Utara 179 desa/ kelurahan (7,76%), Riau 129 desa/ kelurahan (7,33%),
Maluku 74 desa/ kelurahan (7,11%), Kalimantan Utara 33 desa/ kelurahan
(6,98%), NTT 203 desa/ kelurahan (6,32%), Sulawesi Barat 38 desa/ kelurahan
(5,89%), Papua Barat 75 desa/ kelurahan (5,2%), Maluku Utara 45 desa/ kelurahan
(4,18 %), Papua 50 desa/ kelurahan (1,38%)
Grafik 3.15
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM Tahun
2015-2016
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
31
31
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM tidak
mencapai target yang diharapkan baik pada tahun 2015 maupun tahun 2016.
Target pada tahun 2015 sebesar 10%, realisasi 8,83% atau sebanyak 7.177 desa/
kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM sehingga pencapaiannya
sebesar 88,30%. Sedangkan pada tahun 2016 target sebesar 20%, realisasi
15,48% atau sebanyak 12.349 desa/ kelurahan yang melaksanakan kegiatan
Posbindu PTM sehingga pencapaiannya sebesar 77,44%. Walaupun terjadi
peningkatan jumlah desa/ kelurahan yang melaksanakan Posbindu di tahun 2016,
namun terjadi penurunan pencapaian di tahun 2016. Pada grafik 3.15, terlihat
realisasi desa/ kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM masih
setengah nya dari target Renstra Kemenkes 2015-2019
Grafik 3.16
Perbandingan Target Tahun 2017 dan Realisasi Tahun 2016
Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM
e. Analisa penyebab kegagalan
Masih rendahnya komitmen pemangku kebijakan didaerah terhadap program
pengendalian PTM dalam melaksanakan Posbindu PTM, sehingga kegiatan
Posbindu PTM belum menjadi prioritas, selain itu ketersedian SDM baik petugas
kesehatan maupun kader dalam melaksanakan Posbindu PTM masih terbatas,
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
32
32
ditambah dengan mobilsasi petugas daerah yang telah dilatih yang terlalu sering
dan cepat, sehingga program Posbindu didaerah menjadi kurang optimal.
Kegiatan Posbindu PTM merupakan kegiatan
f.
Upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016
Berikut upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016, dalam mendukung
mencapaian indikator tersebut:
1) Peningkatan kapasitas SDM melalui TOT dan Pelatihan Posbindu bagi petugas
kesehatan dan kader Posbindu.
2) Penguatan surveilans faktor risiko PTM dari Posbindu PTM melalui sistem
web.
3) Pemanfaatan dana dekon dan BOK dalam penyelenggaraan Posbindu PTM.
4) Pemanfaatan dana dekon untuk melakukan pelatihan peyelenggaraan
Posbindu PTM bagi Nakes dan kader di daerah.
5) Penyediaan alat dan bahan dalam bentuk Posbindu kit.
6) Workshop Modul Pelatihan Posbindu PTM Bagi Petugas Pelaksana Posbindu
PTM
7) Integrasi kegiatan Posbindu PTM melalui Gerakan Hidup Sehat yang di inisiasi
oleh Kemenko PMK
8) Pembuatan Media Informasi elektronik tentang Posbindu PTM
9) Penguatan kegiatan Posbindu PTM di sekolah melalui Workshop Cerdik
g. Permasalahan:
1) Masih kurangnya sosialisasi dan advokasi tentang penyelenggaraan Posbindu
PTM.
2) Belum berjalannya sistem surveilans faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM.
3) Belum maksimalnya TOT dan pelatihan untuk semua provinsi daam
penyelenggaraan Posbindu
4) Perpindahan atau mutasi petugas daerah yang telah dilatih program PPTM
yang terlalu sering dan cepat, sehingga program PPTM didaerah menjadi
kurang optimal.
5) Masih rendahnya komitmen pemangku kebijakan didaerah terhadap
program pengendalian PTM.
6) Belum adanya regulasi yang dapat menjadi payung secara nasional dalam
pelaksanan kegiatan Posbindu untuk mendapatkan dukungan dari lintas
sektor sebagai stake holder terkait.
7) Dukungan lintas sektor sangat minimal, sedangkan kegiatan kemasyarakan
seperti Posbindu PTM sangat membutuhan kepedulian dan dukungan lintas
sektor baik pendanaan maupun sarana dan prasarananya.
8) Masih perlunya advokasi dan sosialisai yang bersifat masif dan terintegrasi
dalam mendukung kegiatan Posbindu PTM
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 33 33
Dit. P2PTM
9) Minimnya pemanfaatan dana DAK dan Dana lainnya dalam menunjang
kegiatan Posbindu di daerah.
h. Rencana Tindak lanjut
Berikut ini beberapa rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kualitas indikator
kinerja pada tahun berikutnya:
1) Peningkatan Kapasitas nakes dan kader Posbindu PTM melalui TOT,
Workshop dan pelatihan.
2) Sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan Posbindu PTM di daerah.
3) Penguatan sistem surveilans faktor risiko melalui Posbindu PTM berbasis
web.
4) Mengintegrasikan kegiatan Posbindu PTM dengan kegiatan Program
Indonesia Sehat melalui pendekatan Keluarga Sehat.
5) Mengintegrasikan kegiatan Posbindu PTM dalam Rumah Sehat Desa.
6) Meningkatkan kampanye GERMAS terintegrasi Posbindu PTM.
7) Penguatan sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis web melalui TOT
surveilains PTM yang telah tersertifikasi.
5. Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan
payudara
a. Penjelasan Indikator
Kanker Payudara dan kanker leher rahim merupakan kanker yang tertinggi pada
perempuan. Kedua kanker ini dapat ditemukan pada tahap yang lebih dini dimana
saat ini kanker ditemukan pada stadium lanjut (70%) sehingga angka kematiannya
tinggi. Pembiayaan kanker merupakan salah satu pembiayaan kesehatan tertinggi
di Indonesia. Kanker leher rahim dapat ditemukan pada tahap sebelum kanker
(lesi prakanker) dengan metoda IVA dan papsmear. Jika ditemukan pada tahap
lebih dini dapat menurunkan angka kematian dan menghemat pembiayaan
kesehatan yang sangat tinggi, terutama dari kedua kanker ini.
b. Definisi operasional
Persentase perempuan usia 30 sampai dengan 50 tahun yang dideteksi dini
kanker payudara dan kanker leher rahim adalah jumlah persentase perempuan
usia 30 – 50 tahun yang dideteksi dini kanker payudara dengan CBE/SADANIS dan
deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA dan atau Papsmear.
Pengertian
1) Perempuan usia 30 sampai 50 tahun adalah perempuan usia subur yang
memiliki usia 30 sampai 50 tahun dan sudah melakukan kontak seksual aktif
(sudah menikah).
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 3434
Dit. P2PTM
Tahun
2)
3)
4)
5)
Program IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah kegiatan deteksi
dini kanker leher rahim dengan cara mengamati dan melihat leher rahim
yang telah dipulas dengan asam asetat 3-5 % yang ditandai dengan adanya
bercak putih (aceto white epithelium) sebagai lesi prakanker.
Program SADANIS adalah kegiatan deteksi dini kanker payudara dengan cara
pemeriksaan klinis payudara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Papsmear adalah pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim (serviks)
melalui pemeriksaan sitopatologi dengan menemukan perubahan morfologis
dari sel-sel epithel leher rahim yang ditemukan pada keadaaan prakanker
dan kanker.
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan tingkat pertama yang melakukan
pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dengan CBE/SADANIS dan kanker
leher rahim dengan metode IVA perempuan usia 30 – 50 tahun.
c. Cara perhitungan/rumus
Persentase perempuan
usia 30 sampai dengan
50 tahun yang
dilakukan deteksi dini
kanker payudara dan
kanker leher Rahim
Jumlah perempuan usia 30 - 50 tahun
yang dilakukan deteksi dini kanker
= payudara dan kanker leher rahim
x 100%
Jumlah perempuan usia 30 – 50 tahun
di suatu wilayah
d. Pencapaian
Pencapaian persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini
kanker payudara dan kanker serviks, tidak dapat mencapai target yang
diharapkan. Target pada tahun 2016 sebesar 20% atau sebanyak 7.483.096
perempuan usia 30 – 50 tahun yang sudah melakukan kontak seksual aktif,
realisasi 5,2% atau sebanyak 1.925.943 perempuan sehingga pencapaiannya
sebesar 25,74% (grafik 3.17). Dari 5,2% didapatkan 4% IVA positif atau sebanyak
73.453 perempuan. Sedangkan pada pemeriksaan CBE/SADANIS ditemukan tumor
mamae sebanyak 4.030 perempuan dengan curiga kanker 611 perempuan.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
20162016 35 35
Dit. P2PTM
Grafik 3.17
Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker
payudara dan kanker serviks, Tahun 2016
Jumlah perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker serviks (IVA) selama tahun
2016 adalah 657.610 orang atau sebesar 17.6% dengan hasil IVA positif sebanyak
14.960 orang atau sebesar 2% dari total yang diperiksa dan ditemukan curiga
kanker serviks sebanyak 380 orang atau sebesar 2.6 ‰ dan dilaporkan sebanyak
331 orang dilakukan tindakan krioterapi atau sebesar 2.2% dari total IVA positif.
Sedangkan pada pemeriksaan SADANIS ditemukan tumor mammae sebanyak
1252 orang dengan curiga kanker payudara sebanyak 312 orang. Pasien yang
ditemukan dengan tumor dan curiga kanker dirujuk ke rumah sakit setempat
untuk mendapatkan tindakan medis. Bila dilihat dari cakupan kumulatif nasional
sejak tahun tahun 2007 hingga 2016 maka terlihat ada kenaikan dari cakupan
pemeriksaan IVA dibandingkan pada tahun lalu yaitu sebesar 1.8 %.
Grafik 3.18
Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker
payudara dan kanker serviks berdasarkan Provinsi, Tahun 2016.
| Lapkin
Dit.P2PTM
Tahun
2016
Lapkin
Dit. P2PTM
Tahun
2016 3636
Grafik 3.18 menggambarkan sebaran persentase perempuan usia 30 – 50 tahun
yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks berdasarkan
provinsi, tahun 2016. Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan
deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks yang tertinggi adalah Provinsi Bali
sebesar 18.5%, sedangkan yang terendah adalah Provinsi Papua sebesar 0,2%.
Grafik 3.19
Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker
payudara dan kanker serviks Tahun 2015-2016
Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker
payudara dan kanker serviks tidak mencapai target yang diharapkan baik pada
tahun 2015 maupun tahun 2016. Target pada tahun 2015 sebesar 10%, realisasi
27% atau sebanyak 115,639 perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker
payudara dan kanker serviks sehingga pencapaiannya sebesar 27,4%. Sedangkan
pada tahun 2016 target sebesar 20%, realisasi 5,2% atau sebanyak 1.925.943
perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks
sehingga pencapaiannya sebesar 25,74%. Walaupun terjadi peningkatan
perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks di
tahun 2016, namun terjadi penurunan pencapaian di tahun 2016. Pada grafik
3.20, terlihat realisasi persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan
deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks masih sangat jauh dari target mid
term Renstra Kemenkes 2015-2019.
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
37
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
37
Grafik 3.20
Perbandingan Target 2017 dan Realisasi Tahun 2016
Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini
kanker payudara dan kanker serviks
Sedangkan puskesmas yang sudah melaksanakan deteksi dini IVA dan SADANIS
sebanyak 2.625 puskesmas. Berdasarkan target pada indikator Rencana Kegiatan
Pemerintah (RKP) bidang kesehatan yaitu puskesmas yang melaksanakan
pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks pada perempuan
usia 30-50 tahun sebesar 1.943 puskesmas, pencapaiannya sebesar 135,1%.
Grafik 3.21
Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker
Serviks Tahun 2016
Tabel 3.1
Perbandingan Jumlah Capain Kab/kota, Puskesmas dan SDM terlatih
Tahun 2015-2016
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 38 38
Dit. P2PTM
Tahun
Tahun
Kab/Kota
Puskesmas
terlatih IVA
Jumlah
Terlatih
Dokter
2015
382
3042
2364
Provider Jumlah supervisor
Terlatih
Bidan
SpOG
SpOG
(Onk)
4842
83
5
2016
393
3706
2783
5743
105
5
Hingga tahun 2016 sudah 34 propinsi 393 kabupaten/kota 3.706 puskesmas yang
sudah dilakukan pelatihan deteksi dini IVA dan SADANIS. Jumlah provider terlatih
terdiri dari 5743 orang bidan, 2783 orang dokter, 108 orang dokter ahli
kandungan dan 5 orang dokter ahli kandungan onkologi.
e. Analisa Penyebab Kegagalan
Rendahnya pencapaian target terjadi dikarenakan antara lain belum didukung
kesiapan dan ketersedian infrastruktur penunjang termasuk SDM yang memadai
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pada tahun 2016, Puskesmas dengan
tenaga terlatih sebanyak 3.706 (38%), Puskesmas dengan Kryoterapy 373 (3,8%),
dokter terlatih 2.783 orang (15,57%), bidan terlatih 5.743 orang (4,63%) dan
dokter obsgyn supervisor 82 orang (1,4%). Selain itu beberapa daerah masih
belum menjadikan upaya pengendalian kanker sebagai prioritas, ditambah
dengan masih lemahnya system pencatatan dan pelaporan rutin untuk
mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Faktor lain
yang mempengaruhi capaian adalah masih banyak perempuan yang enggan
karena malu dan takut untuk datang melakukan deteksi dini sehingga angka
capaian belum maksimal
f.
Upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016
 Pemenuhan kebutuhan SDM dengan melaksanakan TOT Deteksi Dini Kanker
Payudara dan Kanker Leher Rahim, dan juga pelatihan Deteksi Dini Kanker
Payudara dan Kanker Leher Rahim baik melalui dana Dekon maupun dana
APBD.
 “STOP KANKER”, guna percepatan program pengendalian kanker dilakukan
peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kegiatan dilakukan pada
wilayah dengan jumlah SDM yang masih terbatas yaitu dokter dan bidan
dalam pelaksanaan deteksi dini kanker. Diharapkan sebagai cikal bakal
provider aktif dalam pelaksanaan deteksi dini kanker payudara dan kanker
leher rahim. Kegiatan ini menghasilkan 1050 tenaga terlatih dan dilaksanakan
di 14 dan 35 kabupaten yaitu; Aceh (Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe);
Sumatera Utara (Kab. Nias Selatan, Kab. Batubara); Sumatera Selatan(
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
39
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
39



Kab.Muara Enim); Lampung (Kab. Tulang Bawang, Kab. Lampung Utara, Kab.
Lampung Barat, Kab. Lampung Selatan); Jawa Barat (Kab. Bandung,Kab.
Majalengka, Kab. Garut); Jawa Timur (Kab. Sidoarjo, Kab Malang, Kab.
Jombang, Kab. Pacitan, Kab. Sampang) Kalimantan Tengah (Kab. Kapuas,
Kab. Barito Utara, Kab, Seruyan, Kab. Sukamara); Kalimantan Utara (Kab.
Bulungan); Sulawesi Selatan (Kab. Luwuk Timur,Kab. Sinjai); Sulawesi Utara
(Kota Mombagu dan Kab. Minahasa); Maluku Utara (Halmahera Utara, Tidore
Kepulauan), Maluku (Kab. Tual, Kab. Maluku Tenggara); Papua (Kota
Jayapura, Kab.Marauke, Kab. Nabire); Papua Barat (Kab. Fak Fak, Kab. Teluk
Bintuni).
Advokasi dan Sosialisasi Pengendalian Kanker
Pertemuan Lintas Sektor dan Lintas Program dilakukan sebagai bentuk
kerjasama diantara program yang ada di lingkungan Kementerian Kesehatan
dan sektor terkait pengendalian kanker seperti Promosi Kesehatan, Pusat
Komunikasi Publik, Bina Gizkia, BUKD, BUKR, Bina Farmasi, Dinas Kesehatan
Propinsi, Dinas Kesehatan Kota/Kab, Menko Kesra, Kementerian Pendidikan,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga
Swadaya Masyarakat, Organisasi Profesi. Kegiatan lebih mengarah kepada
pertemuan yang melibatkan berbagai pihak, yang secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada jalannya program pengendalian Kanker.
Kemitraan Pengendalian Kanker
Kementerian Kesehatan dalam hal ini subdit kanker dan BUKR telah
melakukan upaya penguatan jejaring kemitraan baik lintas sektor maupun
lintas program yang terdiri dari berbagai unsur organisasi profesi, OASE, LSM,
Kementerian dan Lembaga, Dinas Kesehatan Provinsi, dan berbagai elemen
masyarakat yang peduli terhadap pengendalian kanker di Indonesia.
Pertemuan dilakukan dalam bentuk koordinasi program sehingga dapat
bersinergi dan terintegrasi satu sama lain dari masing masing unsur program.
Diharapkan dapat memperkuat jejaring kerja dalam kebijakan
penanggulangna kanker di Indonesia. Kesepakatan yang didapat adalah
pembagian tugas dan kelompok kerja.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat dalm peduli kanker
Kampanye deteksi dini dilakukan sebagai upaya edukasi kepada masyarakat
luas maupun pemangku kebijakan yang dirangkaikan dengan deteksi dini
kanker serviks. Dengan mengusung tema Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker
Payudara dan Kanker Serviks Bagi Perempuan Indonesia di Kementerian dan
Lembaga antara lain: Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja,
Kementerian Desa Tertinggal, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 40 40
Dit. P2PTM
Tahun
Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator
Perekonomian, BNP2TKI, BKPM, Lembaga Administrasi Negara, Bapenas, LIPI,
Kwarnas Cibubur. Jumlah perempuan yang diperiksa sebanyak 1536 orang
dengan hasil IVA positif sebanyak 16 orang. Selain itu juga dilakukan Pekan
Deteksi Dini Bagi Guru Indonesia dalam rangka hari Guru Nasional.
g. Permasalahan:
1) Jumlah dokter dan bidan terlatih dalam melakukan deteksi dini masih
terbatas, terutama didaerah terpencil dan tertinggal, kepulauan (DTPK). Hal
ini disebabkan tidak hanya sarana prasarana dan transportasi serta letak
geografis saja tapi juga karena tenaga yang sudah dilatih pindah ke tempat
lain.
2) Masih banyak perempuan yang enggan karena malu dan takut untuk
datang melakukan deteksi dini sehingga angka capaian belum maksimal.
3) Advokasi dan sosialisasi yang belum maksimal pada pemangku, pembuat
dan penentu kebijakan di kabupaten kota dalam upaya pengendalian
kanker sehingga belum menjadi prioritas dalam perencanaan kegiatan di
kabupaten kota dan masih ada kabupaten kota yang lebih senang dengan
program yang tidak digaungkan oleh kementerian.
4) Masih lemahnya system pencatatan dan pelaporan rutin untuk
mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.
5) Koordinasi lintas sektor dan program dan sistem rujukan belum maksimal di
tingkat kabupaten kota
6) Sistem pembiayaan yang belum optimal menyebabkan layanan deteksi dini
IVA di puskesmas belum berjalan efektif.
7) Sarana dan prasarana pendukung dan bahan habis pakai seperti gas N2O
dalam pelaksanaan deteksi dan tindak lanjut dini masih terbatas.
h. Rencana Tindak lanjut
1)
Meningkatkan jumlah tenaga kesehatan dokter dan bidan yang mampu
melaksanakan deteksi dini kanker juga meningkatkan jumlah puskesmas
yang mampu memberikan layanan IVA dan SADANIS di tingkat provinsi dan
kabupaten kota melalui kegiatan pelatihan dengan melibatkan profesi ahli
(dokter ahli kandungan/obsgyn) sebagai pendamping (supervisor).
2)
Memperkuat logistik deteksi dini sebagai saran dukung deteksi dini kanker
payudara dan kanker serviks di fasilitas layanan kesehatan primer.
3)
Memperkuat advokasi dan sosialisasi baik kepada gubernur, bupati,
pemangku adat, tokoh agama maupun masyarakat serta stakeholder
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun 2016 41
Dit. P2PTM Tahun 2016 41
4)
5)
6)
terkait, dan organsasi profesi guna mendukung pelaksanaan program
pelayanan IVA di fasilitas layanan kesehatan primer.
Memaksimalkan layanan rujukan bila ditemukan hasil IVA positif dengan
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai.
Pengembangan surveilans dan faktor risiko serta sistem informasi
manajemen pencegahan dan pengandalian kanker melalui penguatan
registri kanker
Memperkuat jejaring nasional maupun internasional dengan melibatkan
berbagai sektor baik pemerintah, organisasi profesi maupun kelompok
masyarakat.
6. Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak
a. Penjelasan Indikator
Untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang berdaya saing,
sehingga perlu diperhatikan kesehatan indera maupun fungsi tubuh dalam
melakukan aktivitas keseharian suatu individu pada kelompok masyarakat
Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013, prevalensi katarak pada semua
kelompok umur sebesar 1,8%, jika mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh
WHO, hal tersebut telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan juga
masalah sosial. Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan
penurunan tajam penglihatan (visus), yang banyak di derita oleh kelompok usia
diatas 50 tahun. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan, maka jumlah penderita
katarak akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup
masyarakat Indonesia. sebesar 80% katarak dapat dihindari, baik dengan cara
pencegahan, penyembuhan maupun rehabilitasi
b. Definisi operasional
Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak adalah
Jumlah puskesmas yang melakukan deteksi dini dan merujuk kasus katarak dibagi
Jumlah seluruh puskesmas di Indonesia DIKALI 100%.
Pengertian
1) Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak adalah
Puskesmas yang telah melakukan deteksi dini katarak dengan pemeriksaan
klinis dan merujuk kasus katarak.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 4242
Dit. P2PTM
Tahun
2) Deteksi dini dengan pemeriksaan klinis dan merujuk kasus katarak yang
dimaksud adalah deteksi dini yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih
di Puskesmas berupa tes fisik mata dengan menggunakan senter dan
ophthalmoscope, lalu pemeriksaan visus mata dengan menggunakan Snelen
Chart, dilanjutkan dengan tes bayangan (Shadow Test) menggunakan pen
light, serta mampu melakukan rujukan kasus katarak ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjut
c. Cara perhitungan/rumus
Persentase Puskesmas
yang melakukan
deteksi dini dan
rujukan katarak
Jumlah puskesmas yang melakukan
= deteksi dini dan merujuk kasus katarak
Jumlah seluruh puskesmas di Indonesia
X 100%
d. Pencapaian
Pencapaian persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan
katarak pada tahun 2016, mencapai target yang diharapkan. Target pada tahun
2016 sebesar 5% atau sebanyak 488 puskesmas, realisasi 5,02% atau sebanyak
490 puskesmas sehingga pencapaiannya sebesar 10,4% (grafik 3.22). Indikator ini
belum dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dikarenakan indikator
Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak merupakan indikator
baru dalam RAK revisi dikarenakan perubahan SOTK Kemenkes nomor 64 tahun
2015. Perubahan struktur organisasi yang pada Dit.P2PTM sebelumnya
menangani pencegahan dan pengendalian gangguan akibat kecelakaan, saat ini
menangani pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan fungsional.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201643 43
Dit. P2PTM
Grafik 3.22
Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak,
Tahun 2016
Grafik 3.20
Perbandingan Target 2017 dan Realisasi Tahun 2016
Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini
kanker payudara dan kanker serviks
Jika dibandingkan dengan target mid term (target 2017) sebesar 10%, Estimasi
target 30% puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak dapat
tercapai pada akhir tahun 2019, dengan melakukan upaya perbaikan pencatatan
dan pelaporan, pelaksanaan regulasi, meningkatkan jejaring kemitraan dengan
lintas sector terkait (Komda PGPK, PERDAMI, Rumah Sakit, Corporate Social
Responsibility (CSR)) serta meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam
menyediakan sumber daya manusia dan alat penunjang untuk mendukung
program penanggulangan gangguan indera di Indonesia, khususnya penurunan
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201644 44
Dit. P2PTM
angka kebutaan akibat katarak sesuai dengan target global “Vision 2020” yaitu
menurunnya angka kebutaan akibat katarak sebesar 25% pada tahun 2020.
e. Analisis Penyebab Keberhasilan.
Pencapaian Indikator Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak
pada tahun 2016 telah sesuai dengan target yang ditetapkan yaitu 490 Puskesmas
(5%). Keberhasilan pencapaian target karena sebelumnya program indera sudah
ada dalam program pengembangan di Puskesmas. Kegiatan deteksi dini dan
rujukan katarak sudah dilakukan di Puskesmas, hanya pencatatan dan pelaporan
tidak terdokumentasi dengan baik, kurangnya komitmen Pemerintah daerah
dalam upaya penanggulangan indera serta kurangnya Sumber Daya Manusia
terlatih dan ketersediaan alat deteksi dini gangguan indera khususnya katarak di
Puskesmas (harusnya sudah tersedia di Puskesmas karena sudah tercantum dalam
Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas)
f.
Upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2015
Berikut upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016, dalam mendukung
mencapaian indikator tersebut:
1) Sosialisasi dan Advokasi Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Indera dan
Fungsional.
Sosialisasi dan advokasi pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan
fungsional sesuai dengan Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja kementerian Kesehatan, bahwa program pencegahan dan
pengendalian gangguan indera dan fungsional mulai tahun 2016 ada di
bawah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
2) Penyusunan Norma/Standar/Peraturan/Ketentuan (NSPK) Penanggulangan
Gangguan Indera.
Sebagai acuan dalam pelaksanaan program pengendalian dan pencegahan
gangguan indera di daerah maka disusunlah NSPK pencegahan dan
penanggulangan gangguan indera yang terdiri dari Pedoman Umum
Penanggulangan Gangguan Indera, Pedoman Teknis dan Penanggulangan
Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.
3) Lokakarya Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional.
Lokakarya pengendalian gangguan indera dan fungsional dilaksanakan untuk
melakukan identifikasi program gangguan indera yang telah dilakukan
sebelumnya, mendapatkan masukan tentang program indera, menyusun
rencana program penanggulangan gangguan indera serta mendorong
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dalam penanggulangan
gangguan indera.
4) Pertemuan Kelompok kerja Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201645 45
Dit. P2PTM
5)
6)
7)
Dalam rangka mendukung pelaksanaan program penanggulangan gangguan
indera dibentuk Komite Mata Nasional Penanggulangan Gangguan
Penglihatan dan Kebutaan (Komnas PGPK) melalui SK Menteri Kesehatan RI
Nomor HK.02.02/Menkes/291/2016. Komite Mata Nasional PGPK bertugas :
mendukung
pemerintah
dalam
melakukan
sosialisasi
tentang
penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan, memberikan masukan
Menteri Kesehatan untuk percepatan penanggulangan gangguan penglihatan
dari kebutaan tertutama penanggulangan katarak, mendukung pemerintah
dalam mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan gangguan
penglihatan dan kebutaan yang diselenggarakan oleh daerah, masyarakat
dan Lembaga Swadaya Masyarakat dan mendukung pemerintah dalam
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan
gangguan penglihatan dan kebutaan.
Workshop Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional Terintegrasi
dengan PTM lainnya.
Workshop pengendalian gangguan indera dan fungsional terintegrasi dengan
PTM lainnya dilaksanakan dengan maksud untuk mendapatkan masukan dari
Lintas Sektor, Lintas Program dan pengambil kebijakan di Provinsi terkait
program penanggulangan indera dan fungsional, sehingga dapat dilakukan
sinkronisasi, koordinasi, harmonisasi dan integrasi program penanggulangan
gangguan indera dan fungsional dengan program pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular.
Pemantauan dan Identifikasi Gangguan Indera dan Fungsional
Pemantauan dan identifikasi gangguan indera dan fungsional dilaksanakan
untuk mendapatkan gambaran awal dan mapping data tentang pelaksanaan
gangguan indera dan fungsional di daerah, seperti : program/kegiatan apa
yang dilaksanakan terkait gangguan indera, data kasus gangguan indera di
puskesmas (seperti katarak, gangguan refraksi, OMSK, serumen prop, dll),
sumber daya manusia, sarana dan prasarana terkait penanggulangan
gangguan indera dan fungsional di puskesmas, jejaring kerja dan anggaran,
yang dapat menjadi bahan dalam pengembangan program pencegahan dan
pengendalian gangguan indera.
Workshop Tindak Lanjut Rapid Assessment Avoidable of Blindness (RAAB).
Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) merupakan standar
pengumpulan data Kebutaan dan Gangguan Penglihatan yang ditetapkan
oleh WHO, melalui Global Action Plan (GAP) 2014 – 2019. Survei RAAB adalah
metodologi survei cepat berbasis populasi untuk mendeteksi gangguan
penglihatan dan kebutaan serta pelayanan kesehatan mata pada kelompok
usia 50 tahun ke atas, yang dapat memberikan gambaran situasi aktual
kesehatan mata di wilayah survei untuk mendapatkan data yang akurat
| Lapkin
Dit.P2PTM
Tahun
2016
Lapkin
Dit. P2PTM
Tahun
2016 4646
dalam menentukan prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan. Sampai
dengan tahun 2016, Survei RAAB telah dilaksanakan di 15 provinsi yaitu :
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, SKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat.
Sebagai tindak lanjut pelaksanaan hasil survei RAAB dilaksanakan workshop
di masing – masing provinsi tempat dilaksanakan survei sebagai wadah untuk
diseminasi informasi dan menyusun kerangka kerja penanggulangan
gangguan penglihatan dan kebutaan, antara lain berupa kegiatan :
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai katarak dan cara
mengatasinya.
- Meningkatkan angka rujukan katarak dari FKTP ke FKTRL
- Meningkatkan jumlah angka operasi katarak di Rumah sakit sekunder.
- Meningkatkan kualitas Layanan operasi katarak
- Pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan gangguan penglihatan
dan kebutaan.
8) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Gangguan Penglihatan dan Kebutaan
Penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dilaksanakan melalui
pencegahan primer (promosi dan edukasi), sekunder (penemuan dini dan
pengobatan segera), dan tersier (pencegahan kedisabilitasan dan
rehabilitasi). Pengendalian yang paling efektif dan efisien adalah dengan
menerapkan gaya hidup sehat melalui penyebarluasan informasi untuk
mengetahui dan menghindari faktor risiko. Terkait hal tersebut, maka
disusunlah media KIE seperti poster, banner, leaflet, factsheet dan filler TV
yang berisi edukasi tentang pencegahan dan pengendalian gangguan
penglihatan dan kebutaan.
9) Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian gangguan
indera penglihatan dan kebutaan dilaksanakan untuk meningkatkan
awareness dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan
pengendalian gangguan indera penglihatan dan kebutaan.
g. Permasalahan:
1) Subdit Gangguan Indera dan Fungsional baru terbentuk pada tahun 2016
sesuai dengan Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.
2) Program Indera yang sebelumnya ada di Bidang Pelayanan Kesehatan Khusus
tidak berjalan karena tidak adanya indikator dan pengampu program indera
di Pusat, sehingga tidak tersedia anggaran program.
3) Belum maksimalnya upaya advokasi dan sosialisasi di daerah.
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
47
47
4) Pencatatan dan pelaporan program penanggulangan indera tidak
terdokumentasi dengan baik.
5) Kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan program indera.
6) Kurangnya pemberdayaan jejaring dalam penanggulangan gangguan indera.
7) Kurangnya sumber daya manusia terlatih dalam penanggulangan gangguan
indera.
8) Kurangnya alat kesehatan untuk deteksi gangguan indera yang tersedia di
Puskesmas
h. Rencana Tindak lanjut
Berikut ini beberapa rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kualitas indikator
kinerja pada tahun berikutnya:
1) Melakukan sosialisasi dan advokasi penanggulangan gangguan indera
2) Meningkatkan komitmen dan pengembangan regulasi tentang
penanggulangan gangguan indera khususnya untuk percepatan
penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan akibat katarak.
3) Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam
penanggulangan gangguan indera
4) Meningkatkan jejaring kemitraan dalam penanggulangan gangguan indera.
5) Mendorong pemerintah daerah untuk melengkapi kebutuhan alat kesehatan
deteksi dini dan diagnosis gangguan indera di Puskesmas sesuai dengan
Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
6) Penguatan sistem pencatatan dan pelaporan.
B. REALISASI ANGGARAN
1. Sumber Daya Anggaran
Tahun 2016 alokasi anggaran berdasarkan DIPA pada awal tahun sebesar Rp.
239.352.606.000,-. alokasi anggaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian PTM
mengalami efisiensi 1 menjadi Rp. 213.300.538.000,- kemudian terdapat self
blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,- menjadi Rp. 125.873.997.000,-. Adapun
alokasi tersebut dipergunakan untuk kegiatan sebagai berikut :
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 4848
Dit. P2PTM
Tahun
Tabel 3.3
Pagu dan Realisasi Anggaran Program Pengendalian PTM berdasarkan Sumber
Anggaran, Tahun 2016
PENGENDALIAN
PTM
a. RM
ANGGARAN
SEMULA (Rp.)
239.352.606.000
ANGGARAN
SETELAH REVISI (Rp.)
124.543.822.000
b.Hibah
Langsung
Total
0
REALISASI (Rp.)
%
119.511.086.001
94,95
1.330.175.000
1.330.175.000
100
125.873.997.000
120.841.261.001
96
Tabel 3.4
Pagu dan Realisasi Anggaran Program Pengendalian PTM berdasarkan Output
tahun 2016
NO
1
1
2
3
4
5
6
KEGIATAN POKOK DAN KEGIATAN
YANG DILAKUKAN
2
Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan
(NSPK)
Direktorat
Pengendalian
Penyakit Tidak Menular
Sumber Daya Manusia Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Yang
Meningkat Kualitasnya
Layanan Pengawasan Pelaksanaan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Sarana
Prasarana
Pengendalian
Penyakit Pengendalian Penyakit Tidak
Menular
Layanan Pembinaan Pelaksanaan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Layanan
Dukungan
Manajemen
Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Jumlah
REALISASI
ANGGARAN
(Rp)
PAGU
(Rp)
%
3
4.469.483.000
3.446.154.110
77,1
14.693.961.000
13.956.929.013
95,0
53.272.237.000
49.499.108.492
92,9
48.938.266.000
48.571.266.676
99,3
2.992.860.000
2.704.394.410
90,4
1.507.190.000
1.333.233.300
88,5
125.873.997.00
0
120.841.261.000
96,0
| Lapkin Dit.P2PTM
Tahun Tahun
2016 201649 49
Lapkin Dit. P2PTM
Alokasi anggaran yang bisa digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian
PTM sebesar Rp. 125.873.997.000,-, dengan realisasi anggaran sebesar Rp.
120.841.261.000 (96%). Jika dibandingkan dengan tahun 2015 anggaran sebesar Rp.
133.936.534.000,- Realisasi Rp. 77.121.504.844 (90,23%). Terjadi penurunan anggaran
dari tahun 2015, namun persentase realisasi anggaran lebih besar dibandingkan
dengan tahun 2015.
2. Efisiensi Sumber Daya
Dalam DIPA tahun 2016 anggaran P2PTM sebesar Rp. 213.300.538.000,- terdapat self
blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,-, sehingga anggaran yang bisa digunakan dalam
upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp. 125.873.997.000. Efisiensi
anggaran akan berdampak kepada pencapain indikator yang telah ditetapkan
sebelumnya, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya agar dapat mencapai kinerja yang
telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja, berikut upaya yang dilakukan:
 Melakukan integrasi kegiatan dengan sasaran yang sama, seperti bimbingan
teknis dan monitoring evaluasi
 Menyusun prioritas kegiatan sebagai upaya dalam mencapai indikator seperti
memprioritaskan TOT/ pelatihan dalam mendukung pencapain indikator
 Menggabungkan kegiatan pertemuan yag bersifat koordinasi
Tabel 3.5
Realisasi Anggaran dan Realisasi Kinerja Pada Tahun 2016
KINERJA
ANGGARAN
TA
INDIKATOR
REAL CAPAI
RG
KINERJA
ISASI
AN
TARGET
REALISASI
ET
(%)
(%)
(%)
Persentase
20 49,3
246,5 32.256.363.000 31.237.849.637
Puskesmas yang
melaksanakan
pengendalian
PTM terpadu
Persentase
20 21,2
105,8 36.083.218.000 35.155.119.737
Kabupaten/Kota
yang elaksanakan
kebijakan
Kawasan Tanpa
Rokok (KTR)
minimal 50%
sekolah
Persentase
20 15,4
77,4
29.391.049.000 27.720.136.216
Desa/Kelurahan
8
yang
%
96,8
97,4
94,3
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
Tahun
20162016 5050
Dit. P2PTM
Tahun
melaksanakan
kegiatan Pos
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu) PTM
Persentase
perempuan usia
30 sampai 50
tahun yang
dideteksi dini
kanker serviks
dan payudara
Persentase
Puskesmas yang
melaksanakan
deteksi dini dan
rujukan katarak
20
5,2
25,74
21.524.816.000
20.759.263.680
96,4
5
5,02
100,4
5.111.361.000
4.635.658.431
90,7
Berdasarkan tabel diatas beberapa indikator seperti Persentase Puskesmas yang
melaksanakan pengendalian PTM terpadu, Persentase Kabupaten/Kota yang
melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah dan
Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak berkorelasi
antara realisasi anggaran dengan realisasi kinerja. Namun indikator Persentase
Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks
dan payudara tidak menunjukkan hal yang serupa, hal ini kemungkinan dikarenakan
adaya efisiensi anggaran di Direktorat P2PTM.
Realisasi anggaran dan realisasi kinerja Dit.P2PTM tahun 2016 tidak bisa hanya
dibandingkan berdasarkan tabel diatas. Hal ini dikarenakan anggaran pencapain kinerja
pencegahan dan pengendalian PTM bukan hanya dari anggaran Dit.P2PTM saja, tetapi
dari berbagai sumber pembiayaan seperti dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus (DAK)
dan juga APBD.
Untuk indikator Kinerja Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi
dini kanker serviks dan payudara perbedaan antara pencapain realisasi kinerja dan
pencapain realisasi anggaran sangat besar. Jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yaitu pada tahun 2015, pencapaian kinerja sebesar 27,40%, dengan
realisasi anggaran sebesar 90,95%. Hal ini kemunginan dikarenakan target yang terlalu
besar, dengan kondisi kesiapan dan ketersedian infrastruktur penunjang termasuk
SDM yang belum memadai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pada tahun 2016,
Puskesmas dengan tenaga terlatih sebanyak 3.706 (38%), Puskesmas dengan
Kryoterapy 373 (3,8%), dokter terlatih 2.783 orang (15,57%), bidan terlatih 5.743 orang
(4,63%) dan dokter obsgyn supervisor 82 orang (1,4%). Ditambah dengan
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
51
51
permasalahan mobilisasi petugas yang terlatih dan juga kesadaran masyarakat untuk
melakukan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara. Oleh karena itu indikator ini
merupakan indikator yang akan di review kembali pada Renstra Kemenkes 2015-2019.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
Alokasi anggaran Direktorat P2TM dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM
tahun 2016 sebesar Rp. 125.873.997.000,- dengan realisasi Rp. 120.841.261.000,
capaiannya 96%.
Berdasarkan pengukuran kinerja pada tahun 2016, dari 6 indikator kinerja yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kinerja, 3 indikator telah mencapai target yang telah
ditetapkan, sedangkan 3 indikator belum mencapai target yang ditetapkan pada
tahun 2016.
Indikator yang mencapai target adalah indikator Persentase Puskesmas yang
melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 246,5%, Persentase
Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal
50% sekolah sebesar 106%, Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini
dan rujukan katarak sebesar 100,4%. Sedangkan indikator yang belum mencapai
target adalah Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun
sebesar 62,5%, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 77,4%, dan Persentase perempuan usia
30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 25,7%.
Dalam DIPA tahun 2016 anggaran P2PTM sebesar Rp. 213.300.538.000,- terdapat self
blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,- (40,99%), sehingga anggaran yang bisa
digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp.
125.873.997.000,- (59,01%).
Realisasi anggaran dan realisasi kinerja Dit.P2PTM tahun 2016 tidak bisa hanya
dibandingkan begitu saja. Hal ini dikarenakan anggaran pencapain kinerja
pencegahan dan pengendalian PTM bukan hanya dari anggaran Dit.P2PTM saja,
| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016
Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016
52
52
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Alokasi anggaran Direktorat P2TM dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM
tahun 2016 sebesar Rp. 125.873.997.000,- dengan realisasi Rp. 120.841.261.000,
capaiannya 96%.
2. Berdasarkan pengukuran kinerja pada tahun 2016, dari 6 indikator kinerja yang telah
ditetapkan dalam perjanjian kinerja, 3 indikator telah mencapai target yang telah
ditetapkan, sedangkan 3 indikator belum mencapai target yang ditetapkan pada
tahun 2016.
3. Indikator yang mencapai target adalah indikator Persentase Puskesmas yang
melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 246,5%, Persentase
Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal
50% sekolah sebesar 106%, Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini
dan rujukan katarak sebesar 100,4%. Sedangkan indikator yang belum mencapai
target adalah Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun
sebesar 62,5%, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 77,4%, dan Persentase perempuan usia
30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 25,7%.
4. Dalam DIPA tahun 2016 anggaran P2PTM sebesar Rp. 213.300.538.000,- terdapat self
blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,- (40,99%), sehingga anggaran yang bisa
digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp.
125.873.997.000,- (59,01%).
5. Realisasi anggaran dan realisasi kinerja Dit.P2PTM tahun 2016 tidak bisa hanya
dibandingkan begitu saja. Hal ini dikarenakan anggaran pencapain kinerja
pencegahan dan pengendalian PTM bukan hanya dari anggaran Dit.P2PTM saja,
tetapi dari berbagai sumber pembiayaan seperti dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan juga APBD.
B. TINDAK LANJUT
1. Perlunya komitmen dalam upaya pengendalian PTM, dengan peningkatan advokasi
mengenai program PPTM kepada pemegang kebijakan, terutama kab/kota dalam
melaksanakan kegiatan untuk mendukung pencapain indikator kinerja kegiatan.
2. Peningkatan kapasitas SDM yang terus ditingkatkan, karena tingginya mobilisasi
petugas di daerah, sehingga program PTM dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.
3. Pengembangan, penguatan dan pemeliharaan sistem surveilan PTM yang telah
dibangun sebagai sarana pengumpulan data PTM yang evidence based, sehingga
dapat digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM
4. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dengan terus mengembangkan
berbagai media KIE mengenai PTM terutama pada daerah-daerah yang memiliki
resiko tinggi PTM.
| LapkinLapkin
Dit.P2PTM
TahunTahun
2016201656 53
Dit. P2PTM
Download