abstrak keanekaragaman metabolit sekunder turunan fenol dari

advertisement
ABSTRAK
KEANEKARAGAMAN METABOLIT SEKUNDER TURUNAN FENOL DARI
BEBERAPA SPESIES TUMBUHAN ARTOCARPUS ASAL INDONESIA
SERTA AKTIVITAS BIOLOGINYA
Oleh :
IQBAL MUSTHAPA
NIM 30504005
(Program Studi Kimia)
Artocarpus, yang dikenal masyarakat sebagai tumbuhan “nangka-nangkaan”,
merupakan salah satu genus penting dalam famili Moraceae selain Morus dan Ficus.
Tumbuhan ini tumbuh secara endemik atau dibudidayakan sehingga penyebarannya
relatif merata di seluruh wilayah Indonesia. Masyarakat lebih mengenal kelompok
tumbuhan ini karena beberapa tumbuhan di antaranya merupakan penghasil buah yang
sangat dikenal, yaitu nangka (A. heterophyllus Lamk.), cempedak (A. integer Merr.),
dan sukun (A. communis Forst.). Selain itu, tumbuhan ini juga menghasilkan kayu yang
tergolong tahan terhadap rayap sehingga sesuai untuk berbagai keperluan perabot rumah
tangga (meja dan kursi). Ciri yang menonjol dari kayu tumbuhan Artocarpus adalah
tersimpannya zat-zat warna kuning atau jingga alami di dalamnya, yang telah
mendorong kajian fitokimia terhadap kelompok tumbuhan ini.
Kajian fitokimia Artocarpus memperlihatkan bahwa tumbuhan ini merupakan sumber
metabolit sekunder turunan fenol, meliputi golongan flavonoid, stilben, 2-arilbenzofuran, dan adduct Diels-Alder. Golongan flavonoid, terutama kelompok flavon
terprenilasi, merupakan ciri utama senyawa turunan fenol dalam Artocarpus. Dari segi
struktur, golongan flavonoid Artocarpus memiliki kekhasan yaitu adanya pola
oksigenasi di cincin B pada kerangka flavon yang tidak mengikuti kelaziman pola
oksigenasi flavonoid pada tumbuhan lain pada umumnya serta adanya gugus isoprenil
yang terikat pada C-3. Adanya kekhasan tersebut memungkinkan Artocarpus untuk
memproduksi metabolit sekunder yang beragam. Kemudian selain secara struktural
menarik, metabolit sekunder turunan fenol Artocarpus terutama dari golongan flavonoid
diketahui memiliki aktivitas biologi yang beragam, antara lain sebagai antiinflamasi,
antioksidan, antitumor dan antimalaria.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini telah dilakukan kajian fitokimia
terhadap tiga spesies Artocarpus yaitu A. heterophyllus Lamk., A. elasticus Reinw. dan
A. lanceifolius Roxb., serta efek biologi senyawa-senyawa yang berhasil diisolasi
terhadap sel murine leukemia P388 dan parasit Plasmodium falciparum strain K1 dan
3D7. Berdasarkan keanekaragam struktur dan data IC50, pada penelitian ini juga telah
dikaji hubungan antara struktur dan sitotoksisitas terhadap sel murine leukemia P-388
serta sifat antimalaria terhadap P. falciparum strain K1 dan 3D7 dari senyawa turunan
fenol yang berhasil diisolasi.
Sampel kayu batang (lignum) A. heterophyllus diperoleh dari kabupaten Garut, Jawa
Barat, sedangkan kayu batang A. elasticus diperoleh dari dua lokasi yaitu dari kabupaten
Garut dan kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sementara kulit batang (kortek) A.
lanceifolius diperoleh dari kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Isolasi
i
metabolit sekunder yang dilakukan pada penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu,
tahapan ekstraksi dengan menggunakan teknik maserasi, kemudian tahapan fraksinasi
dan pemurnian senyawa dengan menggunakan berbagai teknik kromatografi. Struktur
molekul senyawa hasil isolasi ditetapkan dengan cara-cara spektroskopi, yang meliputi
spektroskopi UV, IR, NMR-1D, NMR-2D serta spektroskopi massa resolusi tinggi. Uji
sitotoksisitas terhadap sel murine leukemia P-388 dilakukan dengan menggunakan
metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazo-2-il)2,5-difeniltetrazolium bromida], sedangkan sifat
antimalaria dievaluasi terhadap P. falciparum strain K1 dan 3D7 dengan metode candle
jar.
Dari hasil penelitian ini telah berhasil diisolasi 20 jenis senyawa flavonoid terprenilasi,
termasuk tiga senyawa di antaranya merupakan senyawa baru, yaitu artoindonesianin E1 (1) (jenis oksepinoflavon), artoindonesianin Z-4 (2) (jenis dihidrobenzosanton) dan
artoindonesianin Z-5 (3) (jenis piranodihidrobenzosanton). Tujuh belas senyawa lainnya
merupakan senyawa-senyawa turunan flavonoid yang telah dikenal, yang meliputi tiga
senyawa calkon: gemicalkon A (4), gemicalkon B (5) dan moracalkon A (6); dua
senyawa flavanon: norartokarpanon (7) dan artokarpanon (8); satu senyawa flavanon-3ol: dihidromorin (9); tiga senyawa flavon: norartokarpetin (10), artokarpesin (11) dan
sikloartokarpesin (12); empat senyawa turunan 3-prenil-flavon: kudraflavon C (13),
artokarpin (14), artonin E (15) dan 12-hidroksiartonin E (16); dua senyawa
piranoflavon: sikloartokarpin (17) dan isosiklomorusin (18); satu senyawa
dihidrobenzosanton: artobilosanton (19); dan satu senyawa furanodihidrobenzosanton:
sikloartobilosanton (20).
Penemuan senyawa baru artoindonesianin E-1 (1) dari A. elasticus, artoindonesianin Z4 (2) dan artoindonesianin Z-5 (3) dari A. lanceifolius merupakan data kimiawi yang
penting pada tumbuhan Artocarpus. Senyawa 1 merupakan turunan oksepinoflavon
dengan gugus metilen pada posisi C-12. Adanya gugus tersebut pada turunan
oksepinoflavon adalah yang pertamakali ditemukan pada Artocarpus. Senyawa 2
merupakan turunan 3’-prenil dari dihidrobenzosanton, sehingga cincin B tersubstitusi
penuh. Pola substitusi cincin B tersebut sangat jarang ditemui pada turunan flavonoid
Artocarpus. Selain itu, senyawa 2 juga memiliki gugus metoksil pada C-4’, yang
mencerminkan adanya kemampuan selektif A. lanceifolius dalam memodifikasi gugus
fenol. Senyawa baru yang terakhir, yaitu senyawa 3, merupakan turunan
piranodihidrobenzosanton yang merupakan jenis turunan flavonoid langka.
Pembentukan jenis flavonoid ini secara biogenesis dimungkinkan akibat adanya
modifikasi gugus metil pada C-12 dari turunan dihidrobenzosanton menjadi gugus
aldehid, yang kemudian mengalami reaksi siklisasi lebih lanjut dengan melibatkan
gugus OH pada C-5’ menghasilkan cincin pirano tambahan. Sejauh ini, flavonoid
turunan piranodihidrobenzosanton hanya diperoleh dari A. lanceifolius. Selanjutnya,
tujuh belas senyawa lain yang diperoleh pada penelitian ini memiliki ciri dan pola
struktur molekul yang sesuai dengan umumnya struktur molekul turunan flavonoid
Artocarpus.
Secara keseluruhan, berdasarkan keanekaragaman senyawa golongan flavonoid yang
dihasilkan dari ketiga spesies Artocarpus tersebut, tampak bahwa A. lanceifolius
cenderung untuk menghasilkan flavonoid dengan pola oksigenasi di cincin B pada C2’,C-4’ dan C-5’, sementara A. heterophyllus dan A. elasticus pada C-2’ dan C-4’.
Kecenderungan ini sangat penting artinya bagi kemosistematika tumbuhan Artocarpus.
Apabila kemampuan pemasukan oksigen lebih banyak ke dalam cincin aromatik
ii
flavonoid dikaitkan dengan tingkat filogenetik yang tinggi, maka dapat disarankan A.
lanceifolius memiliki tingkat evolusi lebih tinggi dari A. heterophyllus dan A. elasticus.
Pada uji bioaktivitas, hasil pengujian sifat sitotoksik terhadap sel murine leukemia P388 menunjukkan bahwa senyawa 3, 14, 15, 16 dan 19 memiliki daya penghambatan sel
yang sangat kuat atau dikategorikan sangat aktif (IC50 < 2,0 μg/mL), sementara senyawa
5, 13, dan 20 tergolong aktif (IC50 2,1–4,0 μg/mL), sedangkan dua belas senyawa
turunan flavonoid terprenilasi lainnya digolongkan memiliki sitotoksisitas rendah atau
bahkan tidak aktif (IC50 > 4,0 μg/mL). Berdasarkan hasil pengukuran sifat sitotoksik
tersebut, serta dengan mengkaitkan kepada ciri-ciri struktur dari masing-masing
senyawa, maka dapat disarankan hubungan struktur-aktivitas sebagai berikut. Adanya
ikatan rangkap yang menjembatani kedua cincin aromatik pada jenis calkon (senyawa
5) dan flavon (senyawa 13-16, 19, 20 dan 3) memiliki peran yang penting dalam
memberikan sifat sitotoksik. Pengubahan ikatan rangkap dua tersebut menjadi gugus
alkil jenuh menurunkan (senyawa 7 dan 8) atau bahkan menghilangkan sifat sitotoksik
(senyawa 9). Kemudian data sitotoksisitas dari berbagai senyawa turunan flavon hasil
isolasi memperlihatkan bahwa sitotoksisitas kelompok senyawa ini akan menjadi sangat
kuat apabila terdapat gugus prenil di C-3 dan pola oksigenasi di cincin B pada C-2’, C4’ dan C-5’ (senyawa 15). Modifikasi kimiawi yang melibatkan kedua ciri struktur
tersebut, yaitu siklisasi gugus 3-prenil menjadi cincin pirano, oksepino atau
dihidrobenzosanton (termasuk juga pada pembentukan furanodihidrobenzosanton)
mengakibatkan menurunnya sifat sitotoksik.
Pada pengujian sifat antimalaria, yang dilakukan terhadap sembilan turunan flavonoid
hasil isolasi, memperlihatkan bahwa artonin E (15) memiliki aktivitas antimalaria yang
dikategorikan sangat aktif (IC50 0,1 μg/mL) dalam menghambat pertumbuhan P.
falciparum strain K1 (strain yang resisten terhadap senyawa standar klorokuin), tetapi
hanya dikategorikan moderat (IC50 1,3 μg/mL) terhadap strain 3D7 (strain yang sensitif
terhadap senyawa standar klorokuin). Sementara itu, flavon terprenilasi sejenis dengan
senyawa 15, yaitu 12-hidroksiartonin E (16) memiliki aktivitas antimalaria yang
dikategorikan aktif (IC50 0,9 μg/mL) terhadap strain K1, tetapi lemah (IC50 14,3 μg/mL)
ketika diujikan terhadap strain 3D7. Kedua senyawa tersebut mewakili kelompok
turunan 3-prenilflavon. Sementara itu, kelompok flavonoid yang lain semuanya
tergolong memiliki aktivitas yang dikategorikan moderat (senyawa 3, 5, 11, 12, 17 dan
19 masing-masing dengan nilai IC50 berturut-turut 2,1; 1,6; 3,6; 1,3; 6,7 dan 2,1 μg/mL),
kecuali kelompok favanon-3-ol (yaitu senyawa 9) yang bersifat tidak aktif terhadap
kedua strain P. falciparum tersebut. Berdasarkan data tersebut, senyawa-senyawa
turunan flavon terprenilasi baik di C-3 ataupun bersama-sama dengan di C-6 dan/atau
C-8, umumnya menunjukkan aktivitas antimalaria yang dikategorikan aktif.
Berdasarkan data aktivitas antimalaria tersebut, maka dapat disarankan juga bahwa
adanya gugus prenil bebas di C-3 pada senyawa flavon juga berperan sangat penting
terhadap aktivitas antimalaria. Sebagaimana pada sifat sitotoksik, modifikasi gugus 3prenil pada turunan flavon menjadi berbagai jenis flavonoid lain, yaitu piranoflavon,
dihidrobenzosanton, dan piranodihidrobenzosanton, tampaknya sedikit menurunkan
aktivitas antimalaria.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini telah berhasil menemukan tiga senyawa baru dari
jenis flavonoid terprenilasi yaitu, artoindonesianin E-1 (1) (jenis oksepinoflavon),
artoindonesianin Z-4 (2) (jenis dihidrobenzosanton) dan artoindonesianin Z-5 (3) (jenis
piranodihidrobenzosanton). Penemuan senyawa-senyawa tersebut memberikan
iii
kontribusi yang penting terhadap fitokimia Artocarpus. Selanjutnya, penemuan tujuh
belas senyawa lain dalam penelitian ini semakin mempertegas kemampuan genus ini
untuk memproduksi senyawa flavonoid terprenilasi dengan pola oksigenasi yang khas
di cincin B. Perbedaan ciri kimia pada masing-masing spesies pada penelitian ini
tampaknya sesuai dengan tingkat filogenetiknya. Selain itu, hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas sitotoksik terhadap sel murine leukemia
P-388 dan aktivitas antimalaria terhadap P. falciparum strain K1 dan 3D7, yaitu
aktivitas yang tinggi dari senyawa-senyawa turunan flavonoid terjadi apabila terdapat
ikatan rangkap dua yang menjembatani kedua cincin aromatik pada jenis calkon dan
flavon, pola oksigenasi C-2’,C-4’ dan C-5’ di cincin B, dan adanya gugus isoprenil
bebas pada C-3.
iv
ABSTRACT
MOLECULAR DIVERSITY AND BIOLOGICAL ACTIVITIES
OF PHENOLIC DERIVED SECONDARY METABOLITES
FROM SOME INDONESIAN ARTOCARPUS
By :
IQBAL MUSTHAPA
NIM 30504005
Artocarpus, locally known as “nangka-nangkaan”, is one of the important genera of
family Moraceae, in addition to Morus and Ficus. The plants belong to this genus grow
endemically and also cultivated so that the plants are widely distributed throughout
Indonesian region. The local people knows the plants very much because some of them
produce edible fruits, such as “nangka” (A. heterophyllus), “cempedak” (A. integer), and
“sukun” (A. communis). In addition, the plants also produce good quality of wood
which is suitable for furniture. The most prominent properties of the wood are the
yellow or orange pigment that has stimulated their phytochemical studies.
The phytochemical studies of Artocarpus plants show that these plants are sources of
phenolic-derived secondary metabolites, including flavonoids, stilbenes, 2arylbenzofurans, and adduct Diels-Alder. The flavonoid compounds, particularly of
prenylated flavones, are the main group of the phenolic constituents. Structurally, the
Artocarpus flavonoid is characterized by the presence of unique oxygenated
functionalities in the ring B of the flavone skeleton which has different pattern of the
flavonoids from other plant species, as well as the presence of an isoprenyl group at C-3.
These characteristics allow the Artocarpus flavonoid to develop further to produce a
number of new flavonoid-derived skeletons. Furthermore, from biological activity’s
perspective, isolated compounds from Artocarpus exhibited a number of biological
activities, such as anti-inflammatory, antioxidant, antitumor, and antimalaria.
Based on these backgrounds, in this research a phytochemical study on three species of
Artocarpus, namely A. heterophyllus, A. elasticus and A. lanceifolius, has been carried
out, and the biological effects of the isolated compounds against murine leukemia P388
cells and Plasmodium palcifarum strain K1 and 3D7 have been evaluated. The
structure-activity relationship of the isolated compounds against cytotoxicity and
antimalarial properties has also been evaluated from the diversity of chemical structures
and their IC50.
Samples of A. heterophyllus Lamk. and A. lanceifolius Roxb. were collected from
Garut-West Java, and Padang–West Sumatera, respectively; while A. elasticus Reinw.
was collected from two regions namely Garut and Cianjur, West Java. Isolation of
secondary metabolites involved a number of laboratory works, including extraction,
fractionation and purification, using various chromatographic techniques. The molecular
structures of the isolated compounds were determined based on spectroscopic data,
including UV, IR, 1-D and 2-D NMR, and mass spectra. Cytotoxic effect of the isolated
compounds was evaluated against murine leukemia P388 cells using MTT [3-(4,5dimethyltiazo-2-yl)2,5-diphenyltetrazolium bromide] method, while antimalarial effect
was evaluated against P. falciparum strain K1 and 3D7 using candle jar method.
v
The phytochemical investigation of these plants resulted, three new prenylated flavones,
trivially named artoindonesianin E-1 (1) (an oxepynoflavone derivative),
artoindonesianin Z-4 (2) (a dihydrobenzoxanthone derivative) and artoindonesianin Z-5
(3) (a pyranodihydrobenzoxanthone derivative), beside seventeen known prenylated
flavones. The known compounds included three chalcone derivatives: gemichalcone A
(4), gemichalcone B (5) and morachalcone A (6); two flavanone derivatives:
norartocarpanone (7) and artocarpanone (8); one flavanone-3-ol derivative:
dihydromorin (9); three flavone derivatives: norartocarpetin (10), artocarpesin (11) and
cycloartocarpesin (12); four 3-prenylated flavone derivatives: cudraflavone C (13),
artocarpin (14), artonin E (15) and 12-hydroxyartonin E (16); two pyranoflavone
derivatives: cycloartocarpin (17) and isocyclomorusin (18); one dihydrobenzoxanthone
derivative: artobiloxanthone (19); and one cyclodihydrobenzoxanthone derivative
namely cycloartobiloxanthone (20).
The presence of the three new compounds: artoindonesianin E-1 (1) in A. elasticus,
artoindonesianin Z-4 (2) and Z-5 (3) in A. lanceifolius are chemically important to the
Artocarpus plants. Compound 1 is an oxepynoflavone derivative containing a
methylene group attached to C-12 of the oxepyno ring. The presence of this group in the
oxepynoflavone derivative represents the first example of this type of secondary
metabolites of Artocarpus. Compound 2 is a flavone of dihydrobenzoxanthone-type
substituted with an isoprenyl group at C-3’ of the ring B, making this ring becomes
fully substituted. This type of substitution is very rarely in the flavonoid compounds of
Artocarpus. In addition, compound 2 has also a methoxyl group attach to C-4’. The
presence of this moiety may reflect the ability of the plant (A. lanceifolius) selectively to
methylate the phenolic groups. The last new compound 3, belongs to a
pyranodihydrobenzoxanthone-type of flavone. The occurrence of this skeletal type is so
far found in A. lanceifolius only. This type of flavonoid is biogenetically formed
through a modification of the methyl group at C-12 of the dihydrobenzoxanthone
derivative into an aldehyde group, which in turn reacts further with 5’-OH to form an
additional pyrano ring. On the other hand, the molecular structures of the seventeen
known flavonoids which were isolated in this investigation follow the flavonoid
structures normally found from the Artocarpus.
Based on the structural diversity of prenylated flavones isolated from the three
investigated Artocarpus plants, A. lanceifolius has a tendency to produce prenylated
flavones with 2’,4’,5’-trioxygenated pattern in the B-ring, while the structures of the
flavonoids of A. heterophyllus and A. elasticus contain only 2’,4’-dioxygenated
functionality in this ring. The presence of these significant differences of the
oxygenated functionality in the B-ring between these three species of Artocarpus may
have an important implication to the chemotaxonomy of Artocarpus at the species level.
It is tempting to hypothesize that A. lanceifolius at the evolutionary level is higher than
both A. heterophyllus and A. elasticus.
The biological evaluations of the isolated compounds disclose the result as follows: the
cytotoxic effect against P388 cells showed that compounds 3, 14, 15, 16 and 19
exhibited very strong inhibition (IC50 < 2.0 μg/mL), compounds 5, 13, and 20 gave
strong inhibition (IC50 2.1–4.0 μg/mL), while the rest of thirteen prenylated flavones
showed weak inhibition or even inactive (IC50 > 4.0 μg/mL). Based on these results, the
structure-activity relationship between the isolated flavonoids and cytotoxicity against
P388 as follow: the presence of a double bond bridged between the two aromatic rings
vi
in the chalcone (compound 5) and flavone (compound 13-16, 19, 20 and 3) derivatives
contributes significantly to the cytotoxic property. Reduction of double bond to became
a saturated alkyl moiety decreases (compounds 7-9) the cytotoxic effect. Furthermore,
the cytotoxicity of the isolated compounds will increase by the presence of a prenyl
group attached to C-3 and a 2’,4’,5’-trioxygenated pattern in the B-ring (compound 15).
Structural modification involving these groups, such as cyclication of the 3-prenyl to
make a pyrano, oxepino or dihydrobezoxanthone types (including the making of
pyranohydrobenzoxanthone type) decreases cytotoxicities.
Antimalarial effect of some selected isolated flavone derivatives showed that artonin E
(15) exhibited very strong inhibition (IC50 0.1 μg/mL) against K1 strain, but only strong
inhibition (IC50 0.3 μg/mL) against 3D7 strain of P. falciparum. A related prenylated
flavone related to compound 15, namely 12-hydroxyartonin E (16), exhibited strong
inhibition (IC50 0.9 μg/mL) against K1 strain, but weak inhibition (IC50 14.3 μg/mL)
against 3D7 strain. Those two compounds were the member of 3-prenylflavone type. In
addition, the other isolated flavone derivatives namely compound 3, 5, 11, 12, 17 and 19
showed moderate inhibition with IC50 respectively 2.1, 1.6, 3.6, 1.3, 6.7 and 2.1 μg/mL
against both two strain of P. falciparum, except that a flavanone-3-ol derivative,
namely compound 9, disclosed inactivity. From these results, the prenylated flavones,
either at C-3 or together with that at C-6/C-8, showed strong inhibition against K1 and
3D7 strains of P. falciparum. This data also highlight the important of the presence of a
prenyl group at C-3 on antimalarial activity. As in cytotoxicity, modification of this
prenyl group also decreases antimalarial properties.
In conclusion, three new prenylated flavones, namely artoindonesianin E-1 (1)
artoindonesianin Z-4 (2) and artoindonesianin Z-5 (3) have been successfully isolated in
this research work. The presence of these compounds gives a significant contribution to
the phytochemistry of Artocarpus. In addition, the isolation of seventeen other
prenylated flavones in this work strongly supports regarding the ability of this genus to
produce the 3-prenylated flavone with unique features in the oxygenation pattern of the
B-ring. The differences of flavonoid characteristics in the species used in this
investigation seem to reflect their phylogenetic levels. Furthermore, the results of
biological evaluation demonstrate that cytotoxic and antimalarial properties of the
prenylated flavonoids are related to the presence of a double bond bridging the two
aromatic rings in the chalcone and flavone derivatives, a certain pattern of oxygenation
at B-ring of the flavone skeleton, and the presence of free isoprenyl substituent at C-3.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………………………………………………………………...
i
ABSTRACT………………………………………………………………
v
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS……………………………………
viii
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………..
ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………...
x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...
xii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI………………………………..
xiii
DAFTAR TABEL………………………………………………………...
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………….
xix
Bab I
Pendahuluan……………………........………………………….
1
Bab II
Tinjauan Pustaka………………………………………............
10
II.1 Tinjauan Umum Tumbuhan Artocarpus...................................
10
II.2 Ilmu Kimia Tumbuhan Artocarpus............................................
12
II.2.1 Senyawa Flavonoid......................................................................
12
a. Calkon dan dihidrocalkon.......................................................
17
b. Flavanon..................................................................................
20
c. Flavan-3-ol..............................................................................
24
d. Flavon dan flavon terprenilasi................................................
25
e. Oksepinoflavon.......................................................................
30
f. Piranoflavon............................................................................
32
g. Dihidrobenzosanton dan furanodihidrobenzosanton...............
35
h. Kuinodihidrosanton.................................................................
38
i. Tetrahidrosanton......................................................................
39
j. Siklopentenosanton dan santonolida.......................................
40
II.2.2 Senyawa turunan fenol lainnya dari Artocarpus.......................
42
a. Adduct Diels-Alder .................................................................
42
b. Stilben.....................................................................................
43
c. Senyawa turunan fenol lainnya...............................................
45
II.2.3 Senyawa non fenolik dari Artocarpus.......................................
47
II.3 Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari Tumbuhan Artocarpus
48
x
Bab III Percobaan dan Hasil .................................................................
50
III.1
Umum..........................................................................................
50
III.2
Bahan Tumbuhan......................................................................
51
III.3
Isolasi senyawa dari kayu batang tumbuhan Artocarpus
heterophyllus...............................................................................
III.4
III.5
Isolasi senyawa dari kayu batang tumbuhan Artocarpus
elasticus.......................................................................................
54
a. Artocarpus elasticus I..............................................................
54
b. Artocarpus elasticus II.............................................................
56
Isolasi senyawa dari kulit batang tumbuhan Artocarpus
lanceifolius..................................................................................
III.6
58
Data sifat fisik dan spektroskopi senyawa-senyawa hasil
isolasi...........................................................................................
III.7
51
60
Uji aktivitas sitotoksik terhadap sel murine leukemia P-388
dan uji anti malaria terhadap parasit Plasmodium
falcifarum strain K1 dan 3D7...................................................
69
a. Uji aktivitas sitotoksik terhadap sel murine leukemia P-388..
69
b. Uji anti malaria terhadap Plasmodium falcifarum strain K1
dan 3D7...................................................................................
70
Bab IV
Pembahasan................................................................................
72
IV.1
Penentuan struktur senyawa-senyawa hasil isolasi................
73
IV.2
Biogenesis senyawa flavonoid terprenilasi dan turunannya
dari tumbuhan A. heterophyllus, A. elasticus dan A.
lanceifolius..................................................................................
IV.3
107
Makna penemuan senyawa hasil isolasi terhadap hubungan
kekerabatan antara species dalam genus Artocarpus.............
115
Sitotoksisitas dan anti malaria senyawa hasil isolasi..............
118
Bab V Kesimpulan .....................................................................................
125
Daftar Pustaka............................................................................................
129
IV.4
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Prosedur Percobaan Uji Sitotoksisitas Terhadap Sel
Murine Leukemia P-388 dengan Metode MTT assay
(Alley, 1998) ……………………………………………..
Lampiran 2
Lampiran 3
142
Prosedur Percobaan Uji Aktivitas Anti malaria dengan
Metode Candle Jar (Jensen dan Trager, 1977) .................
145
Riwayat Hidup ...................................................................
150
xii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
Gambar II.1
Skema hubungan genetik tumbuhan Artocarpus dan genus
lain pada famili Moraceae (Kanzaki dkk., 1997)…………....
11
Gambar II.2
Pokok-pokok biosintesis flavonoid (Manitto, 1981) ...……... 16
Gambar II.3
Hubungan biogenetik berbagai jenis flavon (Manitto, 1981).
Gambar II.4
Kecenderungan pola oksigenasi dan isoprenilasi senyawa
flavonoid Artocarpus .............................................................
Gambar II.5
17
Struktur senyawa kelompok calkon Artocarpus dengan
substituen isoprenil bebas .....................................................
Gambar II.6
16
18
Struktur senyawa kelompok calkon Artocarpus dengan
substituen isoprenil termodifikasi ..........................................
19
Gambar II.7
Struktur senyawa kelompok dihidrocalkon Artocarpus ......... 20
Gambar II.8
Struktur
senyawa
kelompok
flavanon
dengan
pola
monooksigenasi di cincin B ...................................................
Gambar II.9
Struktur
senyawa
kelompok
flavanon
dengan
pola
dioksigenasi di cincin B .........................................................
Gambar II.10
Struktur
senyawa
kelompok
flavanon
dengan
21
22
pola
trioksigenasi di cincin B ......................................................... 23
Gambar II.11
Struktur senyawa kelompok flavan-3-ol Artocarpus .............
Gambar II.12
Struktur
senyawa
kelompok
flavon
sederhana
24
dari
Artocarpus .............................................................................. 25
Gambar II.13
Struktur senyawa flavon terpisoprenilasi tanpa gugus
isoprenil pada C-3 ..................................................................
26
Gambar II.14
Isoprenilasi flavon pada posisi C-3 ........................................
27
Gambar II.15
Struktur senyawa 3-prenil flavon dengan pola dioksigenasi
di cincin B ..............................................................................
Gambar II.16
Struktur senyawa 3-prenil flavon dengan pola trioksigen di
cincin B ..................................................................................
Gambar II.17
29
30
Reaksi pembentukan senyawa kelompok oksepinoflavon
(Hakim dkk., 2005) ................................................................
xiii
31
Gambar II.18
Struktur senyawa kelompok oksepinoflavon dari Artocarpus
Gambar II.19
Saran
biogenesis
pembentukan
senyawa
kelompok
piranoflavon (Hakim dkk., 2006) ..........................................
Gambar II.20
34
Struktur senyawa piranoflavon dengan pola trioksigenasi di
cincin B ..................................................................................
Gambar II.22
32
Struktur senyawa piranoflavon dengan pola dioksigenasi di
cincin B ..................................................................................
Gambar II.21
32
Saran
biogenesis
pembentukan
35
kerangka
dihidrobenzosanton (19) dan furanodihidrobenzosanton (20)
dari 3-prenilflavon (15) (Nomura dkk., 1998) .......................
Gambar II.23
Struktur
senyawa
kelompok
dihidrobenzosanton
36
dari
Artocarpus .............................................................................. 37
Gambar II.24
Struktur senyawa kelompok furanodihidrobenzosanton dari
Artocarpus .............................................................................. 38
Gambar II.25
Struktur
senyawa
kelompok
kuinohidrosanton
dari
Artocapus ...............................................................................
Gambar II.26
39
Saran biogenesis pembentukan artonol A (98) dari
artobilosanton (19) (Nomura dkk., 1998) ............................... 40
Gambar II.27
Struktur
senyawa
kelompok
siklopentanosanton
dari
Artocarpus .............................................................................. 40
Gambar II.28
Saran
biogenesis
pembentukan
kelompok
senyawa
siklopentenosanton dan santonolida (Hakim dkk., 2006) .....
Gambar II.29
Reaksi pembentukan senyawa kelompok Adduct DielsAlder (Nomura dkk., 1998) ...................................................
Gambar II.30
41
42
Struktur senyawa kelompok adduct Diels-Alder dari
Artocarpus .............................................................................. 43
Gambar II.31
Struktur senyawa kelompok stilbenoid dari Artocarpus ........
Gambar II.32
Struktur
senyawa
kelompok
dimer
stilbenoid
44
dari
Artocarpus............................................................................... 44
Gambar II.33
Struktur senyawa kelompok polifenol terprenilasi dari
Artocarpus .............................................................................. 45
xiv
Gambar II.34
Struktur
senyawa
kelompok
2-arilbenzofuran
dari
Artocarpus .............................................................................. 46
Gambar II.35
Struktur senyawa heterofilol (119) ......................................... 46
Gambar II.36
Struktur senyawa turunan benzaldehida dari Artocarpus .....
Gambar II.37
Struktur senyawa kelompok triterpen sikloartan dari
47
Artocarpus .............................................................................. 47
Gambar III.1
Skema pemisahan dan pemurnian senyawa dari kayu batang
A.heterophylus ........................................................................ 53
Gambar III.2
Skema pemisahan dan pemurnian senyawa dari kayu batang
A. elasticus I ...........................................................................
Gambar III.3
55
Skema pemisahan dan pemurnian senyawa dari kayu batang
A. elasticus II .......................................................................... 57
Gambar III.4
Skema pemisahan dan pemurnian senyawa dari kulit batang
A. lanceifolius ......................................................................... 59
Gambar IV.1
Korelasi HMBC (1H ⇔13C) artoindonesianin E-1 (1) ...........
76
Gambar IV.2
Korelasi HMBC (1H ⇔13C) artoindonesianin Z-4 (2) ...........
78
Gambar IV.3
Korelasi NOESY dan HMBC gemicalkon A (4)....................
84
Gambar IV.4
Pembentukan kuwanon J dari L-tirosin bertanda (Hano dkk.,
1994b) ....................................................................................
Gambar IV.5
Skema hubungan biogenesis antar kerangka flavonoid
Artocarpus (Hakim dkk., 2006) .............................................
Gambar IV.6
111
Usulan biogenesis pembentukan artoindonesianin E-1 (1)
dari artokarpin (14) ................................................................
Gambar IV.9
110
Usulan biogenesis pembentukan sikloarokarpin (17) dari
artokarpin (14) .......................................................................
Gambar IV.8
109
Usulan biogenesis pembentukan kudraflavon C (13) dari
artokarpesin (11) ....................................................................
Gambar IV.7
108
111
Usulan biogenesis pembentukan artoindonesianin Z-5 (3)
dari artonin E (15) melalui 12-hidroksi-artonin E (16) ..........
112
Gambar IV.10
Usulan biogenesis pembentukan gemicalkon B (5) ...............
113
Gambar IV.11
Skema hubungan biogenesis senyawa fenolik hasil isolasi ..
114
xv
Gambar IV.12
Grafik hubungan antara aktivitas sitotoksik dengan jenis
flavonoid ................................................................................. 119
Gambar IV.13
Grafik aktivitas antimalaria dan sitotoksisitas senyawa hasil
isolasi ...................................................................................... 123
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel II.1
Distribusi senyawa flavonoid dalam tumbuhan Artocarpus . 13
Tabel II.2
Distribusi senyawa calkon pada Artocarpus ......................... 18
Tabel II. 3
Senyawa flavanon dengan pola monooksigenasi di cincin B
21
Tabel II. 4
Senyawa flavanon dengan pola dioksigenasi di cincin B .....
22
Tabel II. 5
Senyawa flavanon dengan pola trioksigenasi di cincin B ..... 23
Tabel II.6
Senyawa flavon terpisoprenilasi tanpa gugus isoprenil pada
C-3 …………………………………………………………. 26
Tabel II.7
Senyawa 3-prenil flavon dengan pola dioksigenasi di cincin
B ...........................................................................................
Tabel II.8
28
Senyawa 3-prenil flavon dengan pola trioksigenasi di
cincin B .................................................................................
29
Tabel II.9
Distribusi senyawa oksepinoflavon pada Artocarpus ........... 31
Tabel II.10
Senyawa piranoflavon dengan pola dioksigenasi di cincin B 33
Tabel II.11
Aktivitas sitotoksik senyawa flavonoid dari Artocarpus
terhadap sel murine leukemia P388 ......................................
Tabel III.1
Aktivitas sitotoksik senyawa kimia hasil isolasi terhadap
sel murine leukemia P388 …………………………………
Tabel III.2
73
Data spektrum NMR artoindonesianin E-1 (1) dalam
aseton-d6 ...............................................................................
Tabel IV.3
71
Distribusi dan keragaman kerangka senyawa hasil isolasi
dari A. heterophyllus, A. elasticus, dan A. lanceifolius ……
Tabel IV.2
70
Aktivitas antimalaria senyawa kimia hasil isolasi terhadap
Plasmodium falciparum strain K1 dan 3D7 ………………
Tabel IV.1
49
75
Data spektrum NMR artoindonesianin Z-4 (2) dalam
aseton-d6 ................................................................................ 79
Tabel IV.4
Data spektrum NMR artoindonesianin Z-5 (3) dalam
DMSO-d6 ..............................................................................
Tabel IV.5
81
Data spektrum NMR gemicalkon A (4) dan B (5) dalam
aseton-d6 ................................................................................
xvii
85
Tabel IV.6
Data spektrum NMR moracalkon A (6) dalam aseton-d6 .....
Tabel IV.7
Data spektrum NMR norartokarpanon (7), artokarpanon (8)
dan dihidromorin (9) dalam aseton-d6 ..................................
Tabel IV.8
90
Data spektrum NMR norartokarpetin (10), artokarpesin
(11) dan sikloartokarpesin (12) dalam aseton-d6 ..................
Tabel IV.9
87
94
Data spektrum NMR kudraflavon C (13) dan artokarpin
(14) ........................................................................................ 97
Tabel IV.10
Data spektrum 1H dan
13
C NMR
artonin E
(15) dan
12-hidroksi-artonin E (16).....................................................
Tabel I V.11
Data
spektrum
NMR
sikloartokarpin
(17)
100
dan
isosiklomorusin (18) dalam aseton-d6 ..................................
103
Tabel IV.12
Data spektrum NMR artobilosanton (19) dalam aseton-d6 ... 104
Tabel IV.13
Data spektrum NMR sikloartobilosanton (20) dalam
aseton-d6 ...............................................................................
xviii
106
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Pemakaian
pertama kali
pada halaman
Singkatan Nama
cpDNA
DNA kloroplas
2
KCV
Kromatografi Cair Vakum
4
KKT
Kromatografi Kolom Tekan
4
KR
Kromatografi Radial
4
KLT
Kromatografi Lapis Tipis
4
UV
Ultra Violet
4
IR
Infra red (infra merah)
4
NMR
Nuclear Magnetic Resonance (resonansi magnet inti)
4
Apt
Attach Proton Test
4
1D NMR
Nuclear Magnetic Resonance satu dimensi
4
2D NMR
Nuclear Magnetic Resonance dua dimensi
4
COSY
Correlation Spectroscopy
4
HMQC
Heteronuclear Multiple Quantum Coherence
4
HMBC
Heteronuclear Multiple Bond Cohherence
4
NOESY
Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy
4
HRMS
High Resolution Mass Spectroscopy
4
IC50
Inhibition Concentration 50%
8
NCI
National Cancer Institute
48
KG
Kromatografi Gravitasi
50
FAB
Fast Atom Bombardment
51
EI
Electron Impact
51
t.l.
Titik leleh
60
s
Singlet
60
dd
Double doublet
60
dt
Double triplet
60
br d
Broad doublet
61
Ddd
Double double doublet
61
xix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG (lanjutan)
Pemakaian
pertama kali
pada halaman
Singkatan Nama
ddq
Double double quartet
61
t
Triplet
65
m
Multiplet
65
μg
Mikrogram (10-6 gram)
8
mL
Milliliter (10-3 liter)
8
g
Gram
51
mg
Milligram (10-3gram)
51
kg
Kilogram
51
MeOH
Metanol
51
CH2Cl2
Diklorometana
51
EtOAc
Etilasetat
51
CHCl3
Kloroform
52
d6
Deuterium-6
60
ε
Tetapan ekstinksi molar
60
λ max
Panjang gelombang maksimum (nm)
60
νmax
Bilangan gelombang maksimum (cm-1)
60
δ
Geseran kimia (ppm)
74
Lambang
xx
Download