Komplikasi Neurologis Endokarditis Infektif

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Komplikasi Neurologis Endokarditis Infektif
Michael Setiawan
Bagian Neurologi RS Pluit, RSPI Puri Indah, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Endokarditis infektif (EI) dapat mengakibatkan komplikasi neurologis yang berat dan mengancam nyawa. Komplikasi neurologis kebanyakan
terjadi akibat emboli septik yang menyebabkan iskemia atau proses peradangan, sehingga mengakibatkan infark serebri, perdarahan,
meningitis atau abses otak. Gambaran klinis bervariasi tergantung bagian otak yang terkena. Diagnosis komplikasi neurologis EI harus
dipikirkan pada pasien usia muda dengan hemiplegi akut dan demam. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, kultur darah, pemeriksaan neuroimaging, dan echocardiography. Penatalaksanaan EI adalah dengan antibiotik untuk eradikasi bakteri.
Pengobatan emboli serebral dengan antitrombotik sampai saat ini masih kontroversial. Prognosis buruk, terutama pada perdarahan otak dan
disfungsi neurologis berat.
Kata kunci: Endokarditis infektif, komplikasi neurologis
ABSTRACT
Infective endocarditis (IE) can have devastating and life-threatening neurological complications. Neurological complications are ischemia
or inflammation most often due to septic embolization, resulting in cerebral infarction, hemorrhage, meningitis, or brain abscess. Clinical
findings vary according to the affected part of the nervous system. The diagnosis should be suspected in febrile young patient with
acute onset hemiplegia. Diagnostic measures should include a careful history and physical examination, blood cultures, neuroimaging and
echocardiography. Treatment of IE relies on microbe eradication by antimicrobial drugs. The proper use of antitrhombotic therapy in cerebral
emboli is still controversial. Outcome is poor, especially in patients with brain hemorrhage and severe neurological dysfunction. Michael
Setiawan. Neurological Complications of Infective Endocarditis.
Keywords: Infective endocarditis, neurological complications
PENDAHULUAN
Endokarditis infektif adalah penyakit yang
jarang dijumpai, tetapi dapat memberikan
komplikasi neurologis yang mengancam
nyawa. Pada sebagian kasus, gangguan
neurologis merupakan satu-satunya gejala
saat pasien datang ke rumah sakit. Gejala
neurologis dapat sangat aneh (bizarre)
ataupun sangat berat, sehingga menutupi
gejala endokarditisnya. Penyakit ini bila
tidak segera diobati dapat menyebabkan
kematian.1-,5
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Endokarditis infektif (EI) adalah infeksi permukaan endokardium jantung, dapat mengenai satu atau lebih katup jantung, mural
endokardium, atau defek septum. Efeknya
terhadap jantung dapat berupa insufisiensi
katup, gagal jantung dan abses miokardium.
EI pertama kali dideskripsikan oleh Lazaire
Riviere pada tahun 1674 dari pemeriksaan
Alamat korespondensi
350
otopsi. Pada tahun 1885, William Osler
mempresentasikan deskripsi komprehensif
pertama endokarditis dalam bahasa
Inggris.1
Insidens endokarditis infektif diperkirakan
3-9 kasus per 100.000 penduduk di negara
maju. Perbandingan pria dan wanita sekitar
2:1. Pada penelitian Osler, insidens gangguan
neurologis pada endokarditis infektif terjadi
pada 12,5% kasus; 3% kasus gejala primer
yang dijumpai hanya gangguan neurologis.
Penelitian lainnya melaporkan 15-30% penderita endokarditis infektif mengalami
gangguan neurologis.4
Diagnosis EI sampai saat ini masih merupakan tantangan karena manifestasinya kadang
tersamar oleh penggunaan antibiotik atau
oleh kondisi yang mendasarinya pada
individu yang lemah, pasien lanjut usia,
atau pada kondisi imunosupresi. Pemberian
antibiotik profilaksis mungkin hanya bisa
sedikit mengurangi insidens EI.1,3,5-8
ETIOLOGI
Mikroorganisme utama penyebab EI (sekitar
80%) adalah Streptococcus dan Staphylococcus. Proporsinya berbeda tergantung
katup jantung (asli atau buatan), sumber
infeksi, usia, dan kondisi premorbid. Saat
ini, Staphylococcus yang paling sering diidentifikasi sebagai penyebab, mungkin
karena peningkatan proporsi kasus EI yang
berhubungan dengan tindakan medis. Kasus
EI yang disebabkan oleh Streptococcus dalam
rongga mulut insidensnya menurun di negaranegara maju.1,3,5,7
Insidens komplikasi susunan saraf pusat
(SSP) akibat EI bervariasi tergantung jenis
mikroorganisme penyebab (Staphylococcus
54%, Enterococcus atau Streptococcus viridans
≥ 19%), dan dipengaruhi lokasi (katup mitral
email: [email protected]
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1. Faktor risiko endokarditis infektif7
Faktor pasien:
-
Usia >60 tahun
Laki-laki
Pengguna obat injeksi
Infeksi gigi atau perawatan gigi yang buruk
Kondisi komorbid:
-
Penyakit jantung struktural (penyakit katup atau
penyakit jantung kongenital)
Katup jantung buatan
Riwayat endokarditis infektif
Alat intravaskuler
Hemodialisis kronik
Infeksi human immunodeficiency virus (HIV)
dengan Staphylococcus aureus 87%). Emboli
SSP dipengaruhi oleh lokasi endokarditis,
risiko emboli lebih tinggi pada katup mitral
dibanding katup aorta (17% berbanding
9%). Mikroemboli juga dapat terjadi pada
EI menyebabkan perubahan status mental
(dijumpai pada 11% kasus). Masih terdapat
perbedaan pendapat mengenai perbedaan
risiko komplikasi neurologis katup jantung
asli atau buatan.3
Spesies Staphylococcus secara klasik menyebabkan emboli lebih awal dibanding
mikroorganisme lainnya (< 2 minggu), dan
sering menyebabkan perdarahan otak dalam
waktu 48 jam. S. viridans menyebabkan
endokarditis bakterialis subakut dengan
gejala lebih lambat, perjalanan klinis 1-3
bulan. EI partially treated juga memiliki
perjalanan penyakit yang lambat. Spesies
Pseudomonas dan bakteri koliform, termasuk
Haemophilus influenzae dan Streptococcus
grup B, dapat menimbulkan vegetasi yang
besar.3
PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS
Endotel katup jantung secara alamiah
resisten terhadap kolonisasi bakteri. Infeksi
diakibatkan kolonisasi bakteri yang beredar pada endotel katup jantung yang
rusak. Kerusakan endotel akibat jet lesions
disebabkan oleh aliran darah turbulen, atau
dapat diprovokasi oleh elektroda, kateter,
atau penyuntikan zat padat intravena
berulang pada pengguna obat terlarang.
Inflamasi kronik, misalnya pada penyakit
jantung rematik kronik atau lesi degenerasi
katup jantung, dapat menyebabkan EI.4,6
Emboli Serebral
Emboli serebral disebabkan karena lepas atau
pecahnya vegetasi jantung diikuti oklusi
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan
iskemia dan infark, tergantung pada
pembuluh darah yang terkena dan ada
tidaknya kolateral. Oklusi arteri serebral yang
menyebabkan stroke atau transient ischemic
attack (TIA) merupakan 40-50% komplikasi
neurologis EI. Lebih dari 40% emboli melibatkan arteri serebri media.3,4,5
Risiko terbesar emboli serebral adalah tidak
diberikannya antibiotik secara adekuat.
Kebanyakan komplikasi neurologis sudah
terjadi saat pasien datang ke rumah sakit
atau terjadi dalam beberapa hari perawatan.
Risiko komplikasi ini menurun setelah diberi terapi antibiotik. Pada satu penelitian,
insidens stroke setelah pemberian antibiotik
sebesar 4,82/1000 pasien dalam minggu
pertama, menurun menjadi 1,71/1000 pasien
pada minggu kedua. Rekurensi gangguan
neurologis jarang terjadi dengan pemberian
antibiotik.5
Lokasi infeksi juga berpengaruh terhadap
timbulnya komplikasi neurologis. Pada beberapa penelitian, vegetasi katup mitral
memiliki risiko tinggi; ukuran vegetasi
>10mm atau >15mm yang mobile berisiko
tinggi emboli. S. aureus merupakan penyebab
komplikasi neurologis tertinggi, 2-3 kali lebih
sering dibanding patogen lainnya.5
Emboli akan menyebabkan gejala klinis yang
bervariasi, termasuk penurunan kesadaran
dan defisit neurologis fokal, tergantung pada
ukuran, lokasi, dan jumlahnya. Bila dilakukan
MRI (magnetic resonance imaging), lesi iskemik
besar terlihat pada 1/3 episode, dan lesi
iskemik kecil pada 2/3 episode emboli.4,5
Perdarahan Serebral
Perdarahan serebral terjadi pada 12-30%
komplikasi neurologis EI. Hal ini terjadi karena
beberapa mekanisme berbeda. Sepertiga
kasus transformasi hemoragik dari infark
iskemik yang disebabkan emboli septik terjadi pada fase awal ataupun fase lanjut. Pada
beberapa penelitian menggunakan diffusion
weighted magnetic resonance imaging (DWI
MRI) dijumpai insidens perdarahan kecil
yang cukup tinggi, yaitu 57% pada pasien EI
dibanding 15% pada pasien kontrol. Lesi ini
mungkin akibat proses mikrovaskuler subakut
yang menyebabkan intracranial mycotic
aneurysm (ICMA) pada arteri distal atau arteri
piamater.5
Perdarahan serebral lebih sering terjadi
pada fase bakteremia EI yang disebabkan S.
aureus, dan kemungkinannya makin besar
pada kasus trombositopenia dan pemberian antikoagulan. Mekanisme perdarahan
serebral lain adalah ruptur ICMA dan erosi
septik dinding arteri tanpa adanya aneurisma,
komplikasi ini sering dijumpai pada EI yang
disebabkan S. aureus. Perdarahan serebral
dapat merupakan manifestasi pertama EI,
dan harus dicurigai pada pasien demam
dengan penurunan kesadaran mendadak
(koma) dan/atau defisit neurologis.3,4
ICMA
ICMA relatif jarang, merupakan <10%
komplikasi neurologis EI. Biasanya terjadi
akibat emboli septik ke vasa vasorum
ataupun ruang intraluminal pembuluh
darah. Emboli septik menyebabkan reaksi
radang pada permukaan adventisia dan
akhirnya akan merusak tunika intima. ICMA
dijumpai multipel pada 25% kasus dan
kebanyakan lokasinya pada cabang distal
arteri serebri media. Streptococcus dan S.
aureus bertanggung jawab untuk sebagian
besar kasus ICMA.3,4,5
ICMA yang tidak ruptur akan menyebabkan gejala demam, nyeri kepala, kejang,
dan defisit neurologis fokal. Ruptur ICMA
menyebabkan perdarahan subaraknoid atau
intraserebral mendadak, terjadi penurunan
kesadaran, hipertensi intrakranial, dan defisit
neurologis fokal. Biasanya ruptur ICMA
terjadi pada fase awal penyakit, ICMA yang
disebabkan Streptococcus dapat ruptur selama
pemberian atau setelah pemberian antibiotik.
computed tomography (CT) angiografi dan
magnetic resonance (MR) angiografi sangat
baik untuk mendeteksi ICMA >5mm.5
Meningitis dan Abses Otak
Meningitis atau reaksi inflamasi steril terhadap infeksi dapat terjadi pada 2-20%
pasien EI, dan merupakan 40% komplikasi
neurologis EI. Pada sebagian besar kasus,
liquor cerebrospinalis (LCS) tidak purulen,
kecuali pada beberapa kasus infeksi
Streptococcus penumoniae. Pasien perlu
dirawat di ruang intensif jika timbul gejala
demam akut, toksik, murmur jantung,
petekiae, dan tanda rangsang meningeal
positif. Pada pemeriksaan LCS dijumpai
pleositosis dan kokus gram positif. Pada
kultur darah dapat ditemukan S. aureus dan
351
TINJAUAN PUSTAKA
dilakukan pemeriksaan echocardiography
untuk mengkonfirmasi EI.4,5
Abses otak merupakan komplikasi neurologis
pada sekitar 13% pasien sakit berat yang
dirawat di ruang intensif karena EI. Walau
hanya <5% pasien abses serebri disertai EI,
komplikasi ini harus dicurgai bila fokus infeksi
tidak dijumpai dan abses multipel. Sebagian
besar kasus abses otak terjadi pada EI yang
disebabkan S. aureus.4,5
DIAGNOSIS
Mengingat komplikasi neurologis EI sangat
bervariasi, EI harus merupakan diagnosis
diferensial semua jenis gangguan neurologis
akut. Perhatian khusus diberikan pada pasien
muda dengan gejala hemiparesis, pasien
usia lanjut dengan perubahan tingkah laku,
atau pada pasien segala usia dengan defisit
neurologis multifokal. Perangkat diagnostik
utama adalah anamnesis lengkap dan
pemeriksaan fisik yang teliti. Riwayat demam,
menggigil, atau keringat malam merupakan
hal yang menunjang diagnosis. Murmur
jantung, clubbing finger, dan splenomegali
harus dicari dalam pemeriksaan fisik.4
Beberapa tanda perifer EI:4,9-11
- Osler’s nodes: nodul eritematosa yang
nyeri, dijumpai di jari tangan atau kaki
- Roth’s spot: perdarahan retina dengan
bentuk oval dan bagian tengah berwarna
putih
- Janeway lesions: lesi nodular eritematosa
yang tidak nyeri, dijumpai di telapak tangan
dan kaki
- Splinter
hemorrhages:
perdarahan
kecil linear di bawah kuku yang biasanya
asimptomatik
- Petekiae konjungtiva
Pemeriksaan laboratorium kultur darah serial
adalah pemeriksaan laboratorium yang
paling penting. Pemeriksaan cairan otak
melalui punksi lumbal dapat membantu
diagnosis,
pleositosis
polimorfonuklear
dengan peningkatan kadar protein dan
penurunan kadar glukosa LCS menunjang
ke arah meningitis. Pada ruptur ICMA dapat
dijumpai LCS bercampur darah, pada
perdarahan intraserebral dapat dijumpai
xantokromia. Akan tetapi, LCS normal
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan
komplikasi neurologis EI.3,6
Pemeriksaan angiografi yang dianjurkan
pada pasien dengan defisit neurologis fokal
adalah 4-vessel angiography antara hari ke-2
sampai 2 minggu awitan. Tujuannya adalah
untuk mendeteksi aneurisma, terutama
pada pasien perdarahan subaraknoid atau
nyeri kepala. Pemeriksaan neuroimaging,
misalnya MRI, dapat memperlihatkan lesi
iskemik serebral pada pasien EI. Pada salah
satu penelitian dengan MRI DWI dijumpai
lesi iskemik pada 33 dari 35 pasien EI
dengan gejala neurologis. Pemeriksaan
echocardiography transtorakal atau transesofageal dapat mendeteksi vegetasi,
regurgitasi katup dan abses paravalvular.
Pemeriksaan echocardiografi dapat diulang
bila dicurigai ada komplikasi baru atau
regimen terapi sudah selesai.5,6
Diagnosis diferensial komplikasi neurologis:3
- Stroke kardioemboli
- Perdarahan serebelum
- Aneurisma serebral
- Trombosis vena serebral
- Kejang parsial kompleks
- Sindrom infark lakunar
- Limfoma primer SSP
- Perdarahan subaraknoid
Gambar 1. Tanda perifer EI9-11
Keterangan: A. Splinter hemorrhages; B. Petekiae konjungtiva; C. Osler’s nodes; D. Janeway lesions; E. Roth’s spot.
352
PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Penatalaksanaan EI akan berhasil bila antibiotik yang diberikan dapat mengeradikasi
kuman. Pertahanan tubuh pejamu tidak
banyak memberikan kontribusi dan antibiotik bakterisid lebih bermanfaat dari
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2. Terapi antibiotik EI8
Terapi Antibiotik EI yang Disebabkan
Streptococcus Oral atau Streptococcus grup D
oleh
Penicillin G 12-18 juta unit per hari IV dalam 6 dosis
selama 4 minggu
Atau Amoxicillin 100-200 mg/kgBB/hari IV dalam 4-6
dosis selama 4 minggu
Atau Ceftriaxone 2 g/hari IV atau IM dalam 1 dosis selama
4 minggu
Pada pasien yang alergi beta laktam:
Vancomycin 30 mg/kgBB/hari IV dalam 2 dosis selama
4 minggu
Terapi Antibiotik
Staphylococcus
EI
yang
Disebabkan
oleh
(Flu)cloxacillin atau Oxacillin 12g per hari IV dalam 4-6
dosis selama 4-6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 3-5 hari
Gambar 2. Neuroimaging komplikasi neurologis EI12
CT-scan kepala memperlihatkan hipodensitas hemisfer
serebri kanan pada pasien EI dengan kelumpuhan anggota
gerak kiri dan disartria berat.
bakteriostatik. Antibiotik aminoglikosida bersinergi dengan antibiotik inhibitor dinding
sel (misalnya beta laktam dan glikopeptida)
untuk meningkatkan aktivitas bakterisidal
dan memperpendek durasi terapi. Masalah
utama antibiotik bakterisid adalah timbulnya
toleransi. Mikroba toleran pertumbuhannya
terhambat dengan antibiotik, akan tetapi
dapat bertambah banyak setelah obat
dihentikan.8
Pengobatan antibiotik pada katup buatan
dianjurkan sampai 6 minggu, sedangkan
pada katup alami lama pengobatan 2-6
minggu. Regimen pengobatan untuk katup
buatan sebagian besar sama dengan katup
alami, pada infeksi Staphylococcus pada katup
buatan dianjurkan ditambah rifampisin.8
PENATALAKSANAAN KHUSUS
Emboli Serebral
Penatalaksanaan suportif umum meliputi
jalan napas yang baik, dukungan ventilator,
oksigen suplemental, kontrol suhu tubuh,
regulasi tekanan darah, dan kontrol kadar
gula darah. Penggunaan antitrombotik masih
kontroversial, dan berdasarkan rekomendasi
para ahli jantung di Eropa tahun 2009,
tidak ada indikasi untuk memulai obat
antitrombotik (trombolisis, antikoagulan, atau
antiplatelet) selama fase aktif EI. Pada pasien
yang sudah mengonsumsi antikoagulan
oral, diganti dengan heparin selama 2
minggu dengan pengawasan ketat activated
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
Pada pasien alergi penicillin atau methicillin resistant
staphylococcus:
Vancomycin 30 mg/kgBB/hari IV dalam 2 dosis selama
4-6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 3-5 hari
Terapi Antibiotik
Enterococcus
EI
yang
Disebabkan
oleh
Amoxicillin 200 mg/kgBB/hari IV dalam 4-6 dosis selama
4-6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu
Atau
Ampicillin 200 mg/kgBB/hari IV dalam 4-6 dosis selama
4-6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu
Atau
Vancomycin 30 mg/kgBB/hari IV dalam 2 dosis selama
6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 6 minggu
Regimen Antibiotik untuk Terapi Empiris EI
Sebelum atau Tanpa Identifikasi Patogen
Ampicillin-sulbactam atau amoxicillin-clavulanat 12 g/
hari IV dalam 4 dosis selama 4-6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu
Atau
Vancomycin 30 mg/kgBB/hari IV dalam 2 dosis selama
4-6 minggu
+ Gentamycin 3 mg/kgBB/hari IV atau IM dalam 2-3 dosis
selama 4-6 minggu
+ Ciprofloxacin 1000 mg/hari per oral atau 800 mg/hari
IV dalam 2 dosis selama 4-6 minggu
plasma thromboplastin. Walaupun pada
penelitian terdahulu aspirin memberikan
efek menguntungkan untuk pencegahan
emboli pada pasien EI, tidak ada data klinis
yang menunjang pendapat tersebut. Studi
retrospektif pada 600 pasien EI menyimpulkan kejadian emboli lebih rendah pada
pasien yang sebelumnya atau sedang dalam
pengobatan antiplatelet. Oleh karena itu,
penghentian antiplatelet tidak dianjurkan jika
tidak dijumpai perdarahan.5 Pada kasus infark
luas disertai edema, dapat diberi manitol,
dan sebagian kasus memerlukan tindakan
pembedahan untuk dekompresi.4
Perdarahan Serebral dan ICMA
Bersamaan dengan terapi suportif, semua
antikoagulan harus dihentikan, tetapi pada
pasien dengan katup jantung buatan, heparin
perlu dimulai kembali sesegera mungkin.
Pada perdarahan intraserebral dapat
diberikan manitol untuk mengurangi edema
serebri dan sebagian kasus membutuhkan
tindakan pembedahan untuk mengeluarkan
hematoma.4,5
Terapi ICMA masih kontroversial karena
kasusnya masih jarang. Pada ICMA yang tidak
ruptur dilakukan pemeriksaan neuroimaging
ulang, karena aneurisma dapat menghilang
dengan pemberian antibiotik. Bila ICMA
berukuran besar atau bertambah besar
walaupun sudah diberi antibiotik, atau
sudah ruptur, penatalaksanaan tergantung
lokasi dan ada/tidaknya efek massa. Terapi
endovaskuler sebaiknya dipertimbangkan jika
tidak dijumpai efek massa dan lokasi ICMA
tidak di daerah yang vital. Sebaliknya, untuk
ICMA dengan efek massa atau lokasinya
di daerah vital kemungkinan terapi pilihan
adalah pembedahan.5
Meningitis dan Abses Otak
Adanya meningitis secara umum tidak
mengubah
penatalaksanaan
antibiotik
karena tujuan utama adalah menghilangkan
patogen di dalam darah. Karena gentamisin
sulit mencapai LCS, perlu dipertimbangkan
pemberian intratekal pada pasien infeksi
SSP yang membutuhkan antibiotik ini.
Antibiotik alternatif adalah kloramfenikol
dengan dosis 1 g IV tiap 6 jam. Antibiotik ini
bersifat bakteriostatik yang konsentrasinya
di LCS cukup tinggi. Pada pasien yang tidak
dapat menoleransi penisilin, kloramfenikol
merupakan antibiotik pilihan untuk pengobatan
meningitis
yang
disebabkan
pneumokokus, meningokokus, dan hemofilus.
Selain itu, kloramfenikol dapat digunakan
untuk infeksi SSP oleh kuman anaerob.4 Pada
abses serebri yang disebabkan S. auerus, perlu
dipertimbangkan antibiotik fluorokuinolon
atau rifampisin. Edema serebri dapat diterapi
dengan steroid, misalnya deksametason.
Pada sebagian kasus hidrosefalus dan
drainase abses dibutuhkan tindakan pem-
353
TINJAUAN PUSTAKA
bedahan untuk pemasangan shunt. Abses
kecil multipel biasanya tidak membutuhkan
pembedahan.4,5
KONSEKUENSI
Pada beberapa penelitian, tindakan pembedahan jantung berhubungan dengan
penurunan mortalitas. Pasien yang terbantu
dengan tindakan pembedahan adalah pasien
gagal jantung yang disebabkan regurgitasi
berat katup aorta atau mitral, fistel ruang
jantung, atau sumbatan katup jantung.
Indikasi lain pembedahan jantung adalah
infeksi tidak terkontrol dan pencegahan
emboli pada pasien risiko tinggi.5,8
Pada pasien EI dengan komplikasi neurologis,
risiko pembedahan cardiopulmonary bypass
diperdebatkan. Pemberian antikoagulan
selama pembedahan akan meningkatkan
risiko transformasi hemoragik stroke infark
yang asimptomatik. Kondisi hipotensi yang
terjadi selama pembedahan juga berisiko
mengeksaserbasi lesi iskemik otak yang
sudah terjadi. Kebutuhan antikoagulan pada
pasien dengan katup jantung mekanik juga
meningkatkan risiko perdarahan otak.5,8
Setelah timbulnya komplikasi neurologis,
kebanyakan pasien masih punya paling
sedikit satu indikasi untuk pembedahan
jantung. Rekomendasi The Task Force on
the Prevention, Diagnosis, and Treatment of
Infective Endocarditis of the European Society of
Cardiology:5,8
1. Setelah emboli serebral asimptomatik
atau TIA, pembedahan jantung tidak perlu
ditunda bila ada indikasi.
2. Setelah timbul gejala stroke, pembedahan jantung dengan indikasi gagal
jantung, infeksi tidak terkontrol, abses,
atau risiko emboli yang tetap tinggi dapat
dilakukan tanpa penundaan. Rekomendasi
ini tidak berlaku pada pasien koma.
3. Setelah perdarahan intrakranial, tindakan
pembedahan jantung sebaiknya ditunda
minimal 1 bulan.
PENCEGAHAN
Antibiotik profilaksis disarankan pada kondisi
jantung yang memiliki risiko tinggi timbulnya
EI, dan pada tindakan yang berisiko tinggi
timbulnya bakteremia. Pasien yang berisiko
tinggi menderita EI antara lain pasien dengan
katup jantung buatan, dengan riwayat EI
sebelumnya dan dengan penyakit jantung
kongenital.6,8
Tindakan yang berisiko tinggi menyebabkan bakteremia adalah tindakan gigi berupa
manipulasi gingival, regio periapikal, atau
perforasi mukosa oral (termasuk scaling
dan prosedur root canal). Pada pasien yang
akan menjalani tindakan pembedahan
jantung atau vaskuler, misalnya implantasi
katup buatan atau protesa intravaskuler,
perlu dipertimbangkan profilaksis antibiotik
perioperatif. Sampai saat ini profilaksis tidak
dianjurkan pada tindakan di daerah saluran
napas, saluran cerna, saluran kemih, kulit
ataupun muskuloskeletal.8
Profilaksis antibiotik pada tindakan gigi
untuk pasien dengan risiko tinggi EI:6,8
- Pada pasien tidak alergi penisilin:
amoksisilin atau ampisilin 2 g per oral atau
IV dosis tunggal 30-60 menit sebelum
tindakan
- Pada pasien alergi penisilin: klindamisin
600 mg per oral atau IV dosis tunggal 30-60
menit sebelum tindakan
PROGNOSIS
Secara umum angka kematian akibat EI
di rumah sakit adalah sekitar 18%. Angka
ketahanan hidup di ruang intensif lebih
rendah. Dari 228 pasien yang dirawat di
ruang intensif angka kematian berkisar 45%.
Komplikasi neurologis akan memperburuk
prognosis, meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.5
Efek komplikasi neurologis terhadap
prognosis:5
- Pasien silent stroke atau TIA prognosisnya
lebih baik dibanding stroke simptomatik.
- Disfungsi neurologis, misalnya penurunan
kesadaran yang berhubungan dengan lokasi,
dan luasnya gangguan otak merupakan
prediktor mortalitas
- Pasien dengan defisit neurologis berat
dan perdarahan otak memiliki prognosis
lebih buruk. Pemulihan fungsi neurologis
sempurna terjadi pada 78% kasus dengan
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
saat masuk 4-9, dan hanya 33% kasus dengan
NIHSS saat masuk > 15.
Gambar 3. Strategi terapi pasien EI dengan komplikasi neurologis6,8
354
SIMPULAN
EI merupakan penyakit serius dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi. Komplikasi
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
neurologis merupakan salah satu faktor
prognostik yang buruk dan biasanya
memerlukan perawatan di unit intensif.
Pendekatan multidisiplin dibutuhkan untuk
mengoptimalkan penatalaksanaan medis
dan pengambilan keputusan tindakan
pembedahan jantung. Penatalaksanaan
yang tepat akan memperbaiki prognosis
pasien EI.3,5,8
DAFTAR PUSTAKA
1.
Brusch JL. Infective endocarditis [Internet]. 2014 [cited 2014 October]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/216650-overview#showall
2.
American Heart Association. Infective endocarditis [Internet]. 2014 [cited 2014 October]. Available from: http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/
3.
Ahmed A. Neurological sequelae of infectious endocarditis [Internet]. 2013 [cited 2014 July]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1165712-overview#showall
4.
Greenlee JE, Mandell LG. Neurological manifestations of infective endocarditis: A review. Stroke 1973;4:958-63.
TheImpactofCongenitalHeartDefects/Infective-Endocarditis_UCM_307108_Article.jsp
5.
Sonneville R, Mourvillier B, Bouadma L, Wolff M. Management of neurological complications of infective endocarditis in ICU patients. Annals of Intensive Care 2011;1:10:1-8. doi:
10.1186/2110-5820-1-10.
6.
Hoen B, Duval X. Infective endocarditis. The New England Journal of Medicine 2013;368:15:1425-33.
7.
Sexton DJ. Epidemiology, risk factors and microbiology of infective endocarditis [Internet]. 2013 [cited 2014 October]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/epidemiologyrisk-factors-and-microbiology-of-infective-endocarditis
8.
Habib G, Hoen B, Tornos P. Guidelines on the prevention, diagnosis, and treatment of infective endocarditis (new version 2009). The task force on the prevention, diagnosis, and treatment
9.
Goldstein DA. Infective endocarditis [Internet]. 2010 [cited 2014 October]. Available from: http://www.veomed.com/va031429582010.
of infective endocarditis of the European Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal 2009; 30: 2369–413. doi:10.1093/eurheartj/ehp285
10. Urbano FL. Peripheral signs of endocarditis. Hospital Physician 2000:41-6.
11. Firschke C, Schömig A. Mitral-valve endocarditis. N Engl J Med. 2001;345(10):739.
12. Subacute bacterial endocarditis (SBE) case pictures [Internet]. 2009 [cited 2014 October]. Available from: http://www.meduweb.com/showthread.php?t=6374.
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
355
Download