25 BAB II LANDASAN TEORI A. Budaya Kerja Keberhasilan suatu pekerjaan, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya yang merupakan kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Suatu kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka dinamakan budaya kerja. 1. Pengertian Budaya Kerja Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa sansekerta „budhayah‟ yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain ”budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut”.1 Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Koentraningrat, yaitu; ”kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakukan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.2 1 Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Cetakan Kesembilan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 20 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 2004), h.2 26 Budaya kerja, merupakan kelompok pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik. Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa:Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan dengan kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.3 Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan. Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.4 3 Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2003), h. 65 4 Triguno. Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia,(Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h.13 27 Secara konseptual, budaya kerja secara tekstual tersebut dapat digambarkan, yaitu: a. Integritas dan profesionalisme, yaitu konsisten dalam kata dan perbuatan serta ahli dalam bidangnya. Orang yang memiliki integritas kepribadian, maka dia akan melakukan sesuatu yang sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Kepribadian ini muncul dari keyakinan bahwa bekerja tidak semata untuk meraih prestasi keduniawaian tetapi juga memiliki makna keukhrawian atau ibadah. Bekerja yang didasari oleh semangat ibadah akan menyebabkan orang bekerja tanpa pamrih untuk kepentingan individu tetapi untuk kepentingan kebersamaan. Selain itu juga memiliki kemampuan yang seimbang. Dia akan bekerja dengan pengetahuan, sikap dan keahliannya. b. Kepemimpinan dan keteladanan, yaitu mampu mendayagunakan kemampuan potensi bawahan secara optimal. Jika ketepatan diberi kekuatan untuk menjadi pemimpin maka tidak akan memanfaatkannya untuk bekerja secara otoriter tetapi secara partisipatif. Seseorang akan secara maksimal mendayagunakan bawahannya sebagai partner untuk mencapai visi dan misi institusi. Selain itu juga berlaku sebagai teladan. Menjadi teladan dalam kerja keras, tanggungjawab, dan kedisiplinan dan sebagainya. Sebagaimana para Nabi yang dicontohkan di dalam teks suci bahwa ”pada diri Nabi adalah contoh dan tauladan yang baik”. Para pemimpin sesungguhnya adalah pewaris para teladan sejati dalam kehidupan ini. 28 c. Kebersamaan dan dinamika kelompok, yaitu mendorong agar cara kerjanya tidak bersifast individual dan pusat kekuasaan tidak pada satu tangan. Sesuatu yang sangat sulit di dalam relasi kerja adalah membangun kerja sama dalam kerja kelompok. Meskipun manusia itu tahu bahwa tidak mungkin urusan diselesaikan secara individual, namun demikian ketika harus bekerja sama terkadang mengalami kesulitan. Bayangkan saja tidak ada manusia yang bisa memenuhi kebutuhannya secara sendiri kecuali dalam relasinya dengan manusia lainnya. Ada ungkapan yang bagus yaitu TEAM, Together Everyone Achieve More. Justru melalui kebersamaan seseorang akan mendapatkan lebih banyak. d. Ketepatan dan kecepatan, yaitu adanya kepastian waktu, kuantitas, kualitas dan finasial yang dibutuhkan. Prinsip yang harus dijadikan sebagai pedoman adalah semakin cepat semakin baik. Prinsip pelayanan yang harus dikembangkan dalam suatu institusi adalah pelayanan prima yang berbasis kecepatan dan ketepatan. Bukan prinsip gremet-gremet angger slamet atau lambat-lambat tetapi selamat, tetapi cepet-cepet angger selamet. Makanya yang diperlukan adalah kecepatan dan ketepatan. Kerja yang cepat dan tepat merupakan kerja yang menggunakan keturukuran yang jelas. Jika pekerjaan bisa diselesaikan sehari maka akan diselesaikannya tepat waktu. Jika pekerjaan itu menghabiskan anggaran tertentu, maka akan dilaksanakan sesuai dengan ukuran anggaran yang tepat. Jika bisa seperti itu maka tidak akan terjadi kasus mark up dan sebagainya, juga bukan kerja yang menjadikan sesuatu yang mudah menjadi sulit dan sebagainya. 29 e. Rasionalitas dan kecerdasan emosi, yaitu keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional. Ternyata di dalam kehidupan ini yang dibutuhkan bukan sekedar orang yang cerdas secara intelektual saja. Kenyataannya banyak orang yang cerdas intelektual tetapi justru tidak berhasil dalam kehidupannya. Kehidupan ini bukan hanya membutuhkan logika akan tetapi juga kecerdasan emosi yang didasari oleh pemahaman tentang perasaan dan kemanusiaan.5 Melalui kecerdasan logika manusia akan menyatakan ya atau tidak. Akan tetapi untuk menyatakan ya atau tidak tentu dibutuhkan pertimbangan kemanusiaan. Melalui keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional maka akan memunculkan keteguhan dan ketegasan. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kecerdasan spiritual yang berbasis pada keyakinan dan moralitas kebaikan. Dengan menggabungkan ketiganya dalam kerja maka seseorang akan bisa meraih kebahagiaan yang memadai. Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, yaitu; ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.6 Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat 5 Habibiarifin, budaya-organisasi-dan-budaya-kerja, dalam http://habibiarifin.blogspot.com, diakses tanggal 21 Juli 2012 6 Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), h. 80 30 perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.7 Budaya kerja menurut Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya KerjaAparatur Neg ara adalah : “Sikap dan perilaku individu dari kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadisifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari”.8 Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi. Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing. 7 Osborn dan Plastrik, Manajemen Sumber Daya Mausia,(Yogyakarta : BPFE, 2002), h.252 8 Menpan, Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman PengembanganBudaya Kerja Aparatur Negara, (Jakarta.: Kantor Menpan, 2002), h. 3 31 Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahanpembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi. Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi.9 Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya. Adapun cakupan dari nilai budaya kerja tersebut, antara lain: 1) Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dengan peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya. 2) Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan. 9 Siti Amnuhai. Manajemen Sumber daya Manusia,(Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h.76 32 3) Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan dengan individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja. 4) Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan. 10 Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan, penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari prasangka negatif karena segala sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar). Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal maupun informal diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling menghargai. Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan manajemen, mendukung dan mengamankan setiap keputusan manajemen, serta saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam rangka membentuk budaya kerja. Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumberdaya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau memhubungani sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya 10 Moekijat, Asas-Asas Perilaku Organisasi, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2006), h. 53 33 suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif atau produktif dan efisien. Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin. Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu, sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan organisasi. Selain itu, jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan efisien. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi menurun, terus ingin belajar, ingin memberikan terbaik bagi organisasi, dan lain-lain. 34 Berdasarkan pandangan mengenai manfaat budaya kerja, dapat ditarik suatu deskripsi sebenarnya bahwa manfaat budaya kerja adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja sehingga sesuai yang diharapkan. 2. Unsur– Unsur Budaya Kerja Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alatalat dan teknik-teknik pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu: a. Sikap dengan pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. 35 b. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.11 Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik.Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan memhubungani kerja mereka. Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain: a. Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi, dan teknologi. b. Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features, conformance, durability, serviceability, aesthetics, perseived quality, value, responveness, humanity, security, dan competency. c. Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan, orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terusmenerus.12 11 Taliziduhu Ndraha, Op.Cit, h. 81 Triguna, Op.Cit, h. 57 12 36 Adapun indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat dikategorikan tiga Yaitu : 1) Kebiasaan Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan. 2) Peraturan Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan.Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi dengan peraturan yang berlaku baik dalam organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan. 37 3) Nilai-nilai Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu.Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja.Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan.Maka penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi dengan kinerja pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.13 Jadi indikator budaya kerja yang baik adalah adanya kedisiplinan dari pelaku organisasi baik atasan maupun bawahan, adanya ketaatan dalam menjalankan peraturan yang berlaku dan memiliki nilai-nilai yang baik dalam melaksanakan budaya kerja tersebut. 3. Manfaat Budaya Kerja Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik : 1. Meningkatkan jiwa gotong royong 2. Meningkatkan kebersamaan 3. Saling terbuka satu sama lain 13 Taliziduhu Ndraha, Op.Cit, h. 25 38 4. Meningkatkan jiwa kekeluargaan 5. Meningkatkan rasa kekeluargaan 6. Membangun komunikasi yang lebih baik 7. Meningkatkan produktivitas kerja 8. Tanggap dengan perkembangan dunia luar.14 Jadi manfaat dari budaya kerja yang baik akan membawa perubahan yang baik dalam mencapai hasil yang diinginkan oleh pimpinan, seperti kegotong royongan, kebersamaan, keterbukaan, kekeluargaan dan juga produktivitas kerja dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepada masing-masing anggota organisasi. 4. Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Hubungan budaya organisasi dengan kinerja sudah banyak dilakukan di masa lalu, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik pada organisasi bisnis maupun pada organisasi publik. Peneliti Kotter dan Heskett yang berjudul Corporate Culture and Performance menyimpulkan bahwa (1) Budaya organisasi mempunyai hubungan yang sangat dominan dengan sukses tidaknya organisasi membangun kinerja anggota organisasinya (2) Budaya organisasi mempunyai dampak positif dengan kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat diciptakan dan dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.15 Studi di Indonesia yang dilakukan oleh NurFarhati menyimpulkan bahwa: (1) Budaya kerja organisasi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja 14 Gering, Supriyadi dan Triguno.Budaya Kerja Organisasi Pemerintah, (Jakarta : LAN, 2001), h. 54 15 Habibiarifin, budaya-organisasi-dan-budaya-kerja, dalam http://habibiarifin.blogspot.com, diakses tanggal 21 Juli 2012 39 anggota organisasi. (2) Budaya kerja organisasi, yang terdiri dari inovasi dan kepedulian, perilaku pemimpin dan orientasi tim, berhubungan dengan kinerja anggota organisasi.16 Jadi budaya kerja suatu organisasi baik perusahaan maupun organisasi pemerintahan memiliki hubungan dengan peningkatan kinerja anggota organisasinya sehingga menjadi lebih baik. 5. Model Budaya Kerja Kajian-kajian yang dilakukan mengenai budaya kerja organisasi telah menampilkan beberapa model tertentu yaitu budaya autoritarian, budaya birokratik, budaya tugas, budaya individualistik, budaya tawar- menawar dan budaya kolektivity”.17 a. Budaya Kerja Autoritarian,budaya kerja jenis ini menumpukan kepada command and control. Kuasa dan autoriti dalam organisasi biasanya terpusat kepada pemimpinnya yang seringkali disanjung sebagai hero.Pekerja akan diharapkan untuk memperlihatkan kesetiaan yang tinggi kepada pemimpin. Arahan dan peraturan dihantar dari atas menuju ke dasar organisasi.18 Budaya bentuk ini seringkali diamalkan dengan berkesan dalam organisasi yang bersifat kecil seperti perniagaan keluarga, syarikat kecil dan firma sederhana.Bagaimanapun terdapat agensi swasta yang melaksanakan budaya kerja ini dimana keputusan ditentukan oleh pemegang saham utama, manakala pekerja tidak mempunyai suara kecuali 16 Ibid. www.downloadE-book.com, diakses Tanggal 21 Juli 2012 18 www.organisasi.org (Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia,), diakses Tanggal, 21 Juni 2012 17 40 sebahagian kecil individu dalam organisasi yang diberi kepercayaan oleh pemilik atau pemegang saham utama tadi.Asas kepercayaan boleh berdasarkan kepada unsurenepotisme, kronisme, pribadi atau mungkin juga kecakapan. Dengan demikian hubungan personal yang rapat dengan pihak atasan adalah faktor penting dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan pangkat.Oleh karena itu pekerja cenderung untuk bersikap yes man, dan play safedaripada memberi pandangan kritikal bagi menjaga kedudukan dan kepentingan masing-masing. b. Budaya Kerja Birokratik Budaya kerja birokratik ini berasaskan kepada konsep bahwa organisasi boleh diurus dengan cakap mengikuti kaedah pengurusan bersifat impersonal, rasional, autoriti dan formaliti. Impersonal bermaksud setiap pekerja tunduk kepada peraturan dan prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang sama. Peraturan dan prosedur tersebut adalah dilaksanakan secara formal untuk mengingatkan pekerja akan etika dan keperluan yang dikehendaki daripada mereka. c. Budaya Kerja Fungsional Organisasi-organisasi kerja yang berjaya di Barat sering menerapkan budaya kerja fungsional atau 'project-based' ini. Dalam konsep fungsional, kerja dalam organisasi dibagi dan ditugaskan kepada individu atau kelompok tertentu. Program yang paling penting akan diserahkan kepada pekerja atau kelompok pekerja yang paling baik kualitasnya. Apabila program tersebut selesai, maka tugas individu atau 41 kelompokakan selesai dan kelompok baru akan dibentuk untuk melaksanakan program yang lain.19 Oleh karena itu, struktur kelompok adalah fleksibel dan interaksi adalah berasaskan kemampuan dan saling hormat-menghormati. Keputusan akan diperoleh setelah musyawarah dan persetujuan para anggota organisasi yang lain. Oleh itu keberhasilan dinilai berasaskan kebolehan menyempurnakan program yang memuaskan pelanggan.Bekerja secara bersama untuk mensukseskan sesuatu pekerjaan ini membentuk solidariti pekerja dan mendorong penyesuaian antara personaliti yang berbeda karna mereka sama-sama bertanggungjawab kepada keberhasilan organisasi. d. Budaya Kerja Individualistik Dalam organisasi yang menerapkan budaya kerja ini, seorang individu tertentu menjadi tumpuan utama. Terdapat ketergantungan dalam melaksanakan suatu pekerjaan supaya lebih baik lagi hasil yang didapatkan. Jadi dalam organisasi ada yang selalu diandalkan dalam mencapai tujuan tertentu yang sifatnya individual sehingga organisasi dapat lebih maju lagi dan diterima oleh masyarakat luas. e. Budaya Kerja Tawar Menawar Dalam organisasi jenis ini, kesatuan pekerja dianggap sebagai bahagian utama dalam organisasi. Kebersamaan pekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja dan membantu pengurusan mencapai tujuan organisasi. Musyawarah dan tawar menawar 19 Ibid. 42 berlangsung berdasarkan aturan dan prosedur yang diakui oleh kedua-dua belahpihak.20 Meskipun perbedaan pendapat kadangkala terjadi antara satu dengan yang lainnya, tetapi biasanya dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat sehingga pekerjaan yang dibebankan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya oleh masing-masing individu maupun kelompok. f. Budaya Kerja Kolektif dalam budaya kerja ini yang paling dikedepankan adalah penyelesaian tugas pekerjaan secara kolektif dan bersama-sama sehingga pekerjaan yang berat akan terasa ringan dan yang ringan akan menjadi lebih ringan lagi. Adapun azas yang dipakai adalah azas musyawarah secara mufakat sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik.21 Tuntutan dengan budaya musyawarah tergambar secara jelas dalam ajaran agama Islam dalam pengertian umum maksud dari musyawarah, berbicara dan bertukar pendapat mengenai sesuatu perkara.la menjadi sebahagian daripada amalan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dan Khulafa Ar-Rasyidin bagi memperolehi kesepakatan dalam membuat keputusan mengenai urusan kehidupan. Allah SWT berfirman : 20 Ibid. Ibid. 21 43 Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.22 Dari ayat diatas jelas tergambar bahwa musyawarah adalah merupakan jalan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi oleh setiap orang maupun oleh kelompok orang dalam suatu organisasi sehingga dapat memecahkan permasalahan secara bersama-sama. B. Motivasi Kerja Guru 1. Definisi Motivasi Kerja Kata motivasi berasal dari kata Latin “Movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak untuk melakukan sesuatu.23maksudnya, bagaimana menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu, yang tadinya tidak mau melakukannya menjadi mau melakukannya, dan yang tadinya tidak baik dalam mengerjakanya menjadi lebih baik dalam mengerjakannya. Selanjutnya diserap dalam bahasa Inggris motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologi yng mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologi timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsic. Factor di dalam diri seseorang bias berupa kepribadian, sikap, 22 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Toha Putra, 1998) h. 267 Melayu S.P Hasibuan, Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas (Bandung:Bumi Aksara, 2007), h.92 23 44 pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan, sedang factor dari luar diri dapat ditimbulkan oleh berbagai factor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik faktor ekstrinsik maupun factor intrisik motivasi timbul karena adanya rangsangan.24 Motivasi mengambarkan proses memulai, mengarahkan, memelihara aktifitas secara fisik dan psikologis. Merupakan suatu konsep yang luas, yang mencangkup berbagai hal yang mendasari tindakan seseorang dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. “Motivation is a branch of psychology concerned with understanding the actvation, organization, and direction of behavior”25(Motivasi adalah bagian dari psikologi yang memfokuskan untuk memahmi aktivitas, struktur dan tujuan suatu tingkah laku).Penelitian mengenai mativasi mencoba mencari hubungan antara tingkah laku manusia, dengan hasrat, kepercayaan dan emosi. Stehen P. Robbins Menyatakan, motivasi adalah suatu proses yang mengahsilkan intensitas, arah dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan.26maksudnya, motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi. Unsur kunci dalam pengertian motivasi ini adalah intensitas, tujuan dn ketekunan. Seperti dikatakan oleh pakar manajemen Schermerhorn, Jr : 24 Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivsi, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984),h.50 Encloycpedia Americana Jilid ke-19 (USA : 1978), h.545 26 Stephen P. Robbins, Prilaku Organisasi (Jakarta, PT Indeks Kelompok Gramedia : 2003),h.208 25 45 “The term motivation is used in management theory to deseribe forces within the individual thal account for the level, direction, and persistence of effort expended at work,.Simply put,a highly motivated person work hard at a job; an unmotivated person does not”.27 (Istilah motivasi digunakan dalam teori manajemen untuk menggambarkan kekuatan dalam individu yang memperhitungkan tingkat, arah, dan ketekunan meningkatkan usaha dalam pekerjaan.Secara sederhananya, seseorang dengan motivasi yang tinggi bekerja dengan keras di dalam pekerjaan; orang yang tidak mempunyai motivasi). Selain itu jung mengatakan, a simple but accurate definition of motivation is not easy. It must be able include terms that refer to such diverse states as desires, wishes, plans, intens, impulses and purpose”.28(Secara sederhana tetapi akurat definisi motivasi tidaklah mudah.Motivasi harus mampu mencangkup istilah yang berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat.Lebih lanjut Jung menyatakan, “konsep motivasi mengaktifkan mencangkup individu ke energy tingkat yang yang terlibat dalam memungkinkan, “Konsepmotivasi itu dapat di arahkan”.29 Definisi di atas menunjukan bahwa motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang akan di sertai dengan perubahan prilaku. Oleh karena itu, salah satu carauntuk dapat mengarahkan prilaku seseorang 27 John R. Schermerhorn Jr.,Management and Organization Behavior Essentils (England : John Willey and Sons, 1996), h.145 28 Ibid 29 Ibid. h.5 46 adalah dengan melakukan tindakan yang dapat mendorong timbulnya motivasi. Selain motivasi itu dapat diarahkan, keahlian dan pemahaman akan prilaku yang timbul juga tidak lepas dari hubungan lingkungan individu tersebut. Mengenai motivasi, Buckberpendapat : “Treditionally, motivation has been defined as the control ofbehavior, that is, the process by whichbehavior is activated and the directed toward some definable goal”.30(Secara tradisional, motivasi telah didefinisikan sebagai pengendalian atas perilaku, yaitu prosesoleh tindakan yang dilakukan dan diarahkan dalam mencapai tujuan yang ada). Sedangkan Daft menyatakan, “Motivation the arousal, direction and peroistence of behavior” (Motivasi menggambarkan kemunculan, arah dan keadaan seseorang)31 Motivasi/dorongan yang muncul dalam diri seseorang terlihat dari keadaan atau perubahan prilaku yang di timbulkan. Dapat dikatakan, seorang pegawai yang termotivasi dalam menyelesaikan pekerjaannya dapat diketahui dari perubahan sikap yang di timbulkannya, seperti : Semakin rajin dalam bekerja, disiplin dan sebagainya. Untuk memotivasi pegawai agar bersedia mencapai kinerja yang tinggi dapat dimulai dengan memuaskan kebutuhan mereka, misalnya dengan keikutsertakan mereka dalam pencapaian tujuan organisasi dengan suasana lingkungan yang kreatif dan bebas. Dengan demikian 30 Ross Buck, Human Motivation and Emotion, (New Yor : John Willey and Sons, 1998), Secondedition, h.8 31 Ricard L. Daft, Management, (Orlando : The Dryden Press, 2000), Fifthedition, h.534 47 akan timbul motivasi untuk bekerja dan bersemangatdalam melaksanakan pekerjaanya dengan lebih baik sehingga tujuan bersama dapat tercapai. Motivasi kerja dimiliki setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada orang lain. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsinten pada tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit. Sedangkan Stoner dan Freeman menyatakan, bahwa motivasi kerja terdiri dari empat factor, yaitu : (1) motivasi pada umumnya dianggap sebagai suatu yang baik/positif, (2) motivasi adalah salah satu diantara sejumlah factor lain yang memhubungani kinerja seseorang, (3) motivasi tidak cukup jumlahnya dan perlu ditambah dan atau diperkuat secara berkala, dan (4) motivasi adalah salah satu alat untuk menata hubungan kerja dalam organisasi. Motivasi kerja merupakan yang datang dari dalam diri maupun dari luar diri seseorang untuk mau melakukan sesuatu kegiatan untuk bertingkah laku.Hal itu dapat dihubungani oleh lingkungan fisik, lingkungan kerja dan lingkungan social.Sesuai teori tersebut, Robbins mengemukakan, “Motivasi kerja adalah dorongan dan perilaku sekelompok manusia yang bekerjasama untuk mencapai tujuan.Prilaku 48 organisasi tersebut difokuskan kedalam perilaku organisasi dan seperangkat prestasi serta variable mengenai sikap pegawai, produktivitas kerja dan kepuasan pegawai”.32kinerja seorang pegawai sangat memhubungani oleh motivasi. Dengan adanya motivasi, mendorong individu untuk berupaya mencapai kebutuhannya. Dari pengertian di atas, maka motif itu bersifat internal dalam motivasi, karena dorongan atau daya gerak itu muncul dari dalam diri seseorang, tanpa adanya perangsang atau insentif.Motif yang bersifat internal merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan, yang dihubungani oleh beberapa hal, diantaranya pendidikan, pengalaman serta sifat-sifat pribadi yang dimiliki seseorang.Di dalam organisasi formal, adanya motif yang berasal dari dalam diri pegawai membawa konsekuensi bagi pimpinan untuk dapat mendorong pegawai tersebut untuk lebih meningkatkan kinerjanya, diantaranya melalui pemberian reward dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana yang sesuai dengan pegawai tersebut.Adanya rangsangan dari luar atau motivator tersebut diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja seorang pegawai. 2. Faktor-faktor Motivator Mengenai motivator, Koontz dan Donnel menjelaskan; motivasi adalah hal-hal yang merangsang seseorang untuk berprestasi.Kalau motivasi itu mencerminkan keinginan, maka motivator itu merupakan 32 Stepen P. Robbins, Organization Behavior, (New Jersey: Prentice Hall, 2003), h.8 49 imbalan atau insentif yang telah diidentifikasi, yang meningkatkan dorongan untuk memuaskan keinginan tersebut. Dengan demikian, motivator merupakan aspek yang bersifat eksternal dalam motivasi seseorang, karena factor pendorong itu ada di luar diri seseorang.Sebagai kondisi yang berada di luar diri seseorang, maka hal itu berkaitan dengan insentif dan kondisi yang bersifat eksternal, seperti jaminan kerja, status, peraturan organisasi, pengawasan, hubungan pribadi antar pegawai dan hubungan antara pimpinan dan bawahan. Untuk dapat menumbuhkan motivasi kerja yang positif di dalam diri pegawai, berdasarkan gagasan Herzberg, maka seorang pemimpin harus sungguh-sungguh memberikan perhatian pada faktor-faktor motivator sebagai berikut: a) Achieven ent (keberhasilan pelaksanaan) Agar seorang pemimpin dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil.Pimpinan juga member semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggap tidak dikuasainya. Apabila ia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilan tersebut. b) Recognition (pengakuan) Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan melakukan sesuatu pekerjaan. Pengakuan tersebut dapat dilakukannya melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan 50 keberhasilannya langsung di tempat kerjanya, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi. c) The Work it self (pekerjaan itu sendiri) Pimpinan membuat usaha-usaha yang nyata dan meyakinkan, sehingga bawahan akan mengerti pentingnya pekerjaan yang dilakukannya. Untuk itu harus dihindarkan kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta harus dihindarkan kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta penempatan pegawai sesuai dengan bidangnya. d) Respponsibilities (tanggung jawab) untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab dengan bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. e) Advancement (pengembangan) Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan.Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih bertanggung jawab.Apabila hal ini sudah dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikan pangkatnya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut. 51 Kelima factor eksternal dalam memotivasi pegawai tersebut hendaknya mendapat perhatian dalam birokrasi yang good governance.Kelima factor inilah yang melandasi kerangka pikir program motivasi dalam organisasi. Oelh karena itu, kelima faktor eksternal tersebut harus diadaptasi oleh birokrasi pemerintah supaya mampu menerapkan program-program secara konsisten seperti pemberian peluang yang merupakan muara bagi munculnya semangat berpartisipasi. Pengakuan status dapat meningkatkan kepercayaan diri. Pekerjaan yang variatif pada suatu kondisi tertentu akan menjadi perangsang kerja. Latihan disiplin dan pengendalian diri merupakan manifestasi, dan kepercayaan pemimpin kepada bawahan yang sangat strategis adalah memompa semangat. 3. Motivasi Kerja Menurut Islam Al-Qur‟an memotivasi setiap muslim bekerja, dalam banyak ayatnya seperti yang diterangkan dalam firman Allah SWT. dalam AlQur‟an : - - Artinya : “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu 52 diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah, 9 :105)33 - - Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-jumu‟ah, 62:10)34 Islam telah menetapkan kerja bagi seorang muslim sebagai hak sekaligus kewajiban. Islam memerintahkan bekerja dan menganjurkan agar pekerjaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah SAW berpesan agar seorang muslim berlaku adil dalam menetapkan gaji dan menepati pembayarannya. Pekerja yang menjalankan tugas dengan baik dihargai dengan gaji yang seimbang. Demikian pula, ia berpesan agar para pemimpin tidak merugikan para pekerja dalam bentuk apapun, termasuk tidak membebani pekerja diluar kemampuannya. 4. Teori Motivasi Kerja Motivasi dapat bermanfaat bagi kehidupan dan kelangsungan hidup lembaga dan diri seorang pegawai, hal tersebut dapat dikaitkan dengan dua factor, yaitu : (1) kesediaan motivasi bagi setiap pegawai untuk bekerja dan menimbulkan upaya dan (2) kemampuan untuk melaksanakan motivasi itu sendiri. 33 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Bandung : Toha Putra, 1998) h. 274 Ibid. h. 811 34 53 Lebih lajut Maslow dalam Handoko menyatakan, bahwa motivasi kerja didasarkan pada konsep hierarki kebutuhan dengan dua prinsip, yakni : (1) kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hierarki dan kebutuhan yang terendah sampai yang tertinggi, dan (2) kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari pelaku. Menurut maslow, manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan mengikuti suatu hierarki. Lebih lanjut dikatakan, dalam diri setiap orang ada hierarki dari lima kebutuhan, yaitu : (1) Kebutuhan akan fisiologis (physiological needs), yakni kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, seperti makan, minum, pakaian, istirahat, dan lain-lain, (2) kebutuhan rasa aman (safety and security needs), yakni aman dari ancaman bahaya secara phisik dan psikis, seperti melindungi dari bahaya penyakit dan secara psikis berusaha menghormati norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, (3) kebutuhan sosial (social needs), yakni rasa ingin berhubungan dengan lingkungan atau masyarakat sekitarnya, secara individu dengan individu dan individu dengan kelompok, artinya individu berusaha masuk dalam kelompok, (4) kebutuhan penghargaan (esteem needs), yakni keinginan untuk dihargai atau dihormati oleh orang lain, dan ingin mempertahankan presticenya, (5) kebutuhan akan 54 aktualisasi diri (self actualization needs), yakni. keinginan untuk membuktikan bahwa dirinya yang terbaik dan utuh.35 Mengenai teori Maslow di atas, Kinard berpendapat bahwa teori tersebut dapat diterapkan di dalam pekerjaan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : Kebutuhan Aktualisasi diri : 1. Gunakan berbagai metode dalam pekerjaan untuk membuat pekerjaan lebih menantang. 2. Menetapkan program jalur karir untuk para pegawai, memberikan kesempatan pada mereka untuk mencapai potensi mereka secara penuh. 3. Berikan dukungan pada para pegawai untuk menyelesaikan masalah melalui berbagai program. Kebutuhan akan penghargaan : 1. Gunakan simbol status memperlihatkan rangking dan status. 2. Kenali kinerja pegawai yang luar biasa secara formal. 3. Berikan penghargaan pada para pegawai berupa promosi dan kenaikan gaji. 4. Mengijinkan para pegawai memikul tanggung jawab yang lebih besar. 5. Mendukung para pegawai untuk ikut berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. 35 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta:BPFE, 2003), Edisi 2,h.256 55 6. Menyediakan pelatihan khusus untuk mengajar para pegawai keterampilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang baru. Kebutuhan Sosial : 1. Memberikan wadah untuk interaksi sosial melalui aktivitas luar seperti tim bowling organisasi, piknik tahunan, atau pesta hari besar 2. Tata ruang kerja dan pekerjaan memberikan tempat untuk berinteraksi. 3. Mengadakan pertemuan-pertemuan informal departemen dan memberikan dorongan dalam interaksi social. Kebutuhan Keamanan : 1. Membuat sistem masa jabatan kerja 2. Memakai rencana gaji tahunan yang terjamin. Kebutuhan fisiologis : 1. Memberikan imbalan yang sesuai.36 Pendapat dari Kinard tersebut menunjukan bagaimana hirarki kebutuhan dari Maslow dapat dipandang sebagai pedoman umum bagi pemimpin untuk digunakan dalam memotivasi kerja pegawainya, paling tidak untuk dua hal yakni : (1) memperjelas dan memperkirakan tidak hanya prilaku individual saja, tetapi juga prilaku kelompok dengan melihat rata-rata kebutuhan yang menjadi motivasi mereka, (2) bila tingkat kebutuhan terendah relative terpuaskan, factor tersebut 36 Kinard,Management D.C Health and Company, (Lexington, Massachusetts, Toronto : 1998), h.270 56 akan berhenti menjadi motivator penting bagi prilaku tetapi dapat menjadi sangat penting bila mereka menghadapi situasi khusus, seperti disingkirkan, diancam atau dibuang atau. Artinya, tingkatan-tingkatan kebutuhan manusia akan meningkat menurut herarki kepentingannya, apabila kebutuhan dasar yakni kebutuhan fisik telah terpenuhi maka kebutuah rasa aman akan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan prilaku. Kebutuhan rasa aman harus terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan social menjadi penting, demikian seterusnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Baron, bahwa“ Maslow describes physicological, safety and needs as deficiency need: they are the basicand must be satisfied before higer level of motivation, and of personality, can emerge”37 Kebutuhan fisik berada pada dasar susunan herarki mengandung pengertian bahwa kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan paling mendasar diantara kebutuhan lainnya.Hal ini di maklumi bahwa awalnya mayoritas kegiatan manusia adalah memenuhi kebutuhan fisik.Dan ketika aktifitas kebutuhan dasar ini menurun atau telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan yang lebih tinggi yaitu rasa aman.Demikian seterusnya sampai pada puncak kebutuhan yaitu kebutuahan aktualisasi diri. Sedangkan Herzberg mengajukan teori dua factor (Herzberg’s Two Factor Theory) yang menyatakan, bahwa kepuasan para pekerja ditentukan oleh dua factor, yaitu factor higiene dan motivator. 37 Robert A. Baron, Psyhology, (Needham Heights: Ally and Bacon, 1992), h.366 57 Motivator adalah factor-faktor yang meningkatkan kepuasan, sedangkan hygiene adalah factor-faktor yang menyebabkan ketidak puasan.38 Faktor Motivator berhubungan langsung dengan pekerjaan yang meliputi : pekerjaan itu sendiri, pencapaian prestasi, tanggung jawab, kemajuan, kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Factorfaktor ini semua terkait erat dengan muatan pekerjaan dan tanggung jawab kerja. Faktor hygiene antara lain seperti : kebijakan administrasi perusahaan, pengawasan, gaya manajemen, gaya manajemen, tingkat upah dan gaji, hibungan dengan rekan kerja, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan. Bila factor-faktor tersebut terpenuhi secara memadai dalam pekerjaan maka akan membuat nyaman pekerja, namun bila tidak memadai maka akan mengakibatkan ketidakpuasan. Factor-faktor ini akan membantu mengurangi ketidakpuasan. Factor hygiene bisa menjadi pendorong semangat pekerja, sehingga akan meningkatkan motivasi. Penyempurnaan factor-faktor ini akan membantu mengurangi ketidakpauasan pekerja sehingga sekaligus juga memhubungani sikap mereka dengan pekerjaan. Bila dibandingkan antara teori Maslow dengan teori Herzberg, maka diantara kedua teori tersebut memang ada relevansinya. Hanya perbedaannya ialah, bahwa teori Maslow berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, sedangkan teori Herzberg berlaku mikro yaitu untuk pegawai di dalam instansi di tempat ia bekerja. 38 Richard Pettinger, Introduction To Organizational Behavior, (London : Me Millian Press Ltd,1996), h. 105 58 Selain itu dinyatakan oleh Campbell dalam Soedjadi : “An individual’s motivation has todo with : (1) the derection of his behavior, or with what he chooses to do when presented with a number of possible alternatives; (2) the amplitude, or strength, of the response (I,e,effort) omce of the choise is made, and (3) thepersistence of the behavior, or how long he stickswith it. The term motivation conveniently subsumes a number of the variables such as drive, need, insentive, reward expectancy, etc’39 Motivasi individu harus dilakukan dengan : (1) tujuan dari prilakunya, yaitu apa yang dipilih untuk dikerjaan yang dapat dilihat dengan sejumlah alternative yang lain; (2) amplitude atau kekuatan dari respon, seperti : usaha pada saat pilihan dibuat; (3) ketekunan dari prilaku atau beberapa lama ia bertahan, biasanya diartikan dengan sejumlah variable seperti : usaha, kebutuhan, perangsang imbalan, harapan, dan lain-lain. Dari teory tersebut tampak, bahwa motivasi adalah sebagai hasrat atau dorongan yang secara wajar timbul dari dalam diri atau sanubari manusia (inner state, intrinsic) yang memberikan daya/kekuatan pada prilakunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.Motivasi juga dapat timbul karena adanya usaha-usaha yang secara sadar dilakukan.Untuk menimbulkan daya kekuatan/dorongan untuk melakukan perbuatanperbuatan tertentu (prilaku) bagi tercapainya tujuan organisasi ditempat 39 individu bekerja. Usaha-usaha tersebut sebagai FX. Soedjadi, Analisis Manajemen Modern, Kerangka Pikir dan beberapa Pokok Aplikasinya, (Jakarta : CV Haji Agung, 1979), h. 50 59 faktorextrinsic yang mendorong manusia bekerja dengan baik bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan , dan sekaligus terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan manusia sebagai anggota organisasi. Kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut mencangkup kebutuhan fisik (contohnya : gaji/upah yang cukup, tunjangan jabatan, tunjangan perumahan, tunjangan keluarga, dsb), dan non fisik (contohnya : rasa aman, pengembangan karier, pemberian pujian, penghargaan, dan sebagainya). Dengan demikian, alternatif-alternatif prilaku yang dipilih seseorang ditentukan oleh bagaimana atau seberapa jauh motivasi intrisik dan ekstrinsik memhubungani dirinya. Seberapa jauh kebutuahan (need), perangsang (insentive), penghargaan (reward), harapan (expectancy) dan sebagainya akan terpenuhi dalam instansi tempat pegawai tersebut bekerja, serta seberapa jauh pula daya tarik hasil yang diperoleh organisasi memberikan manfaat bagi para pegawainya (valence of outcome). Sejauh manakah semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi pegawai, maka sejauh itu pulalah dorongan/daya Inovasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.Dari segi organisasi tentang terpenuhinya kebutuhan pegawai tersebut, tergantung pada batas-batas kemampuan organisasi itu sendiri. Merujuk pada pendapat tersebut di atas, dapat digambarkan betapa pentingnya motivasi bagi individu maupun kelompok untuk mencapai kinerja yang optimal dalam organisasi.Dengan adanya motivasi, 60 membantu mewujudkan keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan dan saran-saran yang telah di tepakan. Al-Qur‟an menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu sosialisasi ini akan melahirkan berbagai dorongan dan kebutuhan tertentu, seperti afiliasi, aktualisasi, kompetisi, yang akan berhubungan positif dalam peningkatan etos kerja karyawan. Pengabaian dengan kebutuhan ini, terutama pada masyarakat tertentu, akan berakibat fatal bagi manajemen. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT.dalam Al-Qur‟an berikut ini : Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.40 Berdasarkan uraian teori motivasi kerja diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja adalah suatu dorongan yang datang baik dari dalam (intrinsic) maupundari (extrinsic) diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan didukung keahlian yang dimiliki, yang ditandai oleh perubahan tingkah laku dengan tujuan 40 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Toha Putra, 1998) h. 748 61 untuk mencapai keberhasilan dalam pekerjaan, dengan indikasi : (1) economic rewards, (imbalan secara ekonomi), yakni : gaji meningkat, keamanan kerja dan pimpinan yang bijaksana, (2) Intrisic satisfaction, (kepuasan dari dalam diri) yakni : penghargaan, keberhasilan melaksanakan pekerjaan, menerima tanggung jawab yang lebih besar, (3) Social relationships, (hubungan social), yakni : hubungan dengan pimpinan/atasan, (kerjasama kelompok). C. Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Guru Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. “Menurut Robbins dalam Husaini Usman disebutkan bahwa kinerja atau performance adalah produk dari fungsi kemampuan dan motivasi (Ability x motivation)”.41 41 Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 488 62 Kotter dan Hesket mengartikan kinerja sebagai hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang pegawai dalam satuan waktu tertentu.42Pandangan ini menunjukkan bahwa kinerja merupakan hasil karya nyata dari seseorang yang dapat dilihat, dihutung jumlahnya dan dapat dicatat waktu perolehannya. Sedangkan menurut Prawirosentono kinerja atau performance adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika.43Dan faktorfaktor utama yang memhubungani kinerja adalah kemampuan dan kemauan.Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja.Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apaapa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja. Penilaian kinerja menurut Hendri Simamora adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan.44 Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan mengemukakan bahwa penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku 42 Ibid, h. 488 Ibid, h. 488 44 Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta : Bagian Penerbitan STIE YKPN, 2000), h.415 43 63 prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.45Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata manila hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja.Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan. Dari pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik. Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian prilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja dan (7) daerah organisasi kerja.46 45 87 46 Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Bina Aksara, 2000), h. Ibid, h. 89 64 Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Faktor-faktor yang memhubungani kinerja menurut Sudarmayanti antara lain : (1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja); (2) pendidikan; (3) keterampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan social; (8) iklim kerja; (9) sarana pra sarana; (10) teknologi; (11) kesempatan berprestasi.47 Bertolak dari pendapat para ahli tersebut maka disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kinerja guru atau prestasi kerja (performance) adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan tercermin baik. 2. Indikator Kinerja Guru Untuk mendapatkan penilaian yang baik maka perlu standar atau indikator yang ditetapkan sehingga dapat diukur apa yang seharusnya dimiliki oleh seseorang dalam sebuah organisasi. Adapun indikator kinerja guru 47 yang baik adalah : 1. Membuat Perencanaan Ibid, h. 126 yang meliputi ( 65 Merumuskan Tujuan pembelajaran, Mengembangkan dan mengorganisasikan materi, media, dan sumber belajar, Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran, Merancang pengelolaan kelas dan Merencanakan prosedur, jenis, Menyiapkan alat penilaian) 2. Pelaksanaan Pengajaran yang meliputi ( Mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran, Melaksanakan kegiatan pembelajaran) dan Mengadakan evaluasi.”48 untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut : a. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Merumuskan Tujuan Pembelajaran yang dimaksud adalah bagaimana seorang guru dapat membuat Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan Indikator yang ingin dicapai dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sehingga jelas apa yang ingin dituju dari kegiatan belajar mengajar. b. Mengembangkan dan mengorganisasikan materi, media pembelajaran, dan sumber belajar Dalam hal ini seorang guru di tuntun dapat mengembangkan materi, kemudian membuat dan memilih media pembelajarn dan juga menentukan sumber belajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. c. Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran dapat berupa mendengarkan penjelasan guru, observasi, diskusi, belajar kelompok, simulasi, melakukan percobaan, membaca, dan sebagainya. Penggunaan lebih dari satu jenis 48 Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta : Adicita, 1999), h. 76 66 kegiatan pembelajaran sangat diharapkan dengan maksud agar perbedaan individual siswa dapat dilayani dan kebosanan siswa dapat dihindari. d. Merancang pengelolaan kelas Penataan latar pembelajaran mencakup persiapan dan pengaturan ruangan dan fasilitas (tempat duduk, perabot dan alat pelajaran) yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. e. Merencanakan prosedur, jenis, serta menyiapkan alat penilaian Dalam merencanakan prosedur, jenis dan menyiapkan alat penilaian ini adalah bagaimana seorang guru dapat memilih prosedur penilaian,kemudian memilih jenis penilaian dan alat penilain yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Tapi perlu defenisi khusus tentang kinerja itu sendiri. Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru . Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dengan atasannya.49 Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah system. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya 49 Robert Bacal, Performance Management.Terj. Surya Darma dan Yanuar Irawan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 86 67 harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan. Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas Kepala Sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru yang ada di Sekolah. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru , didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru . a. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, melakukan pekerjaan dengan baik, b. Bagaimana guru dan Kepala Sekolah bekerjasama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang, c. Bagaimana prestasi kerja akan diukur, d. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.50 Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam menajemen kinerja diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja. Perencanaan kinerja merupakan suatu proses dimana guru dan Kepala Sekolah bekerjasama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu. 50 Ibid, h.94 68 Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses dimana Kepala Sekolah dan guru bekerjasama untuk saling berbagi infornasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana Kepala Sekolah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar. Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manejemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru ”. Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut. Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson memberikan gambaran tentang proses menajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terjadi dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.51Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan, dimana guru dibimbing dan dikembangkan mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan 51 Karen R. Seeker, dan Joe B. Wilson, Planning Succesful Employee Performance, terjemah Ramelan, (Jakarta : PPM, 2000), h. 135 69 ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru , Kepala Sekolah dan staf administrasi, serta organisasi terus belajar dan tumbuh. Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti pembinaan, dan akhirnya evaluasi.Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru . Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang signifikan dengan kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi dengan kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd mengemukakan bahwa evaluasi kinerja didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur kompetensi pendidik dan (2) mendukung pengembangan professional.52System evaluasi kinerja pendidik hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di dalam kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari Penyelenggara pendidikan (Kepala Sekolah), pengawasan pendidikan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas. 52 Ronald T. C Boyd, Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research & Evaluation”. (ERIC Digest, 1989), h. 84 70 Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan: (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar; (2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan perkembangan professional guru . Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran yang dimiliki oleh guru , dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja guru , sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya : a. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru . Tujuan observasi kelas adalah memperoleh gambaran secara representative tentang kinerja guru di dalam mengajar. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relative sedikit atau hanya satu kelas, oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable). b. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan-catatan dalam kelas. Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan pengajaran, peninjauan catatan-catatan dalam kelas, seperti hasil 71 test dan tugas-tugas merupakan indicator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran, proses pengajaran dan testing (evaluasi). c. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah Kepala Sekolah dan pengawas pendidikan. Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. Dalam hal ini beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak; (2) penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; (5) memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan. Andi Kirana sebagaimana dikutib oleh Wannef Jambak mengatakan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggung jawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat berhasil.53 Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih 53 Wannef Jambak, Dicari Kepala Sekolah yang Mampu Meningkatkan Mutu Pendidikan, dalam http://gurutapteng.wordpress.com/2007/03/04/dicari-kepala-sekolah-yang-mampumeningkat- kan-mutu-pendidikan/, diakses tanggal 3 Maret 2012. 72 banyak orang keluar “kotak organisasi” dan harus mendorong setiap orang untukberani mengemukakan pendapat. Sedangkan menurut Mulyadi dan Setiyawan, sebagaimana dikutib oleh Muhammad Sholeh mengemukakan bahwa pemberdayaan staf adalah pemberi wewenang kepada staf untuk merencanakan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan.Pemberian wewenang oleh manajemen kepada staf dilandasi oleh keberdayaan staf.Pemberdayaan bersifat mendukung budaya dan tidak menyalahkan.Kesalahan dianggap kesempatan untuk belajar.54 Pemberdayaan menurut Jambak harus didukung oleh sejumlah etika yang konsisten, dan orang-orang yang hidup dengan etika tersebut memberikan contoh bagi yang lain. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati bekerjasama dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif. Nilai-nilai etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu. Pemberdayaan berjutuan menghapuskan hambatan-hambatan sebanyak mungkin guna membebaskan organisasi dan orang-orang yang bekerdi didalamnya melepaskan mereka dari halangan-halangan yang hanya memperlambat reaksi dan merintangi aksi mereka. 54 Muhammad Sholeh, Peran Penyelenggara Sekolah dalam Pemberdayaan Guru , dalam http//www.duniasekolah.com/index, diakses tanggal 12 Juli 2012 73 Menurut Mulyadi dan Setiyawan dalam Muhammad Sholeh untuk mewujudkan suatu pemberdayaan dalam organisasi, seorang pemimpin harus memahami tiga keyakinan dasar berikut: a. Badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggungjawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. b. Staf pada dasarnya baik. c. Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada staf.55 Ad.1 Badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggungjawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan yang kedudukannya lebih rendah, Dengan kata lain, mencuri tanggungjawab orang merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut tidak terampil. Kenyataannya dimasa lalu organisasi lebih banyak dirancang untuk memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi.Dalam terminology lama organisasi, pengambilalihan tanggungjawab bawahan oleh atasan merupakan hal yang normal terjadi, dan dibenarkan dengan sutau alasan bahwa suatu organisasi dibentuk untuk menghindari kesalahan. Ad.2 Staf pada dasarnya baik Inti dari pemberdayaan staf disini ialah keyakinan seorang pimpinan kepada stafnya bahwa mereka pada dasarnya baik dan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu untuk organisasi. Meskipun kadang-kadang mereka 55 Ibid 74 gagal melakukan sesuatu, dan kadang-kadang orang melakukan kesalahan, namun tujuannya adalah menuju kebaikan. Sebagai manusia yang berakal sehat dan makhluk yang berfikir, orang memiliki kecenderungan alamiuntuk berhasil dalam pekerjaannya. Untuk dapat memberdayakan orang lain, atasan harus secara sederhana yakin bahwa sepanjang masa, hamper setiap orang, hamper selalu akan menggunakan kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilainilai kebaikan. Pemberdayaan staf dapan dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, vertifikasi dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi.Atasan melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai kepada staf, memberikan arah yang benar, dan membiarkan staf untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka. a.d 3 Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada staf Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara manajemen dengan staf adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada staf, atau sebaliknya kepercayaan yang dibangun oleh staf melalui kinerjanya. Lebih lanjut Stewart dalam Karen R. Seeker dan Joe B. Wilson mengatakan ada enam cara yang dapat digunakan pemimpin dalam mengembangkan pemberdayaan staf/bawahan, yakni: meningkatkan kemampuan staf/ bawahan (enabling), memperlancar (facilitating) tugas-tugas mereka, konsultasi (consulting), bekerjasama (collaborating), membimbing (mentoring) bawahan dan mendukung (supporting).56 56 Karen R. Seeker, dan Joe B. Wilson, Op.Cit, h. 146 75 Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam memberdayakan staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay kepemimpinan yang membercayakan staf perlu mengacu pada empat dimensi yaitu : visi, realita, orang (manusia) dan keberanian57 Visi pemimpin yang memberdayakan staf melihat semuanya secara luas dan mendorong pemahaman anggota tim tentang bagaimana cara mereka menyesuaikan diri dengan situasi dan berbagi dengan anggota tim yang lain dengan visi tentang apa yang mereka coba meraih dan mendorong tim menanggapi dan mencari fakta-fakta tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mereka tetap menjaga agar kaki mereka tetap menginjak bumi dengan cara teratur, memeriksa realita dan tidak mudah terpedaya atau mengabaikan peringatan, mereka menyadari akan keberadaan orang lain dan keberadaan mereka sendiri. Orang (manusia), pemimpin yang memberdayakan sensitifitas dengan orang (sesama manusia), siap memenuhi kebutuhan orang lain dan melakukannya dengan cara etis yang akan membangun saling percaya dan menghormati. Keberanian pemimpin yang memberdayakan adalah pemimpin yang siap berinisiatif dan mau mengambil resiko. Mereka tidak terbelenggu oleh cara-cara lama dalam menangani sesuatu di masa lalu atau oleh ketakutan-ketakutan akan kesalahan yang tidak beralasan. Dalam memberdayakan staf/bawahan seorang pemimpin disamping harus berpegang pada etika dan prinsip-prisip pemberdayaan yang ada, ia juga harus berani berbaur dengan staf/bawahan, mampu menjadi pembimbing dan motivator 57 Sarah Cook and Steve Macaulay, Empowered Customer Service, dalam Training For Quality Journal, Vol. 4 Edisi 1, 1996, h. 9 76 bagi mereka serta mampu menunjukkan dirinya sebagai sosok yang dapat diteladani akibat pemberdayaan itu sendiri. Salah satu tugas Kepala Sekolah selaku manajer dengan guru salah satunya adalah melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru , apakah kinerja yang dicapai setiap guru baik, sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan berguna bagi lembaga pendidikan dalam menetapkan kegiatannya. Dengan penilaian berarti guru mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat mendorong mereka untuk bersemangat bekerja, tentu saja asal penilaian ini dilakukan secara obyektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut penilain ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan balas jasa dari sekolah seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti menjadi wakil, ketua jurusan, modal untuk mendapatkan kenaikan pangkat dengan system kredit dan lain-lain. Unsur prestasi karyawan yang dinilai oleh setiap organisasi atau perusahaan tidaklah selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu berkaitan dengan kinerja karyawan/guru. Demikian juga untuk menilai kinerja guru , unsur-unsur yang telah dipaparkan di atas dapat digunakan oleh Kepala Sekolah untuk melakukan penilaian, namun tentu saja berkaitan dengan profesinya sebagai guru dengan utamanya sebagai pengajar. Dalam melaksanakan tugasnya guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari sebuah “mesin besar” pendidikan nasional dank arena itu ia terikat pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional mengenai apa 77 yang mesti dilakukannya. Hal seperti ini biasa dimanapun, namun dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar dianggap sebagai pekerjaan professional, maka guru dituntut untuk professional dalam melaksanakan tugasnya. Dalam jurnal pendidikan, Educational Leadership edisi 1993 menurunkan laporan utama tentang soal ini. Menurut jurnal itu untuk menjadi professional, seorang guru/ guru dituntut untuk memiliki empat hal : Pertama, guru/guru mempunyai komitmen kepada peserta didik dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan peserta didik; Kedua, guru/guru menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada peserta didik. Bagi guru hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan; Ketiga, guru/guru bertanggungjawab memantau hasil belajar peserta didik memalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara berpikir sistematis tentang apa yang akan dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya harus ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi dengan apa yang dilakukannya. Untuk bias belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar peserta didik; Kelima, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya yang tergabung dalam organisasi pendidik.58 Untuk menciptakan guru yang professional tersebut, diperlukan adanya bimbingan dan supervisi dari Kepala Sekolah. Tanpa adanya supervisi, peningkatan mutu pendidikan akan sulit tercapai. Hal ini disebabkan karena 58 Dedi Supriadi, Op.Cit, h. 98 78 kinerja guru tergantung bagaimana gaya kepemimpinan yang dimiliki Kepala sekolah dalam memimpin. Bila Kepala sekolah bersifat otokratik, maka guru akan cenderung bersikap pasif dan menunggu komando dari pimpinan. Dalam kepemimpinan laissez faire, guru akan melakukan inisiatif sebisanya atau akan mencoba bereksperimen dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan dalam kepemimpinan yang demokratis, guru akan berdiskusi dan member masukan kepada kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan. 3. Faktor-Faktor yang Memhubungani Kinerja Guru Kinerja guru dihubungani oleh faktor-faktor yang melingkupinya dan masing-masing individu berbeda satu sama lain. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor yaitu : faktor individu dan situasi kerja.59 Faktor individu menentukan bagaimana ia dapat mengaktualisasikan dirinya dalam lingkungan pekerjaan, sementara situasi kerja memhubungani bagaimana individu dapat mengaktualisaikan diri sesuai dengan lingkungan sekitar. Menurut Gibson, et al dalam Sondang P. Siagian ada tiga perangkat variable yang memhubungani perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu : 1. Variabel individual, terdiri dari: a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik b. Latar belakang: keluarga, tingkat social, penggajian c. Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin 59 Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, (Bandung : Mandar Maju, 2001), h. 49 79 2. Variabel organisasional, terdiri dari: a. Sumberdaya b. Kepemimpinan c. Imbalan d. Struktur e. Desain pekerjaan 3. Variabel psikologis, terdiri dari: a. Persepsi b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi.60 Ketiga variabel tersebut berhubungan satu sama lain dan saling hubunganmemhubungani. Gabungan variable individu, organisasi dan psikologis sangat menentukan bagaimana seseorang mengaktualisasikan diri. Menurut Tiffin dan Me. Cormick dalam Sedarmayanti ada dua variable yang dapat memhubungani kinerja, yaitu: 1. Variabel Individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya. 60 Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta ; Renika Cipta, 2003), h. 65 80 2. Variabel situasional: a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari: metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperature dan fentilasi) b. Faktor social dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, system upah dan lingkungan social.61 Sedangkan Sutemeister dalam Sedarmayanti mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dihubungani oleh dua faktor, yaitu: 1. Faktor kemampuan: a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat, b. Keterampilan : kecakapan dan kepribadian 2. Faktor Motivasi a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan b. Serikat Kerja kebutuhan individu : fisiologis, social dan egoistic c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.62 Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa banyak faktor dan variable yang memhubungani kinerja guru.Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri seseorang juga dapat berasal dari luar atau faktor situasional. Faktor antara budaya kerja dan motivasi kerja saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Disamping itu, kinerja juga dihubungani oleh budaya serta motivasi yang dalam hal ini salah satunya adalah berupa kepemimpinan. Jadi jelas kepemimpinan 61 Sedarmayanti, Op.Cit, h. 56 Ibid, h. 58 62 81 seorang Kepala sekolah atau ketua sebuah lembaga pendidikan akan berhubungan dengan kinerja bawahannya yang dalam hal ini pendidik. D. Hipotesis Menurut Suharsimi Arikunto hipotesis adalah “Suatu jawaban yang bersifat sementara dengan permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”63 Sedangkan menurut pendapat Yatim Riyanto, “Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian."64 Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dengan masalah yang diselidiki, jadi hipotesis masih dapat diuji kebenarannya jika ternyata tidak sesuai dengan fakta, maka hipotesis akan ditolak, sebaliknya jika hipotesis tersebut akan diterima jika fakta membenarkannya. Jadi dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: a) Terdapat hubungan positif Budaya Kerjadengankinerja guru di MTs Negeri 1 Lampung Selatan. b) Terdapat hubungan positif motivasi kerja guru dengan kinerja guru diMTsN 1 Lampung Selatan c) Terdapat hubungan positif budaya kerja dan motivasi guru secara bersama- sama dengan kinerja guru d i M T s N 1 L a m p u n g S e l a t a n . 63 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 64 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : SIC, 2010), h. 16