KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya telah tersusun Laporan Kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Dit.P2PTM) Tahun 2016, Laporan Kinerja ini disusun sebagai pelaksanaan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), yang mewajibkan setiap entitas sebagai unsur Kementerian Lembaga penyelenggara negara mulai entitas satker sampai dengan entitas Kementerian Negara/ Lembaga harus menyampaikan Laporan Kinerja. Penyusunan laporan kinerja disusun sesuai dengan peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan Kinerja Dit.P2PTM merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam rangka pencapaian sasaran strategis pada tahun 2016 yang tercermin dalam capaian indikator kinerja, serta merupakan realisasi dari Rencana Kinerja Tahunan tahun anggaran 2015, yang mengacu pada Rencana Stategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, dan Rencana Aksi Kegiatan Dit.P2PTM tahun 2015-2019. Laporan Kinerja ini dapat memberikan gambaran obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan kepada pimpinan dan publik tentang kinerja Dit.P2PTM baik keberhasilan maupun kendala pada tahun 2016, dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja Dit.P2PTM yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana kerja tahun berikutnya. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas keberhasilan program pencegahan dan pengendalian PTM yang telah dicapai, walaupun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dan disempurnakan untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Kami harapkan masukan-masukan atau saran dan kritik yang membangun dari semua pihak dalam rangka peningkatan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya. Jakarta, Januari 2017 Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM, dr. Lily S. Sulistyowati, MM NIP 1958011319888032001 | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 i i RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN KINERJA (LAPKIN) DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2016 Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Tahun 2016 merupakan laporan pertanggungjawaban atas pencapaian Sasaran Strategis Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular tahun 2016, yang tercermin dalam capaian Indikator Kinerja Utama (IKU), yang tertuang dalam dokumen perjanjian kinerja tahun 2016 serta merupakan realisasi dari Rencana Kerja tahun anggaran 2016, sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019, dan Rencana Aksi Kegiatan Dit.P2PTM tahun 2015-2019. Tugas pokok dan fungsi Dit.PPTM tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, yaitu mempunyai tugas Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan krteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Direktorat Pengendalian PTM menyusun visi, misi, dan strategi, yang mencerminkan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan program dan kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Aksi Kegiatan P2PTM Tahun 2015-2019. Untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan pencegahan pengendalian penyakit tidak menular, yaitu terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, ditetapkan 6 (enam) indikator kinerja keberhasilan sasaran pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, yaitu; Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar, Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara. Pada tahun 2016, Direktorat P2PTM telah mentapkan indikator keberhasilan yang tertuang dalam perjanjian kinerja yaitu, Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun dengan target 6,4% (IKU), dan 4 (empat) indikator kinerja kegiatan yaitu Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 20%, Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebesar 20%, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 ii ii Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 20%, dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 20%. Hasil dari pengukuran kinerja pada tahun 2016 adalah Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun sebesar 8,8%, 3 (tiga) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) mencapai target 100% yaitu Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu (246,5%), dan Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah (105,8%), Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak sebesar 100,4%. 2 (dua) IKK tidak mencapai target yang diharapkan adalah Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM (77,4%), dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara (25,74%) Kendala yang dihadapi dalam pencapaian sasaran indikator kinerja tersebut, antara lain advokasi dan sosialisasi yang belum maksimal di tingkat kab/kota, Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor yang belum optimal di tingkat Kab/Kota, dan minimnya anggaran di daerah yang tersedia. | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 iii iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................... Halaman i RINGKASAN EKSEKUTIF........................................................................................... ii-iii DAFTAR ISI............................................................................................................... iv BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1 BAB II PERENCANAAN STRATEGIS DAN PERJANJIAN KINERJA................ 8 A. PERENCANAAN KINERJA......................................................... 8 B. PERJANJIAN KINERJA.............................................................. 9 AKUNTABILITAS KINERJA.............................................................. 10 A. CAPAIAN KINERJA .................................................................. 10 B. REALISASI ANGGARAN ........................................................... 48 PENUTUP...................................................................................... 53 52 BAB III BAB IV LAMPIRAN : | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 iv iv BAB I PENDAHULUAN A. VISI DAN MISI Visi dan misi Direktorat Pengendalian PTM mendukung pelaksanaan Renstra Kemenkes yang melaksanakan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan pada Kabinet Kerja, yakni: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 1 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 1 Kegiatan Pengendalian PTM mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya seluruh Nawa Cita terutama terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui upaya preventif dan promotif. Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (PTM) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, sehingga setiap individu menjadi produktif, berdaya saing dan bermanfaat bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, pencegahan dan pengendalian PTM ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan disabilitas serta mengurangi beban ekonomi akibat PTM dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan pembangunan nasional. B. LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (PTM) telah meningkat dengan tajam seiring dengan perubahan gaya hidup dan perilaku tidak sehat masyarakat. Berbeda dengan penyakit akut, PTM kerap kali baru dirasakan pada waktu komplikasi sudah terjadi. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa lebih dari 70% penduduk yang hipertensi dan diabetes melitus tidak terdiagnosa (undiagnosed). Fenomena ini mengindikasikan bahwa beban sistem pelayanan kesehatan sebenarnya jauh lebih besar dari kondisi nyata saat ini. Penyebab utama timbulnya penyakit tidak menular sangat terkait dengan gaya hidup dan perilaku tidak sehat, oleh karena itu upaya pencegahan dan pengendaliannya memerlukan upaya bersama secara lintas sektor didukung dengan keterlibatan masyarakat, termasuk akademisi, profesional dan dunia usaha, dengan dukungan politis. Penanggulangan masalah ini perlu dilakukan secara komprehensif mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk paliatif. Oleh karena itu disusun Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian PTM yang bertujuan sebagai peta jalan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan mengimplementasikan upaya-upaya untuk menurunkan beban penyakit tidak menular bagi penduduk di setiap tingkatan administrasi, dan juga menjadi sumber informasi bagi kementerian/lembaga dan sektor serta stakeholders terkait, sehingga dapat memberikan dukungan optimal sesuai dengan peran dan tanggung-jawabnya. Rencana Aksi Kegiatan P2PTM 2015-2019 disusun selaras dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2015-2019 yang merupakan dokumen acuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Kesehatan untuk kurun waktu lima tahun, yang berkaitan dengan amanah yang di emban oleh Presiden dalam Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN) khususnya bidang kesehatan. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 201620162 2 Dit. P2PTM Dalam pengukur keberhasilan kinerja setiap tahunnya Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) sebagai salah satu satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan RI, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 64 tahun 2015 mengenai Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, memiliki kewajiban dalam menyusun laporan kinerja, sebagai upaya dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan efektifitas dari kebijakan dan program. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), mewajibkan setiap entitas sebagai unsur Kementerian Lembaga penyelenggara negara mulai entitas satker sampai dengan entitas Kementerian Negara/ Lembaga harus menyampaikan Laporan Kinerja. Penyusunan laporan kinerja disusun sesuai dengan peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat PPTM Tahun 2016 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Direktorat P2PTM sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja tahun 2016. Target kinerja tahun 2016, merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran yang telah dituangkan dalam Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019, dan sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015–2019. Diharapkan dengan tersusunnya laporan kinerja ini dapat memberikan masukan dan umpan balik bagi pihakpihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja Direktorat P2PTM. C. TUJUAN Tujuan penyusuan Laporan Kinerja Dit.P2PTM ini adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja Direktur P2PTM secara tertulis kepada Dirjen P2P atas pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan juga kinerja Dit.P2PTM Tahun 2016 dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan khususnya kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian kinerja tahun 2016 yang selaras dengan Rencana Aksi Kegiatan pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular tahun 2015-2019. D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, bahwa Dit.PPTM mempunyai tugas Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan krteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular sesuai dengan | Lapkin Lapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016 20163 3 Dit. P2PTM ketentuan peraturan perundang undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Dit. PPTM menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pencegahan pencegahan dan pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan fungsional; 2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan fungsional; 3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan fungsional; 4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan fungsional; 5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit paru kronik dan gangguan imunologi, jantung dan pembuluh darah, kanker dan kelainan darah, diabetes mellitus dan gangguan metabolik, dan gangguan indera dan fungsional; dan 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat E. STUKTUR ORGANISASI Susunan organisasi Direktorat PPTM berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan terdiri atas: Subdirektorat Penyakit Paru Kronik Dan Gangguan Imunologi, 1. Subdirektorat Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, 2. Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, 3. Subdirektorat Penyakit Diabetes Mellitus dan Gangguan Metabolik, | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 4 4 Dit. P2PTM Tahun 4. Subdirektorat Gangguan Indera dan Fungsional; 5. Subbagian Tata Usaha; dan 6. Kelompok Jabatan Fungsional. DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR SUBBAGIAN TATA USAHA SUBDIREKTOR AT PENYAKIT PARU KRONIK DAN SUBDIREKTOR AT PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH SUBDIREKTOR AT PENYAKIT KANKER DAN SUBDIREKTOR AT PENYAKIT DIABETES MELLITUS DAN GANGGUAN SUBDIREKTOR AT GANGGUAN INDERA DAN FUNGSIONAL SEKSI PENYAKIT PARU KRONIK SEKSI PENYAKIT JANTUNG SEKSI PENYAKIT KANKER SEKSI PENYAKIT DIABETES MELLITUS SEKSI GANGGUAN INDERA SEKSI PENYAKIT GANGGUAN IMUNOLOGI SEKSI PENYAKIT PEMBULUH DARAH SEKSI PENYAKIT KELAINAN DARAH SEKSI PENYAKIT GANGGUAN METABOLIK SEKSI GANGGUAN FUNGSIONAL KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL | Lapkin Lapkin Dit.P2PTM TahunTahun 201620165 5 Dit. P2PTM F. SUMBER DAYA MANUSIA Pada tahun 2016 Direktorat P2PTM memiliki 80 pegawai. Berikut ini gambaran pegawai Direktorat PPTM tahun 2016 berdasarkan kelompok umur, golongan, dan pendidikan. Grafik 1.1 Persentase Pegawai berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2016 Berdasarkan kelompok umur, pegawai Direktorat PPTM paling banyak berumur 41-50 tahun sebesar 46,25% (37 orang). Grafik 1.2 Persentase Pegawai berdasarkan Golongan, Tahun 2016 Sedangkan berdasarkan golongan, proporsi yang terbanyak adalah golongan III sebanyak 72,5% 58 orang. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 6 6 Dit. P2PTM Grafik 1.3 Persentase Pegawai berdasarkan Pendidikan, Tahun 2016 pegawai berdasarkan tingkat pendidikan, yang terbanyak adalah tingkat pendidikan S2 sebanyak 48,75%. G. SISTEMATIKA PENULISAN Berlandaskan pada PermenPAN dan RB No 53 tahun 2014, maka sistimatika penyajian laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Kesehatan disusun sebagai berikut: 1. Executive Summary (Ikhtisar Eksekutif). 2. Bab I (Pendahuluan), menjelaskan gambaran umum Kementerian Kesehatan dan isu strategi yang diemban. 3. Bab II (Perencanaan dan Perjanjian Kinerja), menjelaskan tentang ikhtisar beberapa hal penting dalam perencanaan dan perjanjian kinerja (dokumen penetapan kinerja). 4. Bab III (Akuntabilitas Kinerja), menjelaskan tentang pencapaian sasaransasaran Kementerian Kesehatan dengan pengungkapan dan penyajian dari hasil pengukuran kinerja serta dukungan anggaran dalam pencapaian program/kegiatan. 5. Bab IV (Penutup), berisi kesimpulan atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Kesehatan | Lapkin Lapkin Dit.P2PTM TahunTahun 201620167 7 Dit. P2PTM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II A. PERENCANAAN KINERJA PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 1. RENCANA AKSI Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan A. PERENCANAAN KINERJA Pembangunan Nasional, bahwa setiap Kementerian diwajibkan menyusun Rencana 1. RENCANA AKSI Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/ Lembaga yang disebut Rencana Berdasarkan Nomor 25(Renstra Tahun 2004 tentang Sistemlima Perencanaan StrategisUndang-Undang Kementerian/Lembaga KL) untuk periode tahun dan menyusun Pembangunan Nasional, bahwa setiap Kementerian diwajibkan menyusun Rencana Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga yang disebut Rencana Kerja Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/ Lembaga yang disebut Rencana Kementerian/Lembaga (Renja-KL) untuk periode satu tahun. Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra KL) untuk periode lima tahun dan menyusun Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga yang disebut Rencana Kerja Dit.P2PTM sebagai bagianuntuk dari Kementerian Kesehatan telah menyusun Rencana Aksi Kementerian/Lembaga (Renja-KL) periode satu tahun. Kegiatan Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang selaras dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian KesehatanKesehatan Tahun telah 2015-2019. Aksi Kegiatan Dit.P2PTM sebagai bagian dari Kementerian menyusunRencana Rencana Aksi Pengendalian Penyakit Tidak berisikan tujuan, sasaran, kebijakan, dan Kegiatan Pengendalian Penyakit TidakMenular Menular(PPTM) yang selaras dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2015-2019. Aksi Kegiatan rencana Kegiatan PPTM yang Tahun menjadi pedoman Rencana untuk menyusun rencana kinerja Pengendalian tahunan.Penyakit Tidak Menular (PPTM) berisikan tujuan, sasaran, kebijakan, dan rencana Kegiatan PPTM yang menjadi pedoman untuk menyusun rencana kinerja tahunan. a. TUJUAN DAN SASARAN 1) Tujuan a. TUJUAN DAN SASARAN Terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna 1) Tujuan dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan Terselenggaranya pencegahan dan pengendalian penyakit secara berhasil-guna setinggi-tingginya dan masyarakat berdaya-gunayang dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan 2) Sasaran masyarakat yang setinggi-tingginya Sasaran kegiatan pengendalian penyakit tidak menular adalah meningkatnya 2) Sasaran Sasaran kegiatan pengendalian penyakitpenyakit tidak menular adalah meningkatnya pencegahan dan pengendalian tidak menular pada akhir tahun 2019 pencegahan dan pengendalian yang ditandai dengan: penyakit tidak menular pada akhir tahun 2019 yang ditandai dengan: Tabel 2.1 Tabel 2.1 Sasaran Kegiatan Pengendalian PTM tahun 2015-2019 Sasaran Kegiatan Pengendalian PTM tahun 2015-2019 TARGET TARGET SASARAN INDIKATOR KINERJA 2015 2016 2017 2018 SASARAN INDIKATOR KINERJA 2015 2016 2017 2018 2019 STRATEGIS (%) (%) (%) (%) STRATEGIS (%) (%) meningkatnya Persentase penurunan 6,9 meningkatnya Persentase penurunan prevalensiprevalensi 6,9 6,4 pencegahan merokok pada usia ≤ 18 tahun pencegahan merokok pada usia ≤ 18 tahun Persentase Puskesmas 10 dan dan Persentase Puskesmas yang 10 yang 20 pengendalian melaksanakan pengendalian PTM pengendalian melaksanakan pengendalian PTM penyakit tidak tidak penyakit terpaduterpadu menular Kabupaten/Kota yang 10 yang 20 menular Persentase Persentase Kabupaten/Kota 10 melaksanakan kebijakan Kawasan melaksanakan kebijakan Kawasan (%) (%) 5,6 5,95,4 5,6 5,4 3020 40 30 50 40 50 3020 40 30 50 40 50 5,96,4 (%) 2019 (%) | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 8 | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 8 8 Dit. P2PTM (KTR) minimal 50% Tanpa Tanpa Rokok Rokok (KTR) minimal 50% Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sekolah sekolah Persentase Desa/Kelurahan 10 20 50 Tanpa Rokok (KTR) minimal Persentase Desa/Kelurahan yang50% 10yang 20 30 40 30 50 40 Persentase Desa/Kelurahan 10 20 30 40 50 melaksanakan melaksanakan kegiatan kegiatan Pos yang Pos sekolah melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM yang Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM10 Persentase Desa/Kelurahan 20 30 40 50 Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM Persentase perempuan usia 30 sampai 10 20 30 40 50 melaksanakan kegiatanusia 30Pos Persentase perempuan sampai 10 20 30 40 50 50 Persentase tahun dideteksi dini perempuan usiakanker 30 PTM sampai 10 20 30 40 50 Pembinaan Terpadu 50 yang tahun yang (Posbindu) dideteksi dini kanker serviks dan payudara 50 tahun dideteksi kanker 10 Persentase perempuan usiadini 30 sampai 20 30 40 50 serviksyang dan payudara Persentase Puskesmas yang 5 10 20 30 serviks dan payudara 50 tahun yang dideteksi dini kanker Persentase yang 5 10 20 30 melaksanakan deteksi diniPuskesmas dan rujukan Persentase Puskesmas yang 5 10 20 30 melaksanakan deteksi dini dan rujukan serviks dan payudara katarak melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak Persentase Puskesmas yang b. STRATEGI 5 10 20 30 katarak melaksanakan deteksi dini dan rujukan b. STRATEGI Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam pencegahan b. STRATEGI katarak Strategi yang penyakit digunakan untuk mencapai sasaran dalam pencegahan dan penanggulangan tidak menular adalah tujuan sebagai dan berikut : b. Strategi STRATEGI yang mencapai tujuan dan sasaran dalam pencegahan 1) Advokasi dan digunakan Kemitraan; untuk dan penanggulangan penyakit tidak menular adalah sebagai berikut : Strategi yang digunakan untuktidak mencapai tujuan dansebagai sasaranberikut dalam :pencegahan penanggulangan penyakit menular adalah 2)dan Promosi Kesehatan Penurunan Faktor Risiko; 1) Advokasi dandan Kemitraan; dan penanggulangan penyakitKesehatan; tidak menular adalah sebagai berikut : Advokasi dan Kemitraan; 3)1) Penguatan Sistem Pelayanan danFaktor 2) Promosi Kesehatan dan Penurunan Risiko; 1) AdvokasiSurveilans, dan Kemitraan; 4)2) Penguatan Monev dan Riset. Faktor Risiko; Promosi Kesehatan dan Penurunan 3) Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan; dan 2) Penguatan Promosi Kesehatan dan Penurunan Faktordan Risiko; 3) Sistem Pelayanan Kesehatan; 4) Penguatan Surveilans, Monev dan Riset. 3) Penguatan Penguatan Sistem Pelayanan B. PERJANJIAN KINERJA 4) Surveilans, MonevKesehatan; dan Riset. dan 4) Penguatan Surveilans, Monev dan Riset. Perjanjian kinerja merupakan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk B. PERJANJIAN KINERJA mencapai kinerja secara jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun. Perjanjian B. PERJANJIAN KINERJA Perjanjian merupakan komitmen yang merepresentasikan tekad dan kinerja ditetapkankinerja pada awal tahun antara Direktur Pengendalian PTM dengan Drjen PP janji untuk B. PERJANJIAN KINERJA Perjanjian merupakan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk dan PLmencapai dalamkinerja menetapkan targetjelas kinerja akanmerepresentasikan dicapai pada tahun berjalan. kinerja secara danyang terukur dalam rentang waktu satu tahun. Perjanjian Perjanjian kinerja merupakan komitmen yang tekad danTargetjanji untuk mencapai kinerja secara jelasyang daningin terukur dalam rentang waktu satu tahun. Perjanjian target kinerja sasaran program dicapai Dit.PPTM dalam dokumen Perjanjian kinerja ditetapkan pada awal tahun antara Direktur Pengendalian PTM dengan Drjen PP mencapai kinerja secara jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun. Perjanjian kinerjaDit.PPTM ditetapkan pada awal tahun antara Direktur Pengendalian PTM dengan Drjen PP Kinerja Tahun 2016, adalah sebagai berikut berikut: dan ditetapkan PL dalam menetapkan target kinerja yang akan dicapai pada kinerja pada awal tahun antara Direktur Pengendalian PTM tahun denganberjalan. Drjen PPTargetTabel yang 2.2 akan dicapai pada tahun berjalan. Targetdan PL dalam menetapkan target kinerja kinerja sasaran program yangyang inginakan dicapai Dit.PPTM dalamberjalan. dokumen Perjanjian dantarget PL dalam menetapkan target kinerja dicapai pada tahun TargetPerjanjian Kinerjaprogram Program yang Pengendalian Penyakit Tidak Menular 2016 Perjanjian target kinerja sasaran ingin dicapai Dit.PPTM dalamTahun dokumen Kinerja Dit.PPTM 2016,yang adalah sebagai berikut: target kinerja sasaranTahun program ingin dicapaiberikut Dit.PPTM dalam dokumen Perjanjian SASARAN TARGET Kinerja Dit.PPTM Tahun 2016, adalah INDIKATOR sebagai berikut berikut: KINERJA Kinerja Dit.PPTM Tahun 2016, adalah sebagai berikut berikut: Tabel 2.2 STRATEGIS 2016 Tabel2.2 2.2 Tabel Perjanjian Kinerja Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular Tahun meningkatnya Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 6,4 2016 Perjanjian Kinerja Program PengendalianPenyakit PenyakitTidak TidakMenular MenularTahun Tahun 2016 Perjanjian Kinerja Program Pengendalian 2016 SASARAN TARGET pencegahan tahun INDIKATOR KINERJA SASARAN TARGET SASARAN TARGET dan Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM 20 STRATEGIS 2016 INDIKATOR KINERJA INDIKATOR KINERJA STRATEGIS 2016 STRATEGIS 2016 pengendalian terpadu meningkatnya Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 6,4 meningkatnya Persentase penurunan prevalensi prevalensi merokok pada pada usia≤ ≤181820 6,46,4 penyakit tidak Persentase yang melaksanakan kebijakan meningkatnya Persentase penurunan merokok usia pencegahan tahunKabupaten/Kota menular pencegahan tahun Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah pencegahan tahun dan Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM 20 Persentase Desa/Kelurahan yangmelaksanakan melaksanakanpengendalian kegiatan Pos PTM dan Persentase Puskesmas yang yang melaksanakan pengendalian PTM20 2020 danpengendalian Persentase Puskesmas terpadu Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM pengendalian terpadu pengendalian terpadu penyakit tidak Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan 20 Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi 20 penyakit tidak penyakit tidak Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan 20 Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan 20 menular dini kanker Kawasan Rokok (KTR) minimal 50% sekolah serviksTanpa dan payudara menular menular Kawasan Rokok (KTR) (KTR)minimal minimal50% 50%sekolah sekolah Kawasan Tanpa Rokok Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan 5Pos 20 Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan 2020 Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakankegiatan kegiatanPos Pos rujukanPembinaan katarak Terpadu (Posbindu) PTM Pembinaan Terpadu Terpadu (Posbindu) Pembinaan (Posbindu)PTM PTM Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi 20 Persentase perempuan perempuan usia 2020 Persentase usia 30 30sampai sampai50 50tahun tahunyang yangdideteksi dideteksi dini kanker serviks dan payudara| Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 9 dini kanker kanker serviks serviks dan dini dan payudara payudara Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan 5 Persentase Puskesmas 55 Persentase Puskesmas yang yang melaksanakan melaksanakan deteksi deteksidini dinidan dan rujukan katarak rujukan katarak katarak rujukan | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 92016 | Lapkin 2016 | LapkinDit.P2PTM Dit.P2PTMTahun Tahun 2016 9 9 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 9 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. CAPAIAN KINERJA Pengukuran tingkat capaian kinerja dilakukan dengan cara membandingkan antara capaian kinerja dengan target yang telah ditetapkan pada dokumen Perjanjian Kinerja. Pengukuran kinerja pada tahun 2016, ada 6 indikator kinerja yang diukur yaitu : Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja Kegiatan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Tahun 2016 SASARAN STRATEGI S meningk atnya pencegah an dan pengend alian penyakit tidak menular INDIKATOR KINERJA Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak TARGE T (%) REALISASI (%) 6,9 8,8 20 49,3 (4.773 Puskesmas) 21,2 (109 Kabupaten/Kota ) 15,48 (12.349 Desa/Kelurahan ) 5,2 (1.925.943 orang ) 20 20 20 5 5,02 (490 Puskesmas) PENCAPAI AN (%) 62,5 246,5 105,8 77,4 25,74 100,4 Indikator kinerja pengendalian penyakit tidak menular yang di ukur pada tahun 2016, ada 6 (enam) indikator kinerja. Berikut ini akan dijelaskan capaian, upaya yang telah dilaksanakan, permasalahan, dan rencana tindak lanjut dari masing-masing indikator kinerja. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 10 10 Dit. P2PTM 1. Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun a. Penjelasan Indikator Merokok merupakan salah satu faktor risiko bersama (Common Risk Factor) yang dapat menyebabkan PTM, dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Sehingga dengan menurunkan prevalensi merokok diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi PTM. Berdasarkan Riskesdas 2013 dan hasil sementara Sirkesnas 2016 di Indonesia jumlah perokok laki-laki dewasa (usia ≥ 15 tahun) meningkat dari 66% menjadi 68.1%. Demikian juga terjadi peningkatan pada perokok pemula laki-laki usia anak 10 – 14 tahun meningkat tajam dari 4.8% (2013) menjadi 6.4% (2016). Namun demikian terjadi penurunan prevalensi perokok pemula pada perempuan dari 2.5 % (2013) menjadi 0.1% (2016). Sekitar 78% perokok mengaku mulai merokok sebelum umur 19 tahun dan sepertiga dari siswa sekolah mengaku mencoba menghisap rokok pertama kali sebelum umur 10 tahun. Selain itu Indonesia sebagai negara dijuluki “baby Smoker” karena memiliki 239.000 perokok anak dibawah 10 tahun (GYTS 2014). Oleh karena itu utuk menggambarkan pengendalian PTM dan faktor risikonya disusun Indikator ini yang dapat menggambarkan tingkat keparahan kondisi konsumsi rokok dimasyarakat, karena anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk mencontoh perilaku orang dewasa dan gencarnya paparan iklan produk di sekitarnya. Selain itu, timbulnya penyakit dampak rokok akan semakin cepat dengan semakin mudanya seseorang memulai kebiasaan merokok dan terkena paparan asap rokok. b. Definisi operasional Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah jumlah anak di Indonesia yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun yang diketahui sebagai perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode lainnya, dibandingkan dengan jumlah semua anak yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di tahun tersebut (data BPS). Pengertian 1) Anak perokok adalah anak yang dalam 1 bulan terakhir kadang-kadang atau setiap hari merokok. 2) Penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun adalah penduduk yang berusia 10 tahun (> 120 bulan) sampai dengan 18 tahun (216 bulan) pada saat pengumpulan data dilakukan | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201611 11 Dit. P2PTM c. Cara perhitungan/rumus Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia = ≤ 18 tahun jumlah anak di Indonesia yang berusia 10 sampai dengan 18 tahun yang diketahui sebagai perokok melalui pengambilan data faktor risiko baik survei atau metode lainnya x jumlah semua anak yang berusia 10 sampai 100% dengan 18 tahun di Indonesia yang terdata di tahun tersebut (data BPS). d. Pencapaian Indikator Indikator ini merupakan indikator Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 20152019. Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survei indikator kesehatan nasional, November 2016, yang dilaksanakan oleh Balitbangkes. Hasil survei prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun 2016 adalah sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan target pada tahun 2016 adalah sebesar 6,4% yang berarti terjadi peningkatan prevalensi merokok. Sehingga pencapaian indikator sebesar 62,5%. Capaian indikator prevalensi merokok ini diperoleh melalui metode survei indikator kesehatan nasional, November 2016, yang dilaksanakan oleh Balitbangkes. Hasil sementara survei prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun 2016 adalah sebesar 8,8%. Jika dibandingkan dengan target pada tahun 2016 adalah sebesar 6,4%, terjadi peningkatan prevalensi merokok. Sehingga pencapain indikator sebesar 62,5%. Grafik 3.1 Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, tahun 2016 | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 12 12 Dit. P2PTM Tahun Grafik 3.2 Perbandingan Persentase prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, tahun 2013 dan tahun 2016 Jika dibandingkan prevalensi merokok usia ≤ 18 tahun tahun 2016 sebesar 8,8% dengan baseline tahun 2013 sebesar 7,2% (grafik 3.1). Telah terjadi peningkatan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, yang seharusnya terjadi penurunan. Grafik 3.3 Perbandingan target tahun 2017 dan realisasi tahun 2016 persentase prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun, | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201613 13 Dit. P2PTM Tahun 2017 merupakan tahun mid term dari Renstra Kemenkes 2015-2019, dan juga RPJMN 2015-2019. Realisasi tahun 2016 sebesar 8,8%, sedangkan target mid term Renstra sebesar 5,9%. Pada tahun 2016 belum tercapai target mid term Renstra, sehingga perlu strategi untuk mencapai terget yang diharapkan. e. Analisa penyebab kegagalan Prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun tahun diharapkan terjadi penurunan dari tahun ke tahun, tetapi pada tahun 2015 tidak ada data, karena survei indikator nasional tidak dilaksanakan. Apabila dibandingkan dengan survei yang dilaksanakan sebelumnya pada tahun 2013 (baseline data), prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun adalah sebesar 7,2% yang seharusnya menurun menjadi 6,4% tidak tercapai bahkan terjadi peningkatan hingga 8.8% (2016). Peningkatan ini terutama terjadi pada perokok laki-laki sebesar 17.2% sedangkan pada perokok perempuan sebesar 0.2% Berdasarkan best practice pengendalian konsumsi rokok strategi yang harus dilakukan berupa: 1) Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk memberikan perlindungan terhadap paparan asap rokok melalui penerbitan Perda dan penerapannya di seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota 2) Layanan Upaya Berhenti merokok dengan melaksanakan layanan konseling berhenti merokok di FKTP dan FKRTL serta sekolah oleh guru terlatih 3) Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan bahaya rokok melalui iklan layanan masyarakat, sosialisasi dan pencantuman Pictorial Health Warning (Peringatan Kesehatan Bergambar) di bungkus rokok 4) Pelarangan iklan, promosi dan sponsor produk tembakau di media massa baik cetak maupun elektronik, dalam gedung maupun luar gedung terhadap anakanak. 5) Menurunkan akses terhadap produk tembakau dengan meningkatkan pajak rokok (tax) dengan demikian harga rokok naik sehingga tidak mudah dibeli oleh anak-anak dan remaja. Strategi tersebut diatas tidak dapat dilakukan hanya oleh Kementerian Kesehatan, keterlibatan seluruh unsur Kementerian/Lembaga lain, sektor swasta, serta masyarakat madani menjadi unsur penting dalam mendukung upaya penurunan prevalensi perokok di Indonesia. Kementerian kesehatan telah berupaya untuk melaksanakan strategi tersebut diatas sesuai dengan kewenangannya, namun keterlibatan kementerian lain dalam mendukung strategi tersebut belum optimal. Selain itu jika kita melihat capaian indikator komposit yang rutin dipantau dalam mendukung upaya penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun yaitu persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang kawasan tanpa rokok | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 14 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 14 sampai dengan tahun 2016 mencapai 46,21% dan indikator Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah mencapai 21,2%. Kedua indikator tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Grafik 3.4 Persentase Kab/Kota yang Memiliki Peraturan Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Tahun 2015-2016 Jika dilihat dari persentase kab/kota yang memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tahun 2015 dengan 2016, terjadi penambahan jumlah kab/kota yang memiliki peraturan tentang KTR. Indikator Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal di 50% sekolah merupakan Indikator ini yang menggambarkan upaya perlindungan terhadap anak usia sekolah yang menjadi perokok pemula, melalui role model perilaku sehat tanpa merokok dan agent of change (agen perubahan perilaku) dari kelompok sebaya. Jika dibandingkan pencapaian tahun 2015 dengan 2016 terjadi peningkatan. Namun baru 20% kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah, sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap perilaku merokok pada usia ≤ 18 tahun yang merupakan usia anak sekolah. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201615 15 Dit. P2PTM Grafik 3.5 Persentase Kab/Kota yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah Tahun 2015-2016 f. Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun disepanjang tahun 2016 sebagai berikut : Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Dalam Upaya Implementasi KTR di Sekolah. Penyebaran Informasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media cetak dan elektronik. Review Implementasi KTR di daerah yang telah memiliki peraturan KTR. Sosialisasi dan Tindak Lanjut Hasil Review Implementasi KTR. Pertemuan Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Dalam Rangka Pengendalian PTM. Peningkatan kapasitas Layanan Quitline upaya berhenti merokok. Penyedian Layanan Quit Line (Layanan Konsultasi Jarak Jauh Upaya Berhenti Merokok) Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Dampak Rokok dan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok. Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Daerah Yang Telah Memiliki Peraturan KTR. Penyusunan Pedoman Surveilans Kawasan Tanpa Rokok. Penyusunan Buku Pedoman Tentang Penyakit Dampak Rokok. | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 16 16 Dit. P2PTM Tahun g. Kendala/ Masalah Yang Dihadapi Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi tembakau pada Kab/Kota belum maksimal. Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok. Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatasnya jumlahnya, dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR belum optimal. Monitoring faktor risiko Penyakit Tidak Menular termasuk kebiasaan merokok dilaksanakan melalui kegiatan Pelaksanaan Survey tahunan di Litbangkes tiap tahunnya mulai tahun 2016, sedang Riset Kesehatan Dasar dilaksanakan setiap 3 tahun, termasuk Global Youth Tobacco Survey . Sosialisasi mengenai peraturan KTR di daerah kepada masyarakat dan pihak terkait dilakukan minimal 1 tahun setelah disahkannya aturan tersebut, agar masyarakat dapat memahami pentingnya regulasi terkait KTR. Sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis web PTM belum optimal. Kesadaran masyarakat yang masih rendah akan bahaya konsumsi rokok h. Pemecahan Masalah Meningkatkan komitmen daerah dalam pengembangan dan implementasi regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai level pemerintahan. Meningkatkan dukungan oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan melalui berbagai kegiatan: Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai dengan peraturan yang berlaku terutama yang telah memiliki kebijakan dan peraturan di daerah. Penyebarluasan informasi tentang dampak kesehatan akibat konsumsi rokok kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM). Pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan melalui periode pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kuatnya komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya. Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian tembakau diberbagai bidang. | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 17 17 Dit. P2PTM Tahun Mensinergikan kegiatan melalui strategi MPOWER yang meliputi Monitoring konsumsi produk tembakau; Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok; Upaya Pelayanan Berhenti merokok ; Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan bahaya produk tembakau ; Eliminasi iklan, promosi dan sponsor produk tembakau dan Menurunkan akses terhadap produk tembakau. 2. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu a. Penjelasan Indikator Puskesmas merupakan ujung tombak dan terdepan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas mempunyai wilayah kerja yang luas dan bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Pengendalian PTM dan faktor risikonya di Puskesmas merupakan upaya utama dalam pengendalian PTM di masyarakat. b. Definisi operasional Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu adalah jumlah Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu di bagi Jumlah seluruh Puskesmas di Indonesia. Pengertian 1) Puskesmas yang melaksanakan Pengendalian PTM Terpadu adalah Puskesmas yang telah melaksanakan minimal tatalaksana penyakit Hipertensi dan DM dan atau telah melakukan pembinaan Posbindu PTM di wilayahnya. 2) Ruang lingkup pengendalian PTM Terpadu adalah seluruh Puskesmas baik ditingkat Kecamatan maupun di tingkat Kelurahan atau FKTP yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM. c. Cara perhitungan/rumus Persentase Puskesmas yang melaksanakan = pengendalian PTM terpadu Jumlah Puskesmas yang melaksanakan x 100% pengendalian PTM terpadu Jumlah Puskesmas di Indonesia d. Pencapaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu mencapai target yang diharapkan. Dari target 20%, realisasi sebesar 49,3% atau sebanyak 4.773 Puskesmas dari 9.679 Puskesmas, sehingga pencapaian sebesar 246,5%. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 18 18 Dit. P2PTM Grafik 3.6 Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu, Tahun 2016. Grafik 3.7 Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu berdasarkan Provinsi, Tahun 2016. Provinsi yang memiliki persentase puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu tertinggi adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (100%), sedangkan yang terendah adalah Provinsi Papua (1,8%). Provinsi yang masih 19 19 | Lapkin Dit.P2PTM Lapkin Dit. Tahun P2PTM 2016 Tahun 2016 dibawah target pencapaian ada 3 provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara 17 Puskesmas (13,8%), Sulawesi Barat 12 Puskesmas (13,0%), Papua 7 Puskesmas (1,8%). Sebaran Puskesmas yang melaksanakan pengendalian terpadu berdasarakan Provinsi pada tahun 2016, sbb: Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 61 Puskesmas (100%), Di Yogyakarta 109 Puskesmas (90,1%), Jawa Timur 842 Puskesmas (87,7%), Lampung 212 Puskesmas (75,7%), Jambi 130 Puskesmas (72,6%), Banten 167 Puskesmas (72,0%), Dki Jakarta 232 Puskesmas (67,6%, Kalimantan Barat 159 Puskesmas (67,1%), Nusa Tenggara Barat 97 Puskesmas (61,8%) Sumatera Selatan 187 Puskesmas (58,%), Jawa Tengah 504 Puskesmas (57,7%), Sumatera Barat 149 Puskesmas (57,1), Kepulauan Riau 38 Puskesmas (54,3%), Kalimantan Tengah 102 Puskesmas (53,4%), Sulawesi Selatan 209 Puskesmas (47,8%), Sumatera Utara 247 Puskesmas (43,4%), Sulawesi Tengah 77 Puskesmas (42,3%), Sulawesi Utara 75 Puskesmas (41,0%), Kalimantan Selatan 91 Puskesmas (39,9%), Aceh 133 Puskesmas (39,8%), Jawa Barat 406 Puskesmas (38,5%), Bali 42 Puskesmas (35,6%) Bengkulu 64 Puskesmas (35,6%), Sulawesi Tenggara 84 Puskesmas (32,4%), Gorontalo 29 Puskesmas (31,5%), Kalimantan Timur 61 Puskesmas (27,5%), Kalimantan Utara 13 Puskesmas (27,1%), Riau 54 Puskesmas (26,1%), Nusa Tenggara Timur 90 Puskesmas (24,9%), Maluku 43 Puskesmas (23,8%), Papua Barat 30 Puskesmas (21,3%), Maluku Utara 17 Puskesmas (13,8%), Sulawesi Barat 12 Puskesmas (13,0%), Papua 7 Puskesmas (1,8%). Grafik 3.8 Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu, Tahun 2015- 2016. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 20 20 Dit. P2PTM Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu mencapai target yang diharapkan pada tahun 2015 dan tahun 2016 selalu melampaui target yang ditetapkan. Tahun 2015, dari target 10% dengan realisasi sebesar 34,4,3% atau sebanyak 3.330 Puskesmas dari 9.679 Puskesmas. Sedangkan tahun 2016, dari target 20% dengan realisasi sebesar 49,3% atau sebanyak 4.773 Puskesmas dari 9.679 Puskesmas. Dari grafik diatas juga terlihat pencapaian tahun 2015 dengan 2016 terjadi peningkatan persentase puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu. Hampir 50% puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sehingga hal ini juga akan mempengaruhi terhadap pencegahan dan pengendalian PTM di Indonesia. Grafik 3.9 Perbandingan Target tahun 2017 dengan Realisasi 2016 Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu Grafik 3.9, menggambarkan perbandingan target mid term Renstra (tahun 2017) dengan realisasi Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu. Pada tahun 2016 realisasi telah mencapai target pertengan Renstra 2015-2019. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 21 21 Dit. P2PTM e. Analisa Penyebab Keberhasilan Peningkatan persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu dikarenakan meningkatnya jumlah Puskesmas yang melakukan pembinaan Posbindu PTM. Hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah pembentukan Posbindu PTM dari tahun 2015 sampai tahun 2016. f. Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka peningkatan Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sepanjang tahun 2016 Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dalam upaya pencegahan PTM di Puskesmas melalui “Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT) Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan PTM terpadu di Puskesmas, dengan merevisi modul Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT) Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan bahaya faktor risiko PTM dan penyakit tidak menular melalui kegiatan : 1. Peringatan Hari Hipertensi Sedunia yang dilaksanakan tanggal 17 mei dengan tema “Ketahui Tekanan Darahmu” yang bertujuan untuk meningkatkna pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mencegah dan mengendalikan hipertensi. Pada peringatan hari hipertensi ini diselenggarakan kegiatan Bulan Pengukuran Tekanan Darah yang dimulai tanggal 17 Mei hingga 17 Juni 2016 di seluruh Provinsi di Indonesia. 2. Peringatan Hari Jantung Sedunia yang dilaksanakan tanggal 29 september dengan tema “Power Your Life” yang bertujuan untuk meningkatkan Awareness/ kewaspadaan masyarakat terhadap gejala, faktor risiko dan penanganan dini serta rehabilitasi dari Penyakit Jantung Koroner. Penyusunan Juknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) pencegahan dan pengendalian PTM Penyusunan PERMENKES Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Penyusunan Buku Saku Stroke Berbasis Masyarakat Penyusunan Petunjuk Teknis Penyakit Jantung Koroner g. Kendala/ Masalah yang Dihadapi Belum tercapainya target “Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT) Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas pada 34 Provinsi karena adanya efisiensi anggaran Seringnya pergantian SDM/tenaga pengelola program PTM di daerah yang menyebabkan tidak ada kesinambungan program. | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 22 22 Dit. P2PTM Tahun h. Rencana Tindak Lanjut Pelaksanaan “Pelatihan bagi pelatih atau Training of Trainer “(TOT) Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas di 34 provinsi. Percepatan pemenuhan SDM petugas kesehatan dalam melaksanakan PANDU PTM melalui pelatihan PANDU PTM dengan dana dekonsentrasi Pemenuhan Sarana Prasarana pelaksanaan PANDU PTM di Puskemas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Sosialisasi Standar Pelayanan Minimal dalam pencegahan dan pengendalian PTM di daerah Revisi pedoman Pelayanan Terpadu (PANDU) Penyakit Tidak Menular di Puskesmas. 3. Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah a. Penjelasan Indikator Indikator ini disusun sebagai bagian dari pengendalian faktor risiko PTM (faktor risiko merokok) khususnya untuk menurunkan prevalensi perokok pemula yang merupakan indikator RPJMN 2015-2019. Dengan membudayakan perilaku tidak merokok di sekolah, dapat memberikan lingkugan, informasi, edukasi terhadap bahaya merokok, sehingga diharapkan dapat menurunkan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun. Indikator ini merupakan bagian dari tanggung jawab Kemenkes sesuai dengan Permenkes No.40/2013 tentang peta jalan pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan. Definisi operasional Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah telah menerapkan minimal di 50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok dibagi dengan jumlah kab/ kota di Indonesia. Pengertian 1) Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah telah menerapkan minimal di 50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok. 2) Sekolah/madrasah yang dimaksud adalah sekolah/madrasah yang telah menerapkan aturan peraturan perundangan Kawasan Tanpa Rokok sesuai kriteria yang ada pada juknis penegakan KTR di level Sekolah Dasar dan sederajatnya, Sekolah Menengah Pertama dan sederajatnya, Sekolah | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 23 23 Dit. P2PTM Tahun b. Definisi operasional Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM adalah jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dibagi Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia di kali seratus persen. Menengah Atas dan sederajatnya, baik negeri maupun swasta termasuk pondok pesantren dan sekolah berasrama. Pengertian 3) Ruang kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)Pos di tatanan sekolah yang 1) lingkup Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pembinaan Terpadu diatur (Posbindu) dalam peraturan perundangan Kawasan Tanpa Rokok yang telah PTM adalah desa/kelurahan yang menyelenggarakan kegiatan Pos melakukan penerapan sesuai kriteria yaitu ditemukan tanda Pembinaan Terpaduenforcement (Posbindu) PTM dilarang merokok di semua masuk; diseluruh Tidak 2) Ruang lingkup kegiatanpintu Pos Pembinaan Terpadulingkungan (Posbindu) sekolah PTM meliputi ditemukan orang faktor merokok; Tidak ditemukan ruang pengukuran khusus merokok; Tidak wawancara risiko dan riwayat PTM keluarga, antropometri, terciumpengukuran bau asapIMT, rokok; Tidak tekanan ditemukan asbak dan korek Tidak pengukuran darah, pengukuran kadar api; kolesterol ditemukan puntung rokok;fungsi Tidakparu ditemukan penjualan rokok termasuk kantin darah, pemeriksaan sederhana dan pemeriksaan IVA/SADANIS. sekolah,Kegiatan tempatkonseling tunggudan penjemput; Tidak ditemukan indikasi kerjasama penyuluhandan serta rujukan. dengan Industri tembakau dalam bentuk sponsor, promosi, iklan rokok (misalnya: serbet, tatakan gelas, asbak, poster, spanduk, billboard, dll). c. Cara perhitungan/rumus Persentase b. Cara perhitungan/rumus jumlah Desa/Kelurahan yang melaksanakan Desa/Kelurahan Persentase kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) yang melaksanakan x Kab/ kota ang kegiatan Pos = PTM melaksanakan jumlah Kab/ Kota yang melaksanakan kebijakan x 100% = Pembinaan 100% kebijakan KTR KTR minimal sekolah Jumlah50% Desa/ Kelurahan di Indonesia minimalTerpadu 50% (Posbindu) Jumlah kab/ kota di Indonesia sekolahPTM c. Pencapaian d. Pencapaian Persentase Kabupaten/Kota melaksanakanyang kebijakan Kawasankegiatan Tanpa Rokok Pencapaian Persentaseyang Desa/Kelurahan melaksanakan Pos (KTR) Pembinaan minimal diTerpadu 50% sekolah wilayahnya. ini (Posbindu)yang PTM, ada tidak didapat mencapai Indikator target yang menggambarkan terhadap anakrealisasi usia sekolah menjadi diharapkan.upaya Target perlindungan pada tahun 2016 sebesar 20%, 15,48% yang (12.349 desa/ perokokkelurahan) pemula, sehingga melalui pencapaiannya role model perilaku dan agent of sebesarsehat 77,44%tanpa (grafikmerokok 3.13) change (agen perubahan perilaku) dari kelompok sebaya. Grafik 3.10 Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal di 50% sekolah yang ada di wilayahnya, Tahun 2016 | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 29 | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 2424 Pencapaian Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah, mencapai target yang diharapkan. Dari target 20%, realisasi sebesar 21,2% atau sebanyak 109 kab/kota dari 515 kab/kota, sehingga pencapaian sebesar 105,8%. Jika dibandingkan pencapaian tahun 2015 dengan 2016 terjadi peningkatan jumlah kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR di 50% sekolah (grafik 3.11). Walaupun pada tahun 2016 telah mencapai target yang ditetapkan, namun jika dibandingkan dengan target mid term tahun Rentra Kemenkes 20152019 sebesar 30%, belum mencapai target (grafik 3.12). Sehingga perlu upayaupaya dalam mencapai target pada tahun 2017. Pencapaian kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah sebesar 21,2%, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku merokok pada usia ≤ 18 tahun yang merupakan usia anak sekolah. Grafik 3.11 Persentase Target dan Realisasi Kab/Kota yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah Tahun 2015-2016 | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201625 25 Dit. P2PTM Grafik 3.12 Perbandingan Target 2017 dan Realisasi Tahun 2016 Persenatse Kab/Kota yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah Jika membandingkan realisasi tahun 2016 Persentase Kab/Kota yang Melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Minimal 50% Sekolah dengan target tahun 2017 yang merupakan tahun mid term Renstra Kemenkes 2015-2019 d. Analisis Keberhasilan Persentase kab/kota yang telah mengimplementasikan kebijakan KTR pada 50% sekolah mencapai target yang telah di tetapkan dalam perjanjian kinerja. Hal ini merupakan pencapaian dari upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain pemenuhan SDM baik tenaga kesehatan maupun tenaga pendidik pada kab/kota yang menjadi target. Selain itu, advokasi oleh aliansi bupati dan walikota yang rutin dilaksanakan dalam memperoleh komitmen kepala daerah. Faktor lain seperti peraturan Permendikbud RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah mendukung dalam upaya implementasi kawasan tanpa rokok. e. Upaya dan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka peningkatan Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebagai berikut : | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 26 26 f. Peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan dan Pendidikan Dalam Upaya Implementasi KTR di Sekolah. Penyebaran Informasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media cetak dan elektronik. Review Implementasi KTR di daerah yang telah memiliki peraturan KTR. Sosialisasi dan Tindak Lanjut Hasil Review Implementasi KTR. Pertemuan Pemanfaatan Pajak Rokok Daerah Dalam Rangka Pengendalian PTM. Peningkatan kapasitas Layanan Quitline upaya berhenti merokok. Penyedian Layanan Quit Line (Layanan Konsultasi Jarak Jauh Upaya Berhenti Merokok) Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengendalian Dampak Rokok dan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok. Evaluasi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Daerah Yang Telah Memiliki Peraturan KTR. Penyusunan Pedoman Surveilans Kawasan Tanpa Rokok. Penyusunan Buku Pedoman Tentang Penyakit Dampak Rokok. Kendala/ Masalah Yang Dihadapi Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi tembakau pada Kab/Kota belum maksimal. Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok. Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatasnya jumlahnya, dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR belum optimal. Monitoring faktor risiko Penyakit Tidak Menular termasuk kebiasaan merokok dilaksanakan melalui kegiatan Pelaksanaan Survey tahunan di Litbangkes tiap tahunnya mulai tahun 2016, sedang Riset Kesehatan Dasar dilaksanakan setiap 3 tahun, termasuk Global Youth Tobacco Survey . Sosialisasi mengenai peraturan KTR di daerah kepada masyarakat dan pihak terkait dilakukan minimal 1 tahun setelah disahkannya aturan tersebut, agar masyarakat dapat memahami pentingnya regulasi terkait KTR. Sistem pencatatan pelaporan melalui Surveilans berbasis web PTM belum optimal. Kesadaran masyarakat yang masih rendah akan bahaya konsumsi rokok | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 27 27 Dit. P2PTM g. Pemecahan Masalah Meningkatkan komitmen daerah dalam pengembangan dan implementasi regulasi tentang pengendalian tembakau di berbagai level pemerintahan. Meningkatkan dukungan oleh semua pihak terkait dan masyarakat diberbagai tatanan melalui berbagai kegiatan: Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai dengan peraturan yang berlaku terutama yang telah memiliki kebijakan dan peraturan di daerah. Penyebarluasan informasi tentang dampak kesehatan akibat konsumsi rokok kepada seluruh lapisan masyarakat dengan melibatkan stakeholder termasuk masyarakat, organisasi profesi, akademisi, lembaga sosial masyarakat (LSM). Pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, terintegrasi dalam suatu kebijakan publik dan melalui periode pentahapan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kuatnya komitmen pemerintah dalam penyelenggaraan pengendalian tembakau melalui APBN, APBD dan sumber penganggaran lainnya. Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam pengendalian tembakau diberbagai bidang. Mensinergikan kegiatan melalui strategi MPOWER yang meliputi Monitoring konsumsi produk tembakau; Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok; Upaya Pelayanan Berhenti merokok ; Peningkatan kewaspadaan masyarakat akan bahaya produk tembakau ; Eliminasi iklan, promosi dan sponsor produk tembakau dan Menurunkan akses terhadap produk tembakau. 4. Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM a. Penjelasan Indikator pencegahan dan penanggulangan terhadap PTM utama dilakukan dengan pendekatan terhadap pengendalian faktor risiko bersama (Common Risk Factors). Di tingkat komunitas telah diinisiasi pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini masyarakat dalam mengendalikan faktor risiko PTM karena pada umumnya faktor risiko PTM tidak bergejala dan seringkali masyarakat datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam keadaan komplikasi. Melalui kegiatan ini, diharapkan pencegahan faktor risiko PTM dapat dilakukan sejak dini dan kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 2828 Dit. P2PTM Tahun b. Definisi operasional b. Definisi operasional Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM adalah jumlah desa/kelurahan yang Pos melaksanakan kegiatan Pos (Posbindu) PTM adalah jumlah desa/kelurahan melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dibagi yang Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia Pembinaan Terpadu PTM dibagi Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia di kali seratus(Posbindu) persen. di kali seratus persen. Pengertian Pengertian 1) Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu 1) Desa/Kelurahan melaksanakan kegiatan Pos Pembinaankegiatan Terpadu (Posbindu)yang PTM adalah desa/kelurahan yang menyelenggarakan Pos (Posbindu) PTM adalah desa/kelurahan Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTMyang menyelenggarakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTMPembinaan Terpadu (Posbindu) PTM meliputi 2) Ruang lingkup kegiatan Pos 2) Ruang lingkup kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM meliputi wawancara faktor risiko dan riwayat PTM keluarga, pengukuran antropometri, wawancara faktor risiko riwayat PTM keluarga, antropometri, pengukuran IMT,dan pengukuran tekanan darah, pengukuran pengukuran kadar kolesterol pengukuran IMT, pengukuran tekanan darah, pengukuran kadarIVA/SADANIS. kolesterol darah, pemeriksaan fungsi paru sederhana dan pemeriksaan darah, pemeriksaan fungsi sederhana dan pemeriksaan IVA/SADANIS. Kegiatan konseling danparu penyuluhan serta rujukan. Kegiatan konseling dan penyuluhan serta rujukan. c. Cara perhitungan/rumus c. Cara perhitungan/rumus Persentase jumlah Desa/Kelurahan yang melaksanakan Persentase Desa/Kelurahan Desa/Kelurahan yang Terpadu melaksanakan Pos Pembinaan (Posbindu) Desa/Kelurahan yang melaksanakanjumlahkegiatan x kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) yang melaksanakan kegiatan Pos = PTM x 100% kegiatan Pembinaan Pos = PTM 100% Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia Pembinaan Terpadu (Posbindu) Jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia Terpadu (Posbindu) PTM PTM d. Pencapaian d. Pencapaian Pencapaian Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pencapaian Persentase Desa/Kelurahan yang kegiatan Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, tidakmelaksanakan dapat mencapai target Pos yang Pembinaan TerpaduTarget (Posbindu) tidak dapat mencapai diharapkan. pada tahunPTM, 2016 sebesar 20%, realisasi 15,48%target (12.349 yang desa/ diharapkan. Target sehingga pada tahun 2016 sebesar 20%, realisasi 15,48% kelurahan) pencapaiannya sebesar 77,44% (grafik 3.13) (12.349 desa/ kelurahan) sehingga pencapaiannya sebesar 77,44% (grafik 3.13) | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 29 | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 29 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 29 Grafik 3.13 Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM, Tahun 2016 Grafik 3.14 Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM berdasarkan Provinsi, Tahun 2016. Provinsi yang memiliki Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (87,27%), sedangkan yang terendah adalah Provinsi Papua (1,38%). | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 30 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 30 Sebaran Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM berdasarakan Provinsi pada tahun 2016, sbb: Provinsi DKI Jakarta 233 desa/ kelurahan (87,27%), Kepulauan Bangka Belitung 288 desa/ kelurahan (75,59%), DI Yogyakarta 235 desa/ kelurahan (53,65%), Sumatera Barat 468 desa/ kelurahan (41,05%), NTB 364 desa/ kelurahan (31,76%), Jawa Timur 2.472 desa/ kelurahan (29,07%), 820 Kepulauan Riau 108 desa/ kelurahan (28,20%), Banten 421 desa/ kelurahan (27,14%), Sulawesi Selatan 820 desa/ kelurahan (27,11%), Lampung 671 Desa/ Kelurahan (26,05%), Jambi 360 desa/ kelurahan (23,90%), Kalimantan Barat 328 desa/ kelurahan (16,55%), Jawa Barat 930 desa/ kelurahan (15,6%), Sulawesi Utara 268 desa/ kelurahan (15,42%), Bengkulu 229 desa/ kelurahan (15,1%), Gorontalo 110 desa/ kelurahan (15,01%), Sumatera Selatan 486 desa/ kelurahan (144,9%), Jawa Tengah 1.152 desa/ kelurahan (13,45%), Sulawesi Tenggara 265 desa/ kelurahan (11,96%), Kalimantan Tengah 186 desa/ kelurahan (13,45%), Bali 81 desa/ kelurahan (11,31%), Kalimantan Timur 111 desa/ kelurahan (10,96%), Sulawesi Tengah 205 desa/ kelurahan (10,67%), Aceh 677 desa/ kelurahan (10,43%), Kalimantan Selatan 179 desa/ kelurahan (8,92%), Sumatera Utara 179 desa/ kelurahan (7,76%), Riau 129 desa/ kelurahan (7,33%), Maluku 74 desa/ kelurahan (7,11%), Kalimantan Utara 33 desa/ kelurahan (6,98%), NTT 203 desa/ kelurahan (6,32%), Sulawesi Barat 38 desa/ kelurahan (5,89%), Papua Barat 75 desa/ kelurahan (5,2%), Maluku Utara 45 desa/ kelurahan (4,18 %), Papua 50 desa/ kelurahan (1,38%) Grafik 3.15 Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM Tahun 2015-2016 | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 31 31 Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM tidak mencapai target yang diharapkan baik pada tahun 2015 maupun tahun 2016. Target pada tahun 2015 sebesar 10%, realisasi 8,83% atau sebanyak 7.177 desa/ kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM sehingga pencapaiannya sebesar 88,30%. Sedangkan pada tahun 2016 target sebesar 20%, realisasi 15,48% atau sebanyak 12.349 desa/ kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM sehingga pencapaiannya sebesar 77,44%. Walaupun terjadi peningkatan jumlah desa/ kelurahan yang melaksanakan Posbindu di tahun 2016, namun terjadi penurunan pencapaian di tahun 2016. Pada grafik 3.15, terlihat realisasi desa/ kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM masih setengah nya dari target Renstra Kemenkes 2015-2019 Grafik 3.16 Perbandingan Target Tahun 2017 dan Realisasi Tahun 2016 Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Posbindu PTM e. Analisa penyebab kegagalan Masih rendahnya komitmen pemangku kebijakan didaerah terhadap program pengendalian PTM dalam melaksanakan Posbindu PTM, sehingga kegiatan Posbindu PTM belum menjadi prioritas, selain itu ketersedian SDM baik petugas kesehatan maupun kader dalam melaksanakan Posbindu PTM masih terbatas, | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 32 32 ditambah dengan mobilsasi petugas daerah yang telah dilatih yang terlalu sering dan cepat, sehingga program Posbindu didaerah menjadi kurang optimal. Kegiatan Posbindu PTM merupakan kegiatan f. Upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016 Berikut upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016, dalam mendukung mencapaian indikator tersebut: 1) Peningkatan kapasitas SDM melalui TOT dan Pelatihan Posbindu bagi petugas kesehatan dan kader Posbindu. 2) Penguatan surveilans faktor risiko PTM dari Posbindu PTM melalui sistem web. 3) Pemanfaatan dana dekon dan BOK dalam penyelenggaraan Posbindu PTM. 4) Pemanfaatan dana dekon untuk melakukan pelatihan peyelenggaraan Posbindu PTM bagi Nakes dan kader di daerah. 5) Penyediaan alat dan bahan dalam bentuk Posbindu kit. 6) Workshop Modul Pelatihan Posbindu PTM Bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM 7) Integrasi kegiatan Posbindu PTM melalui Gerakan Hidup Sehat yang di inisiasi oleh Kemenko PMK 8) Pembuatan Media Informasi elektronik tentang Posbindu PTM 9) Penguatan kegiatan Posbindu PTM di sekolah melalui Workshop Cerdik g. Permasalahan: 1) Masih kurangnya sosialisasi dan advokasi tentang penyelenggaraan Posbindu PTM. 2) Belum berjalannya sistem surveilans faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM. 3) Belum maksimalnya TOT dan pelatihan untuk semua provinsi daam penyelenggaraan Posbindu 4) Perpindahan atau mutasi petugas daerah yang telah dilatih program PPTM yang terlalu sering dan cepat, sehingga program PPTM didaerah menjadi kurang optimal. 5) Masih rendahnya komitmen pemangku kebijakan didaerah terhadap program pengendalian PTM. 6) Belum adanya regulasi yang dapat menjadi payung secara nasional dalam pelaksanan kegiatan Posbindu untuk mendapatkan dukungan dari lintas sektor sebagai stake holder terkait. 7) Dukungan lintas sektor sangat minimal, sedangkan kegiatan kemasyarakan seperti Posbindu PTM sangat membutuhan kepedulian dan dukungan lintas sektor baik pendanaan maupun sarana dan prasarananya. 8) Masih perlunya advokasi dan sosialisai yang bersifat masif dan terintegrasi dalam mendukung kegiatan Posbindu PTM | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 33 33 Dit. P2PTM 9) Minimnya pemanfaatan dana DAK dan Dana lainnya dalam menunjang kegiatan Posbindu di daerah. h. Rencana Tindak lanjut Berikut ini beberapa rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kualitas indikator kinerja pada tahun berikutnya: 1) Peningkatan Kapasitas nakes dan kader Posbindu PTM melalui TOT, Workshop dan pelatihan. 2) Sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan Posbindu PTM di daerah. 3) Penguatan sistem surveilans faktor risiko melalui Posbindu PTM berbasis web. 4) Mengintegrasikan kegiatan Posbindu PTM dengan kegiatan Program Indonesia Sehat melalui pendekatan Keluarga Sehat. 5) Mengintegrasikan kegiatan Posbindu PTM dalam Rumah Sehat Desa. 6) Meningkatkan kampanye GERMAS terintegrasi Posbindu PTM. 7) Penguatan sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis web melalui TOT surveilains PTM yang telah tersertifikasi. 5. Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara a. Penjelasan Indikator Kanker Payudara dan kanker leher rahim merupakan kanker yang tertinggi pada perempuan. Kedua kanker ini dapat ditemukan pada tahap yang lebih dini dimana saat ini kanker ditemukan pada stadium lanjut (70%) sehingga angka kematiannya tinggi. Pembiayaan kanker merupakan salah satu pembiayaan kesehatan tertinggi di Indonesia. Kanker leher rahim dapat ditemukan pada tahap sebelum kanker (lesi prakanker) dengan metoda IVA dan papsmear. Jika ditemukan pada tahap lebih dini dapat menurunkan angka kematian dan menghemat pembiayaan kesehatan yang sangat tinggi, terutama dari kedua kanker ini. b. Definisi operasional Persentase perempuan usia 30 sampai dengan 50 tahun yang dideteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim adalah jumlah persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dideteksi dini kanker payudara dengan CBE/SADANIS dan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA dan atau Papsmear. Pengertian 1) Perempuan usia 30 sampai 50 tahun adalah perempuan usia subur yang memiliki usia 30 sampai 50 tahun dan sudah melakukan kontak seksual aktif (sudah menikah). | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 3434 Dit. P2PTM Tahun 2) 3) 4) 5) Program IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) adalah kegiatan deteksi dini kanker leher rahim dengan cara mengamati dan melihat leher rahim yang telah dipulas dengan asam asetat 3-5 % yang ditandai dengan adanya bercak putih (aceto white epithelium) sebagai lesi prakanker. Program SADANIS adalah kegiatan deteksi dini kanker payudara dengan cara pemeriksaan klinis payudara yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Papsmear adalah pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim (serviks) melalui pemeriksaan sitopatologi dengan menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epithel leher rahim yang ditemukan pada keadaaan prakanker dan kanker. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan tingkat pertama yang melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dengan CBE/SADANIS dan kanker leher rahim dengan metode IVA perempuan usia 30 – 50 tahun. c. Cara perhitungan/rumus Persentase perempuan usia 30 sampai dengan 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher Rahim Jumlah perempuan usia 30 - 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker = payudara dan kanker leher rahim x 100% Jumlah perempuan usia 30 – 50 tahun di suatu wilayah d. Pencapaian Pencapaian persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks, tidak dapat mencapai target yang diharapkan. Target pada tahun 2016 sebesar 20% atau sebanyak 7.483.096 perempuan usia 30 – 50 tahun yang sudah melakukan kontak seksual aktif, realisasi 5,2% atau sebanyak 1.925.943 perempuan sehingga pencapaiannya sebesar 25,74% (grafik 3.17). Dari 5,2% didapatkan 4% IVA positif atau sebanyak 73.453 perempuan. Sedangkan pada pemeriksaan CBE/SADANIS ditemukan tumor mamae sebanyak 4.030 perempuan dengan curiga kanker 611 perempuan. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 20162016 35 35 Dit. P2PTM Grafik 3.17 Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks, Tahun 2016 Jumlah perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker serviks (IVA) selama tahun 2016 adalah 657.610 orang atau sebesar 17.6% dengan hasil IVA positif sebanyak 14.960 orang atau sebesar 2% dari total yang diperiksa dan ditemukan curiga kanker serviks sebanyak 380 orang atau sebesar 2.6 ‰ dan dilaporkan sebanyak 331 orang dilakukan tindakan krioterapi atau sebesar 2.2% dari total IVA positif. Sedangkan pada pemeriksaan SADANIS ditemukan tumor mammae sebanyak 1252 orang dengan curiga kanker payudara sebanyak 312 orang. Pasien yang ditemukan dengan tumor dan curiga kanker dirujuk ke rumah sakit setempat untuk mendapatkan tindakan medis. Bila dilihat dari cakupan kumulatif nasional sejak tahun tahun 2007 hingga 2016 maka terlihat ada kenaikan dari cakupan pemeriksaan IVA dibandingkan pada tahun lalu yaitu sebesar 1.8 %. Grafik 3.18 Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks berdasarkan Provinsi, Tahun 2016. | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 3636 Grafik 3.18 menggambarkan sebaran persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks berdasarkan provinsi, tahun 2016. Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks yang tertinggi adalah Provinsi Bali sebesar 18.5%, sedangkan yang terendah adalah Provinsi Papua sebesar 0,2%. Grafik 3.19 Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks Tahun 2015-2016 Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks tidak mencapai target yang diharapkan baik pada tahun 2015 maupun tahun 2016. Target pada tahun 2015 sebesar 10%, realisasi 27% atau sebanyak 115,639 perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks sehingga pencapaiannya sebesar 27,4%. Sedangkan pada tahun 2016 target sebesar 20%, realisasi 5,2% atau sebanyak 1.925.943 perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks sehingga pencapaiannya sebesar 25,74%. Walaupun terjadi peningkatan perempuan yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks di tahun 2016, namun terjadi penurunan pencapaian di tahun 2016. Pada grafik 3.20, terlihat realisasi persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks masih sangat jauh dari target mid term Renstra Kemenkes 2015-2019. | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 37 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 37 Grafik 3.20 Perbandingan Target 2017 dan Realisasi Tahun 2016 Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks Sedangkan puskesmas yang sudah melaksanakan deteksi dini IVA dan SADANIS sebanyak 2.625 puskesmas. Berdasarkan target pada indikator Rencana Kegiatan Pemerintah (RKP) bidang kesehatan yaitu puskesmas yang melaksanakan pemeriksaan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks pada perempuan usia 30-50 tahun sebesar 1.943 puskesmas, pencapaiannya sebesar 135,1%. Grafik 3.21 Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Serviks Tahun 2016 Tabel 3.1 Perbandingan Jumlah Capain Kab/kota, Puskesmas dan SDM terlatih Tahun 2015-2016 | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 38 38 Dit. P2PTM Tahun Tahun Kab/Kota Puskesmas terlatih IVA Jumlah Terlatih Dokter 2015 382 3042 2364 Provider Jumlah supervisor Terlatih Bidan SpOG SpOG (Onk) 4842 83 5 2016 393 3706 2783 5743 105 5 Hingga tahun 2016 sudah 34 propinsi 393 kabupaten/kota 3.706 puskesmas yang sudah dilakukan pelatihan deteksi dini IVA dan SADANIS. Jumlah provider terlatih terdiri dari 5743 orang bidan, 2783 orang dokter, 108 orang dokter ahli kandungan dan 5 orang dokter ahli kandungan onkologi. e. Analisa Penyebab Kegagalan Rendahnya pencapaian target terjadi dikarenakan antara lain belum didukung kesiapan dan ketersedian infrastruktur penunjang termasuk SDM yang memadai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pada tahun 2016, Puskesmas dengan tenaga terlatih sebanyak 3.706 (38%), Puskesmas dengan Kryoterapy 373 (3,8%), dokter terlatih 2.783 orang (15,57%), bidan terlatih 5.743 orang (4,63%) dan dokter obsgyn supervisor 82 orang (1,4%). Selain itu beberapa daerah masih belum menjadikan upaya pengendalian kanker sebagai prioritas, ditambah dengan masih lemahnya system pencatatan dan pelaporan rutin untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Faktor lain yang mempengaruhi capaian adalah masih banyak perempuan yang enggan karena malu dan takut untuk datang melakukan deteksi dini sehingga angka capaian belum maksimal f. Upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016 Pemenuhan kebutuhan SDM dengan melaksanakan TOT Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, dan juga pelatihan Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim baik melalui dana Dekon maupun dana APBD. “STOP KANKER”, guna percepatan program pengendalian kanker dilakukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kegiatan dilakukan pada wilayah dengan jumlah SDM yang masih terbatas yaitu dokter dan bidan dalam pelaksanaan deteksi dini kanker. Diharapkan sebagai cikal bakal provider aktif dalam pelaksanaan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim. Kegiatan ini menghasilkan 1050 tenaga terlatih dan dilaksanakan di 14 dan 35 kabupaten yaitu; Aceh (Kota Banda Aceh, Kota Lhokseumawe); Sumatera Utara (Kab. Nias Selatan, Kab. Batubara); Sumatera Selatan( | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 39 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 39 Kab.Muara Enim); Lampung (Kab. Tulang Bawang, Kab. Lampung Utara, Kab. Lampung Barat, Kab. Lampung Selatan); Jawa Barat (Kab. Bandung,Kab. Majalengka, Kab. Garut); Jawa Timur (Kab. Sidoarjo, Kab Malang, Kab. Jombang, Kab. Pacitan, Kab. Sampang) Kalimantan Tengah (Kab. Kapuas, Kab. Barito Utara, Kab, Seruyan, Kab. Sukamara); Kalimantan Utara (Kab. Bulungan); Sulawesi Selatan (Kab. Luwuk Timur,Kab. Sinjai); Sulawesi Utara (Kota Mombagu dan Kab. Minahasa); Maluku Utara (Halmahera Utara, Tidore Kepulauan), Maluku (Kab. Tual, Kab. Maluku Tenggara); Papua (Kota Jayapura, Kab.Marauke, Kab. Nabire); Papua Barat (Kab. Fak Fak, Kab. Teluk Bintuni). Advokasi dan Sosialisasi Pengendalian Kanker Pertemuan Lintas Sektor dan Lintas Program dilakukan sebagai bentuk kerjasama diantara program yang ada di lingkungan Kementerian Kesehatan dan sektor terkait pengendalian kanker seperti Promosi Kesehatan, Pusat Komunikasi Publik, Bina Gizkia, BUKD, BUKR, Bina Farmasi, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kota/Kab, Menko Kesra, Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Profesi. Kegiatan lebih mengarah kepada pertemuan yang melibatkan berbagai pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada jalannya program pengendalian Kanker. Kemitraan Pengendalian Kanker Kementerian Kesehatan dalam hal ini subdit kanker dan BUKR telah melakukan upaya penguatan jejaring kemitraan baik lintas sektor maupun lintas program yang terdiri dari berbagai unsur organisasi profesi, OASE, LSM, Kementerian dan Lembaga, Dinas Kesehatan Provinsi, dan berbagai elemen masyarakat yang peduli terhadap pengendalian kanker di Indonesia. Pertemuan dilakukan dalam bentuk koordinasi program sehingga dapat bersinergi dan terintegrasi satu sama lain dari masing masing unsur program. Diharapkan dapat memperkuat jejaring kerja dalam kebijakan penanggulangna kanker di Indonesia. Kesepakatan yang didapat adalah pembagian tugas dan kelompok kerja. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dalm peduli kanker Kampanye deteksi dini dilakukan sebagai upaya edukasi kepada masyarakat luas maupun pemangku kebijakan yang dirangkaikan dengan deteksi dini kanker serviks. Dengan mengusung tema Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker Payudara dan Kanker Serviks Bagi Perempuan Indonesia di Kementerian dan Lembaga antara lain: Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Desa Tertinggal, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 40 40 Dit. P2PTM Tahun Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Koordinator Perekonomian, BNP2TKI, BKPM, Lembaga Administrasi Negara, Bapenas, LIPI, Kwarnas Cibubur. Jumlah perempuan yang diperiksa sebanyak 1536 orang dengan hasil IVA positif sebanyak 16 orang. Selain itu juga dilakukan Pekan Deteksi Dini Bagi Guru Indonesia dalam rangka hari Guru Nasional. g. Permasalahan: 1) Jumlah dokter dan bidan terlatih dalam melakukan deteksi dini masih terbatas, terutama didaerah terpencil dan tertinggal, kepulauan (DTPK). Hal ini disebabkan tidak hanya sarana prasarana dan transportasi serta letak geografis saja tapi juga karena tenaga yang sudah dilatih pindah ke tempat lain. 2) Masih banyak perempuan yang enggan karena malu dan takut untuk datang melakukan deteksi dini sehingga angka capaian belum maksimal. 3) Advokasi dan sosialisasi yang belum maksimal pada pemangku, pembuat dan penentu kebijakan di kabupaten kota dalam upaya pengendalian kanker sehingga belum menjadi prioritas dalam perencanaan kegiatan di kabupaten kota dan masih ada kabupaten kota yang lebih senang dengan program yang tidak digaungkan oleh kementerian. 4) Masih lemahnya system pencatatan dan pelaporan rutin untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. 5) Koordinasi lintas sektor dan program dan sistem rujukan belum maksimal di tingkat kabupaten kota 6) Sistem pembiayaan yang belum optimal menyebabkan layanan deteksi dini IVA di puskesmas belum berjalan efektif. 7) Sarana dan prasarana pendukung dan bahan habis pakai seperti gas N2O dalam pelaksanaan deteksi dan tindak lanjut dini masih terbatas. h. Rencana Tindak lanjut 1) Meningkatkan jumlah tenaga kesehatan dokter dan bidan yang mampu melaksanakan deteksi dini kanker juga meningkatkan jumlah puskesmas yang mampu memberikan layanan IVA dan SADANIS di tingkat provinsi dan kabupaten kota melalui kegiatan pelatihan dengan melibatkan profesi ahli (dokter ahli kandungan/obsgyn) sebagai pendamping (supervisor). 2) Memperkuat logistik deteksi dini sebagai saran dukung deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks di fasilitas layanan kesehatan primer. 3) Memperkuat advokasi dan sosialisasi baik kepada gubernur, bupati, pemangku adat, tokoh agama maupun masyarakat serta stakeholder | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 41 Dit. P2PTM Tahun 2016 41 4) 5) 6) terkait, dan organsasi profesi guna mendukung pelaksanaan program pelayanan IVA di fasilitas layanan kesehatan primer. Memaksimalkan layanan rujukan bila ditemukan hasil IVA positif dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Pengembangan surveilans dan faktor risiko serta sistem informasi manajemen pencegahan dan pengandalian kanker melalui penguatan registri kanker Memperkuat jejaring nasional maupun internasional dengan melibatkan berbagai sektor baik pemerintah, organisasi profesi maupun kelompok masyarakat. 6. Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak a. Penjelasan Indikator Untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang berdaya saing, sehingga perlu diperhatikan kesehatan indera maupun fungsi tubuh dalam melakukan aktivitas keseharian suatu individu pada kelompok masyarakat Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013, prevalensi katarak pada semua kelompok umur sebesar 1,8%, jika mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh WHO, hal tersebut telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dan juga masalah sosial. Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan (visus), yang banyak di derita oleh kelompok usia diatas 50 tahun. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan, maka jumlah penderita katarak akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia. sebesar 80% katarak dapat dihindari, baik dengan cara pencegahan, penyembuhan maupun rehabilitasi b. Definisi operasional Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak adalah Jumlah puskesmas yang melakukan deteksi dini dan merujuk kasus katarak dibagi Jumlah seluruh puskesmas di Indonesia DIKALI 100%. Pengertian 1) Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak adalah Puskesmas yang telah melakukan deteksi dini katarak dengan pemeriksaan klinis dan merujuk kasus katarak. | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 4242 Dit. P2PTM Tahun 2) Deteksi dini dengan pemeriksaan klinis dan merujuk kasus katarak yang dimaksud adalah deteksi dini yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih di Puskesmas berupa tes fisik mata dengan menggunakan senter dan ophthalmoscope, lalu pemeriksaan visus mata dengan menggunakan Snelen Chart, dilanjutkan dengan tes bayangan (Shadow Test) menggunakan pen light, serta mampu melakukan rujukan kasus katarak ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut c. Cara perhitungan/rumus Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak Jumlah puskesmas yang melakukan = deteksi dini dan merujuk kasus katarak Jumlah seluruh puskesmas di Indonesia X 100% d. Pencapaian Pencapaian persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak pada tahun 2016, mencapai target yang diharapkan. Target pada tahun 2016 sebesar 5% atau sebanyak 488 puskesmas, realisasi 5,02% atau sebanyak 490 puskesmas sehingga pencapaiannya sebesar 10,4% (grafik 3.22). Indikator ini belum dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dikarenakan indikator Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak merupakan indikator baru dalam RAK revisi dikarenakan perubahan SOTK Kemenkes nomor 64 tahun 2015. Perubahan struktur organisasi yang pada Dit.P2PTM sebelumnya menangani pencegahan dan pengendalian gangguan akibat kecelakaan, saat ini menangani pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan fungsional. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201643 43 Dit. P2PTM Grafik 3.22 Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak, Tahun 2016 Grafik 3.20 Perbandingan Target 2017 dan Realisasi Tahun 2016 Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks Jika dibandingkan dengan target mid term (target 2017) sebesar 10%, Estimasi target 30% puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak dapat tercapai pada akhir tahun 2019, dengan melakukan upaya perbaikan pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan regulasi, meningkatkan jejaring kemitraan dengan lintas sector terkait (Komda PGPK, PERDAMI, Rumah Sakit, Corporate Social Responsibility (CSR)) serta meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan sumber daya manusia dan alat penunjang untuk mendukung program penanggulangan gangguan indera di Indonesia, khususnya penurunan | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201644 44 Dit. P2PTM angka kebutaan akibat katarak sesuai dengan target global “Vision 2020” yaitu menurunnya angka kebutaan akibat katarak sebesar 25% pada tahun 2020. e. Analisis Penyebab Keberhasilan. Pencapaian Indikator Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan katarak pada tahun 2016 telah sesuai dengan target yang ditetapkan yaitu 490 Puskesmas (5%). Keberhasilan pencapaian target karena sebelumnya program indera sudah ada dalam program pengembangan di Puskesmas. Kegiatan deteksi dini dan rujukan katarak sudah dilakukan di Puskesmas, hanya pencatatan dan pelaporan tidak terdokumentasi dengan baik, kurangnya komitmen Pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan indera serta kurangnya Sumber Daya Manusia terlatih dan ketersediaan alat deteksi dini gangguan indera khususnya katarak di Puskesmas (harusnya sudah tersedia di Puskesmas karena sudah tercantum dalam Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas) f. Upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2015 Berikut upaya-upaya yang telah dilakukan tahun 2016, dalam mendukung mencapaian indikator tersebut: 1) Sosialisasi dan Advokasi Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional. Sosialisasi dan advokasi pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan fungsional sesuai dengan Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja kementerian Kesehatan, bahwa program pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan fungsional mulai tahun 2016 ada di bawah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. 2) Penyusunan Norma/Standar/Peraturan/Ketentuan (NSPK) Penanggulangan Gangguan Indera. Sebagai acuan dalam pelaksanaan program pengendalian dan pencegahan gangguan indera di daerah maka disusunlah NSPK pencegahan dan penanggulangan gangguan indera yang terdiri dari Pedoman Umum Penanggulangan Gangguan Indera, Pedoman Teknis dan Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. 3) Lokakarya Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional. Lokakarya pengendalian gangguan indera dan fungsional dilaksanakan untuk melakukan identifikasi program gangguan indera yang telah dilakukan sebelumnya, mendapatkan masukan tentang program indera, menyusun rencana program penanggulangan gangguan indera serta mendorong keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dalam penanggulangan gangguan indera. 4) Pertemuan Kelompok kerja Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201645 45 Dit. P2PTM 5) 6) 7) Dalam rangka mendukung pelaksanaan program penanggulangan gangguan indera dibentuk Komite Mata Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Komnas PGPK) melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/291/2016. Komite Mata Nasional PGPK bertugas : mendukung pemerintah dalam melakukan sosialisasi tentang penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan, memberikan masukan Menteri Kesehatan untuk percepatan penanggulangan gangguan penglihatan dari kebutaan tertutama penanggulangan katarak, mendukung pemerintah dalam mengkoordinasikan pelaksanaan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan yang diselenggarakan oleh daerah, masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat dan mendukung pemerintah dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan. Workshop Pengendalian Gangguan Indera dan Fungsional Terintegrasi dengan PTM lainnya. Workshop pengendalian gangguan indera dan fungsional terintegrasi dengan PTM lainnya dilaksanakan dengan maksud untuk mendapatkan masukan dari Lintas Sektor, Lintas Program dan pengambil kebijakan di Provinsi terkait program penanggulangan indera dan fungsional, sehingga dapat dilakukan sinkronisasi, koordinasi, harmonisasi dan integrasi program penanggulangan gangguan indera dan fungsional dengan program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular. Pemantauan dan Identifikasi Gangguan Indera dan Fungsional Pemantauan dan identifikasi gangguan indera dan fungsional dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran awal dan mapping data tentang pelaksanaan gangguan indera dan fungsional di daerah, seperti : program/kegiatan apa yang dilaksanakan terkait gangguan indera, data kasus gangguan indera di puskesmas (seperti katarak, gangguan refraksi, OMSK, serumen prop, dll), sumber daya manusia, sarana dan prasarana terkait penanggulangan gangguan indera dan fungsional di puskesmas, jejaring kerja dan anggaran, yang dapat menjadi bahan dalam pengembangan program pencegahan dan pengendalian gangguan indera. Workshop Tindak Lanjut Rapid Assessment Avoidable of Blindness (RAAB). Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) merupakan standar pengumpulan data Kebutaan dan Gangguan Penglihatan yang ditetapkan oleh WHO, melalui Global Action Plan (GAP) 2014 – 2019. Survei RAAB adalah metodologi survei cepat berbasis populasi untuk mendeteksi gangguan penglihatan dan kebutaan serta pelayanan kesehatan mata pada kelompok usia 50 tahun ke atas, yang dapat memberikan gambaran situasi aktual kesehatan mata di wilayah survei untuk mendapatkan data yang akurat | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 4646 dalam menentukan prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan. Sampai dengan tahun 2016, Survei RAAB telah dilaksanakan di 15 provinsi yaitu : Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, SKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan hasil survei RAAB dilaksanakan workshop di masing – masing provinsi tempat dilaksanakan survei sebagai wadah untuk diseminasi informasi dan menyusun kerangka kerja penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan, antara lain berupa kegiatan : - Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai katarak dan cara mengatasinya. - Meningkatkan angka rujukan katarak dari FKTP ke FKTRL - Meningkatkan jumlah angka operasi katarak di Rumah sakit sekunder. - Meningkatkan kualitas Layanan operasi katarak - Pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan gangguan penglihatan dan kebutaan. 8) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Gangguan Penglihatan dan Kebutaan Penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan dilaksanakan melalui pencegahan primer (promosi dan edukasi), sekunder (penemuan dini dan pengobatan segera), dan tersier (pencegahan kedisabilitasan dan rehabilitasi). Pengendalian yang paling efektif dan efisien adalah dengan menerapkan gaya hidup sehat melalui penyebarluasan informasi untuk mengetahui dan menghindari faktor risiko. Terkait hal tersebut, maka disusunlah media KIE seperti poster, banner, leaflet, factsheet dan filler TV yang berisi edukasi tentang pencegahan dan pengendalian gangguan penglihatan dan kebutaan. 9) Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian gangguan indera penglihatan dan kebutaan dilaksanakan untuk meningkatkan awareness dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan pengendalian gangguan indera penglihatan dan kebutaan. g. Permasalahan: 1) Subdit Gangguan Indera dan Fungsional baru terbentuk pada tahun 2016 sesuai dengan Permenkes No. 64 Tahun 2015 tentang Organisasi Tata Kerja Kementerian Kesehatan. 2) Program Indera yang sebelumnya ada di Bidang Pelayanan Kesehatan Khusus tidak berjalan karena tidak adanya indikator dan pengampu program indera di Pusat, sehingga tidak tersedia anggaran program. 3) Belum maksimalnya upaya advokasi dan sosialisasi di daerah. | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 47 47 4) Pencatatan dan pelaporan program penanggulangan indera tidak terdokumentasi dengan baik. 5) Kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam pelaksanaan program indera. 6) Kurangnya pemberdayaan jejaring dalam penanggulangan gangguan indera. 7) Kurangnya sumber daya manusia terlatih dalam penanggulangan gangguan indera. 8) Kurangnya alat kesehatan untuk deteksi gangguan indera yang tersedia di Puskesmas h. Rencana Tindak lanjut Berikut ini beberapa rencana tindak lanjut dalam meningkatkan kualitas indikator kinerja pada tahun berikutnya: 1) Melakukan sosialisasi dan advokasi penanggulangan gangguan indera 2) Meningkatkan komitmen dan pengembangan regulasi tentang penanggulangan gangguan indera khususnya untuk percepatan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan akibat katarak. 3) Peningkatan kapasitas sumber daya dan kelembagaan dalam penanggulangan gangguan indera 4) Meningkatkan jejaring kemitraan dalam penanggulangan gangguan indera. 5) Mendorong pemerintah daerah untuk melengkapi kebutuhan alat kesehatan deteksi dini dan diagnosis gangguan indera di Puskesmas sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. 6) Penguatan sistem pencatatan dan pelaporan. B. REALISASI ANGGARAN 1. Sumber Daya Anggaran Tahun 2016 alokasi anggaran berdasarkan DIPA pada awal tahun sebesar Rp. 239.352.606.000,-. alokasi anggaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian PTM mengalami efisiensi 1 menjadi Rp. 213.300.538.000,- kemudian terdapat self blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,- menjadi Rp. 125.873.997.000,-. Adapun alokasi tersebut dipergunakan untuk kegiatan sebagai berikut : | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 4848 Dit. P2PTM Tahun Tabel 3.3 Pagu dan Realisasi Anggaran Program Pengendalian PTM berdasarkan Sumber Anggaran, Tahun 2016 PENGENDALIAN PTM a. RM ANGGARAN SEMULA (Rp.) 239.352.606.000 ANGGARAN SETELAH REVISI (Rp.) 124.543.822.000 b.Hibah Langsung Total 0 REALISASI (Rp.) % 119.511.086.001 94,95 1.330.175.000 1.330.175.000 100 125.873.997.000 120.841.261.001 96 Tabel 3.4 Pagu dan Realisasi Anggaran Program Pengendalian PTM berdasarkan Output tahun 2016 NO 1 1 2 3 4 5 6 KEGIATAN POKOK DAN KEGIATAN YANG DILAKUKAN 2 Norma/Standar/Prosedur/Ketentuan (NSPK) Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Sumber Daya Manusia Pengendalian Penyakit Tidak Menular Yang Meningkat Kualitasnya Layanan Pengawasan Pelaksanaan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Sarana Prasarana Pengendalian Penyakit Pengendalian Penyakit Tidak Menular Layanan Pembinaan Pelaksanaan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Layanan Dukungan Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular Jumlah REALISASI ANGGARAN (Rp) PAGU (Rp) % 3 4.469.483.000 3.446.154.110 77,1 14.693.961.000 13.956.929.013 95,0 53.272.237.000 49.499.108.492 92,9 48.938.266.000 48.571.266.676 99,3 2.992.860.000 2.704.394.410 90,4 1.507.190.000 1.333.233.300 88,5 125.873.997.00 0 120.841.261.000 96,0 | Lapkin Dit.P2PTM Tahun Tahun 2016 201649 49 Lapkin Dit. P2PTM Alokasi anggaran yang bisa digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp. 125.873.997.000,-, dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 120.841.261.000 (96%). Jika dibandingkan dengan tahun 2015 anggaran sebesar Rp. 133.936.534.000,- Realisasi Rp. 77.121.504.844 (90,23%). Terjadi penurunan anggaran dari tahun 2015, namun persentase realisasi anggaran lebih besar dibandingkan dengan tahun 2015. 2. Efisiensi Sumber Daya Dalam DIPA tahun 2016 anggaran P2PTM sebesar Rp. 213.300.538.000,- terdapat self blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,-, sehingga anggaran yang bisa digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp. 125.873.997.000. Efisiensi anggaran akan berdampak kepada pencapain indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya agar dapat mencapai kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja, berikut upaya yang dilakukan: Melakukan integrasi kegiatan dengan sasaran yang sama, seperti bimbingan teknis dan monitoring evaluasi Menyusun prioritas kegiatan sebagai upaya dalam mencapai indikator seperti memprioritaskan TOT/ pelatihan dalam mendukung pencapain indikator Menggabungkan kegiatan pertemuan yag bersifat koordinasi Tabel 3.5 Realisasi Anggaran dan Realisasi Kinerja Pada Tahun 2016 KINERJA ANGGARAN TA INDIKATOR REAL CAPAI RG KINERJA ISASI AN TARGET REALISASI ET (%) (%) (%) Persentase 20 49,3 246,5 32.256.363.000 31.237.849.637 Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu Persentase 20 21,2 105,8 36.083.218.000 35.155.119.737 Kabupaten/Kota yang elaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah Persentase 20 15,4 77,4 29.391.049.000 27.720.136.216 Desa/Kelurahan 8 yang % 96,8 97,4 94,3 | LapkinLapkin Dit.P2PTM Tahun 20162016 5050 Dit. P2PTM Tahun melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak 20 5,2 25,74 21.524.816.000 20.759.263.680 96,4 5 5,02 100,4 5.111.361.000 4.635.658.431 90,7 Berdasarkan tabel diatas beberapa indikator seperti Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu, Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah dan Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak berkorelasi antara realisasi anggaran dengan realisasi kinerja. Namun indikator Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara tidak menunjukkan hal yang serupa, hal ini kemungkinan dikarenakan adaya efisiensi anggaran di Direktorat P2PTM. Realisasi anggaran dan realisasi kinerja Dit.P2PTM tahun 2016 tidak bisa hanya dibandingkan berdasarkan tabel diatas. Hal ini dikarenakan anggaran pencapain kinerja pencegahan dan pengendalian PTM bukan hanya dari anggaran Dit.P2PTM saja, tetapi dari berbagai sumber pembiayaan seperti dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan juga APBD. Untuk indikator Kinerja Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara perbedaan antara pencapain realisasi kinerja dan pencapain realisasi anggaran sangat besar. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015, pencapaian kinerja sebesar 27,40%, dengan realisasi anggaran sebesar 90,95%. Hal ini kemunginan dikarenakan target yang terlalu besar, dengan kondisi kesiapan dan ketersedian infrastruktur penunjang termasuk SDM yang belum memadai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pada tahun 2016, Puskesmas dengan tenaga terlatih sebanyak 3.706 (38%), Puskesmas dengan Kryoterapy 373 (3,8%), dokter terlatih 2.783 orang (15,57%), bidan terlatih 5.743 orang (4,63%) dan dokter obsgyn supervisor 82 orang (1,4%). Ditambah dengan | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 51 51 permasalahan mobilisasi petugas yang terlatih dan juga kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara. Oleh karena itu indikator ini merupakan indikator yang akan di review kembali pada Renstra Kemenkes 2015-2019. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. 5. Alokasi anggaran Direktorat P2TM dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM tahun 2016 sebesar Rp. 125.873.997.000,- dengan realisasi Rp. 120.841.261.000, capaiannya 96%. Berdasarkan pengukuran kinerja pada tahun 2016, dari 6 indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja, 3 indikator telah mencapai target yang telah ditetapkan, sedangkan 3 indikator belum mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2016. Indikator yang mencapai target adalah indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 246,5%, Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebesar 106%, Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak sebesar 100,4%. Sedangkan indikator yang belum mencapai target adalah Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun sebesar 62,5%, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 77,4%, dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 25,7%. Dalam DIPA tahun 2016 anggaran P2PTM sebesar Rp. 213.300.538.000,- terdapat self blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,- (40,99%), sehingga anggaran yang bisa digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp. 125.873.997.000,- (59,01%). Realisasi anggaran dan realisasi kinerja Dit.P2PTM tahun 2016 tidak bisa hanya dibandingkan begitu saja. Hal ini dikarenakan anggaran pencapain kinerja pencegahan dan pengendalian PTM bukan hanya dari anggaran Dit.P2PTM saja, | Lapkin Dit.P2PTM Tahun 2016 Lapkin Dit. P2PTM Tahun 2016 52 52 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Alokasi anggaran Direktorat P2TM dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM tahun 2016 sebesar Rp. 125.873.997.000,- dengan realisasi Rp. 120.841.261.000, capaiannya 96%. 2. Berdasarkan pengukuran kinerja pada tahun 2016, dari 6 indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja, 3 indikator telah mencapai target yang telah ditetapkan, sedangkan 3 indikator belum mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2016. 3. Indikator yang mencapai target adalah indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu sebesar 246,5%, Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah sebesar 106%, Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan katarak sebesar 100,4%. Sedangkan indikator yang belum mencapai target adalah Persentase penurunan prevalensi merokok pada usia ≤ 18 tahun sebesar 62,5%, Persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM sebesar 77,4%, dan Persentase perempuan usia 30 sampai 50 tahun yang dideteksi dini kanker serviks dan payudara sebesar 25,7%. 4. Dalam DIPA tahun 2016 anggaran P2PTM sebesar Rp. 213.300.538.000,- terdapat self blocking sebesar Rp. 87.426.541.000,- (40,99%), sehingga anggaran yang bisa digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM sebesar Rp. 125.873.997.000,- (59,01%). 5. Realisasi anggaran dan realisasi kinerja Dit.P2PTM tahun 2016 tidak bisa hanya dibandingkan begitu saja. Hal ini dikarenakan anggaran pencapain kinerja pencegahan dan pengendalian PTM bukan hanya dari anggaran Dit.P2PTM saja, tetapi dari berbagai sumber pembiayaan seperti dekonsentrasi, Dana Alokasi Khusus (DAK) dan juga APBD. B. TINDAK LANJUT 1. Perlunya komitmen dalam upaya pengendalian PTM, dengan peningkatan advokasi mengenai program PPTM kepada pemegang kebijakan, terutama kab/kota dalam melaksanakan kegiatan untuk mendukung pencapain indikator kinerja kegiatan. 2. Peningkatan kapasitas SDM yang terus ditingkatkan, karena tingginya mobilisasi petugas di daerah, sehingga program PTM dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 3. Pengembangan, penguatan dan pemeliharaan sistem surveilan PTM yang telah dibangun sebagai sarana pengumpulan data PTM yang evidence based, sehingga dapat digunakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian PTM 4. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dengan terus mengembangkan berbagai media KIE mengenai PTM terutama pada daerah-daerah yang memiliki resiko tinggi PTM. | LapkinLapkin Dit.P2PTM TahunTahun 2016201656 53 Dit. P2PTM