BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang berada dalam diri seseorang untuk
melakukan suatu tindakan guna mencapai suatu tujuan. Dengan adanya motivasi,
diharapkan, seseorang dapat bekerja lebih semangat dan efektif. Motivasi
merupakan cara untuk mengarahkan daya dan potensi karyawan agar mau bekerja
sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan. Motivasi akan membuat, menyalurkan, dan mendukung perilaku
manusia agar mau bekerja lebih giat dan semangat untuk mencapai hasil yang
optimal.
Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja di
perusahaan. Motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan diri seseorang
untuk mencapai tujuan perusahaan. Robbins (2006) mengemukakan bahwa
motivasi
adalah
keinginan
untuk
melakukan
sebagai
kesediaan
untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan
individual. Sementara itu, Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi
sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk
mencapai suatu tujuan.
7
8
2.1.1 Teori-teori Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Besarnya motivasi yang dimiliki individu
akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik
dalam konteks belajar, bekerja, maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang
motivasi sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik,
manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian
kinerja seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Makmun (2003) mengemukakan bahwa
untuk pemahaman terhadap motivasi individu dapat dilihat dari beberapa
indikator berikut :
1) Durasi kegiatan;
2) Frekuensi kegiatan;
3) Persistensi pada kegiatan;
4) Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan;
5) Pengorbanan untuk mencapai tujuan;
6) Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
7) Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (output) yang dicapai dari kegiatan
yang dilakukan;
8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
9
Untuk lebih memahami lagi tentang motivasi, berikut beberapa teori tentang
motivasi.
1.
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan
dapat
didefinisikan
sebagai
suatu
kesenjangan
atau
pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada
dalam diri. Apabila kebutuhannya tidak terpenuhi. pegawai akan menunjukkan
perilaku kecewa. Sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi, pegawai tersebut akan
memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Abraham A. Maslow
dalam Sutrisno (2009) mengembangkan teori
motivasi yang dikenal dengan “The Hierarchy of Needs”. Dalam teorinya
mengemukakan bahwa kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam lima
hierarki kebutuhan sebagai berikut :
1. Kebutuhan Fisiologis (physiological)
Kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan ini adalah kebutuhan
yang paling dasar berupa makan, minum, perumahan, pakaian. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan tersebutlah yang mendorong orang untuk
mengerjakan sesuatu pekerjaan, karena dengan bekerja orang mendapatkan
imbalan (uang, materi) yang akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
2. Kebutuhan rasa aman (psychological)
Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini akan terasa
mendesak setelah kebutuhan pertama dipenuhi. Upaya yang dapat dilakukan
oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keamanan ini dapat melalui:
10
a. Selalu memberikan informasi agar para karyawan dalam bekerja bersikap
hati-hati dan waspada.
b. Menyediakan tempat kerja aman dari keruntuhan, kebakaran dana
sebagainya.
c. Memberikan perlindungan asuransi jiwa, terutama bagi karyawan yang
bekerja pada tempat rawan kecelakaan.
d. Memberikan jaminan kepastian kerja dan adanya jaminan kepastian
pembinaan karier.
3. Kebutuhan hubungan sosial (affiliation)
Kebutuhan sosial sering disebut dengan social needs atau affiliation needs.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain
atau hanya dapat terpenuhi bersama masyarakat. Karena pada dasarnya
manusia tidak dapat hidup menyendiri atau seorang diri. Manusia selalu
membutuhkan hidup dengan berkelompok karena manusia adalah mahluk
social dan membutuhkan kebutuhan sosial, seperti :
a. Kebutuhan untuk di sayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain.lain.
b. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain.
c. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan.
d. Kebutuhan untuk berprestasi.
4. Kebutuhan pengakuan atau Penghargaan (esteem or status needs).
Setiap orang membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan
prestise diri dari lingkungannya. Semakin tinggi status dan kedudukan
11
seseorang dalam perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kebutuhan akan
prestise diri yang bersangkutan.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self actualization).
Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan,
keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat
memuaskan. Kebutuhan aktualisasi diri mempunyai cirri-ciri yang berbeda
dengan ciri-ciri kebutuhan yang lain, yaitu :
a. Tidak dapat dipenuhi dari luar, karena harus dipenuhi dengan usaha
pribadi sendiri.
b. Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri biasanya seiring dengan jenjang
karier seseorang tidak semua orang mempunyai tingkat kebutuhan seperti
ini.
Kelima kebutuhan manusia menurut Maslow tersebut di atas, dapat digambarkan
seperti pada Gambar 2.1 berikut ini :
Aktualisasi
Diri
Pengakuan/Penghargaan
Hubungan Sosial
Kebutuhan Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis
Gambar 2.1
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Sutrisno (2009)
12
2.
Teori X dan Y
McGregor
mengemukakan
pandangan
nyata
mengenai
manusia.
Pandangan pertama pada dasarnya memandang manusia secara negatif disebut
teori X, sedangkan pandangan yang kedua pada dasarnya memandang manusia
secara positif disebut teori Y (Robbins, 2007). McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok
asumsi tertentu dan mereka cenderung untuk membentuk perilaku mereka
terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
3.
Teori Konvensional
Teori motivasi konvensional di dalam Sutrisno (2009), termasuk content
theory karena Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan
untuk pemenuhan kebutuhan yang menyebabkan orang mau bekerja keras.
Dengan teori ini, seseorang akan berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada
atau tidak adanya imbalan yang akan didapat oleh yang bersangkutan. Oleh
karena itu, seorang pemimpin haruslah berusaha memberikan imbalan berbentuk
materi agar bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan yang telah
ditentukan. Jika besar imbalan ini bertambah, intensitas pekerjaan akan dapat
ditingkatkan. Dalam teori ini, pemberian imbalanlah yang memotivasi seseorang
untuk melakukan pekerjaan.
13
4.
Teori Kepuasan (Content Theory)
Menurut Hasibuan (2007), teori-teori motivasi adalah teori kepuasan
berdasarkan pendekatan atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang
menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini
memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan pelakunya.
2.1.2 Unsur-unsur Penggerak Motivasi
Motivasi kerja seseorang akan ditentukan oleh motivator. Motivator
merupakan penggerak motivasi kerja sehingga menimbulkan pengaruh perilaku
individu yang bersangkutan. Menurut Sastrohadiwiryo (2003), terdapat unsurunsur penggerak motivasi, antara lain sebagai berikut :
1) Kinerja (Achievement)
Seseorang yang memiliki keinginan berkinerja sebagai suatu “kebutuhan”
atau needs dapat terdorong untuk mencapai sasaran. Mc Clelland menjelaskan
bahwa tingkat needs of achievement yang telah menjadi naluri kedua,
merupakan kunci keberhasilan seseorang.
2) Penghargaan (Recognition)
Penghargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai
seseorang merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan
memberikan kepuasan batin yang telah tinggi daripada penghargaan dalam
bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam
14
dapat menjadi motivator yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa
barang atau uang.
3) Tantangan (Challenge)
Tantangan yang dihadapi merupakan motivator kuat bagi manusia untuk
mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat
dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator, bahkan cenderung menjadi
kegiatan rutin.
4) Tanggung jawab (Responsibility)
Adanya rasa memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa
bertanggung jawab dalam berbagai hal. Dengan begitu, seseorang akan ikut
terbebani setiap ada permasalahan dan bertanggung jawab untuk mencari
solusi.
5) Pengembangan (Development)
Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari penguasaan kerja atau
kesempatan untuk maju, dapat merupakan motivator kuat bagi tenaga kerja
untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah, apalagi jika pengembangan
perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas tenaga kerja.
6) Keterlibatan (Involvement)
Rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya,
dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja, yang dipadukan masukan untuk
manajemen perusahaan merupakan motivator yang cukup kuat untuk tenaga
kerja. Melalui kotak saran, tenaga kerja merasa diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan atau langkah-langkah kebijakan yang akan diambil
15
manajemen. Rasa terlibat akan menambah rasa ikut bertanggung jawab dan
rasa dihargai yang merupakan “tantangan” yang harus dijawab melalui peran
serta berkinerja untuk pengembangan usaha dan pengembangan pribadi.
Adanya rasa keterlibatan (involvement) bukan saja menciptakan rasa memiliki
dan rasa tanggung jawab, tetapi juga menimbulkan motivasi diri untuk bekerja
lebih baik menghasilkan produk yang lebih bermutu.
7) Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka dari tingkat
bawah sampai tingkat manajemen atas merupakan motivator yang cukup kuat
bagi tenaga kerja. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih
kemajuan atau perbaikan nasib tidak akan merupakan motivator untuk
berkinerja atau bekerja produktif.
Ketujuh unsur penggerak motivasi tersebut sangat mempengaruhi
seseorang dalam bekerja. Unsur-unsur itu dapat memberikan energi yang dapat
menggerakkan dan meningkatkan kegairahan seorang karyawan untuk lebih giat
lagi dalam bekerja menurut aturan yang ditetapkan dengan saling menghormati,
saling membutuhkan, saling mengerti dan menghargai.
2.1.3 Prinsip-prinsip dalam Motivasi
Dalam hal motivasi, para karyawan memerlukan prinsip-prinsip yang adil,
jujur, dan terbuka. Menurut Mangkunegara (2000), terdapat beberapa prinsip
dalam memotivasi kerja karyawan, antara lain sebagai berikut :
16
1) Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2) Prinsip komunikasi
Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas dengan informasi yang jelas sehingga pegawai akan mudah
dimotivasi kerjanya.
3) Prinsip pengakuan andil bawahan
Pemimpin yang mengakui andil bawahan (pegawai) sekaligus mempunyai
andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai
akan mudah dimotivasi kerjanya.
4) Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan
untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5) Prinsip pemberian perhatian
Perhatian pemimpin terhadap keinginan bawahan akan membuat pegawai
termotivasi untuk bekerja seperti yang diharapkan oleh pemimpin.
Semua prinsip dalam motivasi karyawan sangat penting artinya untuk
memberikan dorongan dan kepercayaan kepada karyawan. Dengan adanya prinsip
tersebut, karyawan diharapkan akan mengalami peningkatan kinerja.
17
2.1.4 Asas-Asas Motivasi
Menurut Hasibuan (2005), asas-asas motivasi adalah sebagai berikut :
1) Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi
dan
memberikan
kesempatan
kepada
mereka
mengajukan
pendapat,
rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan;
2) Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang
ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi;
3) Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian, dan pengakuan
yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya;
4) Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan
kepercayaan diri pada bawahan. Dengan kemampuan dan kreativitasnya,
mereka mampu mengerjakan tugas-tugas dengan baik;
5) Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang memberikan harus
berdasarkan atas asas keadilan dan kelayakan terhadap semua karyawan seperti
pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan
layak kalau masalahnya sama;
6) Asas perhatian timbal-balik, artinya jika bawahan berhasil mencapai tujuan
dengan baik, pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi.
Tegasnya, kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
2.1.5 Indikator Motivasi
Indikator motivasi menurut Sunyoto (2011) antara lain sebagai berikut :
18
1) Gaji yang menentukan dalam penyelesaian pekerjaan. Gaji yang diterima
selama ini akan mempengaruhi rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan;
2) Jaminan sosial yang diberikan oleh perusahaan seperti jaminan kesehatan,
tunjangan hari raya, dan lain lain;
3) Jenis pekerjaan yang memotivasi untuk menunjukkan diri sebagai karyawan
berprestasi. Kesukaan terhadap pekerjaan akan menyebabkan keseriusan dalam
bekerja;
4) Perusahaan selalu memberikan promosi jabatan kepada karyawan berprestasi;
5) Perusahaan selama ini menganggap karyawan sebagai mitra kerja;
6) Perusahaan selalu meminta masukan dari karyawan untuk mengambil
keputusan;
7) Kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaan akan dibantu oleh banyak rekan kerja
dalam hal penyelesaian masalahnya;
8) Lingkungan kerja sangat mendukung karyawan dalam bekerja.
2.2
Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah
perasaan taat dan
patuh
terhadap nilai-nilai
yang
dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung
jawabnya. Disiplin merupakan keadaan yang menyebabkan atau memberikan
dorongan kepada karyawan untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai
dengan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Disiplin kerja
adalah sebuah konsep dalam organisasi atau manajemen untuk menuntut
anggotanya berlaku teratur.
19
Dessler (2010) mendefinisikan kedisiplinan sebagai kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu
perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku Rivai (2004). Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut, disiplin kerja
dapat disimpulkan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai
dengan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, disertai sanksi atas
pelanggaran yang terjadi.
2.2.1 Macam-macam Disiplin Kerja
Menurut pendapat dari Mangkunegara (2011), terdapat dua macam
disiplin kerja, yaitu sebagai berikut :
1.
Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai agar
mengikuti dan mematuhi pedoman kerja dan aturan-aturan yang telah digariskan
oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan pegawai untuk
berdisiplin diri. Melalui disiplin diri, karyawan diharapkan akan berusaha untuk
selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya serta
dapat mengatur dan menempatkan dirinya sendiri dalam organisasi.
20
2.
Disiplin Korektif
Disiplin korektif merupakan suatu upaya penggerakan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan
sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin ini, pegawai
yang melanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pegawai diharapkan harus benar-benar memahami peratran yang berlaku di
perusahaan dan kemudian mematuhinya sehingga akan tercapai disiplin kerja
yang optimal dari pegawai.
2.2.2 Indikator yang Mempengaruhi Kedisplinan
Menurut Soejono (2005), indikator yang mempengaruhi kedisiplinan
karyawan suatu organisasi di antaranya sebagai berikut :
1) Ketepatan Waktu
Para pegawai datang ke kantor tepat pada waktunya, tertib dan teratur, dengan
begitu akan manciptakan disiplin kerja yang baik di perusahaan.
2) Menggunakan Peralatan Kantor dengan Baik
Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan
seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor
terhindar dari kerusakan.
3) Tanggung Jawab yang Tinggi
Karyawan yang selalu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya sesuai
dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan
memiliki disiplin kerja yang baik.
21
4) Ketaatan terhadap Aturan Kantor
Pegawai menggunakan seragam kantor, menggunakan kartu identitas,
membuat izin apabila tidak masuk kantor merupakan cerminan dari disiplin
yang tinggi.
2.2.3 Tujuan Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan dalam Fandy (2008), tujuan disiplin kerja antara lain
sebagai berikut :
1)
Karyawan
dapat
menepati
segala
peraturan
dan
kebijaksanaan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijaksanaan perusahaan yang
berlaku serta melaksanakan perintah atasan atau manajemen;
2)
Karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta
memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang
berkepentingan dalam perusahaan;
3)
Karyawan dapat menggunakan dan memelihara baik sarana dan prasarana
maupun barang dan jasa milik perusahaan;
4)
Karyawan mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan
harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2.3
Pengertian Kinerja
Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak
dapat dipisahkan dalam suatu lembaga atau organisasi, baik itu lembaga
pemerintahan maupun swasta. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
22
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang sepatutnya
memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan
keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa
pemahaman
yang
jelas
tentang
hal
yang
akan
dikerjakan
dan cara
mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya
dalam instansi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
upaya instansi untuk mencapai tujuan.
Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang
digunakan untuk menilai dan mengetahui seorang karyawan dalam pelaksanaan
pekerjaannya secara keseluruhan. Juga dikatakan bahwa kinerja merupakan
perpaduan dari hasil kerja (hal yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi
(cara seseorang mencapainya).
Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa kinerja sumber daya manusia
merupakan istilah dari kata job performance atau actual performance (prestasi
kerja), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Dari kedua pendapat tersebut, kinerja dapat diartikan
merupakan hasil akhir dari suatu proses pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mahsun (2006), terdapat beberapa elemen pokok yang
mempengaruhi kinerja karyawan antara lain sebagai berikut :
1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi;
23
2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja;
3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi;
4) Evaluasi kinerja (feed back) penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Keith
Davis,
sebagaimana dialihbahasakan
oleh
Mangkunegara
(2007)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut :
1) Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi IQ (intelligence quotient) dan kemampuan realitas (knowledge+skill)
yang berarti bahwa pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (110—120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, ia akan lebih mudah mencapai kinerja
yang diharapkan.
2) Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan pegawai untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa faktor kemampuan dan motivasi
sangat mempengaruhi kinerja karyawan.
24
2.3.2 Indikator Kinerja
Kinerja karyawan atau organisasi harus dapat diukur untuk menentukan
tingkat pencapaiannya. Menurut Prawirosentono (2008), kinerja dapat dinilai atau
diukur dengan menggunakan beberapa indikator sebagai berikut :
1) Efektivitas, yaitu bila tujuan kelompok dapat dicapai dengan kebutuhan yang
direncanakan;
2) Tanggung jawab, adalah bagian yang tak terpisahkan atau sebagai akibat
kepemilikan wewenang;
3) Disiplin, yaitu taat pada hukum dan aturan yang berlaku. Disiplin karyawan
adalah ketaatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian
kerja dengan perusahaan tempat dia bekerja;
4) Inisiatif yang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk suatu ide
yang berkaitan tujuan perusahaan. Sifat inisiatif sebaiknya mendapat perhatian
atau tanggapan perusahaan dan atasan yang baik. Dengan perkataan lain,
inisiatif karyawan merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan
mempengaruhi kinerja karyawan.
2.3.3 Langkah-langkah Peningkatan Kinerja
Menurut Mangkunegara (2012) terdapat beberapa langkah yang bisa
dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja. Langkah-langkah tersebut sebagai
berikut :
25
1) Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja dengan cara mengevaluasi
masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terkait fungsi-fungsi
bisnis, karyawan secara langsung, atau memerhatikan masalah yang ada;
2) Mengetahui kekurangan dan tingkat keseriusan dengan cara menidetifikasi
masalah setepat mungkin dan menentukan tingkat keseriusan masalah;
3) Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik
yang berhubungan dengan sistem maupun pegawai itu sendiri;
4) Mengembangkan rencana tindakan sebagai penanggulangan atas kekurangan
yang terjadi;
5) Melakukan tindakan penanggulangan tindakan yang telah direncanakan
sebelumnya;
6) Melakukan evaluasi atas teratasinya masalah;
7) Memulai dari awal jika dibutuhkan.
2.3.4 Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah untuk mengetahui
manfaat yang dapat mereka harapkan (Rivai & Basri, 2004). Penilaian kinerja
memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun pihakpihak yang berkepentingan dalam penilaian kinerja adalah:
1)
Karyawan
Penilaian kinerja sangat penting untuk setiap karyawan karena dapat di gunakan
sebagai alat evaluasi karyawan. Berikut ini adalah manfaat pelaksanaan penilaian
kinerja bagi karyawan antara lain :
26
a) Meningkatkan motivasi;
b) Meningkatkan kepuasan hidup;
c) Kejelasan standar hasil yang diterapkan ;
d) Sebagai umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif;
e) Memberikan pengetahuan tentang kekuatan yang harus diperbaiki dan
kelemahan yang harus diperbaiki;
f) Memberikan kesempatan untuk berkomunikasi baik dengan pimpinan ataupun
dengan sesama karyawan;
g) Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi;
h) Kesempatan
untuk
mendiskusikan
permasalahan
pekerjaan
dan
cara
penyelesaiannya;
i) Suatu pemahaman jelas dari yang diharapkan dan diperlukan untuk
dilaksanakan untuk mencapai harapan;
j) Pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan;
k) Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun dorongan
atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan;
l) Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan.
2)
Supervisor/Manajer/Penyelia
Penilaian kinerja karyawan sangat berperan penting bagi para supervisor, manajer
ataupun penyelia, karena dapat dijadikan alat ukur untuk pencapaian karyawan.
Berikut ini adalah manfaat pelaksanaan penilaian kinerja antara lain :
27
a)
Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja
karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya;
b) Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang
pekerjaan individu dan departemen yang lengkap;
c)
Peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan
manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya;
d) Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi;
e)
Peningkatan kepuasan kerja;
f)
Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan tentang rasa takut, gugup,
harapan, dan inspirasi mereka;
g) Peningkatan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer
maupun dari para karyawan;
h) Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan
memberikan pandangan yang lebih terhadap cara mereka dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan;
i)
Peningkatan rasa harga diri yang kuat di antara manajer dan juga para
karyawan karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan dengan ide
para manajer;
j)
Media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan sasaran
kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan;
k) Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan yang
sebenarnya diinginkan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para
28
karayawan dapat mengukur dan menempatkan dirinya serta berjaya sesuai
dengan harapan dari manajer;
l)
Media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau hubungan
antarpribadi karyawan dengan manajer;
m) Sarana meningkatkan motivasi karyawan dengan lebih memusatkan perhatian
kepada mereka secara pribadi;
n) Kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali yang telah
dilakukan bawahan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau
menyusun prioritas kembali;
o) Pengidentifikasian kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas karyawan.
3)
Perusahaan
Penilaian kinerja sangat berperan penting dalam suatu perusahaan guna mencapai
tujuan perusahaan. Berikut ini manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan antara
lain :
a) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai
budaya perusahaan;
b) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas;
c) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan
keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan
mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan;
d) Peningkatan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh
masing-masing karyawan;
29
e) Peningkatan kualitas komunikasi;
f) Peningkatan motivasi karyawan secara keseluruhan;
g) Peningkatan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan;
h) Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan
oleh setiap karyawan;
i) Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan;
j) Pengenalan lebih jelas terhadap pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan;
k) Kemampuan menemukan kembali setiap permasalahan;
l) Sarana penyampaian pesan bahwa karyawan dihargai oleh perusahaan;
m) Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam
membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik
dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap
karyawan akan mendukung pelaksanaan penilaian kinerja, mau berpartisipasi
secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi
lebih baik;
n) Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan
perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah
terlihat, diidentifikasikan, dan dikembangkan lebih lanjut dan memungkinkan
peningkatan tanggung jawab secara kuat;
o) Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh
perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu
sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
30
2.4
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan
uraian teoritis di atas, peneliti merumuskan kerangka pemikiran dalam penelitian
ini sebagai berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran dalam Penelitian
Download