ANALISA PERHITUNGAN BREAK EVEN POINT PADA PT. ASAM JAWA MEDAN BAGUS HANDOKO Dosen Fakultas Ekonomi STIE Harapan Medan ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai analisis perhitungan Break Even Point (BEP) dengan tepat. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Untuk menganalisis data yang terkumpul digunakan metode analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini perusahaan hanya menggunakan analisa BEP sebagai bahan pertimbangan untuk bertindak lebih hati-hati dalam pengambilan keputusan, pengelompokan biaya secara khusus kedalam biaya tetap dan biaya variabel dan berdasarkan perhitungan BEP perusahaan telah melakukan penjualan yang melebihi tingkat BEP yaitu untuk tahun 2005 penjualanya lebih dari Rp.63.855.072.056 dan untuk tahun 2006 penjualan lebih dari Rp.70.009.701.911. Kata kunci: Break Even Point, Penjualan, Biaya dan Perencanaan. PENDAHULUAN Tujuan utama dari perusahaan adalah memperoleh laba, sebab dengan adanya laba, perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan dapat memperluas usahanya. Dalam usaha untuk memperoleh laba perusahaan harus mampu menjual produknya dalam jumlah yang semaksimal mungkin agar laba yang telah direncanakan dapat dicapai dalam jumlah yang layak. Keterbatasan kemampuan untuk menjual seluruh hasil produk mengharuskan pihak manajemen memikirkan jalan keluar agar terhindar dari kerugian pada hakekatnya apabila perusahaan tidak mampu memperoleh laba yang maksimal maka setidaknya perusahaan tersebut harus mempertahankan posisi Break Even Point (BEP). Analisa BEP merupakan salah satu teknik akuntansi yang digunakan manajemen perusahaan untuk mengetahui pada volume penjualan berapakah, agar perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh laba maupun rugi. Menurut Blocher (2000) Analisa BEP adalah titik di mana pendapatan sama dengan biaya total dan laba sama dengan nol. Pentingnya Analisa BEP menurut Simamora (2000) yaitu membantu manajemen dalam memutuskan apakah akan memperkenalkan lini produk baru, mengubah harga jual produk yang ada atau memasuki kawasan pasar baru. Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah BEP baru muncul apabila suatu perusahaan mempunyai biaya variabel dan biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Sedangkan biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 111 Perhitungan BEP yang dilakukan perusahaan sangat sederhana karena belum memisahkan biaya tetap dan biaya variabel sehingga dapat mempengaruhi analisa break even point. Dengan bantuan Analisa BEP suatu perusahaan diharapkan akan mampu menetralisir volume penjualan dengan memasukkan anggaran penjualan yang direncanakan pada tingkat laba yang diinginkan secara efektif dan efesien. URAIAN TEORITIS Konsep dan Prilaku Biaya Biaya dapat diartikan, sebangai suatu nilai tukar persyaratan atau pengembangan yang dilakukan guna memperoleh manfaat. Didalam praktekannya biaya (cost) dapat juga dikatakan sebagai beban (expense). Tetapi pada dasarnya kedua hal tersebut mempunyai perbedaan pengertian. Istilah biaya (cost) menurut Supriyono (2000) didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang dibuat untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan kata lain biaya adalah harga perolehan barang dan jasa yang diperlukan oleh organisasi yang besarnya biaya diukur dalam satuan moneter. Sedangkan istilah beban (expense) adalah biaya yang dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh pendapatan (revenue) dalam satuan priode akuntansi. Kemudian istilah biaya menurut Polimeni (2000) adalah manfaat yang dikorbankan untuk memperoleh barang dan jasa. Manfaat barang dan jasa tersebut diukur melalui pengorbanan atas harta atau dibebankan sebagai hutang saat manfaat itu diperoleh. Dari pengertian biaya diatas maka pengelompokan biaya didasarkan pada hubungan antara biaya dengan : 1. Biaya menurut barang / produk 2. Biaya menurut volume / prilaku 3. Biaya menurut departemen 4. Biaya menurut priode akuntansi Biaya Tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang selama satu priode akuntansi tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan meskipun volume produksinya berubah-ubah. hal ini berarti bahwa biaya tetap selalu terjadi walaupun perusahaan berproduksi atau tidak. Pengertian biaya menurut Halim dan Supomo (2001) adalah biaya–biaya yang di dalam jarak kapasitas (range of capacity) tertentu totalnya tetap, meskipun volume kegiatan perusahaan berubah-ubah sejauh tidak melampaui jarak kapasitas. Biaya tetap totalnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya volume kegiatan. Pengertian jarak kapasitas di sini adalah serangkaian tingkat kegiatan volume kegiatan perusahaan yang dapat dicapai tanpa menambah kapasitas. Biaya tetap menurut Munawir (2000) adalah biaya yang jumlah totalnya tetap tidak berubah dalam range out-put tertentu, tetapi untuk setiap satuan produksi akan berubah sesuai dengan perubahan produksi. Dari pengertian biaya tetap tersebut dapat dimengerti bahwa biaya yang bersifat tetap adalah besarnya jumlah biaya total bukan biaya per unit produk. Semakin besar hasil produksi maka biaya tetap perunit semakin kecil, sebaliknya semakin rendah hasil produksi maka biaya tetap per-unit akan semakin besar. Menurut Garrison dan Noreen dalam A. Totok Budi Santoso (20007) biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya selalu konstan JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 112 dalam cakupan relevan. Karena total biaya tetap per-unit akan semakin kecil bila tingkat aktifitasnya naik. Adapun ciri-ciri biaya tetap menurut Matz dan Usry (2000) sebangai berikut : 1. Jumlah keseluruan tetap dalam rentang (range) keluaran yang relevan. 2. Penurunan biaya per-unit bila volume bertambah dalam rentang yang relevan. 3. Dapat dibebankan kepada departemen-departemen berdasarkan keputusan manajemen atau menurut metode alokasi biaya. 4. Tanggung jawab pengendalian lebih banyak dipikul oleh manajemen eksekutif dari pada oleh penyedia operasi. Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel dapat diartikan sebagai biaya yang berubah secara langsung mengikuti perubahan volume produksi, di mana jika volume produksinya naik maka biayanya pun akan meningkat, dan jika volume produksinya menurun maka biayanya menurun secara proporsional. Jadi dapat disimpulkan bahwa biaya variabel berhubungan erat dengan volume kegiatan perusahaan. Menurut A. Totok Budi Santoso (2000) biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah secara proporsional terhadap perubahan tingkat aktivitas. Jika jumlah aktivitas naik 10 % maka total biaya variabel juga naik 10%. Suatu biaya dikatakan sebagai biaya variabel apabila memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. Jumlah biaya ini berubah sesuai dengan perubahan volume aktivitas perusahaan. 2. Biaya-biaya ini mudah digunakan oleh bagian-bagian yang menggunakannya. 3. Biaya-biaya ini mudah dikontrol oleh bagian-bagian yang menggunakannya. Secara umum biaya variabel mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (Matz dan Usry, 2000) 1. Perubahan jumlah total dalam proporsi yang sama dengan perubahan volume. 2. Biaya per-unit relatif konstan meskipun volume berubah dalam rentang yang relevan. 3. Dapat dibebankan kepada departemen operasi dengan cukup modal dan tepat. 4. Dapat dikendalikan oleh seorang kepada departemen tertentu. Contoh dari biaya variabel ini antara lain: bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, sebagian biaya overhead pabrik seperti: penyusutan aktiva tetap pabrik yang dihitung berdasarkan jumlah unit produksi. Biasanya dikenal tiga macam jenis biaya variabel dalam perusahaan yaitu: biaya variabel progresif, biaya variabel proporsional dan biaya variabel degresif. 1. Biaya variabel progresif merupakan biaya variabel, apabila tingkat produksinya bertambah maka besarnya variabel per-unit juga bertambah. 2. Biaya variabel proporsional merupakan biaya variabel, di mana jumlah biaya variabel tersebut akan selalu dibandingkan dengan tingkat produksi. Dengan kata lain biaya variabel per-unitnya selalu sama. 3. Biaya variabel degresif merupakan biaya variabel di mana semakin besar tingkat produksi maka pertambahan biaya variabel ini manmade semakin kecil. Dengan kata lain, biaya variabel per-unit semakin kecil dengan bertambahnya tingkat produksi. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 113 Mulyadi (2001) menyatakan bahwa biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel. Tujuan pemisahan biaya semi variabel yaitu : (Matz dan Usry, 2000) 1. Perhitungan tarif overhead pabrik yang ditentukan terlebih dahulu dan analisis varians. 2. Penyusutan anggaran fleksibel dan analisis varians. 3. Kalkulasi biaya langsung dan analisis margin kontribusi. 4. Analisis titik impas dan biaya volume dan laba. 5. Analisis biaya deferensial dan komparatif. 6. Analisis penganggaran barang modal. 7. Analisis profitabilitas pemasaran perwilayah. Menurut Matz dan Usry (2000) ada tiga metode untuk memperkirakan fungsi biaya dengan perkiraan hirostis : A). Metode titik tertinggi dan terendah (high and low point method) Untuk memperkirakan fungsi biaya dalam metode ini suatu biaya pada tingkat kegiatan yang paling tinggi dibandingkan dengan biaya tersebut pada tingkat kegiatan terendah dimasa yang lalu. Contoh : Data operasi dan biaya PT.xxx selama satu priode adalah sebagai berikut: Tabel 1. Data Operasi dan Biaya PT.XXX Selama Satu Priode Bulan Jam Mesin (jam) Jumlah Biaya 1 550 170.000 2 450 150.000 3 700 200.000 4 500 155.000 5 650 180.000 6 750 225.000 Jumlah 3600 1.080.000 Rata-rata 600 180 Sumber: Matz dan Usry (2000) Dari data diatas diketahui bahwa biaya operasi yang tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut : Tertinggi : Juni 750 Rp.225.000 Terendah : Februari 450 Rp.150.000 Selisih 300 Jam Rp. 75.000 Biaya variabel per-unit = Selisih unit / biaya = Rp.75.000 : 300 = Rp.250 Biaya tetap totalnya adalah biaya tertinggi Rp.225.000 Biaya variabel per-unit Rp.250 Jam tertinggi 750 jam Biaya variabel pada operasi tertinggi 750 x Rp.250 = Rp. 187.500 Biaya tetap dalam jumlah total Rp.225.000 – Rp. 187.500 = Rp.37.500 Persamaan biayanya adalah : Y = a + bx Y = Jumlah seluruh biaya variabel a = Biaya tetap / priode b = Biaya tetap JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 114 x = Kapasitas yang diharapkan yang akan dijalankan Y = Rp.37.500 + (Rp.250 x 750 jam ) Y = Rp. 225.000 B). Metode Scattergrap Statistik Metode scattergrap statistik dapat dipakai untuk menganalisa prilaku biaya. Dalam metode ini berbagai biaya (variable devenden) digambarkan pada ciri-ciri vertikal (sumbu) dan kegiatan terkait (variable devenden) seperti upah langsung, jam kerja langsung, jam pemakaian, mesin, jumlah unit keluar atau persentase digambarkan sepanjang garis horizontal (sumbu x) pemisahan biaya variabel dan biaya tetap metode scattergrap statistik. Segitiga yang dibentuk oleh garis A dan B menunjukkan biaya pemeliharaan meningkat kenaikan tersebut sebagai berikut : Beban biaya variabel = Beban rata-rata – Beban tetap = 180.000 – 125.000 = Rp.55.000 Beban Variabel / Jam kerja langsung = Beban variabel rata-rata Jam kerja langsung 180.000 = 300 / jam 600 jam c) Metode kuadrat terkecil (Least Square method) Metode ini menganggap bahwa hubungan antara biaya dengan volume kegiatan bebentuk hubungan garis lurus dengan persamaan garis regresi y = a + bx, di mana Y yang merupakan variabel tidak bebas (independent variable) variabel yang menunjukkan biaya sedangkan variable x menunjukkan volume kegaiatan. Tabel 2. Data Operasi dan Biaya PT.XXX Selama Satu Priode Bulan Jam mesin Jumlah biaya XY X2 (x) pemeliharaan 1 550 170.000 93.500.000 302.500 2 450 150.000 67.500.000 202.000 3 700 200.000 140.000.000 490.000 4 500 155.000 77.500.000 250.000 5 650 180.000 117.000.000 422.000 6 750 225.000 168.750.000 562.000 3600 1.080.000 664.225.000 2.230.000 Jumlah Sumber: Matz dan Usry (2000) Untuk menghitung komponen biaya dari biaya semi variabel metode ini menggunakan rumus : n. . b 2 n. 2 = a b. n 6 Rp.664.250.000 3.600 Rp.1.080.000 =232,14 2 6 Rp.2.230.000 3.600 JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 115 Rp.1.080.000 232,14 3.600 =40,716 6 Break Even Point Tujuan suatu perusahaan pada umumnya adalah mencari laba, dan besar kecilnya laba yang dicapai merupakan ukuran keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan. Salah satu alat manajemen untuk menyusun perencanaan dan pengawasan adalah analisa break even point. Analisa break event point juga memberikan tinjauan yang luas secara utuh terhadap proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Analisa break even point merupakan suatu analisa yang diarahkan kepada pendekatan realistis untuk dapat melukiskan dengan alat analisa matematis dan teori ekonomis, di mana tingkat penghasilan dibandingkan dengan tingkat biaya dikorbankan adalah sama pada tingkat produksi tersebut. Pembuat kebijaksanaan di masa yang akan datang akan menyatakan hubungan antara biaya besar volume penjualan dan volume produksi agar perusahaan tidak menderita kerugian. Berdasarkan penjelasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa break even point mempunyai hubungan antara biaya, keuntungan dan volume kegiatan. Dalam perencanaan hubungan analisa break even point merupakan profit planning approach yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan dari penjualan (revenue). RA.Supriyono (2000) memberikan defenisi break even point sebagai impas atau pulang pokok suatu perusahaan yang pendapatan penjualannya sama dengan total biayanya, atau berdasarkan contribution margin sama dengan total biaya tetap, dengan kata lain perusahaan tidak memperoleh laba tetapi juga tidak menderita rugi atau rugi, labanya sebesar nol. Mulyadi (2001) menjelaskan bahwa analisa impas (break even point) adalah sesuatu cara untuk mengetahui berapa volume minimum agar perusahaan tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba dengan kata lain labanya sama dengan nol. Simamora (2000) menyatakan bahwa analisa break even point adalah jumlah unit yang mesti dijual oleh perusahaan untuk memperoleh keuntungan nol (yakni impas). Manajemen memerlukan informasi guna mencapai target penjualan. Informasi itu menunjukkan berapa besar volume penjualan minimum agar kegiatan perusahaan tidak lagi mengalami kerugian, atau kalau misalnya volume penjualan yang mengakibatkan timbulnya kerugian dalam perusahaan manajemen memerlukan informasi impas atau margin of safety untuk menjawab berbangai pertanyaan yang muncul dalam proses penyusunan anggaran perusahaan. Margin of safety adalah hubungan atau selisih antara penjualan yang di budget (anggaran) atau tingkat penjualan tertentu dengan penjualan pada tingkat break even point. Analisa break even point secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, biaya dan tingkat keuntungan, yang akan diperoleh pada tingkat penjualan tertentu. Pada umumnya konsep atau anggaran dasar yang digunakan dalam analisa break even point adalah sebagai berikut: (Munawir, 2001) JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 116 Bahwa harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu: biaya tetap dan biaya variabel dan prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat. Bahwa biaya tetap akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh, biaya tetap merupakan biaya yang selalu akan terjadi walaupun perusahaan berhenti beroperasi. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proporsional (sebanding) dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan Harga jual perusahaan barang tidak akan berubah berapapun jumlah satuan barang yang dijual atau tidak akan berubah harga secara umum. Bahwa hanya ada satu macam barang yang diproduksi, dijual atau tidak lebih dari satu macam maka kombinasi atu komposisi penjualannya akan tetap konstan. Berdasarkan defenisi tersebut dapat kiranya dimengerti bahwa suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan break even point apabila perusahaan tersebut tidak memperoleh laba dan tidak juga menderita kerugian. Analisa break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui perusahaan break even point saja, tetapi dapat digunakan untuk berbagai pertimbangan bagi seorang manager perusahaan dalam mengambil keputusan. Menurut Alwi (2001) analisa break even point dapat membantu pimpinan dalam pengambilan keputusan antara lain mengenai : 1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. 2. Jumlah perusahaan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu. 3. Seberapa jumlah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi. 4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Jika volume produksi atau penjualan di atas break even point, maka keuntungan akan diperoleh perusahaan. Hal ini diakibatkan besarnya pendapatan hasil penjualan melebihi total yang dikorbankan untuk menghasilkan produk, juga apabila volume penjualan dibawah break even point, maka perusahaan akan mengalami kerugian, bukan berarti bila volume produksi atau penjualan berada di atas break even point sudah menggambarkan keadaan yang sangat baik, sebab bertambahnya biaya yang dikorbankan. Pada umumnya break even point tidak mutlak hanya perlu diketahui oleh perusahaan yang sudah berjalan lancar atau bagi perusahaan yang tingkat operasinya diatas break even point, tetapi bagi perusahaan yang baru didirikan juga perlu untuk mengetahui tingkat break even pointnya. Break even point merupakan peringatan bagi manajer perusahaan untuk bertindak lebih hati-hati. Teknik Perhitungan Analisa Break Even Point Untuk menentukan besarnya tingkat break even point (titik impas) dapat diketahui melalui perhitungan sebagai berikut : (Munawir, 2001) A. Cara Matematik JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 117 Perhitungan break even point dengan grafik break even point, manajemen akan dapat mengetahui tingkat penjualan yang menimbulkan laba atau besarnya rugi dan laba pada suatu tingkat penjualan tertentu. Untuk menentukan break even point harus dapat dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan volume penjualan, sedangkan sumbu tegak adalah biaya dan penghasilan. Perhitungan break even point yang dilakukan atas dasar unit menggunakan rumus sebangai berikut : Biaya tetap BEP unit produk Penjualan Biaya variabel Perhitungan break even point yang dilakukan atas dasar penjualan dalam bentuk rupiah menggunakan rumus sebagai berikut : BiayaTetap BEP Rupiah BiayaVariabel 1 Penjualan B. Cara Grafik Dalam penentuan break even point dapat pula dilakukan dengan grafik break even point. Dengan grafik break even point, manajemen dapat mengetahui hubungan antara biaya volume penjualan dan laba. Disamping itu dapat juga diketahui hubungan antara biaya, volume penjualan laba, volume penjualan dan laba serta mengetahui besarnya biaya tetap dan biaya variabel. Tabel 3. Hubungan Biaya Dengan Volume Penjualan Break Even Point Volume Penjualan Biaya tetap Biaya Biaya Laba/ penjualan (unit) Rp.2000 (Rp) Variabel (Rp) total (Rp) Rugi (Rp) 40 80.000 180.000 20.000 200.000 (120.000) 80 160.000 180.000 40.000 220.000 (60.000) 120 240.000 180.000 60.000 240.000 0 160 320.000 180.000 80.000 260.000 60.000 200 400.000 180.000 100.000 280.000 120.000 Sumber: Munawir (2001) JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 118 Penjualan Rp.000 400 350 Daerah Laba 300 280 240 BEP 200 180 Daerah Rugi 150 100 50 Unit 20 40 80 100 120 140 160 180 200 Gambar 1. Grafik Break Even Point Kegunaan Break Even Point (BEP) Analisa break even point adalah salah satu metode untuk mempelajari hubungan antara penjualan, biaya dan laba.Analisa ini mempelajari pengaruh timbal balik antara pendapatan, biaya dan laba. Jelaslah break even point sangat membantu suatu keputusan yang berhubungan dengan hal sebagai berikut : a. Perencanaan . Salah satu fungsi manajemen adalah membuat perencanaan dalam suatu perusahaan industri, biasanya perencanaan meliputi : 1. Barang apa yang dijual 2. Berapa harga jual seharusnya 3. Berapa laba yang diinginkan b. Untuk pengambilan keputusan. Pimpinan perusahaan sering pula dihadapkan pada persoalan pengambilan keputusan misalnya apakah mesin lama perlu diganti atau tidak, jika break even pointnya turun dengan pembelian mesin baru, maka rencana ini perlu didukung demikian pula sebaliknya. c. Untuk menghindari break even point. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 119 Maka pimpinan perusahaan sudah mengetahui secara jelas pada tingkat kapasitas mana akan memperoleh laba dan pada kapasitas mana akan menderita kerugian. Metode Penelitian Data yang telah diperoleh dan dikumpulkan akan dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu teknik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengelolah, menganalisa dan menyajikan data untuk dapat menjelaskan tentang permasalahan, sehingga permasalahan tersebut dapat dipaparkan secara jelas dan sistematis dengan lebih dahulu membuat kesimpulan yang berlaku secara umum. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Unsur-Unsur Biaya pada Perusahaan Dalam menentukan analisa data break even point, sebelumnya harus menggolongkan biaya tetap dan biaya variabel serta harus ada data laporan penjualan. PT. Asam Jawa sebagai secara garis besar menggolongkan unsurunsur biaya sebagai berikut : a. Biaya Administrasi dan Umum 1). Gaji dan Upah 12). Pendidikan & 20). Biaya Bahan Baku 2). Tunjangan Hari Raya Pengembangan 21). Biaya Pengolahan 3). Lembur Karyawan 22). Koran dan Majalah 4). Pengangkutan 13). Administrasi 23). Bantuan Karyawan Kantor Perumahan 5). Makan dan Minum 14). Keamanan Karyawan 6). Pelayanan Kesehatan 15). Kesejahteraan 24). Serba Serbi 7). Biaya Listrik / Air 16). Angkutan & 25). Tenaga Ahli 8). Telepon / Yelegraph / Transportasi 26). Biaya Telex / Porto 17). Biaya Penyusutan Pemeliharaan 9). Jamsostek & Amortisasi Aktiva Tetap 10). Premi Asuransi (kecuali PKS) 11). Pajak Bumi Bangunan 18). Biaya Bank & Iuran 19). Biaya Gudang b. Biaya Tidak Langsung Pabrik 1). Gaji dan Upah 7). Biaya Listrik 13). Pengangkutan dan 2). Lembur 8). Pemakaian barang Transport 3). Tunjangan tidak langsung 14). Biaya Pengepakan Karyawan / SKU 9). Administrasi Kantor 15). Biaya Pabrik 4). Perjalanan Dinas Pabrik 16). Serba Serbi 5). Makan dan Minum 10). Biaya Asuransi 17). Biaya Penyusutan 6). Pelayanan 11). Keamanan Pabrik Kesehatan 12). Kesejahteraan 18). Pemeliharaan aktiva Karyawan Lain-lain Pabrik Untuk memenuhi keperluan analisa break even point, maka data biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan harus diklasifikasikan berdasarkan sifat biaya tersebut, apakah biaya tetap atau biaya variabel. Untuk memisahkan biaya tetap dan biaya variabel dimana biaya tetap adalah biaya yang tidak mengalami JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 120 perubahan meskipun volume produksinya berubah. Pada perusahaan PT. Asam Jawa yang tergolong biaya tetap adalah : Tabel 4. Klasifikasi Biaya Tetap Priode 2005 & 2006 NO Daftar Biaya Tetap 2006 (Rp) 2005 (Rp) 1 Gaji dan Upah 7.549.707.683 7.025.019.196 2 Tunjangan Karyawan 1.480.048.771 1.162.020.443 3 Pengangkutan Karyawan 444.039.313 353.166.119 4 Pelayanan Kesehatan 1.414.396.326 1.071.376.010 5 Pajak Bumi Bangunan & Iuran 601.138.567 684.090.338 6 Premi Asuransi 82.520.026 85.830.087 Pendidikan & Pengembangan 7 1.350.331.978 1.114.752.774 Karyawan 8 Administrasi Kantor 215.868.590 487.886.182 9 Keamanan 1.169.261.991 938.349.158 10 Kesejahteraan Karyawan 1.182.442.160 248.639.545 11 Angkutan &Trasportasi 1.353.670.128 1.009.664.400 Biaya Penyusutan & Amortisasi 12 3.466.230.305 3.237.023.941 (kecuali PKS) 13 Biaya Bank 87.243.830 48.573.833 14 Biaya Gudang 101.920.816 82.366.310 15 Koran & Majalah 59.898.945 7.350.000 16 Bantuan Perumahan Karyawan 106.200.000 91.120.000 17 Tenaga Ahli 20.000.000 39.000.000 18 Biaya Pemeliharaan Aktiva Tetap 2.318.790.018 1.890.846.014 19 Jamsostek 790.191.840 674.628.250 20 Biaya Listrik & Air 46.116.925 43.661.640 Telepon / Telegraph / Telex / 21 157.280.438 138.258.818 Porto Jumlah 23.803.298.650 20.433.623.058 Sumber: PT. Asam Jawa Medan Untuk biaya variabel merupakan biaya yang di dalam jumlah total berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume produksi. Pada perusahaan PT. Asam Jawa yang tergolong biaya variabel adalah : Tabel 5. Klasifikasi Biaya Variabel Priode 2005 & 2006 NO Daftar Biaya Variabel 2005 (Rp) 2006 (Rp) 1 Biaya Bahan Baku 79.009.772.239 118.008.149.007 2 Biaya Pengolahan 4.865.493.922 5.494.216.770 3 Biaya Listrik 7.250.000 5.393.500 4 Biaya pengepakan 1.218.000 1.300.000 5 Biaya Pabrik 12.747.471.898 7.190.857.909 Jumlah 96.631.206.059 130.699.917.186 Sumber: PT. Asam Jawa Medan Adapun laporan realisasi pejualan CPO pada PT. Asam Jawa tahun 2005 dan tahun 2006 adalah sebangai berikut : JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 121 Tahun 2005 2006 Tabel 6. Laporan Realisasi penjualan Priode 2005 & 2006 Jenis Produk Dalam Rupiah Dalam kg CPO 141.972.559.500 45.120.000 CPO 197.394.408.000 59.250.000 Sumber: PT. Asam Jawa Medan Perhitungan Break Even Point pada Perusahaan Untuk menghitung titik BEP sudah menjadi syarat utama bahwa data yang dibutuhkan harus jelas dan lengkap. Jika salah satu data yang dibutuhkan tidak ada, maka BEP tidak dapat dihitung. Adapun data yang dibutuhkan adalah data penjualan dan biaya untuk pehitungan dilakukan pemisahan biaya atas prilakunya. Dari analisa maka diperoleh data tahun 2005 adalah sebangai berikut : Penjualan CPO Rp.141.972.559.500 Harga jual / kg Rp. 3.146 Biaya tetap Rp. 20.433.623.058 Biaya variabel Rp. 96.631.206.059 Sehingga diperoleh Break Even Point untuk CPO tahun 2005 sebagai berikut: BiayaTetap BEP (Rupiah) BiayaVariabel 1 Penjualan 20.433.623.058 = 63.855.072.056 96.631.206.059 1 141.972.559.500 Dari perhitungan tersebut diatas diperoleh BEP CPO untuk tahun 2005 sebesar Rp.63.855.072.056 ini berarti bahwa pada tingkat penjualan sebesar Rp.63.855.072.056 perusahaan mengalami titik impas. Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada BEP dalam rupiah adalah Rp.63.855.072.056. Apabila volume penjualan dibagi dengan harga per-unit hasil menunjukkan BEP dalam unit yaitu : BEP Unit = BEP (Rupiah) Harga jual / kg Rp.63.855.072.056 =20.297.225 kg Rp.3.146 Dari perhitungan tersebut diatas diperoleh BEP CPO per kg tahun 2005 sebesar 20.297.225kg. Ini berarti bahwa tingkat penjualan sebesar 20.297.225kg perusahaan mengalami titik impas atau sama dengan pulang modal. Jika terjadi perubahan pada biaya tetap mengalami kenaikan 25% maka BEP mengalami perubahan sebagai berikut : Biayatetap(100 25)% BEP (Rupiah) BiayaVariabel 1 Penjualan 20.433.623.058(100 25)% = 79.818.840.068 96.631.206.059 1 141.972.559.500 JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 122 Maka persentase perubahan BEP 96.631.206.059 79.818.840.068 96.631.206.059 = 17 % Jika terjadi perubahan pada biaya variabel mengalami kenaikan 25% maka BEP mengalami perubahan sebagai berikut : BiayaTetap BEP (Rupiah) BiayaVariabel (100 25) 1 Penjualan 20.433.623.058 = 136.244.153.720 96.631.206.059(100 25)% 1 141.972.559.500 Maka persentase perubahan BEP 96 . 631 . 206 . 059 136 . 244 . 153 . 720 96 . 631 . 206 . 059 = 40 % Jika terjadi perubahan pada harga jual mengalami kenaikan 25% maka BEP mengalami perubahan sebagai berikut : BiayaTetap BEP (Rupiah) BiayaVariabel 1 Penjualan(100 25)% 20.433.623.058 = 44.420.919.691 96.631.206.059 1 141.972.559.500(100 25) Maka persentase perubahan BEP 96.631.206.059 44.420.919.691 96.631.206.059 = 54 % Selanjutnya perhitungan BEP untuk CPO tahun 2006. Berdasarkan data-data PT. Asam Jawa Tahun 2006 yang telah diperoleh sebagai berikut : Penjualan CPO Rp.197.394.408.000 Harga jual / kg Rp. 3.331 Biaya tetap Rp. 23.803.298.650 Biaya variabel Rp. 130.699.917.183 Sehingga diperoleh Break Even Point untuk CPO tahun 2006 adalah sebagai berikut : BiayaTetap BEP (Rupiah) BiayaVariabel 1 Penjualan 23.803.298.650 = 70.009.701.911 130.699.917.183 1 197.394.408.000 Dari perhitungan tersebut diatas diperoleh BEP CPO untuk tahun 2006 sebesar Rp.70.009.701.911 ini berarti bahwa pada tingkat penjualan sebesar Rp.70.009.701.911 perusahaan mengalami titik impas. Apabila volume penjualan dibagi dengan harga per-unit hasil menunjukkan BEP dalam unit yaitu : JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 123 BEP Unit = BEP (Rupiah) Harga jual / kg Rp.70.009.701.911 = 21.017.623 kg Rp.3.331 Dari perhitungan tersebut diatas diperoleh BEP CPO per kg tahun 2005 sebesar 21.017.623kg. Ini berarti bahwa tingkat penjualan sebesar 21.017.623kg perusahaan mengalami titik impas atau sama dengan pulang modal. Jika terjadi perubahan pada biaya tetap mengalami kenaikan 25% maka BEP mengalami perubahan sebagai berikut : Biayatetap(100 25)% BEP (Rupiah) = 87.512.127.388 BiayaVariabel 1 Penjualan Maka persentase perubahan BEP 130.699.917.183 87.512.388 130.699.917.183 = 33% Jika terjadi perubahan pada biaya variabel mengalami kenaikan 25% maka BEP mengalami perubahan sebagai berikut : BiayaTetap BEP (Rupiah) = 140.019.403.823 BiayaVariabel (100 25)% 1 Penjualan Maka persentase perubahan BEP 130.699.917.183 140.019.403.823 =7% 130.699.917.183 Jika terjadi perubahan pada harga jual mengalami kenaikan 25% maka BEP mengalami perubahan sebagai berikut : BiayaTetap BEP (Rupiah) =50.645.316.276 BiayaVariabel 1 Penjualan(100 25)% Maka persentase perubahan BEP 130.699.917.183 50.645.316.276 = 61% 130.699.917.183 KESIMPULAN Kesimpulan sehubungan dengan penelitian ini sebagai berikut: 1. Pihak manajemen perusahaan hanya menggunakan analisa Break Even Point sebagai bahan pertimbangan untuk bertindak lebih hati-hati dalam pengambilan keputusan. 2. PT. Asam Jawa Medan belum melakukan pengelompokan biaya secara khusus ke dalam biaya tetap dan biaya variabel, tetapi perusahaan melakukan pengelompokkan biayanya ked alam biaya administrasi, umum dan biaya tidak langsung pabrik. 3. Berdasarkan hasil perhitungan Break Even Point yang dilakukan dari laporan Laba/Rugi, Laporan Harga Pokok Penjualan, dan Laporan Penjualan Pada PT. Asam Jawa Medan yang berakhir pada 31 Desember 2005 & 2006 perusahaan JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 124 telah melakukan penjualan yang melebihi tingkat Break Even Point yaitu untuk tahun 2005 perusahaan melakukan penjualannya lebih dari Rp.63.855.072.056 dan pada tahun 2006 perusahaan melakukan penjualan lebih dari Rp.70.009.701.911. DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim dan Bambang Supomo. (2001). Akuntansi Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta : Penerbit BPFT. Bambang Riyanto. (2000). Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Edisi Ketiga. Cetakan Ketujuh Belas. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada. Blocher. (2000). Manajemen Biaya. Edisi Pertama. Penerjemah Drs.A.Susty Ambarrian,MSi,Akt. Jilit Kedua, Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Henry Simamora. (2000). Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Jilid II. Cetakan Pertama. Jakarta: Salemba Empat. Mulyadi. (2001). Akuntansi Manajemen. Konsep Manfaat & Rekayasa. Cetakan Ketiga, Jakarta: Salemba Empat. Matz, Milton.F. (2000). Cost Accounting Planning and Controling. Edisi Kesembilan. Penerjemah Alfoncius Sirait. Jakarta : Penerbit Erlangga. Noreen,W. Erick dan Garrison, H. Ray. (2000). Manajemen Accounting. Terjemahan A.Totok Budisantoso. (2001). Buku 1,Jakarta: Penerbit Erlangga. Polimeri, Paboza dan Adelberg. (2000). Akuntansi Biaya Konsep dan Aplikasi Untuk Pengambilan Keputusan Manajerial. Edisi Kedua Jilid II. Penerjemah Predikson Saragih. Jakarta: Penerbit Erlangga. S.Munawir. (2000). Analisa laporan Keuangan. Edisi Keempat. Cetakan Kelima.Yogyakarta : Liberty Syafaruddin Alwi. (2001). Alat-alat Analisis Dalam Pembelajaan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi Offsed. Sugiono. (2003). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. Bandung: Alfabeta. Supriyono, RA. (2000). Akuntansi Manajemen. Edisi Kesatu. BPFE UGM: Yogyakarta. JURNAL MANAJEMEN & BISNIS VOL 11 NO. 02 OKTOBER 2011 ISSN 1693-7619 125