BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks Kanker serviks

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kanker Serviks
Kanker serviks adalah suatu penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia
yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa Negara menjadi
penyebab kanker terbanyak pada wanita dengan kontribusi 20-30%. Di Negara
berkembang keganasan pada serviks merupakan penyebab kematian nomor dua. Setiap
tahun di seluruh dunia terdapat 600.000 kanker serviks invasif baru dan 300.000
kematian (Sarwono, 2006).
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (Human Papilloma
Virus). Berdasarkan data epidemiologik dapat dikatakan kanker serviks merupakan
penyakit menular seksual. Ada beberapa faktor resiko yang diperkirakan berhubungan
dengan kanker serviks, di antaranya ialah berganti-ganti pasangan, aktivitas seksual usia
sangat muda yang kesemuanya merupakan perilaku seksual yang mempermudah infeksi
patogen (Sarwono, 2006).
1. Defenisi kanker Serviks
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim,
yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kea rah rahim,
letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina) (Wijaya, 2010).
2. Faktor Penyebab Penyakit Kanker Serviks
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (Human Papilloma
Virus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan
50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16 (Sarwono, 2006).
6
HPV adalah kelompok virus yang
terdiri dari 150 jenis virus yang dapat
menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit. Ada 30 hingga 40 jenis HPV yang
menyebabkan penyakit kelamin. Beberapa jenis HPV menyebabkan kulit pada kelamin.
Jenis lain menyebabkan kanker serviks. 13 jenis HPV (16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52,
56, 58, 59, dan 69) yang menyebabkan kanker disebut HPV resiko tinggi yang
ditularkan melalui hubungan seks. Tipe yang paling berbahaya adalah jenis HPV 16 dan
18 yang menyebabkan 70% penyakit kanker serviks (Nurwijaya.et.al, 2002).
3. Gejala Kanker serviks
Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel-sel
abnormal. Sering kali pula kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel
abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks barulah muncul gejala-gejala kanker
serviks sebagai berikut :
a. Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual (contact
bleeding).
b. Perdarahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan di luar silkus
menstruasi, perdarahan di antara periode menstruasi yang regular, periode
menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, dan
perdarahan setelah menopause.
c. Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
d. Penurunan berat badan secara drastis
e. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita
keluhan nyeri panggul, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran
ginjal (Wijaya, 2010).
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi terjadinya Kanker Serviks
Faktor resiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus HPV dan
faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker serviks. Menurut American Cancer
Society, tahun 2008, faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks
pada wanita adalah :
a. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus yang tersebar luas menular
melalui hubungan seksual. Infeksi HPV telah diidentifikasi sebagai faktor resiko
yang paling utama untuk kanker serviks. Di antara lebih dari 125 jenis HPV
terdapat jenis HPV yang agresif (HPV 16 dan 18) yang dapat menyebabkan
transformasi sel-sel menjadi ganas di serviks.
b. Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama dari 4 atau 5 tahun dapat
meningkatkan resiko terkena kanker serviks sebesar 1,5 – 2,5 kali. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitive
terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia
sehingga beresiko untuk terjadinya kanker serviks (Hidayati, 2001).
c. Merokok
Wanita yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terhadap kanker
serviks daripada non-perokok. Bahan-bahan kimia yang ditemukan dalam rokok
setelah terhisap melalui paru-paru dapat terdistribusi luas ke seluruh tubuh
melalui aliran darah. Beberapa senyawa tersebut dapat dijumpai pada lender
serviks wanita yang merokok. Peneliti meyakini bahwa bahan-bahan kimia
tersebut dapat merusak DNA pada sel-sel serviks dan berkontribusi terhadap
berkembangnya kanker serviks (Nurwijaya.et.al, 2002).
d. Umur
Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia 3550 tahun dan masih aktif berhubungan seksual (pervalensi 5-10%). Meski infeksi
HPV
seiring
pertambahan
usia,
namun
sebaliknya
resiko
infeksi
menetap/persisten justru meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahn
usia, terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histology (metaplasia) (Wijaya,
2010).
e. Frekuensi Kehamilan
Jumlah kehamilan yang pernah dialami wanita juga meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks. Sehingga, wanita yang mempunyai banyak anak atau
sering melahirkan mempunyai resiko terserang kanker serviks
lebih besar
(Nurwijaya.et.al, 2010).
f. Pendapatan atau status sosial ekonomi
Tingkat penghasilan secara langsung berhubungan dengan standar hidup, para
wanita berpendapatan rendah hamper lima kali lebih tinggi beresiko terkena
kanker serviks daripada kelompok wanita yang berpendapatan lebih tinggi.
Kemiskinan yang mengakibat ketidakmampuan mereka untuk mendapat
pelayanan kesehatan yang baik dan tidak dapat membayar biaya-biaya tes
kesehatan yang cukup mahal (Nurwijaya.et.al, 2002)
g. Pendidikan
Penelitian Harahap 1983 di RSCM antara tingkat pendidikan dengan kejadian
kanker serviks terdapat hubungan yang kuat, dimana kanker serviks cenderung
lebih banyak terjadi pada wanita yang berpendidikan rendah dibandingkan
wanita yang berpendidikan tinggi (88,9%). Tinggi rendahnya pendidikan
berkaitan dengan tingkat sosio ekonomi, kehidupan seks dan kebersihan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Surbakti E (2004) dalam Melva
(2008). pendidikan mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian kanker
serviks dengan kata lain penderita kanker serviks yang berpendidikan rendah
merupakan faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
h. Pekerjaan
Menurut Teheru (1998) dan Hidayati (2001) dalam Melva (2008) terdapat
hubungan antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar,
seperti buruh, petani memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker
serviks dibandingkan wanita pekerja ringan atau bekerja di kantor. Dua kejadian
yang terpisah memperlihatkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan
pekerjaan. Para istri pekerja kasar 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks
dibandingkan para istri pekerja kantor atau pekerja ringan, kebanyakan dari
kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok sosial
ekomoni rendah, mungkin standar kebersihan yang tidak baik pada umumnya
faktor sosial ekomoni rendah cenderung memulai aktifitas seksual pada usia
lebih muda.
5. Perkembangan Penyakit Kanker Serviks.
Perkembangan dari infeksi HPV onkogenik menjadi kanker serviks dapat
berlangsung apabila terjadi infeksi yang menetap dari beberapa sel yang terdapat pada
serviks (sel epitel pipih atau lonjong di zona transformasi serviks). Perkembangan sel
yang tidak normal pada epitel serviks dapat berkembang menjadi prakanker yang disebut
juga sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN).
Tahapan perkembangan sel-sel abnormal hingga menjadi kanker serviks adalah
sebagai berikut :
a. Cervical Intraepithalial Neoplasia I (CIN I) atau Low Grade Squamous
Intraepithalial Lesions (LSILs). Dalam tahap ini terjadi perubahan yaitu sel yang
terinfeksi HPV onkogenik akan membuat partikel-partikel virus baru.
b. Cervical Intraepithalial Neoplasia II (CIN II) atau High Grade Squamuos
Intraepithalial Lesions HSILs). Dalam tahap ini, sel-sel semakin menunjukkan
gejala abnormal prakanker.
c. Cervical Intraepithalial Neoplasia III (CIN III). Dalam tahap ini, lapisan
permukaan serviks dipenuhi dengan sel-sel abnormal dan semakin abnormal.
d. Infeksi persisten dengan HPV onkogenik dapat berkembang menjadi atau
menunjukkan kehadiran lesi prakanker, seperti CIN I, CIN II, CIN III, dan
Carcinoma in situ (CIS).
e. Kanker serviks yang semakin invasive yang berkembang dari CIN III (Wijaya,
2010).
6. Stadium Klinis Kanker Serviks
Berdasarkan tingkat keganasannya, perkembangan kanker serviks terbagi dalam
beberapa stadium. Dimulai dari stadium nol yang bersifat noninvasive hingga stadium
IV yang sudah menyebar ke organ-organ tubuh yang lain (Wijaya, 2010).
Tabel 2.1 Stadium Klinis kanker Serviks menurut FIGO 2000
No
1
2
Stadium
Stadium 0
Stadium I
3
Stadium Ia
4
Stadium Ia1
5
Stadium Ia2
6
Stadium Ib
7
8
9
Stadium Ib1
Stadium Ib2
Stadium II
10
Stadium IIa
11
Stadium IIb
12
Stadium III
13
Stadium IIIa
14
Stadium IIIb
15
16
17
Stadium IV
Stadium IVa
Stadium IVb
Keterangan
Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial
Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus
uteri diabaikan)
Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara
mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau
dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan
sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak lebih
dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm
dan lebar tidak lebih dari 7 mm
Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi
kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm
Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari
Ia
Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm
Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah
atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding
panggul.
Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan
parametrium
Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding
panggul
Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan
sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau
gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini,
kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.
Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium
belum mencapai dinding panggul
Perluasan sampai dinding panggul atau adanya
hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal
Perluasan ke luar organ reproduksi
Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum
Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul
7. Pencegahan Kanker Serviks
Banyak sekali yang dapat dilakukan untuk pencegahan sebelum datangnya
kanker leher rahim yaitu dengan pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan awak kanker yang utama. Hal ini untuk
menghindari faktor resiko yang dapat dikontrol. Cara-cara pencegahan primer adalah
sebagai berikut:
a. Tundalah hubungan seksual sampai usia diatas remaja
b. Batasi jumlah pasangan
c. Menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan
d. Menolak berhubungan seksual dengan orang terinfeksi genital
e. Hubungan seksual yang aman
f. Berhenti merokok.
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan cara uji pap
smear dengan teratur. Hal ini dapat dilakukan pada :
a. Semua wanita usia 18 tahun atau telah melakukan hubungan seksual.
b. Bila telah tiga kali pap smear dan hasilnya normal maka pemeriksaan akan
lebih jarang.
c. Wanita yang telah dilakukan pengangkatan rahim.
d. Wanita yang telah menopause masih dibutuhkan pemeriksaan uji pap.
B.
Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau
kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.
Contohnya dengan berfantasi, masturbasi, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan,
dan sebagainya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dipengaruhi oleh
berfungsinya hormon-hormon seksual yaitu testosteron pada laki-laki dan progesteron
pada perempuan, hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia.
Dorongan seksual bisa muncul dalam bentuk ketertarikan terhadap lawan jenis,
keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual, dan sebagainya. Perilaku seksual
merupakan hasil interaksi kepribadian dengan lingkungan sekitarnya (Bachtiar, 2004).
Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai bentuk perilaku, namun
tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual. Ekspresi dorongan seksual
atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis,
maupun sosial (Tito, 2004).
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Menurut Pengkahila (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam menyalurkan dorongan seksual yang berbeda-beda antara lain :
a. Pengalaman seksual. Semakin banyak pengalaman mendengar, melihat, dan
mengalami stimulus, maka semakin kuat pula stimulus yang dapat
mendorong perilaku seksual. Misalnya media massa (film, internet, gambar,
atau majalah), obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seksual,
melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan
seksual.
b. Faktor kepribadian, seperti harga diri, kontrol diri, tanggungjawab,
kemampuan membuat keputusan, dan nilai-nilai yang dimiliki.
c. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan. Bila seseorang memiliki
penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai ini, maka integritas yang selaras
dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang
produktif.
d. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Setiap orang yang memiliki
pemahaman yang benar dan proposional tentang kesehatan reproduksi
cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat
digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual secara sehat dan
bertanggungjawab.
2. Bentuk Perilaku Seksual yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker serviks.
Perilaku seksual yang dapat menyebabkan resiko terjadinya kanker serviks
meliputi:
a. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual yang berupa bergonta-ganti pasangan seks akan meningkat
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
serviks, penis, dan vulva. Resiko terkena kanker serviks 10 kali lipat pada
wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu
virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi factor pendamping (Minyakob,
2011).
b. Aktivitas seksual usia dini
Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar
resikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitin para ahli,
perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar dari pada usia lebih dari 20 tahun
(Minyakob, 2011).
c. Melakukan hubungan seksual dengan pria yang tidak disunat
HPV adalah sejenis virus yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Virus
itu pun dapat memicu kanker serviks atau leher rahim pada perempuan.
Kondisi kepala penis yang tertutup cenderung lembab, sehingga disukai oleh
HPV (Anomnurcahyadi, 2011).
d. Penyakit menular seksual
Penyakit menular seksual atau penyakit kelamin adalah infeksi yang dapat
ditransfer dari satu orang ke orang lainnya melalui kontak seksual. Kontak
seksual yang dimaksud meliputi ciuman, oral-genital dan pengguna mainan
seks seperti vibrator (Admin, 2011).
1) Penyebab penyakit menular seksual dan jenis penyakit menular.
Penyakit menular seksual pada umumnya disebabkan oleh virus dan
bakteri. Beberapa penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus
antara lain adalah HIV, Genital Herpes, Hepatitis B dan HPV. Selain itu
penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain Chlamydia trachomatis,
Gonore, dan sifilis (Admin, 2011).
2) Gejala-gejala yang ditemukan pada penyakit menular seksual pada wanita
antara lain keluarnya cairan yang tidak lazim dari vagina, nyeri pada saat
bersenggama, rasa panas, perih dan ketidaknyamanan selama buang air
kecil, rasa sakit pada perut, pinggul dan kaki, terjadi pembengkakan,
lecet, luka terbuka, kutil atau ruam didaerah alat kelamin, mengalami
demam, sakit kepala dan pembesaran kelenjar. Perempuan yang telah
mengidap penyakit menular seks seperti AIDS, Gonorrhoea A lebih
rentan terhadap kanker serviks (Admin, 2011).
C. Pap Smear
Semua wanita yang berseksualitas aktif hendaknya melakukan Pap Smear secara
teratur. Pemeriksaan Pap Smear untuk pertama kali harus dilakukan segera setelah
wanita tersebut muali melakukan hubungan seksual dan harus diulangi setelah 1 tahun,
karena sel-sel abnormal dapat terluput dari sekali pemeriksaan. Jika tidak didapati
kelainan pada salah satu hasil pemeriksaan Pap Smear, pemeriksaan dapat dilakukan
secara teratur dengan interval 2 tahun.
1. Defenisi
Pap Smear adalah pemeriksaan sitologik epitel porsio dan endoserviks uteri
untuk penentuan adanya perubahan praganas maupun ganas di porsio atau serviks uteri
(Soetomo, 2000).
2. Tujuan pemeriksaan Pap Smear
a. Menemukan sek abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi
kanker termasuk infeksi HPV.
b. Mendeteksi adanya pra kanker.
c. Mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
d. mendeteksi adanya kelainan praganas atau keganasan serviks uteri.
3. Syarat pengambilan Pap Smear
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan Pap Smear
adalah sebagai berikut:
a. Waktu pengambilan minimal 2 minggu setelah menstruasi dimulai dan
sebelum menstruasi berikutnya.
b. Berikan informasi sejujurnya kepada petugas kesehatan tentang riwayat
kesehatan dan penyakit yang pernah diderita.
c. Hubungan intim tidak boleh dilakukan selama 24 jam sebelum
pengambilan bahan pemeriksaan.
d. Pembilasan vagina dengan macam-macam cairan kimia tidak boleh
dikerjakan dalam 24 jam sebelumnya.
e. Hindari penggunaan obat-obatan yang dimasukkan ke dalam vagina 48
jam sebelum pemeriksaan.
f. Bila anda sedang minum obat tertentu, informasikan kepada petugas
kesehatan, karena ada beberapa obat yang dapat mempengaruhi hasil
analisis sel.
4. Teknik pengambilan sediaan
a. Alat-alat yang diperlukan untuk pengambilan pap test yaitu :
1) Formulir konsultasi sitologi.
2) Spatula ayre yang dimodifikasi dan cytobrush.
3) Kaca benda yang satu sisinya telah diberikan tanda/label.
4) Tabung berisikan larutan fiksasi alkohol 95%
b. Cara pengambilan sediaan:
1) Sebelum memulai prosedur, pastikan bahwa label wadah
spesimen diisi, pastikan bahwa preparat diberi label yang menulis
tanggal dan nama serta nomor identitas wanita.
2) Gunakan sarung tangan.
3) Insersi speculum dengan ukuran tepat, visualisasi serviks, fiksasi
spekulum untuk memperoleh pajanan yang diperoleh. Pastikan
secara cermat membuang setiap materi yang menghalagi
visualisasi serviks/ mengganggu studi sitologi.
4) Tempatkan bagian panjang ujung spatula kayu yang ujungnya
sedikit runcing/pengerik plastik mengenai dan masuk kedalam
mulut eksterna serviks dan tekan. Ambil spesimen kanalis
servikalis dengan memutar spatula satu lingkaran penuh.
5) Ujung kapas aplikator berujung kapas dilembabkan dengan
normal saline. Insersi aplikator tersebut ke dalam saluran serviks
2 cm dan putar 360º.
6) Insersi alat gosok sepanjang 1-2 cm kedalam saluran serviks dan
putar 90 - 180º.
7) Gunakan kombinasi metode untuk memasukkan spatula.
8) Sebarkan sel-sel pada preparat yang sudah diberi label. Apabila
sel-sel dikumpulkan pada spatula kayu, tempatkan satu sisi diatas
dekat label diatas setengah bagian atas preparat dan usap 1 kali
sampai ke ujung preparat. Kemudian balikkan spatula dan
tempatkan sisi datar lain dekat label pada setengah bagian bawah
preparat dan usap satu kali sampai ujung preparat.
9) Segera semprot preparat dengan bahan fiksasi/masukkan bahan
tersebut dalam tabung berisi larutan fiksasi.
10) Bila fasilitas pewarnaan jauh dari tempat praktek sederhana, dapat
dimasukkan dalam amplop/pembungkus yang dapat menjamin
kaca sediaan tidak pecah. Dengan pengambilan sediaan yang baik
serta pengamatan mikroskopik yang cermat, merupakan langkah
yang memadai dalam menegakkan diagnosis (Ramli dkk, 2000).
Download