BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi merupakan dorongan yang berada dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan guna mencapai suatu tujuan. Dengan adanya motivasi, diharapkan, seseorang dapat bekerja lebih semangat dan efektif. Motivasi merupakan cara untuk mengarahkan daya dan potensi karyawan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi akan membuat, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia agar mau bekerja lebih giat dan semangat untuk mencapai hasil yang optimal. Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Motivasi merupakan suatu kondisi yang menggerakkan diri seseorang untuk mencapai tujuan perusahaan. Robbins (2006) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Sementara itu, Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. 7 8 2.1.1 Teori-teori Motivasi Motivasi merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Besarnya motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja, maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk pemahaman terhadap motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator berikut : 1) Durasi kegiatan; 2) Frekuensi kegiatan; 3) Persistensi pada kegiatan; 4) Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; 5) Pengorbanan untuk mencapai tujuan; 6) Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; 7) Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (output) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; 8. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan. 9 Untuk lebih memahami lagi tentang motivasi, berikut beberapa teori tentang motivasi. 1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila kebutuhannya tidak terpenuhi. pegawai akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi, pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya. Abraham A. Maslow dalam Sutrisno (2009) mengembangkan teori motivasi yang dikenal dengan “The Hierarchy of Needs”. Dalam teorinya mengemukakan bahwa kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam lima hierarki kebutuhan sebagai berikut : 1. Kebutuhan Fisiologis (physiological) Kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang paling dasar berupa makan, minum, perumahan, pakaian. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebutlah yang mendorong orang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan, karena dengan bekerja orang mendapatkan imbalan (uang, materi) yang akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. 2. Kebutuhan rasa aman (psychological) Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini akan terasa mendesak setelah kebutuhan pertama dipenuhi. Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keamanan ini dapat melalui: 10 a. Selalu memberikan informasi agar para karyawan dalam bekerja bersikap hati-hati dan waspada. b. Menyediakan tempat kerja aman dari keruntuhan, kebakaran dana sebagainya. c. Memberikan perlindungan asuransi jiwa, terutama bagi karyawan yang bekerja pada tempat rawan kecelakaan. d. Memberikan jaminan kepastian kerja dan adanya jaminan kepastian pembinaan karier. 3. Kebutuhan hubungan sosial (affiliation) Kebutuhan sosial sering disebut dengan social needs atau affiliation needs. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain atau hanya dapat terpenuhi bersama masyarakat. Karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup menyendiri atau seorang diri. Manusia selalu membutuhkan hidup dengan berkelompok karena manusia adalah mahluk social dan membutuhkan kebutuhan sosial, seperti : a. Kebutuhan untuk di sayangi, dicintai dan diterima oleh orang lain.lain. b. Kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain. c. Kebutuhan untuk diikutsertakan dalam pergaulan. d. Kebutuhan untuk berprestasi. 4. Kebutuhan pengakuan atau Penghargaan (esteem or status needs). Setiap orang membutuhkan adanya penghargaan diri dan penghargaan prestise diri dari lingkungannya. Semakin tinggi status dan kedudukan 11 seseorang dalam perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kebutuhan akan prestise diri yang bersangkutan. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (self actualization). Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan. Kebutuhan aktualisasi diri mempunyai cirri-ciri yang berbeda dengan ciri-ciri kebutuhan yang lain, yaitu : a. Tidak dapat dipenuhi dari luar, karena harus dipenuhi dengan usaha pribadi sendiri. b. Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri biasanya seiring dengan jenjang karier seseorang tidak semua orang mempunyai tingkat kebutuhan seperti ini. Kelima kebutuhan manusia menurut Maslow tersebut di atas, dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1 berikut ini : Aktualisasi Diri Pengakuan/Penghargaan Hubungan Sosial Kebutuhan Rasa Aman Kebutuhan Fisiologis Gambar 2.1 Teori Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Sutrisno (2009) 12 2. Teori X dan Y McGregor mengemukakan pandangan nyata mengenai manusia. Pandangan pertama pada dasarnya memandang manusia secara negatif disebut teori X, sedangkan pandangan yang kedua pada dasarnya memandang manusia secara positif disebut teori Y (Robbins, 2007). McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan mereka cenderung untuk membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. 3. Teori Konvensional Teori motivasi konvensional di dalam Sutrisno (2009), termasuk content theory karena Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keinginan untuk pemenuhan kebutuhan yang menyebabkan orang mau bekerja keras. Dengan teori ini, seseorang akan berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan didapat oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, seorang pemimpin haruslah berusaha memberikan imbalan berbentuk materi agar bawahannya bersedia diperintah melakukan pekerjaan yang telah ditentukan. Jika besar imbalan ini bertambah, intensitas pekerjaan akan dapat ditingkatkan. Dalam teori ini, pemberian imbalanlah yang memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan. 13 4. Teori Kepuasan (Content Theory) Menurut Hasibuan (2007), teori-teori motivasi adalah teori kepuasan berdasarkan pendekatan atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan pelakunya. 2.1.2 Unsur-unsur Penggerak Motivasi Motivasi kerja seseorang akan ditentukan oleh motivator. Motivator merupakan penggerak motivasi kerja sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu yang bersangkutan. Menurut Sastrohadiwiryo (2003), terdapat unsurunsur penggerak motivasi, antara lain sebagai berikut : 1) Kinerja (Achievement) Seseorang yang memiliki keinginan berkinerja sebagai suatu “kebutuhan” atau needs dapat terdorong untuk mencapai sasaran. Mc Clelland menjelaskan bahwa tingkat needs of achievement yang telah menjadi naluri kedua, merupakan kunci keberhasilan seseorang. 2) Penghargaan (Recognition) Penghargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai seseorang merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan memberikan kepuasan batin yang telah tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam 14 dapat menjadi motivator yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau uang. 3) Tantangan (Challenge) Tantangan yang dihadapi merupakan motivator kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. 4) Tanggung jawab (Responsibility) Adanya rasa memiliki akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab dalam berbagai hal. Dengan begitu, seseorang akan ikut terbebani setiap ada permasalahan dan bertanggung jawab untuk mencari solusi. 5) Pengembangan (Development) Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari penguasaan kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan motivator kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah, apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas tenaga kerja. 6) Keterlibatan (Involvement) Rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya, dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja, yang dipadukan masukan untuk manajemen perusahaan merupakan motivator yang cukup kuat untuk tenaga kerja. Melalui kotak saran, tenaga kerja merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan atau langkah-langkah kebijakan yang akan diambil 15 manajemen. Rasa terlibat akan menambah rasa ikut bertanggung jawab dan rasa dihargai yang merupakan “tantangan” yang harus dijawab melalui peran serta berkinerja untuk pengembangan usaha dan pengembangan pribadi. Adanya rasa keterlibatan (involvement) bukan saja menciptakan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab, tetapi juga menimbulkan motivasi diri untuk bekerja lebih baik menghasilkan produk yang lebih bermutu. 7) Kesempatan (Opportunity) Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen atas merupakan motivator yang cukup kuat bagi tenaga kerja. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib tidak akan merupakan motivator untuk berkinerja atau bekerja produktif. Ketujuh unsur penggerak motivasi tersebut sangat mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Unsur-unsur itu dapat memberikan energi yang dapat menggerakkan dan meningkatkan kegairahan seorang karyawan untuk lebih giat lagi dalam bekerja menurut aturan yang ditetapkan dengan saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti dan menghargai. 2.1.3 Prinsip-prinsip dalam Motivasi Dalam hal motivasi, para karyawan memerlukan prinsip-prinsip yang adil, jujur, dan terbuka. Menurut Mangkunegara (2000), terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan, antara lain sebagai berikut : 16 1) Prinsip partisipasi Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2) Prinsip komunikasi Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas dengan informasi yang jelas sehingga pegawai akan mudah dimotivasi kerjanya. 3) Prinsip pengakuan andil bawahan Pemimpin yang mengakui andil bawahan (pegawai) sekaligus mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan mudah dimotivasi kerjanya. 4) Prinsip pendelegasian wewenang Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. 5) Prinsip pemberian perhatian Perhatian pemimpin terhadap keinginan bawahan akan membuat pegawai termotivasi untuk bekerja seperti yang diharapkan oleh pemimpin. Semua prinsip dalam motivasi karyawan sangat penting artinya untuk memberikan dorongan dan kepercayaan kepada karyawan. Dengan adanya prinsip tersebut, karyawan diharapkan akan mengalami peningkatan kinerja. 17 2.1.4 Asas-Asas Motivasi Menurut Hasibuan (2005), asas-asas motivasi adalah sebagai berikut : 1) Asas mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan; 2) Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya, dan kendala-kendala yang dihadapi; 3) Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian, dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya; 4) Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan. Dengan kemampuan dan kreativitasnya, mereka mampu mengerjakan tugas-tugas dengan baik; 5) Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang memberikan harus berdasarkan atas asas keadilan dan kelayakan terhadap semua karyawan seperti pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan layak kalau masalahnya sama; 6) Asas perhatian timbal-balik, artinya jika bawahan berhasil mencapai tujuan dengan baik, pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya, kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. 2.1.5 Indikator Motivasi Indikator motivasi menurut Sunyoto (2011) antara lain sebagai berikut : 18 1) Gaji yang menentukan dalam penyelesaian pekerjaan. Gaji yang diterima selama ini akan mempengaruhi rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan; 2) Jaminan sosial yang diberikan oleh perusahaan seperti jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain lain; 3) Jenis pekerjaan yang memotivasi untuk menunjukkan diri sebagai karyawan berprestasi. Kesukaan terhadap pekerjaan akan menyebabkan keseriusan dalam bekerja; 4) Perusahaan selalu memberikan promosi jabatan kepada karyawan berprestasi; 5) Perusahaan selama ini menganggap karyawan sebagai mitra kerja; 6) Perusahaan selalu meminta masukan dari karyawan untuk mengambil keputusan; 7) Kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaan akan dibantu oleh banyak rekan kerja dalam hal penyelesaian masalahnya; 8) Lingkungan kerja sangat mendukung karyawan dalam bekerja. 2.2 Pengertian Disiplin Kerja Disiplin adalah perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Disiplin merupakan keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan kepada karyawan untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Disiplin kerja adalah sebuah konsep dalam organisasi atau manajemen untuk menuntut anggotanya berlaku teratur. 19 Dessler (2010) mendefinisikan kedisiplinan sebagai kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku Rivai (2004). Hasibuan (2004) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut, disiplin kerja dapat disimpulkan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, disertai sanksi atas pelanggaran yang terjadi. 2.2.1 Macam-macam Disiplin Kerja Menurut pendapat dari Mangkunegara (2011), terdapat dua macam disiplin kerja, yaitu sebagai berikut : 1. Disiplin Preventif Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai agar mengikuti dan mematuhi pedoman kerja dan aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan pegawai untuk berdisiplin diri. Melalui disiplin diri, karyawan diharapkan akan berusaha untuk selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya serta dapat mengatur dan menempatkan dirinya sendiri dalam organisasi. 20 2. Disiplin Korektif Disiplin korektif merupakan suatu upaya penggerakan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin ini, pegawai yang melanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pegawai diharapkan harus benar-benar memahami peratran yang berlaku di perusahaan dan kemudian mematuhinya sehingga akan tercapai disiplin kerja yang optimal dari pegawai. 2.2.2 Indikator yang Mempengaruhi Kedisplinan Menurut Soejono (2005), indikator yang mempengaruhi kedisiplinan karyawan suatu organisasi di antaranya sebagai berikut : 1) Ketepatan Waktu Para pegawai datang ke kantor tepat pada waktunya, tertib dan teratur, dengan begitu akan manciptakan disiplin kerja yang baik di perusahaan. 2) Menggunakan Peralatan Kantor dengan Baik Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor terhindar dari kerusakan. 3) Tanggung Jawab yang Tinggi Karyawan yang selalu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik. 21 4) Ketaatan terhadap Aturan Kantor Pegawai menggunakan seragam kantor, menggunakan kartu identitas, membuat izin apabila tidak masuk kantor merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi. 2.2.3 Tujuan Disiplin Kerja Menurut Hasibuan dalam Fandy (2008), tujuan disiplin kerja antara lain sebagai berikut : 1) Karyawan dapat menepati segala peraturan dan kebijaksanaan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijaksanaan perusahaan yang berlaku serta melaksanakan perintah atasan atau manajemen; 2) Karyawan dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dalam perusahaan; 3) Karyawan dapat menggunakan dan memelihara baik sarana dan prasarana maupun barang dan jasa milik perusahaan; 4) Karyawan mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2.3 Pengertian Kinerja Kinerja dalam sebuah organisasi merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga atau organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun swasta. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan 22 kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang hal yang akan dikerjakan dan cara mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam instansi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya instansi untuk mencapai tujuan. Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui seorang karyawan dalam pelaksanaan pekerjaannya secara keseluruhan. Juga dikatakan bahwa kinerja merupakan perpaduan dari hasil kerja (hal yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (cara seseorang mencapainya). Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa kinerja sumber daya manusia merupakan istilah dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dari kedua pendapat tersebut, kinerja dapat diartikan merupakan hasil akhir dari suatu proses pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Mahsun (2006), terdapat beberapa elemen pokok yang mempengaruhi kinerja karyawan antara lain sebagai berikut : 1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi; 23 2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja; 3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi; 4) Evaluasi kinerja (feed back) penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Keith Davis, sebagaimana dialihbahasakan oleh Mangkunegara (2007) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut : 1) Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi IQ (intelligence quotient) dan kemampuan realitas (knowledge+skill) yang berarti bahwa pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (110—120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. 2) Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa faktor kemampuan dan motivasi sangat mempengaruhi kinerja karyawan. 24 2.3.2 Indikator Kinerja Kinerja karyawan atau organisasi harus dapat diukur untuk menentukan tingkat pencapaiannya. Menurut Prawirosentono (2008), kinerja dapat dinilai atau diukur dengan menggunakan beberapa indikator sebagai berikut : 1) Efektivitas, yaitu bila tujuan kelompok dapat dicapai dengan kebutuhan yang direncanakan; 2) Tanggung jawab, adalah bagian yang tak terpisahkan atau sebagai akibat kepemilikan wewenang; 3) Disiplin, yaitu taat pada hukum dan aturan yang berlaku. Disiplin karyawan adalah ketaatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan tempat dia bekerja; 4) Inisiatif yang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk suatu ide yang berkaitan tujuan perusahaan. Sifat inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan perusahaan dan atasan yang baik. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja karyawan. 2.3.3 Langkah-langkah Peningkatan Kinerja Menurut Mangkunegara (2012) terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut : 25 1) Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja dengan cara mengevaluasi masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terkait fungsi-fungsi bisnis, karyawan secara langsung, atau memerhatikan masalah yang ada; 2) Mengetahui kekurangan dan tingkat keseriusan dengan cara menidetifikasi masalah setepat mungkin dan menentukan tingkat keseriusan masalah; 3) Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang berhubungan dengan sistem maupun pegawai itu sendiri; 4) Mengembangkan rencana tindakan sebagai penanggulangan atas kekurangan yang terjadi; 5) Melakukan tindakan penanggulangan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya; 6) Melakukan evaluasi atas teratasinya masalah; 7) Memulai dari awal jika dibutuhkan. 2.3.4 Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah untuk mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan (Rivai & Basri, 2004). Penilaian kinerja memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Adapun pihakpihak yang berkepentingan dalam penilaian kinerja adalah: 1) Karyawan Penilaian kinerja sangat penting untuk setiap karyawan karena dapat di gunakan sebagai alat evaluasi karyawan. Berikut ini adalah manfaat pelaksanaan penilaian kinerja bagi karyawan antara lain : 26 a) Meningkatkan motivasi; b) Meningkatkan kepuasan hidup; c) Kejelasan standar hasil yang diterapkan ; d) Sebagai umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif; e) Memberikan pengetahuan tentang kekuatan yang harus diperbaiki dan kelemahan yang harus diperbaiki; f) Memberikan kesempatan untuk berkomunikasi baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama karyawan; g) Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi; h) Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan cara penyelesaiannya; i) Suatu pemahaman jelas dari yang diharapkan dan diperlukan untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan; j) Pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan; k) Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan; l) Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan. 2) Supervisor/Manajer/Penyelia Penilaian kinerja karyawan sangat berperan penting bagi para supervisor, manajer ataupun penyelia, karena dapat dijadikan alat ukur untuk pencapaian karyawan. Berikut ini adalah manfaat pelaksanaan penilaian kinerja antara lain : 27 a) Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya; b) Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap; c) Peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya; d) Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi; e) Peningkatan kepuasan kerja; f) Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan tentang rasa takut, gugup, harapan, dan inspirasi mereka; g) Peningkatan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer maupun dari para karyawan; h) Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan memberikan pandangan yang lebih terhadap cara mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan; i) Peningkatan rasa harga diri yang kuat di antara manajer dan juga para karyawan karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan dengan ide para manajer; j) Media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan; k) Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan yang sebenarnya diinginkan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para 28 karayawan dapat mengukur dan menempatkan dirinya serta berjaya sesuai dengan harapan dari manajer; l) Media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau hubungan antarpribadi karyawan dengan manajer; m) Sarana meningkatkan motivasi karyawan dengan lebih memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi; n) Kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali yang telah dilakukan bawahan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas kembali; o) Pengidentifikasian kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas karyawan. 3) Perusahaan Penilaian kinerja sangat berperan penting dalam suatu perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan. Berikut ini manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan antara lain : a) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan; b) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas; c) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan; d) Peningkatan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing-masing karyawan; 29 e) Peningkatan kualitas komunikasi; f) Peningkatan motivasi karyawan secara keseluruhan; g) Peningkatan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan; h) Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap karyawan; i) Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan; j) Pengenalan lebih jelas terhadap pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan; k) Kemampuan menemukan kembali setiap permasalahan; l) Sarana penyampaian pesan bahwa karyawan dihargai oleh perusahaan; m) Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap karyawan akan mendukung pelaksanaan penilaian kinerja, mau berpartisipasi secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi lebih baik; n) Karyawan yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah terlihat, diidentifikasikan, dan dikembangkan lebih lanjut dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat; o) Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan. 30 2.4 Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan uraian teoritis di atas, peneliti merumuskan kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut : Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran dalam Penelitian