bab 2 tinjauan pustaka - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. LED (Light Emitting Diode)
LED (Light Emitting Diode) adalah dioda yang memancarkan cahaya jika diberi
tegangan tertentu. LED terbuat dari bahan semikonduktor tipe-p (pembawa
muatan bebas mayoritas adalah lubang (hole)) dan tipe-n (pembawa muatan bebas
mayoritas adalah elektron). Jika bahan tipe-p disambungkan dengan bahan tipe-n
maka akan terbentuk daerah pengosongan pada daerah sambungan (Gambar 2.1).
Hal ini disebabkan oleh adanya elektron bebas pada bahan tipe-n yang berdifusi
dan masuk ke bahan tipe-p dan menyebabkan proses rekombinasi dengan lubang
yang ada dalam bahan tipe-p. Hal yang sama juga terjadi pada daerah tipe-p,
lubang pada bahan tipe-p akan berdifusi dan masuk ke bahan tipe-n dan
berekombinasi dengan elektron dan saling meniadakan muatan.
Pada daerah pengosongan, muatan positif yang terpisah dari muatan negatif akan
menyebabkan terjadinya medan listrik. Medan listrik ini mengakibatkan terjadi
beda potensial antara daerah p dan daerah n. Distribusi muatan, kuat medan listrik
dan potensial listrik pada daerah sambungan ditampilkan pada Gambar 2.2.
5
Gambar 2.1 Muatan listrik pada sambungan p-n.
Gambar 2.2 (a) Sambungan p-n. (b) Distribusi rapat muatan (c) Distribusi kuat medan listrik (d)
Distribusi potensial V; Vho = bukit potensial.
6
Elektron dalam bahan n dapat menyeberangi daerah sambungan jika memiliki
energi yang lebih besar dari bukit potensial eVh0. Pada keadaan ini, terjadi aliran
arus minoritas, yaitu lubang yang ada di bahan tipe-n dan elektron bebas yang ada
di bahan tipe-p tidak terhalang bukit potensial dan mampu menyeberangi
sambungan. Pada saat yang sama, lubang yang ada di bahan tipe-p juga
mempunyai cukup banyak energi untuk menyeberangi sambungan. Pada keadaan
mantap, kedua aliran arus ini saling meniadakan, sehingga tanpa tegangan luar,
arus dioda sama dengan nol [6].
Jika pada bahan tipe-p diberi tegangan postif dan bahan tipe-n diberi tegangan
negatif (dibias maju) maka distribusi potensial pada sambungan akan terlihat
seperti Gambar 2.3. Dengan diberi bias maju, bukit potensial (Vh) menjadi kurang
daripada tinggi bukit potensial awalnya (Vh0). Dengan berkurangnya tinggi bukit
potensial, elektron dari bagian-n dan lubang dari bagian-p akan mudah
menyeberangi sambungan, sehingga terjadi arus listrik. Penurunan bukit potensial
menyebabkan penyempitan daerah pengosongan pada sambungan p-n.
Jika tegangan positif diberikan ke bahan tipe-n dan tegangan negatif diberikan ke
bahan tipe-p (dibias mundur), distribusi potensial sambungan p-n akan terlihat
seperti pada Gambar 2.4. Dengan adanya bias mundur pada sambungan p-n, bukit
potensial bertambah tinggi, sehingga muatan ekstrinsik (elektron dalam bahan
tipe-n dan lubang dalam bahan tipe-p) akan susah mengalir, karena tidak memiliki
energi yang cukup untuk mengatasi bukit potensial. Peninggian bukit potensial ini
diikuti dengan pelebaran daerah pengosongan pada sambungan p-n.
7
Gambar 2.3. Distribusi potensial listrik jika LED dibias maju.
Gambar 2.4. Distribusi potensial listrik jika LED dibias mundur
8
Karakteristik LED adalah hubungan antara arus LED dan beda tegangan antara
kedua ujung LED. Untuk LED sambungan p-n, lengkung karakteristiknya
diperlihatkan pada Gambar 2.5. ID = 0 jika VD = 0. Jika diberi bias maju, VD > 0,
arus ID mula-mula mempunyai nilai ID = 0, sehingga VD = Vpotong. Setelah itu arus
dioda naik dengan cepat terhadap perubahan tegangan LED, VD. Pada tegangan
bias mundur arus yang mengalir amat kecil, dan sampai batas tertentu tidak
bergantung pada tegangan dioda. Arus ini terdiri dari arus pembawa muatan
minoritas, mengalir dari anoda ke katoda dan arus jenuh dioda. Pada tegangan
bias mundur tertentu lengkung ciri turun dengan curam. Keadan ini disebut
keadaan dadal (breakdown). Teganagan mundur pada keadaan ini disebut
tegangan dadal atau tegangan balik puncak (peak inverse voltage, PIV) [6].
Gambar 2.5 Kurva karakteristik LED.
9
Jika tegangan bias maju diberikan ke LED, elektron-elektron pada pita konduksi
di daerah n akan mempunyai energi yang cukup untuk melewati sambungan.
Begitu juga dengan lubang pada pita valensi di daerah p, akan bergerak melewati
sambungan (Gambar 2.6). Pada sambungan, elektron dan lubang akan
berekombinasi dan melepaskan foton dengan energi [3,7].
E = hν ,
(2.1)
dengan h adalah konstanta Planck (6,626 x 10-34 J.s) dan ν adalah frekuensi foton.
Gambar 2.6. Proses rekombinasi elektron dan lubang.
Energi foton ini sama dengan beda energi antara pita konduksi dan pita valensi
(energi bandgap, Eg), dimana
E g = eV ,
(2.2)
dengan V adalah tegangan yang diberikan pada LED.
10
Pers. (2.1) dan pers. (2.2) dapat ditulis menjadi
E = hν =
hc
λ
= eV
(2.3)
λ adalah panjang gelombang yang berhubungan dengan dengan persamaan
λ = c /ν . Pers. (2.3) dapat disederhanakan menjadi
V=
h c
eλ
(2.4)
Kemiringan (gradient) plot tegangan V terhadap rasio kecepatan cahaya terhadap
panjang merupakan rasio konstanta Planck terhadap muatan listrik (h/e).
2.2. DAC (Digital to Analog Converter)
DAC adalah divais yang berfungsi untuk mengubah data digital menjadi besaran
analog. Gambar 2.7 memperlihatkan salah satu bentuk rangkaian DAC 8-bit.
Rangkaian ini terdiri dari suatu sekuensi R-2R, sebuah op-amp dan sebuah resistor
umpan balik R. Rangkaian ini juga dikenal dengan R-2R ladder [8,9]. ’1’ dan ’0’
menyatakan posisi saklar. ’1’ menyatakan on sedangkan ’0’ menyatakan off. Jika
tegangan Vref diberikan, arus i akan mengalir dalam rangkaian dimana arus i/2
masuk ke R1, arus i/4 masuk ke resistor R3 dan seterusnya hingga arus i/256
masuk ke resistor R15 dan R16.
11
Gambar 2.7. Digital to Analog Converter 8-bit R 2R Ladder.
Arus i/2, i/4 dan seterusnya dapat dijelaskan dengan prinsip pembagi tegangan
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.8. Resistor R15 dan R16 membentuk
rangkain paralel, sehingga hambatan pengganti dua resistor ini adalah
R1516 = R15 // R16 =
2 R i2 R
=R
2R + 2R
(2.5)
R1516 seri dengan R14, hambatan pengganti (Rp1) untuk kedua resistor adalah
R p1 = R1516 + R14 = R + R = 2 R
(2.6)
Begitulah seterusnya hingga sampai ke R2. Resistor-resistor ini akan mempunyai
hambatan pengganti Rp = 2R yang pararel terhadap R1. Hambatan total rangakain
ini adalah Rtot = Rp // R1 = R.
Arus yang mengalir dalam rangkaian memenuhi hukum Ohm
i=
Vref
Rtot
(2.7)
Arus i akan bercabang dua, setengah (i/2) akan masuk ke R1 dan setengahnya lagi
akan masuk ke Rp. Ini disebabkan karena R1 mempunyai nilai yang sama dengan
Rp. Arus i/2 yang masuk ke Rp akan bercabang dua juga, setengahnya (i/4) akan
12
masuk ke R3 dan setengahnya lagi akan masuk ke rangkaian pengganti. Beginilah
seterusnya, hingga arus yang masuk ke R15 dan R16 akan sama dengan i/256.
Gambar 2.8 Prinsip kerja DAC R-2R Ladder
Jika bit 7 (MSB, most significant bit) berlogika 1 dan bit-bit yang lain diberi
logika 0, arus i/2 mengalir ke resistor umpan balik R. Tegangan keluaran (Vout)
akan bernilai
Vout = −i / 2i R = −iR / 2 = −Vref / 2
(2.8)
13
2.3 ADC (Analog to Digital Converter)
ADC adalah divais yang mengubah tegangan analog menjadi tegangan digital.
Salah satu arsitektur analog-to-digital converter (ADC) yang sering digunakan
adalah successive approximation register (SAR). SAR bekerja berdasarkan
prinsip algoritma pencarian biner (binary search algorithm). Gambar 2.9
memperlihatkan arsitektur ADC SAR [10]. Tegangan input analog, VIN berasal
dari rangkaian track/hold. Untuk mengimplementasi algoritma pencarian biner,
register N-bit diset ke nilai tengahnya (yaitu, 100... .00, most significant bit
(MSB) diset '1'). Hal ini menyebabkan output DAC (VDAC) menjadi VREF/2,
dimana VREF adalah tegangan referensi yang diberikan ke ADC. Perbandingan
dilakukan untuk menentukan apakah VIN lebih kecil atau lebih besar dari VDAC.
Jika VIN lebih besar dari VDAC, output komparator berlogika high atau '1' dan
MSB register N-bit tetap bernilai '1'. Sebaliknya, jika VIN lebih kecil dari VDAC,
output komparator berlogika low dan MSB register diset berlogika '0'. Logika
kontrol SAR kemudian pindah ke bit berikutnya, dan mengset bit tersebut
berlogika high, dan perbandingan dilakukan lagi. Perbandingan akan terus
dilakukan hingga sampai pada bit LSB. Jika perbandingan pada bit LSB telah
selesai, perbandingan telah selesai dilakukan, dan digital N-bit disimpan dalam
register tersebut.
14
Gambar 2.9. Arsitektur ADC SAR N-bit.
Gambar 2.10 memperlihatkan contoh konversi 4-bit. Sumbu vertikal menyatakan
tegangan output DAC. Bit-3 DAC diset berlogika ’1’, 10002. Perbandingan
memperlihatkan bahwa VIN < VDAC. Karena itu, bit 3 diset '0'. DAC kemudian
diset menjadi 01002 dan perbandingan kedua dilakukan. Karena VIN > VDAC, bit 2
tetap '1'. DAC kemudian diset menjadi 01102, dan perbandingan ketiga dilakukan.
Bit 1 diset '0', karena VIN < VDAC. Kemudian DAC diset ke 01012 untuk
perbandingan terakhir. Bit 0 tetap '1' karena VIN > VDAC. Sehingga tegangan input,
VIN akan mempunyai nilai digital 01012.
15
Gambar 2.9. Operasi SAR untuk ADC 4-bit.
2.4. Pengubah Arus ke Tegangan (I to V Converter)
Pengubah arus ke tegangan (Current-to-Voltage Converter, disingkat I to V
Converter) adalah rangkaian yang melakukan pengubahan arus menjadi tegangan.
Rangkaian ini sering digunakan dalam beberapa aplikasi antara lain, mengontrol
torsi pada motor, membuat sumber arus konstan (current source) alat-alat ukur
seperti elektrometer dan pH meter. Pada penelitian ini pengubah arus ke tegangan
digunakan untuk mengubah arus yang terbaca dari LED menjadi tegangan untuk
dikirim ke mikrokontroler dan selanjutnya ditampilkan di komputer.
Pengubah arus ke tegangan bekerja berdasarkan hukum Ohm [11], dimana dalam
suatu rangkaian, arus yang mengalir pada suatu konduktor pada suhu tetap
16
sebanding dengan beda potensial antara kedua ujung konduktor dan berbanding
terbalik dengan resistansinya (Gambar 2.11). Secara matematis dapat ditulis
I=
V
R
(2.9)
dimana I adalah arus yang mengalir dalam rangkaian (Ampere), V adalah beda
potensial (Volt) dan R adalah resistansi (Ohm).
Gambar 2.11. Rangkaian tertutup dengan sumber tegangan dan sebuah resistor R.
Pengubah arus ke tegangan juga dapat diimplementasi menggunakan sebuah opamp. Pada rangkaian ini, salah satu ujung resistor R dihubungkan ke input
inverting op-amp dan ujung lainnya dihubungkan ke output op-amp. Input noninverting op-amp dihubungkan ke ground (Gambar 2.12). Oleh karena virtual
ground pada titik A, arus yang masuk ke input inverting akan mengalir ke resistor
R. Tegangan keluaran op-amp ini adalah
Vo = − I IN R
(2.10)
17
IIN
A
Vout = -IINR
Gambar 2.12. I-to-V converter menggunakan op-amp.
18
Download