28 studi tentang pelaksanaan manajemen resiko hukum di rumah

advertisement
STUDI TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN RESIKO HUKUM DI
RUMAH SAKIT UMUM NOONGAN
Arista F. Wowor* A. J. M. Rattu** F. Kalalo**
*Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado
**Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRAK
Rumah Sakit baik milik pemerintah maupun swasta bertujuan melaksanakan pelayanan kesehatan
umum. Sayangnya, akhir-akhir ini isu tentang maltreatment dan malpraktek medik marak terjadi
di RS swasta maupun pemerintah. Masyarakat umum khususnya pihak keluarga pasien tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang maltreatment maupun malpraktik medik. Semua
penanganan pelayanan kesehatan yang hasilnya buruk secara sepihak dipandang sebagai kegagalan
pelayanan kesehatan dari pihak RS maupun dokter, terlepas dari jenis penyakit yang ditangani.
Untuk itu, penting bagi pihak RS untuk menerapkan suatu manajemen risiko hukum. Penelitian ini
bermaksud mempelajari usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak manajemen Rumah Sakit RSUD
Noongan untuk mencegah kerugian maupun memperkecil risiko. Penelitian ini bersifat kualitatif
karena tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu deskripsi tentang pemahaman
mengenai suatu fenomena, yaitu manajemen resiko. Secara khusus, penelitian ini mengeksplor
dampak dari ketiadaan program quality improvement maupun jika ada, impak dari
penyelenggaraan program-program pada staff, institusi maupun pada aspek resiko itu sendiri.
Tujuan dari eksplorasi adalah untuk mengungkap apa sebenarnya terjadi di Rumah Sakit. Sampel
diambil dari kalangan perawat, dokter, dan pihak manajemen RS (n=7). Dari hasil wawancara dan
analisis data, ditemukan bahwa belum ada tim khusus yang bertugas untuk memanajemen risiko
hukum di RSUD Noongan. Kebanyakan tindakan manajemen risiko hukum dilakukan oleh pribadi
masing-masing, baik dokter, perawat, maupun manajemen, tanpa adanya protokol atau mekanisme
yang tetap. Indikator pertama adalah tidak terlihat dalam struktur organisasi RSUD Noongan
bagian hukum. Indikator kedua adalah bahwa manajemen resiko tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Ketiadaan program yang terstruktur yaitu program yang disusun dengan proses
perencanaan dan tujuan, target maupun output yang jelas. Sehingga oleh peneliti bahwa strategi
manajemen resiko hukum di RSUD Noongan belum tersedia dan bahkan terkesan pihak
manajemen RSUD Noongan belum menyadari pentingnya program ini. Disimpulkan bahwa
manajemen risiko di RSUD Noongan belum berjalan, sehingga petugas medis berada dalam situasi
yang berisiko untuk terkena tuntutan hukum pada keadaan-keadaan seperti ketidakpuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan. Untuk itu, disarankan kepada pihak RS untuk membentuk tim
manajemen risiko demi meningkatkan kepastian hukum dan kualitas pelayanan medis bagi para
pasien.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Manajemen Resiko Hukum
ABSTRACT
Both public and private hospitals aim to provide a healthcare service for the community.
Recently, there are a rising in news issue about medical maltreatment and malpractice. General
society, in particular the relatives of the patients do not possess an adequate knowledge and
information about maltreatment and malpractice. This leads to an assumption that every medical
failure, despite of the prognosis of the disease, is a maltreatment from either the hospital or the
medical team. Therefore, it is compulsory for each hospital to apply and implement a risk
management system to minimize law sue. This current research aims to identify and analyze the
efforts put by the RSUD Noongan management team in order to prevent loss or minimize lawrelated risks. This is a qualitative research that will produce a description about a phenomenon, in
this case, risk management. In particular, this research explores the effect of program quality
improvement absence, or when it is available, to enquire the impact of the program
implementation among staffs, institution, and the risk itself. The aim of this exploration is to reveal
what is actually occurring in Noongan General Hospital. Samples were taken from key
informants, including nurses, physicians, and management of the hospital (n=7). From the
interview and data analyses, it is found that RSUD Noongan does not possess any special team to
manage the law-related risk. Most risk management acts have been performed personally, by the
28
physician, nurses, and management, without any protocol or solid mechanism. This is indicated by
the absence of law division in RSUD Noongan, as well as the absence of structured program,
together with the planning, aims, target, and output, about law risk management. These show that
the law risk management strategy in RSUD Noongan is not available yet, and the management
team in the RSUD does not possess any awareness about the importance of this risk management
team. It was concluded that risk management in RSUD Noongan is not existence in an ideal way,
putting the medical officers in a risky situation of being sued for their medical intervention,
especially when the treatment fails and the health service does not meet the patient expectation. It
is suggested that the hospital management team to assemble a risk management team, in order to
increase law-assurance for the officers, and eventually, the quality of medical service for the
patients.
Keywords : Implementation, Law Risk Management
Rumah Sakit baik yang dikelola
oleh pemerintah pusat dan daerah maupun
swasta harus menyelenggarakan pelayanan
kesehatan menurut aturan yang tersedia
menurut golongan dan klasifikasi Rumah
Sakit. Undang-undang Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit, mengatur
perihal mengenai Rumah Sakit.
Surat
Keputusan MenteriKesehatan cq SK Dirjen
Pelayanan Medik dan Kelembagaan No
159b/ Tahun 1988 Tahun tentang
Penyelenggaraan Rumah Sakit mengatur
mengenai penataan fungsi dan manajemen
yang harus dilaksanakan oleh Rumah Sakit
manapun.
Bidang pelayanan kesehatan umum
dapat dikatakan telah cukup diatur dengan
berbagai peraturan.
Baik pada tingkat
undang-undang sampai pada pengaturan
administrasinya telah diatur oleh hukum
dengan tujuan agar maksud dan tujuan dari
amanat Undang - undang Dasar 1945 dan
Undang - undang Kesehatan termasuk
Undang - undang tentang Rumah Sakit dapat
dijewantahkan secara konsekwen.
Isu tentang maltreatment dan
malpraktek medik marak terjadi di Rumah
Sakit
swasta
maupun
pemerintah.
Masyarakat umum khususnya pihak
keluarga
pasien
tidak
mempunyai
pengetahuan
yang
cukup
tentang
maltreatment maupun malpraktik medik.
Semua penanganan pelayanan kesehatan
yang hasilnya buruk secara sepihak
dipandang sebagai kegagalan pelayanan
kesehatan oleh Rumah Sakit dan kegagalan
profesi dokter. Terhadap beberapa kasus
dapat diselesaikan secara mediasiantara
pihak Rumah Sakit dan keluarga pasien
tanpa melibatkan prosedur hukum atau tidak
sampai ke tingkat Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan.
Dalam konteks dan kepentingan
keterjaminan mutu (quality assurance)
terhadap kasus - kasus sengketa medik baik
PENDAHULUAN
Pelayanan
kesehatan
umum
merupakan
kewajiban
pemerintah
sebagaimana diamanatkan oleh Undangundang Dasar 1945 khususnya alinea
keempat yang berbunyi “Kemudian daripada
itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia
dan
untuk
memajukan
kesejahteraan
umum,mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan
sosial,
maka
disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia
yangberkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat”.
Setiap warga Negara berhak untuk
memperoleh derajad kesehatan yang
setinggi-tingginya. Kemudian implementasi
pada Undang-undang Tentang Rumah Sakit
No. 44 Tahun 2009. Untuk mengusahakan
terwujudnya
ketentuan
tadi,
maka
pemerintah mensubsidi institusi Rumah
Sakit Umum yang dibiayai oleh pemerintah
pusat melalui anggaran pendapatan belanja
nasional (APBN), Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) yaitu melalui anggaran
pendapatan
belanja
daerah
(APBD)
melaksanakan pelayanan kesehatan umum
tadi.
29
yang diselesaikann melalui mediasi maupun
yang sampai di pengadilan tetap saja
merupakan permasalahan bagi Rumah Sakit
dan perlu diantisipasi oleh pihak manajemen
Rumah Sakit.
Terutama sekali adanya
“incidents, atau accidence” mempunyai
dampak pada performance Rumah Sakit
seperti persoalan “branding maupun image.”
Namun terlebih dari itu juga menyangkut
aspek financial dan efisiensi pelayanan.
Adanya “incidents ataupun accident
memunculkan persoalan resiko (risk) dan
kerugian (loss).
Studi ini bermaksud
mempelajari usaha-usaha yang dilakukan
oleh pihak manajemen Rumah Sakit RSUD
Noongan untuk mencegah (prevent)
kerugian (loss) maupun memperkecil
(eliminate) resiko (risk).
Tujuan dari penelitian ini yakni
untuk memperoleh informasi tentang
pemahaman program peningkatan mutu dan
manajemen
resiko
Rumah
Sakit,
Memperoleh
informasi
mengenai
penyelenggaraan program peningkatan mutu
dan manajemen Rumah Sakit dan bagaimana
pelibatan dokter dan perawat dalam program
tersebut.
melihat bahasa tubuh (gesture), suara/nada
(voice) dan perilaku tampak luar dari staff
rumah sakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Manajemen Resiko Hukum & Quality
Assurance
Di RSUD Noongan program yang
berhubungan dengan quality assurance, loss
and risk, atauquality improvement secara
struktural tidak secara harafiah dapat
ditemukan. Peneliti berusaha mengungkap
dengan cara berbeda. Mungkin pertanyaan
atau terminologi yang peneliti gunakan tidak
dimengerti.
Dari hasil wawancara
diungkapkan bahwa secara resmi, atau
secara terstruktur tidak ditemukan program
atau kegiatan yang berkaitan dengan
program manajemen resiko.
Peneliti kemudian berusaha melihat
adanya fungsi-fungsi tertentu yang berperan
dalam usaha menurunkan tingkat resiko dan
meningkatkan kualitas layanan rumah sakit.
Menggunakan istilah meningkatkan kualitas
layanan Rumah Sakit lebih dimengerti dari
pada quality improvement. Begitu juga
istilah patient safety lebih dimengerti dari
pada
quality
assurance
and
risk
management.
Seperti peneliti sebutkan diatas adanya
staf medik merupakan organ fungsional
yang dapat berperan menekan resiko dan
meningkatkan pelayanan kesehatan. Staf
Medik (Medical Staff), Manajemen dan
Governing Body. Baiklah terlebih dahulu
peneliti
menjelaskan
medical
committee/komite medik dalam tatanan
sistim Rumah Sakityang menganut triad
system, seperti yang digunakan pada rumah
sakit di Amerika terdapat pemisahan tegas
antara Dewan Penyantun (Governing Body),
Staf Medik (Medical Staff) dan Staf
Manajemen (Management Staff ). Dewan
penyantun biasa mewakili share holder
(pemilik), staff medik adalah mereka yang
bekerja di rumah sakit dengan memiliki
ijazah, ijin praktik dan mempunyai
seppesialisasi
tertentu
dan
memiliki
privilege di Rumah dimana dia bekerja. Staf
manajemen
adalah
kelompok
yang
dipercayakan oleh pemilik untuk mengelolah
rumah sakit tersebut.
Baik dewan
penyantun, staf medic dan staf manajemen
memiliki kepentingan masing-masing.
Tiga komponen seperti dewan
penyantun (governing body), Staf medik
METODE
“Penelitian Kualitatif berusaha
memahami obyek penelitian (tentang
perilaku manusia, misalnya) dengan
mengamati obyeknya (mengamati proses
terjadinya perilaku manusia tersebut,
misalnya), tanpa harus mencocokkan dengan
teori yang sudah ada. Teori yang sudah ada
tidak membatasi ruang gerak kerja peneliti
dalam menangkap atau menemukan sistem
yang sedang dicarinya (generating theory).
Peneliti secara bebas berusaha menemukan
sistem (atau teori) yang ada pada obyek
penelitiannya.”
Peneliti menggunakan kualitatif
research karena tujuan akhir dari penelitian
ini adalah menghasilkan suatu diskripsi
tentang pemahaman mengenai fenomena
tertentu seperti resiko. Khususnya penelitian
ini mengeksplore dampak dari ketiadaan
program quality improvement maupun jika
ada dampak dari penyelenggaraan program program pada staff, institusi maupun pada
aspek resiko itu sendiri.
Tujuan dari
eksplorasi itu adalah untuk mengungkap apa
sebenarnya terjadi di Rumah Sakit,
khususnya yang menyangkut “quality
improvement”, dan itu diamati dengan
30
(medical staff) dan staf manajemen
(management staff) bahkan di beberapa
Rumah Sakit Swasta dengan badan hukum
yayasan dewan penyantun yang dalam hal
ini pengurus yayasan bahkan menjadi
anggota komite medik, bersama-sama
dengan pimpinan Rumah Sakit/Direktur dan
para staf dokter terpilih. Komite medik yang
beranggotan ketiga unsur itu adalah satu
model
kolaborasi
yang
mempunyai
kelebihan-kelebihan tertentu. Yaitu bahwa
komunikasi antara unsur-unsur manajemen,
pemilik dan staf medik menjadi lancar.
Perbedaan antara mereka dapat segera
dibicarakan dan dicari solusinya. Sehingga
akan mengurangi ketegangan diantara
mereka sebagaimana yang sering terjadi
dalam triad system.
Selanjutnya terdapat sebuah komite
yang sebenarnya apabila dioptimalkan
fungsinya akan sangat strategik dalam
melakukan pencegahan atau meminimalkan
resiko maupun penjaminan mutu. Menurut
Permenkes
No.
755
Tentang
Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah
Sakit (Medical Staff Rules). Tujuan dari
ketentuan ini adalah ntuk mengatur tata
kelola klinis (clinical governance) yang baik
agar mutu pelayanan medis dan keselamatan
pasien di rumah sakit lebih terjamin dan
terlindungi serta mengatur penyelenggaraan
komite medik di setiap rumah sakit dalam
rangka peningkatan profesionalisme staf
medis.
Pencegahan
Kerugian
Resiko
dan
ikatan moral profesi ini juga menjadi satu
acuan untuk turut mencegah munculnya
tindakan tidak professional yang dapat
berujung pada kerugian, penderitaan dan
resiko rumah sakit.
Beban dan kewajiban seorang
dokter terutama dokter yang bekerja
disebuah rumah sakit swasta dengan berlatar
belakang perusahan (PT). Rumah sakit
dengan dasar keberdiriannya perusahan
terbatas (PT) pasti mempunyai motif pada
propfit oriented, terkecuali rumah sakit
swasta dengan dasar charity yang dalam hal
ini berbadan hukum Yayasan.
Rumah Sakit swasta dengan
berbadan hukum Perusahan Terbatas pasti
mencari keuntungan atau paling tidak tidak
mau merugi sehingga pihak manajemennya
harus berusaha merencanakan strategi
businessnya agar tidak merugi dan tentunya
kelebihan atau selisih pengeluaran harus
diperoleh melalui “charging” pasien, dengan
mengoptimalkan dokter spesilialis yang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Bisa
juga secara diam-diam seorang staff dokter
diberikan
beban/kewajiban
membawa
pemasukan sejumlah tertentu melalui
pelayanannya kepada pasien kepada Rumah
Sakit.
Keputusan-keputusan
untuk
mengambil tindakan tertentu terhadap
seorang pasien sering kali dipengaruhi oleh
kepentingan dan motif ekonomi diatas.
Mekanisme
mediasi
(dispute
settlement) sebenarnya perlu diadakan,
disediakan dan dikembangkan di Rumah
Sakit. Di Siloam Hospitals Manado secara
resmi mekanisme ini tidak ada/tersedia
namun dari beberapa kasus yang sudah
terjadi mekanisme mediasi digunakan.
Mekanisme mediasi yaitu penyelesaian
sengketa
medik
melalui
cara-cara
kekeluargaan tanpa melibatkan institusi
hukum seperti kepolisian, kejaksaan apalagi
pengadilan yang terlibat biasanya hanya
penasehat hukum masing-masing pihak.
Minimalisasi
Code of conductadalah kode etik
profesi dokter yaitu ketentuan-ketentuan
Etika bagi profesi dokter yang sudah ada
sejak munculnya Sumpah Dokter Kuno
(Sumpah Hipokrates) yang kemudian
mengalami beberapa kali Peru bahan
disesuaikan dengan perkembangan dan
kultur moderen. Etika kedokteran muncul
dan
berkembang
sesuai
dengan
perkembangan kedokteran di dunia.
Kode
etik
profesiadalah
seperangkat etika profesi dan code of
conduct adalah etika berperilaku seorang
dokter terutama apabila berkaitan dengan
tindakan medis yang harus dilakukan atas
seorang pasien. Code of conduct juga
mempunyai fungsi untuk mengatur tindakan
profesi.
Seorang dokter yang tidak
memahami ketentuan hukum bahkan lebih
memahami code of conduct-nya. Ikatan-
Patient Safety & Ekonomi
Idealnya
keselamatan
pasien
(patient safety) harus diutamakan. Berbagai
regulasi dan kebijakan pada tingkat
kementerian atau direktorat pelayanan medik
dan kelembagaan telah dikeluarkan namun
demikian persoalan patient safety menjadi
sangat rentan apabila berhadapan dengan
kepentingan ekonomi.
Kasus yang baru saja terjadi di Siloam
Hospitals pada tahun 2015 menunjukan
31
bahwa tanpa adanya unsur medically needed,
seorang dokter telah melakukan tindakan
yang
tidak
diiperlukan
sehingga
menyebabkan pasien meninggal. Sehingga
unsur adanya indikasi medis (medical
indication) menjadi sangat penting dengan
pertimbangan bahwa sebuah tindakan tidak
dilakukan
akan
memperparah
dan
membahayakan keselamatan pasien.
Terdapat
perbedaan
antara
pelaksanaan
program
quality
improvementdan manajemen resiko hukum
di Rumah Sakit (profit) dan Rumah Sakit
(Non Profit)
Asumsi peneliti adalah bahwa rumah sakit
dengan status swasta non profit (yayasan)
adalah rumah sakit yang tidak mengejar
keuntungan (profit) sehingga seandainya
terdapat kelebihan hasil usaha semuanya
akan digunakan untuk pengembangan rumah
sakit tersebut. Sehingga hipotesa peneliti
adalah rumah sakit dengan status yayasan
akan lebih mengutamakan pengembangan
rumah sakit termasuk membiayai program
program pengembangan manajemen yang
semuanya ditujukan bagi kualitas pelayanan
dan pasien safety.
Menurut peneliti keadaan diatas
merupakan gejala menarik.
Seharusnya
Rumah Sakit dengan profit oriented akan
cenderung
meningkatkan
kemampuan
berkompetisi dengan melakukan investasi
tidak saja pada aspek tehnologi, tetapi aspek
manajerial termasuk didalamnya adalah
quality improvement. Karena salah satu
ukuran adanya kuality improvement ialah
meningkatnya kepercayaan pasien pada
tenaga dokter, pengelolaan administrasi
rumah sakit dan tingkat keselamatan pasien
(patient safety). Semuanya itu hanya dapat
dijamin melalui adanya serangkaian program
yang terangkai dan terstruktur dengan target
yang jelas dari waktu ke waktu.
gugatan atau klaim. Harus diakui
secara nyata RSUD Noongan tidak
merencanakan, melaksanakan program
manajemen resiko secara terstruktur.
Sehingga peneliti melihat bahwa
Rumah
Sakit
hanya
lebih
mementingkan
melaksanakan
kegiatannya pada kegiatan rutin Rumah
Sakit yaitu menjaga agar pelayanan
kesehatan pada pasien terlaksana
dengan baik.
Patient safety telah
introduksi dan standard pelayanan
Rumah Sakit telah menjadi prioritas.
Namun pihak manajemen belum
merencakan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan meminimalkan
resiko Rumah Sakit.
2.
Pihak manajemen RSUD Noongan
telah melakukan berbagai kegiatan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di RSUD Noongan. Hasil
wawancara sekilas dengan pihak
tertentu yang bekerja di rumah sakit ini
menyatakan
mengetahui
terdapat
program namun tidak secara resmi
tertata dan teratur dilakukan oleh pihak
manajemen.
3.
Beberapa
program-program
yang
dikategorikan
kedalam
program
peningkatan kualitas pelayanan itu bisa
saja dalam bentuk yang berbeda-beda.
Seperti misalnya kegiatan untuk
merealisasikan surat perintah, atau
surat pedoman atau petunjuk direktur
yang menyangkut pelayanan, tindakan
medis terkait dengan fasilitas rumah
sakit, atau upaya
lain untuk
memperlancar pelayanan, meningkat
perawatan, memperbaiki kinerja staff
medik
atau
tenaga
kesehatan,
penyempurnaan mekanisme kerja atau
melaksanakan surat edaran maupun
petunjuk dari Dirjen Yan Medik atau
Bina Layanan dan Institusi.
4.
Strategi manajemen resiko hukum di
RSUD Noongan secara nyata tidak
terlihat. Indikator pertama adalah tidak
terlihat dalam struktur organisasi
RSUD Noongan bagian hukum.
Indikator
kedua
adalah
bahwa
manajemen resiko tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Ketiadaan
program yang terstruktur yaitu program
yang
disusun
dengan
proses
perencanaan dan tujuan, target maupun
KESIMPULAN
1.
Rumah Sakit Umum Daerah Noongan
belum mengenal bentuk formal dari
quality assurance (penjaminan mutu),
quality improvement (peningkatan
kualitas) maupun program risk and
assurance (resiko dan penjaminan).
Ketiga istilah mempunyai persamaan
namun ketiganya menekankan pada
keselamatan pasien dan peningkatan
pelayanan Rumah Sakit agar supaya
terlepas dari kemungkinan menghadapi
32
output yang jelas.
Sehingga oleh
peneliti bahwa strategi manajemen
resiko hukum di RSUD Noongan
belum tersedia dan bahkan terkesan
pihak manajemen RSUD Noongan
belum menyadari pentingnya program
ini.
Apakah ini oleh ketidak
mengertian bagian/departemen Risk &
Assurance atau mungkin dianggap
persoalan ini belum prioritas.
Listyawati,
F.
(2011).
Peran
Pendokumentasian Rekam Medis
Pada Data Asuransi
Dalam
Manajemen Risiko Di Rumah Sakit
Islam Yogyakarta PDHI. Karya
Tulis Ilmiah. Yogyakarta : D3
Rekam Medis Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada. [Tidak
dipublikasikan].
Jerry G. Tambun, Hukum, Kedokteran Dan
Kesehatan, Pacific Institute for
Sustaianable development 2009.
SARAN
Khususnya
untuk
kepentingan
pelayanan kesehatan serta mengejar atau
memenuhi kriteria rumah sakit modern
RSUD
Noongan
seharusnya
mulai
melakukan beberapa hal, yaitu :
1. Mengembangkan
program
manajemen
resiko
(risk
management) bersama dengan
kegiatan
quality
assurance.
Dengan demikian maka aspek
manajerial rumah sakit menjadi
lebih baik dan segi keselamatan
pasien
dengan
sendirinya
terperhatikan.
2.
Manullang.
(2008).
Dasar-Dasar
Manajemen. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Muninjaya, A. A. (2004). Manajemen
Kesehatan.
Jakarta:
Buku
Kedokteran EGC.
Mutu
layanan
kesehatan
perpektif
internasional – Al-Assaf (editor) – EGC
Penyelesaian hukum dalam malpraktik
kedokteran – Nusye K. I. Jayanti –
Pustaka Yustisia, 2009 – 136
halaman
Untuk mencegah muncul resiko
baik harm, loss maka hendak
program diatas dilaksanakan.
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014.
Tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan. [internet]. Sumber :
http://keuda.kemendagri.go.id
[diakses pada tanggal 10 Februari
2015].
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan
Publik : Peduli, Inklusif dan
Kolaboratif,Gadjah
Mada
University Press.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27
Tahun 2014. Tentang Petunjuk
Teknis
Sistem
INA-CBGs.
[internet].
Sumber
:
http://www.depkes.go.id [diakses
pada tanggal 22 April 2015]
Arikunto, S. (2006). Metodelogi penelitian.
Yogyakarta: Bina Aksara.
Azwar, S. (2000). Pengantar Administrasi
Kesehatan Edisi Ketiga. Jakarta :
Binarupa Aksara.
Titon Slamet Kurnia, S.H., M.H, Hak atas
Derajat Kesehatan Optimal sebagai
HAM di INDONESIA, Gudang
Penerbit 2007
Buku Pedoman Standard Akreditasi Rumah
Sakit.,
Kerjasama
Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian RI dengan Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
September 2011, 2012.
M. Taufik, Juliane, Komunikasi Terapeutik
dan Konselling dalam Praktik
Kebidanan, Salemba Medika, 2009
Smith DG and Wheeler JRC 1992, “
Strategies and Structures for
hospital
risk
management
program”,
Health
Care
Latief, Moh.PhD., Metode Kualitatif dan
Kuantitatif, Universitas Negeri
Malang 2009.
33
Management Review, Volume 17,
no 3, pp. 9-17 dalam Jerry G.
Tambun dan James F.
Siwu.,
Integrative approach to hospital
law: hospital legal risk halaman 7.
34
Download