07 junardi - Jurnal FMIPA Unila

advertisement
J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2, Hal.: 85 - 89
ISSN 1978-1873
KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN HABITAT CACING NIPAH Namalycatis
rhodochorde (POLYCHAETA: NEREIDIDAE: NAMANEREIDIDAE) DI KAWASAN
HUTAN MANGROVE ESTUARIA SEI KAKAP KALIMANTAN BARAT
Junardi
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura
*Alamat korespondensi e-mail: [email protected]
Diterima 27 Juni 2008, disetujui untuk diterbitkan 19 Desember 2008
ABSTRACT
Namalycastis rhodochorde is a new species polychaete of infaunal Sei Kakap estuarine habitats.
The studied were done by hand collecting methods from May-October 2007 in Sei Kakap mangrove forest.
The result has collected 45 individual (43 female and 2 male) which consist of 31 (68.89%) immature and 14
(31.11%) mature individual. The body length and weight of each individual was between 22.2-149.3 cm and
1.45-63.74 g respectively. The habitat was characterized by muddy-clay, low salinity and high organic carbon
content.
Keywords: Polychaete, morphology, habitat, Namalycastis rhodochorde, mangrove
1. Pendahuluan
Estuaria merupakan ekosistem yang dinamis, kondisi fisik dan kimia yang cepat berubah
membutuhkan adanya strategi adaptasi spesifik bagi semua organisme yang hidup di dalamnya. Kandungan
bahan organik tinggi, perubahan salinitas, suhu dan oksigen adalah beberapa contoh karakteristik lingkungan
estuaria. Tumbuhan dan hewan tertentu saja yang mampu hidup dalam kondisi tersebut antara lain
mangrove dan cacing polychaeta. Estuaria menjadi habitat beberapa polychaeta karena kemampuannya
hidup pada kondisi salinitas yang lebar (euryhalin) dan berubah-ubah1).
Polychaeta dapat cepat merespon pertambahan bahan organik dan suhu timggi, selain itu juga
mampu hidup pada kondisi oksigen rendah2). Cacing yang umum dijumpai di habitat estuaria dalah famili
Nereididae yang hidup membenahkan diri dalam lumpur (infauna). Pada rantai makanan di estuaria,
polychaeta dapat berperan sebagai pakan alami ikan dan udang3; 4).
Sei Kakap yang merupakan bagian dari estuaria Sungai Kapuas memiliki hutan mangrove yang
didominasi oleh tumbuhan nipah (Nypa sp.) yang menjadi habitat salah satu anggota Nereididae yaitu cacing
nipah (5). Kondisi hutan mangrove nipah di wilayah ini mulai dikonversi menjadi pemukiman, pergudangan dan
telekomunikasi.
Hilangnya tumbuhan nipah yang merupakan habitat spesifik cacing nipah akan berdampak pada
keberlanjutan populasi cacing nipah. Pemanfaatan cacing ini oleh masyarakat Pontianak dan sekitarnya
sebagai umpan pancing juga akan menjadi faktor pemicu penurunan populasinya. Cacing ini memiliki harga
jual yang relatif tinggi di pasar tradisional mendorong banyaknya penggalian di alam. Harga cacing nipah
hidup berkisar antara Rp. 6.000-25.000 per ekor dengan berat antara 5-50 gram.
N. rhodochorde yang ditemukan di hutan mangrove Sei Kakap termasuk spsies baru6), oleh sebab
itu potensinya ini belum banyak diketahui. Aspek-aspek biologi cacing ini juga masih belum banyak diungkap.
Penelitian ini mencoba mengetahui karakteristik morfologi dan habitat cacing nipah. Informasi ini diharapkan
dapat menjadi data awal untuk mengetahui aspek-aspek biologi cacing nipah secara lengkap.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Kecamatan Sei Kakap pada bulan Mei Oktober 2007. Lokasi penelitian terletak pada posisi geografis 0,0° 02,52’4”–0,0° 03,01’6” LS dan 109°09,49’
1”–109°10,00’ 2”BT. Pengamatan morfologi cacing nipah dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA dan
Analisis tanah di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
 2008 FMIPA Universitas Lampung
85
Junardi... Karakteristik Morfologi dan Habitat Cacing Nipah
2.2. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroskop stereo SWIFT, mikroskop majemuk Nikon
YS-100, pinset, cawan petri, tabung reaksi, meteran dan GPS Garmin 12XL. Bahan kimia yang digunakan
adalah Magnesium Klorida (MgCl2) 7%, Formalin 10% Alkohol 5% dan Alkohol 70%.
2.3. Prosedur Penelitian
2.3.1. Karakteristik Morfologi
Sampel cacing nipah diambil dari kawasan hutan mangrove Sei Kakap dengan vegetasi penyusun
didominasi oleh Nypa sp. Cacing nipah diambil langsung (hand collection) secara acak dari dalam tanah di
sekitar akar-akar pohon nipah. Sampel cacing nipah sementara ditempatkan pada wadah akuarium yang diisi
dengan tanah sebelum diamati. Pengamatan keseluruhan morfologi tubuh menggunakan mikroskop stereo.
Bagian-bagian mikroskopis tubuh lainnya diamati dengan mikroskop majemuk. Pengukuran dilakukan
terhadap semua cacing nipah utuh yang dikoleksi, kemudian dihitung jumlah individu, panjang tubuh (cm)
bobot tubuh (g), jenis kelamin dan umur. Pola hubungan antara panjang dan bobot tubuh diamati dengan
menggunakan persamaan W = aLb, W: bobot (gram), L: panjang total (cm) dan a, b: koefisien regresi7).
Cacing jantan dan betina dibedakan berdasarkan tipe gamet pada selom (cairan tubuh) masingmasing individu. Individu jantan dicirikan dengan adanya sperma sedangkan betina dicirikan dengan adanya
telur. Umur dikelompokkan berdasarkan kategori pradewasa (immature) dan dewasa (mature). Individu
jantan immature ditetapkan berdasarkan bentuk kluster spermatid, sedangkan betina berdasarkan bentuk
kluster oosit. Cacing mature antara jantan dan betina dibedakan juga berdasarkan tahapan perkembangan
lanjut kluster spermatid menjadi tetrad spermatid dan betina berdasarkan ukuran diameter oosit. Kategori
individu betina mature berdasarkan kehadiran oosit soliter dangan diameter >40 m (Paul Schroeder,
komunikasi pribadi). Gamet diambil dari selom perlahan-lahan dengan menggunakan syringe 1 ml.
Sebelum dilakukan pengamatan karakter morfologi dilakukan anastesi. Proses anastesi menggunakan larutan
Alkohol 5% yang dilarutkan dalam air laut dengan salinitas 10 ppt selama 30-45 menit. Tahap selanjutnya
adalah fiksasi yang dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam larutan MgCl2 7% dan formalin 10%
sampai spesimen mati dan disimpan dalam larutan Alkohol 70%.
Pengamatan morfologi mikroskopis meliputi tipe-tipe parapodia, ornamen anterior-posterior, karakter
segmen di bagian posterior, ada tidaknya organ sensori dan tipe seta pada setiger ketiga dan sepuluh.
Karakter-karakter morfologi tubuh yang diamati adalah kepala, badan dan ekor. Karakter kepala yang diamati
meliputi palpus, antenna, ada tidaknya mata, cirrus tentakel dan bentuk kepala. Morfologi bagian badan yang
amati adalah parapodia (kaki) meliputi posisi acicula, tipe cirrus dan seta. Bagian ekor yang diamati adalah
pygidium dan posisi anus8,9, 11).
2.3.2. Karakteristik Habitat
Sampel tanah diambil untuk mengukur faktor fisik-kimia tanah yang merupakan mikrohabitat tempat
cacing nipah. Pengukuran faktor fisik-kimia tanah dilakukan secara in situ dan ex situ. Komponen fisik-kimia
tanah yang diukur secara in situ adalah pH, salintas dan suhu sedangkan faltor lain meliputi tekstur tanah (3
fraksi), karbon organik tanah, jaringan tumbuhan nipah dan tubuh cacing nipah yang diukur secara ex situ.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Morfologi
Hasil penelitian ini mendapatkan 45 individu cacing nipah terdiri atas 43 (95.55%) betina dan 2
individu (4,45%) jantan. Karakteristik morfologi cacing nipah yang berbeda dengan cacing lain pada famili
Nereididae adalah ukuran tubuh sangat panjang dan adanya empat pasang cirrus tentakel di bagian kepala5).
Diameter tubuh cacing nipah umumnya hampir sama antara bagian anterior sampai median dan memipih dan
mengecil secara gradual sampai posterior.
Cacing betina umumnya memiliki ukuran tubuh lebih panjang dibandingkan dengan jantan. Cacing
nipah yang didapat umumnya memiliki proporsi panjang dan bobot yang seimbang (Gambar 1). Cacing
immature sebanyak 31 individu (68,89%) dan mature 14 individu (31,11%). Ukuran panjang cacing nipah
yang didapatkan berkisar antara 22,2 – 149,3 cm. Hasil analisis didapatkan pola pertumbuhan tubuh cacing
nipah dengan persamaan geometrik W= -0,023L0,38 bersifat allometrik. Pola pertumbuhan ini, menandakan
pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan bobot tubuh.
86
 2008 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2
Cacing juga dapat dibedakan berdasarkan warna khususnya pada individu mature, perbedaan ini
tidak dijumpai pada individu immature. Cacing nipah betina memiliki dua pola warna, betina immature
berwarna merah muda yamg akan berubah menjadi merah tua seiring dengan proses ke arah maturitas.
Pada satu tubuh betina yang mengalami regenerasi memiliki dua bagian warna, warna bagian yang baru
terbentuk umumnya berwarna merah cerah seperti warna betina immature.
160
Panjang & Bobot Tubuh
140
120
100
80
60
40
Panjang Tubuh (cm)
20
Bobot Tubuh (g)
45
43
41
39
37
35
33
31
29
27
25
23
21
19
17
15
13
11
9
7
5
3
1
0
Jumlah Individu
Gambar 1. Ukuran panjang dan bobot tubuh cacing nipah di Kawasan Hutan Mangrove Sei Kakap
Segmen pertama (prostomium) dengan lekukan longitudinal berbentuk segitiga sampai segiempat.
Pada prostomim terdapat antenna pendek, palpus terletak agak ke tengah dengan ujung tumpul dengan dua
bagian bersambungan. Cacing nipah memiliki dua pasang mata berukuran kecil berwarna hitam yang akan
tampak jelas dan membesar pada saat musim reproduksi6). Selama penelitian tidak ditemukan spesimen
cacing nipah yang memiliki mata, diduga saat penelitian cacing nipah tidak pada musim memijah. Segmen
kedua (peristomium) memiliki cirrus tentakel pendek sebanyak empat pasang, satu pasang di anterodorsal
memiliki ukuran lebih panjang sedangkan yang terletak dibagian posterodorsal lebih pendek. Rahang
berwarna hitam dengan bagian ujung agak tumpul.
Parapodia (kaki) ada pada kedua sisi tubuh, pada satu sisi memiliki tipe biramus (bercabang dua),
masing-masing memiliki cirrus dorsal yang panjang dan acicula. Parapodia pada bagian posterior seperti
daun tersusun rapat. Dorsal cirri berbentuk mirip tabung pada bagian tengah tubuh dan memipih ke arah
bawah. Cirrus ventral kecil, berbentuk sigitiga dengan ujung membulat dan memipih dari bagian anterior ke
arah posterior.
Seta hanya terdiri atas berkas neuroseta sedangkan notoseta tidak ada. Seta supra-neuroacicula,
tipe sesquigomph spiniger terutama pada kumpulan seta postacicula. Tipe seta heterogomph falcigers ada
pada berkas seta preacicula. Seta pada bagian sub-neuroacicula hanya bertipe heterogomph falciger. Seta
berwarna keemasan sedangkan acicula berwarna hitam. Pygidium (segmen akhir) dengan ukuran segmen
lebih kecil dan terdapat cirrus anal yang terletak di bagian ventrolateral
3.2. Karakteristik Habitat
Habitat cacing nipah sangat spesifik yang hanya ditemukan pada perakaran pohon nipah. Habitat ini
cenderung membentuk kondisi yang khas berupa habitat kecil (mikrohabitat). Sifat cacing nipah yang selalu
membenamkan diri dalam lumpur (infauna) dan selama penelitian tidak pernah ditemukan adanya cacing
nipah yang berada di permukaan tanah. Kondisi umum tanah habitat cacing nipah berupa tanah lembab dan
berair. Hasil pengukuran kondisi habitat disajikan pada Tabel 1.
Hasil pengukuran salinitas antara 10,00-14,00 ppt yang merupakan salinitas khas untuk daerah
estuaria. Cacing nipah lebih menyukai habitat dengan kandungan salinitas yang lebih rendah dan cenderung
ke air tawar6). Kondisi salinitas ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan curah hujan di lokasi penelitian.
Sei Kakap termasuk perairan yang mengalami dua kali pasang dan dua kali surut (diurnal) dan cenderung
mengarah ke semi diurnal.
Kondisi suhu dalam tanah sangat berpengaruh terhadap metabolisme cacing nipah. Hasil
pengukuran suhu sedimen berkisar antara 27,0 – 27,67°C, kisaran ini tergolong sempit. Nilai pH
menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan dalam sedimen dan merupakan salah satu faktor yang
 2008 FMIPA Universitas Lampung
87
Junardi... Karakteristik Morfologi dan Habitat Cacing Nipah
mempengaruhi organisme tanah. Nilai pH yang diukur antara 6,07-6,10. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
banyaknya bahan organik yang terdekomposisi.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Fisik-kimia Tanah Hutan Mangrove Sei Kakap
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Parameter (satuan)
Salinitas (ppt)
Suhu (°C)
pH tanah
C-organik Tanah (%)
C-organik Pelepah Nipah (%)
C-organik Cacing (%)
Pasir (%)
Lumpur (%)
Liat (%)
Ulangan
I
10,00
27,67
6,07
13,42
39,75
53,89
2,07
71,23
26,70
II
14,00
27,00
6,10
21,52
43,50
54,38
1,76
72,46
25,77
Rata-rata
12,00
27.33
6.08
17.47
41.62
54.13
1.91
71.84
26.23
Bahan organik tanah dapat diketahui dengan mengukur kandungan karbon organik. Hasil
pengukuran kandungan karbon organik tanah berkisar antara 13,42 - 21,52% (Tabel 1), nilai ini tergolong
tinggi. Nilai karbon organik tinggi disebabkan tingginya proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari
proses pembusukan. Kondisi lokasi dengan kerapatan pohon nipah memungkinkan bahan organik yang
terbentuk akan terakumulasi dan tidak terbawa ke luar lokasi oleh pasang surut air laut.
Kandungan karbon organik yang tinggi dalam jaringan tumbuhan nipah terkait erat dengan tingginya
kandungan karbon organik tanah. Hasil pengukuran kandungan karbon organik dalam jaringan tumbuhan
nipah antara 39,75-43,50% (Tabel 1). Nilai ini tergolong tinggi, karbon organik jaringan tumbuhan nipah
menjadi penyumbang tingginya kandungan karbon organik dalam tanah. Karbon organik tinggi dalam tubuh
cacing nipah merupakan akumulasi karbon organik yang berasal dari karbon organik tanah dan jaringan
tumbuhan nipah. Hasil pengukuran kandungan karbon organik dalam tubuh cacing nipah antara 53,89 –
54,38% (Tabel 1).
Bahan organik dalam tanah juga berkorelasi dengan ukuran partikel tanah11). Tekstur tanah di lokasi
penelitian tergolong lumpur dengan sedikit liat, hal ini berhubungan dengan kondisi topografi lokasi yang
landai sehingga memungkinkan pengendapan labih tinggi. Hasil pengukuran tekstur tanah di lokasi penelitian
sebagai berikut fraksi pasir antara 1,76% - 2,07%, lumpur antara 71,23 - 72,46% dan liat antara 25,77 26,70% (Tabel 1). Tekstur tanah dengan fraksi lumpur dengan sedikit liat umumnya memiliki kandungan
bahan organik yang tinggi11).
4. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan: (1) N. rhodochorde berwarna merah sampai merah muda,
panjang tubuh cacing nipah antara 22,2-149,3 cm dan bobot 1,45-63,74 g dengan 31 immature dan 14
individu immature. Diameter tubuh hampir sama pada bagian anterior sampai median, memipih dan mengecil
sampai posterior dengan pertambahan panjang lebih cepat dari bobot tubuh. Tipe seta sesquigomph spiniger
dan heterogomph falcigers; (2) Habitat yang cacing nipah berupa tanah dengan kandungan karbon organik
tinggi salinitas rendah, suhu rendah dan tekstur berupa lumpur. Cacing nipah (N. rhodochorde) lebih
menyukai tanah dengan kandungan karbon organik tinggi hasil proses dekomposisi jaringan tumbuhan nipah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada DP2M Dikti yang telah memberikan dana penelitian
Tahun 2007. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Christopher John Glasby (Museum of Art
and Gallery Northern Territory, Australia), atas peminjaman fasilitas Laboratorium dan Prof. Paul C.
Schroeder (University of California, Berkeley), atas diskusi tentang karakter gamet Nereid.
88
 2008 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Agustus 2008, Vol. 14, No. 2
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arvanitidis, C., Koutsoubas, C., Dounas, C. and Eleftheriou, A. 1999. Annelid fauna of Mediterranean
lagoon (Gialova lagoon, South West Greece): Community structure in a severely fluctuating
environment. J. Mar. Biol. Ass. U.K. 79: 849-856.
2.
Levin, L.A. 1998. Polychaetes as environmental indicator: response to low oxygen and organic
enrichment. Abstract of 6th International Polychaete Conference. Brazil, 2 – 7 Agustus 1998.
3.
Olive, P.J.W. 1999. Polychaete aquaculture and polychaete science: a mutual synergism. Hydrobiologia
402: 175-183.
4.
Batista, F.M., Costa, P.F., Ramos, A., Passos, A.M., Ferreira, P.P. and Fonseca. L.C.2003. Production
of the ragworm Nereis diversicolor (O.F. Muller, 1776), fed with a diet for gilthead seabream Sparus
auratus L., 1758: survival, growth, feed utilization and oogenesis. Bol. Inst. Esp. Oceanograf. 19:447-451
5.
Junardi. 2007. Struktur populasi dan preferensi habitat cacing nipah (Namalycastis cf. indica) di
Perairan Sei Kakap Kalimantan Barat. [Laporan Penelitian]. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
6.
Glasby, C.J., Miura, T., Nishi, E. and Junardi. 2007. A new species of Namalycastis (Polychaeta:
Nereididae: Namanereidinae) from the shores of South-east Asia. The Beagle, Rec. Mus. Art. Gall.
Norht.Terr. 23:21-27.
7.
Krebs C.J. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper Collins Publishers.
8.
Beesley, P.L., Ross, G.J.B. and Glasby, C.J. 2000. Polychaetes and allies: The Southern synthesis.
Fauna of Australia vol. 4A. Polychaeta, Myzostomida, Pogonophora, Echiura, Sipuncula. Melbourne:
SCIRO.
9.
Glasby, C.J. 1999. The Namanereidinae (Polychaeta:Nereididae). Part 1. Taxonomy and phylogeny.
Rec. Aus. Mus. Supp. 25:1-129.
10. Wu, B.L., Ruiping, S. and Yang, D.J. 1985. The Nereidae (Polychaetous Annelid) of Chinese Coast.
China Ocean Press. Beijing.
11. Wood, M.S. 1987. Subtidal ecology. Australia. Edward Arnold Pty. Ltd.
 2008 FMIPA Universitas Lampung
89
Download